KONFERENSI
MEJA BUNDAR 3
Bagian 1...
ADRIEL
Busur panah menikam
begitu dalam hingga mencabik-cabik sudut ruang. Bagaimana kisahku akan
berjalan? Perjalanan hidup yang terdengar melelahkan. Permasalahan silih
berganti menghardik seperti tombak paling tajam.
“Apa yang sedang kau
pikirkan?” Ha tiba-tiba saja duduk manis di sampingku.
“Merenung sampai kapan
menjalani hidup seperti ini” menjawab pertanyaannya.
“Ucapanmu kacau banyak”
Ha tertawa.
“Btw, bagaimana kisah guru
galak itu?” melemparkan pertanyaan lain ke arahnya.
“Something” Ha tersenyum
kesengsem.
Kisah pencaharian jodoh
di antara kami, tentunya akan membuat orang sulit mencerna, tetapi seperti
itulah kisah kami sekarang. “Kembali ke markas” bunyi pesan menohok dari para
bos besar.
“Sepertinya kita harus
balik terlebih dahulu” Ha menatap ke arah handphone miliknya.
“Bagaimana dengan 2 gadis
itu?” pertanyaanku.
“Biarkan saja mereka
menikmati kisahnya” Ha.
“Kau terlihat tidak lagi
merasa sakit, terbawa perasaan, dan lain semacamnya”
“Saya belajar darimu” Ha.
“Saya sepertinya harus
bertemu Hava, tolong jangan lupa pesan tiket pulang buatku juga” segera berlalu
dari hadapannya.
Bagaimana seorang Adriel
berjalan ke arah sosok gadis dengan kadar IQ di bawah rata-rata? Di dunia ini
tidak ada manusia bodoh, hanya saja penjabaran pola pikir menjadi penentu untuk
berjalan ke suatu area. Saya percaya seorang Hava dapat menciptakan satu
kehidupan tidak terduga hingga membuat semua orang terkagum ketika melihat ke
arahnya.
“Sudah makan?” tersenyum
ke arah Hava.
“Kakak sendiri?” Hava.
“Mau makan?” menawarkan
jajanan pinggir jalan.
“Dengan senang hati”
Hava.
Kami berdua tertawa
bersama menikmati suasana riuh di malam hari. “Kakak harus coba makanan di
sini” Hava segera menghentikan langkahnya seketika.
“Hari ini biar saya saja
yang traktir” kalimatku.
“Memang sejak tadi Hava
mengharap kakak yang traktir” Hava.
“Dasar gadis centil”
menepuk keningnya seketika.
“Ternyata enak juga”
ujarku setelah mencicipi makanan gerobak tidak jauh dari tempat kami berdiri.
“Feeling Hava selalu
benar” Hava tersenyum lebar.
“Hava harus bisa
membuktikan tentang cerita hidup di sekitar lingkaran paling tidak biasa” suara
hatiku berkumandang begitu saja.
Tuhan, jodoh pilihanMU
tidak mungkin salah bahkan tidak pernah salah. Pembatalan jodoh seolah
membuatku ingin tertawa lebar tiap mengenang memory tersebut. Hanya karena
sosok Adriel dikenal sebagai salah satu sosok manusia terjenius, hingga tidak
dapat menerima kenyataan hidup.
“Hava harus bisa belajar
seserius mungkin, ngerti?” menekankan sebuah kalimat kembali.
“Bagaimana kalau Hava
gagal?” Hava.
“Saya tidak akan marah,
hanya saja Hava harus berjuang di tempat yang rasa-rasanya terlalu mustahil
untuk dilalui” menjawab kalimatnya.
“Kita tidak akan bertemu
beberapa hari ke depan. Jadi, Hava harus belajar seorang diri” berbicara
kembali.
“Kakak mau kemana?” Hava.
“Ada urusan pekerjaan di
luar kota” membalas kalimatnya.
“Kenapa Hava jadi takut
kakak ga kembali seperti dulu ya?” Hava.
“Siapa bilang ga balik?
Saya kerja di sini” ujarku.
“Janji?” Hava.
“Tentu saja”...
Perasaanku berkata
sesuatu akan terjadi pada pertemuan kali ini di markas. “Hava harus jaga diri
baik-baik selama saya tidak ada” membelai rambutnya.
“Kakak, sampai segitunya
juga” Hava.
“Maksudnya?”
“Mendadak perhatian
keles” Hava.
“Dasar gadis bodoh, tidak
pekah pakai banget” menggerutu dalam hati.
“Wajah kakak seperti
terlihat kesal” Hava.
“Lupakan dan sekarang
kita jalan pulang, okey?” terdengar kesal sambil menarik tangannya.
Kehidupan seorang Adriel terdengar
menggelikan. Bagaimana bisa? Lupakan! Perjalanan balik markas dimulai kembali. Sekumpulan
wajah-wajah bersama makna cukup menghanyutkan dapat terbaca dari jarak jauh.
“Kacau pakai banget” gerutu Brayn berjalan seperti manusia remuk
berkeping-keping.
“Ada apa lagi sih?” rasa
kesal Shine.
“Seperti biasa aku kembali
ke markas” Nara.
“Perempuan licik” Feivel
menatap kesal ke arah Nara.
“Memang saya kenapa?”
Nara balas menatap.
“Kenapa ngaku-ngaku kalau
saya mantan suami anda depan dia?” Feivel.
Ha tertawa keras
mendengar pertengkaran antara dua anak manusia di depan kami. Sepertinya kisah
Feivel jauh lebih rumit dibanding berjuang keras menghadapi permasalahan sistem
pembelajaran Hava. Penasaran? “Kalau dipikir-pikir lagi, kepalaku selalu sakit
tiap melemparkan beberapa pertanyaan ke arah Hava” bergumam pelan sambil
membayangkan gadis comel itu membuka lembaran demi lembaran kertas di depannya.
Perkumpulan beberapa
waktu belakangan hanya bercerita tentang jodoh dan bukan yang lain. “Brayn,
bagaimana bisa kau berjalan kemari?” pria tua melemparkan pertanyaan ke arah
Brayn.
“Kau kan sedang menjalani
penyakit stroke di usia muda” ka’Arauna.
“Semua ini karena para
bos besar memanggil kembali ke markas” Brayn.
“Bisakah anda menjelaskan
alur ceritamu menuju kemari?” ka’Arauna.
“Kakak semacam pura-pura
atau memang tidak sadar kalau ka’Dhavy si’pembuat skenario?” Brayn.
“Saya mengaku sebagai
kerabat terdekat yang sudah lama mencari dirinya” ka’Dhavy tiba-tiba muncul di
tengah kami.
“Lantas?” rasa
penasaranku muncul.
“Akhir kata, adiknya yang
comel dengan senang hati membawa manusia tengil ini ke depanku” ka’Dhavy.
“Si’target reaksinya
gimana?” tanyaku lagi.
“Dia tidak tahu perbuatan
adiknya karena tidak sedang berada di rumah” ka’ Dhavy.
“Wow” kalimatku.
“Keren pakai banget” tuan
Ahaziah.
“Patut diberikan jempol
paling hakiki” ka’Arauna.
“Memang skenario ka’Dhavy
is the best” Shine yang sejak tadi menguping.
“Luar biasa” Nara
tiba-tiba hadir di tengah kami.
“Hentikan kelakuan
kalian!” Brayn berusaha menjauh.
Apakah ini kisah
percintaan tergokil atau gimana? Kehidupan kami memang beda dari manapun.
Persahabatan di antara kami memiliki ceritanya sendiri. Pertemuan luar biasa
hingga menciptakan seninya mengajarkan kehidupanku tentang makna keluarga
sebenarnya. Jujur, saya memiliki keluarga, akan tetapi seolah tidak memiliki
keluarga dan tidak pernah mengerti cara mendekap kehidupanku walaupun hanya
sedikit.
“Bagaimana kisah
petualangan kalian kali ini?” ka’Arauna melemparkan pertanyaan setelah seluruh
personil berada dalam ruangan.
“Sesuatu pakai banget” tuan
Ahaziah pertama kalinya melemparkan pernyataan centil seperti sekarang.
“Bagaimana dengan kisah
seorang Adriel?” ka’Arauna.
“Bisa mempertanggung jawabkan
atau tidak sama sekali?” ka’Arauna kembali melemparkan pertanyaan.
“Berikan saya waktu untuk
membuktikan sekaligus mempertanggung jawabkan” jawabanku tanpa basa-basi.
“Wow” tuan Ahaziah.
‘Sudah yakin dengan
pilihanmu?” ka’Arauna.
“Saya lebih dari kata
yakin” jawabanku.
“Kenapa?” ka’Arauna.
“Tuhan tidak mungkin
salah memberikan saya tulang rusuk”...
“Bagaimana kalau kami
ikut bermain dalam skenario perjalanan cintamu?” ka’Arauna.
“Maksudnya?”
pertanyaanku.
“Kami para bos besar akan
terjun langsung untuk membuktikan tentang beberapa objek” ka’Dhavy.
“What?” seluruh personil
berteriak serentak dengan mata membelalak tanpa kedipan sekalipun.
“Jadi, maksud pertemuan hari
ini ingin membahas tentang RTL kalian?” Shine.
“RTL itu apaan yah?” Feivel.
“Tolong dijelaskan!”
Brayn menatap Shine.
“Rencana Tindak Lanjut”
penekanan Shine.
“Btw, kami semua
penasaran kisah cinta Shine ma pria bule” ka’Arauna.
“Luar biasa” Nara.
“Entahlah” Shine
tertunduk lemas.
“Wajahmu seganas ini?”
pertanyaanku.
“Shine yakin kalau
dirinya berasal dari Sang Pencipta?” ka’Dhavy.
“Sejauh ini saya masih
ingin memastikan” Shine.
“Lantas?” ka’Arauna.
“Jangan berusaha menjadi
hakim buatku” Shine.
“Saya tidak akan menjadi
hakim apa pun pilihanmu selama Shine bisa mempertanggung jawabkan banyaknya
objek di depan” ka’Arauna.
“Kita semua adalah
sahabat” Nara.
“Nara sendiri bagaimana?”
ka’Dhavy.
“Saya persilahkan kakak
untuk terjun langsung!” Nara.
“Nara memang sesuatu
pakai banget” ka’Arauna tersenyum ke arahnya.
Kisah percintaan bersama
cerita di dalamnya. Jangan menjadi hakim buat kami atas segala yang terjadi.
Bukan maksud ingin menjadi viral, hanya saja keadaan menyatakan objek tidak
terduga. Satu lagi, jangan iri terhadap apa pun yang ada dalam alur cerita kami
karena tiap orang memiliki versi alur hidupnya sendiri.
“Pertemuan kali ini
membahas tentang cara kalian ingin mempertahankan atau membuang tanpa harus
melakukan presentasi di depan untuk sebuah penjabaran terhadap sebagian besar
personil” tuan Ahaziah.
Satu persatu dari kami berjalan
ke depan untuk bercerita tentang kata ingin mempertahankan sekalipun semua itu
terlihat mustahil untuk dijalani. Sepertinya hampir semua personil mengutarakan
pendapat yang sama.
“Saya ingin mencoba
mengerti kehidupan seperti apa yang sedang ingin dijalani olehnya, walaupun
dikatakan kehidupanku sendiri sedang dibungkus oleh ketakutan besar” Feivel.
“Jadi?” ka’Arauna.
“Nara memang benar, tidak
seharusnya saya berjalan seperti manusia bodoh hanya karena ketakutan terbesar
tentang masalah penolakan” Feivel.
“Menyalahkan Adriel atas
ide pencaharian tulang rusuk terdengar kacau, maaf atas tindakanku kemarin” Feivel.
“Semua itu masa lalu,
lupakan!” ujarku.
“Apa kau masih ingin
berjalan?” ka’Arauna.
“Lebih dari kata berjalan
apa pun keadaannya” Feivel.
Kami semua memberi tepuk
tangan cukup kedas buatnya. “Sahabatku pasti bisa” Ha penuh haru.
“Bagaimana denganmu?” ka’Dhavy.
“Seorang gadis kaya
bahkan tidak pernah tahu tentang rasanya
tinggal dalam sebuah rumah kecil tanpa pembantu, sedang belajar membuktikan
kalau dirinya mengerti satu objek yang memang sulit dijabarkan tanpa sebuah
pembuktian” Ha.
“Apa kau yakin?” tuan
Ahaziah.
“Entah kenapa ruang
hatiku ingin menggenggam tangannya suatu hari kelak” Ha.
Bagian 2...
HABAKUK...
Kehidupan yang sedang
kujalani bertengger pada satu dahan sama seperti anak burung sambil meniupkan
cuitan khasnya. Seorang Ha ingin mencoba memahami perbedaan antara derasnya
arus air bersama sifat tenangnya ketika berada pada satu area. Sepasang
sepatuku sedang berjuang untuk bertahan di sebuah jalan bersama hantaman
kerikil, lubang, lumpur, pendakian, jalanan paling menakutkan tanpa henti.
“Ha akan memiliki
cerita dengan versi terbaik, kelak” ingatan kata-kata Shan masih membekas.
“Ha, sepertinya kau harus
bersiap menghadapi sebuah petualangan besar di depan matamu” ka’Arauna.
“Ucapanmu cukup
menghanyutkan ruang hatiku” ka’Dhavy.
“Sosok Adriel sukses
membuat Ha galau karena cinta” tuan Ahaziah.
“Kawan, terima kasih buat
semuanya” tersenyum menatap Adriel.
“Kau terlihat
menggelikan” Adriel.
Pertemuan kali ini tidak
lagi menyuruh tiap personil menjabarkan kandidat jodoh masing-masing. Para bos
besar hanya ingin mendapat kejelasan akan kata mempertahankan atau membuang.
Skenario dramatis kisah kami masing-masing bisa dikatakan petualangan, sesuatu
hal paling mengesalkan, membuat marah, bahkan menciptakan rasa tawa luar biasa.
Banyak orang bisa saja berpikiran negatif, hanya saja keadaan mengharuskan kami
menjalani kehidupan seperti ini.
“Sosok Ha lagi merenungi
diri rupanya” ka’Arauna berteriak di belakangku.
Menghirup udara segar
pagi hari terdengar menyenangkan juga. Pertemuan kemarin cukup mengharukan
sekaligus lucu. “Ka’Arauna memang sesuatu” kalimatku.
“Memangnya apa yang
kuperbuat?” ka’Arauna.
“Selalu tahu posisi anak
buahnya dimana” menjawabnya.
“Wow” ka’Arauna.
“Kebetulan saya numpang
lewat dan kebetulan sosok Ha sedang berada di bawah pohon besar belakang markas
tercinta kita” ka’Arauna masih berusaha menjabarkan.
“Kapan kita diterima
bangsa ini?” pertanyaanku langsung ke inti.
“Pertanyaan tiba-tiba”
ka’Arauna.
“Kapan kami akan
memperkenalkan diri?” pertanyaanku selanjutnya.
“Bagaimana respon bangsa
ini setelah menyadari keberadaan kita semua?” saya masih berkutik dengan
pertanyaan.
Ka’Arauna hanya terdiam
sejenak tanpa kata-kata. “Saya juga sedang berpikir sama sepertimu” ka’Arauna.
“Maaf” ucapanku.
“Kalian menjalani
skenario menakutkan memang tidak mudah, tetapi harus” ka’Arauna menarik nafas
dalam-dalam.
“Pada saat itu saya
selalu mengancam kalau tidak mempersiapkan kalian artinya hubungaku dan
ka’Dhavy putus bahkan saya tidak mau tahu apa pun situasinya ke depan. Entah
kenapa tim kerja yang kuinginkan harus pilihan Tuhan bukan manusia sewaktu
hidupku benar-benar hancur berkeping-keping setelah kepergian mamaku”
ka’Arauna.
“Saya bisa bayangkan
bagaimana Ka’Dhavy mengalami ketakutan luar biasa pada saat itu” ujarku.
“Berjalan buta-buta tanpa
sesuatu apa pun di depan mata sama seperti kisah Abraham dalam sebuah kitab
suci sepertinya membuat saya tertantang untuk melakukan semua itu” ka’Arauna.
“Lantas?”
“Saya membayangkan sosok
raja Saul dan Salomo menjadi seorang pemimpin tanpa harga yang harus dibayar
berakhir dengan satu jurang luar biasa bahkan tidak pernah tercatat kisah
pertobatan mereka kembali. Tim kerja yang kuinginkan tidak boleh jatuh terlebih
sejatuh-jatuhnya pada sebuah jurang hebat apa pun situasinya kelak” ka’Arauna.
“Saya ingin tim kerja ini
menjalani kehidupan seperti raja Daud, Moses, Yusuf sebelum menjadi seorang
leader terbaik suatu hari kelak. Baik saya, ka’Dhavy, pria tua itu, dan beberapa
orang juga membayar harga cukup mengerikan sama seperti kalian” ka’Arauna.
“Kakak terlihat selalu
menyalahkan ka’Dhavy atas kisah gadis tua yang selalu mendapat makian semua
orang” tertawa keras.
“Itu karena saya tidak
tahan, jadi, saya luapkan saja emosiku ma dia lagian kalau sisi marah atau
sedih atau apalah kami berdua dibuat Tuhan untuk saling merasakan, tapi hal
paling menyebalkan kalau sosok Arauna digantung terus padahal terikat”
ka’Arauna.
“Sangat menyedihkan”
gurauanku.
“Saya sampai bilang kalau
kau tidak mau ma saya, tinggal ketemu terus panggil pendeta, kemudian doa
pelepasan biar kita berdua tidak terikat satu sama lain, terakhir cari pasangan
masing-masing” ka’Arauna.
“Hancur parah” ujarku.
“Mau gimana lagi, saya
selalu diserang kiri kanan dan segala macam. Di satu sisi memang saya marah,
tapi di sisi lain karena keadaan membuat dia tidak bisa berjalan ke arahku belasan
tahun lamanya, serba salah” ka’Arauna.
“Apa kakak tidak pernah
kepikiran pelakor yang lagi viral?”
“Saya dan dia terikat,
jadi tidak mungkin mau selingkuh, justru tukang cemburuan itu jatuhnya bukan di
saya melainkan dirinya, tapi sosoknya selalu menggantung. Aneh bin tidak ajaib”
ka’Arauna.
“Kalaupun ada gadis lain,
silahkan, nanti saya tinggal berdoa minta jodoh baru. Paling juga dia masuk
neraka jahanam. Saya bilang...” ka’Arauna.
“Bilang apa?”
“Saya tidak marah kalau
memang kau menyukai gadis lain, tetapi pikirkan semua konsekuensinya ke depan,
bisa saja apa yang Tuhan berikan buat dirimu hilang lenyap dan tidak akan
kembali hanya karena gadis tersebut begitupun sebaliknya dengan saya” ka’Arauna.
“Hubungan paling kocak”
kalimatku.
“Sebenarnya sih yang
kebanyakan cuci mata itu saya bukan dirinya, jadi, harus banyak didoakan luar
biasa tanpa jedah iklan” ka’Arauna.
“Hancur” ujarku.
“Kembali ke topik utama”
ka’Arauna.
“Jangan melemparkan
pertanyaan kapan kami memperkenalkan diri atau bagaimana bangsa ini akan
menerima kami!” ka’Arauna.
“Maaf”...
“Bangsa dengan populasi
penduduk sangat besar membutuhkan waktu untuk menerima kalian, semua memiliki
ceritanya kelak dan jangan pernah memaksakan keadaan” ka’Arauna.
“Tanpa perlu kalian
memperkenalkan diri jauh-jauh hari, Tuhan sudah memperkenalkan kalian terlebih dahulu
melalui objek kecil seperti ini” ka’Arauna.
“Waktu?”
“Coba lihat kehidupanku, terlahir
miskin, jelek, kuper, anak rumahan, nilai di sekolah pas-pasan, tidak pernah
dilihat siapapun, akan tetapi Tuhan memperkenalkan sosok Arauna ke mata dunia
dengan cara paling mencengangkan tanpa bantuan orang dalam. Saya tidak lahir
dari keluarga pejabat dan lain sebagainya, papa tidak tamat sekolah dasar, dua
tanganku dipegang kuat olehNYA” Ka’Arauna.
“Kunci utamanya berada
pada kata sabar” berusaha menarik nafas panjang.
“Satu lagi, jangan hidup
sepertiku yang suka bersungut, terlebih dia yang menggantung” ka’Arauna.
“Pernyataan apaan ini?”
“Btw, saya penasaran
dengan sosok Hope” ka’Arauna.
“Hope memiliki prinsipnya
sendiri, gadis tangguh dengan sedikit hiasan karakter khas darinya membuatku
ingin mengenal dia lebih dari yang kumau” ujarku.
“Pria tua itu sepertinya
sudah mempersiapkan sesuatu objek luar biasa buatmu” ka’Arauna.
“Belum menyatakan
perasaan, tapi kalian sudah ingin menciptakan skenario jahil?”
“Sebagai pembuktian kalau
sosok Hope memang sepadan denganmu” ka’Arauna.
“Kalimat paling kacau”
balasanku.
“Sosok Ha harus dapat tulang
rusuk terbaik bukan abal-abal, ngerti?” ka’Arauna.
“Cerita ma ka’Arauna seru
juga” kalimatku.
Menikmati udara segar di
pagi hari bersama curahan hati cukup menyenangkan juga. Sampai dimana kisah
percintaanku? Entahlah. Ikuti saja terus hingga kalian semua tertawa ataukah
terhibur.
Saya ingin belajar cara
mengekspresikan diri ketika mengikuti alunan musik. Beberapa hari ini kami
masih sibuk mempelajari banyak objek. Merakit teknologi-teknologi terbaru,
mempelajari permasalahan-permasalahan antara daerah satu dengan lainnya, mencari
proses penyelesaian kelemahan-kelemahan bidang di tiap bidang, dan lain
sebagainya.
Ibarat bos, jangan
berjalan dengan pernyataan, tiba masa tiba akal. Bangsa ini memiliki variasi
karakter, keunikan, penghasilan, kualitas, cara berpikir, dan lain sebagainya berbeda-beda.
Intinya kami mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya apa pun yang terjadi.
Permasalahan penolakan dari bangsa ini andaikan itu terjadi merupakan masalah
di belakang bukan cerita sekarang.
Cerita hidup kami bukan
hanya sekedar narasi, melainkan sesuatu yang memang sulit untuk dijabarkan. “Kau
dimana?” sebuah pesan masuk.
“Ibu Hope” tersadar
si’pengirim pesan.
“Lagi pulang kampung”
membalas pesannya.
“Berarti ibu Embun cuti?”
ibu Hope.
“Yes, ada urusan mendadak
di kampung” tulisan pesan berikutnya.
“Jangan-jangan kau
disuruh menikah?” ibu Hope.
“Menikah dengan siapa?
Laki-laki atau perempuan?” tersenyum sendiri.
“Entahlah, perasaanku
berkata kalau ibu Embun masih belum bertobat untuk menjadi lelaki sejati, jadi,
tidak mungkin menikah dengan seorang gadis” pesan menohok ibu Hope.
“Pernyataan apaan ini?”
balasanku seketika.
Hingga akhirnya dia
berhenti membalas chatku. “Andaikan, kau sudah kembali menjadi laki-laki normal
kelak, kuharap kau memberikan semua bajumu buatku kan masih bisa dipakai” satu
jam kemudian bunyi pesan menohok darinya kembali masuk.
“Ibu Hope yakin kalau
saya bisa kembali?” memberi pertanyaan.
“Sangat yakin bahkan
seyakin-yakinnya” ibu Hope.
Pikirannya lari kemana?
Perasaanku berkata kalau dia anak orang kaya, ngapain juga menginginkan pakaian
bekas? Dasar wanita pada dasarnya selalu ribet masalah fashion. “Sejak tadi
saya perhatikan si’Ha senyum-senyum sendiri” Adriel menatap wajahku begitu
serius.
“Kenapa memangnya?”
“Dasar manusianya lagi kasmaran”
sindir Shine dari belakang.
“Benar-benar jatuh cinta”
mimik wajah tuan Ahaziah terlihat aneh.
“Bukan lagi benar-benar
jatuh cinta, melainkan sangat-sangat jatuh cinta” Brayn.
“Bukan sangat-sangat
jatuh cinta, tapi luar biasa wow” Feivel.
“Sepertinya saya perlu
ralat, dari luar biasa wow menjadi dunia paling terheboh bagi sosok Ha yang
lagi merasakan jatuh cinta sangat luar biasa wow pakai banget” Adriel menatapku
dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Kemungkinan besar Hope
cinta pertamanya si’Ha” Nara.
“Bilang saja kalian
sirik” teriak ka’Dhavy.
“Sepertinya” ujarku.
“Adriel, tolong bantu Ha menemukan
sebuah alat terbaru!” ka’Arauna berteriak dari belakang.
“Ka’Arauna tidak salah
bicara?” Adriel.
“Memang saya tidak salah,
kan situ ketua terjenius masalah penemuan-penemuan” ka’Arauna.
Kami bertiga berjalan
masuk ke satu ruangan. Acara saling menatap satu sama lain sedang terjadi. “Oke,
silahkan ka’Arauna jelaskan!” memulai pembicaraan.
“Kebetulan Ha mengerti
sedikit masalah dunia perbakterian, microorganisme, dan lain sebagainya” ka’Arauna.
“Maksudnya?” Adriel.
“Silahkan kalian berdua
menemukan sebuah alat praktis dalam bentuk RDT maksudku Rapid Diagnostic Test
TBC dengan mempelajari masalah microbakteri tubercolosis!” ka’Arauna.
“Pusat kesehatan di
berbagai daerah terlebih area pedalaman tidak semua memiliki alat TCM,
sedangkan jarak kampung dan lainnya cukup jauh bahkan sangat jauh” ka’Arauna.
“Setahu saya pemeriksaan
TBC memang harus memakai sample lendir di pagi hari sih” kalimatku.
“Tepat katamu” ka’Arauna.
“RDT TBC tanpa harus
memakai sample lendir di pagi hari, hanya memakai air liur ataukah darah dan
bisa diperiksa kapan saja dengan tingkat keakuratannya 95%. Kenapa? Ada banyak
kesulitan yang dihadapi nakes untuk melakukan pemeriksaan terhadap suspek TBC
dimulai dari jarak tempuh perjalanan, dana, harus di pagi hari, karakter, dan
lain sebagainya berpengaruh besar” penjabaran ka’Arauna.
“Jadi?” Adriel.
“Permasalahan seperti ini
menjadi akar terbesar, sedangkan TBC merupakan golongan penyakit menular. Bangsa
ini salah satu penyumbang terbesar penyakit tadi bahkan banyak yang meninggal”
ka’Arauna.
Kenyataan yang ada adalah
beberapa pemeriksaan memang membutuhkan alat lengkap dan hampir sebagian besar
hanya terdapat di rumah sakit. Pada dasarnya, pembuatan RDT oleh pemerintah
dapat dilakukan tanpa harus pemeriksaan lab terlebih dahulu, namun entah
mengapa tidak terpikirkan oleh mereka. RDT Covid, HIV, dan penyakit mematikan
lainnya dapat dibuat. Masa iya RDT TBC tidak bisa ditemukan? Atau memang alat tadi
ada di negara luar sana, hanya saja pemerintah belum memasukkan ke negara
sendiri.
Penggunaan sample lendir
di pagi hari itu cukup sulit dilakukan dengan berbagai alasan. Jauh lebih baik
memakai RDT dengan sample air liur atau darah dan dapat dilakukan kapan saja. Suspekpun
lebih mudah di jangkau mulai dari sekolah, kampung, dan lain sebagainya tanpa
harus memakai alat-alat lab yang berada di kota atau sarana kesehatan tertentu.
“Tugasku?” Adriel.
“Kau membantu Ha, kan
kebetulan kalian satu rumah kalau di luar markas sekarang ini” ka’Arauna.
“Terserah” Adriel.
Permasalahan di negara
tercinta tidak hanya berbicara tentang ekonomi, melainkan permasalahan
pendidikan, hukum, SDA/ SDM, kesehatan, dan objek-objek lainnya yang belum
terlihat, akan tetapi memberikan pengaruh cukup besar. Posisi kami sekarang
adalah sedang mempelajari seluruh bidang bersama penanganannya ke depan.
Andaikan bangsa ini menerima kami tanpa harus melihat tentang perbedaan iman
kepercayaan, tentu kami akan berjuang keras. Satu hal, tidak ada perasaan marah
sekalipun, kalaupun kalian menolak kami kelak. Semua membutuhkan waktu,
terlebih cerita tentang proses penerimaan tanpa paksaan.
“Masalah paling berkasus
lagi adalah dunia persampahan” kalimatku seketika.
“Pemikiran masyarakat
untuk sadar kebersihan masih di bawah rata-rata di seluruh daerah” Adriel.
“Betul” ka’Arauna.
“Saranku sih, kalau bisa
tiap daerah kecil terlebih pedalaman terdapat mesin penghancur sampah mini
untuk membantu masyarakat” kalimatku.
“Saya setuju pakai
banget” ka’Arauna.
“Jadi dalam mesin
penghancur sampah ini dibagi menjadi beberapa kotak diantaranya kotak sampah
bisa dijadikan pupuk tanaman, kertas/
kardus, plastik, dan besi/ aluminium. Dan tidak lupa, di mesin tersebut
juga terdapat kotak pembakaran sampah” sedikit menjabarkan.
“Dengan kata lain?”
Adriel.
“Kotak-kotak sampah tadi
dibagi, tetapi tetap dalam satu mesin. Kelompok yang masih bisa digunakan
sebagai pupuk dibawah ke kebun, sedangkan kertas/ kardus/ besi/ aluminium di
kirim ke pabrik daur ulang. Bagi sampah yang tidak bisa didaur ulang tetap
dihancurkan dan dapat digunakan digunakan sebagai batako atau ide-ide menarik lainnya”
demikianlah penjelasanku.
Di kampung-kampung
terlebih area pedalaman tempat pembuangan sampah itu benar-benar 0%, sementara permasalahan
sampah memang terjadi dimana-mana. Tidak mungkin juga mobil truck sampah
berjalan jauh ke kampung-kampung kecil apa lagi bagian pedalaman. Salah satu
cara paling membantu sekalipun hanya berkisar di sekitaran 80% adalah mesin
penghancur sampah mini.
Bangsa ini tetap menjadi
salah satu negara dengan tingkat kesadaran di bawah rata-rata tentang masalah
kebersihan dan persampahan. “Kapan kalian rencana berangkat?” ka’Arauna.
“Tergantung dari bos
besar saja, kapan memulai skenario buat tulang rusuk kami?” Adriel.
“Memang my bossss berperan
besar” sedikit tertawa ke arah ka’Arauna.
“Kalian berdua berguraunya
lumayan pakai banget” ka’Arauna.
Kami bertiga tertawa
hebat seketika. Memikirkan kisah ke depan membuatku sedikit merenung akan makna
hidup di dalamnya. Banyaknya objek mengajarkan dua kaki tentang pilihan hidup,
entah berjalan ataukah berlari. Anak tangga itu menyimpan misteri luar biasa
bahkan sulit dipecahkan hanya dengan mengamati semata.
Tuhan, apa pun jalan
hidupku nantinya, semua kuserahkan ke dalam tanganMU. Dekap erat hidupku tiap
saat tanpa pernah melepasnya. Saya bukan manusia suci dengan banyaknya umgkapan
kata-kata, hanya saja buat alur ceritaku terlihat mengikuti irama nada musikMU.
“Shine, ada yang bisa
saya bantu” menegur gadis imut di depanku.
“Sepertinya tidak ada”
jawaban tegas Shine.
“Lantas, wajahmu terlihat
aneh gitu?”...
“Perasaanmu saja” wajah
judes Shine bermain.
“Penipu kelas kakap”
mengejek dirinya.
“Menurutmu, apa yang
harus kulakukan biar Shine ngerti karakter palsu cowok gitulah?” Shine.
“Gadis aneh” mengejek dirinya.
“Kenapa emangnya?” Shine.
“Kenapa juga menyamar
jadi gadis gila kalau masih belum mencari” menggeleng-geleng kapala menatap ke
arahnya.
“Shine masih sedikit
bingung” Shine.
“Gunakan kata hatimu,
jangan gunakan rumus lain! Ngerti?” mengelus-ngelus anak rambutnya.
Bagian 3...
Percakapan antara dua
personil masih berlangsung. “Bagaimana denganmu?” Shine.
“Saya memiliki jalan
ceritanya sendiri, jadi, pikirkan saja dirimu sendiri” Ha menepuk kepalanya
sambil tersenyum hangat.
Dua anak manusia itu masih
saling bergurau. “Sepertinya dia sudah bersiap-siap meninggalkan markas” Shine
menunjuk Feivel.
“Kalian masih tinggal di
markas? Belum melakukan persiapan sama sekali?” Feivel sibuk mengemasi
pakaiannya.
“Belum” ucapan serentak
Shine dan Ha secara bersamaan.
“Kalian belum berkemas? Sebagian
personil termasuk kalian berdua dijadwalkan kembali berpetualang esok hari”
Brayn.
“Apa Shine ga salah
dengar?” Shine.
“Sepertinya tidak” tuan
Ahaziah menunjuk ke sebuah papan pengumuman.
“Tiket belum dibeli juga
keles” Shine.
“Perasaanku berkata kalau
beberapa hari lalu tiket pesawat sudah dibooking” Feivel.
“Dirimu, diriku, dan
dirinya berdomisili di satu daerah yang sama” Feivel menunjuk ke arah Shine, Nara,
juga dirinya sendiri.
“Seru juga berpetualang
bersamaan gitu di satu daerah” Ha.
“Memangnya situ ga bareng
Adriel gitu” Feivel.
“Sejarah markas pertama
kalinya terjadi, petualangan pencaharian jodoh diantara puluhan personil
ternyata kita bertiga berada di satu daerah yang sama” Shine.
“Memangnya Ha dan Adriel
ga masuk hitungan?” Feivel.
“Lupakan mereka berdua” jawaban
judes Shine.
“Ha, jangan lupa
mempelajari jenis RDT kemarin!” Arauna berteriak di belakang mereka.
“Beres bos” teriak Ha
balik.
“Gendang telingaku pecah”
cetus Feivel.
“Biasa saja keles, ga
segitunya juga” Shine.
“Ha kan lagi falling in
love berkisar di sekitaran 3.600°C bahkan sangat-sangat luar biasa” tuan
Ahaziah sedikit menggoda.
“Memang ada 3.600°C?
Adriel tiba-tiba masuk ke tengah mereka.
“Jelas ada kalau diadakan”
Feivel.
“Ternyata Pembela kebenaran
dan keadilan buat pria tua di depan kita ini adalah Feivel” godaan Shine.
“Hentikan kelakuan bejat
kalian” rasa kesal Ha mengudara.
Akhir cerita adalah
mereka kembali ke kamar masing-masing untuk segera berkemas. “Manis” dua bola
mata Nara tertuju ke arah Shine.
“Pemberian Cashel?” Nara mencoba
menebak.
“Dia memberi sepasang
penjepit rambut” Shine tersenyum mengangguk.
“Penjepit rambut
pemberiannya terlihat comel imut seperti wajahmu” Nara.
“Kenapa membantuku
kemarin?” Shine.
“Kan Shine sahabat terbaik”
Nara.
“Btw, kenapa sosok
si’comel Shine sengaja memainkan peran wanita tercantik di dalam kehidupan
Cashel?” Nara.
“Shine ingin mencari tahu
pemikiran dia ketika berhadapan dengan seorang wanita cantik, berpendidikan, baik,
lembut” Shine.
“Terus?” Nara.
“Sementara, di sisi lain
terdapat wanita biasa, gila, hancur, dan lain sebagainya juga sedang berdiri di
hadapannya. Bagaimana dia menanggapi sesuatu?” Shine.
“Apa yang akan terjadi
denganmu, andaikan dia benar-benar memiliki perasaan khusus buatku?” Nara.
“Berarti si’Cashel memang
ga lulus keles alias bukan jodoh Shine” ucapannya memabalas Nara.
“Bagaimana dengan
perasaanmu sendiri?” Nara.
“Saya harus siap menerima
kenyataan apa pun bentuk keadaan di depanku” Shine.
“Saya ingin tahu cara dia
menanggapi beberapa pemikiran ataukah permasalahan di depannya” Shine.
“Andaikan Shine merasa
patah hati dikarenakan rasa suka jauh lebih kuat bermain nantinya, kuharap semuanya
baik-baik saja” Nara.
“Tenang saja, Cashel
bukan satu-satunya pria di dunia ini, jadi, jangan khawatir” Shine.
“Entahlah” Nara sedikit
meragukan ucapan sahabatnya.
“Kau sendiri gimana? Memainkan
3 peran sekaligus?” Shine.
“Kurasa kisah Nara
terdengar lebih menakutkan, andaikan si’Brave menyadari permainanmu” Shine.
“Saya tidak selemah yang
kau pikirkan” Nara.
“Apa dia kembali menegurmu
ataukah hanya sekedar bertegur sapa semata setelah pernyataanmu sebagai wanita
bersuami?” Shine.
“Kami belum dipertemukan
kembali setelah pertemuan antara saya, Brave, dan si’manusia autis Leci” Nara.
“Aksimu membuat Feivel
sempat mengalami depresi” Shine.
“Dia saja yang kelewat
baper” Nara.
Pada akhirnya mereka
berdua tertawa keras. Kisah para personil mencari cinta sejati ternyata berada
di luar nalar. “Kami mempersilahkan pria tua yamg kukasihi untuk berdoa sebelum
mereka kembali bepertualang” Dhavy.
“Mengerikan” Shine.
“Adriel komplain” Adriel
mengangkat tangan.
“Kami semua menolak tuan
Ahaziah untuk berdoa” Feivel.
“Memang kenapa?” tuan
Ahaziah.
“Pakai tanya lagi” Nara.
“Kalau saya sih yes ingin
tuan Ahaziah memimpin doa” Arauna.
“Jangan ditanya ka’Arauna
memang sahabat sejati pria tua keles” Ha.
“Pria tua, silahkan
berdoa!” Arauna.
“Tuhan, para personil
akan kembali berpetualang, lindungi dan sertai sekaligus berkati perjalanan
mereka mencari cinta sejati. Amin” tuan Ahaziah.
“Tuan Ahaziah, ga lagi
sakitkan?” Shine memegang kening pria paruh baya itu.
“Tumben” Brayn.
“Sesuatu pakai banget” Feivel.
“Pertama kali dalam
sejarah” Nara.
“Apakah dia pria tua yang
kukenal atau bukan?” Dhavy.
“Isi doa misterius” Adriel.
“Berdoa A salah, berdoa B
juga salah, mau kalian apa?” tuan Ahaziah.
“Mereka Cuma sirik ma
pria tua sepertimu, tapi, sebenarnya saya lebih suka cara berdoamu yang dulu”
Arauna.
Akhirnya sebagian besar
personil meninggalkan markas umtuk kembali memulai cerita mereka di luar sana. Shine,
Nara, juga Feivel sedang melakukan perjalanan ke daerah yang sama. “wajah
mungilmu hilang seketika” Feivel menatap Shine dari ujung rambut hingga ujung
kaki. Hitam, dekil, rambut berantakan, dan memiliki gigi jelek menjadi kisah
Shine sekarang.
“Waktunya kita bertiga
berpencar” Nara.
“Gadis comel, jaga dirimu
baik-baik” Nara memeluk erat sahabatnya.
“Sepertinya kita akan
kembali bertemu deh” Shine.
“Terserah” Nara.
“Gadis jelek, semoga
sukses” Feivel berjalan meninggalkan mereka berdua.
“Berperan sebagai gadis
gila bernama Izumi” Shine tertawa dalam hati.
“Tuhan, kalau Shine masih
dipertemukan lagi dengannya berarti kandidat terkuat masih dia” gadis itu
berkata-kata dalam hatinya.
“Apa dia mencariku
setelah berhasil lari dari apartement miliknya?” gumam pelan Shine.
“Anakku kemarilah, jangan
pergi!” teriak Shine meluapkan emosionalnya. Membiarkan kembali air liurnya
mengalir deras memenuhi wajahnya dengan berjalan seolah tidak mengenali
dirinya.
Terkadang dirinya
tersenyum kecil memandangi sepasang penjepit rambut di tangannya. “Bagaimana
kalau saya tidak bisa melupakan dirimu, seandainya Tuhan berkata kau bukan
jodoh terbaik?” Shine seolah membayangkan sesuatu hal.
“Apa saya siap dengan
keadaan tadi?” menarik nafas panjang.
Sengaja menciptakan
skenario hanya untuk mencari tahu sisi lain seorang Cashel. “Rasanya pasti
sakit” memikirkan ucapan sahabatnya sendiri.
Derasnya hujan tidak lagi
diperdulikan olehnya. Dia berjalan seperti orang bodoh memainkan peranannya. “Bagaimana
kalau dia memiliki perasaan khusus buatku?” ingatan kata-kata Nara seperti
tombak menusuk seakan mencabik-cabik dirinya seketika.
“Anakku, anakku, anakku”
dia berteriak keras di antara derasnya hujan. Rasa takut sepertinya jauh lebih
kuat bermain dibanding apa pun juga.
“Kau menangis?” tiba-tiba
saja sosok Cashel sedang berdiri di depannya dan berusaha melindunginya dengan
sebuah payung.
“Tuhan, buat Shine kuat
kalaupun dia memang bukan pasangan yang tepat” suara hati gadis itu berbisik di
tengah derasnya hujan.
“Kau aman sekarang”
Cashel membawa dirinya dalam dekapan hangat.
“Cashel” seorang wanita
cantik, anggun, berpendidikan menyebut namanya.
“Hyind” Cashel.
“Apa yang terjadi?” Wanita
tersebut terkejut seketika.
Cashel tidak pernah tahu
tentang jebakan yang sedang berjalan sekitar lingkup kehidupannya pribadi. Antara
wanita gila bersama masa lalunya dan wanita berpendidikan bersama sisi
kharismanya. “Kau akan memilih siapa?” suara hati Shine kembali berbisik.
“Sepertinya kita butuh
taxi” Hyind alias Nara berusaha mencari taxi yang lewat.
“Bawah dia segera ke
mobil!” wanita cantik itu berusaha membuka pintu taxi.
Cashel berada di antara 2
wanita saat ini. “Aktingmu memang ganas” umpatan Nara dalam hati.
“Dia demam” Cashel memegang
kening gadis gila itu.
“Dia tidak sedang
ber-akting” Nara tersadar sesuatu.
“Izu, sadarlah!” Cashel.
“Shin” Nara keceplosan.
“Hyind” Cashel merasa
aneh.
“Maksudku, Izu jangan
pingsan sekarang” Nara terlihat khawatir.
“Dia pingsan” Cashel.
“Bapak, tolong ke rumah
sakit terdekat!” Nara terlihat sangat khawatir.
“Jangan membuatku mati
ketakutan” jerit hati Nara mengudara.
Shine benar-benar pingsan
dan membutuhkan pertolongan medis. Akhir cerita adalah Cashel berjaga semalaman
di samping Shine setelah berada di rumah sakit. “Anakku anakku anakku, dimana?”
ucapan pertama Shine setelah tersadar.
“Akting paling mematikan”
umpatan Nara dalam hati.
“Syukurlah dia sadar”
Cashel bernafas legah.
“Cashel, sepertinya saya
lapar” Nara.
“Maaf membawamu dalam
masalah” Cashel.
“Sebagai ucapan terima kasih,
apa kau mau menonton bersama denganku?” Nara menatap serius wajah Cashel hingga
membuat Shine sedikit cemburu.
“Menonton?” Cashel.
“Menonton, makan bersama,
memutari pusat perbelanjaan, dan menghabiskam weekend bersama denganmu” Nara.
“Sebagai tanda balas budi
atas kejadian semalam” Nara.
“Apa kau keberatan?” Nara
masih melemparkan pernyataan.
“Baiklah kalau memang itu
kemauan Hyind sebagai balas budi” senyum Cashel.
“Tapi, tunggu sampai dia
membaik” Cashel melanjutkan ucapannya.
“Tentu saja” Nara tersenyum
hangat. Cashel kembali membawa Shine ke apartement setelah kesehatannya pulih.
Nara berusaha membantu
Cashel menghadapi gadis gila di depannya. “Sepertinya kau membutuhkan bantuan”
Nara.
“Bantuan?” Cashel.
“Merawat gadis gila
maksudku Izumi” Nara.
“Maksudnya?” Cashel.
“Adikmu menitipkan sebuah
surat” Nara menyerahkan selembar kertas.
“Dia pulang kampung ke LN
sana” Cashel terlihat kebingungan.
“Kau tidak perlu khawatir
masalah Izumi, mungkin saya bisa tinggal di rumahmu beberapa saat hingga adikmu
datang” Nara.
“Skenario mematikan”
umpatan Shine dalam hati.
“Saya bisa tidur bersama
dengannya” Nara.
“Hyind tidak khawatir
atau takut gitu?” Cashel.
“Tidak sama sekali” Nara
menatap picik ke arah Shine.
“Anakku, anakku, anakku
disini” Shine mengalihkan perhatian dengan mengambil sebuah boneka pemberian
Cashel.
“Tidak mungkin juga kau
memandikan, membersihkan kotoran pup, atau terus tidur di kamarnya” Nara.
“Tepat katamu, maaf
merepotkanmu kembali” Cashel.
“Saya tidak mungkin
melewatkan kesempatan bekerja sama denganmu masalah penanganan gadis gi
maksudku Izumi” Nara membelai rambut Shine.
“Sekali lagi maaf
merepotkan dirimu” Cashel.
“Justru saya harus
berterima kasih karena hal seperti ini semacam petualangan” Nara.
“Mau makan, makan, makan”
Shine mencoba bersembunyi bagian belakang punggung Cashel.
“Gadis imutmu sepertinya
lapar, biar saya yang memasak” Nara beranjak dari sofa menuju dapur.
“Imut?” Cashel sedikit
bingung.
“Nama pemberianmu
terdengar imut di telingaku” Nara.
“Oh begitu” Cashel.
“Biar saya saja yang
masak” Cashel berusaha menghalangi Nara.
“Tidak mengapa, kami
terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini” Nara.
“Kami?” Cashel.
“Maksudku, kami para
wanita sudah terbiasa berurusan ma dapur dan peralatannya” Nara.
“Sekali lagi maaf
merepotkan dirimu” Cashel membungkukkan badan.
“Santai saja keles” Nara
tertawa kecil.
Nara memasak dengan
tangannya yang begitu cekatan. Dia seperti seorang chef restoran sangat
terampil. “Bagaimana rasanya?” Nara menatap ke arah Cashel.
“Sangat enak” Cashel.
“Saya baru mencoba jenis
masakan seperti ini” Cashel.
“Dia sudah lapar sejak
tadi” Nara menunjuk arah sahabatnya.
“Maaf” Cashel segera
mengambil piring berisi makanan kemudian menyuapi gadis gila di depannya.
“Kenapa bukan saya saja
menyuapi dia?” Nara.
“Saya sudah sangat
berterima kasih atas bantuanmu, selagi saya masih bisa mengerjakan hal semacam
ini, tidak menjadi masalah” Cashel.
