Sabtu, 14 September 2024

KONFERENSI MEJA BUNDAR 3...

KONFERENSI MEJA BUNDAR 3

Bagian 1...

 

ADRIEL

 

Busur panah menikam begitu dalam hingga mencabik-cabik sudut ruang. Bagaimana kisahku akan berjalan? Perjalanan hidup yang terdengar melelahkan. Permasalahan silih berganti menghardik seperti tombak paling tajam.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” Ha tiba-tiba saja duduk manis di sampingku.

“Merenung sampai kapan menjalani hidup seperti ini” menjawab pertanyaannya.

“Ucapanmu kacau banyak” Ha tertawa.

“Btw, bagaimana kisah guru galak itu?” melemparkan pertanyaan lain ke arahnya.

“Something” Ha tersenyum kesengsem.

Kisah pencaharian jodoh di antara kami, tentunya akan membuat orang sulit mencerna, tetapi seperti itulah kisah kami sekarang. “Kembali ke markas” bunyi pesan menohok dari para bos besar.

“Sepertinya kita harus balik terlebih dahulu” Ha menatap ke arah handphone miliknya.

“Bagaimana dengan 2 gadis itu?” pertanyaanku.

“Biarkan saja mereka menikmati kisahnya” Ha.

“Kau terlihat tidak lagi merasa sakit, terbawa perasaan, dan lain semacamnya”

“Saya belajar darimu” Ha.

“Saya sepertinya harus bertemu Hava, tolong jangan lupa pesan tiket pulang buatku juga” segera berlalu dari hadapannya.

Bagaimana seorang Adriel berjalan ke arah sosok gadis dengan kadar IQ di bawah rata-rata? Di dunia ini tidak ada manusia bodoh, hanya saja penjabaran pola pikir menjadi penentu untuk berjalan ke suatu area. Saya percaya seorang Hava dapat menciptakan satu kehidupan tidak terduga hingga membuat semua orang terkagum ketika melihat ke arahnya.

“Sudah makan?” tersenyum ke arah Hava.

“Kakak sendiri?” Hava.

“Mau makan?” menawarkan jajanan pinggir jalan.

“Dengan senang hati” Hava.

Kami berdua tertawa bersama menikmati suasana riuh di malam hari. “Kakak harus coba makanan di sini” Hava segera menghentikan langkahnya seketika.

“Hari ini biar saya saja yang traktir” kalimatku.

“Memang sejak tadi Hava mengharap kakak yang traktir” Hava.

“Dasar gadis centil” menepuk keningnya seketika.

“Ternyata enak juga” ujarku setelah mencicipi makanan gerobak tidak jauh dari tempat kami berdiri.

“Feeling Hava selalu benar” Hava tersenyum lebar.

“Hava harus bisa membuktikan tentang cerita hidup di sekitar lingkaran paling tidak biasa” suara hatiku berkumandang begitu saja.

Tuhan, jodoh pilihanMU tidak mungkin salah bahkan tidak pernah salah. Pembatalan jodoh seolah membuatku ingin tertawa lebar tiap mengenang memory tersebut. Hanya karena sosok Adriel dikenal sebagai salah satu sosok manusia terjenius, hingga tidak dapat menerima kenyataan hidup.

“Hava harus bisa belajar seserius mungkin, ngerti?” menekankan sebuah kalimat kembali.

“Bagaimana kalau Hava gagal?” Hava.

“Saya tidak akan marah, hanya saja Hava harus berjuang di tempat yang rasa-rasanya terlalu mustahil untuk dilalui” menjawab kalimatnya.

“Kita tidak akan bertemu beberapa hari ke depan. Jadi, Hava harus belajar seorang diri” berbicara kembali.

“Kakak mau kemana?” Hava.

“Ada urusan pekerjaan di luar kota” membalas kalimatnya.

“Kenapa Hava jadi takut kakak ga kembali seperti dulu ya?” Hava.

“Siapa bilang ga balik? Saya kerja di sini” ujarku.

“Janji?” Hava.

“Tentu saja”...

Perasaanku berkata sesuatu akan terjadi pada pertemuan kali ini di markas. “Hava harus jaga diri baik-baik selama saya tidak ada” membelai rambutnya.

“Kakak, sampai segitunya juga” Hava.

“Maksudnya?”

“Mendadak perhatian keles” Hava.

“Dasar gadis bodoh, tidak pekah pakai banget” menggerutu dalam hati.

“Wajah kakak seperti terlihat kesal” Hava.

“Lupakan dan sekarang kita jalan pulang, okey?” terdengar kesal sambil menarik tangannya.

Kehidupan seorang Adriel terdengar menggelikan. Bagaimana bisa? Lupakan! Perjalanan balik markas dimulai kembali. Sekumpulan wajah-wajah bersama makna cukup menghanyutkan dapat terbaca dari jarak jauh. “Kacau pakai banget” gerutu Brayn berjalan seperti manusia remuk berkeping-keping.

“Ada apa lagi sih?” rasa kesal Shine.

“Seperti biasa aku kembali ke markas” Nara.

“Perempuan licik” Feivel menatap kesal ke arah Nara.

“Memang saya kenapa?” Nara balas menatap.

“Kenapa ngaku-ngaku kalau saya mantan suami anda depan dia?” Feivel.

Ha tertawa keras mendengar pertengkaran antara dua anak manusia di depan kami. Sepertinya kisah Feivel jauh lebih rumit dibanding berjuang keras menghadapi permasalahan sistem pembelajaran Hava. Penasaran? “Kalau dipikir-pikir lagi, kepalaku selalu sakit tiap melemparkan beberapa pertanyaan ke arah Hava” bergumam pelan sambil membayangkan gadis comel itu membuka lembaran demi lembaran kertas di depannya.

Perkumpulan beberapa waktu belakangan hanya bercerita tentang jodoh dan bukan yang lain. “Brayn, bagaimana bisa kau berjalan kemari?” pria tua melemparkan pertanyaan ke arah Brayn.

“Kau kan sedang menjalani penyakit stroke di usia muda” ka’Arauna.

“Semua ini karena para bos besar memanggil kembali ke markas” Brayn.

“Bisakah anda menjelaskan alur ceritamu menuju kemari?” ka’Arauna.

“Kakak semacam pura-pura atau memang tidak sadar kalau ka’Dhavy si’pembuat skenario?” Brayn.

“Saya mengaku sebagai kerabat terdekat yang sudah lama mencari dirinya” ka’Dhavy tiba-tiba muncul di tengah kami.

“Lantas?” rasa penasaranku muncul.

“Akhir kata, adiknya yang comel dengan senang hati membawa manusia tengil ini ke depanku” ka’Dhavy.

“Si’target reaksinya gimana?” tanyaku lagi.

“Dia tidak tahu perbuatan adiknya karena tidak sedang berada di rumah” ka’ Dhavy.

“Wow” kalimatku.

“Keren pakai banget” tuan Ahaziah.

“Patut diberikan jempol paling hakiki” ka’Arauna.

“Memang skenario ka’Dhavy is the best” Shine yang sejak tadi menguping.

“Luar biasa” Nara tiba-tiba hadir di tengah kami.

“Hentikan kelakuan kalian!” Brayn berusaha menjauh.

Apakah ini kisah percintaan tergokil atau gimana? Kehidupan kami memang beda dari manapun. Persahabatan di antara kami memiliki ceritanya sendiri. Pertemuan luar biasa hingga menciptakan seninya mengajarkan kehidupanku tentang makna keluarga sebenarnya. Jujur, saya memiliki keluarga, akan tetapi seolah tidak memiliki keluarga dan tidak pernah mengerti cara mendekap kehidupanku walaupun hanya sedikit.

“Bagaimana kisah petualangan kalian kali ini?” ka’Arauna melemparkan pertanyaan setelah seluruh personil berada dalam ruangan.

“Sesuatu pakai banget” tuan Ahaziah pertama kalinya melemparkan pernyataan centil seperti sekarang.

“Bagaimana dengan kisah seorang Adriel?” ka’Arauna.

“Bisa mempertanggung jawabkan atau tidak sama sekali?” ka’Arauna kembali melemparkan pertanyaan.

“Berikan saya waktu untuk membuktikan sekaligus mempertanggung jawabkan” jawabanku tanpa basa-basi.

“Wow” tuan Ahaziah.

‘Sudah yakin dengan pilihanmu?” ka’Arauna.

“Saya lebih dari kata yakin” jawabanku.

“Kenapa?” ka’Arauna.

“Tuhan tidak mungkin salah memberikan saya tulang rusuk”...

“Bagaimana kalau kami ikut bermain dalam skenario perjalanan cintamu?” ka’Arauna.

“Maksudnya?” pertanyaanku.

“Kami para bos besar akan terjun langsung untuk membuktikan tentang beberapa objek” ka’Dhavy.

“What?” seluruh personil berteriak serentak dengan mata membelalak tanpa kedipan sekalipun.

“Jadi, maksud pertemuan hari ini ingin membahas tentang RTL kalian?” Shine.

“RTL itu apaan yah?” Feivel.

“Tolong dijelaskan!” Brayn menatap Shine.

“Rencana Tindak Lanjut” penekanan Shine.

“Btw, kami semua penasaran kisah cinta Shine ma pria bule” ka’Arauna.

“Luar biasa” Nara.

“Entahlah” Shine tertunduk lemas.

“Wajahmu seganas ini?” pertanyaanku.

“Shine yakin kalau dirinya berasal dari Sang Pencipta?” ka’Dhavy.

“Sejauh ini saya masih ingin memastikan” Shine.

“Lantas?” ka’Arauna.

“Jangan berusaha menjadi hakim buatku” Shine.

“Saya tidak akan menjadi hakim apa pun pilihanmu selama Shine bisa mempertanggung jawabkan banyaknya objek di depan” ka’Arauna.

“Kita semua adalah sahabat” Nara.

“Nara sendiri bagaimana?” ka’Dhavy.

“Saya persilahkan kakak untuk terjun langsung!” Nara.

“Nara memang sesuatu pakai banget” ka’Arauna tersenyum ke arahnya.

Kisah percintaan bersama cerita di dalamnya. Jangan menjadi hakim buat kami atas segala yang terjadi. Bukan maksud ingin menjadi viral, hanya saja keadaan menyatakan objek tidak terduga. Satu lagi, jangan iri terhadap apa pun yang ada dalam alur cerita kami karena tiap orang memiliki versi alur hidupnya sendiri.

“Pertemuan kali ini membahas tentang cara kalian ingin mempertahankan atau membuang tanpa harus melakukan presentasi di depan untuk sebuah penjabaran terhadap sebagian besar personil” tuan Ahaziah.

Satu persatu dari kami berjalan ke depan untuk bercerita tentang kata ingin mempertahankan sekalipun semua itu terlihat mustahil untuk dijalani. Sepertinya hampir semua personil mengutarakan pendapat yang sama.

“Saya ingin mencoba mengerti kehidupan seperti apa yang sedang ingin dijalani olehnya, walaupun dikatakan kehidupanku sendiri sedang dibungkus oleh ketakutan besar” Feivel.

“Jadi?” ka’Arauna.

“Nara memang benar, tidak seharusnya saya berjalan seperti manusia bodoh hanya karena ketakutan terbesar tentang masalah penolakan” Feivel.

“Menyalahkan Adriel atas ide pencaharian tulang rusuk terdengar kacau, maaf atas tindakanku kemarin” Feivel.

“Semua itu masa lalu, lupakan!” ujarku.

“Apa kau masih ingin berjalan?” ka’Arauna.

“Lebih dari kata berjalan apa pun keadaannya” Feivel.

Kami semua memberi tepuk tangan cukup kedas buatnya. “Sahabatku pasti bisa” Ha penuh haru.

“Bagaimana denganmu?” ka’Dhavy.

“Seorang gadis kaya bahkan tidak pernah tahu  tentang rasanya tinggal dalam sebuah rumah kecil tanpa pembantu, sedang belajar membuktikan kalau dirinya mengerti satu objek yang memang sulit dijabarkan tanpa sebuah pembuktian” Ha.

“Apa kau yakin?” tuan Ahaziah.

“Entah kenapa ruang hatiku ingin menggenggam tangannya suatu hari kelak” Ha.

 

 

Bagian 2...

HABAKUK...

 

Kehidupan yang sedang kujalani bertengger pada satu dahan sama seperti anak burung sambil meniupkan cuitan khasnya. Seorang Ha ingin mencoba memahami perbedaan antara derasnya arus air bersama sifat tenangnya ketika berada pada satu area. Sepasang sepatuku sedang berjuang untuk bertahan di sebuah jalan bersama hantaman kerikil, lubang, lumpur, pendakian, jalanan paling menakutkan tanpa henti.

Ha akan memiliki cerita dengan versi terbaik, kelak” ingatan kata-kata Shan masih membekas.

“Ha, sepertinya kau harus bersiap menghadapi sebuah petualangan besar di depan matamu” ka’Arauna.

“Ucapanmu cukup menghanyutkan ruang hatiku” ka’Dhavy.

“Sosok Adriel sukses membuat Ha galau karena cinta” tuan Ahaziah.

“Kawan, terima kasih buat semuanya” tersenyum menatap Adriel.

“Kau terlihat menggelikan” Adriel.

Pertemuan kali ini tidak lagi menyuruh tiap personil menjabarkan kandidat jodoh masing-masing. Para bos besar hanya ingin mendapat kejelasan akan kata mempertahankan atau membuang. Skenario dramatis kisah kami masing-masing bisa dikatakan petualangan, sesuatu hal paling mengesalkan, membuat marah, bahkan menciptakan rasa tawa luar biasa. Banyak orang bisa saja berpikiran negatif, hanya saja keadaan mengharuskan kami menjalani kehidupan seperti ini.

“Sosok Ha lagi merenungi diri rupanya” ka’Arauna berteriak di belakangku.

Menghirup udara segar pagi hari terdengar menyenangkan juga. Pertemuan kemarin cukup mengharukan sekaligus lucu. “Ka’Arauna memang sesuatu” kalimatku.

“Memangnya apa yang kuperbuat?” ka’Arauna.

“Selalu tahu posisi anak buahnya dimana” menjawabnya.

“Wow” ka’Arauna.

“Kebetulan saya numpang lewat dan kebetulan sosok Ha sedang berada di bawah pohon besar belakang markas tercinta kita” ka’Arauna masih berusaha menjabarkan.

“Kapan kita diterima bangsa ini?” pertanyaanku langsung ke inti.

“Pertanyaan tiba-tiba” ka’Arauna.

“Kapan kami akan memperkenalkan diri?” pertanyaanku selanjutnya.

“Bagaimana respon bangsa ini setelah menyadari keberadaan kita semua?” saya masih berkutik dengan pertanyaan.

Ka’Arauna hanya terdiam sejenak tanpa kata-kata. “Saya juga sedang berpikir sama sepertimu” ka’Arauna.

“Maaf” ucapanku.

“Kalian menjalani skenario menakutkan memang tidak mudah, tetapi harus” ka’Arauna menarik nafas dalam-dalam.

“Pada saat itu saya selalu mengancam kalau tidak mempersiapkan kalian artinya hubungaku dan ka’Dhavy putus bahkan saya tidak mau tahu apa pun situasinya ke depan. Entah kenapa tim kerja yang kuinginkan harus pilihan Tuhan bukan manusia sewaktu hidupku benar-benar hancur berkeping-keping setelah kepergian mamaku” ka’Arauna.

“Saya bisa bayangkan bagaimana Ka’Dhavy mengalami ketakutan luar biasa pada saat itu” ujarku.

“Berjalan buta-buta tanpa sesuatu apa pun di depan mata sama seperti kisah Abraham dalam sebuah kitab suci sepertinya membuat saya tertantang untuk melakukan semua itu” ka’Arauna.

“Lantas?”

“Saya membayangkan sosok raja Saul dan Salomo menjadi seorang pemimpin tanpa harga yang harus dibayar berakhir dengan satu jurang luar biasa bahkan tidak pernah tercatat kisah pertobatan mereka kembali. Tim kerja yang kuinginkan tidak boleh jatuh terlebih sejatuh-jatuhnya pada sebuah jurang hebat apa pun situasinya kelak” ka’Arauna.

“Saya ingin tim kerja ini menjalani kehidupan seperti raja Daud, Moses, Yusuf sebelum menjadi seorang leader terbaik suatu hari kelak. Baik saya, ka’Dhavy, pria tua itu, dan beberapa orang juga membayar harga cukup mengerikan sama seperti kalian” ka’Arauna.

“Kakak terlihat selalu menyalahkan ka’Dhavy atas kisah gadis tua yang selalu mendapat makian semua orang” tertawa keras.

“Itu karena saya tidak tahan, jadi, saya luapkan saja emosiku ma dia lagian kalau sisi marah atau sedih atau apalah kami berdua dibuat Tuhan untuk saling merasakan, tapi hal paling menyebalkan kalau sosok Arauna digantung terus padahal terikat” ka’Arauna.

“Sangat menyedihkan” gurauanku.

“Saya sampai bilang kalau kau tidak mau ma saya, tinggal ketemu terus panggil pendeta, kemudian doa pelepasan biar kita berdua tidak terikat satu sama lain, terakhir cari pasangan masing-masing” ka’Arauna.

“Hancur parah” ujarku.

“Mau gimana lagi, saya selalu diserang kiri kanan dan segala macam. Di satu sisi memang saya marah, tapi di sisi lain karena keadaan membuat dia tidak bisa berjalan ke arahku belasan tahun lamanya, serba salah” ka’Arauna.

“Apa kakak tidak pernah kepikiran pelakor yang lagi viral?”

“Saya dan dia terikat, jadi tidak mungkin mau selingkuh, justru tukang cemburuan itu jatuhnya bukan di saya melainkan dirinya, tapi sosoknya selalu menggantung. Aneh bin tidak ajaib” ka’Arauna.

“Kalaupun ada gadis lain, silahkan, nanti saya tinggal berdoa minta jodoh baru. Paling juga dia masuk neraka jahanam. Saya bilang...” ka’Arauna.

“Bilang apa?”

“Saya tidak marah kalau memang kau menyukai gadis lain, tetapi pikirkan semua konsekuensinya ke depan, bisa saja apa yang Tuhan berikan buat dirimu hilang lenyap dan tidak akan kembali hanya karena gadis tersebut begitupun sebaliknya dengan saya” ka’Arauna.

“Hubungan paling kocak” kalimatku.

“Sebenarnya sih yang kebanyakan cuci mata itu saya bukan dirinya, jadi, harus banyak didoakan luar biasa tanpa jedah iklan” ka’Arauna.

“Hancur” ujarku.

“Kembali ke topik utama” ka’Arauna.

“Jangan melemparkan pertanyaan kapan kami memperkenalkan diri atau bagaimana bangsa ini akan menerima kami!” ka’Arauna.

“Maaf”...

“Bangsa dengan populasi penduduk sangat besar membutuhkan waktu untuk menerima kalian, semua memiliki ceritanya kelak dan jangan pernah memaksakan keadaan” ka’Arauna.

“Tanpa perlu kalian memperkenalkan diri jauh-jauh hari, Tuhan sudah memperkenalkan kalian terlebih dahulu melalui objek kecil seperti ini” ka’Arauna.

“Waktu?”

“Coba lihat kehidupanku, terlahir miskin, jelek, kuper, anak rumahan, nilai di sekolah pas-pasan, tidak pernah dilihat siapapun, akan tetapi Tuhan memperkenalkan sosok Arauna ke mata dunia dengan cara paling mencengangkan tanpa bantuan orang dalam. Saya tidak lahir dari keluarga pejabat dan lain sebagainya, papa tidak tamat sekolah dasar, dua tanganku dipegang kuat olehNYA” Ka’Arauna.

“Kunci utamanya berada pada kata sabar” berusaha menarik nafas panjang.

“Satu lagi, jangan hidup sepertiku yang suka bersungut, terlebih dia yang menggantung” ka’Arauna.

“Pernyataan apaan ini?”

“Btw, saya penasaran dengan sosok Hope” ka’Arauna.

“Hope memiliki prinsipnya sendiri, gadis tangguh dengan sedikit hiasan karakter khas darinya membuatku ingin mengenal dia lebih dari yang kumau” ujarku.

“Pria tua itu sepertinya sudah mempersiapkan sesuatu objek luar biasa buatmu” ka’Arauna.

“Belum menyatakan perasaan, tapi kalian sudah ingin menciptakan skenario jahil?”

“Sebagai pembuktian kalau sosok Hope memang sepadan denganmu” ka’Arauna.

“Kalimat paling kacau” balasanku.

“Sosok Ha harus dapat tulang rusuk terbaik bukan abal-abal, ngerti?” ka’Arauna.

“Cerita ma ka’Arauna seru juga” kalimatku.

Menikmati udara segar di pagi hari bersama curahan hati cukup menyenangkan juga. Sampai dimana kisah percintaanku? Entahlah. Ikuti saja terus hingga kalian semua tertawa ataukah terhibur.

Saya ingin belajar cara mengekspresikan diri ketika mengikuti alunan musik. Beberapa hari ini kami masih sibuk mempelajari banyak objek. Merakit teknologi-teknologi terbaru, mempelajari permasalahan-permasalahan antara daerah satu dengan lainnya, mencari proses penyelesaian kelemahan-kelemahan bidang di tiap bidang, dan lain sebagainya.

Ibarat bos, jangan berjalan dengan pernyataan, tiba masa tiba akal. Bangsa ini memiliki variasi karakter, keunikan, penghasilan, kualitas, cara berpikir, dan lain sebagainya berbeda-beda. Intinya kami mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya apa pun yang terjadi. Permasalahan penolakan dari bangsa ini andaikan itu terjadi merupakan masalah di belakang bukan cerita sekarang.

Cerita hidup kami bukan hanya sekedar narasi, melainkan sesuatu yang memang sulit untuk dijabarkan. “Kau dimana?” sebuah pesan masuk.

“Ibu Hope” tersadar si’pengirim pesan.

“Lagi pulang kampung” membalas pesannya.

“Berarti ibu Embun cuti?” ibu Hope.

“Yes, ada urusan mendadak di kampung” tulisan pesan berikutnya.

“Jangan-jangan kau disuruh menikah?” ibu Hope.

“Menikah dengan siapa? Laki-laki atau perempuan?” tersenyum sendiri.

“Entahlah, perasaanku berkata kalau ibu Embun masih belum bertobat untuk menjadi lelaki sejati, jadi, tidak mungkin menikah dengan seorang gadis” pesan menohok ibu Hope.

“Pernyataan apaan ini?” balasanku seketika.

Hingga akhirnya dia berhenti membalas chatku. “Andaikan, kau sudah kembali menjadi laki-laki normal kelak, kuharap kau memberikan semua bajumu buatku kan masih bisa dipakai” satu jam kemudian bunyi pesan menohok darinya kembali masuk.

“Ibu Hope yakin kalau saya bisa kembali?” memberi pertanyaan.

“Sangat yakin bahkan seyakin-yakinnya” ibu Hope.

Pikirannya lari kemana? Perasaanku berkata kalau dia anak orang kaya, ngapain juga menginginkan pakaian bekas? Dasar wanita pada dasarnya selalu ribet masalah fashion. “Sejak tadi saya perhatikan si’Ha senyum-senyum sendiri” Adriel menatap wajahku begitu serius.

“Kenapa memangnya?”

“Dasar manusianya lagi kasmaran” sindir Shine dari belakang.

“Benar-benar jatuh cinta” mimik wajah tuan Ahaziah terlihat aneh.

“Bukan lagi benar-benar jatuh cinta, melainkan sangat-sangat jatuh cinta” Brayn.

“Bukan sangat-sangat jatuh cinta, tapi luar biasa wow” Feivel.

“Sepertinya saya perlu ralat, dari luar biasa wow menjadi dunia paling terheboh bagi sosok Ha yang lagi merasakan jatuh cinta sangat luar biasa wow pakai banget” Adriel menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Kemungkinan besar Hope cinta pertamanya si’Ha” Nara.

“Bilang saja kalian sirik” teriak ka’Dhavy.

“Sepertinya” ujarku.

“Adriel, tolong bantu Ha menemukan sebuah alat terbaru!” ka’Arauna berteriak dari belakang.

“Ka’Arauna tidak salah bicara?” Adriel.

“Memang saya tidak salah, kan situ ketua terjenius masalah penemuan-penemuan” ka’Arauna.

Kami bertiga berjalan masuk ke satu ruangan. Acara saling menatap satu sama lain sedang terjadi. “Oke, silahkan ka’Arauna jelaskan!” memulai pembicaraan.

“Kebetulan Ha mengerti sedikit masalah dunia perbakterian, microorganisme, dan lain sebagainya” ka’Arauna.

“Maksudnya?” Adriel.

“Silahkan kalian berdua menemukan sebuah alat praktis dalam bentuk RDT maksudku Rapid Diagnostic Test TBC dengan mempelajari masalah microbakteri tubercolosis!” ka’Arauna.

“Pusat kesehatan di berbagai daerah terlebih area pedalaman tidak semua memiliki alat TCM, sedangkan jarak kampung dan lainnya cukup jauh bahkan sangat jauh” ka’Arauna.

“Setahu saya pemeriksaan TBC memang harus memakai sample lendir di pagi hari sih” kalimatku.

“Tepat katamu” ka’Arauna.

“RDT TBC tanpa harus memakai sample lendir di pagi hari, hanya memakai air liur ataukah darah dan bisa diperiksa kapan saja dengan tingkat keakuratannya 95%. Kenapa? Ada banyak kesulitan yang dihadapi nakes untuk melakukan pemeriksaan terhadap suspek TBC dimulai dari jarak tempuh perjalanan, dana, harus di pagi hari, karakter, dan lain sebagainya berpengaruh besar” penjabaran ka’Arauna.

“Jadi?” Adriel.

“Permasalahan seperti ini menjadi akar terbesar, sedangkan TBC merupakan golongan penyakit menular. Bangsa ini salah satu penyumbang terbesar penyakit tadi bahkan banyak yang meninggal” ka’Arauna.

Kenyataan yang ada adalah beberapa pemeriksaan memang membutuhkan alat lengkap dan hampir sebagian besar hanya terdapat di rumah sakit. Pada dasarnya, pembuatan RDT oleh pemerintah dapat dilakukan tanpa harus pemeriksaan lab terlebih dahulu, namun entah mengapa tidak terpikirkan oleh mereka. RDT Covid, HIV, dan penyakit mematikan lainnya dapat dibuat. Masa iya RDT TBC tidak bisa ditemukan? Atau memang alat tadi ada di negara luar sana, hanya saja pemerintah belum memasukkan ke negara sendiri.

Penggunaan sample lendir di pagi hari itu cukup sulit dilakukan dengan berbagai alasan. Jauh lebih baik memakai RDT dengan sample air liur atau darah dan dapat dilakukan kapan saja. Suspekpun lebih mudah di jangkau mulai dari sekolah, kampung, dan lain sebagainya tanpa harus memakai alat-alat lab yang berada di kota atau sarana kesehatan tertentu.

“Tugasku?” Adriel.

“Kau membantu Ha, kan kebetulan kalian satu rumah kalau di luar markas sekarang ini” ka’Arauna.

“Terserah” Adriel.

Permasalahan di negara tercinta tidak hanya berbicara tentang ekonomi, melainkan permasalahan pendidikan, hukum, SDA/ SDM, kesehatan, dan objek-objek lainnya yang belum terlihat, akan tetapi memberikan pengaruh cukup besar. Posisi kami sekarang adalah sedang mempelajari seluruh bidang bersama penanganannya ke depan. Andaikan bangsa ini menerima kami tanpa harus melihat tentang perbedaan iman kepercayaan, tentu kami akan berjuang keras. Satu hal, tidak ada perasaan marah sekalipun, kalaupun kalian menolak kami kelak. Semua membutuhkan waktu, terlebih cerita tentang proses penerimaan tanpa paksaan.

“Masalah paling berkasus lagi adalah dunia persampahan” kalimatku seketika.

“Pemikiran masyarakat untuk sadar kebersihan masih di bawah rata-rata di seluruh daerah” Adriel.

“Betul” ka’Arauna.

“Saranku sih, kalau bisa tiap daerah kecil terlebih pedalaman terdapat mesin penghancur sampah mini untuk membantu masyarakat” kalimatku.

“Saya setuju pakai banget” ka’Arauna.

“Jadi dalam mesin penghancur sampah ini dibagi menjadi beberapa kotak diantaranya kotak sampah bisa dijadikan pupuk tanaman, kertas/  kardus, plastik, dan besi/ aluminium. Dan tidak lupa, di mesin tersebut juga terdapat kotak pembakaran sampah” sedikit menjabarkan.

“Dengan kata lain?” Adriel.

“Kotak-kotak sampah tadi dibagi, tetapi tetap dalam satu mesin. Kelompok yang masih bisa digunakan sebagai pupuk dibawah ke kebun, sedangkan kertas/ kardus/ besi/ aluminium di kirim ke pabrik daur ulang. Bagi sampah yang tidak bisa didaur ulang tetap dihancurkan dan dapat digunakan digunakan sebagai batako atau ide-ide menarik lainnya” demikianlah penjelasanku.

Di kampung-kampung terlebih area pedalaman tempat pembuangan sampah itu benar-benar 0%, sementara permasalahan sampah memang terjadi dimana-mana. Tidak mungkin juga mobil truck sampah berjalan jauh ke kampung-kampung kecil apa lagi bagian pedalaman. Salah satu cara paling membantu sekalipun hanya berkisar di sekitaran 80% adalah mesin penghancur sampah mini.

Bangsa ini tetap menjadi salah satu negara dengan tingkat kesadaran di bawah rata-rata tentang masalah kebersihan dan persampahan. “Kapan kalian rencana berangkat?” ka’Arauna.

“Tergantung dari bos besar saja, kapan memulai skenario buat tulang rusuk kami?” Adriel.

“Memang my bossss berperan besar” sedikit tertawa ke arah ka’Arauna.

“Kalian berdua berguraunya lumayan pakai banget” ka’Arauna.

Kami bertiga tertawa hebat seketika. Memikirkan kisah ke depan membuatku sedikit merenung akan makna hidup di dalamnya. Banyaknya objek mengajarkan dua kaki tentang pilihan hidup, entah berjalan ataukah berlari. Anak tangga itu menyimpan misteri luar biasa bahkan sulit dipecahkan hanya dengan mengamati semata.

Tuhan, apa pun jalan hidupku nantinya, semua kuserahkan ke dalam tanganMU. Dekap erat hidupku tiap saat tanpa pernah melepasnya. Saya bukan manusia suci dengan banyaknya umgkapan kata-kata, hanya saja buat alur ceritaku terlihat mengikuti irama nada musikMU.

“Shine, ada yang bisa saya bantu” menegur gadis imut di depanku.

“Sepertinya tidak ada” jawaban tegas Shine.

“Lantas, wajahmu terlihat aneh gitu?”...

“Perasaanmu saja” wajah judes Shine bermain.

“Penipu kelas kakap” mengejek dirinya.

“Menurutmu, apa yang harus kulakukan biar Shine ngerti karakter palsu cowok gitulah?” Shine.

“Gadis aneh” mengejek dirinya.

“Kenapa emangnya?” Shine.

“Kenapa juga menyamar jadi gadis gila kalau masih belum mencari” menggeleng-geleng kapala menatap ke arahnya.

“Shine masih sedikit bingung” Shine.

“Gunakan kata hatimu, jangan gunakan rumus lain! Ngerti?” mengelus-ngelus anak rambutnya.

 

 

 

Bagian 3...

 

Percakapan antara dua personil masih berlangsung. “Bagaimana denganmu?” Shine.

“Saya memiliki jalan ceritanya sendiri, jadi, pikirkan saja dirimu sendiri” Ha menepuk kepalanya sambil tersenyum hangat.

Dua anak manusia itu masih saling bergurau. “Sepertinya dia sudah bersiap-siap meninggalkan markas” Shine menunjuk Feivel.

“Kalian masih tinggal di markas? Belum melakukan persiapan sama sekali?” Feivel sibuk mengemasi pakaiannya.

“Belum” ucapan serentak Shine dan Ha secara bersamaan.

“Kalian belum berkemas? Sebagian personil termasuk kalian berdua dijadwalkan kembali berpetualang esok hari” Brayn.

“Apa Shine ga salah dengar?” Shine.

“Sepertinya tidak” tuan Ahaziah menunjuk ke sebuah papan pengumuman.

“Tiket belum dibeli juga keles” Shine.

“Perasaanku berkata kalau beberapa hari lalu tiket pesawat sudah dibooking” Feivel.

“Dirimu, diriku, dan dirinya berdomisili di satu daerah yang sama” Feivel menunjuk ke arah Shine, Nara, juga dirinya sendiri.

“Seru juga berpetualang bersamaan gitu di satu daerah” Ha.

“Memangnya situ ga bareng Adriel gitu” Feivel.

“Sejarah markas pertama kalinya terjadi, petualangan pencaharian jodoh diantara puluhan personil ternyata kita bertiga berada di satu daerah yang sama” Shine.

“Memangnya Ha dan Adriel ga masuk hitungan?” Feivel.

“Lupakan mereka berdua” jawaban judes Shine.

“Ha, jangan lupa mempelajari jenis RDT kemarin!” Arauna berteriak di belakang mereka.

“Beres bos” teriak Ha balik.

“Gendang telingaku pecah” cetus Feivel.

“Biasa saja keles, ga segitunya juga” Shine.

“Ha kan lagi falling in love berkisar di sekitaran 3.600°C bahkan sangat-sangat luar biasa” tuan Ahaziah sedikit menggoda.

“Memang ada 3.600°C? Adriel tiba-tiba masuk ke tengah mereka.

“Jelas ada kalau diadakan” Feivel.

“Ternyata Pembela kebenaran dan keadilan buat pria tua di depan kita ini adalah Feivel” godaan Shine.

“Hentikan kelakuan bejat kalian” rasa kesal Ha mengudara.

Akhir cerita adalah mereka kembali ke kamar masing-masing untuk segera berkemas. “Manis” dua bola mata Nara tertuju ke arah Shine.

“Pemberian Cashel?” Nara mencoba menebak.

“Dia memberi sepasang penjepit rambut” Shine tersenyum mengangguk.

“Penjepit rambut pemberiannya terlihat comel imut seperti wajahmu” Nara.

“Kenapa membantuku kemarin?” Shine.

“Kan Shine sahabat terbaik” Nara.

“Btw, kenapa sosok si’comel Shine sengaja memainkan peran wanita tercantik di dalam kehidupan Cashel?” Nara.

“Shine ingin mencari tahu pemikiran dia ketika berhadapan dengan seorang wanita cantik, berpendidikan, baik, lembut” Shine.

“Terus?” Nara.

“Sementara, di sisi lain terdapat wanita biasa, gila, hancur, dan lain sebagainya juga sedang berdiri di hadapannya. Bagaimana dia menanggapi sesuatu?” Shine.

“Apa yang akan terjadi denganmu, andaikan dia benar-benar memiliki perasaan khusus buatku?” Nara.

“Berarti si’Cashel memang ga lulus keles alias bukan jodoh Shine” ucapannya memabalas Nara.

“Bagaimana dengan perasaanmu sendiri?” Nara.

“Saya harus siap menerima kenyataan apa pun bentuk keadaan di depanku” Shine.

“Saya ingin tahu cara dia menanggapi beberapa pemikiran ataukah permasalahan di depannya” Shine.

“Andaikan Shine merasa patah hati dikarenakan rasa suka jauh lebih kuat bermain nantinya, kuharap semuanya baik-baik saja” Nara.

“Tenang saja, Cashel bukan satu-satunya pria di dunia ini, jadi, jangan khawatir” Shine.

“Entahlah” Nara sedikit meragukan ucapan sahabatnya.

“Kau sendiri gimana? Memainkan 3 peran sekaligus?” Shine.

“Kurasa kisah Nara terdengar lebih menakutkan, andaikan si’Brave menyadari permainanmu”  Shine.

“Saya tidak selemah yang kau pikirkan” Nara.

“Apa dia kembali menegurmu ataukah hanya sekedar bertegur sapa semata setelah pernyataanmu sebagai wanita bersuami?” Shine.

“Kami belum dipertemukan kembali setelah pertemuan antara saya, Brave, dan si’manusia autis Leci” Nara.

“Aksimu membuat Feivel sempat mengalami depresi” Shine.

“Dia saja yang kelewat baper” Nara.

Pada akhirnya mereka berdua tertawa keras. Kisah para personil mencari cinta sejati ternyata berada di luar nalar. “Kami mempersilahkan pria tua yamg kukasihi untuk berdoa sebelum mereka kembali bepertualang” Dhavy.

“Mengerikan” Shine.

“Adriel komplain” Adriel mengangkat tangan.

“Kami semua menolak tuan Ahaziah untuk berdoa” Feivel.

“Memang kenapa?” tuan Ahaziah.

“Pakai tanya lagi” Nara.

“Kalau saya sih yes ingin tuan Ahaziah memimpin doa” Arauna.

“Jangan ditanya ka’Arauna memang sahabat sejati pria tua keles” Ha.

“Pria tua, silahkan berdoa!” Arauna.

“Tuhan, para personil akan kembali berpetualang, lindungi dan sertai sekaligus berkati perjalanan mereka mencari cinta sejati. Amin” tuan Ahaziah.

“Tuan Ahaziah, ga lagi sakitkan?” Shine memegang kening pria paruh baya itu.

“Tumben” Brayn.

“Sesuatu pakai banget” Feivel.

“Pertama kali dalam sejarah” Nara.

“Apakah dia pria tua yang kukenal atau bukan?” Dhavy.

“Isi doa misterius” Adriel.

“Berdoa A salah, berdoa B juga salah, mau kalian apa?” tuan Ahaziah.

“Mereka Cuma sirik ma pria tua sepertimu, tapi, sebenarnya saya lebih suka cara berdoamu yang dulu” Arauna.

Akhirnya sebagian besar personil meninggalkan markas umtuk kembali memulai cerita mereka di luar sana. Shine, Nara, juga Feivel sedang melakukan perjalanan ke daerah yang sama. “wajah mungilmu hilang seketika” Feivel menatap Shine dari ujung rambut hingga ujung kaki. Hitam, dekil, rambut berantakan, dan memiliki gigi jelek menjadi kisah Shine sekarang.

“Waktunya kita bertiga berpencar” Nara.

“Gadis comel, jaga dirimu baik-baik” Nara memeluk erat sahabatnya.

“Sepertinya kita akan kembali bertemu deh” Shine.

“Terserah” Nara.

“Gadis jelek, semoga sukses” Feivel berjalan meninggalkan mereka berdua.

“Berperan sebagai gadis gila bernama Izumi” Shine tertawa dalam hati.

“Tuhan, kalau Shine masih dipertemukan lagi dengannya berarti kandidat terkuat masih dia” gadis itu berkata-kata dalam hatinya.

“Apa dia mencariku setelah berhasil lari dari apartement miliknya?” gumam pelan Shine.

“Anakku kemarilah, jangan pergi!” teriak Shine meluapkan emosionalnya. Membiarkan kembali air liurnya mengalir deras memenuhi wajahnya dengan berjalan seolah tidak mengenali dirinya.

Terkadang dirinya tersenyum kecil memandangi sepasang penjepit rambut di tangannya. “Bagaimana kalau saya tidak bisa melupakan dirimu, seandainya Tuhan berkata kau bukan jodoh terbaik?” Shine seolah membayangkan sesuatu hal.

“Apa saya siap dengan keadaan tadi?” menarik nafas panjang.

Sengaja menciptakan skenario hanya untuk mencari tahu sisi lain seorang Cashel. “Rasanya pasti sakit” memikirkan ucapan sahabatnya sendiri.

Derasnya hujan tidak lagi diperdulikan olehnya. Dia berjalan seperti orang bodoh memainkan peranannya. “Bagaimana kalau dia memiliki perasaan khusus buatku?” ingatan kata-kata Nara seperti tombak menusuk seakan mencabik-cabik dirinya seketika.

“Anakku, anakku, anakku” dia berteriak keras di antara derasnya hujan. Rasa takut sepertinya jauh lebih kuat bermain dibanding apa pun juga.

“Kau menangis?” tiba-tiba saja sosok Cashel sedang berdiri di depannya dan berusaha melindunginya dengan sebuah payung.

“Tuhan, buat Shine kuat kalaupun dia memang bukan pasangan yang tepat” suara hati gadis itu berbisik di tengah derasnya hujan.

“Kau aman sekarang” Cashel membawa dirinya dalam dekapan hangat.

“Cashel” seorang wanita cantik, anggun, berpendidikan menyebut namanya.

“Hyind” Cashel.

“Apa yang terjadi?” Wanita tersebut terkejut seketika.

Cashel tidak pernah tahu tentang jebakan yang sedang berjalan sekitar lingkup kehidupannya pribadi. Antara wanita gila bersama masa lalunya dan wanita berpendidikan bersama sisi kharismanya. “Kau akan memilih siapa?” suara hati Shine kembali berbisik.

“Sepertinya kita butuh taxi” Hyind alias Nara berusaha mencari taxi yang lewat.

“Bawah dia segera ke mobil!” wanita cantik itu berusaha membuka pintu taxi.

Cashel berada di antara 2 wanita saat ini. “Aktingmu memang ganas” umpatan Nara dalam hati.

“Dia demam” Cashel memegang kening gadis gila itu.

“Dia tidak sedang ber-akting” Nara tersadar sesuatu.

“Izu, sadarlah!” Cashel.

“Shin” Nara keceplosan.

“Hyind” Cashel merasa aneh.

“Maksudku, Izu jangan pingsan sekarang” Nara terlihat khawatir.

“Dia pingsan” Cashel.

“Bapak, tolong ke rumah sakit terdekat!” Nara terlihat sangat khawatir.

“Jangan membuatku mati ketakutan” jerit hati Nara mengudara.

Shine benar-benar pingsan dan membutuhkan pertolongan medis. Akhir cerita adalah Cashel berjaga semalaman di samping Shine setelah berada di rumah sakit. “Anakku anakku anakku, dimana?” ucapan pertama Shine setelah tersadar.

“Akting paling mematikan” umpatan Nara dalam hati.

“Syukurlah dia sadar” Cashel bernafas legah.

“Cashel, sepertinya saya lapar” Nara.

“Maaf membawamu dalam masalah” Cashel.

“Sebagai ucapan terima kasih, apa kau mau menonton bersama denganku?” Nara menatap serius wajah Cashel hingga membuat Shine sedikit cemburu.

“Menonton?” Cashel.

“Menonton, makan bersama, memutari pusat perbelanjaan, dan menghabiskam weekend bersama denganmu” Nara.

“Sebagai tanda balas budi atas kejadian semalam” Nara.

“Apa kau keberatan?” Nara masih melemparkan pernyataan.

“Baiklah kalau memang itu kemauan Hyind sebagai balas budi” senyum Cashel.

“Tapi, tunggu sampai dia membaik” Cashel melanjutkan ucapannya.

“Tentu saja” Nara tersenyum hangat. Cashel kembali membawa Shine ke apartement setelah kesehatannya pulih.

Nara berusaha membantu Cashel menghadapi gadis gila di depannya. “Sepertinya kau membutuhkan bantuan” Nara.

“Bantuan?” Cashel.

“Merawat gadis gila maksudku Izumi” Nara.

“Maksudnya?” Cashel.

“Adikmu menitipkan sebuah surat” Nara menyerahkan selembar kertas.

“Dia pulang kampung ke LN sana” Cashel terlihat kebingungan.

“Kau tidak perlu khawatir masalah Izumi, mungkin saya bisa tinggal di rumahmu beberapa saat hingga adikmu datang”  Nara.

“Skenario mematikan” umpatan Shine dalam hati.

“Saya bisa tidur bersama dengannya” Nara.

“Hyind tidak khawatir atau takut gitu?” Cashel.

“Tidak sama sekali” Nara menatap picik ke arah Shine.

“Anakku, anakku, anakku disini” Shine mengalihkan perhatian dengan mengambil sebuah boneka pemberian Cashel.

“Tidak mungkin juga kau memandikan, membersihkan kotoran pup, atau terus tidur di kamarnya” Nara.

“Tepat katamu, maaf merepotkanmu kembali” Cashel.

“Saya tidak mungkin melewatkan kesempatan bekerja sama denganmu masalah penanganan gadis gi maksudku Izumi” Nara membelai rambut Shine.

“Sekali lagi maaf merepotkan dirimu” Cashel.

“Justru saya harus berterima kasih karena hal seperti ini semacam petualangan” Nara.

“Mau makan, makan, makan” Shine mencoba bersembunyi bagian belakang punggung Cashel.

“Gadis imutmu sepertinya lapar, biar saya yang memasak” Nara beranjak dari sofa menuju dapur.

“Imut?” Cashel sedikit bingung.

“Nama pemberianmu terdengar imut di telingaku” Nara.

“Oh begitu” Cashel.

“Biar saya saja yang masak” Cashel berusaha menghalangi Nara.

“Tidak mengapa, kami terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini” Nara.

“Kami?” Cashel.

“Maksudku, kami para wanita sudah terbiasa berurusan ma dapur dan peralatannya” Nara.

“Sekali lagi maaf merepotkan dirimu” Cashel membungkukkan badan.

“Santai saja keles” Nara tertawa kecil.

Nara memasak dengan tangannya yang begitu cekatan. Dia seperti seorang chef restoran sangat terampil. “Bagaimana rasanya?” Nara menatap ke arah Cashel.

“Sangat enak” Cashel.

“Saya baru mencoba jenis masakan seperti ini” Cashel.

“Dia sudah lapar sejak tadi” Nara menunjuk arah sahabatnya.

“Maaf” Cashel segera mengambil piring berisi makanan kemudian menyuapi gadis gila di depannya.

“Kenapa bukan saya saja menyuapi dia?” Nara.

