BE STRONG…
1. Sampah jalanan jauh lebih berharga
dibanding kehidupan…
ARAS…
Hidup memiliki satu arti ketika semua terlihat berbeda dari sudut lorong
kecil dari beberapa permainan rintik hujan. Apa yang saya inginkan dari cerita
hidupku sendiri? Permainan? Irama?
Pernyataan? Terkadang apa yang tidak kuinginkan selalu saja tertawa
lebar bermain-main di sekitar hamparan kehidupan ruang kecil di dalam sana.
Menarik nafas panjang membuatku ingin tertawa sinis, tetapi harus kulakukan.
Diam seribu bahasa di tengah guncangan badai terdengar menyesakkan. Keadaan
menyatakan bahwa kata diam sepertinya jauh lebih berharga dibanding berteriak
mengungkapkan banyak hal.
“Kehidupan terbodoh” berteriak di dalam diam.
“Kau bukanlah objek terbaik” tertawa sinis menatap setiap keadaan.
Berhenti berkata-kata merupakan jenis konsep pemikiran paling
menyedihkan, akan tetapi jalan tersebut jauh lebih baik dibanding apa pun dari
sebuah keputusan. “Menggenggam menyatakan rasa sakit diantara semua tusukan
duri tajam” berkata-kata sambil memandang alam liar di luar sana.
Pemikiranku jelas jauh berbeda ketika mengungkapkan sesuatu hal. Semua
orang akan berpikir tentang beberapa trik kata, namun tidak denganku.
“Membosankan” kalimat terbaik ketika menatap objek tergila.
“Memalukan” sekali lagi dentingan kata tersebut mengudara seketika.
Perjalanan pada sebuah nada-nada bisikan waktu menciptakan gilasan tidak
terduga. Artinya? Cari sendiri,
understand? Tawa dedaunan sepertinya berkumandang di alamnya sendiri.
“Aras, apa sih hal menyenangkan darimu?” bertanya terhadap diri sendiri.
Kisahku memang jauh berbeda dibanding manusia-manusia disekitarku.
Seseorang dengan kehidupan menyedihkan ingin menciptakan irama di sekitar jalan
setapak. Saya ingin berjalan bahkan berlari sebagai pemenang dan bukannya kalah
terhadap keadaan hidup.
Hikmat merupakan kesanggupan untuk melihat dari sudut pandang Tuhan
untuk mengambil keputusan terbaik. Bijak dalam mengambil tindakan serta langkah
terbaik yang harus diambil oleh diri sendiri. “Pernyataan bodoh” nada mengejek
setelah membaca 2 buah kalimat.
“Apa yang mereka tahu tentang kata tadi?” pertanyaan pertama.
“Apa sih keistimewaan dari kata hikmat serta makna terselubung di
dalamnya?”
“Apa kata tersebut dapat menghancurkan tiap hal paling menyakitkan
dengan satu keputusan bijak menurut hikmat dari sang pencipta?”...
Masalahku tidak akan bisa diselesaikan dengan begitu mudahnya oleh
siapapun. Kehidupan sebagai seonggok sampah layak diberikan buatku. “Sepertinya
sampah-sampah di jalanan itu masih jauh lebih berharga dibanding hidupku
sendiri” sekali lagi relung hati seorang Aras tertawa sinis di dalam pecahan
retakan luar biasa menyesakkan.
“Kemana saja?” tatapan penuh kejutan kakak perempuanku.
“Jawab! Jangan diam seperti patung” gertakannya.
“Kakak sendiri kemana?” pertanyaan balik.
“Adik kurang ajar” makian darinya.
“Berhenti bersikap sok-sok’an menjadi orang tua!” nada tinggi buatnya.
“Aras” ka’ Rae makin berteriak.
“Kakak sendiri jalan ga karuan kemana saja bahkan ke klup malam ma
orang-orang aneh” sekedar mengingatkan perbuatannya.
“Aras ga pernah komplain atau marah” melanjutkan kalimatku sekali lagi.
“Jadi, sekarang berhenti mencampuri atau apa pun dan kemanapun Aras
pergi sekalipun itu ke jurang maut sekalipun!” kalimat itu terdengar lebih
menyenangkan buatnya.
Dia terdiam sesaat tanpa membalas sepatah katapun. Saya hanya ingin diam
di dalam kesunyian yang tidak seorangpun akan mengerti tentang jalanan di
depanku. Permainan, gelombang, warna-warna jurang seolah menyatakan tawa cukup
menyesakkan bersama nyanyian kemenangannya.
Duduk merenung membayangkan hujatan demi hujatan menyatakan keadaan seorang Aras hancur tercabik-cabik
dalam satu alur mengrikan diantara semua alur cerita. “Tertawakan dirimu
sekarang” berkata-kata di dalam ruang gelap.
“Apa alur ceritamu memang harus seperti sekarang ini?” pertanyaan
terhadap diri sendiri.
“Jawabannya kan memang sudah ada di depan” hal terbodoh yang selalu saja mengudara.
Tiap hari antara kehidupanku dan ka’Rae hanya diselimuti pertengkaran
semata. Satu sama lain tentu bimbang menjalani alur cerita tidak terduga. Siapa
sih pernah menginginkan bencana hidup seperti kami? Sayapun tidak pernah ingin
berada di tempat tadi. Keadaan menyatakan hal sebaliknya hingga satu sama lain
menciptakan pertengkaran-pertengkaran bodoh.
“Aras bajingan” teriak ka’Rae.
“Mau kemana?” terus berteriak.
“Berhenti berteriak!” makianku...
“Dasar bajingan” ka’Rae tidak mau tahu.
“Kakak sendiri bukan bajingan?” balik bertanya.
“Adik durhaka” ka’Rae.
“Berhenti berteriak!” berusaha berlari meninggalkan ka’Rae di jalan
seorang diri.
Berjalan kaki tanpa arah tujuan seperti orang gila yang lagi kesurupan
tingkat dewa. “Ka’Rae saja bisa melakukan apa yang dia mau” suara hati
berbisik.
“Berarti saya juga bisa dong” satu pernyataan kalimat terhadap diri sendiri.
Saya ingin merasakan sensasi berada di sekitar perkumpulan manusia
preman, minum, mabuk, merokok, & kalau perlu memakai obat terlarang sama
seperti mereka. Kalau masalahku bisa dilupakan dengan melakukan hal demikian,
kenapa tidak kulakukan? “Ka’Rae saja bisa bergoyang seperti orang gila di
diskotik sana” membayangkan tingkah kakakku.
“Artinya saya juga bisa” ucapan sinis.
“Kalau perlu saya menjadi manusia mafia paling terjahat sekalian”
pernyataan terbaik seorang Aras.
Masa depan kami berdua memang sudah hancur berantakan sejak peristiwa
keluarga kemarin. Kami berdua harus tinggal di rumah kecil bahkan harus
bersembunyi seperti orang bodoh untuk selamanya. Di mata masyarakat kami berdua
hanyalah sekelompok penjahat kelas kakap.
Permainan nada cerita menyesakkan selalu saja mempermainkan dunia
seorang Aras. Apa ini kutukan? Apa saya salah kalau ingin melemparkan ribuan
pertanyaan terhadap alur cerita tadi?
“Aras, terima saja kenyataan hidup” berkata-kata terhadap diri sendiri.
“Hidupmu jauh lebih busuk dibanding kumpulan sampah-sampah di sana”
pernyataan yang terus saja mengudara tanpa jeda iklan.
“Apa sosok Aras harus melenyapkan diri sendiri hingga tidak lagi
mendengar hujatan siapapun di sekitar?” pertanyaan itu muncul begitu saja.
“Mungkin jauh lebih baik kalau ka’Rae juga ikut mati biar semua orang
berhenti melemparkan caci maki karena sesuatu dan lain hal” hal tergila muncul
kembali dalam benak...
Jalanan setapak itu memberi kisah tragis bersama cabikan-cabikan
kehidupan paling mengerikan di antara semua puing bangunan hanya dalam hitungan
detik. “Ka’Rae” kalimat pertama setelah berdiri di hadapan kakakku.
“Apa kau tidak sakit?” ka’Rae.
“Sakit?”
“Tiba-tiba saja kau berjalan manis masuk ke rumah sambil menyapa
kakakmu?” ka’Rae.
“Kan aneh?” ka’Rae.
“Tumben botol minuman kakak ga bertebaran di atas meja?” mengalihkan
pertanyaan.
“Kan botolnya kakak jual” ka’Rae.
Apa dia sudah bertobat? Mana mungkin kakakku bertobat hanya dalam waktu
semalam. “Jauh lebih baik mengajak dia mati bersama dari pada menyiksa dirinya
bersama objek gila dalam dirinya” bergumam seorang diri setelah berada di
kamar.
Saya hanya perlu berkata, “Kakak, hilangkan rasa sakitmu dan lupakan
semua masalah” mencoba melatih diri untuk memulai pembicaraan terhadap ka’Rae.
“Ayo kita gantung diri saja” berkata-kata seorang diri. Membayangkan
gantung diri dengan menjulurkan lidah keluar membuatku ingin muntah berulang
kali.
“Rasanya semacam tante girang maksudku om-om girang putus pengharapan”
menggeleng-geleng kepala.
“Kakak Rae, dari pada harus bertengkar terus dan menjalani kehidupan
kacau serta mendapat hujatan semua orang, lebih baik kita berdua membuang diri
dari lantai gedung pencakar langit” berlatih kata-kata kembali.
“Ayo kita mati bersama”
“Bagaimana kalau mereka semua makin melemparkan hujatan bahkan
membiarkan mayat kami berdua membusuk?” dua bola mataku berkedip dengan
kecepatan tinggi membayangkan kejadian tersebut.
“Ini bukan jalan keluar” menarik sebuah kursi.
Lantas, kami berdua harus mati dengan cara gimana? Kehidupan berantakan,
jatuh miskin, hujatan kiri-kanan, pertengkaran yang bahkan tidak pernah
berhenti antara saudara kandung sendiri, masa depan rusak, menjadi sampah
terbau merupakan jalan ceritaku sekarang. Kami berdua jauh dari kata bahagia
hanya dalam waktu singkat. Siapa pernah menduga peristiwa tersebut merebut
semua kebahagiaan serta apa yang kumiliki?
“Minum racun tikus alternatif lain mengakhiri semua masalah” sedikit
tersenyum.
“Hidup dalam kemiskinan sama saja dikatakan menjalani kehidupan neraka”
bergumam kembali.
“Mempercepat diri ke neraka kan jauh lebih baik” berkata-kata sekali
lagi.
Saya juga tidak katakan bunuh diri membuat diri tentu berada di alam
nirwana. Setidaknya, jalan keluar masalah semua orang yang putus pengharapan
adalah bunuh diri sekalipun tempatnya memang akan berada di neraka. “Buat apa
lagi sosok Aras tetap bertahan hidup di bumi?” meremas-remas botol mineral di
atas meja.
Miskin melarat seolah menciptakan alam lain di setiap tarikan nada-nada
alur retakan pecahan kaca paling menyedihkan. Pertengkaran di antara adik kakak
terus saja terjadi. Saling menyalahkan satu dengan lainnya seolah tidak pernah
berhenti mengudara.
“Minum racun tikus, membuang diri ke laut, menusuk diri sendiri memakai
pisau terserah yang penting saya tidak lagi tahu rasanya mendapat hujatan orang
banyak” suara hati berbisik.
“Bajingan” teriakan ka’Rae.
“Bajingan” ka’Rae.
“Bajingan, cepat buka pintunya!” ka’Rae.
“Apaan sih” segera membuka pintu.
“Kau sepertinya mencurigakan” ka’Rae.
“Mencurigakan apaan?”
“Entahlah” ka’Rae. Pertanyaan aneh terus saja mengudara tiap melihat
tingkah ka’Rae. Kenapa dia bisa bersikap santai seakan tidak pernah terjadi
sesuatu? Masih bisa tertawa lebar pada hal...
Kemungkinan besar rasa sakitnya lenyap setelah meneguk minuman keras.
Jadi, sosok ka’Rae bisa kembali tersenyum santai tanpa tangis tujuh keliling
keesokan harinya. Memangnya dia punya uang terus apa buat beli minum? Mending
mati bunuh diri biar ga keluar-keluar uang.
“Uang buat makan sudah menipis” ka’Rae.
“Gimana ga habis, lah kakak doyan minum tiap malam” menyindir.
“Apa kau punya ide dapat uang?” ka’Rae.
Tidak seorangpun memberi kami belas kasihan dengan alasan apa pun. Untuk
mendapat pekerjaan sangat-sangat mustahil. Ka’Rae sendiri menghabiskan sisa
uang peninggalan orang tua buat mabuk-mabukan tiap malamnya. “Kakak tinggal
pilih” ujarku memancing.
“Pilih?” ka’Rae.
“Mencuri, membunuh, atau menjadi pengedar barang terlarang?”
“Apa kau sudah gila?” ka’Rae.
“Aras masih waras keles”
“Lantas?” ka’Rae.
“Keadaan menyatakan untuk bertahan hidup harus melakukan hal seperti
tadi” menjawab dirinya.
“Bajingan gila” ka’Rae. Kakak memukul tubuhku memakai kursi di
sampingnya.
“Mau membunuhku?” berteriak memaki berusaha menghindar.
“Biar saja kakak jadi pembunuh berdarah dingin” balasan kata darinya.
“Ka’Rae memang psikopat sama seperti...”
Ucapanku tersebut menghentikan aksinya seketika. Psikopat? Apa yang
salah dari kata tadi? Karena kalimat seperti inilah sehingga semua hal berubah
dalam sekejap mata. Kami berdua mendapat cap sebagai manusia iblis di tengah
masyarakat. Dunia media sosial menyatakan nada menghujat oleh karena satu alur
cerita menakutkan.
“Rasa-rasanya saya ingin mati saja” pertama kalinya ka’Rae menangis
keras tanpa basa basi.
“Apa yang salah dengan ucapanku?” menarik nafas panjang.
“Semua orang menatap sinis ke arah kita berdua sekarang” ka’Rae.
“Entahlah” kepala menunduk.
“Sakit banget” ka’Rae makin histeris dalam tangisnya.
“Apa yang bias kita lakukan sekarang?” ka’Rae tersungkur di lantai.
“Ka’Rae” berusaha membuatnya tenang.
“Mereka semua hanya tahu menghakimi bahkan seolah-olah Tuhan di atas
segala Tuhan” ka’Rae terus saja menangis tanpa henti.
Putus pengharapan merupakan gambaran hidup kami berdua. Semua hancur
oleh satu alur cerita mengenaskan. Apa yang akan terjadi dengan hari esok? Apa salah
kalau saya juga menginginkan dunia netisen berhenti menghujat bahkan menjadi
hakim paling benar di antara segala hakim?
2. Kalau memang KAU ada…
Kami berdua seolah menjadi sampah paling menjijikkan di tengah
masyarakat. “Kenapa sang pencipta membuat kita berdua hancur berkeping-keping
dalan sekejap?” ka’Rae.
“Jangan bertanya terhadapku, karena sayapun mencari jawaban dari
pertanyaanmu” berdengus kesal dengan kepala tertunduk di lantai kamar.
Bisakah waktu kembali seperti sedia kala? Jalanan setapak itu memang
sengaja mempermainkan banyak hal terkejam di antara ribuan keping pecahan kaca
beling. Kata ingin menjabarkan alur kisah berbeda memang tidak akan pernah
terjadi.
“Semua sudah berakhir” pernyataan paling menyedihkan...
“Saya ingin mati saja” teriakan kakak Rae meluapkan semua hal yang
terpendam jauh selama ini. Tidak pernah kuduga kehidupannya lebih dari kata
tragis. Dia menangis sejadi-jadinya oleh banyaknya luka sayatan yang memang
sengaja menancap kuat dalam tarian tawa tanpa henti.
“Ayo kita akhiri semua ini!” ka’Rae tiba-tiba saja menatap serius ke
arahku.
“Jangan membuatku mati ketakutan” keringatku mengalir deras begitu saja.
Apa yang sedang dipikirkan olehnya? Dia terus saja menatap serius ke arahku.
“Jalan keluar terbaik” ka’Rae. Kenapa dia jauh lebih menakutkan dari
sebelumnya?
Mengajak ka’Rae mengakhiri
hidup memang ingin kulakukan, tetapi kenapa jadi menyeramkan begini? Kami
berdua benar-benar hancur berantakan. Semua pintu tertutup buat kami berdua
ketika berjalan di tiap sudut persimpangan.
“Ka’Rae jangan lakukan hal gila” berlari keluar berusaha
membuang benda-benda tajam di sekitar kami. Kenapa saya menghalangi ka’Rae
melakukan hal gila? Bukankah mati bunuh diri memang jalan terbaik? Hal terbodoh
yang pernah kulakukan.
“Ka’Rae” berteriak melihat darah bercucuran di lantai.
Dia sengaja memecahkan botol minuman di tangannya.
Darahnya terus mengalir hingga dia sendiri terlihat pucat seketika. Sengaja
menyayat urat nadi hanya untuk mengakhiri penderitaannya.
Menggendong dia keluar mencari pertolongan. Apa pihak
rumah sakit mau menerima kami berdua? Dokter mana yang ingin memberi
pertolongan buat kakakku? “Tuhan, kalau memang KAU ada dan tidak pernah melihat
dari luar” pertama kalinya berseru terhadap sang pencipta.
“Kirimkan seorang dokter buat kakakku” berteriak di dalam
tangisku.
Hujan deras, kilat, angin kencang, tangisku sepertinya
menyatu erat dalam kesunyian malam. Apa yang akan terjadi? Jalan setapak itu
selalu saja mencabik-cabik mutiara terbaik di sekitar alur musik irama hidup.
Apa yang salah dengan kehidupan kami?
“Anak muda mau mati” teriak seorang pria tua di antara
deras hujan badai. Mobilnya hampir saja mencabik-cabik tubuh kami berdua di
jalan.
“Lukamu cukup parah” melihat darah menetes sekitar tangan
dan kakiku.
“Saya tidak apa-apa, tapi selamatkan nyawa kakakku”
menangis histeris. Laki-laki juga manusia dan bisa menangis karena sebuah
tekanan.
Pria tua itu segera mengangkat tubuh ka’Rae yang sudah
tidak sadarkan diri. Apa dia akan membawa kami ke rumah sakit? Apa dokter akan
memberi pertolongan secepatnya? Kalau tidak? Biaya pengobatan kakak? Lupakan
masalah biaya, ka’Rae harus hidup kembali.
“Lukanya cukup serius” ujar pak tua ketika sudah berada
di sebuah klinik kecil.
Saya baru menyadari kalau ternyata rumah kecil yang
selalu kulewati adalah klinik medis. Pria tua itu seorang dokter. “Saya harus
melakukan operasi dengan alat seadanya” tangannya sibuk mempersiapkan peralatan
yang dibutuhkan.
“Cuci tanganmu segera!” nada memerintah melemparkan sabun
ke tanganku.
Dia benar-benar terampil sekaligus cekatan sebagai
seorang dokter. “Gunakan sarung tangan di depanmu! Cepat!” teriaknya.
“Jarak rumah sakit besar dan klinik di sini sangat jauh,
nyawa kakakmu tidak mungkin tertolong kalau memaksa melakukan perjalanan jauh”
makian sang dokter.
“Golongan darahmu?” pria tua.
“O” segera menjawab. Tangannya sangat cekatan memainkan
peralatan medis.
“Pisau” pria tua itu terlihat tenang.
“Benang” dua bola matanya tahu pasti letak sayatan cukup
parah berada di sekitar area mana. Berusaha menjahit untuk menyambungkan lokasi
jaringan yang begitu sulit dijangkau oleh dokter manapun.
Tidak pernah kusangka kalau dia sendiri melakukan
tranfusi darah langsung dari tubuhnya. “Kenapa bukan darahku?” pertanyaan pertama...
“Golongan darahmu O bukan B” pria tua menjawab
pertanyaanku.
Golongan darah ka’Rae sama dengan papa, sedang saya
sendiri mengikuti golongan darah mama. “Kakakmu masih beruntung ga mati” ujar
pria tua.
“Kekurangan darah, luka sayatan di tangannya menembus
kemana lagi” pria tua.
“Secara medis, kakakmu sudah dinyatakan mati tapi
entahlah” sekali lagi pria tua menggeleng-geleng kepala.
“Terima kasih” hanya kalimat itu saja yang bisa
terlontar.
“Kalimat kacau” pak tua berjalan meninggalkan kami berdua
setelah tranfusi darah.
Kenapa saya harus menangis histeris seperti manusia
bodoh? Ingin mengakhiri hidup? Bukankah berjalan cepat ke neraka jauh lebih
baik dibanding merasakan gelombang muara di tiap hentakan dinding ruang hidup?
Saya juga ingin mati sama seperti ka’Rae, tapi kenapa dua
tanganku berjuang keras menghalangi rencana gila itu? Kakak beradik sedang
dipermainkan oleh banyaknya permainan menakutkan. “Tetaplah hidup” tiba-tiba
saja tangisku pecah kembali.
“Semua akan berlalu” rasa sesak sulit untuk dijabarkan
bermuara begitu saja dan makin sesak...
“Bajingan” ka’Rae akhirnya siuman setelah berjam-jam...
“Bodoh” membalas ucapannya.
“Kenapa?” ka’Rae menatap serius.
“Aras tidak mau hidup sendirian” jawabanku.
“Aras ingin rasakan sensasi bertengkar tingkat dewa ma
satu-satunya anggota keluarga yang kumiliki.” Entah saya terlalu bodoh memberi
pernyataan semacam ini terhadapnya. Apa keputusan untuk tetap bertahan hidup
memang jalan terbaik buat kami?
“Jawaban terbodoh” tangis ka’Rae.
Menyuapi ka’Rae merupakan pengalaman pertama kali buatku
selama kami menjadi adik kakak. Seorang perempuan bersama kepura-puraannya
menghadapi kenyataan hidup. Dia hanyalah sosok manusia rapuh dengan sebuah
kepalsuan.
Hamparan butir pasir memberi kesan tersendiri. Di balik
objek tersebut terdapat arus ombak cukup deras sedang mempermainkan
butiran-butiran tadi. Ribuan pertanyaan selalu saja mengambang ingin mencari
jawaban...
“Apa ini?” pria tua segera menarik tubuhku. Beruntung
saja ka’Rae kembali tertidur lelap.
“Memangnya mati bisa menjadi pemecah semua masalah?” pria
tua melemparkan beberapa bungkus racun tikus setelah kami berada di salah satu
ruangannya jauh dari ka’Rae.
Saya memang membeli beberapa bungkus tiga hari lalu untuk
meracuni semua tikus di rumah. Hal tergila yang pernah ada adalah menonton
deretan tikus-tikus nakal. Tidurpun harus mendengar tarian suara binatang
tersebut. Niat untuk mati bunuh diri memakai racun tikus memang sempat
terpercik di dalam sana.
“Kau dan kakakmu sama-sama tidak waras” ejekan sang pria
tua.
“Entahlah” suara terdengar serak.
“Kalau memang mati jalan keluar terbaik, lantas kenapa
tidak?” pertanyaan seseorang yang sudah hilang harapan.
“Kenapa kau menyelamatkan nyawa kakakmu?” pria tua.
“Seperti ada satu kekuatan yang entah dari mana tiba-tiba
saja membuatku spontan ingin bertahan untuk membuatnya terus bernafas”...
“Jangan menjadi manusia bodoh” pria tua.
“Kami berdua benar-benar hilang harapan” ucapanku menarik
nafas panjang.
“Bodoh” pak tua.
“Mendapat hujatan orang banyak, miskin, masa depan
hancur, cibiran, terbuang, terkadang mereka melempar rumah kami, dan masih
banyak lagi” berkata-kata.
“Seorang pria sejati tidak akan mempermalukan dirinya
sendiri apa pun tekanan di depan” pria tua.
“Saya memang bukan pria sejati” entah keberanian apa
membuatku berani menatap dua bola mata pria tua tersebut.
“Makasudmu kau menyatakan diri sebagai pria lemah?” pria
tua.
“Seperti itulah”
“Dasar manusia bodoh” pria tua.
“Siapa namamu?” pria tua. Sejak pertemuan malam kemarin
hingga detik sekarang, memang satu sama lain belum saling memperkenalkan
diri.
“Aras” menjawab pertanyaan pria tua.
“Kau tahu arti dari Aras?” pria tua.
“Tidak sama sekali”
“Apa kau pernah membaca cerita tentang pohon aras?” pria
tua.
“Tidak sama sekali”
“Pohon aras memiliki keunikan bahkan kekuatan yang tidak
dimiliki kayu lain” pria tua.
“Maksud anda?”
“Negara Libanon mengambil simbol pohon aras sebagai
lambang bendera mereka” pria tua.
“Apa hubunganya?”
“Pohon aras memiliki makna mendalam sama seperti namamu”
pria tua.
“Makin tua makin kuat” pria tua kembali melanjutkan
ucapannya.
“Artinya?”
“Semakin kau berumur maka kekuatanmu tidak menjadi rapuh
melainkan dalam dirimu memiliki kekuatan berbeda saja sekalipun badai topan
menghancurkan segalanya di sekitarmu” pria tua.
“Jangan jadi pria lemah, tetapi jadilah seperti makna
dari namamu sendiri” pria tua.
Siapa pernah menduga sosok Aras memiliki makna nama cukup
mendalam. Seseorang tanpa harapan harus belajar menemukan satu kekuatan yang
tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi hanya dimiliki olehnya? Apa bisa?
“Bunuh diri bukan jalan keluar masalahmu” pria tua.
“Belajar bertahan memang terdengar menyakitkan, tapi
melenyapkan diri sendiri sebelum waktunya jauh lebih memalukan. Understand?”
dia kembali melanjutkan kalimatnya.
Seakan sang pencipta memang sengaja mempertemukan kami.
Pria tua tinggal seorang diri dalam klinik kecil jauh dari perkotaan.
Sepertinya dia tidak memiliki keluarga seorangpun. Apa dia kesepian? Dimana
anggota keluarganya?
Melenyapkan masalah dengan menghisap sebatang rokok sama
seperti yang dilakukan ka’Rae. “Rasa apaan ini?” batukku tidak berhenti.
“Kalau kau tidak tahu menghisap barang seperti itu, ya
jangan mencoba” entah dari mana pria tua itu muncul.
“Ka’Rae biasa melakukan hal seperti ini kalau pikirannya
kacau balau” ungkapku.
“Artinya kalau kakakmu makan kotoran tinja, kau juga mau
ikut makan?” pria.
“Sepertinya dan entahlah” jawaban asal.
“Kalau kakakmu pergi ke jurang artinya kau juga ingin
ikut?” pria tua melemparkan lagi pertanyaan.
“Bukankah saya sekarang sudah berada di jurang?” nada
kalimat pertanyaan balik.
“Kalau merokok, minum hingga mabuk, pesta, berjudi, bisa
melenyapkan semua kesedihan lantas kenapa tidak?”
“Hidupmu terlalu kasihan” pria tua.
“Hidupku memang kelewat menyedihkan hingga detik sekarang
dan sampai kapanpun” balasan kalimat buatnya.
“Namamu saja yang keren, tapi otakmu mengalami gangguan
kepribadian” pria tua menggeleng-geleng kepala.
Apa yang salah dengan ucapanku? Nada kalimatku memang
menyatakan hal seperti itu dan pada dasarnya keadaan menjadi penyebab kaki
berada di jalan salah. Rasa-rasanya saya ingin tertawa hebat karena begitu
banyaknya objek.
“Bajingan gila” tiba-tiba ka’Rae sudah berdiri di
belakangku.
“Siapa pria tua menakutkan di sana?” pertanyaan ka’Rae.
Pria tua memang tidak ingin menampakkan dirinya di
hadapan ka’Rae. “Pria tua itu yang sudah menyelamatkan nyawa kakak dari jurang
maut” menjawabnya.
“Kenapa kau tidak membiarkan kakak mati saja?” masih pertanyaan
yang sama.
“Entah kenapa, tiba-tiba saja sepercik ingatan tentang
ingin belajar menjadi pemenang sekalipun rasanya mustahil”...
“Bajingan gila” ka’Rae.
“Aras masih ingin kakak berteriak memanggil namaku dengan
wajah nenek lampir seperti yang sudah-sudah terjadi” pernyataan seorang Aras.
“Ayo kita bertahan hidup sekali lagi” memeluk erat
tubuhnya.
“Kalau gagal gimana?” ka’Rae.
