KONFERENSI
MEJA BUNDAR...
Bagian 1...
Adriell...
“Ingat
kau ada di sini untuk sebuah tujuan” sosok manusia menakutkan memberi sebuah
pernyataan.
Ucapan
paling menyebalkan yang selalu saja mengudara tanpa henti siang dan malam.
Bagaimana bisa saya terjebak dengan keadaan kacau semacam ini? Tuhan, kenapa
bisa tanganMU memilih saya untuk sesuatu hal paling menakutkan? Orang bermental
baja sekalipun tidak akan bisa bertahan, lantas bagaimana dengan diriku
sendiri?
Tekanan
demi tekanan mengudara menuntut persiapan sistem ke depan harus benar-benar
sempurna. “Data yang kau simpulkan tidak sepaham dengan apa yang kami
inginkan?” manusia menyeramkan terus saja berceloteh.
“Coba
kau lakukan kombinasi bagian A dan B sepertinya bisa menciptakan terobosan”
temanku Nara tersenyum ke arahku.
“Jangan
bosan kan demi kebaikan bersama” pria menyeramkan tiba-tiba saja berubah
lembut.
“Jangan
menyerah” Nara menepuk-nepuk bahuku.
Memang
tidak gampang menjadi anggota organisasi gelap untuk menjalani satu proses
persiapan pemulihan sebuah objek suatu hari kelak. Secara manusia, semuanya
tidak masuk akal bahkan saya hampir benar-benar mati karena proses luar biasa
menakutkan dalam keadaan sadar maupun tidak. Sepasang sepatu sederhana itu
harus siap bertempur. Tuntutan menang hingga membuat lawan mati telak menjadi
sebuah kewajiban.
Tenang
di dalam diam, namun sepasang sapatu itu sepertinya sedang berjuang mencari
pergerakan permainan. Hanya menunggu waktu menjadi pemenang dengan sebuah piala
sekitar garis finish pertandingan. Perputaran roda masih terus berjalan.
Hidupku sedang berada pada satu area bersama cerita-cerita menakutkan di
dalamnya.
“Sekali
lagi saya peringatkan, jangan asal memainkan kombinasi tidak pada tempatnya!”
salah satu penghuni organisasi ini.
“Dia
benar-benar menyebalkan” satu kata buatnya, tapi dalam hati.
“Saya
bisa membaca pikiran picikmu” ujarnya kembali.
“Tuan
Ahaziah, yang saya hormati dan cintai, tolong hentikan pikiran negatif anda!”
sedikit muak tiap ucapannya ketika memeriksa lembar kerja ataukah proses
pelatihanku selama ini.
“Dasar
pikiran picik” tuan Ahaziah menatap tajam kemudian berjalan meninggalkan saya
seorang diri.
Sekelompok
manusia sedang berjalan buta-buta pada sebuah petualangan sekalipun segala
sesuatu di depan tidak terlihat sama sekali. Proses pelatihan cukup ketat
bahkan terlalu menyakitkan lebih dari bayangan pemikiran.
FLASHBACK
“Menurutmu
esensi seorang murid?” tuan Ahaziah melemparkan pertanyaan tiba-tiba ke arahku.
“Bagaimana
kau dapat melakukan proses petualangan dari kata esensi seorang murid?” masih
seputar tatapan menakutkan tuan Ahaziah.
“Tuliskan
beberapa objek yang saling berkaitan dengan kata tadi, kemudian jabarkan
bersama makna cukup mendalam sebagai proses jalan hidupmu sendiri!” dia
benar-benar tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan apa pun tentang makna
kata tadi.
FLASHBACK
Sejak
pertama kali bertemu dengannya, bawaan tuan Ahaziah memang selalu saja sensitif
ketika menatap ke arahku. Tuhan, apa memang jalan hidupku sudah ditentukan
menjadi seperti sekarang? Berada di sebuah tempat jauh bahkan jauh dari
keluarga untuk menjalani proses demi proses paling menakutkan.
Mendapat
uang? Tidak sama sekali. Bagaimana bisa hanya karena kalimat perintah dari
seseorang untuk berjalan buta-buta tanpa melihat apa-apa di depan? Secara
manusia seseorang untuk berpikir, inilah yang dikatakan penyakit kejiwaan
tingkat terparah. Apa yang sedang terjadi dengan hari-hariku?
“Orang
yang bijak lebih berwibawa dari pada orang kuat, juga orang yang berpengetahuan
dari pada orang yang tegap kuat” nada kalimat tuan Ahaziah terhadap kami semua
dalam ruangan.
“Milikilah
kehidupan seperti itu” tuan Ahaziah.
Kisah
hidup Adriel sepertinya memiliki ciri khasnya sendiri. Tuhan, sosok sepertiku
ingin terlihat kuat apa pun kisahku saat ini. Saya tidak tahu kenapa bisa
terjebak oleh sebuah ruang hidup pada sudut persimpangan. Kisah ceritaku
sekarang mempunyai sejarahnya tersendiri.
Terkadang,
saya bosan menghadapi perjalanan di depanku. Akan tetapi, entah kenapa dua
kakiku harus tetap berjalan apa pun yang terjadi. Pertanyaan demi pertanyaan
mengudara begitu saja dalam benak tentang banyaknya objek. Statusku sedang
dipertaruhkan dalam sebuah perang besar.
“Bukan
hanya dirimu yang sedang berpikir tentang A, B, dan C” Feivel temanku menepuk
bahuku.
Dia
orang pertama mengajakku berkenalan sejak pertama kali menginjakkan kaki di
tempat ini. “Menurutmu jalan hidup kita semua akan menjadi seperti apa kelak?”
pertanyaan buatnya.
“Tiang
awan pada siang hari, kemudian tiang api pada malam hari” Habakuk tiba-tiba
saja muncul di tengah kami.
Habakuk
memang dikenal sebagai tukang ceramah tingkat dewa di antara kami semua. Hal
yang kusukai dari adalah selalu saja merangkul temannya sendiri sama seperti
makna namanya Habakuk. Tidak pernah mengeluh seperti apa pun tekanan sistem
pelatihan yang diberikan. “Pernyataan ngelantur” ujarku.
“Jangan
berpikir aneh-aneh” Habakuk menepuk bahuku.
“Biasalah”
Feivel.
“Bukan
Adriel namanya kalau tidak seperti itu” celoteh Adriel kembali.
“Bukan
suatu kebetulan kau, saya, dan dia ada di sini. Intinya nikmati saja segala
sesuatu di depan” Habakuk.
Sepertinya
saya harus belajar berpikir sama seperti mereka. Tuhan, ajar hidupku mengerti
tentang sebuah rancangan terbaik sedang dipersipkan buatku. Tekanan, tuntutan,
proses menjadikan hidup seolah-olah terombang-ambing tanpa jedah iklan.
Membayangkan bagaimana mereka menjebakku hanya untuk mengetahui sesuatu hal
dalam diriku terdengar menyakitkan.
“Kau
hampir-hampir dinyatakan bukan pilihan Tuhan” ingatan ucapan tuan Ahaziah
terus saja gentayangan...
Andaikan
menjadi saya, apa yang akan kalian lakukan? Mendapat fitnah terkeji, skenario
pemutar balik fakta, tiba-tiba saja berada di tengah sekelompok manusia bengis?
Saya harus mengubah kehidupan mereka sebagai persyaratan utama untuk keluar
dari tempat paling menakutkan.
Nyawa
berada di ujung tanduk pada saat itu. Beruntung saja akal mulus seorang Adriel
mendadak berteriak histeris hingga bisa lolos dari jurang maut. Tiba-tiba saja
mereka membawa saya ke markas ini hingga detik sekarang. Saya ingin menangis
histeris, tertawa seperti orang gila, bahkan berteriak pada saat itu. Teman-temanku
yang lain bisa saja menerima penjelasan, tetapi tidak buatku.
Saya
butuh waktu menerima banyak hal menakutkan dalam hidupku. “Ganti sistem A ke
alur C!” Nara selalu memberi bimbingan terbaik. Salah satu teman terbaik yang
kumiliki juga dirinya.
“Kau
benar-benar menyebalkan” Nara.
Terkadang
sikap histeris seorang Nara juga muncul seketika. Kami semua beranggotakan anak
muda kecuali tuan Ahaziah dan para penasihat ajaib tersebunyi di sampingnya.
“Hai Adriel” Shine menepuk keras pundakku.
“Kau
terlihat kegenitan” ujarku.
“Siapa
bilang?” Shine.
“Perasaanmu
saja” Shine.
Shine
merupakan sosok teman paling doyan bersikap usil terhadap siapapun di
sekelilingnya. Menikmati hidupnya dalam markas tempat seperti ini menjadi
sesuatu hal paling luar biasa. “Petualangan hidupku selalu bercerita di sini
dan bukan di tempat lain” kalima Shine tanpa jemu sama sekali ketika salah satu
dari kami melemparkan pertanyaan.
“Apa
Adriel sudah mandi?” Brayn selalu saja menggodaku dengan pertanyaan sama.
“Wajahmu
terlihat letih, lesu, lemas, seperti mau mati seribu kali” Brayn.
Sahabatku
yang satu ini tidak pernah kehabisan akal mencari pernyataan-pernyataan kacau.
Diam-diam, saya selalu kagum melihat dirinya. Sosok Brayn seolah lupa kehidupan
palin pahit jauh hari sebelum kami semua berkumpul satu sama lain. Dia bekas
napi karena jebakan skenario dari tuan Ahaziah. “Brayn selalu bahagia melihat
wajah seram pak tua” Brayn tidak pernah menanggapi ledakan murka tuan Ahaziah.
Bagaimana denganku?
Bagian 2...
ADRIEL
Sepertinya
hanya saya saja yang selalu berpikir tentang tekanan di sini. Bagaimana saya
berjalan dengan banyaknya pertanyaan. Teman-temanku yang lain menikmati saja
hidup mereka. Saya seperti hidup dalam ketakutan besar tentang apa yang akan
terjadi esok hari?
Saya
tidak pernah menduga akan berhadapan terhadap situasi menakutkan semacam ini.
“Jalani hidupmu Adriel” berusaha memberi kekuatan terhadap diri sendiri.
Bagaimana
akhir ceritaku kelak? Saya tidak pandai berkata-kata bahkan bisa dikatakan hidupku
tidak memiliki sesuatu yang unik. Demam panggung, akan tetapi tuntutan abcd
mengudara seperti rudal. Benarkah semua ini memang kehendak Tuhan? Alur cerita
mematikan merupakan kisah seorang Adriel saat ini.
“Adriel,
terlalu serius menanggapi hidup sepertinya” ka’Dhavy tersenyum ke arahku.
“Sepertinya”
membalas ucapannya.
“Apa
kau sudah menemukan perakitan alat ini?” ka’Dhavy.
“Silahkan
dicek!” menyodorkan sesuatu...
Saya
lupa memberitahukan sebuah rahasia besar. Seluruh personil organisasi dibagi
menjadi kelompok kecil untuk menjadi seorang ilmuwan abal-abal. Selain tuntutan
penguasaan bidang-bidang tertentu, kami juga diharuskan memiliki inovasi di
dunia teknologi zaman sekarang.
Apa
teknologi-teknologi besar ataukah kecil sudah dipakai? Jawabannya adalah
menunggu waktu Sang Semesta berkata-kata dan jangan tanyakan ke arahku lagi.
“Alat scan ini pasti menjadi incaran banyak perusahaan dan lain sebagainya”
ka’Dhavy tersenyum ke arahku.
“Terserah
kalian” kalimatku.
“Tapi,
tidak sekarang” ka’Dhavy.
Sebuah
alat scan berukuran kecil untuk menghitung barang-barang keluar masuk di gudang
ataukah tempat lainnya. Pada masing-masing koli barang diberi barcode. Sebagai
contoh, terdapat 2.500 koli barang masuk pada suatu perusahaan. Pihak gudang
hanya melakukan scan pada barang-barang tersebut untuk menghitung. Sekalipun
melakukan scan lebih dari satu kali tidak akan terjadi hitungan double. Alat
tersebut sudah diprogram otomatis sehingga lebih memudahkan. Data akan
tersambung otomatis pada kedua belah pihak yang sedang bekerja sama ke email
ataukah program masing-masing.
Alat
ini akan menginput data langsung, kemudian menyambungkan ke program komputer
perusahaan sebagai barang masuk sesuai dengan nama produk masing-masing.
Andaikan dalam 1 koli berisi 50 jumlah barang tertentu, maka akan terinput
dengan sendirinya sebagai stok tambahan sesuai nama produk tersebut. Jadi,
pihak gudang bisa terbantu tanpa harus ketakutan terjadi selisih barang hingga
berujung perselisihan atau saling mencurigai.
Tiap
pengambilan barang, tinggal melakukan scan dengan menekan tombol barang keluar,
maka dengan sendirinya akan terdata di program Stok komputer dan akan terjadi
pengurangan otomatis. Stock opname tidak perlu lagi dilakukan secara manual.
Sebuah kamera dirancang khusus pada alat scan tersebut untuk membantu ataukah
menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Bentuk
alat scan ini sama seperti pengukur suhu tubuh. Yang membedakan terdapat layar
cukup besar untuk melakukan program otomatis. “Jenis alatnya keren juga” Feivel
menariknya dari tanganku.
“Kau
sukses menciptakan alat ini kawan” Brayn.
“Pujian
atau penghinaan?” cibiranku.
“Entahlah”
Brayn.
“Bersabarlah
sedikit lagi” ka’Dhavy seolah menyadari pikiranku.
“Sudah
malam” Feivel.
“Kuharap
Adriel menikmati tidur nyenyaknya malam ini” ka’Dhavy.
“Entahlah”
celoteh Brayn.
Apa
saya masih bernafas esok hari? Pertanyaan bodoh yang terkadang mengusik alur
ceritaku. Seorang Adriel menjadi ilmuwan abal-abal? Rasa-rasanya saya ingin
tertawa keras sekeras mungkin. Saya harus sekamar bersama 3 manusia reseh...
Tiap
kamar berisi 4 tempat tidur bersusun sama seperti kehidupan asrama. Kami
berempat harus berbagi kamar satu sama lainnya. Terkadang, saya terhibur
melihat tingkah konyol mereka tanpa sadar. Selalu saja berbagi cerita kacau
hingga membuatku tersenyum diam-diam.
Brayn
yang pendiam habis berubah drastis karena kekonyolan hidup dua manusia di
depanku. Bahkan sikap Brayn sekarang jauh lebih kacau dibanding mereka berdua.
“Feivel, hentikan kelakuan gilamu!” ujarku.
“Buat
lebih spektakuler lagi bos” teriak Brayn.
“Sangat
menjijikkan” Brayn menaruh kotoran hidungnya sekitar wajahku.
“Kau
terlalu serius” Brayn.
“Hidup
itu jangan dibawah serius” Habakuk.
“Nanti
cepat?” pancingan Feivel.
“Cepat
mati” Brayn.
“Mati
nenek moyangmu” kalimatku.
“Kan
kenyataan” Brayn.
“Jangan
sampai nafasmu menghilang dari permukaan bumi” Feivel.
“Kacau”
kalimatku.
“Sudah
malam, ayo tidur!” Habakuk.
Saya
tidak bisa tidur selama seminggu awal tinggal sekamar dengan mereka. Kenapa
bisa? Suara dengkuran Feivel benar-benar menyita perhatianku tiap malamnya.
“Hentikan
kegilaanmu!” kebiasaan buruk Habakuk, selalu saja mengigau dalam tidur
lelapnya.
“Anjing
kecil, saya tidak lagi peduli denganmu” masih seputar Habakuk.
Sepertinya,
saya sudah terbiasa menjalani hidup bersama kelakuan tengil mereka. Jauh di
dasar hari, mereka adalah sahabat terbaik buat seorang Adriel. Bersama-sama
menikmati masa kritis pada saat itu, akan tetapi hidup juga terbentuk di tempat
ini.
“Adriel,
bersihkan kamar” Brayn.
“Feivel
menyapu sekaligus mengepel semua ruangan” Brayn.
“Brayn
jadi tukang masak di dapur” kalimatku.
“Habakuk
jadi tukang cuci piring” Feivel.
Seperti
itulah jadwal kerja kami. Seluruh personil berjumlah puluhan orang dan semuanya
anak muda ga ada orang tua kecuali tuan Aahaziah bersama penasihat ajaib
lainnya. Kekacauan lain memory kemarin adalah harus putus dengan pasangan
masing-masing andaikan menjalin hubungan dengan seseorang. Kami semua 100%
jomblo tanpa pasangan.
Apa
seorang pria bisa hidup tanpa wanita sebagai pasangannya? Entahlah. Saya tidak
lagi bisa cuci mata karena hampir seluruh personil berasal dari kaum Adam. Di
lain pihak, beberapa personil kaum Hawa terlihat judes, galak, bahkan menakutkan
hingga membuat kami ngeri tiap menatap mereka...
“Apa
lihat-lihat?” terkadang sikap judes Nara mengudara walaupun dirinya selalu
memberi kekuatan waktu lagi diberi ceramah oleh pria tua...
“Adriel”
kebiasaan buruk Shine mengacak-acak rambutku tiap berada di sampingku.
“Hentikan
kelakuanmu!” berusaha menghentikam aksinya.
“Kalau
Shine ga mau berhenti, lantas mau apa?” Shine.
“Gadis
kacau” ujarku.
“Biarin,
bodoh amat” makin mengacak rambutku.
“Shine,
kacaukan lagi dinding pertahanannya” teriak Brayn.
“Saya
mendukung Shine” Habakuk.
“Kalian
memang sudah tidak waras” ujarku.
“Hidup
itu jangan terlalu serius, nanti cepat mati” ledekan Feivel.
Kehidupan
berbeda menciptakan seribu jenis pertanyaan. “Tatapanmu benar-benar mematikan”
Feivel menggeleng-geleng kepalanya.
“Jangan
terlalu serius nanti cepat mati” Brayn masih meledek.
“Memang
apa yang kukatakan?” pertanayaan kesal dariku.
“Entahlah”
Brayn.
“Jangan
terlalu serius, nanti...” Feivel.
“Nanti
apa?” nada suaraku terdengar kesal.
“Nanti
wajahmu makin cepat tua” Feivel.
“Ternyata
wajahmu memang tua juga yah” Brayn.
Bagian 3...
“Sampai
dimana perkembangan persiapan ke depan?” pertanyaan seorang wanita menakutkan
yang sedang berdiri dalam sebuah ruangan.
“Sejauh
ini mereka berkembang cukup baik” Ahaziah menjawab pertanyaan tadi.
“Pekerjaan
di depan tidak mudah, bisa dikatakan berada pada situasi mencekam di antara
yang paling mencekam” pernyataan sang wanita tadi.
“Saya
yakin mereka dapat diandalkan, kalau kemarin mereka semua bisa melewati proses
demi proses paling tersulit sekalipun artinya tidak akan ada penyimpangan
ataukah kesulitan bagaimanapun di depan kelak” Dhavy memulai pembincaraan.
“Buatmu
dan menurutmu, tapi tidak denganku” kalimat menantang sang wanita.
“Maksud
ucapan anda?” Ahaziah.
“Sejenius
ataukah sebijak apa pun mereka, tetapi andaikan salah memilih pasangan tetap
saja kita semua ke jurang sekalian saja ke neraka jahanam” ujar si’wanita...
“Jadi?”
Dhavy.
“Pikirkan
caranya!”
“Cara
seperti apa?” tuan Ahaziah.
“Tidak
mungkin juga mereka tidak menikah dan harus hidup tanpa pasangan selamanya”
Dhavy.
“Suatu
hari kelak, mereka akan dijebak sisi terlemah baik sadar maupun tidak disadari
ataukah disengaja maupun tidak disengaja sama sekali” si’wanita...
“Artinya?”
Ahaziah.
“Mereka
harus mulai bergumul tentang pasangan hidup dan jangan asal memilih,
understand?” si’wanita.
“Arauna,
jangan membuatku ketakutan dengan pernyataanmu tadi” Dhavy.
Wanita
tadi bernama Arauna dengan sejuta bayangan misteri di sekelilingnya. “Lantas
menurutmu seperti apa?” Arauna.
“Entahlah”
Ahaziah.
“Saya
tidak menginginkan istilah pernikahan politik, sosialita, bisnis dan lain
sebagainya teman-temannya di belakang” Arauna.
“Tidak
berarti seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi, sempurna, etika yang
terbaca dari luar menjadi sebuah keharusan untuk masalah pasangan hidup mereka”
Arauna.
“Menyindir”
Ahaziah.
“Jangan
tertipu tentang objek-objek yang hanya terlihat dari luar” Arauna.
“Sepertinya
kau punya rencana mencurigakan” Dhavy.
“Mereka
harus mengikuti aturan main untuk pemilihan pasangan hidup” Arauna.
“Perempuan
menakutkan” Dhavy.
“Sepertinya
pasangan hidup mereka harus mendapat restu 100% dari organisasi ini dan tidak
lagi bercerita restu dari orang tua masing-masing” Ahaziah.
“Ya,
sepertinya” Dhavy.
“Masing-masing
dari mereka harus menciptakan skenario-skenario tidak terduga, kalau di rasa
yakin silahkan memasuki konferensi meja bundar, lantas melakukan presentasi
tentang calon kandidat pasangan hidup di depan” Arauna.
“Sampai
segitunya?” Dhavy.
“Kau
saja mengenaskan kemarin, lantas pertanyaanmu jalan kemana bos?” Arauna.
“Kita
semua sudah sampai sejauh ini, lantas harus hancur hanya karena salah satu
bahkan keseluruhan pasangan hidup mereka?” Arauna.
“Bagaimanapun
juga memang harus diakui kalau seseorang akan mengalami kesulitan berjalan
tanpa pasangan hidup di sampingnya” Ahaziah.
“Salah
memilih artinya siap masuk jurang” Arauna.
“Memilih
hidup sendiri artinya siap menghadapi jebakan-jebakan” Arauna.
“Pantas
saja kau menyuruh mereka putus kalau memiliki pacar kemarin sebelum memasuki
proses mematikan lebih lanjut darimu” Dhavy.
“Kau
pikir gampang menjalani proses seperti ini? Makanya dari itu, hingga saya
mencari manusia-manusia di bawah umurku agar mereka tidak memikirkan ataukah
mati ketakutan karena tidak memiliki pasangan hidup” Arauna.
“Pernyataan
gila memang” Ahaziah.
“Berbicara
tentang pasangan hidup memang benar-benar sensitif” Arauna.
“Pengalaman
memang” Ahaziah
“Terlebih
kami sebagai kaum hawa kelewat bahkan sangat-sangat sensitif” Arauna.
“Ganas
memang, apa lagi berada pada posisi seperti sekarang diteror terus kiri kanan”
Ahaziah.
“Bayangkan
hingga detik sekarang, saya terus saja mendapat khotbah-khotbah paling
menakjubkan” Arauna.
“Contohnya”
Dhavy.
“Tidak
baik kalau manusia itu hidup sendiri” Arauna tertawa keras.
“Selain
kata tadi?” Ahaziah.
“Kalau
kau tua siapa yang akan memperhatikan dirimu, jangan pilih-pilih pasangan,
tendanganmu kelewat tinggi, perawan tua buanget” Arauna.
“Lebih
parah lagi kalau berbicara masalah keturunan, sulit memiliki keturunan di usia
kepala tiga dan lain sebagainya” Arauna.
“Kasihan
benner hidupmu” Ahaziah.
“Lagi
curhat yah?” Dhavy.
“Ini
semua karena perbuatanmu” Arauna.
“Kenapa
saya?” Dhavy.
“Saya
juga sudah punya anak keles andaikan tidak sedang menjalani hidup seperti ini”
Arauna.
“Curhatannya
jangan kelewatan juga keles” Ahaziah.
“Itu
dia masalahnya” Dhavy.
“Namanya
perempuan, ya tentu saja curhatannya ganas tingkat dewa apa lagi kalau sudah
menyangkut jodoh dan tidak kawin-kawin” Arauna.
Pertengkaran
sedang terjadi di antara mereka. Suatu perjalanan mempertemukan antara satu
sama lainnya. “Pertemukan antara saya dan mereka!” ucapan Arauna mengalihkan
pembicaraan.
“Menakutkan”
Ahaziah.
“Jiwa
penasaranku makin tinggi terlebih terhadap salah satu dari mereka, siapa lagi
namanya biasa kau ejek dengan kata manusia picik?” Arauna.
“Masalahnya
anak itu kelewat serius, ya, sekali-sekali kisahnya dibuat makin membahana”
Ahaziah.
“Dasar
pria tua” Ledekan Dhavy.
“Segala
sesuatu di pikirannya hanya bersifat jutaan pertanyaan” Ahaziah.
“Dari
mana pria tua sepertimu menyadari maksudku mengambil kesimpulan seperti itu?”
Arauna.
“Raut
wajahnya tidak bisa menipu, hasil pekerjaan yang diberikan, tiap pernyataan
dari mulutnya seolah-olah hanya bercerita tentang pertanyaan semata walaupun
dikatakan tidak pernah diungkapkan ke permukaan” Ahaziah.
“Dasar
pria tua” teriak Arauna.
“Serba
salah” Dhavy.
“Apa
pun itu, jangan sampai mereka salah memilih pasangan. Understand?” Arauna.
“Konferensi
meja bundar harus segera dilakukan” Dhavy.
“Harus
ada yang menjadi sahabat, tetapi di tempat lain harus ada yang menjadi monster.
Understand?” Arauna.
“Menjadi
sahabat serba salah” Ahaziah.