“Saya sudah sangat berterima kasih atas bantuanmu, selagi saya masih bisa mengerjakan hal semacam ini, tidak menjadi masalah” Cashel.

“Saya menyukai pria sepertimu” ucapan Nara membuat Shine tersedak seketika.

“Air, nanti anakku mati” Shine.

“Dia butuh air, sedang saya butuh sosok pria yang selalu perhatian” Nara.

Dialog percakapan membuat Cashel sedikit salah tingkah. Pria tersebut tidak membalas sepatah katapun ucapan Nara. “Kuharap Hyind bersabar menghadapi Izu, selamat malam” Cashel segera berjalan memasuki kamarnya meninggalkan mereka berdua.

Cashel terlihat bodoh di hadapan 2 wanita di apartementnya. “Kau benar-benar beruntung” Nara berbisik ke telinga sahabatnya setelah mereka berada di kamar.

“Pernyataan bodoh” Shine.

“Memang kenapa?” Nara.

“Bagaimana kalau dia menyukai dirimu? Artinya dia tercipta bukan untuk Shine” gadis itu menatap wajah sahabatnya.

“Apa kau mau berhenti saja?” Nara.

“Tidak, hanya saja Shine tidak boleh terlalu berharap” Shine.

“Saya akan melakukan pendekatan lebih dari ini beberapa hari ke depan” Nara.

“Silahkan!” Shine.

“Kau sudah siap menerima apa pun resikonya ke depan?” Nara.

“Tentu saja” Shine.

“Gadis comelku benar-benar bijak” Nara.

“Maaf, tidak ada maksud lain, apa kau tidak ingin bertemu Brave?” Shine.

“Kita selesaikan kasusmu terlebih dahulu, lagian Brave butuh waktu berpikir sejenak” Nara.

“Dasar” Shine.

“Kuharap sahabatku tidak terlalu galau karena permasalahan cinta kalaupun dia bukan buatmu” Nara mendekap kuat tubuh Shine.

“Tidak perlu khawatirkan diriku” Shine.

 

Bagian 4...

 

SHINE...

 

Saya harus siap menerima kenyataan di depan. Cashel bukan satu-satunya pria di dunia ini. Jadi, kenapa saya harus baper? Tetap menjalankam peranku seperti biasanya hingga menunggu waktu tentang sesuatu dalam dirinya.

Hyind seorang wanita cantik, berpendidikan, berkharisma, pintar, dan sangat sempurna sedang berjalan ke hadapannya untuk melakukan pendekatan. “Saya cuti kerja sebulan lamanya setelah pekerjaanku di luar kota kemarin” Nara maksudku Hyind mulai pembicaraan.

“Berarti waktumu tidak terganggu sama sekali?” Cashel.

“Waktuku tidak mungkin terganggu demi mengejar pria sepertimu” Hyind.

“Pernyataan bodoh” Cashel sedikit tertawa.

Seorang Nara sangat totalitas ketika memainkan karakter Hyind si’wanita sempurna. “Bagaimana kalau kita piknik bersama?” Hyind.

Apa sosok Cashel mulai menyukai kepribadian wanita cantik di depannya? Hyind memang sukses mencari perhatian pria bule itu. “Kita piknik bertiga seru juga?” Cashel.

“Bagaimana kalau hanya kita berdua saja?” ucapan Hyind membuatku tersedak kesekian kalinya.

“Lantas, Izu?” Cashel.

“Kita tinggal membayar jasa pembantu untuk satu hari penuh” Hyind.

Nara memang is the best bahkan patut diberikan piala oscar. “Saya ingin sosok Cashel belajar menghabiskan waktu denganku untuk saling mengenal satu sama lain” Hyind.

“Sedikit agresif” Cashel.

“Apa yang salah dengan ucapanku?” Hyind.

“Perasaanku berkata kalau kau tidak benar-benar menyukai diriku, semua itu hanya sebatas kagum semata dan tidak lebih” Cashel.

“Bagaimana kalau perasaanku memang benar-benar nyata, tidak seperti pemikiranmu?” Hyind.

“Rasanya mustahil” Cashel.

“Mustahil? Ataukah jauh di dasar hatimu ada nama lain, entah kau sadar ataukah tidak sama sekali?” Hyind.

“Piknik piknik piknik, anakku piknik” berusaha memotong pembicaraan mereka. Kenapa dialog mereka berdua jadi angker? Apa Cashel memiliki cinta sejati? Entahlah.

“Piknik piknik piknik, anakku” berusaha bersembunyi kembali di belakang Cashel.

“Sepertinya Izu tidak bisa ditinggal sendiri” Cashel.

“Kalau begitu kita bertiga piknik bersama” Hyind. Entah bagaimana cerita, Shine tertidur pulas di belakang punggung Cashel. Saya tidak lagi mendengarkan percakapan mereka.

Ruang hatiku seolah berkata kalau pria ganteng ini milikku bukan milik siapa-siapa. Memang bisa saya berharap lebih dari itu? Bagaimana kalau semuanya hanya harapan kosong semata? Saya tidak mungkin memaksakan kehendakku. Pihak organisasi menuntut kami seluruh personil untuk tidak memakai perasaan di dalamnya.

Tuhan, seandainya dia tidak akan pernah berjalan ke arahku, beri saya kekuatan untuk tetap tersenyum lepas. Nara hanya memainkan perannya demi kebaikan bersama. Ruang hatiku mungkin akan hancur berkeping-keping ketika hal tersebut terjadi, hanya saja ajar hidupku untuk tidak pernah memaksakan kehendak.

“Kenapa saya tertidur di sini?” tersadar sesuatu.

“Izu sudah bangun?” senyum Cashel memberi kehangatan tersendiri.

“Anakku pergi piknik” kalimat bodoh Shine sambil memeluk boneka.

“Apa saya bisa meminta bantuan?” Cashel menatap ke arah Hyind.

“Tentu saja, saya akan berusaha membuatmu menyukai diriku” Hyind.

“Tolong mandikan dia” Cashel.

Akhir cerita, Hyind alias Nara membawaku masuk ke kamar. “Silahkan mandi sendiri!” Hyind.

“Memang saya mau mandi sendiri” cetusku.

“Aktingmu benar-benar totalitas, memang pantas mendapat piala oscar” menepuk-nepuk bahunya.

“Bilang saja gadis comel cemburu, susah amat sih mengakui” Hyind maksudku Nara membalas ucapanku.

“Entahlah” jawabanku sambil terus berjalan ke kamar mandi.

Kami berdua mandi secara bergantian tanpa sepengetahuan Cashel. Keluar dari kamar setengah jam kemudian. Menikmati pemandangan alam di luar sana membuatku sedikit melupakan perasaanku sendiri. “Kau harus banyak makan” Hyind menyuapi Cashel di depanku.

Piknik bersama seolah menciptakan tusukan sangat dalam. “Saya semakin menyukai kepribadian Cashel” Hyind memulai pembicaraan.

“Apa kau tak mau memberiku kesempatan untuk mengetuk pintu hatimu?” Hyind.

“Hyind hanya sebatas kagum dan itu tidak berarti menyukai” sekali lagi Cashel mencoba menjelaskan sesuatu hal.

“Bagaimana kalau saya memang menyukai dirimu?” Hyind.

“Apa yang kau sukai dariku?” Cashel menatap serius Hyind. Sosok Shine diam memeluk sebuah boneka dan menjadi pendengar setia tanpa sadar.

“Saya suka kepribadian Cashel” jawaban Hyind.

“Kepribadianku?” Cashel sedikit tertawa.

“Hangat, lembut, perhatian, penyayang, rela memungut seorang gadis gila dan memberinya tumpangan. Ada yang salah dengan ucapanku?” Hyind.

“Tidak salah” Cashel.

“Kalau begitu beri saya kesempatan” Hyind.

Cashel diam tertegun seketika. “Apa sosok Cashel menyukai gadis gila di depannya?” Hyind.

“Maaf nona sepertinya benda ini milikmu” suara seorang pria tiba-tiba saja menghentikan perdebatan mereka. Raut wajah Hyind berubah seketika. Sepertinya dia mengenali pria tampan itu.

“Brave, apa kau sudah selesai mengembalikan benda milik mereka?” seorang gadis cantik hadir di tengah kami.

“Brave, ternyata sangat tampan” gumamku sangat pelan menyadari sesuatu.

“Maaf mengganggu waktu kalian, saya hanya ingin mengembalikan barang kepunyaan anda” Brave menyerahkan dompet milik Hyind. Beruntung saja dia tidak mengobrak-abrik isi dompet tersebut.

Dia sepertinya sudah mendapat pengganti Iyem maksudku Nara. Saya bisa bayangkan perasaan sahabatku sekarang ini hancur berkeping-keping.  Brave terlihat sangat akrab dengan gadis di sampingnya. “Apa kau menolakku?” tangis Hyind pecah seketika.

Pertama kalinya sahabatku menangis. Saya tahu dia menangis bukan karena Cashel, melainkan pria yang dicintainya berjalan bersama gadis lain. Kenapa jadi begini? Sepertinya hatinya jauh lebih terluka dibanding diriku sendiri. “Anakku nangis” kalimatku mencoba memeluk dirinya.

Brave sendiri sudah berjalan pergi tanpa tahu bagaimana Nara menjatuhkan air matanya. “Anakku nangis, nangis, nangis” semakin mendekap hangat tubuhnya.

“Maaf, saya tidak bermaksud menyakiti perasaanmu” Cashel merasa bersalah.

Tangisan Nara makin pecah seketika. Siapa pernah menduga peristiwa tersebut menjadi viral di media sosial. Entah dari mana seseorang mengambil potret kami, hingga menjadi perhatian para netisen. “Pria bule tampan menolak wanita cantik, hanya karena menyukai gadis gila di sampingnya” caption mengerikan menyebar di dunia maya.

Beruntung saja wajahku dan Nara masih disamarkan, jauh berbeda dengan Cashel. Video memperdengarkan tangisan Nara maksudku Hyind tersebar dimana-mana. Saya sepertinya mencurigai para bos besar di atas. Ingatan bagaimana mereka berkata-kata akan terjun langsung menjadi kenyataan.

“Bisa-bisanya pria tampan ini menolak mentah-mentah wanita cantik demi gadis ODGJ?” cuitan seorang netisen.

Video tersebut sepertinya kebanyakan mengalami pengeditan. “Pria tampan hanya ingin pencitraan dengan mengambil gadis gila itu” ciutan lainnya.

Semua orang menghujat Cashel habis-habisan. Memberi caci maki, mengutuk, membuly, bahkan mengecam perbuatannya. Anehnya lagi adalah wajah saya dan Nara tersamarkan. “Kenapa kau pake acara menangis segala?” cetusku dalam kamar.

“Secepat itu dia melupakan sosok Iyem?” Nara tidak habis pikir.

“Pertanyaan kemana, jawaban lari kemana” menggeleng-geleng kepala. Bagaimana saya harus menyelesaikan masalahku sekarang? Cashel mendapat banyak hinaan karena perbuatan para bos besar.

Hal lebih mengerikan lagi adalah orang tua Cashel di LN sana memaki habis-habisan anaknya melalui video call. “Cashel, apa kau masih menyayamgi mommy?” ibunya terlihat histeris mengamuk. Entah bagaimana bisa kisah anak mereka sampai ke telinga begitu saja? Luapan emosional seluruh netisen tidak terbendung.

“Kasiham wanita cantik itu menangis begitu histeris” kalimat sang netisen.

“Gadis ODJG sebenarnya tidak mengerti masalah, yang harus bertanggung jawab memang pria gila itu” rasa geram netisen lainnya.

Cashel berusaha untuk tetap tenang. Dia tidak berani keluar dari apartementnya. “Sepertinya Izu lapar” secara manusia sosok Cashel mendapat pembulyan luar biasa 7 keliling, tetapi masih tersenyum hangat ke arahku. Saya membiarkan sahabatku diam menangis di kamar.

Saya tidak pernah menyangka Nara terlihat patah remuk habis-habisan karena seorang pria. Memang si’Brave terlihat berwibawa dan berkharisma  pakai banget. Wajar saja Nara nangis 7 keliling. “Anakku mau makan” memeluk boneka.

“Maaf membawamu dalam masalah besar” Cashel ssketika mendekap hangat tubuhku.

“Katakan saja saya gila karena ingin terus mendekap hangat gadis sepertimu” ucapannya membuatku ingin menangis seketika.

Tuhan, apa Cashel diciptakan buatku seorang? Dia lulus? Apa ini hanya mimpi? Tuhan, kalau ini mimpi, tolong jangan bangunkan Shine dari tidur lelap. Tangisan histeris Nara menggelegar seketika melihat pemandangan di depannya.

“Kau benar-benar menolakku?” Hyind maksudku Nara terus saja menjatuhkan air matanya.

“Maaf, saya tidak bermaksud menyakiti perasaanmu” Cashel berusaha menenangkan Nara.

“Lantas, kenapa kau tidak bisa memberiku kesempatan?” antara akting dan ingin meluapkan emosional.

“Hyind tidak benar-benar menyukai pria bernama Cashel, perasaanmu hanya sebatas kagum dan tidak lebih dari itu” Cashel berusaha menjelaskan...

“Dari mana kau tahu masalah perasaanku?” Nara.

“Cara Hyind menatap ke arahku” Cashel.

“Jawaban menyakitkan” Nara.

“Hyind cantik, berpendidikan, wanita karir, pintar masak, memiliki kepribadian baik” Cashel.

“Masalahnya dimana?” Nara.

“Masalahnya ada sama perasaanmu sendiri, sepertinya saya bukan pria dengan porsi sesuai keinginanmu” Cashel.

“Saya tidak tahu maksud dan tujuanmu, hanya saja kau tidak pernah benar-benar menyukai diriku” Cashel.

Memang dia tidak pernah menyukai dirimulah, masalahnya ruang hatinya penuh dengan nama Brave. Semua ini hanya bagian skenario yang tidak mungkin dijelaskan. Nara akhirnya berhenti menangis. Serangan bertubi-tubi melalui dunia permedsosan terus saja berjalan ke arah Cashel seminggu belakangan. Kami semua harus terkurung dalam apartement miliknya. Beruntung saja teman Zia mau membantu mengirimkan makanan sehingga kami masih bisa mengisi perut.

“Ini tidak bisa dibiarkan” kalimatku dalam hati.

Tiba-tiba saja Cashel membawaku keluar dari apartement dan membiarkan Nara tertidur lelap di kamar. Kami mau kemana malam-malam begini? Apa dia akan membuangku ke jalan? Sepertinya kami sudah keluar dari perbatasan kota.

Sebuah gereja? Apa dia akan menitipkan saya di sini seperti di film-film? Harusnya kalau ODGJ sepertiku masuk rumah sakit jiwa, masa iya? Dia duduk tersungkur dalam gereja tersebut dan membiarkan saya duduk di sampingnya.

Tidak berbicara sepatah katapun semalam-malaman hanya tersungkur depan altar. Tuhan, apa tekanan hidupnya benar-benar berat karena perbuatan kami? Dia tidak menjatuhkan air mata dan tetap bersikap tenang dalam doanya sekali lagi semalam-malaman.

Entah apa yang ada dalam benaknya? “Saya seperti mengenalmu” suara bariton seorang pria di belakang kami.

“Kau terus saja tersungkur depan altar dari malam hingga pagi?” kalimatnya.

“Bapak siapa?” Cashel.

“Bapak pendeta pengelola di gereja ini” ujarnya.

“Maaf” Cashel.

“Kau pria yang lagi viral itukan? Membuat wanita cantik menangis keras karena lebih memilih gadis ODGJ, pemuda aneh” kalimat pendeta.

“Sepertinya saya menjadi terkenal sekarang” Cashel tertawa sinis.

Pendeta tersebut menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Anakku, anakku, anakku” memeluk boneka di taganku guna mengalihkan perhatian sang pendeta.

“Kalau ingin marah langsung ke saya, jangan melemparkan tatapan mata menekan ke arahnya!” Cashel berusaha melindungiku di belakangnya.

“Ayo duduk!” sang pendeta menyuruh kami duduk sekitar kursi tidak jauh dari altar.

“Apa kau mau saya memberkati pernikahanmu sekarang dengan gadis gila di sampingmu?” ucapan sang pendeta membuat wajahku merah.

“Apa maksud bapak pendeta?” Cashel.

“Kau harus siap mendengarkan apa yang kuucapkan, tapi gerejaku tidak memiliki oksigen seandainya kau serangan jantung mendadak” sang pendeta.

Ucapan sang pendeta terdengar mencurigakan. “Saya tidak mengenal kalian sama sekali, hanya saja Tuhan menyuruhku berjalan ke ruangan ini semalam dan memperhatikan kegiatan kalian” kembali sang pendeta berkata-kata.

“Saya tidak melakukan sesuatu yang zinah semalaman di depan altar” Cashel.

“Siapa juga bilang situ berzinah?” pak pendeta.

“Lantas?” Cashel.

“Anakku anakku anakku” berusaha menarik tangan Cashel membawanya keluar. Tubuh sang pendeta menyadari respon tersebut.

“Tuhan memberi tahuku melalui suara hati, kalau ternyata gadis di sampingmu tidak gila alias dia hanya menjalani sebuah peran” kalimat sang pendeta membuatku terkejut seketika.

“Mati banyak” umpatanku dalam hati.

“Wajahnya tidak sejelek ini, melainkan dia hanya menyamar. Kenapa bisa saya tahu? Karena suara Tuhan dihatiku jauh lebih kuat berbicara” penekanan sang pendeta menatap tajam ke arahku.

“Gadis cantik, dengar, kau tidak harus menjelaskan segala sesuatunya denganku, hanya saja ungkapkan penyebab dirimu melakoni sebuah peran terhadap pria di sampingmu” Sang pendeta kembali berkata-kata.

Wajahku langsung tertunduk lemas. Tidak mungkin juga saya harus ber-akting kembali setelah rahasiaku dibongkar oleh sang pendeta. Kenapa juga Tuhan memberitahukan kebenarannya ke si’pendeta ini? Belum saatnya juga keles. Tamat sudah riwayatku.

“Karena perbuatanmu pada akhirnya dia mendapat tekanan kiri kanan dari segala arah” ujar si’pendeta kembali.

Pak pendeta berjalan keluar meninggalkan kami berdua dalam gereja. Cashel berusaha untuk tetap tenang bahkan mencoba mengendalikan emosionalnya ataukah terpancing keadaan. Rasa-rasanya dia ingin berteriak keras, akan tetapi sesuatu menahan dirinya.

Kami berdua diam satu sama lainnya dalam gereja. “Kau tidak harus bercerita sekarang, kalau memang hatimu belum siap” hal terbodoh yang dilakukan olehnya adalah mendekap hangat tubuhku.

Dia tidak pernah marah karena merasa dibodohi. Rasa-rasanya saya ingin menangis histeris dalam dekapannya. Apa yang harus kulakukan? Bagaimana bisa saya memperlakukan bodoh pria di depanku?

“Saya yakin Izu memiliki alasan menjalani peran seperti ini” membelai rambutku.

Kenapa dia tidak marah sama sekali? Setidaknya memberi tamparan beberapa kali atau berteriak marah karena kebohonganku. “Maaf membuatmu terlihat bodoh” tangisku pecah seketika.

“Saya tidak tahu harus menjelaskan dari mana” terisak-isak tidak berani menatap ke arahnya.

“Apa kau tahu? Raut wajahmu lagi berteriak di jalan terus saja gentayangan tiap malam sejak pertama kali melihat dirimu” Cashel.

“Saya yakin, Izu memiliki alasan hingga membodohi pria sepertiku” Cashel.

Saya harus menjelaskan dari mana? Tangisku terhenti seketika. “Saya berasal dari sebuah organisasi yang masih dirahasiakan keberadaannya. Seluruh personil dituntut untuk tidak salah memilih pasangan hidup kelak karena sesuatu dan lain hal yang memang sulit saya jelaskan sekarang” penjabaran ke arahnya...

“Akhir kata, temanku dan para bos menyarankan saya menjalani peran sebagai gadis gila dengan rupa paling buruk. Mau tidak mau, saya harus mengambil peran tadi karena petualanganku sebelumnya sama sekali tidak memberi hasil bahkan para bosku menolak habis-habisan apa pun pilihanku” melanjutkan ucapanku lagi.

“Jadi, maksudmu?” Cashel.

“Kami terus menjebakmu melalui peran Hyind, wanita cantik sempurna hanya untuk mempelajari lebih dalam carakter seperti apa yang kau miliki. Video yang tersebar melalui medsos merupakan rekayasa dari bos kami tanpa sepengetahuanku” masih mencoba menjabarkan kembali.

“Apa saya harus mempercayai ucapanmu?” Cashel.

“Entahlah. Kuharap kau tidak memberitahu siapapun apa yang sedang terjadi, sekali lagi, maaf” hanya pernyataan tadi sebagai ungkapan penyesalan.

Saya tidak berani menatap dua bola matanya. Saya tidak harus mencoba membela ataupun membenarkan diri. Dia tidak harus sepenuhnya percaya ucapanku. Semua rahasiaku terbongkar seketika karena ulah sang pendeta. Suara itu benar-benar suara Tuhan. Para bos besar tidak mungkin juga mengambil resiko besar dengan memberitahu rahasia markas termasuk skenario pencaharian pasangan hidup terhadap siapapun termasuk pendeta sekalipun.

“Sekali lagi maaf, andaikan kita berdua memang ditakdirkan Tuhan untuk hidup bersama, artinya kau pasti akan mengenali wajahku pada pertemuan berikutnya, namun entah dimana” meninggalkam sepucuk surat setelah dia tertidur pulas dalam geeja.

Saya harus kembali ke markas. Sepertinya seorang Shine butuh menenangkan diri beberapa waktu lamanya. “Ayo, cepat tinggalkan apartement ini sebelum Cashel datang!” berusaha mengemasi barang.

“Jangan bilang kalau dia tersadar sesuatu?” Nara memcoba menebak.

“Dia mengetahui semuanya, masalahmu ma si’Brave belum selesai, jangan sampai Cashel berusaha datang dan mencurigai tangisanmu kemarin” ujarku.

“What? Masalah satu belum selesai  lantas masalah lain muncul?” Nara hampir tidak percaya.

“Kemasi barangmu!” kalimatku kembali.

“Sepertinya di luar sana ada orang” Nara.

“Cashel” menebak siapa dirinya. Kami berdua berusaha bersembunyi. Kegiatan bodoh menyatakan sosok Shine sepertinya harus bersembunyi terlebih dahulu.

“Saya tahu kaliam masih disini” Cashel tetap terlihat tenang.

“Saya tidak akan memaksamu untuk berjalan ke arahku sekarang setelah penjelasanmu di gereja pagi tadi, kalau kau ingin pergi, silahkan!” Cashel.

“Saat kau siap, silahkan berjalan ke depanku dengan wajahmu yang sebenarnya. Saya akan menunggu waktu itu tiba, bahkan bibir mulutku sendiri tidak akan mencoba mencari tahu atau menyimpan marah terhadapmu” Cashel berkata-kata, kemudian berjalan meninggalkan apartemen miliknya.

Dia memang sengaja keluar meninggalkam kami. “Cepat tinggalkan apartement ini sebelum adiknya datang!” menarik tangan Nara.

“Adiknya mau datang?” Nara.

“Sekedar berjaga-jaga” balasku.

Kami berdua segera meninggalkan apartemen Cashel seketika. Kisah percintaanku sepertinya memiliki ciri khasnya tersendiri. Perjalanan hidup memang sulit ditebak, namun sekali lagi saya terjebak ketika dia tersenyum hangat ke arahku.

Kami harus tinggal di sebuah kontrakan kecil untuk sementara waktu selama berada di kota ini. Kenapa bisa? Cari jawabannya sendiri. Saya ingin menenangkan diri dengan cara menikmati pemandangan dermaga di sore hari.

“Rupanya Shine lagi duduk manis disini” tegur seseorang.

“Ka’Arauna” terkejut melihat dia duduk manis di sampingku.

“Lagi baper?” ka’Arauna.

“Kakak sendiri kenapa selalu jadi penguntit?” pertanyaan balik.

“Kan situ anak buah, jadi, bos harus mengontrol kemanapun berpetualang” ka’Arauna.

“Saya hanya tidak tahu harus melakukan apa? Rasa bersalah menggerogoti seluruh ruang hidupku sendiri” ujarku memulai arah pembicaraan.

“Apa kau mau dengar satu cerita?” ka’Arauna.

“Cerita?”

“Dulu, saya selalu menyerang dirinya tentang sesuatu hal” ka’Arauna sedang bercerita kisah percintaannya sendiri.

“Pokoknya, kalau nanti kita menikah saya tidak mau sembarangan pendeta yang akan memberkati pernikahan. Sebelum pemberkatan, ruang gereja harus didoakan dan diurapi dengan minyak, bahkan tidak seorangpun boleh masuk setelahnya hingga acara besok” ka’Arauna.

“Terus?”

“Semua orang dimulai dari pelayan musik, keluarga, terlebih para pendeta harus berpuasa sampai ibadah pemberkatan selesai. Pokoknya yang tidak berpuasa artinya tidak usah masuk ke ruang gereja” ka’Arauna.

“Hubungan cerita kakak ma ceritaku?”

“Saya belum selesai bercerita, kenapa dipotong?” ka’Arauna.

“Upppsss” balasku.

“Setelah itu?” saya kembali berbicara karena penasaran.

“Memang ceritaku sampai disitu saja” tawa ka’Arauna.

“Menyebalkan” rasa kesalku.

“Kenapa saya melakukan itu?” ka’Arauna.

“Kenapa?”

“Saya berpikir, kelak kami berdua akan menghadapi banyak objek-objek menjebak sehingga kehidupan pernikahanku sendiri harus benar-benar tetap berada dalam lingkup sesuai dengan porsinya. Bukan tentang popularitas, harta, tahta ketika berada di tempat berbeda” ka’Arauna.

“Kemungkinan kami akan disibukkan oleh pekerjaan atau sesuatu hal lain sehingga komunikasi keluarga tidak sedang baik-baik saja, pembentukan karakter anak-anakku kelak akan berjalan kemana. Jangan sampai kehidupanku terlihat keren, sementara keluarga kecil terlebih anak-anakku kelak menjadi batu sandungan karena kurang perhatian ataukah didikan untuk terus hidup di hadapan Tuhan” ka’Arauna.

“Kehidupan keluarga?”

“Pernikahan bukan permainan belaka, entah karena permasalahan paling besar sekalipun, tidak berarti mengambil jalan pintas untuk bercerai. Tuhan, pokoknya saya ingin menikah hanya sekali seumur hidup. Artinya pemberkatan nikahku juga saya tidak mau asal pendeta, harus pendeta yang memang benar-benar memiliki hubungan yang erat denganMU” ka’Arauna.

“Saya pikir kakak akan cerita masalah pelakor” ujarku.

“Termasuk masalah pelakor juga. Kan kalau menjalani pemberkatan paling ganas seperti itukan, pelakor seperti apa pun yang datang pasti dia gemetar 7 keliling, akhir cerita batal selingkuh” ka’Arauna tertawa keras.

“Begitupun sebaliknya dengan diriku sendiri, jangan sampai hanya karena tanpa sengaja bersentuhan kecil secara fisik ma pria paling ganteng, tiba-tiba saja saya sudah tidak bisa tidur 7 hari 7 malam hingga menghancurkan kehidupan pernikahanku nantinya. Maka dari itu...” ka’Arauna.

“Kenapa berhenti?”

“Banyak hal yang akan terjadi ke depan, entah karena tekanan bertubi-tubi, lawan jenis lain, keluarga, dan permasalahan-permasalahan lain sehingga membuat kami tidak menginginkan kalian salah memilih pasangan” ka’arauna.

“Saya saja waktu dulu, pasanganku habis-habisan menderita karena perbuatanku, makanya kemungkinan besar dia balas dendam 7 keliling juga hingga tidak datang-datang ke depanku” ka’Arauna.

“Ka’Arauna kan langsung terikat begitu saja sampai sekarang” sindirku.

“Tanyakan padanya, terkadang kalau ingat masa lalu saya benar-benar kesal” ka’Arauna.

“Sepertinya kakak lagi meluapkan emosional” kalimatku.

“Apa pun itu, sesuatu yang kau jalani demi kebaikan bersama terlebih masa depanmu sendiri, jadi, jangan pernah merasa bersalah. Ngerti?” ka’Arauna.

“Iya, sepertinya Shine sudah ga merasa bersalah lagi deh” balasku.

“Btw, sampai ma sahabatmu di rumah kalau gadis yang lagi bermesraan ma si’Brave itu kakaknya bukan pengganti Iyem” ka’Arauna.

“Kerjanya Cuma nangis kalau ingat si’Brave bermesraan” ujarku.

“Sepertinya saya harus balik kembali ke markas” ka’Arauna.

“Kenapa cepat balik?”

“Kan masalahmu sudah selesai” ka’Arauna.

“Lantas mereka berdua?”

“Ada pria tua berjaga di kota ini” ka’Arauna.

“Dasar”..

“3 jam lagi pesawat Cashel berangkat,  jangan sampai menyesal” ka’Arauna berbisik ke telingaku, kemudian berjalan pergi...

“Kakak tahu dari mana?” berteriak keras.

“Dari pria tua” ka’Arauna seolah tak ingin berbalik.

“Artinya?” dua kakiku segera berlari menuju bandara. “Saat kau siap, silahkan berjalan ke depanku dengan wajahmu yang sebenarnya” tiba-tiba saja ucapan Cashel bermuara sekitar telingaku.

“Kakak, tolong kirimkan resep formula pembersih kulit biar kembali cantik” berkata-kata melalui telepon.

“Minta ma Adriel, kan dia yang meracik obatnya biar situ jadi jelek” bunyi balasan menohok ka’Arauna.

Berusaha menghubungi Adriel setelah mematikan sambungan telepon. “Kau tinggal pergi ke salon, selesai, habis perkara” balasan pesan Adriel.

“Saya harus bilang apa ma tukang salon” kembali bertanya.

“Tolong buatku wajah dan gigiku kembali cantik, habis perkara” pesan menohok Adriel.

“Balasan gila, lama-lama saya gila betulan” nada kesal membaca balasan pssan Adriel.

Dengan wajah tertunduk, saya berjalan masuk ke salon. Berusaha menjelaskan situasi kulitku dengan alasan saya tidak sengaja memakai penghitam kulit. “Saya salah beli produk” ujarku menjelaskan sesuatu.

“Maaf sebelumnya, kalau boleh tahu nama produk tadi atau kandungannya” kalimat salah satu karyawan salon.

“Saya lupa, tapi disitu tertulis bertahan 6 bulan” balasku.

“Kami akan mencoba, tetapi sepertinya membutuhkan waktu beberapa jam untuk dibersihkan” ucapannya lagi.

“Beberapa jam? Artinya?”

“Hasilnya pun tidak menjamin akan sepenuhnya kembali” kata-kata karyawan salon.

“Mati banyak” ucapanku.

Kenapa juga si’Cashel ingin melihat wajah asliku? Kenapa saya melakukan ini? Tapi, kalau saya menyesal di belakang, gimana dong? “Bantu saya, usahakan kurang dari 3 jam” memohon-mohon...

“Kami akan mencoba” kalimatnya kembali. Kisahku akan dimulai lagi ketika saya berjalan ke hadapan Cashel memakai wajah asli dan tidak sedang memainkan peran lain. Proses pengembalian warna kulit melalui beberapa jenis ritual salon cukup menyita perhatian termasuk waktu.

“Mbak, buat saya secantik mungkin” memohon sekali lagi. Mereka hanya tersenyum mendengar ucapanku.

“Selesai” ucapan sang karyawan setelah menjalani proses selama dua setengah jam.

“Sepertinya dia benar-benar spesial” kata-katanya lagi sambil tersenyum.

“Seperti itulah” balasku. Saya segera berlari keluar dari salon. Waktuku tinggal 30 menit menuju bandara. Tiba-tiba saja hujan deras turun membasahi bumi sekaligus mengguncang kehidupanku sendiri. Terjadi kecelakaan hingga seluruh aktifitas jalan menjadi macet seketika.

“Jangan-jangan” segera keluar dari taxi.

“Syukurlah, bukan dia” menatap ke arah korban penabrakan. Di tengah hujan deras, saya kembali berlari menuju bandara. Tuhan, hentikan apa saya bisa bertemu sekali saja? Setidaknya seumur hidupku tidak akan ada penyesalan.

Dua kaki terus berlari hingga memasuki sebuah bandara tanpa memperdulikan lagi kiri kananku. Seluruh pakaianku basah karena hujan deras di luar sana. “...andaikan kita berdua memang ditakdirkan Tuhan untuk hidup bersama, artinya kau pasti akan mengenali wajahku pada pertemuan berikutnya, namun entah dimana” kenapa juga saya menulis pesan seperti itu.

Dia benar-benar pergi? Saya terus saja mencari keberadaan Cashel, namun tidak memberi hasil sama sekali. Seketika saya tersungkur lemas. Entah kenapa, tangisku tertahan. Apa air mataku sudah habis? Rasa-rasanya seorang Shine ingin menangis sekeras mungkin, akan tetapi sesuatu menahannya.

“Ternyata wajahmu cukup comel kalau diperhatikan” seseorang yang kukenal...

Apa saya salah mengenali suara? Tidak mungkin dia. “Dasar gadis bodoh” dia tersenyum hangat ke arahku.

“Saya bisa mengenali wajah comelmu, artinya Tuhan akan terus membuatku terikat denganmu” seperti biasanya Cashel mendekap hangat tubuhku dan terus membelai rambut panjangku.

“Sekali lagi maaf” satu-satunya kata yang terucap.

“Pesawat delay karena cuaca buruk, jadi, pesawat diundur 3 jam lagi” Cashel.

“Memang siapa yang bertanya?” balasanku selanjutnya.

“Suara hatiku berkata kalau Izu pasti bertanya kenapa saya masih berdiri di sini” Cashel.

“Menyebalkan” ujarku.

Kami berdua tertawa bersama pada akhirnya. “Kau pasti lapar” Cashel menarik tanganku memuju sebuah cafe di bandara.

“Pakai ini” membuka jaket yang dipakainya, kemudian menutupi tubuhku.

Dia tidak bertanya sama sekali tentang nama asliku. Baginya saya tetaplah Izumi, seorang gadis yang ditemukan sekitar pinggiran jalan. “Kau tidak bertanya, saya berasal...” segera ucapanku dihentikan memakai satu jari telunjuknya.

“Saya percaya Izu bukan orang jahat atau bekerja sama dengan satu kelompok mafia, kalau waktunya tiba, kau bisa menjelaskan tentang banyak hal denganku” Cashel.

“Kita berdua pasti akan bertemu kembali, jadi Izu harus menunggu saya berjalan ke arahmu” Cashel berkata-kata lagi.

Dia hanya tersenyum tanpa pernah memberi banyak pertanyaan ataukah sekedar ingin mencari tahu. Sikap tenangnya itu, makin membuatku menyukai dirinya. Cashel memiliki nilai plus dibalik kepribadiannya. Tuhan tidak pernah salah mengirimkan pasangan hidup buatku. “Namaku Shine” ujarku berbisik ke telinga Cashel sebelum akhirnya kami berpisah.

“Kau benar-benar beruntung” pesan dari menohok ka’Arauna masuk seketika.

 

 

Bagian 5...

 

ARAUNA...

 

Akhirnya kisah kehidupan asmara salah satu personil selesai juga. Saya kembali berjalan ke markas. Entah mengapa pikiranku sedikit mengingat masa lalu. Hidup tidak semudah yang dibayangkan. Ketika berhadapan tentang alur menyedihkan. Apa yang sedang terjadi dengan hidupku? Rasa-rasanya dentikan tajam pisau itu menghardik dasyat. Seandainya saja hidupku...

Hidupku berbeda dengan kebanyakan orang banyak. Memiliki sisi lain dan tidak pernah sama. Apa menyenangkan menjadi sepertiku? Ada yang ingin mencoba? Saya doakan supaya seseorang yang ingin menjadi sepertiku doanya didengar Sang Pencipta.

“Kakak, kenapa murung sendiri disini?” sapaku terhadap seorang perempuan.

“Anda orang asing” ujarnya.

“Siapa bilang saya orang asing? Siapa tahu saya bisa jadi sahabatmu” ujarku.

“Memang masalah kakak apaan? Penasaran” kalimatku kembali.

“Saya tidak pernah ingin bercerita apa pun” balasannya.

Dia pergi begitu saja. Dua kakiku berjalan melintasi taman bermain. Entah mengapa ingatan deretan peristiwa bermuara begitu saja. “Sepertinya saya harus memakai jubir suatu hari kelak” tertawa keras seperti orang gila.

Saya ingin berkata kepada kalian semua tentang karakterku. Tatanan bahasaku kasar bahkan kelewat kasar, andaikan seluruh bangsa ini mengenal saya kelak, keputusan ada di tangan kalian. Saya tidak akan pernah memaksa kalian untuk tetap memilihku melakukan perbaikan terhadap negara kalian. Bukan kemauanku menjalani kehidupan seperti ini. Semua orang hanya tahu menjadi hakim buat saya. Anggota keluargaku sekalipun tidak pernah menjadi sahabatku, di pikiran mereka terus itu hanya tahu menjadi hakim dan hakim bahkan selamanya menjadi hakim buat saya. “Saya juga butuh dekapan ketika kehidupanku tertekan, tapi kenyataannya sama sekali tidak pernah menjadi sahabat” pernyataan yang ingin kusampaikan terhadap mereka.

“Bisakah sekali saja kalian mendekap saya tanpa harus berteriak memaki sama seperti yang lain?” pernyataaku berikutnya.

Tuhan, pada saat saya awal mengalami peristiwa ini memang ucapanku pada saat itu ingin bayar harga semuanya dulu sebelum semuanya diberikan buatku. Akan tetapi, sesakit ini sampai-sampai belasan tahun dan hal paling mengerikan adalah anggota keluargaku hanya tahu jadi hakim paling hakiki terhadap kehidupanku.

“Kehidupanku terdengar miris” ujarku membayangkan sesuatu hal.

Suatu hari kelak, sekali lagi saya katakan terhadap bangsa ini jika sudah mengenalku tidak ada paksaan untuk kalian memilih. Andaikan kalian tetap memilih saya? Artinya karakterku yang paling mengerikan adalah tatanan bahasaku sangat kasar harus siap diterima. Jadi, sebelum kalian mencibir atau mengamuk tentang banyak hal, saya ingin menjelaskan bagaimana sifat yang kelewat kasar mengudara.

Jangan sampai kalian kaget, kenapa bisa? Saya tidak pernah ingin memaksakan kehendak terhadap bangsa ini apa pun yang terjadi. Pada dasarnya, kehidupanku berada pada kategori manusia paling introvert sedunia, hanya saja keadaan membuat saya berbicara a, b, c, d,...

Adapun tim kerja yang saya perintahkan yang selama ini dipersiapkan melalui tangan ka’Dhavy tetap akan saya berikan untuk bangsa ini suatu hari kelak sekalipun kalian tidak memilihku. Lagian, beban untuk melakukan perbaikan sebuah negara tidak semudah yang dibayangkan. Satu hal lagi, bangsa ini harus siap dengan kenyataan kalau iman tim kerja yang dipersiapkan berbeda dari kalian. Saya meminta pilihan Tuhan dan bukan pilihan manusia sehingga kenyataan yang ada seperti inilah yang terjadi...

Saya tidak akan pernah marah apa pun pilihan kalian semua. Karakter ucapanku yang kasar memang harus menjadi bahan  pertimbangan jauh-jauh hari sebelumnya. Tidak ada manusia yang sempurna, begitupun sebaliknya dengan saya tidak akan pernah luput dari banyak kekurangan termasuk karakter yang kelewat kasar ketika berhadapan dengan sesuatu hal. Kehidupanku juga tidak akan berakhir kalau kalian tidak memilihku kelak. Semua ini masih tertutup rapat, akan tetapi seiring waktu berjalan setahap demi setahap akan terbongkar ke publik. Kenapa bisa? Karena kejadian yang saya jalani bersifat mistis dan bukan manusia yang membuat hidupku seperti ini.

“Saya akan menjalani kehidupanku sebagai penulis novel saja dan tinggal di sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian dimana tidak seorangpun mengenalku” bergumam pelan.

“Jauh lebih menyenangkan dibanding berada di tengah keramaian dan semua orang berteriak ke arahku dengan kalimat tidak jelas” ujarku kembali.

Sekali lagi saya ingin katakan, kualitas tim kerja yang sudah dipersiapkan lebih dari bahasa kualitas di atas rata-rata, kenapa bisa? Karena mereka pilihan Tuhan bukan pilihan manusia. Hanya saja bangsa ini harus siap menerima perbedaan iman mereka. Seandainya kalian menolak, ada banyak negara luar siap mengantri untuk mereka. Bangsa ini tidak usah memilih saya dengan alasan permasalahan karakterku kelewat kasar, akan tetapi tim kerja yang sudah dipersiapkan silahkan pertimbangkan baik-baik.

“Bosku lagi memikirkan apa?” pria tua tiba-tiba berdiri di sampingku entah dari mana.

“Saya lagi kembali sedikit ke masa lalu” menjawab ucapannya.

“Masa lalu?” tuan Ahaziah.

“Ya, begitulah” menjawab ucapannya.

“Wow” ka’Dhavy masuk seketika.

“Seandainya karakterku yang kelewat kasar berpengaruh besar terhadap banyak hal, artinya kalian dan tim kerja yang sudah dipersiapkan harus masuk berjalan ke depan tanpa saya sama sekali” berujar dalam hati.

“Akan tetapi, kalau Tuhan berkata saya harus tetap masuk artinya hidupku akan tetap berjalan bersama mereka” berujar kembali dalam hati.

“Apa yang sedang dipikirkan bosku sekarang” ka’Dhavy.

“Tidak ada, saya hanya sedang berkhayal 7 keliling” menjawab ucapannya sambil pergi.

Berjalan melintasi tiap ruang markas terdengar menyenangkan juga. Btw, bagaimana kabar para pencari jodoh? Petualangan kisah pencarian jodoh Adriel dan timnya sudah sampai dimana? Rasa penasaranku melambung tinggi.

“Kenapa kalian tidak pernah bisa menjadi sahabatku?” terdengar Adriel berbicara dengan seseorang melalui ponsel miliknya.

“Dia ada di sini? Bukannya lagi berjuang mempertanggung jawabkan gadis comelnya itu? Pertanyaanku seketika.

“Kau sepertinya memiliki masalah?” mengagetkan dirinya.

“Entahlah” Adriel.

“Lupakan!” satu kata buatnya.

“Rasanya sakit memiliki keluarga yang tidak pernah ingin mendekap” Adriel.

“Pernyataan bodoh” balasku.

“Saya memiliki saudara dengan karakter cukup mudah untuk di provokasi oleh orang sekitarnya, jadi, akhir cerita seluruh anggota keluargaku hanya tahu menjadi hakim paling benar bahkan tidak  memberiku dekapan sekalipun itu hanya sedikit saja” Adriel.

“Ternyata kehidupan kita sama” ungkapku.

“Dulu saya bekerja sebagai nakes, salah satu dari rekan kerjaku adalah keluargaku sendiri. Karakternya paling mudah untuk diprovokasi oleh siapapun itu, jadi tanpa pernah mencerna banyak hal selalu menyalahkan apa pun yang kulakukan bahkan lebih buruk lagi kalau saya dicap sebagai pemberontak, suka melawan, merasa diri paling pintar”  ucapanku memulai cerita.

“Bagaimana kakak menghadapinya?” Adriel.

“Kesalahanku adalah selalu membalasnya dengan memakai sisi emosional luar biasa apa pun ucapannya” jawabanku.

“Entah karena saya merasa tertekan, punya masalah terpendam, sekedar pelampiasan, ataukah memang karena dia tidak selalu berteriak memaki hingga akhirnya saya membalas memaki” lanjutan ceritaku.

“Apa kakak menjadi pembenci?” Adriel.

“Pergumulam terberatku adalah belajar untuk tidak menjadi pembenci terlebih terhadap anggota keluargaku sendiri, rasanya sakit luar biasa bahkan sulit dijelaskan hanya memakai kata-kata semata” kalimatku.

“Apa kakak sukses melawan kebencian?” Adriel.

“Lingkup tempat kerjaku di bawah naungan pemerintah, seluruh srafnya tidak ingin memegang jabatan tata usaha karena takut pangkatnya tertahan dan tidak naik-naik” ucapanku...

“Hubungannya?” Adriel.

“Atasanku akhirnya menunjuk saya sekalipun pegawai kontrak. Jadi, singkat cerita semua pekerjaan di handle olehku. Paling lama bekerja di tempat tugas dan melakukan pekerjaan admin itulah saya”...

Menjelaskan kalau banyak hal yang terjadi di tempat kerjaku. Atasanku sangat baik, hanya saja sekelompok personil di sana tidak menyukai diriku yang pada akhirnya menjadi ular berbisa paling mengerikan. Setiap ada masalah, pasti mereka menyalahkan saya apa pun yang terjadi. Atasanku bersama istrinya sangat baik, hanya saja sebagian anak buahnya selalu menjadi ular berbisa paling mematikan Pada hal saya bekerja sebagai admin juga tidak dibayar dengan insentif. Gajiku sama seperti mereka tidak ada yang berbeda karena milik pemerintah. Selalu saja beberapa personil berperan sebagai provokator, hingga membuat anggota keluargaku yang satu ini menyalahkan bahkan memaki sekaligus mencabik-cabik kehidupanku sendiri.

Peristiwa yang paling parahnya adalah salah satu pegawai tetap di sana mengamuk keras ke arahku bahkan berulang kali berteriak melalui handphone mengancam ingin memukul berulang kali jika bertemu hanya karena permasalahan SKP. Sebenarnya, kalau dipikir-pikir waktu yang diberikan untuk pengisian SKP sudah beberapa bulan yang lalu bahkan beberapa kali diperpanjang. Permasalahan disini adalah dirinya gaptek sehingga bersikap cuek ataukah menyuruh orang lain untuk mengerjakan SKP miliknya.