“Saya menyukai pria
sepertimu” ucapan Nara membuat Shine tersedak seketika.
“Air, nanti anakku mati”
Shine.
“Dia butuh air, sedang
saya butuh sosok pria yang selalu perhatian” Nara.
Dialog percakapan membuat
Cashel sedikit salah tingkah. Pria tersebut tidak membalas sepatah katapun
ucapan Nara. “Kuharap Hyind bersabar menghadapi Izu, selamat malam” Cashel
segera berjalan memasuki kamarnya meninggalkan mereka berdua.
Cashel terlihat bodoh di
hadapan 2 wanita di apartementnya. “Kau benar-benar beruntung” Nara berbisik ke
telinga sahabatnya setelah mereka berada di kamar.
“Pernyataan bodoh” Shine.
“Memang kenapa?” Nara.
“Bagaimana kalau dia menyukai
dirimu? Artinya dia tercipta bukan untuk Shine” gadis itu menatap wajah
sahabatnya.
“Apa kau mau berhenti
saja?” Nara.
“Tidak, hanya saja Shine
tidak boleh terlalu berharap” Shine.
“Saya akan melakukan
pendekatan lebih dari ini beberapa hari ke depan” Nara.
“Silahkan!” Shine.
“Kau sudah siap menerima
apa pun resikonya ke depan?” Nara.
“Tentu saja” Shine.
“Gadis comelku
benar-benar bijak” Nara.
“Maaf, tidak ada maksud
lain, apa kau tidak ingin bertemu Brave?” Shine.
“Kita selesaikan kasusmu
terlebih dahulu, lagian Brave butuh waktu berpikir sejenak” Nara.
“Dasar” Shine.
“Kuharap sahabatku tidak
terlalu galau karena permasalahan cinta kalaupun dia bukan buatmu” Nara
mendekap kuat tubuh Shine.
“Tidak perlu khawatirkan
diriku” Shine.
Bagian 4...
SHINE...
Saya harus siap menerima
kenyataan di depan. Cashel bukan satu-satunya pria di dunia ini. Jadi, kenapa
saya harus baper? Tetap menjalankam peranku seperti biasanya hingga menunggu
waktu tentang sesuatu dalam dirinya.
Hyind seorang wanita
cantik, berpendidikan, berkharisma, pintar, dan sangat sempurna sedang berjalan
ke hadapannya untuk melakukan pendekatan. “Saya cuti kerja sebulan lamanya
setelah pekerjaanku di luar kota kemarin” Nara maksudku Hyind mulai
pembicaraan.
“Berarti waktumu tidak
terganggu sama sekali?” Cashel.
“Waktuku tidak mungkin
terganggu demi mengejar pria sepertimu” Hyind.
“Pernyataan bodoh” Cashel
sedikit tertawa.
Seorang Nara sangat
totalitas ketika memainkan karakter Hyind si’wanita sempurna. “Bagaimana kalau
kita piknik bersama?” Hyind.
Apa sosok Cashel mulai
menyukai kepribadian wanita cantik di depannya? Hyind memang sukses mencari
perhatian pria bule itu. “Kita piknik bertiga seru juga?” Cashel.
“Bagaimana kalau hanya kita
berdua saja?” ucapan Hyind membuatku tersedak kesekian kalinya.
“Lantas, Izu?” Cashel.
“Kita tinggal membayar
jasa pembantu untuk satu hari penuh” Hyind.
Nara memang is the best
bahkan patut diberikan piala oscar. “Saya ingin sosok Cashel belajar menghabiskan
waktu denganku untuk saling mengenal satu sama lain” Hyind.
“Sedikit agresif” Cashel.
“Apa yang salah dengan
ucapanku?” Hyind.
“Perasaanku berkata kalau
kau tidak benar-benar menyukai diriku, semua itu hanya sebatas kagum semata dan
tidak lebih” Cashel.
“Bagaimana kalau
perasaanku memang benar-benar nyata, tidak seperti pemikiranmu?” Hyind.
“Rasanya mustahil”
Cashel.
“Mustahil? Ataukah jauh
di dasar hatimu ada nama lain, entah kau sadar ataukah tidak sama sekali?”
Hyind.
“Piknik piknik piknik,
anakku piknik” berusaha memotong pembicaraan mereka. Kenapa dialog mereka
berdua jadi angker? Apa Cashel memiliki cinta sejati? Entahlah.
“Piknik piknik piknik,
anakku” berusaha bersembunyi kembali di belakang Cashel.
“Sepertinya Izu tidak
bisa ditinggal sendiri” Cashel.
“Kalau begitu kita
bertiga piknik bersama” Hyind. Entah bagaimana cerita, Shine tertidur pulas di
belakang punggung Cashel. Saya tidak lagi mendengarkan percakapan mereka.
Ruang hatiku seolah
berkata kalau pria ganteng ini milikku bukan milik siapa-siapa. Memang bisa
saya berharap lebih dari itu? Bagaimana kalau semuanya hanya harapan kosong
semata? Saya tidak mungkin memaksakan kehendakku. Pihak organisasi menuntut
kami seluruh personil untuk tidak memakai perasaan di dalamnya.
Tuhan, seandainya dia
tidak akan pernah berjalan ke arahku, beri saya kekuatan untuk tetap tersenyum
lepas. Nara hanya memainkan perannya demi kebaikan bersama. Ruang hatiku mungkin
akan hancur berkeping-keping ketika hal tersebut terjadi, hanya saja ajar
hidupku untuk tidak pernah memaksakan kehendak.
“Kenapa saya tertidur di
sini?” tersadar sesuatu.
“Izu sudah bangun?”
senyum Cashel memberi kehangatan tersendiri.
“Anakku pergi piknik”
kalimat bodoh Shine sambil memeluk boneka.
“Apa saya bisa meminta
bantuan?” Cashel menatap ke arah Hyind.
“Tentu saja, saya akan
berusaha membuatmu menyukai diriku” Hyind.
“Tolong mandikan dia”
Cashel.
Akhir cerita, Hyind alias
Nara membawaku masuk ke kamar. “Silahkan mandi sendiri!” Hyind.
“Memang saya mau mandi
sendiri” cetusku.
“Aktingmu benar-benar
totalitas, memang pantas mendapat piala oscar” menepuk-nepuk bahunya.
“Bilang saja gadis comel
cemburu, susah amat sih mengakui” Hyind maksudku Nara membalas ucapanku.
“Entahlah” jawabanku
sambil terus berjalan ke kamar mandi.
Kami berdua mandi secara
bergantian tanpa sepengetahuan Cashel. Keluar dari kamar setengah jam kemudian.
Menikmati pemandangan alam di luar sana membuatku sedikit melupakan perasaanku
sendiri. “Kau harus banyak makan” Hyind menyuapi Cashel di depanku.
Piknik bersama seolah
menciptakan tusukan sangat dalam. “Saya semakin menyukai kepribadian Cashel”
Hyind memulai pembicaraan.
“Apa kau tak mau
memberiku kesempatan untuk mengetuk pintu hatimu?” Hyind.
“Hyind hanya sebatas
kagum dan itu tidak berarti menyukai” sekali lagi Cashel mencoba menjelaskan
sesuatu hal.
“Bagaimana kalau saya
memang menyukai dirimu?” Hyind.
“Apa yang kau sukai dariku?”
Cashel menatap serius Hyind. Sosok Shine diam memeluk sebuah boneka dan menjadi
pendengar setia tanpa sadar.
“Saya suka kepribadian
Cashel” jawaban Hyind.
“Kepribadianku?” Cashel
sedikit tertawa.
“Hangat, lembut, perhatian,
penyayang, rela memungut seorang gadis gila dan memberinya tumpangan. Ada yang
salah dengan ucapanku?” Hyind.
“Tidak salah” Cashel.
“Kalau begitu beri saya
kesempatan” Hyind.
Cashel diam tertegun
seketika. “Apa sosok Cashel menyukai gadis gila di depannya?” Hyind.
“Maaf nona sepertinya benda
ini milikmu” suara seorang pria tiba-tiba saja menghentikan perdebatan mereka. Raut
wajah Hyind berubah seketika. Sepertinya dia mengenali pria tampan itu.
“Brave, apa kau sudah
selesai mengembalikan benda milik mereka?” seorang gadis cantik hadir di tengah
kami.
“Brave, ternyata sangat
tampan” gumamku sangat pelan menyadari sesuatu.
“Maaf mengganggu waktu
kalian, saya hanya ingin mengembalikan barang kepunyaan anda” Brave menyerahkan
dompet milik Hyind. Beruntung saja dia tidak mengobrak-abrik isi dompet
tersebut.
Dia sepertinya sudah
mendapat pengganti Iyem maksudku Nara. Saya bisa bayangkan perasaan sahabatku
sekarang ini hancur berkeping-keping. Brave
terlihat sangat akrab dengan gadis di sampingnya. “Apa kau menolakku?” tangis
Hyind pecah seketika.
Pertama kalinya sahabatku
menangis. Saya tahu dia menangis bukan karena Cashel, melainkan pria yang
dicintainya berjalan bersama gadis lain. Kenapa jadi begini? Sepertinya hatinya
jauh lebih terluka dibanding diriku sendiri. “Anakku nangis” kalimatku mencoba
memeluk dirinya.
Brave sendiri sudah
berjalan pergi tanpa tahu bagaimana Nara menjatuhkan air matanya. “Anakku
nangis, nangis, nangis” semakin mendekap hangat tubuhnya.
“Maaf, saya tidak
bermaksud menyakiti perasaanmu” Cashel merasa bersalah.
Tangisan Nara makin pecah
seketika. Siapa pernah menduga peristiwa tersebut menjadi viral di media
sosial. Entah dari mana seseorang mengambil potret kami, hingga menjadi
perhatian para netisen. “Pria bule tampan menolak wanita cantik, hanya karena
menyukai gadis gila di sampingnya” caption mengerikan menyebar di dunia maya.
Beruntung saja wajahku
dan Nara masih disamarkan, jauh berbeda dengan Cashel. Video memperdengarkan
tangisan Nara maksudku Hyind tersebar dimana-mana. Saya sepertinya mencurigai para
bos besar di atas. Ingatan bagaimana mereka berkata-kata akan terjun langsung
menjadi kenyataan.
“Bisa-bisanya pria tampan
ini menolak mentah-mentah wanita cantik demi gadis ODGJ?” cuitan seorang
netisen.
Video tersebut sepertinya
kebanyakan mengalami pengeditan. “Pria tampan hanya ingin pencitraan dengan mengambil
gadis gila itu” ciutan lainnya.
Semua orang menghujat
Cashel habis-habisan. Memberi caci maki, mengutuk, membuly, bahkan mengecam
perbuatannya. Anehnya lagi adalah wajah saya dan Nara tersamarkan. “Kenapa kau
pake acara menangis segala?” cetusku dalam kamar.
“Secepat itu dia
melupakan sosok Iyem?” Nara tidak habis pikir.
“Pertanyaan kemana,
jawaban lari kemana” menggeleng-geleng kepala. Bagaimana saya harus
menyelesaikan masalahku sekarang? Cashel mendapat banyak hinaan karena
perbuatan para bos besar.
Hal lebih mengerikan lagi
adalah orang tua Cashel di LN sana memaki habis-habisan anaknya melalui video
call. “Cashel, apa kau masih menyayamgi mommy?” ibunya terlihat histeris
mengamuk. Entah bagaimana bisa kisah anak mereka sampai ke telinga begitu saja?
Luapan emosional seluruh netisen tidak terbendung.
“Kasiham wanita cantik
itu menangis begitu histeris” kalimat sang netisen.
“Gadis ODJG sebenarnya
tidak mengerti masalah, yang harus bertanggung jawab memang pria gila itu” rasa
geram netisen lainnya.
Cashel berusaha untuk
tetap tenang. Dia tidak berani keluar dari apartementnya. “Sepertinya Izu
lapar” secara manusia sosok Cashel mendapat pembulyan luar biasa 7 keliling,
tetapi masih tersenyum hangat ke arahku. Saya membiarkan sahabatku diam
menangis di kamar.
Saya tidak pernah
menyangka Nara terlihat patah remuk habis-habisan karena seorang pria. Memang
si’Brave terlihat berwibawa dan berkharisma pakai banget. Wajar saja Nara nangis 7
keliling. “Anakku mau makan” memeluk boneka.
“Maaf membawamu dalam
masalah besar” Cashel ssketika mendekap hangat tubuhku.
“Katakan saja saya gila
karena ingin terus mendekap hangat gadis sepertimu” ucapannya membuatku ingin menangis
seketika.
Tuhan, apa Cashel
diciptakan buatku seorang? Dia lulus? Apa ini hanya mimpi? Tuhan, kalau ini
mimpi, tolong jangan bangunkan Shine dari tidur lelap. Tangisan histeris Nara
menggelegar seketika melihat pemandangan di depannya.
“Kau benar-benar
menolakku?” Hyind maksudku Nara terus saja menjatuhkan air matanya.
“Maaf, saya tidak
bermaksud menyakiti perasaanmu” Cashel berusaha menenangkan Nara.
“Lantas, kenapa kau tidak
bisa memberiku kesempatan?” antara akting dan ingin meluapkan emosional.
“Hyind tidak benar-benar
menyukai pria bernama Cashel, perasaanmu hanya sebatas kagum dan tidak lebih
dari itu” Cashel berusaha menjelaskan...
“Dari mana kau tahu
masalah perasaanku?” Nara.
“Cara Hyind menatap ke
arahku” Cashel.
“Jawaban menyakitkan” Nara.
“Hyind cantik,
berpendidikan, wanita karir, pintar masak, memiliki kepribadian baik” Cashel.
“Masalahnya dimana?” Nara.
“Masalahnya ada sama
perasaanmu sendiri, sepertinya saya bukan pria dengan porsi sesuai keinginanmu”
Cashel.
“Saya tidak tahu maksud
dan tujuanmu, hanya saja kau tidak pernah benar-benar menyukai diriku” Cashel.
Memang dia tidak pernah
menyukai dirimulah, masalahnya ruang hatinya penuh dengan nama Brave. Semua ini
hanya bagian skenario yang tidak mungkin dijelaskan. Nara akhirnya berhenti
menangis. Serangan bertubi-tubi melalui dunia permedsosan terus saja berjalan
ke arah Cashel seminggu belakangan. Kami semua harus terkurung dalam apartement
miliknya. Beruntung saja teman Zia mau membantu mengirimkan makanan sehingga
kami masih bisa mengisi perut.
“Ini tidak bisa
dibiarkan” kalimatku dalam hati.
Tiba-tiba saja Cashel membawaku
keluar dari apartement dan membiarkan Nara tertidur lelap di kamar. Kami mau
kemana malam-malam begini? Apa dia akan membuangku ke jalan? Sepertinya kami
sudah keluar dari perbatasan kota.
Sebuah gereja? Apa dia
akan menitipkan saya di sini seperti di film-film? Harusnya kalau ODGJ
sepertiku masuk rumah sakit jiwa, masa iya? Dia duduk tersungkur dalam gereja
tersebut dan membiarkan saya duduk di sampingnya.
Tidak berbicara sepatah
katapun semalam-malaman hanya tersungkur depan altar. Tuhan, apa tekanan hidupnya
benar-benar berat karena perbuatan kami? Dia tidak menjatuhkan air mata dan
tetap bersikap tenang dalam doanya sekali lagi semalam-malaman.
Entah apa yang ada dalam
benaknya? “Saya seperti mengenalmu” suara bariton seorang pria di belakang
kami.
“Kau terus saja
tersungkur depan altar dari malam hingga pagi?” kalimatnya.
“Bapak siapa?” Cashel.
“Bapak pendeta pengelola
di gereja ini” ujarnya.
“Maaf” Cashel.
“Kau pria yang lagi viral
itukan? Membuat wanita cantik menangis keras karena lebih memilih gadis ODGJ,
pemuda aneh” kalimat pendeta.
“Sepertinya saya menjadi
terkenal sekarang” Cashel tertawa sinis.
Pendeta tersebut
menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Anakku, anakku, anakku” memeluk
boneka di taganku guna mengalihkan perhatian sang pendeta.
“Kalau ingin marah
langsung ke saya, jangan melemparkan tatapan mata menekan ke arahnya!” Cashel
berusaha melindungiku di belakangnya.
“Ayo duduk!” sang pendeta
menyuruh kami duduk sekitar kursi tidak jauh dari altar.
“Apa kau mau saya
memberkati pernikahanmu sekarang dengan gadis gila di sampingmu?” ucapan sang
pendeta membuat wajahku merah.
“Apa maksud bapak
pendeta?” Cashel.
“Kau harus siap
mendengarkan apa yang kuucapkan, tapi gerejaku tidak memiliki oksigen
seandainya kau serangan jantung mendadak” sang pendeta.
Ucapan sang pendeta
terdengar mencurigakan. “Saya tidak mengenal kalian sama sekali, hanya saja
Tuhan menyuruhku berjalan ke ruangan ini semalam dan memperhatikan kegiatan
kalian” kembali sang pendeta berkata-kata.
“Saya tidak melakukan
sesuatu yang zinah semalaman di depan altar” Cashel.
“Siapa juga bilang situ
berzinah?” pak pendeta.
“Lantas?” Cashel.
“Anakku anakku anakku”
berusaha menarik tangan Cashel membawanya keluar. Tubuh sang pendeta menyadari
respon tersebut.
“Tuhan memberi tahuku
melalui suara hati, kalau ternyata gadis di sampingmu tidak gila alias dia
hanya menjalani sebuah peran” kalimat sang pendeta membuatku terkejut seketika.
“Mati banyak” umpatanku
dalam hati.
“Wajahnya tidak sejelek ini,
melainkan dia hanya menyamar. Kenapa bisa saya tahu? Karena suara Tuhan
dihatiku jauh lebih kuat berbicara” penekanan sang pendeta menatap tajam ke
arahku.
“Gadis cantik, dengar,
kau tidak harus menjelaskan segala sesuatunya denganku, hanya saja ungkapkan
penyebab dirimu melakoni sebuah peran terhadap pria di sampingmu” Sang pendeta
kembali berkata-kata.
Wajahku langsung
tertunduk lemas. Tidak mungkin juga saya harus ber-akting kembali setelah
rahasiaku dibongkar oleh sang pendeta. Kenapa juga Tuhan memberitahukan
kebenarannya ke si’pendeta ini? Belum saatnya juga keles. Tamat sudah
riwayatku.
“Karena perbuatanmu pada
akhirnya dia mendapat tekanan kiri kanan dari segala arah” ujar si’pendeta
kembali.
Pak pendeta berjalan
keluar meninggalkan kami berdua dalam gereja. Cashel berusaha untuk tetap
tenang bahkan mencoba mengendalikan emosionalnya ataukah terpancing keadaan. Rasa-rasanya
dia ingin berteriak keras, akan tetapi sesuatu menahan dirinya.
Kami berdua diam satu
sama lainnya dalam gereja. “Kau tidak harus bercerita sekarang, kalau memang hatimu
belum siap” hal terbodoh yang dilakukan olehnya adalah mendekap hangat tubuhku.
Dia tidak pernah marah
karena merasa dibodohi. Rasa-rasanya saya ingin menangis histeris dalam
dekapannya. Apa yang harus kulakukan? Bagaimana bisa saya memperlakukan bodoh
pria di depanku?
“Saya yakin Izu memiliki
alasan menjalani peran seperti ini” membelai rambutku.
Kenapa dia tidak marah
sama sekali? Setidaknya memberi tamparan beberapa kali atau berteriak marah
karena kebohonganku. “Maaf membuatmu terlihat bodoh” tangisku pecah seketika.
“Saya tidak tahu harus
menjelaskan dari mana” terisak-isak tidak berani menatap ke arahnya.
“Apa kau tahu? Raut
wajahmu lagi berteriak di jalan terus saja gentayangan tiap malam sejak pertama
kali melihat dirimu” Cashel.
“Saya yakin, Izu memiliki
alasan hingga membodohi pria sepertiku” Cashel.
Saya harus menjelaskan
dari mana? Tangisku terhenti seketika. “Saya berasal dari sebuah organisasi
yang masih dirahasiakan keberadaannya. Seluruh personil dituntut untuk tidak
salah memilih pasangan hidup kelak karena sesuatu dan lain hal yang memang
sulit saya jelaskan sekarang” penjabaran ke arahnya...
“Akhir kata, temanku dan
para bos menyarankan saya menjalani peran sebagai gadis gila dengan rupa paling
buruk. Mau tidak mau, saya harus mengambil peran tadi karena petualanganku
sebelumnya sama sekali tidak memberi hasil bahkan para bosku menolak
habis-habisan apa pun pilihanku” melanjutkan ucapanku lagi.
“Jadi, maksudmu?” Cashel.
“Kami terus menjebakmu melalui
peran Hyind, wanita cantik sempurna hanya untuk mempelajari lebih dalam
carakter seperti apa yang kau miliki. Video yang tersebar melalui medsos merupakan
rekayasa dari bos kami tanpa sepengetahuanku” masih mencoba menjabarkan
kembali.
“Apa saya harus mempercayai
ucapanmu?” Cashel.
“Entahlah. Kuharap kau
tidak memberitahu siapapun apa yang sedang terjadi, sekali lagi, maaf” hanya
pernyataan tadi sebagai ungkapan penyesalan.
Saya tidak berani menatap
dua bola matanya. Saya tidak harus mencoba membela ataupun membenarkan diri.
Dia tidak harus sepenuhnya percaya ucapanku. Semua rahasiaku terbongkar
seketika karena ulah sang pendeta. Suara itu benar-benar suara Tuhan. Para bos
besar tidak mungkin juga mengambil resiko besar dengan memberitahu rahasia
markas termasuk skenario pencaharian pasangan hidup terhadap siapapun termasuk
pendeta sekalipun.
“Sekali lagi maaf,
andaikan kita berdua memang ditakdirkan Tuhan untuk hidup bersama, artinya kau
pasti akan mengenali wajahku pada pertemuan berikutnya, namun entah dimana”
meninggalkam sepucuk surat setelah dia tertidur pulas dalam geeja.
Saya harus kembali ke
markas. Sepertinya seorang Shine butuh menenangkan diri beberapa waktu lamanya.
“Ayo, cepat tinggalkan apartement ini sebelum Cashel datang!” berusaha
mengemasi barang.
“Jangan bilang kalau dia
tersadar sesuatu?” Nara memcoba menebak.
“Dia mengetahui semuanya,
masalahmu ma si’Brave belum selesai, jangan sampai Cashel berusaha datang dan
mencurigai tangisanmu kemarin” ujarku.
“What? Masalah satu belum
selesai lantas masalah lain muncul?”
Nara hampir tidak percaya.
“Kemasi barangmu!” kalimatku
kembali.
“Sepertinya di luar sana
ada orang” Nara.
“Cashel” menebak siapa
dirinya. Kami berdua berusaha bersembunyi. Kegiatan bodoh menyatakan sosok
Shine sepertinya harus bersembunyi terlebih dahulu.
“Saya tahu kaliam masih
disini” Cashel tetap terlihat tenang.
“Saya tidak akan
memaksamu untuk berjalan ke arahku sekarang setelah penjelasanmu di gereja pagi
tadi, kalau kau ingin pergi, silahkan!” Cashel.
“Saat kau siap, silahkan
berjalan ke depanku dengan wajahmu yang sebenarnya. Saya akan menunggu waktu
itu tiba, bahkan bibir mulutku sendiri tidak akan mencoba mencari tahu atau
menyimpan marah terhadapmu” Cashel berkata-kata, kemudian berjalan meninggalkan
apartemen miliknya.
Dia memang sengaja keluar
meninggalkam kami. “Cepat tinggalkan apartement ini sebelum adiknya datang!” menarik
tangan Nara.
“Adiknya mau datang?”
Nara.
“Sekedar berjaga-jaga”
balasku.
Kami berdua segera
meninggalkan apartemen Cashel seketika. Kisah percintaanku sepertinya memiliki
ciri khasnya tersendiri. Perjalanan hidup memang sulit ditebak, namun sekali
lagi saya terjebak ketika dia tersenyum hangat ke arahku.
Kami harus tinggal di
sebuah kontrakan kecil untuk sementara waktu selama berada di kota ini. Kenapa bisa?
Cari jawabannya sendiri. Saya ingin menenangkan diri dengan cara menikmati
pemandangan dermaga di sore hari.
“Rupanya Shine lagi duduk
manis disini” tegur seseorang.
“Ka’Arauna” terkejut melihat
dia duduk manis di sampingku.
“Lagi baper?” ka’Arauna.
“Kakak sendiri kenapa
selalu jadi penguntit?” pertanyaan balik.
“Kan situ anak buah,
jadi, bos harus mengontrol kemanapun berpetualang” ka’Arauna.
“Saya hanya tidak tahu
harus melakukan apa? Rasa bersalah menggerogoti seluruh ruang hidupku sendiri”
ujarku memulai arah pembicaraan.
“Apa kau mau dengar satu
cerita?” ka’Arauna.
“Cerita?”
“Dulu, saya selalu menyerang
dirinya tentang sesuatu hal” ka’Arauna sedang bercerita kisah percintaannya
sendiri.
“Pokoknya, kalau nanti
kita menikah saya tidak mau sembarangan pendeta yang akan memberkati
pernikahan. Sebelum pemberkatan, ruang gereja harus didoakan dan diurapi dengan
minyak, bahkan tidak seorangpun boleh masuk setelahnya hingga acara besok”
ka’Arauna.
“Terus?”
“Semua orang dimulai dari
pelayan musik, keluarga, terlebih para pendeta harus berpuasa sampai ibadah
pemberkatan selesai. Pokoknya yang tidak berpuasa artinya tidak usah masuk ke
ruang gereja” ka’Arauna.
“Hubungan cerita kakak ma
ceritaku?”
“Saya belum selesai
bercerita, kenapa dipotong?” ka’Arauna.
“Upppsss” balasku.
“Setelah itu?” saya
kembali berbicara karena penasaran.
“Memang ceritaku sampai
disitu saja” tawa ka’Arauna.
“Menyebalkan” rasa
kesalku.
“Kenapa saya melakukan
itu?” ka’Arauna.
“Kenapa?”
“Saya berpikir, kelak
kami berdua akan menghadapi banyak objek-objek menjebak sehingga kehidupan
pernikahanku sendiri harus benar-benar tetap berada dalam lingkup sesuai dengan
porsinya. Bukan tentang popularitas, harta, tahta ketika berada di tempat berbeda”
ka’Arauna.
“Kemungkinan kami akan
disibukkan oleh pekerjaan atau sesuatu hal lain sehingga komunikasi keluarga
tidak sedang baik-baik saja, pembentukan karakter anak-anakku kelak akan
berjalan kemana. Jangan sampai kehidupanku terlihat keren, sementara keluarga
kecil terlebih anak-anakku kelak menjadi batu sandungan karena kurang perhatian
ataukah didikan untuk terus hidup di hadapan Tuhan” ka’Arauna.
“Kehidupan keluarga?”
“Pernikahan bukan
permainan belaka, entah karena permasalahan paling besar sekalipun, tidak
berarti mengambil jalan pintas untuk bercerai. Tuhan, pokoknya saya ingin
menikah hanya sekali seumur hidup. Artinya pemberkatan nikahku juga saya tidak mau
asal pendeta, harus pendeta yang memang benar-benar memiliki hubungan yang erat
denganMU” ka’Arauna.
“Saya pikir kakak akan
cerita masalah pelakor” ujarku.
“Termasuk masalah pelakor
juga. Kan kalau menjalani pemberkatan paling ganas seperti itukan, pelakor
seperti apa pun yang datang pasti dia gemetar 7 keliling, akhir cerita batal selingkuh”
ka’Arauna tertawa keras.
“Begitupun sebaliknya
dengan diriku sendiri, jangan sampai hanya karena tanpa sengaja bersentuhan
kecil secara fisik ma pria paling ganteng, tiba-tiba saja saya sudah tidak bisa
tidur 7 hari 7 malam hingga menghancurkan kehidupan pernikahanku nantinya. Maka
dari itu...” ka’Arauna.
“Kenapa berhenti?”
“Banyak hal yang akan
terjadi ke depan, entah karena tekanan bertubi-tubi, lawan jenis lain, keluarga,
dan permasalahan-permasalahan lain sehingga membuat kami tidak menginginkan
kalian salah memilih pasangan” ka’arauna.
“Saya saja waktu dulu, pasanganku
habis-habisan menderita karena perbuatanku, makanya kemungkinan besar dia balas
dendam 7 keliling juga hingga tidak datang-datang ke depanku” ka’Arauna.
“Ka’Arauna kan langsung
terikat begitu saja sampai sekarang” sindirku.
“Tanyakan padanya,
terkadang kalau ingat masa lalu saya benar-benar kesal” ka’Arauna.
“Sepertinya kakak lagi
meluapkan emosional” kalimatku.
“Apa pun itu, sesuatu
yang kau jalani demi kebaikan bersama terlebih masa depanmu sendiri, jadi,
jangan pernah merasa bersalah. Ngerti?” ka’Arauna.
“Iya, sepertinya Shine
sudah ga merasa bersalah lagi deh” balasku.
“Btw, sampai ma sahabatmu
di rumah kalau gadis yang lagi bermesraan ma si’Brave itu kakaknya bukan
pengganti Iyem” ka’Arauna.
“Kerjanya Cuma nangis kalau
ingat si’Brave bermesraan” ujarku.
“Sepertinya saya harus
balik kembali ke markas” ka’Arauna.
“Kenapa cepat balik?”
“Kan masalahmu sudah
selesai” ka’Arauna.
“Lantas mereka berdua?”
“Ada pria tua berjaga di
kota ini” ka’Arauna.
“Dasar”..
“3 jam lagi pesawat
Cashel berangkat, jangan sampai
menyesal” ka’Arauna berbisik ke telingaku, kemudian berjalan pergi...
“Kakak tahu dari mana?” berteriak
keras.
“Dari pria tua” ka’Arauna
seolah tak ingin berbalik.
“Artinya?” dua kakiku
segera berlari menuju bandara. “Saat kau siap, silahkan berjalan ke depanku
dengan wajahmu yang sebenarnya” tiba-tiba saja ucapan Cashel bermuara
sekitar telingaku.
“Kakak, tolong kirimkan
resep formula pembersih kulit biar kembali cantik” berkata-kata melalui
telepon.
“Minta ma Adriel, kan dia
yang meracik obatnya biar situ jadi jelek” bunyi balasan menohok ka’Arauna.
Berusaha menghubungi
Adriel setelah mematikan sambungan telepon. “Kau tinggal pergi ke salon,
selesai, habis perkara” balasan pesan Adriel.
“Saya harus bilang apa ma
tukang salon” kembali bertanya.
“Tolong buatku wajah dan
gigiku kembali cantik, habis perkara” pesan menohok Adriel.
“Balasan gila, lama-lama
saya gila betulan” nada kesal membaca balasan pssan Adriel.
Dengan wajah tertunduk,
saya berjalan masuk ke salon. Berusaha menjelaskan situasi kulitku dengan
alasan saya tidak sengaja memakai penghitam kulit. “Saya salah beli produk”
ujarku menjelaskan sesuatu.
“Maaf sebelumnya, kalau
boleh tahu nama produk tadi atau kandungannya” kalimat salah satu karyawan
salon.
“Saya lupa, tapi disitu
tertulis bertahan 6 bulan” balasku.
“Kami akan mencoba,
tetapi sepertinya membutuhkan waktu beberapa jam untuk dibersihkan” ucapannya
lagi.
“Beberapa jam? Artinya?”
“Hasilnya pun tidak
menjamin akan sepenuhnya kembali” kata-kata karyawan salon.
“Mati banyak” ucapanku.
Kenapa juga si’Cashel
ingin melihat wajah asliku? Kenapa saya melakukan ini? Tapi, kalau saya
menyesal di belakang, gimana dong? “Bantu saya, usahakan kurang dari 3 jam”
memohon-mohon...
“Kami akan mencoba”
kalimatnya kembali. Kisahku akan dimulai lagi ketika saya berjalan ke hadapan
Cashel memakai wajah asli dan tidak sedang memainkan peran lain. Proses
pengembalian warna kulit melalui beberapa jenis ritual salon cukup menyita
perhatian termasuk waktu.
“Mbak, buat saya secantik
mungkin” memohon sekali lagi. Mereka hanya tersenyum mendengar ucapanku.
“Selesai” ucapan sang
karyawan setelah menjalani proses selama dua setengah jam.
“Sepertinya dia
benar-benar spesial” kata-katanya lagi sambil tersenyum.
“Seperti itulah” balasku.
Saya segera berlari keluar dari salon. Waktuku tinggal 30 menit menuju bandara.
Tiba-tiba saja hujan deras turun membasahi bumi sekaligus mengguncang kehidupanku
sendiri. Terjadi kecelakaan hingga seluruh aktifitas jalan menjadi macet
seketika.
“Jangan-jangan” segera
keluar dari taxi.
“Syukurlah, bukan dia” menatap
ke arah korban penabrakan. Di tengah hujan deras, saya kembali berlari menuju
bandara. Tuhan, hentikan apa saya bisa bertemu sekali saja? Setidaknya seumur
hidupku tidak akan ada penyesalan.
Dua kaki terus berlari
hingga memasuki sebuah bandara tanpa memperdulikan lagi kiri kananku. Seluruh
pakaianku basah karena hujan deras di luar sana. “...andaikan kita berdua
memang ditakdirkan Tuhan untuk hidup bersama, artinya kau pasti akan mengenali
wajahku pada pertemuan berikutnya, namun entah dimana” kenapa juga saya
menulis pesan seperti itu.
Dia benar-benar pergi? Saya
terus saja mencari keberadaan Cashel, namun tidak memberi hasil sama sekali. Seketika
saya tersungkur lemas. Entah kenapa, tangisku tertahan. Apa air mataku sudah
habis? Rasa-rasanya seorang Shine ingin menangis sekeras mungkin, akan tetapi
sesuatu menahannya.
“Ternyata wajahmu cukup
comel kalau diperhatikan” seseorang yang kukenal...
Apa saya salah mengenali
suara? Tidak mungkin dia. “Dasar gadis bodoh” dia tersenyum hangat ke arahku.
“Saya bisa mengenali
wajah comelmu, artinya Tuhan akan terus membuatku terikat denganmu” seperti
biasanya Cashel mendekap hangat tubuhku dan terus membelai rambut panjangku.
“Sekali lagi maaf” satu-satunya
kata yang terucap.
“Pesawat delay karena
cuaca buruk, jadi, pesawat diundur 3 jam lagi” Cashel.
“Memang siapa yang
bertanya?” balasanku selanjutnya.
“Suara hatiku berkata
kalau Izu pasti bertanya kenapa saya masih berdiri di sini” Cashel.
“Menyebalkan” ujarku.
Kami berdua tertawa
bersama pada akhirnya. “Kau pasti lapar” Cashel menarik tanganku memuju sebuah
cafe di bandara.
“Pakai ini” membuka jaket
yang dipakainya, kemudian menutupi tubuhku.
Dia tidak bertanya sama sekali
tentang nama asliku. Baginya saya tetaplah Izumi, seorang gadis yang ditemukan
sekitar pinggiran jalan. “Kau tidak bertanya, saya berasal...” segera ucapanku
dihentikan memakai satu jari telunjuknya.
“Saya percaya Izu bukan
orang jahat atau bekerja sama dengan satu kelompok mafia, kalau waktunya tiba,
kau bisa menjelaskan tentang banyak hal denganku” Cashel.
“Kita berdua pasti akan
bertemu kembali, jadi Izu harus menunggu saya berjalan ke arahmu” Cashel
berkata-kata lagi.
Dia hanya tersenyum tanpa
pernah memberi banyak pertanyaan ataukah sekedar ingin mencari tahu. Sikap
tenangnya itu, makin membuatku menyukai dirinya. Cashel memiliki nilai plus
dibalik kepribadiannya. Tuhan tidak pernah salah mengirimkan pasangan hidup
buatku. “Namaku Shine” ujarku berbisik ke telinga Cashel sebelum akhirnya kami
berpisah.
“Kau benar-benar
beruntung” pesan dari menohok ka’Arauna masuk seketika.
Bagian 5...
ARAUNA...
Akhirnya kisah kehidupan
asmara salah satu personil selesai juga. Saya kembali berjalan ke markas. Entah
mengapa pikiranku sedikit mengingat masa lalu. Hidup tidak semudah yang
dibayangkan. Ketika berhadapan tentang alur menyedihkan. Apa yang sedang
terjadi dengan hidupku? Rasa-rasanya dentikan tajam pisau itu menghardik
dasyat. Seandainya saja hidupku...
Hidupku berbeda dengan kebanyakan
orang banyak. Memiliki sisi lain dan tidak pernah sama. Apa menyenangkan
menjadi sepertiku? Ada yang ingin mencoba? Saya doakan supaya seseorang yang
ingin menjadi sepertiku doanya didengar Sang Pencipta.
“Kakak, kenapa murung
sendiri disini?” sapaku terhadap seorang perempuan.
“Anda orang asing”
ujarnya.
“Siapa bilang saya orang asing?
Siapa tahu saya bisa jadi sahabatmu” ujarku.
“Memang masalah kakak
apaan? Penasaran” kalimatku kembali.
“Saya tidak pernah ingin
bercerita apa pun” balasannya.
Dia pergi begitu saja. Dua
kakiku berjalan melintasi taman bermain. Entah mengapa ingatan deretan
peristiwa bermuara begitu saja. “Sepertinya saya harus memakai jubir suatu hari
kelak” tertawa keras seperti orang gila.
Saya ingin berkata kepada
kalian semua tentang karakterku. Tatanan bahasaku kasar bahkan kelewat kasar,
andaikan seluruh bangsa ini mengenal saya kelak, keputusan ada di tangan
kalian. Saya tidak akan pernah memaksa kalian untuk tetap memilihku melakukan
perbaikan terhadap negara kalian. Bukan kemauanku menjalani kehidupan seperti
ini. Semua orang hanya tahu menjadi hakim buat saya. Anggota keluargaku
sekalipun tidak pernah menjadi sahabatku, di pikiran mereka terus itu hanya
tahu menjadi hakim dan hakim bahkan selamanya menjadi hakim buat saya. “Saya
juga butuh dekapan ketika kehidupanku tertekan, tapi kenyataannya sama sekali
tidak pernah menjadi sahabat” pernyataan yang ingin kusampaikan terhadap
mereka.
“Bisakah sekali saja
kalian mendekap saya tanpa harus berteriak memaki sama seperti yang lain?”
pernyataaku berikutnya.
Tuhan, pada saat saya awal
mengalami peristiwa ini memang ucapanku pada saat itu ingin bayar harga
semuanya dulu sebelum semuanya diberikan buatku. Akan tetapi, sesakit ini
sampai-sampai belasan tahun dan hal paling mengerikan adalah anggota keluargaku
hanya tahu jadi hakim paling hakiki terhadap kehidupanku.
“Kehidupanku terdengar
miris” ujarku membayangkan sesuatu hal.
Suatu hari kelak, sekali
lagi saya katakan terhadap bangsa ini jika sudah mengenalku tidak ada paksaan
untuk kalian memilih. Andaikan kalian tetap memilih saya? Artinya karakterku
yang paling mengerikan adalah tatanan bahasaku sangat kasar harus siap
diterima. Jadi, sebelum kalian mencibir atau mengamuk tentang banyak hal, saya ingin
menjelaskan bagaimana sifat yang kelewat kasar mengudara.
Jangan sampai kalian
kaget, kenapa bisa? Saya tidak pernah ingin memaksakan kehendak terhadap bangsa
ini apa pun yang terjadi. Pada dasarnya, kehidupanku berada pada kategori
manusia paling introvert sedunia, hanya saja keadaan membuat saya berbicara a,
b, c, d,...
Adapun tim kerja yang
saya perintahkan yang selama ini dipersiapkan melalui tangan ka’Dhavy tetap
akan saya berikan untuk bangsa ini suatu hari kelak sekalipun kalian tidak
memilihku. Lagian, beban untuk melakukan perbaikan sebuah negara tidak semudah
yang dibayangkan. Satu hal lagi, bangsa ini harus siap dengan kenyataan kalau
iman tim kerja yang dipersiapkan berbeda dari kalian. Saya meminta pilihan
Tuhan dan bukan pilihan manusia sehingga kenyataan yang ada seperti inilah yang
terjadi...
Saya tidak akan pernah
marah apa pun pilihan kalian semua. Karakter ucapanku yang kasar memang harus
menjadi bahan pertimbangan jauh-jauh
hari sebelumnya. Tidak ada manusia yang sempurna, begitupun sebaliknya dengan
saya tidak akan pernah luput dari banyak kekurangan termasuk karakter yang
kelewat kasar ketika berhadapan dengan sesuatu hal. Kehidupanku juga tidak akan
berakhir kalau kalian tidak memilihku kelak. Semua ini masih tertutup rapat,
akan tetapi seiring waktu berjalan setahap demi setahap akan terbongkar ke
publik. Kenapa bisa? Karena kejadian yang saya jalani bersifat mistis dan bukan
manusia yang membuat hidupku seperti ini.
“Saya akan menjalani
kehidupanku sebagai penulis novel saja dan tinggal di sebuah desa kecil yang
jauh dari keramaian dimana tidak seorangpun mengenalku” bergumam pelan.
“Jauh lebih menyenangkan dibanding
berada di tengah keramaian dan semua orang berteriak ke arahku dengan kalimat
tidak jelas” ujarku kembali.
Sekali lagi saya ingin
katakan, kualitas tim kerja yang sudah dipersiapkan lebih dari bahasa kualitas
di atas rata-rata, kenapa bisa? Karena mereka pilihan Tuhan bukan pilihan
manusia. Hanya saja bangsa ini harus siap menerima perbedaan iman mereka.
Seandainya kalian menolak, ada banyak negara luar siap mengantri untuk mereka. Bangsa
ini tidak usah memilih saya dengan alasan permasalahan karakterku kelewat
kasar, akan tetapi tim kerja yang sudah dipersiapkan silahkan pertimbangkan
baik-baik.
“Bosku lagi memikirkan
apa?” pria tua tiba-tiba berdiri di sampingku entah dari mana.
“Saya lagi kembali sedikit
ke masa lalu” menjawab ucapannya.
“Masa lalu?” tuan
Ahaziah.
“Ya, begitulah” menjawab
ucapannya.
“Wow” ka’Dhavy masuk
seketika.
“Seandainya karakterku
yang kelewat kasar berpengaruh besar terhadap banyak hal, artinya kalian dan
tim kerja yang sudah dipersiapkan harus masuk berjalan ke depan tanpa saya sama
sekali” berujar dalam hati.
“Akan tetapi, kalau Tuhan
berkata saya harus tetap masuk artinya hidupku akan tetap berjalan bersama
mereka” berujar kembali dalam hati.
“Apa yang sedang
dipikirkan bosku sekarang” ka’Dhavy.
“Tidak ada, saya hanya
sedang berkhayal 7 keliling” menjawab ucapannya sambil pergi.
Berjalan melintasi tiap
ruang markas terdengar menyenangkan juga. Btw, bagaimana kabar para pencari
jodoh? Petualangan kisah pencarian jodoh Adriel dan timnya sudah sampai dimana?
Rasa penasaranku melambung tinggi.
“Kenapa kalian tidak
pernah bisa menjadi sahabatku?” terdengar Adriel berbicara dengan seseorang
melalui ponsel miliknya.
“Dia ada di sini?
Bukannya lagi berjuang mempertanggung jawabkan gadis comelnya itu? Pertanyaanku
seketika.
“Kau sepertinya memiliki
masalah?” mengagetkan dirinya.
“Entahlah” Adriel.
“Lupakan!” satu kata
buatnya.
“Rasanya sakit memiliki
keluarga yang tidak pernah ingin mendekap” Adriel.
“Pernyataan bodoh” balasku.
“Saya memiliki saudara
dengan karakter cukup mudah untuk di provokasi oleh orang sekitarnya, jadi, akhir
cerita seluruh anggota keluargaku hanya tahu menjadi hakim paling benar bahkan tidak
memberiku dekapan sekalipun itu hanya
sedikit saja” Adriel.
“Ternyata kehidupan kita
sama” ungkapku.
“Dulu saya bekerja
sebagai nakes, salah satu dari rekan kerjaku adalah keluargaku sendiri.
Karakternya paling mudah untuk diprovokasi oleh siapapun itu, jadi tanpa pernah
mencerna banyak hal selalu menyalahkan apa pun yang kulakukan bahkan lebih
buruk lagi kalau saya dicap sebagai pemberontak, suka melawan, merasa diri
paling pintar” ucapanku memulai cerita.
“Bagaimana kakak
menghadapinya?” Adriel.
“Kesalahanku adalah
selalu membalasnya dengan memakai sisi emosional luar biasa apa pun ucapannya”
jawabanku.
“Entah karena saya merasa
tertekan, punya masalah terpendam, sekedar pelampiasan, ataukah memang karena
dia tidak selalu berteriak memaki hingga akhirnya saya membalas memaki”
lanjutan ceritaku.
“Apa kakak menjadi
pembenci?” Adriel.
“Pergumulam terberatku
adalah belajar untuk tidak menjadi pembenci terlebih terhadap anggota
keluargaku sendiri, rasanya sakit luar biasa bahkan sulit dijelaskan hanya
memakai kata-kata semata” kalimatku.
“Apa kakak sukses melawan
kebencian?” Adriel.
“Lingkup tempat kerjaku di
bawah naungan pemerintah, seluruh srafnya tidak ingin memegang jabatan tata
usaha karena takut pangkatnya tertahan dan tidak naik-naik” ucapanku...
“Hubungannya?” Adriel.
“Atasanku akhirnya
menunjuk saya sekalipun pegawai kontrak. Jadi, singkat cerita semua pekerjaan di
handle olehku. Paling lama bekerja di tempat tugas dan melakukan pekerjaan
admin itulah saya”...
Menjelaskan kalau banyak
hal yang terjadi di tempat kerjaku. Atasanku sangat baik, hanya saja sekelompok
personil di sana tidak menyukai diriku yang pada akhirnya menjadi ular berbisa
paling mengerikan. Setiap ada masalah, pasti mereka menyalahkan saya apa pun
yang terjadi. Atasanku bersama istrinya sangat baik, hanya saja sebagian anak
buahnya selalu menjadi ular berbisa paling mematikan Pada hal saya bekerja sebagai
admin juga tidak dibayar dengan insentif. Gajiku sama seperti mereka tidak ada
yang berbeda karena milik pemerintah. Selalu saja beberapa personil berperan
sebagai provokator, hingga membuat anggota keluargaku yang satu ini menyalahkan
bahkan memaki sekaligus mencabik-cabik kehidupanku sendiri.
Peristiwa yang paling
parahnya adalah salah satu pegawai tetap di sana mengamuk keras ke arahku bahkan
berulang kali berteriak melalui handphone mengancam ingin memukul berulang kali
jika bertemu hanya karena permasalahan SKP. Sebenarnya, kalau dipikir-pikir
waktu yang diberikan untuk pengisian SKP sudah beberapa bulan yang lalu bahkan
beberapa kali diperpanjang. Permasalahan disini adalah dirinya gaptek sehingga
bersikap cuek ataukah menyuruh orang lain untuk mengerjakan SKP miliknya.