“Menjadi
monster juga serba salah” Dhavy.
“Entahlah”
Arauna menarik nafas dalam-dalam.
Keadaan
membuat segala sesuatu berubah. Apa pun itu, masing-masing memiliki porsi
cerita hidup tersendiri. Kerikil-kerikil tajam memang menjadi petualangan
paling sulit untuk dilupakan.
“Perbaharui
lagi sistem yang kau gunakan secara keseluruhan untuk bidang yang satu ini!”
seperti biasa wajah menyeramkan pria tua bernama Ahaziah sedang mengudara
terhadap Adriell.
“Seperti
biasa” dentingan suara hati seorang Adriell mengudara.
“Btw,
sebentar malam akan ada pertemuan menggemparkan buat kalian” Dhavy tiba-tiba
masuk menepuk bahu Adriell.
“Pertemuan
apaan?” Nara melemparkan pertanyaan setelah mendengar ucapan Dhavy tanpa
sengaja.
“Sepertinya
pertemuan serius?” Shine tiba-tiba masuk ke tengah mereka.
“Sangat
serius” Dhavy.
“Tidak
biasanya pertemuan seperti ini” Feivel.
“Ya
begitulah” Dhavy.
Seluruh
Personil dari organisasi gelap berkumpul sesuai waktu yang telah ditentukan.
Waktu tepat menunjukkan pukul tujuh malam pada jam dinding raksasa yang terpasang
manis di ruangannya. “Kalian akan dipertemukan dengan seseorang dari ribuan
pertanyaan selama proses petualangan kemarin hingga detik sekarang” Dhavy
memulai pembicaraan.
“Hai,
selamat malam semuanya” sosok Arauna menyapa mereka sambil berjalan masuk ke
ruang tersebut.
“Tentu
kalian bertanya, siapa sih perempuan di depan kami ini?” Arauna.
“Ya,
betul sekali” Dhavy membalas lantang.
“Kenalkan,
saya Arauna. Terserah kalian mau panggil Ra atau Ara atau Rauna, silahkan!”
Arauna.
“Arauna
artinya suatu tempat rahasia” Feivel tiba-tiba mengangkat pembicaraan.
“Sepertinya”
Arauna.
“Semacam
organisasi yang dibentuk seperti sekarang ini misalnya” Dhavy.
“Sepertinya”
Arauna.
“Btw,
kalian dikumpulkan di sini bukan untuk mencari arti nama saya melainkan sesuatu
dan lain hal” Arauna kembali berbicara.
“Maaf,
sejauh ini anda hanya menyebutkan nama tanpa menjelaskan identitas tentang
asal, dimana, personil apa, dan lain sebagainya tentang diri anda” Adriel
memotong tegas kalimat perempuan di depannya.
“Sosok
dibalik skenario permainan kehidupan kalian yang paling mengenaskan sekalipun.
Puas dengan jawabanku?” Arauna.
“Maksud
dan tujuan memperkenalkan diri sekarang?” Adriel.
“Masih
bersifat rahasia, sepertinya” Arauna.
“Wow”
Nara.
“Btw,
kehidupan kalian menentukan banyak hal penting ke depan artinya jangan asal
menjalani sesuatu objek di luar dugaan sekalipun dikatakan terlihat bahkan
terdengar menguntungkan” Arauna.
“Termasuk
pasangan hidup kalian masing-masing” Arauna menatap tajam ke arah mereka satu
per satu.
“Pasangan
hidup?” kekompakan luar biasa secara serentak dari mereka.
“Saya
pikir pertemuan apaan” Shine meggerutu kesal.
“Apa
kau tidak mau menikah?” Arauna.
“Apa
kau mau selamanya ingin menjadi perawan tua lapuk?” Dhavy.
“Pertanyaan
apaan ini?” Shine.
“Saya
saja stress tujuh keliling hanya karena masalah tidak menikah-menikah” Arauna.
“Itu
kemarin keles” Dhavy.
“Lagi
curhat bos?” Ahaziah.
“Pertama
kalinya pria tua di depanku bersenda-gurau seperti ini?” Adriel bergumam pelan.
“Kau
bicara apa barusan?” Ahaziah menatap tajam ke arah Adriel.
“Tidak
ada” Adriel.
“Kembali
ke topik utama tentang masalah pasangan hidup” Arauna.
“Seseorang
tidak mungkin bisa berjalan tanpa pasangan hidup di sampingnya, kecuali kalau
Tuhan menetapkan kalian menjadi bujang lapuk tua dan menjalani hidup seperti
rasul Paulus” Arauna.
“Saya
mencium objek menakutkan sekarang ini” Feivel.
“Sepertinya”
Nara.
“Jangan
perlihatkan identitas kalian di depan umum terhadap seseorang yang dikatakan
berhati malaikat sekalipun” Penegasan Arauna.
“Silahkan
jelajahi beberapa tempat menurut kalian baik untuk mencari pasangan hidup
terbaik, setelah itu kami menunggu presentase tentang lawan jenis pilihan kalian
di sini!” Arauna.
“Kenapa
juga harus seperti ini?” Adriel.
“Untuk
kebaikan bersama, understand?” Ahaziah.
“Kami
sudah mempersiapkan skenario terbaik untuk mengetahui apakah lawan jenis yang
ditentukan berasal dari sang semesta ataukah hanya nafsu belaka” Arauna.
“Sedikit
mencurigakan” Feivel.
“Konferensi
meja bundar menanti senantiasa diri anda di sini” Dhavy.
“Kalau
kalian mendapatkan sesuatu yang dikatakan standar kecantikan ataukah ketampanan
di atas rata-rata artinya satu bonus terbaik yang Tuhan beri, tetapi jangan
terlalu berfokus terhadap sesuatu yang dikatakan dari luar semata” Arauna.
“Kami
memiliki standar tersendiri untuk masalah pasangan hidup, jadi, jangan membuat
satu kesalahan dengan dampak cukup atau bahkan sangat fatal. Understand?”
Ahaziah.
Seluruh
personil terlihat menggeleng-geleng kepala 7 keliling. “Puluhan personil
memasang wajah cukup mengerikan” Ahaziah mulai menatap ke arah Arauna setelah
mereka semua meninggalkan ruangan tersebut.
“Bodoh
amat” Arauna.
“Mereka
harus mengikuti standar yang memang sudah ditetapkan” Arauna.
“Setidaknya
masa kritis mereka sudah berlalu” Dhavy.
“Personil
pilihan sang semesta memang beda” Arauna.
“Memang
ini yang kau inginkan bukan?” Ahaziah.
“Siapa
yang mau bertanggung jawab masalah besar di depan kalau personil pemulihan
kelak andaikan jatuh ke tangan kita? Saya berani mengambil resiko asalkan bukan
pilihan manusia melainkan langsung pilihan Tuhan dan melalui proses tertentu”
Arauna.
“Cukup
menakutkan” Davy.
“Lagian
kalaupun negara dan bangsa ini menolak, tetap mereka tidak rugi sama sekali”
Arauna.
“Kok
bisa bukan mereka yang rugi setelah pelatihan sekaligus masa kritis paling
menakutkan?” Ahaziah.
“Mereka
memiliki kualitas tinggi baik dari segi karakter maupun IQ apa lagi pilihan
Tuhan tidak pernah salah, artinya bangsa dan negara ini yang rugi besar melepas
berlian begitu saja hanya karena fanatisme berlebihan atau masalah tidak masuk
akal” Arauna.
“Negara
luar siap antri tujuh keliling kalau Tuhan sudah menyatakan semunya” Arauana.
“Jangan
terlalu percaya diri” Dhavy.
“Imanmu
dimana? Kalau kau sukses membawa mereka sejauh ini artinya iman untuk membuat
seluruh negara antri tujuh kelilingpun pasti bisa dan memang akan terjadi”
Arauna.
“Jangan
gunakan kekuatanmu untuk berjalan, tapi gunakan kekuatan doa sekaligus iman
memindahkan gunung” Ahaziah.
“Ingat”
Arauna.
“Tentang?”
Dhavy.
“Pilihan
Tuhan tidak pernah salah, jadi, jangan tertipu hanya dengan melihat casing
semata” Arauna.
“Something
pakai banget” Dhavy.
“Sepertinya”
Ahaziah.
“Mempersiapkan
segala sesuatu dengan perencanaan cukup matang jauh lebih baik dibanding tiba
masa tiba akal” Arauna.
Bagian 4...
Arauna...
Andaikan
saya tidak mengalami peristiwa seperti ini, 100% hidupku tidak akan pernah
berjalan ke jalan yang dikatakan sarang harimau sekaligus tempat perkumpulan
iblis paling mematikan. Tidak mungkin juga sosok Arauna manusia paling terpolos
sedunia mencari mati dengan begitu mudahnya. Apa saya sudah gila?
“Saya
ingin menjalani kehidupan biasa, tetapi keadaan membuatku harus berjalan di
tempat yang tidak pernah kuinginkan seumur hidupku” menarik nafas panjang
sambil membayangkan banyak hal.
Proses
penerimaan kehidupanku sendiri bagi negara dan bangsa ini memang butuh waktu
panjang. Mereka semua belum mengenal banyak hal ataukah identitasku sendiri.
Semua orang akan berkata kalau saya sedang berhalusinasi pada saat itu, tetapi
hatiku selalu berkata saya tidak sedang berhalusinasi. Apa yang akan terjadi?
“Kalaupun
mereka mau menerima sekaligus menaruh kepercayaan penuh terhadapku, artinya
personil tim kerja yang sudah kubentuk jauh-jauh hari harus diterima pula tanpa
melemparkan banyak argument” membayangkan objek-objek ke depan.
Seandainya
kalian sudah mengenalku dan apa yang sedang terjadi selama ini, ada sesuatu hal
yang ingin saya katakan. Saya bukan orang jenius seperti kebanyakan orang di
luar sana. Kehidupanku tidak berasal dari keluarga kaya raya apa lagi status
pendidikan tinggi. Di tempat lain, saya juga tidak akan pernah menjanjikan
sesuatu apa pun terhadap bangsa ini, tetapi kalau memang sang semesta
menginginkan jalan hidupku berurusan dengan permasalahan bangsa ini artinya dua
tanganku akan berjuang keras.
Sebelum
semua itu terjadi, saya ingin memberikan kesempatan terhadap kalian untuk
mencari seseorang ataukah pilihan menurut versi terbaik kalian demi perbaikan
bangsa dan negara ini. Kenapa? Karena versi yang kuinginkan sepertinya
berbanding terbalik dengan kalian. Andaikan ada cara lain untuk melakukan
perbaikan, tentu saya tidak akan menggunakan cara seperti ini.
Permasalahan
tentang apa? Personil tim kerja yang kami bentuk merupakan penganut kepercayaan
minoritas sama seperti saya dan tentu semua itu merupakan masalah terbesar
bahkan sulit untuk diterima. Kalian tidak bisa memaksakan iman kepercayaan
tertentu terhadap kami. Begitupun sebaliknya, kami tidak mungkin juga
memaksakan agama sekaligus kepercayaan tertentu terhadap kalian. Semua ini,
tentu menimbulkan masalah terbesar bahkan ribuan penolakan memang akan terjadi.
Saya
dan tim kerjaku ke depan tidak punya niat untuk melakukan penyebaran agama
kepercayaan tertentu. Kalaupun saya berusaha menjelaskan sesuatu hal, itu semua
karena sang semesta membuat jalanku berada di sekitar area kalian. Memang butuh
waktu sekaligus proses panjang untuk menerima kami dalam situasi semacam ini.
“Silahkan mencari seseorang atau sekelompok manusia menurut versi terbaik
kalian. Saya juga tidak mungkin marah apa pun pilihan bangsa ini” berkata-kata
seorang diri dalam kamar.
“Andaikan
versi terbaikmu gagal, silahkan datang mencari kami karena dua tangan ini siap
merangkul tanpa maksud tertentu”...
Saya
dan tim kerjaku siap mengulurkan tangan sewaktu bangsa ini tidak lagi menemukan
jalan di depan. “Saya akan menunggu waktu itu datang” berujar kembali...
Ketika
kalian memberi kepercayaan penuh artinya jangan pernah menolak apa pun yang
sedang kami kerjakan. Ada begitu banyak pihak siap mempermainkan kalian dengan
ribuan jebakan ataukah hoaks tentang banyak hal. Saya tidak menuntut bayaran
tinggi untuk segala sesuatunya, hanya saja berikan kepercayaan kalian
sepenuhnya tanpa menganggap objek di depan merupakan sebuah penistaan yang
sebenarnya hanyalah permainan belaka sekelompok oknum tertentu yang
menginginkan kursi tertinggi. Jangan langsung percaya pemberitaan negatif
tentang apa pun itu di sekitar alur cerita kami.
Semua
butuh proses terlebih masalah penerimaan kalian untuk saya dan tim kerjaku. Apa
pun itu, kalian berhak menentukan pilihan menurut standar kualitas ataukah
versi terbaik lainnya. “Saya dan tim kerjaku ingin berada di sebuah negara
asing andaikan penolakan itu memang terjadi” mulai membayangkan kegiatan yang
ingin kulakukan.
Saya
tidak akan pernah marah apa pun pilihan kalian. Hal yang ingin kulakukan adalah
mengejar mimpiku di negara asing, jadi, jangan pernah menyimpan perasaan
negatif ataukah rasa bersalah terhadap banyak hal. Seandainya saya tidak
menjalani kehidupan menakutkan seperti ini ataukah penolakan kalian berulang
kali, mungkin hidupku berjalan biasa-biasa saja tanpa seni dibalik sebuah alur
cerita. Saya juga ingin belajar untuk tidak kecewa ataukah bertanya terhadap
Tuhan tentang banyaknya cerita-cerita misterius.
Apa
yang akan terjadi dengan kisahku ke depan? Hal terbodoh yang kuinginkan
selanjutnya adalah tim kerjaku tidak boleh asal memilih pasangan hidup. Saya
tidak munafik dengan keadaan. Masalah cuci mata melihat lawan jenisku memang
sering kulakukan, tetapi saya selalu berdoa agar Tuhan membuatku tetap bertahan
di tempat yang seharusnya dan tidak sedang melakukan penyimpangan.
“Jangan
asal memilih pasangan” tertawa sedikit sinis membayangkan banyak hal.
Saya
tidak sedang ingin menjadi orang tua buat mereka, tetapi keadaan hingga
memaksakan banyak hal untuk berjalan ke sebuah sudut jalan persimpangan.
Konferensi meja bundar sepertinya akan menciptakan cerita unik di dalamnya.
“Selamat pagi bos besar” menyapa pria tua berkacamata tebal bersama jenggot
terlihat berantakan di sekitar wajahnya.
“Pagi
juga nyonya besar” balasan tuan Ahaziah sambil tersenyum.
“Skenariomu
di luar akal pikiran pria tua sepertiku” tuan Ahaziah.
“Bos
besarku bisa-bisanya berbicara seperti itu” menepuk bahu beliau.
“Hentikan
kelakuan gilamu!” tuan Ahaziah.
“Bisakah
anda mencukur jenggot berantakan ini?” sedikit memegang jenggot kesayangannya.
“Wajahku
penuh bulu tentu memiliki seni, artinya tidak akan pernah” tuan Ahaziah.
“Pertama
kalinya saya melihat pria tua itu bersenda gurau” Adriel salah satu personil
organisasi gelap tiba-tiba saja berdiri di pintu.
“Maksud
ucapanmu?” tuan Ahaziah menatap tajam sekaligus kembali berperan sebagai
manusia paling menyeramkan.
“Namamu
Adriel atau bukan?” pertanyaan ke arahnya.
“Ya
seperti itulah” jawaban darinya sedikit lantang.
“Coba
kuperhatikan lembar kerjamu” segera menarik kertas di tangan pemuda tersebut.
“Masalah
keuangan?” menyimpulkan sesuatu hal.
“Saya
dan Dhavy ingin mempersiapkan satu objek tersendiri” tuan Ahaziah.
“Kau
yakin pria di depan kita ini bisa di andalkan?” melemparkan pertanyaan.
“Menurut
analisa pekerjaan sekaligus pelatihan yang diberikan bisa kau nilai sendiri”
tuan Ahaziah.
“Bos
besarku menaruh kepercayaan penuh terhadapmu. Jadi, jangan membuat dia kecewa
sedikitpun!” menatap ganas pemuda tadi.
“Maksud
anda?” Adriel.
“Jangan
menatap pria tua di depanmu sebagai sosok monster terkejam. Semua yang
dilakukan hanya demi kualitas nilai buatmu semata, understand?” menciptakan
sebuah pernyataan.
“Ada
saatnya kau akan mengerti banyak hal tidak terduga. Jadi, seluruh pertanyaanmu
akan terjawab di waktu yang tepat” melanjutkan ucapanku kembali.
“Perasaanku
berkata kalau saya tidak sedang melemparkan pertanyaan” Adriel.
“Tapi,
raut wajahmu bercerita lain” membalas ucapan Adriel sambil mendorong kepalanya
memakai dua jariku.
“Keluar
dari ruangan ini segera!” pria tua mengenaskan menatap tajam...
“Tentu”
Adriel segera melangkahkan kakinya.
“Kita
masih butuh 2 orang lagi untuk sistem pengelolahan sekaligus peneliti masalah
keuangan” kalimatku
“Adriel
saja tidak cukup” lanjutan ucapanku.
“Maksudmu?”
tuan Ahaziah.
“Karena
hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada
penasihat yang banyak” menjawab pertanyaannya.
“Artinya?”
tuan Ahaziah.
“Siapkan
segala sesuatunya jauh-jauh hari!” menjawab lagi...
“Menurutmu
personil paling tepat?” Dhavy tiba-tiba berdiri di belakang kami.
“Sejak
kapan kau di sini?” tuan Ahaziah.
“Sejak
tadi” Dhavy.
“Siapa
personil paling tepat untuk penambahan anggota di bagian paling sensitif bahkan
selalu menjadi akar iblis paling mematikan?” Dhavy.
“Brayn”
Ahaziah
“Personil
terakhir selain mereka berdua?” Dhavy.
“Nara
Christabel” menjawab lantang mendahului pria tua di sebelahku.
“Kau
sengaja memilih perempuan?” tuan Ahaziah.
“Berbicara
uang tentu bersifat sensitif sekaligus alat iblis paling mematikan untuk
menjebak banyak hal” menjawabnya.
“Saya
tidak katakan perempuan tidak mungkin terjebak, kenapa bisa? Karena 90% kaum
Hawa juga selalu menjadi harimau paling bengis hingga terjebak ribuan kali
sekitar lorong mematikan di sana” melanjutkan lagi.
“Lantas?”
Dhavy.
“Hanya
saja seorang perempuan memiliki insting lebih kuat tentang beberapa sistem
pengelolahan bahkan tahu yang terbaik untuk situasi cukup mencengangkan”
ujarku.
“Harus
kuakui kalau beberapa personil kaum Hawa memang cukup bijak untuk berjalan di
tempat yang seharusnya ataukah tidak sama sekali” Dhavy.
“Berikan
mereka bertiga soal-soal paling sulit diatasi!” nada memerintah.
“Seperti
biasa” sindiran Dhavy.
Mengumpulkam
tiga personil untuk mengikuti sistem pelatihan sesuai standar. Kami berlima
sedang berada pada sebuah meja bulat dan saling menatap satu dengan lainnya.
“Kalian tahu kenapa berada di meja bundar sekarang ini?” tuan Ahaziah memulai
pembicaraan.
“Maaf
sebelumnya, saya belum memiliki kandidat pasangan hidup” Brayn mengangkat
tangan.
“Maksudmu?”
pertanyaanku.
“Saya
masih belum sempat mencari kandidat jodoh terbaik. Jadi, saya belum siap untuk
konferensi meja bundar kalian berdua” Brayn.
“Kau
belum tahu kenapa dipanggil kemari?” pertanyaan serius dariku.
“Apa
saya membuat kesalahan?” Brayn.
“Entahlah”
menjawab asal.
“Pertemuan
meja bundar yang sekarang ini membahas masalah pelatihan bidang keuangan” tuan
Ahaziah.
“Jadi,
bukan masalah jodoh” mereka bertiga serentak berbicara.
“Bukan”
menggeleng-geleng kepala di hadapan mereka.
“Syukurlah”
sekali lagi nada serentak berkata-kata dari mereka bertiga.
“Sehati
amat” menyindir mereka.
“Tetap
saja kalian bertiga harus mencari kandidat jodoh terbaik” tuan Ahaziah.
“Btw,
kalian bertiga silahkan menciptakan sistem pengelolah keuangan menurut versi
terbaikmu!” memberi mereka masing-masing lembaran kertas berisi sebuah soal.
“Tahun
ini, bank dunia menyatakan krisis moneter 2x lipat jauh lebih menakutkan
dibanding tahun sebelumnya. Di lain tempat terjadi perang hebat antara negara A
dan B hingga menyebabkan kondisi perekonomian antara negara semakin merosot. Di
negara sendiri memiliki banyak sisi kelemahan dengan kata lain faktor-faktor
ini sebagai pencetus hutang mengalami lonjakan terparah bahkan jauh lebih
menakutkan. Ciptakan management keuangan paling berbeda untuk membuat negara
sendiri bertahan di tengah keadaan dunia semacam ini!” Nara membaca soal di
lembaran kertas tersebut.
“Gila”
Adriel.
“Kenapa
jenis soalnya tidak menyertakan jumlah angka tertentu? Gimana mau menjawab?”
Brayn.
“Saya
depresi berat” Nara.
“Mati
banyak” Brayn.
“Jangan
mati dulu karena kami masih membutuhkan dirimu” tuan Ahaziah.
“Ciptakan
sistem pengelolahan keuangan sebagai benteng pertahanan, bayangkan sendiri
jumlahnya seperti apa!” memberi kata-kata.
“Jangan
asal menciptakan sistem keuangan kalau tidak mau lembaran jawaban kalian
dirobek-robek sedemikian rupa!” tuan Ahaziah.
“Kalian
bertiga harus memeriksa seluruh bidang di negara tercintamu tentang anggaran
pemasukan, posisikan bidang paling terpenting, dan ciptakan sistem pengelolahan
keuangan tidak biasa, tetapi harus menciptakan hasil di luar ekspektasi dalam
kondisi kritis!” menatap wajah mereka bertiga.
“Bagaimana
kalau kami gagal?” Adriel.
“Jangan
menjadi manusia pesimis. Justru karena objek-objek semacam ini biasa terjadi
sehingga kalian bertiga harus mengikuti pelatihan luar binasa tingkat
nano-nano, understand?” menjawab pertanyaannya.
“Keluar
dari ruangan ini segera!” mengusir mereka bertiga.
“Pelatih
terganas sejagat raya” tuan Ahaziah berkomentar setelah kepergian mereka.
“Biasa
saja keles” membalas ucapannya.
“Btw,
manusia satu itu sedang melakukan apaan?”
“Seperti
biasa mengamati seluruh teknologi terbaru yang kau tuntut dari kami semua”
penekanan tuan Ahaziah.
“Tidak
seperti itu juga keles jawabannya” mengerut kesal.
Kenyataan
yang ada bahwa seorang Arauna memerintahkan pria tua itu bersama manusia
satunya untuk mengkordinir permasalahan teknologi penemuan terbaru. Tuhan
sepertinya memakai saya untuk memberikan ide-ide dan gambaran teknologi
terbaru, sedang mereka berjuang keras mencari alat yang dibutuhkan bersama
sistem perakitan tidak biasa.
“Selamat
sore bosku yang paling kukasihi, kucintai, kuhargai, kuhormati” menyapa Dhavy.
“Ga
lagi sakit kan?” Dhavy.
Bagian 5...
DHAVY...
Hai
namaku Dhavy. Ada begitu banyak hal yang rasanya sulit dijelaskan terhadap
kalian semua. Kenapa bisa saya terikat dengannya? Tetapi, dari dasar hatiku
yang paling dalam saya tidak pernah menyesali banyak hal. Untung saja Sang
Semesta membuatku terikat dengannya, kenapa? Mau tahu banget atau kebangetan?
Jawabannya, ada aja...
“Selamat
sore bosku yang paling kukasihi, kucintai, kuhargai, kuhormati” perempuan satu
itu menyapaku seperti biasa.
“Btw,
apa kabarnya bosku hari ini?” tersenyum tipis sambil mengedip-ngedipkan dua
bola matanya.
“Minggir!”
bersikap cuek.
“Kau
makin tamvan kalau seperti ini” Arauna.
“Memang
sejak dulu saya tamvan, emang situ baru sadar?”
“Sepertinya
saya baru sadar” Arauna.
Seperti
itulah kehidupan kami ketika berkomunikasi satu sama lain. “Tamvan, bagaimana
kelanjutan kisah teknologi-teknologi canggih itu?” Arauna.
“80%
mengalami kemajuan” menjawab dirinya.
“Wow”
Arauna.
FLASHBACK...
“Ingat,
dunia sedang melakukan persaingan teknologi” Arauna.
“Sebuah
negara dikatakan mengalami kemajuan pesat ditandai dengan perkembangan
teknologi terbaru selain beberapa aspek penting lainnya. Maka dari itu, kita
harus bisa menguasai total di sekitar bidang ini, ngerti?” Arauna.
Sejak
awal mula personil organisasi ini mulai mengalami proses demi proses,
pernyataan Arauna paling mematikan ada di sekitar kata tadi. “Seluruh negara
sedang bersaing menciptakan nuklir paling canggih hingga menciptakan
kesombongan paling hakiki antara pemimpin dunia satu dengan lainnya” Arauna.