Pada saat rekreasi pegawai setelah akreditasi, entah bagaimana cerita sehingga dia diminta untuk mengisi kekosongan selama 3 hari ke depan hingga kami naik. “Kakak ingat SKP terakhir tanggal besok, karena ini permasalahan kenaikan jabatan ke depan” ucapanku ketika bertemu di tempat kerja.

Saya mengingatkan dia kembali karena setiap ingin memberi penilaian selalu akunnya belum terisi. Jujur, memang saya yang memegang akun atasanku untuk menangani SKP bawahannya. Bahkan saya masih sempat menyuruhnya mengambil dokumentasi untuk pengisian SKPnya karena sadar kenaikan pangkatnya pasti terhalang. Saya masih membantu dia tanpa berpikir aneh-aneh.

Keesokan harinya, dia terus menelepon bercerita masalah SKP yang harus disetujui atau dinilai. Memang saya tidak pernah mau membawa laptop ke tempat kerja. Kenapa? Salah satu benda paling berharga yang kumiliki adalah laptop kecil karena saya hobi menulis. Salah satu temanku sudah kehilangan handphone alias dicuri dan saya tidak ingin mengalami kejadian serupa. Seorang penulis sepertiku tidak mungkin bisa berjalan tanpa barang tersebut. Walaupun dikatakan tulisanku masih belum pernah difilmkan, tetapi hobiku akan tetap bercerita tentang tulisan. Saya memang belum mengirim langsung tulisanku ke rumah produksi perfilman ataukah penerbitan. Peristiwa yang kualami itu menjadi alasan untuk beberapa saat hingga waktunya tiba.

Akhir cerita dia mengamuk keras ke arahku habis-habisan karena beberapa pernyataan. Saya menyuruhnya menonton youtube tentang cara pengisian SKP hingga dia mengamuk 7 keliling. Saya tidak tahu kalau dia ada di tukang pengetikan dengan antrian cukup panjang. Kebetulan hari itu ada atasanku di bidang imunisasi datang berkunjung, jadi ya keadaanku memang serba tidak memungkinkan. Anggota keluargaku ini balik menyerang kalau memang tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaanmu, silahkan berikan ke orang lain. Saya pikir keluargaku ini tahu cara memeriksa SKP di akun atasan kami. Setahuku dia yang mengajar saya cara penilaian, lantas kenapa bilang tidak tahu bahkan menyalahkan apa pun ke arahku.

Yang mengikuti pelatihan bukan saya, lantas kenapa mempersalahkan semua ke arahku. Tidak ada yang berkata agar mempercayai satu orang untuk memegang akun atasan selama saya berada di tempat tugas. Jaringan di tempat tugas juga itu kurang bagus. Di lapangan saya yang paling lama bertugas, selain menjadi admin. Akhir cerita adalah saya di maki 7 keliling baik dari dia maupun si’pegawai yang satu ini.

Beberapa keluargaku makin berceramah panjang kali lebar kali tinggi kali luas samudera raya. Saya diberi julukan manusia paling terkasar. Kalaupun mereka menyadari pernyataanku, saya tidak akan perduli karena saya juga manusia yang butuh dekapan hangat keluarga bukan robot. Saya minta maaf berulang kali terhadap pegawai tersebut bukan karena takut, hanya saja kehidupanku ingin bijak berpikir tentang atasan maupun keluargaku sendiri.

“Ceritaku ini hanya sebagian hal kecil yang baru saja kuungkapkan” kalimatku sambil menyodorkan minuman soda ke arah Adriel.

“Rasanya sakit ketika keluarga sendiri hanya menganggap kita sebagai manusia pemberontak” Adriel.

“Lebih dari kata itu, bahkan saya dilempar dengan pernyataan selalu berdoa tetapi memiliki karakter jelek. Saya pastikan, karakterku pasti lebih parah lagi kalau saya tidak selalu berdoa” tawa keras meledak seketika.

“Terkadang Tuhan memang mengizinkan seseorang diserang bukan dari pihak luar, melainkan orang terdekatnya sendiri yaitu keluarga. Tetapi, sakitnya itu luar biasa” ungkapanku.

“Hidup sendiri harus terus berdoa untuk tidak pernah menjadi pembenci terlebih terhadap keluarga sendiri” Adriel.

“Yah begitulah hidup dan terkadang saya gagal dalam hal ini, hanya saja ruang hatiku sedang berjuang untuk mencoba melupakan semuanya” balasanku.

“Belajar untuk tidak menjadi pembenci itu memang benar-benar menyakitkan, terlebih ketika luka paling dalam saling bergesekan di sana” ujarku kembali.

“Ternyata hidup kakak dan saya memiliki kesamaan” Adriel.

“Kehidupanku sendiri sedang bergumul berat masalah anggota keluargaku yang dengan begitu mudah diprovokasi” kata-kata itu keluar begitu saja. Kenapa bisa? Bagaimana seandainya, Tuhan sudah membuatku berada di atas, tentu kehidupanku sendiri akan berhadapan dengan banyaknya objek-objek menghanyutkan. Saya tidak sedang berbicara tentang popularitas, karir, tahta, ataukah hal lain yang bersifat menyenangkan daging.

Satu atau dua orang terlebih sekelompok personil akan berjalan ke arah mereka, hal selanjutnya yang akan terjadi adalah berteriak dan mengeluarkan bahasa-bahasa luar biasa. Bagaimana kehidupanku ke depan? Permasalahan paling parah juga pasti akan terjadi ke depan, sementara dengan kondisi karakter semacam ini sekelompok oknum akan memanfaatkan situasi. Entahkah oknum tersebut menjelekkan secara halus, bersikap santai dengan sebuah trik tanpa harus menjelekkan, memainkan bahasa permainan cukup berbeda melalui salah satu anggota keluargaku sendiri. Terserah, pemikiran orang tentangku.

Bukan maksud ingin berpikiran negatif, hanya saja keadaanku selalu bercerita tentang banyaknya objek heboh. Tidak mungkin juga saya memutuskan hubungan keluarga, karena kehidupanku sendiri akan langsung berhadapan dengan Tuhan. Seandainya mereka menyadari tentang pernyataanku dan apa yang sedang kuungkapkan sekarang, saya sudah tidak perduli kalaupun rasa marah yang akan bermunculan.

Ada banyak objek membuatku tersadar sesuatu hal. Saya sedang belajar meratapi objek-objek di depanku. Sekali lagi kukatakan, saya seorang dengan kepribadian kasar. Tiap orang yang melihatku pasti memberi julukan negatif. Jadi, saya tidak akan pernah memaksakan bangsa ini untuk memilihku kelak seandainya semua terbongkar ke publik.

Saya seperti dikagetkan oleh peristiwa tadi hingga membuatku merenung sepanjang malam. Tangisku pecah seketika bukan karena sekelompok orang yang tidak menyukaiku termasuk si’pegawai ini. Saya menangis karena berpikir tentang banyak hal di depan kelak. Bagaimana kalau Tuhan sudah membuatku berada di atas dan terjadi objek lebih menakutkan? Jauh-jauh hari sebelumnya, saya ingin berkata kalau hidupku tidak akan pernah memaksakan bangsa ini memilih dua tanganku untuk berdiri bersama tim kerja yang sudah dibentuk.

Saya sudah berusaha bergumul, berdoa, bahkan berpuasa mengenai karakterku yang kelewat kasar sejauh ini. Setiap pagi, saya selalu membawa dalam doaku agar Tuhan mengangkat sifat-sifatku ataukah cara bicaraku yang kelewat kasar. Kenyataannya memang masih saja seperti itu. Jadi, sekali lagi  kukatakan kalau saya tidak akan memaksakan kehendak. Kalau kalian memang tidak suka, silahkan menolak saya. Jangan sampai ketika saya berada di atas nanti, lantas bangsa ini terkejut setengah mati karena sifat kasarku. Setidaknya saya jujur mulai dari sekarang hingga bangsa ini bebas memilih.

 Saya juga tidak akan menjadi manusia egois dengan cara mempertahankan tim kerjaku tidak akan berjalan ke arah bangsa ini tanpa kehadiranku. Kalau memang harus mundur karena karakter seperti ini, saya sudah siap. Semua ini akan berlaku beberapa tahun lagi, jadi, bangsa ini memiliki hak mempertimbangkan semuanya. Sekali lagi saya katakan, setahap demi setahap peristiwa ini akan terbongkar ke publik dan hanya menunggu waktu. Silahkan berpikir dari sekarang jika kalian sudah mulai mengenalku.   

“Kehidupan memang keras” menarik nafas dalam dan membiarkan diriku menikmati kesendirian dalam sebuah ruang dari markas ini.

“Kau lagi merenung atau gimana” ka’Dhavy entah sejak kapan memperhatikan tingkahku.

“Bagaimana kisah manusia tengil Feivel?” mengalihkan perhatian ka’Dhavy.

“Pria tua lagi sibuk menguntit aksinya” ka’Dhavy.

“Ka’Dhavy sendiri, ngapain di sini?”

“Sibuk memperhatikan tingkahmu” ka’Dhavy.

“Saya bisa bayangkan si’manusia tengil sedang berusaha menjalani cerita hidupnya dengan sedikit bijak” ungkapku.

 

 

Bagian 6...

 

FEIVEL...

 

Perjalanan yang sedang kulewati sepertinya menciptakan kesan tersendiri. Saya tidak tahu harus memulai dari mana. Bagaimana saya harus memainkan peran sebagai Leci seorang duda ditinggal istri? Sejauh ini, saya hanya diam mematung setelah pernyataan manusia autisme ditinggal istri karena perasaan malu luar biasa.

Manusia mana sih bisa menerima apa adanya pasangan dengan cerita autisme di dalamnya? Target di depan mata tidak berasal dari kalangan biasa. Dia seorang gadis berpendidikan, memiliki karir bagus, baik hati, dan beberapa hal menarik lainnya dalam kepribadiannya.

Tuhan, apa saya menyerah saja? Apa saya harus mencari pasangan lain? Minimal, saya harus berusaha menggali lebih dalam dibalik kepribadiannya. “Andaikan dia bukan jodohku artinya saya harus siap” suara hati berbisik di tengah gelapnya malam...

“Cake Leci” seseorang sedang membaca tulusan gerobak milikku.

“Sepertinya enak” gadis itu tersenyum manis.

“Apa saya bisa memesan dengan porsi banyak?” ujarnya kembali.

“Leci akan buat banyak porsi” balasku.

“Lagi menunggu seseorang ya?” dia masih berusaha melempar pertanyaan.

“Leci cari uang banyak” ujarku.

Saya tidak pernah melihat wajahnya sebelumnya. “Moza” tegur seseorang yang kukenal.

“Lais” suara hati berteriak seketika.

“Cake Leci” senyum gadis itu berusaha membetulkan anak rambutnya.

“Leci sudah balik menjual lagi di sini?” sapa Lais.

“Beli Leci Cake” kalimatku.

“Tentu saja” Lais.

“Kalian berdua terlihat akrab satu sama lain” Moza.

“Kenalkan temanku, Moza salah satu hakim paling keras yang baru saja dipindahkan ke kota ini” tawa Lais.

“Salam kenal, Leci” Moza terlihat gemas hingga mencubit 2 pipiku.

“Leci, suka tidak” berusaha lepas.

“Tapi, Leci lucu, menggemeskan pakai banget” Moza.

“Dia tidak suka diperlakukan seperti itu, jadi, berhentilah menggodanya!” Lais.

“Kami berdua pamit, ambil saja kembaliannya” teriak Moza.

Mereka berdua berjalan pergi dan membiarkan saya seorang diri. Bagaimana saya akan berjalan sekarang. Duduk merenung di samping gerobak cake milikku sambil menikmati udara malam. Tuhan, jujur, saya benar-benar takut menyatakan perasaanku terhadapnya. Gadis mana sih yang mau menerima pria cacat alias penyandang disabilitas?

Kenapa juga sosok Feivel harus mengambil peran autisme? “Lagi patah hati ya?” tegur seseorang mengejutkan saya seketika.

“Dia selalu dilema ma perasaannya” sindir yang lain. Kalian pasti mengenal mereka berdua. Kenapa juga saya harus bertemu 2 manusia stress disini? Belum cukup permainan dia masalah pernikahan?

“Kelewat kesal sekaligus baper” goda Shine.

“Kalau memang jodoh, tentu ga akan kemana” Nara.

“Kalian berdua menyebalkan” kalimatku.

“Dasar” cetusku.

“Bagaimana kalau kita bertiga tinggal serumah?” Shine.

“Betul juga, terdengar menyenangkan” Nara.

“Jangan ngaco kalian” kalimatku.

“Kan biar seru, sepasang suami istri yang sudah bercerai kembali tinggal serumah” tawa Nara meledak.

“Wanita gila” mengumpat seketika.

Kenapa Shine terlihat biasa-biasa saja? Apa yang terjadi? Bukannya dia harus berpenampilan buruk bahkan menjalani peran ODGJ? Kenapa mengekor bersama manusia reseh satu ini? “Shine sekarang sudah merdeka 7 keliling” bisik gadis centil itu ke telingaku.

“Si’Cashel lagi pulang kampung” bisiknya lagi.

“Kenapa bisa?”

“Ceritanya panjang” Nara.

“Nanti kita jelaskan di rumah” Shine menarik tanganku, sedang Nara mendorong gerobak Cake Leci.

Shine bercerita tentang kisahnya setelah kami bertiga berada di rumah. Dia tidak bisa kembali ke markas untuk beberapa saat. Para bos besar memerintahkan dirinya menjalani sebuah peran tidak terduga di antara hubungan sahabatnya sendiri dan Brave.

“Manusia pertama mendapat acc bos ternyata gadis centil ini” gurauanku.

“Kenapa? Sirik?” Shine.

“Antara sirik dan tidak, entahlah” jawabanku.

“Persiapkan mental bro” Nara menepuk-nepuk bahuku seketika.

“Nara, coba perhatikan video para artis dan selegram habis oplas” perhatian Shine tidak lagi ke kisah pencaharian jodoh, melainkan dunia medsos.

“Apa yang salah?” ujarku.

“Wajahku dibuat ngilu melihat tusukan kiri kanan ataukah perban-perban mumi mereka” Nara.

“Mau oplas gimanapun, kalau sudah waktunya mati ya tetap mati apa pun yang terjadi” Shine.

“Andaikan oplas bisa memberi umur panjang ga bakalan mati-mati berarti saya orang pertama maju tak gentar buat oplas” Nara.

“Para wanita kan memang dasarnya takut tua” sindirku.

“Saya terima nasib kalaupun wajahku diejek tua, keriput, jelek 7 keliling, yang penting mati masuk surga. Dari pada oplas kepala dibawah kaki diatas, tapi masuk neraka, kasihan” Shine.

Andaikan mencari jodoh hanya bercerita tentang fisik semata, tentu kami semua tidak harus menjalani situasi gila semacam ini. Kemungkinan besar saya akan mencari gadis dengan oplas paling sempurna seandainya kehidupan hanya bercerita fisik semata. Sosok Feivel pun akan menjalani prosedur oplas paling wow di seluruh dunia. Hanya saja hidup tidak sesimpel itu. Bagaimanapun sempurnanya fisik seseorang, akan tetap mati dan tidak berarti sama sekali di tempat-tempat tidak terduga.

“Saya penasaran ma si’Lais pujaan hatimu” Nara memancing pembicaraan ketika kami bertiga menikmati makan malan dalam ruang kecil...

“Pasti dia memiliki keistimewaan” Shine.

“Menurutmu?” balasan buat Shine.

“Hati-hati, semua yang kita dapatkan tidak diraih dengan begitu mudahnya” Nara menatap ke arahku.

“Kau seperti meragukan” ujarku.

“Entahlah” Nara.

“Apa saya terlihat bodoh untuk mengerti?”

“Menurutmu?” Nara.

“Entahlah” balasanku.

“Apa yang ada di tanganmu sekarang tidak pernah pernah dibayar memakai uang dalam jumlah besar sekalipun” Nara.

Dia seolah meragukan gadis pilihanku. Apa ini Cuma perasaanku semata? “Saya rasa kau cukup dewasa untuk tahu bagaimana air matamu terus saja mengalir sama seperti yang lain. Kita semua membayar harga cukup mahal bukan dengan tumpukan uang, melainkan dengan korban perasaan sekaligus cucuran air mata” Nara terus saja berkata-kata sambil memainkan sendok dalam gelasnya.

“Kenapa jadi angker begini?” Shine.

“Jadi, kuharap seorang Feivel mengerti sekaligus bijak untuk berjalan di tempatnya sendiri” Nara.

Nara seolah kurang yakin terhadap pilihanku sendiri. Apa yang salah dengan Lais? Memory masa lalu bermuara begitu saja. Bagaimana kami menjalani sebuah proses cukup menakutkan hingga saya sendiri hampir menyerah dengan keadaan. Tiap saat air mata Feivel terus saja berjatuhan akibat skenario-skenario menjebak.

Sesuatu menahan diriku untuk tidak melemparkan sisi emosional ke arah Nara. Ucapannya memang benar, hanya saja ruang hatiku sulit menerima satu objek di depanku. Apa yang harus kulakukan Tuhan? Beri saya petunjuk tentang alur ceritaku ke depan.

 Cara Tuhan memilih kami memang terkesan misterius. Sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan suku seolah memiliki ciri khas tersendiri di mataNYA. Apakah karena beberapa ayat seolah menyebutkan tentang bangsa ini dalam sebuah kitab suci, hingga membuat kami menjalani satu skenario misterius dari Tuhan?

Pusat pergerakan terbesar akan dimulai dari bangsa ini menurut beberapa nubuatan dari salah satu penganut kepercayaan tertentu. Entahlah. Apakah nubuatan tersebut memiliki kaitan khusus akan perjalanan misterius kami selama ini? Apakah pikiranku sama seperti mereka dengan lain sedang mencari jawaban...

“Apa yang sedang dipikirkan oleh sosok Leci?” Shine tiba-tiba saja mengagetkan diriku seketika.

“Ucapan Nara semalam, jangan masukkan ke hati” Shine.

“Sampai kapan kita semua hidup seperti ini?” pertanyaanku seketika.

“Mungkin, waktunya tidak lama lagi” Shine.

“Dasar si’centil” mengejek dirinya.

“Suara hatiku berkata-kata begitu kuat kalau semua sudah di depan mata” Shine.

“Dasar si’centil” sekali lagi mengejek dirinya.

“Btw, saya selalu dibuat penasaran ma banyak penuls novel” Shine seolah mengalihkan perhatian.

“Kenapa larinya ke penulis novel?”

“Dari pada situ pusing berpikir a,b,c,d” Shine.

“Memang penulis novel kenapa?” tanyaku.

“Kenapa kebanyakan para penulis di semua aplikasi hanya bercerita tentang kisah billionare jatuh cinta hingga bucin ma gadis miskin? Pada hal realitanya mana ada bilionare jatuh cinta sampe bucin segala” Shine.

“Paling parahnya tulisan hampir seluruh penulis adalah billionare tidur 7 keliling ma gadis miskin, singkat cerita jadi bucin dan langsung dinikahi” sayapun ikut tertawa keras.

“Hai para penulis budiman, kuharap kalian jangan membuat tulisan dengan halusinasi terlalu berlebih, nanti si’pembaca tidak bangun-bangun dari mimpinya, kan kasihan” Shine.

Kenapa pokok pembicaraan larinya ke penulis novel? “Hentikan lelucon gilamu!” berujar ke arah Shine.

“Shine kan Cuma bertanya saja, memang salah?” Shine.

“Dasar gadis centil”

“Dari pada kau terus memikirkan ucapan Nara semalam, mending kita berdua bersama-sama memecahkan masalah hampir semua penulis novel aplikasi medsos membuat cerita billionare selalu meniduri gadis miskin hingga berakhir bucin” Shine.

“Realitanya berlawanan terbalik ma cerita” tawa Shine meledak keras.

“Mati banyak, penyakitnya kumat lagi” mengumpat seketika.

“Lebih para mana tulisan ka’Arauna atau mereka” Shine masih tertawa keras.

“Kalau sampai ka’Arauna sadar habislah dirimu” ...

“Anggap saja sebagai lelucon dan ini hanya kita berdua saja yang tahu” Shine.

“Dasar gadis gila” menepuk keningnya.

“Btw, hari ini saya akan memulai aksiku merebut hati si’Brave dengan gaya centilku” Shine.

“Hancur banyak” umpatanku.

“Inikan perintah bos besar” Shine.

“Dasar iblis”...

“Kau lihat saja bagaimana aksi bejatku berjalan” Shine.

“Sadis” tertawa keras seketika.

“Kita lihat bagaimana Nara galau, patah hati, sakit, terluka. Jadi, lupakan ucapan gadis itu semalam” Shine.

“Apa kau juga meragukan Lais?”

“Entahlah, karena semua masih 50:50” Shine.

“Jangan patah semangat, kalaupun, seandainya Lais bukan jodoh dari Tuhan berarti di luar sana, Tuhan sudah pasti mempersiapkan gadis terbaik buatmu” Shine.

“Sepertinya...”

“Nara hanya tidak mau sosok sepertimu terjebak, ngerti?” Shine.

Saya sendiri sedang berusaha menerima sebuah realita, andaikan semua tidak seperti keinginanku. Berjalan di bawah panas terik matahari sambil merenung tentang situasi rumit dalam ruang pintu hatiku. “Leci” seseorang tiba-tiba hadir, kemudian mencubit gemas 2 pipiku.

“Leci, suka tidak” berusaha menghindar.

“Tapi saya suka, gimana dong” Moza makin mencubit kedua pipiku.

“Leci, pindah mau” masih berusaha lepas.

“Tapi Moza mau pesan cake tradisional buatan Leci semuanya” Moza.

“Leci, salah dengar tidak?”

“Hari ini Moza ulang tahun, jadi, mau traktir semua teman-temanku di kantor” masih mencubit wajahku.

Dia bernafsu apa? Selalu mencubit 2 pipi maskulinku memakai nafsu. Saya mimpi apa semalam? Dia hakim atau manusia nafsuan? Dasar menyebalkan...

“Sampai jumpa lagi Leci” senyum Moza berjalan pergi.

Kenapa hanya wajah dia terus yang muncul tiap harinya ke depanku? Dimana Lais sang target utama? Saya hampir lupa kalau statusku sekarang menyandang duda cerai hidup gara-gara kelakuan Nara. Lais seolah tidak lagi berjalan ke arahku.

Apa saya harus segera menyusun rencana? Dari pada ruang di dalam sana makin tersakiti, lebih baik mencari kepastian. “Ini tidak bisa dibiarkan” ungkapku dalam hati.

Berusaha menyiapkan speaker besar untuk menyatakan perasaanku depan orang banyak. Bagaimana reaksi sang target setelahnya? “Lais, Lais, Lais” berteriak memakai mikrofon sekeras mungkin bahkan bertingkah seperti anak bodoh sejadi-jadinya.

“Sang target datang” pesan suara Shine melalui sebuah alat memberi sinyal.

“Kenapa dia datang ma Brave?” bergumam pelan.

Sejak kapan mereka berdua saling kenal? Apa yang sedang terjadi? Bagaimana bisa Lais terlihat sangat dekat dengan Brave? Apa Nara menyadari hal ini? “Leci” Lais terkejut.

“Leci, suka Lais” menyatakan perasaan di depan orang banyak.

“Pertama kali lihat Lais, hati Leci sudah suka” ujarku.

“Anak autis menyatakan cinta?” salah satu rekannya terkejut parah.

“Tembakannya ga main-main” ujar yang lain.

“Ga selevel” ucapan seseorang.

“Bangun dari mimpi” temannya kembali berteriak.

“Lais, apa suka Leci?” masih terus melempar pertanyaan hingga dirinya sendiri terlihat shock berat.

“Dia pasangan Lais bukan dirimu” Lais menunjuk Brave.

What? Kenapa bisa si’Brave dan Lais jadian? Apa yang sedang terjadi? “Tidak mungkin juga sosok Lais berjalan ke arah Leci” menarik tangan Brave, kemudian berjalan pergi. Semua orang berteriak seketika...

Tidak seorangpun merasa ibah terhadapku. Mereka semua pergi dan tidak satupun yang datang menghiburku. “Makan es cream bisa menghibur manusia yang lagi patah hati loh” tiba-tiba saja Moza duduk di sampingku sambil menyerahkan es cream vanila.

“Kalau mau nangis, silahkan!” Moza tersenyum ke arahku.

“Cowok bisa gila kalau tangisnya ditahan-tahan”  Moza.

“Leci, nangis tidak” balasku.

“Nangis saja di pundak Moza” menaruh kepalaku di pundaknya.

Seharian dia duduk bersama denganku. Tangisku pecah seketika, entah karena sakit ataukah sulit menerima kenyataan. Tebakanku ternyata salah selama ini. Menganggap Lais jodoh dari sang Pencipta, ternyata memang meragukan.

“Leci bukannya kalah ganteng, hanya saja memang Tuhan sepertinya tidak menghendaki” Moza masih berusaha menghibur.

Kenyataan lain lagi adalah perkenalan antara Brave dan Lais merupakan skenario para bos besar di atas. Pria tua sengaja mengirim foto-foto Lais bersama biodata lengkap ke rumah orang tua Brave. Akhir cerita, terjadilah kisah jodoh -menjodohkan antara mereka berdua. Shine berusaha menjelaskan cerita yang sebenarnya terhadapku setelah saya kembali ke rumah.

Nara terlihat tenang bahkan berusaha bersikap bijak atas masalah yang sedang terjadi. “Apa kau terluka?” memancingnya dengan sebuah pertanyaan.

“Biasa saja” Nara.

“Temanku berkata, kalau ingin nangis silahkan nangis dan luapkan semuanya” ujarku.

“Saya tidak selemah itu untuk menjatuhkan butiran kristal” Nara.

“Dasar gadis bodoh” kalimatku.

“Apa pun kisah akhirnya nanti, seorang Nara siap menerima kenyataan di depan mata” Nara.

“Terserah” ujarku berjalan masuk kamar meninggalkan dirinya.

Bagaimana bisa para bos besar membuat skenario gila? “Jangan bertingkah bodoh!” Shine seolah membaca pikiranku.

“Kau sendiri bagaimana?”

“Saya akan tetap mengikuti alur cerita para bos besar” Shine.

“Artinya Brave akan berhadapan di antara Nara, dirimu, dan Lais?”

“Begitulah” Shine menepuk-nepuk bahuku. Saya baru menyadari kalau Brave mengenaliku sebagai mantan suami Iyem, lantas kenapa dia diam membisu siang tadi?

Apa yang sedang direncanakan oleh Nara? Rasanya sakit melihat reaksi Lais menatap ke arahku dengan tatapan rasa malu. Kupikir dia berhati lembut, ternyata dugaanku salah. Minimal ucapkan sesuatu yang bijak tanpa harus pergi dengan kalimat seolah merendahkan.

Sepertinya Sang Pencipta sedang mengajari saya tentang waktu untuk mengenal karakter seseorang. Terkadang saya terjebak pribadi seseorang di satu tempat berbeda, namun kenyataannya tidak seperti yang kubayangkan sekalipun kehidupan telah menjalani pasang surut beberapa objek alur cerita. Jebakan hidup memang cukup menakutkan...

“Mantan suami Iyem menyatakan cinta terhadap hakim cantik seperti Lais” tiba-tiba saja pemuda berperawakan tinggi berdiri di samping gerobakku.

Saya hanya diam bahkan tidak tahu bagaimana membalas ucapannya. “Saya hanya ingin mencoba membeli jajanan cake Leci” ujarnya kembali.

“Dasar pemuda tidak pekah, pada hal Nara gadis paling langkah di dunia” mengumpat dalam hati.

Lais dan Brave sedang berada dalam jebakan skenario tanpa mereka sadari. Sepertinya saya harus bisa belajar untuk kuat apa pun keadaannya. “Rasanya enak” Brave berusaha bersikap tenang.

“Saya pesan semuanya” Brave.

“Lais suka Brave?” pancingku.

“Tahu dari mana namaku?” Brave.

“Dia” jawabku.

“Bagaimana kabarnya dia?“ Brave. Ternyata hingga detik sekarang sosok Iyem belum juga berjalan ke arahnya. Kenapa jadi saya yang berada di tengah-tengah mereka berdua? Harusnya saya yang dihibur, lantas kenapa justru dirinya terlihat lebih menyedihkan?

“Andaikan bisa saya menjadi manusia egois, sekali saja” ujarnya berusaha tersenyum.

“Saya tidak ingin menjadi manusia iblis. Lupakan Lais!” Brave.

“Kenapa?”

Apa dia secepat itu melupakan Iyem? “Bukan karena Lais dan dirimu bagaikan langit dan bumi, melainkan pernikahan itu hanya sekali, pertahankan dirinya” Brave.

“Iyem tidak menyukai Leci” ujarku.

“Iyem malu lalu cerai, tapi Leci suka Lais” kalimatku kembali.

“Kalimat bodoh” Brave menyerahkan sejumlah uang. Memborong semua cake tradisional, kemudian berlalu begitu saja. Tersenyum dan pergi begitu saja. Kenapa juga kami berdua dipertemukan? Apa dia memang sengaja ingin bertemu denganku?

“Bila gunung di hadapanku tak jua berpindah, Kau berikanku kekuatan untuk mendakinya” menyanyikan salah satu lirik lagu.

Beruntung saja tidak seorangpun lewat. Peranan Feivel sekarang adalah manusia autis bukan manusia normal. Berstatus sebagai Leci duda tidak beranak, terdengar mengerikan. Saya berjalan kembali dengan peranan autisme. Apa pun keadaan hari ini dan esok, saya tahu Tuhan memiliki rencana terbaik.

“Kenapa saya harus bertemu kembali si’Brave” melihat sebuah pemandangan di depanku. Dia berbicara dengan siapa? “Nara maksudku Iyem” berkata-kata dalam hati.

“Apa kau tidak ingin berbicara denganku?” Iyem terlihat tenang. Saya seperti orang bodoh berusaha bersembunyi untuk menguping pembicaraan mereka.

“Maaf karena sudah membohongimu” Iyem.

“Kau sudah tidak memulung?” Brave.

“Saya bekerja di sebuah restoran kecil” Iyem. Nara memang handal memainkan segala jenis peran. Piala Oscar memang pantas diberikan buatnya. Gadis iblis itu sedang menciptakan akar permasalahan paling rumit.

“Apa saya masih boleh berharap?” Iyem.

“Pertanyaan bodoh” Brave.

“Saya hanya ingin memiliki pasangan sempurna, baik, berwibawa, bahkan memiliki ciri khas yang belum tentu pria lain miliki. Apa keinginanku salah?” Iyem.

“Saya tidak sesempurna seperti ucapanmu” Brave.

Pernyataan seperti ini akan membuat gadis gila itu akan semakin menggali sekaligus memancing untuk mencari sesuatu objek lebih. Saya sangat mengenal karakter Nara. Bukan Nara namanya kalau tidak menciptakan alur cerita menjebak.

“Iyem” seorang gadis cantik berjalan ke arahnya. Apa itu Lais? Lebih tepatnya pemeran paling mematikan. Kenapa saya jadi melupakan rasa sakitku terhadap Lais?

“Gi” Iyem.

Saya tidak pernah menyangka Shine si’gadis centil mengubah dirinya menjadi wanita dewasa bak model. “Saya mencarimu sejak tadi” Shine.

“Dia siapa?” Shine.

“Dia sahabatku Gi” Iyem.

“Gi” Shine mengulurkan tangannya.

“Brave” ucapan pria tersebut.

“Maaf” Brave berusaha melepaskan tangannya, tetapi masih tertahan oleh Shine.

“Akting paling mematikan” umpatanku seketika. Shine yang kukenal seperti bukan dirinya.

“Maaf” Brave masih berusaha lepas, namun tak diindahkan oleh Shine.

“Gi” Iyem.

Permainan sedang terjadi hingga menciptakan objek-objek tidak terduga. Bagaimana saya akan berjalan menyaksikan objek tadi. Bagaimana Brave akan menanggapi situasi tersebut? Apa Lais akan terjebak segitu hebatnya?

Tuhan kisah cintaku akan berjalan seperti apa? Perjalananku semacam berbelit-belit.

“Apa kita masih bisa bertemu?” Iyem.

“Maaf” Brave.

“Kenapa harus minta maaf, harusnya saya yang memohon maaf berulang kali” Iyem.

“Jadikan pernikahanmu sekali seumur hidup. Dia pria baik, jangan pernah malu mengakuinya sebagai pasangan” Brave.

“Kami berdua sudah cerai dan tidak mungkin kembali” Iyem.

 

 

 

 

Bagian 7...

 

Pernyataan seorang Brave sedang menjabarkan sebuah realita. “Tapi, pasanganmu butuh dirimu” Brave.

“Apa kau bisa semudah itu melupakan semua memori tentangku?” Nara.

“Kenapa memberiku harapan kemarin?” tangisan Nara.

“Brave” Lais berjalan ke depannya. Para bos besar memang sengaja membuat mereka bertemu dan bukan secara kebetulan.

Feivel sendiri masih bersembunyi di balik pohon besar tanpa sepengetahuan mereka semua. Lais menatap ke arah Brave untuk mencari jawaban. Orang tua Brave memang sengaja menjodohkan antara Lais dan anak tunggal mereka satu-satunya.

“Maaf, saya harus pergi” Brave memalingkan wajahnya untuk segera masuk ke dalam mobil Lais.

“Bukannya kau mantan istri Leci” Lais segera mengenali dirinya.

“Kau mengenali dia?” Brave.

“Sekilas” Lais.

“Lupakan! Ayo pergi!” Brave tidak ingin melihat raut wajah Nara seperti apa. Mereka berdua pergi setelah percakapan cukup menegangkan.

“Kalau ingin nangis, silahkan!” Shine memeluk sahabatnya.

“Jangan ditahan” Shine menepuk-nepuk bahunya.

“Saya masih kuat, khawatirkan saja Feivel” Nara.

“Masih sempat mengkhawatirkan orang lain, sedang diri sendiri remuk di dalam” Feivel keluar dari tempat persembunyiannya.

“Kalau Nara bisa terlihat kuat, berarti saya juga bisa” Feivel.

“Kalian berdua membuatku terharu” Shine.

“Jangan sampai kembali dan mencurigai kita” Bisik Nara berusaha lepas.

Pencaharian jodoh para personil memang berbeda dan tidak akan pernah sama dengan kebanyakan orang di luar sana. Bukan tentang kesempurnaan, melainkan terdapat satu objek yang memang sulit untuk dijabarkan.  

Beberapa hari ini Lais dan Brave selalu terlihat bersama. Shine sendiri sedang mencari jalan mendekati Brave. “Apa benar si’Brave menyukai Lais?” Shine sibuk mencari celah.

“Hai” Shine seolah menyusun rencana biar terlihat kebetulan. Sebuah mini market kecil menjadi saksi pertemuan mereka berdua.

“Sepertinya kita bertemu lagi” Shine.

“Apa ini takdir?” Shine.

“Sepertinya bukan takdir” Brave terus berjalan seolah bersikap cuek.

“Apa kecantikanku belum bisa disandingkan ma Lais?” ucapannya dalam hati.

Brave terus saja bersikap cuek bagaimanapun seorang Shine berjalan ke arahnya. “Permen buatmu” Shine menyerahkan beberapa bungkus permen ke tangan Brave. Pertemuan yang sering terjadi antara dirinya dan Shine memang sudah direncanakan dan bukan suatu kebetulan.

“Temanku bilang kalau lagi galau, silahkan makan permen ini” Shine.

“Apa dia yang berucap?” Brave.

“Siapa?” Shine.

“Lupakan!” Brave.

“Maksudmu Na maksudku Iyem?” Shine.

“Lupakan!” Brave.

“Dia selalu sibuk dengan dirinya bahkan sulit ditebak, jadi, bukan dia” Shine.

“Apa kau mau menemani Gi seharian menikmati udara segar di pusat perbelanjaan?” Shine.

“Memangnya pusat perbelanjaan menciptakan udara segar?” Brave sedikit tertawa.

“Brave terlihat cukup manis kalau tertawa seperti itu” Shine.

“Sepertinya saya harus kerja” Brave berusaha menghindar.

“Lupakan pekerjaanmu untuk hari ini, nikmati hidupmu” Shine menarik tangan Brave.

Mereka berdua berjalan menyusuri pusat perbelanjaan, bermain beberapa games, duduk manis dalam sebuah restoran. “Coba lakukan dance di sana” Shine menunjuk sebuah layar.

Brave mencoba memainkan salah satu dance tanpa ragu. “Brave, benar-benar keren” ucapan Shine.

“Apa Brave mau memberiku sebuah boneka mungil?”

“Sepertinya saya tidak tertarik” Brave.

“Saya akan berteriak keras kalau kau berkata tidak” Shine.

“Silahkan!” Brave.

“Bagaimana perasaan kalian pacar sendiri bersikap cuek? Pada hal saya Cuma menginginkan 1 boneka” Shine terlihat menangis menunjuk sebuah permainan.

“Keterlaluan” salah seorang pengunjung terlihat kesal.

“Memangnya dia meminta berlian” pengunjung yang lain.

“Tidak punya hati” ucapan pengunjung berikut.

“Gadis secantik itu dibuang” kalimat yang lain.

Brave berusaha bersikap tenang tanpa berteriak atukah membalas ucapan mereka. Dia berusaha mengendalikan rasa kesalnya terhadap Shine. Brave mencoba mengikuti kemauan Shine.

“Begitu dong, sayang pasangan sendiri” salah satu dari mereka berujar.

“Dapat” teriakan Shine.

“Kenapa memberiku 2 boneka?” pertanyaan Shine setelah Brave sukses mengambil 2 boneka.

“Berikan ma anak anjingmu atau siapa gitu kalau kau Cuma mau 1 saja” ujar Brave.

“Dimana rumahmu? Saya antar pulang” Brave.

“Ga usah” Shine berusaha menghindar.

“Sudah malam” Brave.

“Nanti ada yang menjemput, jangan khawatir” Shine berlari meninggalkan Brave.

Cerita 2 sahabat sedang mempermainkan perasaan seorang pemuda. Perjalanan hidup Brave terlihat rumit.  “Hati-hati, jangan bermain api” Feivel berkata-kata seketika setelah Shine berada di rumah.

“Memang kenapa?” Shine.

“Si’Cashel pasti nangis melihat kelakuanmu” Feivel menggeleng-geleng kepala.

“Cashel sibuk kerja di luar negeri” Shine.

“Btw, kau lebih suka pribadi Cashel atau Brave?” Feivel.

“Masing-masing memiliki porsi. Lagian Brave itu milik Nara kalau lulus uji coba keles” Shine.

“Mati banyak” Feivel.

“Kalau ga lulus  milik siapa?” Feivel.

“Milik Lais mungkin, tidak mungkin juga Shine berkhianat dari Cashel. Ngerti?” Shine.

“Artinya kau benar-benar meragukan Lais?” Feivel.

“Entahlah, kan belum pasti” Shine.

“Piala oscar paling mematikan” Nara berjalan ke tengah mereka.

“Dasar penguping” Shine.

“Apa menyenangkan berjalan seharian bersama dengannya?” Nara.

“Cemburu pakai banget” tawa Shine meledak.

“Siapa bilang?” Nara.

“Buatmu” Shine melemparkan 2 boneka ke arah Nara.

“Dari siapa?” Nara.

“Pakai tanya lagi, saya menyuruh Brave mengambilkan sebuah boneka, tapi sepertinya dia sengaja mengambil 2” Shime.

“Lantas?” Nara.

“Dia tahu kalau kita berdua bersahabat. Satu untukmu dan satunya untukku” Shine.

“Lantas?” Nara.

“2 boneka ini bukan milikku, jadi, ambil saja” Shine meninggalkan Nara dan berjalan masuk ke kamar.

Perjalanan pencaharian jodoh menjadi sebuah petualangan bagi seluruh personil. Nara duduk merenung pada sudut kursi, di ruang lain terdapat Feivel membayangkan deretan peristiwa. “Tuhan, beri saya kekuatan” Feivel menarik napas panjang.

“Saya harus memulai kembali dari nol kalau memang dia tidak diciptakan buatku” sepanjang malam Feivel terus merenungi alur ceritanya.

“Kau tidak berjualan cake Leci?” Nara.

“Lagi mau libur” Feivel.

“Kau sendiri mau kemana?” Shine berteriak menatap Nara.

“Kerjalah, masa iya saya harus terus meratapi nasib, siapa tahu saja dapat cadangan pengganti” Nara.

“Perempuan gila” umpatan Feivel.

“Benar-benar tidak waras” Shine.

“Sekedar berjaga-jaga, understand?” Nara.

“Bagaimana kalau saya antar kerja” Feivel menawarkan diri.

“Kau takut saya bunuh diri?” Nara.

“Entahlah” Feivel.

“Saya lebih kuat darimu” Nara.

“Antar saja dia, sekedar berjaga-jaga!” cetus Shine berteriak dari kamar.

Mengantar Nara memakai sebuah motor menuju tempat kerja. “Jaga diri baik-baik” Feivel tersenyum ke arah Nara.

“Semamgat pencari cuan” ujar Feivel kembali.

“Pulanglah, jangan sampai ada yang mengenali dirimu” Nara.

Feivel menikmati udara segar dengan berkeliling kota memakai sepeda motor bekas yang baru dibelinya. “Rasanya sakit, tapi buatku petualangan seperti ini mengajari hidupku” suara hati Feivel berbisik di dalam.

“Kenapa saya jadi memikirkan adil kecil Lais?” bergumam dalam hati.

“Sepertinya dia tidak akan pernah menjadi adikku” tertawa sinis.

“Leci bisa bawah motor?” entah dari mana hingga tanpa sengaja Moza dan Feivel bertemu.

“Siapa yang mengajari?” Moza terlihat histeris hampir tidak percaya.

“Bagaimana kalau Moza saja yang ngajak Leci berkeliling kota?” segera mengambil alih motor.

“Leci Leci takut” Feivel.

“Ga perlu takut” Moza.

“Kerja tidak?” Leci.

“Moza diskors gara-gara salah mengadili orang” Moza.

Feivel tertawa keras mendengar cerita gadis di depannya. “Sepertinya saya tidak akan pernah bisa menjadi seperti Lais” Moza.

“Dasar perempuam” cetus Feivel dalam hati.

“Tapi, tidak mengapa, kan tiap orang punya porsinya masing-masing” Moza kembali bersemangat.

Moza mengemudikan motor dengan sangat kencang. “Tuhan, jujur, saya memang patah hati, tapi hidupku masih panjang dan belum mau mati” ucapan doa Feivel dalam hati karena ketakutan.

“Leci, tidak boleh takut, harus pegangan yang kuat” teriakan Moza makin melajukan motor tersebut.

“Leci hidup masih” teriak Feivel.

“Pokoknya Leci harus menikmati hidup hari ini” Moza makin mengemudikan dengan kecepatan tinggi.

“Sedikit lagi saya mati” umpatan Feivel.

“Bensin habis” teriak Moza setelah motor mogok.

“Syukurlah” Feivel mengelus-ngelus dada.

Mereka berada di sebuah perbatasan jauh dari perkotaan.

“Leci uang ada tidak” Feivel.

“Tenang saja, biar saya yang bayar kita menginap di hotel ini untuk sementara” Moza.

“Mati banyak, jauhkan hambaMU dari dosa persinahan” isi doa Feivel.

Lebih gilanya lagi adalah seluruh kamar hotel penuh karena besok hari libur. Kebanyakan pegawai kantoran sudah membooking kamar hotel di sini. Kenapa bisa? Perbatasan kota di sini cocok dijadikan bahan objek liburan sejenak.

“Hancur banyak” gerutu Feivel dalam hati.

“Leci tidur di sofa, sedang saya di kasur dong” Moza.

“Kenapa kisah hidupku jadi angker begini?” rasa kesal Feivel dalam hati.

Mereka berdua menginap dalam satu kamar hotel. Rasa kesal Feivel sudah benar-benar di atas rata-rata, tetapi masih berusaha ditahan olehnya. Ingin menghibur diri sendiri, akan tetapi seolah dirinya sedang berada dalam jebakan.

“Leci, tidak boleh kecewa, marah, kesal, apa lagi dendam ma Lais atas sikapnya” Moza mencoba memulai pembicaraan menyadari perasaan manusia di depannya seperti apa..

“Lais sempurna, tidak seperti Leci duda” Feivel.

“Leci ternyata duda?” Moza terkejut.

“Duda hidup cerai karena malu ma Leci” Feivel.

“Malu karena?” Moza.

“Leci bodoh, autis, normal ga” Feivel.

“Tiap orang memiliki pergumulan hidup. Jadi, Leci harus bisa buktikan kalau pemeran utama di beberapa cerita bukan orang lain, melainkan dirimu” Moza.

“Moza tertawa tidak?” Feivel.

“Kenapa harus tertawa, lagian belum tentu juga hidup Moza jauh lebih baik dan sempurna dibanding hidup Leci” Moza.

“Dia nangis terus karena Leci autis” Feivel.

“Siapa?” Moza.

“Iyem” Feivel.

“Siapa?” Moza.

“Leci istri” Feivel.

“Dia hanya butuh waktu menerima kekurangan Leci” Moza.

“Dia suka ganteng pria bukan Leci” Feivel.

“Leci harus berjuang untuk menariknya kembali ke rumah, jangan tergiur dengan wanita lain apa pun yang terjadi” Moza.

“Lupakan Lais karena dia bukan buatmu. Gunakan lututmu sebagai pondasi untuk berdoa dan menarik kembali dirinya hingga kelak ucapannya selalu bangga tiap menatap ke arahmu” Moza.