Pada saat rekreasi pegawai
setelah akreditasi, entah bagaimana cerita sehingga dia diminta untuk mengisi kekosongan
selama 3 hari ke depan hingga kami naik. “Kakak ingat SKP terakhir tanggal
besok, karena ini permasalahan kenaikan jabatan ke depan” ucapanku ketika
bertemu di tempat kerja.
Saya mengingatkan dia
kembali karena setiap ingin memberi penilaian selalu akunnya belum terisi. Jujur,
memang saya yang memegang akun atasanku untuk menangani SKP bawahannya. Bahkan
saya masih sempat menyuruhnya mengambil dokumentasi untuk pengisian SKPnya
karena sadar kenaikan pangkatnya pasti terhalang. Saya masih membantu dia tanpa
berpikir aneh-aneh.
Keesokan harinya, dia
terus menelepon bercerita masalah SKP yang harus disetujui atau dinilai. Memang
saya tidak pernah mau membawa laptop ke tempat kerja. Kenapa? Salah satu benda
paling berharga yang kumiliki adalah laptop kecil karena saya hobi menulis. Salah
satu temanku sudah kehilangan handphone alias dicuri dan saya tidak ingin
mengalami kejadian serupa. Seorang penulis sepertiku tidak mungkin bisa berjalan
tanpa barang tersebut. Walaupun dikatakan tulisanku masih belum pernah
difilmkan, tetapi hobiku akan tetap bercerita tentang tulisan. Saya memang
belum mengirim langsung tulisanku ke rumah produksi perfilman ataukah penerbitan.
Peristiwa yang kualami itu menjadi alasan untuk beberapa saat hingga waktunya
tiba.
Akhir cerita dia mengamuk
keras ke arahku habis-habisan karena beberapa pernyataan. Saya menyuruhnya
menonton youtube tentang cara pengisian SKP hingga dia mengamuk 7 keliling.
Saya tidak tahu kalau dia ada di tukang pengetikan dengan antrian cukup panjang.
Kebetulan hari itu ada atasanku di bidang imunisasi datang berkunjung, jadi ya
keadaanku memang serba tidak memungkinkan. Anggota keluargaku ini balik
menyerang kalau memang tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaanmu, silahkan
berikan ke orang lain. Saya pikir keluargaku ini tahu cara memeriksa SKP di
akun atasan kami. Setahuku dia yang mengajar saya cara penilaian, lantas kenapa
bilang tidak tahu bahkan menyalahkan apa pun ke arahku.
Yang mengikuti pelatihan
bukan saya, lantas kenapa mempersalahkan semua ke arahku. Tidak ada yang berkata
agar mempercayai satu orang untuk memegang akun atasan selama saya berada di
tempat tugas. Jaringan di tempat tugas juga itu kurang bagus. Di lapangan saya
yang paling lama bertugas, selain menjadi admin. Akhir cerita adalah saya di maki
7 keliling baik dari dia maupun si’pegawai yang satu ini.
Beberapa keluargaku makin
berceramah panjang kali lebar kali tinggi kali luas samudera raya. Saya diberi
julukan manusia paling terkasar. Kalaupun mereka menyadari pernyataanku, saya
tidak akan perduli karena saya juga manusia yang butuh dekapan hangat keluarga
bukan robot. Saya minta maaf berulang kali terhadap pegawai tersebut bukan
karena takut, hanya saja kehidupanku ingin bijak berpikir tentang atasan maupun
keluargaku sendiri.
“Ceritaku ini hanya
sebagian hal kecil yang baru saja kuungkapkan” kalimatku sambil menyodorkan
minuman soda ke arah Adriel.
“Rasanya sakit ketika
keluarga sendiri hanya menganggap kita sebagai manusia pemberontak” Adriel.
“Lebih dari kata itu,
bahkan saya dilempar dengan pernyataan selalu berdoa tetapi memiliki karakter
jelek. Saya pastikan, karakterku pasti lebih parah lagi kalau saya tidak selalu
berdoa” tawa keras meledak seketika.
“Terkadang Tuhan memang
mengizinkan seseorang diserang bukan dari pihak luar, melainkan orang
terdekatnya sendiri yaitu keluarga. Tetapi, sakitnya itu luar biasa”
ungkapanku.
“Hidup sendiri harus
terus berdoa untuk tidak pernah menjadi pembenci terlebih terhadap keluarga
sendiri” Adriel.
“Yah begitulah hidup dan
terkadang saya gagal dalam hal ini, hanya saja ruang hatiku sedang berjuang
untuk mencoba melupakan semuanya” balasanku.
“Belajar untuk tidak
menjadi pembenci itu memang benar-benar menyakitkan, terlebih ketika luka paling
dalam saling bergesekan di sana” ujarku kembali.
“Ternyata hidup kakak dan
saya memiliki kesamaan” Adriel.
“Kehidupanku sendiri
sedang bergumul berat masalah anggota keluargaku yang dengan begitu mudah
diprovokasi” kata-kata itu keluar begitu saja. Kenapa bisa? Bagaimana
seandainya, Tuhan sudah membuatku berada di atas, tentu kehidupanku sendiri
akan berhadapan dengan banyaknya objek-objek menghanyutkan. Saya tidak sedang
berbicara tentang popularitas, karir, tahta, ataukah hal lain yang bersifat menyenangkan
daging.
Satu atau dua orang
terlebih sekelompok personil akan berjalan ke arah mereka, hal selanjutnya yang
akan terjadi adalah berteriak dan mengeluarkan bahasa-bahasa luar biasa. Bagaimana
kehidupanku ke depan? Permasalahan paling parah juga pasti akan terjadi ke
depan, sementara dengan kondisi karakter semacam ini sekelompok oknum akan
memanfaatkan situasi. Entahkah oknum tersebut menjelekkan secara halus, bersikap
santai dengan sebuah trik tanpa harus menjelekkan, memainkan bahasa permainan
cukup berbeda melalui salah satu anggota keluargaku sendiri. Terserah,
pemikiran orang tentangku.
Bukan maksud ingin
berpikiran negatif, hanya saja keadaanku selalu bercerita tentang banyaknya
objek heboh. Tidak mungkin juga saya memutuskan hubungan keluarga, karena
kehidupanku sendiri akan langsung berhadapan dengan Tuhan. Seandainya mereka
menyadari tentang pernyataanku dan apa yang sedang kuungkapkan sekarang, saya
sudah tidak perduli kalaupun rasa marah yang akan bermunculan.
Ada banyak objek
membuatku tersadar sesuatu hal. Saya sedang belajar meratapi objek-objek di depanku.
Sekali lagi kukatakan, saya seorang dengan kepribadian kasar. Tiap orang yang
melihatku pasti memberi julukan negatif. Jadi, saya tidak akan pernah memaksakan
bangsa ini untuk memilihku kelak seandainya semua terbongkar ke publik.
Saya seperti dikagetkan
oleh peristiwa tadi hingga membuatku merenung sepanjang malam. Tangisku pecah
seketika bukan karena sekelompok orang yang tidak menyukaiku termasuk
si’pegawai ini. Saya menangis karena berpikir tentang banyak hal di depan
kelak. Bagaimana kalau Tuhan sudah membuatku berada di atas dan terjadi objek
lebih menakutkan? Jauh-jauh hari sebelumnya, saya ingin berkata kalau hidupku
tidak akan pernah memaksakan bangsa ini memilih dua tanganku untuk berdiri
bersama tim kerja yang sudah dibentuk.
Saya sudah berusaha
bergumul, berdoa, bahkan berpuasa mengenai karakterku yang kelewat kasar sejauh
ini. Setiap pagi, saya selalu membawa dalam doaku agar Tuhan mengangkat
sifat-sifatku ataukah cara bicaraku yang kelewat kasar. Kenyataannya memang
masih saja seperti itu. Jadi, sekali lagi
kukatakan kalau saya tidak akan memaksakan kehendak. Kalau kalian memang
tidak suka, silahkan menolak saya. Jangan sampai ketika saya berada di atas
nanti, lantas bangsa ini terkejut setengah mati karena sifat kasarku. Setidaknya
saya jujur mulai dari sekarang hingga bangsa ini bebas memilih.
Saya juga tidak akan menjadi manusia egois dengan
cara mempertahankan tim kerjaku tidak akan berjalan ke arah bangsa ini tanpa kehadiranku.
Kalau memang harus mundur karena karakter seperti ini, saya sudah siap. Semua
ini akan berlaku beberapa tahun lagi, jadi, bangsa ini memiliki hak
mempertimbangkan semuanya. Sekali lagi saya katakan, setahap demi setahap peristiwa
ini akan terbongkar ke publik dan hanya menunggu waktu. Silahkan berpikir dari
sekarang jika kalian sudah mulai mengenalku.
“Kehidupan memang keras”
menarik nafas dalam dan membiarkan diriku menikmati kesendirian dalam sebuah
ruang dari markas ini.
“Kau lagi merenung atau
gimana” ka’Dhavy entah sejak kapan memperhatikan tingkahku.
“Bagaimana kisah manusia
tengil Feivel?” mengalihkan perhatian ka’Dhavy.
“Pria tua lagi sibuk
menguntit aksinya” ka’Dhavy.
“Ka’Dhavy sendiri,
ngapain di sini?”
“Sibuk memperhatikan
tingkahmu” ka’Dhavy.
“Saya bisa bayangkan si’manusia
tengil sedang berusaha menjalani cerita hidupnya dengan sedikit bijak”
ungkapku.
Bagian 6...
FEIVEL...
Perjalanan yang sedang kulewati
sepertinya menciptakan kesan tersendiri. Saya tidak tahu harus memulai dari
mana. Bagaimana saya harus memainkan peran sebagai Leci seorang duda ditinggal istri?
Sejauh ini, saya hanya diam mematung setelah pernyataan manusia autisme
ditinggal istri karena perasaan malu luar biasa.
Manusia mana sih bisa
menerima apa adanya pasangan dengan cerita autisme di dalamnya? Target di depan
mata tidak berasal dari kalangan biasa. Dia seorang gadis berpendidikan,
memiliki karir bagus, baik hati, dan beberapa hal menarik lainnya dalam
kepribadiannya.
Tuhan, apa saya menyerah
saja? Apa saya harus mencari pasangan lain? Minimal, saya harus berusaha
menggali lebih dalam dibalik kepribadiannya. “Andaikan dia bukan jodohku
artinya saya harus siap” suara hati berbisik di tengah gelapnya malam...
“Cake Leci” seseorang
sedang membaca tulusan gerobak milikku.
“Sepertinya enak” gadis
itu tersenyum manis.
“Apa saya bisa memesan
dengan porsi banyak?” ujarnya kembali.
“Leci akan buat banyak
porsi” balasku.
“Lagi menunggu seseorang
ya?” dia masih berusaha melempar pertanyaan.
“Leci cari uang banyak”
ujarku.
Saya tidak pernah melihat
wajahnya sebelumnya. “Moza” tegur seseorang yang kukenal.
“Lais” suara hati
berteriak seketika.
“Cake Leci” senyum gadis
itu berusaha membetulkan anak rambutnya.
“Leci sudah balik menjual
lagi di sini?” sapa Lais.
“Beli Leci Cake”
kalimatku.
“Tentu saja” Lais.
“Kalian berdua terlihat
akrab satu sama lain” Moza.
“Kenalkan temanku, Moza
salah satu hakim paling keras yang baru saja dipindahkan ke kota ini” tawa
Lais.
“Salam kenal, Leci” Moza
terlihat gemas hingga mencubit 2 pipiku.
“Leci, suka tidak”
berusaha lepas.
“Tapi, Leci lucu,
menggemeskan pakai banget” Moza.
“Dia tidak suka
diperlakukan seperti itu, jadi, berhentilah menggodanya!” Lais.
“Kami berdua pamit, ambil
saja kembaliannya” teriak Moza.
Mereka berdua berjalan
pergi dan membiarkan saya seorang diri. Bagaimana saya akan berjalan sekarang. Duduk
merenung di samping gerobak cake milikku sambil menikmati udara malam. Tuhan,
jujur, saya benar-benar takut menyatakan perasaanku terhadapnya. Gadis mana sih
yang mau menerima pria cacat alias penyandang disabilitas?
Kenapa juga sosok Feivel
harus mengambil peran autisme? “Lagi patah hati ya?” tegur seseorang
mengejutkan saya seketika.
“Dia selalu dilema ma
perasaannya” sindir yang lain. Kalian pasti mengenal mereka berdua. Kenapa juga
saya harus bertemu 2 manusia stress disini? Belum cukup permainan dia masalah pernikahan?
“Kelewat kesal sekaligus
baper” goda Shine.
“Kalau memang jodoh,
tentu ga akan kemana” Nara.
“Kalian berdua
menyebalkan” kalimatku.
“Dasar” cetusku.
“Bagaimana kalau kita
bertiga tinggal serumah?” Shine.
“Betul juga, terdengar menyenangkan”
Nara.
“Jangan ngaco kalian”
kalimatku.
“Kan biar seru, sepasang
suami istri yang sudah bercerai kembali tinggal serumah” tawa Nara meledak.
“Wanita gila” mengumpat
seketika.
Kenapa Shine terlihat
biasa-biasa saja? Apa yang terjadi? Bukannya dia harus berpenampilan buruk
bahkan menjalani peran ODGJ? Kenapa mengekor bersama manusia reseh satu ini? “Shine
sekarang sudah merdeka 7 keliling” bisik gadis centil itu ke telingaku.
“Si’Cashel lagi pulang
kampung” bisiknya lagi.
“Kenapa bisa?”
“Ceritanya panjang” Nara.
“Nanti kita jelaskan di
rumah” Shine menarik tanganku, sedang Nara mendorong gerobak Cake Leci.
Shine bercerita tentang
kisahnya setelah kami bertiga berada di rumah. Dia tidak bisa kembali ke markas
untuk beberapa saat. Para bos besar memerintahkan dirinya menjalani sebuah
peran tidak terduga di antara hubungan sahabatnya sendiri dan Brave.
“Manusia pertama mendapat
acc bos ternyata gadis centil ini” gurauanku.
“Kenapa? Sirik?” Shine.
“Antara sirik dan tidak,
entahlah” jawabanku.
“Persiapkan mental bro”
Nara menepuk-nepuk bahuku seketika.
“Nara, coba perhatikan
video para artis dan selegram habis oplas” perhatian Shine tidak lagi ke kisah
pencaharian jodoh, melainkan dunia medsos.
“Apa yang salah?” ujarku.
“Wajahku dibuat ngilu
melihat tusukan kiri kanan ataukah perban-perban mumi mereka” Nara.
“Mau oplas gimanapun,
kalau sudah waktunya mati ya tetap mati apa pun yang terjadi” Shine.
“Andaikan oplas bisa
memberi umur panjang ga bakalan mati-mati berarti saya orang pertama maju tak
gentar buat oplas” Nara.
“Para wanita kan memang
dasarnya takut tua” sindirku.
“Saya terima nasib
kalaupun wajahku diejek tua, keriput, jelek 7 keliling, yang penting mati masuk
surga. Dari pada oplas kepala dibawah kaki diatas, tapi masuk neraka, kasihan”
Shine.
Andaikan mencari jodoh
hanya bercerita tentang fisik semata, tentu kami semua tidak harus menjalani
situasi gila semacam ini. Kemungkinan besar saya akan mencari gadis dengan
oplas paling sempurna seandainya kehidupan hanya bercerita fisik semata. Sosok
Feivel pun akan menjalani prosedur oplas paling wow di seluruh dunia. Hanya
saja hidup tidak sesimpel itu. Bagaimanapun sempurnanya fisik seseorang, akan
tetap mati dan tidak berarti sama sekali di tempat-tempat tidak terduga.
“Saya penasaran ma
si’Lais pujaan hatimu” Nara memancing pembicaraan ketika kami bertiga menikmati
makan malan dalam ruang kecil...
“Pasti dia memiliki
keistimewaan” Shine.
“Menurutmu?” balasan buat
Shine.
“Hati-hati, semua yang
kita dapatkan tidak diraih dengan begitu mudahnya” Nara menatap ke arahku.
“Kau seperti meragukan”
ujarku.
“Entahlah” Nara.
“Apa saya terlihat bodoh
untuk mengerti?”
“Menurutmu?” Nara.
“Entahlah” balasanku.
“Apa yang ada di tanganmu
sekarang tidak pernah pernah dibayar memakai uang dalam jumlah besar sekalipun”
Nara.
Dia seolah meragukan
gadis pilihanku. Apa ini Cuma perasaanku semata? “Saya rasa kau cukup dewasa
untuk tahu bagaimana air matamu terus saja mengalir sama seperti yang lain.
Kita semua membayar harga cukup mahal bukan dengan tumpukan uang, melainkan dengan
korban perasaan sekaligus cucuran air mata” Nara terus saja berkata-kata sambil
memainkan sendok dalam gelasnya.
“Kenapa jadi angker
begini?” Shine.
“Jadi, kuharap seorang
Feivel mengerti sekaligus bijak untuk berjalan di tempatnya sendiri” Nara.
Nara seolah kurang yakin
terhadap pilihanku sendiri. Apa yang salah dengan Lais? Memory masa lalu bermuara
begitu saja. Bagaimana kami menjalani sebuah proses cukup menakutkan hingga
saya sendiri hampir menyerah dengan keadaan. Tiap saat air mata Feivel terus saja
berjatuhan akibat skenario-skenario menjebak.
Sesuatu menahan diriku
untuk tidak melemparkan sisi emosional ke arah Nara. Ucapannya memang benar,
hanya saja ruang hatiku sulit menerima satu objek di depanku. Apa yang harus
kulakukan Tuhan? Beri saya petunjuk tentang alur ceritaku ke depan.
Cara Tuhan memilih kami memang terkesan
misterius. Sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan suku seolah memiliki
ciri khas tersendiri di mataNYA. Apakah karena beberapa ayat seolah menyebutkan
tentang bangsa ini dalam sebuah kitab suci, hingga membuat kami menjalani satu
skenario misterius dari Tuhan?
Pusat pergerakan terbesar
akan dimulai dari bangsa ini menurut beberapa nubuatan dari salah satu penganut
kepercayaan tertentu. Entahlah. Apakah nubuatan tersebut memiliki kaitan khusus
akan perjalanan misterius kami selama ini? Apakah pikiranku sama seperti mereka
dengan lain sedang mencari jawaban...
“Apa yang sedang
dipikirkan oleh sosok Leci?” Shine tiba-tiba saja mengagetkan diriku seketika.
“Ucapan Nara semalam,
jangan masukkan ke hati” Shine.
“Sampai kapan kita semua
hidup seperti ini?” pertanyaanku seketika.
“Mungkin, waktunya tidak
lama lagi” Shine.
“Dasar si’centil”
mengejek dirinya.
“Suara hatiku berkata-kata
begitu kuat kalau semua sudah di depan mata” Shine.
“Dasar si’centil” sekali
lagi mengejek dirinya.
“Btw, saya selalu dibuat penasaran
ma banyak penuls novel” Shine seolah mengalihkan perhatian.
“Kenapa larinya ke
penulis novel?”
“Dari pada situ pusing
berpikir a,b,c,d” Shine.
“Memang penulis novel
kenapa?” tanyaku.
“Kenapa kebanyakan para
penulis di semua aplikasi hanya bercerita tentang kisah billionare jatuh cinta hingga
bucin ma gadis miskin? Pada hal realitanya mana ada bilionare jatuh cinta sampe
bucin segala” Shine.
“Paling parahnya tulisan
hampir seluruh penulis adalah billionare tidur 7 keliling ma gadis miskin,
singkat cerita jadi bucin dan langsung dinikahi” sayapun ikut tertawa keras.
“Hai para penulis
budiman, kuharap kalian jangan membuat tulisan dengan halusinasi terlalu
berlebih, nanti si’pembaca tidak bangun-bangun dari mimpinya, kan kasihan”
Shine.
Kenapa pokok pembicaraan
larinya ke penulis novel? “Hentikan lelucon gilamu!” berujar ke arah Shine.
“Shine kan Cuma bertanya
saja, memang salah?” Shine.
“Dasar gadis centil”
“Dari pada kau terus memikirkan
ucapan Nara semalam, mending kita berdua bersama-sama memecahkan masalah hampir
semua penulis novel aplikasi medsos membuat cerita billionare selalu meniduri
gadis miskin hingga berakhir bucin” Shine.
“Realitanya berlawanan
terbalik ma cerita” tawa Shine meledak keras.
“Mati banyak, penyakitnya
kumat lagi” mengumpat seketika.
“Lebih para mana tulisan ka’Arauna
atau mereka” Shine masih tertawa keras.
“Kalau sampai ka’Arauna
sadar habislah dirimu” ...
“Anggap saja sebagai
lelucon dan ini hanya kita berdua saja yang tahu” Shine.
“Dasar gadis gila” menepuk
keningnya.
“Btw, hari ini saya akan
memulai aksiku merebut hati si’Brave dengan gaya centilku” Shine.
“Hancur banyak”
umpatanku.
“Inikan perintah bos
besar” Shine.
“Dasar iblis”...
“Kau lihat saja bagaimana
aksi bejatku berjalan” Shine.
“Sadis” tertawa keras
seketika.
“Kita lihat bagaimana
Nara galau, patah hati, sakit, terluka. Jadi, lupakan ucapan gadis itu semalam”
Shine.
“Apa kau juga meragukan
Lais?”
“Entahlah, karena semua
masih 50:50” Shine.
“Jangan patah semangat,
kalaupun, seandainya Lais bukan jodoh dari Tuhan berarti di luar sana, Tuhan sudah
pasti mempersiapkan gadis terbaik buatmu” Shine.
“Sepertinya...”
“Nara hanya tidak mau
sosok sepertimu terjebak, ngerti?” Shine.
Saya sendiri sedang
berusaha menerima sebuah realita, andaikan semua tidak seperti keinginanku. Berjalan
di bawah panas terik matahari sambil merenung tentang situasi rumit dalam ruang
pintu hatiku. “Leci” seseorang tiba-tiba hadir, kemudian mencubit gemas 2
pipiku.
“Leci, suka tidak”
berusaha menghindar.
“Tapi saya suka, gimana
dong” Moza makin mencubit kedua pipiku.
“Leci, pindah mau” masih
berusaha lepas.
“Tapi Moza mau pesan cake
tradisional buatan Leci semuanya” Moza.
“Leci, salah dengar
tidak?”
“Hari ini Moza ulang tahun,
jadi, mau traktir semua teman-temanku di kantor” masih mencubit wajahku.
Dia bernafsu apa? Selalu
mencubit 2 pipi maskulinku memakai nafsu. Saya mimpi apa semalam? Dia hakim
atau manusia nafsuan? Dasar menyebalkan...
“Sampai jumpa lagi Leci”
senyum Moza berjalan pergi.
Kenapa hanya wajah dia
terus yang muncul tiap harinya ke depanku? Dimana Lais sang target utama? Saya
hampir lupa kalau statusku sekarang menyandang duda cerai hidup gara-gara
kelakuan Nara. Lais seolah tidak lagi berjalan ke arahku.
Apa saya harus segera
menyusun rencana? Dari pada ruang di dalam sana makin tersakiti, lebih baik
mencari kepastian. “Ini tidak bisa dibiarkan” ungkapku dalam hati.
Berusaha menyiapkan
speaker besar untuk menyatakan perasaanku depan orang banyak. Bagaimana reaksi
sang target setelahnya? “Lais, Lais, Lais” berteriak memakai mikrofon sekeras
mungkin bahkan bertingkah seperti anak bodoh sejadi-jadinya.
“Sang target datang”
pesan suara Shine melalui sebuah alat memberi sinyal.
“Kenapa dia datang ma
Brave?” bergumam pelan.
Sejak kapan mereka berdua
saling kenal? Apa yang sedang terjadi? Bagaimana bisa Lais terlihat sangat
dekat dengan Brave? Apa Nara menyadari hal ini? “Leci” Lais terkejut.
“Leci, suka Lais”
menyatakan perasaan di depan orang banyak.
“Pertama kali lihat Lais,
hati Leci sudah suka” ujarku.
“Anak autis menyatakan
cinta?” salah satu rekannya terkejut parah.
“Tembakannya ga
main-main” ujar yang lain.
“Ga selevel” ucapan
seseorang.
“Bangun dari mimpi”
temannya kembali berteriak.
“Lais, apa suka Leci?” masih
terus melempar pertanyaan hingga dirinya sendiri terlihat shock berat.
“Dia pasangan Lais bukan
dirimu” Lais menunjuk Brave.
What? Kenapa bisa
si’Brave dan Lais jadian? Apa yang sedang terjadi? “Tidak mungkin juga sosok
Lais berjalan ke arah Leci” menarik tangan Brave, kemudian berjalan pergi.
Semua orang berteriak seketika...
Tidak seorangpun merasa
ibah terhadapku. Mereka semua pergi dan tidak satupun yang datang menghiburku.
“Makan es cream bisa menghibur manusia yang lagi patah hati loh” tiba-tiba saja
Moza duduk di sampingku sambil menyerahkan es cream vanila.
“Kalau mau nangis,
silahkan!” Moza tersenyum ke arahku.
“Cowok bisa gila kalau
tangisnya ditahan-tahan” Moza.
“Leci, nangis tidak”
balasku.
“Nangis saja di pundak
Moza” menaruh kepalaku di pundaknya.
Seharian dia duduk
bersama denganku. Tangisku pecah seketika, entah karena sakit ataukah sulit
menerima kenyataan. Tebakanku ternyata salah selama ini. Menganggap Lais jodoh
dari sang Pencipta, ternyata memang meragukan.
“Leci bukannya kalah
ganteng, hanya saja memang Tuhan sepertinya tidak menghendaki” Moza masih
berusaha menghibur.
Kenyataan lain lagi
adalah perkenalan antara Brave dan Lais merupakan skenario para bos besar di
atas. Pria tua sengaja mengirim foto-foto Lais bersama biodata lengkap ke rumah
orang tua Brave. Akhir cerita, terjadilah kisah jodoh -menjodohkan antara
mereka berdua. Shine berusaha menjelaskan cerita yang sebenarnya terhadapku
setelah saya kembali ke rumah.
Nara terlihat tenang
bahkan berusaha bersikap bijak atas masalah yang sedang terjadi. “Apa kau
terluka?” memancingnya dengan sebuah pertanyaan.
“Biasa saja” Nara.
“Temanku berkata, kalau
ingin nangis silahkan nangis dan luapkan semuanya” ujarku.
“Saya tidak selemah itu
untuk menjatuhkan butiran kristal” Nara.
“Dasar gadis bodoh”
kalimatku.
“Apa pun kisah akhirnya
nanti, seorang Nara siap menerima kenyataan di depan mata” Nara.
“Terserah” ujarku
berjalan masuk kamar meninggalkan dirinya.
Bagaimana bisa para bos
besar membuat skenario gila? “Jangan bertingkah bodoh!” Shine seolah membaca
pikiranku.
“Kau sendiri bagaimana?”
“Saya akan tetap
mengikuti alur cerita para bos besar” Shine.
“Artinya Brave akan
berhadapan di antara Nara, dirimu, dan Lais?”
“Begitulah” Shine
menepuk-nepuk bahuku. Saya baru menyadari kalau Brave mengenaliku sebagai
mantan suami Iyem, lantas kenapa dia diam membisu siang tadi?
Apa yang sedang
direncanakan oleh Nara? Rasanya sakit melihat reaksi Lais menatap ke arahku
dengan tatapan rasa malu. Kupikir dia berhati lembut, ternyata dugaanku salah.
Minimal ucapkan sesuatu yang bijak tanpa harus pergi dengan kalimat seolah
merendahkan.
Sepertinya Sang Pencipta
sedang mengajari saya tentang waktu untuk mengenal karakter seseorang. Terkadang
saya terjebak pribadi seseorang di satu tempat berbeda, namun kenyataannya
tidak seperti yang kubayangkan sekalipun kehidupan telah menjalani pasang surut
beberapa objek alur cerita. Jebakan hidup memang cukup menakutkan...
“Mantan suami Iyem
menyatakan cinta terhadap hakim cantik seperti Lais” tiba-tiba saja pemuda
berperawakan tinggi berdiri di samping gerobakku.
Saya hanya diam bahkan
tidak tahu bagaimana membalas ucapannya. “Saya hanya ingin mencoba membeli
jajanan cake Leci” ujarnya kembali.
“Dasar pemuda tidak
pekah, pada hal Nara gadis paling langkah di dunia” mengumpat dalam hati.
Lais dan Brave sedang
berada dalam jebakan skenario tanpa mereka sadari. Sepertinya saya harus bisa
belajar untuk kuat apa pun keadaannya. “Rasanya enak” Brave berusaha bersikap
tenang.
“Saya pesan semuanya”
Brave.
“Lais suka Brave?”
pancingku.
“Tahu dari mana namaku?”
Brave.
“Dia” jawabku.
“Bagaimana kabarnya dia?“
Brave. Ternyata hingga detik sekarang sosok Iyem belum juga berjalan ke
arahnya. Kenapa jadi saya yang berada di tengah-tengah mereka berdua? Harusnya
saya yang dihibur, lantas kenapa justru dirinya terlihat lebih menyedihkan?
“Andaikan bisa saya
menjadi manusia egois, sekali saja” ujarnya berusaha tersenyum.
“Saya tidak ingin menjadi
manusia iblis. Lupakan Lais!” Brave.
“Kenapa?”
Apa dia secepat itu
melupakan Iyem? “Bukan karena Lais dan dirimu bagaikan langit dan bumi,
melainkan pernikahan itu hanya sekali, pertahankan dirinya” Brave.
“Iyem tidak menyukai
Leci” ujarku.
“Iyem malu lalu cerai, tapi
Leci suka Lais” kalimatku kembali.
“Kalimat bodoh” Brave
menyerahkan sejumlah uang. Memborong semua cake tradisional, kemudian berlalu
begitu saja. Tersenyum dan pergi begitu saja. Kenapa juga kami berdua
dipertemukan? Apa dia memang sengaja ingin bertemu denganku?
“Bila gunung di hadapanku
tak jua berpindah, Kau berikanku kekuatan untuk mendakinya” menyanyikan salah
satu lirik lagu.
Beruntung saja tidak
seorangpun lewat. Peranan Feivel sekarang adalah manusia autis bukan manusia
normal. Berstatus sebagai Leci duda tidak beranak, terdengar mengerikan. Saya
berjalan kembali dengan peranan autisme. Apa pun keadaan hari ini dan esok,
saya tahu Tuhan memiliki rencana terbaik.
“Kenapa saya harus
bertemu kembali si’Brave” melihat sebuah pemandangan di depanku. Dia berbicara
dengan siapa? “Nara maksudku Iyem” berkata-kata dalam hati.
“Apa kau tidak ingin
berbicara denganku?” Iyem terlihat tenang. Saya seperti orang bodoh berusaha
bersembunyi untuk menguping pembicaraan mereka.
“Maaf karena sudah membohongimu”
Iyem.
“Kau sudah tidak
memulung?” Brave.
“Saya bekerja di sebuah
restoran kecil” Iyem. Nara memang handal memainkan segala jenis peran. Piala
Oscar memang pantas diberikan buatnya. Gadis iblis itu sedang menciptakan akar
permasalahan paling rumit.
“Apa saya masih boleh
berharap?” Iyem.
“Pertanyaan bodoh” Brave.
“Saya hanya ingin
memiliki pasangan sempurna, baik, berwibawa, bahkan memiliki ciri khas yang
belum tentu pria lain miliki. Apa keinginanku salah?” Iyem.
“Saya tidak sesempurna
seperti ucapanmu” Brave.
Pernyataan seperti ini
akan membuat gadis gila itu akan semakin menggali sekaligus memancing untuk
mencari sesuatu objek lebih. Saya sangat mengenal karakter Nara. Bukan Nara namanya
kalau tidak menciptakan alur cerita menjebak.
“Iyem” seorang gadis
cantik berjalan ke arahnya. Apa itu Lais? Lebih tepatnya pemeran paling
mematikan. Kenapa saya jadi melupakan rasa sakitku terhadap Lais?
“Gi” Iyem.
Saya tidak pernah
menyangka Shine si’gadis centil mengubah dirinya menjadi wanita dewasa bak
model. “Saya mencarimu sejak tadi” Shine.
“Dia siapa?” Shine.
“Dia sahabatku Gi” Iyem.
“Gi” Shine mengulurkan
tangannya.
“Brave” ucapan pria
tersebut.
“Maaf” Brave berusaha
melepaskan tangannya, tetapi masih tertahan oleh Shine.
“Akting paling mematikan”
umpatanku seketika. Shine yang kukenal seperti bukan dirinya.
“Maaf” Brave masih
berusaha lepas, namun tak diindahkan oleh Shine.
“Gi” Iyem.
Permainan sedang terjadi
hingga menciptakan objek-objek tidak terduga. Bagaimana saya akan berjalan
menyaksikan objek tadi. Bagaimana Brave akan menanggapi situasi tersebut? Apa
Lais akan terjebak segitu hebatnya?
Tuhan kisah cintaku akan
berjalan seperti apa? Perjalananku semacam berbelit-belit.
“Apa kita masih bisa
bertemu?” Iyem.
“Maaf” Brave.
“Kenapa harus minta maaf,
harusnya saya yang memohon maaf berulang kali” Iyem.
“Jadikan pernikahanmu
sekali seumur hidup. Dia pria baik, jangan pernah malu mengakuinya sebagai
pasangan” Brave.
“Kami berdua sudah cerai
dan tidak mungkin kembali” Iyem.
Bagian 7...
Pernyataan seorang Brave sedang
menjabarkan sebuah realita. “Tapi, pasanganmu butuh dirimu” Brave.
“Apa kau bisa semudah itu
melupakan semua memori tentangku?” Nara.
“Kenapa memberiku harapan
kemarin?” tangisan Nara.
“Brave” Lais berjalan ke
depannya. Para bos besar memang sengaja membuat mereka bertemu dan bukan secara
kebetulan.
Feivel sendiri masih
bersembunyi di balik pohon besar tanpa sepengetahuan mereka semua. Lais menatap
ke arah Brave untuk mencari jawaban. Orang tua Brave memang sengaja menjodohkan
antara Lais dan anak tunggal mereka satu-satunya.
“Maaf, saya harus pergi”
Brave memalingkan wajahnya untuk segera masuk ke dalam mobil Lais.
“Bukannya kau mantan
istri Leci” Lais segera mengenali dirinya.
“Kau mengenali dia?”
Brave.
“Sekilas” Lais.
“Lupakan! Ayo pergi!”
Brave tidak ingin melihat raut wajah Nara seperti apa. Mereka berdua pergi
setelah percakapan cukup menegangkan.
“Kalau ingin nangis, silahkan!”
Shine memeluk sahabatnya.
“Jangan ditahan” Shine
menepuk-nepuk bahunya.
“Saya masih kuat,
khawatirkan saja Feivel” Nara.
“Masih sempat
mengkhawatirkan orang lain, sedang diri sendiri remuk di dalam” Feivel keluar
dari tempat persembunyiannya.
“Kalau Nara bisa terlihat
kuat, berarti saya juga bisa” Feivel.
“Kalian berdua membuatku
terharu” Shine.
“Jangan sampai kembali
dan mencurigai kita” Bisik Nara berusaha lepas.
Pencaharian jodoh para
personil memang berbeda dan tidak akan pernah sama dengan kebanyakan orang di
luar sana. Bukan tentang kesempurnaan, melainkan terdapat satu objek yang
memang sulit untuk dijabarkan.
Beberapa hari ini Lais
dan Brave selalu terlihat bersama. Shine sendiri sedang mencari jalan mendekati
Brave. “Apa benar si’Brave menyukai Lais?” Shine sibuk mencari celah.
“Hai” Shine seolah
menyusun rencana biar terlihat kebetulan. Sebuah mini market kecil menjadi
saksi pertemuan mereka berdua.
“Sepertinya kita bertemu
lagi” Shine.
“Apa ini takdir?” Shine.
“Sepertinya bukan takdir”
Brave terus berjalan seolah bersikap cuek.
“Apa kecantikanku belum
bisa disandingkan ma Lais?” ucapannya dalam hati.
Brave terus saja bersikap
cuek bagaimanapun seorang Shine berjalan ke arahnya. “Permen buatmu” Shine menyerahkan
beberapa bungkus permen ke tangan Brave. Pertemuan yang sering terjadi antara
dirinya dan Shine memang sudah direncanakan dan bukan suatu kebetulan.
“Temanku bilang kalau
lagi galau, silahkan makan permen ini” Shine.
“Apa dia yang berucap?”
Brave.
“Siapa?” Shine.
“Lupakan!” Brave.
“Maksudmu Na maksudku
Iyem?” Shine.
“Lupakan!” Brave.
“Dia selalu sibuk dengan
dirinya bahkan sulit ditebak, jadi, bukan dia” Shine.
“Apa kau mau menemani Gi
seharian menikmati udara segar di pusat perbelanjaan?” Shine.
“Memangnya pusat perbelanjaan
menciptakan udara segar?” Brave sedikit tertawa.
“Brave terlihat cukup
manis kalau tertawa seperti itu” Shine.
“Sepertinya saya harus
kerja” Brave berusaha menghindar.
“Lupakan pekerjaanmu
untuk hari ini, nikmati hidupmu” Shine menarik tangan Brave.
Mereka berdua berjalan
menyusuri pusat perbelanjaan, bermain beberapa games, duduk manis dalam sebuah
restoran. “Coba lakukan dance di sana” Shine menunjuk sebuah layar.
Brave mencoba memainkan
salah satu dance tanpa ragu. “Brave, benar-benar keren” ucapan Shine.
“Apa Brave mau memberiku
sebuah boneka mungil?”
“Sepertinya saya tidak
tertarik” Brave.
“Saya akan berteriak
keras kalau kau berkata tidak” Shine.
“Silahkan!” Brave.
“Bagaimana perasaan
kalian pacar sendiri bersikap cuek? Pada hal saya Cuma menginginkan 1 boneka”
Shine terlihat menangis menunjuk sebuah permainan.
“Keterlaluan” salah
seorang pengunjung terlihat kesal.
“Memangnya dia meminta
berlian” pengunjung yang lain.
“Tidak punya hati” ucapan
pengunjung berikut.
“Gadis secantik itu
dibuang” kalimat yang lain.
Brave berusaha bersikap
tenang tanpa berteriak atukah membalas ucapan mereka. Dia berusaha
mengendalikan rasa kesalnya terhadap Shine. Brave mencoba mengikuti kemauan
Shine.
“Begitu dong, sayang
pasangan sendiri” salah satu dari mereka berujar.
“Dapat” teriakan Shine.
“Kenapa memberiku 2
boneka?” pertanyaan Shine setelah Brave sukses mengambil 2 boneka.
“Berikan ma anak anjingmu
atau siapa gitu kalau kau Cuma mau 1 saja” ujar Brave.
“Dimana rumahmu? Saya
antar pulang” Brave.
“Ga usah” Shine berusaha
menghindar.
“Sudah malam” Brave.
“Nanti ada yang
menjemput, jangan khawatir” Shine berlari meninggalkan Brave.
Cerita 2 sahabat sedang
mempermainkan perasaan seorang pemuda. Perjalanan hidup Brave terlihat rumit. “Hati-hati, jangan bermain api” Feivel
berkata-kata seketika setelah Shine berada di rumah.
“Memang kenapa?” Shine.
“Si’Cashel pasti nangis
melihat kelakuanmu” Feivel menggeleng-geleng kepala.
“Cashel sibuk kerja di
luar negeri” Shine.
“Btw, kau lebih suka
pribadi Cashel atau Brave?” Feivel.
“Masing-masing memiliki
porsi. Lagian Brave itu milik Nara kalau lulus uji coba keles” Shine.
“Mati banyak” Feivel.
“Kalau ga lulus milik siapa?” Feivel.
“Milik Lais mungkin, tidak
mungkin juga Shine berkhianat dari Cashel. Ngerti?” Shine.
“Artinya kau benar-benar
meragukan Lais?” Feivel.
“Entahlah, kan belum
pasti” Shine.
“Piala oscar paling
mematikan” Nara berjalan ke tengah mereka.
“Dasar penguping” Shine.
“Apa menyenangkan
berjalan seharian bersama dengannya?” Nara.
“Cemburu pakai banget”
tawa Shine meledak.
“Siapa bilang?” Nara.
“Buatmu” Shine
melemparkan 2 boneka ke arah Nara.
“Dari siapa?” Nara.
“Pakai tanya lagi, saya
menyuruh Brave mengambilkan sebuah boneka, tapi sepertinya dia sengaja
mengambil 2” Shime.
“Lantas?” Nara.
“Dia tahu kalau kita
berdua bersahabat. Satu untukmu dan satunya untukku” Shine.
“Lantas?” Nara.
“2 boneka ini bukan
milikku, jadi, ambil saja” Shine meninggalkan Nara dan berjalan masuk ke kamar.
Perjalanan pencaharian
jodoh menjadi sebuah petualangan bagi seluruh personil. Nara duduk merenung
pada sudut kursi, di ruang lain terdapat Feivel membayangkan deretan peristiwa.
“Tuhan, beri saya kekuatan” Feivel menarik napas panjang.
“Saya harus memulai
kembali dari nol kalau memang dia tidak diciptakan buatku” sepanjang malam
Feivel terus merenungi alur ceritanya.
“Kau tidak berjualan cake
Leci?” Nara.
“Lagi mau libur” Feivel.
“Kau sendiri mau kemana?”
Shine berteriak menatap Nara.
“Kerjalah, masa iya saya
harus terus meratapi nasib, siapa tahu saja dapat cadangan pengganti” Nara.
“Perempuan gila” umpatan
Feivel.
“Benar-benar tidak waras”
Shine.
“Sekedar berjaga-jaga,
understand?” Nara.
“Bagaimana kalau saya
antar kerja” Feivel menawarkan diri.
“Kau takut saya bunuh
diri?” Nara.
“Entahlah” Feivel.
“Saya lebih kuat darimu”
Nara.
“Antar saja dia, sekedar
berjaga-jaga!” cetus Shine berteriak dari kamar.
Mengantar Nara memakai
sebuah motor menuju tempat kerja. “Jaga diri baik-baik” Feivel tersenyum ke
arah Nara.
“Semamgat pencari cuan”
ujar Feivel kembali.
“Pulanglah, jangan sampai
ada yang mengenali dirimu” Nara.
Feivel menikmati udara
segar dengan berkeliling kota memakai sepeda motor bekas yang baru dibelinya. “Rasanya
sakit, tapi buatku petualangan seperti ini mengajari hidupku” suara hati Feivel
berbisik di dalam.
“Kenapa saya jadi
memikirkan adil kecil Lais?” bergumam dalam hati.
“Sepertinya dia tidak
akan pernah menjadi adikku” tertawa sinis.
“Leci bisa bawah motor?”
entah dari mana hingga tanpa sengaja Moza dan Feivel bertemu.
“Siapa yang mengajari?”
Moza terlihat histeris hampir tidak percaya.
“Bagaimana kalau Moza
saja yang ngajak Leci berkeliling kota?” segera mengambil alih motor.
“Leci Leci takut” Feivel.
“Ga perlu takut” Moza.
“Kerja tidak?” Leci.
“Moza diskors gara-gara
salah mengadili orang” Moza.
Feivel tertawa keras
mendengar cerita gadis di depannya. “Sepertinya saya tidak akan pernah bisa
menjadi seperti Lais” Moza.
“Dasar perempuam” cetus
Feivel dalam hati.
“Tapi, tidak mengapa, kan
tiap orang punya porsinya masing-masing” Moza kembali bersemangat.
Moza mengemudikan motor
dengan sangat kencang. “Tuhan, jujur, saya memang patah hati, tapi hidupku
masih panjang dan belum mau mati” ucapan doa Feivel dalam hati karena
ketakutan.
“Leci, tidak boleh takut,
harus pegangan yang kuat” teriakan Moza makin melajukan motor tersebut.
“Leci hidup masih” teriak
Feivel.
“Pokoknya Leci harus
menikmati hidup hari ini” Moza makin mengemudikan dengan kecepatan tinggi.
“Sedikit lagi saya mati”
umpatan Feivel.
“Bensin habis” teriak
Moza setelah motor mogok.
“Syukurlah” Feivel
mengelus-ngelus dada.
Mereka berada di sebuah
perbatasan jauh dari perkotaan.
“Leci uang ada tidak”
Feivel.
“Tenang saja, biar saya
yang bayar kita menginap di hotel ini untuk sementara” Moza.
“Mati banyak, jauhkan
hambaMU dari dosa persinahan” isi doa Feivel.
Lebih gilanya lagi adalah
seluruh kamar hotel penuh karena besok hari libur. Kebanyakan pegawai kantoran
sudah membooking kamar hotel di sini. Kenapa bisa? Perbatasan kota di sini
cocok dijadikan bahan objek liburan sejenak.
“Hancur banyak” gerutu
Feivel dalam hati.
“Leci tidur di sofa,
sedang saya di kasur dong” Moza.
“Kenapa kisah hidupku
jadi angker begini?” rasa kesal Feivel dalam hati.
Mereka berdua menginap
dalam satu kamar hotel. Rasa kesal Feivel sudah benar-benar di atas rata-rata,
tetapi masih berusaha ditahan olehnya. Ingin menghibur diri sendiri, akan
tetapi seolah dirinya sedang berada dalam jebakan.
“Leci, tidak boleh
kecewa, marah, kesal, apa lagi dendam ma Lais atas sikapnya” Moza mencoba
memulai pembicaraan menyadari perasaan manusia di depannya seperti apa..
“Lais sempurna, tidak
seperti Leci duda” Feivel.
“Leci ternyata duda?”
Moza terkejut.
“Duda hidup cerai karena
malu ma Leci” Feivel.
“Malu karena?” Moza.
“Leci bodoh, autis,
normal ga” Feivel.
“Tiap orang memiliki
pergumulan hidup. Jadi, Leci harus bisa buktikan kalau pemeran utama di
beberapa cerita bukan orang lain, melainkan dirimu” Moza.
“Moza tertawa tidak?”
Feivel.
“Kenapa harus tertawa,
lagian belum tentu juga hidup Moza jauh lebih baik dan sempurna dibanding hidup
Leci” Moza.
“Dia nangis terus karena
Leci autis” Feivel.
“Siapa?” Moza.
“Iyem” Feivel.
“Siapa?” Moza.
“Leci istri” Feivel.
“Dia hanya butuh waktu
menerima kekurangan Leci” Moza.
“Dia suka ganteng pria
bukan Leci” Feivel.
“Leci harus berjuang
untuk menariknya kembali ke rumah, jangan tergiur dengan wanita lain apa pun
yang terjadi” Moza.
“Lupakan Lais karena dia
bukan buatmu. Gunakan lututmu sebagai pondasi untuk berdoa dan menarik kembali
dirinya hingga kelak ucapannya selalu bangga tiap menatap ke arahmu” Moza.
“Kenapa?” Feivel.