“Kalau
semua negara menciptakan nuklir paling heboh artinya kau dan seluruh personil
ini menciptakan penangkal paling terheboh juga” Arauna benar-benar serius
dengan pernyataannya.
“Kau
yakin?”
“Minta
petunjuk Sang Semesta, entah lewat mimpi, penglihatan, atau apa sajalah intinya
alat itu harus jadi” Arauna.
Pertanyaan
kemana dan jawaban kemana juga? “Memang Sang Semesta mau mendengar doa
pemaksaan seperti itu?”
“Tidak
ada yang mustahil bagi Tuhan, orang mati saja bisa dibangkitkan apalagi kalau
Cuma alat secuil itu” Arauna.
“Saya
benar-benar gila sekarang”...
“Seandainya
alat itu dipergunakan salah tentunya Tuhan pasti tidak akan menolong, akan
tetapi kan kita dibawah menjalani kehidupan seperti ini tanpa persetujuan artinya
pasti mendapat ACC dariNYA” Arauna.
“Intinya
cari alat itu bagaimanapun caranya, kalau tidak jangan pernah berjalan ke
arahku!” satu ancaman mematikan sosok Arauna.
“Saya
benar-benar gila sekarang” tiba-tiba saja goncangan hebat menyerang luar biasa.
“Ingat,
mereka harus dibagi menjadi beberapa kelompok. Jangan sampai semua personil
bertumpuk pada satu alat semata, sedangkan teknologi-teknologi terbaru lain
hancur berantakan bahkan tidak akan pernah ada!”Arauna.
“Saya
semakin gila”...
“Selain
itu mereka semua harus mempelajari sekaligus menguasai bidang-bidang lainnya
sesuai pembagian!” Arauna.
“Minimal
pengetahuan mereka tentang pendidikan, ekonomi, hukum, dan keuangan harus
berkisar 40% andaikan di antara mereka berada pada bidang pembagian lainnya!”
Arauna.
“Saya
butuh rumah sakit jiwa terdekat”...
“Tidak
ada yang mustahil bagi Tuhan, jadi, jangan pernah takut dan khawatir” Arauna.
Mimpi
apa saya semalam? Apa ini memang sudah menjadi takdirku semata? Saya ingin
tertawa sekeras-kerasnya bahkan lebih dari itu semua. Pria tua bernama Ahaziah
akan membunuhku sejadi-jadinya karena perbuatan perempuan gila itu.
“Apa
saya Tuhan?” tuan Ahaziah berteriak memaki.
“Apa
saya sejenius itu harus mengikuti kemauan gilamu?” makin mengumpat.
“Uang
dari mana?” wajah ganasnya semakin terlihat.
“Mana
saya tahu, tolong tanyakan pada sang semesta dan perempuan gila itu!” menjawab
ketakutan kalimatnya.
“Dasar
bengis” pria tua makin kesal.
“Dia
berkata kalau bagi Tuhan tidak ada yang mustahil, orang mati saja dibangkitkan
apa lagi hal seperti ini” menjawab kembali.
“Dia
pandai amat berkata-kata” tuan Ahaziah makin kesal.
“Jangan
melemparkan caci maki ke arahku! Memang saya Tuhan?” berusaha menghindar.
“Seenaknya
saja memerintah, memang dia tidak tahu apa yang terjadi” tuan Ahaziah.
“Lantas?”
“Bisa-bisa
saya gila tujuh keliling kalau begini” tuan Ahaziah meremas-remas seluruh
rambutnya.
“Saya
lebih gila empat belas keliling lebih parah dari situ keles” menggerutu kesal.
Akhir
cerita adalah kami berdua mencoba menghadapi dengan kepala dingin. “Gunakan
iman nekat keles” suara Arauna sangat menyebalkan.
Setelah
menjalani proses kehidupan cukup menakutkan, saya mencoba menjelaskan sesuatu
hal terhadap seluruh personil di depan tentang apa yang sedang terjadi. “Saya
meminta maaf sebesar-besarnya karena membuat kalian semua terjebak oleh
banyaknya objek menakutkan” menatap wajah mereka satu per satu.
“Semua
kejadian yang terjadi hingga kalian menjadi orang pilihan bukan karena kehendak
kami. Jadi, jika ingin melemparkan pertanyaan silahkan langsung menghadap ke
Sang Semesta!” mengungkapkan pernyataan kembali.
Secara
logika, sangat tidak masuk akal untuk mencari dan mengumpulkan mereka. Kenapa?
Kehidupan kami berdua akan berakhir di penjara. Arauna mah enak tinggal main
perintah...
Ada
begitu banyak pertanyaan-pertanyaan dari mereka, beruntung saja tuan Ahaziah
sukses mengatasi semuanya. Rela meninggalkan anak istrinya untuk beberapa waktu
lamanya hanya untuk sebuah kehidupan tidak terlihat di depan mata? Tuan Ahaziah
yang selalu menampakkan wajah kesalnya, tetapi beliau juga dikenal sebagai
pondasi terbaik di sini.
“Kami
akan membagi kelompok” tuan Ahaziah mulai berkata-kata.
“Tiap
kelompok akan beranggotakan dua personil saja” kembali tuan Ahaziah kembali
berbicara.
“Kalian
akan mengikuti kelas keuangan, pendidikan, ekonomi, dan hukum untuk kelas umum”
berkata-kata di hadapan mereka.
“Sedang
kelas khusus akan dibagi sesuai hasil pengamatan tentang skil masing-masing
personil berada dimana setelah ujian dalam keadaan sadar atau tidak sama
sekali” tuan Ahaziah.
“Skil,
umderstanding maksud saya pengertian, dan knowledge harus menyatu seimbang
artinya jangan meremehkan jenis latihan yang akan diberikan terhadap kalian
semua!” ujarku.
Saya
percaya beberapa kutipan setelah menjalani banyak hal. Supaya Aku menundukkan
bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka
pintu-pintu di depannya dan supaya pintu-pintu gerbang tidak tinggal
tertutup:
Aku
sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan gunung-gunung, hendak
memecahkan pintu-pintu tembaga dan hendak mematahkan palang-palang besi.
Aku
akan memberikan kepadamu harta benda yang terpendam dan harta kekayaan yang
tersembunyi, supaya engkau tahu, bahwa Akulah TUHAN, Allah Israel, yang
memanggil engkau dengan namamu.
Oleh
karena hamba-Ku Yakub dan Israel, pilihan-Ku, maka Aku memanggil engkau dengan
namamu, menggelari engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku.
Akulah
TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah
mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku,
supaya
orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang
lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain,
yang
menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan
menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.
Hai
langit, teteskanlah keadilan dari atas, dan baiklah awan-awan mencurahkannya!
Baiklah bumi membukakan diri dan bertunaskan keselamatan, dan baiklah
ditumbuhkannya keadilan! Akulah TUHAN yang menciptakan semuanya ini.
“Saya
hanya harus percaya tentang waktu sang semesta buatku” suara hati bergema
seketika.
Semua
personil butuh waktu untuk menerima apa yang sedang terjadi. “Ciptakan
persahabatan antara satu sama lain, jangan pernah merasa paling hebat diantara
semua karena kita adalah satu tim kerja di tempat yang tidak terduga suatu hari
nanti!” tuan Ahaziah berteriak keras di hadapan mereka.
“Beberapa
teknologi terbaru bahkan sangat penting harus kalian ciptakan dengan standar
kualitas tinggi sekalipun memakai dana seadanya ataukah peralatan sederhana”
berujar sambil berjalan mengelilingi mereka.
Secara
manusia, uang dari mana untuk persiapan seperti ini? Benar-benar mujizat
terjadi, entah dari mana dan dana itu tiba-tiba muncul. Perempuan reseh itu
benar-benar membuat kami semua dalam masalah besar. “Kalau kau macam-macam dan
tidak melakukan apa yang saya inginkan artinya cari mati” ancaman ganas Arauna.
Semua
perintahnya harus dijalankan dalam keadaan suka ataupun tidak suka sama sekali.
Berjalan buta-buta tanpa melihat sesuatu di depan jalan merupakan kisah paling
tragis sekaligus judul cerita hidupku. Awal mula berkenalan dengan tuan Ahaziah
juga terkesan sangat menakutkan, lucu, menggemaskan bersama cerita-ceritanya di
belakang. “Abraham berjalan buta-buta tanpa pernah tahu arah tujuan kemana,
hanya diperintahkan untuk keluar” Arauna.
“Artinya
kau harus berani berjalan buta-buta sama seperti Abraham” penekanan tegas
Arauna.
Kisah
hidupku memang beda dibanding kebanyakan orang di luar sana. Mimpi apa saya
tiap malamnya? Menjalani sesuatu hal paling menegangkan tiap detiknya. “Kalau
semua yang terjadi memang kenyataan dan bukan halusinasi semata artinya saya
menginginkan tim kerja pilihan Sang Semesta” ingatan kalimat Arauna
mengudara luar biasa tingkat nirwana.
FLASHBACK...
“Lagi
mengkhayal bos tamvan?” Arauna tersenyum gila di depanku.
“Bisakah
dirimu tidak menampakkan hal-hal aneh gitu?” berbicara sambil berusaha
memperbaiki kacamata.
“Beres
bos tamvan” Arauna berteriak.
“Masukan
bos tamvan didengar, dipertimbangkan, dan dijalani” Arauna.
“Penyakit
perempuan ini kumat lagi” pria tua tiba-tiba hadir di tengah kami.
“Apa
kau butuh tukang cukur jenggot berantakan?” Arauna berbalik ke arah tuan
Ahaziah.
“Tidak
akan pernah” tuan Ahaziah.
“Apa
kau sudah melihat kasus terbesar yang lagi marak sekaligus mengguncang negara?”
tuan Ahaziah.
“Kasus
paling dramatis” Arauna.
“Raut
wajahmu biasa saja keles” menepuk jidat Arauna.
“Sejak
tadi juga sudah biasa keles” Arauna balik menepuk jidat.
“Kacau
banyak” menggeleng-geleng kepala.
“Beberapa
penguasa sepertinya memang sengaja menciptakan sesuatu tidak terduga” tuan
Ahaziah.
“Keserakahan
dan ketakutan menjadi penyebab utama” Arauna terlihat serius menanggapi.
“Menurut
kalian siapa pemain paling menjebak diantara sekian dan sekian?” tuan Ahaziah.
“Kalaupun
tahu berpura-pura saja tidak tahu dan diam seribu bahasa” menjawab pertanyaan
pria tua.
“Yang
saya tidak suka karena seolah-olah dengan skenario mengenaskan ingin menjebak
hingga terjadi perang suku, agama, segala macamlah di dalamnya” Arauna.
“Kalau
memang ingin memakan suku sendiri, silahkan! Hanya saja jangan sekali-sekali
mengadu domba suku saya dengan suku lain” Arauna terlihat bernada judes.
Kasus
tidak terduga kemarin menceritakan tentang pembunuhan suku A terhadap suku B,
lebih parah lagi suku C dan D menjadi pemain dijebak secara kasat mata. Wajar
Arauna terlihat marah dikarenakan sukunya sendiri dijadikan pemain terjahat
bahkan paling menakutkan oleh seluruh media. Keinginan pemain di belakang
adalah terjadinya perang suku, yang kemudian berjalan menuju perang agama.
Bukannya kami tidak ingin peduli atukah masa bodoh tentang penderitaan keluarga
korban, hanya saja ada beberapa hal yang seharusnya dijalani dengan kepala
dingin.
“Kalau
diselidiki kembali, suku saya kebanyakan diam untuk segala sesuatunya dan
kebanyakan dari mereka tidak pernah berambisi mengejar kursi” sepertinya Arauna
meluapkan sisi emosionalnya.
“Entahlah”
tuan Ahaziah.
“Suku
saya selalu berusaha untuk beradaptasi terhadap suku manapun sekalipun di
daerah paling menakutkan dan tidak ingin mencari-cari masalah. Kemungkinan
besar semua ini hanya jebakan agar suku lainnya berpandangan buruk terhadap
kami. Tingkat IQ suku saya itu tidak perlu diragukan, bisa bersaing, dan jarang
ada di bawah rata-rata, hanya saja mereka tidak berambisi untuk selalu menjadi
yang paling utama ataukah menonjol” Arauna.
“Ganas”
ucapanku.
“Saya
terlalu menyayangkan hanya karena kursi lantas mengadu domba sampai segitunya.
Sekali lagi kalian berusaha bermain-main terhadap suku saya ataukah berjuang
keras mengadu domba dengan suku lain artinya siap-siap berhadapan dengan
sesuatu yang tidak akan pernah dilupakan” Arauna.
“Seandainya
saya hanya menonjol-nonjolkan suku sendiri, tidak mungkin juga memerintahkan
harus dari berbagai daerah tanpa terkecuali untuk persiapan kelak, tapi tidak
sekarang” Arauna.
“?”
tuan Ahaziah.
“Percaya
atau tidak” Arauna.
“Tentang?”
tuan Ahaziah.
“Sewaktu
peristiwa permainan bom dimana-mana entah karena agama ataukah politik” Arauna.
“Lantas?”
rasa penasaran menggerogoti.
“Waktu
itu target pemboman mereka termasuk kampungku juga, tapi gagal total
dikarenakan si’pelaku melihat kumpulan malaikat berpakaian putih sehingga
ledakan bom beralih ke daerah lain” Arauna.
“Menandakan?”
tuan Ahaziah.
“Artinya
jangan sekali-sekali bermain di tempat yang akan mempermalukan diri sendiri”
Arauna.
Memang
pada saat itu, beberapa daerah sukses menjadi sarang pertikaian hingga
menjatuhkan banyak korban. “Terus terang, saya bukannya ingin membela suku
sendiri hanya saja pemberitaan tentang ingin menghalalkan segala cara biar
mendapat kursi sepertinya gimana ya?” Arauna.
“Bisa
saja ada jebakan tertentu karena sesuatu yang sedang kita jalani” tuam Ahaziah.
“Entahlah”
kalimatku.
“Kebanyakan
suku saya itu hanya berpikiran menjadi pelaut, pekerja tambang, pns
sampai-sampai menjelajah pedalaman, lantas tiba-tiba diadu domba?” Arauna.
“Tiap
suku memang memiliki sisi plus mines dari segi karakter begitupun sebaliknya
dengan suku saya. Kalau memang kalian tidak bisa menerima tentang diriku,
silahkan protes langsung ke Tuhan untuk pergantian orang karena bukan
keinginanku seperti ini” Arauna.
Pernyataannya
lari kemana? Saya sendiri pusing menanggapi. “Sampai detik sekarang, sukuku
sendiri tidak pernah tahu tentang peristiwa yang sedang kujalani” Arauna.
“Keluarga
saja tidak tahu apa lagi mereka” tuan Ahaziah.
“Sampai
kapan menyembunyikan?” pertanyaan terhadapnya.
“Tunggu
waktu yang tepat, bisa-bisa saya masuk rumah sakit jiwa kalau bercerita
aneh-aneh” Arauna.
“Sampai
segitunya” menyindir dirinya.
“Apa
yang akan terjadi kalau keluargamu tahu?” tuan Ahaziah rasa-rasanya ingin
tertawa.
“Sepertinya
jantungan di tempat” Arauna membayangkan sesuatu hal.
Bagaimana
bisa dia menyembunyikan banyak hal? “Entah apa yang akan terjadi kalau sampai
sukuku menyadari sesuatu hal?” Arauna.
“Paling-paling
mereka semua juga jantungan di tempat” tuan Ahaziah tertawa keras.
“Sepertinya”
berujar ke arah mereka.
“Sadar
tidak kalau beberapa malaikat pada kasus ini ikut pemilihan umum?” tuan
Ahaziah.
“Berpura-pura
tidak tahu saja” Arauna.
Kami
bertiga pada akhirnya tertawa terbahak-bahak. Cerita misteri sekitar jalan
setapak menjadi sesuatu yang sulit dilupakan. Beberapa hari belakangan ini
kesibukan kami adalah mulai mendidik sedemikian rupa tim kerja bagian keuangan
yang terbaru selain yang sudah ada.
“Laporan
dan pengelolahanmu terlalu gampang ditebak” Arauna mencoret ganas lembaran
kertas milik Nara.
“Jiwa
ganas dalam laporan yang kau ciptakan kacaunya pakai banget” Arauna
menggeleng-geleng kepala menatap Adriel.
“Ini
namanya pemborosan keuangan kalau seperti ini” Arauna merobek menjadi
puing-puing kertas hasil kerja Brayn.
“Sadis
amat” Brayn menggerutu.
“Laporan
kerjamu lebih sadis” balasan Arauna.
“Saya
mau bertanya” Nara mengangkat tangannya.
“Silahkan!”
ujarku.
“Memangnya
menciptakan atau menyusun laporan itu harus seperti cerita novel, sulit
ditebak?” Nara.
“Ini
namanya trik untuk menghindari beberapa objek-objek tidak terduga” Arauna.
“Contohnya”
Nara.
“Korupsi,
kolusi, nepotisme, permainan aneh-aneh, oknum yang ingin mengambil kesempatan
dalam kesempitan, langsung terbaca pihak luar, pemborosan, dan lain sebagainya”
Arauna.
“Berhenti
memberi pertanyaan aneh!” Arauna.
Seperti
biasa mereka bertiga diberikan beberapa lembar kertas berisi soal-soal
menghanyutkan. “Soal yang satu saja belum beres, sekarang muncul sepuluh soal
baru?” Brayn.
“Lantas,
maumu?” Arauna.
“Ga
ada” Brayn ketakutan seketika.
“Ga
usah banyak bicara, intinya selesaikan!” ujarku terhadap mereka.
“Sejak
kapan bos Dhavy menjadi sosok monster begini?” Adriel.
“Mulai
dari sekarang” menjawab asal.
Apa
yang akan terjadi esok? Entahlah. “Kapan kalian akan melakukan presentasi
pasangan hidup masing-masing?” Arauna beralih ke pembicaraan lain.
“Gimana
mau mencari kalau pelatihan terus” Brayn menggerutu.
“Lantas
saya harus bilang wow gitu?” Arauna.
“Gunakan
kesempatan untuk berjalan di waktu weekend dengan kata lain sambil menyelam
minum air” kalimatku.
Bagian 6...
“Siapa
tahu dapat inspirasi di beberapa bidang gitu sambil cuci-cuci mata lihat kiri
kanan lawan jenis” Arauna menatap wajah mereka satu per satu.
“Jangan
di gudang terus macam lagi disekap tujuh keliling” Arauna masih berkata-kata
kembali.
“Kalaupun
kalian keluar kandang harus hati-hati, jangan sampai identitas asli terbaca
oleh siapapun juga mau manusia berhati malaikat aekalipun” tuan Ahaziah.
“Keluarlah!”
Arauna mengusir mereka.
“Ganas”
Dhavy.
“Permisi,
apa kalian sudah menonton berita?” tiba-tiba saja pria muda bernama Habakuk
berdiri di depan pintu.
“Masuklah!”
Dhavy mempersilahkan dirinya masuk.
“Berita
tentang?” tuan Ahaziah.
“Pemilihan
umum dan kandidat-kamdidatnya” Habakuk.
“Sebenarnya
sih, siapapun kandidat bahkan yang akan terpilih tidak mempengaruhi apa pun
tentang kita semua” Arauna.
“Selama
ini kita terlalu ikut campur pemerintahan di belakang, sedangkan semua orang
tidak pernah tahu yang sedang terjadi” Arauna.
“Jadi?”
Dhavy.
“Bukan
permasalahan mencari nama, hanya saja terlalu banyak objek tidak masuk akal
terjadi dan muncul mendadak” Arauna.
“Secara
manusia, negara ini hancur berantakan bahkan terpecah dikarenakan korupsi,
permainan pejabat, hutang menumpuk, karakter berlebihan masyararakat, perbedaan
pendapat, bencana alam” tuan Ahaziah.
“Ya
karena Tuhan membuat satu peristiwa aneh terjadi hingga negara ini tetap
bertahan” Dhavy.
“Kelihatannya
wajah beberapa tokoh penting berperan, padahal kenyataan yang sebenarnya
dikarenakan Tuhan memakai ya seperti itulah...” Arauna.
“Sepertinya
mereka memanfaatkan kita” tuan Ahaziah.
“Apa
pun kisah negara dan bangsa ini, bagaimanapun permasalahan yang dihadapi,
kalian semua jangan sekali-sekali masuk untuk membantu” Arauna.
“Biarkan
pemerintah terpilih dan terbaru yang akan menyelesaikan masalah bangsa dan
negara. Berpura-pura tidak tahu saja apa yang sedang terjadi” Arauna.
“Wow”
Dhavy.
“Tunggu
waktu Tuhan untuk kita masuk dan jangan terpancing. Berikan mereka kesempatan
untuk membuktikan sesuatu hal terbaik bagi pemulihan bangsa dan negara ini”
Arauna.
“Kalau
keadaan negara di ujung tanduk?” Dhavy.
“Berpura-pura
tidak tahu saja karena kita tidak memiliki hak, kalaupun pemerintahan kemarin
kita masuk dikarenakan ada maksud Tuhan” Arauna.
“Intinya
pemerintahan sekarang, kalian semua harus diam di tempat!” Arauna.
“Terserah”
tuan Ahaziah.
“Haba,
persiapkan beberapa kandidat negara yang akan kita tempati!” Arauna.
“Maksudmu?”
Dhavy.
“Kita
satu tim kerja dan tidak mungkin tinggal menetap di negara ini kalau terjadi
sesuatu hal aneh ataukah penolakan” Arauna.
“Pilih
negara yang memang bisa dijadikan tempat mengejar mimpi untuk sementara waktu
sampai bangsa ini mengulurkan tangan tanpa permainan jebak-menjebak ataukah
persayaratan iblis yang ingin diberikan” Arauna.
“Negara
mereka yang ingin dipulihkan, tetapi pikiran sebagian besar terlalu negatif.
Jadi, jangan bertanya lagi karena keadaanlah hingga kita harus membuat
keputusan seperti ini” Dhavy.
“Sekali
lagi saya tekankan, jangan sekali-sekali masuk apa pun masalah yang akan
terjadi ke depan! Biarkan mereka yang menyelesaikan” Arauna..
“Saya
setuju” tuan Ahaziah.
Pada
akhirnya mereka diam satu sama lainnya tanpa berkata-kata lagi. Di tempat lain
dari gedung tersebut Adriel bersama teman-temannya menikmati makan siang dengan
wajah cemberut. “Kepalaku sakit pakai banget” Brayn memulai berbicara.
“Saya
juga” Shine berbicara dengan makanan masih penuh dalam mulutnya.
“Dasar
perempuan ini” Adriel.
“Kenapa?”
Shine.
“Ga
sopan” Adriel.
“Habiskan
tu makanan di mulut baru bicara” Adriel.
“Apa
kalian sudah punya kandidat jodoh terbaik?” Brayn.
“Tidak”
jawaban serentak yang lain.
“Kepala
sakit” Brayn.
“Jujur,
sejak dulu saya selalu membayangkan menikah kemudian menjadi seorang istri
sekaligus ibu yang paling baik buat keluarga kecilku” Nara.
“Lantas?”
Adriel.
“Ini
kesempatan emas buatmu mengejar mimpi menjadi istri sekaligus ibu terbaik”
Brayn.
“Sebagai
perempuan saya selalu ketakutan bagaimana kalau hidupku berakhir tidak akan
pernah menikah ataukah hanya sekedar jalan bersama seorang pria?” Nara.
“Kesempatan
sudah depan mata keles” Adriel.
“Masalahnya
tidak begini juga ceritanya keles” Nara.
“Maumu
seperti apa?” Shine menatap dengan rasa penasaran.
“Aturan
mencari pasangan hidup yang mereka buat terlalu menakutkan” Nara.
“Dasar
perempuan” Habakuk muncul tiba-tiba di tengah mereka.
“Bisa-bisa
semua cowok lari ketakutan” Nara sedikit berteriak.
“Memangnya
kau tahu sesuatu yang mereka rencanakan?” Adriel.
“Cara
menjebak kita saja mengenaskan apa lagi masalah pemilihan jodoh” Nara.
“Sudah
nasib seperti ini, terima saja” Adriel masih menikmati makanannya.
“Tumben,
kau tidak lagi sakitkan?” Nara segera memegang kening Adriel.
“Apaan
sih” Adriel.
“Biasanya
kau satu-satunya manusia paling penggerutu di antara kita semua, lantas sekarang?”
Nara.
“Saya
sedang belajar menerima takdirku sekarang” Adriel.
“What?”
semua orang dalam ruang tersebut serentak berkata-kata sambil menatap ke arah
Adriel.
“Nasib
oh nasib” Brayn memasang wajah seolah pasrah terhadap banyak hal.
“Berhenti
menggerutu!” suara bariton Arauna menggelegar.
“Sejak
kapan anda berada di sini?” pertanyaan serentak mereka semua dengan mata
terbelalak.
“Sejak
kalian berteriak what ke arahnya” Arauna menunjuk Adriel.
“Telingaku
sepertinya mati kepanasan” Adriel.
“Saya
beri kalian waktu 30 hari berlibur di luar sana sambil mencari inspirasi
pekerjaan dan jodoh” Arauna.
“Silahkan
berkumpul pada konferensi meja bundar setelah 30 hari dimulai esok!” Arauna.
“Presentasikan
lawan jenis yang kalian anggap berasal dari sang semesta” tuan Ahaziah.
“Bagaimana
dengan pelatihan terbaru kami?” Brayn.