“Kenapa?” Feivel.

“Buktikan kalau Leci memiliki kekuatan doa berbeda sekalipun hidupmu disebut sebagai manusia autisme. Pernikahan itu sakral, jangan jadikan permainan” Moza.

“Terlihat bijak pakai banget” desiran suara hati Feivel mengudara.

“Tidurlah, besok kita kembali nikmati hidup” Moza berusaha memakaikan selimut ke tubuh Feivel, kemudian berjalan ke ranjangnya sendiri.

Seorang Feivel mencoba memejamkan mata dan tidak lagi berpikir tentang cerita hidupnya. Dia berusaha berjuang sekuat mungkin agar tetap berjalan di tempat yang seharusnya. Moza berasal dari keluarga broken home, hanya hidupnya tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan orang banyak.

“Morning Leci manis sepanjang waktu” Moza menyapa Leci sambil mencubit 2 pipi Feivel.

“Tidurmu nyenyak atau tidak?” Moza masih terus bersikap usil.

“Sakit Leci pipi” Feivel berusaha menghindar.

Mereka berdua kembali melakukan sebuah perjalanan setelah sarapan pagi di hotel. Mencoba mencicipi jajanan di pinggir jalan hingga membuat mereka lupa tentang kehidupan perkotaan. “Bagaimana kalau kita berkeliling disini dulu, sebentar saja pulang” Moza.

“Cake Leci hilang” Feivel.

“Sekali-sekali nikmati hidup, jangan mikir uang terus!” Moza.

“Moza” seseorang tiba-tiba saja menyapanya.

“Ka’Pi, apa kabar?” Moza.

“Setelah putus denganku ternyata penggantiku Cuma manusia autis, uppssss” ledekan pria tersebut.

“Leci Leci Leci” Feivel.

“Kasihan benner hidupmu, pacaran ma manusia idiot” Pie.

“Leci idiot bukan” Feivel.

“Anjing menggonggong kavila berlalu” Moza.

“Hidupmu terlalu menyedihkan. Kakakmu harus mendekam di penjara karena narkoba, orang tua bercerai, adikmu apa lagi lebih parah menjadi simpanan alias pelakor, dan lain sebagainya” Ledekan pria tersebut.

“Gadis yang kukenal ceria memiliki rasa sakit paling mematikan dibanding hidupku sendiri” suara hati Feivel.

“Sekarang pacaran ma manusia idiot” tawa pria tampan bak model meledak seketika.

“Tuhan memberkati ucapanmu, terima kasih buat pernyataan yang kau lemparkan” Moza berusaha untuk tetap tersenyum.

“Apa pun itu, kurasa hidupku masih jauh lebih baik dibanding hidupmu” Moza.

Seorang Moza si’periang tidak ingin larut dalam masalahnya sendiri. Pria itu pergi dengan perasaan kesal. Moza berusaha untuk tidak terpancing sama sekali.

Rasa penasaran Feivel mengudara hingga berujung mengikuti diam-diam kemanapun Moza bepergian sejak peristiwa tersebut. Beberapa hari belakangan seolah dia melupakan jajanan cake Leci dan semua masalah penolakan Lais. Menjadi keluarga broken home memang akan mengalami banyak pergulatan hidup.

“Kakak, bagaimana kabarmu?” ucapan Moza mengunjungi seorang pria di penjara.

“Pastikan kakak makan banyak dan jaga kesehatan” sulit dipercaya mendengar ucapan seperti ini.

Di satu sisi kisahnya berperan sebagai hakim, namun di sisi lain Moza juga memiliki kakak. “Gadis periang itu sesuatu banget” gumam Feivel pelan.

“Tuhan, pulihkan keluargaku” isi doa seorang Moza dalam sebuah gereja.

“TanganMu sanggup menghancurkan semua rasa sakit, jurang, bahkan apa pun itu yang membuat keluargaku retak” pertama kalinya Feivel melihat air matanya mengalir begitu saja.

Mengekor diam-diam kemanapun Moza bepergian. “Saya sudah bahagia menjalani peranku seperti sekarang” ucapan seorang gadis sedang menggendong anak bayi terhadap Moza.

“Azela yang kukenal dulu berbeda dengan sekarang” Moza masih berusaha bersikap tenang.

“Dia memiliki segalanya dan bisa memenuhi apa yang kumau” Azela.

“Dia punya keluarga yang selalu menantikan dirinya di rumah” penekanan Moza.

“Tapi, Ze juga berhak bahagia sama seperti lainnya” Azela.

“Seandainya Ze menjadi istri dan anak-anaknya, bagaimana perasaanmu melihat suami sekaligus ayah pergi ke pelukan wanita lain?” Moza.

“Ze mencintai pria itu” Azela.

Rasa nyaman dan perhatian yang diberikan membuat segalanya berubah, hingga menjadikan adiknya menjadi simpanan. “Kakak percaya Ze akan kembali dan melepaskan apa yang bukan miliknya” Moza mendekap kuat tubuh adiknya.

“Bagaimana dengan anak Ze? Apa kakak tidak sadar kalau anakku juga butuh kasih sayang?” Azela.

“Kakak Moza siap menjadi ayah sekaligus ibunya sama sepertimu” Moza.

Adiknya membutuhkan waktu untuk berpikir. “Ze masih belum berani” segera lepas dari pelukan Moza, kemudian masuk ke dalam rumah dan mengunci dari dalam.

“Dia perangkul dan tidak menjadi hakim atas keluarganya” kalimat Feivel bersembunyi di balik semak-semak.

“Tuhan, pulihkan keluargaku” isi doa yang tidak pernah bosan dipanjatkan olehnya ketika berada dalam sebuah gereja.

Kisah Moza berjalan mengarungi hidup. Kedua orang tuanya bercerai sejak usianya masih terlalu kecil. Ibunya berjuang membesarkan 3 anak. Ayahnya sendiri pada akhirnya memiliki keluarga lain bahkan berpura-pura lupa 3 anaknya dari istri yang dulu. Kehidupan Moza pun tidak luput dari jebakan, hingga dirinya sendiri sempat menjalani satu jurang gelap. Sesuatu hal menyadarkan dirinya hingga dia berjuang untuk berjalan keluar.

Rasa penasaran Feivel membuatnya mencari tahu masa lalu gadis tersebut. “Kenapa saya jadi penasaran begini?” gerutu Feivel.

“Morning Leci” teriak Moza seperti biasa mencubit 2 pipi Feivel ketika mereka berdua bertemu.

“Selalu saja berpura-pura tidak memiliki masalah” bisikan Feivel di dalam.

“Leci suka tidak” Feivel berusaha lepas.

“Besok libur, bagaimana kalau kita berdua ngebut berkeliling swperti kemarin?” Moza terus saja mencubit 2 pipinya.

“Leci suka tidak” berusaha lepas.

“Saya bantu jualan” teriak Moza mengambil alih gerobak. Mereka berdua pada akhirnya berjualan bersama tidak jauh dari sebuah gedung pencakar langit.

“Kau sudah dapat pengganti?” Nara tanpa sengaja berjalan lewat depan mereka.

“Dia siapa?” Moza terkejut.

“Leci istri” Feivel.

“What? Hampir memasuki ketegori cantik, tapi pada akhirnya gagal” Moza.

 

 

Bagian 8...

 

NARA...

 

Kalimat apaan ini? Hampir memasuki kategori cantik, tapi gagal? Kurang dihajar 100% . Bahasanya terdengar menyakitkan pakai banget. Sepertinya Feivel sedikit melupakan Lais. “Kenalkan Moza” tersenyum sambil memperkenalkan diri.

“Sepertinya saya pernah melihatmu di penjara” dia mencoba mengingat sesuatu.

“Iyem tinggal di penjara tidak” Feivel.

“Dia bersama tentara ganteng” Moza mengingat sesuatu.

“Perasaanmu saja” ujarku.

“Pria bersama denganmu waktu itu membuat kakakku mulai mengenal satu pelita” Moza.

Saya hampir lupa bagaimana sosok Brave berjalan ke penjara dan berusaha menjadi sahabat untuk membuktikan sesuatu terhadapku. “Kakakku banyak berubah” Moza mencoba bercerita.

“Leci” ujarku.

“Saya yakin kau memiliki alasan kuat, mengapa meninggalkan Leci bukan karena malu mengakui dirinya sebagai manusia autis” Moza tiba-tiba saja berkata-kata.

“Jangan sok tahu” ujarku.

“Saya ingat, bagaimana kau dan pria tampan itu berbicara, tanpa sadar saya tiba-tiba saja meniadi pendengar sejati” Moza.

“Mati banyak” kalimatku dalam hati.

“Jam berapa sekarang? Saya ada sidang hari ini” segera berlari pergi.

“Leci, lain kali kita bertiga piknik bersama” Moza menoleh sebentar, lantas melajukan mobilnya seketika.

Feivel menjelaskan segalanya tentang gadis tadi. “Berarti kau menjadi penguntit?” tanyaku.

“Begitulah” Feivel.

Ternyata dia sahabat Lais, sedang dirinya tidak menyadari hubungan sahabatnya dengan Brave. “Sepertinya dia berusaha menahan diri seolah tidak memiliki masalah” ujarku.

“Dia selalu berpura-pura ataukah memang dia lupa tentang masalahnya sendiri” Feivel.

“Jangan-jangan?” mencurigai sesuatu.

“Kenapa?” Feivel.

“Lupakan!” balasku.

“Perasaanmu dengan Lais, seperti apa sekarang ini?” melemparkan pertanyaan.

“Entahlah. Intinya saya sudah mempersiapkan diri menerima kenyataan hidup kalau Lais tidak ditakdirkan buatku” Feivel.

Saya juga sepertinya harus bermental baja apa pun hasil akhirnya nanti. Kalaupun bukan pilihan terbaik artinya saya akan mencoba untuk tetap tersenyum dan berlapang dada. Tidak semua keinginan bisa di dapat begitu saja. Jalan Tuhan berbeda dengan jalan pikiranku. Tuhan, kehendakMulah yang jadi atas hidupku.

Saya ingin mengambil buah pir, akan tetapi jika Tuhan lebih memilih buah anggur, maka apa pun usahaku akan tetap gagal.  Bagaimana saya akan berjalan? Semua kembali ke dalam tanganMU.

Jangan karena keangkuhanku yang berjalan. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Sang Pencipta? Sesungguhnya, Aku akan mengguncangkan tempat kamu berpijak seperti goncangan kereta yang sarat dengan berkas gandum.

Orang cepat tidak mungkin lagi melarikan diri, orang kuat tidak dapat menggunakan kekuatannya, dan pahlawan tidak dapat melarikan diri. Pemegang panah tidak dapat bertahan, orang yang cepat kaki tidak akan terluput dan penunggang kuda tidak dapat meluputkan diri. Juga orang yang berhati berani di antara para pahlawan akan melarikan diri dengan telanjang pada hari itu,

“Maaf, anda mau pesan apa?” tidak menyadari siapa yang sedang berdiri di depanku.

“Ice capucino” menjawab seolah tidak mengenalku.

“Terima kasih atas kunjungan anda” ujarku.

Entah bagaimana cerita hingga kami selalu saja dipertemukan beberapa hari belakangan ini. Supermarket, toko buku, jalan raya, tempat kerja, dan lain sebagainya selalu saja sosok Brave berdiri di depanku. Apa ini takdir? Atau hanya halusinasi?

“Kenapa kau seperti hantu, terus saja gentayangan di depanku? Melemparkan pertanyaan seketika.

Dia terdiam tanpa menjawab. “Kenapa memberiku harapan kalau kau sendiri lebih memilih hakim cantik itu?” makin berteriak ke arahnya.

Apa dia balas memaki? Dia hanya terdiam tanpa pernah menjawab sepatah kata. “Pergilah sebelum saya berubah pikiran untuk mengejarmu!” ujarku.

“Lagian saya hanya janda tanpa sekolah, jauh berbeda dengannya si’hakim cantik sempurna” berucap terhadapnya.

“Brave, kenapa kau berada di sini?” Sosok Lais berdiri begitu saja di tengah kami.

“Kebetulan saya lewat” menjawab pertanyaan Lais.

Dia harus berhadapan dengan 3 wanita sekaligus. Siapa yang menjadi pilihan hidupnya? Lais si’hakim cantik pilihan orang tuanya? Gi sahabat karib Iyem? Atau Iyem si’janda yang sudah menciptakan kebohongan besar dalam dirinya? Dia bebas menentukan pilihan hidupnya.

Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi berjalan ke arahku. “Kau mau mati” teriak Brave mendorong tubuhku seketika agar terhindar dari tabrakan maut.

Kami berdua terjatuh ke jalan aspal pada akhirnya. “Kenapa menolongku? Setidaknya membiarkan saya mati jauh lebih baik?” ujarku terhadapnya.

“Kita harus ke rumah sakit, luka di kakimu butuh perawatan” Brave berusaha menahan taxi yang lewat. Dia lupa kalau Lais sedang berdiri di dekatnya.

“Pertama kalinya saya menyukai seorang” Lais menatap ke arahku.

“Saya akan berjuang untuk merebut dia apa pun caranya” Lais berbisik ke telingaku.

Bagaimana perasaan Feivel mendengar kalimat gadis impiannya? Sebuah skenario membuat kami semua terjebak secara bersamaan. Lais memang cantik, jenius, memiliki prestasi, bahkan kesempurnaan itu ada dalam dirinya. Pertemuan dengan Brave membuat dia merasakan sesuatu perasaan yang memang sulit dijabarkan. Gadis mana sih yang tidak naksir?

“Lais sepertinya saya harus ke rumah sakit” Brave membuka pintu taxi.

“Kau bisa pulang sendirikan?” Brave.

“Maaf tidak bisa mengantarmu” Brave.

Kami berdua tidak saling berbicara sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. “Dokter, kakiku tidak diamputasikan?”...

“Cuma luka ringan masa diamputasi” ucapan sang dokter. Sekilas saya melihat Brave tersenyum kecil mendengar kalimatku.

“Kupikir sedikit lagi amputasi kaki berjalan” ujarku.

Tawa Brave meledak seketika. Dia berusaha menahan, namun pada akhirnya meledak juga. Dia lupa statusku sebagai janda cerai hidup. Kami berdua keluar dari rumah sakit setelah mengambil obat di apotek.

“Makanlah!” menyodorkan bungkusan donat capucino ke tanganku.

“Terima kasih untuk hari ini” kalimatku.

“Sudah kewajibanku sebagai manusia menolong sesama” Brave.

“Pergilah, sepertinya Lais butuh perhatianmu” berkata-kata setelah tanpa sengaja membaca panggilan telepon di handphone milik Brave.

“Apa kau tahu kalau suamimu maksudku Leci menyatakan perasaannya di hadapan orang banyak terhadap Lais?” Brave.

Jelas saya tahulah, kan semua itu bagian dari skenario paling mematikan. Kenapa juga melemparkan pertanyaan bodoh seperti itu? Apa dia mau bilang kalau Lais dan dirinya sudah dijodohkan?

“Sepertinya saya tidak ingin tahu kehidupan mantan suamiku seperti apa” jawabanku.

“Saya tidak mungkin berjalan ke arahmu dengan status janda cerai hidup” Brave.

“Begitupun sebaliknya Leci tidak mungkin berjalan mengejar cinta Lais dengan status duda cerai hidup. Bukan karena dirinya autis, melainkan lebih ke pemikiran bijak saja untuk menanggapi” Brave.

Di luar dugaan ucapannya. Apa ini jawaban buatku? “Apa kau menyimpan dendam atas semua kebohonganku?”

“Entahlah, hanya saja saya belajar untuk tidak pernah marah terhadapmu” Brave.

“Lais cantik, jenius, berprestasi, jadi, wajar kalau dirimu harus mendapat gadis terbaik” kata-kataku terhadapnya.

“Saya hanyalah janda kritis cerai hidup tanpa sekolah merindukan bulan” sedikit tertawa.

“Entahlah” kalimat Brave.

“Saya harus pulang” segera berdiri mencari taxi.

Seorang Brave hanya diam membisu dan tidak lagi berkata-kata. Dia sendiri sulit menjelaskan gambaran tentang diriku. Kenapa juga kami masih sering dipertemukan beberapa hari belakangan ini setelah peristiwa itu.

Selalu saja bertemu dan hal terburuknya lagi adalah melihat dia berjalan bersama Lais. Kemana perginya peran orang keempat? Jangan-jangan Brave menolak ajakan Gi? “Kenapa kau selalu berdiri di depanku?” berteriak ke arahnya seperti anak kecil untuk ke sekian kalinya. Dia tidak pernah membalas teriakanku, hanya diam membisu.

Sepertinya Tuhan sengaja membuatku bertemu kembali tanpa sengaja seminggu setelahnya. Lais dan Brave sedang berbicara serius jauh dari keramaian kota. Taman bunga menjadi saksi bagaimana mereka berdua berbicara satu sama lain. Entah mengapa tubuhku menolak untuk perggi hingga bersembunyi tidak jauh dari mereka berdua.

Lais terlihat menangis tersedu-sedu. “Sejak pertama kali melihatmu, detakan jantungku berbunyi begitu keras” Lais.

“Saya juga tidak tahu kenapa bisa orang tuamu mendapat biografiku, tapi entah kenapa perasaan langsung suka terhadapmu mengudara begitu saja” Lais.

Percakapan apaan ini? Kenapa saya jadi pendengar setia? Lais benar-benar jatuh cinta terhadapnya.

“Saya benar-benar menyukaimu” sekali lagi Lais berbicara.

“Lais cantik, jenius, berprsstasi, bahkan terlalu sempurna siapapun yang melihat. Cowok mana sih tidak jatuh hati tiap berjalan ke arahmu?” Brave.

“Berarti Brave mau menerima perjodohan kita berdua?” Lais.

“Hanya saja sepertinya saya tidak pernah ditakdirkan hidup bersama dengan gadis sempurna bernama Lais” Brave.

“Kenapa?” Lais.

“Ruang hatiku berkata kalau alur ceritaku tidak denganmu. Sekali lagi maaf” Brave.

“Apa karena mantan istri Leci” Lais.

“Bukan karena siapapun, namamu memang tidak pernah tersimpan di dalam sana” Brave.

Apa ini jawaban? Bagaimana bisa Brave menolak cinta Lais? Apa saya salah dengar? Benar-benar di luar nurul menurutku. Brave menolak perjodohan antara dirinya dan Lais.

Gadis itu menangis seorang diri, sedang Brave berjalan pergi meninggalkan dirinya dan tidak lagi menoleh ke belakang. Saya penasaran kisah cinta Brave dan Gi akan berjalan kemana? Apa perasaan Brave berpaling ke Gi?

“Kau kenapa?” Shine terlihat kebingungan melihat tingkahku setelah saya berada di rumah.

“Patah hati sih patah hati, tapi tidak begini juga keles” tegur Shine.

“Saya sedang mempersiapkan mental, ngerti?” balasan buatnya.

“Terserah” ucapan cuek Shine.

“Bagaimana kisah percintaan Gi dan Brave? Apa dia merespon?” pertanyaanku.

“Maaih fifty:fifty” Shine.

“Kau harus mencari jawabannya minggu ini?” ujarku.

“Memang kenapa?” Shine.

“Saya tidak suka menunggu seperti orang bodoh, kalau memang ga ada kepastian setidaknya saya mencari pria lain” kalimatku.

Menunggu itu objek paling membosankan di dunia fana. ‘Rasanya sangat sakit pakai banget kalau cerita masalah menunggu” entah mengapa ucapan ka’Arauna mengudara begitu saja.

Pokoknya objek paling menyakitkan di dunia ini hanya bercerita pada kata menunggu seperti orang bodoh” ucapan ka’Arauna waktu itu.

Saya tidak ingin menjalani hubungan menggantung seperti kisah bosku kemarin. Menyuruh Shine memainkan perannya sedemikian rupa. Apa yang akan terjadi dengan kisahku esok hari? “Sepertinya kau harus jadi pengekor diam-diam di belakang kemanapun saya dan Brave berjalan” Shine sibuk berdandan...

“Maksudmu?”

“Biar situ dapat kepastian, gimana sih” Shine.

“Apa Cashel menyadari apa yang kau lakukan sekarang?”

“Tidak sama sekali” Shine segera memakai high heels tinggi untuk menarik simpatik Brave.

“Ingat pengekor diam-diam, bukan terang-terangan. Understand?” Shine.

Saya harus mengikuti diam-diam kemanapun mereka berdua jalan. Apa saya bisa kuat melihat pemandangan di depanku? Brave tertawa lepas ketika berjalan bersama Gi sahabat Iyem.

“Brave harus bersama Gi sepanjang hari” Shine.

“Gi ga mau mendengar kata penolakan tingkat dewa” Shine.

Apa dia terjebak dengan kepribadian Gi? “Kenapa juga saya harus diperhadapkan 3 gadis sekaligus?” gumam pelan Brave tanpa sadar di dengar olehku.

“Saya mau ikat rambut di sana” Shine menunjuk salah satu toko.

“Lupakan!” Brave terlihat sedikit kesal.

“Gi berteriak seperti kemarin kalau ga beli” Shine.

“Selalu saja mengancam” menggeleng-geleng kepala.

Brave harus mengikuti kemauan Shine, suka maupun tidak sama sekali. “Gi pengen ice cream” Shine menarik tangan Brave seketika.

“Di pipimu ada ice cream sedikit menempel gitu” Shine.

“Mana?” Brave.

“Biar Gi yang bersihkan” Shine mengambil selembar tissue.

Pemandangan apaan ini? Apa gadis itu memang sengaja? Judul cerita hari ini adalah balas dendam tingkat dewa. “Kau harus menyatakan perasaanmu terhadapnya hari ini juga” mengirim pesan buat Shine.

Mereka berdua sedang berada di pinggir danau untuk menikmati pemandangan. “Saya suka Brave” Shine tanpa berpikir panjang mengutarakan perasaan suka...

“Apa waktunya tepat untuk ungkapan perasaan seperti ini?” Brave.

“Gi suka pemandangan danau, jadi, menurutku waktunya pas dengan pemandangan sekitar sini biar romantis gitu” senyum Shine.

“Jawaban bodoh” Brave tersenyum.

“Pertama kali bertemu, Gi langsung suka Brave” Shine.

“Bagaimana dengan perasaan sahabatmu?” Brave.

“Saya tidak mengerti?” Shine.

“Menurutmu, apa di hidupmu kisah percintaanmu jauh lebih berharga dibanding sahabat sendiri?” Brave.

“Jangan berpura-pura bodoh hubungan masa lalu antara sosok Brave dan sahabatmu sendiri” Brave.

“Gi rasa Iyem hanya masa lalu buatmu, tidak lebih dari itu” Shine.

“Masa tidak berarti menghancurkan persahabatan sendiri hanya karena kisah percintaan” Brave.

“Kenapa memberiku harapan?” Shine.

“Sebagai penghiburan semata” Brave. Jawaban apaan ini? Sebagai penghiburan? Apa yang dia inginkan?

“Sekalipun hubungan kami berdua berakhir, tidak berarti Gi berperan sebagai pengkhianat untuk menghancurkan persahabatannya sendiri hanya karena masalah percintaan” Brave.

“Artinya Brave menolak Gi? Shine.

“Bukan masalah menolak, tapi lebih ke kata bijak semata” Brave.

“Tapi, Gi suka Brave” sosok Shine sangat pandai memainkan peran hingga mengis tersedu-sedu.

“Sekali lagi maaf” Brave berjalan tanpa menoleh kembali ke belakang.

Dia mau kemana? Menolak 2 gadis? Maksudku 3 gadis sekaligus, ditolak olehnya? Kenapa dia jadi menangis sesenggukan begini? Kan Cuma akting.

“Berhenti menangis!” menghampiri Shine.

“Memang salah kalau saya mendalami peran?” Shine.

“Dia mau kemana?”

“Mana saya tahu” kalimat cuek Shine.

“Hentikan tangisan bodohmu! Sepertinya kita harus mengikuti dia” segera menarik tangan Shine.

Kami berdua terus saja menjadi penguntit sejati kemanapun Brave pergi. Terlihat jelas bagaimana dia dimarahi kedua orang tuanya karena menolak perjodohan dengan Lais. Apa dia melemparkan caci maki terhadap kedua orang tuanya? Dia hanya diam membisu dan berusaha bersikap tenang.

“Apa kau tahu masalah penolakan Brave” Shine.

“Begitulah” jawabku.

“Pantas saja si’Nara memaksa Gi menyatakan cinta” Shine.

“Bawel” kalimatku.

Kami berdua menjadi saksi, dimana Brave mendapat makian habis-habisan dari kedua orang tuanya. Hal selanjutnya adalah kami berdua pergi meninggalkan pertengkaran tersebut. Bagaimana dengan kisah cintaku nantinya? Orang tua Brave mencari calon menantu dengan mencari lebih detail tentang bibit, bobot, dan bebet...

“Dia kenapa?” Feivel bertanya setelah kami berada di rumah.

“Jangan tanyakan padaku” Shine.

“Patah hati tingkat dewa?” Feivel.

“Entahlah” Shine.

“Lantas?” Feivel.

“Dia butuh makan banyak hari ini” Shine.

“Apa kau mau mendengar berita tentang Lais?” Shine.

“Saya tidak tertarik, kehidupan Feivel sekarang harus belajar bermental baja dan siap menerima kenyataan hidup” Feivel.

“Terserah” Shine.

 

Bagian 9...

 

FEIVEL...

 

Raut wajah Nara sangat memperihatinkan beberapa hari belakangan. “Makanlah!” memberikan jajanan tradisional buatanku.

“Nara, sepertinya saya punya tempat untuk mengobati ruang hatimu” Shine.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Shine menjelaskan kegeraman orang tua Brave karena menolak perjodohan yang sudah  direncanakan. Demi menghibur maksudku bersantai sejenak, Shine mengajak kami liburan bersama jauh dari perkotaan. “Cashel pernah membawaku kemari waktu lagi viral-viralnya...” Shine mengingat masa lalu.

“Saya bukan Cashel keles” ujarku ngeles.

“Setidaknya melupakan rutinitas perkotaan untuk sementara waktu” Shine.

“Nara nikmati hidupmu hari ini, besok baru berpikir sesuatu” teriakku menyiram air laut ke wajahnya.

“Tentu saja” teriak Nara.

“Akhirnya dia kembali” Shine.

“Namanya juga Nara aktris paling mematikan” teriakanku.

“Entah bagaimana perasaan Brave kalau tahu kalian berdua bukan suami istri” Shine.

“Dan entah bagaimana perasaan Brave kalau tahu 2 sahabat sedang memainkan skenario paling iblis buatnya” sindiriku.

“Nangis sesegukan” Nara menjawab.

“Air habis” Shine.

“Saya lapar” Nara.

“Dasar perempuan, biar saya saja yang jalan membeli” segera pergi dari tengah mereka berdua.

Tiba-tiba saja seseorang menarik tanganku setelah keluar dari supermarket kecil. Dia membawaku jauh dari keramaian bahkan menutup 2 bola mataku. “Bos, jangan bermain denganku” ujarku.

“Saya tidak merasa melakukan kesalahan apa pun” kalimatku kembali.

“Siapa bosmu?” suara tidak asing lagi.

Segera menghindar dan berusaha melihat siapa di depanku. “Kaget?” suara seraknya.

“Ini dimana?” melihat tiap sudut ruangan.

“Gudang bekas tanpa penghuni” senyumnya.

“Siapa kalian sebenarnya? Kau bukan manusia autis?” kalimatnya lagi

“Saya bisa jelaskan” berusaha mencari jalan untuk keluar.

“Jelaskan atau kupatahkan kakimu!” perintah Brave.

Kenapa jadi angker begini? Tuhan, siapa yang akan menolongku sekarang? “Jelaskan sekarang!” penekanan Brave.

Dia yang terlihat tenang, tiba-tiba menjadi monster dalam sehari. “Kami bertiga berasal dari sebuah organisasi yang sulit untuk dijabarkan” memulai cerita.

“Lanjut” penekanan Brave.

“Para bos besar menuntut kami mencari pasangan hidup berbeda dengan kebanyakan orang di luar sana. Suatu hari nanti bisa dikatakan kehidupan kami akan berhadapan dengan banyak hal sehingga jangan asal memilih jodoh” pernyataanku.

“Terus?” Brave.

“Suka maupun tidak, kami harus memainkan banyak peran. Nara tidak pernah bermaksud mempermainkan perasaanmu” kalimatku.

Saya harus menjelaskan bagaimana segala sesuatunya hingga ke akar-akarnya. Memfitnah hingga menyuruh dia melakukan beberapa hal untuk mencari tahu apa pun tentangnya. Menjalani peran sebagai manusia autis hingga berakhir pertemuan tidak terduga antara satu sama lain. “Mengirim foto sekaligus biodata Lais merupakan skenario bos besar kami” ungkapku lagi.

“Apa saya dinyatakan lulus atau tidak sama sekali?” Brave.

Saya terdiam seketika. “Jangan khawatir, saya tidak mungkin membunuhmu” Brave membaca pikiranku.

“Waktu itu Nara memainkan peran perceraian antara kami. Seandainya kau berteriak memaki, berteriak memaksakan kehendak, ataukah menghujat artinya dirimu dinyatakan tidak lulus sama sekali” jawabanku.

“Memaksakan kehendak?” Brave.

“Kalau kau tetap ngegas mempertahankan hubungan, pada hal posisinya Nara cerai hidup bukan cerai mati artinya tidak lulus 100%” penjabaran buatnya.

“Kenapa bisa?” Brave.

“Terkadang, akan ada waktunya kehidupan sendiri diperhadapkan antara berpikir dewasa ataukah lebih memilih ego karena merasa berhak bahagia, pada hal kenyataannya keputusan yang diambil sebenarnya salah” mencoba menjelaskan.

“Lanjut!” Brave.

“Mempertahankan atau melepas sesuatu objek terbaik sekalipun sakit memang pilihan sulit” umgkapku.

“Lantas maksud mengirim biodata Lais dan Skenario Gi?” Brave.

“Lais hanyalah target sasaran apakah dia terjebak terhadapmu ataukah mengambil sisi bijak. Sepertinya dia memang tidak diciptakan buatku” kalimatku.

“Masalah Gi mendekatimu, sebenarnya kami hanya ingin melihat responmu dan bagaimana kau menanggapi keadaan di depan” menjelaskan kembali.

“Apa saya lulus” Brave terlihat penasaran.

“Entahlah. Tanyakan pada mereka berdua” jawabanku.

“Nara dan Shine menyaksikan kedua orang tuamu berteriak memaki bahkan sangat geram terhadapmu kemarin” ungkapku.

“Apa saya lulus?” Brave.

“Saya juga tidak tahu, cari jawabannya ma 2 gadis itu!” perintahku.

“Perasaanku berkata kalau tadi sosokmu terlihat menyeramkan” menyadari sesuatu.

“Kalau sekarang?” Brave.

“Lupakan!” seolah tidak perduli lagi dia akan membunuhku atau tidak.

“Kumohon rahasiakan semua tentang kami” membungkukan tubuh setelah kembali menyadari...

“Sepertinya saya akan tetap merahasiakan semua tentang kalian sekalipun saya tidak lulus dan bukan pilihan para bosmu” Brave membuka ikatan di tanganku.

“Pergilah! Jalan keluarnya sebelah kanan” Brave.

“Sepertinya kau lulus tanpa kusadari sama sekali” berbalik menatap ke arahnya.

“Jangan memberiku harapan” Brave.

“Nara tidak mungkin salah memilih pasangan hingga terlihat galau” balasku.

“Brave beruntung mendapatkan gadis seperti Nara, seandainya kau menerima Lais artinya keberuntunganmu sirna pada saat itu juga” kalimatku kembali.

Pada akhirnya kami berdua keluar dari gudang tersebut bersamaan. Brave memintaku merahasiakan dari mereka berdua tentang semua ini. Sayapun kembali ke pantai...

“Kenapa lama sekali?” Shine.

“Ada insiden tidak terduga” jawabanku.

“Kau tidak kenapa-kenapakan?” rasa khawatir Nara.

“Khawatirkan saja dirimu” berteriak ke arahnya.

“Lupakan! Lebih baik kita makan” Shine.

Kami bertiga menikmati sunset di sore hari. 2 gadis di depanku tidak menyadari kalau Brave sedang bersembunyi tidak jauh dari tempat duduk kami. “Bagaimana perasaanmu terhadap Brave?” pancingku.

“Jangan khawatirkan Nara, sudah jelas di depan kalau 99% si’Brave lulus. Yang jadi masalah situ dan Lais” Shine sedikit menyindir.

“Ternyata lulus, lantas kenapa kemarin wajahmu terlihat galau?” pertanyaan memancing.

“Karena saya hampir-hampir tidak percaya sama sekali kalau dia lulus skenario jebak-menjebak” Nara.

Brave tertawa di tempat tersembunyi tidak jauh dari tempat duduk kami. “Bagaimana caramu memberi tahu Brave?” tanyaku lagi.

“Entahlah” Nara.

“Hati-hati, biasanya pria kepribadian seperti Brave sekali mengamuk habis sudah” ujarku memberi nasehat.

“Berarti dia tidak lulus” Shine.

“Yes, dia tidak lulus dan kemungkinan besar saya akan mencari yang baru sebagai pengganti” Nara.

“Dengarkan baik-baik” seolah sengaja sedikit mengeraskan suara biar pria itu mendengar sesuatu hal.

“Memang segampang itu?” Shine.

“Lupakan tentang mereka, mending kita bertiga nikmati hidup hari ini” berucap terhadap mereka.

Kisah pencaharian cinta sejati memiliki prosesnya masing-masing. Bagaimana dengan tulang rusukku? Saya harus berjalan kemana? Lais sendiri terjebak, sementara Brave memiliki prinsip hidup.

“Leci” teriak Moza segera menabrakan diri sekitar gerobakku.

Rutinitasku kembali seperti biasa setelah kami pulang liburan. “Saya mencarimu” Moza mencubit 2 pipiku seperti biasanya tiap kami bertemu.

“Leci suka tidak” berusaha lepas.

“Saya mau beli semuanya” Moza.

“Gurauan berhenti!”

“Hari ini ulang tahun Moza” ungkap gadis itu. Kenapa tiap bertemu selalu beralasan lagi ulang tahun? Memang ulang tahunnya dirayakan tiap hari?

Dia memborong semua jualanku hari ini. “Waktunya Leci menemani Moza berkeliling kota memakai motor” teriaknya.

Mimpi apa saya semalam? “Leci mau tidak” menolak.

“Tidak pakai menolak kalau masih mau hidup” dia mendorong tubuhku menuju sebuah motor besar.

“Gerobak Leci?” ujarku.

“Tenang saja, kita titipin saja di orang, besok baru diambil” Moza.

“Mati banyak” kalimatku dalam hati.

“Tidak pakai menolak!” Moza.

“Gerobak Leci bawah rumah pulang” bertingkah seperti manusia bodoh.

“Ok baik” Moza.

“Rumah Leci dimana?” Moza ingin mendorong gerobak tersebut.

Saya berusaha melarangnya, hanya saja dia memaksa ingin melihat rumah tempat tinggalku. Hancur banyak kalau 2 gadis reseh ada di rumah. Tuhan, apa yang harus kulakukan? Dalam keadaan terpaksa saya membawanya ke rumah.

“Feivel, cepat amat balik” teriak Shine dari dalam kamar.

“Habis sudah nyawaku” kalimatku dalam hati.

“Feivel itu siapa?” Moza terlihat kebingungan.

Segera memberi kode ke gadis iblis di dalam biar tidak berbicara ngawur. Kebiasaan buruk mereka berdua adalah ceplas-ceplos begitu saja tanpa memperdulikan siapapun di sekeliling.

“Leci sudah pulang” Shine penasaran melihat wajah Moza.

“Maaf, kupikir suamiku tadi, jadi berteriak gitu” Shine.

“Nama suami Feivel?” Moza.

“Ya begitulah, kalau Leci si selingkuhanku”  Shine berbicara ngawur.

“Feivel suami, sedang Leci selingkuhan?” kening Moza mengkerut.

“Iya begitulah” Shine.

“Kenapa tinggal serumah semuanya?” Moza.

“Kebetulan saya dan suami numpang tinggal” Shine.

“Selingkuh benar tidak” berusaha menjelaskan.

“Moza juga tidak percaya, lagian masa iya si’Leci mau dijadikan simpanan?” Moza.

“Feivel, kenapa cepat banget pulangnya?” teriak Nara baru dari kamar mandi.

“Kenapa semua berteriak nama Feivel?” Moza.

“Dia kira suami saya yang datang” Shine.

“Dia bukan Feivel suamiku, tapi Leci” teriak Shine.

“Fei” Ucapan Nara terhenti setelah melihat siapa yang ada di ruang tamu.

“Kalian sudah balikan?” Moza.

“Ba...ba...ba..likan?” ucapanku.

“Iyem dan Leci cerai, tapi sekarang serumah berarti balikan” Moza.

“Masih mediasi” Shine.

“Lebih baik balikan, dari pada ngejar Lais” Moza.

“Yang ada si’Leci ngejar wanita lain” Shine.

“Siapa?” Moza.

“Kita pergi jalan” segera mendorong tubuh Moza.

“Sampai jumpa lagi” teriak Moza.

“Iye, pinjam Leci sehari saja” kembali Moza berbalik.

Kenapa jadi begini? Menjadi akar masalah adalah saya dibonceng perempuan memakai motor besar. Apa kata dunia? Saya seperti terbang. Dia pembalap paling menakutkan. Kenapa juga saya mengikuti kemauannya?

“Pegangan kuat Leci” teriak Moza sepanjang jalan.

“Leci mati” teriakku.

“Situ masih hidup, siapa bilang mati?” Moza.

Manusia ini benar-benar menakutkan kalau lagi bawah motor. Nyawa taruhan paling hakiki disini. Bisa-bisanya dia menjadi hakim, harusnya menjadi pembalap lawan Rossie atau Lorenzo atau siapa gitu. Salah pilih jurusan...

“Terima kasih sudah membuatku tertawa lebar sekali lagi” Moza.

Dia menyimpan rasa sakit jauh di dalam sana. “Bisakah saya menangis sekali saja” tiba-tiba tangisnya pecah ketika kami berada di sebuah pegunungan.

“Menangislah” mencoba mendekapnya.

“Mama sedang berjuang menghadapi masa kritisnya di rumah sakit” tangis Moza pecah.

Dia rapuh sekalipun terlihat kuat. Pada akhirnya air mata itu terjatuh di depanku langsung. Kenapa bisa saya terjebak dengannya? Seolah sesuatu menahanku untuk menjadi pelindung buatnya. Apa bos besar akan mengamuk jika saya memilih gadis broken home? Setidaknya dia berusaha menghancurkan kutukan berada di sebuah jurang dalam ketika diri sendiri berasal dari keluarga berantakan.

Dia tetap berjuang untuk merangkul kakak dan adiknya walaupun terdapat perbedaan hidup diantara mereka. Prestasinya memang tidak sebaik Lais, hanya saja dirinya jauh lebih kuat. Dia hadir memberi senyum hangat ketika gadis yang kusukai menolakku dengan keras. Bukan permasalahan penolakan dari Lais, hanya saja bahasa merendahkan tanpa bijak mengudara. Moza berbeda, seolah dirinya terus berada di sampingku agar membuatku lupa bahasa merendahkan tadi.

“Tuhan, balut luka hatinya” suara hati berbisik.

“Tuhan, Jadilah dokter terbaik untuk menghancurkan tiap luka tersembunyi di ruang hatinya di dalam sana” kembali isi doaku bergema...

“Sepertinya saya sudah merasa baikan” Moza berusaha menghapus bulir-bulir kristal di matanya.

“Mama pasti senang bertemu dengan si’Leci” Moza kembali tertawa.

Kami berdua kembali ke kota memakai motor besar miliknya. Dia hanya butuh seseorang di sampingnya untuk lupa beberapa tentang objek masalah yang sedang mempermainkan kehidupannya. Dia berbeda...

“Mama, kenalin teman terbaik Moza” dia berkata-kata setelah kami berada di sebuah ruang dari satu rumah sakit terbesar di kota ini.

“Jangan khawatirkan kakak” tidak pernah berkata buruk tentang saudaranya.

“Kakak baik-baik saja bahkan hidupnya sekarang jauh lebih bijak karena doa mama” curahan hatinya.

“Jangan khawatirkan Moza, karena anak mama yang satu ini belajar untuk tidak menyimpan kebencian terhadap papa. Tidak mungkin juga Moza bisa hadir ke dunia kalau bukan karena Tuhan melalui papa” bahasa tidak terduga darijya.

Seolah dia tidak ingin menyembunyikan sesuatu dariku. “Jangan khawatirkan adik karena dia pasti kembali dan tidak mungkin akan selamanya terbelenggu.” Dia pendekap keluarga terbaik.

Tuhan, kalau boleh saya meminta sesuatu dariMU, kembalikan mamanya. “Mama” teriak Moza. Sepertinya Tuhan berkata lain terhadap mamanya.

Apa dia marah terhadap Sang Pencipta? “Tuhan, ajar saya untuk tidak pernah kecewa apa pun yang sedang terjadi atas hidupku” rasa sesak mengudara...

“Rasanya sakit sekali, hanya saja ajar hidupku untuk tidak kecewa karena keinginanku tidak sesuai harapan” sesuatu yang sulit dilakukan ketika seseorang sedang berada di bawah tekanan.

Ruang hatinya benar-benar tercabik oleh sebuah ombak badai. Apa dia membiarkan dirinya terbelenggu setelah kepergian sang mama? Dia kembali tertawa seperti biasa bahkan berusaha menyembunyikan cabikan luka di dalam ruang hatinya.

“Saya akan selalu berada di sampingmu” memeluk erat kakaknya di penjara. Seperti biasa, saya bagaikan penguntit dan mengekor kemanapun dia pergi tanpa sepengetahuannya.

“Saya masih menunggu Ze kembali berjalan ke tempat seharusnya dan tidak akan pernah merampas hak milik orang lain” mendekap kuat adiknya.

Dia juga manusia sama seperti  lainnya. “Ze ingin mengembalikan dia kembali ke pemiliknya” ucapan sang adik menangis dalam pelukannya.

Adiknya hanya ingin mencari kasih sayang yang terhilang hingga sebuah objek menjerat dirinya untuk tetap terbelenggu. “Bantu Ze melepaskan apa yang bukan milik Ze” kembali sang adik menangis tersedu-sedu.

“Ze pasti bisa” menepuk bahu adiknya.

“Ze itu adik paling keren yang pernah ada” dia tidak pernah menjadi hakim. Ingin membiayai kehidupan sang adik dan buah hatinya bukan perkara mudah, akan tetapi dia sedang berjuang. Menyuruh sang adik kuliah kembali untuk melanjutkan mimpi yang tertunda.

“Tidak ada kata terlambat, maka dari itu Ze harus berjuang” ucapan seorang kakak terhebat.

Dia hanya korban dari keluarga berantakan. Dia tidak bisa memilih harus terlahir dari keluarga mana, hanya saja hidupnya sedang berjuang untuk membuktikan kalau dialah pemenangnya atas ombak hidup. “Saya tidak menyalahkan papa karena kepergian mama, jadi, kuharap dirimu sedang baik-baik saja” berujar terhadap pria paruh baya di sebuah rumah.

Apa salah andaikan tulang rusukku berasal dari keluarga broken home? “Kau sedang melamun” suara serak seorang pria mengagetkanku seketika.

Entah dari mana hingga sosok Brave bertemu kembali denganku. “Kau sudah dinyatakan lulus, jadi, jangan mengganggu hidupku!” sedikit kesal.

“Saya tidak sedang bercerita tentangku, melainkan dirimu” Brave.

“Maksudnya?”

“Tanpa sengaja, saya melihatmu sebagai penguntit handal” Brave.

“Sejak kapan kita jadi dekat begini?”

“Entahlah” Brave.

“Kau pemuda tampan yang sedang bersama istri Leci waktu di penjara” tiba-tiba saja Moza histeris berteriak di tengah kami.

Saya hampir jantungan karena ulahnya. Syukurlah, dia masih belum sadar kalau saya bukan manusia autis. “Anda mengenalku?” Brave terkejut.

“Apa dia bagian skenario jebakan para bosmu untuk kembali menjebakku?” bisik Brave ke telingaku.

“Moza” Lebih anehnya lagi Lais hadir begitu saja ke tengah kami dan entah dari mana...

“Brave” Lais.

“Dia pacar Lais?” kening Moza mengkerut.

“Artinya lelaki yang pergi bersama denganmu ternyata dirinya?” Moza.

“Memang kenapa?” Lais.

“Jangan bermain api!” tegur Moza terhadap Brave membuatku sedikit tertawa.

Nama Brave sepertinya sangat rusak bahkan dikenal sebagai perusak rumah tangga orang. “Kau merusak rumah tangga Leci, lantas mempermainkan perasaan sahabatku?” Moza.

“Tapi bekas istrinya mengejarku lebih dulu” Brave seolah ingin menjahili Nara karena menyadari keberadaannya.

Sejak kapan Nara berdiri di belakang kami? “Jangan merusak hidupmu dengan merusak hubungan orang lain, terlebih mempermainkan perasaan gadis lain” Moza.

“Bukan saya yang merusak hubungan rumah tangga mereka, tapi dirimu” pertama kalinya sosok Brave berkata-kata seperti ini.

“Maksud ucapanmu?” Moza.

“Kau selalu bersama dengannya” Brave.

“Kebetulan tempat kerjaku tidak jauh dari tempat Leci berjualan, jadi, saya selalu melihat kalian” Brave.

Moza terdiam dan tidak lagi berkata-kata. “Satu lagi, saya tidak pernah mempermainkan perasaan sahabatmu terlebih memiliki perasaan terhadapnya” Brave.