“Buktikan kalau Leci memiliki
kekuatan doa berbeda sekalipun hidupmu disebut sebagai manusia autisme.
Pernikahan itu sakral, jangan jadikan permainan” Moza.
“Terlihat bijak pakai
banget” desiran suara hati Feivel mengudara.
“Tidurlah, besok kita
kembali nikmati hidup” Moza berusaha memakaikan selimut ke tubuh Feivel,
kemudian berjalan ke ranjangnya sendiri.
Seorang Feivel mencoba
memejamkan mata dan tidak lagi berpikir tentang cerita hidupnya. Dia berusaha
berjuang sekuat mungkin agar tetap berjalan di tempat yang seharusnya. Moza
berasal dari keluarga broken home, hanya hidupnya tidak ingin terlihat
menyedihkan di hadapan orang banyak.
“Morning Leci manis
sepanjang waktu” Moza menyapa Leci sambil mencubit 2 pipi Feivel.
“Tidurmu nyenyak atau
tidak?” Moza masih terus bersikap usil.
“Sakit Leci pipi” Feivel berusaha
menghindar.
Mereka berdua kembali
melakukan sebuah perjalanan setelah sarapan pagi di hotel. Mencoba mencicipi
jajanan di pinggir jalan hingga membuat mereka lupa tentang kehidupan
perkotaan. “Bagaimana kalau kita berkeliling disini dulu, sebentar saja pulang”
Moza.
“Cake Leci hilang”
Feivel.
“Sekali-sekali nikmati
hidup, jangan mikir uang terus!” Moza.
“Moza” seseorang
tiba-tiba saja menyapanya.
“Ka’Pi, apa kabar?” Moza.
“Setelah putus denganku
ternyata penggantiku Cuma manusia autis, uppssss” ledekan pria tersebut.
“Leci Leci Leci” Feivel.
“Kasihan benner hidupmu,
pacaran ma manusia idiot” Pie.
“Leci idiot bukan”
Feivel.
“Anjing menggonggong
kavila berlalu” Moza.
“Hidupmu terlalu menyedihkan.
Kakakmu harus mendekam di penjara karena narkoba, orang tua bercerai, adikmu apa
lagi lebih parah menjadi simpanan alias pelakor, dan lain sebagainya” Ledekan
pria tersebut.
“Gadis yang kukenal ceria
memiliki rasa sakit paling mematikan dibanding hidupku sendiri” suara hati
Feivel.
“Sekarang pacaran ma
manusia idiot” tawa pria tampan bak model meledak seketika.
“Tuhan memberkati
ucapanmu, terima kasih buat pernyataan yang kau lemparkan” Moza berusaha untuk
tetap tersenyum.
“Apa pun itu, kurasa hidupku
masih jauh lebih baik dibanding hidupmu” Moza.
Seorang Moza si’periang
tidak ingin larut dalam masalahnya sendiri. Pria itu pergi dengan perasaan
kesal. Moza berusaha untuk tidak terpancing sama sekali.
Rasa penasaran Feivel
mengudara hingga berujung mengikuti diam-diam kemanapun Moza bepergian sejak peristiwa
tersebut. Beberapa hari belakangan seolah dia melupakan jajanan cake Leci dan
semua masalah penolakan Lais. Menjadi keluarga broken home memang akan
mengalami banyak pergulatan hidup.
“Kakak, bagaimana kabarmu?”
ucapan Moza mengunjungi seorang pria di penjara.
“Pastikan kakak makan
banyak dan jaga kesehatan” sulit dipercaya mendengar ucapan seperti ini.
Di satu sisi kisahnya
berperan sebagai hakim, namun di sisi lain Moza juga memiliki kakak. “Gadis
periang itu sesuatu banget” gumam Feivel pelan.
“Tuhan, pulihkan
keluargaku” isi doa seorang Moza dalam sebuah gereja.
“TanganMu sanggup menghancurkan
semua rasa sakit, jurang, bahkan apa pun itu yang membuat keluargaku retak”
pertama kalinya Feivel melihat air matanya mengalir begitu saja.
Mengekor diam-diam
kemanapun Moza bepergian. “Saya sudah bahagia menjalani peranku seperti
sekarang” ucapan seorang gadis sedang menggendong anak bayi terhadap Moza.
“Azela yang kukenal dulu
berbeda dengan sekarang” Moza masih berusaha bersikap tenang.
“Dia memiliki segalanya
dan bisa memenuhi apa yang kumau” Azela.
“Dia punya keluarga yang
selalu menantikan dirinya di rumah” penekanan Moza.
“Tapi, Ze juga berhak
bahagia sama seperti lainnya” Azela.
“Seandainya Ze menjadi
istri dan anak-anaknya, bagaimana perasaanmu melihat suami sekaligus ayah pergi
ke pelukan wanita lain?” Moza.
“Ze mencintai pria itu” Azela.
Rasa nyaman dan perhatian
yang diberikan membuat segalanya berubah, hingga menjadikan adiknya menjadi
simpanan. “Kakak percaya Ze akan kembali dan melepaskan apa yang bukan
miliknya” Moza mendekap kuat tubuh adiknya.
“Bagaimana dengan anak
Ze? Apa kakak tidak sadar kalau anakku juga butuh kasih sayang?” Azela.
“Kakak Moza siap menjadi
ayah sekaligus ibunya sama sepertimu” Moza.
Adiknya membutuhkan waktu
untuk berpikir. “Ze masih belum berani” segera lepas dari pelukan Moza,
kemudian masuk ke dalam rumah dan mengunci dari dalam.
“Dia perangkul dan tidak menjadi
hakim atas keluarganya” kalimat Feivel bersembunyi di balik semak-semak.
“Tuhan, pulihkan
keluargaku” isi doa yang tidak pernah bosan dipanjatkan olehnya ketika berada
dalam sebuah gereja.
Kisah Moza berjalan
mengarungi hidup. Kedua orang tuanya bercerai sejak usianya masih terlalu kecil.
Ibunya berjuang membesarkan 3 anak. Ayahnya sendiri pada akhirnya memiliki
keluarga lain bahkan berpura-pura lupa 3 anaknya dari istri yang dulu. Kehidupan
Moza pun tidak luput dari jebakan, hingga dirinya sendiri sempat menjalani satu
jurang gelap. Sesuatu hal menyadarkan dirinya hingga dia berjuang untuk
berjalan keluar.
Rasa penasaran Feivel
membuatnya mencari tahu masa lalu gadis tersebut. “Kenapa saya jadi penasaran
begini?” gerutu Feivel.
“Morning Leci” teriak
Moza seperti biasa mencubit 2 pipi Feivel ketika mereka berdua bertemu.
“Selalu saja berpura-pura
tidak memiliki masalah” bisikan Feivel di dalam.
“Leci suka tidak” Feivel
berusaha lepas.
“Besok libur, bagaimana
kalau kita berdua ngebut berkeliling swperti kemarin?” Moza terus saja mencubit
2 pipinya.
“Leci suka tidak”
berusaha lepas.
“Saya bantu jualan”
teriak Moza mengambil alih gerobak. Mereka berdua pada akhirnya berjualan
bersama tidak jauh dari sebuah gedung pencakar langit.
“Kau sudah dapat
pengganti?” Nara tanpa sengaja berjalan lewat depan mereka.
“Dia siapa?” Moza
terkejut.
“Leci istri” Feivel.
“What? Hampir memasuki
ketegori cantik, tapi pada akhirnya gagal” Moza.
Bagian 8...
NARA...
Kalimat apaan ini? Hampir
memasuki kategori cantik, tapi gagal? Kurang dihajar 100% . Bahasanya terdengar
menyakitkan pakai banget. Sepertinya Feivel sedikit melupakan Lais. “Kenalkan
Moza” tersenyum sambil memperkenalkan diri.
“Sepertinya saya pernah
melihatmu di penjara” dia mencoba mengingat sesuatu.
“Iyem tinggal di penjara
tidak” Feivel.
“Dia bersama tentara
ganteng” Moza mengingat sesuatu.
“Perasaanmu saja” ujarku.
“Pria bersama denganmu
waktu itu membuat kakakku mulai mengenal satu pelita” Moza.
Saya hampir lupa
bagaimana sosok Brave berjalan ke penjara dan berusaha menjadi sahabat untuk
membuktikan sesuatu terhadapku. “Kakakku banyak berubah” Moza mencoba
bercerita.
“Leci” ujarku.
“Saya yakin kau memiliki
alasan kuat, mengapa meninggalkan Leci bukan karena malu mengakui dirinya
sebagai manusia autis” Moza tiba-tiba saja berkata-kata.
“Jangan sok tahu” ujarku.
“Saya ingat, bagaimana
kau dan pria tampan itu berbicara, tanpa sadar saya tiba-tiba saja meniadi pendengar
sejati” Moza.
“Mati banyak” kalimatku
dalam hati.
“Jam berapa sekarang?
Saya ada sidang hari ini” segera berlari pergi.
“Leci, lain kali kita
bertiga piknik bersama” Moza menoleh sebentar, lantas melajukan mobilnya
seketika.
Feivel menjelaskan
segalanya tentang gadis tadi. “Berarti kau menjadi penguntit?” tanyaku.
“Begitulah” Feivel.
Ternyata dia sahabat
Lais, sedang dirinya tidak menyadari hubungan sahabatnya dengan Brave. “Sepertinya
dia berusaha menahan diri seolah tidak memiliki masalah” ujarku.
“Dia selalu berpura-pura
ataukah memang dia lupa tentang masalahnya sendiri” Feivel.
“Jangan-jangan?”
mencurigai sesuatu.
“Kenapa?” Feivel.
“Lupakan!” balasku.
“Perasaanmu dengan Lais,
seperti apa sekarang ini?” melemparkan pertanyaan.
“Entahlah. Intinya saya
sudah mempersiapkan diri menerima kenyataan hidup kalau Lais tidak ditakdirkan
buatku” Feivel.
Saya juga sepertinya
harus bermental baja apa pun hasil akhirnya nanti. Kalaupun bukan pilihan
terbaik artinya saya akan mencoba untuk tetap tersenyum dan berlapang dada.
Tidak semua keinginan bisa di dapat begitu saja. Jalan Tuhan berbeda dengan
jalan pikiranku. Tuhan, kehendakMulah yang jadi atas hidupku.
Saya ingin mengambil buah
pir, akan tetapi jika Tuhan lebih memilih buah anggur, maka apa pun usahaku
akan tetap gagal. Bagaimana saya akan
berjalan? Semua kembali ke dalam tanganMU.
Jangan karena
keangkuhanku yang berjalan. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Sang
Pencipta? Sesungguhnya, Aku akan mengguncangkan tempat kamu berpijak seperti
goncangan kereta yang sarat dengan berkas gandum.
Orang cepat tidak mungkin
lagi melarikan diri, orang kuat tidak dapat menggunakan kekuatannya, dan
pahlawan tidak dapat melarikan diri. Pemegang panah tidak dapat bertahan, orang
yang cepat kaki tidak akan terluput dan penunggang kuda tidak dapat meluputkan
diri. Juga orang yang berhati berani di antara para pahlawan akan melarikan
diri dengan telanjang pada hari itu,
“Maaf, anda mau pesan
apa?” tidak menyadari siapa yang sedang berdiri di depanku.
“Ice capucino” menjawab
seolah tidak mengenalku.
“Terima kasih atas
kunjungan anda” ujarku.
Entah bagaimana cerita
hingga kami selalu saja dipertemukan beberapa hari belakangan ini. Supermarket,
toko buku, jalan raya, tempat kerja, dan lain sebagainya selalu saja sosok
Brave berdiri di depanku. Apa ini takdir? Atau hanya halusinasi?
“Kenapa kau seperti hantu,
terus saja gentayangan di depanku? Melemparkan pertanyaan seketika.
Dia terdiam tanpa
menjawab. “Kenapa memberiku harapan kalau kau sendiri lebih memilih hakim
cantik itu?” makin berteriak ke arahnya.
Apa dia balas memaki? Dia
hanya terdiam tanpa pernah menjawab sepatah kata. “Pergilah sebelum saya
berubah pikiran untuk mengejarmu!” ujarku.
“Lagian saya hanya janda
tanpa sekolah, jauh berbeda dengannya si’hakim cantik sempurna” berucap
terhadapnya.
“Brave, kenapa kau berada
di sini?” Sosok Lais berdiri begitu saja di tengah kami.
“Kebetulan saya lewat”
menjawab pertanyaan Lais.
Dia harus berhadapan
dengan 3 wanita sekaligus. Siapa yang menjadi pilihan hidupnya? Lais si’hakim
cantik pilihan orang tuanya? Gi sahabat karib Iyem? Atau Iyem si’janda yang
sudah menciptakan kebohongan besar dalam dirinya? Dia bebas menentukan pilihan
hidupnya.
Sebuah mobil dengan
kecepatan tinggi berjalan ke arahku. “Kau mau mati” teriak Brave mendorong
tubuhku seketika agar terhindar dari tabrakan maut.
Kami berdua terjatuh ke
jalan aspal pada akhirnya. “Kenapa menolongku? Setidaknya membiarkan saya mati
jauh lebih baik?” ujarku terhadapnya.
“Kita harus ke rumah
sakit, luka di kakimu butuh perawatan” Brave berusaha menahan taxi yang lewat.
Dia lupa kalau Lais sedang berdiri di dekatnya.
“Pertama kalinya saya
menyukai seorang” Lais menatap ke arahku.
“Saya akan berjuang untuk
merebut dia apa pun caranya” Lais berbisik ke telingaku.
Bagaimana perasaan Feivel
mendengar kalimat gadis impiannya? Sebuah skenario membuat kami semua terjebak
secara bersamaan. Lais memang cantik, jenius, memiliki prestasi, bahkan kesempurnaan
itu ada dalam dirinya. Pertemuan dengan Brave membuat dia merasakan sesuatu
perasaan yang memang sulit dijabarkan. Gadis mana sih yang tidak naksir?
“Lais sepertinya saya
harus ke rumah sakit” Brave membuka pintu taxi.
“Kau bisa pulang
sendirikan?” Brave.
“Maaf tidak bisa
mengantarmu” Brave.
Kami berdua tidak saling
berbicara sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. “Dokter, kakiku tidak
diamputasikan?”...
“Cuma luka ringan masa
diamputasi” ucapan sang dokter. Sekilas saya melihat Brave tersenyum kecil
mendengar kalimatku.
“Kupikir sedikit lagi
amputasi kaki berjalan” ujarku.
Tawa Brave meledak
seketika. Dia berusaha menahan, namun pada akhirnya meledak juga. Dia lupa
statusku sebagai janda cerai hidup. Kami berdua keluar dari rumah sakit setelah
mengambil obat di apotek.
“Makanlah!” menyodorkan
bungkusan donat capucino ke tanganku.
“Terima kasih untuk hari
ini” kalimatku.
“Sudah kewajibanku
sebagai manusia menolong sesama” Brave.
“Pergilah, sepertinya
Lais butuh perhatianmu” berkata-kata setelah tanpa sengaja membaca panggilan
telepon di handphone milik Brave.
“Apa kau tahu kalau
suamimu maksudku Leci menyatakan perasaannya di hadapan orang banyak terhadap
Lais?” Brave.
Jelas saya tahulah, kan
semua itu bagian dari skenario paling mematikan. Kenapa juga melemparkan
pertanyaan bodoh seperti itu? Apa dia mau bilang kalau Lais dan dirinya sudah
dijodohkan?
“Sepertinya saya tidak
ingin tahu kehidupan mantan suamiku seperti apa” jawabanku.
“Saya tidak mungkin
berjalan ke arahmu dengan status janda cerai hidup” Brave.
“Begitupun sebaliknya
Leci tidak mungkin berjalan mengejar cinta Lais dengan status duda cerai hidup.
Bukan karena dirinya autis, melainkan lebih ke pemikiran bijak saja untuk
menanggapi” Brave.
Di luar dugaan ucapannya.
Apa ini jawaban buatku? “Apa kau menyimpan dendam atas semua kebohonganku?”
“Entahlah, hanya saja
saya belajar untuk tidak pernah marah terhadapmu” Brave.
“Lais cantik, jenius, berprestasi,
jadi, wajar kalau dirimu harus mendapat gadis terbaik” kata-kataku terhadapnya.
“Saya hanyalah janda
kritis cerai hidup tanpa sekolah merindukan bulan” sedikit tertawa.
“Entahlah” kalimat Brave.
“Saya harus pulang”
segera berdiri mencari taxi.
Seorang Brave hanya diam
membisu dan tidak lagi berkata-kata. Dia sendiri sulit menjelaskan gambaran
tentang diriku. Kenapa juga kami masih sering dipertemukan beberapa hari
belakangan ini setelah peristiwa itu.
Selalu saja bertemu dan
hal terburuknya lagi adalah melihat dia berjalan bersama Lais. Kemana perginya
peran orang keempat? Jangan-jangan Brave menolak ajakan Gi? “Kenapa kau selalu
berdiri di depanku?” berteriak ke arahnya seperti anak kecil untuk ke sekian
kalinya. Dia tidak pernah membalas teriakanku, hanya diam membisu.
Sepertinya Tuhan sengaja
membuatku bertemu kembali tanpa sengaja seminggu setelahnya. Lais dan Brave
sedang berbicara serius jauh dari keramaian kota. Taman bunga menjadi saksi
bagaimana mereka berdua berbicara satu sama lain. Entah mengapa tubuhku menolak
untuk perggi hingga bersembunyi tidak jauh dari mereka berdua.
Lais terlihat menangis
tersedu-sedu. “Sejak pertama kali melihatmu, detakan jantungku berbunyi begitu
keras” Lais.
“Saya juga tidak tahu
kenapa bisa orang tuamu mendapat biografiku, tapi entah kenapa perasaan
langsung suka terhadapmu mengudara begitu saja” Lais.
Percakapan apaan ini?
Kenapa saya jadi pendengar setia? Lais benar-benar jatuh cinta terhadapnya.
“Saya benar-benar
menyukaimu” sekali lagi Lais berbicara.
“Lais cantik, jenius,
berprsstasi, bahkan terlalu sempurna siapapun yang melihat. Cowok mana sih tidak
jatuh hati tiap berjalan ke arahmu?” Brave.
“Berarti Brave mau
menerima perjodohan kita berdua?” Lais.
“Hanya saja sepertinya
saya tidak pernah ditakdirkan hidup bersama dengan gadis sempurna bernama Lais”
Brave.
“Kenapa?” Lais.
“Ruang hatiku berkata
kalau alur ceritaku tidak denganmu. Sekali lagi maaf” Brave.
“Apa karena mantan istri
Leci” Lais.
“Bukan karena siapapun, namamu
memang tidak pernah tersimpan di dalam sana” Brave.
Apa ini jawaban?
Bagaimana bisa Brave menolak cinta Lais? Apa saya salah dengar? Benar-benar di
luar nurul menurutku. Brave menolak perjodohan antara dirinya dan Lais.
Gadis itu menangis
seorang diri, sedang Brave berjalan pergi meninggalkan dirinya dan tidak lagi
menoleh ke belakang. Saya penasaran kisah cinta Brave dan Gi akan berjalan
kemana? Apa perasaan Brave berpaling ke Gi?
“Kau kenapa?” Shine
terlihat kebingungan melihat tingkahku setelah saya berada di rumah.
“Patah hati sih patah
hati, tapi tidak begini juga keles” tegur Shine.
“Saya sedang
mempersiapkan mental, ngerti?” balasan buatnya.
“Terserah” ucapan cuek
Shine.
“Bagaimana kisah
percintaan Gi dan Brave? Apa dia merespon?” pertanyaanku.
“Maaih fifty:fifty”
Shine.
“Kau harus mencari
jawabannya minggu ini?” ujarku.
“Memang kenapa?” Shine.
“Saya tidak suka menunggu
seperti orang bodoh, kalau memang ga ada kepastian setidaknya saya mencari pria
lain” kalimatku.
Menunggu itu objek paling
membosankan di dunia fana. ‘Rasanya sangat sakit pakai banget kalau cerita
masalah menunggu” entah mengapa ucapan ka’Arauna mengudara begitu saja.
“Pokoknya objek paling
menyakitkan di dunia ini hanya bercerita pada kata menunggu seperti orang bodoh”
ucapan ka’Arauna waktu itu.
Saya tidak ingin
menjalani hubungan menggantung seperti kisah bosku kemarin. Menyuruh Shine
memainkan perannya sedemikian rupa. Apa yang akan terjadi dengan kisahku esok
hari? “Sepertinya kau harus jadi pengekor diam-diam di belakang kemanapun saya
dan Brave berjalan” Shine sibuk berdandan...
“Maksudmu?”
“Biar situ dapat
kepastian, gimana sih” Shine.
“Apa Cashel menyadari apa
yang kau lakukan sekarang?”
“Tidak sama sekali” Shine
segera memakai high heels tinggi untuk menarik simpatik Brave.
“Ingat pengekor
diam-diam, bukan terang-terangan. Understand?” Shine.
Saya harus mengikuti
diam-diam kemanapun mereka berdua jalan. Apa saya bisa kuat melihat pemandangan
di depanku? Brave tertawa lepas ketika berjalan bersama Gi sahabat Iyem.
“Brave harus bersama Gi
sepanjang hari” Shine.
“Gi ga mau mendengar kata
penolakan tingkat dewa” Shine.
Apa dia terjebak dengan
kepribadian Gi? “Kenapa juga saya harus diperhadapkan 3 gadis sekaligus?” gumam
pelan Brave tanpa sadar di dengar olehku.
“Saya mau ikat rambut di
sana” Shine menunjuk salah satu toko.
“Lupakan!” Brave terlihat
sedikit kesal.
“Gi berteriak seperti kemarin
kalau ga beli” Shine.
“Selalu saja mengancam”
menggeleng-geleng kepala.
Brave harus mengikuti
kemauan Shine, suka maupun tidak sama sekali. “Gi pengen ice cream” Shine
menarik tangan Brave seketika.
“Di pipimu ada ice cream
sedikit menempel gitu” Shine.
“Mana?” Brave.
“Biar Gi yang bersihkan”
Shine mengambil selembar tissue.
Pemandangan apaan ini?
Apa gadis itu memang sengaja? Judul cerita hari ini adalah balas dendam tingkat
dewa. “Kau harus menyatakan perasaanmu terhadapnya hari ini juga” mengirim
pesan buat Shine.
Mereka berdua sedang
berada di pinggir danau untuk menikmati pemandangan. “Saya suka Brave” Shine
tanpa berpikir panjang mengutarakan perasaan suka...
“Apa waktunya tepat untuk
ungkapan perasaan seperti ini?” Brave.
“Gi suka pemandangan
danau, jadi, menurutku waktunya pas dengan pemandangan sekitar sini biar
romantis gitu” senyum Shine.
“Jawaban bodoh” Brave
tersenyum.
“Pertama kali bertemu, Gi
langsung suka Brave” Shine.
“Bagaimana dengan
perasaan sahabatmu?” Brave.
“Saya tidak mengerti?”
Shine.
“Menurutmu, apa di
hidupmu kisah percintaanmu jauh lebih berharga dibanding sahabat sendiri?”
Brave.
“Jangan berpura-pura
bodoh hubungan masa lalu antara sosok Brave dan sahabatmu sendiri” Brave.
“Gi rasa Iyem hanya masa
lalu buatmu, tidak lebih dari itu” Shine.
“Masa tidak berarti
menghancurkan persahabatan sendiri hanya karena kisah percintaan” Brave.
“Kenapa memberiku harapan?”
Shine.
“Sebagai penghiburan
semata” Brave. Jawaban apaan ini? Sebagai penghiburan? Apa yang dia inginkan?
“Sekalipun hubungan kami
berdua berakhir, tidak berarti Gi berperan sebagai pengkhianat untuk
menghancurkan persahabatannya sendiri hanya karena masalah percintaan” Brave.
“Artinya Brave menolak
Gi? Shine.
“Bukan masalah menolak,
tapi lebih ke kata bijak semata” Brave.
“Tapi, Gi suka Brave”
sosok Shine sangat pandai memainkan peran hingga mengis tersedu-sedu.
“Sekali lagi maaf” Brave
berjalan tanpa menoleh kembali ke belakang.
Dia mau kemana? Menolak 2
gadis? Maksudku 3 gadis sekaligus, ditolak olehnya? Kenapa dia jadi menangis
sesenggukan begini? Kan Cuma akting.
“Berhenti menangis!”
menghampiri Shine.
“Memang salah kalau saya
mendalami peran?” Shine.
“Dia mau kemana?”
“Mana saya tahu” kalimat
cuek Shine.
“Hentikan tangisan
bodohmu! Sepertinya kita harus mengikuti dia” segera menarik tangan Shine.
Kami berdua terus saja
menjadi penguntit sejati kemanapun Brave pergi. Terlihat jelas bagaimana dia
dimarahi kedua orang tuanya karena menolak perjodohan dengan Lais. Apa dia
melemparkan caci maki terhadap kedua orang tuanya? Dia hanya diam membisu dan
berusaha bersikap tenang.
“Apa kau tahu masalah
penolakan Brave” Shine.
“Begitulah” jawabku.
“Pantas saja si’Nara
memaksa Gi menyatakan cinta” Shine.
“Bawel” kalimatku.
Kami berdua menjadi
saksi, dimana Brave mendapat makian habis-habisan dari kedua orang tuanya. Hal
selanjutnya adalah kami berdua pergi meninggalkan pertengkaran tersebut. Bagaimana
dengan kisah cintaku nantinya? Orang tua Brave mencari calon menantu dengan
mencari lebih detail tentang bibit, bobot, dan bebet...
“Dia kenapa?” Feivel
bertanya setelah kami berada di rumah.
“Jangan tanyakan padaku”
Shine.
“Patah hati tingkat
dewa?” Feivel.
“Entahlah” Shine.
“Lantas?” Feivel.
“Dia butuh makan banyak
hari ini” Shine.
“Apa kau mau mendengar
berita tentang Lais?” Shine.
“Saya tidak tertarik, kehidupan
Feivel sekarang harus belajar bermental baja dan siap menerima kenyataan hidup”
Feivel.
“Terserah” Shine.
Bagian 9...
FEIVEL...
Raut wajah Nara sangat
memperihatinkan beberapa hari belakangan. “Makanlah!” memberikan jajanan
tradisional buatanku.
“Nara, sepertinya saya
punya tempat untuk mengobati ruang hatimu” Shine.
Sebenarnya apa yang
sedang terjadi? Shine menjelaskan kegeraman orang tua Brave karena menolak
perjodohan yang sudah direncanakan. Demi
menghibur maksudku bersantai sejenak, Shine mengajak kami liburan bersama jauh
dari perkotaan. “Cashel pernah membawaku kemari waktu lagi viral-viralnya...”
Shine mengingat masa lalu.
“Saya bukan Cashel keles”
ujarku ngeles.
“Setidaknya melupakan
rutinitas perkotaan untuk sementara waktu” Shine.
“Nara nikmati hidupmu
hari ini, besok baru berpikir sesuatu” teriakku menyiram air laut ke wajahnya.
“Tentu saja” teriak Nara.
“Akhirnya dia kembali”
Shine.
“Namanya juga Nara aktris
paling mematikan” teriakanku.
“Entah bagaimana perasaan
Brave kalau tahu kalian berdua bukan suami istri” Shine.
“Dan entah bagaimana
perasaan Brave kalau tahu 2 sahabat sedang memainkan skenario paling iblis
buatnya” sindiriku.
“Nangis sesegukan” Nara
menjawab.
“Air habis” Shine.
“Saya lapar” Nara.
“Dasar perempuan, biar
saya saja yang jalan membeli” segera pergi dari tengah mereka berdua.
Tiba-tiba saja seseorang
menarik tanganku setelah keluar dari supermarket kecil. Dia membawaku jauh dari
keramaian bahkan menutup 2 bola mataku. “Bos, jangan bermain denganku” ujarku.
“Saya tidak merasa
melakukan kesalahan apa pun” kalimatku kembali.
“Siapa bosmu?” suara
tidak asing lagi.
Segera menghindar dan
berusaha melihat siapa di depanku. “Kaget?” suara seraknya.
“Ini dimana?” melihat
tiap sudut ruangan.
“Gudang bekas tanpa
penghuni” senyumnya.
“Siapa kalian sebenarnya?
Kau bukan manusia autis?” kalimatnya lagi
“Saya bisa jelaskan” berusaha
mencari jalan untuk keluar.
“Jelaskan atau kupatahkan
kakimu!” perintah Brave.
Kenapa jadi angker
begini? Tuhan, siapa yang akan menolongku sekarang? “Jelaskan sekarang!”
penekanan Brave.
Dia yang terlihat tenang,
tiba-tiba menjadi monster dalam sehari. “Kami bertiga berasal dari sebuah
organisasi yang sulit untuk dijabarkan” memulai cerita.
“Lanjut” penekanan Brave.
“Para bos besar menuntut
kami mencari pasangan hidup berbeda dengan kebanyakan orang di luar sana. Suatu
hari nanti bisa dikatakan kehidupan kami akan berhadapan dengan banyak hal
sehingga jangan asal memilih jodoh” pernyataanku.
“Terus?” Brave.
“Suka maupun tidak, kami
harus memainkan banyak peran. Nara tidak pernah bermaksud mempermainkan
perasaanmu” kalimatku.
Saya harus menjelaskan
bagaimana segala sesuatunya hingga ke akar-akarnya. Memfitnah hingga menyuruh
dia melakukan beberapa hal untuk mencari tahu apa pun tentangnya. Menjalani
peran sebagai manusia autis hingga berakhir pertemuan tidak terduga antara satu
sama lain. “Mengirim foto sekaligus biodata Lais merupakan skenario bos besar
kami” ungkapku lagi.
“Apa saya dinyatakan
lulus atau tidak sama sekali?” Brave.
Saya terdiam seketika. “Jangan
khawatir, saya tidak mungkin membunuhmu” Brave membaca pikiranku.
“Waktu itu Nara memainkan
peran perceraian antara kami. Seandainya kau berteriak memaki, berteriak
memaksakan kehendak, ataukah menghujat artinya dirimu dinyatakan tidak lulus
sama sekali” jawabanku.
“Memaksakan kehendak?”
Brave.
“Kalau kau tetap ngegas
mempertahankan hubungan, pada hal posisinya Nara cerai hidup bukan cerai mati
artinya tidak lulus 100%” penjabaran buatnya.
“Kenapa bisa?” Brave.
“Terkadang, akan ada
waktunya kehidupan sendiri diperhadapkan antara berpikir dewasa ataukah lebih
memilih ego karena merasa berhak bahagia, pada hal kenyataannya keputusan yang
diambil sebenarnya salah” mencoba menjelaskan.
“Lanjut!” Brave.
“Mempertahankan atau
melepas sesuatu objek terbaik sekalipun sakit memang pilihan sulit” umgkapku.
“Lantas maksud mengirim
biodata Lais dan Skenario Gi?” Brave.
“Lais hanyalah target
sasaran apakah dia terjebak terhadapmu ataukah mengambil sisi bijak. Sepertinya
dia memang tidak diciptakan buatku” kalimatku.
“Masalah Gi mendekatimu,
sebenarnya kami hanya ingin melihat responmu dan bagaimana kau menanggapi
keadaan di depan” menjelaskan kembali.
“Apa saya lulus” Brave
terlihat penasaran.
“Entahlah. Tanyakan pada
mereka berdua” jawabanku.
“Nara dan Shine menyaksikan
kedua orang tuamu berteriak memaki bahkan sangat geram terhadapmu kemarin” ungkapku.
“Apa saya lulus?” Brave.
“Saya juga tidak tahu, cari
jawabannya ma 2 gadis itu!” perintahku.
“Perasaanku berkata kalau
tadi sosokmu terlihat menyeramkan” menyadari sesuatu.
“Kalau sekarang?” Brave.
“Lupakan!” seolah tidak
perduli lagi dia akan membunuhku atau tidak.
“Kumohon rahasiakan semua
tentang kami” membungkukan tubuh setelah kembali menyadari...
“Sepertinya saya akan
tetap merahasiakan semua tentang kalian sekalipun saya tidak lulus dan bukan
pilihan para bosmu” Brave membuka ikatan di tanganku.
“Pergilah! Jalan
keluarnya sebelah kanan” Brave.
“Sepertinya kau lulus
tanpa kusadari sama sekali” berbalik menatap ke arahnya.
“Jangan memberiku
harapan” Brave.
“Nara tidak mungkin salah
memilih pasangan hingga terlihat galau” balasku.
“Brave beruntung
mendapatkan gadis seperti Nara, seandainya kau menerima Lais artinya
keberuntunganmu sirna pada saat itu juga” kalimatku kembali.
Pada akhirnya kami berdua
keluar dari gudang tersebut bersamaan. Brave memintaku merahasiakan dari mereka
berdua tentang semua ini. Sayapun kembali ke pantai...
“Kenapa lama sekali?”
Shine.
“Ada insiden tidak
terduga” jawabanku.
“Kau tidak
kenapa-kenapakan?” rasa khawatir Nara.
“Khawatirkan saja dirimu”
berteriak ke arahnya.
“Lupakan! Lebih baik kita
makan” Shine.
Kami bertiga menikmati
sunset di sore hari. 2 gadis di depanku tidak menyadari kalau Brave sedang
bersembunyi tidak jauh dari tempat duduk kami. “Bagaimana perasaanmu terhadap
Brave?” pancingku.
“Jangan khawatirkan Nara,
sudah jelas di depan kalau 99% si’Brave lulus. Yang jadi masalah situ dan Lais”
Shine sedikit menyindir.
“Ternyata lulus, lantas
kenapa kemarin wajahmu terlihat galau?” pertanyaan memancing.
“Karena saya
hampir-hampir tidak percaya sama sekali kalau dia lulus skenario jebak-menjebak”
Nara.
Brave tertawa di tempat
tersembunyi tidak jauh dari tempat duduk kami. “Bagaimana caramu memberi tahu
Brave?” tanyaku lagi.
“Entahlah” Nara.
“Hati-hati, biasanya pria
kepribadian seperti Brave sekali mengamuk habis sudah” ujarku memberi nasehat.
“Berarti dia tidak lulus”
Shine.
“Yes, dia tidak lulus dan
kemungkinan besar saya akan mencari yang baru sebagai pengganti” Nara.
“Dengarkan baik-baik”
seolah sengaja sedikit mengeraskan suara biar pria itu mendengar sesuatu hal.
“Memang segampang itu?”
Shine.
“Lupakan tentang mereka, mending
kita bertiga nikmati hidup hari ini” berucap terhadap mereka.
Kisah pencaharian cinta
sejati memiliki prosesnya masing-masing. Bagaimana dengan tulang rusukku? Saya
harus berjalan kemana? Lais sendiri terjebak, sementara Brave memiliki prinsip
hidup.
“Leci” teriak Moza segera
menabrakan diri sekitar gerobakku.
Rutinitasku kembali
seperti biasa setelah kami pulang liburan. “Saya mencarimu” Moza mencubit 2
pipiku seperti biasanya tiap kami bertemu.
“Leci suka tidak” berusaha
lepas.
“Saya mau beli semuanya”
Moza.
“Gurauan berhenti!”
“Hari ini ulang tahun
Moza” ungkap gadis itu. Kenapa tiap bertemu selalu beralasan lagi ulang tahun? Memang
ulang tahunnya dirayakan tiap hari?
Dia memborong semua jualanku
hari ini. “Waktunya Leci menemani Moza berkeliling kota memakai motor”
teriaknya.
Mimpi apa saya semalam?
“Leci mau tidak” menolak.
“Tidak pakai menolak
kalau masih mau hidup” dia mendorong tubuhku menuju sebuah motor besar.
“Gerobak Leci?” ujarku.
“Tenang saja, kita titipin
saja di orang, besok baru diambil” Moza.
“Mati banyak” kalimatku
dalam hati.
“Tidak pakai menolak!”
Moza.
“Gerobak Leci bawah rumah
pulang” bertingkah seperti manusia bodoh.
“Ok baik” Moza.
“Rumah Leci dimana?” Moza
ingin mendorong gerobak tersebut.
Saya berusaha
melarangnya, hanya saja dia memaksa ingin melihat rumah tempat tinggalku.
Hancur banyak kalau 2 gadis reseh ada di rumah. Tuhan, apa yang harus
kulakukan? Dalam keadaan terpaksa saya membawanya ke rumah.
“Feivel, cepat amat
balik” teriak Shine dari dalam kamar.
“Habis sudah nyawaku” kalimatku
dalam hati.
“Feivel itu siapa?” Moza
terlihat kebingungan.
Segera memberi kode ke
gadis iblis di dalam biar tidak berbicara ngawur. Kebiasaan buruk mereka berdua
adalah ceplas-ceplos begitu saja tanpa memperdulikan siapapun di sekeliling.
“Leci sudah pulang” Shine
penasaran melihat wajah Moza.
“Maaf, kupikir suamiku
tadi, jadi berteriak gitu” Shine.
“Nama suami Feivel?”
Moza.
“Ya begitulah, kalau Leci
si selingkuhanku” Shine berbicara
ngawur.
“Feivel suami, sedang
Leci selingkuhan?” kening Moza mengkerut.
“Iya begitulah” Shine.
“Kenapa tinggal serumah
semuanya?” Moza.
“Kebetulan saya dan suami
numpang tinggal” Shine.
“Selingkuh benar tidak”
berusaha menjelaskan.
“Moza juga tidak percaya,
lagian masa iya si’Leci mau dijadikan simpanan?” Moza.
“Feivel, kenapa cepat
banget pulangnya?” teriak Nara baru dari kamar mandi.
“Kenapa semua berteriak
nama Feivel?” Moza.
“Dia kira suami saya yang
datang” Shine.
“Dia bukan Feivel
suamiku, tapi Leci” teriak Shine.
“Fei” Ucapan Nara
terhenti setelah melihat siapa yang ada di ruang tamu.
“Kalian sudah balikan?”
Moza.
“Ba...ba...ba..likan?”
ucapanku.
“Iyem dan Leci cerai,
tapi sekarang serumah berarti balikan” Moza.
“Masih mediasi” Shine.
“Lebih baik balikan, dari
pada ngejar Lais” Moza.
“Yang ada si’Leci ngejar
wanita lain” Shine.
“Siapa?” Moza.
“Kita pergi jalan” segera
mendorong tubuh Moza.
“Sampai jumpa lagi” teriak
Moza.
“Iye, pinjam Leci sehari
saja” kembali Moza berbalik.
Kenapa jadi begini?
Menjadi akar masalah adalah saya dibonceng perempuan memakai motor besar. Apa
kata dunia? Saya seperti terbang. Dia pembalap paling menakutkan. Kenapa juga
saya mengikuti kemauannya?
“Pegangan kuat Leci”
teriak Moza sepanjang jalan.
“Leci mati” teriakku.
“Situ masih hidup, siapa
bilang mati?” Moza.
Manusia ini benar-benar
menakutkan kalau lagi bawah motor. Nyawa taruhan paling hakiki disini. Bisa-bisanya
dia menjadi hakim, harusnya menjadi pembalap lawan Rossie atau Lorenzo atau siapa
gitu. Salah pilih jurusan...
“Terima kasih sudah
membuatku tertawa lebar sekali lagi” Moza.
Dia menyimpan rasa sakit
jauh di dalam sana. “Bisakah saya menangis sekali saja” tiba-tiba tangisnya
pecah ketika kami berada di sebuah pegunungan.
“Menangislah” mencoba
mendekapnya.
“Mama sedang berjuang menghadapi
masa kritisnya di rumah sakit” tangis Moza pecah.
Dia rapuh sekalipun
terlihat kuat. Pada akhirnya air mata itu terjatuh di depanku langsung. Kenapa
bisa saya terjebak dengannya? Seolah sesuatu menahanku untuk menjadi pelindung
buatnya. Apa bos besar akan mengamuk jika saya memilih gadis broken home?
Setidaknya dia berusaha menghancurkan kutukan berada di sebuah jurang dalam
ketika diri sendiri berasal dari keluarga berantakan.
Dia tetap berjuang untuk
merangkul kakak dan adiknya walaupun terdapat perbedaan hidup diantara mereka. Prestasinya
memang tidak sebaik Lais, hanya saja dirinya jauh lebih kuat. Dia hadir memberi
senyum hangat ketika gadis yang kusukai menolakku dengan keras. Bukan
permasalahan penolakan dari Lais, hanya saja bahasa merendahkan tanpa bijak mengudara.
Moza berbeda, seolah dirinya terus berada di sampingku agar membuatku lupa
bahasa merendahkan tadi.
“Tuhan, balut luka
hatinya” suara hati berbisik.
“Tuhan, Jadilah dokter
terbaik untuk menghancurkan tiap luka tersembunyi di ruang hatinya di dalam
sana” kembali isi doaku bergema...
“Sepertinya saya sudah
merasa baikan” Moza berusaha menghapus bulir-bulir kristal di matanya.
“Mama pasti senang
bertemu dengan si’Leci” Moza kembali tertawa.
Kami berdua kembali ke
kota memakai motor besar miliknya. Dia hanya butuh seseorang di sampingnya
untuk lupa beberapa tentang objek masalah yang sedang mempermainkan
kehidupannya. Dia berbeda...
“Mama, kenalin teman
terbaik Moza” dia berkata-kata setelah kami berada di sebuah ruang dari satu
rumah sakit terbesar di kota ini.
“Jangan khawatirkan kakak”
tidak pernah berkata buruk tentang saudaranya.
“Kakak baik-baik saja
bahkan hidupnya sekarang jauh lebih bijak karena doa mama” curahan hatinya.
“Jangan khawatirkan Moza,
karena anak mama yang satu ini belajar untuk tidak menyimpan kebencian terhadap
papa. Tidak mungkin juga Moza bisa hadir ke dunia kalau bukan karena Tuhan
melalui papa” bahasa tidak terduga darijya.
Seolah dia tidak ingin
menyembunyikan sesuatu dariku. “Jangan khawatirkan adik karena dia pasti
kembali dan tidak mungkin akan selamanya terbelenggu.” Dia pendekap keluarga
terbaik.
Tuhan, kalau boleh saya meminta
sesuatu dariMU, kembalikan mamanya. “Mama” teriak Moza. Sepertinya Tuhan
berkata lain terhadap mamanya.
Apa dia marah terhadap
Sang Pencipta? “Tuhan, ajar saya untuk tidak pernah kecewa apa pun yang sedang
terjadi atas hidupku” rasa sesak mengudara...
“Rasanya sakit sekali,
hanya saja ajar hidupku untuk tidak kecewa karena keinginanku tidak sesuai
harapan” sesuatu yang sulit dilakukan ketika seseorang sedang berada di bawah
tekanan.
Ruang hatinya benar-benar
tercabik oleh sebuah ombak badai. Apa dia membiarkan dirinya terbelenggu setelah
kepergian sang mama? Dia kembali tertawa seperti biasa bahkan berusaha
menyembunyikan cabikan luka di dalam ruang hatinya.
“Saya akan selalu berada
di sampingmu” memeluk erat kakaknya di penjara. Seperti biasa, saya bagaikan
penguntit dan mengekor kemanapun dia pergi tanpa sepengetahuannya.
“Saya masih menunggu Ze kembali
berjalan ke tempat seharusnya dan tidak akan pernah merampas hak milik orang
lain” mendekap kuat adiknya.
Dia juga manusia sama
seperti lainnya. “Ze ingin mengembalikan
dia kembali ke pemiliknya” ucapan sang adik menangis dalam pelukannya.
Adiknya hanya ingin
mencari kasih sayang yang terhilang hingga sebuah objek menjerat dirinya untuk tetap
terbelenggu. “Bantu Ze melepaskan apa yang bukan milik Ze” kembali sang adik
menangis tersedu-sedu.
“Ze pasti bisa” menepuk
bahu adiknya.
“Ze itu adik paling keren
yang pernah ada” dia tidak pernah menjadi hakim. Ingin membiayai kehidupan sang
adik dan buah hatinya bukan perkara mudah, akan tetapi dia sedang berjuang.
Menyuruh sang adik kuliah kembali untuk melanjutkan mimpi yang tertunda.
“Tidak ada kata
terlambat, maka dari itu Ze harus berjuang” ucapan seorang kakak terhebat.
Dia hanya korban dari
keluarga berantakan. Dia tidak bisa memilih harus terlahir dari keluarga mana,
hanya saja hidupnya sedang berjuang untuk membuktikan kalau dialah pemenangnya
atas ombak hidup. “Saya tidak menyalahkan papa karena kepergian mama, jadi,
kuharap dirimu sedang baik-baik saja” berujar terhadap pria paruh baya di sebuah
rumah.
Apa salah andaikan tulang
rusukku berasal dari keluarga broken home? “Kau sedang melamun” suara serak
seorang pria mengagetkanku seketika.
Entah dari mana hingga sosok
Brave bertemu kembali denganku. “Kau sudah dinyatakan lulus, jadi, jangan mengganggu
hidupku!” sedikit kesal.
“Saya tidak sedang
bercerita tentangku, melainkan dirimu” Brave.
“Maksudnya?”
“Tanpa sengaja, saya
melihatmu sebagai penguntit handal” Brave.
“Sejak kapan kita jadi
dekat begini?”
“Entahlah” Brave.
“Kau pemuda tampan yang
sedang bersama istri Leci waktu di penjara” tiba-tiba saja Moza histeris
berteriak di tengah kami.
Saya hampir jantungan
karena ulahnya. Syukurlah, dia masih belum sadar kalau saya bukan manusia
autis. “Anda mengenalku?” Brave terkejut.
“Apa dia bagian skenario
jebakan para bosmu untuk kembali menjebakku?” bisik Brave ke telingaku.
“Moza” Lebih anehnya lagi
Lais hadir begitu saja ke tengah kami dan entah dari mana...
“Brave” Lais.
“Dia pacar Lais?” kening
Moza mengkerut.
“Artinya lelaki yang
pergi bersama denganmu ternyata dirinya?” Moza.
“Memang kenapa?” Lais.
“Jangan bermain api!”
tegur Moza terhadap Brave membuatku sedikit tertawa.
Nama Brave sepertinya
sangat rusak bahkan dikenal sebagai perusak rumah tangga orang. “Kau merusak
rumah tangga Leci, lantas mempermainkan perasaan sahabatku?” Moza.
“Tapi bekas istrinya mengejarku
lebih dulu” Brave seolah ingin menjahili Nara karena menyadari keberadaannya.
Sejak kapan Nara berdiri di
belakang kami? “Jangan merusak hidupmu dengan merusak hubungan orang lain,
terlebih mempermainkan perasaan gadis lain” Moza.
“Bukan saya yang merusak
hubungan rumah tangga mereka, tapi dirimu” pertama kalinya sosok Brave
berkata-kata seperti ini.
“Maksud ucapanmu?” Moza.
“Kau selalu bersama
dengannya” Brave.
“Kebetulan tempat kerjaku
tidak jauh dari tempat Leci berjualan, jadi, saya selalu melihat kalian” Brave.
Moza terdiam dan tidak
lagi berkata-kata. “Satu lagi, saya tidak pernah mempermainkan perasaan
sahabatmu terlebih memiliki perasaan terhadapnya” Brave.
“Leci, pulang sekarang!”