“Sejak
tadi saya katakan sambil menyelam minum air” Arauna.
“Saya
akan tetap menunggu kalian setiap minggunya di meja bundar ruangan di sana
tentang kerangka pemikiran ataupun jawaban soal-soal yang sudah diberikan,
understand?” Arauna.
“Gimana
mau konsentrasi mencari jodoh dari sang semesta kalau begini?” Nara menggerutu.
“Itu
penderitaanmu bukan penderitaanku” tuan Ahaziah.
“Ingat”
Arauna.
“Tentang?”
Habakuk.
“Salah
satu aturan organisasi ini adalah tidak seorangpun boleh mengetahui identitas
kalian bahkan manusia bersifat lebih dari malaikat sekalipun apa pun yang
terjadi di luar sana!” Arauna.
“Kalian
tidak diperbolehkan menaruh kepercayaan terhadap siapapun orang di luar sana
karena sesuatu dan lain hal” tuan Ahaziah.
“Ada
saatnya kalian akan mengerti alasan di balik peraturan yang sudah diberikan
bukan karena tanpa sebab” Arauna.
Mereka
semua berjalan keluar dengan wajah asam antara satu sama lainnya. Berkemas di
ruangan masing-masing untuk petualangan terbaru. Esok hari akan memiliki
ceritanya sendiri. “Kau sudah siap?” Arauna memasuki sebuah kamar.
“Seperti
yang kau lihat” Nara menjawab pertanyaan salah satu bosnya.
“Sayapun
berpikir sama sepertimu” Arauna terus menatap gadis di depannya.
“Andaikan
tuntutan pasanganku harus pada posisi A atau B artinya saya tidak akan pernah
menikah, karena semua lawan jenisku akan berlari ke tempat lain bahkan tidak
akan pernah mau mengutarakan perasaannya” Arauna.
“Apa
saya boleh bertanya?” Nara.
“Tentu
saja” Arauna.
“Kenapa
masih mempertahankan prinsip aturan tersebut kalau sudah menyadari kenyataan
yang akan terjadi?” Nara.
“Saya
lupa kalau kakak sudah memiliki objek terbaik” Nara.
“Karena
keadaan sehingga suka maupun tidak, baik saya ataupun kalian harus menjalani
bahkan mengikuti aturan tentang pasangan hidup” Arauna.
“Karena
keadaan?” Nara sedikit tertawa.
“Lawan
egomu karena pilihanmu akan sangat mempengaruhi banyak hal di sekitarmu”
Arauna.
“Lawan
ego” Nara.
“Seperti
tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan
rancangan-Ku dari rancanganmu” Arauna.
“Kuharap
kau menikmati petualanganmu di luar sana dan tidak mungkin membuat kami semua
kecewa seketika” Arauna.
Satu
jam kemudian mereka semua sudah berkumpul dalam ruangan dengan sebuah meja
bundar raksasa di tengah-tengah. “Kami memberikan kebijakan untuk tidak berada
di gedung ini selama 30 hari, tetapi tetap berlatih di tempat masing-masing”
Dhavy.
“Kami
harus kemana?” Bray mengangkat tangan.
“Kemana
saja, di seluruh wilayah negara ini untuk mencari pasangan dari sang semesta”
Arauna.
“Memang
segampang itu?” Shine.
“Abraham
saja menyuruh asistennya untuk berjalan buta-buta mencari pasangan hidup buat
anaknya, lantas kalian? Masa tidak bisa?” Arauna.
“Kami
saja berjalan buta-buta mencari pilihan dari sang semesta sebagai tim kerja,
pada hal sama sekali tidak terlihat objek bahwa kami akan menjadi orang
berpengaruh di negara ini kelak. Masa kalian tidak bisa?” tuan Ahaziah.
“Ada
baiknya pria tua yang paling kami hormati, berdoa buat mereka sebelum
meninggalkan memulai petualangan di luar” Arauna.
“Tuhan,
berkati dan berikan petunjuk buat mereka” tuan Ahaziah mulai berkata-kata dalam
doa.
“Tuhan,
jangan sampai mereka memberitahu identitasnya terhadap siapapun termasuk lawan
jenis yang memang sudah masuk nominasi dan dinyatakan asli berasal dari sang
semesta” tuan Ahaziah.
“Kalau
sampai membongkar identitas, maka akan dikenakan kutuk mengenaskan. Amin” tuan
Ahaziah menutup doanya.
“Sadis”
Dhavy menggeleng-geleng kepala.
“Menakutkan”
cibiran Adriel.
“Luar
biasa” Arauna bertepuk tangan.
“Menghebohkan”
Nara menatap tajam ke arah tuan Ahaziah.
“Mematikan”
Habakuk memeluk tubuh tuan Ahaziah.
“Dagingku
seperti dicincang-cincang habis karena doa seorang pria tua” Adriel.
“Seluruh
tubuhku diblender halus karena isi doa anda” Brayn.
“Memang
kenapa isi doaku? Ada yang salah?” tuan Ahaziah.
“Saya
mendukung bos besarku 100%” Arauna.
“Silahkan
tinggalkan ruangan ini!” tuan Ahaziah segera mengusir mereka semua.
“Sebab
rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” Arauna
memberi sebuah pernyataan sambil menepuk-nepuk bahu Ariel sebelum membiarkan
pemuda itu berlalu dari hadapannya.
Mereka
semua di biarkan berpencar satu sama lain ke seluruh pelosok wilayah di negara
ini. Petualangan sambil menyelam minum air akan dimulai hari ini. Satu sama
lain harus terpisah dan tidak diperkenankan untuk tinggal bersama. Apa yang
akan terjadi selanjutnya? “Hidupku tergantung petunjukMU” Adriel menarik nafas
panjang sambil berjalan menuju bandara. Tergantung pilihan masing-masing ingin
memakai transportasi seperti apa. Air, udara, darat? Terserah.
Bagian 7...
Adriel...
Apa
yang sedang kulakukan sekarang? Entah kenapa dua kakiku ingin berjalan ke
sebuah wilayah tertentu. Kenapa juga pernyataan tadi membuatku luluh tanpa
sebab? Berpisah dari teman-temanku untuk sementara waktu sepertinya menyatakan
satu rasa kehilangan. Apa ini yang kuinginkan? Kenapa ada yang kurang?
Merindukan celoteh ganas pria tua itu sepertinya jauh lebih menghanyutkan
dibanding apa pun. Bukankah ini yang saya inginkan? Berpisah dan menyatakan
kemerdekaan sendiri walau hanya beberapa saat.
“Kacau
banyak” berdengus kesal.
“Belum
apa-apa saya sudah ingin mendengar sang pria berteriak memanggilku anak
picisan” bergumam seorang diri.
Tuntutan
bekerja sebagai tukang-tukangan harus segera dimulai. Kemana saya harus mencari
pasangan seperti kata mereka? Apa boleh menikah dengan teman sendiri? Dari pada
harus mencari seperti manusia bodoh? “Nara atau Shine?” membayangkan wajah
mereka berdua.
“Shine
sifatnya galak, menakutkan, membosankan, dan masih banyak lagi” mencoba
memgingat karakter seorang Shine.
“Nara
jauh lebih menakutkan lagi” bulu kudukku langsung merinding seketika.
“Belum
tentu juga sosok Adriel masuk dalam tipe mereka berdua” berceloteh seorang
diri.
“Oh
Tuhan, berilah petunjukMU” seolah pasrah.
Berjalan
tanpa arah sepertinya menyatakan gambaran kehidupan seorang Adriel saat ini.
“Apaan ini?” meraba-raba sesuatu dalam saku celanaku jeans milikku.
“Anak
picisan, jangan asal menentukan sesuatu objek di depanmu. Ngerti?” tulisan
tangan pria tua pada selembar kertas.
Mereka
tentu merencanakan skenario menghanyutkan setelah seluruh personil melakukan
presentasi tentang lawan jenis pilihan masing-masing pada konferensi meja
bundar bulan depan. “Saya sudah membayangkan ungkapan-ungkapan mematikan dari bos-bos
besar” berbicara dalam hati.
“Baru
ungkapan, bagaimana pula dengan skenario mereka nanti?” membayangkan sesuatu
hal.
Saya
harus mencari rumah kos berukuran kecil selama berada di sini. Menjadi
penjahit sepatu sepertinya menyenangkan juga. “Jahit sepatu jahit sepatu jahit
sepatu” berteriak di pinggir jalan raya besar.
Hal
tergila adalah harus berlari sekuat tenaga andaikan petugas ingin segera
mengamankan para penjual sepanjang jalan tersebut. Ketrampilan menjahit sepatu
Adriel tidak perlu diragukan bahkan kelewat berpengalaman. “Jenis pekerjaan
yang kau pilih memang is the best” sebuah pesan masuk tiba-tiba muncul di
beranda android jadul milikku.
“Anda
sepertinya mengekor seperti cacing kepanasan di sekitar saya” membalas
pesannya.
“Entahlah”
balasan menohok kembali.
Tidak
seorangpun diperkenankan melakukan pesan tentang pekerjaan dan lain sebagainya
melalui teknologi masa kini merupakan salah satu aturan yang harus dijalani.
Komunikasi kami bersifat rahasia antara satu sama lainnya. “Dasar bos-bos
reseh” mengumpat terhadap mereka.
“Tingkatkan
jenis pekerjaanmu sekarang” ka’Dhavy mencoba menggoda melalui pesan menohok.
“Hal
tergila yang pernah ada” berteriak kesal.
Sebenarmya
tujuanku ke kota ini, mencari pasangan atau menjadi tukang penjahit sepatu?
Bagaimana duniaku esok? “Bodoh amat, nikmati saja dulu menjadi tukang jahit
sepatu handal” berjalan berkeliling kompleks rumah.
“Hitung-hitung
dapat inspirasi masalah pelatihan soal-soal gila itu” ujarku membayangkan
sesuatu objek.
Menciptakan
sistem laporan beserta pengelolahan keuangan bersama unsur jebak-menjebak di
dalamnya? Mengutamakan beberapa objek mendasar ketika sebuah masalah besar
sedang memporak-porandakan banyak aspek? “Sistem pengelolaha keuanganku
habis-habisan dimaki” bernada kesal.
“Jahit
sepatu jahit sepatu jahit sepatu” berteriak lantang melewati kompleks rumah.
“Tukang
jahit sepatu, kemarilah!” seseorang berteriak ke arahku.
“Ada
suara ga ada gambar?”
“Tukang
jahit sepatu, saya ada di belakangmu” sekali lagi berteriak.
Seorang
gadis cantik berambut panjang, hitam, lurus, kulit putih, tubuh semampai
tersenyum ke arahku. “Sempurna” dua bola mataku terbelalak.
“Coba
ulamgi ucapanmu barusan!” gadis cantik itu berkata-kata kembali.
“Berikan
sepatu anda biar saya jahit” ujarku sedikit gugup.
“Jangam
hanya menilai sisi casing semata” entah kenapa bayamgan kalimat tadi
mengudara.
“Kacau
banyak kalau begini” berdemgus kesal dalam hati.
“Apa
saya bisa minta minum?” kalimat berikutnya setelah menjahit sepasang sepatu
high heels miliknya.
“Lebih
dari bisa, tapi ongkos jahit sepatunya gratis, boleh?” gadis itu tersenyum
kembali.
“Saya
belum makan seharian” balasku.
“Bercanda,
jangan di tangkap serius” gadis itu kembali berbicara. Tidak lama kemudian dia
datang dengan segelas air putih dan sepiring nasi berisi lauk pauk yang banyak
di atasnya. Apa ini petunjuk sang semesta? Entahlah...
“Sejak
tadi saya belum makan, apa saya boleh tambah makan lagi?” kalimatku setelah
memasukkan makanan ke mulut seperti manusia kesurupan.
“Tentu
saja boleh” senyum gadis itu kembali.
“Makan
sepuasnya” ujarnya lagi.
“Benar-benar
sang semesta membantu pakai banget” ucapanku dalam hati.
“Kata
orang memberi makan terhadap manusia sepertimu bisa...” kalimatnya terpotong.
“
Bisa apa?” pertanyaanku.
“Bisa
membuat seseorang kaya mendadak” jawabannya sambil tertawa.
“Iblis
mematikan” kalimatku dalam hati.
“Becanda,
jangan tangkap serius” dia tertawa habis-habisan.
“Ternyata
masih ada harapan” ujarku kembali bersemangat.
“Mommy”
teriak seorang gadis kecil sambil berlari ke arahnya.
“Mommy?”
seperti tersiram air panas di siang bolong.
“Anak
mommy sudah pulamg rupanya” dia memeluk erat gadis kecil di depannya.
“Honey,
kenapa ga nyambut daddy sih?” suara bariton pria tampan nan berwibawa.
“Honey,
daddy, mommy” bergumam pelan.
“Sudah
selesai makan?” dia menatap ke arahku.
“Su
su su sudah selesai” ucapanku terdengar gagap.
“Buat
ongkos jahit sepatunya” memberiku uang 10x lipat dari pendapatanku.
“Makasi”
segera beranjak meninggalkan rumah itu.
Mimpi
apa saya semalam? Kupikir Sang Semesta memberiku petunjuk, termyata manusia
bersuami. “Mana cantik lagi” menggeleng-geleng kepala sendirian.
Saya
bisa jadi bahan tertawaan kalau ketahuan teman-temanku. Hari demi hari berlalu
hingga waktu yang kujalani memasuki minggu terakhir. Apa ada petunjuk Sang
Semesta? Jawabannya, tidak sama sekali. Kisahku di sekitar daerah di sini hanya
bercerita tentang si’penjahit sepatu dekil.
“Semoga
salah satu gadis itu belum mendapat pasangan” berharap-harap dalam dunia
perputus asaan...
Berjalan
lesuh di hari terakhir sebagai penjahit sepatu terdengar menakutkan. “Jangan
menyerah terhadap situasi hidupmu, kawan” seorang gadis manis tersenyum ke
arahku sambil memberiku segelas ice cream.
Dia
berjalan meninggalkan diriku setelahnya tanpa menoleh kembali ke arahku. “Rasa
apaan ini?” berdengus kesal setelah mencicipi ice cream di tanganku. Manis,
asam, asin, pedas merupakan rasa dari ice cream tadi.
“Memangnya
ice cream ada rasa seperti ini?” pertanyaan bodoh.
Singkat
cerita, sosok Adriel kembali dari petualangan 30 hari tanpa hasil. Seluruh
personil harus berkumpul pada ruang yang telah ditentukan. Konferensi meja
bundar akan membentuk ceritanya tersendiri untuk hari ini. Wajah seluruh
teman-temanku terlihat aneh. Apa hanya saya saja yang dinyatakan gagal
menemukan pasangan sesuai kriteria organisasi? Nasih oh nasib...
“Silahkan
lakukan presentasi objek lawan jenis kalian masing-masing!” Arauna memulai
pembicaraan.
“Jangan
lupa! Jelaskan tentang pekerjaan, karakter, pendidikan, kelebihan, bentuk
wajah, dan apa saja menyangkut si’dia!” tuan Ahaziah.
“Mati
banyak” mengumpat dalam hati.
Masing-masing
dari kami harus menampilkan sesuatu yang dikatakan berbeda pada layar besar di
depan sana. Perang nuklir sepertinya akan terjadi pada konferensi meja bundar
kali ini. “Wajahnya tidak perlu diragukan lagi lebih dari kata cantik sekali”
Habakuk si’pembuka pertama.
“Memang
seperti apa wajahnya?” ka’Dhavy terlihat penasaran.
“Baru
pertama kali sosok manusia satu ini bercerita perempuan cantik” bergumam pelan.
“Sangat
sempurna bahkan jauh mengalahkan model” Habakuk.
“Kau
ke laut, understand?” ka’Arauna berteriak ganas seketika.
“Memang
kenapa? Ada yang salah? Coba perhatikan wajahnya baik-baik” Habakuk masih
berjuang keras mempertahankan pilihannya.
“Makan
itu wajahnya” Ka’Arauna.
“Kriteria
yang kami inginkan tidak bercerita tentang wajah paling sempurna, ngerti?” tuan
Ahaziah mempertegas.
“Jadi,
kembali ke tempatmu karena pilihanmu bukan berasal dari Sang Semesta 1000%”
Dhavy.
“Menyebalkan”
Habakuk berjalan lemas.
“Sudah
capek-capek mengejar seperti orang bodoh, tapi organisasi menolak” Habakuk.
“Dasar
ga punya perasaan” celotehnya masih tetap berkelanjutan.
“Selanjutnya”
tuan Ahaziah berteriak keras.
“Selamat
siang teman-temanku yang kukasihi, kucintai, dan kuhargai sepanjang waktu
dimanapun kalian berada” Brayn memulai presentasi.
“Selamat
siang juga” balasan serentak semua orang dalam konferensi meja bundar.
“Pertama-tama
izinkan saya bercerita tentang kisah pertemuan dengan seorang gadis paling
bahenol, pintar, ramah, anak pejabat lagi” Brayn.
“Langsung
ke inti bosku yang kucintai dan kuhargai” ka’Dhavy.
“Dia
selalu terlihat cantik, pintar, bahenol, ramah depan orang banyak” Brayn.
“Kau
selalu memakai kata bahenol? Memangnya kau tahu dari mana kalau dia pintar?”
ka’Arauna.
“Coba
perhatikan cara dia menatap sudah menjelaskan secara detail kalau ternyata
dirinya memang jenius, mana cantik lagi” Brayn.
“Sekali
lagi saya tekankan kalau cantik dan pintar itu relatif. Di luar sana banyak
perempuan memiliki objek seperti ini” ka’Arauna.
“Kalau
diperhatikan dia tidak sepintar yang kau bayangkan dech sepertinya” ka’Dhavy.
“Dengan
kata lain sisi cantik dan pintarnya itu hanya bersifat biasa ga ada yang
menarik” tuan Ahaziah.
“Artinya?”
Brayn.
“Pilihanmu
tidak berasal dari Sang Semesta dan dinyatakan kau harus mencari gadis lain,
ngerti?” tuan Ahaziah.
“Manusia
selanjutnya” tuan Ahaziah berteriak makin keras.
Satu
per satu maju ke depan melakukan presentasi. Apa yang terjadi? 99% salah
maksudku 100 % salah lagi maksudku 10000% mereka semua dinyatakan gagal dan
ditolak mentah-mentah. Ada begitu banyak argument demi argument gentayangan
pada konferensi kali ini, tetapi bos di atas tidak tertarik sama sekali.
“Kau
ke laut, makan itu lulusan luar negeri” ka’Arauna.
“Bukan
masalah karakternya, hanya saja sisi unik dalam dirinya seperti menghanyutkan
tingkat kacau” ka’Dhavy.
“Tidak
ada pernikahan politik” tuan Ahaziah menegaskan keras.
“Sisi
spritualnya terhadap Tuhan memang yes, tapi ada hal yang sulit dijelaskan dalam
dirinya” masih terjadi penolakan.
“Dia
memang perfect, hanya saja sisi pemikirannya tidak sesuai kriteria organisasi”
ka’Dhavy.
“Pria
yang kau tampilkan tidak memiliki sesuatu yang dikatakan hidup pada sebuah
lingkaran tertentu, walaupun dikatakan ada begitu banyak hal yang menarik dalam
dirinya” ka’Arauna.
“Ini
bukan tentang kesempurnaan semata. Jadi, jangan membuang waktumu mencari objek
tadi” tuan Ahaziah.
Semuanya
mendapat penolakan tanpa belas kasih sedikitpun. Tugas kami selama 30 hari ini
hanya mempelajari dan belum sampai pada kata berkenalan lebih lanjut. Menunggu
persetujuan dari organisasi setelah presntasi pada konferensi meja bundar yang
sedang terjadi untuk skenario selanjutnya. “Adriel” ka’Dhavy menunjuk ke
arahku.
“Tertinggal
dirimu” tuan Ahaziah.
“Mereka
semua mendapat penolakan, lantas apa yang saya presentasikan belum tentu juga
diterima” kalimatku.
“Pesimis
amat” ka’Arauna.
“Setidaknya
kau mencoba bercerita” ka’Dhavy.
Memang
apa yang harus kukatakan? Saya saja memiliki petualangan menyedihkan selama 30
hari. Tidak ada yang menarik dan hanya bercerita sebagai tukang jahit sepatu
semata. “Saya tidak menemukan gadis manapun selama 30 hari berpetualang”
berkata jujur di depan mereka.
“Lantas
kau buat apa selama petualanganmu?” Nara.
“Tukang
jahit sepatu keliling” menjawab polos.
“Saya
saja jadi tukang sate keliling, tapi bisa mencari” Brayn.
“Tapi
ditolak, sama saja bohong” Shine.
“Saya
jadi kondektur bis sampai-sampai makan debu di jalan” Habakuk.
“Kalau
saya sih penjual kue keliling” Nara.
“Sepertinya
cerita kita sudah berpindah haluan” tuan Ahaziah.
Semua
teman-temanku memang tidak diperkenankan bekerja pada sebuah perusahaan.
Petualangan 30 hari hanya bercerita tentang peran cleaning servis, pembantu
rumah tangga, tukang sapu jalanan, penjual ikan, dan lain sebagainya. “Hentikan
curhatan kalian!” ka’Arauna.
“Lantas
gimana cerita selanjutnya?” Brayn.
“Kelak
kalian akan diperhadapkan oleh banyak objek” ka’Arauna.
“Bukan
kami yang akan berperan penting dalam kehidupan kalian melainkan pasangan
hidupmu” tuan Ahaziah.
“Salah
satu contoh, bisa saja seseorang atau sekelompok oknum menciptakan jebakan
mematikan hingga berujung demonstrasi dan pemboikotan besar-besaran terjadi di
depan mata” ka’Arauna.
“Seseorang
yang di sampingmu tentunya memiliki peranan terpenting terhadap situasi tadi
tentang keputusan ataukah sisi emosionalmu nantinya” ka’Arauna.
“Bisa
saja salah satu dari kami menjadi batu sandungan tanpa sadar, fungsi pasangan
hidupmu adalah bersikap bijak tanpa harus menggembar-gemborkan sesuatu yang
akan menghancurkan semua objek di luar sana” ka’Dhavy.
“Lebih
baik tidak usah menikah kalau begitu” ujarku seketika.
“Memang
kau bisa bertahan tanpa lawan jenis?” ka’Arauna.
“Kau
bukan rasul Paulus, understand?” tatapan ganas tuan Ahaziah.
“Apa
yang akan terjadi denganku esok?” Brayn meratapi nasib.
“Silahkan
kembali ke proses pelatihan kalian selama sebulan” ka’Dhavy.
“Lantas?”
Nara.
“Kalian
harus kembali berpetualang selama 77 hari untuk mencari tulang rusuk yang
selama ini hilang” ka’Arauna.
“Mengenaskan”
Shine.
“Selama
30 hari ke depan, kalian masih tetap berlatih seperti biasa” tuan Ahaziah.
“Hanya
saja, dalam 30 hari ini, kalian juga dituntut untuk berpuasa sekaligus bergumul
meminta petunjuk Sang Semesta tentang cara menemukan pasangan hidup terbaik”
ka’Arauna.
“Setelah
mendapat ACC pada saat presentasi nanti, tetap kami akan melakukan skenario 7
keliling untuk membuktikan kalau dia benar-benar berasal dari sang Pencipta”
penekanan luar biasa ka’Dhavy.
“Menakutkan”
menggeleng-geleng kepala menatap ke arah mereka semua.
Bagaimana
kisahku nantinya? “Apa boleh saya menyukai gadis di atas umurku?” salah seorang
di antara kami melemparkan pertanyaan.
“Tidak
ada yang salah tentang menyukai wanita lebih tua menurutku karena cinta tidak
memandang usia” ka’Arauna.
“Hanya
saja, pastikan dia memang berasal dari sang pencipta karena resiko terbesarnya
jauh lebih menghanyutkan” ka’Arauna.
“Maksud
ucapan barusan?” Brayn.
“Hidup
itu tidak selamanya bercerita tentang seks, tetapi kita tidak dapat hidup tanpa
objek semacam ini dalam kehidupan rumah tangga” ka’Arauna.
“Ada
cerita berkata kalau seorang pria semakin tua semakin keladi, tetapi wanita
setelah melahirkan terkadang nafsu untuk berhubungan seks menurun seketika.
Semua sudah cukup dewasa untuk menyadari pernyataan seperti ini” ka’Arauna.
“Bukan
tidak bisa, hanya saja pastikan dia memang benar-benar berasal dari Sang
Pencipta” tuan Ahaziah.
“Memang
beda cerita kalau seperti itu?” pertanyaanku menatap serius.
“Tentu
beda cerita, kalau dia berasal dari Tuhan artinya objek yang bersifat seperti
tadi tidak mungkin terjadi dalam kamusnya. Kata setia, bijak, dewasa, tahu
menempatkan situasi, dan lain sebagainya tentu bisa dipertahankan olehnya”
ka’Dhavy.
“Tapi,
hanya hitungan berapa persen sih asalnya dari Tuhan? Sisanya hanya nafsu
belaka” tuan Ahaziah.
“Menghebohkan”
Nara.
“Bagaimana
denganmu?” Brayn melemparkan pertanyaan ke arahku.
“Entahlah”
jawaban asal.
“Saya
bisa gila kalau seperti ini” Habakuk.
“Nara,
bagaimana kalau kita berdua jadian saja dari pada mencari di luar sana” Brayn
segera memegang tangan gadis di sampingku.
“Apaan
sih” Nara berusaha melepaskan diri.