“Leci, pulang sekarang!” Nara segera mengambil alih gerobak jajananku dan tidak  ingin melihat pertengkaran sengit.

“Apa proses mediasi kalian sukses? Kalian benar-benar rujuk?” Moza.

“Masih dalam proses” penekanan Nara. Kami bersua meninggalkan mereka bertiga. Sepertinya Nara butuh waktu untuk menjelaskan hal sebenarnya terhadap Brave. Sepanjang jalan dia hanya diam seribu bahasa.

“Sebenarnya siapa yang ada di hatimu?” Nara.

“Lais atau Moza si’gadis cerewet itu?” Nara.

“Kenapa jadi masalahku yang jadi objek?” tanyaku balik.

“Selesaikan segera masalahmu, bos besar menuntut kita berada di tempat Adriel & Ha berada!” Nara.

“Kau bertemu dengan mereka?”

“Begitulah” Nara.

“Kenapa?”

“Bos besar sangat menyukai dirimu” Nara.

“Lantas, mereka tidak memikirkan tulang rusukku sebenarnya siapa?”  

“Kata mereka, tulang rusukmu sudah ada di depan mata” Nara.

“Siapa?”

“Mana saya tahu” cetus Nara.

“Tanyakan pada dirimu sendiri, siapa?” Nara.

Bertanya? Siapa? Sedang saya sendiri tidak tahu. Tuhan, apa salah kalau saya menginginkan gadis broken home itu? Sepertinya saya akan membuat sebuah pertunjukan menarik keesokan harinya. Saya ingin bukti kalau Tuhan merestui saya dan dirinya kelak.

“Saya butuh bantuanmu” berdiri di depan Brave setelah sukses menemukan alamat rumahnya.

Dia hanya mengangguk. Hal paling mengerikan yang sedang terjadi adalah banyaknya orang berkumpul depan tempat kerja Moza dan Lais. Brave membantuku mengumpulkan orang banyak untuk sebuah pertunjukan istimewa. Alunan musik sukses dimainkan hingga mengundang perhatian seluruh penghuni gedung pencakar langit.

“Leci Leci Leci suka Moza” berkata-kata setelah sang target berada di luar gedung.

“Leci” dua bola mata Lais terbelalak.

Brave berusaha menghentikan Lais untuk tidak menghalangi aksi di depannya. “Apa Moza suka Leci?” pertanyaanku kembali menyerahkan sekotak ice cream ke tangannya.

Semua penonton berteriak. “Kemarin menyatakan perasaan ma Lais, sekarang Moza” ujar seseorang.

“Ngaca dulu dong” ucapan lainnya.

“Bagaikan langit dan bumi sekalipun Lais masih di atas Moza” kalimat salah satu dari mereka. Ada banyak ucapan serta hujatan bermain. 90% adalah bayaran untuk mencari tahu bahasa bijak dari sang target.

“Autis, tapi terlalu berani”

“Sepertinya dia gila”

“Bangun dari tidurmu!”

“Kau bukan pangeran, nyadar diri dong”

“Kalau ganteng ya saya tutup mata, lah ini muka jelek sekaligus autis?”...

Dan masih banyak lagi hujatan berkeliaran. Apa Moza pergi? Jawaban adalah dia terlihat shock  hingga tidak dapat berkata-kata. “Leci suka Moza” sekali lagi berucap.

“Segera bangun dari mimpimu, jangan berhalusinasi terus” teriak orang banyak.

“Moza menolak Leci” segera ingin berjalan pergi.

“Bagai rumpuk merindukan rembulan” cuitan yang lain.

“Hentikan makian kalian, dia juga manusia” Moza berbicara memakai microfon.

“Tidak ada manusia sempurna di dunia ini, seandainya dia bisa memilih tentu dirinya ingin terlahir normal. Apa yang salah dengan kata autisme?” Moza.

“Leci, maaf, tapi rumah tanggamu jauh lebih berharga dibanding mengejar gadis sepertiku” bisik Moza sambil memelukku dari belakang. Tidak seorangpun mendengar apa yang diucapkannya. Dia hanya menangis dan menangis...

“Maaf karena diriku hingga mereka menghujat bahkan melemparkan makian menakutkan buatmu” suara Moza.

“Sekali lagi saya tidak akan mengambil sesuatu yang bukan milikku” dia berbisik agar semua orang tidak mendengar apa pun ucapannya hingga menghujat diriku.

“Kalian semua, tinggalkan tempat ini!” teriak Moza seketika.

Gadis di depanku hanya ingin bersikap bijak. Dia berjalan pergi setelah semua orang meninggalkan tempat yang menjadi saksi kisah Feivel. Apa saya sudah menyakiti perasaannya? “Kejar dia!” Brave menunjuk sebuah motor.

“Dia lulus, jadi, jangan melepas sesuatu yang akan kau sesali” Brave berbisik ke telingaku.

Segera berlari menuju motor milik Brave. “Saya ikut” Shine tiba-tiba saja berada di belakang motor...

“Sejak kapan kau di sini?”

“Sejak tadilah” Shine.

Saya berusaha melaju dengan kecepatan sangat tinggi hingga membuat Shine mati ketakutan seketika. “Saya masih mau hidup” teriak Shine.

“Di sana” teriak Shine menunjuk mobil milik Moza.

Ternyata dia berada di sebuah geraja kecil jauh dari perkotaan. “Cashel pernah membawaku kemari” Shine berbicara pelan.

“Pendeta itu menyeramkan bahkan karena perbuatannya hingga semua rahasiaku terbongkar” Shine.

“Lantas?”

“Beruntung saja Cashel ga pernah marah bahkan tetap saja mendekapku” Shine.

“Bagaimana ma dia?” menunjuk Moza.

“Berdoa banyak-banyak, masalahnya kepribadian Moza beda ma Cashel, ngerti?” Shine.

Moza duduk dan diam seribu bahasa dalam gereja kecil tersebut. “Kau siapa” sebuah suara menyapa dirinya.

“Maaf, entah kenapa mobilku tiba-tiba berhenti di tempat ini” Moza.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya” ucapan orang itu maksudku sang pendeta.

“Tidak sama sekali” Moza.

“Rahasiamu akan terbongkar detik ini juga” Shine berbisik ke telingaku.

“Apa kau butuh dekapan?” sang pendeta.

“Entahlah” Moza.

“Kalau ingin menangis, silahkan menangis sesuka hatimu karena air matamu akan tertampung dalam kirbat Tuhan tanpa disadari olehmu” sang pendeta.

Senyumannya berganti menjadi air mata. “Kau sudah melewati badai besar, dan ternyata Kau adalah pemenangnya” sang pendeta.

“Kenapa bisa berujar seperti itu?” tangis Moza makin pecah.

“Tuhan berbicara denganku ketika melihatmu duduk menutup mata di tempat ini” sang pendeta.

“Saya menyukai milik orang lain” Moza.

“Sepertinya masalahmu bukan hanya dia, tetapi ada banyak objek sedang mempermainkan hidupmu” sang pendeta.

“Keluar sekarang dari tempat persembunyian kalian!” perintah sang pendeta menyadari keberadaan kami.

Apa dia akan memberi tahu apa pun tentangku? Bagaimana saya akan berjalan sekarang? Feivel, persiapkan mentalmu!

“Gadis sepertimu tidak pernah merampas milik orang lain, hanya saja mereka mempermainkan dirimu” sang pendeta.

“Maksud bapak?” Moza.

“Ternyata kalian lebih dari satu orang hingga membuat si’korban menangis” Sang pendeta menatap ke arah Shine dan diriku.

“Bapak pendeta, jangan asal membuat fitnah” Shine.

“Bagaimana kalau saya membongkar rahasiamu? Suara Tuhan tidak pernah salah” Tawa Sang Pendeta.

“Moza pulang ma Leci” mencoba menarik tangan Moza.

“Hentikan aktingmu! Berpura-pura bodoh? Kau pikir saya bisa dibohongi?” Sang Pendeta.

“Dia sudah banyak menderita, jadi, jangan memarahi dia lagi” Moza berusaha berdiri di depanku.

“Apa kau mau saya memberkati pernikahanmu sekarang juga?” Sang pendeta.

“Maksud bapak apaan sih?” Moza.

“Dia” Sang Pendeta menunjuk ke arahku.

“Dia manusia normal sama sepertimu, belum pernah menikah, masih perjaka 100%, jenius maksudku pandai  dalam ber-akting memainkan peran” Sang Pendeta.

Tamat sudah riwayatku. Lebih baik saya tenggelam saja di dasar laut. Kenapa juga si’Pendeta diberitahu sedetail itu tentangku? Persiapkan diri baik-baik...

“Apa kubilang” gerutu Shine.

“Pak Pendeta satu ini paling pekah dan ga bakalan bisa dibohongi” Shine.

“Maaf, maksud ucapan anda? Lantas anda siapanya Leci?” Moza.

“Apa benar ucapan pendeta tentangmu?” Moza menatap diriku.

“Jelaskan sudah, biar ga jadi penyakit” sindir Sang Pendeta.

“Leci” ujarku.

“Ga usah pakai nama Leci lagi, langsung saja bilang Feivel gitu” cetus Shine.

“Feivel?” Moza makin tidak mengerti.

“Maaf atas kebohonganku selama ini” menundukkan kepala. Apa yang harus kulakukan?

Berusaha menjelaskan sesuatu hal terhadapnya hingga ke akar paling dalam. Dia makin shock setelah mendengar penjelasanku. Tidak bisa berbicara seketika bahkan terlihat bingung.

“Leci” entah dari mana dia menyadari keberadaan kami. Nara bersama Brave ternyata ikut mengejar memakai mobil.

“Berhenti akting keles” Shine.

“Ternyata korban lebih dari 2 orang rupanya” sindir Sang Pendeta.

“Kasusnya pasti sama yaitu mencari jodoh” ucapan si’Pendeta kembali.

“Mati banyak” umpatan Shine.

“Nara tenangkan dirimu” Shine.

“Namaku Iyem bukan Nara”  ungkap Nara.

“Ga usah berbohong lagi” Pendeta.

“Leci, sepertinya proses mediasi belum selesai” Nara.

“Kau mau dia shock sekaligus serangan jantung si’target di sampingmu itu?” Sang Pendeta juga menyadari permainan terhadap Brave.

“Bapak pendeta, bicara terlalu ngelantur pakai acara fitnah segala” Nara.

“Suara Tuhan ga pernah bohong” Pendeta.

“Pendeta ini yang membuat rahasiaku terbongkar kemarin” Shine.

“Masa sih? Kenapa dia bisa masuk kesini?” Nara.

“Karena tuntunan Tuhan, emang situ?” Pendeta.

“Cerita ma target atau saya yang jelaskan” menunjuk ke arah Brave.

Nara hanya menundukkan kepalanya dan tidak tahu harus berkata-kata seperti apa. “Saya sudah tahu semuanya, ga perlu dijelasin” Brave.

“Kenapa bisa?” Shine menatap Brave.

“Waktu liburan saya tidak sengaja mendengar percakapan kalian di pantai. Akhir cerita menculik Feivel dan menyuruhnya menjelaskan semuanya” Brave.

“Bagus dijadikan drama” pendeta.

“Kami punya alasan lain, jadi, kuharap bapak pendeta merahasiakan semua ini dari semua orang” kalimatku.

“Secara manusia, siapa sih ga terjebak di perhadapkan 3 wanita sekaligus? Masing-masing memiliki kepribadian, keunikan, dan kelebihan tersendiri. Normalnya pria ya pasti kesandung” Brave.

“Entah mengapa sesuatu selalu menahan diriku bahkan mengajariku untuk berhati-hati ketika berjalan” Brave masih melanjutkan ucapannya.

Ucapannya memang betul. “Brave harus bijak apa pun yang terjadi, seolah sura tersebut selalu saja berteriak di dalam sana” Brave.

“Brave” Nara.

“Nara tidak salah, hanya saja keadaan memaksakan permainan seperti ini” pertama kalinya Brave menyebut nama gadis yang disukainya.

“Terima kasih” Nara berjalan memeluk pria tersebut sambil menangis.

“Sekalipun dalam keadaan seperti ini, sosok Nara ga bakalan minta maaf” sindir Shine.

“Setidaknya masalah temanmu selesai, tapi yang ini gimana? Dia masih shock” pendeta menunjuk Moza.

 

 

Bagian 10...

 

Mereka semua berada di sebuah gereja kecil. Saling menatap satu sama lain tanpa berkata-kata lagi. Memberi kesempatan Moza berpikir. “Kau berhak marah karena mereka semua mempermainkan dirimu” pendeta mencoba untuk menjelaskan setelah 3 jam keheningan tanpa satu katapun.

“Maaf” Feivel.

“Kenapa harus minta maaf?” Moza akhirnya berbicara.

“Moza sudah tidak marah?” Feivel.

“Moza Cuma ga pecaya kalau ternyata jodohku bukan orang biasa melainkan luar biasa” Moza.

“Secara manusia, saya juga terjebak, tapi, karena memang Tuhan ingin memberi suprise akhirnya jalan ceritanya seperti ini” Moza.

“Kami pikir Moza marah” Nara.

“Saya ga mau jual mahal juga keles, inikan suprise dari Tuhan. Yang seharusnya jatuh ke tangan Lais, tapi Tuhan mengalihkan ke tanganku” senyum Moza.

“Ternyata pencaharian jodoh masing-masing orang berbeda-beda ya” Pendeta.

“Kami percaya kalian bukan orang jahat Apa pun organisasi kalian” Moza.

“Saya akan selalu berada di sampingmu” Brave menatap wajah Nara.

“Ternyata pasangan hidup Moza salah satu deretan manusia luar biasa dan bukan sembarang orang” Moza tersenyum bahagia sambil meloncat kegirangan.

“Kenapa kau terlihat kelewat bahagia?” Feivel.

“Sejak dulu, Moza berdoa ma Tuhan biar dikirimkan pasangan hidup dengan cara berbeda saja dan bukan biasa-biasa seperti kebanyakan orang banyak” Moza.

“Kupikir doaku tidak mungkin terkabul, ternyata dijawab diwaktu yang tepat” Moza terus saja mencubit 2 pipi Feivel.

Pada akhirnya mereka bertiga harus pamit meninggalkan kota kenangan tersebut. Kota yang menyimpan banyak memory tidak terduga. “Jaga dirimu baik-baik, jangan macam-macam!” Moza mengantar kepergian Feivel ke bandara.

“Moza harus sabar, saya pasti datang melamar apa pun keadaannya” Feivel mendekap hangat tubuh gadis di depannya.

“Buat Moza” Feivel memakaikan sebuah cincin pada jari Moza.

“Beruntungnya diriku” Moza masih belum percaya.

Di sisi lain Brave berusaha untuk bersikap dewasa. “Saya akan menunggumu” Brave tersenyum.

“Terima kasih untuk tidak pernah marah apa pun yang kuperbuat terhadapmu kemarin” Nara.

“Terima kasih juga sudah mengjarkan hidupku tentang banyak hal” Brave.

“Bagaimana dengan orang tuamu?” Nara.

“Mama memberikan kalung ini buatmu” Brave memakaikan sebuah kalung ke leher Nara.

“Bagaimana bisa?” Nara terkejut.

“Mereka tanpa sengaja melihat fotomu di kamarku” Brave.

“Mereka ga marah?” Nara.

“Pilihanmu tidak mungkin salah, kalimat mereka berdua” Brave.

“Tanpa melemparkan pertanyaan bibit, bebet, bobot?” Nara.

“Yes, sepertinya fotomu memberi kesejukan tersendiri buat mereka” Brave.

Akhir cerita adalah mereka berpisah di bandara. Para bos besar menyuruhnya 3 sahabat tengil tersebut terlebih dahulu kembali ke markas. Perjalanan panjang sekaligus petualangan memberi kesan masing-masing personil.

“Selamat datang kembali” Dhavy tersenyum lebar menyambut mereka.

“Apa kabarmu pria tua?” Feivel tidak biasanya menyapa pria tua dan menghiraukan Dhavy.

“Ka’Arauna” Nara langsung memeluk erat Arauna.

“Kau bahagia pakai banget hari ini” Arauna.

“Brave memberiku kalung pemberian ibunya” Nara langsung memamerkan.

“Wow, spesial pakai banget” Arauna.

“Jodoh dari Tuhan tidak mungkin salah” tuan Ahaziah.

“Betul sekali” Feivel.

“Kenapa mencariku?” kejutan Adriel yang tiba-tiba saja masuk ke tengah mereka.

“Saya butuh bantuanmu memainkan perasaan Shana” Arauna.

“Siapa dia?” Adriel.

“Kakak Arauna lagi becandakan?” Brayn berteriak dari pintu.

“Kami kan penasaran ma Shana” Dhavy.

“Jangan gila” Brayn.

“Contoilah Feivel, awal selalu ga berani pada akhirnya dia berani bersikap” tuan Ahaziah.

“Dia sudah acc?” Adriel.

“Menurutmu?” Arauna.

“Keren pakai banget” tuan Ahaziah.

“Yes”Arauna.

“Bagaimana dengan Hava?” Adriel.

“Semua mempunyai waktu, jadi harus sabar” tuan Ahaziah.

“Tugasku?” Adriel.

“Kau menjadi malailat terbaik buat Shana bahkan selalu ada buatnya” tuan Ahaziah.

“Saya tidak salah dengar?” Adriel.

“Tentu saja tidak” ka’Arauna.

“Apa saya sudah gila?”Adriel.

“Masih waras” Dhavy.

“Wajahmu sangat cocok memainkan peran ini” tuan Ahaziah.

“Kenapa bukan Feivel?” Adriel.

“Dia tidak cocok memainkan peran malaikat tadi” Dhavy.

“Syukurlah” Feivel mengelus dada.

“Kalian benar-benar ingin menjebakku?” Adriel.

“Sepertinya” sindir Shine.

Akhir kata adalah Adriel harus menjalani peran malaikat penolong terbaik bagi Shana. “Sepertinya kita masih butuh pemain, ga bisa kalau Cuma satu saja” tuan Ahaziah.

“Berarti Feivel tetap masuk?” Arauna.

“Jangan katakan kalau kalian ingin menjebak gadis itu melalui beberapa pria sekaligus sama seperti Brave?” Nara terkejut.

“Memangnya awal mula ide tadi dari siapa?” Dhavy.

“Dari Nara cantik keles” tuan Ahaziah.

“Feivel sepertinya skenario ga akan hidup tanpamu” Dhavy.

“Kalian sepertinya sinting, gila, miring deh” Feivel.

“Masa sih? Arauna.

“Kita butuh 4 pria tampan” tuan Ahaziah.

“Feivel, Adriel, Ha, dan satunya lagi siapa?” Dhavy.

“Personil lain juga sedang bergumul, jangan ganggu mereka” Arauna.

“Kenapa bisa? Kan disini ada puluhan personil?” Adriel.

“Kalian itukan sahabat sejati, jadi, kalau ambil yang lain rasanya kurang pas saja” Arauna.

“Jangan-jangan gadis ini sesuatu pakai banget” Shine.

“Adilnya ka’Dhavy juga ikut biar kita sama-sama terseret sekalian” Adriel.

“Enak saja mau main perintah” Feivel.

“Kalau ka’Dhavy macam-macam, tinggal ka’Arauna blender habis” Nara.

“Ga adil kalau ka’Dhavy ga ikut” Feivel.

“Dari sinilah iman ka’Dhavy diuji” Shine.

“Kenapa mencariku?” Ha baru saja tiba.

“Lupakan gadis impianmu sejenak, ada pekerjaan baru menantimu” tuan Ahaziah.

Pria tua itu berusaha menjelaskan beberapa hal terhadap Ha. “Saya yang gila atau kalian memang sudah gila?” Ha.

“Brayn, kenapa diam saja?” Ha kembali melemparkan pertanyaan.

“Saya bisa apa kalau bos besar sudah mengambil keputusan” Brayn terlihat lesuh.

“Kalau memang dia gadis terbaik artinya dia tidak akan terjebak” tuan Ahaziah.

“Btw, apa kau  masih mau memainkan peranan pria stroke di usia muda atau tidak sama sekali?” Nara.

“Pilihan sulit” Brayn.

“Saranku kau harus tetap mainkan biar makin seru” Shine.

“Sedikit lagi saya harus mendapat perawatan ekslusif di rumah sakit jiwa terdekat” Brayn.

Mereka semua tertawa mendengar curhatan Brayn. Nada dering Feivel berbunyi seketika. “Speaker!” perintah Arauna.

“Sudah sampai? Jangan lupa mimpikan Moza dalam tidur nyenyakmu” kalimat Moza melalui sambumgan telepon.

“Jangan macam-macam, ngerti?” Moza segera menutup sambungan teleponnya.

“Moza atau Lais?” Adriel hampir tidak percaya.

“Menurutmu nama yang didengar oleh telingamu, siapa?” tuan Ahaziah.

“Terjadi pergantian personil jodoh?” Adriel.

“Brayn sepertinya kau harus banyak-banyak berdoa” Ha.

“Sepertinya Nara dan Shine juga harus ikut bermain” Arauna.

“Sebagai?” Nara.

“Pertemanan sosialita” Arauna.

“Maksudnya?” Shine.

“Selalu mengajaknya memakai barang-barang harga fantastis, rumah mewah, perhiasan mahal, perkumpulan sosialita” tuan Ahaziah.

“Kehidupan itu tidak akan bisa berjalan tanpa uang” Dhavy.

“Ajak dia melakukan objek-objek seperti diskotik, merokok, dan lain sebagainya” Dhavy.

“Sampai dimana sih imannya kuat bertahan?” tuan Ahaziah.

“Shine permainkan adiknya si’comel biar makin seru” Dhavy.

“Brave saja tidak semengerikan ini, tetapi sepertinya Shana jauh lebih mengerikan ” Nara.

“Siapa bilang?” Arauna.

“Masing-masing memiliki kepribadian, tapi kurasa sama saja” tuan Ahaziah.

“Kapan rencana berangkat?” Nara.

“Secepatnya, kalau bisa besok karena masih ada 2 personil sedang menunggu di antara kalian” tuan Ahaziah.

“Sadis pakai banget” Adriel.

“Persiapkan mentalmu apa pun hasilnya, jangan terlalu menyukai dirinya nanti sakitnya kelewatan” Feivel menepuk bahu Brayn.

“Feivel sudah pengalaman, jadi memang sakit” Arauna.

Mereka semua kembali mempersiapkan diri guna keberangkatan esok hari menuju sebuah daerah jauh dari markas. Seorang gadis bernama Shana akan menjalani sebuah cobaan hidup dikarenakan permainan mereka semua. Siapa pernah menduga perjalanan pencaharian tulang rusuk kelewat menakutkan seperti sekarang.

“Brayn, are you ready?” tuan Ahaziah menyapa pemuda yang sedang berjalan.

“Pria tua, hatiku sedang tidak baik-baik saja” Brayn.

“Seorang Brayn harus bijak menghadapi masalah di depan” tuan Ahaziah.

“Bagaimana kalau dia terjebak?” Brayn.

“Belajar dari Feivel, kalau ternyata Tuhan mempersiapkan seorang gadis yang jauh lebih baik” tuan Ahaziah.

“Bagaimana kalau rasa sakitnya sulit dihilangkan?” Brayn.

“Jangan memaksakan kehendak. Ruang disini jauh lebih sakit kalau hidupmu masih terus ingin memaksa sesuatu yang bukan dari Tuhan” tuan Ahaziah.

“Apa saya bisa bersikap bijak?” Brayn.

“Pasti bisa” semua berbicara serentak hingga mengagetkan Brayn. Ternyata sejak tadi percakapan antara pria tua dan Brayn didengar oleh personil lainnya.

“Kami semua bersama denganmu” Adriel memeluknya.

“Tidak perlu takut” Shine.

“Berarti Adriel dan Ha juga akan mengalami skenario sama?” Brayn.

“Yes” tuan Ahaziah.

“Saya harus banyak berdoa dan berpuasa mulai dari sekarang” Adriel.

“So sweet” Nara.

“Hava pasti bisa melewati dengan kekuatan doa dan puasa dariku” Adriel.

“Kita lagi fokus ma Shana bukan Hava, jadi, berkemas secepat mungkin pesawat berangkat sebentar sore!” tuan Ahaziah.

Mereka dibagi menjadi 2 kelompok dan tidak langsung pergi secara bersamaan untuk menghindari beberapa hal.

Petualangan di sebuah daerah akan segera dimulai. Perjalanan yang memakan waktu beberapa jam, akhirnya tiba di tujuan. Masing-masing mengambil perannya sesuai kesepakatan bersama.

Adriel harus memainkan peran sebagai Ceo tampan, kaya raya, bergerak di dunia pertambangan, ganteng, baik hati, dan tidak makan sabun. Sosok Feivel akan menjalani peran sebagai dokter spesialis jantung, tampan, memiliki rumah sakit besar, bentuk tubuh bak atletis, bahkan terlalu sulit untuk diraih.

Di tempat lain Ha sedang menjalani peran sebagai arsitek terbaik, dimana karya-karyanya selalu mengudara di dunia internasional. Selain itu, ketampanan Ha sekaligus menjadi daya tarik paling mematikan dengan kekayaan di atas rata-rata orang terkaya.

Sementara itu, Dhavy menjalani peran sebagai profesor sekaligus ilmuwan, berkarisma, berwibawa, jenius, dan dapat diandalkan untuk banyak hal. Bagaimana seorang Shana akan menanggapi objek di depan matanya?

Tuan Ahaziah sendiri akan tetap berada di samping Brayn sebagai pria tua tukang penjahit sepatu yang sudah bangkrut total. Pria tua selalu saja memaki Brayn karena menambah beban hidup. Brayn sudah mulai bisa berjalan, hanya saja dampak stroke membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Dua tangannya sudah tidak bisa diluruskan, bibirnya miring total 360°C, bahkan nada ucapannya terdengar kurang jelas.

Siang ini, Adriel sengaja mengemudikan dengan kecepatan tinggi kendaraan lamborgini ke arah Shana. Pada akhirnya sang target terjatuh. “Hampir saja” Adriel berkomentar sambil berjalan menuju tempat dimana Shana terjatuh.

“Maaf, saya tidak sengaja menabrak anda” Adriel.

Shana hanya terdiam mendengar ucapan pria di depannya. “Gadis ini cukup manis kalau diperhatikan, tapi tidak Hava jauh lebih comel” ujar Adriel dalam hati.

“Biar saya antar ke rumah sakit” berusaha membantunya berdiri.

“Ga perlu” Shana berusaha menolak.

“Saya baik-baik saja, kebetulan saya yang salah ga lihat jalan asal main terobos” Shana.

“Tapi lukamu butuh perawatan” Adriel.

“Tidak mengapa” Shana.

“Sebagai tanda permintaan maaf bisa menghubungi saya, ini kartu identitasku” menyerahkan sebuah kartu.

Adriel berjalan pergi meninggalkan dirinya. “Luka ringan seperti ini, ngapain mau dibawah ke dokter?” gerutu Shana.

Shana masih berusaha melakukan kewajibannya menjadi pengantar galon. Tidak satupun perusahaan ingin menerima dia sebagai karyawan. Feivel seolah dengan sengaja menabrakan diri ke tubuh Shana hingga membuat seluruh pakaiannya basah karena segelas jus melon.

“Maaf, anda tidak kenapa-kenapakan?” Feivel.

“Tidak apa-apa” antara ingin marah, namun berusaha ditahan olehnya.

“Maaf, saya dokter spesialis jantung dan kebetulan ada pasien gawat darurat sedang membutuhkan pertolongan” Feivel.

“Saya tidak sengaja menabrak anda” Feivel.

“Tidak apa-apa, silahkan! Menyelamatkan pasien jauh lebih penting” Shana segera memberi jalan.  

“Lukamu sepertinya harus diobati” Feivel menatap ke bagian luka Shana.

“Ini hanya luka ringan karena jatuh” Shana.

Gadis itu berjalan seolah tidak ingin dikasihani. Permainan skenario sepertinya sedang memainkan banyak hal. Shana berusaha menarik nafas panjang. Kehidupan sulit sedang berjalan menghampiri.

“Sepertinya kita pernah bertemu” seorang pria tiba-tiba saja berdiri di depannya.

“Maaf, anda siapa?” Shana merasa tidak mengenalnya.

“Saya Kenaz salah satu dosen pengajar” Dhavy.

“Saya tidak merasa memiliki dosen...” Shana.

“Intinya, kita pernah bertemu, hanya saja situ lupa” Dhavy.

“Maaf, bapak mencari saya karena apa yah?” Shana.

“Saya perhatikan sejak tadi wajahmu lemas” Dhavy.

“Saya tidak kenapa-kenapa” Shana.

“Saya selalu berada di satu posisi dimana dibenci oleh orang banyak karena beberapa hal, direndahkan, dan lain sebagainya” Dhavy.

“Kenapa jadi curhat?” Shana.

“Hatiku berkata kalau dirimu sedang tidak baik-baik saja” Dhavy.

“Entahlah” Shana.

“Kebanyakan orang salah paham dengan karakterku. Contohnya, saya dicap tukang pelapor ketika ada masalah, padahal kenyataan yang ada hidupku ditekan kiri kanan” Dhavy.

“Ketika berlari ke depan, belakang, kiri, kanan, atas, bawah, tengah-tengah selalu saja tetap saya yang dipersalahkan. Seolah-olah saya ini pembuat/ penyebab masalah, bahkan tukang pelapor dan tidak pernah bijak” Dhavy.

“Apa yang anda lakukan?” Shana.

“Rasa-rasanya saya mau menangis karena benar-benar sakitnya itu terasa pakai banget” Dhavy.

“Pasti sakit” Shana.

“Tiap orang memiliki pergumulannya, kalau mau dibilang jalani saja memang kelewat sombong, hanya saja berdoa minta kemampuan melewati objek di depanmu” Dhavy.

Gadis itu tidak pernah menyadari skenario di depannya. “Kalau butuh bantuanku, silahkan hubungi saya” Dhavy menyerahkan sebuah kartu nama, kemudian berjalan pergi.

 “Gadis itu sesuatu pakai banget” Dhavy menghampiri Brayn setelah peristiwa pertemuannya dengan Shana.

 

 

Bagian 11...

 

BRAYN...

 

Tuhan, apa dia akan lulus? Secara manusia, tidak mungkin seseorang bisa lulus melewati cobaan seperti ini. Di perhadapkan 4 pria matang, tampan, kaya raya, dan perfect, apa iya hatinya tidak kepincut sama sekali?

“Ka’Dhavy habis bertemu dengannya?” pertanyaan pertama buat ka’Dhavy.

Seluruh sahabatku ikut terlibat untuk memainkan perannya masing-masing. “Lantas, reaksinya?” pertanyaan selanjutnya.

“Saya menyerahkan kartu nama saja” ka’Dhavy.

“Kita lihat saja episode selanjutnya” Adriel masuk ke tengah.

“Kalian semua ada di rumah ini?” terkejut.

“Ada yang salah?” Ha.

Saya sulit percaya masalah di depanku? Berperan sebagai Aldrich hingga berakhir stroke usia muda terdengar menyedihkan.

Tuhan, apa yang harus kulakukan?”

Objek selanjutnya adalah Shine mencoba perlahan berjalan memulai sebuah pertemanan.  Catat baik-baik, seluruh sahabatku dan para bos terjun langsung ke dalam skenario ini. “Hai, saya perhatikan kau terus saja melamun” Shine sedang menyamar dan memulai pembicaraan.

“Maaf, anda siapa?” Shana. Saya hanya bisa menatap dari kejauhan sambil memperhatikan akting paling totalitas seorang artis pendatang baru berbakat.

“Kenalin saya Keylan” Shine.

“Anda mau apa?” Shana.

“Dari raut wajahmu bisa dipastikan kalau kau sedang banyak masalah terutama masalah keuangan” Shine.

“Saya memiliki solusi utama dari masalahmu” Shine.

“Solusi?” Shana.

“Menjual jiwamu terhadap satan maksudku lucifer” Shine.

“Pernyataan bodoh” Shana.

“Apa yang salah dengan pernyataanku? Di luar negeri kebanyakan mereka yang sedang hidup di bawah tekanan, miskin, haus popularitas, dan lain sebagainya mengadakan perjanjian kontrak dengan iblis. Akhir cerita apa yang mereka inginkan terkabulkan” Shine.

“Kau hanya butuh tanda tangan kontrak dengan setan saja. Populariras, uang, bahkan semuanya akan dipegang olehmu dalam sekejap mata” Shine.

“Caranya?” Shana. Apa dia bosan mencari wajah Tuhan? Apa rasa kecewa terhadap Sang Pencipta mengudara? Bagaimana cerita selanjutnya?

“Tinggal tanda tangan kontrak saja, biasanya pakai darah” Shine.

“Apa anda bagian dari mereka?” Shana.

“Siapa?” Shine.

“Anda saja ketakutan bahkan ga berani jual jiwa ma setan, lantas kenapa nyodorin ke saya” Shana tertawa lepas.

“Kenapa bisa tahu saya bukan anggota?” Shine.

“Saya itu rajin berdoa, jadi, otomatis pengikut satan ga mungkin berani berjalan ke depanku terlebih menatap ganas begini, ya saya sadar juga keles” Shana.

Sejak kapan Shana terlihat akrab ma orang? “Saya kan cari teman, masa sendiri saja gitu jadi personil penjual jiwa ke setan” Shine.

“Berarti kasus situ jauh lebih ganas dibanding saya dong” Shana masih saja tertawa.

“Sejak dulu saya selalu ingin berada di antara kelompok sosialita. Memiliki barang-barang brand, perhiasan milliaran, mendapat pasangan tajir melintir, terkenal dimana-mana” Shine.

Artis pendatang baru sejenis Shine tidak perlu diragukan ketika ber-akting. Dia memang cocok memainkan peran seperti ini. “Saya ingin punya banyak teman” Shine benar-benar mendalami perannya.

“Terdengar kacau” Shana.

“Apa salah kalau saya memimpikan hal seperti itu?” Shine.

“Saya juga terkadang berpikir sama sepertimu karena tekanan berat, direndahkan, dikucilkan, dan lain sebagainya, tapi saya sedang berusaha untuk menghadapi sekalipun terkadang diriku sendiri gagal total hingga mengalami kelumpuhan hidup” Shana.

“Berarti kita senasib” artis paling handal sedang menangis.

“Setan tidak mungkin memberi gratis tanpa tumbal bagi siapapun yang sedang menjalani kontrak sekaligus menjual jiwa terhadap sang penguasa gelap” Shana.

“Tapi, saya selalu dihubungi ma mereka” Shine.

“Katakan tidak apa pun yang terjadi” Shana.

“Tapi, mereka biasa datang ke rumah begitu saja memakai kekuatan telepati” Shine.

“Apa saya bisa tinggal di rumahmu? Jangan sampai mereka memaksa saya tanda tangan kontrak” Shine memasang wajah sangat takut.

“Saya mau jual diri ma setan yang penting ada teman dan ga sendiri” Shine.

“Penakut, tapi  mau uji nyali” Shana.

Pada akhirnya Shana membiarkan gadis comel tadi tinggal untuk sementara waktu di rumahnya. Sang target sukses masuk dalam perangkap.

Bagaimana saya berjalan ke depannya? Hal terkacau yang pernah ada adalah pria tua seolah sengaja mengambil kontrakan rumah di samping tempat tinggal Shana. “Kau” Shana terkejut melihatku duduk seperti orang bodoh dengan bibir sumbing ketika melewati rumah kami.

“Kau tinggal disini?” mata Shana terbelalak.

“Aldrich, dasar pembawa sial” teriak pria tua dari dalam rumah.

“Coba saja kau tidak bangkrut, saya juga tidak mungkin bangkrut sampai-sampai harus jadi tukang jahit sepatu untuk menyambung hidup” teriakannya lagi sambil melempar salah satu sendal miliknya ke tubuhku.

Kelewat menghayati peran sampai saya dilempar sendal busuk miliknya. “Ga segitunya juga keles” rasa kesalku dalam hati.

“Siapa di dalam?” Shana.

“Ka...ka...ka...kek tu....tu...a” bicara gagap.

“Kau sudah bisa bicara? Syukurlah, setidaknya ada perubahan” Shana.

Perasaan yang menjemput kemarin ka’Dhavy buat  ke markas, lantas? Beruntung saja ka’Dhavy memakai jenggot lebar membahana di seluruh tubuhnya kemarin, jadi wajahnya tidak dikenali. “Apa dia yang mengambilmu kemarin?” Shana.

“Bawah saja manusia pembawa sial itu ke rumahmu” pria tua bertolak pinggang depan pintu rumah.

“Shana, siapa mereka?” Shine memasang wajah mengerikan berjalan ke sampingnya.

“Dia kenalanku” Shana.

“Jangan katakan kalau kau menyukai pria cacat semacam dia” Shine menunjuk ke arahku memasang wajah jijik.

“Dia normal, hanya stroke saja” Shana sedikit gagap.

“Stroke artinya cacat, idiot, tidak normal, miskin melarat, dan satu lagi selalu menyusahkan semua orang di sekitarnya” Shine.

“Lantas? Memang ada pria naksir ma saya gitu?” Shana.

“Siapa bilang ga ada yang naksir? Gadis sepertimu cantik-cantik sedap-sedap, terus cantik-cantik mengerikan juga masuk” Shine.

“Cantik-cantik sedap-sedap? Cantik-cantik mengerikan? Maksudnya?” Shana.

“Maksudnya ya kau selalu cantik, titik” Shine.

Bahasa juga terdengar sedap-sedap mengerikan. “Saya selalu membayangkan pria kaya tajir melintir datang melamar, gimana dengan dirimu?” Shine.

“Jangan jatuhkan harga dirimu ma pria bbir sumbing, miskin, cacat semacam dirinya” Shine menarik tangannya agar berjalan meninggalkan kami. Wajah Shana masih sempat berbalik, hanya saja Shine mengalihkan pandangannya lagi. Apa dia mulai terbawa arus hidup? Gadis polos macam dirinya sekali jatuh ke jurang bisa langsung hancur hanya dalam waktu sekejap.

“Kita lihat sampai dimana imannya bertahan” pria tua berbisik ke telingaku.

Terkadang saya berusaha mengintip apa yang sedang dilakukan olehnya. Shine sibuk memancing adiknya biar si’kakak terpancing emosi. Denganku dia selalu terbawah emosi, lantas dengan orang lain? Shana terlihat biasa saja...

Skenario kedua adalah mempekerjakan Shana di tempat kumpulan para sosialita. Sebuah restoran tempat berkumpulnya segala jenis sosialita. Entah dari mana pria tua itu bisa mengenal manager tempat tersebut. Dia bekerja sebagai cleaning servis dengan gaji jauh lebih baik dibanding pekerjaannya sekarang.

Shine dan dirinya memiliki jadwal kerja yang sama. “Shana, coba perhatikan tas yang dipakai ma wanita itu” menunjuk ke arah Nara.

“Memang kenapa?” Shana.

“Tas keluaran terbaru” Shine terlihat histeris seketika.

“Kapan saya bisa memiliki tas branded seperti itu?” Shine.

Karena membutuhkan uang hingga Shana langsung menerima  pekerjaan cleaning servis. Seorang Shana memiliki ijasah Qum Laude, akan tetapi berakhir sebagai cleaning servis sekaligus kuli kasar? Bagaimana dia akan melewati semuanya?

“Saya harus berjuang mendapat pria tajir melintir bagaimanapun caranya” Shine.

“Shana, mari kita berjuang bersama-sama mengejar pria kaya 7 keliling mengalahkan Mark Suckerbeg” Shine.

Saya hanya memperhatikan pergerakannya dari kejauhan. Pria tua menyuruhku menyamar ketika berada di tempat tersebut biar tidak dikenali. Nara dengan sengaja menabrak dirinya hingga membuat pakaian yang dikenakan basah. “Kau punya mata tidak?” dua bola mata Nara melotot mengamuk.

“Sadar tidak, tas ini harganya sejuta kali lipat dibanding gajimu” makian Nara.

Nara memang cocok memerankan antagonis dalam sebuah dunia perfilman. Sifat angkuh dimainkan dengan begitu mudahnya. “Sadar tidak gaun ini harganya ratusan juta” Nara.

Shana berusaha bersikap tenang. Sedikit lagi sisi emosionalnya memuncak, namun berusaha ditahan. “Maafkan teman saya” Shine membungkukkan badan.

Shana terlihat shock mendengar ucapan Nara. “Cara balas dendam paling jitu adalah menjadi orang kaya” Shine berkata-kata setelah jauh dari Nara.

“Rasanya sakit kalau direndahkan, makanya hanya ada 2 cara menjadi manusia kaya tajir melintir. Menjual jiwa ke lucifer atau menikahi pria tajir sekalipun jadi istri ke-10” Shine masih saja berceloteh.

“Saya harus menyelesaikan pekerjaan” Shana.

Dia berusaha menyelesaikan pekerjaannya. Akhir-akhir ini sosok Shana menjadi begitu pendiam, jauh berbeda ketika saya mengenalnya pertama kali. Apa yang sedang terjadi?

Hari kedua di tempat kerjanya adalah personil F4 berjalan masuk ke dalam restoran. “Gantengnya” mata Shine tidak berkedip sama sekali. Personil tersebut diantaranya; Adriel berperan sebagai Levin sekaligus bos pertama, Feivel sebagai Kenzie, Ha sebagai Joachim, dan terakhir ka’Dhavy sebagai professor Kenaz.

Saya hanya duduk memandangi tingkah mereka semua. Wajahku penuh brewok, memakai hoodie, topi, kacamata hitam hingga tidak seorangpun mengenalku kecuali manusia-manusia tengil itu. “Sepertinya kita pernah bertemu” Adriel maksudku Levin menatap ke arah Shana.

“Maaf, anda salah orang” Shana.

“Saya tidak sengaja menabrak anda waktu itu” Adriel.

“Saya juga tidak sengaja menabrak gadis cantik di depanmu” Feivel.

Shana sedang dikelilingi personil F4. Dia terlihat grogi memegang alat pel. “Sampai dimana imannya?” bunyi pesan menohok pria tua terus saja bersikap jahil terhadapku.

“Kalian mengenal Shana?” ka’Dhavy berusaha membersihkan kacamata miliknya.

“Berarti tinggal saya saja yang belum mengenal dia siapa?” Ha.

“Kenalkan namaku Joachim salah satu arsitek terbaik bahkan masuk jajaran situs pencaharian paling utama karena katampanan sekaligus prestasi yang kumiliki” Ha.

“Narsis” Shana sedikit tertawa.

“Perkenalkan saya Keylan” Shine segera masuk menyalami mereka semua.

“Maaf, sepertinya kami semua tidak tertarik berkenalan denganmu” Adriel menarik tangannya dari Shine.

“Shana, ingat pesanku” ka’Dhavy.

“Jangan lupa bahagia” ka’Dhavy.

Apa seorang Shana  sedang terjebak? “Jangan sekali-sekali menjadi perempuan perebut laki orang, ngerti?” Nara memasang wajah beringas hingga menarik kasar kerah baju Shana seketika setelah kepergian F4 abal-abal.

“Siapa yang direbut?” Shana semacam mengalami serangan jantung.

“Pura-pura bodoh polos lagi, pada hal gatal” Nara.

“Saya benar-benar tidak mengerti” Shana.

“Kurang ajar, cewek murahan, ngaca dong” teriakan beringas Nara.

“Sekali lagi maafkan sahabat saya” Shine bergegas membungkukkan badan meminta maaf.

“Tapi, saya tidak mengerti maksud ucapan dia, kenapa harus minta maaf?” Shana.

“Kalau masih mau aman, lebih baik minta maaf saja” Shine.

Shana terlihat makin shock setelah peristiwa tadi. Dia selalu terlihat murung belakangan ini. Dirinya yang sekarang jauh berbeda dengan yang sekarang.

“Mati saja kau manusia pembawa sial” pria tua sengaja menendangku ketika dia berjalan melewati rumah kami.

“Saya ingin kembali menjadi kaya raya” pria tua makin berteriak.

Apa Shana berusaha membantuku lepas dari pria tua itu? Entahlah. “Pria tua, sadar tidak kalau situ sudah berbau tanah” Shana berbalik kembali ke rumahku sambil berteriak.

“Bagaimanapun dia anakmu bukan pembawa sial. Sudah bau tanah masih juga tidak waras” rasa kesalnya.

Shana kemudian berjalan pergi meninggalkan kami. Hanya itu saja kata-katanya? Pernyataan apaan ini? “Dia benar-benar badas menghanyutkan” pria tua berbisik ke telingaku.

“Perempuan badas paling mematikan” Nara tiba-tiba saja berdiri di belakang kami sambil berbisik.

“Sejak kapan kau berdiri disini?” pria tua.

“Masuk ke dalam atau dia akan curiga!” mimik wajahku terlihat menyeramkan.

Kami saling menatap satu sama lain dalam rumah kontrakan kecil. “Saya penasaran lihat karakter gadis itu seperti apa” Nara.

“Kau benar-benar keterlaluan” kalimatku.

“Justru, saya menyukai akting antagonis gadis cantik di sampingku” pria tua.

“Dia sudah terlalu lama menderita” ujarku.

“Tidak berarti dia sudah terlalu lama menderita, dan tidak akan terjebak sama sekali” pria tua.

“Brayn, jangan gunakan perasaanmu disini! Apa yang ada di tanganmu sekarang kau bayar tidak memakai uang, melainkan memakai ruang hati yang selalu saja terluka dan cucuran air mata” penekanan Nara.

“Sebaiknya, kau balik saja ke tempatmu” pria tua mengusir Nara.

“Saya ga mau pulang sebelum menciptakan sensasi paling spektakuler” Nara.

Kelakuannya terlihat mencurigakan. Tepat dugaanku. Nara keluar dan berjalan ke rumah Shana sambil menggedor-gedor pintu. “Keluar sekarang juga!” teriak Nara.

“Wanita jalang, perebut laki orang keluar sekarang juga!” Nara menjadi pusat perhatian beberapa tetangga.

Shana makin terkejut setelah pintu rumahnya terbuka. “Karena kelakuanmu, pasanganku minta cerai” Nara.

“Siapa?” Shana kaget bukan main.

“Salah satu dari 4 pria tampan tadi itu calon suami saya” Nara.

“Kan belum juga nikah, masa bilang cerai?” Shine masuk ke tengah mereka berdua.

“Tumben, kau tidak minta maaf ma dia seperti tadi?” Shana.

Tawaku meledak mendengar ucapannya. “Kan tadi di tempat kerja, masalahnya yang sekarang statusnya di rumah dan kelakuannya memang keterlaluan” Shine.

“Siapa yang keterlaluan?” Nara menjambak rambut Shine. Terjadi perkelahian sengit antara 2 perempuan gila.

“Kenapa jadi begini?” Shana terlihat depresi. Jambak menjambak rambut dimainkan.

“Rasakan ini” Shine melemparkan telur ke wajah Nara.

“Rasakan ini” Nara balik melempar saus tomat ke seluruh wajah Shine.

Kenapa jadi mereka berdua yang berkelahi? Ini Cuma akting atau memang betulan? Mereka berdua sampai kapanpun sahabat sejati di manapun. Di markas saja selalu terlihat adem, masa iya? Ada masalah apaan?

Wajah Shana ikut hancur karena terkena lemparan telur, tepung, saus tomat, dan lain-lainnya. “Berhenti!” teriak Shana sangat geram.

Semua terdiam mendengar teriakan tadi. Hal yang terjadi selanjutnya adalah Shana tertawa keras melihat 2 manusia di depannya. Apa Shana sudah benar-benar depresi?

“Shana, jangan membuatku ketakutan” Shine.

“Kalian berdua keterlaluan” Shana masih tertawa.

“Shana” Shine mulai terlihat panik.

“Silahkan minta maaf ma dia!” Shana menatap ganas Shine.

“Dan kau juga minta maaf ma dia!” Shana berbalik ke arah Nara sambil memasang wajah menakutkan. Nara memang sukses memerankan karakter antagonis, tetapi dirinya pertama kalinya dibuat tidak berkutip oleh Shana hanya dengan sekali tatapan.

Mereka berdua saling meminta maaf. Shana masih saja tertawa. “Wajah kalian berdua terlihat lucu” Shana segera masuk ke dalam rumah seolah melupakan ucapan Nara sebelumnya. Dia sepertinya tidak ambil pusing ucapan kasar Nara tadi.

Cerita selanjutnya adalah personil F4 abal-abal menjalankan pendekatan-pendekatan tertentu hanya untuk menggoda dirinya.

“Bunga buatmu gadisku yang paling cantik” Joachim memberi setangkai bunga mawar.

“Kenapa?” Joachim.

“Pertama kalinya seorang pria memberiku setangkai bunga” ucapan Shana sambil terus memegang alat pel di tangannya.

“Lain kali, kita berdua jalan bersama” Joachim tersenyum, kemudian berjalan pergi.

“Shana, jangan lupa bahagia” ujar profesor Kenaz menyapa dirinya ketika beranjak pulang.

“Shana, cokelat buatmu” dokter Kenzie memberinya batang cokelat di depan rumahnya langsung.


Bagian 12...

 

BRAYN...

 

Mereka berjuang keras untuk memancing kehidupan gadis itu. “Dari mana tahu alamat rumahku?” Shana kaget seketika.

“Kau dan saya sepertinya ikatan batinnya kuat, jadi ruang hatiku selalu tahu Shana berada dimana” dokter Kenzie.

Tuhan, sejak kapan Feivel menjadi manusia penggombal seperti ini? Ingin marah? Tetapi tidak mungkin juga kulakukan. Peran dari manusia autisme menjadi dokter penggombal? Luar biasa...

“Shana, nanti kakimu terkilir kalau jalan terus” Levin segera menarik tangannya menuju lamborginie keluaran terbaru.

“Sejak kapan kakiku terkilir?” raut wajah kebingungan Shana terpajang.

“Sejak tadi” senyum manis Levin berusaha memperbaiki anak rambutnya.

Mereka benar-benar iblis. Saya sejenis spesies bodoh mengekor di tempat tersembunyi. “Makanlah!” dari mana dia tahu saya lagi duduk disini? Seorang Shana tidak lagi berteriak ke arahku sama seperti dulu.

“Seharusnya saya menertawakan keadaanmu, namun entah kenapa sesuatu menahanku” Shana memasukkan sepotong roti ke dalam mulutku.

“Kenapa bisa saya terus saja mempercayai ucapan bodohnu kemarin?” Shana.

“Lupakan! Lagian kau saja sekarang sulit berbicara” Shana masih terus ngoceh.

“Saya tidak pernah menyesal mengenal manusia sepertimu kemarin, bahkan merawatmupun buatku semacam petualangan yang mungkin sulit dilupakan” Shana.

Dia terus saja berceloteh di sampingku. Sikapnya tidak lagi menampakkan wajah marah ke arahku. “Shana, apa yang kau lakukan disini?” Shine berteriak segera menarik Shana.

“Dengar, jangan pernah menyukai pria tanpa masa depan terlebih cacat karena stroke semacam dirinya” Shine.

“Kau gadis paling beruntung jadi rebutan 4 pria tampan, tajir melintir, jenius, punya pengaruh. Masa iya sih menolak berlian, lantas mengambil tai kucing?” Shine terus saja berkata-kata.

“Siapa yang memperebutkan saya?” Shana terlihat kebingungan.

“4 pria ganteng maksimal itu terus saja mencari perhatianmu hingga membuatku iri 7 keliling. Semua gadis ingin seperti dirimu dikejar 7 keliling” penekanan Shine.

Saya hanya diam seribu bahasa menyaksikan kalimat demi kalimat sosok Shine. Apa Shana terjebak? Entahlah. Sejauh ini dia sama sekali belum merespon sesuatu. Raut wajahnya bahkan selalu terlihat shock tiap personil F4 abal-abal mengejar dirinya.

 Nara selalu saja melemparkan raut wajah mengesalkan tiap bertemu dengannya. Wanita sosialita bersama barang-barang branded di sekujur tubuh Nara semakin menciptakan sesuatu objek tersendiri. “Shana, dengar, hidupmu harus berubah” Shine mencoba mengingatkan kembali ketika mereka berdua sedang bekerja.

“Gunakan kesempatan untuk hidup layak. Manfaatkan peluang besar di depanmu” Shine menunjuk para personil F4 abal-abal.

“Happy birthday Shana” Levin berjalan ke depannya memberikan sebuah kalung berlian. Saya saja tidak tahu tanggal lahir Shana, lantas mereka tahu dari mana? Adriel mendapat kalung berlian dari mana? Lamborginie yang dipakai sekarang saja hanya pinjaman dari sahabat pria tua.

“Happy birthday Shana” Joachim menyerahkan sebuah tas keluaran terbaru.

“Shana, kuharap dirimu selalu berbahagia” profesor Kenaz memberinya kunci rumah sebagai hadiah ulang tahun.

“Shana, ingatlah kalau kita berdua memiliki ikatan batin paling kuat” dokter Kenzie memberi tiket liburan gratis sekaligus hotel bintang 5 buat penginapan nanti.

“Saya sepertinya butuh psikiater” 2 bola mata Shana membelalak.

“Shana pilih siapa diantara pria tajir itu?” Shine.

“Saya mimpi apa semalam?” Shana segera duduk sekitar pojok ruang tempat beristirahat setelah jam kerja.

Apa dia terlihat histeris? Terlihat bahagia? Raut wajah penuh haru? Entahlah. “Andaikan saja saya menjadi dirimu, dikejar sekaligus jadi rebutan cowok ganteng kaya 7 turunan” Shine menarik napas panjang.

“Saya benar-benar tidak waras sekarang” Shana segera berjalan keluar meninggalkan tempat kerjanya tanpa pamit.

Bagaimana dia menanggapi kisah hidupnya sekarang? Saya hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Terkadang seorang Brayn ingin kembali bersikap usil seperti dulu hingga membuatnya berteriak keras. Kenapa dia jadi pendiam sekarang?

“Berikan dia kue ini!” pria tua berbisik ke telingaku.

“Dari mana anda tahu saya berada disini?”

“Mataku ada 1000” pria tua tersenyum.

Saya harus berjalan pincang karena pengaruh stroke diusia muda. “Ha ha ha py bi bi bi birth day” bahasa kacau mengejutkan dirinya.

“Kau menguntit?” Shana.

“U u ulang ta ta ta tahun Shana” ujarku.

Dia tersenyum sambil mencoba membantuku memegang kue berukuran mini, kemudian menyalakan lilin.

“Bu bu buat per per permo mo mohonan dulu”...

“Tuhan, Shana ga minta banyak, hanya saja kembalikan tubuh pria di depanku seperti dulu lagi. Amin” doa Shana keras-keras. Dia meniup lilin di depannya sambil tersenyum.

“Ke ke ke napa?”

“Sepertinya ada yang kurang” Shana.

“Entah kenapa saya merindukan kembali momen berteriak sambil memaki dengan bebas dirimu tiap bersikap usil terhadapku” Shana memelukku seketika.

Apa dia berucap dari hatinya? Atau hanya merasa kasihan terhadapku? “Kau harus cepat sembuh biar bisa kembali seperti dulu” Shana.

Apa saya salah dengar? Tuhan, katakan kalau semua yang kudengar bukan mimpi belaka. Segera bangunkan diriku dari tidur biar saya cepat sadar kalau semua ini hanya sesaat. “Jangan sakit biar saya bisa berteriak keras ke arahmu seperti dulu lagi” Shana.

“Anggap saja saya gadis paling bodoh di dunia, mulai menyukai pria gila sepertimu, pada hal sudah tahu kalau kehidupanku sendiri akan selamanya menderita dan menderita bahkan pada akhirnya akan tetap menderita” tangisan Shana pecah seketika.

“Shana”...

“Seperti ada yang hilang sewaktu pria gila di rumahku pergi tanpa kabar, lebih kacau lagi datang ngontrak tiba-tiba samping rumahku” Shana.

Apa saya salah dengar? Tuhan, apa dia fix 100% maksudku sejuta persen tulang rusukku? Secara manusia, personil F4 abal-abal berjuang keras mengejar dirinya...

“Shana, apa saya tidak salah dengar?” Shine entah dari mana berjalan masuk ke tengah kami.

“Kau gadis paling bodoh, gila, hancur lebur menolak berlian, lantas mengambil tai tikus” Shine menatap tidak percaya ke arah Shana.

“Memang saya bodoh” Shana.

“Semua orang iri melihatmu, lantas sekarang kau melewatkan kesempatan menjafi kaya raya 7 keliling hanya karena manusia stroke satu ini?” Shine berteriak keras.

“Ambil saja mereka biar situ bisa kaya tajir melintir” Shana.

Dia menarik tanganku untuk pergi meninggalkan gadis tengil. Shana menyatakan perasaannya terhadapku? Tuhan, apa saya tidak salah dengar? Lantas, bagaimana saya bercerita kejadian yang sebenarnya? Kenapa saya jadi ketakutan begini?

“Kalau pria tua itu berteriak lagi ke arahmu, panggil saja saya” Shana.

“Pembawa sial sudah pulang rupanya” pria tua ternyata sudah berdiri depan pintu rumah.

“Pria tua, setidaknya manusia sepertimu bertobat sebelum dipanggil Tuhan” Shana.

“Siapa tahu sebentar malam situ dipanggil ma Tuhan, sudah bau tanah masih saja jadi iblis” Shana.

Gadis itu berjalan pergi meninggalkan kami. Ternyata personil F4 tertawa tanpa memperdengarkan suara di dalam rumah. Mereka semua berkumpul di rumahku dan bersembunyi dalam kamar. “Pria tua bau tanah harus sadar diri” sindir Ha.

“Peran antagonis terbaik tidak lagi dipegang Nara si’gadis judes, melainkan pria tua” sindir Adriel.

“Jangan berbicara terlalu keras, takut kedengaran  sampai keluar” kalimatku...

“Yang lagi berbunga-bunga” Feivel.

“Selesaikan secepatnya, karena kita semua harus kembali berpetualang memainkan skenario spesial buat Ha dan Adriel” ka’Dhavy.

“Saya saja lagi berpikir, ngejelasin ke dia gimana caranya” ungkapku.

“Kalian bertiga kemarin, kenapa bisa ketahuan?” segera berbalik menatap Feivel dan Nara, sedang Shine sendiri tidak bersama kami.

“Ceritanya kami dipertemukan ma pendeta yang sama tanpa disengaja” Nara.

“Saya curiga pendeta itu masih sahabatan ma pria tua” Adriel.

“Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan” tuan Ahaziah.

“Saya juga merasa tidak ada kenalan pendeta manapun di daerah tempat mereka bertiga mencari jodoh” ka’Dhavy.

“Bola mata pendeta itu menakutkan” kenang Nara.

“Pikirkan cara untuk menjelaskan sebelum dia mengamuk 7 keliling karena merasa dibohongi kalau semua ini hanyalah skenario!” Feivel.

Shana tidak seperti gadis lain, jadi, seandainya semua ini diketahui olehnya, maka akan terjadi ledakan nuklir. Dia belum tahu kalau saya hanya mempermainkan dirinya melalui penyakit stroke di usia muda. Butuh strategi untuk memberi tahu kebenaran sebenarnya.

“Selamat pagi” teriakan seseorang sambil menggedor pintu.

“Pria tua” segera membangunkan tuan Ahaziah.

“Tetanggaku idolaku” pria tua berkata-kata setelah mengintip keluar.

Saya segera melompat dari tempat tidur. “Sha sha shana” ucapanku setelah membuka pintu.

“Buatmu” Shana memberiku semangkuk bubur.

“Kau harus kembali pulih biar kita bisa berteriak gila bersama” Shana.

Dia pasti gila kalau menyadari cerita sebenarnya. Saya harus mempersiapkan mental sebaik mungkin. Tuhan, tolong bantu saya memberitahu dirinya tentang sebuah kenyataan hidup.

Shana mengembalikan semua barang pemberian para personil F4 abal-abal. “Saya tidak pernah menyukai kalian, ngerti?” kalimat tegas Shana terhadap mereka di restoran.

“Satu lagi, saya juga tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya memakai jalan pintas” Shana.

“Jalan pintas?” ucapan serentak mereka.

“Jalan menjadi orang kaya itu dengan cara menikahi pria kaya raya 7 keliling dan lain-lainnya” Shana.

“Tapi, saya tidak bisa hidup tanpamu” dokter Kenzie.

“Temanku saja masalahnya dia sangat tergila-gila ingin menjadi pasangan salah satu dari kalian” Shana segera mendorong tubuh Shine yang kebetulan berjalan melewati mereka.

“Dia tidak masuk level keles” Levin.

“Badannya ga bohai” dokter Kenzie.

“Wajahnya ga secantik wajahmu” Joachim.

“Betisnya betis kesebelasan” profesor Kenaz.

“Kurang ajar, memang situ sempurna? Shine kesal mendengar keusilan mereka.

“Sangat sempurna” ucapan serentak mereka.

“Silahkan kalian berkelahi, saya mau lanjutkan pekerjaanku yang tertunda, by” Shana seolah tidak memperdulikan obrolan mereka.

Tuhan, bagaimana cara saya memberitahu dirinya? Saya hanya bisa mengekor diam-diam untuk melihat aktifitas yang sedang dilakukan olehnya. Nuklir berjalan pasti akan meledak di tempat tidak terduga.

Apa yang sedang terjadi? Dia mau kemana? Shana berjalan dengan raut wajah tidak seperti biasanya sambil memegang selembar foto di tangannya. “Mati banyak” ucapanku setelah menyadari lembaran foto tersebut.

Dia ternyata menjebak personil F4 di  sebuah jalan sepi. “Apa kau berubah pikiran?” Levin masih belum mengerti.

“Apa kau akan memilih salah satu diantara kami sebagai pasangan terbaikmu?” dokter Kenzie.

“Shana, kenapa memanggilku kemari?” Shine juga ikut terjebak di dalamnya.

“Pelakor, kenapa kau memanggil saya kemari? Mau buat perhitungan?” makian Nara belum menyadari sesuatu.

Saya berusaha memberi kode terhadap mereka di tempat persembunyian, sayangnya tidak seorangpun mengerti maksudku. Ledakan nuklir sepertinya akan meledak. Brayn, persiapkan mentalmu! Tidak disangka ternyata pria tua juga sengaja dipancing ke jalan tersebut olehnya.

“Tetangga, apa maksudmu mengundang saya kesini?” teriak pria tua.

“Kalian sudah berkumpul semua?” Shana berkata-kata sinis.

“Perempuan gatal, mau ngapain mempertemukan kami?” Nara mendorong tubuhnya.

“Saya yang harusnya bertanya dan meminta penjelasan, perempuan gila” penekanan Shana balik mendorong Nara.

“Foto apaan sih?” Shine berpura-pura bodoh.

Foto di tangan Shana berisi 6 sahabat, pria tua, ka’Dhavy, dan ka’Arauna sedang tersenyum bahkan saling merangkul satu sama lain. Menjadi pertanyaan, kenapa saya tidak dijebak juga ma Shana? Persiapkan mental menghadapi ledakan nuklir.

“Kalian siapa dan berasal dari mana?” Shana.

“Kalian pikir saya segampang itu percaya kisah percintaan, maksudku para pangeran kaya mengejar gadis miskin tanpa tujuan tertentu” Shana menatap satu persatu wajah mereka.

“Perasaan dalam foto ini masih ada 2 personil yang belum datang” profesor Kenaz.

“Kenapa Brayn ga dipanggil juga, padahal tinggal di samping rumahnya?” dokter Kenzie.

Rasanya seperti disiram air panas di siang bolong. “Saya bukan gadis bodoh yang dengan begitu gampangnya terjebak, ngerti?” teriakan Shana.

“Dari mana kau mendapat selembar foto di tanganmu?” Shine.

“Kau yang menjatuhkan sendiri foto ini kemarin” Shana.

“Bisa anda jelaskan kenapa mempermainkan manusia sepertiku?” Shana.

“Kalian ternyata sahabat, sedang saya manusia bodoh yang entah kenapa dijadikan umpan permainan” Shana.

“Shana” Sbine.

“Saya terlalu polos karena terlalu percaya ucapanmu” Shana menatap wajah Shine.

Siapa sih tidak marah dipermainkan seperti ini? Seandainya saya jadi dia pasti akan mengamuk, terlebih ketika tekanan bertubi-tubi terus saja menghardik tanpa henti.

“Manusia tengil keluar dari persembunyianmu sekarang juga!” Levin berteriak keras menyadari keberadaanku.

“Jangan jadi pengecut” sindir Feivel.

“Kemari” Shine menyadari tempat persembunyianku.

“Jawaban pertanyaanmu ada ma dia” personil F4 abal-abal menunjuk kearahku serentak.

“Selesaikan masalahmu!” Nara menepuk-nepuk bahuku.

“Dia yang akan menjelaskan kenapa kau menjadi bahan permainan buat kami semua” pria tua berujar.

“Jangan gunakan emosionalmu! Kami harap kau mendengarkan penjelasannya hingga paling detail dengan kepala dingin” Nara berkata-kata terhadap Shana.

“Satu lagi, saya hanya penasaran ma karaktermu, tidak berarti kau gadis gatal seperti ucapanku” Nara.

Mereka semua berjalan pergi meninggalkan kami berdua. Apa dia menangis? Jawabannya adalah dia berjuang untuk tidak menjatuhkan air matanya. Ucapan Nara sedikit membantu hingga Shana berusaha untuk tetap tenang dan tidak memakai sisi emosionalnya.

“Saya seperti manusia bodoh” Shana duduk tersungkur ke tanah.

“Mungkin kata maaf tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi hanya kata seperti itu saja yang bisa keluar” ucapan pertama buatnya.

“Kau bisa bicara normal?” Shana hampir-hampir serangan jantung menatap ke arahku.

“Ceritanya panjang, saya akan menjelaskan semuanya, tapi tidak disini” segera menarik tangannya.

Dia seolah sudah tidak bernyawa. Ingin marah? Ingin berteriak? Sesuatu menahan dirinya. Mencoba bersikap tenang tanpa berbicara lagi. Pada akhirnya, kami berdua berada di sebuah rumah kecil jauh dari keramaian.

“Saya berasal dari sebuah organisasi tersembunyi. Kami dipersiapkan untuk menjalani sebuah kehidupan tentang sebuah perbaikan kelak, kalau Tuhan membuka akses dan mengizinkan” mencoba menjabarkan sesuatu hal terhadapnya.

“Hubungannya dengan saya?” Shana.

“Seluruh personil dari organisasi ini berasal dari generasi muda. Sang bos memang meminta anak muda  dan belum pernah menikah sama sekali yang harus mengikuti proses berkepanjangan bahkan berkesinambungan” ujarku lagi.

“Hubungannya?” Shana.

“Pada akhirnya, kami semua dituntut mencari pasangan hidup dengan cara berbeda dibanding kebanyakan orang di luar sana seiring waktu berjalan” jawaban buatnya.

“Berpetualang, memerankan pria kaya, memiliki rumah bordil, stroke di usia muda setelah mendapat target paling tepat, dan lain sebagainya” kalimatku.

“Target paling tepat katamu?” mata Shana membelalak.

“Saya tidak benar-benar bernafsu mengingini mengambil perawanmu, semua itu hanya pancingan semata untuk mencari tahu apakah kau memiliki harga diri atau tidak sama sekali” ucpanku.

“Ingin mencari tahu kapasitas imanmu seperti apa ketika tekanan terus saja menghancurkan hidupmu” kembali penjabaran buatnya.

“Apa yang kau simpulkan tentangku?” Shana.

“Badas maksudku bar-bar” jawaban buatnya.

“What?” Shana.

“Bayangkan saja, Nara tidak berkutik karena perbuatanmu” ...

“Siapa itu Nara?” Shana.

“Gadis cantik yang selalu menyebutmu sebagai pelakor”...

“Dia?” Shana.

“Dia senang memainkan jebakan untuk memancing sekaligus mencari tahu sesuatu hal, kelebihan paling hakiki hingga dirinya ditempatkan dibeberapa bidang penting” jawaban buatnya.

“Kau menyukai dia, lantas kenapa menjebakku?” Shana.

“Dia bukan tipeku keles” balasan buatnya.

“Siapa pria tua itu?” Shana.

“Salah satu bos paling berpengaruh, jadi, jangan macam-macam!”

“Tapi, waktu itu saya memaki dirinya” Shana terlihat ketakutan.

“Banyak berdoa saja”...

“Lantas, maksud kalian menjebak masalah pria ganteng?” Shana.

“Kehidupan di atas terlalu banyak godaan dan tidak hanya permasalahan lawan jenis, seandainya kau memilih salah satu dari antara mereka berarti kau dinyatakan gagal total”...

“Segitu parahnya” Shana.

“Jangan sampai kelemahan seperti ini  mengorbankan orang banyak terlebih kaum lemah di bawah sana”...

“Sampai segitunya mencari pasangan hidup” Shana.

Dia seolah lupa apa yang sedang terjadi dengannya tadi. Marah, kegeraman, kekesalan hilang begitu saja. Itulah alasan mengapa saya benar-benar menyukai dirinya. Dia tidak pernah kecewa dengan ketidak adilan yang terus saja mempermainkan hidupnya.

“Lantas, kenapa Keylan berusaha menjebakku masalah menjual jiwa ma setan dan segala kekayaan?” Shana.

“Namanya Shine si’gadis comel bukan Keylan” berusaha meluruskan masalah.

“Dia memang ditugaskan langsung ma bos besar untuk memancing dirimu, kehidupan di atas itu tidak semudah yang dipikirkan  dimana seseorang akan selalu diperhadapkan jalan pintas ataukah bertahan terhadap proses untuk mencapai objek yang diinginkan” kembali menjelaskan sesuatu terhadapnya.

“Termasuk perasaan kecewa?” Shana.

“Yes, apakah kau akan tetap bertahan di jalan lurus sekalipun keadaan terlalu menyakitkan sekaligus mengecewakan atau tidak sama sekali” menjawab pertanyaannya.

“Berarti suatu hari nanti saya menjadi istri sekaligus ibu dari anak-anak manusia paling penting, gitu maksudnya?” Shana masih terys bertanya.

“Menurutmu?”

“Mana saya tahu” Shana.

“Sudah tahu masih nanya lagi” menyentil keningnya.

“Sebenarnya kau hampir dinyatakan tidak lulus karena karaktermu kelewat bar-bar” tiba-tiba saja Nara berjalan ke tengah kami. Ternyata semua diam-diam jadi penguping di luar.

“Kalian mengikuti kami?”

“Sekedar jaga-jaga jangan sampai ada ledakan nuklir” Feivel.

“Kenapa mengatakan saya hampir-hampir tidak lulus tadi?” Shana.

“Sifatmu kelewat bar-bar” Nara.

“Hanya saja, kami semua berpikir kalau Brayn memiliki perbedaan karakter” Shine.

“Karakter bar-barmu itu cukup buat nutupin kelemahannya dia” pria tua.

“Apakah tanganmu terbuka lebar  buat manusia tengil ini atau menolak dia dengan keras?” Adriel.

Semua mata menatap tajam ke arah Shana. “Kalaupun menolak, kami harap kau tidak membongkar rahasia kami”Ha.

Shana diam tidak berkutik dan tidak lagi mengamuk seperti yang dilakukannya tadi. “Dia sepertinya menolakmu, cari gadis lain saja” Nara.

“Ayo kita pergi sekarang!” Feivel segera mendorong tubuhku.

“Lupakan gadis ini!” Adriel.

“Lagian dia juga hampir-hampir tidak lulus, sekalian saja tidak lulus” pria tua.

Mereka semua sudah ingin berjalan pergi. “Siapa bilang saya nolak? Saya Cuma sedikit shock” Shana berusaha menghalangi jalan dengan berdiri di depan pintu.

“Beri saya kesempatan untuk memperbaiki karakter dan jangan mencari gadis lain buatnya” Shana membungkukkan badan.

“Dasar gadis bodoh” ujarku.

“Okey, kesempatan buatmu diberikan” pria tua.

“Dia jadi pengemis cinta” Shine.

“Tinggal 2 personil di antara kalian” ka’Dhavy.

“Shana, sepertinya kalian harus berpisah dulu untuk sementara waktu” pria tua.

“Petualangan baru menunggu kami” ka’Dhavy.

“Jaga rahasia dan jangan jadi mulut ember terhadap siapapun” kalimatku terhadapnya.

“Suatu hari kelak, tangis kesedihanmu akan berganti menjadi tangis karena bahagia” pria tua tersenyum ke arahnya.

“Jangan lupa bahagia!” ka’Dhavy.

“Maaf atas sikapku tadi, sekali lagi terima kasih”dua bola mata Shana berkaca-kaca.

Dia gadis kuat ketika berjalan melintasi badai. Pria tua mencoba membantunya agar mendapat pekerjaan lebih layak. Shana tetap bahagia menjalani apa yang ada dalam dirinya.

 

 

Bagian 13...

 

 

Shana akhirnya diterima bekerja sebagai admin pada salah satu perusahaan di kota tersebut. Dia tidak lagi menjalani pekerjaan sebagai kuli kasar sekarang ini. “Kekuatan orang dalam memang is the best” Shana berujar ketika berada di bandara.

“Kau harus belajar dari perkara kecil terlebih dahulu” pria tua berbicara terhadapnya.

“Kalau sampai sekarang Shana masih bekerja sebagai karyawan kecil tidak berarti kami meragukan skil dan ijasahmu” pria tua kembali berkata-kata.

“Saya sudah sangat berterima kasih karena membantuku mendapat pekeejaan, sekarang inikan saya sudah naik level dari kuli kasar menjadi admin kantor” Shana.

“Bersabarlah sedikit lagi” Brayn memeluknya kuat.

“Sweet pakai banget” sindir Nara.

“Kami bukan obat nyamuk, ngerti” Adriel.

“Jaga diri baik-baik!” Brayn melambaikan tangan.

Para personil kembali memulai petualangan di sebuah kota jauh dari ibukota. Akhir cerita adalah mereka sedang mengadakan rapat kecil setelah melakukan penerbangan. “Apa kau bahagia?” Nara melempar pertanyaan buat Brayn.

“Raut wajahnya sudah menjelaskan semua” Shine.

“Skenario berikut yang harus selesai adalah kisah Adriel dan Ha” pria tua masuk ke tengah mereka.

“Apa kalian sudah siap?” Dhavy melempar pertanyaan buat mereka berdua.

“Kami cukup siap” jawaban tegas Adriel.

“Berhubung Adriel adalah ketua diantara kalian, jadi, tidak mungkin juga skenario untuk pasangannya terkesan biasa-biasa saja” pria tua.

“Jauh berbeda dengan sahabat-sahabatnya” penekanan pria tua kembali.

“Artinya persiapkan dirimu kawan” Brayn menepuk-nepuk bahunya.

“Apa kau masih yakin si’Hava sanggup melewati semua ini?” Nara.

“Sangat yakin, dia pasti bisa” Adriel.

“Bagaimana denganmu?” pria tua menyerang Ha.

“Kalau Adriel yakin tentang pasangannya, berarti saya juga tetap yakin dia bisa berjalan” Ha.

“Hope berasal dari keluarga kaya, keras, memiliki aturan-aturan tertentu daam keluarga, dan beberapa hal lain” Dhavy mencoba menjabarkan.

“Jangan sampai salah satu anggota keluarganya menjadi iblis paling mematikan baik secara halus ataukah kasar” pria tua.

“Terkadang keluarga bisa saja menjadi racun tanpa pernah diduga” Nara.

“Kenyataannya, aturan satu keluarga pun bisa membelokan jalur tertentu sekalipun terdengar lurus dan baik di mata orang banyak” pria tua.

“Saya siap apa pun yang kalian rencanakan” Ha.

“Kau siap apa pun hasilnya?” pria tua.

“Saya siap, kalaupun dia bukan pilihan Tuhan artinya di luar sana ada gadis lain yang jauh lebih baik” Ha.

“Kau siap memulai dari nol mencari gadis lain seandainya itu terjadi?” pria tua.

“Saya siap 100%” Ha.

“Kami semua mendukungmu” Shine.

Kisah persahabatan mereka sejak memasuki markas menyatakan dukungan satu sama lain. Feivel dan Shine akan memainkan peran paling penting di antara hubungan Ha. “Kami akan mengirimkan biodata Feivel ke rumah orang tua Hope” Dhavy.

“What?” Feivel hampir tidak prrcaya.

“Dari manusia autis, menjadi dokter, lantas sekarang jadi ceo berkarisma, terdengar menarik” pria tua.

Seorang Feivel harus pintar mencari perhatian ayah Hope agar bisa memainkan peranannya dengan baik. Di lain pihak, Shine akan menjadi tunangan hasil pilihan orang tua Ha. “Bagaimana sosok Hope menanggapi hal seperti ini?” pria tua.

“Saya siap apa pun hasilnya” Ha.

“Saya akan berperan sebagai orang tuamu” pria tua.

“Terserah” Ha.

Ha sendiri akan kembali menjadi pria normal dan tidak lagi melakoni kehidupan sebagai wanita cantik. Berhenti dari tempat kerja sebelumnya dan mencari sekolah lain sebagai pengajar. “Saya tetap memakai nama Joachim” Ha.

“Kalau ini sih ganti nama keles” Shine.

“Terserah” pria tua.

“Sepertinya saya ingin memakai nama Gie saja” Shine.

“Terserah” pria tua.

“Nara sepertinya kau harus berperan sebagai cinta pertama Debu” Dhavy.

Pembahasan mereka beralih ke tempat Adriel. “Terdengar seru juga” Nara.

“Brayn, jadilah sahabat terbaik Hava dalam suka maupun duka apa pun yang terjadi dan nyatakan perasaanmu terhadapnya” pria tua.

Terjadi pembagian tugas masing-masing di antara mereka. “Tapi, situ sudah beristri keles” Dhavy.

“Lantas, istri saya siapa?” Brayn.

“Ka’Arauna” penekanan pria tua.

“Mati banyak” Nara.

“Ka’Dhavy persiapkan mentalmu!” Feivel.

“Oke, baik dengan senang hati” Brayn.

“Adriel, apa kau siap?” Pria tua.

“Saya siap apa pun hasilnya” Adriel.

Adriel menyadari betul konsekuensi di depan, sehingga dirinya sendiri harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Dia duduk merenung dalam kamarnya membayangkan bagaimana Hava akan menghadapi banyak hal.

“Tuhan, beri kekuatan kemampuan buatnya untuk tetap bersikap bijak” isi doa Adriel semalaman.

Dia hanya ingin Hava dapat menjalani sebuah peran. “Saya ingin bersama dengannya selama 3 hari sebelum kalian memainkan skenario” permintaan Adriel terhadap para bos dan sahabatnya.

“Kenapa?” pria tua.

“Saya hanya ingin menghabiskan waktu saja” Adriel.

“Kau tidak akan merusak anak orang kan?” Dhavy.

“Ka’Dhavy, kalau saya melakukan hal gila pasti Tuhan akan mencari pengganti dan tentunya hidupku tinggal gigit jari keles” Adriel.

“Tidak masalah, lagian ka’Arauna masih berada di provinsi lain sedang memainkan peran bersama personil lainnya” Nara.

“Silahkan, kami mengizinkan!” pria tua.

“Saya juga ingin bersama dengannya selama 3 hari” Ha tidak mau kalah.

“Kalian spesial, ssdang yang lain?” pria tua.

“Tidak mengapa, biarkan saja” Shine.

Semua menyetujui keinginan mereka berdua. Akhir cerita adalah Adriel dan Ha akan menghabiskan waktu bersama selama 3 hari. Mereka berdua berjalan keluar sambil menikmati udara segar di pagi hari.

“Apa kau sudah siap?” Adriel.

“Saya harus siap apa pun hasilnya” Ha.

“Kau akan berjalan ke arahnya memakai wujud aslimu?” Adriel.

“Seperti yang kau lihat” Ha.

“Kalau begitu kita pisah jalan di sini saja” Adriel.

“Semoga harimu menyenangkan” Ha memeluk sahabatnya sebelum akhirnya mereka berpisah.

Ha menunggu dengan setia Hope depan pagar sekolah. “Ibu guru Hope” Ha bersuara setelah sosok wanita cantik berjalan keluar dari sekolah.

Langkah Hope terhenti seketika. “Anda siapa?” melemparkan pertanyaan setelah tubuhnya berbalik.

“Ibu guru Hope” sekali lagi Ha memanggil namanya.

“Kau sudah kembali?” Hope menyadari sesuatu. Dia tidak menyangka pria di hadapannya adalah ibu guru Embun Strobery.

“Kau terlihat tampan” Hope tersenyum seketika.

“Terima kasih” Ha.

“Terima kasih?” Hope.

“Ibu guru Hope sukses membuktikan sebuah hidup hingga jalanku sendiri diputar balik oleh Tuhan” Ha.

“Sekali lagi makasih untuk semuanya” kalimat Ha kembali.

“Kenapa tidak balik mengajar?” Hope.

“Saya mengajar di sekolah lain memakai identitas asliku sebagai laki-laki” Ha.

“Sudah makan?” Hope.

“Belum” Ha.

“Saya yang traktir makan” Hope.

“Biar saya saja” Ha segera memegang tangan Hope.

Mereka berdua menghabiskan waktu di sebuah restoran. “Apa saya bisa memohon sesuatu?” Ha.

“Meminta sesuatu?” Hope.

“Mungkin sedikit sulit dikabulkan” Ha.

“Katakan saja” Hope.

“Saya sedikit ragu” Ha.

“Katakan saja” Hope.

“Apa kau bisa bolos bekerja selama 2 hari ke depan?” Ha.

“Untuk?” Hope.

“Temani saya menikmati hidup selama 2 hari” Ha.

“Dasar” Hope sedikit tertawa.

“Saya butuh teman jalan” Ha.

“Saya akan memberimu jawaban esok hari” Hope meninggalkan dirinya menuju sebuah bis.

Ha diam membisu dan membiarkan wanita itu berjalan pergi. “Saya tidak pernah menyesal mengenalmu” ucapan Ha tanpa sadar.

Sementara itu di tempat lain, Adriel duduk termenung membayangkan objek-objek yang akan terjadi. Duduk menyendiri sekitar taman bermain. “Kakak” seorang gadis manis tersenyum ke arahnya.

“Hari ini dosen killer di kampus Hava memberi pujian” Hava.

“Berarti Hava sudah ada kemajuan dong?” Adriel.

“Hava sedang mencoba belajar sesuai keinginan kakak Debu” raut wajah Hava selalu terlihat ceria.

“Kenapa kakak baru memberitahu kalau ternyata sudah balik sejak kemarin?” Hava.

“Memang kenapa?” Adriel.

“Biar Hava jemput” Hava.

“Ga perlu keles” Adriel.

“Hadiah buat Hava mana?” Hava menyodorkan tangannya.

“Ga ada” Adriel.

“Jangan bohong, pasti ada” Hava.

“Temani saya menikmati jajanan sepanjang jalan” Adriel.

“Hadiahnya?” wajah Hava terlihat cemberut.

“Nanti saya berikan” Adriel menarik tangan Hava segera.

Membeli semua jajanan sepanjang pinggiran kota memberi penghiburan tersendiri buat Adriel. Dia seolah lupa akan permasalahan di depannya. Tertawa lepas bersama dan menikmati indahnya pasar malam...

“Perut Hava kenyang” teeiak Hava.

“Coba 1 lagi” Adriel masih terus saja memasukkan potongan makanan ke mulutnya.

“Perut Hava bisa buncit kalau begini” Hava.

“Tapi, rasanya enak, nyessel kalo ga mencoba” Adriel.

“Enak sih enak, tapi mau ditampung dimana juga keles” wajah cemberut Hava mengudara.

“Saya punya satu permintaan” Adriel menatap serius.

“Jangan membuat Hava takut” Hava.

“Entahlah” Adriel menarik napas panjang.

“Tolong jelaskan permintaan anda!” Hava.

“Temani saya berpuasa selama 2 hari di sebuah gereja kecil jauh dari perkotaan” Adriel segera memeluk gadis di depannya.

“Besok Hava kerja” Hava.

“Kalau memang ga bisa tidak apa-apa” Adriel.

“Tapi, Hava bisa izin bisa tukaran shift kerja atau sekalian izin ma bos” Hava.

“Boleh juga” Adriel.

“Masalah kakak segitu beratnya ya?” Hava.

“Ga berat-berat banget sih” Adriel.

“Sudah malam, ayo pulang!” Adriel mengalihkan perhatian.

Sesuatu yang tidak mungkin untuk dijelaskan, namun menjadi pergumulan terbesar buatnya. Pagi-pagi buta, Adriel mengetuk pintu rumah gadis tersebut. “Kakak, ini masih gelap” Hava membuka pintu rumahnya setelah menerima suara telepon.

“Cepat mandi, terus kita jalan!” tanpa basa basi memberi perintah terhadap Hava.

Gadis itu masuk ke kamar dan mengikuti keinginana Adriel. Tidak lama kemudian Hava berjalan keluar dari kamar setelah mandi juga berganti style pakaian. “Gunakan pakaian tebal, ntar kedinginana di jalan baru tahu rasa” Adriel menyuruh Hava berganti pakaian kembali.

“Begini baru oke” Adriel memberi pujian setelah Hava memakai pakaian tebal lengan panjang.

“Kakak dapat mobil dari mana?” ngantuk Hava sedikit hilang.

“Mobil pinjaman” Adriel.

“Baguslah, setidaknya Hava bisa lanjut tidur lagi” Hava memasuki mobil di depannya.

Sepanjang jalan gadis itu terus saja tertidur lelap. Suara dengkurannya terdengar jelas di telinga Adriel. “Badan kecil-kecil gini, tapi mendengkur?” tawa Adriel seketika.

“Sudah sampai” Adriel mencoba membangunkan Hava setelah mereka berada di sebuah gereja kecil.

Adriel memang sengaja mencari gereja kecil yang jauh dari keramaian sekaligus perkotaan. “Ilermu cukup banyak juga ya” Adriel.

“Masa?” Hava berusaha membersihkan wajahnya.

“Lupakan ilermu! Ayo kita masuk!” menarik tangan Hava memasuki rumah ibadat tersebut. Gereja tempat Shine dan Cashel jauh berbeda dengan tempat tersebut sekalipun persamaannya adalah berada di luar kota. Gereja ini jauh lebih kecil lagi.

“Apa kau siap?” Adriel melemparkan pertanyaan.

“Siap apa?” Hava.

“Berpuasa selama 2 hari di sini” Adriel.

Hava diam sesaat mendengar kalimat tersebut. “Hava siap” ucapannya seketika.

“Acara buka puasa sebentar, kita Cuma makan ini” Adriel memperlihatkan bungkusan roti dan cemilan.

“Inima kebanyakan kakak” Hava.

“Kalau begitu, cepat masuk!” perintah Adriel.

Mereka berdua menghabiskan waktu sepanjang hari hanya dengan berdoa. “Tuhan, beri kekuatan kemampuan buat gadis di sampingku menghadapi permainan sahabat dan para bosku nantinya” suara hati Adriel terus saja bergema di dalam sana.

“Saya tidak ingin gadis lain sejak pertama kali dia berusaha menjadi sahabat buatku” isi doanya kembali.

“Kabulkan doaku, Tuhan” dia terus saja menutup matanya.

Hava sendiri tetap menutup matanya sepanjang hari tanpa membuka sekalipun. Tetap setia menemani pria di sampingnya untuk berpuasa. Jodoh yang asalnya dari Tuhan tidak mungkin salah.

Sementara itu, di tempat lain Ha sibuk menunggu Hope seharian. “Maaf terlambat memberi pesan” tubuh Hope berkeringat hingga membuat seluruh pakaiannya basah karena berlari.

“Ibu guru Hope berlari?” Ha.

“Tahu dari mana saya disini?” Ha melemparkan pertanyaan lain.

“Hanya tahu saja” Hope masih berusaha mengatur napasnya.

“Saya pikir ibu guru Hope tidak akan mungkin datang” Ha.

“Muridku hari ini ada ujian, jadi tidak mungkin buat saya absen” Hope.

“Setidaknya ibu Hope tetap datang” Ha tersenyum.

“Bagaimana kalau kita berdua jalan sekarang”  Hope.

“Kemana?” Ha.

“Kemana saja” Hope.

“Ice cream di toko itu kelihatannya enak, mau coba?” Ha menunjuk sebuah toko.

“Kita kesana” segera Hope berlari memasuki toko tersebut.

“Tuhan, apa saya siap seperti ucapanku kemarin?” gerutu Ha dalam hati.

“Saya belum tahu namamu” Hope.

“What?” Ha.

“Saya hanya mengenal namamu sebagai ibu guru Embun Strobery” Hope.

“Namaku Joachim” Ha masih memakai nama ketika dirinya berperan sebagai F4 abal-abal kemarin.

“Saya ingin mengajakmu ke suatu tempat” Hope.

“Kemana?” Ha.

“Nanti kau akan tahu dimana” Hope.

Akhir cerita adalah mereka berpetualang memakai mobil milik Hope. Wanita ini cukup mahir mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. “Kita sudah sampai, turunlah!” Hope.

Ha tidak pernah pernah menyangka akan bertemu dengan sahabatnya sendiri. Berada jauh dari kota dan keramaian buat seorang Ha cukup memberi penghiburan. “Kenapa dia disini?” berkata-kata dalam hati.

Pertemuan yang tidak diharapkan sedang terjadi. Adriel dan Hava terus saja menutup matanya tanpa memperdulikan pengunjung yang masuk ke gereja tersebut. “Sudah sore, waktunya berbuka” Adriel membuka 2 bola matanya.

“Sejak kapan kalian berada disini?” Hava terkejut melihat 2 orang di belakangnya.

“Sejam yang lalu” Hope.

“Kebetulan” Ha tersenyum kecut.

“Kita makan di luar saja” seolah Adriel tidak memperdulikan kehadiran sahabatnya.

“Sepertinya kita perlu mengajak mereka berdua” Hava.

“Kami berdua jelas mau ikutlah” Hope segera beranjak dari kursinya.

Proses yang akan dihadapi Hava tidak semudah yang dibayangkan hingga membuat Adriel terus saja bergumul hebat dalam doa dan puasanya. “Pelan-pelan kalau makan” Adriel menegur Hava.

“Kakak, makan banyak, masalahnya besok puasanya masih berlanjut” ucapan Hava membuat Adriel tersedak seketika.

Ha menatap serius ke arah sahabatnya. “Puasa?” Ha mulai berbicara.

“Jangan seorangpun tahu kalau dirimu sedang merendahkan hati di hadapan Tuhan” tegur Adriel.

“Hava keceplosan” Hava.

“Romeo and Juliet pakai banget” Hope.

“Hava ga pacaran ma kakak Debu, gimana mau dibilang Romeo and Juliet?” Hava.

“Lupakan ucapanku!” Hope.

“Sepertinya kita juga harus menginap seharian disini” Ha.

“Kenapa?” Hope.

“Temani saya berdoa sama seperti mereka” Ha.

“Terserah” Hope menjawab.

Adriel segera mengambil selimut dan bantal dalam mobil. “Kau benar-benar takut” bisik Ha di telinga Adriel.

Ha berjalan mengikuti Adriel diam-diam di belakang tanpa sepengetahuan mereka. “Hentikan kegilaanmu” Adriel.

“Pertama kali sekaligus menjadi sejarah buat markas” Ha.

“Kau sendiri, kenapa disini?” Adriel.

“Hope membawaku kemari” Ha.