Nara segera mengambil alih gerobak jajananku dan tidak ingin melihat pertengkaran sengit.
“Apa proses mediasi
kalian sukses? Kalian benar-benar rujuk?” Moza.
“Masih dalam proses”
penekanan Nara. Kami bersua meninggalkan mereka bertiga. Sepertinya Nara butuh
waktu untuk menjelaskan hal sebenarnya terhadap Brave. Sepanjang jalan dia
hanya diam seribu bahasa.
“Sebenarnya siapa yang
ada di hatimu?” Nara.
“Lais atau Moza si’gadis
cerewet itu?” Nara.
“Kenapa jadi masalahku
yang jadi objek?” tanyaku balik.
“Selesaikan segera
masalahmu, bos besar menuntut kita berada di tempat Adriel & Ha berada!”
Nara.
“Kau bertemu dengan
mereka?”
“Begitulah” Nara.
“Kenapa?”
“Bos besar sangat
menyukai dirimu” Nara.
“Lantas, mereka tidak
memikirkan tulang rusukku sebenarnya siapa?”
“Kata mereka, tulang
rusukmu sudah ada di depan mata” Nara.
“Siapa?”
“Mana saya tahu” cetus
Nara.
“Tanyakan pada dirimu
sendiri, siapa?” Nara.
Bertanya? Siapa? Sedang
saya sendiri tidak tahu. Tuhan, apa salah kalau saya menginginkan gadis broken
home itu? Sepertinya saya akan membuat sebuah pertunjukan menarik keesokan harinya.
Saya ingin bukti kalau Tuhan merestui saya dan dirinya kelak.
“Saya butuh bantuanmu” berdiri
di depan Brave setelah sukses menemukan alamat rumahnya.
Dia hanya mengangguk. Hal
paling mengerikan yang sedang terjadi adalah banyaknya orang berkumpul depan
tempat kerja Moza dan Lais. Brave membantuku mengumpulkan orang banyak untuk
sebuah pertunjukan istimewa. Alunan musik sukses dimainkan hingga mengundang
perhatian seluruh penghuni gedung pencakar langit.
“Leci Leci Leci suka
Moza” berkata-kata setelah sang target berada di luar gedung.
“Leci” dua bola mata Lais
terbelalak.
Brave berusaha
menghentikan Lais untuk tidak menghalangi aksi di depannya. “Apa Moza suka
Leci?” pertanyaanku kembali menyerahkan sekotak ice cream ke tangannya.
Semua penonton berteriak.
“Kemarin menyatakan perasaan ma Lais, sekarang Moza” ujar seseorang.
“Ngaca dulu dong” ucapan
lainnya.
“Bagaikan langit dan bumi
sekalipun Lais masih di atas Moza” kalimat salah satu dari mereka. Ada banyak
ucapan serta hujatan bermain. 90% adalah bayaran untuk mencari tahu bahasa
bijak dari sang target.
“Autis, tapi terlalu
berani”
“Sepertinya dia gila”
“Bangun dari tidurmu!”
“Kau bukan pangeran,
nyadar diri dong”
“Kalau ganteng ya saya tutup
mata, lah ini muka jelek sekaligus autis?”...
Dan masih banyak lagi
hujatan berkeliaran. Apa Moza pergi? Jawaban adalah dia terlihat shock hingga tidak dapat berkata-kata. “Leci suka
Moza” sekali lagi berucap.
“Segera bangun dari
mimpimu, jangan berhalusinasi terus” teriak orang banyak.
“Moza menolak Leci”
segera ingin berjalan pergi.
“Bagai rumpuk merindukan
rembulan” cuitan yang lain.
“Hentikan makian kalian, dia
juga manusia” Moza berbicara memakai microfon.
“Tidak ada manusia
sempurna di dunia ini, seandainya dia bisa memilih tentu dirinya ingin terlahir
normal. Apa yang salah dengan kata autisme?” Moza.
“Leci, maaf, tapi rumah
tanggamu jauh lebih berharga dibanding mengejar gadis sepertiku” bisik Moza
sambil memelukku dari belakang. Tidak seorangpun mendengar apa yang
diucapkannya. Dia hanya menangis dan menangis...
“Maaf karena diriku
hingga mereka menghujat bahkan melemparkan makian menakutkan buatmu” suara
Moza.
“Sekali lagi saya tidak
akan mengambil sesuatu yang bukan milikku” dia berbisik agar semua orang tidak
mendengar apa pun ucapannya hingga menghujat diriku.
“Kalian semua, tinggalkan
tempat ini!” teriak Moza seketika.
Gadis di depanku hanya
ingin bersikap bijak. Dia berjalan pergi setelah semua orang meninggalkan
tempat yang menjadi saksi kisah Feivel. Apa saya sudah menyakiti perasaannya? “Kejar
dia!” Brave menunjuk sebuah motor.
“Dia lulus, jadi, jangan
melepas sesuatu yang akan kau sesali” Brave berbisik ke telingaku.
Segera berlari menuju
motor milik Brave. “Saya ikut” Shine tiba-tiba saja berada di belakang motor...
“Sejak kapan kau di
sini?”
“Sejak tadilah” Shine.
Saya berusaha melaju
dengan kecepatan sangat tinggi hingga membuat Shine mati ketakutan seketika.
“Saya masih mau hidup” teriak Shine.
“Di sana” teriak Shine
menunjuk mobil milik Moza.
Ternyata dia berada di
sebuah geraja kecil jauh dari perkotaan. “Cashel pernah membawaku kemari” Shine
berbicara pelan.
“Pendeta itu menyeramkan
bahkan karena perbuatannya hingga semua rahasiaku terbongkar” Shine.
“Lantas?”
“Beruntung saja Cashel ga
pernah marah bahkan tetap saja mendekapku” Shine.
“Bagaimana ma dia?” menunjuk
Moza.
“Berdoa banyak-banyak,
masalahnya kepribadian Moza beda ma Cashel, ngerti?” Shine.
Moza duduk dan diam
seribu bahasa dalam gereja kecil tersebut. “Kau siapa” sebuah suara menyapa
dirinya.
“Maaf, entah kenapa
mobilku tiba-tiba berhenti di tempat ini” Moza.
“Apa kita pernah bertemu
sebelumnya” ucapan orang itu maksudku sang pendeta.
“Tidak sama sekali” Moza.
“Rahasiamu akan
terbongkar detik ini juga” Shine berbisik ke telingaku.
“Apa kau butuh dekapan?”
sang pendeta.
“Entahlah” Moza.
“Kalau ingin menangis,
silahkan menangis sesuka hatimu karena air matamu akan tertampung dalam kirbat Tuhan
tanpa disadari olehmu” sang pendeta.
Senyumannya berganti
menjadi air mata. “Kau sudah melewati badai besar, dan ternyata Kau adalah
pemenangnya” sang pendeta.
“Kenapa bisa berujar
seperti itu?” tangis Moza makin pecah.
“Tuhan berbicara denganku
ketika melihatmu duduk menutup mata di tempat ini” sang pendeta.
“Saya menyukai milik
orang lain” Moza.
“Sepertinya masalahmu
bukan hanya dia, tetapi ada banyak objek sedang mempermainkan hidupmu” sang
pendeta.
“Keluar sekarang dari
tempat persembunyian kalian!” perintah sang pendeta menyadari keberadaan kami.
Apa dia akan memberi tahu
apa pun tentangku? Bagaimana saya akan berjalan sekarang? Feivel, persiapkan
mentalmu!
“Gadis sepertimu tidak
pernah merampas milik orang lain, hanya saja mereka mempermainkan dirimu” sang
pendeta.
“Maksud bapak?” Moza.
“Ternyata kalian lebih
dari satu orang hingga membuat si’korban menangis” Sang pendeta menatap ke arah
Shine dan diriku.
“Bapak pendeta, jangan asal
membuat fitnah” Shine.
“Bagaimana kalau saya
membongkar rahasiamu? Suara Tuhan tidak pernah salah” Tawa Sang Pendeta.
“Moza pulang ma Leci”
mencoba menarik tangan Moza.
“Hentikan aktingmu!
Berpura-pura bodoh? Kau pikir saya bisa dibohongi?” Sang Pendeta.
“Dia sudah banyak
menderita, jadi, jangan memarahi dia lagi” Moza berusaha berdiri di depanku.
“Apa kau mau saya
memberkati pernikahanmu sekarang juga?” Sang pendeta.
“Maksud bapak apaan sih?”
Moza.
“Dia” Sang Pendeta
menunjuk ke arahku.
“Dia manusia normal sama
sepertimu, belum pernah menikah, masih perjaka 100%, jenius maksudku
pandai dalam ber-akting memainkan peran”
Sang Pendeta.
Tamat sudah riwayatku. Lebih
baik saya tenggelam saja di dasar laut. Kenapa juga si’Pendeta diberitahu
sedetail itu tentangku? Persiapkan diri baik-baik...
“Apa kubilang” gerutu Shine.
“Pak Pendeta satu ini
paling pekah dan ga bakalan bisa dibohongi” Shine.
“Maaf, maksud ucapan
anda? Lantas anda siapanya Leci?” Moza.
“Apa benar ucapan pendeta
tentangmu?” Moza menatap diriku.
“Jelaskan sudah, biar ga
jadi penyakit” sindir Sang Pendeta.
“Leci” ujarku.
“Ga usah pakai nama Leci
lagi, langsung saja bilang Feivel gitu” cetus Shine.
“Feivel?” Moza makin
tidak mengerti.
“Maaf atas kebohonganku
selama ini” menundukkan kepala. Apa yang harus kulakukan?
Berusaha menjelaskan sesuatu
hal terhadapnya hingga ke akar paling dalam. Dia makin shock setelah mendengar
penjelasanku. Tidak bisa berbicara seketika bahkan terlihat bingung.
“Leci” entah dari mana
dia menyadari keberadaan kami. Nara bersama Brave ternyata ikut mengejar
memakai mobil.
“Berhenti akting keles”
Shine.
“Ternyata korban lebih
dari 2 orang rupanya” sindir Sang Pendeta.
“Kasusnya pasti sama
yaitu mencari jodoh” ucapan si’Pendeta kembali.
“Mati banyak” umpatan
Shine.
“Nara tenangkan dirimu”
Shine.
“Namaku Iyem bukan Nara” ungkap Nara.
“Ga usah berbohong lagi” Pendeta.
“Leci, sepertinya proses
mediasi belum selesai” Nara.
“Kau mau dia shock
sekaligus serangan jantung si’target di sampingmu itu?” Sang Pendeta juga
menyadari permainan terhadap Brave.
“Bapak pendeta, bicara
terlalu ngelantur pakai acara fitnah segala” Nara.
“Suara Tuhan ga pernah
bohong” Pendeta.
“Pendeta ini yang membuat
rahasiaku terbongkar kemarin” Shine.
“Masa sih? Kenapa dia
bisa masuk kesini?” Nara.
“Karena tuntunan Tuhan,
emang situ?” Pendeta.
“Cerita ma target atau saya
yang jelaskan” menunjuk ke arah Brave.
Nara hanya menundukkan
kepalanya dan tidak tahu harus berkata-kata seperti apa. “Saya sudah tahu
semuanya, ga perlu dijelasin” Brave.
“Kenapa bisa?” Shine
menatap Brave.
“Waktu liburan saya tidak
sengaja mendengar percakapan kalian di pantai. Akhir cerita menculik Feivel dan
menyuruhnya menjelaskan semuanya” Brave.
“Bagus dijadikan drama”
pendeta.
“Kami punya alasan lain,
jadi, kuharap bapak pendeta merahasiakan semua ini dari semua orang” kalimatku.
“Secara manusia, siapa
sih ga terjebak di perhadapkan 3 wanita sekaligus? Masing-masing memiliki
kepribadian, keunikan, dan kelebihan tersendiri. Normalnya pria ya pasti kesandung”
Brave.
“Entah mengapa sesuatu
selalu menahan diriku bahkan mengajariku untuk berhati-hati ketika berjalan”
Brave masih melanjutkan ucapannya.
Ucapannya memang betul. “Brave
harus bijak apa pun yang terjadi, seolah sura tersebut selalu saja berteriak di
dalam sana” Brave.
“Brave” Nara.
“Nara tidak salah, hanya
saja keadaan memaksakan permainan seperti ini” pertama kalinya Brave menyebut
nama gadis yang disukainya.
“Terima kasih” Nara berjalan
memeluk pria tersebut sambil menangis.
“Sekalipun dalam keadaan
seperti ini, sosok Nara ga bakalan minta maaf” sindir Shine.
“Setidaknya masalah temanmu
selesai, tapi yang ini gimana? Dia masih shock” pendeta menunjuk Moza.
Bagian 10...
Mereka semua berada di
sebuah gereja kecil. Saling menatap satu sama lain tanpa berkata-kata lagi.
Memberi kesempatan Moza berpikir. “Kau berhak marah karena mereka semua
mempermainkan dirimu” pendeta mencoba untuk menjelaskan setelah 3 jam
keheningan tanpa satu katapun.
“Maaf” Feivel.
“Kenapa harus minta maaf?”
Moza akhirnya berbicara.
“Moza sudah tidak marah?”
Feivel.
“Moza Cuma ga pecaya
kalau ternyata jodohku bukan orang biasa melainkan luar biasa” Moza.
“Secara manusia, saya
juga terjebak, tapi, karena memang Tuhan ingin memberi suprise akhirnya jalan
ceritanya seperti ini” Moza.
“Kami pikir Moza marah”
Nara.
“Saya ga mau jual mahal
juga keles, inikan suprise dari Tuhan. Yang seharusnya jatuh ke tangan Lais,
tapi Tuhan mengalihkan ke tanganku” senyum Moza.
“Ternyata pencaharian
jodoh masing-masing orang berbeda-beda ya” Pendeta.
“Kami percaya kalian
bukan orang jahat Apa pun organisasi kalian” Moza.
“Saya akan selalu berada
di sampingmu” Brave menatap wajah Nara.
“Ternyata pasangan hidup
Moza salah satu deretan manusia luar biasa dan bukan sembarang orang” Moza
tersenyum bahagia sambil meloncat kegirangan.
“Kenapa kau terlihat
kelewat bahagia?” Feivel.
“Sejak dulu, Moza berdoa
ma Tuhan biar dikirimkan pasangan hidup dengan cara berbeda saja dan bukan
biasa-biasa seperti kebanyakan orang banyak” Moza.
“Kupikir doaku tidak
mungkin terkabul, ternyata dijawab diwaktu yang tepat” Moza terus saja mencubit
2 pipi Feivel.
Pada akhirnya mereka
bertiga harus pamit meninggalkan kota kenangan tersebut. Kota yang menyimpan
banyak memory tidak terduga. “Jaga dirimu baik-baik, jangan macam-macam!” Moza mengantar
kepergian Feivel ke bandara.
“Moza harus sabar, saya
pasti datang melamar apa pun keadaannya” Feivel mendekap hangat tubuh gadis di
depannya.
“Buat Moza” Feivel
memakaikan sebuah cincin pada jari Moza.
“Beruntungnya diriku”
Moza masih belum percaya.
Di sisi lain Brave berusaha
untuk bersikap dewasa. “Saya akan menunggumu” Brave tersenyum.
“Terima kasih untuk tidak
pernah marah apa pun yang kuperbuat terhadapmu kemarin” Nara.
“Terima kasih juga sudah
mengjarkan hidupku tentang banyak hal” Brave.
“Bagaimana dengan orang
tuamu?” Nara.
“Mama memberikan kalung
ini buatmu” Brave memakaikan sebuah kalung ke leher Nara.
“Bagaimana bisa?” Nara
terkejut.
“Mereka tanpa sengaja
melihat fotomu di kamarku” Brave.
“Mereka ga marah?” Nara.
“Pilihanmu tidak mungkin
salah, kalimat mereka berdua” Brave.
“Tanpa melemparkan
pertanyaan bibit, bebet, bobot?” Nara.
“Yes, sepertinya fotomu
memberi kesejukan tersendiri buat mereka” Brave.
Akhir cerita adalah
mereka berpisah di bandara. Para bos besar menyuruhnya 3 sahabat tengil tersebut
terlebih dahulu kembali ke markas. Perjalanan panjang sekaligus petualangan
memberi kesan masing-masing personil.
“Selamat datang kembali” Dhavy
tersenyum lebar menyambut mereka.
“Apa kabarmu pria tua?”
Feivel tidak biasanya menyapa pria tua dan menghiraukan Dhavy.
“Ka’Arauna” Nara langsung
memeluk erat Arauna.
“Kau bahagia pakai banget
hari ini” Arauna.
“Brave memberiku kalung
pemberian ibunya” Nara langsung memamerkan.
“Wow, spesial pakai
banget” Arauna.
“Jodoh dari Tuhan tidak
mungkin salah” tuan Ahaziah.
“Betul sekali” Feivel.
“Kenapa mencariku?”
kejutan Adriel yang tiba-tiba saja masuk ke tengah mereka.
“Saya butuh bantuanmu
memainkan perasaan Shana” Arauna.
“Siapa dia?” Adriel.
“Kakak Arauna lagi
becandakan?” Brayn berteriak dari pintu.
“Kami kan penasaran ma
Shana” Dhavy.
“Jangan gila” Brayn.
“Contoilah Feivel, awal
selalu ga berani pada akhirnya dia berani bersikap” tuan Ahaziah.
“Dia sudah acc?” Adriel.
“Menurutmu?” Arauna.
“Keren pakai banget” tuan
Ahaziah.
“Yes”Arauna.
“Bagaimana dengan Hava?”
Adriel.
“Semua mempunyai waktu,
jadi harus sabar” tuan Ahaziah.
“Tugasku?” Adriel.
“Kau menjadi malailat
terbaik buat Shana bahkan selalu ada buatnya” tuan Ahaziah.
“Saya tidak salah
dengar?” Adriel.
“Tentu saja tidak”
ka’Arauna.
“Apa saya sudah gila?”Adriel.
“Masih waras” Dhavy.
“Wajahmu sangat cocok
memainkan peran ini” tuan Ahaziah.
“Kenapa bukan Feivel?”
Adriel.
“Dia tidak cocok
memainkan peran malaikat tadi” Dhavy.
“Syukurlah” Feivel
mengelus dada.
“Kalian benar-benar ingin
menjebakku?” Adriel.
“Sepertinya” sindir
Shine.
Akhir kata adalah Adriel
harus menjalani peran malaikat penolong terbaik bagi Shana. “Sepertinya kita
masih butuh pemain, ga bisa kalau Cuma satu saja” tuan Ahaziah.
“Berarti Feivel tetap
masuk?” Arauna.
“Jangan katakan kalau
kalian ingin menjebak gadis itu melalui beberapa pria sekaligus sama seperti
Brave?” Nara terkejut.
“Memangnya awal mula ide
tadi dari siapa?” Dhavy.
“Dari Nara cantik keles”
tuan Ahaziah.
“Feivel sepertinya
skenario ga akan hidup tanpamu” Dhavy.
“Kalian sepertinya
sinting, gila, miring deh” Feivel.
“Masa sih? Arauna.
“Kita butuh 4 pria
tampan” tuan Ahaziah.
“Feivel, Adriel, Ha, dan
satunya lagi siapa?” Dhavy.
“Personil lain juga
sedang bergumul, jangan ganggu mereka” Arauna.
“Kenapa bisa? Kan disini
ada puluhan personil?” Adriel.
“Kalian itukan sahabat
sejati, jadi, kalau ambil yang lain rasanya kurang pas saja” Arauna.
“Jangan-jangan gadis ini
sesuatu pakai banget” Shine.
“Adilnya ka’Dhavy juga
ikut biar kita sama-sama terseret sekalian” Adriel.
“Enak saja mau main
perintah” Feivel.
“Kalau ka’Dhavy macam-macam,
tinggal ka’Arauna blender habis” Nara.
“Ga adil kalau ka’Dhavy
ga ikut” Feivel.
“Dari sinilah iman
ka’Dhavy diuji” Shine.
“Kenapa mencariku?” Ha
baru saja tiba.
“Lupakan gadis impianmu
sejenak, ada pekerjaan baru menantimu” tuan Ahaziah.
Pria tua itu berusaha
menjelaskan beberapa hal terhadap Ha. “Saya yang gila atau kalian memang sudah
gila?” Ha.
“Brayn, kenapa diam
saja?” Ha kembali melemparkan pertanyaan.
“Saya bisa apa kalau bos
besar sudah mengambil keputusan” Brayn terlihat lesuh.
“Kalau memang dia gadis terbaik
artinya dia tidak akan terjebak” tuan Ahaziah.
“Btw, apa kau masih mau memainkan peranan pria stroke di
usia muda atau tidak sama sekali?” Nara.
“Pilihan sulit” Brayn.
“Saranku kau harus tetap
mainkan biar makin seru” Shine.
“Sedikit lagi saya harus
mendapat perawatan ekslusif di rumah sakit jiwa terdekat” Brayn.
Mereka semua tertawa
mendengar curhatan Brayn. Nada dering Feivel berbunyi seketika. “Speaker!”
perintah Arauna.
“Sudah sampai? Jangan
lupa mimpikan Moza dalam tidur nyenyakmu” kalimat Moza melalui sambumgan
telepon.
“Jangan macam-macam,
ngerti?” Moza segera menutup sambungan teleponnya.
“Moza atau Lais?” Adriel hampir
tidak percaya.
“Menurutmu nama yang
didengar oleh telingamu, siapa?” tuan Ahaziah.
“Terjadi pergantian
personil jodoh?” Adriel.
“Brayn sepertinya kau
harus banyak-banyak berdoa” Ha.
“Sepertinya Nara dan
Shine juga harus ikut bermain” Arauna.
“Sebagai?” Nara.
“Pertemanan sosialita”
Arauna.
“Maksudnya?” Shine.
“Selalu mengajaknya
memakai barang-barang harga fantastis, rumah mewah, perhiasan mahal, perkumpulan
sosialita” tuan Ahaziah.
“Kehidupan itu tidak akan
bisa berjalan tanpa uang” Dhavy.
“Ajak dia melakukan objek-objek
seperti diskotik, merokok, dan lain sebagainya” Dhavy.
“Sampai dimana sih
imannya kuat bertahan?” tuan Ahaziah.
“Shine permainkan adiknya
si’comel biar makin seru” Dhavy.
“Brave saja tidak
semengerikan ini, tetapi sepertinya Shana jauh lebih mengerikan ” Nara.
“Siapa bilang?” Arauna.
“Masing-masing memiliki kepribadian,
tapi kurasa sama saja” tuan Ahaziah.
“Kapan rencana berangkat?”
Nara.
“Secepatnya, kalau bisa
besok karena masih ada 2 personil sedang menunggu di antara kalian” tuan
Ahaziah.
“Sadis pakai banget”
Adriel.
“Persiapkan mentalmu apa
pun hasilnya, jangan terlalu menyukai dirinya nanti sakitnya kelewatan” Feivel
menepuk bahu Brayn.
“Feivel sudah pengalaman,
jadi memang sakit” Arauna.
Mereka semua kembali
mempersiapkan diri guna keberangkatan esok hari menuju sebuah daerah jauh dari
markas. Seorang gadis bernama Shana akan menjalani sebuah cobaan hidup
dikarenakan permainan mereka semua. Siapa pernah menduga perjalanan pencaharian
tulang rusuk kelewat menakutkan seperti sekarang.
“Brayn, are you ready?”
tuan Ahaziah menyapa pemuda yang sedang berjalan.
“Pria tua, hatiku sedang
tidak baik-baik saja” Brayn.
“Seorang Brayn harus
bijak menghadapi masalah di depan” tuan Ahaziah.
“Bagaimana kalau dia
terjebak?” Brayn.
“Belajar dari Feivel,
kalau ternyata Tuhan mempersiapkan seorang gadis yang jauh lebih baik” tuan
Ahaziah.
“Bagaimana kalau rasa
sakitnya sulit dihilangkan?” Brayn.
“Jangan memaksakan
kehendak. Ruang disini jauh lebih sakit kalau hidupmu masih terus ingin memaksa
sesuatu yang bukan dari Tuhan” tuan Ahaziah.
“Apa saya bisa bersikap
bijak?” Brayn.
“Pasti bisa” semua
berbicara serentak hingga mengagetkan Brayn. Ternyata sejak tadi percakapan
antara pria tua dan Brayn didengar oleh personil lainnya.
“Kami semua bersama
denganmu” Adriel memeluknya.
“Tidak perlu takut”
Shine.
“Berarti Adriel dan Ha juga
akan mengalami skenario sama?” Brayn.
“Yes” tuan Ahaziah.
“Saya harus banyak berdoa
dan berpuasa mulai dari sekarang” Adriel.
“So sweet” Nara.
“Hava pasti bisa melewati
dengan kekuatan doa dan puasa dariku” Adriel.
“Kita lagi fokus ma Shana
bukan Hava, jadi, berkemas secepat mungkin pesawat berangkat sebentar sore!” tuan
Ahaziah.
Mereka dibagi menjadi 2
kelompok dan tidak langsung pergi secara bersamaan untuk menghindari beberapa
hal.
Petualangan di sebuah
daerah akan segera dimulai. Perjalanan yang memakan waktu beberapa jam,
akhirnya tiba di tujuan. Masing-masing mengambil perannya sesuai kesepakatan
bersama.
Adriel harus memainkan
peran sebagai Ceo tampan, kaya raya, bergerak di dunia pertambangan, ganteng,
baik hati, dan tidak makan sabun. Sosok Feivel akan menjalani peran sebagai
dokter spesialis jantung, tampan, memiliki rumah sakit besar, bentuk tubuh bak
atletis, bahkan terlalu sulit untuk diraih.
Di tempat lain Ha sedang
menjalani peran sebagai arsitek terbaik, dimana karya-karyanya selalu mengudara
di dunia internasional. Selain itu, ketampanan Ha sekaligus menjadi daya tarik
paling mematikan dengan kekayaan di atas rata-rata orang terkaya.
Sementara itu, Dhavy
menjalani peran sebagai profesor sekaligus ilmuwan, berkarisma, berwibawa,
jenius, dan dapat diandalkan untuk banyak hal. Bagaimana seorang Shana akan
menanggapi objek di depan matanya?
Tuan Ahaziah sendiri akan
tetap berada di samping Brayn sebagai pria tua tukang penjahit sepatu yang
sudah bangkrut total. Pria tua selalu saja memaki Brayn karena menambah beban
hidup. Brayn sudah mulai bisa berjalan, hanya saja dampak stroke membuatnya
terlihat seperti orang bodoh. Dua tangannya sudah tidak bisa diluruskan,
bibirnya miring total 360°C, bahkan nada ucapannya terdengar kurang jelas.
Siang ini, Adriel sengaja
mengemudikan dengan kecepatan tinggi kendaraan lamborgini ke arah Shana. Pada
akhirnya sang target terjatuh. “Hampir saja” Adriel berkomentar sambil berjalan
menuju tempat dimana Shana terjatuh.
“Maaf, saya tidak sengaja
menabrak anda” Adriel.
Shana hanya terdiam
mendengar ucapan pria di depannya. “Gadis ini cukup manis kalau diperhatikan,
tapi tidak Hava jauh lebih comel” ujar Adriel dalam hati.
“Biar saya antar ke rumah
sakit” berusaha membantunya berdiri.
“Ga perlu” Shana berusaha
menolak.
“Saya baik-baik saja,
kebetulan saya yang salah ga lihat jalan asal main terobos” Shana.
“Tapi lukamu butuh
perawatan” Adriel.
“Tidak mengapa” Shana.
“Sebagai tanda permintaan
maaf bisa menghubungi saya, ini kartu identitasku” menyerahkan sebuah kartu.
Adriel berjalan pergi
meninggalkan dirinya. “Luka ringan seperti ini, ngapain mau dibawah ke dokter?”
gerutu Shana.
Shana masih berusaha
melakukan kewajibannya menjadi pengantar galon. Tidak satupun perusahaan ingin
menerima dia sebagai karyawan. Feivel seolah dengan sengaja menabrakan diri ke
tubuh Shana hingga membuat seluruh pakaiannya basah karena segelas jus melon.
“Maaf, anda tidak
kenapa-kenapakan?” Feivel.
“Tidak apa-apa” antara
ingin marah, namun berusaha ditahan olehnya.
“Maaf, saya dokter
spesialis jantung dan kebetulan ada pasien gawat darurat sedang membutuhkan
pertolongan” Feivel.
“Saya tidak sengaja
menabrak anda” Feivel.
“Tidak apa-apa, silahkan!
Menyelamatkan pasien jauh lebih penting” Shana segera memberi jalan.
“Lukamu sepertinya harus
diobati” Feivel menatap ke bagian luka Shana.
“Ini hanya luka ringan
karena jatuh” Shana.
Gadis itu berjalan seolah
tidak ingin dikasihani. Permainan skenario sepertinya sedang memainkan banyak
hal. Shana berusaha menarik nafas panjang. Kehidupan sulit sedang berjalan
menghampiri.
“Sepertinya kita pernah
bertemu” seorang pria tiba-tiba saja berdiri di depannya.
“Maaf, anda siapa?” Shana
merasa tidak mengenalnya.
“Saya Kenaz salah satu
dosen pengajar” Dhavy.
“Saya tidak merasa
memiliki dosen...” Shana.
“Intinya, kita pernah bertemu,
hanya saja situ lupa” Dhavy.
“Maaf, bapak mencari saya
karena apa yah?” Shana.
“Saya perhatikan sejak
tadi wajahmu lemas” Dhavy.
“Saya tidak
kenapa-kenapa” Shana.
“Saya selalu berada di
satu posisi dimana dibenci oleh orang banyak karena beberapa hal, direndahkan,
dan lain sebagainya” Dhavy.
“Kenapa jadi curhat?”
Shana.
“Hatiku berkata kalau
dirimu sedang tidak baik-baik saja” Dhavy.
“Entahlah” Shana.
“Kebanyakan orang salah
paham dengan karakterku. Contohnya, saya dicap tukang pelapor ketika ada
masalah, padahal kenyataan yang ada hidupku ditekan kiri kanan” Dhavy.
“Ketika berlari ke depan,
belakang, kiri, kanan, atas, bawah, tengah-tengah selalu saja tetap saya yang
dipersalahkan. Seolah-olah saya ini pembuat/ penyebab masalah, bahkan tukang
pelapor dan tidak pernah bijak” Dhavy.
“Apa yang anda lakukan?”
Shana.
“Rasa-rasanya saya mau
menangis karena benar-benar sakitnya itu terasa pakai banget” Dhavy.
“Pasti sakit” Shana.
“Tiap orang memiliki
pergumulannya, kalau mau dibilang jalani saja memang kelewat sombong, hanya
saja berdoa minta kemampuan melewati objek di depanmu” Dhavy.
Gadis itu tidak pernah
menyadari skenario di depannya. “Kalau butuh bantuanku, silahkan hubungi saya”
Dhavy menyerahkan sebuah kartu nama, kemudian berjalan pergi.
“Gadis itu sesuatu pakai banget” Dhavy menghampiri
Brayn setelah peristiwa pertemuannya dengan Shana.
Bagian 11...
BRAYN...
Tuhan, apa dia akan
lulus? Secara manusia, tidak mungkin seseorang bisa lulus melewati cobaan
seperti ini. Di perhadapkan 4 pria matang, tampan, kaya raya, dan perfect, apa
iya hatinya tidak kepincut sama sekali?
“Ka’Dhavy habis bertemu
dengannya?” pertanyaan pertama buat ka’Dhavy.
Seluruh sahabatku ikut
terlibat untuk memainkan perannya masing-masing. “Lantas, reaksinya?” pertanyaan
selanjutnya.
“Saya menyerahkan kartu
nama saja” ka’Dhavy.
“Kita lihat saja episode
selanjutnya” Adriel masuk ke tengah.
“Kalian semua ada di
rumah ini?” terkejut.
“Ada yang salah?” Ha.
Saya sulit percaya masalah
di depanku? Berperan sebagai Aldrich hingga berakhir stroke usia muda terdengar
menyedihkan.
Tuhan, apa yang harus
kulakukan?”
Objek selanjutnya adalah Shine
mencoba perlahan berjalan memulai sebuah pertemanan. Catat baik-baik, seluruh sahabatku dan para
bos terjun langsung ke dalam skenario ini. “Hai, saya perhatikan kau terus saja
melamun” Shine sedang menyamar dan memulai pembicaraan.
“Maaf, anda siapa?”
Shana. Saya hanya bisa menatap dari kejauhan sambil memperhatikan akting paling
totalitas seorang artis pendatang baru berbakat.
“Kenalin saya Keylan”
Shine.
“Anda mau apa?” Shana.
“Dari raut wajahmu bisa
dipastikan kalau kau sedang banyak masalah terutama masalah keuangan” Shine.
“Saya memiliki solusi
utama dari masalahmu” Shine.
“Solusi?” Shana.
“Menjual jiwamu terhadap
satan maksudku lucifer” Shine.
“Pernyataan bodoh” Shana.
“Apa yang salah dengan
pernyataanku? Di luar negeri kebanyakan mereka yang sedang hidup di bawah
tekanan, miskin, haus popularitas, dan lain sebagainya mengadakan perjanjian
kontrak dengan iblis. Akhir cerita apa yang mereka inginkan terkabulkan” Shine.
“Kau hanya butuh tanda
tangan kontrak dengan setan saja. Populariras, uang, bahkan semuanya akan dipegang
olehmu dalam sekejap mata” Shine.
“Caranya?” Shana. Apa dia
bosan mencari wajah Tuhan? Apa rasa kecewa terhadap Sang Pencipta mengudara? Bagaimana
cerita selanjutnya?
“Tinggal tanda tangan
kontrak saja, biasanya pakai darah” Shine.
“Apa anda bagian dari
mereka?” Shana.
“Siapa?” Shine.
“Anda saja ketakutan
bahkan ga berani jual jiwa ma setan, lantas kenapa nyodorin ke saya” Shana
tertawa lepas.
“Kenapa bisa tahu saya
bukan anggota?” Shine.
“Saya itu rajin berdoa,
jadi, otomatis pengikut satan ga mungkin berani berjalan ke depanku terlebih
menatap ganas begini, ya saya sadar juga keles” Shana.
Sejak kapan Shana terlihat
akrab ma orang? “Saya kan cari teman, masa sendiri saja gitu jadi personil
penjual jiwa ke setan” Shine.
“Berarti kasus situ jauh
lebih ganas dibanding saya dong” Shana masih saja tertawa.
“Sejak dulu saya selalu
ingin berada di antara kelompok sosialita. Memiliki barang-barang brand, perhiasan
milliaran, mendapat pasangan tajir melintir, terkenal dimana-mana” Shine.
Artis pendatang baru
sejenis Shine tidak perlu diragukan ketika ber-akting. Dia memang cocok
memainkan peran seperti ini. “Saya ingin punya banyak teman” Shine benar-benar
mendalami perannya.
“Terdengar kacau” Shana.
“Apa salah kalau saya
memimpikan hal seperti itu?” Shine.
“Saya juga terkadang
berpikir sama sepertimu karena tekanan berat, direndahkan, dikucilkan, dan lain
sebagainya, tapi saya sedang berusaha untuk menghadapi sekalipun terkadang diriku
sendiri gagal total hingga mengalami kelumpuhan hidup” Shana.
“Berarti kita senasib”
artis paling handal sedang menangis.
“Setan tidak mungkin
memberi gratis tanpa tumbal bagi siapapun yang sedang menjalani kontrak
sekaligus menjual jiwa terhadap sang penguasa gelap” Shana.
“Tapi, saya selalu
dihubungi ma mereka” Shine.
“Katakan tidak apa pun
yang terjadi” Shana.
“Tapi, mereka biasa
datang ke rumah begitu saja memakai kekuatan telepati” Shine.
“Apa saya bisa tinggal di
rumahmu? Jangan sampai mereka memaksa saya tanda tangan kontrak” Shine memasang
wajah sangat takut.
“Saya mau jual diri ma
setan yang penting ada teman dan ga sendiri” Shine.
“Penakut, tapi mau uji nyali” Shana.
Pada akhirnya Shana
membiarkan gadis comel tadi tinggal untuk sementara waktu di rumahnya. Sang
target sukses masuk dalam perangkap.
Bagaimana saya berjalan
ke depannya? Hal terkacau yang pernah ada adalah pria tua seolah sengaja
mengambil kontrakan rumah di samping tempat tinggal Shana. “Kau” Shana terkejut
melihatku duduk seperti orang bodoh dengan bibir sumbing ketika melewati rumah
kami.
“Kau tinggal disini?”
mata Shana terbelalak.
“Aldrich, dasar pembawa
sial” teriak pria tua dari dalam rumah.
“Coba saja kau tidak bangkrut,
saya juga tidak mungkin bangkrut sampai-sampai harus jadi tukang jahit sepatu
untuk menyambung hidup” teriakannya lagi sambil melempar salah satu sendal
miliknya ke tubuhku.
Kelewat menghayati peran
sampai saya dilempar sendal busuk miliknya. “Ga segitunya juga keles” rasa
kesalku dalam hati.
“Siapa di dalam?” Shana.
“Ka...ka...ka...kek
tu....tu...a” bicara gagap.
“Kau sudah bisa bicara? Syukurlah,
setidaknya ada perubahan” Shana.
Perasaan yang menjemput
kemarin ka’Dhavy buat ke markas, lantas?
Beruntung saja ka’Dhavy memakai jenggot lebar membahana di seluruh tubuhnya
kemarin, jadi wajahnya tidak dikenali. “Apa dia yang mengambilmu kemarin?”
Shana.
“Bawah saja manusia
pembawa sial itu ke rumahmu” pria tua bertolak pinggang depan pintu rumah.
“Shana, siapa mereka?”
Shine memasang wajah mengerikan berjalan ke sampingnya.
“Dia kenalanku” Shana.
“Jangan katakan kalau kau
menyukai pria cacat semacam dia” Shine menunjuk ke arahku memasang wajah jijik.
“Dia normal, hanya stroke
saja” Shana sedikit gagap.
“Stroke artinya cacat,
idiot, tidak normal, miskin melarat, dan satu lagi selalu menyusahkan semua
orang di sekitarnya” Shine.
“Lantas? Memang ada pria
naksir ma saya gitu?” Shana.
“Siapa bilang ga ada yang
naksir? Gadis sepertimu cantik-cantik sedap-sedap, terus cantik-cantik
mengerikan juga masuk” Shine.
“Cantik-cantik sedap-sedap?
Cantik-cantik mengerikan? Maksudnya?” Shana.
“Maksudnya ya kau selalu
cantik, titik” Shine.
Bahasa juga terdengar
sedap-sedap mengerikan. “Saya selalu membayangkan pria kaya tajir melintir datang
melamar, gimana dengan dirimu?” Shine.
“Jangan jatuhkan harga
dirimu ma pria bbir sumbing, miskin, cacat semacam dirinya” Shine menarik
tangannya agar berjalan meninggalkan kami. Wajah Shana masih sempat berbalik,
hanya saja Shine mengalihkan pandangannya lagi. Apa dia mulai terbawa arus
hidup? Gadis polos macam dirinya sekali jatuh ke jurang bisa langsung hancur
hanya dalam waktu sekejap.
“Kita lihat sampai dimana
imannya bertahan” pria tua berbisik ke telingaku.
Terkadang saya berusaha mengintip
apa yang sedang dilakukan olehnya. Shine sibuk memancing adiknya biar si’kakak
terpancing emosi. Denganku dia selalu terbawah emosi, lantas dengan orang lain?
Shana terlihat biasa saja...
Skenario kedua adalah
mempekerjakan Shana di tempat kumpulan para sosialita. Sebuah restoran tempat
berkumpulnya segala jenis sosialita. Entah dari mana pria tua itu bisa mengenal
manager tempat tersebut. Dia bekerja sebagai cleaning servis dengan gaji jauh
lebih baik dibanding pekerjaannya sekarang.
Shine dan dirinya
memiliki jadwal kerja yang sama. “Shana, coba perhatikan tas yang dipakai ma
wanita itu” menunjuk ke arah Nara.
“Memang kenapa?” Shana.
“Tas keluaran terbaru”
Shine terlihat histeris seketika.
“Kapan saya bisa memiliki
tas branded seperti itu?” Shine.
Karena membutuhkan uang
hingga Shana langsung menerima pekerjaan
cleaning servis. Seorang Shana memiliki ijasah Qum Laude, akan tetapi berakhir
sebagai cleaning servis sekaligus kuli kasar? Bagaimana dia akan melewati
semuanya?
“Saya harus berjuang mendapat
pria tajir melintir bagaimanapun caranya” Shine.
“Shana, mari kita
berjuang bersama-sama mengejar pria kaya 7 keliling mengalahkan Mark Suckerbeg”
Shine.
Saya hanya memperhatikan
pergerakannya dari kejauhan. Pria tua menyuruhku menyamar ketika berada di
tempat tersebut biar tidak dikenali. Nara dengan sengaja menabrak dirinya
hingga membuat pakaian yang dikenakan basah. “Kau punya mata tidak?” dua bola
mata Nara melotot mengamuk.
“Sadar tidak, tas ini
harganya sejuta kali lipat dibanding gajimu” makian Nara.
Nara memang cocok
memerankan antagonis dalam sebuah dunia perfilman. Sifat angkuh dimainkan
dengan begitu mudahnya. “Sadar tidak gaun ini harganya ratusan juta” Nara.
Shana berusaha bersikap
tenang. Sedikit lagi sisi emosionalnya memuncak, namun berusaha ditahan.
“Maafkan teman saya” Shine membungkukkan badan.
Shana terlihat shock mendengar
ucapan Nara. “Cara balas dendam paling jitu adalah menjadi orang kaya” Shine
berkata-kata setelah jauh dari Nara.
“Rasanya sakit kalau
direndahkan, makanya hanya ada 2 cara menjadi manusia kaya tajir melintir.
Menjual jiwa ke lucifer atau menikahi pria tajir sekalipun jadi istri ke-10”
Shine masih saja berceloteh.
“Saya harus menyelesaikan
pekerjaan” Shana.
Dia berusaha
menyelesaikan pekerjaannya. Akhir-akhir ini sosok Shana menjadi begitu pendiam,
jauh berbeda ketika saya mengenalnya pertama kali. Apa yang sedang terjadi?
Hari kedua di tempat
kerjanya adalah personil F4 berjalan masuk ke dalam restoran. “Gantengnya” mata
Shine tidak berkedip sama sekali. Personil tersebut diantaranya; Adriel
berperan sebagai Levin sekaligus bos pertama, Feivel sebagai Kenzie, Ha sebagai
Joachim, dan terakhir ka’Dhavy sebagai professor Kenaz.
Saya hanya duduk
memandangi tingkah mereka semua. Wajahku penuh brewok, memakai hoodie, topi,
kacamata hitam hingga tidak seorangpun mengenalku kecuali manusia-manusia tengil
itu. “Sepertinya kita pernah bertemu” Adriel maksudku Levin menatap ke arah
Shana.
“Maaf, anda salah orang”
Shana.
“Saya tidak sengaja menabrak
anda waktu itu” Adriel.
“Saya juga tidak sengaja
menabrak gadis cantik di depanmu” Feivel.
Shana sedang dikelilingi personil
F4. Dia terlihat grogi memegang alat pel. “Sampai dimana imannya?” bunyi pesan
menohok pria tua terus saja bersikap jahil terhadapku.
“Kalian mengenal Shana?”
ka’Dhavy berusaha membersihkan kacamata miliknya.
“Berarti tinggal saya
saja yang belum mengenal dia siapa?” Ha.
“Kenalkan namaku Joachim
salah satu arsitek terbaik bahkan masuk jajaran situs pencaharian paling utama
karena katampanan sekaligus prestasi yang kumiliki” Ha.
“Narsis” Shana sedikit
tertawa.
“Perkenalkan saya Keylan”
Shine segera masuk menyalami mereka semua.
“Maaf, sepertinya kami
semua tidak tertarik berkenalan denganmu” Adriel menarik tangannya dari Shine.
“Shana, ingat pesanku”
ka’Dhavy.
“Jangan lupa bahagia”
ka’Dhavy.
Apa seorang Shana sedang terjebak? “Jangan sekali-sekali menjadi
perempuan perebut laki orang, ngerti?” Nara memasang wajah beringas hingga
menarik kasar kerah baju Shana seketika setelah kepergian F4 abal-abal.
“Siapa yang direbut?”
Shana semacam mengalami serangan jantung.
“Pura-pura bodoh polos
lagi, pada hal gatal” Nara.
“Saya benar-benar tidak
mengerti” Shana.
“Kurang ajar, cewek
murahan, ngaca dong” teriakan beringas Nara.
“Sekali lagi maafkan
sahabat saya” Shine bergegas membungkukkan badan meminta maaf.
“Tapi, saya tidak
mengerti maksud ucapan dia, kenapa harus minta maaf?” Shana.
“Kalau masih mau aman,
lebih baik minta maaf saja” Shine.
Shana terlihat makin
shock setelah peristiwa tadi. Dia selalu terlihat murung belakangan ini. Dirinya
yang sekarang jauh berbeda dengan yang sekarang.
“Mati saja kau manusia
pembawa sial” pria tua sengaja menendangku ketika dia berjalan melewati rumah
kami.
“Saya ingin kembali
menjadi kaya raya” pria tua makin berteriak.
Apa Shana berusaha
membantuku lepas dari pria tua itu? Entahlah. “Pria tua, sadar tidak kalau situ
sudah berbau tanah” Shana berbalik kembali ke rumahku sambil berteriak.
“Bagaimanapun dia anakmu
bukan pembawa sial. Sudah bau tanah masih juga tidak waras” rasa kesalnya.
Shana kemudian berjalan
pergi meninggalkan kami. Hanya itu saja kata-katanya? Pernyataan apaan ini? “Dia
benar-benar badas menghanyutkan” pria tua berbisik ke telingaku.
“Perempuan badas paling
mematikan” Nara tiba-tiba saja berdiri di belakang kami sambil berbisik.
“Sejak kapan kau berdiri
disini?” pria tua.
“Masuk ke dalam atau dia
akan curiga!” mimik wajahku terlihat menyeramkan.
Kami saling menatap satu
sama lain dalam rumah kontrakan kecil. “Saya penasaran lihat karakter gadis itu
seperti apa” Nara.
“Kau benar-benar
keterlaluan” kalimatku.
“Justru, saya menyukai
akting antagonis gadis cantik di sampingku” pria tua.
“Dia sudah terlalu lama
menderita” ujarku.
“Tidak berarti dia sudah
terlalu lama menderita, dan tidak akan terjebak sama sekali” pria tua.
“Brayn, jangan gunakan
perasaanmu disini! Apa yang ada di tanganmu sekarang kau bayar tidak memakai
uang, melainkan memakai ruang hati yang selalu saja terluka dan cucuran air
mata” penekanan Nara.
“Sebaiknya, kau balik
saja ke tempatmu” pria tua mengusir Nara.
“Saya ga mau pulang
sebelum menciptakan sensasi paling spektakuler” Nara.
Kelakuannya terlihat
mencurigakan. Tepat dugaanku. Nara keluar dan berjalan ke rumah Shana sambil
menggedor-gedor pintu. “Keluar sekarang juga!” teriak Nara.