“Kalian
semua tinggalkan ruangan ini” tuan Ahaziah.
“Mematikan”
Shine berdengus kesal.
“Menghanyutkan”
menepuk keningnya.
“Membosankan
keles” Habakuk.
Bagian 8...
Arauna...
Bukan
maksud ingin mengatur, hanya saja keadaan mengharuskan jalan hidup seperti ini.
Bagaimana kisahku kelak? Hanya Sang Pencipta maha mengetahui tentang segala
sesuatunya. “Menyuruh mereka berpetualang, tapi hasilnya menghanyutkan”
berceloteh seperti orang bodoh.
“Saya
yang terlalu banyak menumtut atau bagaimana?”
“Entahlah,
bodoh amat” kalimatku kembali.
“Inikan
buat kebaikan kita semua” permyataan terkacau.
Mengambil
handphone milikku sambil melihat berita-berita bertebaran di dunia medsos.
Seperti biasa para netisen berkomentar sebagai malaikat tanpa sayap di dunia
mayat. “Negara sendiri tidak beres, lantas sibuk mengurus negara orang lain
jauh mengalahkan malaikat dan Tuhan?” sedikit tertawa seorang diri.
Seluruh
dunia tahu pasti tentang konflik 2 negara di timur-timuran sana. Terlihat jelas
di mata dunia kalau negara B sangat-sangat menderita tanpa saingan karena
kelakuan bejat negara A. Dunia mengecam negara A hingga mengutuk 7 keliling.
Seluruh masyarakat di negara ini sibuk 1000 keliling menjadi malaikat tanpa
sayap bagi negara B. Hal lebih menggemparkan lagi terjadi perkelahian hebat
antara 2 agama di negara ini karena konflij di sana.
Objek
lebih menghanyutkan lagi adalah sang pemimpin negara tercinta mengutuk negara
A. Pertanyaannya, apa yang salah dengan pernyataan pemimpin tercinta? Tidak ada
yang salah, Cuma ganjil saja seolah memiliki maksud dan tujuan tertentu. Salah
satu kitab suci mengatakan, terkutuklah orang yang mengutuk bangsa ini. “Kau
membawa nama negaramu” kalimatku.
Bersikaplah
bijak bagaimanapun fanatiknya dirimu terhadap pengajaran agamamu. Jadilah
teladan bukan batu sandungan untuk kepentingan rakyatmu. Bangsa ini tidak cukup
menyadari beberapa hal-hal tersembunyi di luar sana. Jadi, wajar saja kalau
sebagian besar dari mereka mengutuk, akan tetapi terlalu disayangkan seorang
pemimpin membelokkan bangsanya sendiri ke jalur salah. Kitab suci tentang
bangsa A tidak pernah bohong dan pasti terjadi. “Hanya menunggu waktu,
pernyataan dalam tulisan tersebut digenapi atas bamgsamu karena kelakuan anda
sebagai pemimpin” sedikit tertawa membayangkan apa yang akan terjadi atas
negara ini.
Kau
ingin menjebak siapa? Yang hancur itu bangsamu sendiri. Hal lebih mengerikan
yang dilakukan adalah menjual negaramu secara halus dengan pemindahan ibukota
tempat negara-negara tetangga berpusat. Semoga tidak terjadi sesuatu.
Banyak-banyak berdoa saja. Sengaja memboikot produk negara A. “Hanya produk
sabun mandi” tertawa kegelian.
“Kalau
mau boikot, jangan Cuma 0,0001%”
“Harusnya
kalian boikot IG, om google, FB, email, microsoft, Wa, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan produk bangsa A” makin ngakak.
“Setelah
memboikot semuanya, kalian tinggal di hutan sana karena 99% hasil penemuan yang
kita gunakan milik mereka bukan negaramu” kenyataan yang harus diterima...
Saya
membenci perang, hanya saja keadaan 2 negara ini memang sudah seperti itu sejak
dari dulu. Negara Arab saja tidak seheboh ini, lantas kenapa bangsa tercinta
jauh mengalahkan malaikat dan Tuhan untuk membela bangsa B? Saya rasa bangsa B
tidak pernah di jajah. Saya membelah bangsa A, tentu kalian mengamuk bahkan
mengutuk. Di tempat lain, membela bangsa B serta mengutuk bangsa A artinya
berurusan dengan pernyataan salah satu kitab suci.
“Saranku
buat pemimpin dan sebagian masyarakat di sini, jangan Cuma berkata-kata di
tempat. Silahkan memakai pakaian perang dilengkapi senjata nomor satu dan
jadilah garda terdepan di negara sana untuk menolong bangsa B” memberi masukan
paling manis.
“Hanya
berkoar-koar di medsos, itupun memakai aplikasi penemuan bangsa A, buktikan
kalian sahabat sejati. Jadilah barisan terdepan dalam perang di sana”
pernyataan terbaik.
Saya
akan memberi kalian semua semangat dari jarak jauh. “Menjadi malaikat tanpa
sayap itu, jangan setengah-setengah harus 100%” celoteh seorang Arauna.
Ada
yang salah dengan ucapanku? Ingin melemparkan kutuk ke arahku? Silahkan! Saya
tidak perduli kalau semua orang di negara ini melemparkan kebencian ke arahku.
“Itukan yang memang diinginkan oleh siapa itu, hingga alasan memancing...”
Saya
tidak gila popularitas dan kursi. Kalaupun saya menjalani sesuatu hal seperti
sekarang, itukan bukan mauku. Saya tetap menikmati kehidupan menjadi orang
kecil, biasa, dan sederhana. Masa depanku tidak ditentukan oleh tangan manusia.
Masa depanku ada di tangan Tuhan. Seandainya saya harus hidup di bawah terus,
tidak menjadi masalah.
Saranku,
buka mata kalian tentang dunia luar. Ada begitu banyak hal menarik selain harus
berselisih pendapat hanya karena sebuah pengajaran ataukah pertikaian di luar
sana. Saya membenci perang dan tidak membela pihak manapun. Apa yang kalian
dapat setelah menjadi malaikat tanpa sayap?
Saya
tidak membela siapapun. “Menurutku, untuk menentukan siapa bangsa paling jahat
di antara 2 bangsa ini caranya Cuma 1” membayangkan sesuatu hal.
Perselisihan
terjadi karena dua pendapat. Kubu pertama mengatakan kalau bangsa B merupakan
bangsa paling menderita dan selalu dijajah di tanah sendiri. Kubu kedua berkata
bahwa bamgsa B lebih dulu menyerang bamgsa A. “Satu-satunya jalan untuk
mengetahui siapa bangsa terjahat, apakah A atau B?”
“Dengan
cara mengumpulkan seluruh pemimpin agama baik itu pendeta, pastor, ustad, dan
lain-lain untuk menurunkan bencana alam ke salah satu negara yang sedang
bertikai” menurutku hanya itu jalan satu-satunya.
Saya
berdoa, “Tuhan, terus terang saya bosan melihat mereka berkelahi 7 keliling
pada hal di negara sana” isi doaku.
“Tuhan,
turunkan bencana alam entah itu tsunami, gempa ganas, atau apalah ke salah satu
negara di sana untuk melihat siapa sebenarnya paling menderita dan terjahat”
ungkapan doaku.
“Tuhan,
maaf karena isi doaku terdengar jahat hanya saja mereka ingin mengetahui
permasalahan paling menderita dan paling jahat”...
Hal
yang terlalu disayangkan dikarenakan selalu saja tertipu terhadap sesuatu yang
kacau di luar sana. “Belum tidur?” tiba-tiba Dhavy berjalan ke arahku.
“Lagi
membayangkan isi doaku, semoga dijawab oleh Tuhan” menjawab asal.
“Tentang?”
Dhavy.
“Biasalah”
menjawabnya.
“Apa
yang kau baca itu?” Dhavy.
“Biasalah,
malaikat tanpa sayap” menjawabnya.
“Apa
kau tidak tertarik membaca artikel pertikaian dua negara hingga memicu
kehebohan seluruh negara?” Dhavy.
“Nah
itulah yang sedang kudoakan saat ini” menjawabnya.
“Saya
curiga kalau terdapat tokoh, negara, oknum- oknum tertentu sedang melakukan
kudeta di sana” Dhavy.
“Sepertinya,
saking hebohnya negara sendiri ikut menjadi malaikat tanpa sayap” tertawa
menggelikan.
“Tidak
mungkin negara yang satu bisa mengirim rudal ratusan tanpa sponsor sama sekali”
Dhavy.
“Biasalah
permainan politik antara sekian dan sekian” membalasnya.
“Yang
saya takutkan keinginannya mengincar beberapa negara untuk memanipulasi ataukah
memanfaatkan situasi” Dhavy.
“Saya
bisa menyimpulkan pusat perang seperti yang dikatakan nubuatan salah satu kitab
suci ada di benua terbesar di bumi tercinta” ...
“Artinya
sosok ataukah negara ini juga bisa jadi mengincar negara tercinta?” Dhavy.
“Kenapa
tidak? Bangsa terkuat saja dijadikan tempat memanipulasi sesuatu objek apa lagi
kalau Cuma negara ini” menjawabnya.
“Apa
lagi ada banyak jalan bermain-main karena pintu terbuka lebar, terlebih ibukota
bersebelahan ma surga-surga dunia” Dhavy.
“Mereka
semua terlalu dibodohi, pada hal seandainya perang di sana terdapat seseorang
ataukah negara luar sebagai pihak pemain utama sekaligus sponsor terbaik,
artinya negara ini sedang berada dalam perencanaan heboh?” menatap ke arahnya.
“Bagaimana
dengan persiapan yang sudah hampir sempurna? Kalau negara ini dikudeta atau
langsung nuklir?” Dhavy.
“Ya
sudah, kan mereka yang menolak. Setidaknya saya berdoa kalaupun itu terjadi
setidaknya kita semua sudah berada di luar negeri” membalas kalimatku.
“Betul
juga ucapanmu” Dhavy.
“Saya
selalu berdoa. Tuhan, seandainya mereka menolak kami artinya hidupku bebas dan
alur ceritaku berikutnya adalah mengejar mimpi di luar sana” tersenyum manis.
“Tidak
ada yang mustahil walaupun dikatakan umurku sudah terlalu tua untuk mengejar
mimpi” ujarku lagi.
“Memangnya
ini bukan mimpimu?” Dhavy.
“Kalau
berurusan dengan negara dan mereka bukan mimpiku, semua itu karena Sang Semesta
membuatku mengalami sebuah peristiwa tidak masuk akal hingga terikat denganmu,
understand?” berkata-kata sambil berjalan keluar dari ruangan.
Sekali
lagi, karena keadaan hingga sesuatu tidak terduga menyatakan kaki harus
berjalan ke sana. Btw, kegiatan kami selama 30 hari belakangan ini hanya
bercerita tentang proses pelatihan, penelitian sekaligus perakitan alat-alat
terbaru yang akan digunakan kelak, dan mengajarkan manusia-manusia kacau itu
cara mencari jodoh dari Sang Semesta.
“Sepertinya
kami harus mendampingi kalian ketika berpetualang selama 77 hari suka maupun
tidak” ujarku di hadapan mereka.
“What?”
ucapan serentak mereka sambil menghentikan pekerjaannya seketika.
“Ga
begitu juga keles sampai-sampai kertas berhamburan di lantai, bunyi mesin
terdengar bising, kursi berjatuhan begini” kalimatku.
“Perasaanku
mengatakan kalau belum apa-apa, lantas skenario heboh sudah mulai berjalan?”
gerutu Adriel.
“Lantas,
mau kalian apa?” pertanyaanku.
“Tim
pemantau terheboh kan hanya bos bertiga, sedang kami ada banyak” Brayn.
“Jadi,
gimana cerita?” Nara.
“Kami
kan memiliki beberapa penasihat-penasihat ajaib” tuan Ahaziah.
“Lagian,
kalian dibagi 2 gelombang untuk melakukan petualangan 77 hari mencari cinta
maksudku belahan jiwa yang terhilang” pernyataanku.
“Lagian
alat-alat di sini tidak bisa ditinggalkan begitu saja artinya pekerjaan dan
mencari tulang rusuk yang hilang harus seimbang” Dhavy.
“Kacau
banyak” Habakuk.
“Saya
di kloter kedua saja” Adriel seolah tidak bernafsu mencari tulang rusuknya.
“Sepertinya
kau lagi bergumul untuk menjadi rasul Paulus?” penekanan terhadapnya.
“Karena
saya tidak tahu cara mencari” Adriel.
“Sepertinya
rasul Paulus tersedak terus ketika makan lagi di surga karena sadar namanya
dijadikan bahan utama di tengah-tengah kita semua” Shine.
“Apa
boleh mengambil pasangan di antara kami dari pada mencari di luar?” Adriel.
“Perempuan
di sini Cuma hitungan berapa, lantas 1 perempuan dikepung per berapa orang?
Pertanyaan bodoh” menjawab kesal.
“Siapa
tahu saja jodohku bukan gadis di luar sana melainkan ada di sini” Adriel.
“Kalau
berasal dari Sang Semesta, tapi kalau bukan artinya kau tenggelam ke dasar laut
dan jangan muncul di permukaan” membalasnya.
“Memangnya
siapa gadis yang kau sukai di sini? Jiwa penasaranku sedang meronta-ronta
berteriak” ka’Dhavy.
“Entahlah”
Adriel.
“Jangan
menatap ke arahku” Nara menatap ganas.
“Jangan
mengekor di belakangku” Shine segera menghindar.
“Percaya
diri amat kalian berdua” sindiran Adriel.
“Petualangan
gelombang pertama dimulai esok hari selama 77 hari” menekankan terhadap mereka
kembali.
“Adriel
masuk dalam daftar gelombang pertama” tuan Ahaziah.
“Secepat
itu?” Adriel berteriak keras.
“Bisa-bisa
saya gila tingkat neraka kalau seperti ini” Habakuk.
Saya
ingin tertawa keras menyaksikan bentuk raut wajah mereka semua. Apa yang salah
denganku? Bukannya mencari pasangan merupakan impian semua anak muda? Saya saja
selalu diselimuti roh ketakutan luar biasa hanya karena pasangan hidup, lantas
mereka? “Saya memang mencari anak muda di bawah umurku agar mereka tidak
berpikir masalah pernikahan pada saat itu” membayangkan peristiwa kemarin.
“Saya
saja belum nikah masa kalian mau nikah?” pikiranku pada saat itu.
“Tidak
kusangka untuk sekarang ini ceritanya sudah berbeda” bergumam sendirian.
Saya
Cuma ingin mencari makna hidup dari kata sekalipun pohon ara tidak berbunga,
namun dua tangan ingin tetap menggenggam satu objek kehidupan dalam diri mereka
pada saat kemarin hingga detik sekarang. Sekalipun pohon ara tidak berbunga,
pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun
ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari
kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak
di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu
kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di
bukit-bukitku.
“Nara,
apa kau sudah siap?” menegur gadis berambut panjang di depanku.
“What?”
dia terkejut menyaksikan kedatanganku di bandara.
“Jangan
katakan kakak akan terus menjadi pengekor selama 77 hari?” Nara.
“Seperti
yang kau lihat” mencubit keras 2 pipinya.
Seperti
yang kalian lihat kalau saya memilih gadis ini untuk teman berpetualang mecari
cinta sejati. Jangan tertawa! Wajahnya benar-benar terlihat kesal akibat
ulahku. “Berhenti memasang wajah menggerutu seperti itu!” mulai kesal
menyaksikan raut wajah gadis ini
“Kakak
sendiri, memangnya ga ada kerjaan menggekor?” Nara.
“Kan
sesuai aturan tiap personil akan didampingi” menjawabnya.
“Bisa
jadi 10 personil didampingi 1 pendamping” ujarku kembali.
“Kau
akan bekerja sebagai apa?” melemparkan pertanyaan.
“Melamar
kerja sebagai tukang potong rumput sambil memulung barang bekas” Nara.
“Is
the best, kembamgkan kawan!” menepuk jidatnya.
“Btw,
kau ingin pria seperti apa?” pertanyaanku lagi.
“Mau
seperti apa juga kalau tidak mendapat restu dari kalian sama saja bohong” Nara.
“Gadis
aneh” menyindir dirinya.
“Kakak
sendiri gimana?” Nara.
“Tipekal
cowok yang kuinginkan selalu berubah-rubah dari waktu ke waktu, tapi ya mau
gimana lagi saya tetap terikat dengan satu orang sampai kapanpun” mengingat
memory masa lalu.
“Aneh
bin tidak ajaib” Nara.
“Entahlah”...
“Minimal
kakak tidak perlu mencari lagi ataukah harus meminta persetujuan organisasi
karena jelas-jelas mendapat Acc” Nara.
“Tapi
apa bedanya antara menunggu dan mencari? Sama-sama menyakitkan bahkan
menakutkan juga keles kata menunggu itu” menjawabnya.
“Memang
kenapa?” Nara.
“Semua
orang akan berpikir kalau kau orang gila tingkat tinggi, berhalusinasi,
kalaupun dipercaya artinya pasanganmu hanya menggantung semata tanpa ada
keseriusan kepastian, dan lain sebagainya”...
“Berarti
lebih menyenangkan mencari yah?” Nara.
“Tentu
saja, dari pada digantung” menjawabnya.
“Lupakan
cerita kita hari ini! Ayo kita mencari kontrakan kecil buat petualangan”
menepuk kembali jidatnya.
Bagaimana
bisa kami berdua bertingkah seperti anak kecil? Tinggal dalam sebuah rumah
kontrakan berukuran sangat kecil bahkan terlihat buruk merupakan sebuah
petualangan. “Wow, cowok yang barusan lewat keren juga ya” sedikit histeris
ketika kami berdua mulai memilah-milah sampah jalanan.
“Mata
kakak ternyata jelalatan tingkat iblis” Nara.
“Setidaknya
mataku bisa segarlah dari pada tidak sama sekali” membalas ucapannya.
“Kakak
ini menjilat ludah sendiri” Nara.
“Ulangi
ucapanmu tadi!”
“Ga
ada siaran ulang” Nara.
Beberapa
hari pekerjaan kami hanya bercerita menjadi tukang pemotong rumput jalanan
sambil memulung sampah-sampah di sekitar. “Bukannya itu cowok beberapa hari
lalu ya?” segera histeris.
“Penyakit
kakak kumat lagi” Nara.
“Coba
perhatikan cara dia menatap!” mencoba mangalihkan perhatian gadis judes di
sampingku.
“Apanya?
Tatapannya ga ada yang menarik” Nara.
“Mati
banyak manusia ini” menyindir dirinya.
“Nara
masih hidup keles” Nara.
“Jangan
memakai nama asli di sini, ngerti?” tanpa sadar mencubit lengannya.
“Sakit
tahu” Nara.
“Namamu
bukan Nara melainkan Iyem” berbisik ke telinganya.
“Memangnya
Nara mpok-mpo?” Nara.
“Anggap
saja kau itu nenek-nenek labil, ngerti?” menjawabnya.
“Btw,
hal pertama kali yang harus kau pelajari dari lawan jenismu adalah cara dia
menatap” mengalihkan pandangannya.
“Memang
hubungannya?” Nara.
“Tuhan,
hari gini kau tidak mengerti hal seperti ini?”
“Memang
ga” Nara.
“Kau
harus mempelajari sekaligus menguasai makna tatapan orang di sekitarmu dalam
keadaan sadar terlebih tidak sadar”...
“What?”
Nara.
“Kau
harus menguasai tekhnik menatap untuk mempelajari banyak hal” ujarku.
“Saya
tidak ngerti” Nara.
“Lupakan!”
menepuk kepalanya. Kami berdua berjalan melintasi sudut persimpangan seolah
tanpa arah dan tujuan.
“Buat
kalian” tiba-tiba saja pemuda beberapa hari lalu muncul di tengah kami berdua.
Menyodorkan 2 botol air mineral dingin. Kenapa bisa bertemu dia lagi hari ini?
Tuhan, kalau memang skenario diperuntukkan buat dia artinya dia akan muncul di
hadapan kami beberapa kali selama seminggu ini.
“Siapa
yang mencari? Lantas yang berdoa seperti ini siapa?” menggerutu sendiri dalam
hati.
“Upppsss,
tapi boleh minta makan juga ga? Masalahnya kami lapar karena memulung seharian”
ujarku seketika. Nara segera menginjak salah satu kakiku.
“Perutku
sakit karena lapar” makin menghiraukan gadis di sebelahku. Harusnya gadis reseh
ini yang ber-akting tingkat dewa, kenapa kebalikannya?
“Kakak,
nanti apa kata dia? Dikasih hati mau jantung” bisik Nara menarik tanganku
seketika.
“Di
seberang jalan ada restoran” pemuda tadi berkata-kata seketika.
“Ok
baik. Iyem, ayo cepat jalan!”Wajah gadis di sebelahku merah padam berusaha
menahan malu bertubi-tubi.
Bagian 9...
Arauna
melahap makanannya setelah berada di salah satu restoran seberang jalan tadi.
Pakaian bau menyengat memenuhi restoran. “Sampai jumpa lagi” Arauna menarik
tangan gadis di sebelahnya untuk meninggalkan pemuda itu.
“Kakak
kenapa si? Main lari begitu saja tanpa ucap terima kasih lagi” Nara terlihat
kesal.
“Dilihat
dari sikapmu sudah terbaca cukup jelas” Arauna.
“Memang
apa yang salah denganku?” Nara.
“Karaktermu
itu kelemahanmu” Arauna.
“Kau
sedang dalam visi mencari cowok yang harus mendapat acc dan terbukti berasal
dari Sang Semesta, caramu kacau balau” Arauna.
“Pantas
saja, presentasi kemarin hancur lebur tingkat iblis mematikan” Arauna makin
menyerang.
“Lantas?”
Nara.
“Kau
harus berdoa meminta petunjuk dari Sang Semesta, kemudian menciptakan
skenario-skenario tidak terduga dalam keadaan tidak seorangpun sadar terlebih
lawan jenismu itu” Arauna.
“Berarti
kakak tadi sengaja menjebak?” Nara.
“Setidaknya
kau harus mempelajari sorotan matanya ketika objek-objek mengesalkan bahkan
tidak disukai bermuara di sekitarnya” Arauna.
“Kenapa
kakak memilih pemuda tadi, sedang saya sendiri kurang suka banyak hal dalam
dirinya?” Nara.
“Entahlah”
Arauna.
“Jangan-jangan
kakak mau selingkuh?” Nara.
“Selingkuh
artinya berurusan dengan Tuhan, lah saya sendiri baru mau membayangkan cowok
manis 7 keliling, dia sudah rasa” Arauna.
“Bagaimana
cerita?” Nara.
“Jangan
tanya saya, tapi bertanyalah terhadap Sang Pencipta” Arauna.
“Saya
dan dia tidak mungkin bisa selingkuh, karena sepertinya Sang Pencipta sengaja
mengikat ganas seperti itulah” Arauna.
“What?”
Nara.
“Kalau
saya menatap cowok saja, artinya dia akan tahu” Arauna.
“Gimana
caranya?” Nara.
“Area
sekitar hatiku langsung pedis-pedis berhadiah, jadi, tidak akan bisa” Arauna.
“Kisah
percintaan kakak memang heboh” Nara.
“Makanya
semua orang mengejek saya kemarin gadis tua, pemilih, Cuma mau orang Korea atau
bule saja, trauma masa lalu, tidak waras, dan lain-lain” Arauna.
“Pada
hal yang sebenarnya adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk saya ceritakan
terhadap siapapun, kalaupun dicerita paling mereka akan segera memasukkan
diriku ke rumah sakit jiwa terdekat” Arauna.
“Cuma
mau orang Korea? Kalau bule saya tutup mata perbaikan keturunan” Nara.
“Saya
kan pecinta perdrakoran, apa lagi kalau lihat oppa-oppaku gentayangan pastilah
menyegarkan” Arauna.
“Maksudnya
karena suka nonton drakor atau tukang nyanyi-nyanyi Korea itu berujung mereka
semua menyerang gitu? Nara.
“Begitulah,
masalahnya untuk menghibur diri seorang Arauna terkadang menghabiskan waktu
menonton perdrakoran. Sampai keluargaku menarik kesimpulan kalau harus
oppa-oppa Korea yang datang ke hadapanku untuk menyatakan cinta” Arauna.
“Kacau
banyak” Nara.
“Hatiku
memang menginginkan oppa-oppaku, tapi Tuhan membuatku terikat dengan manusia
itu” Arauna.
“Dasar
kakak tidak tahu berterima kasih” Nara.
“Lupakan
kisahku, lebih baik kita berpetualang mencari kisahmu” Arauna.
“Saya
sendiri juga pusing” Nara.
“Kau
harus pandai mempelajari bahasa tubuh” Arauna.
“Tapi,
saya tidak menyukai cowok tadi” Nara.
“Saya
saja diikat tiba-tiba ma manusia itu, memang saya menyukai dia?” Arauna.
“Pastilah”
Nara.
“Jawabannya
tidak sama sekali. Saya malah marah tingkat neraka kalau dingat-ingat lagi,
tetapi seiring berjalannya waktu seperti itulah” Arauna.
“Memang
kakak ada feeling kalau cowok yang tadi itu bisa jadi kategori begitulah?”
Nara.
“Entahlah,
tapi masa Tuhan sudah beberapa kali mempertemukan kita secara tidak sengaja?”
Arauna.
“Yang
mau mencari cinta sejati siapa? Kenapa saya yang hancur banyak begini sampai
curhat overdosis segala? Saya betul-betul lugu 7 keliling” Arauna.