“Setidaknya gunakan lututmu untuk berdoa malam ini dan esok buatnya” Adriel.

“Kenapa?” Ha.

“Skenario yang mereka jalankan tidak main-main berada di level menakutkan, mujizat kalau 2 gadis ini lulus” Adriel.

“Seluruh bos turun tangan untuk mengambil peran” bisik Adriel.

“Kau takut dia tidak lulus?” Ha.

 “Saya tidak ingin gadis lain, karena itu ruang hatiku akan terus berdoa buatnya” Adriel.

“Dasar bucin” Ha meledek.

“Kau pikir saya tidak sadar” Adriel.

“Sadar apa?” Ha.

“Di dalam sana ketakutanmu jauh lebih kuat bermain” Adriel.

“Jangan bicara asal” Ha.

“Kenyataan” Adriel.

“Kalian seperti ngobrol serius” Hava tiba-tiba herada di belakang mereka berdua. Beruntung saja percakan tersebut tidak didengar olehnya hingga menimbulkan pertanyaan.

“Sudah malam, kita tidur di dalam gereja saja” Adriel segera membawa Hava pergi meninggalkan Ha.

Mereka semua menikmati malam dalam sebuah gereja kecil. “Kalian berdua tidur di kursi panjang sebelah sana, sedang kami disini” Adriel mendorong tubuh Hava menuju sebuah kursi.

“Lusa kita akan bertarung hebat” bisik Ha ke telinga Adriel.

“Kalian berdua tidur saja, jangan keluar lagi!” Adriel memberi perintah terhadap 2 gadis tersebut.

“Kalian mau kemana?” Hope.

“Mencari sesuatu yang bisa dimakan esok hari” Adriel.

Adriel dan Ha duduk merenung di bawah sinar rembulan, sedang 2 gadis tadi sibuk di alam mimpinya. “Seandainya dia tidak tersenyum ke arahku waktu itu, mungkin saya tidak akan pernah memperjuangkan dirinya” tarikan napas Adriel terdengar.

“Kita berdua terlihat kuat, pada hal sebenarnya ketakutan pakai banget” Ha.

“Pencaharian jodoh paling menakutkan” Adriel.

“Tidak mendapat restu keluarga tidak masalah, yang jadi masalah kalau pihak organisasi dan bos besar ga memberi restu” Ha.

“Saya sebenarnya bisa-bisa gila” Adriel.

“Ka’Arauna sedikit lagi berada di tengah kita” Ha.

“Saya siap mental” Adriel.

“Mari kita berdoa bersama-sama” Ha.

 

 

Bagia 14

 

ARAUNA..

 

Hidup itu seumpama rumput, bertumbuh, kemudian menjadi kering. Apa rumput memiliki mahkota? Rumput tidak akan dapat bertahan hidup. Rumput menjadi kering dan layu. Hidupnya terlalu singkat.

Sepertinya saya butuh dukungan doa dari banyak orang terlebih dari para pendeta. Kalian tidak harus mendoakan biar hidupku mendapat popularitas tinggi, makin terkenal, kaya, memiliki banyak pengaruh. Kalaupun Tuhan memberi, silahkan! Kalaupun tidak, ya terserah tentang objek-objek tadi. Saya hanya butuh dukungan doa, dimana dua kakiku tidak pernah terantuk hingga terjatuh dalam jurang paling gelap.

Saya bukan manusia paling suci, hanya saja kehidupanku ingin tetap berada pada jalur Sang pencipta. Tidak berarti saya ingin mencari perhatian publik dengan ucapan seperti ini. Saya masih terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh sehingga bisa saja dengan begitu mudahnya hidupku akan jatuh tergelincir tanpa ampun. Banyak orang yang akan menjadi korban kelak, andaikan Tuhan benar-benar membawaku ke jalur tidak terduga. Biarlah hidupku tetap memahami makna takut akan Tuhan dengan sangat gentar.

“Tuhan, berikan saya roh kerendahan hati sekalipun Engkau membawaku ke puncak paling tinggi sampai nafasku habis lenyap” isi doaku tiap saat.

“Jangan sampai saya mencuri kemuliaanMU setitikpun, sehingga banyak orang akan menjadi korban karena kesalahanku”...

Ribuan orang meninggal karena terkena tulah akibat kesombongan seorang raja. Sekali lagi saya tidak butuh kalian mendoakan hidupku tentang hal-hal bersifat popularitas, harta, dan tahta. Cukup doakan kisahku agar tetap hidup takut akan Tuhan untuk selamanya.

Dia mengubah saat dan waktu, Dia memecat raja dan mengangkat raja, Dia memberi hikmat kepada orang bijaksana dan pengetahuan kepada orang yang berpengertian;

Dialah yang menyingkapkan hal-hal yang tidak terduga dan yang tersembunyi, Dia tahu apa yang ada di dalam gelap, dan terang ada pada-Nya.

Ketika hidup tidak lagi mengerti atau seolah cuek tentang arti kata merendahkam hati, maka semuanya akan terlihat mengerikan. Saya teringat kisah salah seorang raja paling berpengaruh. Dalam sebuah kitab suci dijelaskan bagaimana dirinya tidak mengakui Tuhan sebagai pemilik tahta tertinggi hingga menjadikan dirinya tinggal diantara binatang-binatang di padang.

Engkau akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggalmu akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepadamu akan diberikan makanan rumput seperti kepada lembu; dan demikianlah akan berlaku atasmu sampai tujuh masa berlalu, hingga engkau mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!"

Pada saat itu juga terlaksanalah perkataan itu atas Nebukadnezar, dan ia dihalau dari antara manusia dan makan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah oleh embun dari langit, sampai rambutnya menjadi panjang seperti bulu burung rajawali dan kukunya seperti kuku burung.

Tetapi setelah lewat waktu yang ditentukan, aku, Nebukadnezar, menengadah ke langit, dan akal budiku kembali lagi kepadaku. Lalu aku memuji Yang Mahatinggi dan membesarkan dan memuliakan Yang Hidup kekal itu, karena kekuasaan-Nya ialah kekuasaan yang kekal dan kerajaan-Nya turun-temurun.

Semua penduduk bumi dianggap remeh; Ia berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi; dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak tangan-Nya dengan berkata kepada-Nya: "Apa yang Kau buat?"

Pada waktu akal budiku kembali kepadaku, kembalilah juga kepadaku kebesaran dan kemuliaanku untuk kemasyhuran kerajaanku. Para menteriku dan para pembesarku menjemput aku lagi; aku dikembalikan kepada kerajaanku, bahkan kemuliaan yang lebih besar dari dahulu diberikan kepadaku.

Jadi sekarang aku, Nebukadnezar, memuji, meninggikan dan memuliakan Raja Sorga, yang segala perbuatan-Nya adalah benar dan jalan-jalan-Nya adalah adil, dan yang sanggup merendahkan mereka yang berlaku congkak.

“Apa yang akan terjadi dengan kisahku?”

“Entahlah”...

Hal yang sedang kujalani jauh berbeda dengan kehidupan orang banyak di luar sana. Sejauh ini, saya masih hidup dalam pergumulan paling berat. Terkadang saya harus diam seribu bahasa tanpa berkutik sama sekali.

“Sudah sampai dimana?” melemparkan pertanyaan terhadap Jora salah satu personil yang masih tetap berada di markas.

“Saya masih kesulitan mencari salah alat penunjang” Jora.

“Memang butuh waktu” kalimatku mencoba mengamati pekerjaannya.

“Alat pendeteksi virus bakteri” membaca sebuah tulisan.

Sebuah kotak yang akan dipasang di tiap gedung terlebih khusus rumah sakit untuk mendeteksi virus bakteri pada tubuh seseorang. Alat ini akan dipasang pada pintu masuk gedung selain pengadaan termogram suhu. Cukup berada dalam kotak tersebut, maka virus akan terbaca dalam hitungan detik. Belajar dari virus corona kemarin hingga memakan banyak korban. Pandemi seperti ini bisa saja akan terulang ke depan, namun dengan jenis virus lain yang jauh lebih ganas. Entah karena virus tersebut berasal dari hewan, makanan, permainan manusia, ataukah jebakan penguasa gelap anggota pengikut satan sendiri.

Alat ini dirakit untuk membaca jenis bakteri virus yang sudah ada maupun belum pernah ada. “Apa pun yang terjadi kau harus bisa merakit alat ini” berbicara terhadap Jora.

Salah satu lampu akan menyala tergantung golongan virus tersebut. “Alat ini harus bisa membaca jenis bakteri virus apa pun yang melekat di sekitar rambut, kulit, pakaian, ataukah aksesoris seseorang” ungkapku.

Sebuah alat penyemprotan akan dilakukan untuk mematikan virus tersebut langsung terpasang pada kotak tadi. Namun, seandainya jenis bakteri virus baru ataukah cukup menakutkan maka akan memberi alarm tersendiri sebagai tanda peringatan. Sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lanjut terhadap si’pembawa bakteri virus tersebut.

“Perakitan alat seperti ini memang butuh waktu, tetapi tidak ada yang mustahil bagi Tuhan” ujarku kembali terhadapnya.

“Pasti bisa” Jora memasang wajah senyumnya. Salah satu personil dengan karakter paling tenang, namun mematikan. Dia salah satu kebanggaan markas.

“Avram, bagaimana jenis alat yang kau ceritakan?” memasuki ruang di sebelahnya.

“Cukup berproses” Avram.

“Sebuah alat untuk membantu orang banyak agar tidak tersesat” berkata-kata sambil mengamati sesuatu yang sedang dilakukannya.

“Alat ini dapat digunakan di gedung pemerintahan, rumah sakit, perumahan, hotel, dan lain sebagainya” Avram.

Betul juga ucapannya. Alat ini sama seperti kotak lift. Sistem kerjanyasedimit berbeda. Salah satu contoh, satu rumah sakit besar terkadang membuat seseorang kesulitan mencari ruang rawat ketika membesuk. Seseorang dapat meminta kartu scan dengan memberi nama pasien yang lengkap pada pihak resepsionis. Setelahnya, maka pihak resepsionis rumah sakit tinggal memainkan sekaligus menyimpan alamat ruang pasien di sebuah kartu sama seperti kartu pembuka kunci di hotel.  Tinggal memindai kartu tersebut yang sudah diprogram sebelumnya, maka pintu lift akan terbuka dan langsung mengantar ke ruang pasien yang sedang dirawat. Tidak perlu menekan lift lantai sekian, berjalan kaki, dan lain sebagainya. Andaikan tim besuk berjumlah 5 orang, maka tinggal mengetik sesuai dengan jumlah pada tersebut untuk memindai. Begitu pun tim jaga bagi pasien rawat nginap harus memakai kartu seperti ini.

Di perumahan pun dapat digunakan. Sebagai contoh, sebuah perumahan dengan banyaknya blok A-Z bahkan berliku-liku hingga membuat seseorang tersesat. Pemakaian google maps memang dapat dilakukan, namun terkadang aplikasi tersebut membawa ke jalan tidak masuk akal. Tinggal memberitahu pihak security pada pos perumahan nama, alamat blok, dan nomor rumahnya. Pihak security akan menulis nama dan alamat seseorang yang tinggal di perumahan tersebut, kemudian memaaukkan dalam kartu. Singkat cerita, tinggal memindai memakai kartu tersebut pada kotak lift transportasi yang terpasang. Kotak lift tersebut akan langsung membawa ke alamat tujuan. Parkiran kendaraan jelas berada di pos security tadi. Setelah pulang dari rumah yang dituju, kartu dapat dikembalikan. Alamat bisa diganti yang baru memakai kartu tadi sama seperti di hotel, hanya saja sistem kerjanya berbeda.

Di gedung pemerintahan sendiri dapat digunakan sekaligus sebagai absen masuk. Terkadang gedung pemerintahan memiliki banyak gedung sehingga seseorang terkadang kesulitan. Tinggal memasukkan nama, nama gedung, ruangan, dan absensi dalam satu kartu. Singkat cerita, seseorang hanya memindai memakai kartu tersebut, kemudian sebuah kotak akan langsung membawa ke ruangannya. Absensi masukpun langsung terprogram otomatis.

“Kalau transportasi terbaru sudah jadi terlebih khusus transportasi khusus medis, tentu pertukaran dokter dapat dilakukan antar provinsi” ujarku.

“Tepat sekali ucapan ka’Arauna” Avram.

“Jalur rel tetap memakai jalur umum, hanya saja kotak sebagai transportasinya yang beda dan dibuat khusus bagi para medis” sedikit menjabarkan.

“Jenis transportasi memakai kecepatan tinggi” Avram.

Hubungannya dengan dunia medis dimana? Jenis tranaportasi ini digunakan sebagai penanganan darurat pertama bagi pasien, entah karena melahirkan, kecelakaan, jantung, dan lain sebagainya. Sementara bagi para dokter sendiri, dimana pihak rumah sakit di sebuah provinsi A membutuhkan dokter spesialis jantung dari provinsi F, maka alat transportasi ini akan sangat membantu. Pihak rumah sakit tersebut tinggal mengetik nama jenis penanganan kasus tertentu, alamat, dan beberapa data yang dibutuhkan, kemudian memasuklan kode sandi, maka akan langsung terprogram otomatis pada kartu scan khusus yang dipegang oleh dokter tersebut sekalipun antar peovinsi.

Pihak rumah sakit di provinsi A yang akan memberikan akses masuk. Kartu scan yang dipegang oleh dokter di provinsi F tersebut dapat langsung digunakan. Sang dokter dapat langsung memindai memakai kartu tersebut pada kotak transportasi khusus medis di rumah sakit tempat dia bekerja atau halte terdekat. Kotak transportasi tadi akan langsung mengantar menuju rumah sakit provinsi A bahkan masuk ke ruang tertentu untuk segera melakukan tindakan bedah.

Rumah sakit pun tidak perlu melakukan sistem rujuk ke provinsi lain. Intinya Kelengkapan alat memang memadai di rumah sakit tersebut. Sang dokter tidak perlu membeli tiket pesawat dan lain sebagainya.

“Kalau beginikan dokter dapat lebih mudah dong berkompetisi” Avram.

“Betul katamu, kalau boleh jujur, saya sangat senang melihat para dokter berkompetisi” tawaku meledak seketika.

“Masa Cuma dokter? Perawat dan bidan gimana?” Avram.

“Kalau golongan yang lain sih bagusnya jadi penonton saja, ga usah masuk keles” jawaban menohok.

“Cukup dokter saja yang berkompetisi, golongan nakes lain cocoknya jadi penonton saja menurutku” melanjutkan ucapanku lagi.

“Terserah ka’Arauna saja” Avram.

Buat kalian para dokter yang ada di negara tercinta, saya Cuma ingin menyampaikan sesuatu hal. Semangat buat acara kompetisi antara dokter. Saya akan menjadi penonton setia buat kalian para dokter yang lagi berkompetisi. Wahai para dokter, hidup itu tidak seru tanpa kompetisi di antara kalian.

“Btw, bagaimana kisah percintaanmu sekarang?” melemparkan pertanyaan lain.

“Intinya seperti nano-nano” Avram.

“Apa lebih mengenaskan dibanding Adriel?”

“Ga juga” Avram.

“Sepertinya cerita cinta para personil rasanya lumayan nano-nano pakai banget” menggoda dirinya.

“Kakak sendiri gimana?” Avram.

“Jangan ditanya lagi, ngeri-ngeri sedap” balasku.

“Kudengar, kakak bakalan jadi salah satu pemeran terpenting dari kisah Adriel” Avram.

“Tidak juga” menjawabnya.

“Artinya Cuma pemeran figuran doang?” Avram.

“Yes” menjawab tegas.

“Besok saya akan berangkat ke tempat mereka semua dan membuat masalah” berbicara lagi.

“Kakak benar-benar kacau” Avram.

“Saya juga pasti penasaran ma pilihanmu, sedikit lagi pria tua itu akan mempermainkan kisahmu, Jora, dan beberapa personil lainnya” berujar terhadapnya.

“Sampaikan salamku ma pria tua kalau kakak bertemu dirnya” Avram.

“Dengan senang hati” ucapanku.

Saya harus berada di pesawat selama beberapa jam lamanya untuk sampai ke tempat para manusia tengil itu keeokan harinya. Brayn juga ka’Dhavy menjemput di bandara. “Met datang kakak” sapa Brayn.

“Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menguji 2 gadis itu?” langsung melemparkan pertanyaan.

 

 

Bagian 15

 

HABAKUK...

 

“Tergantung situasi” terdengar suara Brayn di luar kamar

“Kita sudah membagi 2 tim” ka’Dhavy.

“Terserah kalian, saya hanya mengikut saja” ka’Arauna membalas ucapan ka’Dhavy.

Betul ucapan Adriel kalau ujian kali ini sepertinya sangat menakutkan. Feivel sudah menjalankan aksinya berusaha mencari perhatian orang tua Hope. Di sisi lain pria tua akan tinggal bersama denganku. Apa yang sedang kupikirkan?

 

FLASHBACK

Dialog percakapan antara saya dan Adriel menyadarkan pikiranku kembali. “Coba ingat kembali wajah Brayn hingga membuatnya mati ketakutan” Adriel.

“Dia selalu terlihat tidak memiliki kehidupan, hanya saja kita semua tetap berpura-pura tidak tahu”...

“Sekarang saya berada di posisi yang sama seperti dirinya kemarin” Adriel.

“Saya juga”...

“Jangan kelewat bicara, ntar mereka berdua menguping, masalahnya bisa lebih berat lagi” Adriel segera berdiri untuk kembali masuk ke gereja.

Merenung sepanjang malam hingga membuatku terus bergumul sama seperti dirinya. “Apa kau butuh dekapan?” Hope terbangun dari tidur lelapnya dalam gereja kecil ini.

“Tuhan, dekap hidup pria didepanku dan jangan biarkan dia bergumul seorang diri” ucapan Hope.

Hope tidak pernah tabu kalau saya sedang bergumul tentang dirinya. “Tetaplah bijak tekanan apa pun yang sedang ingin menghancurkan hidupmu” ucapanku tiba-tiba.

 

FLASHBACK...

“Ha, jangan berpura-pura tidur” teriakan ka’Arauna mengetuk pintu kamar.

“Galau tingkat dewa” Brayn.

“Kau akan tetap memakai apartemen sebelumnya, sedang kami semua tetap berada disini” ka’Arauna berbicara setelah pintu terbuka.

“Semangat, saya juga pernah ada di posisimu” Brayn menepuk bahuku.

“Santai saja kawan” Adriel seolah tidak memiliki masalah bahkan terlihat sangat fresh.

“Adriel, apa itu dirimu?” ka’Arauna.

“Kakak, jangan becanda, tentu saja ini saya” Adriel.

“Kau seperti berbeda dari yang lain” ka’Arauna.

“Kakak dan Brayn akan berperan sebagai suami istri yang sering bertengkar artinya pernikahan saat ini sedang berada di ujung tanduk” Adriel.

“Kau terlihat biasa saja?” ka’Arauna membelalak.

“Ha, hadapi masalahmu tanpa perlu memikirkan lulus atau tidaknya dia” Adriel merangkul tubuhku kuat-kuat.

Semenjak kepulangan kami dari gereja kemarin, Adriel seolah melupakan semua masalahnya. “Nara kemana?” ka’Arauna.

“Sedang mempersiapkan diri untuk menjadi wanita antagonis kedua kalinya” Adriel menjawab pertanyaan tersebut tanpa merisaukan apa yang akan terjadi ke depan.

“Shine?” ka’Arauna.

“Sama seperti sahabatnya sedang mempersiapkan diri menjadi tokoh antagonis paling mematikan” Adriel.

Kualitas akting Shine tidak perlu diragukan lagi. Gadis centil itu benar-benar mendalami perannya. Saya harus siap ketika sosok Shine memainkan aktingnya esok hari.

Pria tua dan saya tinggal dalam satu apartement. “Panggil saya ayah bukan pria tua, ngerti?” pria tua menekankan sekali lagi.

“Saya lebih suka memanggilmu daddy” ujarku membalas ucapannya.

“Terdengar kebule-bulean, boleh juga” pria tua.

“Tunggu, panggil daddy? Tapi ga ada uangnya alias miskin, gimana cerita?” pria tua menyadari sesuatu.

“Memang kenapa?”

“Daddy itu panggilan khusus buat orang-orang kaya, malu-maluin saja” pria tua.

“Ga masalah kan daddy kere” sibuk membalas ocehannya.

“Kalau di kampungku kau sudah jadi bahan tertawaan, sok-sok’an panggil daddy baru Cuma kerja kuli bukan pengusaha” pria tua.

“Kita itu tidak sedang tinggal di kampung tuan Ahaziah, ngerti?” masih tidak mau mengalah.

“Terserah” pria tua.

“Btw, persiapkan dirimu! Shine si’gadis centil aktingnya ga perlu diragukan” pria tua mencoba mengingatkan kembali.

“Saya juga sudah siap sejak kemarin keles” membalas ocehannya.

Saya harus bisa mengikuti jejak Adriel, tidak akan pernah memperlihatkan wajah lemas ataukah ketakutan apa pun yang terjadi. Pola pikirku harus berubah tentang banyak hal nantinya. Ha, apa pun yang terjadi tetap jalani hidup? Jangan pernah mati karena cinta!

Sejauh cerita yang kudengar, dimana Feivel sukses merebut hati orang tua Hope. Hal lebih kacau lagi adalah pertemuan yang harus terjadi antara Gie tunangan Joachim dan Hope di suatu tempat. “Apa kita bisa bertemu?” Hope mengirim pesan.

“Tentu saja” membalas pesannya.

“Dimana?” pesan Hope.

“Restoran tempat biasa” membalas lagi pesannya.

Memberi sinyal terhadap pria tua dan Shine untuk segera menuju ke restoran. Saya bukan manusia lemah yang harus takut kegagalan. Andaikan dia tidak lulus, artinya hidupku masih belum berakhir bahkan saya harus menjalani banyak hal tetap dengan senyuman.

“Kau terlihat tampan memakai pakaian seperti ini” Hope memberi pujian.

“Biasa saja” berujar terhadapnya.

Kami berdua menikmati makan siang bersama. “Apa kau betah bekerja di tempat baru?” Hope melemparkan pertanyaan.

“Cukup betah” menjawabnya.

“Joachim” sesuai prediksi Shine akan muncul di tengah percakapan kami.

“Dia siapa?” akting Shine memang paling mematikan. Pemenang oscar tebaik sebagai artis pendatang baru.

“Kenalkan dia Hope” berbicara.

“Gie, tunangan Chim” Shine.

“Chim?” Hope sedikit bingung.

“Nama panggilan pria di depanmu sejak kecil” Shine mencoba memperjelas.

“Kau punya tunangan?” Hope hampir-hampir tidak percaya pemandangan di depannya.

“Apa itu mengganggumu?”

“Tentu saja tidak sama sekali” suara Hope terdengar serak.

Hubungan di antara saya dan Hope memang tanpa status sama sekali hanya sebatas teman. “Chim, jangan katakan kau selingkuh” pria tua tiba-tiba saja hadir di tengah-tengah setelah Shine.

“Daddy” saya memakai bahasa seperti ini suka ataupun tidak.

“Daddy?” Hope.

“Chim, kuharap kau tidak bermain api” pria tua.

“Maaf, sepertinya saya harus pulang” Hope segera mengambil tasnya.

“Chim, sejak tadi kami menunggumu, tapi kau malah duduk manis makan bersama wanita lain?” pria tua sengaja memperbesar volume suaranya.

Hope berusaha pergi tanpa berbalik lagi. Dia tidak akan pernah tahu kalau semua ini hanya jebakan permainan belaka. Di rumahnya siap menanti sebuah kejutan. Orang tuanya menyuruh dia pulang ke rumah.

Bagaimana saya bisa melihat pertunjukan di rumahnya? Feivel memang sengaja memasang kamera tanpa sepengetahuan si’pemilik rumah. Seluruh sahabatku berkumpul di apartemen.

Sebuah layar terpampang di ruang tengah. Pada layar tersebut, Feivel duduk manis sambil tersenyum pada soda mewah di ruang ukuran besar. Tidak dapat disangkal bahwa Hope berasal dari keluarga konglomerat. Anehnya, kenapa memilih menjadi guru?

“Saya tidak mengerti” Hope bingung melihat kumpulan keluarga besarnya. Bisa dikatakan Feivel memang memiliki otak jenius hingga dapat menembus tembok keluarga tersebut.

Semua berkumpul menatap ke arahnya. Seperti biasa seorang Hope berusaha untuk tetap terlihat tenang tanpa terpancing sama sekali. “Kenalkan, Kenzie calon pasangan hidup maksudku suami masa depanmu” sang ayah berbicara sangat.

“Lantas?” Hope.

“Setidaknya kalian kenalan” sang ayah.

“Kenzie” Feivel menyodorkan tangannya.

“Hope” kalimat gadis tersebut.

Ayahnya memiliki peranan terpenting atas apa pun yang ada di rumah itu termasuk keluarga besarnya. Raut wajah sang ayah memang terkesan keras, menakutkan, menyeramkan, mengerikan, bersama ekor-ekornya di belakang. “Bulu kudukku merinding menatap wajah ayahnya” Shine terlihat serius.

“Permasalahan disini cukup ganas karena apa pun itu ayahnya akan selalu berperan” ka’Arauna.

“Jangan sampai kita semua jadi korban karena karakter ayahnya” Nara.

“Pergumulan terbesar Ha” Adriel.

“Kau sendiri bagaimana?” balik menyerang Adriel.

“Saya yakin dia bisa menghadapinya, hanya saja semua butuh waktu” Adriel.

“Kisahmu jauh lebih rumit dibanding mereka semua” pria tua.

“Kenapa?” pertanyaan terhadap mereka.

“Ayahnya bukan orang sembarang, sementara pola pikirnya yang kental tentang beberapa hal sedikit rumit” pria tua.

Apa saya harus melepaskan dia? Kenapa juga Tuhan membuat dia mengenal identitas asliku sebagai laki-laki? Kenapa Tuhan memakai dia untuk menyuruhku lepas dari dunia LGBTQ?

Saya mengerti maksud ucapan mereka semua tentang dampak ke depan. Terkadang kehidupan konglomerat dengan pola pikir tertentu menciptakan jerat tidak terkendali pada satu sisi tanpa sadar. Keegoisan sekaligus keangkuhan hidup sedang bersembunyi sangat halus di tempat-tempat paling menakutkan.

“Tuhan, apa yang harus kulakukan?” menarik napas dalam sambil merenung seorang diri dalam kamar.

Saya sendiri terjebak akan banyaknya hal di luar sana. Kejadian selanjutnya yang sedang terjadi adalah mengirim berita mengenai hubungan antara Hope dan salah satu guru waria berjalan ke seluruh anggota keluarga besarnya. Tidak hanya sampai disitu, orang terdekat bahkan pihak sekolahpun mengetahui hal tersebut.

Feivel masih tetap memainkan perannya sebagai calon pendamping hidup Hope. Apa dia menanggapi berita perjodohan ini? Entahlah. Peristiwa paling membuatnya terguncang yaitu dimana pria tua berulang kali melabrak dirinya. Seolah Hope merupakan orang ketiga antara Chim dan Gie.

“Jangan sekali-sekali merusak hubungan anak saya!” makian pria tua di tempat umum.

“Gie jauh lebih cantik, ngerti?” teriak pria tua di tempat lainnya.

Di luar nalar, seorang Shine menangis histeris hingga menjadi pusat perhatian orang banyak. “Hidupku hancur karena kehadiran dirimu” Shine menangis histeris di hadapan Hope.

Sejak kapan gadis tengil itu pandai akting nangis histeris? Semua orang menyerang Hope sebagai perusak hubungan. “Ternyata guru bisa juga jadi pelakor” cibiran salah satu netisen setelah beritanya menjadi bahan utama medsos.

“Guru tergalak memang manusia paling munafik yang pernah ada” ujaran kebencian.

Apa dia menjatuhkan air mata? Jawabannya tidak sama sekali. “Kau wanita paling licik yang pernah saya temui” pria tua kembali melabrak dirinya di depan umum.

Hal lebih mengerikan, bahwa orang tuanya sengaja dipancing agar melihat dengan jelas sesuatu objek tentang anak semata wayang mereka. “Daddy, hentikan kelakuanmu!” masuk ke tengah...

“Apa kau tidak kasihan melihat Gie?” makian pria tua makin histeris.

“Dia pelakor sejati” teriakan pria tua seolah makin mengamuk.

“Kau bilang apa ma anak saya?” emosional ayah Hope terpancing.

Pria tua terkena pukulan dari sang ayah. Pertama kalinya saya melihat tuan Ahaziah totalitas ketika mendalami sebuah peran. “Kurang ajar” teriak pria tua seketika.

“Rasakan ini” pria tua balik memukul lebih keras ayah Hope.

Terjadi pertengkaran sekaligus perkelahian sengit antara 2 pria tua. Feivel dan saya berusaha melerai mereka berdua. Saya bisa gila menyaksikan perkelahian tadi.

“Anak saya tidak pernah menjadi pelakor” teriakan sang ayah.

“Satu lagi, anakmu itu banci kaleng” makian sang ayah kembali.

Terkadang tekanan tidak berasal dari pihak luar, melainkan keluarga sendiri. Para bos besar sengaja mengambil resiko peran semacam ini dikarenakan ingin mencari seberapa kuat dirinya ditengah tekanan keluarga. Apa dia bijak ketika 2 keluarga saling hujat menghujat?

Seberapa besar dia bertahan untuk mencoba mengambil sisi bijak ketika semua yang terlihat hanya bercerita tentang kekecewaan? Dunia konglomerat memiliki sisi angkuh di tempatnya sendiri, apa dia bisa bersikap tanpa terpengaruh pemikiran sang ayah? Bagaimana responnya terhadap penghakiman seluruh anggota keluarga?

Kami semua sedang menonton bagaimana Hope duduk di tengah-tengah keluarganya. Feivel memang sengaja memasang kamera diam-diam di sebuah ruang terbesar dari rumah konglomerat satu ini. Seluruh keluarga dimulai dari sang ayah, ibu, paman, bibi, kakek, nenek, sepupu, dan anggota keluarga lain berkumpul untuk menjadi hakim bagi Hope sendiri. Layar di depan mengatakan tentang raut wajah Hope saat ini.

“Mereka memang bukan konglomerat sembarangan” pria tua mengangkat bicara.

“Seluruh anggota keluarganya bisa dikatakan memiliki kekayaan fantastis di masing-masing bidangnya” ka’Dhavy.

Saya mengerti jelas kesimpulan ucapan mereka. Area yang akan kami jalani terkesan berkelok-kelok, jurang, licin, pendakian, dan lain sebagainya. Jangan karena menganggap diri memiliki kekayaan luar biasa sehingga memainkan halus peranannya untuk memanfaatkan situasi Hope.

Tiap pengusaha tentu memiliki sistem bagi perkembangan bisnisnya. Secara otomatis, terkadang beberapa dari kelompok ini memakai ataukah memanfaatkan tokoh penting tanpa memikirkan dampak negatif yang akan terjadi. Keegoisan, keserakahan, keangkuhan, kelicikan merupakan hal biasa bahkan menjadi ciri khas tanpa sadar bagi beberapa kalangan konglomerat. Masyarakat kecil terlebih kaum lemah bisa saja menjadi korban buas dari kelompok tersebut.

“Dimana harga dirimu?” salah satu pamannya berteriak memaki.

“Jangan mencoba bermain” teriak paman lainnya.

“Hope, apa kau sadar derajat juga martabat keluarga?” sang kakek berkata-kata.

“Ibunya terlalu mengikuti kemauannya bekerja sebagai guru sampai-sampai mempermalukan keluarga seperti ini” sang ayah terlihat geram.

“Kau pewaris bisnis raksasa di keluarga, lantas, kenapa pikiranmu sempit?” sang kakek.

“Menyukai laki-laki dengan masa lalu menjijikkan” pamannya seolah merendahkan.

“Pernah menjadi wanita? Apa kau tidak malu?” sang ayah.

Seribu satu kata penghakiman terus saja dilempar ke arahnya. Apa dia berteriak? Menangis? Berusaha membela diri? Jawabannya adalah dirinya tetap menjadi pendengar setia bahkan diam seribu bahasa.

Sang ayah mengurungnya dalam kamar dan tidak diperbolehkan keluar. Hope harus berhadapan dengan 2 keluarga di sekelilingnya. Dia dituntut untuk segera bertunangan sesuai pilihan keluarga.

“Kau membuat Feivel dalam masalah” ka’Dhavy.

“Saya yakin dia bisa menyelesaikan masalahnya” kalimatku seketika.

“Siapa yang kau maksud?” Shine.

“Entahlah, mungkin Feivel atau Hope” pria tua.

Feivel masih berada di tengah mereka. Rasanya jauh lebih menakutkan melebihi pemikiranku. Saya tidak pernah mengerti maksud Tuhan hingga membuatku mengenal dirinya. Saya ingin berteriak sskeras mungkin, hanya saja sesuatu menahannya.

“Dia jauh lebih kuat” Adriel tiba-tiba saja masuk ke kamar.

“Jangan terlalu mengkhawatirkan dirinya” Shine. Si’gadis tengil memberiku sebuah kekuatan setelah akting tangis histerisnya hingga membuat Hope makin menjadi pusat perhatian orang banyak.

“Biarkan dia sendirian di kamar!” ka’Arauna mengusir mereka berdua.

“Apa yang ka’Arauna pikirkan?” melemparkan pertanyaan setelah semua keluar dari kamar.

“Apa kau ingin saya berada di sini?” ka’Arauna.

“Entahlah, tapi sepertinya saya sedikit membutuhkan pencerahan” jawabanku.

“Dunia konglomerat memiliki satu tembok keangkuhan ataukah keegoisan, hingga terkadang jalan mereka membelok sekalipun terlihat lurus” ka’Arauna.

“Saya tidak pernah membenci golongan kelas atas, hanya saja ada hal yang tidak mungkin bisa dijabarkan hanya memakai kata-kata semata” ka’Arauna.

“Kenapa Tuhan membuatku mengenal dia dan bukan orang biasa?”

“Apa kau mau mendengar sedikit ceritaku?” ka’Arauna.

“Tentang?”

“Saya juga tidak pernah berpikir sebelumnya, dibuat terikat ma pria cukup kaya” ka’Arauna.

“Terdengar mengesalkan”...

“Saya juga tidak pernah membayangkan akan memiliki kisah percintaan sedikit berbeda dari orang banyak” ka’Arauna.

“Apa yang kakak rasakan?”

“Terkejut, ketakutan, menganggap semua ini hanya mimpi belaka, dan lain-lain” ka’Arauna.

“Terkesan menyedihkan”...

“Entahlah. Apa pun itu, jangan bertanya kenapa Tuhan membuatku mengenal dirinya yang jelas-jelas memiliki tingkat kerumitan cukup mengerikan” ka’Arauna.

“Tiap orang memiliki kisah cintanya masing-masing” ka’Arauna.

“Saya hanya tidak ingin jatuh atau berharap lebih dalam atau menjadi manusia egois” ujarku.

“Saya selalu berkata terhadapnya; kalau betul keluargamu kaya, jangan pernah berkelahi ataukah bermusuhan hanya karena warisan semata” ka’Arauna.

“Jauh lebih baik hidup dari hasil keringat sendiri sekalipun saya juga butuh uang” ka’Arauna.

“Siapa juga bilang kakak tidak butuh uang?” balasku.

 

 

 

 

 

Bagian 16...

 

Ha menyadari konsekuensi memiliki pasangan dari kalangan konglomerat. Dia cukup menyadari tentang banyaknya situasi di depan yang memang sulit untuk dijelaskan. “Intinya, andaikan dia jodohmu artinya kau harus mengajar sekaligus membuat pikirannya terbuka tentang beberapa hal di luar konteks warisan ataukah kehidupan konglomerat” Arauna menepuk-nepuk bahunya sebelum akhirnya berjalan keluar meninggalkan kamar. Selama beberapa hari Hope terkurung dalam kamarnya.

“Kita masih harus melihat cara dia menanggapi masalah” pria tua mencoba mengamati layar.

“Adriel, bagaimana denganmu?” Dhavy.

“Brayn, apa kau siap?” Arauna.

“Sangat siap” Brayn.

Target mereka selanjutnya adalah Hava. Adriel sendiri berusaha umtuk tidak memperlihatkan rasa takutnya sama sekali. Sebuah skenario sedang dijalankan hingga membuat Hava diberhentikan tanpa belas kasih di tempat kerjanya. Dia dituduh mengambil uang temannya dengan menunjukkan beberapa bukti kuat.

“Saya masih bisa bekerja di tempat lain” senyum Hava seolah menganggap masalah ini biasa saja. Dia tidak ingin memperdebatkan masalah, bahkan membiarkan semua orang di sekitarnya menyebutnya sebagai manusia munafik.

Beberapa dosen dibayar untuk mempermalukan Hava di depan umum. Caci maki dilemparkan buatnya tiap berhadapan. “Mahasiswa paling bodoh” salah satu dosen berteriak.

Di tempat lain, beberapa dosen berusaha mencari kesalahannya. “Mahasiswa tua, katro, idiot lagi” umpatan sang dosen.

Dunia Hava seperti berhenti seketika. Dipecat dari tempat kerja, sedangkan di kampus beberapa dosen melemparkan nada kebencian. Lebih parahnya lagi adalah pria yamg selalu ada buatnya menghilang ditelan bumi. Adriel dilarang untuk menampakkan batang hidungnya di depan Hava.

“Jangan sekali-sekali menampakkan wajahmu!” pria tua.

“Kami semua penasaran, apa yang akan dilakukan olehnya” Nara.

“Kau bisa bertemu dengannya esok, tapi jangan menjadi sahabatnya! Maki dia!” Nara.

“Hanya itu?” Adriel.

“Masih ada beberapa hal lagi, tapi untuk sementara itu saja dulu” Dhavy.

“Oke, baik” Adriel.

“Kau tidak ketakutan sama sekali?” Brayn.

“Kenapa saya harus takut?” Adriel.

“Baik, kembali ke rencana semula” pria tua.

Membiarkan Hava menjalani semua seorang diri. Keesokan harinya Adriel menemui gadis tersebut. Tidak lagi memberinya semangat atau bahkan mengajari Hava tentang banyak hal. Adriel harus pandai memainkan raut wajah muak, kecewa, marah, bersama sisi emosional di atas rata-rata.

“Kenapa kau mencuri?” Adriel langsung melemparkan pertanyaan dengan nada geram.

“Kau membuat saya malu” Adriel tidak memberinya kesempatan berbicara sama sekali.

“Kakak, apa itu dirimu?” Hava.

“Belum masalahmu sebagai pencuri, sekarang saya hadus dengar seluruh dosen mengeluh tentangmu” Adriel.

“Dimana kakak tahu?” Hava.

“Saya melihat dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana dosen-dosen itu muak karena kelakuanmu” Adriel.

Hava sedang berusaha untuk tidak membela diri. Rasa-rasanya dia ingin menangis sekeras mungkin, hanya saja sesuatu menahan air matanya. “Saya pikir, kau adalah malaikat tanpa sayap buatku, ternyata dirimu menyimpan akar kemunafikan paling mengerikan” Adriel.

“Saya tidak ingin melihat wajahmu lagi” Adriel mengusir gadis itu dari hadapannya.

Hava tidak mengerti kenapa sosok yang selalu memberinya semangat, tiba-tiba saja berubah. Adriel beranjak pergi meninggalkan dirinya di bawah guyuran hujan deras. “Suruh dia mengganti pakaiannya!” pria itu memberi kode kecil terhadap sahabatnya.

“Kau harus lulus, apa pun yang terjadi” suara desiran hati Adriel bergema di tempat persembunyiannya.

Brayn mencoba berjalan ke arah gadis tersebut. Memberinya sebuah payung agar dia tidak kedinginan. “Hatimu sepertinya sesak” kalimat pertama Brayn.

“Anda siapa?” Hava.

“Kenalkan, saya Aldrich” Brayn memperkenalkan diri memakai nama yang sama seperti ketika bertemu dengan Shana.

Pada jari manis Brayn terpampang cincin menyatakan kalau dirinya sudah menikah dengan seseorang.

“Ternyata bukan hanya saja yang lagi sesak disini” Brayn.

“Sesak?” Hava berpura-pura tudak mengerti ucapannya.

“Lupakan! Ganti bajumu dalam mobil, nanti kau sakit lagi!” Brayn.

Hava berusaha untuk menghindar. “Jangan khawatir, saya bukan orang jahat seperti yang kau pikirkan” Brayn.

“Saya akan menunggu di luar mobil” Brayn menyerahkan sepasang pakaian untuknya.

Hava segera masuk ke dalam mobil yang ditunjuk oleh Brayn. “Gunakan ini! Namti kau kedinginan” menyerahkan sebuah jaket buat Hava setelah berganti pakaian.

“Dimana rumahmu biar saya antar pulang?” Brayn.

“Ga perlu” Hava.

“Terima kasih atas bantuan anda” membungkukkan badan, kemudian berjalan pergi meninggalkan Brayn.

Adriel diam tenang memperhatikan bagaimana Hava berlari tanpa berpaling kembali. “Tuhan, beri dia kekuatan kemampuan untuk tetap bersikap tenang, bijak, mengambil sisi positif atas semua yang terjadi” jeritan doa  Adriel di tempat tersebunyi.

Adriel akan kembali menjadi orang lain pada keesokan harinya. Brayn sendiri tetap menjalani perannya sebagai penolong ketika Hava membutuhkan sandaran. Apakah kata sandaran tadi akan menjadi jurang paling mematikan bagi gadis tersebut?

Adriel seolah sengaja terlihat bermesraan bersama Nara langsung di depan Hava beberapa hari setelah kejadian tersebut. Bagaimana dinding pertahanan Hava saat ini? Hal lebih gila lagi adalah Nara seolah sengaja menabrak dirinya hingga terjatuh bahkan membuat seluruh bajunya berlumpur.

“Maaf, saya tidak sengaja” Nara mencoba membantu Hava.

“Saya tidak kenapa-kenapa” Hava.

“Pakaianmu kotor semua” Nara.

“Bi, apa yang terjadi?” Adriel berpura-pura tidak tahu.

“Saya tidak apa-apa, tapi dia” Nara menunjuk Hava.

“Dia harus mengganti pakaiannya” Nara segera membawa Hava menuju salah satu butik terdekat tidak jauh dari tempat tersebut.

Adriel hanya diam melihat Hava yang sedang berjalan lemas tanpa semangat. “Sekali lagi maaf” Nara berkata-kata setelah Hava membersihkan dirinya dan berganti pakaian.

“Dia apanya kakak?” pertanyaan Hava.

“Maksudmu Debu cinta pertamaku” Nara.

“Cinta pertama?” Hava.

“Apa kau tahu, kalau cinta pertama itu sulit dilupakan makanya saya sedang berjuang keras untuk mengejarnya kembali” Nara.

“Tapi, wajahnyakan sedikit cacat” Hava.

“Zaman sekarang teknologi makin canggih, tinggal oplas, masalah selesai” Nara.

“Apa kau tidak tertarik operasi plastik biar cantik?” Nara.

“Maaf, saya harus pergi sekarang” sekali lagi Hava berusaha untuk menghindar.

Hati Hava terguncang seketika. “Kenapa rasanya sakit banget pada hal kakak Debu bukan siapa-siapa?” ucapan Hava pelan sambil memegang detakan jantungnya.

“Jauh lebih sakit dibanding mantan tunangan kemarin pada hal bukan siapa-siapa juga” Hava terus berjalan dengan wajah menunduk pada persimpangan jalan.

Sebuah mobil berhenti tepat di depannya. “Ayo naik!” teriak Brayn dari mobil.

“Buat?” Hava.

“Kau dan saya kan lagi sama-sama punya beban hidup, mending kita mencari jalan buat melupakan semuanya” Brayn.

“Kakak saja yang punya masalah, bukan saya” Hava.

“Siapa bilang? Raut wajahmu menceritakan semuanya” Brayn memaksa Hava masuk mobil.

“Pemaksaan tingkat iblis” cetus Hava.

“Terserah” Brayn melajukan mobilnya saat ini.

Akhir cerita, mereka berdua berada di sebuah danau. Duduk termenung tanpa berbicara selama 1 jam penuh antara satu dengan lainnya. Brayn mengambil batu kecil, kemudia melemparkan ke danau hingga menciptakan alunan gemerincing air.

“Tadi, apa pria tadi kelewat berharga sampai membuatmu terlihat lemas?” Brayn melempar sebuah pertanyaan.

“Pria yang mana?” Hava.

“Jangan berpura-pura bodoh atau tidak mengerti sama sekali maksud ucapanku” Brayn.

“Berarti kakak jadi penguntit sejak tadi?” Hava.

“Tidak juga, kan kebetulan” Brayn.

“Dasar” rasa kesal Hava.

“Kalian kan belum nikah, jadi, saya rasa masalahmu biasa saja” Brayn.

“Memang masalah kakak segitu hancurnya yah?” Hava.

“Kau lihat cincin kawin di jari manisku, sekarang hanya sekedar hiasan belaka tanpa kebahagiaan” Brayn.

Hava dengan begitu polosnya menjadi pendengar setia cerita kisah rumah tangga yang sedang berada di ujung tanduk. “Tiap hari, rumah tangga saya hanya bercerita pertengkaran, pertengkaran, lantas pertengkaran, kemudian pertengkaran lagi” Brayn.

“Setidaknya Tuhan masih baik karena mau memperlihatkan sifat asli pria di depanmu sebelum terlambat” Brayn.

“Kenapa kakak berbicara seperti itu?” Hava.

“Saya melihat langsung bagaimana dia melemparkan ucapan kasar terhadap gadis secantik dirimu” Brayn.

“Kapan?” Hava.