“Wanita jalang, perebut
laki orang keluar sekarang juga!” Nara menjadi pusat perhatian beberapa
tetangga.
Shana makin terkejut setelah
pintu rumahnya terbuka. “Karena kelakuanmu, pasanganku minta cerai” Nara.
“Siapa?” Shana kaget
bukan main.
“Salah satu dari 4 pria
tampan tadi itu calon suami saya” Nara.
“Kan belum juga nikah,
masa bilang cerai?” Shine masuk ke tengah mereka berdua.
“Tumben, kau tidak minta
maaf ma dia seperti tadi?” Shana.
Tawaku meledak mendengar
ucapannya. “Kan tadi di tempat kerja, masalahnya yang sekarang statusnya di
rumah dan kelakuannya memang keterlaluan” Shine.
“Siapa yang keterlaluan?”
Nara menjambak rambut Shine. Terjadi perkelahian sengit antara 2 perempuan
gila.
“Kenapa jadi begini?”
Shana terlihat depresi. Jambak menjambak rambut dimainkan.
“Rasakan ini” Shine
melemparkan telur ke wajah Nara.
“Rasakan ini” Nara balik
melempar saus tomat ke seluruh wajah Shine.
Kenapa jadi mereka berdua
yang berkelahi? Ini Cuma akting atau memang betulan? Mereka berdua sampai
kapanpun sahabat sejati di manapun. Di markas saja selalu terlihat adem, masa
iya? Ada masalah apaan?
Wajah Shana ikut hancur karena
terkena lemparan telur, tepung, saus tomat, dan lain-lainnya. “Berhenti!”
teriak Shana sangat geram.
Semua terdiam mendengar
teriakan tadi. Hal yang terjadi selanjutnya adalah Shana tertawa keras melihat
2 manusia di depannya. Apa Shana sudah benar-benar depresi?
“Shana, jangan membuatku
ketakutan” Shine.
“Kalian berdua
keterlaluan” Shana masih tertawa.
“Shana” Shine mulai
terlihat panik.
“Silahkan minta maaf ma dia!”
Shana menatap ganas Shine.
“Dan kau juga minta maaf
ma dia!” Shana berbalik ke arah Nara sambil memasang wajah menakutkan. Nara
memang sukses memerankan karakter antagonis, tetapi dirinya pertama kalinya dibuat
tidak berkutip oleh Shana hanya dengan sekali tatapan.
Mereka berdua saling
meminta maaf. Shana masih saja tertawa. “Wajah kalian berdua terlihat lucu”
Shana segera masuk ke dalam rumah seolah melupakan ucapan Nara sebelumnya. Dia
sepertinya tidak ambil pusing ucapan kasar Nara tadi.
Cerita selanjutnya adalah
personil F4 abal-abal menjalankan pendekatan-pendekatan tertentu hanya untuk
menggoda dirinya.
“Bunga buatmu gadisku yang
paling cantik” Joachim memberi setangkai bunga mawar.
“Kenapa?” Joachim.
“Pertama kalinya seorang
pria memberiku setangkai bunga” ucapan Shana sambil terus memegang alat pel di
tangannya.
“Lain kali, kita berdua
jalan bersama” Joachim tersenyum, kemudian berjalan pergi.
“Shana, jangan lupa
bahagia” ujar profesor Kenaz menyapa dirinya ketika beranjak pulang.
“Shana, cokelat buatmu”
dokter Kenzie memberinya batang cokelat di depan rumahnya langsung.
Bagian 12...
BRAYN...
Mereka berjuang keras
untuk memancing kehidupan gadis itu. “Dari mana tahu alamat rumahku?” Shana
kaget seketika.
“Kau dan saya sepertinya
ikatan batinnya kuat, jadi ruang hatiku selalu tahu Shana berada dimana” dokter
Kenzie.
Tuhan, sejak kapan Feivel
menjadi manusia penggombal seperti ini? Ingin marah? Tetapi tidak mungkin juga
kulakukan. Peran dari manusia autisme menjadi dokter penggombal? Luar biasa...
“Shana, nanti kakimu
terkilir kalau jalan terus” Levin segera menarik tangannya menuju lamborginie
keluaran terbaru.
“Sejak kapan kakiku
terkilir?” raut wajah kebingungan Shana terpajang.
“Sejak tadi” senyum manis
Levin berusaha memperbaiki anak rambutnya.
Mereka benar-benar iblis.
Saya sejenis spesies bodoh mengekor di tempat tersembunyi. “Makanlah!” dari
mana dia tahu saya lagi duduk disini? Seorang Shana tidak lagi berteriak ke
arahku sama seperti dulu.
“Seharusnya saya
menertawakan keadaanmu, namun entah kenapa sesuatu menahanku” Shana memasukkan
sepotong roti ke dalam mulutku.
“Kenapa bisa saya terus
saja mempercayai ucapan bodohnu kemarin?” Shana.
“Lupakan! Lagian kau saja
sekarang sulit berbicara” Shana masih terus ngoceh.
“Saya tidak pernah
menyesal mengenal manusia sepertimu kemarin, bahkan merawatmupun buatku semacam
petualangan yang mungkin sulit dilupakan” Shana.
Dia terus saja berceloteh
di sampingku. Sikapnya tidak lagi menampakkan wajah marah ke arahku. “Shana,
apa yang kau lakukan disini?” Shine berteriak segera menarik Shana.
“Dengar, jangan pernah
menyukai pria tanpa masa depan terlebih cacat karena stroke semacam dirinya”
Shine.
“Kau gadis paling
beruntung jadi rebutan 4 pria tampan, tajir melintir, jenius, punya pengaruh.
Masa iya sih menolak berlian, lantas mengambil tai kucing?” Shine terus saja
berkata-kata.
“Siapa yang memperebutkan
saya?” Shana terlihat kebingungan.
“4 pria ganteng maksimal
itu terus saja mencari perhatianmu hingga membuatku iri 7 keliling. Semua gadis
ingin seperti dirimu dikejar 7 keliling” penekanan Shine.
Saya hanya diam seribu
bahasa menyaksikan kalimat demi kalimat sosok Shine. Apa Shana terjebak?
Entahlah. Sejauh ini dia sama sekali belum merespon sesuatu. Raut wajahnya
bahkan selalu terlihat shock tiap personil F4 abal-abal mengejar dirinya.
Nara selalu saja melemparkan raut wajah
mengesalkan tiap bertemu dengannya. Wanita sosialita bersama barang-barang
branded di sekujur tubuh Nara semakin menciptakan sesuatu objek tersendiri.
“Shana, dengar, hidupmu harus berubah” Shine mencoba mengingatkan kembali
ketika mereka berdua sedang bekerja.
“Gunakan kesempatan untuk
hidup layak. Manfaatkan peluang besar di depanmu” Shine menunjuk para personil
F4 abal-abal.
“Happy birthday Shana” Levin
berjalan ke depannya memberikan sebuah kalung berlian. Saya saja tidak tahu
tanggal lahir Shana, lantas mereka tahu dari mana? Adriel mendapat kalung
berlian dari mana? Lamborginie yang dipakai sekarang saja hanya pinjaman dari
sahabat pria tua.
“Happy birthday Shana” Joachim
menyerahkan sebuah tas keluaran terbaru.
“Shana, kuharap dirimu
selalu berbahagia” profesor Kenaz memberinya kunci rumah sebagai hadiah ulang
tahun.
“Shana, ingatlah kalau
kita berdua memiliki ikatan batin paling kuat” dokter Kenzie memberi tiket
liburan gratis sekaligus hotel bintang 5 buat penginapan nanti.
“Saya sepertinya butuh
psikiater” 2 bola mata Shana membelalak.
“Shana pilih siapa
diantara pria tajir itu?” Shine.
“Saya mimpi apa semalam?”
Shana segera duduk sekitar pojok ruang tempat beristirahat setelah jam kerja.
Apa dia terlihat
histeris? Terlihat bahagia? Raut wajah penuh haru? Entahlah. “Andaikan saja
saya menjadi dirimu, dikejar sekaligus jadi rebutan cowok ganteng kaya 7
turunan” Shine menarik napas panjang.
“Saya benar-benar tidak
waras sekarang” Shana segera berjalan keluar meninggalkan tempat kerjanya tanpa
pamit.
Bagaimana dia menanggapi
kisah hidupnya sekarang? Saya hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Terkadang
seorang Brayn ingin kembali bersikap usil seperti dulu hingga membuatnya
berteriak keras. Kenapa dia jadi pendiam sekarang?
“Berikan dia kue ini!”
pria tua berbisik ke telingaku.
“Dari mana anda tahu saya
berada disini?”
“Mataku ada 1000” pria
tua tersenyum.
Saya harus berjalan
pincang karena pengaruh stroke diusia muda. “Ha ha ha py bi bi bi birth day”
bahasa kacau mengejutkan dirinya.
“Kau menguntit?” Shana.
“U u ulang ta ta ta tahun
Shana” ujarku.
Dia tersenyum sambil
mencoba membantuku memegang kue berukuran mini, kemudian menyalakan lilin.
“Bu bu buat per per permo
mo mohonan dulu”...
“Tuhan, Shana ga minta banyak,
hanya saja kembalikan tubuh pria di depanku seperti dulu lagi. Amin” doa Shana
keras-keras. Dia meniup lilin di depannya sambil tersenyum.
“Ke ke ke napa?”
“Sepertinya ada yang
kurang” Shana.
“Entah kenapa saya merindukan
kembali momen berteriak sambil memaki dengan bebas dirimu tiap bersikap usil terhadapku”
Shana memelukku seketika.
Apa dia berucap dari
hatinya? Atau hanya merasa kasihan terhadapku? “Kau harus cepat sembuh biar
bisa kembali seperti dulu” Shana.
Apa saya salah dengar? Tuhan,
katakan kalau semua yang kudengar bukan mimpi belaka. Segera bangunkan diriku
dari tidur biar saya cepat sadar kalau semua ini hanya sesaat. “Jangan sakit
biar saya bisa berteriak keras ke arahmu seperti dulu lagi” Shana.
“Anggap saja saya gadis
paling bodoh di dunia, mulai menyukai pria gila sepertimu, pada hal sudah tahu
kalau kehidupanku sendiri akan selamanya menderita dan menderita bahkan pada
akhirnya akan tetap menderita” tangisan Shana pecah seketika.
“Shana”...
“Seperti ada yang hilang sewaktu
pria gila di rumahku pergi tanpa kabar, lebih kacau lagi datang ngontrak
tiba-tiba samping rumahku” Shana.
Apa saya salah dengar? Tuhan,
apa dia fix 100% maksudku sejuta persen tulang rusukku? Secara manusia,
personil F4 abal-abal berjuang keras mengejar dirinya...
“Shana, apa saya tidak
salah dengar?” Shine entah dari mana berjalan masuk ke tengah kami.
“Kau gadis paling bodoh,
gila, hancur lebur menolak berlian, lantas mengambil tai tikus” Shine menatap
tidak percaya ke arah Shana.
“Memang saya bodoh”
Shana.
“Semua orang iri melihatmu,
lantas sekarang kau melewatkan kesempatan menjafi kaya raya 7 keliling hanya
karena manusia stroke satu ini?” Shine berteriak keras.
“Ambil saja mereka biar
situ bisa kaya tajir melintir” Shana.
Dia menarik tanganku
untuk pergi meninggalkan gadis tengil. Shana menyatakan perasaannya terhadapku?
Tuhan, apa saya tidak salah dengar? Lantas, bagaimana saya bercerita kejadian
yang sebenarnya? Kenapa saya jadi ketakutan begini?
“Kalau pria tua itu
berteriak lagi ke arahmu, panggil saja saya” Shana.
“Pembawa sial sudah
pulang rupanya” pria tua ternyata sudah berdiri depan pintu rumah.
“Pria tua, setidaknya
manusia sepertimu bertobat sebelum dipanggil Tuhan” Shana.
“Siapa tahu sebentar
malam situ dipanggil ma Tuhan, sudah bau tanah masih saja jadi iblis” Shana.
Gadis itu berjalan pergi
meninggalkan kami. Ternyata personil F4 tertawa tanpa memperdengarkan suara di
dalam rumah. Mereka semua berkumpul di rumahku dan bersembunyi dalam kamar.
“Pria tua bau tanah harus sadar diri” sindir Ha.
“Peran antagonis terbaik
tidak lagi dipegang Nara si’gadis judes, melainkan pria tua” sindir Adriel.
“Jangan berbicara terlalu
keras, takut kedengaran sampai keluar”
kalimatku...
“Yang lagi
berbunga-bunga” Feivel.
“Selesaikan secepatnya,
karena kita semua harus kembali berpetualang memainkan skenario spesial buat Ha
dan Adriel” ka’Dhavy.
“Saya saja lagi berpikir,
ngejelasin ke dia gimana caranya” ungkapku.
“Kalian bertiga kemarin,
kenapa bisa ketahuan?” segera berbalik menatap Feivel dan Nara, sedang Shine
sendiri tidak bersama kami.
“Ceritanya kami dipertemukan
ma pendeta yang sama tanpa disengaja” Nara.
“Saya curiga pendeta itu
masih sahabatan ma pria tua” Adriel.
“Fitnah lebih kejam dari
pada pembunuhan” tuan Ahaziah.
“Saya juga merasa tidak ada
kenalan pendeta manapun di daerah tempat mereka bertiga mencari jodoh”
ka’Dhavy.
“Bola mata pendeta itu
menakutkan” kenang Nara.
“Pikirkan cara untuk
menjelaskan sebelum dia mengamuk 7 keliling karena merasa dibohongi kalau semua
ini hanyalah skenario!” Feivel.
Shana tidak seperti gadis
lain, jadi, seandainya semua ini diketahui olehnya, maka akan terjadi ledakan
nuklir. Dia belum tahu kalau saya hanya mempermainkan dirinya melalui penyakit
stroke di usia muda. Butuh strategi untuk memberi tahu kebenaran sebenarnya.
“Selamat pagi” teriakan
seseorang sambil menggedor pintu.
“Pria tua” segera
membangunkan tuan Ahaziah.
“Tetanggaku idolaku” pria
tua berkata-kata setelah mengintip keluar.
Saya segera melompat dari
tempat tidur. “Sha sha shana” ucapanku setelah membuka pintu.
“Buatmu” Shana memberiku
semangkuk bubur.
“Kau harus kembali pulih
biar kita bisa berteriak gila bersama” Shana.
Dia pasti gila kalau
menyadari cerita sebenarnya. Saya harus mempersiapkan mental sebaik mungkin.
Tuhan, tolong bantu saya memberitahu dirinya tentang sebuah kenyataan hidup.
Shana mengembalikan semua
barang pemberian para personil F4 abal-abal. “Saya tidak pernah menyukai
kalian, ngerti?” kalimat tegas Shana terhadap mereka di restoran.
“Satu lagi, saya juga
tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya memakai jalan pintas” Shana.
“Jalan pintas?” ucapan
serentak mereka.
“Jalan menjadi orang kaya
itu dengan cara menikahi pria kaya raya 7 keliling dan lain-lainnya” Shana.
“Tapi, saya tidak bisa
hidup tanpamu” dokter Kenzie.
“Temanku saja masalahnya
dia sangat tergila-gila ingin menjadi pasangan salah satu dari kalian” Shana
segera mendorong tubuh Shine yang kebetulan berjalan melewati mereka.
“Dia tidak masuk level
keles” Levin.
“Badannya ga bohai”
dokter Kenzie.
“Wajahnya ga secantik
wajahmu” Joachim.
“Betisnya betis
kesebelasan” profesor Kenaz.
“Kurang ajar, memang situ
sempurna? Shine kesal mendengar keusilan mereka.
“Sangat sempurna” ucapan serentak
mereka.
“Silahkan kalian
berkelahi, saya mau lanjutkan pekerjaanku yang tertunda, by” Shana seolah tidak
memperdulikan obrolan mereka.
Tuhan, bagaimana cara
saya memberitahu dirinya? Saya hanya bisa mengekor diam-diam untuk melihat
aktifitas yang sedang dilakukan olehnya. Nuklir berjalan pasti akan meledak di
tempat tidak terduga.
Apa yang sedang terjadi?
Dia mau kemana? Shana berjalan dengan raut wajah tidak seperti biasanya sambil
memegang selembar foto di tangannya. “Mati banyak” ucapanku setelah menyadari lembaran
foto tersebut.
Dia ternyata menjebak
personil F4 di sebuah jalan sepi. “Apa
kau berubah pikiran?” Levin masih belum mengerti.
“Apa kau akan memilih
salah satu diantara kami sebagai pasangan terbaikmu?” dokter Kenzie.
“Shana, kenapa memanggilku
kemari?” Shine juga ikut terjebak di dalamnya.
“Pelakor, kenapa kau
memanggil saya kemari? Mau buat perhitungan?” makian Nara belum menyadari
sesuatu.
Saya berusaha memberi
kode terhadap mereka di tempat persembunyian, sayangnya tidak seorangpun
mengerti maksudku. Ledakan nuklir sepertinya akan meledak. Brayn, persiapkan
mentalmu! Tidak disangka ternyata pria tua juga sengaja dipancing ke jalan
tersebut olehnya.
“Tetangga, apa maksudmu
mengundang saya kesini?” teriak pria tua.
“Kalian sudah berkumpul
semua?” Shana berkata-kata sinis.
“Perempuan gatal, mau
ngapain mempertemukan kami?” Nara mendorong tubuhnya.
“Saya yang harusnya
bertanya dan meminta penjelasan, perempuan gila” penekanan Shana balik
mendorong Nara.
“Foto apaan sih?” Shine
berpura-pura bodoh.
Foto di tangan Shana
berisi 6 sahabat, pria tua, ka’Dhavy, dan ka’Arauna sedang tersenyum bahkan
saling merangkul satu sama lain. Menjadi pertanyaan, kenapa saya tidak dijebak
juga ma Shana? Persiapkan mental menghadapi ledakan nuklir.
“Kalian siapa dan berasal
dari mana?” Shana.
“Kalian pikir saya
segampang itu percaya kisah percintaan, maksudku para pangeran kaya mengejar
gadis miskin tanpa tujuan tertentu” Shana menatap satu persatu wajah mereka.
“Perasaan dalam foto ini
masih ada 2 personil yang belum datang” profesor Kenaz.
“Kenapa Brayn ga
dipanggil juga, padahal tinggal di samping rumahnya?” dokter Kenzie.
Rasanya seperti disiram
air panas di siang bolong. “Saya bukan gadis bodoh yang dengan begitu
gampangnya terjebak, ngerti?” teriakan Shana.
“Dari mana kau mendapat selembar
foto di tanganmu?” Shine.
“Kau yang menjatuhkan
sendiri foto ini kemarin” Shana.
“Bisa anda jelaskan
kenapa mempermainkan manusia sepertiku?” Shana.
“Kalian ternyata sahabat,
sedang saya manusia bodoh yang entah kenapa dijadikan umpan permainan” Shana.
“Shana” Sbine.
“Saya terlalu polos karena
terlalu percaya ucapanmu” Shana menatap wajah Shine.
Siapa sih tidak marah
dipermainkan seperti ini? Seandainya saya jadi dia pasti akan mengamuk,
terlebih ketika tekanan bertubi-tubi terus saja menghardik tanpa henti.
“Manusia tengil keluar
dari persembunyianmu sekarang juga!” Levin berteriak keras menyadari
keberadaanku.
“Jangan jadi pengecut”
sindir Feivel.
“Kemari” Shine menyadari
tempat persembunyianku.
“Jawaban pertanyaanmu ada
ma dia” personil F4 abal-abal menunjuk kearahku serentak.
“Selesaikan masalahmu!”
Nara menepuk-nepuk bahuku.
“Dia yang akan
menjelaskan kenapa kau menjadi bahan permainan buat kami semua” pria tua berujar.
“Jangan gunakan
emosionalmu! Kami harap kau mendengarkan penjelasannya hingga paling detail
dengan kepala dingin” Nara berkata-kata terhadap Shana.
“Satu lagi, saya hanya
penasaran ma karaktermu, tidak berarti kau gadis gatal seperti ucapanku” Nara.
Mereka semua berjalan
pergi meninggalkan kami berdua. Apa dia menangis? Jawabannya adalah dia
berjuang untuk tidak menjatuhkan air matanya. Ucapan Nara sedikit membantu
hingga Shana berusaha untuk tetap tenang dan tidak memakai sisi emosionalnya.
“Saya seperti manusia
bodoh” Shana duduk tersungkur ke tanah.
“Mungkin kata maaf tidak
akan menyelesaikan masalah, tetapi hanya kata seperti itu saja yang bisa keluar”
ucapan pertama buatnya.
“Kau bisa bicara normal?”
Shana hampir-hampir serangan jantung menatap ke arahku.
“Ceritanya panjang, saya
akan menjelaskan semuanya, tapi tidak disini” segera menarik tangannya.
Dia seolah sudah tidak
bernyawa. Ingin marah? Ingin berteriak? Sesuatu menahan dirinya. Mencoba
bersikap tenang tanpa berbicara lagi. Pada akhirnya, kami berdua berada di
sebuah rumah kecil jauh dari keramaian.
“Saya berasal dari sebuah
organisasi tersembunyi. Kami dipersiapkan untuk menjalani sebuah kehidupan
tentang sebuah perbaikan kelak, kalau Tuhan membuka akses dan mengizinkan”
mencoba menjabarkan sesuatu hal terhadapnya.
“Hubungannya dengan saya?”
Shana.
“Seluruh personil dari
organisasi ini berasal dari generasi muda. Sang bos memang meminta anak muda dan belum pernah menikah sama sekali yang
harus mengikuti proses berkepanjangan bahkan berkesinambungan” ujarku lagi.
“Hubungannya?” Shana.
“Pada akhirnya, kami
semua dituntut mencari pasangan hidup dengan cara berbeda dibanding kebanyakan
orang di luar sana seiring waktu berjalan” jawaban buatnya.
“Berpetualang, memerankan
pria kaya, memiliki rumah bordil, stroke di usia muda setelah mendapat target
paling tepat, dan lain sebagainya” kalimatku.
“Target paling tepat
katamu?” mata Shana membelalak.
“Saya tidak benar-benar bernafsu
mengingini mengambil perawanmu, semua itu hanya pancingan semata untuk mencari
tahu apakah kau memiliki harga diri atau tidak sama sekali” ucpanku.
“Ingin mencari tahu
kapasitas imanmu seperti apa ketika tekanan terus saja menghancurkan hidupmu”
kembali penjabaran buatnya.
“Apa yang kau simpulkan
tentangku?” Shana.
“Badas maksudku bar-bar”
jawaban buatnya.
“What?” Shana.
“Bayangkan saja, Nara tidak
berkutik karena perbuatanmu” ...
“Siapa itu Nara?” Shana.
“Gadis cantik yang selalu
menyebutmu sebagai pelakor”...
“Dia?” Shana.
“Dia senang memainkan
jebakan untuk memancing sekaligus mencari tahu sesuatu hal, kelebihan paling
hakiki hingga dirinya ditempatkan dibeberapa bidang penting” jawaban buatnya.
“Kau menyukai dia, lantas
kenapa menjebakku?” Shana.
“Dia bukan tipeku keles” balasan
buatnya.
“Siapa pria tua itu?”
Shana.
“Salah satu bos paling
berpengaruh, jadi, jangan macam-macam!”
“Tapi, waktu itu saya
memaki dirinya” Shana terlihat ketakutan.
“Banyak berdoa saja”...
“Lantas, maksud kalian
menjebak masalah pria ganteng?” Shana.
“Kehidupan di atas
terlalu banyak godaan dan tidak hanya permasalahan lawan jenis, seandainya kau
memilih salah satu dari antara mereka berarti kau dinyatakan gagal total”...
“Segitu parahnya” Shana.
“Jangan sampai kelemahan
seperti ini mengorbankan orang banyak terlebih
kaum lemah di bawah sana”...
“Sampai segitunya mencari
pasangan hidup” Shana.
Dia seolah lupa apa yang sedang
terjadi dengannya tadi. Marah, kegeraman, kekesalan hilang begitu saja. Itulah
alasan mengapa saya benar-benar menyukai dirinya. Dia tidak pernah kecewa
dengan ketidak adilan yang terus saja mempermainkan hidupnya.
“Lantas, kenapa Keylan
berusaha menjebakku masalah menjual jiwa ma setan dan segala kekayaan?” Shana.
“Namanya Shine si’gadis
comel bukan Keylan” berusaha meluruskan masalah.
“Dia memang ditugaskan
langsung ma bos besar untuk memancing dirimu, kehidupan di atas itu tidak
semudah yang dipikirkan dimana seseorang
akan selalu diperhadapkan jalan pintas ataukah bertahan terhadap proses untuk
mencapai objek yang diinginkan” kembali menjelaskan sesuatu terhadapnya.
“Termasuk perasaan kecewa?”
Shana.
“Yes, apakah kau akan
tetap bertahan di jalan lurus sekalipun keadaan terlalu menyakitkan sekaligus
mengecewakan atau tidak sama sekali” menjawab pertanyaannya.
“Berarti suatu hari nanti
saya menjadi istri sekaligus ibu dari anak-anak manusia paling penting, gitu
maksudnya?” Shana masih terys bertanya.
“Menurutmu?”
“Mana saya tahu” Shana.
“Sudah tahu masih nanya
lagi” menyentil keningnya.
“Sebenarnya kau hampir
dinyatakan tidak lulus karena karaktermu kelewat bar-bar” tiba-tiba saja Nara
berjalan ke tengah kami. Ternyata semua diam-diam jadi penguping di luar.
“Kalian mengikuti kami?”
“Sekedar jaga-jaga jangan
sampai ada ledakan nuklir” Feivel.
“Kenapa mengatakan saya
hampir-hampir tidak lulus tadi?” Shana.
“Sifatmu kelewat bar-bar”
Nara.
“Hanya saja, kami semua
berpikir kalau Brayn memiliki perbedaan karakter” Shine.
“Karakter bar-barmu itu
cukup buat nutupin kelemahannya dia” pria tua.
“Apakah tanganmu terbuka
lebar buat manusia tengil ini atau
menolak dia dengan keras?” Adriel.
Semua mata menatap tajam
ke arah Shana. “Kalaupun menolak, kami harap kau tidak membongkar rahasia kami”Ha.
Shana diam tidak berkutik
dan tidak lagi mengamuk seperti yang dilakukannya tadi. “Dia sepertinya
menolakmu, cari gadis lain saja” Nara.
“Ayo kita pergi
sekarang!” Feivel segera mendorong tubuhku.
“Lupakan gadis ini!”
Adriel.
“Lagian dia juga
hampir-hampir tidak lulus, sekalian saja tidak lulus” pria tua.
Mereka semua sudah ingin
berjalan pergi. “Siapa bilang saya nolak? Saya Cuma sedikit shock” Shana
berusaha menghalangi jalan dengan berdiri di depan pintu.
“Beri saya kesempatan
untuk memperbaiki karakter dan jangan mencari gadis lain buatnya” Shana
membungkukkan badan.
“Dasar gadis bodoh”
ujarku.
“Okey, kesempatan buatmu
diberikan” pria tua.
“Dia jadi pengemis cinta”
Shine.
“Tinggal 2 personil di
antara kalian” ka’Dhavy.
“Shana, sepertinya kalian
harus berpisah dulu untuk sementara waktu” pria tua.
“Petualangan baru
menunggu kami” ka’Dhavy.
“Jaga rahasia dan jangan
jadi mulut ember terhadap siapapun” kalimatku terhadapnya.
“Suatu hari kelak, tangis
kesedihanmu akan berganti menjadi tangis karena bahagia” pria tua tersenyum ke
arahnya.
“Jangan lupa bahagia!”
ka’Dhavy.
“Maaf atas sikapku tadi,
sekali lagi terima kasih”dua bola mata Shana berkaca-kaca.
Dia gadis kuat ketika
berjalan melintasi badai. Pria tua mencoba membantunya agar mendapat pekerjaan lebih
layak. Shana tetap bahagia menjalani apa yang ada dalam dirinya.
Bagian 13...
Shana akhirnya diterima
bekerja sebagai admin pada salah satu perusahaan di kota tersebut. Dia tidak lagi
menjalani pekerjaan sebagai kuli kasar sekarang ini. “Kekuatan orang dalam
memang is the best” Shana berujar ketika berada di bandara.
“Kau harus belajar dari perkara
kecil terlebih dahulu” pria tua berbicara terhadapnya.
“Kalau sampai sekarang
Shana masih bekerja sebagai karyawan kecil tidak berarti kami meragukan skil
dan ijasahmu” pria tua kembali berkata-kata.
“Saya sudah sangat
berterima kasih karena membantuku mendapat pekeejaan, sekarang inikan saya
sudah naik level dari kuli kasar menjadi admin kantor” Shana.
“Bersabarlah sedikit
lagi” Brayn memeluknya kuat.
“Sweet pakai banget”
sindir Nara.
“Kami bukan obat nyamuk,
ngerti” Adriel.
“Jaga diri baik-baik!” Brayn
melambaikan tangan.
Para personil kembali
memulai petualangan di sebuah kota jauh dari ibukota. Akhir cerita adalah
mereka sedang mengadakan rapat kecil setelah melakukan penerbangan. “Apa kau
bahagia?” Nara melempar pertanyaan buat Brayn.
“Raut wajahnya sudah
menjelaskan semua” Shine.
“Skenario berikut yang
harus selesai adalah kisah Adriel dan Ha” pria tua masuk ke tengah mereka.
“Apa kalian sudah siap?”
Dhavy melempar pertanyaan buat mereka berdua.
“Kami cukup siap” jawaban
tegas Adriel.
“Berhubung Adriel adalah
ketua diantara kalian, jadi, tidak mungkin juga skenario untuk pasangannya
terkesan biasa-biasa saja” pria tua.
“Jauh berbeda dengan
sahabat-sahabatnya” penekanan pria tua kembali.
“Artinya persiapkan
dirimu kawan” Brayn menepuk-nepuk bahunya.
“Apa kau masih yakin
si’Hava sanggup melewati semua ini?” Nara.
“Sangat yakin, dia pasti
bisa” Adriel.
“Bagaimana denganmu?”
pria tua menyerang Ha.
“Kalau Adriel yakin
tentang pasangannya, berarti saya juga tetap yakin dia bisa berjalan” Ha.
“Hope berasal dari
keluarga kaya, keras, memiliki aturan-aturan tertentu daam keluarga, dan
beberapa hal lain” Dhavy mencoba menjabarkan.
“Jangan sampai salah satu
anggota keluarganya menjadi iblis paling mematikan baik secara halus ataukah
kasar” pria tua.
“Terkadang keluarga bisa
saja menjadi racun tanpa pernah diduga” Nara.
“Kenyataannya, aturan
satu keluarga pun bisa membelokan jalur tertentu sekalipun terdengar lurus dan
baik di mata orang banyak” pria tua.
“Saya siap apa pun yang
kalian rencanakan” Ha.
“Kau siap apa pun
hasilnya?” pria tua.
“Saya siap, kalaupun dia bukan
pilihan Tuhan artinya di luar sana ada gadis lain yang jauh lebih baik” Ha.
“Kau siap memulai dari
nol mencari gadis lain seandainya itu terjadi?” pria tua.
“Saya siap 100%” Ha.
“Kami semua mendukungmu” Shine.
Kisah persahabatan mereka
sejak memasuki markas menyatakan dukungan satu sama lain. Feivel dan Shine akan
memainkan peran paling penting di antara hubungan Ha. “Kami akan mengirimkan
biodata Feivel ke rumah orang tua Hope” Dhavy.
“What?” Feivel hampir
tidak prrcaya.
“Dari manusia autis,
menjadi dokter, lantas sekarang jadi ceo berkarisma, terdengar menarik” pria
tua.
Seorang Feivel harus
pintar mencari perhatian ayah Hope agar bisa memainkan peranannya dengan baik.
Di lain pihak, Shine akan menjadi tunangan hasil pilihan orang tua Ha.
“Bagaimana sosok Hope menanggapi hal seperti ini?” pria tua.
“Saya siap apa pun
hasilnya” Ha.
“Saya akan berperan sebagai
orang tuamu” pria tua.
“Terserah” Ha.
Ha sendiri akan kembali
menjadi pria normal dan tidak lagi melakoni kehidupan sebagai wanita cantik. Berhenti
dari tempat kerja sebelumnya dan mencari sekolah lain sebagai pengajar. “Saya
tetap memakai nama Joachim” Ha.
“Kalau ini sih ganti nama
keles” Shine.
“Terserah” pria tua.
“Sepertinya saya ingin
memakai nama Gie saja” Shine.
“Terserah” pria tua.
“Nara sepertinya kau
harus berperan sebagai cinta pertama Debu” Dhavy.
Pembahasan mereka beralih
ke tempat Adriel. “Terdengar seru juga” Nara.
“Brayn, jadilah sahabat
terbaik Hava dalam suka maupun duka apa pun yang terjadi dan nyatakan
perasaanmu terhadapnya” pria tua.
Terjadi pembagian tugas
masing-masing di antara mereka. “Tapi, situ sudah beristri keles” Dhavy.
“Lantas, istri saya
siapa?” Brayn.
“Ka’Arauna” penekanan pria
tua.
“Mati banyak” Nara.
“Ka’Dhavy persiapkan
mentalmu!” Feivel.
“Oke, baik dengan senang
hati” Brayn.
“Adriel, apa kau siap?”
Pria tua.
“Saya siap apa pun
hasilnya” Adriel.
Adriel menyadari betul
konsekuensi di depan, sehingga dirinya sendiri harus mempersiapkan diri sebaik
mungkin. Dia duduk merenung dalam kamarnya membayangkan bagaimana Hava akan
menghadapi banyak hal.
“Tuhan, beri kekuatan
kemampuan buatnya untuk tetap bersikap bijak” isi doa Adriel semalaman.
Dia hanya ingin Hava
dapat menjalani sebuah peran. “Saya ingin bersama dengannya selama 3 hari sebelum
kalian memainkan skenario” permintaan Adriel terhadap para bos dan sahabatnya.
“Kenapa?” pria tua.
“Saya hanya ingin
menghabiskan waktu saja” Adriel.
“Kau tidak akan merusak
anak orang kan?” Dhavy.
“Ka’Dhavy, kalau saya
melakukan hal gila pasti Tuhan akan mencari pengganti dan tentunya hidupku
tinggal gigit jari keles” Adriel.
“Tidak masalah, lagian
ka’Arauna masih berada di provinsi lain sedang memainkan peran bersama personil
lainnya” Nara.
“Silahkan, kami mengizinkan!”
pria tua.
“Saya juga ingin bersama
dengannya selama 3 hari” Ha tidak mau kalah.
“Kalian spesial, ssdang
yang lain?” pria tua.
“Tidak mengapa, biarkan
saja” Shine.
Semua menyetujui
keinginan mereka berdua. Akhir cerita adalah Adriel dan Ha akan menghabiskan
waktu bersama selama 3 hari. Mereka berdua berjalan keluar sambil menikmati
udara segar di pagi hari.
“Apa kau sudah siap?”
Adriel.
“Saya harus siap apa pun
hasilnya” Ha.
“Kau akan berjalan ke
arahnya memakai wujud aslimu?” Adriel.
“Seperti yang kau lihat”
Ha.
“Kalau begitu kita pisah
jalan di sini saja” Adriel.
“Semoga harimu
menyenangkan” Ha memeluk sahabatnya sebelum akhirnya mereka berpisah.
Ha menunggu dengan setia
Hope depan pagar sekolah. “Ibu guru Hope” Ha bersuara setelah sosok wanita
cantik berjalan keluar dari sekolah.
Langkah Hope terhenti
seketika. “Anda siapa?” melemparkan pertanyaan setelah tubuhnya berbalik.
“Ibu guru Hope” sekali
lagi Ha memanggil namanya.
“Kau sudah kembali?” Hope
menyadari sesuatu. Dia tidak menyangka pria di hadapannya adalah ibu guru Embun
Strobery.
“Kau terlihat tampan”
Hope tersenyum seketika.
“Terima kasih” Ha.
“Terima kasih?” Hope.
“Ibu guru Hope sukses
membuktikan sebuah hidup hingga jalanku sendiri diputar balik oleh Tuhan” Ha.
“Sekali lagi makasih
untuk semuanya” kalimat Ha kembali.
“Kenapa tidak balik
mengajar?” Hope.
“Saya mengajar di sekolah
lain memakai identitas asliku sebagai laki-laki” Ha.
“Sudah makan?” Hope.
“Belum” Ha.
“Saya yang traktir makan”
Hope.
“Biar saya saja” Ha
segera memegang tangan Hope.
Mereka berdua
menghabiskan waktu di sebuah restoran. “Apa saya bisa memohon sesuatu?” Ha.
“Meminta sesuatu?” Hope.
“Mungkin sedikit sulit
dikabulkan” Ha.
“Katakan saja” Hope.
“Saya sedikit ragu” Ha.
“Katakan saja” Hope.
“Apa kau bisa bolos
bekerja selama 2 hari ke depan?” Ha.
“Untuk?” Hope.
“Temani saya menikmati
hidup selama 2 hari” Ha.
“Dasar” Hope sedikit
tertawa.
“Saya butuh teman jalan”
Ha.
“Saya akan memberimu
jawaban esok hari” Hope meninggalkan dirinya menuju sebuah bis.
Ha diam membisu dan
membiarkan wanita itu berjalan pergi. “Saya tidak pernah menyesal mengenalmu” ucapan
Ha tanpa sadar.
Sementara itu di tempat
lain, Adriel duduk termenung membayangkan objek-objek yang akan terjadi. Duduk
menyendiri sekitar taman bermain. “Kakak” seorang gadis manis tersenyum ke
arahnya.
“Hari ini dosen killer di
kampus Hava memberi pujian” Hava.
“Berarti Hava sudah ada
kemajuan dong?” Adriel.
“Hava sedang mencoba
belajar sesuai keinginan kakak Debu” raut wajah Hava selalu terlihat ceria.
“Kenapa kakak baru
memberitahu kalau ternyata sudah balik sejak kemarin?” Hava.
“Memang kenapa?” Adriel.
“Biar Hava jemput” Hava.
“Ga perlu keles” Adriel.
“Hadiah buat Hava mana?”
Hava menyodorkan tangannya.
“Ga ada” Adriel.
“Jangan bohong, pasti ada”
Hava.
“Temani saya menikmati jajanan
sepanjang jalan” Adriel.
“Hadiahnya?” wajah Hava
terlihat cemberut.
“Nanti saya berikan”
Adriel menarik tangan Hava segera.
Membeli semua jajanan
sepanjang pinggiran kota memberi penghiburan tersendiri buat Adriel. Dia seolah
lupa akan permasalahan di depannya. Tertawa lepas bersama dan menikmati
indahnya pasar malam...
“Perut Hava kenyang”
teeiak Hava.
“Coba 1 lagi” Adriel
masih terus saja memasukkan potongan makanan ke mulutnya.
“Perut Hava bisa buncit
kalau begini” Hava.
“Tapi, rasanya enak,
nyessel kalo ga mencoba” Adriel.
“Enak sih enak, tapi mau
ditampung dimana juga keles” wajah cemberut Hava mengudara.
“Saya punya satu
permintaan” Adriel menatap serius.
“Jangan membuat Hava
takut” Hava.
“Entahlah” Adriel menarik
napas panjang.
“Tolong jelaskan permintaan
anda!” Hava.
“Temani saya berpuasa
selama 2 hari di sebuah gereja kecil jauh dari perkotaan” Adriel segera memeluk
gadis di depannya.
“Besok Hava kerja” Hava.
“Kalau memang ga bisa
tidak apa-apa” Adriel.
“Tapi, Hava bisa izin bisa
tukaran shift kerja atau sekalian izin ma bos” Hava.
“Boleh juga” Adriel.
“Masalah kakak segitu
beratnya ya?” Hava.
“Ga berat-berat banget
sih” Adriel.
“Sudah malam, ayo
pulang!” Adriel mengalihkan perhatian.
Sesuatu yang tidak
mungkin untuk dijelaskan, namun menjadi pergumulan terbesar buatnya. Pagi-pagi
buta, Adriel mengetuk pintu rumah gadis tersebut. “Kakak, ini masih gelap” Hava
membuka pintu rumahnya setelah menerima suara telepon.
“Cepat mandi, terus kita
jalan!” tanpa basa basi memberi perintah terhadap Hava.
Gadis itu masuk ke kamar
dan mengikuti keinginana Adriel. Tidak lama kemudian Hava berjalan keluar dari
kamar setelah mandi juga berganti style pakaian. “Gunakan pakaian tebal, ntar
kedinginana di jalan baru tahu rasa” Adriel menyuruh Hava berganti pakaian
kembali.
“Begini baru oke” Adriel
memberi pujian setelah Hava memakai pakaian tebal lengan panjang.
“Kakak dapat mobil dari
mana?” ngantuk Hava sedikit hilang.
“Mobil pinjaman” Adriel.
“Baguslah, setidaknya
Hava bisa lanjut tidur lagi” Hava memasuki mobil di depannya.
Sepanjang jalan gadis itu
terus saja tertidur lelap. Suara dengkurannya terdengar jelas di telinga
Adriel. “Badan kecil-kecil gini, tapi mendengkur?” tawa Adriel seketika.
“Sudah sampai” Adriel
mencoba membangunkan Hava setelah mereka berada di sebuah gereja kecil.
Adriel memang sengaja
mencari gereja kecil yang jauh dari keramaian sekaligus perkotaan. “Ilermu
cukup banyak juga ya” Adriel.
“Masa?” Hava berusaha
membersihkan wajahnya.
“Lupakan ilermu! Ayo kita
masuk!” menarik tangan Hava memasuki rumah ibadat tersebut. Gereja tempat Shine
dan Cashel jauh berbeda dengan tempat tersebut sekalipun persamaannya adalah
berada di luar kota. Gereja ini jauh lebih kecil lagi.
“Apa kau siap?” Adriel
melemparkan pertanyaan.
“Siap apa?” Hava.
“Berpuasa selama 2 hari
di sini” Adriel.
Hava diam sesaat
mendengar kalimat tersebut. “Hava siap” ucapannya seketika.
“Acara buka puasa
sebentar, kita Cuma makan ini” Adriel memperlihatkan bungkusan roti dan cemilan.
“Inima kebanyakan kakak”
Hava.
“Kalau begitu, cepat
masuk!” perintah Adriel.
Mereka berdua
menghabiskan waktu sepanjang hari hanya dengan berdoa. “Tuhan, beri kekuatan
kemampuan buat gadis di sampingku menghadapi permainan sahabat dan para bosku
nantinya” suara hati Adriel terus saja bergema di dalam sana.
“Saya tidak ingin gadis
lain sejak pertama kali dia berusaha menjadi sahabat buatku” isi doanya
kembali.
“Kabulkan doaku, Tuhan” dia
terus saja menutup matanya.
Hava sendiri tetap
menutup matanya sepanjang hari tanpa membuka sekalipun. Tetap setia menemani
pria di sampingnya untuk berpuasa. Jodoh yang asalnya dari Tuhan tidak mungkin
salah.
Sementara itu, di tempat
lain Ha sibuk menunggu Hope seharian. “Maaf terlambat memberi pesan” tubuh Hope
berkeringat hingga membuat seluruh pakaiannya basah karena berlari.
“Ibu guru Hope berlari?” Ha.
“Tahu dari mana saya
disini?” Ha melemparkan pertanyaan lain.
“Hanya tahu saja” Hope
masih berusaha mengatur napasnya.
“Saya pikir ibu guru Hope
tidak akan mungkin datang” Ha.
“Muridku hari ini ada
ujian, jadi tidak mungkin buat saya absen” Hope.
“Setidaknya ibu Hope tetap
datang” Ha tersenyum.
“Bagaimana kalau kita
berdua jalan sekarang” Hope.
“Kemana?” Ha.
“Kemana saja” Hope.
“Ice cream di toko itu
kelihatannya enak, mau coba?” Ha menunjuk sebuah toko.
“Kita kesana” segera Hope
berlari memasuki toko tersebut.
“Tuhan, apa saya siap
seperti ucapanku kemarin?” gerutu Ha dalam hati.
“Saya belum tahu namamu”
Hope.
“What?” Ha.
“Saya hanya mengenal
namamu sebagai ibu guru Embun Strobery” Hope.
“Namaku Joachim” Ha masih
memakai nama ketika dirinya berperan sebagai F4 abal-abal kemarin.
“Saya ingin mengajakmu ke
suatu tempat” Hope.
“Kemana?” Ha.
“Nanti kau akan tahu
dimana” Hope.
Akhir cerita adalah
mereka berpetualang memakai mobil milik Hope. Wanita ini cukup mahir
mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. “Kita sudah sampai, turunlah!” Hope.
Ha tidak pernah pernah
menyangka akan bertemu dengan sahabatnya sendiri. Berada jauh dari kota dan
keramaian buat seorang Ha cukup memberi penghiburan. “Kenapa dia disini?”
berkata-kata dalam hati.
Pertemuan yang tidak
diharapkan sedang terjadi. Adriel dan Hava terus saja menutup matanya tanpa
memperdulikan pengunjung yang masuk ke gereja tersebut. “Sudah sore, waktunya
berbuka” Adriel membuka 2 bola matanya.
“Sejak kapan kalian
berada disini?” Hava terkejut melihat 2 orang di belakangnya.
“Sejam yang lalu” Hope.
“Kebetulan” Ha tersenyum
kecut.
“Kita makan di luar saja”
seolah Adriel tidak memperdulikan kehadiran sahabatnya.
“Sepertinya kita perlu
mengajak mereka berdua” Hava.
“Kami berdua jelas mau
ikutlah” Hope segera beranjak dari kursinya.
Proses yang akan dihadapi
Hava tidak semudah yang dibayangkan hingga membuat Adriel terus saja bergumul
hebat dalam doa dan puasanya. “Pelan-pelan kalau makan” Adriel menegur Hava.
“Kakak, makan banyak,
masalahnya besok puasanya masih berlanjut” ucapan Hava membuat Adriel tersedak
seketika.
Ha menatap serius ke arah
sahabatnya. “Puasa?” Ha mulai berbicara.
“Jangan seorangpun tahu
kalau dirimu sedang merendahkan hati di hadapan Tuhan” tegur Adriel.
“Hava keceplosan” Hava.
“Romeo and Juliet pakai
banget” Hope.
“Hava ga pacaran ma kakak
Debu, gimana mau dibilang Romeo and Juliet?” Hava.
“Lupakan ucapanku!” Hope.
“Sepertinya kita juga
harus menginap seharian disini” Ha.
“Kenapa?” Hope.
“Temani saya berdoa sama
seperti mereka” Ha.
“Terserah” Hope menjawab.
Adriel segera mengambil
selimut dan bantal dalam mobil. “Kau benar-benar takut” bisik Ha di telinga
Adriel.
Ha berjalan mengikuti
Adriel diam-diam di belakang tanpa sepengetahuan mereka. “Hentikan kegilaanmu”
Adriel.
“Pertama kali sekaligus
menjadi sejarah buat markas” Ha.