“Ka’Rae dan Aras hanya perlu mencoba belajar menjadi
pemenang” menjawab pertanyaannya.
“Rasanya sakit sekali”
tangis ka’Rae kembali mengudara.
“Bukan hanya ka”Rae yang
sakit, tapi setidaknya mencoba belajar tentang objek bertahan jauh lebih baik dibanding
tidak sama sekali” membelai rambut ka’Rae.
“Hidup kita berdua
benar-benar menakutkan” ka’Rae.
“Tapi, Aras tetap ingin
melihat ka’Rae berteriak memaki”…
“Pernyataan
bodoh”ka’Rae.
“Jangan terlihat lemah”
menatap dalam wajah ka’Rae.
“Terlihat lemah?”
ka’Rae.
“Semua sudah terjadi”…
“Entahlah” ka’Rae.
Kami berdua sedang berada pada sudut
persimpangan tanpa harapan. Bagaimana kisah itu menciptakan kerangka iramanya
tersendiri di antara puing-puing reruntuhan? “Ka’Rae harus bisa belajar tentang
kata bertahan” suara hati berbisik menatap ke arahnya.
“Tuhan” jerit hati paling hancur…
“Ajarkan hidupku tentang
pengharapan” ungkapan hati seorang Aras.
3. Tentang Pertahanan…
Saya hanya perlu mencoba belajar tentang pertahanan. Apa
yang salah dengan kata ingin mencoba bertahan hidup sekali lagi? Belajar
bermental baja walaupun dikatakan semua itu rasanya terlalu mustahil dilakukan.
“Kau yakin kita berdua bisa bertahan? Ka’Rae.
“Setidaknya mencoba jauh lebih baik” menjawab pertanyaan
ka’Rae.
“Bagaimana kalau gagal?” ka’Rae.
“Ka’Rae pasti bisa bertahan untuk terus hidup” mendekap
kuat tubuh ka’Rae.
Saya pun tidak yakin bisa bertahan tanpa memikirkan bunuh
diri sebagai jalan pintas. Dua kakak beradik sedang belajar cara untuk
berjalan. Apa yang akan terjadi hari esok? Pria tua itu ternyata
seorang dokter jenius. Dia hanya menerima bayaran ala kadarnya atau bahkan
tidak menerima uang seper sen pun dari pasien. Berpindah-pindah tempat tinggal
dari satu kampung ke kampung lain hanya demi menghindari sekeliling masyarakat
mengenal identitas kami merupakan rutinitas terkacau, tetapi harus dilakukan.
“Kenapa kau hanya berdiri disitu?” tegur pria tua.
“Kemarilah!” pria tua sekali lagi menyuruhku masuk.
“Tulis daftar obat-obatan di buku ini!” nada
memerintah.
“Saya tidak mengerti obat-obatan” jawaban cetus untuknya.
“Kau tinggal lihat kotak obat yang kosong, kan ada
tulisan namanya di luar” pria tua.
Kenapa tulisannya memakai bahasa alien semua?
“Menyebalkan” berdengus kesal.
“Kau bisa membaca tidak?” teriak pria tua.
Seharian penuh sosok Aras menulis nama-nama obat memakai
bahasa alien. “Tulisanmu cakar ayam amat” pria tua menggeleng-geleng kepala.
“Biasanya tulisan dokter lebih hancur, tapi untuk kasus
disini tulisanmu jauh lebih menakutkan” pria tua.
“Bawel banget” menggerutu pelan.
Saya tidak memiliki uang buat biaya berobat ka’Rae,
lantas apa yang akan terjadi selanjutnya? “Dokter pria tua” ucapanku sedikit
gemetar.
“Namaku dokter Lewi” pria tua.
“Jangan menyebutku pria tua” pria tua
“Tetap saja dirimu seorang pria tua” memberi cibiran.
“Dasar” cibiran pria
tua.
“Berapa biaya pengobatan
kakakku?” pertanyaan menakutkan.
“Uang dari mana? Sedang
kau sendiri sudah menjadi miskin” pria tua sepertinya menyadari sesuatu hal.
“Siapa bilang Aras tidak
punya uang?” masih menyombongkan diri.
“Orang tua berada di
penjara, ingin bunuh diri, dan tentunya kondisi keuangan krisis habis-habisan”
pria.
“Anda tahu dari mana
orang tuaku mendekam dalam tahanan penjara?”
“Kau tidak sengaja
menjatuhkan selembar foto keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan 2 orang anaknya”
pria tua.
“Kasus orang tuamu
menggemparkan seluruh lapisan masyarakat, artinya tiap detik bahkan tiap saat
tanpa jedah iklan seluruh lapisan media memberitakan kejahatan mengenaskan dari
seorang manusia psikopat” pria tua.
“Kukipir pria tua
sepertimu kurang update masalah pemberitaan media, ternyata dugaanku salah”
sedikit tertawa.
“Jangan menjadi pembenci
terhadap siapapun karena semuanya hanya akan menghancurkan hidupmu” pria tua.
“Kupikir kau akan
menjadi hakim, ternyata dugaanku…?”
“Semua yang terlibat
baik pelaku maupun korban berada pada situasi jebak menjebak. Understand?” pria
tua.
“Kupikir kau akan
melemparkan hujatan ataukah kutuk ke arahku, ternyata…?”
“Bersihkan seluruh area
klinik sebagai ganti biaya pengobatan kakakmu!” pria tua mengalihkan
pembicaraan dan menyuruhku meninggalkan dirinya.
Kehidupan keluargaku
benar-benar hancur dalam sekejap. Papa dikenal sebagai komisaris salah satu
perusahaan terbesar paling berpengaruh untuk perkembangan dunia perindustrian,
tetapi pada akhirnya menjadi pembunuh berdarah dingin terhadap tangan kanannya
sendiri. Keluarga korban mengamuk keras hingga menggemparkan seluruh lapisan
masyarakat. Pemberitaan media tentang komisaris perusahaan terbesar menjadi
pembunuh paling kejam sedang mengudara 7 keliling tanpa jedah iklan sama
sekali.
Beberapa orang yang ikut terlibat
juga mendapat hukuman penjara. Papa sendiri akan dihukum mati menurut putusan
hakim, sedang mama penjara seumur hidup. Scenario pembunuhan papa dengan
menjadikan seorang karyawan polos menjadi pembunuh terbongkar. Si’polos
menjelaskan beberapa hal dan singkat cerita, seluruh lapisan masyarakat terus saja
mendoakan dirinya hingga bebas dari hukuman. Puluhan karyaawan perusahaan
tersebut harus dipecat karena kasus pembunuhan sang manusia psikopat.
“Kenapa tiba-tiba di tengah kasus,
pengacara si’polos lagi promosi partai?” sedikit pertanyaan juga sih
sebenarnya.
“Semoga perasaanku saja sedikit
berlebihan ataukah hanya sensitive saja terhadap objek tadi” menarik nafas
panjang.
Anehnya lagi adalah kenapa salah
satu anggota seolah sengaja masuk untuk menolak Negara apa namanya itu untuk
ikut pertandingan di Negara ini? Ingin menjebak siapa? Sepertinya ingin
memancing emosional seseorang sehingga mengeluarkan pernyataan ganas? Lantas
seluruh lapisan masyarakat menilai buruk andaikan tokoh tadi mulai dikenal oleh
orang banyak karena sesuatu hal. Senjata makan tuan. Tokoh itu diam menikmati
hidupnya bahkan tidur nyenyak. Di lain tempat, Negara sendiri menjadi malu
karena organisasi dunia menolak kompetisi dilakukan di sini. Pihak organisasi
menunjuk Negara lain sebagai tuan rumah.
Btw, seorang Aras menerima dengan
lapang dada sekaligus senang hati masalah hukuman mati papa. Mungkin semua
orang berkata kalau saya gila? Anggap saja begitu. Anak mana sih yang ingin
orang tuanya dikenal sebagai pembunuh? Akan tetapi, karena keadaan hingga kami
berdua harus menjalani hidup sebagai anak manusia psikopat.
Hidup masih harus berjalan di tempat
tidak terduga. Anggap saja saya sedang menikmati permen rasa stroberi tiap
mendapat kutuk bersama cacimaki semua orang. Ka’Rae sepertinya mulai terhibur
dengan kehadiran pria tua. “Paman, apa boleh kami berdua tinggal lebih lama di
rumahmu?” ka’Rae tanpa rasa malu mengutarakan keinginannya.
“Menjadi pembantu rumah tangga asal
makan gratis, ga apa-apa” ka’Rae.
“Anak secantik kakak Rae menjadi
pembantu rumah tangga?” pria tua.
“Kenapa tidak?” jawaban spontan
ka’Rae.
“Sejak kapan paman memanggilku
ka’Rae begini?” ka’Rae tersadar sesuatu.
“Sejak paman mendengar adik
brengsekmu memanggil namamu” tawa pria tua.
“Pasti menyenangkan punya ayah
sepertimu” ka’Rae.
“Anggap saja paman tua ini ayah
ka’Rae” pria tua.
Memperhatikan tingkah laku mereka
berdua menjadi penghiburan tersendiri. “Ka’Rae harus bisa bertahan” menatap
ka’Rae di dalam tidurnya.
“Rupanya adik brengsek ka’Rae lagi
memikirkan sesuatu” pria tua seolah tidak pernah absen untuk menyadari apa yang
sedang kupikirkan.
“Terima kasih membuat kakakku seolah
lupa rasa sakit dalam dirinya” kalimat itu akhirnya keluar juga setelah
beberapa waktu berada di rumahnya.
“Jangan pernah menjadi pembenci
bagaimanapun rasa sakit dalam ruang dinding hatimu” pria tua menepuk-nepuk
bahuku.
4.Jalan Setapakku…
“Jangan menjadi pembenci” tertawa sinis mengingat ucapan
dokter tua terhadapku. Semua orang bisa saja menerkam bersama caci maki mereka,
tetapi ruang hidup harus belajar menyatakan kemenangan yang rasanya terlalu
mustahil untuk digenggam. Mereka tidak akan pernah tahu rasanya mendapat
hujatan tiap detik.
“Bodoh” ucapan bersama perasaan menyedihkan...
Apa kalian tahu tentang permainan? Karena permainan
inilah yang pada akhirnya menghancurkan jalan kehidupan kakak beradik di sebuah
lorong kecil. Siapa sih ingin menjalani kehidupan bengis seperti ini?
Kegilaan kalian sebagai netisen menghancurkan puing-puing perjalanan sang anak.
“Belum tidur?” tiba-tiba saja suara pria tua terdengar
jelas di sekitar gendang telingaku.
“Belum” menjawab lesuh.
“Tidak ada orang tua yang sempurna di dunia ini,
masing-masing memiliki kekurangan maupun kelebihan tersendiri” pria tua
mendekap tubuhku seolah ingin memberi kehangatan.
“Tuliskan surat buat papamu tiap harinya kalau kau selalu
bangga menjadi anaknya tidak perduli apa kata orang” pria tua memberiku sebuah
pulpen.
“Permainan itu benar-benar menghancurkan jalan setapak
yang harus kulalui” tanpa sadar tetesan butir kristal mengalir dari pelupuk
bola mataku.
“Semua akan berlalu” pria tua menepuk-nepuk bahuku.
Alur ceritaku sepertinya mencabik-cabik seluruh dinding
ruang di dalam sana. “Jangan menjadi pembenci” pria tua.
“Terhadap siapa? Si’polos karena mengutarakan banyak hal
ataukah keluarga korban yang ingin keadilan ataukah sang pengacara korban
ataukah netisen bahkan seluruh lapisan masyarakat?” pertanyaan bersama rasa
sakit luar biasa.
“Terhadap semuanya” jawaban tegas seorang pria tua.
“Seolah-olah hanya mereka saja yang paling menderita, tidak
ada yang lain” kalimatku.
“Apa kau tahu?” pria tua.
“Saya tidak ingin tahu tentang semua” ujarku.
“Dulu, pria tua sepertiku juga memiliki anak dan istri
terbaik” pria tua.
“Keluarga kecil kami selalu menciptakan kebahagiaan
tersendiri. Dua anakku sangat cantik, pintar, periang, pokoknya selalu membuat
ayahnya tersenyum” pria tua.
“Dimana mereka?”
“Istriku selalu menjadi wanita terbaik untuk
menghangatkan suasana keluarga” pria tua.
“Lantas?”
“Mereka semua habis dalam sekejap karena permainan beberapa
tokoh tertentu” pria tua.
“Mungkin saja papamu terjebak bahkan hidup di bawah
tekanan tokoh-tokoh tidak terduga sehingga terjadilah sesuatu di luar
pemikiranmu sendiri” pria tua.
“Seandainya jadi saya, apa yang akan anda lakukan?”
“Saya belajar bersikap bijak membaca situasi” pria tua.
“Menjadi pembenci hanya akan menghancurkan masa depanmu”
pria tua.
“Pernyataan bodoh”
“Keluarga korban hanya ingin keadilan, si’polos juga
memiliki keluarga. Mereka berasal dari golongan ekonomi lemah” pria tua.
“Secara manusia satu sama lain sedang terjebak dalam
sebuah permainan dan mungkin kasusnyapun sama seperti papamu” pria tua.
“Tapi semua orang berkata papa seorang psikopat. Apa
mereka sadar rasanya mendapat hujatan?”
“Secara logika papamu memang pemain utama sebagai manusia
psikopat, bahkan dia bercerita apa pun tidak akan merubah semuanya” pria tua.
“Permainan” tertawa sinis.
“Lupakan kebencianmu terhadap siapapun. Sekalipun papamu
mendapat hujatan sebagai manusia psikopat, jangan pernah malu mengakui dirinya
sebagai sosok ayah terhebat” pria tua.
Apa papa menyimpan rasa sakit sama sepertiku? Tentu, dia
jauh lebih sakit dibanding apa yang sedang kujalani. Mama harus dipermalukan
tingkat dewa hanya karena skenario permainan. Apa saya malu memiliki orang tua
seperti mereka? Entahlah. Apa saya akan menjadi pendendam terhadap para
tokoh-tokoh pemain, baik yang menjadi korban maupun manusia-manusia super suci
di luar sana.
“Dekap orang tuamu, sebelum kau sendiri menyesali
perbuatanmu suatu hari nanti” pria tua masih terus memberiku nasihat-nasihat
aneh.
“Saya ingin menang, tapi permainan di jalan setapak itu
terlalu menyesakkan” tangisku pecah seketika.
“Apa yang harus kulakukan?” raungan tangisku makin sesak.
“Tuliskan pada buku diary ini beberapa kalimat
berulang-ulang” pria tua.
“Tuliskan, saya pasti menang sekalipun jalan setapak itu
selalu saja mempermainkan banyak objek” pria tua.
“Apa saya akan tetap bertahan untuk hidup tanpa berpikir
tentang kematian?” pertanyaan bodoh.
“Kalau kau mati lantas siapa yang akan menjaga kakakmu,
terus mengirim surat buat mama, melakukan sesuatu yang akan membungkam mulut
netisen suatu hari nanti?” pria tua.
“Membungkam?”
“Saya memang berkata sosok Aras tidak boleh hidup dalam
akar kebencian, tetapi saya tidak katakan kau tidak bisa membungkam mulut semua
netisen” pria tua.
“Setelah hukuman mati buat papamu artinya kau harus terus
hidup sebagai sebuah tongkat yang tidak dimiliki oleh siapapun juga. Ngerti?”
pria tua.
“Tetaplah bangga menjadi anak mereka. Jangan dengarkan
apa kata orang, jadilah sahabat terbaik buat papa juga mamamu” pria tua.
Penghiburan terbaik papa dan mama adalah melihat senyum
anak-anak mereka. Tetap bangga? Tidak akan pernah malu? “Terima kasih Tuhan
karena memberiku papa terbaik yang belum tentu orang miliki” mulai menulis kata
demi kata jauh di dasar hati.
Semua orang boleh saja berkata psikopat, pembunuh berdarah dingin, iblis, dan segala macam terhadap papa. Saya akan tetap berkata papaku terlalu hebat untuk dilukiskan apa pun keadaannya. Belajar bertahan hidup di sekitar jalan setapak merupakan jalan terbaik bagi seorang anak di dalam kelemahannya.
Dear papa...
Kabar papa gimana hari ini? Maaf belum bisa menjadi anak
terbaik di matamu. Aras Cuma mau bilang, “terima kasih membuatku terlahir ke
dunia sebagai anak papa bukan anak orang lain”...
Semua orang boleh saja berkata papa manusia terkejam,
iblis, psikopat, pembunuh berdarah dingin, mafia, dan semua hujatan mereka.
Buatku, papa terlalu hebat bahkan belum tentu mereka bisa menjadi sepertimu. I ❤ you papa. Selamanya kau akan tetap berada di
hatiku sekalipun semua orang mencemoh dirimu.
Jalan setapakku memiliki seni hidup bahkan terlalu
berirama karena senyummu terus saja mendekap hangat alur ceritaku. Papaku tetap
keren apa pun keadaan di sekitar.
ARAS
Merenung semua yang sudah terjadi seolah menyatakan objek
paling dramatis yang belum pernah terjadi. Tuhan, dua kaki ingin tetap belajar
menjadi anak paling bijak walaupun diri sendiri tidak terlalu memahami makna
datu kata tersebut. Pemeran utama manusia psikopat terkeji ditujukan terhadap
orang tua kandungku sendiri.
“Saya ingin menang” tiba-tiba saja bulir kristal
bergentayangan sekitar bola mata seorang Aras.
Media, netisen, bahkan seluruh dunia menyatakan wajah
papa sebagai pemeran utama manusia paling psikopat. Retakan puing-puing
kehidupan itu bermuara pada satu titik mengerikan mendekap memberi hanyutan
mematikan. “Tuhan” satu-satunya kata yang masih bisa terucap keluar.
Gambaran kisahku memang sedikit berbeda dibanding orang
banyak di luar sana. “Aras” suara pria tua membuatku terkejut.
“Rupanya semalaman kau tertidur di lantai” pria tua
mencibir.
“Kenapa mencariku?” segera berdiri.
“Suratmu mana?” pria tua.
“Surat apaan?” bertanya balik.
“Surat buat papamu” pria tua.
Ternyata pria tua menyadari aktifitasku semalam. “Menulis
surat, menangis, tersungkur seperti manusia bodoh” pria tua.
“Dasar pria tua” menyindir dirinya.
“Kau pasti menang” pria tua menatap serius ke arahku.
“Bagaimana kalau Aras kalah?” pertanyaan bodoh.
“Tidak mungkin juga sosok Aras mau menulis surat semacam
ini semalaman kalau dirinya menyatakan kekalahan” pria tua.
“Anggap saja mendapat ejekan, caci maki, terkucilkan,
tertekan, dan lain sebagainya mengajar Aras mempelajari defenisi menang dalam
badai. Understand?” pria tua.
Belajar tentang defenisi menang? Rasa-rasanya saya ingin
tertawa keras. Pria tua ingin berjalan bersamaku menuju sebuah penjara agak
jauh dari tempat tinggal kami. Tidak terlihat sebagai manusia lemah merupakan
hal tersulit ketika berada di antara tekanan-tekanan paling menakutkan.
Menunggu papa menampakkan wajahnya di depan. Detakan
jantungku bergema tidak karuan menantikan saat seperti ini. Apa saya tidak
boleh menangis keras? Pria juga bisa melakukan hal yang sama seperti wanita
yaitu menangis sejadi-jadinya ketika putaran angin puting beliung mengudara
hingga membabi buta.
“Papa” berusaha menahan rasa sakit atau hanya sekedar
ingin menjatuhkan air mata.
Papa hanya diam seribu bahasa tanpa berucap sepatah
katapun. Dulu dan sekarang semuanya berbeda? “Kenalkan temanku namanya pria
tua” berusaha tersenyum seolah tidak ada sesuatupun yang pernah terjadi.
“Kenalkan namaku pria tua” sang pria tua tersenyum kecut.
“Pulanglah!” nada perintah papa seolah tidak menyukai
keberadaan anaknya.
“Buat papa” menyerahkan makanan rantangan hasil kreasi
seorang anak untuk ayahnya.
“Jangan kembali!” kata brengsek dari seorang ayah.
“Aras akan tetap kembali” membalas ucapannya.
“Aras tetap bangga menjadi anak papa apa pun yang
terjadi. Jadi, jangan melarang anak buat ketemuan ma papanya. Understand?”
berujar kembali.
Deru suara ombak menciptakan pertikaian batin dalam diri
sendiri. Apa semua akan berlalu? Apa dua kaki masih bisa bertahan untuk berdiri
atau tidak sama sekali? Menyatakan ingin menang? “Rasa-rasanya saya ingin
tertawa keras” suara hati berbisik.
“Minumlah!” pria tua memberikan sebotol air mineral.
Kami berdua duduk menikmati suara ombak sekitar dermaga.
Suasana sunyi sepi di malam hari memberi cerita berbeda di tempatnya sendiri.
“Surat buat papamu, gimana?” pertanyaan pertama pria tua.
“Entahlah” menarik nafas panjang membayangkan apa yang
kulakukan tadi. Sengaja menyelipkan surat tersebut di bagian bawah tempat bekal
makanan buat papa.
Pertama kalinya sosok Aras belajar memasaka dan menyentuh
peralatan dapur. “Kenapa anda menyuruh saya memasak tadi?”
“Kekuatan bahkan penghiburan terbaik bagi orang tua bukan
tentang materi” pria tua.
“Objek bodoh” berdengus pelan.
“Hal sederhana seperti memasak buatnya bisa membuat
papamu melupakan masalah yang sedang dia hadapi” pria tua.
“Tetaplah menjadi sahabat terbaik bagi mereka sekalipun
seluruh dunia melemparkan jutaan caci maki bahkan mengutuk tanpa rasa kasihan
sedikitpun” kalimat pria tua.
Sang semesta sepertinya hanya ingin mengajarkan sesuatu
objek tersendiri buatku. Alur cerita Aras memberi irama musik seni ketika
permainan ombak bekerja lembur tanpa jeda iklan sekalipun. “Btw, masakanmu tadi
itu asin, hangus, hancur total” pria tua mengingatkan sesuatu hal.
“Kau harus belajar memasak, understand?” pria tua.
“Kenapa juga pak tua tetap menyuruh Aras Membawa masakan
tadi?” terdengar kesal.
“Setidaknya papamu tahu kalau anaknya sedang berjuang
menjadi sahabat buatnya” jawaban pria tua.
“Apa saya terhibur mendengar ucapanmu tadi?” pertanyaan
buatnya.
“Entahlah” pria tua.
5. Mengambil sisi positif…
Belajar untuk tidak menyesali semua yang sudah terjadi
merupakan hal tersulit buatku. Ada banyak cerita bermuara setelah sudut
persimpangan mempermainkan alur dalam tarian menyesakkan. Saya hanya perlu
mencoba bertahan dan bertahan. Kalau gagal? Setidaknya sosok Aras harus tetap
mencoba.
“Resep masakan” mencari sesuatu melalui artikel.
Hal terbodoh yang sedang kulakukan adalah belajar
memasak. “Hangus” berceloteh seorang diri.
“Asin” menaruh garam kebanyakan.
“Nasinya jadi bubur” kelebihan air.
“Kenapa semua emak-emak bisa lantas saya?” duduk lesuh di
samping kulkas pendingin.
“Saya kan laki, pasti ga tahulah namanya memasak”
menggerutu sendiri.
“Siapa bilang Cuma perempuan saja pandai masak gitu?
Teriak pria tua.
“Laki juga harus bisa” jawaban kacau darinya.
“Kenapa selalu saja sengaja menjebakku? Pertanyaan kacau
menatap kesal ke arahnya.
“Coba perhatikan siaran TV, kebanyakan laki yang jadi
chef terkenal” pria tua.
“Artinya?” menatap sarkas.
“Kau harus mencoba dan mencoba kemudian mencoba lagi
lantas mencoba lagi kembali ke mencoba lagi dan seterusnya mencoba lagi” pria
tua.
“Sampai kapan mencoba lagi?”
“Sampai kau berhasil melakukan pembuktian” pria tua.
“Jawaban bodoh”
“Seribu kali gagal artinya kata mencoba harus tetap
berjejer menjadi garis utama, understand?” pria tua. Mencoba? Gagal? Kembali
menjadikan kata utama?
Apa yang salah dengan pertanyaan tadi? Andaikan punggung
tidak mampu bertahan untuk menanggung beban artinya dua kaki harus tetap
mencoba untuk tetap bertahan. “Mencoba bertahan untuk tetap bernafas
bagaimanapun sesaknya jalan yang sedang di tempuh” tertawa sinis membayangkan
permainan di jalan setapak.
“Coba pelajari dulu bumbu dasar masakan” ujar pria tua
melemparkan sebuah buku.
“Hari gini masih pakai buku” menyindir.
“Maksud ucapanmu?” pria tua.
“Sekarang teknologi sudah canggih”
“Lantas tanganmu sibuk kotak-katik alat canggih, memang
ada hasil?” pria tua.
“Buku dan teknologi masih saling membutuhkan,
understand?” pria tua.
“Tulisan jadul” menggeleng-geleng kepala.
“Itu resep masakan mamanya mamiku lantas diturunkanlah ke
aku” jawaban pria tua.
“Mamanya mamiku? Nenek makasudnya?”
“Cari jawabannya sendiri” pria tua segera mendorong
tubuhku menuju dapur.
Saya tidak pernah menyangka, seorang dokter tua jenius
tinggal di kampung terpencil memiliki skil luar biasa dalam hal masak-memasak.
“Perhatikan takaran air dan jenis beras ketika memasak” pria tua.
“Gunakan hatimu untuk mengolah satu cita rasa masakan”
pria tua.
“Maksudnya?” kurang memahami.
“Kalau suasana hatimu kacau, marah, hancur berantakan
artinya jangan menyentuh dapur” pria tua.
“Gila” tertawa kacau.
“Pernyataan tadi merupakan warisan turun temurun dari
keluarga mamanya mamiku, understand?” pria tua.
“Bagaimanapun lengkapnya bumbu masakan atau sistem
pengolahan kelewat sempurna, tetap saja tidak akan menghasilkan olahan cita
rasa masakan tersendiri” pria tua.
“Pria tua salah masuk jurusan” menyindir keras.
“Manusia gila” pria tua.
“Lantas? Tolong lanjutkan ucapan anda tadi!” rasa
penasaran sedikit menggerogoti...
“Masakanmu akan tetap terasa memiliki jenis olahan khas
unik yang pastinya enak, kalau kau bisa menguasai perasaanmu sendiri walaupun
bumbu yang digunakan jauh dari kata standar alias sangat-sangat tidak lengkap”
pria tua.
“Artinya tergantung ruang hati?”
“Sepertinya” pria tua menampol kepalaku memakai sendok
wajan.
“Kau bisa menyampaikan perasaanmu terhadap orang tuamu
melalui olahan masakan” pria tua.
Pertama kalinya seseorang mengajarkan sesuatu yang belum
pernah kuketahui sama sekali. “Ini pertama kali kau tersenyum” pria tua
menyadarkan sesuatu.
“Memang wajahku selama ini kenapa?” pertanyaan sarkas.
“Wajahmu lesuh, letih, lemah, ingin mati, tidak ada
semangat hidup, hancur, berantakan, dan semua sahabat-sahabatnya di belakang”
pria tua.
Saya sendiri baru menyadari keadaan cukup menakutkan dari
kehidupanku pribadi. Ka’Rae jauh lebih menakutkan dibanding apa yang sedang
kujalani sekarang. Tuhan, buka mataku kalau ternyata kata mencoba memang objek
terbaik untuk dilakukan. Hanya perlu mencoba bertahan di antara sesaknya
permainan jalan setapak.
Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini. Tiap orang tua
pasti pernah melakukan kesalahan bagaimanapun bijaknya sistem pola pikir dalam
diri mereka masing-masing. “Belum tentu juga orang tuamu paling tersuci
di dunia. Jadi, jangan asal mengejek” menggerutu membayangkan ucapan caci maki
para netisen.
“Mau separuh monster separuh manusia, satu hal yang pasti
kalau mereka berdua tetap orang tua terbaik buatku” berkata-kata seorang diri
dalam kamar setelah seharian berada di dapur. Kembali mengambil selembar kertas
di atas meja merupakan sesuatu objek paling menyenangkan saat ini.
DEAR
PAPA...