“Di bawah derasnya air hujan tidak jauh dari danau ini” Brayn.

“Tiap orang punya masalah, dan bukan hanya Hava saja dengan keadaan seperti ini” Hava.

“Pria itu terlalu bodoh kalau dipikir-pikir” Brayn.

“Kakak sendiri punya masalah rumah tangga, lantas kenapa ga berusaha diselesaikan?” Hava mengalihkan pembicaraan.

“Sudah mau diselesaiin di pengadilan” Brayn.

“Dasar laki-laki pikirannya Cuma di pengadilan doang” ledekan Hava.

“Dia yang mengajukan gugatan cerai, bukan saya” Brayn.

“Tapi, situ laki, harusnya berjuang semaksimal mungkin mengembalikan kepercayaan istri lagi bukannya mengikuti kemauan gilanya keles” Hava.

“Bagaimana kalau kita berdua pacaran saja, kau dicampakkan pria muka jelek, sedang saya dicampakkan istri sendiri?” Brayn.

“Dasar pria sinting gila miring, baru juga kenal beberapa hari mau ngajak pacaran” Hava.

“Saya butuh kehangatan bukan pertengkaran, namanya juga laki” Brayn.

“Setidaknya kakak Debu masih jauh lebih baik darimu kalau saya pikir-pikir lagi” Hava.

“Baik apanya? Waktu kau punya masalah, justru dia berjalan sebagai musuhmu bukan sahabat” Brayn.

“Dia pasti tidak bermaksud jahat, hanya saja ada sesuatu hal hingga membuatnya terlihat menyeramkan” Hava.

“Dasar gadis sinting gila miring. Sudah dimaki, dipermalukan, lantas dianya jalan ma gadis lain masih juga jadi pembela kebenaran dan keadilan” Brayn.

“Jadi gadis jangan kelewat polos, ntar situ sendiri merasakan sakitnya habis-habisan!” Brayn.

“Hubungan antara saya dan kakak Debu sebatas teman, jadi, wajarlah kalau dirinya mencari gadis lain apa lagi gadis itu cinta pertamanya” Hava masih tetap membela Adriel.

“Tapi, kau menyukai dirinya kan?” Brayn.

“Lupakan masalahku!” cetus Hava.

“Ternyata kau disini selingkuh ma wanita lain”  teriak seorang wanita yang tiba-tiba saja masuk di tengah mereka berdua.

“Apa yang kau lakukan disini?” Brayn berbicara sedikit gagap.

“5 Anakmu menangis mencari papanya, sedang kau sendiri tidak pernah ada buat mereka” Arauna mendorong tubuh Brayn hingga terjatuh ke tanah.

“Dimana tanggung jawabmu sebagai suami?” makian makin dilemparkan oleh Arauna.

“Kau sendiri tanggung jawabmu sebagai ibu dimana?” Brayn ikut geram.

Terjadi pertengkaran sengit suami-istri di depan mata Hava. “Kita cerai saja kalau itu maumu” teriak Brayn.

Akhir cerita dari pertengkaran tersebut adalah sang istri pergi meninggalkan suaminya. Hava diam membisu bahkan menjadi pendengar setia dari pertengkaran tadi. Apa yang salah? “Minumlah!” Hava memberinya sebotol air mineral.

“Apa kalian selalu seperti ini tiap hari?” Hava.

“Seperti yang kau lihat, bahkan lebih dari itu” Brayn.

“Ka’Aldrich, kuharap kau tidak menjadi manusia egois” Hava.

“Namanya laki-laki pasti butuh kehangatan, perhatian, sesuatu yang berbeda tiap pulang ke rumah bukannya dibantai habis-habisan” Brayn.

“Perhatian apa kalau anak saja 5, coba 1 saya pasti tutup mata” Hava.

“Ayo pulang sudah sore!” Brayn.

Hal tidak terduga lagi adalah Adriel menyebutnya sebagai pelakor ketika membuka pintu mobil. “Kenapa kau makin menjijikkan begini?” Adriel dengan sengaja berdiri di belakangnya.

“Kakak, kenapa bisa tahu Hava disini?” Hava.

“Jangan mengalihkan pembicaraan!” Adriel.

“Bos, kalau bicara jangan kelewat kasar!” tegur Brayn.

“Kenapa Hava yang kukenal sekarang berubah drastis? Lebih parahnya lagi menjadi pelakor?” Adriel memainkan nada kecewa.

“Kakak” suara serak Hava.

“Kenapa harus suami orang?” teriak Adriel.

“Bos, hentikan ocehanmu!” Brayn segera menarik kerah baju Adriel.

“Apa kau bilang? Ocehan?” rasa geram Adriel.

Sedikit lagi, 2 pria tersebut akan saling menonjok. “Debu, hentikan!” Nara segera berada di tengah mereka.

“Rasakan ini” Brayn memukul wajah Adriel.

“Dari mana manusia gila ini belajar menonjok?” gerutu Adriel dalam hati.

“Kau tidak apa-apa?” Nara terlihat ketakutan.

“Sekali lagi kau mengejek memaki dia, pasti tonjokanku lebih parah dari sebelumnya” Brayn.

“Kau mengenal gadis ini?” Nara.

“Dia siapa? Ayo jawab!” tangis Nara pecah.

“Akting paling histeris sekaligus mematikan” gumam Brayn dalam hati.

Hava hanya dia membisu. “Dia bukan siapa-siapa” Adriel.

“Saya bela-belain ninggalin semua pekerjaan di LN karenamu” Nara.

“Saya tidak perduli ucapan papa karenamu” tangis Nara.

“Beryl, dengar dulu penjelasan saya” Adriel.

“Saya rela mencampakkan tunanganku karenamu, sekali lagi karenamu” Nara.

“Bi” Adriel.

“Saya dan kakak Debu ga ada hubungan spesial” penekanan Hava pada akhirnya.

Hava segera masuk ke mobil. “Urus wanitamu! Jangan usik hidup orang lain!” maki Brayn.

Hava dan Brayn segera meninggalkan mereka berdua. “Ternyata hidup kita berdua sama-sama hancur” Brayn tertawa di dalam mobil.

“Ka’Aldrich saja yang hancur bukan saya” Hava menarik napas panjang.

“Btw, apa kau mau kerja?” Brayn.

“Kerja?” Hava.

“Kerja di pabrik, tapi gaji lumayan” Brayn.

“Pabrik apa?” Hava.

“Pabrik makanan, ga perlu khawatir keles” Brayn.

“Pekerjaannya halal bukan jual diri, ngerti?” Brayn.

“Mulai kapan? Hava butuh uang kuliah” Hava.

“Masih mau kuliah di kampus itu, pada hal semua dosennya sinting gila miring?” Brayn.

“Maksudnya?” Hava.

“Mereka semua tidak menyukaimu” Brayn.

“Kakak tahu dari mana?” Hava.

“Saya lihat bagaimana pria gila itu berteriak ke arahmu” Brayn.

“Sepertinya mental Hava Cuma sedikit diuji, kalau berhenti berarti saya makin tersingkirkan” Hava menarik napas panjang.

“Dasar gadis polos” Brayn.

“Saya juga ingin sama seperti orang lain memiliki pendidikan tinggi” Hava.

“Terserah” Brayn.

Hava pada akhirnya bekerja di sebuah pabrik makanan melalui campur tangan Brayn. Kebetulan pabrik tersebut merupakan milik salah satu perusahaan tempat Shana bekerja. Shana terus saja tertawa mendengar curhatan Brayn tiap harinya melalui saluran telepon.

“Geng kalian benar-benar keterlaluan” ocehan Shana.

“Kasihan gadis itu” Shana kembali berkomentar.

“Kemauan para bos besar” jawaban menohok Brayn.

“Tapi kau tetap terlibat, mana sebagai pria beristri lagi, mengerikan” Shana.

“Menelepon itu ga pakai lama juga keles” sindir pria tua di belakangnya.

“Salam ma pria tua itu, sampai jumpa lagi” Shana segera memutus saluran teleponnya.

Brayn terlihat kesal melihat pria tua berteriak dari pintu. “Jangan lupa peranmu, harus benar-benar menjiwai” pria tua.

“Adriel, rencana selanjutnya?” Brayn.

 

 

Bagian 17...

 

ADRIEL...

 

Andaikan saya menjadi Hava, tentu rasanya sakit pakai banget. Keadaan memaksakan dirinya harus melewati satu badai. Rasa takut dia tidak lulus berusaha saya kubur dalam-dalam. Sosok Aldrick yang selalu menjadi malaikat buatnya akan menjadi penentu Hava ke depan.

Rencana lebih jahatnya lagi adalah sengaja menjebak Hava agar berakhir di penjara selama 7 hari ke depan. “Maaf, kami harus memeriksa tas anda” salah satu polisi sahabat pria tua ikut membantu rencana ini.

“Saya salah apa pak?” Hava kaget mendadak. Polisi menghadang dirinya di tengah jalan saat hendak menahan sebuah taxi. Sang polisi menarik paksa tas miliknya, kemudian menggeladah seluruh isi di dalamnya.

“Anda harus ditahan” ucapan polisi.

“Salah saya?” Hava.

“Menyelundupkan obat terlarang” jawaban polisi memegang sesuatu di tangannya.

“Itu bukan punya saya” Hava.

“Anda bisa menjelaskan di kantor polisi sebemtar” Polisi.

Saya hanya bisa melihat dia dari kejauhan. Hava duduk termenung dalam sel tahanan penjara. Kehadiran Brayn sekali lagi menjadi penentu buatnya? “Tahu dari mana saya disini?” Hava.

“Seseorang memberi tahuku” Brayn.

“Siapa?” Hava.

“Sepertinya teman kerjamu, dia melihatmu bersama dengan polisi” Brayn.

Hava tidak ingin memberi tahu tentang kesulitannya terhadap pria di depannya. “Kalau ingin nangis, kenapa harus ditahan?” Brayn.

“Menangis juga ga nyelesaiin masalah” Hava.

“Dasar gadis bodoh, ntar situ gila karena menahan semuanya di dalam” Brayn.

“Saya percaya kalau Hava orang baik” Brayn.

“Satu-satunya manusia yang masih memberi kepercayaan” tawa Hava meledak.

Brayn selalu ada buatnya. Memberi penyemangat hidup kalau dia pasti bisa melewati semua badai dengan baik. Diam-diam mengirim makanan buatnya selama di penjara tanpa sepengetahuan Hava “Jangan sakit” kalimatku menatap dia dari kejauhan.

“Hava harus bisa melewati badai” suara hati menjerit di tempat sana.

“Tidak selemah yang kubayangkan” Nara berbisik ke telingaku.

“Bagaimana kau akan menjelaskan semua skenario ini terhadap gadis itu, andaikan dia lulus” Nara.

“Entahlah” kalimatku.

Aktifitas Hava selama di penjara, hanya bercerita tentang lututnya yang terus saja tersungkur di hadapan Sang Pencipta tiap malamnya. “Hava ga punya uang buat bayar pengacara” salah satu isi doa menggelitik terdengar olehku. Kenapa bisa saya tabu? Saat ini saya sedang menyamar sebagai wanita yang berakhir di penjara karena satu kasus.

Beruntung saja polisi itu mau membantu. “Jangan sampai ketahuan, ngerti?” bunyi pesan sang polisi.

Saya bisa dipecat kalau ketahuan, jadi, tutup mulutmu!” kalimat polisi kembali.

Menyuruh Nara mengirim makanan buat Hava karena saya sudah tidak bisa lagi melakukan kegiatan tersebut. Hava tidak pernah tahu si’pengirim makanan buatnya. “Kenapa masih terus berdoa, pada hal hidupmu sendiri kelewat susah?” melempar pertanyaan buatnya.

“Kakak belum tidur?” seperti biasa Hava akan selalu memanggil semua orang dengan sebutan kakak.

Dia terlihat biasa saja seakan masalahnya tidak pernah ada. “Memangnya Tuhan bisa membantu?” masih terus melempar pertanyaan.

“Tuhan kan memang tidak pernah menjanjikan hidup itu tanpa badai, hanya saja Tuhan pasti selalu ada hingga membuatku bisa berjalan di tengah badai” senyum Hava.

“Kau masih bisa tersenyum?”

“Tidak juga, tapi entahlah” Hava.

“Setidaknya kau masih memiliki pria itu” memancing dirinya.

“Siapa?” Hava.

“Pria yang selalu menjengukmu” kalimatku.

“Ka’Aldrich maksudnya?” Hava.

“Dia pria beristri” bisik Hava.

“Kau bermain api?” kalimatku.

“Perasaan kakak saja, belum kenal Hava juga langsung dihakimi mirip banget ma manusia satu itu” Hava.

“Siapa?” berbalik ke arahnya. Ternyata dia sudah tertidur pulas, bahkan suara dengkurannya berbunyi cukup keras juga.

“Dengkuranmu kelewat berisik” berujar sambil membelai rambut hitamnya.

“Kakak Debu, bisa-bisanya nyerang Hava” dia mengigau dalam tidur  lelapnya di penjara.

“Maaf” hanya kalimat itu yang keluar.

“Selamat menikmati kebebasanmu esok hari” berkata-kata dalam hati sambil tersenyum mendengar dengkuran di alam mimpinya.

Sesuai jadwal kalau Hava akan bebas setelah mendekam dalam tahanan selama 7 hari. “Anda dibebaskan dari segala tuduhan” seorang polisi berbicara terhadapnya.

Pria berseragam membangunkan Hava dari tidur lelapnya di pagi hari. “Coba bapak ulangi lagi!” Hava masih belum percaya.

“Anda bebas” ucapan polisi.

“Kenapa bisa?” Hava.

“Ternyata bungkusan yang ada dalam tas anda Cuma tepung terigu dan paracetamol tablet bukan golongan narkotika” polisi berusaha menjelaskan.

Hava rasa-rasanya ingin memaki setelah mendengar penjelasan tadi. “Kenapa bapak ga cek baik-baik dulu baru tangkap orang, gimana sih?” cetus Hava. Saya ingin tertawa keras mendengar gimik suaranya.

“Tepung terigu dan paracetamol tablet sampai berakhir di penjara selama 7 hari?” Hava menggeleng-geleng kepala seketika.

“Rasa-rasanya saya ingin mengumpat, tapi sudahlah” gerutu Hava berjalan seperti orang bodoh keluar dari penjara.

Saya berusaha menahan tawa melihat tingkah lakunya. Permainan masih belum berakhir. Para bos besar meminta saya untuk berpura-pura sakit. Jatuh pingsan di depan mata Hava keesokan harinya.

Saya harus membuat seluruh tubuhku memiliki suhu tinggi lebih dari 40°C. “Hava, kenapa kau selalu mengecewakan?” ucapan paling gila setelah pintu rumahnya terbuka.

“Kenapa kau harus merusak rumah tangga orang? Kenapa kau jadi pengedar obat terlarang?” masih juga melempar pertanyaan.

“Jadi, maksud kakak kesini hanya ingin  menghakimi?” Hava sedikit terpancing.

Permainan pingsan pun dimulai seketika. “Kakak” Hava kaget bukan main.

“Astaga, demam” suara histeris Hava.

Dia berusaha membawahku masuk ke rumahnya walaupun kekuatannya tidak seberapa. Hal terbodoh yang sedang dilakukan adalah merawat sosok pria yang selalu saja menjadi hakim buatnya. “Seandainya ga sakit, Hava pasti sudah maki habis-habisan” cetus Hava sambil terus mengompres keningku.

“Hava juga manusia biasa, punya perasaan” cetusnya lagi.

Terus berjaga di sampingku semalaman penuh. Obat itu benar-benar mujarab hingga membuat saya terlihat demam tinggi, pada hal Cuma akting semata. “Kenapa juga Hava harus ingat semua kebaikan kakak tiap melemparkan ucapan-ucapan menakutkan?” Hava.

Dia pikir saya tidak mendengar semua ucapannya. “Saya tidak pernah merebut suami orang, coba waktu itu ka’Debu ga teriak memaki, pasti kakak ganteng Aldrich ga mungkin juga memberi payung buat Hava” gerutu Hava.

“Hava dan dia ga punya hubungan sama sekali, lantas kenapa selalu jadi hakim paling hebat bahkan merasa paling suci?” masih saja mengoceh.

Rasa-rasanya saya ingin tertawa mendengar ocehannya. Gadis polos yang masih bisa mendengkur ketika berada dalam sel tahanan. “Hal lebih menyakitkan lagi, kakak bermesraan ma cinta pertama” Hava.

“Saya baru sadar kalau sebenarnya Hava menyukai kakak” pernyataan cinta paling membagongkan.

“Semoga kakak bahagia ma wanita cantik itu” ucapan terakhir sebelum akhirnya suara dengkurannya mulai berirama kembali.

Saya hampir tidak percaya mendengar ucapannya. “Permainan kalian cukup sampai disini!”mengirim pesan di grup chat.

“Memang ini yang terakhir keles” balasan menohok pria tua.

“Kau bebas menjelaskan segala sesuatunya terhadap dia kalau perlu sekarang juga” bunyi pesan Nara.

Ternyata mereka semua sedang berkumpul bersama. “Hati-hati saja jangan sampai Hava serangan jantung mendadak” Brayn ikut mengirim pesan dalam grup chat.

“Bagaimana dengan saya dan Hope?” Ha melempar pertanyaan.

“Banyak berdoa” ka’Arauna ikut membalas pesan.

Kenyataannya adalah Ha diam seribu bahasa dan berusaha menahan diri mendengar Hope terkurung dalam kamar. Media sosial menyebut Hope si’anak konglomerat sebagai perusak hubungan. Bagaimana Hope akan menghadapi 2 keluarga? Terkadang masalah terbesar dalam sebuah hubungan berada pada perselisihan keluarga. Pihak organisasi tidak ingin mengambil resiko. Jangan karena perselisihan tersebut, sehingga berakibat fatal.

Keangkuhan 2 keluarga dapat memberi dampak terhadap situasi apa pun itu. Pihak organisasi hanya ingin menilai sisi bijak seperti apa yang dijalani terlebih jika dirinya berasal dari keluarga konglomerat. Bisa dikatakan keluarga yang menganggap diri memiliki kekayaan di atas rata-rata rentan terhadap ruang - ruang sensitiv di beberapa tempat. Ha sendiri menyadari situasi seperti ini sehingga dirinya terus saja diam.

“Kakak sudah bangun?” Hava tiba-tiba saja bangun dari tidur.

“Syukurlah demam kakak turun” Hava mengambil pengukur suhu.

“Saya harus berangkat kerja” berujar terhadapnya.

“Jangan lupa tutup pintu kalau kakak keluar” Hava seolah bersikap cuek.

Rasanya sulit sekali menjelaskan sesuatu hal. Mulutku seperti terkunci rapat. Tuhan, beri petunjukMU cara untuk berterus terang terhadap gadis centil ini. Dia tidak mengejarku, malah membiarkan saya berjalan leluar dari rumahnya.

“Apa dia sudah tahu tentang semuanya?” Brayn seolah menggodaku.

Kami berdua bertemu di jalan. “Hentikan kegilaanmu!” cetusku sambil terus menendang beberapa batuan kecil di jalan.

“Boro-boro bercerita, dia saja terlihat cuek” membayangkan wajah judes Hava seolah ingin mengusir.

“Siapa yang tidak kesal? Pastilah dia jengkel, sudah ditolong, tapi air susu dibalas air tuba” Brayn

“Curhatannya semalam terdengar menggemaskan” senyumku rasa-rasanya ingin mencubit 2 pipinya.

“Saya sudah melewati masa kritis kemarin, jadi, intinya saya mengerti perasaanmu” Brayn tiba-tiba saja memelukku.

“Kalian ternyata bersahabat” entah dari mana Hava hingga hadir di taman bermain di sini.

“Hava tidak kerja?” Brayn sedikit gagap.

“Justru Hava yang harusnya bertanya, kenapa kalian mempermainkan gadis polos seperti saya?” Hava.

“Mati banyak” umpatan Brayn.

“Kalian benar-benar jahat” Hava masih berjuang menahan isak tangisnya.

“Semua jawaban pertanyaanmu ada sama dia” ternyata Nara sejak tadi ada di belakang kami.

“Saya yang menelepon dia biar datang melihat pemandangan yang sebenarnya” ka’Arauna juga hadir disini.

“Kami pikir, kau tidak akan tahan tidak saling bicara untuk waktu yang lama, jadi, ya begitulah” Nara.

“Saya dan dia bukan sepasang suami istri” ka’Arauna menunjuk Brayn.

“Dia bukan cinta pertamaku, begitupun sebaliknya saya bukan cinta pertama dia” penekanan Nara menunjuk ke arahku.

Pada akhirnya tangis Hava pecah seketika. “Apa salah Hava sampai dijadikan bahan permainan?” badan Hava lemas seketika.

“Hentikan tangismu, jadi cewek itu ga boleh kelewat cengeng!” Nara.

“Apa lagi mau jadi calon istrinya dia, harus siap mental” bisik ka’Arauna.

“What?” Hava tiba-tiba saja berhenti menangis.

“Hava bisa serangan jantung karena kalimat barusan” Hava.

“Wajah aslinya dia tidak sejelek yang kau bayangkan, semua itu Cuma settingan belaka” Nara.

“What?” Hava makin serangan jantung.

Beruntung saja taman bermain disini lagi sepi bahkan tidak terlihat pengunjung manapun selain kami. Semua menunjuk ke arahku untuk memberi penjelasan yang sebenarnya. Saya mimpi apa semalam hingga bos dan sahabatku berkhianat terhadapku?

“Wajah aslinya dia seperti ini” Nara menunjukkan sebuah foto pada layar pomselnya.

“Wajahnya seperti bapak 10 anak” Hava.

“What?” kalimatku seketika.

“Kenapa Hava yang harus jadi bahan permainan?” Hava.

“Jawabannya karena dia lagi mencari calon isteri, ngerti?” ka’Arauna.

“Suruh dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!” Nara.

Semua pergi meninggalkan kami berdua. Hava diam membisu tanpa melempar pertanyaan sekalipun. Saya ingin menjelaskan sesuatu, hanya saja entah harus memulai dari mana. Tiba-tiba saja Hava berdiri dan kemudian berjalan pergi tanpa meminta penjelasan. “Beri saya waktu untuk menjelaskan semuanya” berteriak ke arahnya.

“Hava lagi ngantuk, lain kali saja” gadis itu pergi tanpa menoleh ke belakang.

Ternyata semua sahabatku belum balik masih setia jadi penguping. Mereka semua tertawa melihat bagaimana gadis itu bersikap cuek. “Wajar dia marah” Nara.

“Dia juga manusia bukan Tuhan” Brayn.

“Kenapa pasanganmu main terima-terima saja, sedang Hava?” menatap ke arah Nara dan Brayn.

“Karakter masing-masing orangkan berbeda-beda” Brayn.

“Setidaknya dia lulus” ternyata Ha juga ada disini.

“Bagaimana kalau dia mencari pria lain?” pertanyaan paling kacau.

“Kalau Tuhan sudah berkata dia jodohmu, tidak mungkin juga dialihkan ke orang lain setelah proses skenario luar biasa” Nara.

“Kalau dipikir-pikir lagi sejak dulu, sebenarnya banyak lawan jenisku yang naksir berat ma saya sejak usia remaja, walaupun dikatakan ga cantik” ka’Arauna.

“Pamer” Brayn.

“Tidak juga, Cuma curhat saja” ka’Arauna.

“Lanjut cerita kakak tadi itu, penasaran” Nara.

“Tapi, saya merasa kalau sepertinya ada bemteng cukup besar membungkus hidupku sehingga bagaimanapun lawan jenisku berusaha mencari perhatian akan tetap berhenti dan tidak akan pernah berjalan ataukah berhenti tepat di depanku hanya untuk menyatakan perasaannya” ka’Arauna.

“Siapa tahu kakak saja yang kelewat ggrrrrr” Brayn.

“Entahlah. Tingkah laku lawan jenis yang lagi cari perhatian kan bisa dinilai atau di rasa keles” cetus ka’Arauna.

“Jangan membuat ka’Arauna ngamuk!” Nara.

“Intinya dari ceritaku adalah kalau memang dia buatmu artinya akan ada benteng yang akan membentengi dirinya hingga semua pria tidak akan pernah bisa berjalan ke arahnya” ka’Arauna.

Ucapan ka’Arauna ada benarnya. Merenung tentang banyaknya hal yang sudah terjadi. Membayangkan memory indah bersama Hava membuatku tersenyum seorang diri. Dia memiliki sisi unik dan semangat pantang menyerah.

“Saya harus menjelaskan banyak hal di depannya” segera bangun dari tidur dengan suasana yang masih gelap.

Pagi-pagi buta mengemudikan motor ke rumahnya. Berjaga di depan rumahnya hingga matahari menampakkan diri di sebelah timur. “Hava” berujar setelah pintu rumahnya terbuka. Dia hanya berjalan pergi bahkan seolah tidak menyadari keberadaanku.

“Hava” berteriak. Dia terus saja berjalan dan tidak ingin menoleh ke belakang. Kenapa saya berubah menjadi pengejar? Harusnya saya yang dikejar, kenapa jadi begini? Menjadi pengekor dan menunggu kepulangannya di tempat kerja. Hal terkacau lagi adalah saya terus saja berjaga di depan pintu rumahnua untuk kedua kalinya di bawah derasnya air hujan.

Dia tidak lagi peduli denganku. Dan tiba-tiba saja semua menjadi gelap. “Hava” tersadar setelah membuka mata.

“Jangan banyak bergerak, nanti tambah sakit terus nyusahin orang!” Hava duduk di sampimg ranjang tempatku berbaring. Jatuh pingsan karena semalaman terguyur hujan deras hingga saya kembali terbaring di rumahnya.

“Maaf tentang semuanya” wajahku tertunduk.

“Lupakan!” Hava.

“Kama tidak bermaksud menjebak atau menjadikan dirimu bahan permainan” mencoba menjelaskan.

“Seandainya kami tudak akan menjalani satu kisah hidup sedikit berbeda dari orang lain, tentu proses pencaharian pasangan hidup tidak semenakutkan begini hingga membuatmu menderita” penjabaran buatnya.

“Berarti bukan hanya saya saja?” Hava.

“Sahabat-sahabatku yang ikut berperan kemarin juga menjalani proses percintaan seperti ini, menjebak target pasangannya habis-habisan, apakah lulus atau tidak” jawaban...

“Para bos besar tidak ingin kami jatuh terjebak karena salah memilih pasangan sehingga terjadilah kisah rumit antara satu sama lainnya” bahasaku kembali.

“Berpura-pura sakit, wajah penuh ma bekas luka borok, berada di panti, dan semuanya?” Hava.

“Kehidupan di atas cukup mencengangkan dan siapapun pasti akan terjebak atau bunuh diri mungkin atau salah berjalan karena sesuatu hal. Tuntutan mencari pasangan dengan mental baja, bijak, tidak pernah kecewa terhadap situasi apa pun itu sekalipun menyakitkan, tidak salah mengambil keputusan ketika berada di bawah tekanan, dan memiliki hukum kasih” penjelasan cukup panjang buatnya.

Menjelaskan semua masalah yang sudah terjadi hanya untuk mencari tahu sesuatu hal dalam dirinya. Membuatnya berada di penjara, difitnah, mendapat caci maki banyak dosen, dan lain sebagainya hanyalah skenario belaka. Organisasi tidak mencari yang sempurna, hanya saja beberapa hal menuntut satu kekuatan andaikan Tuhan membuat kami akan berjalan di tempat berbeda kelak.

“Pantas saja kakak menyuruh Hava berpuasa waktu itu” Hava.

“Ka’Aldrich bercerita kalau kakak mati-matian mempertahankan Hava tiap pertemuan kalian di markas” Hava.

“Dia bercerita apa ke Hava?” kalimatku.

“Waktu kakak pingsan, ka’Aldrich yang membantu Hava bawah masuk ke rumah. Disitulah ka’Aldrich bercerita banyak” Hava.

Ternyata Brayn mengekor diam-diam kegiatan yang kulakukan. “Dia mengekor diam-diam atas perintah bos besar” Hava.

“Dia dimana?”

“Lagi tidur di ruang tamu” Hava.

“Berarti Hava sudah tidak marah?”

“Masih sedikit marah sih, tapi lupakan!” Hava.

“Hava mau jadi jodoh terbaik?”

“Gimana mau jadi pasangan kalau nama asli saja Hava belum tahu” Hava.

“Adriel” spontan menjawab.

“Ternyata calon suami Hava namanya Adriel” ucapan cuek Hava sambil berjalan berjalan keluar.

Sulit dipercaya gadis polos ternyata bisa juga bertingkah seperti ini. Dia tetap setia merawat hingga saya sembuh total. “Hapus semua bekas luka palsu-palsuan kakak di wajah dan seluruh tubuh!” perintah judes Hava.

“Biar Hava bisa lihat kegantengan kakak berada di level berapa” Hava.

“Kan sudah lihat foto” balasan buatnya.

“Foto dan asli itu, terkadang memiliki perbedaan cukup jauh” Hava.

Jodoh yang Tuhan kirim buatku memang beda. Setidaknya masalahku di kota ini selesai. Para personil berencana akan segera kembali ke markas setelah Ha menyelesaikan masalahnya.

Target selanjutnya yang masih menjadi pembahasan adalah kisah Ha. “Hope masih terkurung dalam di kamarnya hingga detik sekarang” Feivel mencoba menjelaskan keadaan Hope terhadap kami semua.

“Apa yang akan kau lakukan?” melempar pertanyaan langsung terhadap Ha.

“Saya akan berjalan ke rumahnya” Ha.

“Kelewat nekat” sindir Shine.

“Untuk saat ini biarkan Feivel mencoba berbicara” pria tua.

Kami semua seperti biasa menonton sebuah layar untuk mencari tahu situasi di rumah target. Feivel sukses menyembunyikan kamera kecil dibalik kemejanya. Kakek dan ayah Hope memang memiliki karakter cukup keras. Beruntung saja Feivel sukses meyakinkan mereka agar bisa menemui sang target utama.

“Maaf, mencoba masuk tanpa memberi tahumu terlebih dahulu” Feivel berbicara.

“Kisah guru galak terkurung, terpenjara, mendapat tekanan karena menghancurkan hubungan seseorang” Feivel.

“Kenapa kau tidak mencoba membela diri?” Feivel masih saja melempar pertanyaan.

Hope duduk di lantai tanpa berucap sepatah kata. “Saya tidak akan memaksa dirimu untuk menyukai diriku, jadi, jangan khawatir” Feivel.

“Tapi, jawab pertanyaanku” Feivel.

Kami semua duduk manis depan layar untuk menonton hal yang akan terjadi selanjutnya. “Menurutmu?” Hope tertawa sinis.

“Entahlah” Feivel.

“Saya tidak mungkin melempar kalimat kurang menyenangkan terhadap keluargaku, di tempat lain tidak mungkin juga saya harus berteriak memaki ayahnya atau tunamgannya” Hope.

“Kau yang akan menderita” Feivel.

“Saya memang menyukai dia, jadi, ucapan ingin merusak hubungan mereka sepertinya akan kulakukan” Hope.

“Kenapa kau menyukai pria seperti itu? Memiliki masa lalu LGBTQ, apa kau sadar?” Feivel.

“Entah karena dia mengajariku hidup ataukah saya menyukai dirinya tanpa alasan” Hope.

“Tiap orang pasti memiliki masa lalu, begitupun sebaliknya dengan dirinya. Ada yang salah?” Hope.

“Dia tunangan orang” penekanan Feivel.

Perasaanku berkata kalau tugas Feivel adalah menjadi penggoda, lantas kenapa berubah menjadi pencari informasi lebih lanjut? Apa skenario kali ini ada perubahan besar? Bagaimana pria tua itu  menanggapi masalah?

“Tetaplah bijak tekanan apa pun yang sedang ingin menghancurkan hidupmu, entah kenapa saya selalu mengingat ucapannya ketika di gereja kemarin”  Hope kembali berbicara. Ha sendiri diam seribu bahasa...

 

HABAKUK

 

Saya bagaimana? Tinggal masalahku saja yang menjadi sorotan disini, sedang Adriel dinyatakan bebas merdeka. Hope terlihat seperti gadis lemah ketika tekanan dari seluruh anggota keluarganya. “Diam tidak berarti lemah atau kalah” Adriel seolah membaca isi pikiranku.

Kisah Hope hanya bercerita tentang diam, terlihat lemah, terkurung, dan objek lainnya yang tidak disebutkan. Dia terlihat meragukan di mata para bos besar. Tuhan, apa saya salah pilih sasaran?

Feivel sukses meyakinkan ayah Hope agar tidak lagi mengurung anaknya. Pria yang akan selalu bersama Hope di mata ayahnya hanyalah Kenzie. Begitulah Feivel tetap memakai nama Kenzie sama seperti sebelumnya. “Kalian berdua akan menjadi pasangan serasi” senyum sang ayah.

Mereka berdua selalu terlihat bersama. Feivel memcoba membawa dirinya untuk menghirup udara segar di beberapa tempat. “Apa kau suka suasana pegunungan?” Feivel. Kenapa saya bisa tahu? Karena kami semua selalu menjadi penguntit di belakang terlebih diriku sendiri.

“Sangat suka” pertama kali senyum Hope mengudara setelah masalah pengurungan dirinya di kamar.

Menikmati suasana pantai membuatnya tertawa lepas. “Apa kau juga menyukai pantai?” Feivel.

“Sangat suka” Hope.

“Apa kau sudah bisa melupakan dia sebagai masalah terbesarmu?” Feivel.

“Sebenarmya saya ingin menjadi pelakor, tapi belum sempat merebut malah hidup Hope sudah di hakimi total” Hope.

“Apa yang kau sukai darinya?” Feivel.

“Awalnya saya ingin menunjukkan pada diri kalau hidupku sukses sebagai pendidik, tapi dia hadir bahkan kebalikannya mengajarkan satu alunan hidup” Hope menarik napas dalam-dalam.

“Apa saya bisa menjadi pengganti dia?” Feivel.

“Pertanyaanmu membuatku ingin tertawa” Hope.

“Kenapa?” Feivel.

“Kau pria paling sempurna, namun entah kenapa namamu sulit tersimpan di dalam sini” Hope memegang sekitar area jantungnya berada.

“Saya sedang mencari jalan keluar untuk menghentikan tindakan ceroboh papi menjodohkanku denganmu” Hope.

“Tapi saya menyukaimu, saya akan berjuang untuk membuatmu menyukai diriku” Feivel.

“Pernyataan bodoh” Hope.

“Apa kita berdua bisa bicara?” Shine tiba-tiba hadir di tengah pembicaraan mereka.

“Kau” suara Feivel meninggi.

“Biarkan saja, saya bisa menghadapinya” Hope berusaha menahan Feivel.

“Kau tidak apa-apakan?” Feivel terlihat khawatir.

“Tinggalkan kami!” Hope.

Feivel mengikuti kemauan Hope. Hanya mereka berdua ditemani permainan ombak pada pinggir pantai. “Dari mana kau tahu saya berada disini?” Hope.

“Saya mengikutimu” Shine.

“Apa yang kau inginkan?” Hope.

“Saya tidak bisa hidup tanpa Chim” Shine.

“Lantas?” Hope.

“Kumohon, jangan menjadi perusak hubungan diantara kami!” Shine.

“Atas dasar apa kau berkata saya adalah perusak?” Hope.

“Dia selalu bersikap dingin, cuek, diam terhadapku” Shine.

“Rasa-rasanya saya ingin mati kalau dia berlari ke pelukan wanita lain” Shine.

“Dasar pikiran bodoh” tawa Hope meledak.

“Saranku, jangan mempertahankan pria yang tidak pernah menyukaimu!” Hope.

“Tapi, saya tidak bisa hidup tanpa dirinya” Shine.

“Saya tidak akan jadi perusak hubungan kalian, hanya saja jangan memaksa untuk bertahan karena itu menyakitkan” Hope.

“Kenapa kau menyukai pria yang pernah menjadi wanita?” teriak Shine.

“Kau sendiri kenapa bisa menyukai dia?” Hope.

“Saya menyukai dia tanpa alasan” Shine.

“Jawabanku sama sepertimu, tapi tenang saja, saya tidak akan menjadi perusak hubungan kalian” ucapan Hope sambil berjalan pergi meninggalkan Shine.

Akting gadis centil itu memang tidak perlu diragukan. Saya sendiri ingin tertawa mendengar ucapannya. “Apa kau benar-benar akan meninggalkan Cashel dan menikahiku?” menggoda Shine setelah kepergian Hope.

“Seandainya kau jodohku, mungkin saya akan menikah denganmu, tapi setelah semua yang saya jalani ga bakalan” Shine.

“Lantas kenapa kslewat mendalami peranmu, gadis centil?” pertanyaan buatnya.

“Saya melampiaskan mimpiku sebagai artis yang sayangnya berhenti di tengah jalan” Shine.

“Dasar gadis gila” mengumpat ke arahnya.

“Gawat” teriakan Adriel dengan napas terputus-putus.

Pria tua sengaja menjebak Hope agar terjadi pertemuan kedua kalinya antara 2 keluarga. “Kau harus kesana melihat perang nuklir!” Adeiel.

Kami semua berlari menuju tempat Mereka. “Jangan masuk ke tengah!” ka’Arauana menegurku.

“Kita lihat bagaimana dia akan menyelesaikan masalahnya sendiri” Nara.

Terkadang seseorang kesulitan untuk mengambil tindakan ketika masalah cukup menakutkan membungkus terlebih jika berasal dari keluarga sendiri. “Hentikan langkahmu!” Shine.

Hope sedang berdiri di antara ayahnya dan pria tua. “Saya tidak pernah merusak hubungan anakmu, sejak pertemuan waktu itu, kami sudah tidak menjalin komunikasi” Hope berusaha untuk terlihat tenang.

“Satu lagi, kami berdua sama sekali tidak pernah saling menyatakan perasaan antara satu sama lain” Hope kembali berujar buat pria tua.

“Belajarlah menjadi ayah yang bijak dan buang semua keangkuhan hidupmu!” Hope menatap ke arah ayahnya.

“Tiap orang punya masa lalu, jadi, jangan bertingkah seolah papi saja manusia paling suci tanpa dosa” Hope.

Dia mencoba untuk bersikap dan tidak terlihat lemah, namun bijak untuk berkata-kata. “Jadilah sahabat terbaik buat anak anda, jangan menjadi manusia egois!” Hope berkata-kata sambil menatap pria tua di depanya.

“Sekali lagi, jangan khawatir, saya tidak akan merusak pertunangan anak anda!” Hope.

Kehidupan mengajarkan tentang satu objek. Semua terdiam bahkan ayahnya pun tidak berkutik sama sekali. “Maaf, karena sudah menjadi pusat perhatian hingga membuat anda hampir-hampir serangan jantung” permohonan maaf Hope terhadap pria tua.

Hope segera menarik tangan ayahnya untuk segera masuk ke dalam mobil. Apa dia terlihat lemah? Jawabannya adalah tidak sama sekali. Dia kembali menjadi seorang guru dan menutup rapat-rapat telinganya tenrang semua ocehan orang banyak. “Hope, apa kau tidak kasihan terhadap papi?” sang ayah menghentikan langkahnya saat hendak berjalan keluar dari pintu gerbang sekolah.

“Hope belum siap menjadi ahli waris papi dengan segala jenis perusahaan raksasa di tanganmu” Hope.

“Satu lagi, saya sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kisah perjodohan antara putri semata wayangmu dan pria tampan itu” penekanan Hope.

Hope kembali menjadi sosok wanita berkarakter. “Tenang saja, putri semata wayangmu tidak akan menjadi pelakor” Hope.

Dia berusaha mengisi hidupnya dengan melakukan banyak kegiatan. Memilih untuk tidak tinggal bersama sang menjadi pilihan terbaik buatnya. “Apa kau tidak ingin berjalan ke arahnya?” pria tua berbisik ke telingaku.

“Apa kalian semua merestui?” dua bola mataku terbuka lebar.

“Dengan syarat, jangan dia berbalik dan mengingini warisan dari ayahnya” ka’Dhavy.

“Kau tahukan sifat ayah dan kakeknya seperti apa?” pria tua.

“Jangan sampai keluarganya berkata kelak, perananku jauh lebih kuat, jadi semua bisa dikendalikan sangat halus pada lingkaran-lingkaran tertentu” ka’Dhavy.

“Untung kalau orang tuanya berpikir sehat, tapi kalau jalannya berbelok tanpa sadar gimana coba?” pria tua.

“Pergilah, sepertinya dia selalu merindukanmu!” Shine.

“Kau membatalkan saya menjadi jodohmu?” menepuk kening Shine.

“Sebenarnya, kalau boleh jujur namamu hampir tersimpan di ruang hatiku, tapi entah kenapa ga jadi, dan saya akhirnya bertemu Cashel” Shine.

“Gombalnya mulai lagi” Brayn.

“Pergilah! Dia ada di gereja kecil itu bersama Hava” ka’Arauna.

“Hava?” Adriel terkejut.

“Mereka tadi bertemu di tengah jalan, dan akhirnya terjadilah saling mengajak” Feivel.

“Gereja kecil mengingatjan saya ma Cashel” gerutu Shine.

“Naiklah!” Brayn segera berhenti di tengah memakai mobil pick-up.

“Sepertinya kami semua ingin mengantarmu” pria tua.

Brayn menjadi sopir buat kami hari ini. Perjalanan menuju gereja kecil tersebut cukup memakan waktu. Detakan jantungku melaju begitu kuat. Bagaimana kalau dia melempar sumpah serapah ke arahku?

Hope duduk tersungkur dalam gereja kecil itu bersama Hava. Adriel segera menarik tangan Hava agar meninggalkan ruang gereja tersebut. Sepertinya Hava tahu kedatangan kami semua hari ini. Apa ini rencananya? “Saya meminta bantuan gadis comel ini untuk menjelaskan segala sesuatu terhadap Hope” Adriel.

“Apa?”

“Pria tua di belakangmu menyuruhku karena tidak tahan melihat wajah murungmu” Adriel berbisik di telingaku.

Hope seolah tidak sadar dengan kehadiran kami semua. Dia tetap duduk tersungkur depan altar gereja. “Masuklah! Selesaikan masalahmu!” Shine mendorong tubuhku.

Saya berjalan masuk dan duduk di sampingnya. “Kau akhirnya datang?” kalimat pertama Hope tanp berbalik ke arahku.

“Kau tahu saya akan datang?”

“Hava memberitahuku, ada yang salah?” Hope.

“Tidak ada yang salah” jawabku.

“Apa kisahku sama seperti Hava dijebak tanpa jedah iklan?” akhirnya dia menatap dua bola mataku.

“Maaf membuatmu terluka” permohonan maaf, namun entah apakah luka itu bisa sembuh...

Dia hanya diam seribu bahasa dan tidak lagi melempar pertanyaan. “Sampai segitunya ya cara kalian menciptakan skenario?” ucapannya kembali setengah jam setelah membisu.

“Ya, sampai saya harus memerankan sosok wanita cantik. Andaikan seorang gadis menyadari identitasku sebagai pria”...

“Selanjutnya?” Hope.

“Dia mau mengajari banyak hal tentang hidup, kemudian membawaku keluar dari dunia LGBT artinya jodohku memang dirinya” menjawab pertanyaan Hope.

“Lantas kenapa membuat banyak jebakan menakutkan?” Hope.

“Sebagai penentu bagi para bosku dinyatakan memang dari Tuhan atau tidak” jawaban buatnya.

Menjelaskan lebih detail tentang semua yang sudah terjadi dari awal, pertengahan, himgga akhir. “Apa kau tahu, selama papi mengurung saya di kamar selalu saja saya bermimpi tentangmu” Hope.

“Mimpi?”

“Saya menikah denganmu, tiap malam mimpiku hanya bercerita tentang hal tadi” Hope.

“Saya baru mengerti petunjuk mimpi kemarin, membuatku terlihat bodoh” Hope.

Saya hanya diam dan tidak tahu harus menjelaskan apa pun ke arahnya. “Kalau bukan karena Hava bercerita mengalami kisah yang sama, mungkin selamanya saya akan terlihat bodoh” Hope.

“Hava bilang, rasa-rasanya saya ingin balas dendam terhadap bos, sahabat, juga dirinya, tapi nanti saya menyesal di belakang akhirnya batal” Hope.

Tawa Adriel meledak seketika. Mereka semua menguping pembicaraan di antara kami. “Lantas?” pertanyaan buat Hope seolah menghiraukan siara tawa sahabtku di luar.

“Apa saya dinyatakan lulus di mata para bosmu?” Hope.

“Mereka merestui dengan syarat jangan pernah berlari, berbalik, dan mengingini warisan ayahmu”...

“Saya juga tidak pernah tertarik menjadi ahli waris papi” Hope sedikit tertawa.

“Apa itu artinya kau memaafkan semua skenario yang kami lakukan?”

“Kalau saya tidak belajar memaafkan, nanti saya menyesal karena Tuhan bisa saja mengirimkan gadis lain yang jauh lebih baik sebagai penggantiku” Hope tiba-tiba saja memeluk hangat tubuhku.

“Bagaimana kau akan menghadapi kegeraman ayahmu?”.

“Tetaplah bijak sekalipun dirimu berada di bawah tekanan, itukan ucapanmu” Hope.

“Saya pasti bisa menghadapi keluargaku termasuk papi” Hope.

Inilah kisah percintaanku memiliki lika likunya tersendiri. Akhir dari perjalanan kami adalah menyadari cerita berirama pada satu titik tertentu. “Kapan kakak menghapus semua bekas luka palsu-palsuan di sana-sini?” teriak Hava dari luar hingga membuat perhatian kami teralihkan.

“Bekas luka bohong-bohongan ini baru terhapus 1 bulan lagi” Adriel. Semua tertawa melihat wajah Hava yang terlihat kesal...

 

 

***TAMAT***