“Kau sendiri, kenapa
disini?” Adriel.
“Hope membawaku kemari”
Ha.
“Setidaknya gunakan
lututmu untuk berdoa malam ini dan esok buatnya” Adriel.
“Kenapa?” Ha.
“Skenario yang mereka
jalankan tidak main-main berada di level menakutkan, mujizat kalau 2 gadis ini
lulus” Adriel.
“Seluruh bos turun tangan
untuk mengambil peran” bisik Adriel.
“Kau takut dia tidak
lulus?” Ha.
“Saya tidak ingin gadis lain, karena itu ruang
hatiku akan terus berdoa buatnya” Adriel.
“Dasar bucin” Ha meledek.
“Kau pikir saya tidak
sadar” Adriel.
“Sadar apa?” Ha.
“Di dalam sana ketakutanmu
jauh lebih kuat bermain” Adriel.
“Jangan bicara asal” Ha.
“Kenyataan” Adriel.
“Kalian seperti ngobrol
serius” Hava tiba-tiba herada di belakang mereka berdua. Beruntung saja
percakan tersebut tidak didengar olehnya hingga menimbulkan pertanyaan.
“Sudah malam, kita tidur
di dalam gereja saja” Adriel segera membawa Hava pergi meninggalkan Ha.
Mereka semua menikmati
malam dalam sebuah gereja kecil. “Kalian berdua tidur di kursi panjang sebelah
sana, sedang kami disini” Adriel mendorong tubuh Hava menuju sebuah kursi.
“Lusa kita akan bertarung
hebat” bisik Ha ke telinga Adriel.
“Kalian berdua tidur
saja, jangan keluar lagi!” Adriel memberi perintah terhadap 2 gadis tersebut.
“Kalian mau kemana?”
Hope.
“Mencari sesuatu yang
bisa dimakan esok hari” Adriel.
Adriel dan Ha duduk
merenung di bawah sinar rembulan, sedang 2 gadis tadi sibuk di alam mimpinya. “Seandainya
dia tidak tersenyum ke arahku waktu itu, mungkin saya tidak akan pernah
memperjuangkan dirinya” tarikan napas Adriel terdengar.
“Kita berdua terlihat
kuat, pada hal sebenarnya ketakutan pakai banget” Ha.
“Pencaharian jodoh paling
menakutkan” Adriel.
“Tidak mendapat restu
keluarga tidak masalah, yang jadi masalah kalau pihak organisasi dan bos besar
ga memberi restu” Ha.
“Saya sebenarnya
bisa-bisa gila” Adriel.
“Ka’Arauna sedikit lagi
berada di tengah kita” Ha.
“Saya siap mental”
Adriel.
“Mari kita berdoa bersama-sama”
Ha.
Bagia 14
ARAUNA..
Hidup itu seumpama rumput,
bertumbuh, kemudian menjadi kering. Apa rumput memiliki mahkota? Rumput tidak
akan dapat bertahan hidup. Rumput menjadi kering dan layu. Hidupnya terlalu
singkat.
Sepertinya saya butuh
dukungan doa dari banyak orang terlebih dari para pendeta. Kalian tidak harus
mendoakan biar hidupku mendapat popularitas tinggi, makin terkenal, kaya, memiliki
banyak pengaruh. Kalaupun Tuhan memberi, silahkan! Kalaupun tidak, ya terserah
tentang objek-objek tadi. Saya hanya butuh dukungan doa, dimana dua kakiku tidak
pernah terantuk hingga terjatuh dalam jurang paling gelap.
Saya bukan manusia paling
suci, hanya saja kehidupanku ingin tetap berada pada jalur Sang pencipta. Tidak
berarti saya ingin mencari perhatian publik dengan ucapan seperti ini. Saya
masih terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh sehingga bisa saja dengan begitu
mudahnya hidupku akan jatuh tergelincir tanpa ampun. Banyak orang yang akan
menjadi korban kelak, andaikan Tuhan benar-benar membawaku ke jalur tidak
terduga. Biarlah hidupku tetap memahami makna takut akan Tuhan dengan sangat
gentar.
“Tuhan, berikan saya roh
kerendahan hati sekalipun Engkau membawaku ke puncak paling tinggi sampai
nafasku habis lenyap” isi doaku tiap saat.
“Jangan sampai saya mencuri
kemuliaanMU setitikpun, sehingga banyak orang akan menjadi korban karena
kesalahanku”...
Ribuan orang meninggal
karena terkena tulah akibat kesombongan seorang raja. Sekali lagi saya tidak
butuh kalian mendoakan hidupku tentang hal-hal bersifat popularitas, harta, dan
tahta. Cukup doakan kisahku agar tetap hidup takut akan Tuhan untuk selamanya.
Dia mengubah saat dan
waktu, Dia memecat raja dan mengangkat raja, Dia memberi hikmat kepada orang
bijaksana dan pengetahuan kepada orang yang berpengertian;
Dialah yang menyingkapkan
hal-hal yang tidak terduga dan yang tersembunyi, Dia tahu apa yang ada di dalam
gelap, dan terang ada pada-Nya.
Ketika hidup tidak lagi
mengerti atau seolah cuek tentang arti kata merendahkam hati, maka semuanya
akan terlihat mengerikan. Saya teringat kisah salah seorang raja paling
berpengaruh. Dalam sebuah kitab suci dijelaskan bagaimana dirinya tidak
mengakui Tuhan sebagai pemilik tahta tertinggi hingga menjadikan dirinya tinggal
diantara binatang-binatang di padang.
Engkau akan dihalau dari
antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di
padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan
demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau
mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan
memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!"
Pada saat itu juga
terlaksanalah perkataan itu atas Nebukadnezar, dan ia dihalau dari antara
manusia dan makan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah oleh embun dari
langit, sampai rambutnya menjadi panjang seperti bulu burung rajawali dan
kukunya seperti kuku burung.
Tetapi setelah lewat
waktu yang ditentukan, aku, Nebukadnezar, menengadah ke langit, dan akal budiku
kembali lagi kepadaku. Lalu aku memuji Yang Mahatinggi dan membesarkan dan
memuliakan Yang Hidup kekal itu, karena kekuasaan-Nya ialah kekuasaan yang
kekal dan kerajaan-Nya turun-temurun.
Semua penduduk bumi
dianggap remeh; Ia berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit
dan penduduk bumi; dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak tangan-Nya
dengan berkata kepada-Nya: "Apa yang Kau buat?"
Pada waktu akal budiku
kembali kepadaku, kembalilah juga kepadaku kebesaran dan kemuliaanku untuk
kemasyhuran kerajaanku. Para menteriku dan para pembesarku menjemput aku lagi;
aku dikembalikan kepada kerajaanku, bahkan kemuliaan yang lebih besar dari
dahulu diberikan kepadaku.
Jadi sekarang aku,
Nebukadnezar, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga, yang segala
perbuatan-Nya adalah benar dan jalan-jalan-Nya adalah adil, dan yang sanggup
merendahkan mereka yang berlaku congkak.
“Apa yang akan terjadi
dengan kisahku?”
“Entahlah”...
Hal yang sedang kujalani
jauh berbeda dengan kehidupan orang banyak di luar sana. Sejauh ini, saya masih
hidup dalam pergumulan paling berat. Terkadang saya harus diam seribu bahasa
tanpa berkutik sama sekali.
“Sudah sampai dimana?”
melemparkan pertanyaan terhadap Jora salah satu personil yang masih tetap
berada di markas.
“Saya masih kesulitan
mencari salah alat penunjang” Jora.
“Memang butuh waktu”
kalimatku mencoba mengamati pekerjaannya.
“Alat pendeteksi virus
bakteri” membaca sebuah tulisan.
Sebuah kotak yang akan
dipasang di tiap gedung terlebih khusus rumah sakit untuk mendeteksi virus
bakteri pada tubuh seseorang. Alat ini akan dipasang pada pintu masuk gedung
selain pengadaan termogram suhu. Cukup berada dalam kotak tersebut, maka virus
akan terbaca dalam hitungan detik. Belajar dari virus corona kemarin hingga
memakan banyak korban. Pandemi seperti ini bisa saja akan terulang ke depan,
namun dengan jenis virus lain yang jauh lebih ganas. Entah karena virus
tersebut berasal dari hewan, makanan, permainan manusia, ataukah jebakan
penguasa gelap anggota pengikut satan sendiri.
Alat ini dirakit untuk membaca
jenis bakteri virus yang sudah ada maupun belum pernah ada. “Apa pun yang
terjadi kau harus bisa merakit alat ini” berbicara terhadap Jora.
Salah satu lampu akan
menyala tergantung golongan virus tersebut. “Alat ini harus bisa membaca jenis bakteri
virus apa pun yang melekat di sekitar rambut, kulit, pakaian, ataukah aksesoris
seseorang” ungkapku.
Sebuah alat penyemprotan
akan dilakukan untuk mematikan virus tersebut langsung terpasang pada kotak
tadi. Namun, seandainya jenis bakteri virus baru ataukah cukup menakutkan maka
akan memberi alarm tersendiri sebagai tanda peringatan. Sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan lanjut terhadap si’pembawa bakteri virus tersebut.
“Perakitan alat seperti
ini memang butuh waktu, tetapi tidak ada yang mustahil bagi Tuhan” ujarku
kembali terhadapnya.
“Pasti bisa” Jora
memasang wajah senyumnya. Salah satu personil dengan karakter paling tenang,
namun mematikan. Dia salah satu kebanggaan markas.
“Avram, bagaimana jenis
alat yang kau ceritakan?” memasuki ruang di sebelahnya.
“Cukup berproses” Avram.
“Sebuah alat untuk
membantu orang banyak agar tidak tersesat” berkata-kata sambil mengamati
sesuatu yang sedang dilakukannya.
“Alat ini dapat digunakan
di gedung pemerintahan, rumah sakit, perumahan, hotel, dan lain sebagainya”
Avram.
Betul juga ucapannya. Alat
ini sama seperti kotak lift. Sistem kerjanyasedimit berbeda. Salah satu contoh,
satu rumah sakit besar terkadang membuat seseorang kesulitan mencari ruang
rawat ketika membesuk. Seseorang dapat meminta kartu scan dengan memberi nama
pasien yang lengkap pada pihak resepsionis. Setelahnya, maka pihak resepsionis
rumah sakit tinggal memainkan sekaligus menyimpan alamat ruang pasien di sebuah
kartu sama seperti kartu pembuka kunci di hotel. Tinggal memindai kartu tersebut yang sudah diprogram
sebelumnya, maka pintu lift akan terbuka dan langsung mengantar ke ruang pasien
yang sedang dirawat. Tidak perlu menekan lift lantai sekian, berjalan kaki, dan
lain sebagainya. Andaikan tim besuk berjumlah 5 orang, maka tinggal mengetik
sesuai dengan jumlah pada tersebut untuk memindai. Begitu pun tim jaga bagi
pasien rawat nginap harus memakai kartu seperti ini.
Di perumahan pun dapat
digunakan. Sebagai contoh, sebuah perumahan dengan banyaknya blok A-Z bahkan
berliku-liku hingga membuat seseorang tersesat. Pemakaian google maps memang
dapat dilakukan, namun terkadang aplikasi tersebut membawa ke jalan tidak masuk
akal. Tinggal memberitahu pihak security pada pos perumahan nama, alamat blok,
dan nomor rumahnya. Pihak security akan menulis nama dan alamat seseorang yang
tinggal di perumahan tersebut, kemudian memaaukkan dalam kartu. Singkat cerita,
tinggal memindai memakai kartu tersebut pada kotak lift transportasi yang
terpasang. Kotak lift tersebut akan langsung membawa ke alamat tujuan. Parkiran
kendaraan jelas berada di pos security tadi. Setelah pulang dari rumah yang
dituju, kartu dapat dikembalikan. Alamat bisa diganti yang baru memakai kartu
tadi sama seperti di hotel, hanya saja sistem kerjanya berbeda.
Di gedung pemerintahan
sendiri dapat digunakan sekaligus sebagai absen masuk. Terkadang gedung
pemerintahan memiliki banyak gedung sehingga seseorang terkadang kesulitan.
Tinggal memasukkan nama, nama gedung, ruangan, dan absensi dalam satu kartu.
Singkat cerita, seseorang hanya memindai memakai kartu tersebut, kemudian
sebuah kotak akan langsung membawa ke ruangannya. Absensi masukpun langsung
terprogram otomatis.
“Kalau transportasi
terbaru sudah jadi terlebih khusus transportasi khusus medis, tentu pertukaran
dokter dapat dilakukan antar provinsi” ujarku.
“Tepat sekali ucapan
ka’Arauna” Avram.
“Jalur rel tetap memakai
jalur umum, hanya saja kotak sebagai transportasinya yang beda dan dibuat
khusus bagi para medis” sedikit menjabarkan.
“Jenis transportasi
memakai kecepatan tinggi” Avram.
Hubungannya dengan dunia
medis dimana? Jenis tranaportasi ini digunakan sebagai penanganan darurat
pertama bagi pasien, entah karena melahirkan, kecelakaan, jantung, dan lain
sebagainya. Sementara bagi para dokter sendiri, dimana pihak rumah sakit di
sebuah provinsi A membutuhkan dokter spesialis jantung dari provinsi F, maka
alat transportasi ini akan sangat membantu. Pihak rumah sakit tersebut tinggal
mengetik nama jenis penanganan kasus tertentu, alamat, dan beberapa data yang
dibutuhkan, kemudian memasuklan kode sandi, maka akan langsung terprogram
otomatis pada kartu scan khusus yang dipegang oleh dokter tersebut sekalipun
antar peovinsi.
Pihak rumah sakit di
provinsi A yang akan memberikan akses masuk. Kartu scan yang dipegang oleh
dokter di provinsi F tersebut dapat langsung digunakan. Sang dokter dapat
langsung memindai memakai kartu tersebut pada kotak transportasi khusus medis
di rumah sakit tempat dia bekerja atau halte terdekat. Kotak transportasi tadi
akan langsung mengantar menuju rumah sakit provinsi A bahkan masuk ke ruang
tertentu untuk segera melakukan tindakan bedah.
Rumah sakit pun tidak
perlu melakukan sistem rujuk ke provinsi lain. Intinya Kelengkapan alat memang
memadai di rumah sakit tersebut. Sang dokter tidak perlu membeli tiket pesawat
dan lain sebagainya.
“Kalau beginikan dokter
dapat lebih mudah dong berkompetisi” Avram.
“Betul katamu, kalau
boleh jujur, saya sangat senang melihat para dokter berkompetisi” tawaku
meledak seketika.
“Masa Cuma dokter?
Perawat dan bidan gimana?” Avram.
“Kalau golongan yang lain
sih bagusnya jadi penonton saja, ga usah masuk keles” jawaban menohok.
“Cukup dokter saja yang
berkompetisi, golongan nakes lain cocoknya jadi penonton saja menurutku”
melanjutkan ucapanku lagi.
“Terserah ka’Arauna saja”
Avram.
Buat kalian para dokter
yang ada di negara tercinta, saya Cuma ingin menyampaikan sesuatu hal. Semangat
buat acara kompetisi antara dokter. Saya akan menjadi penonton setia buat kalian
para dokter yang lagi berkompetisi. Wahai para dokter, hidup itu tidak seru tanpa
kompetisi di antara kalian.
“Btw, bagaimana kisah
percintaanmu sekarang?” melemparkan pertanyaan lain.
“Intinya seperti
nano-nano” Avram.
“Apa lebih mengenaskan
dibanding Adriel?”
“Ga juga” Avram.
“Sepertinya cerita cinta
para personil rasanya lumayan nano-nano pakai banget” menggoda dirinya.
“Kakak sendiri gimana?”
Avram.
“Jangan ditanya lagi,
ngeri-ngeri sedap” balasku.
“Kudengar, kakak bakalan
jadi salah satu pemeran terpenting dari kisah Adriel” Avram.
“Tidak juga” menjawabnya.
“Artinya Cuma pemeran
figuran doang?” Avram.
“Yes” menjawab tegas.
“Besok saya akan
berangkat ke tempat mereka semua dan membuat masalah” berbicara lagi.
“Kakak benar-benar kacau”
Avram.
“Saya juga pasti
penasaran ma pilihanmu, sedikit lagi pria tua itu akan mempermainkan kisahmu,
Jora, dan beberapa personil lainnya” berujar terhadapnya.
“Sampaikan salamku ma
pria tua kalau kakak bertemu dirnya” Avram.
“Dengan senang hati” ucapanku.
Saya harus berada di
pesawat selama beberapa jam lamanya untuk sampai ke tempat para manusia tengil
itu keeokan harinya. Brayn juga ka’Dhavy menjemput di bandara. “Met datang
kakak” sapa Brayn.
“Berapa lama waktu yang
diperlukan untuk menguji 2 gadis itu?” langsung melemparkan pertanyaan.
Bagian 15
HABAKUK...
“Tergantung situasi” terdengar
suara Brayn di luar kamar
“Kita sudah membagi 2
tim” ka’Dhavy.
“Terserah kalian, saya
hanya mengikut saja” ka’Arauna membalas ucapan ka’Dhavy.
Betul ucapan Adriel kalau
ujian kali ini sepertinya sangat menakutkan. Feivel sudah menjalankan aksinya
berusaha mencari perhatian orang tua Hope. Di sisi lain pria tua akan tinggal
bersama denganku. Apa yang sedang kupikirkan?
FLASHBACK
Dialog percakapan antara
saya dan Adriel menyadarkan pikiranku kembali. “Coba ingat kembali wajah Brayn
hingga membuatnya mati ketakutan” Adriel.
“Dia selalu terlihat
tidak memiliki kehidupan, hanya saja kita semua tetap berpura-pura tidak tahu”...
“Sekarang saya berada di
posisi yang sama seperti dirinya kemarin” Adriel.
“Saya juga”...
“Jangan kelewat bicara,
ntar mereka berdua menguping, masalahnya bisa lebih berat lagi” Adriel segera
berdiri untuk kembali masuk ke gereja.
Merenung sepanjang malam
hingga membuatku terus bergumul sama seperti dirinya. “Apa kau butuh dekapan?”
Hope terbangun dari tidur lelapnya dalam gereja kecil ini.
“Tuhan, dekap hidup pria
didepanku dan jangan biarkan dia bergumul seorang diri” ucapan Hope.
Hope tidak pernah tabu
kalau saya sedang bergumul tentang dirinya. “Tetaplah bijak tekanan apa pun
yang sedang ingin menghancurkan hidupmu” ucapanku tiba-tiba.
FLASHBACK...
“Ha, jangan berpura-pura
tidur” teriakan ka’Arauna mengetuk pintu kamar.
“Galau tingkat dewa”
Brayn.
“Kau akan tetap memakai
apartemen sebelumnya, sedang kami semua tetap berada disini” ka’Arauna
berbicara setelah pintu terbuka.
“Semangat, saya juga
pernah ada di posisimu” Brayn menepuk bahuku.
“Santai saja kawan”
Adriel seolah tidak memiliki masalah bahkan terlihat sangat fresh.
“Adriel, apa itu dirimu?”
ka’Arauna.
“Kakak, jangan becanda,
tentu saja ini saya” Adriel.
“Kau seperti berbeda dari
yang lain” ka’Arauna.
“Kakak dan Brayn akan
berperan sebagai suami istri yang sering bertengkar artinya pernikahan saat ini
sedang berada di ujung tanduk” Adriel.
“Kau terlihat biasa
saja?” ka’Arauna membelalak.
“Ha, hadapi masalahmu tanpa
perlu memikirkan lulus atau tidaknya dia” Adriel merangkul tubuhku kuat-kuat.
Semenjak kepulangan kami
dari gereja kemarin, Adriel seolah melupakan semua masalahnya. “Nara kemana?”
ka’Arauna.
“Sedang mempersiapkan
diri untuk menjadi wanita antagonis kedua kalinya” Adriel menjawab pertanyaan
tersebut tanpa merisaukan apa yang akan terjadi ke depan.
“Shine?” ka’Arauna.
“Sama seperti sahabatnya
sedang mempersiapkan diri menjadi tokoh antagonis paling mematikan” Adriel.
Kualitas akting Shine
tidak perlu diragukan lagi. Gadis centil itu benar-benar mendalami perannya. Saya
harus siap ketika sosok Shine memainkan aktingnya esok hari.
Pria tua dan saya tinggal
dalam satu apartement. “Panggil saya ayah bukan pria tua, ngerti?” pria tua
menekankan sekali lagi.
“Saya lebih suka
memanggilmu daddy” ujarku membalas ucapannya.
“Terdengar kebule-bulean,
boleh juga” pria tua.
“Tunggu, panggil daddy?
Tapi ga ada uangnya alias miskin, gimana cerita?” pria tua menyadari sesuatu.
“Memang kenapa?”
“Daddy itu panggilan
khusus buat orang-orang kaya, malu-maluin saja” pria tua.
“Ga masalah kan daddy
kere” sibuk membalas ocehannya.
“Kalau di kampungku kau
sudah jadi bahan tertawaan, sok-sok’an panggil daddy baru Cuma kerja kuli bukan
pengusaha” pria tua.
“Kita itu tidak sedang
tinggal di kampung tuan Ahaziah, ngerti?” masih tidak mau mengalah.
“Terserah” pria tua.
“Btw, persiapkan dirimu! Shine
si’gadis centil aktingnya ga perlu diragukan” pria tua mencoba mengingatkan
kembali.
“Saya juga sudah siap
sejak kemarin keles” membalas ocehannya.
Saya harus bisa mengikuti
jejak Adriel, tidak akan pernah memperlihatkan wajah lemas ataukah ketakutan
apa pun yang terjadi. Pola pikirku harus berubah tentang banyak hal nantinya.
Ha, apa pun yang terjadi tetap jalani hidup? Jangan pernah mati karena cinta!
Sejauh cerita yang kudengar,
dimana Feivel sukses merebut hati orang tua Hope. Hal lebih kacau lagi adalah
pertemuan yang harus terjadi antara Gie tunangan Joachim dan Hope di suatu
tempat. “Apa kita bisa bertemu?” Hope mengirim pesan.
“Tentu saja” membalas
pesannya.
“Dimana?” pesan Hope.
“Restoran tempat biasa”
membalas lagi pesannya.
Memberi sinyal terhadap
pria tua dan Shine untuk segera menuju ke restoran. Saya bukan manusia lemah
yang harus takut kegagalan. Andaikan dia tidak lulus, artinya hidupku masih
belum berakhir bahkan saya harus menjalani banyak hal tetap dengan senyuman.
“Kau terlihat tampan
memakai pakaian seperti ini” Hope memberi pujian.
“Biasa saja” berujar
terhadapnya.
Kami berdua menikmati
makan siang bersama. “Apa kau betah bekerja di tempat baru?” Hope melemparkan
pertanyaan.
“Cukup betah”
menjawabnya.
“Joachim” sesuai prediksi
Shine akan muncul di tengah percakapan kami.
“Dia siapa?” akting Shine
memang paling mematikan. Pemenang oscar tebaik sebagai artis pendatang baru.
“Kenalkan dia Hope”
berbicara.
“Gie, tunangan Chim”
Shine.
“Chim?” Hope sedikit bingung.
“Nama panggilan pria di
depanmu sejak kecil” Shine mencoba memperjelas.
“Kau punya tunangan?”
Hope hampir-hampir tidak percaya pemandangan di depannya.
“Apa itu mengganggumu?”
“Tentu saja tidak sama sekali”
suara Hope terdengar serak.
Hubungan di antara saya
dan Hope memang tanpa status sama sekali hanya sebatas teman. “Chim, jangan
katakan kau selingkuh” pria tua tiba-tiba saja hadir di tengah-tengah setelah
Shine.
“Daddy” saya memakai
bahasa seperti ini suka ataupun tidak.
“Daddy?” Hope.
“Chim, kuharap kau tidak
bermain api” pria tua.
“Maaf, sepertinya saya
harus pulang” Hope segera mengambil tasnya.
“Chim, sejak tadi kami
menunggumu, tapi kau malah duduk manis makan bersama wanita lain?” pria tua sengaja
memperbesar volume suaranya.
Hope berusaha pergi tanpa
berbalik lagi. Dia tidak akan pernah tahu kalau semua ini hanya jebakan
permainan belaka. Di rumahnya siap menanti sebuah kejutan. Orang tuanya
menyuruh dia pulang ke rumah.
Bagaimana saya bisa melihat
pertunjukan di rumahnya? Feivel memang sengaja memasang kamera tanpa
sepengetahuan si’pemilik rumah. Seluruh sahabatku berkumpul di apartemen.
Sebuah layar terpampang di
ruang tengah. Pada layar tersebut, Feivel duduk manis sambil tersenyum pada soda
mewah di ruang ukuran besar. Tidak dapat disangkal bahwa Hope berasal dari
keluarga konglomerat. Anehnya, kenapa memilih menjadi guru?
“Saya tidak mengerti” Hope
bingung melihat kumpulan keluarga besarnya. Bisa dikatakan Feivel memang
memiliki otak jenius hingga dapat menembus tembok keluarga tersebut.
Semua berkumpul menatap
ke arahnya. Seperti biasa seorang Hope berusaha untuk tetap terlihat tenang
tanpa terpancing sama sekali. “Kenalkan, Kenzie calon pasangan hidup maksudku
suami masa depanmu” sang ayah berbicara sangat.
“Lantas?” Hope.
“Setidaknya kalian
kenalan” sang ayah.
“Kenzie” Feivel
menyodorkan tangannya.
“Hope” kalimat gadis
tersebut.
Ayahnya memiliki peranan
terpenting atas apa pun yang ada di rumah itu termasuk keluarga besarnya. Raut
wajah sang ayah memang terkesan keras, menakutkan, menyeramkan, mengerikan,
bersama ekor-ekornya di belakang. “Bulu kudukku merinding menatap wajah
ayahnya” Shine terlihat serius.
“Permasalahan disini
cukup ganas karena apa pun itu ayahnya akan selalu berperan” ka’Arauna.
“Jangan sampai kita semua
jadi korban karena karakter ayahnya” Nara.
“Pergumulan terbesar Ha”
Adriel.
“Kau sendiri bagaimana?”
balik menyerang Adriel.
“Saya yakin dia bisa
menghadapinya, hanya saja semua butuh waktu” Adriel.
“Kisahmu jauh lebih rumit
dibanding mereka semua” pria tua.
“Kenapa?” pertanyaan
terhadap mereka.
“Ayahnya bukan orang
sembarang, sementara pola pikirnya yang kental tentang beberapa hal sedikit
rumit” pria tua.
Apa saya harus melepaskan
dia? Kenapa juga Tuhan membuat dia mengenal identitas asliku sebagai laki-laki?
Kenapa Tuhan memakai dia untuk menyuruhku lepas dari dunia LGBTQ?
Saya mengerti maksud
ucapan mereka semua tentang dampak ke depan. Terkadang kehidupan konglomerat
dengan pola pikir tertentu menciptakan jerat tidak terkendali pada satu sisi
tanpa sadar. Keegoisan sekaligus keangkuhan hidup sedang bersembunyi sangat
halus di tempat-tempat paling menakutkan.
“Tuhan, apa yang harus
kulakukan?” menarik napas dalam sambil merenung seorang diri dalam kamar.
Saya sendiri terjebak
akan banyaknya hal di luar sana. Kejadian selanjutnya yang sedang terjadi
adalah mengirim berita mengenai hubungan antara Hope dan salah satu guru waria
berjalan ke seluruh anggota keluarga besarnya. Tidak hanya sampai disitu, orang
terdekat bahkan pihak sekolahpun mengetahui hal tersebut.
Feivel masih tetap
memainkan perannya sebagai calon pendamping hidup Hope. Apa dia menanggapi
berita perjodohan ini? Entahlah. Peristiwa paling membuatnya terguncang yaitu
dimana pria tua berulang kali melabrak dirinya. Seolah Hope merupakan orang
ketiga antara Chim dan Gie.
“Jangan sekali-sekali
merusak hubungan anak saya!” makian pria tua di tempat umum.
“Gie jauh lebih cantik,
ngerti?” teriak pria tua di tempat lainnya.
Di luar nalar, seorang
Shine menangis histeris hingga menjadi pusat perhatian orang banyak. “Hidupku
hancur karena kehadiran dirimu” Shine menangis histeris di hadapan Hope.
Sejak kapan gadis tengil
itu pandai akting nangis histeris? Semua orang menyerang Hope sebagai perusak
hubungan. “Ternyata guru bisa juga jadi pelakor” cibiran salah satu netisen
setelah beritanya menjadi bahan utama medsos.
“Guru tergalak memang manusia
paling munafik yang pernah ada” ujaran kebencian.
Apa dia menjatuhkan air
mata? Jawabannya tidak sama sekali. “Kau wanita paling licik yang pernah saya
temui” pria tua kembali melabrak dirinya di depan umum.
Hal lebih mengerikan,
bahwa orang tuanya sengaja dipancing agar melihat dengan jelas sesuatu objek
tentang anak semata wayang mereka. “Daddy, hentikan kelakuanmu!” masuk ke
tengah...
“Apa kau tidak kasihan
melihat Gie?” makian pria tua makin histeris.
“Dia pelakor sejati” teriakan
pria tua seolah makin mengamuk.
“Kau bilang apa ma anak
saya?” emosional ayah Hope terpancing.
Pria tua terkena pukulan
dari sang ayah. Pertama kalinya saya melihat tuan Ahaziah totalitas ketika
mendalami sebuah peran. “Kurang ajar” teriak pria tua seketika.
“Rasakan ini” pria tua balik
memukul lebih keras ayah Hope.
Terjadi pertengkaran
sekaligus perkelahian sengit antara 2 pria tua. Feivel dan saya berusaha
melerai mereka berdua. Saya bisa gila menyaksikan perkelahian tadi.
“Anak saya tidak pernah
menjadi pelakor” teriakan sang ayah.
“Satu lagi, anakmu itu
banci kaleng” makian sang ayah kembali.
Terkadang tekanan tidak
berasal dari pihak luar, melainkan keluarga sendiri. Para bos besar sengaja
mengambil resiko peran semacam ini dikarenakan ingin mencari seberapa kuat
dirinya ditengah tekanan keluarga. Apa dia bijak ketika 2 keluarga saling hujat
menghujat?
Seberapa besar dia
bertahan untuk mencoba mengambil sisi bijak ketika semua yang terlihat hanya
bercerita tentang kekecewaan? Dunia konglomerat memiliki sisi angkuh di
tempatnya sendiri, apa dia bisa bersikap tanpa terpengaruh pemikiran sang ayah?
Bagaimana responnya terhadap penghakiman seluruh anggota keluarga?
Kami semua sedang
menonton bagaimana Hope duduk di tengah-tengah keluarganya. Feivel memang
sengaja memasang kamera diam-diam di sebuah ruang terbesar dari rumah
konglomerat satu ini. Seluruh keluarga dimulai dari sang ayah, ibu, paman, bibi,
kakek, nenek, sepupu, dan anggota keluarga lain berkumpul untuk menjadi hakim
bagi Hope sendiri. Layar di depan mengatakan tentang raut wajah Hope saat ini.
“Mereka memang bukan
konglomerat sembarangan” pria tua mengangkat bicara.
“Seluruh anggota keluarganya
bisa dikatakan memiliki kekayaan fantastis di masing-masing bidangnya”
ka’Dhavy.
Saya mengerti jelas
kesimpulan ucapan mereka. Area yang akan kami jalani terkesan berkelok-kelok,
jurang, licin, pendakian, dan lain sebagainya. Jangan karena menganggap diri
memiliki kekayaan luar biasa sehingga memainkan halus peranannya untuk memanfaatkan
situasi Hope.
Tiap pengusaha tentu
memiliki sistem bagi perkembangan bisnisnya. Secara otomatis, terkadang beberapa
dari kelompok ini memakai ataukah memanfaatkan tokoh penting tanpa memikirkan
dampak negatif yang akan terjadi. Keegoisan, keserakahan, keangkuhan, kelicikan
merupakan hal biasa bahkan menjadi ciri khas tanpa sadar bagi beberapa kalangan
konglomerat. Masyarakat kecil terlebih kaum lemah bisa saja menjadi korban buas
dari kelompok tersebut.
“Dimana harga dirimu?”
salah satu pamannya berteriak memaki.
“Jangan mencoba bermain”
teriak paman lainnya.
“Hope, apa kau sadar derajat
juga martabat keluarga?” sang kakek berkata-kata.
“Ibunya terlalu mengikuti
kemauannya bekerja sebagai guru sampai-sampai mempermalukan keluarga seperti
ini” sang ayah terlihat geram.
“Kau pewaris bisnis
raksasa di keluarga, lantas, kenapa pikiranmu sempit?” sang kakek.
“Menyukai laki-laki
dengan masa lalu menjijikkan” pamannya seolah merendahkan.
“Pernah menjadi wanita? Apa
kau tidak malu?” sang ayah.
Seribu satu kata penghakiman
terus saja dilempar ke arahnya. Apa dia berteriak? Menangis? Berusaha membela
diri? Jawabannya adalah dirinya tetap menjadi pendengar setia bahkan diam seribu
bahasa.
Sang ayah mengurungnya
dalam kamar dan tidak diperbolehkan keluar. Hope harus berhadapan dengan 2
keluarga di sekelilingnya. Dia dituntut untuk segera bertunangan sesuai pilihan
keluarga.
“Kau membuat Feivel dalam
masalah” ka’Dhavy.
“Saya yakin dia bisa
menyelesaikan masalahnya” kalimatku seketika.
“Siapa yang kau maksud?”
Shine.
“Entahlah, mungkin Feivel
atau Hope” pria tua.
Feivel masih berada di
tengah mereka. Rasanya jauh lebih menakutkan melebihi pemikiranku. Saya tidak
pernah mengerti maksud Tuhan hingga membuatku mengenal dirinya. Saya ingin
berteriak sskeras mungkin, hanya saja sesuatu menahannya.
“Dia jauh lebih kuat”
Adriel tiba-tiba saja masuk ke kamar.
“Jangan terlalu
mengkhawatirkan dirinya” Shine. Si’gadis tengil memberiku sebuah kekuatan
setelah akting tangis histerisnya hingga membuat Hope makin menjadi pusat
perhatian orang banyak.
“Biarkan dia sendirian di
kamar!” ka’Arauna mengusir mereka berdua.
“Apa yang ka’Arauna
pikirkan?” melemparkan pertanyaan setelah semua keluar dari kamar.
“Apa kau ingin saya
berada di sini?” ka’Arauna.
“Entahlah, tapi
sepertinya saya sedikit membutuhkan pencerahan” jawabanku.
“Dunia konglomerat memiliki
satu tembok keangkuhan ataukah keegoisan, hingga terkadang jalan mereka
membelok sekalipun terlihat lurus” ka’Arauna.
“Saya tidak pernah
membenci golongan kelas atas, hanya saja ada hal yang tidak mungkin bisa
dijabarkan hanya memakai kata-kata semata” ka’Arauna.
“Kenapa Tuhan membuatku
mengenal dia dan bukan orang biasa?”
“Apa kau mau mendengar
sedikit ceritaku?” ka’Arauna.
“Tentang?”
“Saya juga tidak pernah
berpikir sebelumnya, dibuat terikat ma pria cukup kaya” ka’Arauna.
“Terdengar
mengesalkan”...
“Saya juga tidak pernah
membayangkan akan memiliki kisah percintaan sedikit berbeda dari orang banyak”
ka’Arauna.
“Apa yang kakak rasakan?”
“Terkejut, ketakutan,
menganggap semua ini hanya mimpi belaka, dan lain-lain” ka’Arauna.
“Terkesan menyedihkan”...
“Entahlah. Apa pun itu,
jangan bertanya kenapa Tuhan membuatku mengenal dirinya yang jelas-jelas
memiliki tingkat kerumitan cukup mengerikan” ka’Arauna.
“Tiap orang memiliki
kisah cintanya masing-masing” ka’Arauna.
“Saya hanya tidak ingin
jatuh atau berharap lebih dalam atau menjadi manusia egois” ujarku.
“Saya selalu berkata
terhadapnya; kalau betul keluargamu kaya, jangan pernah berkelahi ataukah
bermusuhan hanya karena warisan semata” ka’Arauna.
“Jauh lebih baik hidup
dari hasil keringat sendiri sekalipun saya juga butuh uang” ka’Arauna.
“Siapa juga bilang kakak
tidak butuh uang?” balasku.
Bagian 16...
Ha menyadari konsekuensi
memiliki pasangan dari kalangan konglomerat. Dia cukup menyadari tentang
banyaknya situasi di depan yang memang sulit untuk dijelaskan. “Intinya,
andaikan dia jodohmu artinya kau harus mengajar sekaligus membuat pikirannya
terbuka tentang beberapa hal di luar konteks warisan ataukah kehidupan
konglomerat” Arauna menepuk-nepuk bahunya sebelum akhirnya berjalan keluar
meninggalkan kamar. Selama beberapa hari Hope terkurung dalam kamarnya.
“Kita masih harus melihat
cara dia menanggapi masalah” pria tua mencoba mengamati layar.
“Adriel, bagaimana
denganmu?” Dhavy.
“Brayn, apa kau siap?”
Arauna.
“Sangat siap” Brayn.
Target mereka selanjutnya
adalah Hava. Adriel sendiri berusaha umtuk tidak memperlihatkan rasa takutnya
sama sekali. Sebuah skenario sedang dijalankan hingga membuat Hava
diberhentikan tanpa belas kasih di tempat kerjanya. Dia dituduh mengambil uang
temannya dengan menunjukkan beberapa bukti kuat.
“Saya masih bisa bekerja
di tempat lain” senyum Hava seolah menganggap masalah ini biasa saja. Dia tidak
ingin memperdebatkan masalah, bahkan membiarkan semua orang di sekitarnya menyebutnya
sebagai manusia munafik.
Beberapa dosen dibayar
untuk mempermalukan Hava di depan umum. Caci maki dilemparkan buatnya tiap
berhadapan. “Mahasiswa paling bodoh” salah satu dosen berteriak.
Di tempat lain, beberapa
dosen berusaha mencari kesalahannya. “Mahasiswa tua, katro, idiot lagi” umpatan
sang dosen.
Dunia Hava seperti
berhenti seketika. Dipecat dari tempat kerja, sedangkan di kampus beberapa
dosen melemparkan nada kebencian. Lebih parahnya lagi adalah pria yamg selalu
ada buatnya menghilang ditelan bumi. Adriel dilarang untuk menampakkan batang
hidungnya di depan Hava.
“Jangan sekali-sekali
menampakkan wajahmu!” pria tua.
“Kami semua penasaran, apa
yang akan dilakukan olehnya” Nara.
“Kau bisa bertemu
dengannya esok, tapi jangan menjadi sahabatnya! Maki dia!” Nara.
“Hanya itu?” Adriel.
“Masih ada beberapa hal
lagi, tapi untuk sementara itu saja dulu” Dhavy.
“Oke, baik” Adriel.
“Kau tidak ketakutan sama
sekali?” Brayn.
“Kenapa saya harus
takut?” Adriel.
“Baik, kembali ke rencana
semula” pria tua.
Membiarkan Hava menjalani
semua seorang diri. Keesokan harinya Adriel menemui gadis tersebut. Tidak lagi
memberinya semangat atau bahkan mengajari Hava tentang banyak hal. Adriel harus
pandai memainkan raut wajah muak, kecewa, marah, bersama sisi emosional di atas
rata-rata.
“Kenapa kau mencuri?”
Adriel langsung melemparkan pertanyaan dengan nada geram.
“Kau membuat saya malu”
Adriel tidak memberinya kesempatan berbicara sama sekali.
“Kakak, apa itu dirimu?”
Hava.
“Belum masalahmu sebagai
pencuri, sekarang saya hadus dengar seluruh dosen mengeluh tentangmu” Adriel.
“Dimana kakak tahu?”
Hava.
“Saya melihat dengan mata
kepalaku sendiri, bagaimana dosen-dosen itu muak karena kelakuanmu” Adriel.
Hava sedang berusaha
untuk tidak membela diri. Rasa-rasanya dia ingin menangis sekeras mungkin,
hanya saja sesuatu menahan air matanya. “Saya pikir, kau adalah malaikat tanpa
sayap buatku, ternyata dirimu menyimpan akar kemunafikan paling mengerikan”
Adriel.
“Saya tidak ingin melihat
wajahmu lagi” Adriel mengusir gadis itu dari hadapannya.
Hava tidak mengerti
kenapa sosok yang selalu memberinya semangat, tiba-tiba saja berubah. Adriel
beranjak pergi meninggalkan dirinya di bawah guyuran hujan deras. “Suruh dia
mengganti pakaiannya!” pria itu memberi kode kecil terhadap sahabatnya.
“Kau harus lulus, apa pun
yang terjadi” suara desiran hati Adriel bergema di tempat persembunyiannya.
Brayn mencoba berjalan ke
arah gadis tersebut. Memberinya sebuah payung agar dia tidak kedinginan. “Hatimu
sepertinya sesak” kalimat pertama Brayn.
“Anda siapa?” Hava.
“Kenalkan, saya Aldrich”
Brayn memperkenalkan diri memakai nama yang sama seperti ketika bertemu dengan Shana.
Pada jari manis Brayn terpampang
cincin menyatakan kalau dirinya sudah menikah dengan seseorang.
“Ternyata bukan hanya
saja yang lagi sesak disini” Brayn.
“Sesak?” Hava
berpura-pura tudak mengerti ucapannya.
“Lupakan! Ganti bajumu
dalam mobil, nanti kau sakit lagi!” Brayn.
Hava berusaha untuk
menghindar. “Jangan khawatir, saya bukan orang jahat seperti yang kau pikirkan”
Brayn.
“Saya akan menunggu di
luar mobil” Brayn menyerahkan sepasang pakaian untuknya.
Hava segera masuk ke
dalam mobil yang ditunjuk oleh Brayn. “Gunakan ini! Namti kau kedinginan”
menyerahkan sebuah jaket buat Hava setelah berganti pakaian.
“Dimana rumahmu biar saya
antar pulang?” Brayn.
“Ga perlu” Hava.
“Terima kasih atas
bantuan anda” membungkukkan badan, kemudian berjalan pergi meninggalkan Brayn.
Adriel diam tenang
memperhatikan bagaimana Hava berlari tanpa berpaling kembali. “Tuhan, beri dia
kekuatan kemampuan untuk tetap bersikap tenang, bijak, mengambil sisi positif
atas semua yang terjadi” jeritan doa Adriel
di tempat tersebunyi.
Adriel akan kembali menjadi
orang lain pada keesokan harinya. Brayn sendiri tetap menjalani perannya
sebagai penolong ketika Hava membutuhkan sandaran. Apakah kata sandaran tadi
akan menjadi jurang paling mematikan bagi gadis tersebut?
Adriel seolah sengaja terlihat
bermesraan bersama Nara langsung di depan Hava beberapa hari setelah kejadian
tersebut. Bagaimana dinding pertahanan Hava saat ini? Hal lebih gila lagi
adalah Nara seolah sengaja menabrak dirinya hingga terjatuh bahkan membuat
seluruh bajunya berlumpur.
“Maaf, saya tidak sengaja”
Nara mencoba membantu Hava.
“Saya tidak
kenapa-kenapa” Hava.
“Pakaianmu kotor semua”
Nara.
“Bi, apa yang terjadi?”
Adriel berpura-pura tidak tahu.
“Saya tidak apa-apa, tapi
dia” Nara menunjuk Hava.
“Dia harus mengganti
pakaiannya” Nara segera membawa Hava menuju salah satu butik terdekat tidak
jauh dari tempat tersebut.
Adriel hanya diam melihat
Hava yang sedang berjalan lemas tanpa semangat. “Sekali lagi maaf” Nara
berkata-kata setelah Hava membersihkan dirinya dan berganti pakaian.
“Dia apanya kakak?”
pertanyaan Hava.
“Maksudmu Debu cinta
pertamaku” Nara.
“Cinta pertama?” Hava.
“Apa kau tahu, kalau
cinta pertama itu sulit dilupakan makanya saya sedang berjuang keras untuk
mengejarnya kembali” Nara.
“Tapi, wajahnyakan
sedikit cacat” Hava.
“Zaman sekarang teknologi
makin canggih, tinggal oplas, masalah selesai” Nara.
“Apa kau tidak tertarik
operasi plastik biar cantik?” Nara.
“Maaf, saya harus pergi
sekarang” sekali lagi Hava berusaha untuk menghindar.
Hati Hava terguncang
seketika. “Kenapa rasanya sakit banget pada hal kakak Debu bukan siapa-siapa?” ucapan
Hava pelan sambil memegang detakan jantungnya.
“Jauh lebih sakit
dibanding mantan tunangan kemarin pada hal bukan siapa-siapa juga” Hava terus
berjalan dengan wajah menunduk pada persimpangan jalan.
Sebuah mobil berhenti
tepat di depannya. “Ayo naik!” teriak Brayn dari mobil.
“Buat?” Hava.
“Kau dan saya kan lagi
sama-sama punya beban hidup, mending kita mencari jalan buat melupakan
semuanya” Brayn.
“Kakak saja yang punya
masalah, bukan saya” Hava.
“Siapa bilang? Raut
wajahmu menceritakan semuanya” Brayn memaksa Hava masuk mobil.
“Pemaksaan tingkat iblis”
cetus Hava.
“Terserah” Brayn
melajukan mobilnya saat ini.
Akhir cerita, mereka
berdua berada di sebuah danau. Duduk termenung tanpa berbicara selama 1 jam
penuh antara satu dengan lainnya. Brayn mengambil batu kecil, kemudia
melemparkan ke danau hingga menciptakan alunan gemerincing air.
“Tadi, apa pria tadi kelewat
berharga sampai membuatmu terlihat lemas?” Brayn melempar sebuah pertanyaan.
“Pria yang mana?” Hava.
“Jangan berpura-pura
bodoh atau tidak mengerti sama sekali maksud ucapanku” Brayn.
“Berarti kakak jadi
penguntit sejak tadi?” Hava.
“Tidak juga, kan
kebetulan” Brayn.
“Dasar” rasa kesal Hava.
“Kalian kan belum nikah,
jadi, saya rasa masalahmu biasa saja” Brayn.
“Memang masalah kakak segitu
hancurnya yah?” Hava.
“Kau lihat cincin kawin
di jari manisku, sekarang hanya sekedar hiasan belaka tanpa kebahagiaan” Brayn.
Hava dengan begitu
polosnya menjadi pendengar setia cerita kisah rumah tangga yang sedang berada
di ujung tanduk. “Tiap hari, rumah tangga saya hanya bercerita pertengkaran,
pertengkaran, lantas pertengkaran, kemudian pertengkaran lagi” Brayn.
“Setidaknya Tuhan masih
baik karena mau memperlihatkan sifat asli pria di depanmu sebelum terlambat”
Brayn.
“Kenapa kakak berbicara
seperti itu?” Hava.
“Saya melihat langsung
bagaimana dia melemparkan ucapan kasar terhadap gadis secantik dirimu” Brayn.
“Kapan?” Hava.
“Di bawah derasnya air
hujan tidak jauh dari danau ini” Brayn.