Gimana perasaan papa hari ini? Maaf memberimu masakan
kacau balau berantakan kemarin. Btw, Aras lagi berjuang keras mempelajari bahan
masakan biar papa bisa makan. Seseorang mengajarkan Aras tentang menjadi
sahabat terbaik buat papa biarpun seluruh dunia melemparkan caci maki bersama
ribuan kutukan dari mereka.
Jangan tolak Aras ketika berada di hadapan papa untuk
menjadi sahabat terbaik. Kekuatan penghiburan seorang ayah berada pada objek
yang tak lain berasal dari anaknya. Aras ingin jadi pemenang dan membuktikan
tentang sebuah kekuatan di antara jutaan permainan sekitar jalan setapak.
Aras selalu bangga menjadi anak papa bagaimanapun dunia
membenci dirimu. Terima kasih karena Aras terlahir menjadi anak papa bukan anak
orang lain. Jangan pernah menyesali keadaan. Kenapa? Karena segala sesuatu yang
terjadi mengajarkan banyak hal buat papa, mama, ka’Rae, dan Aras.
Jalan setapak itu bisa saja menciptakan jutaan permainan,
tapi Aras akan selalu mencintai bahkan selalu ingin setia menjadi sahabat
terbaik papa. I ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
you Forever papa.
ARAS
Seorang Aras sedang belajar menjadi sahabat ketika
tangisan sang ayah berusaha bersembunyi di sebuah tempat rahasia. “Bajingan”
ka’Rae seperti biasa berteriak tanpa mengenal tempat.
“Urusan kakak sudah selesai di mana itu?” pertanyaan
pertama berbalik menatap wajahnya.
“Kau tidak lagi sakitkan?” ka’Rae segera memegang
keningku.
“Memang kenapa?” pertanyaan balasan.
“Sejak kapan kau menjadi penghuni dapur?” ka’Rae.
“Bukan urusan kakak” menjawab cuek.
Selama beberapa hari ini batang hidung ka’Rae tidak
kelihatan dengan alasan ingin menenangkan diri di suatu tempat. Kenapa saya
berani membiarkan dia sendirian setelah peristiwa mencoba melenyapkan dirinya
sendiri? Suasana hati ka’Rae jauh lebih lemah dibanding kehidupanku sendiri.
“Apa kita bisa bertahan?” ka’Rae tiba-tiba melemparkan
pertanyaan.
“Ka’Rae sendiri sudah janji ma Aras, jadi, jangan
melemparkan kembali pertanyaan”...
“Bodoh” ka’Rae.
“Aras harap kakak tetap berpikiran positif setelah semua
yang terjadi” pernyataan tergila...
“Sisi positif?” ka’Rae tertawa sinis.
“Ya positif” menjawabnya.
“Gimana mau ambil positif kalau semua orang melemparkan
caci maki, kutuk, bahkan masa depan kita berdua hancur seketika” ka’Rae memberi
nada tinggi.
“Kalau kakak hanya terus melihat sisi negatifnya ya pasti
semua area depan mata hancur semua dan ga ada yang menarik” menatap manik mata
ka’Rae.
“Hanya orang bodoh berpikiran seperti dirimu” ka”Rae.
“Aras memang bodoh, tapi ka’Rae lebih bodoh lagi”
pernyataan penekanan buatnya.
“Setelah semua hal buruk terjadi?” ka’Rae.
“Ka’Rae”
“Sisi positif apa bisa diambil?” ka’Rae.
“Ka’Rae dan Aras belajar tentang kata mandiri, bermental
baja, rendah hati, menatap ke arah sang semesta, dan masih banyak lagi”
menjawab pertanyaan ka’Rae.
“Kalau kakak hanya melihat sisi negatif, ejekan orang
banyak, masa depan berantakan, papa dihukum mati, sedang mama penjara seumur
hidup ya tentu kehidupanmu makin meringis bahkan hancur berkeping-keping.”
Entah sejak kapan seorang Aras pandai berkata-kata bijak seperti sekarang ini?
Sepertinya semua yang terjadi menyatakan ribuan cerita
menakutkan, tetapi satu tetes embun dalam sebuah ruang tersembunyi berkata
tentang cerita berseni dibalik objek-objek tadi. Artinya? Cari saja sendiri karena
sayapun sulit mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya.
“Ka’Rae harus belajar mengambil sisi postif dibalik
cerita menakutkan di jalan setapak apa pun keadaannya, understand?” mendekap
hangat tubuh ka’Rae.
“Apa kakak bisa berpikir sepertimu?” tangis ka’Rae pecah.
“Kalau Aras bisa berarti ka’Rae juga bisa” menepuk-nepuk
bahu ka’Rae.
“Semua akan berlalu” semakin mendekap tubuh ka’Rae.
Mengambil sisi positif atas semua hal yang sudah terjadi?
Rasanya memang mustahil untuk dilakukan, namun kenyataannya dua kaki harus
mencoba bertahan sekitar jalan setapak apa pun keadaan tersebut. “Ka’Rae harus
bisa bertahan” suara hati berbisik di dalam sana.
6. Ingin bertahan di
sekitar jalan setapak…
Menidurkan ka’Rae hingga membuatnya tenang terdengar seperti
petualangan. “Aras akan belajar menjadi tongkat buat kakak andaikan papa pergi
selamanya” sekali lagi suara hati berbisik.
“Aras akan berhenti ketika Tuhan mengirim tulang rusuk
terbaik yang mau menerima apa pun yang ada dalam kehidupan ka’Rae”...
Saya percaya masa depan kami berdua tidak berasal dari
manusia-manusia di luar sana, melainkan ada dalam genggaman tangan Tuhan. Kalau
jalan lain ditutup bahkan segala jalan ditutup, never give up. Mundur ataukah
menyerah begitu saja artinya menyatakan kekalahan.
Menggenggam kemenangan memang tidak semudah membalikkan
telapak tangan, namun belajar bertahan terhadap proses sepertinya jauh lebih
baik. “Aras teruslah berjalan” memberi semangat terhadap diri sendiri.
Sengsaraku Engkaulah yang menanggung, air mataku kau tampung dalam kirbatMU.
“Bertahan” tidak terasa bulir-bulir kristal memenuhi
berandaku. Kamar kecil menjadi saksi bisu bagaimana seorang Aras terus saja
menjatuhkan air matanya tanpa henti dalam keheningan malam.
Pria sepertiku juga manusia biasa yang kapan saja akan
menjatuhkan bulir-bulir kristal ketika suasana hati benar-benar hancur. Sekuat
apa pun seorang pria akan menjadi rapuh ketika objek permainan terus saja
menari tanpa henti di sekitar jalan setapak. Tuhan, ajarkan kehidupanku tentang
makna berjalan di dalam kerapuhan.
Apa yang akan terjadi esok hari? Bagaimana dinding
pertahanan seorang Aras memiliki sesuatu yang berbeda? “Be Strong”
suara hati kembali berbisik di alamnya sendiri.
“Sejak Kapan adikku bersemangat menjenguk papa?” ka’Rae
terkejut melihatku.
Kami berdua sedang berada dalam bis menuju tempat papa
dipenjara. “Apa ka’Rae malu memiliki ayah seperti dirinya?” tiba-tiba saja
pertanyaan tersebut mengudara.
“Pertanyaanmu sulit dijawab” ka’Rae menarik nafas
panjang.
“Kau sendiri bagaimana?” ka’Rae.
“Awalnya ya dan lebih dari kata tadi, tetapi sekarang”
kalimatmu sedikit terpotong.
“Sekarang?” ka’Rae.
“Tidak sama sekali” menjawab tegas pertanyaannya.
“Kenapa?” ka’Rae.
“Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini, Aras tetap bangga
memiliki orang tua seperti mereka sekalipun seluruh dunia menghujat” jawaban
pertanyaan ka’Rae.
“Adikku memang beda” ka’Rae sedikit tersenyum.
“Lantas setelah bertemu papa, lanjut bertemu mama?”
ka’Rae.
“Ya seperti itulah” menjawab tegas.
Kami akan tetap menjadi sebuah keluarga apa pun
keadaannya. Mama hanya ingin melindungi papa hingga memberi
pernyataan-pernyataan tidak masuk akal dengan ending mendapat hujatan seluruh
netisen. Tatapan cinta mama buat papa selalu terlihat dalam. Cinta mama tidak pernah
berubah. Tiap video menunjukkan sorotan cinta terlalu besar di mata mama ketika
menatap wajah papa.
Peristiwa pembunuhan tersebut seolah memberi kejutan.
Entah apa yang sedang terjadi? Mamaku tetap hebat di mataku. Terima kasih Tuhan
mengirim orang tua terhebat...
“Papa” kalimat pertama setelah menunggu beberapa
waktu.
Menatap papa berjalan ke arah kami berdua memberi
penghiburan tersendiri. Satu sama lain tidak saling berbicara hanya saling
menatap. “Makanan buat papa mana?” pertanyaan papa 15 menit kemudian.
“Aras sudah bisa masak” menyerahkan rantang makanan.
“Asin ga?” papa seolah menyindir.
“Ga”
“Hangus ga?” papa.
“Ga” jawaban tegas.
“Papa ga mau peluk Aras?” pertanyaan balik.
“Ka’Rae juga butuh pelukan hangat papa” ka’Rae menangis seketika.
Papa berjalan memeluk kami berdua. Berusaha menahan
tangisnya, itulah yang sedang papa lakukan. “Maaf” kalimat papa.
“Kenapa papa meminta maaf?” pertanyaan buatnya.
“Maaf untuk semua yang sudah terjadi” papa.
“Tidak perlu menyesali keadaan” ucapan buatnya.
“Papa harus melihat sisi positif bukan negatifnya saja
terus” pernyataan untuknya kembali.
“Sisi positif?” papa.
“Aras dan ka’Rae bisa membuktikan kalau kami berdua juga
bisa menjadi sahabat terbaik papa dan mama”...
“Aras dan ka’Rae belajar bermental baja harus seperti
apa, mandiri, ga manja, bisa masak, tahu tentang cara merendahkan hati di
hadapan Tuhan, seni hidup tentang berjuang di tengah hujatan, dan masih banyak
lagi” pernyataan bijak seorang Aras.
“Banyak hujatan” papa tertawa sinis.
“Hujatan bahkan segala kutuk memang terdengar menyakitkan
sekaligus menakutkan, tapi justru disitulah seni hidup alur irama di sekitar
jalan setapak” kalimatku.
“Ka’Rae sayang papa” ka’Rae menangis histeris.
“Papa sepertinya lapar dan ingin
makan” papa seolah mengalihkan perhatian dan berusaha menyembunyikan
tangisannya seorang diri.
Semua orang bisa saja berujar kalau papa merupakan
manusia paling angkuh sekaligus pembunuh berdarah dingin. Saya terlalu yakin,
di dasar hati papa juga memiliki penyesalan dan tidaklah benar pemberitaan yang
menyebutkan dirinya kelewat sombong karena tidak pernah ingin meminta maaf
terhadap keluarga korban. Pasti ada sesuatu hal mengganjal hanya saja semuanya
tersembunyi di tempat paling aman.
“Semua sudah berlalu” bisikan hatiku bergema kembali.
“Masakan Aras gimana?” menatap serius papa.
“Cukup” jawaban papa menikmati makanan di depannya.
“Latihan memasaknya masih harus di tingkatkan” kalimat
papa terus saja melahap makanan...
“Bilangnya masih latihan, lah papa sendiri menikmati”
berbicara sedikit ketus.
“Kakak mau makan juga?” papa.
“Ka’Rae sudah bahagia melihat papa makan lahap” air mata
ka’Rae masih saja berjatuhan.
“Nangis terus, kakak kelewat cengeng kalau di perhatikan
ya pa?” menyindir ka’Rae.
“Sepertinya” jawaban acuh tak acuh papa.
“Ka’Rae juga mau belajar masak seperti Aras biar papa
bangga” ka’Rae.
“Papa tetap bangga melihat wajah kakak” papa segera
mendekap tubuh ka’Rae.
Harta paling berharga di dunia adalah keluarga. “Aras
ingin selalu melihat senyum papa di detik-detik terakhir kehidupan papa apa pun
keadaannya” kalimat terbodoh hingga mengheningkan suasana di ruangan ini.
“Aras memang sahabat terbaik papa” dekapan hangat papa
memecahkan tangisku seketika.
Papa masih berusaha menahan kedua bola matanya agar tidak
menjatuhkan bulir-bulir kristal. Jalan setapak itu memberi kehangatan karena
ada papa sedang berdiri di sana. Terima kasih Tuhan memberi papa terbaik di
dunia...
Saya tidak akan berhenti menulis surat ataupun
mengunjungi papa bagaimanapun keadaannya. Menyelipkan surat buat papa sebagai
kekuatan terbaik seorang sahabat sejati. Papa memasukkan amplop surat dariku ke
dalam saku celananya.
“Aras sayang papa” sekali lagi memeluk papa sebelum
akhirnya kami berpisah kembali.
Masing-masing orang memiliki pergumulan tersendiri. Saya
yakin kalau di luar sana ada banyak orang menjalani kehidupan jauh lebih
menderita dibanding apa yang sedang kualami. Semua orang bisa saja menertawakan
pernyataanku sekarang karena menganggap kehidupan keluargaku terdengar
menyatakan pergumulan berat dan tidak pernah memikirkan penderitaan si’korban
bersama keluarganya.
Setidaknya seorang Aras bisa membuktikan tentang kata
ingin bertahan di sekitar jalan setapak. Masing-masing orang menjalani
pertandingan dengan cara berbeda. Sosok sepertikupun akan belajar memahami
tentang banyak objek misterius ketika melakukan peran sebagai peserta
perlombaan.
“Mama gimana kabarnya?” menatap wajah mama setelah kami
berdua berada di penjara khusus wanita.
Mama diam seribu bahasa menatap kehadiran kedua anaknya.
My mother is the best merupakan sebuah kalimat terbaik bagi kehidupan
anak-anaknya. “Aras tahu kalau mama memang sengaja melakukan semua ini biar
semua hujatan larinya ke mama bukan papa” mendekap tubuh mama.
“Aras tahu pasti kalau mama terluka” suara hati berbisik
keras di dalam sana.
“Kakak sayang mama” ka’Rae seperti biasa menangis
seseguhkan.
“Kakak ma Aras ga marah sama mama?” pertanyaan mama terus
menundukkan wajahnya bahkan tidak berani melihat ke arah kami berdua.
“Kenapa harus marah?” menjawab pertanyaan mama.
“Aras ga benci mama?” mama.
“Ga sama sekali” menjawab lantang.
“Aras bangga menjadi anak mama dan bukan anak orang lain”
memeluk erat mama.
Mama tetaplah manusia biasa dengan segala
ketidaksempurnaan dirinya sebagai orang tua. “Aras tidak akan menuntut mama
menjadi ibu sempurna” pernyataan seorang anak terhadap ibunya.
“Kakak juga tidak akan menyalahkan mama” ka’Rae.
Tidak menyesali keadaan memang seperti itulah kata
terbaik buat kehidupan keluarga kami. “Semua akan berlalu” berujar terhadap
mereka.
Tombak itu terlalu tajam hingga menembus dinding
pertahanan di sekitar jalan setapak. Saya ingin menang bagaimanapun keadaannya.
Objek mematikan bisa saja memainkan perannya, tetapi dua tangan akan belajar
memegang sebuah peranan.
Terkadang rasa takut menggelegar begitu saja ketika
kembali membuka dunia media sosial. Tanganku selalu saja gemetar walaupun
dikatakan hanya sekedar memegang hand phone milikku. Apa saya terlalu jahat
seolah tidak ingin melihat penderitaan dari keluarga si’korban?
Bukan masalah siapa paling menderita di antara kasus
besar yang sedang terjadi. Memang benar adanya kalau papa mama melakukan
kesalahan besar, hanya saja kenapa semua pihak melihat Cuma dari satu sisi
semata? Saya tidak bisa berkata-kata untuk menanggapi lebih banyak. Terlalu
disayangkan cara menyelesaikan masalah dari keluarga korban sedikit gimana
ya...
Saya bukan tidak perduli dengan kematian si’korban,
tetapi apa terbersit di hati tentang banyaknya anak menjadi korban di sini?
Pemecatan terhadap banyak pihak artinya nasib anak-anak mereka ke depan
bagaimana? Satu banding puluhan anak yang harus mengalami imbas ketika
menjalani lingkungan mereka?
Setidaknya biarlah papa dan mama yang harus menanggung
semua, lantas kenapa melibatkan orang lain? Anak-anak mereka kalau ke sekolah
tentu menjadi sorotan orang banyak. Biaya dari mana menyekolahkan mereka semua?
Nama orang tua anak-anak tersebut sudah di black list di negara ini, tentunya
mencari pekerjaan ataukah hanya sekedar berjualan rasanya mustahil. Lebih
berharga mana antara satu orang meninggal dan puluhan anak-anak dari mereka
hancur ditelan bumi? Saya hanya tertawa sinis mendengar hukum kasih yang
terlontar, tetapi kenyataannya nol besar.
“Ya semoga keluarga kalian saja yang paling menderita dan
ga ada manusia lain paling menderita selain kalian” berkata-kata dalam hati.
Papa mama memang sudah melakukan kesalahan besar hingga
terjebak di dalam, hanya saja cara penyelesaian masalah ini jauh lebih
mengerikan. Apa pun itu setidaknya berpikir bijak ketika melihat situasi jauh
lebih baik dibanding menanggapi dengan posisi emosional tanpa memperhatikan
aspek lain. Kasus ini bukan tentang peperangan antara orang bawah dan orang di
atas, entahlah...
Kelompok keras dan keras bertemu hingga berakhir menjadi
iblis yang jauh lebih menakutkan. Di tempat lain beberapa oknum tertentu
tertawa keras bahkan memakai kesempatan yang ada. Lupakan ucapanku barusan dan
anggap saja ya begitulah...
Saya juga bukan siapa-siapa yang harus melontarkan
pendapat. Kalaupun para netisen menyadari ucapanku dan ingin memberi hujatan,
silahkan! Saya ingin berkata terhadap para netisen-netisen budiman, baik hati,
dan tidak sombong kalau kalian semua terlalu bodoh karena selalu saja
menanggapi banyak hal tanpa berpikir panjang. Kebahagiaan terbesar media
ataupun oknum tertentu adalah mempermainkan kalian sedemikian rupa hingga
berada dalam sebuah alur jebak menjebak.
“Kalaupun masa depanku rusak karena pernyataanku ini,
tidak masalah” berkata-kata sinis. Masa depanku bukan di tangan manusia,
melainkan di tangan sang pencipta langit dan bumi.
Saya percaya kalau sang pencipta memberiku sebuah talenta
luar biasa yang tentu saja bisa menciptakan prestasi besar suatu hari kelak.
Kalaupun tempatku tidak lagi berada di negara tercinta kita ini karena
penolakan akan tiap opini ataukah cara berpikir artinya Tuhan akan mengirimkan
sebuah negara besar yang mau menerima banyak hal dalam diriku. Ingin berkata
saya iblis paling keji berwajah alim? Silahkan bossss...
“Sepertinya saya terlalu banyak meluapkan sisi
emosionalku” menarik nafas panjang kemudian ditelan sejadi-jadinya biar perut
jadi kembung.
“Pernyataan gila memang” makin menarik nafas panjang.
“Apa kau butuh dokter psikiater?” pria tua tiba-tiba berteriak
di belakangku.
“Kau terlihat seperti gimana ya” pria tua
“Bilang saja, Aras sepertinya kau mengalami gangguan jiwa
berat dan ga usah memakai kata terlihat seperti gimana ya” bernada kesal
menatap ke arahnya.
“Ya begitulah maksudku” pria tua.
“Pria tua brengsek” rasa kesalku makin mengudara.
“Gambaran dan bayangan bermuara menjadi satu” suara
bisikan di alam sana menciptakan gemerincingnya sendiri.
Apa jalan setapak itu bisa menciptakan objek seni
tersendiri? Apa dua kaki dapat menggenggam sesuatu objek paling mustahil?
Bagaimana bisa pijakan kaki memberi suara gemerincing bersama peniabaran
permainan puzzle di dalamnya? “Pertanyaan bodoh” sekali lagi menertawakan diri
sendiri.
“Aras hanya harus belajar bertahan untuk kesekian
kalinya” mencoba memberi semang terhadap diri sendiri.
Bermental baja? Kenapa tidak? Saya hanya harus belajar
tentang dua kata tadi apa pun situasinya. Dunia bisa saja menjadi penghujat
terhebat, akan tetapi hidupku harus belajar bertahan di sekitar area tersebut.
Membuktikan kalau sosok Aras bukan manusia paling lemah
di antara yang terlemah. Memang tidak mudah menjadi kuat bahkan memiliki
kekuatan berbeda, hanya saja dua kaki harus mencoba untuk tetap berjalan.
“Jalan setapakku memiliki prosesnya sendiri” suara hati berbisik keras di sana.
“Bajingan” suara ka’Rae tiba-tiba...
“Selalu saja” berujar tanpa menatap dirinya.
“Kakak hanya butuh teman berkelahi untuk sekarang ini”
ka’Rae berjalan ke samping.
Taman menyegarkan di belakang rumah milik pria tua
memiliki pesonanya tersendiri. Seakan sang pencipta memang sengaja mengirimkan
dirinya buat kami. “Apa ka’Rae sudah merasa lebih baik?” pertanyaan bodoh.
“Entahlah” ka’Rae.
“Tapi ucapanmu selalu saja gentayangan seperti hantu
tiap kali kakak mencoba ingin melenyapkan diri sendiri” ka”Rae.
“Aras dan kakak harus belajar menjadi kuat di jalan
setapak sana” menatap ka’Rae.
“Rasa-rasanya terlalu mustahil” ka’Rae.
“Jangan menjadi manusia lemah” mendekap tubuh ka’Rae
seketika.
“Dasar bajingan” ka’Rae.
“Mendengar ka’Rae menyebut
Aras bajingan jauh lebih baik dibanding memendam banyak hal di alam sana”
sedikit tersenyum…
“Apa kisah hidup adik
kakak seperti kita sudah benar-benar hancur?” ka’Rae.
“Kalaupun benar-benar
hancur, kita berdua harus kembali mencoba bertahan sekali lagi” menjawab
pertanyaannya.
“Bukan hanya terkadang,
tapi tiap saat rasa sakit menggerogoti tanpa rasa bersalah” ka’Rae.
7. Jangan bertindak
gegabah…
“Aras masih ingin melihat ka’Rae berteriak memanggil
bajingan ke arahku” berkata-kata terhadapnya.
“Pernyataan bodoh” ka’Rae.
“Tetaplah hidup sekalipun rasa sesak menggerogoti tanpa
rasa belas kasihan sedikitpun” semakin mendekap tubuh ka’Rae.
Semua akan berlalu bersama cerita puzzle tidak terduga di
dalamnya. Kehidupanku hari ini berkata-kata tentang sesuatu yang berbeda, namun
esok memiliki objek lain yang mungkin saja tidak terpikirkan olehku. Permainan
di jalan setapak benar-benar menyesakkan sekaligus membentuk dinding ruang
paling terlemah hingga menciptakan nada musiknya tersendiri.
“Aras, apa kau sudah membaca berita?” wajah pria tua
terlihat benar-benar khawatir.
“Memang kenapa?” bersikap cuek dan masih menikmati
sarapan pagi di meja makan.
“Tanggal hukuman mati papamu sudah ditentukan” pria tua.
Apa saya harus berteriak histeris? Menangis? Atau tertawa?
“Pada akhirnya papa akan tetap mati, cepat atau lambat” tetap melanjutkan
sarapan pagiku.
“Aras yang kukenal sekarang terkesan menakutkan” pria
tua.
“Menakutkan?” tertawa sinis.
“Berusaha menutup rapat rasa sakit? Apa tidak terdengar
menakutkan?” pria tua.
“Selalu saja gila urusan” mengalihkan perhatian.
“Sepertinya mereka sengaja mempercepat tanggal hukuman
mati papamu” pria tua.
Keputusan pengadilan akan tetap sama bagaimanapun papa
mengajukan banding. Kenyataan yang ada adalah seolah ada sesuatu dalam kasus
ini. Entahlah. Anggap saja papa memang bersalah sepenuhnya atas kasus tersebut.
Minggu terakhir melihat wajah papa di penjara menciptakan
rasa takut luar biasa, akan tetapi semua itu terpendam di dalam sana. Apa sosok
Aras bisa hidup tanpa senyum papa? “Aras ingin memiliki memory tidak terlupakan
sebelum papa pergi” suara hati berteriak begitu keras.
Merenung seharian di belakang klinik milik pria tua.
“Kalau kau menangis, silahkan menangis” pria tua seperti biasa muncul begitu
saja di sampingku.
“Apa menangis akan menyelesaikan masalah?” tertawa sinis.
“Entahlah” jawaban pria tua.
“Apa kau bisa membantuku?” menatap serius pria tua.
“Jangan membuatku ketakutan” pria tua ingin segera
beranjak dari kursi.
“Bantu Aras agar tetap berada di samping papa sampai sisa
hidupnya” entah angin apa hingga membuatku sujud seperti manusia bodoh.
“Kau manusia paling gila” pria tua segera membaca
pikiranku.
“Aras ingin tinggal di penjara tempat papa bagaimanapun
caranya” memegang lutut sang pria tua.
“Pria tua sepertimu pasti memiliki kenalan” pernyataan
terbodoh.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Ternyata pria tua itu
memang memiliki banyak koneksi di mana-mana. Memalsukan data hingga membuatku
menjadi seorang narapidana. Penyamaran sempurna dari seorang Aras.
“Menjadi sahabat terbaik papa” dua kaki mulai berjalan
memasuki jeruji besi di depan.
“Dasar psikopat” seseorang berteriak ke arah papa.
“Manusia tidak punya hati” napi lain mulai berkata-kata.
“Kau pantas di hukum mati” salah satu petugas dalam sel
tahanan mencibir ke arahnya.
Makian dan kutuk sumpah serapah berkumpul tanpa henti
membungkus jalannya. Wajah papa berdarah seketika karena mendapat pukulan demi
pukulan dari narapidana lainnya. Mereka semua mengutuk seolah hanya papa saja manusia
paling berdosa di dunia. “Ya, sepertinya semua paling suci tanpa dosa”
pernyataan terbaik.
Menahan rasa sakit dan membiarkan mereka memukul papa
sesuka hati. “Jangan bertindak gegabah” kalimat pria tua sebelum saya
berada di sini.
Berjalan ke arah papa sambil berusaha menahan rasa sesak.
“Saya akan menjadi sahabat terbaik papa” berujar dalam hati.
“Kenapa kau tidak melakukan hal yang sama seperti
mereka?” pertanyaan ke arahku.
“Saya tidak butuh dikasihani” sikap papa berusaha
menghindar dariku.
Papa belum menyadari siapa orang di depannya. Dua tangan
masih berusaha membersihkan luka di sekitar wajahnya. “Papa akan selalu menjadi
papa Aras apa pun keadaannya” suara hati berbisik di dalam sambil berusaha
menahan gemerincing luka akibat tusukan tombak menakutkan dari berbagai arah.
Tetap diam seribu bahasa tanpa satu kata ketika berada di
hadapan papa. Sengaja membuat rambutku berantakan agar tidak dikenali oleh
orang banyak. Memberi sebungkus permen sambil berusaha tersenyum. Saat itulah
papa menyadari sesuatu hal.
“Anak bodoh” papa tidak pernah menyangka kelakuanku.
“Manusia paling nekat” papa antara ingin mengumpat tetapi
sesuatu menahan dirinya.
“Manusia bodoh di depanmu ingin bersama papanya di
detik-detik terakhir” membalas kalimat papa.
“Kau bisa mati kalau berada di penjara” papa.
“Biarkan Aras bersama papa sebelum hukuman mati
dijalankan” menatap papa.
“Mereka pasti menghujat, mengutuk, melukai apa pun dalam
dirimu kalau sampai ketahuan” papa memperlihatkan wajah geram.
“Aras tidak peduli” berujar kembali.
“Apa Aras tidak sayang mama juga ka’Rae?” papa seolah
memohon.
“Sekali saja papa mengabulkan permohonan Aras”...
Saya sudah berjuang sampai sejauh ini, lantas harus
berhenti? Apa hidupku segitu bodohnya di mata orang banyak? Biarkan saja jalan
setapak itu menciptakan gelombang angin seperti biasa, tetapi dua kaki harus
tetap kuat bertahan.
Papa berusaha menyembunyikan identitasku dalam sel
penjara. “Aras akan belajar menjadi sahabat terbaik buat papa” suara hati
bergema di tempatnya sendiri.