“Nara
maksudku mpo Iyem akan mencoba skenario iblis dari kakak” Nara.
“Begini
saja, kita berdua harus berdoa” Arauna.
“Kalau
Tuhan mempertemukan lagi beberapa kali secara kebetulan artinya suka ataupun
tidak dia harus masuk skenario” Arauna.
“Kalau
tidak dipertemukan artinya ga usah kan?” Nara.
“Ya
begitulah” Arauna.
“Iyem
Cuma mau bukti berarti kita berdua harus pindah daerah dan tidak di sini lagi,
understand?” Nara.
“Siapa
takut” Arauna.
“Kita
pindah ke desa paling kecil saja di wilayah timur sana” Nara.
“Siapa
takut” Arauna.
Mereka
segera mengemasi barang-barang, kemudian berjalan menuju bandara untuk
berpetualang ke wilayah lain. “Capeknya” Nara mengeluh.
Perjalanan
panjang mulai dari naik pesawat hingga memakai bis kecil menuju pedesaan
terdengar melelahkan. Melakukan perjalanan selama 3 hari tanpa jedah iklan hingga
sampai tujuan. “Iyem mau bukti kalau pemuda itu masuk skenario” Nara.
“Mpo
Iyem, ini namanya pembunuhan” Arauna.
“Terserah”
Nara.
Suasana
pedesaan asri jauh dari keramaian kota menjadi alternatif mereka berdua sebuah
petualangan. “Pekerjaan terbaru” Arauna sedang mencangkul tanah.
“Untung
saja pak tani itu mau mempekerjakan kita berdua di lahannya” Arauna menyeka
keringatnya.
“Jangan
lupa mencari rumput buat makan sapi” teriak seorang pria paruh bayah tidak jauh
dari tempat mereka bekerja.
“Akan
kami lakukan” Nara.
“Kau
benar-benar tidak mengeluh sedikitpun?” Arauna.
“Skenario
kalian terhadapku dulu jauh lebih menakutkan” Nara.
“Memang
apa yang kami lakukan?” Arauna.
“Mendapat
fitnah, dipenjara, diperhadapkan suami orang, dan lain sebagaimnya?” Nara.
“Ganas”
Arauna.
“Bagaimana
tidak? Dalam keadaan hidup mengenaskan bahkan terlalu sakit yang selalu ada
buat beri kekuatan suami orang? Paling menyakitkan, sadar tidak?” Nara
meluapkan emosinya.
“Jangan-jangan
kau belum bisa melupakan perasaanmu terhadap suami orang?” Arauna tertawa.
“Entahlah.
Andaikan saya memilih untuk mengejar dirinya tentu jalanku tidak akan seperti
ini” Nara.
“Apa
perasaanmu benar-benar mendalam buat dia sampai-sampai pemuda kemarin tidak
sesuai keinginanmu?” Arauna.
“Senyumnya
pemuda itu dan dia mirip, jadi, saya benci atau bisa dikatakan trauma” Nara.
“Pemuda
yang dikatakan bersuami, semua itu hanya skenario belaka” Arauna.
“Makin
membuatku gila” Nara.
“Kami
berjaga-jaga juga pada saat itu, jangan sampai merusak pernikahan orang, jadi,
sengaja memilih cowok belum menikah untuk mengelabui kehidupanmu” Arauna.
“Hanya
saja ketika berhadapan denganmu berstatus suami orang di akhir cerita” Arauna.
“Kalian
memang jahat” Nara.
“Jangan
persalahkan mereka yang mendidikmu, karena saya yang memerintahkan mereka”
Arauna.
“Apa
boleh saya tahu alasan kakak melakukan hal seperti kemarin?” Nara.
“Memangnya
gampang menjalani kehidupan di atas kelak? Siapa yang mau mengambil resiko
besar? Kalau memang Tuhan menghendaki artinya tim kerjaku harus benar-benar
berbeda dan pastinya pilihan dari Sang Pencipta bukan manusia” Arauna.
“Maaf
membuat banyak luka di sekitar jalanmu, karena keadaan membuatku bertindak kejam”
Arauna.
“Lupakan”
Nara.
“Lagian
saya juga diperhadapkan objek-objek miris jauh lebih ganas dibanding kalian.
Perbedaannya? Saya langsung Tuhan, sedang kalian memakai skenario atas seizin
Tuhan” Arauna.
Mereka
berdua duduk terdiam tanpa saling berbicara setelah pernyataan tersebut selama
setengah jam. “Apa kalian sudah membersihkan kandang sapi?” pria tua kembali
berteriak.
“Astaga”
Arauna segera beranjak dari tempat duduknya.
“Ini
semua karena cerita overdosis tadi” gerutu Nara.
“Kau
yang memulai memancing” Arauna.
“Perasaanku
berkata kakak deh” Nara.
“Itu
dirimu” Arauna kembali berkata-kata.
“Dasar”
Nara.
“Bersihkan
kotoran di sana!” Arauna.
Pekerjaan
mereka hanya bercerita bertani, mencari rumput, membersihkan kandang sapi.
Selama beberapa hari menikmati kotoran ternak terdengar menyegarkan bukan?
“Kenapa semua penduduk desa berkumpul di sana?” Arauna menunjuk kebingungan.
“Apa
ada pembunuhan berencana?” Arauna berusaha mencari sesuatu hal.
“Ada
petugas militer ganteng di sini baru dipindahkan dari kota besar” jawaban salah
satu penduduk desa.
“Penasaran”
Arauna segera menarik tangan Nara.
“Kakak
mau kemana sih? Macam orang ga pernah lihat cowok keren saja” Nara.
“Lumayan
buat cuci mata” teriak Arauna.
“Dasar
mata jelalatan” Nara.
“Sepertinya
lebih ganteng dari oppaku” Arauna.
“Hentikan
kekonyolan kakak” Nara.
“Na
na na ra maksudku mpok Iyem” Arauna histeris segera setelah menatap dengan baik
ke arah seorang pria.
“Benar-benar
bukan kebetulan, coba lihat sendiri!” Arauna mendorong tubuh Nara.
Pemuda
militer tersebut ternyata seseorang yang sedang mereka bawah dalam doa.
“Tinggal 2x pertemuan artinya dia harus masuk skenario untuk presentasimu pada
konferensi meja bundar setelah petualangan 77 hari” Arauna berbisik ke arahnya.
“Menyebalkan”
Nara.
“Iyem,
persiapkan dirimu!” Arauna.
Mereka
berdua tidak pernah menyangka pemuda tersebut berasal dari jajaran kemiliteran.
Pertemuan tidak terduga sedang terjadi. “Kita berdua harus berdoa kembali”
Arauna.
“Berdoa?”
Nara.
“Tuhan,
kalau pemuda ini bertemu lagi dalam 3 hari ke depan dan memberikan kotak
berisi pena berwarna pink artinya siap-siap...” Arauna.
“Kenapa
isi doa segitunya?” Nara.
“Berdoa
meminta tanda itu, cari yang mustahil bahkan paling tidak masuk akal untuk
mendapat hidayah” Arauna.
Hal
yang terjadi selanjutnya adalah pada hari ketiga sesuatu terjadi di sekitar
kandang sapi berlumpur kotoran. “Permisi, apa ada orang?” seseorang
berteriak...
“Bajumu
benar-benar bau kotoran” teriak Arauna menepuk bahu Nara.
“Kakak
juga sama bahkan lebih bau” Nara.
“Permisi,
ada orang?” suara seseorang sekali lagi.
“Suara
siapa itu? Perasaan suara pak tani ga gitu juga suaranya” Arauna.
“Permisi”
seorang pria berpakaian seragam berjalan membawa sebuah sesuatu.
“Awas”
teriak Nara hingga berakhir seluruh tubuh pria tersebut berlumur kotoran sapi
dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Memang
petunjuk sang semesta kalau seperti ini” Arauna menyadari pria di depannya.
“Anda
tidak kenapa-kenapa?” Nara masih belum menyadari siapa pemuda itu.
“Tidak”
jawabannya.
“Sepertinya
kita pernah bertemu sebelumnya, tapi dimana yah?” pria itu mencoba mengingat
kembali...
“Maaf,
saya rasa ini pertama kalinya kita bertemu” Nara akhirnya tersadar...
“Anda
mencari siapa?” Nara.
“Mencari
kotoran sapi buat pupuk” jawabannya.
“Pak
Tani menyuruh saya langsung kesini, katanya nanti ketemu karyawan wanita yang
bisa bantu-bantu gitu” ujar pria tersebut.
“Maaf,
kotoran sapinya mau berapa banyak?” Nara.
“Cukup
banyak buat pupuk” ujar pemuda tadi.
“Sepertinya
dia memang ditakdirkan masuk skenario” ucapan Nara dalam hati.
Memasukkan
kotoran sapi ke dalam ember-ember besar hingga harus menahan baunya.
“Sepertinya anda harus membersihkan diri terlebih dahulu” Nara.
“Tidak
apa-apa” balasnya.
“Terima
kasih sudah membantu” ucapan pemuda tersebut kembali.
“Sudah
kewajiban saya sebagai anak buah pak Tani” Nara.
“Tunggu”
teriak pemuda itu lagi setelah berjalan beberapa langkah meninggalkan kandang
sapi.
“Buatmu”
menyerahkan sesuatu dalam kantong plastik hitam.
“Apaan
ini?” Nara.
‘Sebagai
ucapan terima kasih atas kotoran sapinya” senyum pemuda tersebut.
“Senyumnya
manis juga” kalimat Nara dalam hati.
“Apa
yang sedang kupikirkan” Nara tersadar sesuatu...
“Siapa
namamu?” Arauna tiba-tiba muncul.
“Sepertinya
kita pernah bertemu” pemuda itu mencoba memikirkan lagi...
“Perasaanmu
saja” Arauna.
“Siapa
namamu?” Arauna kembali melemparkan pertanyaan.
“Panggil
saja Brave” kalimatnya.
“Anda
ditugaskan di desa ini yah?” Arauna.
“Saya
baru ditugaskan disini” Brave.
“Kalau
begitu saya pamit” Brave.
“Silahkan!”
Arauna.
Mereka
berdua menatap pemuda berseragam penuh kotoran hewan dari ujung rambut hingga
ujung kaki. “Coba cek plastik di tanganmu!” Arauna.
“Dia
memang datang dalam 3 hari ini, tapi tidak membawa sesuatu semacam kotak berisi
pena pink” sindiran Nara.
“Kalau
begitu cari yang lain, susah amat sih” Arauna.
“Kakak”
teriak Nara terkejut setelah membuka plastik hitam di tangannya.
“Kotak
berisi pena berwarna pink dan kita baru bertemu dia, tidak mungkin juga saya
bekerja sama dengannya” Arauna.
“Bulu
kudukku merinding” Nara memegang tangannya.
“Begini
saja, kita berdoa umtuk tanda terakhir” Arauna.
“Tapi
saya takut” Nara.
“Tapi
saya tidak takut” Arauna.
“Kalau
besok pagi kita bertemu dia di sawah pak Tani sambil membawa sarapan kue
artinya skenario akan tetap dijalankan suka maupun tidak” Arauna.
“Antara
takut dan terserah” Nara.
“Segitu
amat ucapannya” Arauna.
“Entahlah”
Nara.
“Terkadang,
saya berpikir hidup yang sedang kujalani terkesan menakutkan” Nara.
“Kita
berdua sama, bukan hanya dirimu berpikir seperti itu” Arauna menarik nafas
panjang.
“Berlatih
mempelajari beberapa bidang, memeriksa banyak objek, merakit beberapa alat
bahkan hal lebih menakutkan adalah mencari sebuah teknologi penangkal senjata
mematikan” Nara.
“Temanmu
yang lain pasti berpikiran sama sepertimu” Arauna.
“Tuntutan
hingga akar-akar begitu menyesakkan” Nara terlihat lelah.
“Karena
keadaan memaksa harus berjalan seperti ini. Jadi, jangan bersungut seperti
diriku” Arauna.
“Bagaimana
kalau mereka makin membenci terlebih menolak mentah-mentah kita semua?” Nara.
“Jangan
marah, tetap bersyukur, pasti Tuhan membuka jalan buatmu dan kita semua untuk
bekerja di sebuah negara besar yang mau menerima bahkan percaya skil serta
pemikiran yang dimiliki” Arauna.
“Lantas,
semua alat yang sudah dirancang?” Nara.
“Berdoa
harus dibawah kemana” Arauna.
“Kalau
Tuhan memberi IQ untuk menemukan teknologi-teknologi tersebut artinya jangan
mempergunakan salah atau membuat penyimpangan karena resikonya sangat
menakutkan” Arauna.
“Kakak
tidak berniat bekerja sama dengan pemerintah?” Nara.
“Jangan
salah mengambil keputusan terlebih menaruh kepercayaan terhadap mereka apa pun
yang terjadi” Arauna.
“Alat
itu digunakan kelak setelah ada surat perjanjian sekaligus menyatakan dirimu
maupun siapapun personil tim kerja kita yang memegang peranan penting dan bukan
orang lain” Arauna.
“Berdoa
dan berdoa” Nara.
“Pasangan
hidup kalian juga mempengaruhi banyak hal, jadi, jangan asal memilih” Arauna.
“Tidak
nikah salah, menikah juga ya begitulah” Nara.
“Ucapanmu
kelewat konyol” Arauna.
“Terima
kasih membuatku mengerti petualangan walaupun dikatakan menyesakkan hingga ke
akar-akarnya” Nara.
“Mendapat
penolakan itu proses membentuk, tidak berarti kau gagal” Arauna.
Menikmati
suasana kandang bersama kotorannya merupakan sesuatu hal. Pagi-pagi sekali
mereka berdua sudah berada di tengah persawahan dan sedang hidup dengan
perannya sebagai petani. Tiba-tiba saja mereka berdua baru menyadari kehadiran
seseorang setelah jam menunjukkan pukul tujuh pagi. “Hai” senyum Brave hanya
memakai kaos dan celana pendek.
“Sejak
kapak anda berdiri di sana?” Nara.
“Sejak
tadi” Brave.
“Maksud
kedatangan anda?” Nara.
“Saya
sudah ingat kalian siapa” Brave sedikit berteriak.
“Memang
kami siapa?” Nara.
“Pemulung
sampah di kotaku” Brave.
“Tajam
juga ingatanmu” Nara.
“Kenapa
berpindah haluan sampai-sampai tinggal di desa terpencil seperti ini?” Brave.
“Karena
meminta tanda tentangmu bodoh” ketus Nara dalam hati.
“Maksud
tujuanmu kemari?” Nara.
“Jawab
dulu pertanyaanku” Brave.
“Karena
kami berdua bosan hidup sebagai pemulung terus, mending ke kampung jadi petani”
Nara.
“Jawaban
aneh” gerutu Arauna pelan.
“Jawab
pertanyaanku sekarang!” Nara.
“Untuk
membawakan kalian sarapan pagi” ujar Brave.
“Ada
bubur, aneka jenis kue, kopi panas. Silahkan dinikmati” Brave.
“Perasaan
kita baru kenal, lantas?” Nara.
Bagian 10...
NARA...
Seorang
pemuda tinggi tegak sedang berdiri sambil menatap ke arahku. “Sebenarnya
sarapan ini buat teman-temanku, hanya saja mereka semua sudah pergi ke kota
tanpa pemberitahuan sebelumnya. Jadinya, dari pada dibuang dan kebetulan
bertemu kalian di sini” Brave.
“Berhenti
bertanya lagi, silahkan dinikmati saja mumpung gratis!” ka’Arauna segera
mencicipi sarapan pagi di depannya.
Tuhan,
apa dia memang dipilih olehMU? Kenapa saya jadi berpikir konyol begini?
“Sarapan pagi ini benar-benar suprise pakai banget” ka’Arauna sedikit menyindir.
“Kalau
begitu saya permisi, silahkan nikmati sarapan kalian!” senyum Brave segera
berdiri.
“Wajahmu
jelek pakai banget lagi” pernyataan menyedihkan dariku buatnya.
“Siapa
yang jelek?” Brave.
“Jelas
pemuda militer di depan kami” ka’Arauna.
“Makasi
buat pujiannya” senyum Brave.
“Sampai
jumpa lagi” ujarnya kembali sambil berlari meninggalkan kami. Tidak pernah
kusangka sosok Brave menciptakan memory cukup berbeda dibanding kisahku yang
kemarin.
Permainan
puzzles berkumandang membahana seolah memecah tabir surya sekitar jalan
setapakku. “Apa yang sedang kau pikirkan?” ka’Arauna sejak tadi memperhatikan
tingkah lakuku setelah kami berada di sebuah sungai kecil.
“Entahlah”
jawabanku.
“Jawaban
bodoh” ka’Arauna.
“Nara
ingin bertanya maksudku Iyem ingin melemparkan pertanyaan” ujarku seketetika.
“Silahkan!”
ka’Arauna.
“Kisah
percintaan seperti apa yang menurut kakak terkesan berbeda saja?” pertanyaanku
spontan.
“Jawabanmu
susah-susah gampang” ka’Arauna.
“Katanya
jangan salah memilih” sindirku seketika.
“Kalau
boleh jujur, saya sendiri kurang begitu paham tentang percintaan” ka’Arauna.
“Aneh
bin ajaib” kalimatku.
“Maksud
ucapan anda?” ka’Arauna.
“Kakak
sendiri memiliki kisah percintaan, lantas mengatakan kurang begitu paham?”
kalimatku.
“Masalahnya,
kisah cintaku terkesan menakutkan dan tiap orang memiliki versi percintaan
masing-masing” ka’Arauna.
“Kenapa
bilang menakutkan?”
“Iyem,
di satu sisi saya harus menunggu sesuatu yang tidak terlihat. Di lain tempat,
baik medsos, keluarga, maupun teman berkata kalau menunggu terlalu lama artinya
lepaskan karena dia tidak mungkin serius terhadapmu” ka’Arauna.
“Pertanyaanya,
bagaimana saya mau lepaskan kalau baru membayangkan atau menatap ke arah cowok
saja tidak bisa karena dia tahu dan rasa” ka’Arauna.
“Hebohnya
luar binasa” ujarku.
“Saya
dan dia terikat begitu saja, lantas mau cerita ke siapa? Saranku, jangan
memiliki kisah percintaan sepertiku” ka’Arauna.
“Nara
ingin memiliki kisah percintaan tersendiri juga” kalimatku.
“Kau
tidak harus mencari yang sempurna, lagian Tuhan sudah memberi tanda 3x terhadap
si’Brave” ka’Arauna.
“Rencana
kakak selanjutnya?”
“Kembali
pada keputusan dalam dirimu” ka’Arauna.
“Terkadang
bukan orang luar yang selalu menciptakan rasa sakit luar biasa, justru keluarga
sendirilah pemain utamanya” ka’Arauna.
“Bukan
terkadang, tetapi memang sering terjadi” kalimatku.
“Hidup
itu sulit ditebak, jadi, pasanganmu menjadi penentu banyak hal” ka’Arauna.
“Kakak
sepertinya punya pengalaman pahit tentang keluarga?” pertanyaanku.
“Sepertinya”
ka’Arauna.
“Sudah
terbaca”...
“Tapi
keluarga yang menyakitkan itu bukan tentang pasangan, melainkan lebih ke
saudara atau ipar atau sanak saudara gitulah kemungkinan” ka’Arauna.
“Terkadang,
Tuhan mengizinkan seseorang dipangkas habis-habisan maksudku diproses 7
keliling melalui anggota keluarganya sendiri bahkan paling dekat dan bukan dari
orang luar” ka’Arauna.
“Rasanya
tentu mengenaskan” ujarku
“Rasanya
sakit sekali” ka’Arauna.
“Tapi,
dari situlah penentuan, lulus atau tidak?” ka’Arauna.
“Apa
kisah kakak jauh lebih menyedihkan dibanding skenario terhadapku kemarin?”
“Entahlah,
masih mengenaskan dirimu sepertinya” ka’Arauna.
“Wow”...
“Ketika
kau berhadapan dengan tekanan dari luar, masalahmu bertubi-tubi, bahkan hal
lebih menyakitkan lagi keluargamu seolah menganggap kau terlalu duduk di posisi
nyaman serta tidak ingin merubah karakter burukmu seperti cepat tersinggung dan
lain sebagainya” ka’Arauna.
“Pada
saat itu ruang dinding hatimu benar-benar tercabik-cabik hingga kau menangis,
tetapi kaluarga hanya menganggap dirimu dengan karakter cengeng bahkan mereka
menganggap hanya pemikiran mereka saja yang benar dan kau harus makin
tersakiti” ka’Arauna.
“Itu
sebabnya kakak membuat kami...?” kalimatku terpotong.
“Pasanganmu
menjadi penentu sekaligus memiliki peranan di sini. Tapi, terkadang juga memang
Tuhan mengizinkan pasanganmu sedikit keseleo waktu berjalan, hanya saja dia
akan kembali menyadari dan tampil sebagai sahabat terbaikmu apa pun keadaannya”
ka’Arauna.
“Carilah
pasangan yang tidak pernah bosan mendengar ceritamu bahkan tetap bersikap bijak
sekalipun segala sesuatu di sekelilingnya menjadi batu sandungan hingga
menciptakan cabikan luka paling dalam” ka’Arauna.
Kisah
hidup di antara saya maupun personil organisasi ini memiliki porsi cerita
berbeda-beda. Mendapatkan pasangan hidup sesuai kriteria mereka awalnya
membuatku muak seketika, akan tetapi seiring berjalannya waktu saya akhirnya
menyadari tentang sebuah objek hidup...
Semua
lawan jenisku tentu akan berlari pergi hingga tidak lagi menampakkan wajahnya
di depanku. Saya akhirnya belajar ruang lingkup hidupku memiliki porsinya
sendiri dibanding para wanita di luar sana seiring waktu berjalan. Tuhan sudah
menentukan jalur hidupku harus berjalan ke arah mana.
Tuhan,
beri Nara petunjuk tentang cara memainkan skenario. “Apa yang harus Na maksudku
Iyem lakukan untuk mencari tahu tentang sisi hidup si’Brave?” pertanyaan yang
membuatku terlihat kaku di depan ka’Arauna.
“Wajahmu
terlihat cute kalau seperti ini” ka’Arauna mencubit dua pipiku.
“Apaan
sih” kalimatku.
“Kau
harus mempelajari dunia perobsesian dalam dirinya terhadap sesuatu di depannya”
ka’Arauna.
“Dunia
perobsesian?”
“Jangan
karena obsesinya terhadap sesuatu hal sehingga semua orang di sekitarnya
menjadi korban termasuk masa depan bangsa ini” ka’Arauna.
“Pasanganmu
juga menjadi penentu ketika dua kakimu sedang berjalan di tempat paling
menakutkan, menjebak, banyak tekanan, dan masih banyak lagi” ka’Arauna.
“Kenapa
bisa?”
“Karena
orang pertama yang akan berdiri di sampingmu adalah pasanganmu sendiri bukan
kami” ka’Arauna.
Hidup
sulit ditebak akan bercerita tentang apa di hari esok. Bukan tentang
kesempurnaan, melainkan hanyalah sebuah keadaan yang sedang memaksakan kaki
untuk mencoba memahami puzzles di jalan setapak itu. Merenung membayangkan
banyak hal yang sudah terjadi menyatakan alur ceritaku ingin belajar memegang
objek berbeda dibanding mereka di luar sana.
“Maaf
membuatmu menjatuhkan banyak air mata awal-awal ceritamu kemarin” ka’Arauna.
“Tuan
Ahaziah ataukah ka’Dhavy tidak bermaksud jahat terhadap kalian selama ini.
Mereka hanya mengikuti kemauanku semata dan jangan menyalahkan mereka”
ka’Arauna.
“Awalnya,
cerita hidupku hanya menyelipkan kata marah semata, muak, ingin berteriak keras,
tetapi semuanya perlahan mulai punah seiring berjalannya waktu” ujarku.
“Kau
harus tahu, memegang bintang tanpa proses akan membuatmu hancur seketika”
ka’Arauna.
“Bayar
harga itu benar-benar sakit sekali bahkan makna katanya sendiri sulit untuk
dilukiskan hanya melalui ucapan, tetapi tidak bayar harga juga artinya siap
masuk jurang” ujarku ingin tertawa keras...
“Btw,
lupakan cerita kita, sekarang fokus ma si’Brave sana” ka’Arauna.
“Betul
juga” balasku.
‘Kalau
begitu kita harus mulai mempelajari akun media sosial miliknya” ka’Arauna.
“Buat?”
“Buat
makananlah, memang buat apaan?” ka’Arauna.
Kami
berdua sibuk bermain sosmed di bawah pohon bersama angin sepoi-sepoi. “Saya
sudah mencari, tapi ga nemu akun miliknya” ujarku terdengar kesal.
“Cari
lagi sana” ka’Arauna senyum-senyum sendiri.
Jiwa
penasaranku meronta ingin tahu apa yang sedang dilihat oleh sang bos. “Kurang
dihajar” berteriak seketika menyaksikan ka’Arauna hanya menonton dunia
perdrakoran.
“Bukannya
membantu, tapi malah sibuk sendiri” menggeleng-geleng kepala.
“Ini
namanya hobi” penekanan ka’Arauna masih sibuk menatap layar hp miliknya.
“Kenapa
kakak ga pernah buat caption percintaan di dunia permedsosan?” pertanyaanku
sambil menarik keras handphone miliknya.
“Diam-diam
menjadi iblis mematikan” ka’Arauna.
“Cuma
stalking dibilang iblis mematikan?” ujarku.