“Tiap orang punya
masalah, dan bukan hanya Hava saja dengan keadaan seperti ini” Hava.
“Pria itu terlalu bodoh
kalau dipikir-pikir” Brayn.
“Kakak sendiri punya
masalah rumah tangga, lantas kenapa ga berusaha diselesaikan?” Hava mengalihkan
pembicaraan.
“Sudah mau diselesaiin di
pengadilan” Brayn.
“Dasar laki-laki
pikirannya Cuma di pengadilan doang” ledekan Hava.
“Dia yang mengajukan
gugatan cerai, bukan saya” Brayn.
“Tapi, situ laki,
harusnya berjuang semaksimal mungkin mengembalikan kepercayaan istri lagi
bukannya mengikuti kemauan gilanya keles” Hava.
“Bagaimana kalau kita
berdua pacaran saja, kau dicampakkan pria muka jelek, sedang saya dicampakkan
istri sendiri?” Brayn.
“Dasar pria sinting gila
miring, baru juga kenal beberapa hari mau ngajak pacaran” Hava.
“Saya butuh kehangatan
bukan pertengkaran, namanya juga laki” Brayn.
“Setidaknya kakak Debu
masih jauh lebih baik darimu kalau saya pikir-pikir lagi” Hava.
“Baik apanya? Waktu kau
punya masalah, justru dia berjalan sebagai musuhmu bukan sahabat” Brayn.
“Dia pasti tidak
bermaksud jahat, hanya saja ada sesuatu hal hingga membuatnya terlihat
menyeramkan” Hava.
“Dasar gadis sinting gila
miring. Sudah dimaki, dipermalukan, lantas dianya jalan ma gadis lain masih
juga jadi pembela kebenaran dan keadilan” Brayn.
“Jadi gadis jangan kelewat
polos, ntar situ sendiri merasakan sakitnya habis-habisan!” Brayn.
“Hubungan antara saya dan
kakak Debu sebatas teman, jadi, wajarlah kalau dirinya mencari gadis lain apa
lagi gadis itu cinta pertamanya” Hava masih tetap membela Adriel.
“Tapi, kau menyukai
dirinya kan?” Brayn.
“Lupakan masalahku!”
cetus Hava.
“Ternyata kau disini selingkuh
ma wanita lain” teriak seorang wanita
yang tiba-tiba saja masuk di tengah mereka berdua.
“Apa yang kau lakukan
disini?” Brayn berbicara sedikit gagap.
“5 Anakmu menangis
mencari papanya, sedang kau sendiri tidak pernah ada buat mereka” Arauna
mendorong tubuh Brayn hingga terjatuh ke tanah.
“Dimana tanggung jawabmu
sebagai suami?” makian makin dilemparkan oleh Arauna.
“Kau sendiri tanggung
jawabmu sebagai ibu dimana?” Brayn ikut geram.
Terjadi pertengkaran
sengit suami-istri di depan mata Hava. “Kita cerai saja kalau itu maumu” teriak
Brayn.
Akhir cerita dari
pertengkaran tersebut adalah sang istri pergi meninggalkan suaminya. Hava diam
membisu bahkan menjadi pendengar setia dari pertengkaran tadi. Apa yang salah? “Minumlah!”
Hava memberinya sebotol air mineral.
“Apa kalian selalu
seperti ini tiap hari?” Hava.
“Seperti yang kau lihat,
bahkan lebih dari itu” Brayn.
“Ka’Aldrich, kuharap kau
tidak menjadi manusia egois” Hava.
“Namanya laki-laki pasti
butuh kehangatan, perhatian, sesuatu yang berbeda tiap pulang ke rumah bukannya
dibantai habis-habisan” Brayn.
“Perhatian apa kalau anak
saja 5, coba 1 saya pasti tutup mata” Hava.
“Ayo pulang sudah sore!”
Brayn.
Hal tidak terduga lagi
adalah Adriel menyebutnya sebagai pelakor ketika membuka pintu mobil. “Kenapa
kau makin menjijikkan begini?” Adriel dengan sengaja berdiri di belakangnya.
“Kakak, kenapa bisa tahu
Hava disini?” Hava.
“Jangan mengalihkan
pembicaraan!” Adriel.
“Bos, kalau bicara jangan
kelewat kasar!” tegur Brayn.
“Kenapa Hava yang kukenal
sekarang berubah drastis? Lebih parahnya lagi menjadi pelakor?” Adriel
memainkan nada kecewa.
“Kakak” suara serak Hava.
“Kenapa harus suami
orang?” teriak Adriel.
“Bos, hentikan ocehanmu!”
Brayn segera menarik kerah baju Adriel.
“Apa kau bilang? Ocehan?”
rasa geram Adriel.
Sedikit lagi, 2 pria
tersebut akan saling menonjok. “Debu, hentikan!” Nara segera berada di tengah
mereka.
“Rasakan ini” Brayn
memukul wajah Adriel.
“Dari mana manusia gila
ini belajar menonjok?” gerutu Adriel dalam hati.
“Kau tidak apa-apa?” Nara
terlihat ketakutan.
“Sekali lagi kau mengejek
memaki dia, pasti tonjokanku lebih parah dari sebelumnya” Brayn.
“Kau mengenal gadis ini?”
Nara.
“Dia siapa? Ayo jawab!” tangis
Nara pecah.
“Akting paling histeris
sekaligus mematikan” gumam Brayn dalam hati.
Hava hanya dia membisu.
“Dia bukan siapa-siapa” Adriel.
“Saya bela-belain
ninggalin semua pekerjaan di LN karenamu” Nara.
“Saya tidak perduli
ucapan papa karenamu” tangis Nara.
“Beryl, dengar dulu
penjelasan saya” Adriel.
“Saya rela mencampakkan
tunanganku karenamu, sekali lagi karenamu” Nara.
“Bi” Adriel.
“Saya dan kakak Debu ga
ada hubungan spesial” penekanan Hava pada akhirnya.
Hava segera masuk ke
mobil. “Urus wanitamu! Jangan usik hidup orang lain!” maki Brayn.
Hava dan Brayn segera
meninggalkan mereka berdua. “Ternyata hidup kita berdua sama-sama hancur” Brayn
tertawa di dalam mobil.
“Ka’Aldrich saja yang
hancur bukan saya” Hava menarik napas panjang.
“Btw, apa kau mau kerja?”
Brayn.
“Kerja?” Hava.
“Kerja di pabrik, tapi
gaji lumayan” Brayn.
“Pabrik apa?” Hava.
“Pabrik makanan, ga perlu
khawatir keles” Brayn.
“Pekerjaannya halal bukan
jual diri, ngerti?” Brayn.
“Mulai kapan? Hava butuh
uang kuliah” Hava.
“Masih mau kuliah di
kampus itu, pada hal semua dosennya sinting gila miring?” Brayn.
“Maksudnya?” Hava.
“Mereka semua tidak
menyukaimu” Brayn.
“Kakak tahu dari mana?”
Hava.
“Saya lihat bagaimana
pria gila itu berteriak ke arahmu” Brayn.
“Sepertinya mental Hava
Cuma sedikit diuji, kalau berhenti berarti saya makin tersingkirkan” Hava
menarik napas panjang.
“Dasar gadis polos”
Brayn.
“Saya juga ingin sama
seperti orang lain memiliki pendidikan tinggi” Hava.
“Terserah” Brayn.
Hava pada akhirnya
bekerja di sebuah pabrik makanan melalui campur tangan Brayn. Kebetulan pabrik
tersebut merupakan milik salah satu perusahaan tempat Shana bekerja. Shana
terus saja tertawa mendengar curhatan Brayn tiap harinya melalui saluran
telepon.
“Geng kalian benar-benar
keterlaluan” ocehan Shana.
“Kasihan gadis itu” Shana
kembali berkomentar.
“Kemauan para bos besar”
jawaban menohok Brayn.
“Tapi kau tetap terlibat,
mana sebagai pria beristri lagi, mengerikan” Shana.
“Menelepon itu ga pakai
lama juga keles” sindir pria tua di belakangnya.
“Salam ma pria tua itu,
sampai jumpa lagi” Shana segera memutus saluran teleponnya.
Brayn terlihat kesal
melihat pria tua berteriak dari pintu. “Jangan lupa peranmu, harus benar-benar
menjiwai” pria tua.
“Adriel, rencana
selanjutnya?” Brayn.
Bagian 17...
ADRIEL...
Andaikan saya menjadi Hava,
tentu rasanya sakit pakai banget. Keadaan memaksakan dirinya harus melewati
satu badai. Rasa takut dia tidak lulus berusaha saya kubur dalam-dalam. Sosok
Aldrick yang selalu menjadi malaikat buatnya akan menjadi penentu Hava ke
depan.
Rencana lebih jahatnya
lagi adalah sengaja menjebak Hava agar berakhir di penjara selama 7 hari ke
depan. “Maaf, kami harus memeriksa tas anda” salah satu polisi sahabat pria tua
ikut membantu rencana ini.
“Saya salah apa pak?”
Hava kaget mendadak. Polisi menghadang dirinya di tengah jalan saat hendak menahan
sebuah taxi. Sang polisi menarik paksa tas miliknya, kemudian menggeladah
seluruh isi di dalamnya.
“Anda harus ditahan”
ucapan polisi.
“Salah saya?” Hava.
“Menyelundupkan obat terlarang”
jawaban polisi memegang sesuatu di tangannya.
“Itu bukan punya saya”
Hava.
“Anda bisa menjelaskan di
kantor polisi sebemtar” Polisi.
Saya hanya bisa melihat
dia dari kejauhan. Hava duduk termenung dalam sel tahanan penjara. Kehadiran
Brayn sekali lagi menjadi penentu buatnya? “Tahu dari mana saya disini?” Hava.
“Seseorang memberi
tahuku” Brayn.
“Siapa?” Hava.
“Sepertinya teman
kerjamu, dia melihatmu bersama dengan polisi” Brayn.
Hava tidak ingin memberi
tahu tentang kesulitannya terhadap pria di depannya. “Kalau ingin nangis,
kenapa harus ditahan?” Brayn.
“Menangis juga ga
nyelesaiin masalah” Hava.
“Dasar gadis bodoh, ntar
situ gila karena menahan semuanya di dalam” Brayn.
“Saya percaya kalau Hava orang
baik” Brayn.
“Satu-satunya manusia
yang masih memberi kepercayaan” tawa Hava meledak.
Brayn selalu ada buatnya.
Memberi penyemangat hidup kalau dia pasti bisa melewati semua badai dengan
baik. Diam-diam mengirim makanan buatnya selama di penjara tanpa sepengetahuan
Hava “Jangan sakit” kalimatku menatap dia dari kejauhan.
“Hava harus bisa melewati
badai” suara hati menjerit di tempat sana.
“Tidak selemah yang
kubayangkan” Nara berbisik ke telingaku.
“Bagaimana kau akan
menjelaskan semua skenario ini terhadap gadis itu, andaikan dia lulus” Nara.
“Entahlah” kalimatku.
Aktifitas Hava selama di
penjara, hanya bercerita tentang lututnya yang terus saja tersungkur di hadapan
Sang Pencipta tiap malamnya. “Hava ga punya uang buat bayar pengacara” salah
satu isi doa menggelitik terdengar olehku. Kenapa bisa saya tabu? Saat ini saya
sedang menyamar sebagai wanita yang berakhir di penjara karena satu kasus.
Beruntung saja polisi itu
mau membantu. “Jangan sampai ketahuan, ngerti?” bunyi pesan sang polisi.
“Saya bisa dipecat
kalau ketahuan, jadi, tutup mulutmu!” kalimat polisi kembali.
Menyuruh Nara mengirim
makanan buat Hava karena saya sudah tidak bisa lagi melakukan kegiatan tersebut.
Hava tidak pernah tahu si’pengirim makanan buatnya. “Kenapa masih terus berdoa,
pada hal hidupmu sendiri kelewat susah?” melempar pertanyaan buatnya.
“Kakak belum tidur?” seperti
biasa Hava akan selalu memanggil semua orang dengan sebutan kakak.
Dia terlihat biasa saja
seakan masalahnya tidak pernah ada. “Memangnya Tuhan bisa membantu?” masih
terus melempar pertanyaan.
“Tuhan kan memang tidak
pernah menjanjikan hidup itu tanpa badai, hanya saja Tuhan pasti selalu ada
hingga membuatku bisa berjalan di tengah badai” senyum Hava.
“Kau masih bisa
tersenyum?”
“Tidak juga, tapi
entahlah” Hava.
“Setidaknya kau masih
memiliki pria itu” memancing dirinya.
“Siapa?” Hava.
“Pria yang selalu
menjengukmu” kalimatku.
“Ka’Aldrich maksudnya?”
Hava.
“Dia pria beristri” bisik
Hava.
“Kau bermain api?” kalimatku.
“Perasaan kakak saja,
belum kenal Hava juga langsung dihakimi mirip banget ma manusia satu itu” Hava.
“Siapa?” berbalik ke
arahnya. Ternyata dia sudah tertidur pulas, bahkan suara dengkurannya berbunyi
cukup keras juga.
“Dengkuranmu kelewat
berisik” berujar sambil membelai rambut hitamnya.
“Kakak Debu, bisa-bisanya
nyerang Hava” dia mengigau dalam tidur
lelapnya di penjara.
“Maaf” hanya kalimat itu
yang keluar.
“Selamat menikmati
kebebasanmu esok hari” berkata-kata dalam hati sambil tersenyum mendengar
dengkuran di alam mimpinya.
Sesuai jadwal kalau Hava
akan bebas setelah mendekam dalam tahanan selama 7 hari. “Anda dibebaskan dari
segala tuduhan” seorang polisi berbicara terhadapnya.
Pria berseragam
membangunkan Hava dari tidur lelapnya di pagi hari. “Coba bapak ulangi lagi!”
Hava masih belum percaya.
“Anda bebas” ucapan
polisi.
“Kenapa bisa?” Hava.
“Ternyata bungkusan yang
ada dalam tas anda Cuma tepung terigu dan paracetamol tablet bukan golongan
narkotika” polisi berusaha menjelaskan.
Hava rasa-rasanya ingin
memaki setelah mendengar penjelasan tadi. “Kenapa bapak ga cek baik-baik dulu
baru tangkap orang, gimana sih?” cetus Hava. Saya ingin tertawa keras mendengar
gimik suaranya.
“Tepung terigu dan
paracetamol tablet sampai berakhir di penjara selama 7 hari?” Hava
menggeleng-geleng kepala seketika.
“Rasa-rasanya saya ingin mengumpat,
tapi sudahlah” gerutu Hava berjalan seperti orang bodoh keluar dari penjara.
Saya berusaha menahan
tawa melihat tingkah lakunya. Permainan masih belum berakhir. Para bos besar
meminta saya untuk berpura-pura sakit. Jatuh pingsan di depan mata Hava
keesokan harinya.
Saya harus membuat
seluruh tubuhku memiliki suhu tinggi lebih dari 40°C. “Hava, kenapa kau selalu
mengecewakan?” ucapan paling gila setelah pintu rumahnya terbuka.
“Kenapa kau harus merusak
rumah tangga orang? Kenapa kau jadi pengedar obat terlarang?” masih juga
melempar pertanyaan.
“Jadi, maksud kakak
kesini hanya ingin menghakimi?” Hava
sedikit terpancing.
Permainan pingsan pun
dimulai seketika. “Kakak” Hava kaget bukan main.
“Astaga, demam” suara
histeris Hava.
Dia berusaha membawahku
masuk ke rumahnya walaupun kekuatannya tidak seberapa. Hal terbodoh yang sedang
dilakukan adalah merawat sosok pria yang selalu saja menjadi hakim buatnya. “Seandainya
ga sakit, Hava pasti sudah maki habis-habisan” cetus Hava sambil terus
mengompres keningku.
“Hava juga manusia biasa,
punya perasaan” cetusnya lagi.
Terus berjaga di
sampingku semalaman penuh. Obat itu benar-benar mujarab hingga membuat saya terlihat
demam tinggi, pada hal Cuma akting semata. “Kenapa juga Hava harus ingat semua
kebaikan kakak tiap melemparkan ucapan-ucapan menakutkan?” Hava.
Dia pikir saya tidak mendengar
semua ucapannya. “Saya tidak pernah merebut suami orang, coba waktu itu ka’Debu
ga teriak memaki, pasti kakak ganteng Aldrich ga mungkin juga memberi payung
buat Hava” gerutu Hava.
“Hava dan dia ga punya
hubungan sama sekali, lantas kenapa selalu jadi hakim paling hebat bahkan
merasa paling suci?” masih saja mengoceh.
Rasa-rasanya saya ingin
tertawa mendengar ocehannya. Gadis polos yang masih bisa mendengkur ketika
berada dalam sel tahanan. “Hal lebih menyakitkan lagi, kakak bermesraan ma
cinta pertama” Hava.
“Saya baru sadar kalau
sebenarnya Hava menyukai kakak” pernyataan cinta paling membagongkan.
“Semoga kakak bahagia ma
wanita cantik itu” ucapan terakhir sebelum akhirnya suara dengkurannya mulai
berirama kembali.
Saya hampir tidak percaya
mendengar ucapannya. “Permainan kalian cukup sampai disini!”mengirim pesan di
grup chat.
“Memang ini yang terakhir
keles” balasan menohok pria tua.
“Kau bebas menjelaskan
segala sesuatunya terhadap dia kalau perlu sekarang juga” bunyi pesan Nara.
Ternyata mereka semua
sedang berkumpul bersama. “Hati-hati saja jangan sampai Hava serangan jantung
mendadak” Brayn ikut mengirim pesan dalam grup chat.
“Bagaimana dengan saya
dan Hope?” Ha melempar pertanyaan.
“Banyak berdoa” ka’Arauna
ikut membalas pesan.
Kenyataannya adalah Ha diam
seribu bahasa dan berusaha menahan diri mendengar Hope terkurung dalam kamar.
Media sosial menyebut Hope si’anak konglomerat sebagai perusak hubungan. Bagaimana
Hope akan menghadapi 2 keluarga? Terkadang masalah terbesar dalam sebuah
hubungan berada pada perselisihan keluarga. Pihak organisasi tidak ingin
mengambil resiko. Jangan karena perselisihan tersebut, sehingga berakibat
fatal.
Keangkuhan 2 keluarga
dapat memberi dampak terhadap situasi apa pun itu. Pihak organisasi hanya ingin
menilai sisi bijak seperti apa yang dijalani terlebih jika dirinya berasal dari
keluarga konglomerat. Bisa dikatakan keluarga yang menganggap diri memiliki
kekayaan di atas rata-rata rentan terhadap ruang - ruang sensitiv di beberapa
tempat. Ha sendiri menyadari situasi seperti ini sehingga dirinya terus saja
diam.
“Kakak sudah bangun?”
Hava tiba-tiba saja bangun dari tidur.
“Syukurlah demam kakak
turun” Hava mengambil pengukur suhu.
“Saya harus berangkat
kerja” berujar terhadapnya.
“Jangan lupa tutup pintu
kalau kakak keluar” Hava seolah bersikap cuek.
Rasanya sulit sekali
menjelaskan sesuatu hal. Mulutku seperti terkunci rapat. Tuhan, beri petunjukMU
cara untuk berterus terang terhadap gadis centil ini. Dia tidak mengejarku,
malah membiarkan saya berjalan leluar dari rumahnya.
“Apa dia sudah tahu
tentang semuanya?” Brayn seolah menggodaku.
Kami berdua bertemu di
jalan. “Hentikan kegilaanmu!” cetusku sambil terus menendang beberapa batuan
kecil di jalan.
“Boro-boro bercerita, dia
saja terlihat cuek” membayangkan wajah judes Hava seolah ingin mengusir.
“Siapa yang tidak kesal?
Pastilah dia jengkel, sudah ditolong, tapi air susu dibalas air tuba” Brayn
“Curhatannya semalam
terdengar menggemaskan” senyumku rasa-rasanya ingin mencubit 2 pipinya.
“Saya sudah melewati masa
kritis kemarin, jadi, intinya saya mengerti perasaanmu” Brayn tiba-tiba saja memelukku.
“Kalian ternyata
bersahabat” entah dari mana Hava hingga hadir di taman bermain di sini.
“Hava tidak kerja?” Brayn
sedikit gagap.
“Justru Hava yang
harusnya bertanya, kenapa kalian mempermainkan gadis polos seperti saya?” Hava.
“Mati banyak” umpatan
Brayn.
“Kalian benar-benar
jahat” Hava masih berjuang menahan isak tangisnya.
“Semua jawaban
pertanyaanmu ada sama dia” ternyata Nara sejak tadi ada di belakang kami.
“Saya yang menelepon dia
biar datang melihat pemandangan yang sebenarnya” ka’Arauna juga hadir disini.
“Kami pikir, kau tidak
akan tahan tidak saling bicara untuk waktu yang lama, jadi, ya begitulah” Nara.
“Saya dan dia bukan
sepasang suami istri” ka’Arauna menunjuk Brayn.
“Dia bukan cinta
pertamaku, begitupun sebaliknya saya bukan cinta pertama dia” penekanan Nara
menunjuk ke arahku.
Pada akhirnya tangis Hava
pecah seketika. “Apa salah Hava sampai dijadikan bahan permainan?” badan Hava
lemas seketika.
“Hentikan tangismu, jadi cewek
itu ga boleh kelewat cengeng!” Nara.
“Apa lagi mau jadi calon
istrinya dia, harus siap mental” bisik ka’Arauna.
“What?” Hava tiba-tiba
saja berhenti menangis.
“Hava bisa serangan jantung
karena kalimat barusan” Hava.
“Wajah aslinya dia tidak
sejelek yang kau bayangkan, semua itu Cuma settingan belaka” Nara.
“What?” Hava makin
serangan jantung.
Beruntung saja taman
bermain disini lagi sepi bahkan tidak terlihat pengunjung manapun selain kami.
Semua menunjuk ke arahku untuk memberi penjelasan yang sebenarnya. Saya mimpi
apa semalam hingga bos dan sahabatku berkhianat terhadapku?
“Wajah aslinya dia
seperti ini” Nara menunjukkan sebuah foto pada layar pomselnya.
“Wajahnya seperti bapak
10 anak” Hava.
“What?” kalimatku
seketika.
“Kenapa Hava yang harus
jadi bahan permainan?” Hava.
“Jawabannya karena dia
lagi mencari calon isteri, ngerti?” ka’Arauna.
“Suruh dia menjelaskan
apa yang sebenarnya terjadi!” Nara.
Semua pergi meninggalkan
kami berdua. Hava diam membisu tanpa melempar pertanyaan sekalipun. Saya ingin
menjelaskan sesuatu, hanya saja entah harus memulai dari mana. Tiba-tiba saja
Hava berdiri dan kemudian berjalan pergi tanpa meminta penjelasan. “Beri saya
waktu untuk menjelaskan semuanya” berteriak ke arahnya.
“Hava lagi ngantuk, lain
kali saja” gadis itu pergi tanpa menoleh ke belakang.
Ternyata semua sahabatku
belum balik masih setia jadi penguping. Mereka semua tertawa melihat bagaimana
gadis itu bersikap cuek. “Wajar dia marah” Nara.
“Dia juga manusia bukan
Tuhan” Brayn.
“Kenapa pasanganmu main
terima-terima saja, sedang Hava?” menatap ke arah Nara dan Brayn.
“Karakter masing-masing
orangkan berbeda-beda” Brayn.
“Setidaknya dia lulus”
ternyata Ha juga ada disini.
“Bagaimana kalau dia
mencari pria lain?” pertanyaan paling kacau.
“Kalau Tuhan sudah
berkata dia jodohmu, tidak mungkin juga dialihkan ke orang lain setelah proses
skenario luar biasa” Nara.
“Kalau dipikir-pikir lagi
sejak dulu, sebenarnya banyak lawan jenisku yang naksir berat ma saya sejak
usia remaja, walaupun dikatakan ga cantik” ka’Arauna.
“Pamer” Brayn.
“Tidak juga, Cuma curhat
saja” ka’Arauna.
“Lanjut cerita kakak tadi
itu, penasaran” Nara.
“Tapi, saya merasa kalau sepertinya
ada bemteng cukup besar membungkus hidupku sehingga bagaimanapun lawan jenisku
berusaha mencari perhatian akan tetap berhenti dan tidak akan pernah berjalan
ataukah berhenti tepat di depanku hanya untuk menyatakan perasaannya”
ka’Arauna.
“Siapa tahu kakak saja
yang kelewat ggrrrrr” Brayn.
“Entahlah. Tingkah laku
lawan jenis yang lagi cari perhatian kan bisa dinilai atau di rasa keles” cetus
ka’Arauna.
“Jangan membuat ka’Arauna
ngamuk!” Nara.
“Intinya dari ceritaku
adalah kalau memang dia buatmu artinya akan ada benteng yang akan membentengi
dirinya hingga semua pria tidak akan pernah bisa berjalan ke arahnya” ka’Arauna.
Ucapan ka’Arauna ada
benarnya. Merenung tentang banyaknya hal yang sudah terjadi. Membayangkan
memory indah bersama Hava membuatku tersenyum seorang diri. Dia memiliki sisi
unik dan semangat pantang menyerah.
“Saya harus menjelaskan
banyak hal di depannya” segera bangun dari tidur dengan suasana yang masih
gelap.
Pagi-pagi buta
mengemudikan motor ke rumahnya. Berjaga di depan rumahnya hingga matahari
menampakkan diri di sebelah timur. “Hava” berujar setelah pintu rumahnya
terbuka. Dia hanya berjalan pergi bahkan seolah tidak menyadari keberadaanku.
“Hava” berteriak. Dia
terus saja berjalan dan tidak ingin menoleh ke belakang. Kenapa saya berubah
menjadi pengejar? Harusnya saya yang dikejar, kenapa jadi begini? Menjadi
pengekor dan menunggu kepulangannya di tempat kerja. Hal terkacau lagi adalah
saya terus saja berjaga di depan pintu rumahnua untuk kedua kalinya di bawah
derasnya air hujan.
Dia tidak lagi peduli
denganku. Dan tiba-tiba saja semua menjadi gelap. “Hava” tersadar setelah
membuka mata.
“Jangan banyak bergerak,
nanti tambah sakit terus nyusahin orang!” Hava duduk di sampimg ranjang
tempatku berbaring. Jatuh pingsan karena semalaman terguyur hujan deras hingga
saya kembali terbaring di rumahnya.
“Maaf tentang semuanya”
wajahku tertunduk.
“Lupakan!” Hava.
“Kama tidak bermaksud
menjebak atau menjadikan dirimu bahan permainan” mencoba menjelaskan.
“Seandainya kami tudak
akan menjalani satu kisah hidup sedikit berbeda dari orang lain, tentu proses
pencaharian pasangan hidup tidak semenakutkan begini hingga membuatmu menderita”
penjabaran buatnya.
“Berarti bukan hanya saya
saja?” Hava.
“Sahabat-sahabatku yang
ikut berperan kemarin juga menjalani proses percintaan seperti ini, menjebak target
pasangannya habis-habisan, apakah lulus atau tidak” jawaban...
“Para bos besar tidak
ingin kami jatuh terjebak karena salah memilih pasangan sehingga terjadilah kisah
rumit antara satu sama lainnya” bahasaku kembali.
“Berpura-pura sakit,
wajah penuh ma bekas luka borok, berada di panti, dan semuanya?” Hava.
“Kehidupan di atas cukup
mencengangkan dan siapapun pasti akan terjebak atau bunuh diri mungkin atau
salah berjalan karena sesuatu hal. Tuntutan mencari pasangan dengan mental
baja, bijak, tidak pernah kecewa terhadap situasi apa pun itu sekalipun
menyakitkan, tidak salah mengambil keputusan ketika berada di bawah tekanan,
dan memiliki hukum kasih” penjelasan cukup panjang buatnya.
Menjelaskan semua masalah
yang sudah terjadi hanya untuk mencari tahu sesuatu hal dalam dirinya. Membuatnya
berada di penjara, difitnah, mendapat caci maki banyak dosen, dan lain
sebagainya hanyalah skenario belaka. Organisasi tidak mencari yang sempurna,
hanya saja beberapa hal menuntut satu kekuatan andaikan Tuhan membuat kami akan
berjalan di tempat berbeda kelak.
“Pantas saja kakak
menyuruh Hava berpuasa waktu itu” Hava.
“Ka’Aldrich bercerita
kalau kakak mati-matian mempertahankan Hava tiap pertemuan kalian di markas”
Hava.
“Dia bercerita apa ke
Hava?” kalimatku.
“Waktu kakak pingsan,
ka’Aldrich yang membantu Hava bawah masuk ke rumah. Disitulah ka’Aldrich bercerita
banyak” Hava.
Ternyata Brayn mengekor
diam-diam kegiatan yang kulakukan. “Dia mengekor diam-diam atas perintah bos
besar” Hava.
“Dia dimana?”
“Lagi tidur di ruang tamu”
Hava.
“Berarti Hava sudah tidak
marah?”
“Masih sedikit marah sih,
tapi lupakan!” Hava.
“Hava mau jadi jodoh
terbaik?”
“Gimana mau jadi pasangan
kalau nama asli saja Hava belum tahu” Hava.
“Adriel” spontan
menjawab.
“Ternyata calon suami Hava
namanya Adriel” ucapan cuek Hava sambil berjalan berjalan keluar.
Sulit dipercaya gadis
polos ternyata bisa juga bertingkah seperti ini. Dia tetap setia merawat hingga
saya sembuh total. “Hapus semua bekas luka palsu-palsuan kakak di wajah dan
seluruh tubuh!” perintah judes Hava.
“Biar Hava bisa lihat kegantengan
kakak berada di level berapa” Hava.
“Kan sudah lihat foto”
balasan buatnya.
“Foto dan asli itu, terkadang
memiliki perbedaan cukup jauh” Hava.
Jodoh yang Tuhan kirim
buatku memang beda. Setidaknya masalahku di kota ini selesai. Para personil berencana
akan segera kembali ke markas setelah Ha menyelesaikan masalahnya.
Target selanjutnya yang
masih menjadi pembahasan adalah kisah Ha. “Hope masih terkurung dalam di
kamarnya hingga detik sekarang” Feivel mencoba menjelaskan keadaan Hope
terhadap kami semua.
“Apa yang akan kau
lakukan?” melempar pertanyaan langsung terhadap Ha.
“Saya akan berjalan ke
rumahnya” Ha.
“Kelewat nekat” sindir
Shine.
“Untuk saat ini biarkan
Feivel mencoba berbicara” pria tua.
Kami semua seperti biasa
menonton sebuah layar untuk mencari tahu situasi di rumah target. Feivel sukses
menyembunyikan kamera kecil dibalik kemejanya. Kakek dan ayah Hope memang
memiliki karakter cukup keras. Beruntung saja Feivel sukses meyakinkan mereka
agar bisa menemui sang target utama.
“Maaf, mencoba masuk
tanpa memberi tahumu terlebih dahulu” Feivel berbicara.
“Kisah guru galak
terkurung, terpenjara, mendapat tekanan karena menghancurkan hubungan
seseorang” Feivel.
“Kenapa kau tidak mencoba
membela diri?” Feivel masih saja melempar pertanyaan.
Hope duduk di lantai
tanpa berucap sepatah kata. “Saya tidak akan memaksa dirimu untuk menyukai
diriku, jadi, jangan khawatir” Feivel.
“Tapi, jawab
pertanyaanku” Feivel.
Kami semua duduk manis
depan layar untuk menonton hal yang akan terjadi selanjutnya. “Menurutmu?” Hope
tertawa sinis.
“Entahlah” Feivel.
“Saya tidak mungkin
melempar kalimat kurang menyenangkan terhadap keluargaku, di tempat lain tidak
mungkin juga saya harus berteriak memaki ayahnya atau tunamgannya” Hope.
“Kau yang akan menderita”
Feivel.
“Saya memang menyukai
dia, jadi, ucapan ingin merusak hubungan mereka sepertinya akan kulakukan”
Hope.
“Kenapa kau menyukai pria
seperti itu? Memiliki masa lalu LGBTQ, apa kau sadar?” Feivel.
“Entah karena dia mengajariku
hidup ataukah saya menyukai dirinya tanpa alasan” Hope.
“Tiap orang pasti
memiliki masa lalu, begitupun sebaliknya dengan dirinya. Ada yang salah?” Hope.
“Dia tunangan orang”
penekanan Feivel.
Perasaanku berkata kalau
tugas Feivel adalah menjadi penggoda, lantas kenapa berubah menjadi pencari
informasi lebih lanjut? Apa skenario kali ini ada perubahan besar? Bagaimana
pria tua itu menanggapi masalah?
“Tetaplah bijak tekanan
apa pun yang sedang ingin menghancurkan hidupmu, entah kenapa saya selalu
mengingat ucapannya ketika di gereja kemarin” Hope kembali berbicara. Ha sendiri diam seribu
bahasa...
HABAKUK
Saya bagaimana? Tinggal
masalahku saja yang menjadi sorotan disini, sedang Adriel dinyatakan bebas
merdeka. Hope terlihat seperti gadis lemah ketika tekanan dari seluruh anggota
keluarganya. “Diam tidak berarti lemah atau kalah” Adriel seolah membaca isi
pikiranku.
Kisah Hope hanya
bercerita tentang diam, terlihat lemah, terkurung, dan objek lainnya yang tidak
disebutkan. Dia terlihat meragukan di mata para bos besar. Tuhan, apa saya
salah pilih sasaran?
Feivel sukses meyakinkan
ayah Hope agar tidak lagi mengurung anaknya. Pria yang akan selalu bersama Hope
di mata ayahnya hanyalah Kenzie. Begitulah Feivel tetap memakai nama Kenzie
sama seperti sebelumnya. “Kalian berdua akan menjadi pasangan serasi” senyum
sang ayah.
Mereka berdua selalu
terlihat bersama. Feivel memcoba membawa dirinya untuk menghirup udara segar di
beberapa tempat. “Apa kau suka suasana pegunungan?” Feivel. Kenapa saya bisa
tahu? Karena kami semua selalu menjadi penguntit di belakang terlebih diriku
sendiri.
“Sangat suka” pertama
kali senyum Hope mengudara setelah masalah pengurungan dirinya di kamar.
Menikmati suasana pantai membuatnya
tertawa lepas. “Apa kau juga menyukai pantai?” Feivel.
“Sangat suka” Hope.
“Apa kau sudah bisa
melupakan dia sebagai masalah terbesarmu?” Feivel.
“Sebenarmya saya ingin menjadi
pelakor, tapi belum sempat merebut malah hidup Hope sudah di hakimi total”
Hope.
“Apa yang kau sukai
darinya?” Feivel.
“Awalnya saya ingin
menunjukkan pada diri kalau hidupku sukses sebagai pendidik, tapi dia hadir
bahkan kebalikannya mengajarkan satu alunan hidup” Hope menarik napas
dalam-dalam.
“Apa saya bisa menjadi
pengganti dia?” Feivel.
“Pertanyaanmu membuatku ingin
tertawa” Hope.
“Kenapa?” Feivel.
“Kau pria paling
sempurna, namun entah kenapa namamu sulit tersimpan di dalam sini” Hope
memegang sekitar area jantungnya berada.
“Saya sedang mencari
jalan keluar untuk menghentikan tindakan ceroboh papi menjodohkanku denganmu”
Hope.
“Tapi saya menyukaimu,
saya akan berjuang untuk membuatmu menyukai diriku” Feivel.
“Pernyataan bodoh” Hope.
“Apa kita berdua bisa
bicara?” Shine tiba-tiba hadir di tengah pembicaraan mereka.
“Kau” suara Feivel
meninggi.
“Biarkan saja, saya bisa
menghadapinya” Hope berusaha menahan Feivel.
“Kau tidak apa-apakan?”
Feivel terlihat khawatir.
“Tinggalkan kami!” Hope.
Feivel mengikuti kemauan
Hope. Hanya mereka berdua ditemani permainan ombak pada pinggir pantai. “Dari
mana kau tahu saya berada disini?” Hope.
“Saya mengikutimu” Shine.
“Apa yang kau inginkan?”
Hope.
“Saya tidak bisa hidup
tanpa Chim” Shine.
“Lantas?” Hope.
“Kumohon, jangan menjadi
perusak hubungan diantara kami!” Shine.
“Atas dasar apa kau
berkata saya adalah perusak?” Hope.
“Dia selalu bersikap
dingin, cuek, diam terhadapku” Shine.
“Rasa-rasanya saya ingin
mati kalau dia berlari ke pelukan wanita lain” Shine.
“Dasar pikiran bodoh”
tawa Hope meledak.
“Saranku, jangan
mempertahankan pria yang tidak pernah menyukaimu!” Hope.
“Tapi, saya tidak bisa
hidup tanpa dirinya” Shine.
“Saya tidak akan jadi
perusak hubungan kalian, hanya saja jangan memaksa untuk bertahan karena itu
menyakitkan” Hope.
“Kenapa kau menyukai pria
yang pernah menjadi wanita?” teriak Shine.
“Kau sendiri kenapa bisa
menyukai dia?” Hope.
“Saya menyukai dia tanpa
alasan” Shine.
“Jawabanku sama
sepertimu, tapi tenang saja, saya tidak akan menjadi perusak hubungan kalian” ucapan
Hope sambil berjalan pergi meninggalkan Shine.
Akting gadis centil itu
memang tidak perlu diragukan. Saya sendiri ingin tertawa mendengar ucapannya.
“Apa kau benar-benar akan meninggalkan Cashel dan menikahiku?” menggoda Shine
setelah kepergian Hope.
“Seandainya kau jodohku,
mungkin saya akan menikah denganmu, tapi setelah semua yang saya jalani ga bakalan”
Shine.
“Lantas kenapa kslewat
mendalami peranmu, gadis centil?” pertanyaan buatnya.
“Saya melampiaskan mimpiku
sebagai artis yang sayangnya berhenti di tengah jalan” Shine.
“Dasar gadis gila” mengumpat
ke arahnya.
“Gawat” teriakan Adriel
dengan napas terputus-putus.
Pria tua sengaja menjebak
Hope agar terjadi pertemuan kedua kalinya antara 2 keluarga. “Kau harus kesana
melihat perang nuklir!” Adeiel.
Kami semua berlari menuju
tempat Mereka. “Jangan masuk ke tengah!” ka’Arauana menegurku.
“Kita lihat bagaimana dia
akan menyelesaikan masalahnya sendiri” Nara.
Terkadang seseorang
kesulitan untuk mengambil tindakan ketika masalah cukup menakutkan membungkus
terlebih jika berasal dari keluarga sendiri. “Hentikan langkahmu!” Shine.
Hope sedang berdiri di
antara ayahnya dan pria tua. “Saya tidak pernah merusak hubungan anakmu, sejak
pertemuan waktu itu, kami sudah tidak menjalin komunikasi” Hope berusaha untuk
terlihat tenang.
“Satu lagi, kami berdua
sama sekali tidak pernah saling menyatakan perasaan antara satu sama lain” Hope
kembali berujar buat pria tua.
“Belajarlah menjadi ayah
yang bijak dan buang semua keangkuhan hidupmu!” Hope menatap ke arah ayahnya.
“Tiap orang punya masa
lalu, jadi, jangan bertingkah seolah papi saja manusia paling suci tanpa dosa”
Hope.
Dia mencoba untuk
bersikap dan tidak terlihat lemah, namun bijak untuk berkata-kata. “Jadilah
sahabat terbaik buat anak anda, jangan menjadi manusia egois!” Hope
berkata-kata sambil menatap pria tua di depanya.
“Sekali lagi, jangan
khawatir, saya tidak akan merusak pertunangan anak anda!” Hope.
Kehidupan mengajarkan
tentang satu objek. Semua terdiam bahkan ayahnya pun tidak berkutik sama
sekali. “Maaf, karena sudah menjadi pusat perhatian hingga membuat anda
hampir-hampir serangan jantung” permohonan maaf Hope terhadap pria tua.
Hope segera menarik
tangan ayahnya untuk segera masuk ke dalam mobil. Apa dia terlihat lemah?
Jawabannya adalah tidak sama sekali. Dia kembali menjadi seorang guru dan
menutup rapat-rapat telinganya tenrang semua ocehan orang banyak. “Hope, apa
kau tidak kasihan terhadap papi?” sang ayah menghentikan langkahnya saat hendak
berjalan keluar dari pintu gerbang sekolah.
“Hope belum siap menjadi
ahli waris papi dengan segala jenis perusahaan raksasa di tanganmu” Hope.
“Satu lagi, saya sudah memutuskan
untuk tidak melanjutkan kisah perjodohan antara putri semata wayangmu dan pria
tampan itu” penekanan Hope.
Hope kembali menjadi
sosok wanita berkarakter. “Tenang saja, putri semata wayangmu tidak akan
menjadi pelakor” Hope.
Dia berusaha mengisi
hidupnya dengan melakukan banyak kegiatan. Memilih untuk tidak tinggal bersama
sang menjadi pilihan terbaik buatnya. “Apa kau tidak ingin berjalan ke
arahnya?” pria tua berbisik ke telingaku.
“Apa kalian semua
merestui?” dua bola mataku terbuka lebar.
“Dengan syarat, jangan
dia berbalik dan mengingini warisan dari ayahnya” ka’Dhavy.
“Kau tahukan sifat ayah
dan kakeknya seperti apa?” pria tua.
“Jangan sampai
keluarganya berkata kelak, perananku jauh lebih kuat, jadi semua bisa
dikendalikan sangat halus pada lingkaran-lingkaran tertentu” ka’Dhavy.
“Untung kalau orang tuanya
berpikir sehat, tapi kalau jalannya berbelok tanpa sadar gimana coba?” pria
tua.
“Pergilah, sepertinya dia
selalu merindukanmu!” Shine.
“Kau membatalkan saya
menjadi jodohmu?” menepuk kening Shine.
“Sebenarnya, kalau boleh
jujur namamu hampir tersimpan di ruang hatiku, tapi entah kenapa ga jadi, dan
saya akhirnya bertemu Cashel” Shine.
“Gombalnya mulai lagi”
Brayn.
“Pergilah! Dia ada di
gereja kecil itu bersama Hava” ka’Arauna.
“Hava?” Adriel terkejut.
“Mereka tadi bertemu di
tengah jalan, dan akhirnya terjadilah saling mengajak” Feivel.
“Gereja kecil
mengingatjan saya ma Cashel” gerutu Shine.
“Naiklah!” Brayn segera
berhenti di tengah memakai mobil pick-up.
“Sepertinya kami semua
ingin mengantarmu” pria tua.
Brayn menjadi sopir buat
kami hari ini. Perjalanan menuju gereja kecil tersebut cukup memakan waktu.
Detakan jantungku melaju begitu kuat. Bagaimana kalau dia melempar sumpah
serapah ke arahku?
Hope duduk tersungkur
dalam gereja kecil itu bersama Hava. Adriel segera menarik tangan Hava agar
meninggalkan ruang gereja tersebut. Sepertinya Hava tahu kedatangan kami semua hari
ini. Apa ini rencananya? “Saya meminta bantuan gadis comel ini untuk
menjelaskan segala sesuatu terhadap Hope” Adriel.
“Apa?”
“Pria tua di belakangmu
menyuruhku karena tidak tahan melihat wajah murungmu” Adriel berbisik di
telingaku.
Hope seolah tidak sadar
dengan kehadiran kami semua. Dia tetap duduk tersungkur depan altar gereja.
“Masuklah! Selesaikan masalahmu!” Shine mendorong tubuhku.
Saya berjalan masuk dan
duduk di sampingnya. “Kau akhirnya datang?” kalimat pertama Hope tanp berbalik
ke arahku.
“Kau tahu saya akan
datang?”
“Hava memberitahuku, ada
yang salah?” Hope.
“Tidak ada yang salah”
jawabku.
“Apa kisahku sama seperti
Hava dijebak tanpa jedah iklan?” akhirnya dia menatap dua bola mataku.
“Maaf membuatmu terluka”
permohonan maaf, namun entah apakah luka itu bisa sembuh...
Dia hanya diam seribu
bahasa dan tidak lagi melempar pertanyaan. “Sampai segitunya ya cara kalian menciptakan
skenario?” ucapannya kembali setengah jam setelah membisu.
“Ya, sampai saya harus
memerankan sosok wanita cantik. Andaikan seorang gadis menyadari identitasku
sebagai pria”...
“Selanjutnya?” Hope.
“Dia mau mengajari banyak
hal tentang hidup, kemudian membawaku keluar dari dunia LGBT artinya jodohku
memang dirinya” menjawab pertanyaan Hope.
“Lantas kenapa membuat
banyak jebakan menakutkan?” Hope.
“Sebagai penentu bagi
para bosku dinyatakan memang dari Tuhan atau tidak” jawaban buatnya.
Menjelaskan lebih detail
tentang semua yang sudah terjadi dari awal, pertengahan, himgga akhir. “Apa kau
tahu, selama papi mengurung saya di kamar selalu saja saya bermimpi tentangmu”
Hope.
“Mimpi?”
“Saya menikah denganmu,
tiap malam mimpiku hanya bercerita tentang hal tadi” Hope.
“Saya baru mengerti
petunjuk mimpi kemarin, membuatku terlihat bodoh” Hope.
Saya hanya diam dan tidak
tahu harus menjelaskan apa pun ke arahnya. “Kalau bukan karena Hava bercerita
mengalami kisah yang sama, mungkin selamanya saya akan terlihat bodoh” Hope.
“Hava bilang,
rasa-rasanya saya ingin balas dendam terhadap bos, sahabat, juga dirinya, tapi
nanti saya menyesal di belakang akhirnya batal” Hope.
Tawa Adriel meledak
seketika. Mereka semua menguping pembicaraan di antara kami. “Lantas?”
pertanyaan buat Hope seolah menghiraukan siara tawa sahabtku di luar.
“Apa saya dinyatakan
lulus di mata para bosmu?” Hope.
“Mereka merestui dengan
syarat jangan pernah berlari, berbalik, dan mengingini warisan ayahmu”...
“Saya juga tidak pernah
tertarik menjadi ahli waris papi” Hope sedikit tertawa.
“Apa itu artinya kau
memaafkan semua skenario yang kami lakukan?”
“Kalau saya tidak belajar
memaafkan, nanti saya menyesal karena Tuhan bisa saja mengirimkan gadis lain
yang jauh lebih baik sebagai penggantiku” Hope tiba-tiba saja memeluk hangat
tubuhku.
“Bagaimana kau akan
menghadapi kegeraman ayahmu?”.
“Tetaplah bijak sekalipun
dirimu berada di bawah tekanan, itukan ucapanmu” Hope.
“Saya pasti bisa
menghadapi keluargaku termasuk papi” Hope.
Inilah kisah percintaanku
memiliki lika likunya tersendiri. Akhir dari perjalanan kami adalah menyadari
cerita berirama pada satu titik tertentu. “Kapan kakak menghapus semua bekas
luka palsu-palsuan di sana-sini?” teriak Hava dari luar hingga membuat
perhatian kami teralihkan.
“Bekas luka
bohong-bohongan ini baru terhapus 1 bulan lagi” Adriel. Semua tertawa melihat wajah
Hava yang terlihat kesal...
***TAMAT***