Hal yang tidak terpikirkan olehku adalah pria tua
mengirimkan makanan, pakaian, buah-buahan, vitamin dan obat-obatan buatku. Rasa
khawatirnya jauh lebih besar hingga dia terus saja berkunjung ke penjara. “Anak
bodoh” tulisan pria tua dalam secarik kertas.
Pria tua dan papa melemparkan pernyataan yang sama.
“Setidaknya menghibur dari pada tidak sama sekali” berceloteh seorang diri.
“Kepala penjara ingin bertemu denganmu” salah satu
petugas tiba-tiba saja membisikkan sesuatu. Siapa kepala penjara? Kenapa bisa?
Memangnya penyamaranku terbongkar?
“Kau sudah gila atau lebih dari kata gila?” pertanyaan
tajam sang kepala penjara setelah berhadapan dengannya.
Ternyata kepala penjara seumuran dengan pria tua. “Karena
kelakuan gilamu sampai-sampai dokter tua gila angker itu terus saja menelpon”
sang kepala penjara.
“Apa kau anak kandungnya yang ternyata tertukar selama
ini?” si’kepala penjara masih melemparkan pertanyaan.
Pria tua selalu menjadi something for me. “Dokter tua
gila berantakan memohon hanya untuk seorang anak picisan sepertimu” kepala
penjara.
“Dia terkenal dingin selama ini, tapi apa yang terjadi
sekarang?” kepala penjara masih berceloteh.
“Jangan persalahkan dia” kalimatku.
“Dokter gila tua berantakan mengemis sesuatu hanya untuk
seorang anak dari manusia psikopat paling mengenaskan?” kepala penjara.
“Saya hanya ingin berada di samping papa sebelum kematian
memisahkan kami berdua” apa ini kalimat polos seorang anak? Entahlah...
Ruangan itu menjadi sunyi senyap seketika. “Apa saya boleh
mengajukan pertanyaan?” kepala penjara.
“Entahlah” jawaban meragukan.
“Apa kau bisa menjelaskan defenisi antara ayah dan anak
menurut versimu?” kepala penjara.
“Entahlah”...
“Saya akan membiarkan anak picisan sepertimu tetap berada
di samping papa tercintanya kalau pertanyaanku tadi bisa dijawab” kepala
penjara.
“Rasa malu, kecewa, marah, pemikiran negatif, dan lain
sebagainya berbaur begitu saja karena kasus pembunuhan,”...
“Terlebih papa dikenal sebagai pemeran utama manusia
psikopat dari kasus tadi” berujar di hadapan sang kepala penjara.
“Saya bertanya tentang defenisi ayah dan anak bukan ingin
mendengar cerita menyedihkan darimu” kepala penjara.
“Sahabat terbaik apa pun keadaannya merupakan defenisi
terbaik menurut versiku dari pertanyaan anda tadi” membalas kalimatnya.
“Pergilah sebelum saya berubah pikiran” kepala penjara.
“Kalimat bodoh” kepala penjara seolah menyindir.
Tidak pernah malu berdiri di samping papa sekalipun
seluruh dunia memberi cemohan menakutkan terhadapnya. Saya hanya ingin
membuktikan tentang satu objek terhadap diri sendiri. Jalan setapak di sana
bisa saja memainkan ribuan cerita menakutkan, akan tetapi dua kaki ingin tetap
belajar makna kata bertahan...
“Tunggu” kepala penjara menghentikan langkahku seketika.
“Sepertinya kau menyukai benda seperti ini” melemparkan
sebungkus plastik berisi permen aneka rasa di dalamnya.
Rasa-rasanya seorang Aras ingin tertawa keras. “Apa kau
tahu sesuatu objek terbaik dalam kondisi semacam sekarang?” kepala penjara.
“Objek?”
“Kematian bukan segalanya dari perjalanan seseorang”
kepala penjara.
Dua bola mata berbalik ke arahnya untuk mencari tahu
maksud pernyataan tadi. “Objek paling terpenting adalah roh seseorang setelah
mengalami kematian akan berjalan kemana?” kepala penjara.
“Pernyataan?” ingin tertawa sekali lagi.
“Saya tidak akan menjadi hakim sama seperti kebanyakan
orang di luar sana. Papamu hanya perlu mendekatkan diri terhadap sang pencipta
dan meminta ampun sekalipun dia terjebak” kepala penjara.
“Maksud anda?”
“Kau akan tetap menjadi sahabat buat papamu selagi
dirinya masih bernafas, tetapi setelah kata kematian berjalan maka kata tadi
tidak akan digunakan lagi” kepala penjara.
“Apa yang harus saya lakukan?”
“Ciptakan hubungan antara dia dan sang pencipta, sehingga
setelah mengalami kematian dirinya akan tetap memiliki sahabat bahkan lebih
dari itu” kepala penjara.
“Anda sepertinya harus berganti profesi dari kepala
penjara menjadi seorang pendeta terkudus” menertawakan sang kepala penjara.
“Anak picisan sepertimu terobsesi menjadi sahabat buat
orang tuanya, tetapi tidak pernah memahami porsi ataukah makna di balik kata
tersebut” kepala penjara.
“Anda sepertinya benar-benar mengalahkan khotbah para
pendeta di luar sana” membalas kalimatnya.
“Entahlah, anggap saja seperti itu” kepala penjara.
“Ciptakan satu objek terbaik di balik kata persahabatan
antara ayah dan anak apa pun keadaannya menurut versi dengan makna paling
mendalam, understand?” dia segera membuka pintu ruangannya agar saya segera
berjalan keluar.
Semua sudah terjadi hingga menciptakan goresan luka di
segala arah. Rasa marah, malu, kecewa, tertekan, muak, depresi berkumandang
begitu saja sejak awal kasus pembunuhan kemarin. “Aras tidak mungkin lagi
berjalan ke arah papa” ingatan kata-kata tersebut ketika media memberitakan
kisah papa sebagai seorang psikopat.
“Jadilah sahabat bagaimanapun rasa sakit menghimpit
hingga mencabik-cabik ruang dinding di dalam sana” ucapan pria tua seolah
mengajarkan satu objek tentang hubungan terbaik antara ayah dan anak.
Seorang Aras hanya ingin objek terbaik saja untuk
dinikmati, tetapi tidak pernah berpikir tentang dinding pembentukan dikarenakan
retakan puing kaca berserakan dimana-mana. Berteriak memaki pun bukan jalan
keluar bagi seorang anak sepertiku. Jutaan kerikil tajam sepertinya memang
sengaja tertawa riang gembira di sekitar jalan setapak di sana.
“Aras akan belajar tentang dunia persahabatan antara
orang tua dan anak ketika permainan demi permainan terus menghimpit tanpa belas
kasih sedikitpun” menulis sebuah pesan terhadap papa melalui secarik kertas.
Kami berdua memang berada dalam sel penjara yang sama,
hanya saja sulit mengungkapkan perasaan sendiri melalui ucapan semata. Seolah
menulis merupakan satu-satunya jalan untuk menyatakan banyak hal tersembunyi
bahkan sulit dijelaskan karena makna dibaliknya. “Aras akan belajar mendekap
papa lebih dalam” memberikan kembali secarik kertas sambil berusaha tersenyum
seolah melupakan semua yang akan terjadi.
“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat
yang patah mengeringkan tulang” memberikan sebuah buku kosong.
“Lupakan tentang kematian! Aras hanya ingin papa
menghibur diri sendiri”...
“Dengan buku dan pensil?” papa seolah ingin tersenyum.
“Mungkin kalau papa menggambar wajah Aras, ka’Rae, atau
mama bisa membuat papa tertawa keras seperti dulu” menjawab pertanyaan papa.
“Anak bodoh” papa.
“Ciptakan objek persabatan sedikit berbeda selama
beberapa hari ke depan bahkan paling sulit dilupakan sebelum papa pergi”
berkata-kata menatap serius ke arahnya.
“Persahabatan?” papa.
“Ya, persahabatan paling sulit dilupakan antara ayah dan
anak” membalas kalimat papa.
“Permen buat papa” menyerahkan beberapa bungkus permen
sebelum beranjak meninggalkan dirinya.
Seorang Aras hanya ingin menghabiskan sedikit memory
terbaik di sekitar jalan setapak bagaimanapun alunan gelombang badai
mempermainkan keadaan. Semua orang bisa saja mengutuk, mengumpat, melemparkan
caci maki, mengucilkan terhadap dirinya, tetapi seorang anak sepertiku ingin
bertahan dengan peran sebagai sahabat buatnya. “Saya hanya perlu belajar
bertahan bertahan, dan bertahan” suara hati berbisik keras.
“Saya akan kembali mencoba bertahan sekali lagi andaikan
dinding pertahananku mengalami sedikit ataukah ribuan kekalahan” memberi
kekuatan terhadap diri sendiri.
8. Cerita memory…
Jalan setapak di sana memiliki sedikit perbedaan, tetapi
dinding pertahananpun harus belajar menyatakan kemenangan. Tuhan, Engkaulah
tempat perteduhanku turun-temurun.
Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia
diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.
Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai
anak-anak manusia!"
Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin,
apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau
menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di
waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.
Sungguh, kami habis lenyap karena murka-Mu, dan karena
kehangatan amarah-Mu kami terkejut. Engkau menaruh kesalahan kami di
hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah-Mu. Sungguh,
segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami
seperti keluh.
Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat,
delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab
berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Siapakah yang mengenal kekuatan
murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Kembalilah, ya TUHAN — berapa lama lagi? dan
sayangilah hamba-hamba-Mu! Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih
setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami.
Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami,
seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka.
Biarlah kelihatan kepada hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan
semarak-Mu kepada anak-anak mereka. Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas
kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami,
teguhkanlah itu.
“Pada akhirnya semua manusia akan kembali ke tanah
termasuk diriku” menarik nafas panjang.
“Masing-masing orang akan kembali menjadi debu dengan cara
berbeda-beda” ungkapan terbodoh di samping papa.
“Cara berbeda?” papa.
“Tidak menjadi masalah papa meninggalkan dunia dengan
cara seperti ini” berujar menatap ke arahnya.
“Yang menjadi masalah adalah roh papa akan berada dimana
setelah mengalami kematian?” lanjutan pernyataan terhadapnya.
“Berada dimana?” papa.
“Aras ingin papa memiliki sahabat terbaik jauh melebihi
apa pun setelah mengalami kematian” mengungkapkan sesuatu yang belum pernah
kulakukan.
“Sahabat terbaik” papa.
“Aras ingin sang pencipta maksudku Tuhan pemilik kasih
tanpa pernah menghakimi menjadi sahabat terbaik papa di dunia lain” pernyataan
gila.
Apa sosok anak sepertiku sudah gila? Entahlah. Selama
tubuh, jiwa, dan roh masih bersatu artinya pengampunan buat papa masih berlaku.
Tidak menjadi masalah papa meninggal dengan cara tidak terhormat karena
banyaknya jebakan permainan, hanya saja biarlah rohnya dijemput langsung oleh
sang pencipta. Tuhan, jadilah sahabat terbaik papa setelah dirinya mengalami
kematian.
“Orang banyak di luar bisa saja menjadi hakim terbaik,
tetapi Aras yakin kalau dua tangan Tuhan terbuka buat papa” menarik tangan papa
memasuki sebuah gereja kecil tidak jauh dari sel penjara.
“Berdoa bersama papa terdengar menyenangkan” mendekap
papa dalam ruang kecil gereja di sini.
“Aras hanya ingin papa menciptakan memory yang tidak
mungkin bisa dilupakan sebelum kematian menjemput” melanjutkan ucapan sebagai
seorang anak.
Tahun-tahun kemarin merupakan kisah dimana seorang ayah
menjadi pelindung buat anaknya. Ceritaku akan berkata lain hari ini ketika sang
anak ingin mencoba berjalan sebagai sahabat terbaik ayahnya sendiri. “Papa
tinggal menutup mata sambil meminta maaf terhadap sang pencipta dan meluapkan
semua rasa sakit di dalam sana” semakin mendekap dirinya.
Jalan setapak itu sepertinya memberikan cerita memory
berbeda di balik permainan badai tanpa henti. “Kenapa Aras tetap berdiri di
samping papa?” pertanyaan seorang ayah pertama kalinya buatku.
“Aras hanya ingin membuktikan kekuatan terbaik seorang
ayah ada pada dekapan dari anaknya sendiri” jawaban buatnya.
“Ucapanmu terlalu puitis” papa.
“Kalimat bodoh” sekali lagi papa berkata-kata sambil
menggeleng-geleng kepalanya.
“Terserah pemikiran papa seperti apa” berusaha tersenyum
dan melupakan tentang kematian...
Pusaran air berkata-kata sambil memainkan ceritanya
sendiri. Saya hanya ingin belajar berjalan dalam gelombang badai tanpa jeda di
jalan setapak itu. “Bagaimana hari-hari yang akan mama, ka’Rae, Aras lalui
setelah pergi?” suara hati berbisik di sana.
“Aras akan menjadi sahabat terbaik papa” berbisik
di telinganya.
“Ternyata ayah dan anak rupanya?” salah seorang napi
menyadari identitas kami berdua. Dia bernama Lukas bahkan dikenal sebagai mafia
terkejam. Berada satu sel dengannya terdengar menakutkan.
Kecerobohanku membuat dia menyadari kisah ayah dan anak
sekarang. “Anak ingusan sepertimu ternyata jauh lebih lugu dibanding pikiranku
selama ini” wajah bandar narkoba di hadapanku sangat menakutkan.
“Anak ingusan ternyata punya sedikit nyali juga rupanya”
tatapan ganas Lukas si’bandar narkoba.
“Jangan menyentuh sedikitpun dari kulitnya!” papa menatap
serius ke arahnya.
Papa selalu membiarkan tubuhnya tercabik-cabik oleh
mereka, namun sesuatu berkata lain untuk cerita hari ini. Apa perkelahian akan
terjadi? Apa identiitas seorang Aras juga akan terbongkar? “Saya sedikit
menyukai kisah ayah dan anak dalam sel penjara” Lukas menempelkan permen karet
bekas mulutnya ke wajah anak ingusan.
“Anak ingusan” terus saja menyebutku ingusan.
Sel penjara itu bercerita tentang sebuah dunia berbeda di
balik gelapnya permainan hidup. Entah kenapa tangan seorang bandar narkoba
selalu saja terhenti ketika ingin melemparkan sebuah pukulan ke arahku. Apa dia
memiliki satu pintu tersendiri di dalam dirinya?
“Barang anda terjatuh” memberikan selembar foto ke arah
sang bandar narkoba beberapa waktu setelah kejadian tadi.
Seorang gadis remaja tersenyum ceria memeluk sebuah
boneka. Di balik wajah menyeramkan, ternyata menyimpan sedikit cerita tentang
sebuah pelita kecil. “Anda juga sepertinya memiliki cerita hidup antara ayah
dan anak” memberi nada sindiran.
“Setidaknya berjalan ke arahnya dari pada tidak sama
sekali” berkata-kata tajam ke arahnya.
Sang bandar narkoba terdiam kaku tanpa kata-kata.
Memegang tangan papa di hadapannya, kemudian berjalan keluar meninggalkan sel
penjara. Seorang Aras ingin menciptakan sebuah memory cerita tentang dunia
persahabatan antara ayah dan anak. “Papa harus tersenyum kalau lagi foto”
mengabadikan beberapa objek.
“Kau dapat dari mana?” pertanyaan papa melihat handphone
di tanganku.
“Kepala penjara” menjawab asal.
“Bagaimana bisa?” papa.
Sejauh ini sosok kepala penjara di mata semua napi
dikenal sebagai manusia terkejam tanpa belas kasih. Lantas? “Mungkin kepala
penjara lagi dimasuki sedikit roh kebaikan” ujarku terhadap papa.
“Roh kebaikan?” papa.
“Ya seperti itulah” menjawab papa.
“Lupakan kepala penjara!” menarik tangan papa.
Sejak kecil papa tidak pernah melepas tangan Aras
sedikitpun. Tangan Seorang Aras hanya bercerita tentang kelemahan semata,
tetapi papa tetap berdiri di samping untuk mengajarkan banyak objek. “Aras akan
belajar menggenggam tangan papa” mendekap tubuhnya.
Saya ingin menciptakan 1001 cerita memory sebelum papa
pergi. Memberi senyum terbaik sebagai kekuatan yang tidak mungkin dilupakan.
“Buat papa” memberikan beberapa permen rasa buah ke tangannya.
“Sepertinya Aras dan papa harus berfoto sambil memegang
permen” mengamat-amati napi di sekitar.
“Papa harus pamer gigi kalau lagi foto” sosok Aras seolah
lupa tentang dunia esok.
“Papa, coba pegang bunga di sana!” berbisik ke
telinganya.
Kami berdua tertawa lepas dan seolah lupa tentang cerita
menakutkan esok. “Gimana masakan Aras?” membayangkan masakan pertama yang
kubuat dulu.
“Hangus” papa menjawab spontan.
“Dibalik kata hangus tadi, terselip kisah persahabatan
antara ayah dan anak” papa.
“Papa”...
“Terima kasih karena Aras selalu berjuang menjadi sahabat
terbaik” papa.
Tuhan, bisakah waktu berlalu begitu lambat untuk hari
ini? Hari terakhir menjadi sahabat papa akhirnya datang. “Aras ingin bersama
papa semalaman di suatu tempat” untuk terakhir kalinya menarik tangan papa.
Papa hanya diam tanpa berkata-kata. Kami berdua duduk
dalam sebuah gereja kecil di antara kesunyian malam. “Dasar anak picisan,
bodoh, lugu, polos, ingusan” mengingat kata-kata kepala penjara setelah
memohon sesuatu terhadapnya.
Membiarkan napi berada di tempat seperti ini sebelum
hukuman mati berlangsung artinya kepala penjara harus siap menanggung resiko.
Apa yang akan terjadi esok? Kata kehilangan mungkin menjadi satu objek
mematikan bagi seorang Aras. Diam seribu bahasa di sekitar ruang tersebut tanpa
berkata-kata. Permainan demi permainan bisa saja menari sambil tertawa di jalan
setapak, tetapi ruang tersendiri sepertinya sedang memainkan seni hidup dengan
cerita makna terdalam...
“Tuhan, jadilah sahabat terbaik papa setelah pintu
kematian menjemput dirinya” mendekap erat papa.
“Ampuni tiap kesalahan yang sudah diperbuat papa, baik
disengaja maupun tidak ataukah dalam keadaan sadar maupun tidak” doa itu keluar
begitu saja tanpa henti.
Saya ingin menghabiskan waktu terakhir bersama papa di
sini. “Berdoa, berdoa, berdoa, berdoa, dan berdoa” suara hati bergema di
alamnya sendiri.
“Maaf untuk semuanya” kalimat papa pertama kali setelah
beberapa jam membisu. Tetap mendekap papa dan tidak peduli waktu berlalu sekian
jam...
“Kenapa papa harus meminta maaf?”
“Papa tidak bisa menjadi sahabat terbaik buat mama,
ka’Rae, dan juga Aras” papa.
“Aras juga minta maaf untuk semuanya” membalas kalimat papa.
“Anak bodoh harusnya papa...” ujar papa sekali lagi
memberi sedikit ledekan.
“Tidak ada anak yang terlahir sempurna bagaimanapun
situasi objek dalam dirinya” berkata-kata dan tetap mendekap papa makin erat.
“Begitupun sebaliknya, tidak ada orang tua sempurna di
dunia. Lantas kenapa papa harus minta maaf?” melanjutkan kalimatku tadi...
9. Jadilah sahabat terbaik…
Inilah kisah hidup
antara ayah dan anak. “Aras harus janji” papa
“Anak papa bisa berlari kuat apa pun objek di depannya”
papa.
“Papa”...
Kami berdua menghabiskan waktu dengan terus mendekap
papa. “Tuhan, jadilah sahabat terbaik Aras bagaimanapun situasi di depannya
nanti” ungkapan doa papa pertama kalinya terdengar olehku.
“Jadikan Aras seperti burung rajawali tanpa pernah
terlihat lemah” papa balik mendekapku.
“Rasanya hangat” tersenyum dalam dekapan papa. Dunia bisa
saja melemparkan kutuk terhadapnya, tetapi dia tetaplah papa terhebat buatku.
Tidak menjadi masalah makian di lempar oleh mereka di luar sana, akan tetapi
hati seorang anak sepertiku ingin tetap berlari masuk dalam dekapannya. Tidak
ada orang tua sempurna di dunia ini, tiap dari mereka pasti pernah melakukan
kesalahan. Begitupun sebaliknya papa sama seperti orang tua lainnya...
“Tolong jaga ka’Rae” tanpa sadar air mata yang selalu
ditahan keluar begitu saja...
“Dia hanya gadis lemah bahkan Aras jauh lebih kuat
darinya” papa.
“Tuhan, beri ka’Rae dan juga Aras kekuatan menghadapi
hari esok” papa makin mendekap kuat tubuhku.
Untuk kali ini saya akan belajar bertahan sekali lagi.
Apa puing pengharapan masih bercerita tentang suatu dinding pertahanan di jalan
setapak itu? Dua kaki ingin belajar untuk tetap berdiri di antara desiran ombak
deras tanpa henti. Ruang dinding di dalam sana benar-benar sesak seolah...
“Fighting” memeluk papa terakhir kalinya.
“Biarkan Aras berada di tempat papa menghembuskan
nafas terakhirnya” memohon sesuatu terhadap sang kepala penjara beberapa
hari yang lalu.
“Dasar anak picisan, ingusan, bodoh, kelewat stres”
kepala penjara menggeleng-geleng kepala menatap ke arahku. Beliau pada akhirnya
membiarkan saya berada di tempat eksekusi papa.
Hal terkacau lagi adalah ka’Rae memaki habis-habisan
setelah menyadari apa yang telah kulakukan. “Bajingan gila” teriak
ka’Rae.
“Aras hanya ingin menyatakan defenisi persahabatan
antara ayah dan anak” jawaban tersebut cukup membuatnya terdiam seketika.
Setidaknya saya tidak akan menyesali tentang banyak hal
di kemudian hari. Dekapan papa semalam menjadi kekuatan tersendiri untuk
menghadapi hari ini ataupun esok. “Tuhan pasti akan menjadi sahabat terbaik
papa di alam sana” berteriak ke arah papa.
“Aras sayang papa”
“Aras tidak pernah malu memiliki orang tua seperti
papa”
“Papa harus tetap semangat” terus menerus berteriak ke
arah papa.
“Papa juga sayang Aras” balasan papa berusaha untuk
tersenyum setelah beberapa peluru mencabik dirinya.
Tuhan, sekali lagi saya ingin menyatakan pertahanan
terbaik dan tidak lagi terlihat seperti manusia bodoh. Darah segar mengalir
keluar tanpa henti dari tubuh papa. Tuhan, ajar hidupku untuk tidak menjadi
pembenci terhadap siapapun.
Ombak permainan sekitar jalan setapak begitu menyesakkan.
Saya hanya harus belajar bertahan sekali lagi apa pun keadaannya. “Papamu
memberikan buku ini beberapa jam lalu” pertama kalinya bandar narkoba
meneteskan air mata di hadapanku.
Saya tidak langsung membawa papa karena masih harus
menandatangani beberapa berkas pengambilan mayat. “Be strong”
tulisan tangan papa bagian depan buku.
Tulisan kaligrafi papa seolah memberi kehangatan
tersendiri. Rajawali terbang tinggi menjadi halaman pembuka buku tersebut.
“Papa Aras memang beda dibanding para ayah di luar sana” suara hati berbisik.
Papa menggambar burung rajawali terbang tinggi tanpa
pernah memperdulikan badai di hadapannya. “Be strong” sekali lagi papa menulis
dua kata tadi pada bagian bawah gambar tersebut.
Rajawali merupakan sosok hewan terkuat ketika badai
berada di sekitarnya. “Jadilah seperti rajawali tidak terlihat lemah, tetap
tenang, bahkan menjadi begitu kuat” tulisan kata-kata berikutnya.
Buku pemberianku ternyata digunakan papa untuk menggambar
beberapa objek tertentu. Apa yang akan terjadi setelah ini? Seluruh media
sedang meliput eksekusi mati seorang pembunuh terkejam. “Dia pantas mendapatkan
hukuman mati” komentar seorang netisen.
“Setidaknya manusia psikopat mendapat balasan setimpal
atas semua yang sudah terjadi” netisen lain berkomentar.
“Hukuman mati ini membuktikan kalau orang kecil bisa
menang melawan orang-orang berkedudukan tinggi ataukah pemilik harta banyak”
suara netisen dari tempat lain.
“Doa sejuta umat mengalahkan manusia-manusia iblis di
atas, wow” komentar demi komentar bertebaran.
Tidak seorangpun mengucapkan kata-kata simpatik terhadap
papa. Sekali lagi, saya ingin belajar bertahan hidup bagaimanapun rasa sesak
membungkus tanpa henti. Ka’Rae terus saja menangis di samping kuburan papa.
Semua orang bersukacita atas kematian manusia psikopat.
“Kakak ingin mencoba bertahan, tapi sepertinya gagal”
ka’Rae menangis sejadi-jadinya.
“Ka’Rae hanya perlu mencoba kembali” mendekap kuat tubuh
ka’Rae.
“Rasanya sakit” ka’Rae.
“Be strong” membelai rambut ka’Rae.
“Bagaimana kalau kakak gagal lagi?” ka’Rae.
“Kalau gagal artinya ka’Rae harus mencoba lagi” berusaha
terlihat kuat.
“Aras masih ingin melihat kakak berteriak memaki,
terlihat menyeramkan, bertengkar, dan lain sebagainya” tetap mendekap kuat
ka’Rae.
“Bajingan gila” ka’Rae.
“Cukup papa yang pergi meninggalkan Aras” menyadari
pikiran ka’Rae.
“Tuhan, beri kekuatan buat ka’Rae” suara hati bergema
berusaha menahan rasa sesak.
Dunia bisa memberi nada kutukan demi kutukan, akan tetapi
sosok Aras harus tetap berdiri di tengah permainan ombak. “Jika engkau tawar
hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu” sebuah tulisan terpajang sangat
manis tidak jauh dari tempat kami berdiri. Apa sang pencipta memang sengaja
mengirim seorang anak kecil penjual bunga.
Si’anak kecil tadi memakai sebuah tshirt dengan sebuah
pernyataan di bagian depannya. Masa sesak itu memang membuat semua objek pergi.
“Buat kakak” si’anak kecil memberi beberapa permen aneka rasa ke tanganku.
“Kakak hanya perlu sedikit tersenyum” gadis kecil berlari
meninggalkan kami setelah berkata-kata.
Tidak peduli seberapa besar hujatan orang banyak, akan
tetapi dua kaki hanya perlu belajar bertahan. “Aras bangga memiliki papa
terbaik” menatap foto papa dalam kamar.
“Terima kasih Tuhan, memberi Aras memory terbaik bersama
papa” bulir-bulir kristal itu akhirnya mengalir deras di tempat tersembunyi.
Memory persahabatan antara ayah dan anak sepertinya
menyimpan cerita tersendiri. Karena sebuah keadaan akhirnya nada musik berseni
memainkan perannya di tengah permainan badai sekitar jalan setapak. Tuhan,
sekali lagi saya ingin belajar berjalan bagaimanapun sesaknya dinding ruang di
dalam sana.
Semua akan berlalu tentang jalan setapak bersama
ceritanya. “Kenapa saya harus terlahir dari ayah sepertimu?” seorang gadis
remaja berteriak sejadi-jadinya di sekitar ruang tunggu dari penjara tempat
papa.
Apa yang sedang kulakukan di sini? Entahlah. Membawakan
makanan dan sebuah kotak berisi permen untuk seseorang di penjara terdengar
bodoh. “Kenapa Tuhan harus mengirim ayah sepertimu menjadi ayah Sea” makiannya
makin menjadi-jadi.
Bandar narkoba bernama Lucas ternyata memiliki seorang
putri. Dia tetap diam seribu bahasa mendengar tiap nada kebencian dari anaknya
sendiri. “Manusia bodoh” tertawa sinis menyaksikan suasana di depan.
Gadis remaja itu berjalan keluar meninggalkan dirinya.
Sang bandar narkoba tersadar kalau saya melihat semua kejadian tadi. “Kenapa
dia tidak bisa sepertimu?” di balik wajah menyeramkan terdapat hati paling
rapuh seolah ingin menangis sejadi-jadinya.