“Keluarga,
teman-temanku, bahkan seluruh dunia bisa gempar maksudku bisa jadi gempa bumi
kalau membuat postingan semacam itu” ka’Arauna.
“Orang
lain saja buat dan ga terjadi sesuatu apa pun”...
“Mungkin
talenta mereka memang di sana buat story ataukah caption percintaan, lah kalau
saya gimana cerita? Pasti gempa bumilah” ka’Arauna.
“Bisa
saja ucapan kakak” balik mencolek wajahnya.
Kami
berdua menikmati sinar matahari sore di bawah pohon besar. Satu hal yang pasti
kalau petualanganku memiliki ceritanya tersendiri. Btw, bagaimana kisah
percintaanku nantinya setelah satu skenario berjalan?
“Iyem”
teriak seseorang memanggilku.
Pertama
kalinya seorang pria berteriak keras menyebut nama Iyem? “Iyem” dia berteriak
makin keras sambil berlari seperti orang dikejar setan.
“Kau”
“Nama
kakak Iyemkan?” pemuda itu bercucuran keringat.
“Memang
ada apa? Anda siapa?” pertanyaanku masih berusaha mencari tahu siapa dirinya.
“Apa
wajahku memang gampang dilupakan?” ujarnya kembali membuatku sadar siapa pria
di depanku.
“Tumben
ga pakai seragam kesayangan?” sindirku.
“Kebetulan
lagi libur kerja dan di luar asrama” jawaban Brave.
Seseorang
yang bersikap dewasa baik dari segi umur dan kepribadian tidak akan mungkin
mencari anak manja, kekanakan, labil. Jangan pernah percaya dunia fiksi!
Cerita-cerita seperti itu hanya ada di dunia novel semata.
Siapa
yang menakar air laut dengan lekuk tangannya dan mengukur langit dengan
jengkal, menyukat debu tanah dengan takaran, menimbang gunung-gunung dengan
dacing, atau bukit-bukit dengan neraca? Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN
atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?
Kepada
siapa TUHAN meminta nasihat untuk mendapat pengertian, dan siapa yang mengajar
TUHAN untuk menjalankan keadilan, atau siapa mengajar Dia pengetahuan dan
memberi Dia petunjuk supaya Ia bertindak dengan pengertian?
Sesungguhnya,
bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti
sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya, pulau-pulau tidak lebih dari abu halus
beratnya.
Segala
bangsa seperti tidak ada di hadapan-Nya mereka dianggap-Nya hampa dan sia-sia
saja. Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu
anggap serupa dengan Dia?
Patungkah?
Tukang besi menuangnya, dan pandai emas melapisinya dengan emas, membuat
rantai-rantai perak untuknya. Orang yang mendirikan arca, memilih kayu yang
tidak lekas busuk, mencari tukang yang ahli untuk menegakkan patung yang tidak
lekas goyang. Tidakkah kamu tahu? Tidakkah kamu dengar? Tidakkah diberitahukan
kepadamu dari mulanya? Tidakkah kamu mengerti dari sejak dasar bumi diletakkan?
Dia
yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang
membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman! Dia
yang membuat pembesar-pembesar menjadi tidak ada dan yang menjadikan
hakim-hakim dunia sia-sia saja! Baru saja mereka ditanam, baru saja mereka
ditaburkan, baru saja cangkok mereka berakar di dalam tanah, sudah juga Ia
meniup kepada mereka, sehingga mereka kering dan diterbangkan oleh badai
seperti jerami.
Artinya
kata-kata ini menjelaskan dua kakiku harus berjalan seperti apa. “Apa saya bisa
bertanya tentang sesuatu hal?” melemparkan pertanyaan seketika ke arah Brave.
“Selama
saya bisa menjawab, silahkan!” Brave.
“Apa
kau bisa menjelaskan defenisi arkeologi kehidupan menurut versimu
sendiri?”
“Pertanyaan
bodoh” Brave.
“Entahlah,
saya hanya penasaran dan ingin mencari jawaban, entah dimana saja” balasku.
“Seseorang
yang sedang berjalan bersama kata sejarah, masa lalu, masa depan, budaya,
pemikiran, serta variasi seni hidup yang memang pada dasarnya saling
berhubungan erat satu sama lainnya” Brave.
“Apa
variasi seni di sekitar jalanmu bisa menciptakan arkeologi hidup dengan
keunikan tersendiri dan tidak mungkin sama dengan orang lain?”
“Yes”
ucapan spontan Brave.
“Kenapa
ucapanmu kelewat spontan maksudku terlalu percaya diri?”
“Entahlah”
Brave.
“Btw,
kenapa pertanyaanmu seperti mencari sesuatu dan sepertinya saya sedang tidak
tertarik untuk dilemparkan pertanyaan kembali” Brave.
“Sekedar
bertanya saja, masalahnya jiwa penasaranku terkadang meronta-ronta tentang sisi
pemikiran dunia militer” jawabanku.
“Jangan-jangan
Iyem naksir ya ma seseorang dari kemiliteran” Brave mencurigai sesuatu...
“Entahlah,
lagian sekolahku ga tinggi Cuma tamatan SMP dengan status kerja sebagai petani
mau ngejar bintang?” kalimatku.
“Tidak
ada yang mustahil, apa sih yang tidak buat Tuhan” Brave menepuk bahuku.
“Sudah
sore, sepertinya saya harus pulang” segera berlari pulang meninggalkan dirinya
di tengah persawahan.
Kenapa
saya jadi salah tingkah begini? Apa yang sedang kupikirkan? Pertanyaan tadi
hanya sebagian kecil dari ribuan cerita yang akan bermain di sekitar jalannya.
“Kita lihat saja, apa kau akan lulus atau tidak ketika hidupmu diperhadapkan
skenario menakutkan” membayangkan sorot mata Brave.
“Iyem,
sepertinya saya harus ke tempat temanmu yang lainnya” ka’Arauna tiba-tiba saja
duduk di sampingku. Kami berdua tidur hanya beralaskan tikar dengan ukuran
rumah sangat kecil. Pak Tani memberi rumah kecil tidak jauh dari peternakan
sekaligus pekerjaan ketika menginjakkan pada hari kedua di desa ini.
“Kakak
mau meninggalkan saya sendirian?” seolah tidak ingin dia pergi.
“Bukannya
itu maumu sejak kemarin?” ka’Arauna.
“Kemarin
dan sekarang kan beda, semua orang bisa berubah pikiran begitu saja” ujarku.
“Kau
bisa menyelesaikan masalahmu sendiri sekarang, jadi, saya percaya apa pun yang
akan kau lakukan nantinya terhadap calon pasanganmu” berbisik di telingaku.
“Pernyataan
bodoh” kalimatku seketika.
Berita
lebih mengejutkan lagi adalah ka’Arauna harus berangkat malam ini karena harus
mengejar bis. “Jaga diri di kampung orang” ka’Arauna memelukku.
Entah
sejak kapan, dunia persahabatan di antara kami berjalan begitu saja. Saya harus
tinggal seorang diri di sini dengan peran sebagai petani. Memikirkan beberapa
cara untuk mencari tahu lingkup ruang hidup seorang Brave. Petualangan terbaru
Nara sepertinya akan dimulai hari ini.
“Sepertinya
saya harus bekerja sebagai pembantu di asrama militer kalau ceritanya begini”
menarik nafas panjang.
“Mana
mereka semua laki-laki ga ada perempuan” membayangkan manusia-manusia di asrama
tersebut.
Pertanyaan
sekarang adalah bagaimana caranya seorang Nara bisa menerobos ke dalam? “Nara,
putar otakmu sekarang!” memikirkan cara terbaik...
Saya
seperti perempuan pecicilan tanpa rasa malu berjalan di tengah sekelompok
pemuda militer mencari sang komandan. Mengemis memohon pekerjaan menjadi
pembantu hanya karena mencari jodoh semata? Benar-benar gila...
Pekerjaanku
hanya bercerita tentang menjadi tukang masak serta bersih-bersih. Kalau seperti
ini ceritanya, lantas kapan saya bisa mencari sesuatu hal darinya. “Sepertinya
menarik juga” sesuatu hal terlintas dalam benakku seketika.
Mengendap-ngendap
seperti pencuri menaruh sebuah jam tangan mahal dan dompet milik seseorang ke
dalam lemari milik Brave. “Saya ingin melihat sesuatu yang berbeda dari sisi
seorang Brave” berkata-kata dalam hati.
Beberapa
jam kemudian keadaan digemparkan karena jam tangan mahal salah satu anggota
militer di sini hilang. Seluruh lemari sedang di geledah termasuk milik Brave.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Siapa pernah menduga salah satu pemuda
militer terbaik ternyata seorang pencuri?
Semua
teman-temannya melemparkan kata-kata sindiran. Apa dia berusaha membela diri?
Apa dia menangis? Ketakutan? Marah? Jawabannya adalah sosok Brave tetap
terlihat tenang bahkan setenang air. “Sedikit berbeda” menarik nafas dalam.
Senyum
sederhana, tetapi bermakna terbaca jelas di sekitar wajahnya. “Apa yang akan
diucapkan olehnya?” pertanyaanku jauh di dasar hati.
Dia
tidak berusaha membela diri terhadap siapapun. Umpatan kata-kata kasar tidak
pernah terlontar dari bibir mulutnya. “Skenario pertama 65% dinyatakan sedikit
lulus” bergumam pelan membayangkan kepribadian seorang Brave dalam kamar.
Apa
dia akan diberhentikan? Saya rasa tidak mungkin juga. “Perlu bantuan?”
pagi-pagi buta seseorang membuatku sedikit jantungan seketika.
“Anda?”
ujarku mengelus-ngelus dada.
Dia
terlihat tanpa beban setelah semua yang terjadi. “Sepertinya saya harus
membantu sosok Iyem mengepel lantai” senyumnya.
“Masih
berusaha membantu orang, sedang diri sendiri dalam masalah” menyindir dirinya.
“Sepertinya
masalahku terlihat biasa saja” ujarnya. Apa dia tahu kalau itu semua kelajuan
bejatku?
“Apa
kau menyadari sesuatu?” pertanyaanku.
“Anggap
saja masalah seperti ini Cuma numpang lewat, lantas pergi seketika” Brave.
“Pemikiran
bodoh” tertawa sinis.
“Apa
kau masih mau berteman atau bertegur sapa denganku?” Brave.
“Pertanyaan
bodoh” kalimatku.
“Akar
penyelesaian masalah kembali ke tangan sendiri dan bukan orang lain” Brave.
Bagaimana cara dia menyelesaikan masalah? Hal yang terjadi selanjutnya adalah
sosok Brave tetap terlihat begitu tenang tanpa ekspresi amarah ataukah
ketakutan sedikitpun.
Apa
saya harus menyusun rencana untuk membantunya? “Biarkan saja dia” gumamku
membayangkan sesuatu hal.
Dia
hampir dipecat karena perbuatanku, namun entah bagaimana cerita hingga sang
atasan tetap ingin mempertahankan dirinya. Lebih parah lagi adalah sang korban
menatap ke arahnya sambil tersenyum.
“Sepertinya
ada kesalahpahaman” ujar sang korban.
“Perasaanku
berkata ada sesuatu yang salah” kalimat sang korban terhadap Brave dan sang
atasan.
Tanpa
pembelaan diri sama sekali? Dia selamat dari sebuah masalah besar. “Semalam
saya bermimpi kalau bukan Brave pelaku sebenarnya” ucapan sang atasan.
“Mati
banyak” kalimatku dalam hati.
“Maaf,
Apa bapak diperlihatkan siapa pelaku sebenarnya?” pertanyaan salah seorang dari
mereka.
“Tidak
sama sekali” jawaban cukup menekan.
Apa
mereka menatap ke arahku? Jawabannya tidak sama sekali. Merenung membayangkan
skenario seorang Nara terdengar menggelikan. “Tuhan, bukan maksud hati berniat
jahat” suara hati berdentang menatap suasana persawahan.
“Keadaan
membuatku menjadi gila bahkan terkesan jahat” tertawa sinis seorang diri.
Tiba-tiba
saja pria berseragam militer duduk di sampingku. Dia tidak menaruh curiga sama
sekali terhadapku. “Ada yang bisa saya bantu?” Brave tersenyum.
“Bantu
saya untuk mencari tahu makna dari defenisi arkeologi kehidupan dengan cerita
berbeda” jawaban spontan ke arahnya.
“Pernyataan
bodoh” Brave.
“Saya
hanya ingin mengerti hubungan antara arkeolog hidup, variasi seni, dan kata apa
sih yang tidak buat Tuhan” kalimatku menarik nafas panjang.
“Sosok
Iyem ternyata mati penasaran” Brave.
“Karena
saya tidak memiliki pendidikan yang tinggi bahkan hanya bekerja sebagai petani,
kuli kasar, pembantu, pemulung sampah” balasanku.
‘Apa
saya salah?” lanjutan kalimatku kembali.
“Tidak
ada yang salah” Brave.
“Jujur,
saya selalu minder terhadap mereka di luar sana karena memiliki cerita hidup
dengan kesuksesan luar biasa, sedang hidupku sendiri seputar di sini saja”
tertawa sedikit sinis.
“Pernyataan
bodoh” Brave mengelus-ngelus kepalaku sambil tersenyum.
Kenapa
saya membiarkan dia membelai anak rambutku? “Kata mama kalau cewek itu cantik
dengan rambut panjangnya” Brave.
“Lantas,
maumu rambutku harus panjang?” sedikit penekanan.
“Sepertinya
sih” Brave. Bukannya mendapat jawaban berbeda, malahan mendengar kalimat
sindiran.
“Apa
yang bisa saya bantu?” Brave.
“Kau
ingin membantu?” pertanyaanku sambil menatap ke arahnya.
“Yes”
anggukan kepala Brave.
Menarik
tangannya sambil berjalan menuju suatu tempat. Akhirnya kami sampai pada sebuah
gubuk kecil tidak jauh dari dunia persawahan. “Dia anak paling bodoh, idiot,
terbelakang, miskin, tanpa teman, cacat, dan lain sebagainya” menunjuk seorang
anak laki-laki.
“Ubah
dia menjadi sesuatu yang berbeda” kalimatku kembali.
“Hubungan
antara pernyataan tadi dan situasi anak kecil ini?” Brave.
“Kalau
kau bisa membuat dia memiliki cerita berbeda artinya saya akan percaya kalau
ternyata Tuhan dapat merubah alur ceritaku dengan sebuah objek menarik yang
tidak pernah kupikirkan sama sekali” jawaban seorang Nara.
“Sepertinya...”
Brave.
“Saya
akan percaya kata-katamu tentang apa sih yang tidak buat Tuhan” kalimatku.
“Kalimat
bodoh” Brave.
Saya
hanya ingin mencari tahu tentang banyaknya objek dalam dirinya. Tidak ada yang
salah dengan pernyataanku tadi. Dia hanya diam seribu bahasa tanpa membalas
kembali ucapanku. Hal tergila yang dilakukan olehnya setelah kejadian tersebut
adalah hanya tersenyum menatap ke arahku tiap kami berdua sedang berhadapan.
Apa dia menolak keinginanku? Entahlah...
Kenyataannya,
seorang Brave diam-diam berjalan ke arah anak kecil itu untuk mempertanggung
jawabkan ucapannya. Kenapa saya bisa tahu? Seolah sang pencipta membuat dua
kakiku berjalan ke suatu tempat tidak jauh dari rumah penduduk. “Jagoan kecil
harus bisa berjalan sama seperti barisan militer di sana” ujarnya terhadap anak
kecil itu.
Benyamin
merupakan seorang anak laki-laki tanpa dua kaki sempurna. Ayah dan ibunya hanya
seorang petani kecil yang harus berjuang untuk hidup. Kenapa bisa saya mengenal
anal kecil ini? Benyamin selalu duduk bersama denganku ketika peranku berjalan
sebagai seorang petani. “Jangan jadikan cacat kakimu sebagai kelemahan, tetapi
jadikan sebagai kekuatan terbaik untuk berlari biar jagoan kecil bisa berperang
sama seperti manusia militer di luar sana” nada ucapan seorang Brave.
Brave
selalu saja meluangkan waktu untuk jagoan kecil tadi di sela-sela pekerjaannya.
Mengajarkan Benyamin cara berlari tanpa dua kaki sempurna. Brave berjuang untuk
membuat dunia sang jagoan kecil mengenal abjad. Apa memperlihatkan hasil
seketika? Jawabannya tidak sama sekali.
Petualangan
77 hari seorang Nara dalam pencaharian jodoh? Saya ingin tertawa keras bahkan
sangat keras dikarenakan tuntutan 3 bos besar di atas. “Kau gagal membuatnya
memiliki cerita hidup” berjalan ke arah Brave.
“Sosok
Iyem ternyata penguntit” Brave.
“Pemuda
militer hanya bisa berperan di dunianya sendiri, tetapi sepertinya gagal
mempertanggung jawabkan pernyataan sendiri” menyindir ganas.
“Saya
tidak merasa gagal, hanya saja butuh waktu” menyentil keningku seketika sambil
tersenyum.
“Kalaupun
gagal artinya saya hanya diajar untuk mencoba kembali” Brave mengacak rambutku
hingga berantakan.
“Apaan
sih” berusaha menghindar.
Dia
benar-benar sedang berjuang untuk mempertanggung jawabkan ucapannya. Jagoan
kecil pada akhirnya mulai mengenal abjad, berjalan ke suatu jalan tidak
terduga, dan beberapa perubahan lain. Tidak lagi menjadi minder hanya karena
dua kakinya tidak seperti yang lain. Apa yang akan terjadi?
Janganlah
orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah
karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya. Saya
hanya ingin mencari tahu arti kata bijaksana dalam dirinya akan berada di
tempat mana...
Bermegah
dalam kesengsaraan? bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan
ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan
pengharapan tidak mengecewakan...
“Pengharapan
tidak akan membuatmu kecewa” Brave selalu saja berada di sampingku tiba-tiba.
Kami berdua menikmati pemandangan alam dari atas gunung sambil mendengar
kicauan burung beterbangan.
“Dari
mana kau tahu kalau saya berada di sini?” pertanyaanku.
“Kebetulan
lewat, lantas tiba-tiba saja saya melihat penampakan tidak terduga” Brave.
“Kebetulan?”
ujarku.
“Apa
pun masalahmu, jangan pendam sendiri nanti kenapa-kenapa lagi” Brave.
“Kalau
saya cerita, memang apa yang bisa dilakukan pemuda militer bernama Brave?”
“Entahlah,
setidaknya saya bisa menjadi sahabatmu, mungkin” Brave.
“Kalau
begitu bantu saya mengerti ketika berada di puncak gunung, objek paling
berperan ternyata hanya ada kata integritas semata” pernyataan seorang Nara.
“Seseorang
dengan pendidikan rendah memakai bahasa seperti ini?” Brave.
“Jangan
salah mengerti, saya suka baca sekalipun sekolahku tidak seperti yang lain”
balasanku.
“Apa
yang kau inginkan?” Brave.
“Saya
penasaran kisah cerita militer bersama kata integritas di dalamnya” ujarku.
“Saya
saja lagi mencari makna kata tadi” Brave.
“Lebih
berharga mana, integritas atau sebuah kursi?” pertanyaanku...
“Menurutmu?”
Brave.
“Pendidikan
sekolahku terlalu rendah untuk berbicara, hanya saja rasa penasaranku sebagai
rakyat biasa kelewat tinggi”...
“Saya
juga sedang mencari objek terpenting antara integritas ataukah kursi” Brave.
“Pernyataan
kacau” tertawa seketika.
“Sudah
sore, sepertinya kita harus pulang” Brave. Kami berdua berjalan pulang tanpa
saling barkata-kata satu sama lain. Apa dia akan berjuang untuk menjelaskan pertanyaanku
tadi, baik dalam bentuk lisan maupun realita hidup? Entahlah...
“Buatmu”
Brave memberiku sebuah buku bacaan.
“Kesengsaraan
menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji
menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan” membaca sepintas
salah satu pernyataan dari buku tadi.
“Pernyataan
yang kau baca menciptakan integritas tersendiri bagi seorang pemuda militer
sepertiku kalau saya berhasil memenangkan sebuah pertandingan hidup” Brave.
“Jawaban
bodoh” sedikit tertawa.
“Sudah
malam, saya harap kau beristirahat cukup dan bermimpi indah” Brave berjalan
pergi setelah kata-katanya barusan.
Cerita
petualanganku sepertinya memiliki kisahnya sendiri sekarang ini. Dari mana dia
tahu apa yang sedang kupikirkan? Saya hanyalah salah satu personil yang tidak
mungkin mengambil keputusan gila semata-mata. Tuhan, ajar saya mengerti tentang
makna kata ketekunan, tahan uji, pengharapan, dan integritas yang menciptakan
tariannya tersendiri.
Saya
memutuskan untuk berhenti bekerja dan meninggalkan desa kecil ini. Tuhan pasti
akan kembali mempertemukan saya dengannya beberapa waktu lagi andaikan dia
memang tetap akan menjadi bagian dari kisahku. Berada di sebuah kota besar
membuatku kembali menikmati suasana tidak biasa sekitar pemandangan dua bola
mataku. “Harga sepatu ini berapa ya?” jenis suaranya terdengar familiar di
telingaku.
“Kau”
terkejut melihat penampakan Adriel rekanku di pasar Bersama.
“Kenapa
ada pertemuan aneh di sini?” Adriel terperanjat kaget seketika.
“Entahlah”
kalimatku.
Ternyata
sosok Adriel sedang menciptakan petualangan 77 harinya di kota beaar?
Rasa-rasanya saya ingin tertawa keras. “Apa kau sudah menemukan sesuatu?”
pertanyaanku
“Entahlah”
jawaban jude Adriel. Hal yang terjadi selanjutnya adalah dia pergi tanpa
berkata-kata lagi...
Bagian 11
ADRIEL...
Apa
yang terjadi denganku? Harus menjalani petualangan 77 hari sekali lagi?
Pemaksaan tingkat dewa kalau ceritanya begini. Tuhan, sepertinya kisahku jauh
lebih baik menjalani hidup sama seperti Rasul Paulus. “Memang bisa seperti
Rasul Paulus?” ungkapan ka’Arauna kenapa jadi terngiang keras di
telingaku...
“Betulan
juga, kalau saya kejebak gimana cerita” gumamku pelan.
Apa
yang harus kulakukan. “Tuhan, beri saya petunjuk” jeritan suara hati Adriel.
“Memangnya
semudah membalikkan telapak tangan perihal mencari jodoh?” gerutuku sambil
mengayuh sepeda. Seorang Adriel berakhir tertidur pulas sekitar jembatan
terowongan tempat manusia-manusia tunawisma beralaskan kardus semata.
“Adriel
hanya butuh sedikit berjuang” sebuah suara lembut terdengar di
telingaku.
“Anda
siapa?” berusaha mencari arah suara tadi. Hal yang terjadi selanjutnya adalah
menatap seseorang dengan luka di sekujur tubuhnya. Seorang gadis sedang
berjalan ke arahnya untuk mengulurkan tangannya.
Apa
yang terjadi? “Ternyata Cuma mimpi” mengelus dada seketika.
Apa
mimpi ini merupakan sebuah petunjuk? Entahlah. Sosok Adriel tidak dapat
melakukan aktifitasnya karena mimpi tersebut seharian penuh. “Petunjuk terbaik”
membuatku segera berdiri mencari sesuatu hal yang bisa membantuku.
“Saya
butuh bantuan anda” ujarku kembali berada pada gedung rahasia. Beberapa jam
berada di pesawat membuat tubuhku lelah seketika.
“Kenapa
kembali?” ka’Dhavy.
“Bantu
saya untuk membuat banyak luka-luka borok di sekujur tubuhku” kalimatku.
“Apa
kau sudah menemukan tulang rusukmu yang sudah lama hilang?” ka’Dhavy.
“Masih
sibuk mencari juga keles” jawabanku.
“Judes
amat” ka’Dhavy.
“Mau
membantu atau tidak sama sekali?” ujarku.
“Saya
pasti membantu, yang penting ada hasil. Ngerti?” ka’Dhavy.
Kami
berdua berjalan menuju sebuah ruangan. Ka’Dhavy menempelkan sesuatu di sekujur
tubuhku hingga membentuk seperti luka borok menjijikkan. “Ketahanannya berapa
lama?”
“77
hari” ka’Dhavy.
“Wow”
ungkapanku.
“Saya
yakin sosok Adriel bisa menemukam tulang rusuknya dengan cara aneh seperti ini”
ka’Dhavy.
“Hidup
seperti rasul Paulus itu kasih karunia, sedang saya sendiri sepertinya tidak
ditakdirkan kesana setelah bermimpi aneh” kalimatku.
“Mimpi?”
ka’Dhavy.
“Lain
kali saja Adriel cerita, intinya doakan semoga tidak mengecewakan kalian”
segera mengambil ransel milikku untuk kembali melakukan petualangan 77 hari.
Memesan
kembali tiket pesawat menuju salah satu kota terbesar di negara ini. Saya harus
memakai lengan panjang, topi, dan masker agar tidak menjadi pusat perhatian
selama perjalanan. “Welcome back pencaharian tulang rusuk” kata-kataku dalam
hati setelah pesawat yang kutumpangi sudah mendarat di kota tersebut.
“Tuhan,
andaikan seorang gadis berjalan ke hadapanku tanpa rasa jijik sama sekali untuk
memberiku perawatan memakai tangannya sendiri” isi doaku...