“Andaikan dirinya sekali saja berkata...” ucapannya
terhenti sejenak.
“Sea ingin menjadi sahabat terbaik ayah” pernyataan bodoh
darinya...
“Ternyata nama anakmu Sea” sedikit mencibir.
“Lupakan!” ucapan bandar narkoba kembali memasang wajah
menyeramkan.
“Jelaskan maksud kedatangan anak ingusan ke tempat ini?”
bandar narkoba.
“Sekedar jalan-jalan saja mencari sesuatu” menjawab asal.
“Dasar anak picisan” Lucas.
“Buatmu” menyerahkan makanan dan sebuah kotak berisi
permen aneka rasa buah.
“Jangan kegeeraannn” berujar lagi.
“Siapa juga kegeeerann” tawa sinis Lucas.
“Sebagai ungkapan terima kasih atas buku papa” menatap ke
arahnya.
Entah sejak kapan, kami berdua tiba-tiba saja menjadi
sahabat sejati. Kegiatan terbodoh yang selalu menjadi perhatian tiap berjalan
menuju penjara adalah menyaksikan putrinya memaki sejadi-jadinya sebagai bahan
pelampiasan emosional. Kenapa juga sosok Aras harus selalu menjenguk si’bandar
narkoba tadi?
“Sea malu memiliki ayah sepertimu” ucapan putri semata
wayangnya tiap berada di penjara.
“Kenapa Sea harus terus-terusan berdiri di hadapan pria
sepertimu?”
“Sea ingin mati”...
“Sea tidak pernah memiliki teman karena memiliki ayah
seorang bandar narkoba.” Kegiatan terbodoh putrinya selalu dan selalu bahkan
akan selalu melampiaskan objek-objek gila di tempat tersebut.
“Gadis remaja tergila yang pernah ada” berkata-kata
seorang diri tiap menyaksikan luapan sisi emosionalnya di sekitar penjara.
“Kalau membenci, kan ngapain menjenguk?” tertawa sinis.
“Berhenti menjenguk si’bandar narkoba di penjara!” Lucas
menatap serius ke arahku.
“Saya juga kemari untuk terakhir kalinya” membalas
ucapannya.
Kehidupan baru Aras akan berada di tempat asing. “Saya
dan kakakku ingin keluar negeri besok lusa” berkata-kata lagi.
“Dasar anak picisan” Lucas.
“Kami berdua ingin memulai kehidupan baru di tempat
asing” menyerahkan sebuah kotak berisi permen aneka rasa buah.
“Selalu saja” tertawa sinis.
“Setidaknya hatimu bisa terhibur karena permen ini”
membalas ucapannya.
“Jaga dirimu” berkata-kata lagi. Kegiatan bodohku selama
setahun setelah kepergian papa adalah menjenguk manusia bandar narkoba tiap
minggunya.
Semua akan berlalu seiring berjalannya waktu. Jalan
setapak bersama cerita tidak terduga masih saja memainkan musik tertentu. “Mama
sayang Aras” pelukan mama tiap berdiri di hadapannya. Untuk terakhir kalinya
menjenguk mama di penjara. Kegiatan lainku adalah menjenguk mama sama seperti
yang sudah kulakukan terhadap si’bandar narkoba.
“Maaf, selalu membuat Aras juga ka’Rae malu di hadapan
orang banyak” kalimat mama.
“Tuhan memiliki maksud tertentu di balik semua yang
terjadi. Jadi, mama ga perlu minta maaf” memeluk keras mama.
“Ka’Rae dan Aras diajar untuk menjadi anak mandiri, tidak
manja, menyadari tentang seni hidup walaupun dikatakan dengan keadaan seperti
ini” makin mendekap mama.
“Sekali lagi maafkan mama” seolah permintaan maaf tadi
tidak pernah bosan keluar dari bibir mulutnya.
“Aras tidak pernah menyesali semua yang sudah terjadi”
berujar...
“Anak mama selalu menderita” mama.
“Siapa bilang Aras menderita? Aras tidak pernah menyesal
harus terlahir dari rahim mama” pernyataan seorang anak yang sedang ingin
belajar bertahan tentang sebuah perjalanan...
“Mama harus sabar menunggu Aras juga ka’Rae” berkata-kata
kembali.
Rumahku sepertinya hancur berkeping-keping karena satu
jenis objek di luar kendali. Rasa sesak membungkus tiap saat sekitar jalan
setapak. Tenanglah hai jiwaku, biarlah rasa sakitmu menciptakan seni musik
hidup tersendiri...
“Bajingan gila, tunggu” sepertinya dunia ka’Rae berangsur
membaik.
“Mau kemana?” teriak ka’Rae.
“Melakukan sesuatu hal untuk terakhir kalinya” menjawab
ka’Rae sambil berlari.
“Ingat pesawat akan terbang sekitar jam 3” ka’Rae.
“Tenang saja, Aras tidak mungkin terlambat” menjawab
ka’Rae.
10. Berseni ketika terbang…
Dua kakiku terus saja
berlari menuju suara tempat. “Tunggu Aras di bandara!”
berteriak setelah menyeberangi salah satu jalan terbesar. Apa yang sedang
kulakukan? Kegiatan bodohku adalah ingin memberi sebuah pelajaran berharga
terhadap seseorang.
“Hei gadis centil, iblis, tukang emosional” berteriak
memaki seorang gadis remaja yamg sedang duduk bersama sekumpulan preman.
Dia berbalik ke arahku. “Kau pikir kelakuanmu itu bisa
merubah banyak hal? Dasar gadis bodoh paling bodoh sedunia” memaki dirinya.
Kami berdua memang tidak pernah bertegur sapa ketika bertemu di penjara.
“Apa kata malu memiliki ayah seperti dirinya menyelesaikan
masalah? Apa dengan berkelakuan iblis seperti ini menjadi penghiburan?”
menyerang ke arahnya.
“Dasar gadis iblis. Setidaknya sekali saja belajarlah
untuk menjadi sahabat buatnya bukannya malu memiliki ayah seperti dia.”
Pernyataan bodoh buat gadis remaja mengajarkan satu objek lain lagi...
10
tahun kemudian...
Perjalanan di balik reruntuhan hidup bermuara tiap
detiknya. “Bajingan gila” teriak ka’Rae seperti biasa melalui saluran telepon.
“Suasana perkotaan masih tetap sama setelah 10 tahun
berlalu” tersenyum sinis menatap lorong jalan sempit di sana.
Saya dan ka’Rae menghabiskan waktu di tempat asing.
Kuliah sambil bekerja merupakan sebuah tantangan tersendiri untuk kami berdua.
Ka’Rae sendiri sedang bergerak di dunia psikologi. Dia selalu tampil pada tiap
acara-acara besar di negara asing tempat kami berjuang. Karir ka’Rae sebagai
seorang psikolog terbilang sukses besar setelah berhasil memulihkan dirinya
sendiri. Perjalanan tidak mudah buatnya, tetapi kakakku tidak lagi bercerita
tentang kegagalan untuk bertahan karena rasa sesak...
Saya sendiri ingin kembali ke negara ini setelah 10 tahun
berlalu. Alur ceritaku memiliki jenis porsi bersama satu ciri khas tertentu. “Rajawali
terlihat kuat, cool, berseni ketika terbang begitu tenang bahkan makin tinggi
di tengah badai paling mengenaskan” tulisan papa pada salah satu lembaran
buku pemberiannya.
“Sekali lagi papa meminta maaf atas semua yang terjadi”
ujaran penyesalan seorang ayah bagian lain dari lembaran buku tersebut.
Kenapa sosok Aras ingin kembali ke tempat dimana retakan
puing-puing mencabik banyaknya objek? Entahlah. Apa yang salah dengan
keputusanku sekarang? “Ternyata pria tua masih tetap saja melakukan kegiatan
gila” kalimat pertama setelah berada di sebuah klinik kecil.
“Akhirnya kau datang juga” pria tua dengan cepat
mengenali suaraku.
“Desa ini masih sama seperti dulu, tidak ada yang
berubah” memandang suasana pedesaan di depanku.
“Apa kau tidak ingin memeluk sebagai pelampiasan
emosional mungkin?” pria tua.
Dua kaki segera berlari kecil untuk mendapatkan pria tua
di depanku. “Wajahmu makin tua” celoteh pria tua.
“Terima kasih buat semuanya” memeluk tubuh pria tua di
hadapanku.
“Saya selalu berharap sosok Aras berdiri di depan sambil
memasang wajah judesnya” pria tua.
“Doaku ternyata dikabulkan juga oleh sang pencipta” pria
tua.
Kami berdua menghabiskan waktu bersama sambil memancing
di sekitar danau tidak jauh dari klinik. “Kau pasti sudah melalui banyak objek
menakutkan di luar sana” pria tua.
“Biasa saja” membalas ucapannya.
“Dasar anak picisan” pria tua.
Kehidupan keras mengajar seseorang tentang satu nilai.
“Rencanamu sekarang?” pria tua.
“Menjenguk mama, menghabiskan waktu denganmu tiap
weekend, menjadi photographer di sela-sela waktu luang, dan lain sebagainya”
sedikit tersenyum.
“Anak picisan” pria tua masih terus mengejekku.
Kegiatan tergila lainnya lagi setelah memancing adalah
si’pria tua sibuk berjalan ke pasar kemudian memasak aneka jenis makanan.
“Makanlah!” perintahnya.
“Warisan dari maminya mamiku” menyindir kalimatnya dulu.
“Apa kau tahu kalau mamiku punya mommy selalu memasak
dengan resep paling enak mengalahkan olahan masakan apa pun?” pria tua.
“Aras juga baru tahu” menjawab dirinya. Kami berdua
tertawa keras untuk pertama kalinya. Seni hidupku sepertinya menari riang
gembira sekitar tempat ini.
Sebuah perjalanan mengajarkan deretan kerikil tajam
membentuk kisahnya sendiri. Kegiatan terbaikku hari ini setelah bangun pagi
adalah berlari kecil sambil memotret sedikit pemandangan. Selalu mengenakan
celana pendek bersama thsirt. “Anak picisan” tegur pria tua.
“Kau mau kemana?” pertanyaannya menyadari sesuatu hal...
“Aras ingin menghabiskan waktu sebelum memulai
petualangan di tempat kerja baru” merapikan semua barang-barangku.
“Baru juga sehari disini, sudah mau cabut” pria tua
semacam tidak rela.
“Aras pastikan berkunjung tiap liburan. Jadi, pria tua
jangan khawatir” tersenyum ke arahnya.
“Kabar kakakmu gimana?” pria tua.
“Ka’Rae sukses berperan sebagai psikolog” berjalan keluar
meninggalkan dirinya.
“Dasar pria tua sudah tahu ka’Rae gimana sekarang, masih
bertanya” menggeleng-geleng kepala mengingat percakapan kami tadi. Ka’Rae dan
saya tidak pernah putus kontak dengannya walaupun kami berada di tempat
berbeda.
FLASHBACK...
“Jangan lupa memakai baju hangat, di luar pasti sangat
dingin karena badai salju” pria tua berkata-kata melalui video call.
“Jangan lupa sarapan!” pria tua selalu mengirim pesan.
“Istirahat cukup” omelannya melalui telepon.
“Fighting buat ujian Aras” berteriak dari sebuah video.
“Ka’Rae, pasti bisa menjadi apa yang diingini hati” tanpa
bosan mengirim pesan.
FLASHBACK...
Pria tua sudah seperti ayah buat kami. Pengganti papa
setelah kepergiannya. Btw, udara pedesaan ini begitu sejuk hingga membuatku
lupa banyak hal yang sudah terjadi. Perjalanan kembali menuju kota besar
memakai bis menyusuri pemandangan gunung demi gunung di sekitarnya. “Tuhan,
jadilah sahabat terbaik buat Aras setelah kepergianku” bayangan tulisan papa
memutari kepalaku sepanjang perjalanan.
“Kakak, permisi, sudah sampai” seorang petugas tiba-tiba
saja berdiri di sampingku.
“Maaf” tersadar seketika.
“Sepertinya kakak bermimpi indah sampai tidak sadar
begitu” gurauan darinya.
“Sepertinya” tersenyum membalas ucapannya.
Memotret beberapa gambar di sekitar jalan setelah turun
dari bis tadi menjadi sesuatu hal menyenangkan. “Siapakah pemilik dirimu”
tersenyum menatap seekor anak anjing mungil di depanku.
“Cookie, kemarilah!” suara bariton seorang gadis berwajah
judes galak.
“Ternyata namamu Cookie” sedikit berbisik.
Gadis itu berjalan mengambil anak anjing di tanganku.
“Buatmu” dibalik wajah judesnya ternyata...
“Permen aneka rasa buah” sedikit tertawa.
Dia berjalan pergi tanpa berkata-kata lagi setelah
memberikan permen tadi. Sosok Aras kembali menikmati perjalanan menuju sebuah
tempat tidak dari pusat kota. Debu siang makin menghiasi pintu-pintu ruang
kota.
“Kenapa saya harus terlihat bodoh di hadapanmu?” suara
bariton seorang gadis menatap tajam seseorang. Ternyata gadis itu sudah
beranjak menjadi sosok yang berbeda. Dia masih saja seperti dulu, selalu
melemparkan ucapan kacau di depan ayahnya.
“Kau akhirnya datang” rasa haru melingkupi bandar narkoba
menyadari kehadiranku hingga menghentikan gadis tadi berkata-kata.
“Ternyata gadis tadi bernama manusia iblis” sedikit
menyindir putrinya.
Hal terbodoh adalah dia tidak terpancing ataukah
meledakkan sisi emosionalnya setelah itu. “Kenapa kau tidak pernah marah
mendengar caci maki manusia di depanmu?” pertanyaan memuakkan...
“Anggap saja apa yang dilakukan olehnya sebagai bahan
penghiburan” jawaban seorang ayah berusaha menahan rasa sakit di dalam sana.
“Seorang mafia narkoba tiba-tiba berkata makian anak
sendiri merupakan bahan penghiburan?” tertawa sinis.
“Zea akan berhenti melemparkan makian terhadapnya kalau
Tuhan membuatku berjodoh denganmu, bagaimana?” gadis gila itu berubah menjadi
makin gila...
“Zea ga jelek-jelek bangetan” gadis iblis.
“Dasar agresif” menyindir ganas.
“Maafkan kelakuan putriku” Lucas segera mendorong tubuh
anaknya agar segera meninggalkan tempat ini.
“Sejak dulu Zea menanti-nantikan dirinya, akhirnya Tuhan
menjawab doaku” gadis itu makin gila.
Kenapa acara besuk-membesuk berubah menjadi arena
menjijikkan seperti ini? Anak mafia narkoba ternyata gadis mesum tingkat dewa.
“Dia sudah pergi, jangan masukkan ke hati ucapannya” Lucas terlihat malu.
“Bagaimana kabarmu?” pertanyaan terhadapnya.
“Seperti yang kau lihat tetap sama” Lucas.
“Kau banyak berubah” menatap dirinya dari ujung rambut
hingga ujung kaki.
“Karena ucapan seorang anak, sepertinya menciptakan
perubahan cukup drastis” Lucas.
“Wow” tersenyum menggelikan.
“Terima kasih untuk semuanya” Lucas.
“Anak yang kau maksud?” menunjuk diri sendiri.
“Seni persahabatan antara ayah dan anak terdengar keren
juga” Lucas.
“Maksudmu?”
“Terima kasih karena sudah mengubah cara berpikir Zea”
Lucas.
“Apa?” masih belum mengerti ucapannya.
“10 tahun lalu seseorang berteriak ke arah gadis kecilku
hingga membuatnya ingin kembali berjalan untuk menemukan jalannya sendiri”
Lucas.
“Gadis gila itu tetap saja melemparkan makian ke arahmu”
menyadari sesuatu hal.
“Setidaknya gadis kecil mulai berjalan ke tempat yang
memang seharusnya dia berjalan” Lucas.
“Entahlah” membalas ucapannya.
11. Memiliki porsinya masing-masing…
Seorang mantan Bandar
narkoba sedang menikmati masa tuanya di penjara. “Jangan
ambil hati apa pun ucapannya” Lucas.
“Buatmu” menyerahkan beberapa bungkus permen aneka rasa
buah.
“Selalu dan selalu dan selalu” Lucas.
“Ada yang salah dengan pemberianku?”
“Entahlah” Lucas.
Kehidupan masa lalu mengajarkan satu karakter di sekitar
jalan setapak. Rasa benci, sakit, muak, marah selalu saja bermain terhadap
objek jalan setapak di sana. Semua berangsur pergi perlahan demi perlahan
seiring berjalannya waktu.
“Bagaimana kabar mama?” memeluk mama di depanku.
Kegiatan seorang Aras hari ini adalah berjalan menuju
beberapa sel penjara. “Kabar Aras sendiri bagaimana?” mama balik bertanya ke
arahku.
“Ka’Rae bagaimana?” mama masih terus bertanya.
“Ka’Rae baik sama seperti Aras” menjawab mama.
“Aras ga bohong kan?” seorang ibu menyadari sesuatu dalam
diri anaknya.
“Aras juga ka’Rae baik” sekali lagi meyakinkan mama.
“Sekali lagi maafkan mama” tangis mama pecah.
“Seandainya Tuhan tidak mengizinkan kasus seperti ini
masuk dalam keluarga kita, mungkin Ka’Rae dan Aras akan berjalan dengan begitu
angkuhnya di luar sana” memeluk kuat mama.
“Aras” mama.
“Aras belajar mandiri, dewasa, bermental baja, menyadari
keberadaan sang pencipta” sekali lagi berusaha meyakinkan mama tentang banyak
hal.
“Sekali lagi maaf” mama.
“Terlihat menyakitkan, pedis, sesak. Tapi, jangan selalu
menilai segala sesuatu dari sisi negatif semata”...
“Semua orang melempar caci maki ke arah ka’Rae dan Aras”
mama.
“Mama harus belajar mengambil sisi positif dibalik permasalahan
yang terjadi, walaupun dikatakan memalukan ataukah menyesakkan” semakin
mendekap mama.
Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini. Saya akan
tetap bangga menjadi bagian terpenting dari kehidupan mama. Andaikan sosok Aras
tidak pernah melewati permainan objek sekitar jalan setapak, tentu hidupku
tidak mungkin mengenal tentang satu makna seni di balik sebuah badai.
“Ka’Rae sukses menjadi seorang psikolog terkenal”
berusaha menghibur mama.
“Buat mama dari ka’Rae” menyerahkan sebuah kotak buatnya.
“Anak mama” tangis mama masih tidak terbendung.
“Aras dan ka’Rae selalu ada buat mama” membelai rambut
mama.
Semua sudah berlalu. Cerita kemarin, hari ini, dan esok
memiliki porsinya masing-masing bahkan mungkin saja tidak akan pernah sama.
Belajar menyukai dan mencintai jalan setapak merupakan penghiburan tersendiri.
Alur ceritaku menjadi berbeda ketika dua kaki menyadari seni di balik permainan
tarian sekitar jalan setapak itu.
“Terima kasih Tuhan memberi Aras sosok ayah terbaik”
memegang batu nisan papa. Kegiatan terakhirku hari ini adalah ziarah ke makam
papa setelah menjenguk mama di penjara.
Persahabatan antara ayah dan anak menciptakan memorinya
tersendiri. “Be strong” tulisan papa padabuatku.
“Tuhan punya maksud dan tujuan atas semua yang terjadi” tidak
terasa bulir-bulir kristal itu berjatuhan begitu saja dari dua bola mataku.
“Kau selalu seperti ini” tiba-tiba saja sebuah suara
tidak asing lagi terdengar melalui handphone milikku.
“Selalu menangis di tempat tersembumyi, berpura-pura kuat
di hadapan orang banyak” sepertinya ka’Rae menyadari keberadaanku sekarang.
“Jelaskan maksud dan tujuan ka’Rae menelpon Aras!”
mengalihkan pembicaraan.
“Kakak hanya lagi mencari teman untuk bertengkar,
understand?” ka’Rae.
Seperti biasa ka’Rae memang sengaja memainkan
keusilannya. Dunia kakak beradik memiliki ceritanya sendiri dalam tarian musik
sekitar jalan setapak itu. “Besok hari pertamamu bekerja, jadi, jangan membuat
masalah tidak jelas dengan tingkahmu!” ka’Rae.
“Aras ngerti, bawel banget” membalas kalimatnya melalui
telepon.
Besok hari pertama Aras memulai aktifitas terbaru di
negara ini. Apa yang akan terjadi dengan alur ceritaku esok? Untuk beberapa
saat saya ingin menghabiskan cerita tersendiri di sini.
“Nampak seperti motor klasik” tersenyum seorang diri
menatap satu pemandangan di depanku.
“Cool” sekali lagi berucap. Motor papa sewaktu muda masih
bisa digunakan dengan baik. Pria tua itu bisa dipercaya untuk menyimpan
beberapa benda peninggalan papa di rumahnya.
“Kakak Fruity” seseorang berteriak keras di belakang.
“Kakak Fruity” terus saja berteriak.
“Siapa yang dimaksud? Perasaan tidak ada siapa-siapa?”
bertanya terhadap diri sendiri.
“Gadis itu lagi” setelah berbalik...
“Pagi jodoh terbaikku maksudku calon pendamping hidup
salah maksudku ka’Fruity” ucapannya membuatku terbelalak seketika.
“Sa sa sa sa ya maksudnya Fruity?”
“Ya begitulah” semangat 45 darinya.
Kenapa saya tiba-tiba serangan jantung mendadak? Tuhan,
bisakah gadis centil di depanku tidak lagi menampakkan dirinya? Manusia gila.
Mimpi apa saya semalam?
“Kakak mau berangkat kerja?” dia bertanya tanpa rasa
malu.
“Sejak kapan kita berdua akrab satu sama lain?” masih
berusaha bersikap tenang.
“Sejak kakak berteriak ke arah Sea 10 tahun lalu” jawaban
spontan.
“Gadis gila” membalas ucapannya.
“Terserah” seolah dia tidak peduli ucapanku.
“Tolong tolong tolong” seseorang berteriak lebih kacau
lagi dari arah seberang jalan.
“Istri saya mau melahirkan” teriaknya sekali lagi.
“Gawat” gadis itu segera menarik tanganku untuk berjalan
menuju ke seberang jalan.
“Pembukaan sudah lengkap” kalimat selanjutnya setelah
melakukan pemeriksaan. Isi tasnya ternyata beberapa peralatan medis.
“Kakak, tolong tekan tombol di sampingmu!” gadis gila
berteriak. Transportasi medis memang diperuntukkan terhadap penanganan darurat
seperti korban kecelakaan, ibu hamil, dan beberapa kasus berat lainnya.
“Tekan tombol biru!” gadis gila masih berusaha menolong
pasien tersebut. Seperti diketahui bersama jika tombol biru tersebut memang
diperuntukkan terhadap ibu yang ingin melahirkan ataukah kasus-kasus berat yang
berhubungan dengan kata kehamilan. Kasus berat dalam kehamilan melingkupi
pendarahan, syok, plasenta previa, nyeri perut tiba-tiba sebelum waktunya, dan
lain sebagainya. Tenaga medis di dalam box tranportasi tadi hanya akan memberi
penanganan pertama, selebihnya akan di bawah ke rumah sakit terdekat dari
tempat kejadian.
“Distosia bahu” gadis gila mencoba melakukan pertolongan.
“Bapak bantu saya!” gadis gila menyuruh sang pria tadi
agar membantu istrinya melakukan posisi yang tepat...
“Kakak tolong lakukan maneuver!” teriak gadis itu.
Berusaha melahirkan bahu depan si’bayi melalui teknik ini dengan cara sedikit
menekan bagian bawah perut ibu.
“Tidak berhasil” gadis gila berkutik.
“Lampu transportasi belum menyala artinya masih setengah
perjalanan kesini” gadis gila masih ngoceh.
“Mungkin sekitar 3 menit lagi” membalas kalimatnya.
“Tidak ada waktu” dia berbicara kembali.
“Kakak, bantu Sea lakukan teknik rubin!” gadis gila.
“Benar-benar dokter handal” sedikit menggodanya. Dia
berusaha memutar memakai dua tangannya untuk melahirkan bahu sang bayi.
“Bayinya lahir juga” gadis gila itu terlihat
bersemangat.
“Selamat anak anda perempuan” ucapan selamat bagi
pasangan suami istri tadi. Siapa pernah menduga, seorang ibu melahirkan di
jalan seperti sekarang.
“Tolong antar dia ke rumah sakit terdekat!” gadis gila berkata-kata
terhadap seorang dokter dalam box transportasi yang baru saja terbuka. Salah
satu petugas medis segera menekan tombol otomatis guna pemilihan rumah sakit
melalui sebuah layar kecil. Akhir cerita adalah transportasi tersebut tertutup
dan berjalan menuju rumah sakit yang ditentukan.
“Suami masa depanku, kenapa bisa menyadari bahasa-bahasa
alien tadi?” dia menyadari sesuatu hal.
“Maksudmu?”
“Kata-kata alien” gadis gila.
“Entahlah” menjawab kalimatnya.
“Btw, calon istri masa depanmu bukan seorang dokter, tapi
Cuma seorang bidan abal-abal” dia tertawa keras seketika.
Apa yang lucu dari pernyataan tadi? Lupakan! Kami berdua
berjalan bersama-sama di sebuah rumah sakit terbesar tanpa sadar. “Kenapa terus
mengekor?” tersadar sesuatu.
“Kakak saja yang mengekor bukan Sea” gadis gila.
“Dokter Aras” direktur rumah sakit menyapa kami
tiba-tiba.
“Ternyata dokter luar negeri yang dimaksud kakak?” gadis
gila.
“Pantas saja menguasai bahasa alien tadi” wajah gadis
gila itu terlihat menggemaskan juga...
“Apa yang kupikirkan?” segera memukul-mukul kepalaku
seketika.
“Ternyata pria tua itu tetap memantau seperti sosok FBI”
menyindir sesuatu terhadap sang direktur.
“Bukan karena beliau, tapi memang rumah sakit butuh
dokter sepertimu” kalimat direktur rumah sakit.
“Suami masa depanku ternyata dokter paling berpengaruh?”
gadis gila mulai lagi...
“Kalian saling kenal?” direktur rumah sakit.
“Jelas saling kenal, dia jodoh masa depan yang Tuhan
kirim buat Sea” gadis gila mulai menjawab spontan.
“Jangan dengarkan ucapannya” segera menyumbat mulut gadis
gila di sampingku.
“Anak zaman sekarang makin kesini makin tidak kenal
tempat” sang direktur beranjak pergi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Sampai jumpa lagi suami gantengku” dia memulai kembali
aksinya gilanya. Gadis agresif itu berjalan meninggalkan saya seorang diri.
Suami ganteng? Rasa-rasanya saya ingin memaki sekaligus berteriak histeris
sejadi-jadinya.
Hari pertama bekerja di sebuah rumah sakit terbesar
menyatakan objek menggelikan bahkan lebih dari kata tadi. “Aras, anggap saja
ini cobaan hidup” membayangkan tingkah laku gadis gila itu.
Loker pribadi milikku seolah tertawa menyaksikan objek
tidak terduga. “Dokter” seseorang berteriak ke arahku setelah berada di ruang
UGD.
“Pasien kecelakaan baru saja sampai” perawat tadi masih
terus mengekor di belakangku.
“Tanda-tanda vitalnya gimana?” segera berjalan ke arah
sang pasien.
“Nadinya melemah, pasien dalam kondisi tidak sadarkan
diri” jawaban dari perawat tadi.
Masa lalu dari ceritaku tiba-tiba saja muncul di depan
tanpa di undang. “Lakukan pemeriksaan lebih lanjut!” segera mengambil jeli.
“Tulang rusuknya sedikit mengalami pergeseran” mencoba
mengamati layar di samping.
“Syukurlah, dia hanya pingsan saja” berkata-kata dalam
hati.
Memory itu sepertinya bermuara kembali ke tepinya. “Kau
hanya masa lalu” tertawa sinis.
Rasanya sulit menjabarkan seseorang yang sedang terbaring
di hadapanku sekarang. “Jangan menjadi pembenci” kenapa juga suara itu
tiba-tiba bergema menggerogoti pikiranku.
12. Cinta & benci kan sebelas dua belas…
Memory masa lalu kembali
menyeruak tanpa ada kata permisi terlebih dahulu. Kenapa juga saya harus berpikir
objek-objek aneh semacam sekarang? “Saya hanya sedikit kecewa”
suara hati berbisik di alamnya.
“Bodoh” satu kata terbaik buat diri sendiri.
FLASHBACK...
Sinar matahari pagi sedang bersahabat denganku saat ini.
Sosok Aras menikmati harinya tiap saat memakai sepeda pemberian papa. “Minggir”
teriakan ganas seseorang ke arahku.
“Hancur” dia berteriak keras setelah kami berdua
terjatuh.
Sepeda miliknya nyaris hanyut di danau sebelah jalan.
“Darah” raut wajah histerisnya bermekaran.
“Dasar manja” dua kata buatnya.
Berusaha berdiri untuk mengambil kembali sepedaku. “Kau
mau meninggalkan gadis yang lagi sekarat?” teriakannya.
“Urus dirimu sendiri” berbicara judes.
“Hano bisa melapor ke polisi” kalimatnya.
Ternyata nama anak manja itu Hano. “Si’penabrak siapa dan
si’korban siapa?” berbalik ke arahnya.
“Apa kau tahu perbedaan antara korban dan penabrak?”
sekali lagi menatap serius.
Saya harus berjalan pincang karena kelakuannya. Hampir
saja papa mengamuk besar karena berpikir anaknya habis berkelahi di sekolah.
Kenapa juga seharian penuh kena sial terus? “Papa berkata kalau dalam hidup
tidak ada yang namanya sial, hanya saja seolah sang pencipta mengizinkan semua
itu terjadi ataukah bersifat entahlah” menarik nafas panjang.
Hari pertama masuk sekolah di sebuah kota. “Minggir”
seseorang berteriak hingga menghentikan langkahku seketika.
“Darah” suara itu seperti tidak asing di telingaku.
“Gadis itu lagi” sangat gerah melihat tingkahnya.
Seminggu yang lalu kaki hampir lumpuh karena
perbuatannya, sekarang dia kembali menabrakku. “Kalau kau tidak tahu mengayuh
sepeda, jangan dipaksa” nada sakartis menatap ke arahnya.
“Bukan saya yang tidak tahu, tapi sepertinya kena sial
terus kalau bertemu denganmu” tanpa rasa bersalah sedikitpun...
Dia hampir membuatku gila. Berusaha menahan diri
merupakan jalan terbaik. Saya harus kembali berjalan pincang karena
perbuatannya. Hari pertama berada di kelas sepuluh terdengar menyesakkan.
Kenapa juga harus satu sekolah dengannya.
Objek lebih gila adalah dia satu kelas denganku. Wali
kelas kami sengaja mengacak kursi parah murid hingga membuatku makin muak.
“Maaf saya tidak setuju satu meja dengannya” segera mengangkat tangan.
“Kalau sudah terjadi pelacakan seperti ini, artinya kau
bisa apa?” balasan kalimat sang wali kelas.
“Terima saja takdirmu” guru wali kelas kami tersenyum
bahkan membuat semu murid berteriak menggoda.
“Awal-awal saja ga mau, tapi lama-kelamaan bakal pacaran”
godaan salah satu dari temanku.
“Benci bisa dipupuk jadi cinta” kalimat yang lain.
“Benci dan cinta itu sebenarnya sih saudara kembar, jadi,
hati-hati” ujaran temanku lagi.
Kenapa bisa saya mengalami kejadiaan menggelikan seperti
ini? “Hentikan kelakuan kalian” tegur sang wali kelas. Hari-hariku seperti di
neraka. Dia terus saja mencari masalah. Mengacukan segala objek berhubungan
dengannya adalah hal terbaik.
Saya tidak pernah ingin mengajak berdialog ataukah
mengucapkan sepatah dua patah kata dalam bentuk apa pun. Hal terbaik dalam
dirinya adalah kejeniusan otaknya di atas rata-rata. Bayangkan saja, dia berada
di urutan pertama dari semua kelas. Peringkatku saja hanya berada di posisi 10
besar dalam kelas.
Sebuah kejadian tidak terduga membuat kami berdua pada
akhirnya ingin menjalin komunikasi satu sama lain. Hujan deras mempermainkan
banyak objek awal memasuki semester dua. “Kenapa hujannya ga berhenti sih?”
Hano mulai menggerutu depan sekolah.
Pada akhirnya hujan deras berhenti juga. Kejadian
selanjutnya adalah dia melihat ke tempat lain hingga sepedanya kembali menabrak
ke arahku. Apa saya akan melakukan hal sama seperti dulu? Memaki atau
terlihat gerah? Diam seribu bahasa jauh lebih baik dibanding berteriak.
“Apa susahnya menjadi pemaaf?” dia berteriak ke arahku.
“Apa saya membuat kakimu lumpuh?” tiba-tiba saja dia
menangis histeris seketika.
“Maaf kalau perbuatanku membuatmu muak terhadapku”
wajahnya tertunduk bersama isak tangis histeris.
Kenapa saya menjadi manusia lemah seperti sekarang? Dua
kakinya terluka karena terjatuh. Menatap ke arahnya sambil berjalan membuatku
sedikit tidak nyaman. “Saya menyukai Aras” tiba-tiba saja sebuah pernyataan
bergema seketika.
“Gadis bodoh” menggerutu menatap ke arahnya.
Apa ini pernyataan cinta? Bagaimana bisa dia berkata-kata
seperti tadi, pada hal selama satu semester antara kami tidak terjalin
komunikasi? “Entah sejak kapan saya menyukai Aras?” sekali lagi berkata-kata
dalam isak tangisnya sambil menatap ke arahku.
“Lukamu perlu dibersihkan” berusaha membersihkan lukanya
memakai sapu tangan dari dalam saku celanaku.
“Pernyataanmu tadi, anggap saja kau lagi mabuk” kalimatku
kembali sebelum akhirnya dua kakiku berjalan pergi meninggalkan dia.
“Saya tidak akan menyerah” teriakan Hano berusaha berlari
ke arahku.
“Gadis bodoh” seolah tidak peduli dengannya.
Entah sejak kapan dia mulai menaruh hati ke arahku? Saya
hampir-hampir tidak percaya kalau ternyata gadis yang kuanggap sebagai musuh
menyatakan perasaannya. “Buatmu” memberiku kotak bekal berisi roti keesokan
harinya.
Diam dan terus berjalan dengan lain menolak bekal tadi.
Apa dia berhenti? Jawabannya tidak sama sekali. Dia tanpa kata menyerah
memberiku tiap harinya kotak bekal berisi makanan. “Makan dan jangan menolak
lagi!” tanpa sadar berusaha memasukkan sepotong roti ke mulutku.
Hal tidak terduga adalah dia berteriak histeris ke arahku
beberapa bulan setelah kejadian tersebut. “Apa susahnya berkata-kata?” teriakan
histeris sambil dua tangannya memukul ke arahku.
Tiba-tiba saja sosok Aras terhibur melihat tingkah
konyolnya. Apa saya mulai menyukai dirinya? “Gadis aneh” menyindiri dirinya.
Entah sejak kapan, saya mulai memperhatikan dirinya
sambil tersenyum. Posisi peringkat pertama tetap berada di tangannya pada
kenaikan kelas. “Saya akan berhenti mengejar” dia berjalan ke arahku setelah
penerimaan raport sekolah.
Dia berjalan pergi begitu saja meninggalkan sepeda
miliknya di sekitar parkiran sekolah. “Kenapa saya jadi tidak nyaman begini?”
berusaha mengejar...
“Kenapa?” Hano terkejut melihatku.
“Sepedamu tertinggal di sekolah” menjawabnya sambil
berusaha mengambil nafas.
“Biarkan saja kalau perlu bakar saja” Hano.
“Apa kau mau mencoba berpacaran denganku?” melemparkan
sebuah pertanyaan.
“Coba ulangi pernyataanmu tadi!” Hano bersukacita
seketika.
“Tidak ada siaran ulang” kalimatku.
“Ulangi sekali lagi” merengek seperti anak kecil.
“Apa kau mau mencoba berpacaran denganku?”
“Yes” senyum lebar Hano.
Pada akhirnya kami menikmati masa-masa berpacaran sama
seperti anak remaja lainnya. Menjalin hubungan dengannya memberi seni
tersendiri. Menghabiskan masa belajar bersama dengannya merupakan sesuatu hal
paling menyenangkan. Semua berjalan baik hingga suatu ketika kasus papa bergema
di seluruh lapisan masyarakat...
FLASHBACK...
“Hanya masa lalu” tertawa sinis dalam kamar. Tidak ada
kata putus atau ingin berpisah, tetapi keadaan menciptakan benteng cukup besar
antara hidupku dan dirinya. Ayahnya sengaja mengirim dia keluar negeri setelah
kasus tersebut.
Saya sendiri belum sempat mendaftarkan diri masuk kuliah
karena objek menakutkan di depanku. Hubungan komunikasi kami pada akhirnya terputus
tanpa adanya kejelasan dari hubungan tadi. Dia berhasil menjadi seorang
jurnalis paling berpengaruh setelah kepulangannya kembali ke negara ini.
“Dokter Aras” sebuah gedoran pintu membangunkan diriku
seketika.
“Dari mana gadis agresif itu tahu alamatku?” menyadari
siapa yang sedang berdiri di depan pintu rumahku.
“Jangan pura-pura tidak menyadari kedatanganku!” makin
menggedor pimtu rumahku.
“Apa kau gila?” segera membuka pintu.
“Setidaknya calon suami gantengku bisa membuka pintu
rumahnya, salah maksudku pintu hatinya buatku seorang” gadis gila nan agresif
mulai kembali bereaksi.
“Cepat mandi!” ucapannya.
Dia sendiri berjalan menuju dapur tanpa kata
permisi. Tidak peduli dengan kelakuan gilanya lagi. Ternyata gadis gila
itu pandai memasak. “Dokter Aras, ayo sarapan!” segera menarik tanganku.
Kami berdua menikmati hidangan sarapan pagi hasil olahan
tangannya. “Sea ingin dibonceng manis kakak Fruity menuju rumah sakit”
memainkan dua bola matanya sambil berkedip.
Seperti inilah kisahku. Entah kenapa, seolah tanganku
membiarkan gadis gila itu untuk terus mengekor. Hal yang baru kusadari adalah
kalau ternyata kami berdua tetangga. Jadi, suka ataupun tidak tetap membiarkan
dirinya duduk manis di belakang motorku ketika jadwal shift kerja kami bersamaan.
“Aras” saya mengenal pasti suara itu.
Berusaha menghindar selama proses pemulihannya di rumah
sakit, tetapi pada akhirnya Hano tetap menyadari keberadaanku. “Apa kau baik?”
pertanyaan pertama darinya.
Berada di bawah pohon teduh tidak jauh dari rumah sakit
bersama dengannya. “Maaf menghilang dari hidupmu selama masa sukar keluargamu”
pernyataan terbodoh darinya.
“Lupakan masa lalu, lagian bukan salahmu” menarik nafas
panjang.
“Kau benar-benar kuat” Hano.
“Kenapa?”
“Kau bisa melewati semuanya hingga menjalani kehidupan
medis seperti sekarang” Hano.
“Sepertinya saya harus kembali bekerja” berusaha
mengalihkan perhatian untuk segera berjalan meninggalkan dirinya.
Di antara kami memang tidak ada kata putus sejak
peristiwa papa. “Hanya masa lalu” menarik nafas panjang.
Objek selanjutnya adalah Hano terus saja berkeliaran di
rumah sakit setelah kejadian tersebut. Apa yang dia inginkan? “Saya membawa
sarapan pagi buatmu” menyerahkan sebuah kotak bekal ke atas mejaku.
“Makan siang buatmu” menyadari jam istirahatku.
Apa dia tidak kerja? Seharian keluyuran di rumah sakit?
“Apa kau masih ingat jam tangan pemberianmu buatku?” sebuah pesan masuk. Entah
dari mana nomor ponselku di dapat.
“Apa saya sudah gila?” tertawa sinis seorang diri.
“Kakak Fruity” gadis agresif berdiri di hadapanku tanpa
di undang.
“Kenapa kau selalu memanggilku Fuity?” pertanyaan bodoh
sekaligus kesal.
“Karena kakak selalu memberi ayahhku permen aneka rasa
buah” jawaban spontan gadis agresif.
“Artinya kau tidak pernah membenci ayahmu kalau ceritanya
begini?”
“Entahlah” gadis agresif.
“Cinta dan benci kan sebelas dua belas, jadi, entahlah”
berkata-kata acuh tak acuh.
“Menyebalkan” menatap ke arahnya.
“Sea ingin mengajak kakak ke suatu tempat” segera menarik
tanganku tanpa meminta persetujuan.
“Hari ini Sea yang mengemudikan motor calon suami
gantengku” mencubit dua pipiku kiri dan kanan.
“Hentikan kelakuan gilamu” berusaha menghindar.
“Ka’Fruity kalau marah makin ganteng” senyum gadis
agresif.
Kami berdua menyusuri beberapa jalan memakai motor. Saya
di belakang, sedang gadis agresif berada di depan sebagai pengemudi. “Hentikan
kelakuan bodohmu” berteriak ketakutan.
“Pembalap liar, hentikan!” berteriak makin ganas.
Kami akhirnya berada di sebuah danau kecil. Menikmati pemandangan
alam sekitar sambil memancing terdengar menyenangkan juga. “Dapat” teriak gadis
gila segera memutar tali pancingnya.
“Ikannya besar apa” wajah histerisnya bergema.
“Sombong” menyindir dirinya.
“Bodoh amat” celoteh darinya.
“Malam ini Sea mau masak enak buanget” sekali lagi
mencubit wajahku.
“Hentikan kelakuan gilamu!”
“Waktunya pulang” gadis gila menarik tanganku tanpa
permisi.
Saya harus mengakui olahan masakan gadis gila itu memang
beda. Kenapa saya terus membiarkan dia berkeliaran di rumahku? “Aras” suara
seorang wanita.
“Kenapa...?” pertanyaanku.
“Saya mendapat alamatmu dari direktur rumah sakit” Hano
segera menjawab seolah tahu lanjutan pertanyaanku tadi.
“Kenapa...?”
“Kebetulan pintumu tidak dikunci” Hano.
“Dia siapa?” gadis gila menghentikan makanan masuk ke
mulutnya.
13. Seni irama sedikit berbeda di jalan setapak…
Pertemuan antara gadis
gila, Hano, dan diriku sedang terjadi di sini. Apa yang sedang kupikirkan? “Cantiknya
kelewatan, sepertinya saya pernah lihat wajahnya, tapi dimana yah?” gadis gila.
“Jelaslah, wajahnya mengudara terus di TV” menjawab
pertanyaan gadis gila.
“What? Jurnalis tercantik bahkan lagi naik daun bahkan
paling berpengaruh” wajah histeris gadis gila.
“Tidak begitu juga keles” menatap ke arah gadis gila.
Kami berdua saling menatap satu sama lain. “Lantas ada
hubungan apa kakak dengannya?” gadis gila.
“Saya pacar sekaligus cinta pertama Aras” Hano.
“What?” mata gadis gila terbelalak.
“Sejak zaman sekolah dulu, kami berdua sudah pacaran
bahkan tidak bisa dipisahkan” Hano.
“Tidak bisa dipisahkan?” seolah-olah ingin tertawa keras.
“Selama janur kuning belum melengkung artinya Sea masih
punya kesempatan. Understand?” gadis agresif mulai lagi.
“Apa-apaan kalian? Keluar dari rumahku sekarang!” segera
mendorong mereka berdua keluar. Bisa-bisa saya gila karena depresi berat.
Mereka berdua benar-benar keterlaluan.
Apa yang terjadi denganku? Hano tiba-tiba muncul dengan
satu pernyataan bahwa di antara kami masih ada hubungan. Semua hanya bagian
masa lalu. Apa perasaanku masih ada buatnya? Entahlah...
Kegiatan di luar nalarku adalah Hano terus saja berjalan
ke arahku sama seperti dulu. “Saya pasti bisa membuatmu kembali” teriak Hano
seolah tidak perduli penilaian semua orang di sekelilingnya.
Dia tidak pernah berhenti mencari perhatian ataukah
melakukan banyak hal di sekitar rumah sakit. Selalu saja beralasan tentang
wawancara dengan beberapa tenaga media di sini dan lain sebagainya. “Apa kau
ingat kotak bekal ini” dia menyerahkan kotak bekal pemberianku ketika kami
masih berusia remaja.
FLASHBACK...
“Kalau isi bekal harus pakai ini” menyerahkan sebuah kado
sebagai hadiah ulang tahunnya.
“Aras, kotak bekal ini lucu buanget” senyum Hano merekah
seketika.
“Jangan lupa bawah makanan yang buanyak!” berujar lagi.
“Apa sih yang tidak buat Aras” Hano.
FLASHBACK...
Semua hanya memory masa lalu. “Roti gulung kesukaan Aras”
Hano menangis seketika seolah masih ingin mengembalikan memory tadi.
“Apa kau bahagia menjadi seorang jurnalis?” mengalihkan
perhatian lain.
“Entahlah” Hano.
“Akhirnya kau bisa menjadi apa yang kau inginkan”
tersenyum ke arahnya.
“Begitulah” Hano.
Kami berdua menghabiskan waktu istirahat di sekitar taman
rumah sakit. “Menjadi seorang jurnalis itu sepertinya tidak mudah” kalimatku
kembali.
“Sisi jurnalis akan selalu berkaitan antara gelap dan
terangnya” Hano.
“Kau akan berlari kemana?
“Pertanyaan menyeramkan” Hano.
“Jadilah bijak sekalipun posisi di tempatmu berdiri
memang menyatakan kebenaran apa lagi tidak sama sekali” entah kenapa pernyataan
seperti itu keluar begitu saja.
“Seorang jurnalis terbaik tidak bercerita tentang
kejeniusannya, melainkan tentang bagaimana menyadari porsi cerita beserta
pemahamannya tersendiri di tempat yang bijak” melanjutkan kalimatku kembali.
“Entah bersifat sebagai bahan konsumsi publik,
penyerangan, permainan menjebak, menyatakan kebenaran, ataukah objek lain
dengan makna memecah sekaligus menyudutkan artinya dua kakimu harus menyadari
dengan bijak sesuatu objek di depan” Anggap saja saya hanya sedikit memberi
nasihat.
“Apa kau tidak suka dengan kata jurnalis?” Hano.
“Biasa saja” menjawab spontan dan untuk pertama kalinya
menatap serius ke arahnya sejak pertemuan terakhir kami.
“Saya tidak pernah menyangka Aras bisa menjadi salah satu
dari dokter terbaik di rumah sakit ini” Hano.
“Seperti yang kau lihat” membalas kalimatnya.
“Apa kita berdua bisa seperti dulu lagi?” Hano.
“Maaf, sepertinya jam istirahatku sudah berakhir” segera
berdiri meninggalkan dirinya.
Pertanyaan bodoh darinya seolah ingin membuatku tertawa
keras. Apa semudah itu setelah sekian tahun berlalu? “Kemana manusia centil
itu?” menyadari sesuatu hal.
“Dokter Asher, apa kau melihat gadis gila?” pertanyaan
kacau.
“Apa maksudmu? Siapa yang gila?” dokter Asher nampak
kebingungan.
“Maksudku gadis genit”
“Siapa gadis genit?” dokter Asher.
“Maksudku manusia centil”
“Centil?” dokter Asher makin kebingungan.
“Maksudku Sea dimana?”
“Oh Sea cewek manis imut dikatakan centil? Ga salah?”
dokter Asher.
“Apa anda melihat dirinya?” sedikit menekan.
“Saya tidak tahu Sea dimana” dokter Asher.
“Kenapa tidak menjawab sejak tadi” nada kesal menatap ke
arah sang dokter.
Tidak biasanya juga manusia centil itu seperti ini.
Kenapa saya harus peduli? “Sudah waktunya pulang” segera menuju loker.
Kegiatan bodohku setelah pulang kerja hari ini adalah
berkunjung ke penjara. “Sea juga ingin bahagia seperti yang lain” pertama
kalinya dua bola mataku melihat gadis agresif itu mendekap kuat ayahnya.
“Apa tendangan Sea kelewat tinggi?” celoteh gadis agresif.
“Gadis bodoh” menyindir seketika hingga mereka berdua
menyadari keberadaanku.
“Kenapa Sea jadi memeluk ayah” gadis agresif itu segera
menjauh dan akhirnya meninggalkan kami berdua.
“Dia tidak lagi berteriak ke arahmu” tertawa seketika
menatap Lucas.
“Terima kasih atas semuanya” Lucas.
“Memangnya apa yang kulakukan?” menghentikan tawaku
seketika.
“Tanpa sadar kau membuat dia terus menatap ke arahku
bahkan pertama kalinya memelukku” Lucas.
“Memangnya apa yang telah kulakukan?”
“Entahlah” Lucas.
“Gadis centil, agresif, gila” berkata-kata tanpa
memikirkan perasaan Lucas sebagai ayahnya.
“Kuharap kau tidak menanggapi serius apa pun yang dia
lakukan” Lucas.
“Terkadang saya sendiri gila” ujarku.
“Sea hanya butuh kasih sayang, karena selama hidup,
jalannya tidak pernah tahu tentang objek tadi” Lucas.
“Mamanya kemana?”
“Meninggal setelah setelah Sea lahir, sedang ayahnya
sendiri mendekam dalam penjara karena peran sebagai mafia narkoba pada usianya
yang masih remaja” Lucas.
“Maaf”
“Tidak perlu meminta maaf” Lucas.
“Kau tidak harus membalas perasaan Sea, hanya saja apa
pun yang dilakukan olehnya terhadapmu jangan masukkan ke hati” Lucas.
“Pasti dia bercerita banyak” sekali lagi tertawa keras.
“Dia bercerita kalau cinta pertama pria pujaan hatinya tiba-tiba
saja hadir tanpa di undang dan bla bla bla” Lucas.
“Apa saya harus tertawa?”
“Apa ini cinta segitiga?” Lucas.
“Lupakan kisahku! Aras sendiri tidak ingin berpikir
terlalu jauh” menjawab pertanyaannya.
“Apa kau masih menyukai jurnalis cantik itu?” Lucas.
“Apa kau berharap lebih tentang manusia centil itu?”
melemparkan pertanyaan lain.
“Tidak ada hubungannya dengan Sea, tapi lebih ke arah
perasaanmu semata” Lucas.
“Tidak berarti sosok Aras akan berjodoh ataukah berlari
ke arah Sea sekalipun dirinya sudah tidak memiliki perasaan sedikitpun terhadap
sang jurnalis” Lucas.
“Hano memiliki cerita tersendiri hingga membuatku sadar
tentang keunikan masa remaja” membayangkan memory masa lalu.
“Lantas sekarang?” Lucas.
“Saya sendiri tidak mengerti perasaanku” menjawab
spontan.
“Antara kami memang tidak ada kata putus ataukah
berpisah” melanjutkan kembali pernyataanku.
“Kalau perasaanmu memang buat dia, jangan memikirkan
perasaan Sea karena putriku sudah terbiasa menjalani kehidupan keras” Lucas
menepuk-nepuk bahuku.
“Pernyataan bodoh” tertawa seketika.
“Btw, buatmu” menyerahkan sebuah kotak berisi permen
aneka rasa buah.
Saya tidak pernah menyangka mantan mafia narkoba
mengeluarkan satu pernyataan bijak. Berkunjung ke tempat mama setelah peristiwa
tadi menjadi rutinitasku. Sepertinya saya mengenal sosok wanita berambut
sebahu...
“Bagaimana keadaan mama?” pertanyaan wanita itu.
“Ka’Rae” tersadar sesuatu. Kenapa ka’Rae tidak
memberitahu tentang kepulangannya terhadapku? Kenapa harus bermain petak umpet
segala?
“Anak mama makin cantik sekarang” mama segera memeluk
ka’Rae.
“Kenapa ka’Rae tidak memberitahu Aras?” ingin mengumpat
di depan mereka berdua.
“Aras sejak kapan berdiri di sana?” mama.
“Sejak tadi” menjawab spontan.
“Dasar adik durhaka beraninya meninggalkan kakaknya
sendiri di negara asing” ka’Rae menyindir ganas ke arahku.
“Ka’Rae sendiri sudah jadi kakak durhaka” membalas
makiannya.
“Adik brengsek, mendekatlah!” ka’Rae.
Kami bertiga saling berpelukan pada akhirnya. Masa pahit
sudah berlalu walaupun dikatakan mama masih mendekam dalam sel penjara.
Setidaknya kami berdua masih memiliki sosok ibu sekalipun dunia melemparkan
kutuk ke arahnya. “Aras akan selalu menjadi sahabat terbaik mama apa pun
keadaannya” mendekap mama cukup lama.
“Ka’Rae juga ingin selalu berada di sisi mama” kalimat
ka’Rae tak ingin kalah dariku.
Jalan setapak di sana menciptakan seni irama sedikit
berbeda dari biasanya. Ka’Rae ingin mengunjungi pria tua di desa hingga
akhirnya memutuskan untuk tidak ke rumah. “Sampaikan salamku terhadap pria tua
itu” ujarku melambai-lambaikan tangan terhadap ka’Rae.
Melepas penat di bawah sinar rembulan malam terdengar
cukup menyenangkan juga. “Jalan setapak” tersenyum membayangkan kerikil sekitar
jalan tadi.
“Ternyata kau di sini” tidak pernah menyangka Hano
menyadari keberadaanku.
“Minumlah!” Hano memberiku sekaleng minuman bersoda.
“Apa kau masih ingat?” Hano menatap serius ke arahku.
“Tentang?”
“Kita berdua selalu menghabiskan waktu hanya untuk
mengguncang minuman bersoda sepanjang jalan” Hano.
FLASHBACK...
“Aras coba rasakan sensasi mengguncang minumana bersoda”
Hano tertawa lepas.
“Apa permainan seperti ini seru?”
“Rasakan sendiri” wajah dan seragam sekolahku kecipratan
setelah membuka kaleng minuman tadi. Kami berdua hanya tertawa sepanjang
jalan.
FLASHBACK...
“Apa kau tidak ingin kembali seperti dulu?” Hano
tiba-tiba saja memegang kuat dua tanganku.
“Maaf, sepertinya sudah malam” segera melepaskan diri
dari genggaman tangannya.
“Saya merindukan Aras yang dulu” Hano.
“Kita berdua ditakdirkan hidup bersama selamanya” isak
tangis Hano mengudara seketika.
“Buatmu” memberi sapu tangan untuk menghapus isak
tangisnya.
Membiarkan dia meluapkan tangisannya selama beberapa
saat. “Sudah malam, pulanglah!” kalimatku menatap ke arah Hano.
“Apa kau akan membiarkan seorang wanita berjalan
sendirian tengah malam begini?” Hano terlihat kesal.
“Tidak mungkin kau tidak membawa mobil”...
“Mobil kesayanganku kebetulan berada di bengkel” Hano.
“Apa saya sudah gila?” bertanya terhadap diri
sendiri.
“Naiklah!” menyuruhnya berada di belakang motorku.
Kami berdua tidak saling bercerita satu sama lain
sepanjang jalan menuju rumahnya. “Hano” suara bariton seorang pria tua
mengejutkan setelah motorku terhenti tepat depan pagar mewah...
14. Keegoisan seorang ayah…
Tuan Benyamin dan tidak lain merupakan ayah Hano sendiri.
Apa pria paruh baya di
depanku akan segera membunuhku? Semua hanya masa lalu. Wajah menakutkan masih
terlihat jelas, “Daddy” sahut Hano terkejut.
“Masuklah!” tuan Benyamin menyuruh putrinya masuk.
“Ta ta tapi” Hano.
“Masuklah! Daddy tidak mungkin melakukan sesuatu hal
menakutkan seperti pemikiranmu” tuan Benyamin.
Hano segera mengikuti perintah ayahnya. Pria paruh bayah
di depanku sepertinya ingin berbicara empat mata tanpa sepengetahuan putrinya.
“Kabarmu bagaimana?” tuan Benyamin memulai pembicaraan setelah 10 menit kami
berdua diam membisu.
“Seperti yang anda lihat” menjawab kalimatnya.
“Kau masih seperti dulu” tuan Benyamin sedikit tertawa.
“Ya begitulah” menarik nafas panjang.
“Maaf, membuat kau dan Hano harus berpisah selama
bertahun-tahun lamanya” tuan Benyamin.
“Kenapa harus minta maaf?”
“Karena keegoisan seorang ayah sepertiku hingga berujung
terhadap objek cukup menyeramkan...” tuan Benyamin menarik nafas panjang.
“Saya juga akan melakukan hal yang sama seandainya
menjadi dirimu” menyadari posisi dirinya.
“Ketakutan sebagai ayah membayangkan putri semata
wayangnya menjadi pemberitaan orang banyak menjalin hubungan bersama seorang
anak psikopat jauh lebih besar” tuan Benyamin.
“Sekali lagi maaf karena sudah menghancurkan hubungan
kalian berdua” tuan Benyamin.
“Lupakan! Semua hanya masa lalu”...
“Saya tidak akan melakukan kesalahan kembali sama seperti
dulu” tuan Benyamin.
“Sudah malam, sepertinya saya harus pulang” segera
menyalakan mesin motorku.
“Kuharap hubungan kalian berdua baik-baik saja” tuan
Benyamin menepuk-nepuk bahuku kemudian berjalan masuk ke dalam istananya
kembali.
Permainan jalan setapak kembali memulai irama tariannya
bersama intonasi-intonasi unik di dalamnya. “Jangan terlalu serius bekerja”
sebuah nada pesan masuk ke dalam handphone milikku.
“Ka’Rae” tersenyum mendengar pesan tadi.
Apa yang akan terjadi terhadapku juga ka’Rae andaikan
kata ingin mencoba di masa-masa sesak hilang begitu saja? “Kemungkinan kami
berdua sekarang ini sedang menikmati api neraka karena mati bunuh diri” sedikit
tertawa membayangkan memory masa lalu.
Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang
berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa! “Kalimat penghibur sepanjang
perjalanan kemarin” kembali tersenyum.
Menikmati waktu libur seorang diri sekitar dermaga cukup
menyenangkan. Pertarungan paling heboh sedang dimulai. Air dermaga itu
seolah-olah memiliki perasaan sama sepertiku. Bersukarialah, hai pemuda, dalam
kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan
hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini
Allah akan membawa engkau ke pengadilan!
“Kenapa juga saya harus membaca pernyataan di buku ini?”
ingin tertawa sinis.
“Seorang pemuda bernama Aras suatu hari kelak akan berada
di pengadilan sang pencipta?” bergurau seorang diri sekitar dermaga.
Terkadang saya ingin berjalan ke sudut pembelokan, tetapi
sesuatu tidak terduga segera menghentikan langkah kaki beberapa detik kemudian.
“Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena
kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan” membaca sebuah kalimat pada
lembaran berikutnya.
“Sudah kuduga si’permen fruity lagi duduk merenung
sekitar dermaga” suara bariton seorang gadis membuatku terkejut seketika.
“Kau lagi” berucap kesal.
“Sejak kakak berteriak keras pertama kali di depanku 10
tahun lalu, saat itulah Seorang Sea akan membuatmu terus terikat” jawaban
nyelotos...
“Saya hanya sekedar ingin membuat gadis iblis sepertimu
memahami satu objek tertentu” membalas tidak karuan ucapannya.
“Tapi, sejak saat itu hidup Sea berubah” kalimat gadis
bodoh.
“Berubah dari Hongkong, nenek moyangmu yang berubah”
meledek pernyataannya.
“Buktinya Sea melanjutkan sekolah, terus sekarang kerja”
Sea.
“Tapi tidak pernah bosan berteriak keras sekitar penjara”
memberi sindiran pedas.
“Sekedar pelampiasan emosional sekaligus penghiburan biar
papa tidak akan pernah bisa tertidur nyenyak sepanjang hidupnya” jawaban bodoh
sosok Sea.
“Gadis iblis” menggeleng-geleng kepala.
“Lupakan masalahku!” Sea tersenyum riang di hadapanku
seolah semua selesai begitu saja.
“Kaka fruity harus ikut bersama denganku sekarang juga”
segera menarik keras tanganku tanpa canggung sedikitpun.
“Pemyakitmu kumat kembali” memberi sindiran.
“Bodoh amat” jawaban ketus Sea.
Kami berdua sedang berada dalam angkutan bis menuju salah
satu daerah yang sama sekali tidak kuketahui. “Jangan-jangan kau mau memperkosa
laki-laki di hutan?” menatap aneh dirinya.
“Sepertinya” Sea menggelitik tubuhku setelah kami turun
dari bis.
“Gadis iblis” berusaha melepaskan tanganku darinya.
“Kenapa sih?” Sea.
“Dua manusia maksudku laki-laki dan perempuan pegangan
tangan artinya apa?” memberi pertanyaan.
“Mana saya tahu” Sea.
“Artinya mereka pacaran, memang kita berdua
pacaran?”
“Siapa tahu kaka Fruity ingin berpacaran dengan Sea?”
gadis itu tertawa keras.
“Benar-benar agresif”...
“Bodoh amat, lagian sebentar lagi kakak jadi pasangan
hidupnya Sea” ucapannya membuat wajahku merah seketika.
“Kalau saya tidak mau?” bernada gas.
“Tapi kalau Tuhan mau, lantas kakak bisa apa?” ucapan
menggelikan.
“Lupakan ucapan Sea tadi” segera kembali menarik tanganku
tanpa basa basi.
Dia tidak melepas tanganku bagaimanapun saya berusaha
lepas darinya. Kenapa juga seorang Aras berteriak memaki 10 tahun silam sebelum
berangkat ke LN? Akhir cerita, dua kaki sepertinya tergembok mati oleh sosok
gadis iblis.
“Sekarang kita berdua ada dimana?” berusaha memegang kuat
bajuku.
“Suatu tempat tersembunyi” Sea.
“Jangan mendekat!” berteriak ke arahnya.
“Tuhan, sepertinya sejarah pemerkosaan dilakukan oleh
perempuan terhadap laki-laki untuk pertama kalinya akan terjadi” masih berusaha
mencari pintu dari sebuah ruang tersembunyi jauh dari perkotaan.
“Kakak mau lari kemana?” Sea.
“Dasar gadis gila” memaki dirinya.
“Memangnya wajah Sea seganas itu yah?” kembali menarik
tanganku.
“Sejak kapan ada perempuan memperkosa laki-laki?” Sea
menggeleng-geleng kepala sambil terus berjalan.
“Bisa saja keles” membalas ucapannya.
“Yang ada itu, perempuan selalu menjadi korban laki-laki
bukan sebaliknya” celoteh Sea.
Apa yang sedang kupikirkan? Tidak mungkin juga gadis
iblis di samping melakoni peran gila mengenaskan. “Bantu Sea menyelesaikan
pekerjaan di sini” langsung ke arah pembicaraan.
“Tempat apaan ini?” memperhatikan beberapa benda-benda
aneh.
“Sudah lihat banyak peralatan-peralatan di sini, masih
bertanya?” Sea.
“Apa kau bilang tadi? Minta bantuan?”
“Yes” jawaban spontan sekaligus teriakan gila Sea.
Selama ini, saya hanya menganggap gadis itu sebagai
manusia iblis. Dugaanku salah. “Tolong, kakak merakit peralatan di depanku
menjadi sebuah penemuan terbaru sekaligus menggemparkan. Understand?”
permintaan apaan ini?
“Apa yang kau inginkan?” sekali lagi menatap tajam ke
arahnya.
“Ka’Fruity seorang dokter, tapi juga mengetahui banyak
tentang beberapa jenis mesin sekaligus perakitan ataukah desain tidak biasa”
Sea.
“Apa maumu?”
“Bantu Sea mendesain sebuah lemari dengan peran sebagai
sterilisasi dan insenerator sederhana penghancur limbah medis” Sea.
“Maksudmu?”
“Ka’Fruity tahukan bagaimana daerah-daerah terpencil
kesulitan dalam hal pembuangan limbah medis semacam jarum suntik, distruri,
ampul vaksin/ obat dan benda-benda tajam bekas pakai?” Sea.
“Perasaanku mengatakan kalau gadis durhaka di depanku
hanya seorang midwife kecil yang lagi cari makan di rumah sakit” menyindir
dirinya.
“Setidaknya sekali-sekali berbuat amal, masa mau jadi
manusia durhaka terus?” Sea.
“Apa maksud kakak berkata durhaka?” Sea baru tersadar
sesuatu.
“Selalu berteriak di penjara, apa namanya kalau bukan
durhaka?” menyerang dirinya.
“Entahlah” jawaban kacau Sea.
“Alat yang kau inginkan seperti apa?”
“Sebuah lemari berisi 3 tingkatan rak dengan sistem kerja
berbeda-beda” Sea.
Gadis di depanku ternyata cukup jenius untuk menyadari
teknologi medis terbaru dan cukup berbeda dibanding yang lain. Dia berusaha
menjelaskan sebuah desain mesin sterilisasi sekaligus penghancur limbah
infeksius medis dalam bentuk zat padat. Memberiku beberapa jenis gambar hasil
tangannya bersama penjelasan di dalam.
Sebuah lemari terdiri dari 3 rak maksudku kotak susun.
Pada kotak pertama paling bawah berisi mesin penghancur limbah medis menyerupai
gerigi tajam serta penumbuk yang akan membuatnya menjadi bubuk halus. Sekitar
dinding kiri, kanan, dan bawah terdapat lubang-lubang kecil sebagai penyemprot
air. Sistem kerjanya sendiri, ketika sekumpulan jarum suntik ataukah disturi
dimasukkan, maka mesin akan melakukan pembilasan terlebih dahulu melalui lubang
kecil tadi selama beberapa menit sesuai takaran waktu yang telah diprogram
otomatis.
Pada menit berikutnya akan terjadi perendaman memakai
larutan klorin yang memang sudah diprogram otomatis. Larutan klorin ini tidak
akan lebih ataukah kurang karena mesin akan mengambil takaran sesuai ukurannya.
Penyemprotan memakai air sabun melalui lubang tadi akan terjadi setelah
perendaman. Pengeringan dari berbagai arah terputar otomatis setelah itu.
Beberapa menit kemudian, gerigi-gerigi tajam akan muncul dari sisi kiri-kanan
sebagai pencabik limbah tersebut. Alat penumbuk akan bermain setelahnya untuk
membuatnya menjadi bubuk halus. Batang pipa akan disambungkan langsung ke
lubang tanah guna menguburkan bubuk limbah tadi.
Kenapa limbah medis tersebut harus disrerilkan terlebih
dahulu? Untuk menghindari penularan penyakit sekalipun limbah tadi menjadi
bubuk yang pada akhirnya akan dikubur dalam tanah. Pada kotak kedua terdapat
mesin pencuci sekaligus sterilisasi peralatan medis yang telah digunakan
seperti bak instrumen ataukah lainnya.
Sistem kerjanya sama seperti pada kotak pertama tadi.
Terdapat lubang-lubang kecil yang akan digunakan sebagai penyemprot dan
pembilas. Pengukuran larutan klorin hingga perendaman air sabun secara otomatis
berjalan sendiri. Terjadi pembilasan terlebih dahulu, kemudian perendaman
larutan klorin seperti kotak pertama. Beberapa menit kemudian perendaman
memakai air sabun secara otomatis bermain, lantas kembali pembilasan, dan
terakhir pengeringan. Perbedaan antara kotak pertama dan kedua adalah
perendaman air sabun juga sterilisasi. Kotak pertama tadi tidak perlu melakukan
perendaman air sabun, lain hal dengan kotak kedua. Proses sterilisasi sesuai
suhu standar medis akan secara langsung bekerja setelah pengeringan.
Pada kotak ketiga bagian sterilisasi dalam bentuk kain
ataukah peralatan lain secara langsung tanpa harus melewati proses perendaman
larutan klorin sekaligus pencucian terlebih dahulu. Pakaian OK, celemek kain,
duk, dan lain sebagainya dapat disterilisasi pada kotak ketiga secara langsung.
“Lembaranmu disini sudah menjelaskan secara rinci sistem
perakitan sekaligus cara kerjanya, lantas kenapa menyuruh saya membantu?”
pertanyaan pertama setelah membaca tulisan di tangannya.
“Saya masih kesulitan tentang kualitas beberapa peralatan
yang harus digunakan terlebih menyederhanakan dalam ukuran tidak terlalu besar
alias sedang-sedang saja” Sea.
“Motivasi menyuruhku membantu gadis judes
sepertimu?”
“Kaka Fruity, sadar tidak?” Sea.
“Tentang?”
“Ada begitu banyak fasilitas kesehatan terlebih puskesmas
di daerah terpencil bahkan paling terpencil membutuhkan mesin ini” Sea.
“Pemerintahkan sudah melakukan beberapa program
pembuangan limbah medis” pernyataanku.
“Yang di kota, itupun masih terkendala beberapa hal” Sea.
“Lantas apa kabar dengan daerah terpencil bahkan sangat
terpencil?” Sea.
“Entahlah”...
“Sistem yang digunakan oleh puskesmas terpencil berada
pada sistem kubur-mengubur langsung di dalam tanah” Sea.
“What?”
“Tidak mungkin juga limbah seperti itu harus dibawah ke
kota untuk pemusnahan. Kalaupun itu terjadi artinya sepanjang perjalanan akan
terjadi manifestasi ataukah permainan transfer penularan berbagai jenis
penyakit, entah melalui kendaraan, peralatan di sekitarnya, manusia, dan udara”
Sea.
“Jadi maumu?”
“Kakak tinggal membantu begitulah, kalau bisa sih tenaga
yang digunakan ada 3 jenis” Sea.
“3 jenis kau bilang?”
“Bahan bakar minyak, listrik, dan tenaga surya. Daerah
terpencil terkadang tidak memiliki listrik sama sekali artinya minyak ataukah
tenaga surya bisa jadi alternatif” Sea.
“Kenapa juga?”
“Takutnya kalau minyak habis lantas jarak pembeliannya
terlalu jauh artinya tenaga surya siap difungsikan sekali-sekali, tetapi tidak
keseringan demi perawatan dan hasil kerja optimal” Sea.
Saya harus mengakui kalau peralatan lemari kotak ini
memang sangat dibutuhkan oleh seluruh fasilitas kesehatan terlebih sekitar
daerah terpencil di luar sana. Rumah sakit paling besar sekalipun di perkotaan
belum tentu bahkan memang sama sekali tidak memiliki mesin medis terbaru ini.
“Saluran pembuangan airnya berarti dibuat khusus?”
“Jelaslah” Sea.
“Kakak coba perhatikan sistem kerja mesin cuci!” Sea.
“Mesin cuci?”
“Pembilasan, berputar, perendaman, kembali berputar, lalu
perendaman lagi, dan begitu seterusnya hingga pengeringan” Sea.
“Kalau mesin ini tidak mungkin berputar, hanya saja
penyemprotan air dari segala arah terus-menerus melalui lobang-lobang kecil
dengan sangat kencang” Sea.
“Boleh juga.”
“Larutan klorin dan sabun akan ditempatkan sekitar sini,
jadi akan terukur otomatis dengan sendirinya tanpa harus ditakar lagi”
Sea.
“Lantas tombolnya?”
“Tombol pengaturannya terletak pada bagian atas, tinggal
mengikuti petunjuk penggunaannya” Sea.
“Berarti ini sudah sempurna dong”...
“Masih harus di desain di beberapa bagian lagi calon
jodohku, understand?” Sea.
“Tuhan, pertama kalinya saya bertemu perempuan seagresif
ini. Hancur” mengumpat seketika.
Kami berdua berjalan
keluar dari tempat tersebut setelah mengalami percakapan cukup kacau.
Bagaimanapun alat seperti ini memang sangat dibutuhkan oleh dunia medis,
artinya saya harus membantu sosok gadis centil di sampingku. “Apa kau sudah
mendengar sedikit gossip tentang organisasi medis akhir-akhir ini?” melemparkan
sedikit pertanyaan.
“Perselisihan atau
undang-undang perubahan?” Gadis centil.
“Semuanya” menjawab
spontan pertanyaannya.
“Sebenarnya sih, kalau
mau dipikir-pikir lagi yang namanya organisasi kesehatan itu memang sangat
penting hanya saja beberapa objek sedikit kurang menyenangkan menari-manari di
dalam juga sih” gadis centil.
“Lantas?”
“Menyelamatkan nyawa
seseorang memang sebelas dua belas dengan meja hijau, ibaratnya pengobatan dan
racun bertetangga sangat dekat” gadis centil.
“Maksudnya?”
“Resiko penanganan
pasien memang sangat besar bahkan tetangga mati ma meja hijau. Jadi, organisasi
memiliki peran sebagai pelindung terbaik ketika suatu perselisihan ataukah
kesalahan yang bukan berasal dari nakes melainkan karena objek lain” gadis
centil.
“Organisasi-organisasi medis
memang sangat dibutuhkan. Jadi, pihak pemerintah harus bijak melihat keputusan
yang tepat tanpa memberatkan beberapa hal yang memang harus ada di dalam
organisasi” gadis centil.
“Wow…”
“Menurutku sih, saya di
tengah-tengah dan tidak bisa berbicara terlalu banyak. Permasalahannya juga
dikarenakan ditemukan beberapa kasus salah satu organisasi medis yang ada
disana” gadis centil.
“Pernyataan kacau” sedikit tertawa mendengar kalimatnya.
“Apa kakak masih
menyimpan rasa terhadap jurnalis cantik itu?” gadis centil mengalihkan
pembahasan.
“Kenapa juga
pertanyaanmu lari ke tempat lain?”
“Minumlah!” memberikan
segelas susu kedelai hangat setelah kami berdua berada di sebuah minimarket
kecil.
“Perempuan mana yang
ingin diduakan?” gadis centil.
“Memangnya kita berdua
ada hubungan special maksudku pacaran?”
“Sejak ka’Fruity
berteriak ke arahku 10 tahun lalu, sejak saat itu Sea menyukai dirimu.
Understand?” gadis centil.
“Gadis agresif”
menyindir dirinya.
“Apa Sea harus mulai
mempersiapkan diri?” gadis centil.
“Mempersiapkan diri
apa?” pertanyaan mencurigakan.
“Maksudmu pernikahan?”
pertanyaan lanjutan.
“Mempersiapkan diri
untuk tidak mengejar kalau seandainya kakak kembali ke pelukan jurnalis cantik
itu” gadis centil.
“Pernyataan bodoh”
kalimatku seketika.
“Sudah malam, bis sedang
menunggu kita di sana” segera berlari menuju bis.
“Kakak Fruity, tunggu”
teriakan gadis centil.
16. Berpikirlah kembali sebelum terlambat…
Dulu dia hanya seorang gadis remaja, tetapi sekarang
berubah drastis menjadi manusia agresif. Apa ka’Rae akan segera menjambak
rambutku? Kenapa juga saya harus memikirkan raut wajah ka’Rae ketika menyadari
adiknya dikejar gadis agresif. Sepertinya kakakku sedang menemukan
kebahagiaannya sendiri di luar sana.
Semua masa sulit bahkan kenyataan pahit sudah berlalu
seiring berjalannya waktu. Saya hanya ingin membuktikan sesuatu hal terhadap
orang banyak hingga membuatku ingin kembali ke negara ini untuk sementara
waktu. Merindukan mama juga menjadi salah satu penyebab terbesar dua kaki
kembali berjalan ke tempat semula.
“Dikenal sebagai anak dari psikopat?” tertawa sinis
seorang diri di kamar setelah melakukan petualangan tadi.
“Aras selalu bangga menjadi anak papa” menatap foto
seorang pria.
“Aras tidak pernah menyesali semua yang sudah terjadi.”
Semua cerita hidup mengajarkan tentang maka petualangan di sekitar jalan
setapak kemarin.
“Seni
hidupku terbentuk di sekitar jalan setapak” tersenyum menatap foto papa. Tuhan
tahu yang terbaik hingga mengizinkan satu objek tidak terduga berjalan masuk
begitu saja.
Duduk merenung dalam
kamar membayangkan banyak hal yang sudah terjadi. Mengingat deretan peristiwa
satu demi satu menciptakan sesuatu objek begitu sulit diungkapkan. Pandanganku
teralihkan pada sebuah pemberitaan di dunia media social. Salah satu Negara
sedang melakukan proses pemindahan ibukota.
Pemindahan
ibukota? Terdengar menyedihkan di sekitar pendengaran telinga seorang Aras.
Ketika melihat dari situasi negara, perselisihan antara bangsa, sistem, dan
beberapa objek lain artinya area tersebut bisa menjadi area menakutkan. Sebuah
benteng pertahanan negara berada pada kata ibukota, lantas maksud pemindahan di
tempat tersebut? Menjadi dilema tersendiri antara tetap mempertahankan ataukah
memindahkan ibukota ke tempat lain.
“Motivasi apa sih terselip hingga memindahkan ibukota
seperti itu?” tertawa melihat kelakuan konyol mereka.
Tidak ada yang salah terhadap karakter penduduk sekitar
tempat tersebut, hanya saja situasi berkata lain. Negara semacam ini harusnya
cerdik bahkan bersikap bijak untuk mengambil keputusan. Situasi pemimpin dunia
dalam keadaan super tegang antara satu sama lainnya menjadi salah satu penyebab
utama. Lantas hubungannya dimana dengan pemindahan ibukota? Tidak ada yang tahu
posisi perencanaan satu atau bahkan lebih diantara pemimpin dunia tentang
pembuatan senjata menakutkan.
“Bisa saja salah satu bahan dasar utama pembuatan senjata
tadi berasal dari negara ini” menggeleng-geleng kepala.
Dari peta terbaca dengan jelas kalau ternyata ibukota
baru bersebelahan dengan negara-negara tetangga. “Yang saya pelajari, dua
negara ini selalu saja berselisih” tertawa terbahak-bahak.
Seharusnya ibukota diapit oleh banyak pulau di
sekelilingnya merupakan posisi paling strategis untuk negara semacam ini. Yang
pertama kali diremukkan oleh musuh bukan ekor melainkan kepala. “Sudah tahu di
sana kandang harimau, lantas cari mati secepat itukah?” ingin melemparkan
pertanyaan.
Tidak menjadi masalah ibukota bertetangga dekat dengan
negara sebelah seandainya negara ini tidak menghasilkan apa-apa dan memiliki
hubungan yang baik. Kenyataannya adalah selalu saja terjadi perselisihan bahkan
pihak tetangga sudah mengeluarkan sebuah statement tentang perampasan hak wilayah.
Di tempat lain, bisa saja bangsa lain masuk melalui tetangga untuk
menghancurkan ibukota dalam keadaan bekerja sama atau tidak sama sekali...
“Daerah kering saja masih berusaha diterjang untuk tujuan
tertentu apa lagi wilayah paling subur dan menghasilkan” menggeleng-geleng
kepala memikirkan kualitas otak para pejabat ada dimana.
“Namanya ibukota sudah di nuklir artinya negara tersebut
dinyatakan hancur berkeping-keping”...
“Kenapa ga sekalian ibukota di pindahkan ke negara
tetangga. Jangan Cuma bersebelahan begitu”...
Pulau ini juga tidak bisa lepas dari dunia pertambangan
dan itu bisa berakibat fatal ke depan. Seharusnya ibukota jauh dari area-area
pertambangan untuk menghindari bencana alam. Saya tidak pernah mendoakan
sesuatu yang jahat, hanya saja terkadang dampak negatif tambang adalah
terjadinya bencana alam. Sekalipun proses pertambangan sesuai aturan, akan
tetapi situasi bencana alam terlebih masa global warming bisa saja berpengaruh
kuat.
“Kalau ibukota sudah hancur karena sebuah bencana alam?
Artinya hanya puing-puing harapan barangkali yang tersisa” tertawa sekali
lagi...
Terkait dengan masalah global warming sehingga
intersional mengecam negara ini beberapa situasi dimulai dari sampah, kesadaran
masyarakat, dan pulau yang dikatakan paru-paru dunia sedang berada di ujung
jurang. Secara otomatis pembangunan bertubi-tubi akan terjadi dimanapun sekitar
area pulau tersebut yang berakibat fatal alias makin berada di jurang. Tidak
menjadi masalah melakukan pembangunan, hanya saja pikirkan desain konsep
arsitek ramah lingkungan.
“Yang namanya ibukota ya tidak ada cerita konsep desain
ramah lingkungan kalau sudah wah wah wah” menarik nafas panjang.
Sepertinya maksud
memindahkan ibukota macam orang dikejar setan. Apa benar-benar memang
permasalahan realistis ataukah hal lain? Terjadi sesuatu keadaan misterius di
Negara tadi, kemungkinan besar kata takut pihak salah satu tokoh yang terkait
tiba-tiba saja memindahkan ibukota ke sekitar daerah yang tidak mereka
inginkan. Rasa takut pemindahan tersebut ke kampung asal ataukah area tertentu
hingga seperti itulah…
Salah satu personil dari
peristiwa misterius itu memang mengatakan, “Seandainya Tuhan mengizinkan saya
menjalani kehidupan di atas untuk masalah pemulihan artinya kemungkinan besar
ada hal yang akan saya lakukan semacam pemindahan ibukota atau tidak sama
sekali terkait beberapa permasalahan di Negara ini. Banjir, kepadatan penduduk, tidak seimbangnya
banyak bidang yang hanya berpatokan pada satu tempat, kemacetan, industri
hiburan bersama pemerintahan yang berada di satu wilayah, bencana alam, dan
lain sebagainya merupakan masalah terbesar. Ibukota tetap di tempat yang sama dengan
catatan 70% penduduk harus pindah dari tempat tersebut ataukah memindahkan
wilayah baru untuk membangun kembali benteng yang jauh lebih baik? Kenapa 70%
penduduk harus pindah seandainya memilih untuk tidak memindahkan ibukota?
Dikarenakan beban sekitar pulau tersebut terlebih di ibukota sendiri jauh lebih
besar bahkan sangat melampaui sehingga bisa terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Kalaupun, ibukota harus berpindah artinya kekuatan doa harus jauh
lebih besar kiranya mendapat pewahyuan wilayah terbaru untuk memulai
pembangunan. Kembali lagi ke masyarakat seperti apa.” Hanya sedikit memberi
bocoran beberapa pernyataan di balik peristiwa misterius yang masih tertutup
begitu rapat.
“Saya tidak sedang
berambisi untuk menjadi manusia paling penting. Seandainya ada pilihan lain
artinya saya akan memilih menjadi orang biasa dibanding berurusan dengan
kandang harimau” salah satu pernyataan personil dari peristiwa misterius tadi.
Kenyataannya menjadi
orang biasa itu memang jauh lebih menyenangkan. Kenapa? Bisa tidur nyenyak,
kepala tidak pening karena segala jenis masalah besar, menikmati hidup tanpa
berpikir kiri kanan, makan enak walaupun hidangan yang disajikan terlalu
sederhana. Menjalani kehidupan pemerintahan? Artinya siap menghadapi banyak
resiko, karakter suku yang berbeda-beda, dunia fanatisme paling menakutkan, kondisi
keuangan, kandang binatang paling buas, bahkan kematian tidak terduga, dan lain
sebagainya. Seperti itulah maksud pernyataan salah satu personil tadi.
Tiada seorang pun berkuasa menahan angin dan tiada
seorang pun berkuasa atas hari kematian. Tak ada istirahat dalam peperangan,
dan kefasikan tidak melepaskan orang yang melakukannya. “Malam sudah
terlalu larut” menyadari jam menunjukkan pukul tiga dini hari.
“Lupakan semua yang
kuucapkan tadi!” berkata-kata seorang diri.
“Anggap saja orang gila
lagi numpang lewat untuk memberikan sedikit pencerahan abal-abal”…
Kehidupanku memang
selalu menegangkan sejak kisahku dimulai di sebuah jalanan yang tidak biasanya.
Perputaran alur memberi satu cerita menakutkan pun sering terjadi. Lupakan!
“Aras, apa kau di rumah?” gedoran pintu membangunkan tidurku seketika.
“Astaga, saya harus
bekerja” tersadar kalau jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi.
“Habis sudah” segera
melompat dari ranjang.
“Perasaanku berkata
kalau tadi ada orang berteriak di luar rumah” baru menyadari sesuatu hal 20
menit setelah mandi dan berganti pakaian.
“Aras, manusia brengsek”
teriakan seseorang.
“Bajingan, apa kau di
rumah?” sekali lagi menggedor pintu seperti ledakan nuklir.
“Suaranya tidak asing
lagi”
“Bajingan, kesabaranku
sudah habis” teriakannya makin ganas.
“Ka’Rae” ujarku spontan
karena terkejut.
“Jangan-jangan kau
menyimpan seorang wanita di sini?” ka’Rae mengamuk ganas.
“Apaan sih” nada kesal
seorang Aras mulai membumi kembali terhadap kakaknya.
“Kenapa buka pintunya
lama pakai banget?” ka’Rae.
“Aras, makanan buatmu”
tiba-tiba saja Hano berjalan ke arah kami berdua.
“Dugaanku benar” ka’Rae.
“Dia barusan dating dan
bukan semalam” sedikit kesal.
“Maaf, saya kurang
mengerti ucapan kalian?” Hano.
“Wajahmu sepertinya
cukup familiar buatku” ka’Rae.
“Ka’Rae tidak mengenal
saya?” Hano.
“Hano” ka’Rae.
“Ternyata ka’Rae makin
cantik” Hano.
“Calon suami masa
depanku, dimana dirimu berada?” gadis centil masuk ke rumah pakai acara
berteriak hancur...
“Kenapa tidak masuk
kerja?” gadis centil belum menyadari sesuatu hal.
“Dia siapa lagi?”
ka’Rae.
“Siapa wanita cantik
ini? Lebih cantik dari jurnalis itu” gadis centil belum menyadari keberadaan Hano.
“Ternyata kau lebih bajingan” ka’Rae
memukul kepalaku.
“Memangnya apa yang telah
kulakukan?” berusaha menghindar.
“Kalian berdua keluar dari sini
segera!” segera mengusir Hano bersama gadis centil maksudku gadis gila.
Meminta temanku agar berganti shift
denganku merupakan jalan keluar. Beruntung saja temanku mau walaupun dikatakan
dadakan. Akhirnya suasana rumah sudah mulai tenang sekarang ini. “Untung saja
ga ada operasi dadakan di RS” mengelus dada.
Ka’Rae masih menatap ganas ke arahku
bahkan makin menakutkan. “Setidaknya 2 manusia tadi sudah pergi dari rumah”
bernafas lega sekali lagi
“Jelaskan apa yang sedang terjadi?”
pertanyaan mengerikan ka’Rae.
“Kakak tidak harus menjadi FBI buat
Aras” sedikit penekanan.
“Karena saya kakakmu” ka’Rae.
“Aras tidak sengaja bertemu Hano di
rumah sakit” memulai percakapan.
“Lantas manusia centil satunya?”
ka’Rae.
“Dia putri Lucas sekaligus satu
tempat kerja denganku, hanya beda ruang saja” menjawab pertanyaannya.
“Perasaanmu sendiri terhadap Hano?”
ka’Rae.
“Entahlah”
“Perasaanmu terhadap siapa namanya
itu si’centil?” ka’Rae.
“Namanya Sea” sedikit menjelaskan.
“Perasaanmu terhadapnya?” ka’Rae.
“Entahlah” menjawab asal.
“Jawaban yang membuatku sedikit gila
sekaligus terguncang” ka’Rae.
“Saya tidak ingin mencampuri masalah
pribadimu, hanya saja setidaknya kau berpikirlah kembali sebelum terlambat
untuk memulai hubungan bersama mantan terindahmu maksudku Hano” ka’Rae.
“Berpikir kembali sebelum
terlambat?” tertawa menggelikan.
“Kenapa tertawa?” ka’Rae.
“Terdengar lucu saja, lantas Ka’Rae
sendiri bagaimana?” balik melemparkan pertanyaan.
“Maksudnya?” ka’Rae.
”Jangan asal pacaran sembarang
orang, masa psikologi menjalin hubungan tidak jelas” memberi sindiran. Saya hanya
ingin melihat ka’Rae menemukan pasangan terbaik di alur cerita hidupnya.
“Sebagai bahan hiburan semata,
lagian kakak sedang menjalin hubungan serius ma mantan rekan kerja terbaikmu di
LN sana” ka’Rae.
“Jangan katakana ka’Rae menjalin
hubungan ma Hyman?” menatap tajam.
“Ya begitulah” senyum bahagia
ka’Rae.
“Aras sudah curiga sejak dulu”
kalimatku.
“Kakak kembali kesini untuk meminta
restu mama dan juga paman tua” ka’Rae.
“Bagaimanapun Hyman memang pria
berkualitas, sebenarnya ka’Rae yang beruntung bukan dia” sedikit memberi
sindiran.
“Tapi, dia berjuang keras mengejar
kakak. Understand?” ka’Rae.
“Terserah” membalas kesal.
Bagaimana bisa kakakku sendiri
menjalin hubungan dengan musuh bebuyutanku? Sepertinya dunia seorang Aras
hancur seketika. “Menemukan tulang rusuk sih bertemu, tapi jangan musuh
bebuyutan juga keles” berdengus kesal.
“Kau bilang apa?” ka’Rae.
“Lupakan!” segera menarik diri dari
hadapan nenek lampir.
Berjalan keluar rumah mencari angin
segar cukup menyenangkan juga. “Nikmati hidupmu Aras!” memberi penekanan
terhadap diri sendiri. Seperti biasa suasana malam di bawah sinar bintang malam
hari menjadi penghibur tebaik.
“Sudah kuduga kalau kau pasti berada
di sini” entah dari mana Hano tiba-tiba muncul semacam hantu gentayangan.
“Kau tidak mempersilahkan saya duduk
di sampingmu?” Hano.
“Entahlah” ujarku seketika.
Saya sendiri kurang memahami tentang
kisah percintaan di sekitar jalanku. “Sejak dulu, ka’Rae kurang menyukaiku”
Hano.
“Tapi apa pun itu, seorang Hano
tetap menginginkan Aras kembali berjalan ke arahnya” Hano.
“Berjalan kembali?” sedikit tertawa
mendengar pernyataannya.
“Saya ingin belajar berada di
sampingmu ketika kau sedang menjalani masalah paling tersulit dan tidak mungkin
lari sama seperti dulu” Hano.
“Apa yang salah dengan pernyatan
ingin mendapat kesempatan kembali?” Hano.
“Tidak ada yang salah” menjawab
pertanyaannya.
17.
Objek berbeda…
Seorang Aras sedang berada pada
sudut persimpangan jalan? Dialog percakapan ingin mendapat kesempatan?
“Bagaimanapun wanita sepertiku ingin kejelasan jawaban dari pertanyaan tadi”
Hano segera beranjak pergi setelah ucapannya barusan.
“Pernyataan bodoh” tertawa
menggelikan.
“Ka’Fruity, apa kau akan kembali
menatap ke arah jurnalis cantik itu?” tiba-tiba saja gadis centil hadir tanpa
diundang…
“Apa di mata ka’Fruity hanya ada
jurnalis cantik Hano?” dua bola matanya
berkaca-kaca seketika.
“Sudah malam begini masih keluyuran”
menggeleng-geleng kepala.
“Apa kakak sadar kalau seluruh media
meliput pemberitaan tentang hubungan jurnalis cantik dan seorang dokter tampan?”
tangis gadis centil pecah…
“Dimana?”
“Seluruh media” penekanan darinya.
Kenapa bisa wajahku terpampang ganas sedang berduaan bersama Hano? Lebih parah
lagi adalah pemberitaan tentang kisah cinta segitiga jurnalis cantik…
“Kenapa saya jadi orang ketiga di semua
pemberitaan media?” tangis gadis centil makin pecah.
“What?” berteriak seketika.
“Kakak sadar tidak kalau sekarang
Sea menjadi bulan-bulanan seluruh netisen karena merusak hubungan kalian?”
gadis centil.
“What?” dua bola mataku terbelalak
kembali.
“Sea merelakan kakak kembali ke
pelukan jurnalis cantik itu” dia berlari pergi tanpa mendengar sepatah kata
dariku. Media mendapat gambar kami bertiga dimana? Hal lebih buruk lagi adalah
identitas keluargaku juga gadis centil terbawah ke permukaan.
Seluruh netisen memberi hujatan demi
hujatan kurang menyenangkan. “Ternyata jurnalis cantik menangis keras tengah
malam hanya karena anak seorang psikopat?” ucapan seorang netisen.
Gambar wajah Hano menangis di tengah
jalan dalam keheningan malam cukup tercetak jelas seputar pemberitaan media.
“Lebih parah lagi, anak Bandar narkoba terbesar menjadi orang ketiga dalam
hubungan mereka” kalimat ganas netisen lain.
“Hano seribu kali lipat jauh lebih
cantik dibanding anaknya Lucas Bandar narkoba” ejekan mereka.
“Psikopat bernama Avram masih saja
merusak kehidupan orang melalui anaknya.”
“Ko bisa ya menjadi dokter terbaik
di rumah sakit, pada hal anak dari Avram si’manusia psikopat?”
“Bisa-bisanya Hano mengglepek-glepek
sampai nangis sesunggukan begitu karena dirinya?”
“Bisa-bisanya seorang Hano gadis
paling sempurna mengemis cinta sampai nangis?”
“Ka’Hano, biarkan saja anak psikopat
dan anak Bandar narkoba hidup bahagia karena mereka berdua sama-sama sampah
dunia” ujar netisen kembali.
“Kemungkinan besar dokter itu akan
memilih Hano dibanding anak Bandar narkoba. Tapi, kuharap si’anak psikopat
pergi menjauh dari kehidupan sang jurnalis” hujatan demi hujatan bermuara sama
seperti 10 tahun silam.
Kenapa juga gadis centil itu
menangis? “Namaku juga rusak keles bukan hanya dia” tidak habis pikir terhadap
pemberitaan media.
Rumah sakit penuh dengan wartawan
yang ingin meliput pemberitaan. Dari mana mereka menyadari tempat kerjaku? “Habis
sudah” segera berlari menuju suatu tempat.
“Lucas, bisakah anda menjelaskan
hubungan cinta antara anakmu!” teriak seorang wartawan tempat di mana si’bandar
narkoba menjalani masa hukuman penjara.
“Media itu iblis berwajah malaikat,
sedang netisen iblis berwajah menyeramkan. Jadi, 2 golongan ini jika disatukan
artinya neraka jahanam” sebuah pesan ngelantur dari ka’Rae.
“Pernyataan gila” membalas pesannya.
“Kenyataan bos” balasan menohok
ka’Rae.
Berusaha masuk ke dalam sel tahanan
melalui bantuan kepala penjara. Tentunya hubungan antara saya dan kepala
penjara berjalan baik hingga detik sekarang. “Lain kali, jangan bermain api”
Jack si’kepala penjara.
“Tinggalkan kami berdua!” segera
mengusir Jack sang kepala penjara.
“Apa kau baik?” pertanyaan pertama
terhadap Lucas setelah kepergian kepala penjara.
“Kau sendiri?” Lucas.
“Maaf membuat putrimu berada dalam
masalah besar karenaku” menundukkan kepala.
“Sea sudah terbiasa, jadi, kau tidak
perlu khawatir” Lucas.
“Pernyataan bodoh”…
“Gadis kecilku bukan manusia lemah,
pikirkan saja dirimu” Lucas.
“Kau tidak marah?”
“Marah tidak akan menyelesaikan
banyak masalah” Lucas.
“Kenapa?”
“Hidup seorang Aras jauh lebih
menderita dibanding gadis kecilku, tapi selalu saja belajar untuk tidak pernah
menjadi pembenci” Lucas.
“Kalau anak ingusan sepertimu bisa,
lantas kenapa pria tua sepertiku tidak mencoba juga untuk belajar tentang banyak
hal” Lucas.
“Pernyataan bodoh” tertawa seketika.
“Apa kau tahu kalau gadis kecilmu
memiliki IQ cukup tinggi untuk mengembangkan dunia medis?” pertanyaanku ke
arahnya.
“Dia tidak pernah bercerita, tapi,
apa pun itu Sea memiliki alur cerita terbaik dengan porsinya sendiri dan
sebagai ayah akan selalu berada di belakang anaknya” Lucas.
“Dia lebih dari yang kau bayangkan”
membalas kalimatnya kemudian berjalan pulang.
Merenung kembali akan ribuan cerita
tidak masuk akal? Saya ingin tertawa keras dalam kamar kecil milikku. “Kita berdua ditakdirkan hidup bersama
selamanya” ingatan kalimat Hano bersama tangisannya mengudara
seketika.
“Karena keegoisan
seorang ayah sepertiku hingga berujung terhadap objek cukup menyeramkan...”
kenapa juga saya harus
mengingat ucapan ayahnya tuan Benyamin.
“Ketakutan sebagai
ayah membayangkan putri semata wayangnya menjadi pemberitaan orang banyak
menjalin hubungan bersama seorang anak psikopat jauh lebih besar” apa saya harus memberi
acungan jempol atas pernyataan ayahnya tuan Benyamin.
“Tapi
apa pun itu, seorang Hano tetap menginginkan Aras kembali berjalan ke arahnya”
Hano.
“Saya
ingin belajar berada di sampingmu ketika kau sedang menjalani masalah paling
tersulit dan tidak mungkin lari sama seperti dulu” bayangan kata-kata Hano.
“Kau tidak harus
membalas perasaan Sea, hanya saja apa pun yang dilakukan olehnya terhadapmu
jangan masukkan ke hati” Lucas memiliki sisi berbeda ketika mengungkapkan sesuatu hal.
“Something banget” memikirkan satu
objek.
Defenisi sebuah hubungan memang
membutuhkan proses bersama beberapa cerita di dalamnya. “Aras Aras Aras…”
teriak ka’Rae menggoncang tubuhku.
“Jam berapa sekarang?” berusaha
menghindari sinar matahari dari jendela.
“Kupikir kakak ke rumah pria tua? Lantas
kenapa disini?”
“Kau tidak perlu tahu kapan kakak
keluar dari rumahmu” ka’Rae.
“Kenapa juga wajah ka’Rae ketakutan
begini?”
“Ketakutanlah masalahnya Hano dan
gadis centil itu maksudku Sea” ucapan ka’Rae terpotong.
“Mereka kenapa?”
“Sepertinya mereka berdua mau
berkelahi karena dokter gila sepertimu” teriak ka’Rae.
“Dimana ka’Rae tahu?”
“Kakak tidak sengaja mendengar
percakapan Sea” ka’Rae.
“jadi, ceritanya Sea ditelepon ma
Hano. Mereka berdua janjian ketemuan” ka’Rae.
“Kenapa ka’Rae ga bilang dari tadi?”
segera melompat dari ranjang berlari keluar hanya memakai piyama.
“Kenapa ka’Rae ga ngejar gadis gila
itu sih, kan bisa hubungi Aras pakai telepon saja” terus saja menyalahkan ka’Rae
sambil berusaha menghidupkan motor milikku.
“Kau saja sulit dibangunkan apa lagi
pakai telepon? Kiamat dunia juga seorang Aras ga bakalan bangun” teriak ka’Rae
di belakang motorku.
“Tapi mereka janjian ketemuan
dimana?”
“Dimana yah?” ka’Rae.
“Hancur banyak, ka’Rae menguping
tapi tidak jelas begini” mengamuk terhadapnya.
“New pantai” teriak ka’Rae.
“Mana tempatnya jauh lagi” terus
saja menggerutu. Mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi harus kulakukan. Ka’Rae
sendiri jantungan habis-habisan akibat perbuatanku.
Desiran ombak pantai terdengar
jelas. Kami akhirnya berada cukup jauh dari kota. Kenapa Hano mengajak bertemu
di tempat seperti ini? Apa yang akan dilakukan olehnya? Kami berdua terus saja
menyusuri bibir pantai untuk mencari keberadaan mereka. “Sepertinya di sana” ka’Rae
menunjuk sebuah tempat.
Sebuah bangunan berada di
tengah-tengah sedikit jauh dari bibir pantai bahkan harus memakai perahu,
kapal, ataukah jembatan lift dengan rancangan khusus menuju tempat tersebut. Bangunan
tersebut sengaja di desain mengambang di atas permukaan laut. Membentuk pohon
dengan banyaknya ranting di sekelilingnya dengan bentuk tidak beraturan. Bulatan-bulatan
menyerupai buah tergantung manis di sekitar ranting pohon tadi. Seseorang dapat
menikmati matahari terbit dan juga terbenam sekitar ranting dan bulatan yang
menyerupai buah tadi. Sementara batang pohon raksasa itu berisi beberapa jenis
permainan hiburan, olahraga menantang, tempat penginapan, taman menyerupai
desiran ombak, dan lain sebagainya. Semburan ombak dapat dinikmati setiap
waktu. Air mancur akan memainkan banyak warna membentuk sebuah kata di seluruh
batang pohon bersama ranting-rantingnya tadi. “Hope” jenis kata yang selalu
saja mengudara dari pancuran air tersebut.
Kehidupan dituntut untuk
menghasilkan buah sama seperti pohon tadi. “Jangan pernah menghasilkan buah
asam ketika proses hidupmu berjalan” satu kata bijak terpampang manis pada
sudut pintu pertama bangunan ini.
“Jika buah yang kau hasilkan manis,
tentu semua orang akan menikmati sisi terbaik dalam dirimu” kalimat kedua
setelah melewati pintu lain.
“Hidupmu tidak akan pernah memiliki
irama, jika kau sama sekali tidak menghasilkan buah melalui proses hidup paling
menyakitkan” kalimat apaan ini...
“Itu mereka” tangan ka’Rae menunjuk
ke atas.
“Lift ke atas penuh” terlihat kesal.
“Naik tangga darurat” ka’Rae segera
menunjuk tangga tidak jauh dari tempat kami berdiri.
Kenapa juga mereka berdua bertemu di
tempat seperti ini? Mereka berada di puncak dari bangunan di sini. “Kita berdua
seperti anak kecil lagi berebut permen manis” tawa gadis centil seketika.
Ka’Rae menahan dua kakiku untuk
tidak tidak segera berjalan ke arah mereka berdua. “Tapi, sebenarnya saya iri
terhadapmu” Hano.
“Kau bisa menarik tangan Aras sama
seperti yang kulakukan dulu” Hano.
“Jelas-jelas ka’Hano terlahir
sempurna, kaya, terkenal, cantik, jenius hingga membuat Sea sadar kalau ka’Fruity
tidak mungkin bisa berlari ke arahku” gadis centil.
“Maaf membuatmu menjadi bulan-bulanan
netisen” Hano.
“Sea sudah terbiasa mendapat hujatan
karena memiliki ayah seorang Bandar narkoba” gadis centil.
“Apa pun itu, sebagai anak dengan
bangga ingin berkata kalau ayahku is the best dari semua ayah dan semua yang
terjadi hanyalah bagian masa lalunya semata” entah sejak kapan seorang gadis
centil dapat berkata-kata bijak seperti ini.
“Kenapa juga saya tiba-tiba saja
menyukai saingan terberat di depanku” Hano tersenyum kecil.
“Dia sudah terlalu banyak menderita,
jadi, kuharap ka’Hano bisa menjadi pondasi terbaik untuk bersandar seutuhnya
hingga membuatnya lupa tentang apa pun penderitaan ataukah beban berat di depan”
gadis centil.
Percakapan tersebut menciptakan
insiden tidak terduga dan membuat mereka terpeleset sesuatu hingga terjatuh ke
laut. “Mereka berdua tidak bisa berenang” teriak ka’Rae.
Entah kenapa dua kaki seorang Aras
sedang berlari untuk menyelamatkan gadis centil itu. Apa yang terjadi denganku?
“Sea, bangun” segera melakukan CPR (Cardiopulmonary resuscitation/ resusitasi
jantung paru tidak responsif).
“Hano, bangun jangan mati sekarang”
ka’Rae melakukan hal yang sama denganku. Beruntung saja Hano segera siuman.
“Sea, bangun!” masih berusaha
melakukan CPR.
Tiba-tiba saja gadis centil batuk
dan mengeluarkan air. “Ka’Fruity, kenapa di sini?” pertanyaan gadis centil.
“Dasar gadis bodoh” segera
memeluknya.
“Ka’Hano” gadis centil mengingat
keadaan Hano.
“Dia baik-baik saja, ga perlu
khawatir” menjawab pertanyaannya.
“Habislah kisah cinta segitiga
adikku” ka’Rae berteriak keras.
“Sudah malam, ayo pulang!” mengajak
mereka semua meninggalkan tempat tersebut.
Kami semua diam membisu satu sama
lain selama perjalanan memakai bis menuju kota, sedang motor milikku dibiarkan
untuk sementara berada di sekitar parkiran New pantai. “Istirahat yang cukup
bisa membuatmu jauh lebih baik” berujar ke arah Hano setelah kami turun dari
bis.
“Apa kau tidak mau mengantarku
pulang?” Hano.
“Lupakan! Sepertinya saya bisa
pulang sendiri” berusaha menahan taxi yang sedang lewat.
“Sea juga bisa pulang sendiri” gadis
centil ikut-ikutan mencari taxi lain.
“Perasaanku berkata kita berdua
tetangga sebelah rumah” sedikit menyindir.
“Lupakan! Lagian ka’Hano juga butuh
diantar, jadi, Sea ga mau egois lagi” gadis centil segera masuk ke dalam taxi sambil
menarik tangan ka’Rae meninggalkan kami berdua.
Hano sendiri masih sibuk menahan
taxi, namun masih belum mendapat. “Taxi” segera menghadang kendaraan roda
empat.
“Kuantar pulang” membuka pintu taxi.
“Ternyata pintu hati seorang Aras
sudah tertutup” tawa Hano memulai pembicaraan.
“Sejak kapan kau mulai menyukai dia?”
Hano.
“Maksud ucapanmu?” sedikit bingung.
“Wajar saja berusaha menghindar
bahkan menjaga jarak” Hano.
“Saya benar-benar seperti gadis
bodoh karena memaksakan kehendak” Hano.
“Hano”
“Kau lebih memilih menyelamatkan Sea
menjadi jawaban penolakan buatku” Hano.
Dia berjalan keluar dari taxi
seorang diri. “Kau sendiri tetap diam membisu di tempatmu bahkan tidak berusaha
berlari ke arahku untuk menjelaskan sesuatu” kalimatnya berbalik kembali
setelah berjalan beberapa langkah.
“Kau menolak Hano wanita paling
sempurna dengan sangat tegas” Hano berusaha menahan sisi emosionalnya kemudian
berjalan masuk ke rumahnya.
Saya sendiri tidak tahu, entah sejak
kapan perasaanku terhadapnya hilang begitu saja. Cinta pertama sekaligus masa
remaja bersama nada iramanya memberi kesan tersendiri. “Aras” seperti biasa ka’Rae
membuatku terbangun dari mimpi buruk…
“Apa lagi sih?” nada kesal terhadap
ka’Rae.
“Sea meninggalkan surat buatmu” ka’Rae.
“Kakak dapat dari mana?” menarik
sebuah amplop dari tangan ka’Rae.
“Pintu” penekanan ka’Rae.
“Dia sekarang berada di bandara
menuju Negara asing gitulah” ka’Rae.
“Gawat, bagaimana dengan lemari
kotak medis?” hampir tidak percaya.
“Kau masih berpikir lemari apaan? Yang
sekarang harus dipikirkan tentang pintu hatimu. Understand?” ka’Rae.
“Motorku dimana?” mencari motor yang
ternyata tertinggal di pantai kemarin.
“Ka’Fruity, jangan lupa bahagia. Sea
selalu mendoakan yang terbaik buatmu walaupun kakak batal jadi jodoh masa
depanku” isi surat padat, singkat, dan jelas.
“Motormu di sana menunggu dengan
manis” ka’Rae menunjuk sesuatu…
“Semalam ka’Rae menyuruh sopir mobil
pick up mengantar motor kesayanganmu” ka’Rae.
“Ka’Rae tahu dari mana Sea mau
berangkat keluar negeri?”
“Pemilik rumah kontrakan” ka’Rae.
“Mana macet lagi” berdengus kesal
menyaksikan kemacetan mendadak.
“Ambil jalan sempit di sana!” ka’Rae
menepuk keras bahuku.
Berusaha menerobos hingga berhasil
melalui beberapa jalan sempit tidak jauh dari jalan raya besar merupakan
sejenis petualangan luar biasa. “Jalan buntu” seolah ingin mengamuk ke arah ka’Rae.
“Kau bisa berlari memakai dua kakimu
ke bandara keles. Ga sampai 5 menit kesana kalau lari” celoteh ka’Rae.
“Ka’Rae makasi buat semuanya”
memeluk erat kakakku…
“Pergilah sebelum terlambat!” ka’Rae mendorong tubuhku.
Dua kaki terus saja berlari dan
berlari untuk menemukan sebuah jawaban. Entah sejak kapan senyum gadis agresif
seperti dirinya menghiasi ruang kosong dalam alur cerita Aras Avram? Mencari tiap
sudut dari isi bandara hanya untuk menemukan dirinya…
“Gadis agresif…” berteriak keras
ketika menyadari keberadaannya.
“Gadis centil…” berteriak makin
keras membuat perhatian semua orang tertujuh ke arahku.
“Gadis gila, apa kau betul-betul
akan pergi?” pertanyaan kacau.
Apa dia berpura-pura tidak mendengar
suaraku? “Sea, menikahlah denganku!” kenapa jadi ajang melamar begini?
“Terlambat” menyadari kalau Sea
tetap berjalan masuk menuju pesawat.
“Ka’Fruity, tidak sedang bercanda
kan?” tiba-tiba saja seseorang berusaha mengatur nafas setelah berlari kencang
sedang berdiri di hadapanku.
“Apa pintu hati kakak sudah bukan
buat orang lain?” Sea.
“Apa kakak serius menolak jurnalis
cantik itu?” Sea.
“Dasar gadis bodoh” berlari memeluk
dirinya.
“Maaf, terlambat menyadari
perasaanku sendiri” berujar kembali.
“Sea sedang tidak lagi bermimpikan?”
Sea.
“Apa kau menikah denganku?”
“Sea benar-benar tidak bermimpikan? Semoga
ini bukan mimpi” Sea.
“Anggap saja kau lagi bermimpi dan
jangan terbangun” segera menyentil keningnya.
“Ga pakai pacaran? Langsung nikah?”
Sea.
“Yes” menjawab spontan.
Sea mengangguk dengan mata
berkaca-kaca. Semua orang di sekitar kami memberi selamat. Bukan karena
persamaan kehidupan, melainkan sesuatu hal menarik dalam dirinya yang tidak
dimiliki oleh siapapun termasuk Hano. Tidak selamanya apa yang terlihat begitu
sempurna merupakan sebuah paket terbaik hingga dua tangan harus menggenggam
begitu kuat. Terkadang, objek kata sederhana jauh lebih dari pemikiran dengan
peran pondasi terbaik dibanding kata sempurna tadi.
Hano berusaha menjelaskan di hadapan
media tentang beberapa hal. “Sea bukan orang ketiga ataukah perusak hubungan. Kenyataan
sebenarnya, saya pergi dan tidak berada di sampingnya ketika dia berhadapan
dengan banyak masalah” ungkapan perasaan Hano di hadapan para wartawan.
“Jangan menyerang dokter Aras
sebagai anak psikopat, karena kalian tidak pernah tahu banyak hal yang memang
benar-benar sulit untuk ditebak. Tiap orang memiliki masa lalu begitupun
sebaliknya dengan kisah ayah Sea sendiri sebagai mantan Bandar narkoba” Hano.
“Tidak kusangka ka’Hano benar-benar
orang baik” gadis centil terharu mendengar luapan kalimat Hano di televisi.
“Tidur sana sudah malam!” mengusir dirinya
agar segera keluar dari rumahku.
“Btw, tanggal pernikahan kita berdua
kapan?” Sea menyadari sesuatu hal.
“Minggu depan” jawaban spontan
mendorong tubunya keluar dari rumahku.
Kenapa juga saya pakai acara lamaran
tadi? Hal yang terjadi adalah seminggu kemudian kami berdua resmi menjadi
pasangan suami istri. “Saya hampir tidak percaya kalau kau dan aku menjadi
hubungan mertua dan menantu” kalimat pertama Lucas melalui video call. Kepala penjara
membantu Lucas menyaksikan pernikahan putrinya melalui sebuah sambungan video
call.
“Doa terbaik buatmu” ucapan selamat
mama memelukku ketika kami berdua menjenguknya di penjara. Lemari kotak medis
milik Sea juga resmi diluncurkan untuk membantu banyak rumah sakit terlebih
seluruh puskesmas terpencil di pedesaan.
“Sea ingin mengucapkan terima kasih
buat papa. Maaf selalu saja berteriak ke arahmu. Apa pun ucapan orang
tentangmu, di hati Sea tetap ingin berkata kalau papa tetaplah ayah terhebat
ketika berjalan di sekitar jalan setapak paling menyesakkan” pertama kalinya
seorang Sea mengungkapkan sesuatu hal…
###TAMAT###
Tidak ada komentar:
Posting Komentar