“Artinya
dia gadis yang kau tentukan buatku” lanjutan doaku.
Memakai
pakaian compang-camping dan duduk di pinggir jalan dengan badan penuh luka
borok di sekujur tubuh. Bersikap seperti orang bodoh di tengah keramaian.
Beberapa dari mereka memberiku uang koin, sedang yang kuinginkan seorang gadis
berjalan ke arahku untuk memberiku perawatan.
Tidak
seorangpun ingin menyentuh ataukah berbicara denganku. Apa yang harus kulakukan
sekarang? Kenyataan sekarang adalah keinginanku tidak sesuai harapan. “Gadis
mana yang mau memberi perawatan?” kalimatku dalam hati.
“Adriel
hanya butuh sedikit berjuang” ingatan tentang suara dalam mimpiku terus
saja berkumandang. Pasangan merupakan mahluk paling berperan penting ketika
mengalami tekanan dari berbagai arah. Ada saat dimana anggota keluarga menekan
tujuh keliling dengan satu ataukah berbagai masalah, hanya saja pasangan harus
tetap berdiri menjadi sahabat dan pemberi kekuatan.
Terus
terang, sayapun mengalami tekanan dari anggota keluargaku sendiri dan itu bukan
orang lain. Rasanya sakit sekali hingga menembus tulang sumsum belakang. Di
lain sisi, saya sadar kalau Tuhan mengizinkan hal seperti itu terjadi untuk
mengajar tentang banyak hal. Namun, di tempat lain ruang dinding hatiku
tercabik-cabik luar biasa. Hal paling menakutkan adalah kalau saya tidak bisa
memaafkan anggota keluargaku sendiri. Pergumulan terbesar seorang Adriel adalah
belajar untuk tidak menjadi pembenci. Kenapa? Masa depanku akan hancur
seketika...
Tuhan,
ajar saya untuk tidak menyimpan akar kepahitan terhadap siapapun terlebih
anggota keluargaku sendiri. Saya ingin memiliki pasangan yang akan tetap berada
di sampingku memberi kekuatan sekalipun semua orang menekan termasuk anggota
keluargaku sendiri. Seorang Adriel tidak boleh menyerah. “Pengharapanmu tidak
boleh putus” memberi semangat terhadap diri sendiri.
Menatap
para gadis yang sedang lalu lalang keluar masuk sebuah restoran. Apa tidak
seorangpun dari mereka ibah terhadapku? “Buatmu” tiba-tiba saja seorang gadis
berdiri di depanku memberi sebuah kotak berisi makanan. Dia ternyata salah satu
pegawai dari restoran itu. Wajahnya cukup manis bahkan makin manis ketika dua bola
mata makin menatap ke arahnya.
“Kakak
pasti lapar” senyumnya.
Apa
dia akan merawat seluruh luka borok pada tubuhku? Jawabannya tidak sama sekali.
Selama 3 hari tanpa rasa bosan gadis itu terus memberiku makan dan minum.
“Sepertinya bukan dia orangnya” kalimatku dalam hati. Perasaan paling sulit
kuartikan untuk pertama kalinya...
“Sepertinya
luka pada tubuhmu perlu diobati” ucapannya di hari ketiga jam 12 malam lebih
tepatnya.
“Apa
kakak mengizinkan saya memberi sedikit perawatan?” pertanyaan gadis itu
kembali.
Saya
hanya diam seribu bahasa tanpa tahu harus berkata-kata seperti apa. “Maaf
memaksakan kehendak” dia segera menarik tanganku. Tidak ada perasaan jijik atau
ketakutan terhadap luka borok di tubuhku.
Siapa
yang mengacaukan rumah tangganya akan menangkap angin; orang bodoh akan menjadi
budak orang bijak. Isteri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang
membuat malu adalah seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya. “Pengharapan
yang tidak sia-sia” deru suara berkumandang di alamnya.
“Tuhan,
kalau seandainya dia mengucapkan beberapa kalimat penghiburan artinya memang
semua ini petunjukMU” isi doaku.
“Saya
mau jadi sahabat terbaik kakak, biar bisa lepas dari cobaan hidup” ujarnya.
“Cobaan
hidup?” pertama kalinya bersuara semenjak dia berjalan ke arahku.
“Ternyata
suara kakak manis juga” senyumnya lagi.
“Cobaan
hidup orang berbeda-beda. Ada yang bergumul penyakit, hutang, keluarga, miskin,
dan lain-lain” ungkapnya.
“Apa
yang akan kau lakukan seandainya menjadi seseorang dengan penyakit borok
seperti ini?” pertanyaanku.
“Menagislah”
jawabannya.
“Menangis?”
“Hava
itu perempuan, pasti rapuh dan ujung-ujungnya nangis” jawaban konyol darinya.
“Ternyata
namanya Hava to” bisikan hatiku.
Dia
mencoba membersihkan luka borok di sekujur tubuhku, kemudian mengolesnya
memakai salep kulit. “Kau tidak jijik?” pertanyaanku mencoba menghentikan
kegiatannya.
“Sedikit”
jawaban konyol darinya.
“Saya
hanya mencoba belajar menjadi manusia” ujar Hava lagi.
“Kacau”
balasku.
Bagaimana
saya harus berjalan sekarang? Gadis itu tidak pernah bosan membersihkan lukaku
tiap harinya setelah jam kerjanya selesai. “Saya memiliki makanan sisa” Hava
memberiku kotak berisi makanan.
Apa
yang akan terjadi selanjutnya? “Makanannya enak?” Hava.
“Enak”
jawabku.
Petualangan
77 hariku mencari tulang rusuk? Saya ingin tertawa lebar. “Kenapa kakak tidak
bekerja?” Hava memulai pembicaraan.
“Siapa
yang mau mempekerjakan manusia menjijikkan sepertiku?”
“Apa
salahnya dicoba” Hava.
“Saya
hanya mengandalkan hidup dari belas kasih orang semata, terus tunggu mati kalau
ga ada makanan” kalimatku.
“Dari
pada ngemis jauh lebih memalukan” Hava.
“Entahlah”
menarik nafas panjang.
“Kakak
bisa memakai lengan panjang, masker, topi waktu kerja” Hava.
“Saya
bisa kerja apa?”
“Kerja
apa saja yang penting halal. Jangan bergantung terhadap manusia, karena manusia
itu mengecewakan” Hava.
“Tidak
selamanya kakak akan mendapat belas kasih dari orang banyak, sedang untuk
bertahan hidup dua kakimu harus bisa berjalan sendiri” Hava.
“Apa
saya bisa?” pertanyaanku.
“Saya
harus bergantung ma siapa?” kembali pertanyaanku mengudara.
“Sang
pencipta langit dan bumi” Hava.
“Apa
saya bisa?”
“Kalau
orang lain bisa berarti kaka juga pasti bisa” Hava.
Dia
memiliki sisi lain tentang menjalani hidup. Manusia bisa mengecewakan, jadi
jangan bergantung terhadap manusia. Dalam organisasi juga menanamkan hal yang
sama seperti pemikirannya. Apa yang harus kulakukan untuk menggali setiap hal
dari dirinya? Kami semua harus kembali mempertanggungung jawabkan pilihan
pasangan masing-masing di hadapan bos besar pada konferensi meja bundar
berikutnya.
“Sejak
pertama kali menyapa kaka hingga detik sekarang, Hava belum tahu siapa nama
kaka” Hava.
“Gadis
kacau, bisa-bisanya dia lupa bertanya tentang nama” gerutuku dalam hati.
“Namaku
Debu” membalas kalimatnya.
“Singkat,
padat, dan jelas” Hava.
“Sejak
kecil, ayah ibuku selalu berpikir kalau manusia itu hanyalah butiran debu yang
akan kembali ke asalnya hingga memberiku nama seperti ini” ujarku.
“Nama
cukup nyeleneh” Hava menggeleng-geleng kepalanya.
Kenapa
juga hanya nama itu yang terlintas? Lupakan! Hava tetap merawat lukaku bahkan
memberi obat-obatan. Dia membawahku berkeliling kota memakai sepeda motornya
setelah jam kerja. Kisah cintaku memang tidak seindah orang di luar sana, akan
tetapi satu hal kalau ceritaku memiliki sesuatu objek yang unik.
“Hava,
siapa pria di sampingmu?” suara bariton seorang pemuda mentap tajam ke arah
kami.
Bagai
disiram air panas di siang bolong. Sosok gadis di sampingku ternyata memiliki
pasangan. “Dia teman Hava” jawaban Hava.
“Apa
kau lupa kalau kita berdua sudah bertunangan?” ucapan pemuda tadi.
“Saya
masih sadar sepenuhnya” Hava.
Pemuda
tersebut menarik tangan Hava dan meninggalkan saya seorang diri. Tuhan, kenapa
juga gadis yang merawat luka borokku harus tunangan orang lain? Rasanya sakit
sekali menyadari kenyataan di depan mata. “Hancur sudah pengharapanku” ungkapan
hati seorang Adriel.
Sepertinya
saya harus belajar mencari calon tulang rusuk baru. Hal yang terjadi
selanjutnya adalah saya tidak lagi melihat Hava berjalan ke arahku. “Kenapa
sakit sekali pakai banget lagi” pertama kali bagi seorang Adriel. Sebenarnya sih,
saya juga pernah memiliki beberapa mantan jauh sebelum terpilih menjalani
kehidupan mematikan dalam organisasi. Kata sakit pakai banget memang pertama
kalinya menusuk jantung seorang Adriel.
“Kenapa
melamun?” tidak kusangka ka’Dhavy ternyata menyadari keberadaanku.
“Ternyata
penguntit paling mematikan” ujarku.
“Saya
kan penasaran tentang jalan cerita yang kau susun, apa salah?” ka’Dhavy.
“Tidak
ada yang salah, tapi dia tunangan orang” ungkapanku.
Ka’Dhavy
tertawa keras sejadi-jadinya di atas penderitaanku. “Siapa tahu saja Tuhan Cuma
menguji dirimu” ka’Dhavy.
“Saya
pasti jadi bahan tertawaan semua orang di konferensi meja bundar nanti”
kalimatku.
“Segitu
percaya dirinya” ka’Dhavy.
“Brayn,
Habakuk, Shine, terlebih Nara siap memangsa hidup-hidup sosok Adriel”
celotehku.
“Masing-masing
kalian pasti memiliki cerita cinta berbeda-beda, tidak mungkin juga kau akan
ditertawakan” ka’Dhavy.
“Apa
sebaiknya saya menjadi rasul Paulus saja kalau kisah hidupku seperti ini?”
kalimatku.
“Memang
bisa?” ka’Dhavy.
“Kau
kembali saja dulu ke markas karena sesuatu dan lain hal” ka’Dhavy.
“Ganas”...
“Setelah
ini kau bisa melanjutkan petualangan mencari tulang rusuk” ka’Dhavy.
“Kacau”
“Dari
pada patah hati di sini” ka’Dhavy.
Kekacauan
lain lagi adalah ternyata ka’Dhavy sudah memesan tiket pesawat untuk
penerbangan esok hari. Entah kenapa dua kakiku segera berlari meninggalkan
ka’Dhavy seorang diri. “Ingat, kau sudah harus berada di bandara pagi-pagi
sekali” teriakan ka’Dhavy.
Tuhan,
setidaknya beri saya waktu beberapa jam saja mencari sesuatu hal dalam dirinya.
“Apa kita bisa berjalan menikmati udara di sore hari?” sekujur tubuhku basah
karena keringat. Seseorang dengan luka borok terlihat percaya diri mengajak
kencan? Terdengar lelucon semata...
Saya
hanya ingin memastikan kembali walaupun pada akhirnya kenyataan pahitlah paling
berperan. “Yes” anggukan gadis itu.
Kami
berdua berjalan menyusuri sudut persimpangan. “Buat kaka” memberiku segelas es
krim.
“Rasanya
manis” senyumku merekah...
Bermain
kembang api bersama, menyusuri pasar malam, bermain game, menikmati jajanan
sepanjang jalan. Hal terkacau lagi adalah uangnya habis karena kelakuanku.
“Biar Hava yang bayar” kalimatnya mendahuluiku.
“Lagian
kakak ga punya uang karena belum kerja” Hava.
Tuhan,
kalau dia kembali berjalan ke arahku sambil mengucapkan sesuatu kata artinya
tangannya akan kugenggam suatu hari nanti. “Kaka, jangan lupa bersyukur” dia
benar-benar kembali berjalan ke arahku setelah kami hendak berpisah.
“Tuhan,
sekali lagi saya meminta satu bukti kalau kelak tangannya memang akan
benar-benar kugenggam” isi hatiku bergema...
“Andaikan
dia kembali berjalan ke arahku untuk merawat luka borokku terakhir kalinya,
memang pilihanMU jatuh terhadapnya”...
“Tidak
terjawab” dua kaki mulai berjalan ke arah timur. Hava sudah berjalan jauh dari
tempatku berdiri tadi.
“Kaka
Debu” suara teriakan Hava berlari dengan nafas tidak beraturan...
“Kenapa?”
pertanyaan bodoh dari seorang Adriel mengharapkan sesuatu hal.
“Beberapa
hari belakangan Hava lupa memberi perawatan karena sibuk, restoran lagi ramai
dan harus lembur” Hava.
“Hava
mau menebus kesalahan” Hava.
“Menebus
kesalahan? Memang Hava buat salah?”
“Hava
kan ingin belajar menjadi manusia, jadi, harus memberi perawatan terbaik buat
kakak” Hava.
Apa
ini tanda? Saya hanya harus menunggu waktu itu tiba tanpa harus merampas milik
orang lain. Gadis yang tidak pernah merasa jijik terhadap seluruh luka borok di
tubuhku. Memberi penghiburan melalui ucapan ataukah kata-kata biasa darinya.
“Maaf membuat tunanganmu salah paham” kalimatku seketika.
“Biasa
saja” Hava terus membersihkan luka borok seorang Adriel.
“Apa
dia benar-benar berharga buat Hava?”
“Siapa?”
Hava.
“Tunangan”
jawabanku.
“Selesai,
sepertinya lukanya sudah mulai kering sedikit demi sedikit” perhatian Hava
teralih ke tempat lain.
“Ternyata
Hava sukses menjadi manusia” Hava tersenyum kegirangan.
Apa
selama ini dia bukan manusia? Entahlah. “Tadi kakak bilang apa?” Hava baru
menyadari pertanyaanku.
“Ga
ada siaran ulang, lupakan!” jawabku.
“Kakak
Debu, terima kasih karena sudah membuatku menjadi manusia” Hava tersenyum.
“Kelewat
polos” celotehku di alamnya sendiri.
“Menjadi
manusia itu tidak semudah yang dibayangkan” Hava.
“Memang
Hava selama ini hidup sebagai monster mematikan?”
“Ga
juga, hanya saja menjadi manusia itu sulit sekali, understand?” Hava berjalan
pergi meninggalkan saya seorang diri tanpa pamit. Beberapa waktu ke depan saya
tidak akan melihat wajahnya...
“Terima
kasih membuatku mengerti kata menjadi manusia” tersenyum menatap kepergiannya.
Pagi-pagi
sekali saya sudah harus berada di bandara atas perintah sang bos. “Kita hampir
ketinggalan pesawat karena kelakuan bejatmu” ka’Dhavy mengomel terus sepanjang
jalan.
“Apaan
sih” ujarku.
Kami
berdua menikmati perjalanan kembali ke markas sehari penuh. Alurku tidak lagi
bercerita tentang perawatan luka borok. “Kenapa memanggil sebelum waktunya?”
kalimatku.
“Semua
personil dari gelombang pertama dipanggil sebelum waktunya” tuan Ahaziah.
“Kecuali
Nara” Brayn.
“Gadis
centil itu” Shine.
“Ini
sudah bukan petualangab 77 hari melainkan 33 hari” penekanan Feivel.
“Berhenti
menggerutu!” ka’Arauna berjalan di tengah kami.
Kami
semua harus duduk manis dalam sebuah ruang tempat meneliti alat-alat yang akan
digunakan kelak. “Sepertinya kalian ketagihan mencari tulang rusuk” sindir tuan
Ahaziah.
“Entahlah”
balasan sarkastik dariku.
“Ada
hal yang membuat kami menghentikan petualangan 77 hari kalian” ka’Dhavy.
“Beberapa
metode harus dipersiapkan karena terlalu dibutuhkan” ka’Arauna.
“Selain
itu, beberapa dari kalian sepertinya harus membantu perakitan teknologi
terbaru” ka’Arauna.
“Teknologi
yang kemarin saja masih dalam proses, kalaupun perakitan selesai tetap saja
berada pada deretan kata kurang sempurna dan masih harus diperbaiki” Brayn.
“Itukan
bagian kelompokmu” tuan Ahaziah.
“Penguasaan
tidak hanya bidang AB semata, melainkan di dunia perteknologian harus kalian
kuasai seutuhnya” ka’Dhavy.
“Saya
sudah sengaja menyelipkan alat-alat ini melalui tulisanku, biar ka’Dhavy dan kalian
cari alatnya karen berperan penting. Gimana sih” ka’Arauna.
“Ternyata
cerita tulisan kakak menyengat pakai banget” Habakuk.
“Begitu-begitu
jangan salah, rumah produksi perfilman luar negeri sudah pada incar 7 keliling,
hanya saja tunggu waktu” ka’Arauna.
“Kenapa
ka’Arauna bisa tahu?” Shine.
“Mereka
sudah memberikan saya kode-kode rahasia dimana hanya diriku saja yang bisa
menerjemahkan maksud dan tujuannya” ka’Arauna.
Ka’Arauna
memang baru memperkenalkan dirinya, tetapi kami semua juga sudah mengenal
beberapa hal tentangnya termasuk tulisan. Beberapa bidang sedang dalam proses
perencanaan sehingga harus mencari, mengelola, menciptakan, meneliti tentang
suatu ataukah keadaan yang sedang terjadi saat ini.
Teknologi
terbaru yang harus dicari saat ini ternyata mesin pengarsipan. Ka’Arauna
terobsesi dengan sistem arsip setelah mengikuti suatu kegiatan pelatihan
tertentu di suatu daerah. “Adriel sepertinya dirimu harus menjadi bagian dari
perakitan alat ini bersama ka’Dhavy dan dua personil lainnya” ka’Arauna.
“What?”
terkejut seketika.
“Kenapa?”
tuan Ahaziah.
“Sistem
pengelolahan keuangan yang kalian tuntut dari saya masih dalam tahap
pergumulan, sekarang menambah bebanku?” berusaha membela diri...
“Kami
kan memang menuntut kalian harus menguasai lebih dari satu bidang” tuan
Ahaziah.
“Bukannya
serakah, hanya saja keadaan memaksakan hal seperti itu. Tidak ada yang mustahil
bagi Tuhan, understand?” ka’Arauna.
“Maaf,
bisa kaka jelaskan gambaran alat yang diinginkan seperti apa?” pertanyaanku.
“Sistem
pengarsipan tanpa harus berada di tempat tersebut” ka’Arauna.
Sebuah
alat diprogram secara otomatis untuk mengirim dokumen arsip ke tempat yang
ditujuh. Sebagai contoh kantor-kantor dinas dari segala bidang mengharuskan
pelaporan tidak hanya memakai elektronik, tetapi juga dalam bentuk fisik untuk
pengarsipan. Pos pengiriman dapat dibangun dimana saja seperti jalan,
perumahan, mal, kantor pos, puskesmas, sekolah, rumah sakit, dan lain
sebagainya.
Perakitan
alatnya bisa di dalam tanah atau udara dengan membangun sistem jalan seperti
rel kereta api ataukah lift. Sebagai contoh, kantor dinas kesehatan menuntut
seluruh puskesmas dan rumah sakit melakukan pengarsipan data kegiatan setiap
bulannya dari semua program. Program apa saja? Seperti survelens, KIA, gizi,
DBD, malaria, ispa-diari, imunisasi, dan lain sebagainya. Ruang kantor dinas
masing-masing program sudah disetting.
Tiap
program memiliki satu ruangan beserta penanggung jawabnya masing-masing.
Contoh, ruang KIA kotak arsip menurut jumlah puskesmas dan rumah sakit di kota
ataukah kabupaten terssbut. Masing-masing kotak/ rak arsip diberi nama
puskesmas ataukah rumah sakit yang kemudian disetting otomatis. Ketika sebuah
puskesmas/ rumah sakit ingin mengirim laporan dalam bentuk fisik tinggal
memasukkan menekan tombol yang ada di layar memilih provinsi, kabupaten/ kota,
jenis kantor dinas, puskesmas, kemudian memilih program, dan terakhir
memasukkan username beserta kata sandi untuk membuka kotak. Dokumen fisik yang
akan diarsipkan segera dimasukkan ke dalam kotak, lantas tekan pengiriman.
Kotak tersebut akan berjalan menuju tempat yang sudah dipilih melalui jalanan
rel tadi. Dokumen tersebut dengan sendirinya akan langsung tersimpan sebagai
arsip di ruang pengarsipan tadi di kantor dinas.
Alarm
lampu ruang tersebuat akan menyala sebagai bukti dokumen sudah tersimpan baik.
Pemberitahuan pun akan muncul pada beranda link penanggung jawab program ruang
tersebut dan puskesmas/ rumah sakit itu sendiri. Alatnya dapat di bangun dimana
saja. Pengiriman data pengarsipan juga dapat dilakukan antar provinsi selama
jalur rel perjalanannya dibangun. Pengiriman data online memang paling
berperan, akan tetapi data laporan fisik tetap harus dilakukan untuk
menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan.
“Gambaran
alatnya seperti mesin pengantar kemarin, hanya saja dikembangkan lebih ke
metode pengarsipan” ka’Arauna.
“Pihak
sekolah juga tidak perlu berjalan bolak-balik dinas pendidikan hanya untuk
pertanggung jawaban dokumen fisik” ka’Arauna.
“Kotak
arsip ini harus kebal api sehingga dokumen masih baik-baik saja sekalipun
terjadi kebakaran” ka’Dhavy.
Singkat
cerita, saya pada akhirnya berada pada barisan perakitan alat tersebut.
Ka’Arauna hanya menjelaskan teori gambaran tentang mesin pengarsipan tadi, sedang
ka’Dhavy bersama dua personilnya harus mencari jenis bahan sekalis sistem
perakitannya. “Tugasmu bagian perakitan jalan!” ka’Dhavy menatap ke arahku.
“Feivel,
settinggan program otomatis dan kualitas bahan!” ka’Dhavy masih berceloteh.
“Sedang
saya akan memeriksa lebih detail susunan perakitan dengan cara paling unik”
Ka’Dhavy.
“Terserah”
cetusku.
“Sepertinya
temanku yang satu ini membentuk wajah-wajah patah hati atau gimana yah” Feivel.
“Siapa
bilang saya patah hati?”
“Ka’Dhavy”
Feivel.
“Fitnah
lebih kejam dari pada pembunuhan” terlihat kesal.
“Don’t
ribut-ribut!” ka’Dhavy.
Kegiatanku
hanya bercerita markas, buku berhamburan kiri-kanan, segala jenis mesin seperti
mengudara di sini, dan komputer. “Coba pasang jenis kabel ke arah kiri bukan
kanan!” kalimatku.
“Gunakan
bahan pelindung terlihat biasa saja, tetapi sangat kuat apalagi terhadap api”
ka’Dhavy.
“Sudah
sampai dimana?” ka’Dhavy menegurku.
“Sepertinya
kita harus memeriksa lebih detail tingkat kedalaman tanah yang akan menjadi
lorong rel nantinya” ujarku menunjukkan sesuatu.
“Masing-masing
jalan memiliki alur dan kesulitannya sendiri” kalimatku lagi.
“Sepertinya
kau masih harus meneliti beberapa objek di luar sana” ka’Dhavy.
“Ta
ta ta pi”...
“Sekalian
lanjutkan petalangan 77 harimu mencari tulang rusuk” ka’Dhavy.
“Bagaimana
dengan alatnya?” pertanyaanku.
“Sambil
menyelam minum air, ngerti?” ka’Dhavy.
Hal
yang terjadi selanjutnya adalah saya harus berjalan keluar markas untuk
mempelajari alur jalan beberapa mesin kami nantinya termasik mesin pengarsipan.
Petualangan 77 hariku juga harus berlanjut. Btw, apa kabarnya dia sekarang?
Bagaimana bisa saya berjalan ke hadapannya?
Lukan
borok di tubuhku sudah tidak ada lagi. Saya menyuruh ka’Dhavy membersihkan
seluruh area tubuhku sebelum waktunya tiba. Apa saya harus kembali berjalan ke
arahnya dengan bentuk tubuh normal ataukah menjadi sosok Adriel yang dulu?
“Lagian dia masih menjadi milik orang lain” menarik nafas panjang.
“Harga
sepatu ini berapa ya?” dua bola mataku sedikit tertarik melihat sepasang sepatu
wanita.
“Kau”
seseorang yang kukenal tiba-tiba saja menampakkan wajahnya di pasar Bersama.
“Kenapa
ada pertemuan aneh di sini?” ujarku terperanjat kaget seketika.
“Entahlah”
Nara menarik nafas lesu.
Kami
berdua duduk di sekitar taman hiburan setelah menokmati petualangan di pasar
Bersama. “Apa kau sudah menemukan sesuatu?” Nara melemparkan pertanyaan.
“Entahlah”
jawaban judes Adriel. Hal yang terjadi selanjutnya adalah saya pergi begitu
saja dari hadapannya tanpa berkata-kata lagi...
BERSAMBUNG di KONFERENSI MEJA BUNDAR 2...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar