Sabtu, 02 September 2023

BE STRONG…

1.      Sampah jalanan jauh lebih berharga dibanding kehidupan…

 

ARAS…

Hidup memiliki satu arti ketika semua terlihat berbeda dari sudut lorong kecil dari beberapa permainan rintik hujan. Apa yang saya inginkan dari cerita hidupku sendiri? Permainan? Irama?  Pernyataan? Terkadang apa yang tidak kuinginkan selalu saja tertawa lebar bermain-main di sekitar hamparan kehidupan ruang kecil di dalam sana. Menarik nafas panjang membuatku ingin tertawa sinis, tetapi harus kulakukan. Diam seribu bahasa di tengah guncangan badai terdengar menyesakkan. Keadaan menyatakan bahwa kata diam sepertinya jauh lebih berharga dibanding berteriak mengungkapkan banyak hal.

“Kehidupan terbodoh” berteriak di dalam diam.

“Kau bukanlah objek terbaik” tertawa sinis menatap setiap keadaan.

Berhenti berkata-kata merupakan jenis konsep pemikiran paling menyedihkan, akan tetapi jalan tersebut jauh lebih baik dibanding apa pun dari sebuah keputusan. “Menggenggam menyatakan rasa sakit diantara semua tusukan duri tajam” berkata-kata sambil memandang alam liar di luar sana.

Pemikiranku jelas jauh berbeda ketika mengungkapkan sesuatu hal. Semua orang akan berpikir tentang beberapa trik kata, namun tidak denganku. “Membosankan” kalimat terbaik ketika menatap objek tergila.

“Memalukan” sekali lagi dentingan kata tersebut mengudara seketika.

Perjalanan pada sebuah nada-nada bisikan waktu menciptakan gilasan tidak terduga. Artinya?  Cari sendiri, understand? Tawa dedaunan sepertinya berkumandang di alamnya sendiri.

“Aras, apa sih hal menyenangkan darimu?” bertanya terhadap diri sendiri.

Kisahku memang jauh berbeda dibanding manusia-manusia disekitarku. Seseorang dengan kehidupan menyedihkan ingin menciptakan irama di sekitar jalan setapak. Saya ingin berjalan bahkan berlari sebagai pemenang dan bukannya kalah terhadap keadaan hidup.

Hikmat merupakan kesanggupan untuk melihat dari sudut pandang Tuhan untuk mengambil keputusan terbaik. Bijak dalam mengambil tindakan serta langkah terbaik yang harus diambil oleh diri sendiri. “Pernyataan bodoh” nada mengejek setelah membaca 2 buah kalimat.

“Apa yang mereka tahu tentang kata tadi?” pertanyaan pertama.

“Apa sih keistimewaan dari kata hikmat serta makna terselubung di dalamnya?”

“Apa kata tersebut dapat menghancurkan tiap hal paling menyakitkan dengan satu keputusan bijak menurut hikmat dari sang pencipta?”...

Masalahku tidak akan bisa diselesaikan dengan begitu mudahnya oleh siapapun. Kehidupan sebagai seonggok sampah layak diberikan buatku. “Sepertinya sampah-sampah di jalanan itu masih jauh lebih berharga dibanding hidupku sendiri” sekali lagi relung hati seorang Aras tertawa sinis di dalam pecahan retakan luar biasa menyesakkan.

“Kemana saja?” tatapan penuh kejutan kakak perempuanku.

“Jawab! Jangan diam seperti patung” gertakannya.

“Kakak sendiri kemana?” pertanyaan balik.

“Adik kurang ajar” makian darinya.

“Berhenti bersikap sok-sok’an menjadi orang tua!” nada tinggi buatnya.

“Aras” ka’ Rae makin berteriak.

“Kakak sendiri jalan ga karuan kemana saja bahkan ke klup malam ma orang-orang aneh” sekedar mengingatkan perbuatannya.

“Aras ga pernah komplain atau marah” melanjutkan kalimatku sekali lagi.

“Jadi, sekarang berhenti mencampuri atau apa pun dan kemanapun Aras pergi sekalipun itu ke jurang maut sekalipun!” kalimat itu terdengar lebih menyenangkan buatnya.

Dia terdiam sesaat tanpa membalas sepatah katapun. Saya hanya ingin diam di dalam kesunyian yang tidak seorangpun akan mengerti tentang jalanan di depanku. Permainan, gelombang, warna-warna jurang seolah menyatakan tawa cukup menyesakkan bersama nyanyian kemenangannya.

Duduk merenung membayangkan hujatan demi hujatan menyatakan  keadaan seorang Aras hancur tercabik-cabik dalam satu alur mengrikan diantara semua alur cerita. “Tertawakan dirimu sekarang” berkata-kata di dalam ruang gelap.

“Apa alur ceritamu memang harus seperti sekarang ini?” pertanyaan terhadap diri sendiri.

“Jawabannya kan memang sudah ada di depan” hal  terbodoh yang selalu saja mengudara.

Tiap hari antara kehidupanku dan ka’Rae hanya diselimuti pertengkaran semata. Satu sama lain tentu bimbang menjalani alur cerita tidak terduga. Siapa sih pernah menginginkan bencana hidup seperti kami? Sayapun tidak pernah ingin berada di tempat tadi. Keadaan menyatakan hal sebaliknya hingga satu sama lain menciptakan pertengkaran-pertengkaran bodoh.

“Aras bajingan” teriak ka’Rae.

“Mau kemana?” terus berteriak.

“Berhenti berteriak!” makianku...

“Dasar bajingan” ka’Rae tidak mau tahu.

“Kakak sendiri bukan bajingan?” balik bertanya.

“Adik durhaka” ka’Rae.

“Berhenti berteriak!” berusaha berlari meninggalkan ka’Rae di jalan seorang diri.

Berjalan kaki tanpa arah tujuan seperti orang gila yang lagi kesurupan tingkat dewa. “Ka’Rae saja bisa melakukan apa yang dia mau” suara hati berbisik.

“Berarti saya juga bisa dong” satu pernyataan kalimat terhadap diri sendiri.

Saya ingin merasakan sensasi berada di sekitar perkumpulan manusia preman, minum, mabuk, merokok, & kalau perlu memakai obat terlarang sama seperti mereka. Kalau masalahku bisa dilupakan dengan melakukan hal demikian, kenapa tidak kulakukan? “Ka’Rae saja bisa bergoyang seperti orang gila di diskotik sana” membayangkan tingkah kakakku.

“Artinya saya juga bisa” ucapan sinis.

“Kalau perlu saya menjadi manusia mafia paling terjahat sekalian” pernyataan terbaik seorang Aras.

Masa depan kami berdua memang sudah hancur berantakan sejak peristiwa keluarga kemarin. Kami berdua harus tinggal di rumah kecil bahkan harus bersembunyi seperti orang bodoh untuk selamanya. Di mata masyarakat kami berdua hanyalah sekelompok penjahat kelas kakap.

Permainan nada cerita menyesakkan selalu saja mempermainkan dunia seorang Aras. Apa ini kutukan? Apa saya salah kalau ingin melemparkan ribuan pertanyaan terhadap alur cerita tadi?

“Aras, terima saja kenyataan hidup” berkata-kata terhadap diri sendiri.

“Hidupmu jauh lebih busuk dibanding kumpulan sampah-sampah di sana” pernyataan yang terus saja mengudara tanpa jeda iklan.

“Apa sosok Aras harus melenyapkan diri sendiri hingga tidak lagi mendengar hujatan siapapun di sekitar?” pertanyaan itu muncul begitu saja.

“Mungkin jauh lebih baik kalau ka’Rae juga ikut mati biar semua orang berhenti melemparkan caci maki karena sesuatu dan lain hal” hal tergila muncul kembali dalam benak...

Jalanan setapak itu memberi kisah tragis bersama cabikan-cabikan kehidupan paling mengerikan di antara semua puing bangunan hanya dalam hitungan detik. “Ka’Rae” kalimat pertama setelah berdiri di hadapan kakakku.

“Apa kau tidak sakit?” ka’Rae.

“Sakit?”

“Tiba-tiba saja kau berjalan manis masuk ke rumah sambil menyapa kakakmu?” ka’Rae.

“Kan aneh?” ka’Rae.

“Tumben botol minuman kakak ga bertebaran di atas meja?” mengalihkan pertanyaan.

“Kan botolnya kakak jual” ka’Rae.

Apa dia sudah bertobat? Mana mungkin kakakku bertobat hanya dalam waktu semalam. “Jauh lebih baik mengajak dia mati bersama dari pada menyiksa dirinya bersama objek gila dalam dirinya” bergumam seorang diri setelah berada di kamar.

Saya hanya perlu berkata, “Kakak, hilangkan rasa sakitmu dan lupakan semua masalah” mencoba melatih diri untuk memulai pembicaraan terhadap ka’Rae.

“Ayo kita gantung diri saja” berkata-kata seorang diri. Membayangkan gantung diri dengan menjulurkan lidah keluar membuatku ingin muntah berulang kali.

“Rasanya semacam tante girang maksudku om-om girang putus pengharapan” menggeleng-geleng kepala.

“Kakak Rae, dari pada harus bertengkar terus dan menjalani kehidupan kacau serta mendapat hujatan semua orang, lebih baik kita berdua membuang diri dari lantai gedung pencakar langit” berlatih kata-kata kembali.

“Ayo kita mati bersama”

“Bagaimana kalau mereka semua makin melemparkan hujatan bahkan membiarkan mayat kami berdua membusuk?” dua bola mataku berkedip dengan kecepatan tinggi membayangkan kejadian tersebut.

“Ini bukan jalan keluar” menarik sebuah kursi.

Lantas, kami berdua harus mati dengan cara gimana? Kehidupan berantakan, jatuh miskin, hujatan kiri-kanan, pertengkaran yang bahkan tidak pernah berhenti antara saudara kandung sendiri, masa depan rusak, menjadi sampah terbau merupakan jalan ceritaku sekarang. Kami berdua jauh dari kata bahagia hanya dalam waktu singkat. Siapa pernah menduga peristiwa tersebut merebut semua kebahagiaan serta apa yang kumiliki?

“Minum racun tikus alternatif lain mengakhiri semua masalah” sedikit tersenyum.

“Hidup dalam kemiskinan sama saja dikatakan menjalani kehidupan neraka” bergumam kembali.

“Mempercepat diri ke neraka kan jauh lebih baik” berkata-kata sekali lagi.

Saya juga tidak katakan bunuh diri membuat diri tentu berada di alam nirwana. Setidaknya, jalan keluar masalah semua orang yang putus pengharapan adalah bunuh diri sekalipun tempatnya memang akan berada di neraka. “Buat apa lagi sosok Aras tetap bertahan hidup di bumi?” meremas-remas botol mineral di atas meja.

Miskin melarat seolah menciptakan alam lain di setiap tarikan nada-nada alur retakan pecahan kaca paling menyedihkan. Pertengkaran di antara adik kakak terus saja terjadi. Saling menyalahkan satu dengan lainnya seolah tidak pernah berhenti mengudara.

“Minum racun tikus, membuang diri ke laut, menusuk diri sendiri memakai pisau terserah yang penting saya tidak lagi tahu rasanya mendapat hujatan orang banyak”  suara hati berbisik.

“Bajingan” teriakan ka’Rae.

“Bajingan” ka’Rae.

“Bajingan, cepat buka pintunya!” ka’Rae.

“Apaan sih” segera membuka pintu.

“Kau sepertinya mencurigakan” ka’Rae.

“Mencurigakan apaan?”

“Entahlah” ka’Rae. Pertanyaan aneh terus saja mengudara tiap melihat tingkah ka’Rae. Kenapa dia bisa bersikap santai seakan tidak pernah terjadi sesuatu? Masih bisa tertawa lebar pada hal...

Kemungkinan besar rasa sakitnya lenyap setelah meneguk minuman keras. Jadi, sosok ka’Rae bisa kembali tersenyum santai tanpa tangis tujuh keliling keesokan harinya. Memangnya dia punya uang terus apa buat beli minum? Mending mati bunuh diri biar ga keluar-keluar uang.

“Uang buat makan sudah menipis” ka’Rae.

“Gimana ga habis, lah kakak doyan minum tiap malam” menyindir.

“Apa kau punya ide dapat uang?” ka’Rae.

Tidak seorangpun memberi kami belas kasihan dengan alasan apa pun. Untuk mendapat pekerjaan sangat-sangat mustahil. Ka’Rae sendiri menghabiskan sisa uang peninggalan orang tua buat mabuk-mabukan tiap malamnya. “Kakak tinggal pilih” ujarku memancing.

“Pilih?” ka’Rae.

“Mencuri, membunuh, atau menjadi pengedar barang terlarang?”

“Apa kau sudah gila?” ka’Rae.

“Aras masih waras keles”

“Lantas?” ka’Rae.

“Keadaan menyatakan untuk bertahan hidup harus melakukan hal seperti tadi” menjawab dirinya.

“Bajingan gila” ka’Rae. Kakak memukul tubuhku memakai kursi di sampingnya.

“Mau membunuhku?” berteriak memaki berusaha menghindar.

“Biar saja kakak jadi pembunuh berdarah dingin” balasan kata darinya.

“Ka’Rae memang psikopat sama seperti...”

Ucapanku tersebut menghentikan aksinya seketika. Psikopat? Apa yang salah dari kata tadi? Karena kalimat seperti inilah sehingga semua hal berubah dalam sekejap mata. Kami berdua mendapat cap sebagai manusia iblis di tengah masyarakat. Dunia media sosial menyatakan nada menghujat oleh karena satu alur cerita menakutkan.

“Rasa-rasanya saya ingin mati saja” pertama kalinya ka’Rae menangis keras tanpa basa basi.

“Apa yang salah dengan ucapanku?” menarik nafas panjang.

“Semua orang menatap sinis ke arah kita berdua sekarang” ka’Rae.

“Entahlah” kepala menunduk.

“Sakit banget” ka’Rae makin histeris dalam tangisnya.

“Apa yang bias kita lakukan sekarang?” ka’Rae tersungkur di lantai.

“Ka’Rae” berusaha membuatnya tenang.

“Mereka semua hanya tahu menghakimi bahkan seolah-olah Tuhan di atas segala Tuhan” ka’Rae terus saja menangis tanpa henti.

Putus pengharapan merupakan gambaran hidup kami berdua. Semua hancur oleh satu alur cerita mengenaskan. Apa yang akan terjadi dengan hari esok? Apa salah kalau saya juga menginginkan dunia netisen berhenti menghujat bahkan menjadi hakim paling benar di antara segala hakim?

 

2. Kalau memang KAU ada…


Kami berdua seolah menjadi sampah paling menjijikkan di tengah masyarakat. “Kenapa sang pencipta membuat kita berdua hancur berkeping-keping dalan sekejap?” ka’Rae.

“Jangan bertanya terhadapku, karena sayapun mencari jawaban dari pertanyaanmu” berdengus kesal dengan kepala tertunduk di lantai kamar.

Bisakah waktu kembali seperti sedia kala? Jalanan setapak itu memang sengaja mempermainkan banyak hal terkejam di antara ribuan keping pecahan kaca beling. Kata ingin menjabarkan alur kisah berbeda memang tidak akan pernah terjadi.

“Semua sudah berakhir” pernyataan paling menyedihkan...

“Saya ingin mati saja” teriakan kakak Rae meluapkan semua hal yang terpendam jauh selama ini. Tidak pernah kuduga kehidupannya lebih dari kata tragis. Dia menangis sejadi-jadinya oleh banyaknya luka sayatan yang memang sengaja menancap kuat dalam tarian tawa tanpa henti.

“Ayo kita akhiri semua ini!” ka’Rae tiba-tiba saja menatap serius ke arahku.

“Jangan membuatku mati ketakutan” keringatku mengalir deras begitu saja. Apa yang sedang dipikirkan olehnya? Dia terus saja menatap serius ke arahku.

“Jalan keluar terbaik” ka’Rae. Kenapa dia jauh lebih menakutkan dari sebelumnya?

Mengajak ka’Rae mengakhiri hidup memang ingin kulakukan, tetapi kenapa jadi menyeramkan begini? Kami berdua benar-benar hancur berantakan. Semua pintu tertutup buat kami berdua ketika berjalan di tiap sudut persimpangan. 

“Ka’Rae jangan lakukan hal gila” berlari keluar berusaha membuang benda-benda tajam di sekitar kami. Kenapa saya menghalangi ka’Rae melakukan hal gila? Bukankah mati bunuh diri memang jalan terbaik? Hal terbodoh yang pernah kulakukan. 

“Ka’Rae” berteriak melihat darah bercucuran di lantai. 

Dia sengaja memecahkan botol minuman di tangannya. Darahnya terus mengalir hingga dia sendiri terlihat pucat seketika. Sengaja menyayat urat nadi hanya untuk mengakhiri penderitaannya. 

Menggendong dia keluar mencari pertolongan. Apa pihak rumah sakit mau menerima kami berdua? Dokter mana yang ingin memberi pertolongan buat kakakku? “Tuhan, kalau memang KAU ada dan tidak pernah melihat dari luar” pertama kalinya berseru terhadap sang pencipta. 

“Kirimkan seorang dokter buat kakakku” berteriak di dalam tangisku.  

Hujan deras, kilat, angin kencang, tangisku sepertinya menyatu erat dalam kesunyian malam. Apa yang akan terjadi? Jalan setapak itu selalu saja mencabik-cabik mutiara terbaik di sekitar alur musik irama hidup. Apa yang salah dengan kehidupan kami? 

“Anak muda mau mati” teriak seorang pria tua di antara deras hujan badai. Mobilnya hampir saja mencabik-cabik tubuh kami berdua di jalan. 

“Lukamu cukup parah” melihat darah menetes sekitar tangan dan kakiku. 

“Saya tidak apa-apa, tapi selamatkan nyawa kakakku” menangis histeris. Laki-laki juga manusia dan bisa menangis karena sebuah tekanan. 

Pria tua itu segera mengangkat tubuh ka’Rae yang sudah tidak sadarkan diri. Apa dia akan membawa kami ke rumah sakit? Apa dokter akan memberi pertolongan secepatnya? Kalau tidak? Biaya pengobatan kakak? Lupakan masalah biaya, ka’Rae harus hidup kembali. 

“Lukanya cukup serius” ujar pak tua ketika sudah berada di sebuah klinik kecil. 

Saya baru menyadari kalau ternyata rumah kecil yang selalu kulewati adalah klinik medis. Pria tua itu seorang dokter. “Saya harus melakukan operasi dengan alat seadanya” tangannya sibuk mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan. 

“Cuci tanganmu segera!” nada memerintah melemparkan sabun ke tanganku. 

Dia benar-benar terampil sekaligus cekatan sebagai seorang dokter. “Gunakan sarung tangan di depanmu! Cepat!” teriaknya. 

“Jarak rumah sakit besar dan klinik di sini sangat jauh, nyawa kakakmu tidak mungkin tertolong kalau memaksa melakukan perjalanan jauh” makian sang dokter. 

“Golongan darahmu?” pria tua. 

“O” segera menjawab. Tangannya sangat cekatan memainkan peralatan medis.  

“Pisau” pria tua itu terlihat tenang. 

“Benang” dua bola matanya tahu pasti letak sayatan cukup parah berada di sekitar area mana. Berusaha menjahit untuk menyambungkan lokasi jaringan yang begitu sulit dijangkau oleh dokter manapun.  

Tidak pernah kusangka kalau dia sendiri melakukan tranfusi darah langsung dari tubuhnya. “Kenapa bukan darahku?” pertanyaan pertama... 

“Golongan darahmu O bukan B” pria tua menjawab pertanyaanku. 

Golongan darah ka’Rae sama dengan papa, sedang saya sendiri mengikuti golongan darah mama. “Kakakmu masih beruntung ga mati” ujar pria tua. 

“Kekurangan darah, luka sayatan di tangannya menembus kemana lagi” pria tua. 

“Secara medis, kakakmu sudah dinyatakan mati tapi entahlah” sekali lagi pria tua menggeleng-geleng kepala.  

“Terima kasih” hanya kalimat itu saja yang bisa terlontar. 

“Kalimat kacau” pak tua berjalan meninggalkan kami berdua setelah tranfusi darah. 

Kenapa saya harus menangis histeris seperti manusia bodoh? Ingin mengakhiri hidup? Bukankah berjalan cepat ke neraka jauh lebih baik dibanding merasakan gelombang muara di tiap hentakan dinding ruang hidup? 

Saya juga ingin mati sama seperti ka’Rae, tapi kenapa dua tanganku berjuang keras menghalangi rencana gila itu? Kakak beradik sedang dipermainkan oleh banyaknya permainan menakutkan. “Tetaplah hidup” tiba-tiba saja tangisku pecah kembali. 

“Semua akan berlalu” rasa sesak sulit untuk dijabarkan bermuara begitu saja dan makin sesak... 

“Bajingan” ka’Rae akhirnya siuman setelah berjam-jam... 

“Bodoh” membalas ucapannya. 

“Kenapa?” ka’Rae menatap serius. 

“Aras tidak mau hidup sendirian” jawabanku. 

“Aras ingin rasakan sensasi bertengkar tingkat dewa ma satu-satunya anggota keluarga yang kumiliki.” Entah saya terlalu bodoh memberi pernyataan semacam ini terhadapnya. Apa keputusan untuk tetap bertahan hidup memang jalan terbaik buat kami?  

“Jawaban terbodoh” tangis ka’Rae. 

Menyuapi ka’Rae merupakan pengalaman pertama kali buatku selama kami menjadi adik kakak. Seorang perempuan bersama kepura-puraannya menghadapi kenyataan hidup. Dia hanyalah sosok manusia rapuh dengan sebuah kepalsuan. 

Hamparan butir pasir memberi kesan tersendiri. Di balik objek tersebut terdapat arus ombak cukup deras sedang mempermainkan butiran-butiran tadi. Ribuan pertanyaan selalu saja mengambang ingin mencari jawaban... 

“Apa ini?” pria tua segera menarik tubuhku. Beruntung saja ka’Rae kembali tertidur lelap. 

“Memangnya mati bisa menjadi pemecah semua masalah?” pria tua melemparkan beberapa bungkus racun tikus setelah kami berada di salah satu ruangannya jauh dari ka’Rae. 

Saya memang membeli beberapa bungkus tiga hari lalu untuk meracuni semua tikus di rumah. Hal tergila yang pernah ada adalah menonton deretan tikus-tikus nakal. Tidurpun harus mendengar tarian  suara binatang tersebut. Niat untuk mati bunuh diri memakai racun tikus memang sempat terpercik di dalam sana. 

“Kau dan kakakmu sama-sama tidak waras” ejekan sang pria tua. 

“Entahlah” suara terdengar serak. 

“Kalau memang mati jalan keluar terbaik, lantas kenapa tidak?” pertanyaan seseorang yang sudah hilang harapan. 

“Kenapa kau menyelamatkan nyawa kakakmu?” pria tua. 

“Seperti ada satu kekuatan yang entah dari mana tiba-tiba saja membuatku spontan ingin bertahan untuk membuatnya terus bernafas”... 

“Jangan menjadi manusia bodoh” pria tua. 

“Kami berdua benar-benar hilang harapan” ucapanku menarik nafas panjang. 

“Bodoh” pak tua. 

“Mendapat hujatan orang banyak, miskin, masa depan hancur, cibiran, terbuang, terkadang mereka melempar rumah kami, dan masih banyak lagi” berkata-kata. 

“Seorang pria sejati tidak akan mempermalukan dirinya sendiri apa pun tekanan di depan” pria tua. 

“Saya memang bukan pria sejati” entah keberanian apa membuatku berani menatap dua bola mata pria tua tersebut. 

“Makasudmu kau menyatakan diri sebagai pria lemah?” pria tua. 

“Seperti itulah”  

“Dasar manusia bodoh” pria tua. 

“Siapa namamu?” pria tua. Sejak pertemuan malam kemarin hingga detik sekarang, memang satu sama lain belum saling memperkenalkan diri.  

“Aras” menjawab pertanyaan pria tua. 

“Kau tahu arti dari Aras?” pria tua. 

“Tidak sama sekali”  

“Apa kau pernah membaca cerita tentang pohon aras?” pria tua. 

“Tidak sama sekali” 

“Pohon aras memiliki keunikan bahkan kekuatan yang tidak dimiliki kayu lain” pria tua. 

“Maksud anda?” 

“Negara Libanon mengambil simbol pohon aras sebagai lambang bendera mereka” pria tua. 

“Apa hubunganya?” 

“Pohon aras memiliki makna mendalam sama seperti namamu” pria tua. 

“Makin tua makin kuat” pria tua kembali melanjutkan ucapannya. 

“Artinya?” 

“Semakin kau berumur maka kekuatanmu tidak menjadi rapuh melainkan dalam dirimu memiliki kekuatan berbeda saja sekalipun badai topan menghancurkan segalanya di sekitarmu” pria tua. 

“Jangan jadi pria lemah, tetapi jadilah seperti makna dari namamu sendiri” pria tua. 

Siapa pernah menduga sosok Aras memiliki makna nama cukup mendalam. Seseorang tanpa harapan harus belajar menemukan satu kekuatan yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi hanya dimiliki olehnya? Apa bisa?  

“Bunuh diri bukan jalan keluar masalahmu” pria tua. 

“Belajar bertahan memang terdengar menyakitkan, tapi melenyapkan diri sendiri sebelum waktunya jauh lebih memalukan. Understand?” dia kembali melanjutkan kalimatnya. 

Seakan sang pencipta memang sengaja mempertemukan kami. Pria tua tinggal seorang diri dalam klinik kecil jauh dari perkotaan. Sepertinya dia tidak memiliki keluarga seorangpun. Apa dia kesepian? Dimana anggota keluarganya? 

Melenyapkan masalah dengan menghisap sebatang rokok sama seperti yang dilakukan ka’Rae. “Rasa apaan ini?” batukku tidak berhenti. 

“Kalau kau tidak tahu menghisap barang seperti itu, ya jangan mencoba” entah dari mana pria tua itu muncul. 

“Ka’Rae biasa melakukan hal seperti ini kalau pikirannya kacau balau” ungkapku. 

“Artinya kalau kakakmu makan kotoran tinja, kau juga mau ikut makan?” pria. 

“Sepertinya dan entahlah” jawaban asal. 

“Kalau kakakmu pergi ke jurang artinya kau juga ingin ikut?” pria tua melemparkan lagi pertanyaan. 

“Bukankah saya sekarang sudah berada di jurang?” nada kalimat pertanyaan balik. 

“Kalau merokok, minum hingga mabuk, pesta, berjudi, bisa melenyapkan semua kesedihan lantas kenapa tidak?”  

“Hidupmu terlalu kasihan” pria tua. 

“Hidupku memang kelewat menyedihkan hingga detik sekarang dan sampai kapanpun” balasan kalimat buatnya. 

“Namamu saja yang keren, tapi otakmu mengalami gangguan kepribadian” pria tua menggeleng-geleng kepala. 

Apa yang salah dengan ucapanku? Nada kalimatku memang menyatakan hal seperti itu dan pada dasarnya keadaan menjadi penyebab kaki berada di jalan salah. Rasa-rasanya saya ingin tertawa hebat karena begitu banyaknya objek. 

“Bajingan gila” tiba-tiba ka’Rae sudah berdiri di belakangku. 

“Siapa pria tua menakutkan di sana?” pertanyaan ka’Rae. 

Pria tua memang tidak ingin menampakkan dirinya di hadapan ka’Rae. “Pria tua itu yang sudah menyelamatkan nyawa kakak dari jurang maut” menjawabnya. 

“Kenapa kau tidak membiarkan kakak mati saja?” masih pertanyaan yang sama. 

“Entah kenapa, tiba-tiba saja sepercik ingatan tentang ingin belajar menjadi pemenang sekalipun rasanya mustahil”... 

“Bajingan gila” ka’Rae. 

“Aras masih ingin kakak berteriak memanggil namaku dengan wajah nenek lampir seperti yang sudah-sudah terjadi” pernyataan seorang Aras. 

“Ayo kita bertahan hidup sekali lagi” memeluk erat tubuhnya. 

“Kalau gagal gimana?” ka’Rae. 

“Ka’Rae dan Aras hanya perlu mencoba belajar menjadi pemenang” menjawab pertanyaannya. 

“Rasanya sakit sekali” tangis ka’Rae kembali mengudara.

“Bukan hanya ka”Rae yang sakit, tapi setidaknya mencoba belajar tentang objek bertahan jauh lebih baik dibanding tidak sama sekali” membelai rambut ka’Rae.

“Hidup kita berdua benar-benar menakutkan” ka’Rae.

“Tapi, Aras tetap ingin melihat ka’Rae berteriak memaki”…

“Pernyataan bodoh”ka’Rae.

“Jangan terlihat lemah” menatap dalam wajah ka’Rae.

“Terlihat lemah?” ka’Rae.

“Semua sudah terjadi”…

“Entahlah” ka’Rae.

Kami berdua sedang berada pada sudut persimpangan tanpa harapan. Bagaimana kisah itu menciptakan kerangka iramanya tersendiri di antara puing-puing reruntuhan? “Ka’Rae harus bisa belajar tentang kata bertahan” suara hati berbisik menatap ke arahnya.

“Tuhan” jerit hati paling hancur…

“Ajarkan hidupku tentang pengharapan” ungkapan hati seorang Aras.


3. Tentang Pertahanan…


Saya hanya perlu mencoba belajar tentang pertahanan. Apa yang salah dengan kata ingin mencoba bertahan hidup sekali lagi? Belajar bermental baja walaupun dikatakan semua itu rasanya terlalu mustahil dilakukan. “Kau yakin kita berdua bisa bertahan? Ka’Rae. 

“Setidaknya mencoba jauh lebih baik” menjawab pertanyaan ka’Rae. 

“Bagaimana kalau gagal?” ka’Rae. 

“Ka’Rae pasti bisa bertahan untuk terus hidup” mendekap kuat tubuh ka’Rae. 

Saya pun tidak yakin bisa bertahan tanpa memikirkan bunuh diri sebagai jalan pintas. Dua kakak beradik sedang belajar cara untuk berjalan. Apa yang akan terjadi hari esok? Pria tua itu ternyata seorang dokter jenius. Dia hanya menerima bayaran ala kadarnya atau bahkan tidak menerima uang seper sen pun dari pasien. Berpindah-pindah tempat tinggal dari satu kampung ke kampung lain hanya demi menghindari sekeliling masyarakat mengenal identitas kami merupakan rutinitas terkacau, tetapi harus dilakukan. 

“Kenapa kau hanya berdiri disitu?” tegur pria tua. 

“Kemarilah!” pria tua sekali lagi menyuruhku masuk. 

“Tulis daftar obat-obatan di buku ini!” nada memerintah.  

“Saya tidak mengerti obat-obatan” jawaban cetus untuknya. 

“Kau tinggal lihat kotak obat yang kosong, kan ada tulisan namanya di luar” pria tua. 

Kenapa tulisannya memakai bahasa alien semua? “Menyebalkan” berdengus kesal. 

“Kau bisa membaca tidak?” teriak pria tua. 

Seharian penuh sosok Aras menulis nama-nama obat memakai bahasa alien. “Tulisanmu cakar ayam amat” pria tua menggeleng-geleng kepala. 

“Biasanya tulisan dokter lebih hancur, tapi untuk kasus disini tulisanmu jauh lebih menakutkan” pria tua. 

“Bawel banget” menggerutu pelan. 

Saya tidak memiliki uang buat biaya berobat ka’Rae, lantas apa yang akan terjadi selanjutnya? “Dokter pria tua” ucapanku sedikit gemetar. 

“Namaku dokter Lewi” pria tua. 

“Jangan menyebutku pria tua” pria tua 

“Tetap saja dirimu seorang pria tua” memberi cibiran. 

“Dasar” cibiran pria tua.

“Berapa biaya pengobatan kakakku?” pertanyaan menakutkan.

“Uang dari mana? Sedang kau sendiri sudah menjadi miskin” pria tua sepertinya menyadari sesuatu hal.

“Siapa bilang Aras tidak punya uang?” masih menyombongkan diri.

“Orang tua berada di penjara, ingin bunuh diri, dan tentunya kondisi keuangan krisis habis-habisan” pria.

“Anda tahu dari mana orang tuaku mendekam dalam tahanan penjara?”

“Kau tidak sengaja menjatuhkan selembar foto keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan 2 orang anaknya” pria tua.

“Kasus orang tuamu menggemparkan seluruh lapisan masyarakat, artinya tiap detik bahkan tiap saat tanpa jedah iklan seluruh lapisan media memberitakan kejahatan mengenaskan dari seorang manusia psikopat” pria tua.

“Kukipir pria tua sepertimu kurang update masalah pemberitaan media, ternyata dugaanku salah” sedikit tertawa.

“Jangan menjadi pembenci terhadap siapapun karena semuanya hanya akan menghancurkan hidupmu” pria tua.

“Kupikir kau akan menjadi hakim, ternyata dugaanku…?”

“Semua yang terlibat baik pelaku maupun korban berada pada situasi jebak menjebak. Understand?” pria tua.

“Kupikir kau akan melemparkan hujatan ataukah kutuk ke arahku, ternyata…?”

“Bersihkan seluruh area klinik sebagai ganti biaya pengobatan kakakmu!” pria tua mengalihkan pembicaraan dan menyuruhku meninggalkan dirinya.

Kehidupan keluargaku benar-benar hancur dalam sekejap. Papa dikenal sebagai komisaris salah satu perusahaan terbesar paling berpengaruh untuk perkembangan dunia perindustrian, tetapi pada akhirnya menjadi pembunuh berdarah dingin terhadap tangan kanannya sendiri. Keluarga korban mengamuk keras hingga menggemparkan seluruh lapisan masyarakat. Pemberitaan media tentang komisaris perusahaan terbesar menjadi pembunuh paling kejam sedang mengudara 7 keliling tanpa jedah iklan sama sekali.

Beberapa orang yang ikut terlibat juga mendapat hukuman penjara. Papa sendiri akan dihukum mati menurut putusan hakim, sedang mama penjara seumur hidup. Scenario pembunuhan papa dengan menjadikan seorang karyawan polos menjadi pembunuh terbongkar. Si’polos menjelaskan beberapa hal dan singkat cerita, seluruh lapisan masyarakat terus saja mendoakan dirinya hingga bebas dari hukuman. Puluhan karyaawan perusahaan tersebut harus dipecat karena kasus pembunuhan sang manusia psikopat.

“Kenapa tiba-tiba di tengah kasus, pengacara si’polos lagi promosi partai?” sedikit pertanyaan juga sih sebenarnya.

“Semoga perasaanku saja sedikit berlebihan ataukah hanya sensitive saja terhadap objek tadi” menarik nafas panjang.

Anehnya lagi adalah kenapa salah satu anggota seolah sengaja masuk untuk menolak Negara apa namanya itu untuk ikut pertandingan di Negara ini? Ingin menjebak siapa? Sepertinya ingin memancing emosional seseorang sehingga mengeluarkan pernyataan ganas? Lantas seluruh lapisan masyarakat menilai buruk andaikan tokoh tadi mulai dikenal oleh orang banyak karena sesuatu hal. Senjata makan tuan. Tokoh itu diam menikmati hidupnya bahkan tidur nyenyak. Di lain tempat, Negara sendiri menjadi malu karena organisasi dunia menolak kompetisi dilakukan di sini. Pihak organisasi menunjuk Negara lain sebagai tuan rumah.

Btw, seorang Aras menerima dengan lapang dada sekaligus senang hati masalah hukuman mati papa. Mungkin semua orang berkata kalau saya gila? Anggap saja begitu. Anak mana sih yang ingin orang tuanya dikenal sebagai pembunuh? Akan tetapi, karena keadaan hingga kami berdua harus menjalani hidup sebagai anak manusia psikopat.

Hidup masih harus berjalan di tempat tidak terduga. Anggap saja saya sedang menikmati permen rasa stroberi tiap mendapat kutuk bersama cacimaki semua orang. Ka’Rae sepertinya mulai terhibur dengan kehadiran pria tua. “Paman, apa boleh kami berdua tinggal lebih lama di rumahmu?” ka’Rae tanpa rasa malu mengutarakan keinginannya.

“Menjadi pembantu rumah tangga asal makan gratis, ga apa-apa” ka’Rae.

“Anak secantik kakak Rae menjadi pembantu rumah tangga?” pria tua.

“Kenapa tidak?” jawaban spontan ka’Rae.

“Sejak kapan paman memanggilku ka’Rae begini?” ka’Rae tersadar sesuatu.

“Sejak paman mendengar adik brengsekmu memanggil namamu” tawa pria tua.

“Pasti menyenangkan punya ayah sepertimu” ka’Rae.

“Anggap saja paman tua ini ayah ka’Rae” pria tua.

Memperhatikan tingkah laku mereka berdua menjadi penghiburan tersendiri. “Ka’Rae harus bisa bertahan” menatap ka’Rae di dalam tidurnya.

“Rupanya adik brengsek ka’Rae lagi memikirkan sesuatu” pria tua seolah tidak pernah absen untuk menyadari apa yang sedang kupikirkan.

“Terima kasih membuat kakakku seolah lupa rasa sakit dalam dirinya” kalimat itu akhirnya keluar juga setelah beberapa waktu berada di rumahnya.

“Jangan pernah menjadi pembenci bagaimanapun rasa sakit dalam ruang dinding hatimu” pria tua menepuk-nepuk bahuku.


4.Jalan Setapakku…


“Jangan menjadi pembenci” tertawa sinis mengingat ucapan dokter tua terhadapku. Semua orang bisa saja menerkam bersama caci maki mereka, tetapi ruang hidup harus belajar menyatakan kemenangan yang rasanya terlalu mustahil untuk digenggam. Mereka tidak akan pernah tahu rasanya mendapat hujatan tiap detik. 

“Bodoh” ucapan bersama perasaan menyedihkan... 

Apa kalian tahu tentang permainan? Karena permainan inilah yang pada akhirnya menghancurkan jalan kehidupan kakak beradik di sebuah lorong kecil. Siapa sih ingin menjalani kehidupan bengis seperti ini?  Kegilaan kalian sebagai netisen menghancurkan puing-puing perjalanan sang anak. 

“Belum tidur?” tiba-tiba saja suara pria tua terdengar jelas di sekitar gendang telingaku. 

“Belum” menjawab lesuh. 

“Tidak ada orang tua yang sempurna di dunia ini, masing-masing memiliki kekurangan maupun kelebihan tersendiri” pria tua mendekap tubuhku seolah ingin memberi kehangatan. 

“Tuliskan surat buat papamu tiap harinya kalau kau selalu bangga menjadi anaknya tidak perduli apa kata orang” pria tua memberiku sebuah pulpen. 

“Permainan itu benar-benar menghancurkan jalan setapak yang harus kulalui” tanpa sadar tetesan butir kristal mengalir dari pelupuk bola mataku. 

“Semua akan berlalu” pria tua menepuk-nepuk bahuku. 

Alur ceritaku sepertinya mencabik-cabik seluruh dinding ruang di dalam sana. “Jangan menjadi pembenci” pria tua. 

“Terhadap siapa? Si’polos karena mengutarakan banyak hal ataukah keluarga korban yang ingin keadilan ataukah sang pengacara korban ataukah netisen bahkan seluruh lapisan masyarakat?” pertanyaan bersama rasa sakit luar biasa. 

“Terhadap semuanya” jawaban tegas seorang pria tua. 

“Seolah-olah hanya mereka saja yang paling menderita, tidak ada yang lain” kalimatku. 

“Apa kau tahu?” pria tua. 

“Saya tidak ingin tahu tentang semua” ujarku. 

“Dulu, pria tua sepertiku juga memiliki anak dan istri terbaik” pria tua. 

“Keluarga kecil kami selalu menciptakan kebahagiaan tersendiri. Dua anakku sangat cantik, pintar, periang, pokoknya selalu membuat ayahnya tersenyum” pria tua. 

“Dimana mereka?”  

“Istriku selalu menjadi wanita terbaik untuk menghangatkan suasana keluarga” pria tua. 

“Lantas?” 

“Mereka semua habis dalam sekejap karena permainan beberapa tokoh tertentu” pria tua. 

“Mungkin saja papamu terjebak bahkan hidup di bawah tekanan tokoh-tokoh tidak terduga sehingga terjadilah sesuatu di luar pemikiranmu sendiri” pria tua. 

“Seandainya jadi saya, apa yang akan anda lakukan?”  

“Saya belajar bersikap bijak membaca situasi” pria tua. 

“Menjadi pembenci hanya akan menghancurkan masa depanmu” pria tua. 

“Pernyataan bodoh”  

“Keluarga korban hanya ingin keadilan, si’polos juga memiliki keluarga. Mereka berasal dari golongan ekonomi lemah” pria tua. 

“Secara manusia satu sama lain sedang terjebak dalam sebuah permainan dan mungkin kasusnyapun sama seperti papamu” pria tua. 

“Tapi semua orang berkata papa seorang psikopat. Apa mereka sadar rasanya mendapat hujatan?”  

“Secara logika papamu memang pemain utama sebagai manusia psikopat, bahkan dia bercerita apa pun tidak akan merubah semuanya” pria tua. 

“Permainan” tertawa sinis. 

“Lupakan kebencianmu terhadap siapapun. Sekalipun papamu mendapat hujatan sebagai manusia psikopat, jangan pernah malu mengakui dirinya sebagai sosok ayah terhebat” pria tua. 

Apa papa menyimpan rasa sakit sama sepertiku? Tentu, dia jauh lebih sakit dibanding apa yang sedang kujalani. Mama harus dipermalukan tingkat dewa hanya karena skenario permainan. Apa saya malu memiliki orang tua seperti mereka? Entahlah. Apa saya akan menjadi pendendam terhadap para tokoh-tokoh pemain, baik yang menjadi korban maupun manusia-manusia super suci di luar sana. 

“Dekap orang tuamu, sebelum kau sendiri menyesali perbuatanmu suatu hari nanti” pria tua masih terus memberiku nasihat-nasihat aneh. 

“Saya ingin menang, tapi permainan di jalan setapak itu terlalu menyesakkan” tangisku pecah seketika. 

“Apa yang harus kulakukan?” raungan tangisku makin sesak. 

“Tuliskan pada buku diary ini beberapa kalimat berulang-ulang” pria tua. 

“Tuliskan, saya pasti menang sekalipun jalan setapak itu selalu saja mempermainkan banyak objek” pria tua. 

“Apa saya akan tetap bertahan untuk hidup tanpa berpikir tentang kematian?” pertanyaan bodoh. 

“Kalau kau mati lantas siapa yang akan menjaga kakakmu, terus mengirim surat buat mama, melakukan sesuatu yang akan membungkam mulut netisen suatu hari nanti?” pria tua. 

“Membungkam?” 

“Saya memang berkata sosok Aras tidak boleh hidup dalam akar kebencian, tetapi saya tidak katakan kau tidak bisa membungkam mulut semua netisen” pria tua. 

“Setelah hukuman mati buat papamu artinya kau harus terus hidup sebagai sebuah tongkat yang tidak dimiliki oleh siapapun juga. Ngerti?” pria tua. 

“Tetaplah bangga menjadi anak mereka. Jangan dengarkan apa kata orang, jadilah sahabat terbaik buat papa juga mamamu” pria tua. 

Penghiburan terbaik papa dan mama adalah melihat senyum anak-anak mereka. Tetap bangga? Tidak akan pernah malu? “Terima kasih Tuhan karena memberiku papa terbaik yang belum tentu orang miliki” mulai menulis kata demi kata jauh di dasar hati. 

Semua orang boleh saja berkata psikopat, pembunuh berdarah dingin, iblis, dan segala macam terhadap papa. Saya akan tetap berkata papaku terlalu hebat untuk dilukiskan apa pun keadaannya. Belajar bertahan hidup di sekitar jalan setapak merupakan jalan terbaik bagi seorang anak di dalam kelemahannya. 


Dear papa... 

Kabar papa gimana hari ini? Maaf belum bisa menjadi anak terbaik di matamu. Aras Cuma mau bilang, “terima kasih membuatku terlahir ke dunia sebagai anak papa bukan anak orang lain”... 

Semua orang boleh saja berkata papa manusia terkejam, iblis, psikopat, pembunuh berdarah dingin, mafia, dan semua hujatan mereka. Buatku, papa terlalu hebat bahkan belum tentu mereka bisa menjadi sepertimu. I you papa. Selamanya kau akan tetap berada di hatiku sekalipun semua orang mencemoh dirimu. 

Jalan setapakku memiliki seni hidup bahkan terlalu berirama karena senyummu terus saja mendekap hangat alur ceritaku. Papaku tetap keren apa pun keadaan di sekitar.  

ARAS 

 

Merenung semua yang sudah terjadi seolah menyatakan objek paling dramatis yang belum pernah terjadi. Tuhan, dua kaki ingin tetap belajar menjadi anak paling bijak walaupun diri sendiri tidak terlalu memahami makna datu kata tersebut. Pemeran utama manusia psikopat terkeji ditujukan terhadap orang tua kandungku sendiri. 

“Saya ingin menang” tiba-tiba saja bulir kristal bergentayangan sekitar bola mata seorang Aras. 

Media, netisen, bahkan seluruh dunia menyatakan wajah papa sebagai pemeran utama manusia paling psikopat. Retakan puing-puing kehidupan itu bermuara pada satu titik mengerikan mendekap memberi hanyutan mematikan. “Tuhan” satu-satunya kata yang masih bisa terucap keluar. 

Gambaran kisahku memang sedikit berbeda dibanding orang banyak di luar sana. “Aras” suara pria tua membuatku terkejut. 

“Rupanya semalaman kau tertidur di lantai” pria tua mencibir. 

“Kenapa mencariku?” segera berdiri. 

“Suratmu mana?” pria tua. 

“Surat apaan?” bertanya balik. 

“Surat buat papamu” pria tua. 

Ternyata pria tua menyadari aktifitasku semalam. “Menulis surat, menangis, tersungkur seperti manusia bodoh” pria tua. 

“Dasar pria tua” menyindir dirinya. 

“Kau pasti menang” pria tua menatap serius ke arahku. 

“Bagaimana kalau Aras kalah?” pertanyaan bodoh. 

“Tidak mungkin juga sosok Aras mau menulis surat semacam ini semalaman kalau dirinya menyatakan kekalahan” pria tua. 

“Anggap saja mendapat ejekan, caci maki, terkucilkan, tertekan, dan lain sebagainya mengajar Aras mempelajari defenisi menang dalam badai. Understand?” pria tua. 

Belajar tentang defenisi menang? Rasa-rasanya saya ingin tertawa keras. Pria tua ingin berjalan bersamaku menuju sebuah penjara agak jauh dari tempat tinggal kami. Tidak terlihat sebagai manusia lemah merupakan hal tersulit ketika berada di antara tekanan-tekanan paling menakutkan. 

Menunggu papa menampakkan wajahnya di depan. Detakan jantungku bergema tidak karuan menantikan saat seperti ini. Apa saya tidak boleh menangis keras? Pria juga bisa melakukan hal yang sama seperti wanita yaitu menangis sejadi-jadinya ketika putaran angin puting beliung mengudara hingga membabi buta. 

“Papa” berusaha menahan rasa sakit atau hanya sekedar ingin menjatuhkan air mata. 

Papa hanya diam seribu bahasa tanpa berucap sepatah katapun. Dulu dan sekarang semuanya berbeda? “Kenalkan temanku namanya pria tua” berusaha tersenyum seolah tidak ada sesuatupun yang pernah terjadi. 

“Kenalkan namaku pria tua” sang pria tua tersenyum kecut. 

“Pulanglah!” nada perintah papa seolah tidak menyukai keberadaan anaknya. 

“Buat papa” menyerahkan makanan rantangan hasil kreasi seorang anak untuk ayahnya. 

“Jangan kembali!” kata brengsek dari seorang ayah. 

“Aras akan tetap kembali” membalas ucapannya. 

“Aras tetap bangga menjadi anak papa apa pun yang terjadi. Jadi, jangan melarang anak buat ketemuan ma papanya. Understand?” berujar kembali. 

Deru suara ombak menciptakan pertikaian batin dalam diri sendiri. Apa semua akan berlalu? Apa dua kaki masih bisa bertahan untuk berdiri atau tidak sama sekali? Menyatakan ingin menang? “Rasa-rasanya saya ingin tertawa keras” suara hati berbisik.  

“Minumlah!” pria tua memberikan sebotol air mineral. 

Kami berdua duduk menikmati suara ombak sekitar dermaga. Suasana sunyi sepi di malam hari memberi cerita berbeda di tempatnya sendiri. “Surat buat papamu, gimana?” pertanyaan pertama pria tua. 

“Entahlah” menarik nafas panjang membayangkan apa yang kulakukan tadi. Sengaja menyelipkan surat tersebut di bagian bawah tempat bekal makanan buat papa. 

Pertama kalinya sosok Aras belajar memasaka dan menyentuh peralatan dapur. “Kenapa anda menyuruh saya memasak tadi?”  

“Kekuatan bahkan penghiburan terbaik bagi orang tua bukan tentang materi” pria tua. 

“Objek bodoh” berdengus pelan. 

“Hal sederhana seperti memasak buatnya bisa membuat papamu melupakan masalah yang sedang dia hadapi” pria tua. 

“Tetaplah menjadi sahabat terbaik bagi mereka sekalipun seluruh dunia melemparkan jutaan caci maki bahkan mengutuk tanpa rasa kasihan sedikitpun” kalimat pria tua. 

Sang semesta sepertinya hanya ingin mengajarkan sesuatu objek tersendiri buatku. Alur cerita Aras memberi irama musik seni ketika permainan ombak bekerja lembur tanpa jeda iklan sekalipun. “Btw, masakanmu tadi itu asin, hangus, hancur total” pria tua mengingatkan sesuatu hal. 

“Kau harus belajar memasak, understand?” pria tua. 

“Kenapa juga pak tua tetap menyuruh Aras Membawa masakan tadi?” terdengar kesal. 

“Setidaknya papamu tahu kalau anaknya sedang berjuang menjadi sahabat buatnya” jawaban pria tua. 

“Apa saya terhibur mendengar ucapanmu tadi?” pertanyaan buatnya. 

“Entahlah” pria tua. 


5. Mengambil sisi positif…

 

Belajar untuk tidak menyesali semua yang sudah terjadi merupakan hal tersulit buatku. Ada banyak cerita bermuara setelah sudut persimpangan mempermainkan alur dalam tarian menyesakkan. Saya hanya perlu mencoba bertahan dan bertahan. Kalau gagal? Setidaknya sosok Aras harus tetap mencoba. 

“Resep masakan” mencari sesuatu melalui artikel. 

Hal terbodoh yang sedang kulakukan adalah belajar memasak. “Hangus” berceloteh seorang diri. 

“Asin” menaruh garam kebanyakan. 

“Nasinya jadi bubur” kelebihan air. 

“Kenapa semua emak-emak bisa lantas saya?” duduk lesuh di samping kulkas pendingin. 

“Saya kan laki, pasti ga tahulah namanya memasak” menggerutu sendiri. 

“Siapa bilang Cuma perempuan saja pandai masak gitu? Teriak pria tua. 

“Laki juga harus bisa” jawaban kacau darinya. 

“Kenapa selalu saja sengaja menjebakku? Pertanyaan kacau menatap kesal ke arahnya. 

“Coba perhatikan siaran TV, kebanyakan laki yang jadi chef terkenal” pria tua. 

“Artinya?” menatap sarkas. 

“Kau harus mencoba dan mencoba kemudian mencoba lagi lantas mencoba lagi kembali ke mencoba lagi dan seterusnya mencoba lagi” pria tua. 

“Sampai kapan mencoba lagi?”  

“Sampai kau berhasil melakukan pembuktian” pria tua. 

“Jawaban bodoh”  

“Seribu kali gagal artinya kata mencoba harus tetap berjejer menjadi garis utama, understand?” pria tua. Mencoba? Gagal? Kembali menjadikan kata utama?  

Apa yang salah dengan pertanyaan tadi? Andaikan punggung tidak mampu bertahan untuk menanggung beban artinya dua kaki harus tetap mencoba untuk tetap bertahan. “Mencoba bertahan untuk tetap bernafas bagaimanapun sesaknya jalan yang sedang di tempuh” tertawa sinis membayangkan permainan di jalan setapak. 

“Coba pelajari dulu bumbu dasar masakan” ujar pria tua melemparkan sebuah buku. 

“Hari gini masih pakai buku” menyindir. 

“Maksud ucapanmu?” pria tua. 

“Sekarang teknologi sudah canggih”  

“Lantas tanganmu sibuk kotak-katik alat canggih, memang ada hasil?” pria tua. 

“Buku dan teknologi masih saling membutuhkan, understand?” pria tua. 

“Tulisan jadul” menggeleng-geleng kepala. 

“Itu resep masakan mamanya mamiku lantas diturunkanlah ke aku” jawaban pria tua. 

“Mamanya mamiku? Nenek makasudnya?”  

“Cari jawabannya sendiri” pria tua segera mendorong tubuhku menuju dapur. 

Saya tidak pernah menyangka, seorang dokter tua jenius tinggal di kampung terpencil memiliki skil luar biasa dalam hal masak-memasak. “Perhatikan takaran air dan jenis beras ketika memasak” pria tua. 

“Gunakan hatimu untuk mengolah satu cita rasa masakan” pria tua. 

“Maksudnya?” kurang memahami. 

“Kalau suasana hatimu kacau, marah, hancur berantakan artinya jangan menyentuh dapur” pria tua. 

“Gila” tertawa kacau. 

“Pernyataan tadi merupakan warisan turun temurun dari keluarga mamanya mamiku, understand?” pria tua. 

“Bagaimanapun lengkapnya bumbu masakan atau sistem pengolahan kelewat sempurna, tetap saja tidak akan menghasilkan olahan cita rasa masakan tersendiri” pria tua. 

“Pria tua salah masuk jurusan” menyindir keras. 

“Manusia gila” pria tua. 

“Lantas? Tolong lanjutkan ucapan anda tadi!” rasa penasaran sedikit menggerogoti... 

“Masakanmu akan tetap terasa memiliki jenis olahan khas unik yang pastinya enak, kalau kau bisa menguasai perasaanmu sendiri walaupun bumbu yang digunakan jauh dari kata standar alias sangat-sangat tidak lengkap” pria tua. 

“Artinya tergantung ruang hati?”  

“Sepertinya” pria tua menampol kepalaku memakai sendok wajan. 

“Kau bisa menyampaikan perasaanmu terhadap orang tuamu melalui olahan masakan” pria tua. 

Pertama kalinya seseorang mengajarkan sesuatu yang belum pernah kuketahui sama sekali. “Ini pertama kali kau tersenyum” pria tua menyadarkan sesuatu. 

“Memang wajahku selama ini kenapa?” pertanyaan sarkas. 

“Wajahmu lesuh, letih, lemah, ingin mati, tidak ada semangat hidup, hancur, berantakan, dan semua sahabat-sahabatnya di belakang” pria tua. 

Saya sendiri baru menyadari keadaan cukup menakutkan dari kehidupanku pribadi. Ka’Rae jauh lebih menakutkan dibanding apa yang sedang kujalani sekarang. Tuhan, buka mataku kalau ternyata kata mencoba memang objek terbaik untuk dilakukan. Hanya perlu mencoba bertahan di antara sesaknya permainan jalan setapak.  

Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini. Tiap orang tua pasti pernah melakukan kesalahan bagaimanapun bijaknya sistem pola pikir dalam diri  mereka masing-masing. “Belum tentu juga orang tuamu paling tersuci di dunia. Jadi, jangan asal mengejek” menggerutu membayangkan ucapan caci maki para netisen. 

“Mau separuh monster separuh manusia, satu hal yang pasti kalau mereka berdua tetap orang tua terbaik buatku” berkata-kata seorang diri dalam kamar setelah seharian berada di dapur. Kembali mengambil selembar kertas di atas meja merupakan sesuatu objek paling menyenangkan saat ini. 

DEAR PAPA... 

Gimana perasaan papa hari ini? Maaf memberimu masakan kacau balau berantakan kemarin. Btw, Aras lagi berjuang keras mempelajari bahan masakan biar papa bisa makan. Seseorang mengajarkan Aras tentang menjadi sahabat terbaik buat papa biarpun seluruh dunia melemparkan caci maki bersama ribuan kutukan dari mereka. 

Jangan tolak Aras ketika berada di hadapan papa untuk menjadi sahabat terbaik. Kekuatan penghiburan seorang ayah berada pada objek yang tak lain berasal dari anaknya. Aras ingin jadi pemenang dan membuktikan tentang sebuah kekuatan di antara jutaan permainan sekitar jalan setapak. 

Aras selalu bangga menjadi anak papa bagaimanapun dunia membenci dirimu. Terima kasih karena Aras terlahir menjadi anak papa bukan anak orang lain. Jangan pernah menyesali keadaan. Kenapa? Karena segala sesuatu yang terjadi mengajarkan banyak hal buat papa, mama, ka’Rae, dan Aras. 

Jalan setapak itu bisa saja menciptakan jutaan permainan, tapi Aras akan selalu mencintai bahkan selalu ingin setia menjadi sahabat terbaik papa. I ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤ you Forever papa. 

ARAS 

Seorang Aras sedang belajar menjadi sahabat ketika tangisan sang ayah berusaha bersembunyi di sebuah tempat rahasia. “Bajingan” ka’Rae seperti biasa berteriak tanpa mengenal tempat. 

“Urusan kakak sudah selesai di mana itu?” pertanyaan pertama berbalik menatap wajahnya. 

“Kau tidak lagi sakitkan?” ka’Rae segera memegang keningku. 

“Memang kenapa?” pertanyaan balasan. 

“Sejak kapan kau menjadi penghuni dapur?” ka’Rae. 

“Bukan urusan kakak” menjawab cuek. 

Selama beberapa hari ini batang hidung ka’Rae tidak kelihatan dengan alasan ingin menenangkan diri di suatu tempat. Kenapa saya berani membiarkan dia sendirian setelah peristiwa mencoba melenyapkan dirinya sendiri? Suasana hati ka’Rae jauh lebih lemah dibanding kehidupanku sendiri. 

“Apa kita bisa bertahan?” ka’Rae tiba-tiba melemparkan pertanyaan. 

“Ka’Rae sendiri sudah janji ma Aras, jadi, jangan melemparkan kembali pertanyaan”... 

“Bodoh” ka’Rae. 

“Aras harap kakak tetap berpikiran positif setelah semua yang terjadi” pernyataan tergila... 

“Sisi positif?” ka’Rae tertawa sinis. 

“Ya positif” menjawabnya. 

“Gimana mau ambil positif kalau semua orang melemparkan caci maki, kutuk, bahkan masa depan kita berdua hancur seketika” ka’Rae memberi nada tinggi. 

“Kalau kakak hanya terus melihat sisi negatifnya ya pasti semua area depan mata hancur semua dan ga ada yang menarik” menatap manik mata ka’Rae. 

“Hanya orang bodoh berpikiran seperti dirimu” ka”Rae. 

“Aras memang bodoh, tapi ka’Rae lebih bodoh lagi” pernyataan penekanan buatnya. 

“Setelah semua hal buruk terjadi?” ka’Rae. 

“Ka’Rae”  

“Sisi positif apa bisa diambil?” ka’Rae. 

“Ka’Rae dan Aras belajar tentang kata mandiri, bermental baja, rendah hati, menatap ke arah sang semesta, dan masih banyak lagi” menjawab pertanyaan ka’Rae. 

“Kalau kakak hanya melihat sisi negatif, ejekan orang banyak, masa depan berantakan, papa dihukum mati, sedang mama penjara seumur hidup ya tentu kehidupanmu makin meringis bahkan hancur berkeping-keping.” Entah sejak kapan seorang Aras pandai berkata-kata bijak seperti sekarang ini? 

Sepertinya semua yang terjadi menyatakan ribuan cerita menakutkan, tetapi satu tetes embun dalam sebuah ruang tersembunyi berkata tentang cerita berseni dibalik objek-objek tadi. Artinya? Cari saja sendiri karena sayapun sulit mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya. 

“Ka’Rae harus belajar mengambil sisi postif dibalik cerita menakutkan di jalan setapak apa pun keadaannya, understand?” mendekap hangat tubuh ka’Rae. 

“Apa kakak bisa berpikir sepertimu?” tangis ka’Rae pecah. 

“Kalau Aras bisa berarti ka’Rae juga bisa” menepuk-nepuk bahu ka’Rae. 

“Semua akan berlalu” semakin mendekap tubuh ka’Rae. 

Mengambil sisi positif atas semua hal yang sudah terjadi? Rasanya memang mustahil untuk dilakukan, namun kenyataannya dua kaki harus mencoba bertahan sekitar jalan setapak apa pun keadaan tersebut. “Ka’Rae harus bisa bertahan” suara hati berbisik di dalam sana. 

 

6. Ingin bertahan di sekitar jalan setapak…


Menidurkan ka’Rae hingga membuatnya tenang terdengar seperti petualangan. “Aras akan belajar menjadi tongkat buat kakak andaikan papa pergi selamanya” sekali lagi suara hati berbisik. 

“Aras akan berhenti ketika Tuhan mengirim tulang rusuk terbaik yang mau menerima apa pun yang ada dalam kehidupan ka’Rae”... 

Saya percaya masa depan kami berdua tidak berasal dari manusia-manusia di luar sana, melainkan ada dalam genggaman tangan Tuhan. Kalau jalan lain ditutup bahkan segala jalan ditutup, never give up. Mundur ataukah menyerah begitu saja artinya menyatakan kekalahan. 

Menggenggam kemenangan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun belajar bertahan terhadap proses sepertinya jauh lebih baik. “Aras teruslah berjalan” memberi semangat terhadap diri sendiri. Sengsaraku Engkaulah yang menanggung, air mataku kau tampung dalam kirbatMU. 

“Bertahan” tidak terasa bulir-bulir kristal memenuhi berandaku. Kamar kecil menjadi saksi bisu bagaimana seorang Aras terus saja menjatuhkan air matanya tanpa henti dalam keheningan malam. 

Pria sepertiku juga manusia biasa yang kapan saja akan menjatuhkan bulir-bulir kristal ketika suasana hati benar-benar hancur. Sekuat apa pun seorang pria akan menjadi rapuh ketika objek permainan terus saja menari tanpa henti di sekitar jalan setapak. Tuhan, ajarkan kehidupanku tentang makna berjalan di dalam kerapuhan. 

Apa yang akan terjadi esok hari? Bagaimana dinding pertahanan seorang Aras memiliki sesuatu yang berbeda? “Be Strong” suara hati kembali berbisik di alamnya sendiri. 

“Sejak Kapan adikku bersemangat menjenguk papa?” ka’Rae terkejut melihatku. 

Kami berdua sedang berada dalam bis menuju tempat papa dipenjara. “Apa ka’Rae malu memiliki ayah seperti dirinya?” tiba-tiba saja pertanyaan tersebut mengudara. 

“Pertanyaanmu sulit dijawab” ka’Rae menarik nafas panjang. 

“Kau sendiri bagaimana?” ka’Rae. 

“Awalnya ya dan lebih dari kata tadi, tetapi sekarang” kalimatmu sedikit terpotong. 

“Sekarang?” ka’Rae. 

“Tidak sama sekali” menjawab tegas pertanyaannya. 

“Kenapa?” ka’Rae. 

“Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini, Aras tetap bangga memiliki orang tua seperti mereka sekalipun seluruh dunia menghujat” jawaban pertanyaan ka’Rae. 

“Adikku memang beda” ka’Rae sedikit tersenyum. 

“Lantas setelah bertemu papa, lanjut bertemu mama?” ka’Rae. 

“Ya seperti itulah” menjawab tegas. 

Kami akan tetap menjadi sebuah keluarga apa pun keadaannya. Mama hanya ingin melindungi papa hingga memberi pernyataan-pernyataan tidak masuk akal dengan ending mendapat hujatan seluruh netisen. Tatapan cinta mama buat papa selalu terlihat dalam. Cinta mama tidak pernah berubah. Tiap video menunjukkan sorotan cinta terlalu besar di mata mama ketika menatap wajah papa.  

Peristiwa pembunuhan tersebut seolah memberi kejutan. Entah apa yang sedang terjadi? Mamaku tetap hebat di mataku. Terima kasih Tuhan mengirim orang tua terhebat... 

“Papa” kalimat pertama setelah menunggu beberapa waktu.  

Menatap papa berjalan ke arah kami berdua memberi penghiburan tersendiri. Satu sama lain tidak saling berbicara hanya saling menatap. “Makanan buat papa mana?” pertanyaan papa 15 menit kemudian. 

“Aras sudah bisa masak” menyerahkan rantang makanan. 

“Asin ga?” papa seolah menyindir. 

“Ga”  

“Hangus ga?” papa. 

“Ga” jawaban tegas. 

“Papa ga mau peluk Aras?” pertanyaan balik. 

“Ka’Rae juga butuh pelukan hangat papa” ka’Rae menangis seketika. 

Papa berjalan memeluk kami berdua. Berusaha menahan tangisnya, itulah yang sedang papa lakukan. “Maaf” kalimat papa. 

“Kenapa papa meminta maaf?” pertanyaan buatnya. 

“Maaf untuk semua yang sudah terjadi” papa. 

“Tidak perlu menyesali keadaan” ucapan buatnya. 

“Papa harus melihat sisi positif bukan negatifnya saja terus” pernyataan untuknya kembali. 

“Sisi positif?” papa. 

“Aras dan ka’Rae bisa membuktikan kalau kami berdua juga bisa menjadi sahabat terbaik papa dan mama”... 

“Aras dan ka’Rae belajar bermental baja harus seperti apa, mandiri, ga manja, bisa masak, tahu tentang cara merendahkan hati di hadapan Tuhan, seni hidup tentang berjuang di tengah hujatan, dan masih banyak lagi” pernyataan bijak seorang Aras. 

“Banyak hujatan” papa tertawa sinis. 

“Hujatan bahkan segala kutuk memang terdengar menyakitkan sekaligus menakutkan, tapi justru disitulah seni hidup alur irama di sekitar jalan setapak” kalimatku. 

“Ka’Rae sayang papa” ka’Rae menangis histeris. 

“Papa sepertinya lapar dan ingin makan” papa seolah mengalihkan perhatian dan berusaha menyembunyikan tangisannya seorang diri. 

Semua orang bisa saja berujar kalau papa merupakan manusia paling angkuh sekaligus pembunuh berdarah dingin. Saya terlalu yakin, di dasar hati papa juga memiliki penyesalan dan tidaklah benar pemberitaan yang menyebutkan dirinya kelewat sombong karena tidak pernah ingin meminta maaf terhadap keluarga korban. Pasti ada sesuatu hal mengganjal hanya saja semuanya tersembunyi di tempat paling aman. 

“Semua sudah berlalu” bisikan hatiku bergema kembali. 

“Masakan Aras gimana?” menatap serius papa. 

“Cukup” jawaban papa menikmati makanan di depannya. 

“Latihan memasaknya masih harus di tingkatkan” kalimat papa terus saja melahap makanan... 

“Bilangnya masih latihan, lah papa sendiri menikmati” berbicara sedikit ketus. 

“Kakak mau makan juga?” papa. 

“Ka’Rae sudah bahagia melihat papa makan lahap” air mata ka’Rae masih saja berjatuhan. 

“Nangis terus, kakak kelewat cengeng kalau di perhatikan ya pa?” menyindir ka’Rae. 

“Sepertinya” jawaban acuh tak acuh papa. 

“Ka’Rae juga mau belajar masak seperti Aras biar papa bangga” ka’Rae. 

“Papa tetap bangga melihat wajah kakak” papa segera mendekap tubuh ka’Rae. 

Harta paling berharga di dunia adalah keluarga. “Aras ingin selalu melihat senyum papa di detik-detik terakhir kehidupan papa apa pun keadaannya” kalimat terbodoh hingga mengheningkan suasana di ruangan ini. 

“Aras memang sahabat terbaik papa” dekapan hangat papa memecahkan tangisku seketika. 

Papa masih berusaha menahan kedua bola matanya agar tidak menjatuhkan bulir-bulir kristal. Jalan setapak itu memberi kehangatan karena ada papa sedang berdiri di sana. Terima kasih Tuhan memberi papa terbaik di dunia... 

Saya tidak akan berhenti menulis surat ataupun mengunjungi papa bagaimanapun keadaannya. Menyelipkan surat buat papa sebagai kekuatan terbaik seorang sahabat sejati. Papa memasukkan amplop surat dariku ke dalam saku celananya. 

“Aras sayang papa” sekali lagi memeluk papa sebelum akhirnya kami berpisah kembali. 

Masing-masing orang memiliki pergumulan tersendiri. Saya yakin kalau di luar sana ada banyak orang menjalani kehidupan jauh lebih menderita dibanding apa yang sedang kualami. Semua orang bisa saja menertawakan pernyataanku sekarang karena menganggap kehidupan keluargaku terdengar menyatakan pergumulan berat dan tidak pernah memikirkan penderitaan si’korban bersama keluarganya. 

Setidaknya seorang Aras bisa membuktikan tentang kata ingin bertahan di sekitar jalan setapak. Masing-masing orang menjalani pertandingan dengan cara berbeda. Sosok sepertikupun akan belajar memahami tentang banyak objek misterius ketika melakukan peran sebagai peserta perlombaan. 

“Mama gimana kabarnya?” menatap wajah mama setelah kami berdua berada di penjara khusus wanita. 

Mama diam seribu bahasa menatap kehadiran kedua anaknya. My mother is the best merupakan sebuah kalimat terbaik bagi kehidupan anak-anaknya. “Aras tahu kalau mama memang sengaja melakukan semua ini biar semua hujatan larinya ke mama bukan papa” mendekap tubuh mama. 

“Aras tahu pasti kalau mama terluka” suara hati berbisik keras di dalam sana. 

“Kakak sayang mama” ka’Rae seperti biasa menangis seseguhkan. 

“Kakak ma Aras ga marah sama mama?” pertanyaan mama terus menundukkan wajahnya bahkan tidak berani melihat ke arah kami berdua. 

“Kenapa harus marah?” menjawab pertanyaan mama. 

“Aras ga benci mama?” mama. 

“Ga sama sekali” menjawab lantang. 

“Aras bangga menjadi anak mama dan bukan anak orang lain” memeluk erat mama. 

Mama tetaplah manusia biasa dengan segala ketidaksempurnaan dirinya sebagai orang tua. “Aras tidak akan menuntut mama menjadi ibu sempurna” pernyataan seorang anak terhadap ibunya. 

“Kakak juga tidak akan menyalahkan mama” ka’Rae. 

Tidak menyesali keadaan memang seperti itulah kata terbaik buat kehidupan keluarga kami. “Semua akan berlalu” berujar terhadap mereka. 

Tombak itu terlalu tajam hingga menembus dinding pertahanan di sekitar jalan setapak. Saya ingin menang bagaimanapun keadaannya. Objek mematikan bisa saja memainkan perannya, tetapi dua tangan akan belajar memegang sebuah peranan. 

Terkadang rasa takut menggelegar begitu saja ketika kembali membuka dunia media sosial. Tanganku selalu saja gemetar walaupun dikatakan hanya sekedar memegang hand phone milikku. Apa saya terlalu jahat seolah tidak ingin melihat penderitaan dari keluarga si’korban? 

Bukan masalah siapa paling menderita di antara kasus besar yang sedang terjadi. Memang benar adanya kalau papa mama melakukan kesalahan besar, hanya saja kenapa semua pihak melihat Cuma dari satu sisi semata? Saya tidak bisa berkata-kata untuk menanggapi lebih banyak. Terlalu disayangkan cara menyelesaikan masalah dari keluarga korban sedikit gimana ya... 

Saya bukan tidak perduli dengan kematian si’korban, tetapi apa terbersit di hati tentang banyaknya anak menjadi korban di sini? Pemecatan terhadap banyak pihak artinya nasib anak-anak mereka ke depan bagaimana? Satu banding puluhan anak yang harus mengalami imbas ketika menjalani lingkungan mereka? 

Setidaknya biarlah papa dan mama yang harus menanggung semua, lantas kenapa melibatkan orang lain? Anak-anak mereka kalau ke sekolah tentu menjadi sorotan orang banyak. Biaya dari mana menyekolahkan mereka semua? Nama orang tua anak-anak tersebut sudah di black list di negara ini, tentunya mencari pekerjaan ataukah hanya sekedar berjualan rasanya mustahil. Lebih berharga mana antara satu orang meninggal dan puluhan anak-anak dari mereka hancur ditelan bumi? Saya hanya tertawa sinis mendengar hukum kasih yang terlontar, tetapi kenyataannya nol besar. 

“Ya semoga keluarga kalian saja yang paling menderita dan ga ada manusia lain paling menderita selain kalian” berkata-kata dalam hati. 

Papa mama memang sudah melakukan kesalahan besar hingga terjebak di dalam, hanya saja cara penyelesaian masalah ini jauh lebih mengerikan. Apa pun itu setidaknya berpikir bijak ketika melihat situasi jauh lebih baik dibanding menanggapi dengan posisi emosional tanpa memperhatikan aspek lain. Kasus ini bukan tentang peperangan antara orang bawah dan orang di atas, entahlah... 

Kelompok keras dan keras bertemu hingga berakhir menjadi iblis yang jauh lebih menakutkan. Di tempat lain beberapa oknum tertentu tertawa keras bahkan memakai kesempatan yang ada. Lupakan ucapanku barusan dan anggap saja ya begitulah... 

Saya juga bukan siapa-siapa yang harus melontarkan pendapat. Kalaupun para netisen menyadari ucapanku dan ingin memberi hujatan, silahkan! Saya ingin berkata terhadap para netisen-netisen budiman, baik hati, dan tidak sombong kalau kalian semua terlalu bodoh karena selalu saja menanggapi banyak hal tanpa berpikir panjang. Kebahagiaan terbesar media ataupun oknum tertentu adalah mempermainkan kalian sedemikian rupa hingga berada dalam sebuah alur jebak menjebak.  

“Kalaupun masa depanku rusak karena pernyataanku ini, tidak masalah” berkata-kata sinis. Masa depanku bukan di tangan manusia, melainkan di tangan sang pencipta langit dan bumi. 

Saya percaya kalau sang pencipta memberiku sebuah talenta luar biasa yang tentu saja bisa menciptakan prestasi besar suatu hari kelak. Kalaupun tempatku tidak lagi berada di negara tercinta kita ini karena penolakan akan tiap opini ataukah cara berpikir artinya Tuhan akan mengirimkan sebuah negara besar yang mau menerima banyak hal dalam diriku. Ingin berkata saya iblis paling keji berwajah alim? Silahkan bossss... 

“Sepertinya saya terlalu banyak meluapkan sisi emosionalku” menarik nafas panjang kemudian ditelan sejadi-jadinya biar perut jadi kembung. 

“Pernyataan gila memang” makin menarik nafas panjang. 

“Apa kau butuh dokter psikiater?” pria tua tiba-tiba berteriak di belakangku. 

“Kau terlihat seperti gimana ya” pria tua 

“Bilang saja, Aras sepertinya kau mengalami gangguan jiwa berat dan ga usah memakai kata terlihat seperti gimana ya” bernada kesal menatap ke arahnya. 

“Ya begitulah maksudku” pria tua. 

“Pria tua brengsek” rasa kesalku makin mengudara. 

“Gambaran dan bayangan bermuara menjadi satu” suara bisikan di alam sana menciptakan gemerincingnya sendiri. 

Apa jalan setapak itu bisa menciptakan objek seni tersendiri? Apa dua kaki dapat menggenggam sesuatu objek paling mustahil? Bagaimana bisa pijakan kaki memberi suara gemerincing bersama peniabaran permainan puzzle di dalamnya? “Pertanyaan bodoh” sekali lagi menertawakan diri sendiri. 

“Aras hanya harus belajar bertahan untuk kesekian kalinya” mencoba memberi semang terhadap diri sendiri. 

Bermental baja? Kenapa tidak? Saya hanya harus belajar tentang dua kata tadi apa pun situasinya. Dunia bisa saja menjadi penghujat terhebat, akan tetapi hidupku harus belajar bertahan di sekitar area tersebut. 

Membuktikan kalau sosok Aras bukan manusia paling lemah di antara yang terlemah. Memang tidak mudah menjadi kuat bahkan memiliki kekuatan berbeda, hanya saja dua kaki harus mencoba untuk tetap berjalan. “Jalan setapakku memiliki prosesnya sendiri” suara hati berbisik keras di sana. 

“Bajingan” suara ka’Rae tiba-tiba... 

“Selalu saja” berujar tanpa menatap dirinya. 

“Kakak hanya butuh teman berkelahi untuk sekarang ini” ka’Rae berjalan ke samping. 

Taman menyegarkan di belakang rumah milik pria tua memiliki pesonanya tersendiri. Seakan sang pencipta memang sengaja mengirimkan dirinya buat kami. “Apa ka’Rae sudah merasa lebih baik?” pertanyaan bodoh. 

“Entahlah” ka’Rae. 

“Tapi ucapanmu selalu saja gentayangan seperti hantu tiap kali kakak mencoba ingin melenyapkan diri sendiri” ka”Rae. 

“Aras dan kakak harus belajar menjadi kuat di jalan setapak sana” menatap ka’Rae. 

“Rasa-rasanya terlalu mustahil” ka’Rae. 

“Jangan menjadi manusia lemah” mendekap tubuh ka’Rae seketika. 

Dasar bajingan” ka’Rae. 

“Mendengar ka’Rae menyebut Aras bajingan jauh lebih baik dibanding memendam banyak hal di alam sana” sedikit tersenyum…

“Apa kisah hidup adik kakak seperti kita sudah benar-benar hancur?” ka’Rae.

“Kalaupun benar-benar hancur, kita berdua harus kembali mencoba bertahan sekali lagi” menjawab pertanyaannya.

“Bukan hanya terkadang, tapi tiap saat rasa sakit menggerogoti tanpa rasa bersalah” ka’Rae.


7. Jangan bertindak gegabah…


“Aras masih ingin melihat ka’Rae berteriak memanggil bajingan ke arahku” berkata-kata terhadapnya. 

“Pernyataan bodoh” ka’Rae. 

“Tetaplah hidup sekalipun rasa sesak menggerogoti tanpa rasa belas kasihan sedikitpun” semakin mendekap tubuh ka’Rae. 

Semua akan berlalu bersama cerita puzzle tidak terduga di dalamnya. Kehidupanku hari ini berkata-kata tentang sesuatu yang berbeda, namun esok memiliki objek lain yang mungkin saja tidak terpikirkan olehku. Permainan di jalan setapak benar-benar menyesakkan sekaligus membentuk dinding ruang paling terlemah hingga menciptakan nada musiknya tersendiri. 

“Aras, apa kau sudah membaca berita?” wajah pria tua terlihat benar-benar khawatir. 

“Memang kenapa?” bersikap cuek dan masih menikmati sarapan pagi di meja makan. 

“Tanggal hukuman mati papamu sudah ditentukan” pria tua. 

Apa saya harus berteriak histeris? Menangis? Atau tertawa? “Pada akhirnya papa akan tetap mati, cepat atau lambat” tetap melanjutkan sarapan pagiku. 

“Aras yang kukenal sekarang terkesan menakutkan” pria tua. 

“Menakutkan?” tertawa sinis. 

“Berusaha menutup rapat rasa sakit? Apa tidak terdengar menakutkan?” pria tua. 

“Selalu saja gila urusan” mengalihkan perhatian. 

“Sepertinya mereka sengaja mempercepat tanggal hukuman mati papamu” pria tua. 

Keputusan pengadilan akan tetap sama bagaimanapun papa mengajukan banding. Kenyataan yang ada adalah seolah ada sesuatu dalam kasus ini. Entahlah. Anggap saja papa memang bersalah sepenuhnya atas kasus tersebut. 

Minggu terakhir melihat wajah papa di penjara menciptakan rasa takut luar biasa, akan tetapi semua itu terpendam di dalam sana. Apa sosok Aras bisa hidup tanpa senyum papa? “Aras ingin memiliki memory tidak terlupakan sebelum papa pergi” suara hati berteriak begitu keras. 

Merenung seharian di belakang klinik milik pria tua. “Kalau kau menangis, silahkan menangis” pria tua seperti biasa muncul begitu saja di sampingku. 

“Apa menangis akan menyelesaikan masalah?” tertawa sinis. 

“Entahlah” jawaban pria tua. 

“Apa kau bisa membantuku?” menatap serius pria tua. 

“Jangan membuatku ketakutan” pria tua ingin segera beranjak dari kursi. 

“Bantu Aras agar tetap berada di samping papa sampai sisa hidupnya” entah angin apa hingga membuatku sujud seperti manusia bodoh. 

“Kau manusia paling gila” pria tua segera membaca pikiranku. 

“Aras ingin tinggal di penjara tempat papa bagaimanapun caranya” memegang lutut sang pria tua. 

“Pria tua sepertimu pasti memiliki kenalan” pernyataan terbodoh. 

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Ternyata pria tua itu memang memiliki banyak koneksi di mana-mana. Memalsukan data hingga membuatku menjadi seorang narapidana. Penyamaran sempurna dari seorang Aras.  

“Menjadi sahabat terbaik papa” dua kaki mulai berjalan memasuki jeruji besi di depan. 

“Dasar psikopat” seseorang berteriak ke arah papa. 

“Manusia tidak punya hati” napi lain mulai berkata-kata. 

“Kau pantas di hukum mati” salah satu petugas dalam sel tahanan mencibir ke arahnya. 

Makian dan kutuk sumpah serapah berkumpul tanpa henti membungkus jalannya. Wajah papa berdarah seketika karena mendapat pukulan demi pukulan dari narapidana lainnya. Mereka semua mengutuk seolah hanya papa saja manusia paling berdosa di dunia. “Ya, sepertinya semua paling suci tanpa dosa” pernyataan terbaik. 

Menahan rasa sakit dan membiarkan mereka memukul papa sesuka hati. “Jangan bertindak gegabah” kalimat pria tua sebelum saya berada di sini. 

Berjalan ke arah papa sambil berusaha menahan rasa sesak. “Saya akan menjadi sahabat terbaik papa” berujar dalam hati. 

“Kenapa kau tidak melakukan hal yang sama seperti mereka?” pertanyaan ke arahku. 

“Saya tidak butuh dikasihani” sikap papa berusaha menghindar dariku. 

Papa belum menyadari siapa orang di depannya. Dua tangan masih berusaha membersihkan luka di sekitar wajahnya. “Papa akan selalu menjadi papa Aras apa pun keadaannya” suara hati berbisik di dalam sambil berusaha menahan gemerincing luka akibat tusukan tombak menakutkan dari berbagai arah. 

Tetap diam seribu bahasa tanpa satu kata ketika berada di hadapan papa. Sengaja membuat rambutku berantakan agar tidak dikenali oleh orang banyak. Memberi sebungkus permen sambil berusaha tersenyum. Saat itulah papa menyadari sesuatu hal. 

“Anak bodoh” papa tidak pernah menyangka kelakuanku. 

“Manusia paling nekat” papa antara ingin mengumpat tetapi sesuatu menahan dirinya. 

“Manusia bodoh di depanmu ingin bersama papanya di detik-detik terakhir” membalas kalimat papa. 

“Kau bisa mati kalau berada di penjara” papa. 

“Biarkan Aras bersama papa sebelum hukuman mati dijalankan” menatap papa. 

“Mereka pasti menghujat, mengutuk, melukai apa pun dalam dirimu kalau sampai ketahuan” papa memperlihatkan wajah geram. 

“Aras tidak peduli” berujar kembali. 

“Apa Aras tidak sayang mama juga ka’Rae?” papa seolah memohon. 

“Sekali saja papa mengabulkan permohonan Aras”... 

Saya sudah berjuang sampai sejauh ini, lantas harus berhenti? Apa hidupku segitu bodohnya di mata orang banyak? Biarkan saja jalan setapak itu menciptakan gelombang angin seperti biasa, tetapi dua kaki harus tetap kuat bertahan. 

Papa berusaha menyembunyikan identitasku dalam sel penjara. “Aras akan belajar menjadi sahabat terbaik buat papa” suara hati bergema di tempatnya sendiri. 

Hal yang tidak terpikirkan olehku adalah pria tua mengirimkan makanan, pakaian, buah-buahan, vitamin dan obat-obatan buatku. Rasa khawatirnya jauh lebih besar hingga dia terus saja berkunjung ke penjara. “Anak bodoh” tulisan pria tua dalam secarik kertas. 

Pria tua dan papa melemparkan pernyataan yang sama. “Setidaknya menghibur dari pada tidak sama sekali” berceloteh seorang diri. 

“Kepala penjara ingin bertemu denganmu” salah satu petugas tiba-tiba saja membisikkan sesuatu. Siapa kepala penjara? Kenapa bisa? Memangnya penyamaranku terbongkar?  

“Kau sudah gila atau lebih dari kata gila?” pertanyaan tajam sang kepala penjara setelah berhadapan dengannya. 

Ternyata kepala penjara seumuran dengan pria tua. “Karena kelakuan gilamu sampai-sampai dokter tua gila angker itu terus saja menelpon” sang kepala penjara. 

“Apa kau anak kandungnya yang ternyata tertukar selama ini?” si’kepala penjara masih melemparkan pertanyaan. 

Pria tua selalu menjadi something for me. “Dokter tua gila berantakan memohon hanya untuk seorang anak picisan sepertimu” kepala penjara. 

“Dia terkenal dingin selama ini, tapi apa yang terjadi sekarang?” kepala penjara masih berceloteh. 

“Jangan persalahkan dia” kalimatku. 

“Dokter gila tua berantakan mengemis sesuatu hanya untuk seorang anak dari manusia psikopat paling mengenaskan?” kepala penjara. 

“Saya hanya ingin berada di samping papa sebelum kematian memisahkan kami berdua” apa ini kalimat polos seorang anak? Entahlah... 

Ruangan itu menjadi sunyi senyap seketika. “Apa saya boleh mengajukan pertanyaan?” kepala penjara. 

“Entahlah” jawaban meragukan. 

“Apa kau bisa menjelaskan defenisi antara ayah dan anak menurut versimu?” kepala penjara. 

“Entahlah”... 

“Saya akan membiarkan anak picisan sepertimu tetap berada di samping papa tercintanya kalau pertanyaanku tadi bisa dijawab” kepala penjara. 

“Rasa malu, kecewa, marah, pemikiran negatif, dan lain sebagainya berbaur begitu saja karena kasus pembunuhan,”... 

“Terlebih papa dikenal sebagai pemeran utama manusia psikopat dari kasus tadi” berujar di hadapan sang kepala penjara. 

“Saya bertanya tentang defenisi ayah dan anak bukan ingin mendengar cerita menyedihkan darimu” kepala penjara. 

“Sahabat terbaik apa pun keadaannya merupakan defenisi terbaik menurut versiku dari pertanyaan anda tadi” membalas kalimatnya. 

“Pergilah sebelum saya berubah pikiran” kepala penjara. 

“Kalimat bodoh” kepala penjara seolah menyindir. 

Tidak pernah malu berdiri di samping papa sekalipun seluruh dunia memberi cemohan menakutkan terhadapnya. Saya hanya ingin membuktikan tentang satu objek terhadap diri sendiri. Jalan setapak di sana bisa saja memainkan ribuan cerita menakutkan, akan tetapi dua kaki ingin tetap belajar makna kata bertahan... 

“Tunggu” kepala penjara menghentikan langkahku seketika. 

“Sepertinya kau menyukai benda seperti ini” melemparkan sebungkus plastik berisi permen aneka rasa di dalamnya. 

Rasa-rasanya seorang Aras ingin tertawa keras. “Apa kau tahu sesuatu objek terbaik dalam kondisi semacam sekarang?” kepala penjara. 

“Objek?”  

“Kematian bukan segalanya dari perjalanan seseorang” kepala penjara. 

Dua bola mata berbalik ke arahnya untuk mencari tahu maksud pernyataan tadi. “Objek paling terpenting adalah roh seseorang setelah mengalami kematian akan berjalan kemana?” kepala penjara. 

“Pernyataan?” ingin tertawa sekali lagi. 

“Saya tidak akan menjadi hakim sama seperti kebanyakan orang di luar sana. Papamu hanya perlu mendekatkan diri terhadap sang pencipta dan meminta ampun sekalipun dia terjebak” kepala penjara. 

“Maksud anda?” 

“Kau akan tetap menjadi sahabat buat papamu selagi dirinya masih bernafas, tetapi setelah kata kematian berjalan maka kata tadi tidak akan digunakan lagi” kepala penjara. 

“Apa yang harus saya lakukan?” 

“Ciptakan hubungan antara dia dan sang pencipta, sehingga setelah mengalami kematian dirinya akan tetap memiliki sahabat bahkan lebih dari itu” kepala penjara. 

“Anda sepertinya harus berganti profesi dari kepala penjara menjadi seorang pendeta terkudus” menertawakan sang kepala penjara. 

“Anak picisan sepertimu terobsesi menjadi sahabat buat orang tuanya, tetapi tidak pernah memahami porsi ataukah makna di balik kata tersebut” kepala penjara. 

“Anda sepertinya benar-benar mengalahkan khotbah para pendeta di luar sana” membalas kalimatnya. 

“Entahlah, anggap saja seperti itu” kepala penjara. 

“Ciptakan satu objek terbaik di balik kata persahabatan antara ayah dan anak apa pun keadaannya menurut versi dengan makna paling mendalam, understand?” dia segera membuka pintu ruangannya agar saya segera berjalan keluar. 

Semua sudah terjadi hingga menciptakan goresan luka di segala arah. Rasa marah, malu, kecewa, tertekan, muak, depresi berkumandang begitu saja sejak awal kasus pembunuhan kemarin. “Aras tidak mungkin lagi berjalan ke arah papa” ingatan kata-kata tersebut ketika media memberitakan kisah papa sebagai seorang psikopat. 

Jadilah sahabat bagaimanapun rasa sakit menghimpit hingga mencabik-cabik ruang dinding di dalam sana” ucapan pria tua seolah mengajarkan satu objek tentang hubungan terbaik antara ayah dan anak. 

Seorang Aras hanya ingin objek terbaik saja untuk dinikmati, tetapi tidak pernah berpikir tentang dinding pembentukan dikarenakan retakan puing kaca berserakan dimana-mana. Berteriak memaki pun bukan jalan keluar bagi seorang anak sepertiku. Jutaan kerikil tajam sepertinya memang sengaja tertawa riang gembira di sekitar jalan setapak di sana. 

“Aras akan belajar tentang dunia persahabatan antara orang tua dan anak ketika permainan demi permainan terus menghimpit tanpa belas kasih sedikitpun” menulis sebuah pesan terhadap papa melalui secarik kertas. 

Kami berdua memang berada dalam sel penjara yang sama, hanya saja sulit mengungkapkan perasaan sendiri melalui ucapan semata. Seolah menulis merupakan satu-satunya jalan untuk menyatakan banyak hal tersembunyi bahkan sulit dijelaskan karena makna dibaliknya. “Aras akan belajar mendekap papa lebih dalam” memberikan kembali secarik kertas sambil berusaha tersenyum seolah melupakan semua yang akan terjadi. 

“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” memberikan sebuah buku kosong. 

“Lupakan tentang kematian! Aras hanya ingin papa menghibur diri sendiri”... 

“Dengan buku dan pensil?” papa seolah ingin tersenyum. 

“Mungkin kalau papa menggambar wajah Aras, ka’Rae, atau mama bisa membuat papa tertawa keras seperti dulu” menjawab pertanyaan papa. 

“Anak bodoh” papa. 

“Ciptakan objek persabatan sedikit berbeda selama beberapa hari ke depan bahkan paling sulit dilupakan sebelum papa pergi” berkata-kata menatap serius ke arahnya. 

“Persahabatan?” papa. 

“Ya, persahabatan paling sulit dilupakan antara ayah dan anak” membalas kalimat papa. 

“Permen buat papa” menyerahkan beberapa bungkus permen sebelum beranjak meninggalkan dirinya. 

Seorang Aras hanya ingin menghabiskan sedikit memory terbaik di sekitar jalan setapak bagaimanapun alunan gelombang badai mempermainkan keadaan. Semua orang bisa saja mengutuk, mengumpat, melemparkan caci maki, mengucilkan terhadap dirinya, tetapi seorang anak sepertiku ingin bertahan dengan peran sebagai sahabat buatnya. “Saya hanya perlu belajar bertahan bertahan, dan bertahan” suara hati berbisik keras. 

“Saya akan kembali mencoba bertahan sekali lagi andaikan dinding pertahananku mengalami sedikit ataukah ribuan kekalahan” memberi kekuatan terhadap diri sendiri.  

 

 

8. Cerita memory…


Jalan setapak di sana memiliki sedikit perbedaan, tetapi dinding pertahananpun harus belajar menyatakan kemenangan. Tuhan, Engkaulah tempat perteduhanku turun-temurun.  

Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!"  

Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.  

Sungguh, kami habis lenyap karena murka-Mu, dan karena kehangatan amarah-Mu kami terkejut. Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah-Mu. Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh.  

Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.  

Kembalilah, ya TUHAN — berapa lama lagi? dan sayangilah hamba-hamba-Mu! Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami. Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka.  

Biarlah kelihatan kepada hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan semarak-Mu kepada anak-anak mereka. Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.  

“Pada akhirnya semua manusia akan kembali ke tanah termasuk diriku” menarik nafas panjang. 

“Masing-masing orang akan kembali menjadi debu dengan cara berbeda-beda” ungkapan terbodoh di samping papa. 

“Cara berbeda?” papa. 

“Tidak menjadi masalah papa meninggalkan dunia dengan cara seperti ini” berujar menatap ke arahnya. 

“Yang menjadi masalah adalah roh papa akan berada dimana setelah mengalami kematian?” lanjutan pernyataan terhadapnya. 

“Berada dimana?” papa. 

“Aras ingin papa memiliki sahabat terbaik jauh melebihi apa pun setelah mengalami kematian” mengungkapkan sesuatu yang belum pernah kulakukan. 

“Sahabat terbaik” papa. 

“Aras ingin sang pencipta maksudku Tuhan pemilik kasih tanpa pernah menghakimi menjadi sahabat terbaik papa di dunia lain” pernyataan gila. 

Apa sosok anak sepertiku sudah gila? Entahlah. Selama tubuh, jiwa, dan roh masih bersatu artinya pengampunan buat papa masih berlaku. Tidak menjadi masalah papa meninggal dengan cara tidak terhormat karena banyaknya jebakan permainan, hanya saja biarlah rohnya dijemput langsung oleh sang pencipta. Tuhan, jadilah sahabat terbaik papa setelah dirinya mengalami kematian. 

“Orang banyak di luar bisa saja menjadi hakim terbaik, tetapi Aras yakin kalau dua tangan Tuhan terbuka buat papa” menarik tangan papa memasuki sebuah gereja kecil tidak jauh dari sel penjara. 

“Berdoa bersama papa terdengar menyenangkan” mendekap papa dalam ruang kecil gereja di sini. 

“Aras hanya ingin papa menciptakan memory yang tidak mungkin bisa dilupakan sebelum kematian menjemput” melanjutkan ucapan sebagai seorang anak. 

Tahun-tahun kemarin merupakan kisah dimana seorang ayah menjadi pelindung buat anaknya. Ceritaku akan berkata lain hari ini ketika sang anak ingin mencoba berjalan sebagai sahabat terbaik ayahnya sendiri. “Papa tinggal menutup mata sambil meminta maaf terhadap sang pencipta dan meluapkan semua rasa sakit di dalam sana” semakin mendekap dirinya. 

Jalan setapak itu sepertinya memberikan cerita memory berbeda di balik permainan badai tanpa henti. “Kenapa Aras tetap berdiri di samping papa?” pertanyaan seorang ayah pertama kalinya buatku. 

“Aras hanya ingin membuktikan kekuatan terbaik seorang ayah ada pada dekapan dari anaknya sendiri” jawaban buatnya. 

“Ucapanmu terlalu puitis” papa. 

“Kalimat bodoh” sekali lagi papa berkata-kata sambil menggeleng-geleng kepalanya. 

“Terserah pemikiran papa seperti apa” berusaha tersenyum dan melupakan tentang kematian... 

Pusaran air berkata-kata sambil memainkan ceritanya sendiri. Saya hanya ingin belajar berjalan dalam gelombang badai tanpa jeda di jalan setapak itu. “Bagaimana hari-hari yang akan mama, ka’Rae, Aras lalui setelah pergi?” suara hati berbisik di sana. 

“Aras akan menjadi sahabat terbaik papa”  berbisik di telinganya. 

“Ternyata ayah dan anak rupanya?” salah seorang napi menyadari identitas kami berdua. Dia bernama Lukas bahkan dikenal sebagai mafia terkejam. Berada satu sel dengannya terdengar menakutkan. 

Kecerobohanku membuat dia menyadari kisah ayah dan anak sekarang. “Anak ingusan sepertimu ternyata jauh lebih lugu dibanding pikiranku selama ini” wajah bandar narkoba di hadapanku sangat menakutkan.  

“Anak ingusan ternyata punya sedikit nyali juga rupanya” tatapan ganas Lukas si’bandar narkoba. 

“Jangan menyentuh sedikitpun dari kulitnya!” papa menatap serius ke arahnya. 

Papa selalu membiarkan tubuhnya tercabik-cabik oleh mereka, namun sesuatu berkata lain untuk cerita hari ini. Apa perkelahian akan terjadi? Apa identiitas seorang Aras juga akan terbongkar? “Saya sedikit menyukai kisah ayah dan anak dalam sel penjara” Lukas menempelkan permen karet bekas mulutnya ke wajah anak ingusan. 

“Anak ingusan” terus saja menyebutku ingusan. 

Sel penjara itu bercerita tentang sebuah dunia berbeda di balik gelapnya permainan hidup. Entah kenapa tangan seorang bandar narkoba selalu saja terhenti ketika ingin melemparkan sebuah pukulan ke arahku. Apa dia memiliki satu pintu tersendiri di dalam dirinya?  

“Barang anda terjatuh” memberikan selembar foto ke arah sang bandar narkoba beberapa waktu setelah kejadian tadi. 

Seorang gadis remaja tersenyum ceria memeluk sebuah boneka. Di balik wajah menyeramkan, ternyata menyimpan sedikit cerita tentang sebuah pelita kecil. “Anda juga sepertinya memiliki cerita hidup antara ayah dan anak” memberi nada sindiran. 

“Setidaknya berjalan ke arahnya dari pada tidak sama sekali” berkata-kata tajam ke arahnya. 

Sang bandar narkoba terdiam kaku tanpa kata-kata. Memegang tangan papa di hadapannya, kemudian berjalan keluar meninggalkan sel penjara. Seorang Aras ingin menciptakan sebuah memory cerita tentang dunia persahabatan antara ayah dan anak. “Papa harus tersenyum kalau lagi foto” mengabadikan beberapa objek. 

“Kau dapat dari mana?” pertanyaan papa melihat handphone di tanganku. 

“Kepala penjara” menjawab asal. 

“Bagaimana bisa?” papa. 

Sejauh ini sosok kepala penjara di mata semua napi dikenal sebagai manusia terkejam tanpa belas kasih. Lantas? “Mungkin kepala penjara lagi dimasuki sedikit roh kebaikan” ujarku terhadap papa. 

“Roh kebaikan?” papa. 

“Ya seperti itulah” menjawab papa. 

“Lupakan kepala penjara!” menarik tangan papa. 

Sejak kecil papa tidak pernah melepas tangan Aras sedikitpun. Tangan Seorang Aras hanya bercerita tentang kelemahan semata, tetapi papa tetap berdiri di samping untuk mengajarkan banyak objek. “Aras akan belajar menggenggam tangan papa” mendekap tubuhnya. 

Saya ingin menciptakan 1001 cerita memory sebelum papa pergi. Memberi senyum terbaik sebagai kekuatan yang tidak mungkin dilupakan. “Buat papa” memberikan beberapa permen rasa buah ke tangannya. 

“Sepertinya Aras dan papa harus berfoto sambil memegang permen” mengamat-amati napi di sekitar. 

“Papa harus pamer gigi kalau lagi foto” sosok Aras seolah lupa tentang dunia esok. 

“Papa, coba pegang bunga di sana!” berbisik ke telinganya. 

Kami berdua tertawa lepas dan seolah lupa tentang cerita menakutkan esok. “Gimana masakan Aras?” membayangkan masakan pertama yang kubuat dulu. 

“Hangus” papa menjawab spontan. 

“Dibalik kata hangus tadi, terselip kisah persahabatan antara ayah dan anak” papa. 

“Papa”... 

“Terima kasih karena Aras selalu berjuang menjadi sahabat terbaik” papa. 

Tuhan, bisakah waktu berlalu begitu lambat untuk hari ini? Hari terakhir menjadi sahabat papa akhirnya datang. “Aras ingin bersama papa semalaman di suatu tempat” untuk terakhir kalinya menarik tangan papa. 

Papa hanya diam tanpa berkata-kata. Kami berdua duduk dalam sebuah gereja kecil di antara kesunyian malam. “Dasar anak picisan, bodoh, lugu, polos, ingusan” mengingat kata-kata kepala penjara setelah memohon sesuatu terhadapnya. 

Membiarkan napi berada di tempat seperti ini sebelum hukuman mati berlangsung artinya kepala penjara harus siap menanggung resiko. Apa yang akan terjadi esok? Kata kehilangan mungkin menjadi satu objek mematikan bagi seorang Aras. Diam seribu bahasa di sekitar ruang tersebut tanpa berkata-kata. Permainan demi permainan bisa saja menari sambil tertawa di jalan setapak, tetapi ruang tersendiri sepertinya sedang memainkan seni hidup dengan cerita makna terdalam... 

“Tuhan, jadilah sahabat terbaik papa setelah pintu kematian menjemput dirinya” mendekap erat papa. 

“Ampuni tiap kesalahan yang sudah diperbuat papa, baik disengaja maupun tidak ataukah dalam keadaan sadar maupun tidak” doa itu keluar begitu saja tanpa henti. 

Saya ingin menghabiskan waktu terakhir bersama papa di sini. “Berdoa, berdoa, berdoa, berdoa, dan berdoa” suara hati bergema di alamnya sendiri. 

“Maaf untuk semuanya” kalimat papa pertama kali setelah beberapa jam membisu. Tetap mendekap papa dan tidak peduli waktu berlalu sekian jam... 

“Kenapa papa harus meminta maaf?” 

“Papa tidak bisa menjadi sahabat terbaik buat mama, ka’Rae, dan juga Aras” papa. 

“Aras juga minta maaf untuk semuanya” membalas kalimat papa. 

“Anak bodoh harusnya papa...” ujar papa sekali lagi memberi sedikit ledekan. 

“Tidak ada anak yang terlahir sempurna bagaimanapun situasi objek dalam dirinya” berkata-kata dan tetap mendekap papa makin erat. 

“Begitupun sebaliknya, tidak ada orang tua sempurna di dunia. Lantas kenapa papa harus minta maaf?” melanjutkan kalimatku tadi... 


9. Jadilah sahabat terbaik…


Inilah kisah hidup antara ayah dan anak. “Aras harus janji” papa 

“Anak papa bisa berlari kuat apa pun objek di depannya” papa. 

“Papa”... 

Kami berdua menghabiskan waktu dengan terus mendekap papa. “Tuhan, jadilah sahabat terbaik Aras bagaimanapun situasi di depannya nanti” ungkapan doa papa pertama kalinya terdengar olehku. 

“Jadikan Aras seperti burung rajawali tanpa pernah terlihat lemah” papa balik mendekapku. 

“Rasanya hangat” tersenyum dalam dekapan papa. Dunia bisa saja melemparkan kutuk terhadapnya, tetapi dia tetaplah papa terhebat buatku. Tidak menjadi masalah makian di lempar oleh mereka di luar sana, akan tetapi hati seorang anak sepertiku ingin tetap berlari masuk dalam dekapannya. Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini, tiap dari mereka pasti pernah melakukan kesalahan. Begitupun sebaliknya papa sama seperti orang tua lainnya... 

“Tolong jaga ka’Rae” tanpa sadar air mata yang selalu ditahan keluar begitu saja... 

“Dia hanya gadis lemah bahkan Aras jauh lebih kuat darinya” papa. 

“Tuhan, beri ka’Rae dan juga Aras kekuatan menghadapi hari esok” papa makin mendekap kuat tubuhku. 

Untuk kali ini saya akan belajar bertahan sekali lagi. Apa puing pengharapan masih bercerita tentang suatu dinding pertahanan di jalan setapak itu? Dua kaki ingin belajar untuk tetap berdiri di antara desiran ombak deras tanpa henti. Ruang dinding di dalam sana benar-benar sesak seolah... 

“Fighting” memeluk papa terakhir kalinya.  

Biarkan Aras berada di tempat papa menghembuskan nafas terakhirnya” memohon sesuatu terhadap sang kepala penjara beberapa hari yang lalu. 

Dasar anak picisan, ingusan, bodoh, kelewat stres” kepala penjara menggeleng-geleng kepala menatap ke arahku. Beliau pada akhirnya membiarkan saya berada di tempat eksekusi papa.  

Hal terkacau lagi adalah ka’Rae memaki habis-habisan setelah menyadari apa yang telah kulakukan. “Bajingan gila” teriak ka’Rae. 

Aras hanya ingin menyatakan defenisi persahabatan antara ayah dan anak” jawaban tersebut cukup membuatnya terdiam seketika. 

Setidaknya saya tidak akan menyesali tentang banyak hal di kemudian hari. Dekapan papa semalam menjadi kekuatan tersendiri untuk menghadapi hari ini ataupun esok. “Tuhan pasti akan menjadi sahabat terbaik papa di alam sana” berteriak ke arah papa. 

“Aras sayang papa” 

“Aras tidak pernah malu memiliki orang tua seperti papa”  

“Papa harus tetap semangat” terus menerus berteriak ke arah papa. 

“Papa juga sayang Aras” balasan papa berusaha untuk tersenyum setelah beberapa peluru mencabik dirinya. 

Tuhan, sekali lagi saya ingin menyatakan pertahanan terbaik dan tidak lagi terlihat seperti manusia bodoh. Darah segar mengalir keluar tanpa henti dari tubuh papa. Tuhan, ajar hidupku untuk tidak menjadi pembenci terhadap siapapun. 

Ombak permainan sekitar jalan setapak begitu menyesakkan. Saya hanya harus belajar bertahan sekali lagi apa pun keadaannya. “Papamu memberikan buku ini beberapa jam lalu” pertama kalinya bandar narkoba meneteskan air mata di hadapanku. 

Saya tidak langsung membawa papa karena masih harus menandatangani beberapa berkas pengambilan mayat. “Be strong” tulisan tangan papa bagian depan buku. 

Tulisan kaligrafi papa seolah memberi kehangatan tersendiri. Rajawali terbang tinggi menjadi halaman pembuka buku tersebut. “Papa Aras memang beda dibanding para ayah di luar sana” suara hati berbisik. 

Papa menggambar burung rajawali terbang tinggi tanpa pernah memperdulikan badai di hadapannya. “Be strong” sekali lagi papa menulis dua kata tadi pada bagian bawah gambar tersebut. 

Rajawali merupakan sosok hewan terkuat ketika badai berada di sekitarnya. “Jadilah seperti rajawali tidak terlihat lemah, tetap tenang, bahkan menjadi begitu kuat” tulisan kata-kata berikutnya. 

Buku pemberianku ternyata digunakan papa untuk menggambar beberapa objek tertentu. Apa yang akan terjadi setelah ini? Seluruh media sedang meliput eksekusi mati seorang pembunuh terkejam. “Dia pantas mendapatkan hukuman mati” komentar seorang netisen. 

“Setidaknya manusia psikopat mendapat balasan setimpal atas semua yang sudah terjadi” netisen lain berkomentar. 

“Hukuman mati ini membuktikan kalau orang kecil bisa menang melawan orang-orang berkedudukan tinggi ataukah pemilik harta banyak” suara netisen dari tempat lain. 

“Doa sejuta umat mengalahkan manusia-manusia iblis di atas, wow” komentar demi komentar bertebaran. 

Tidak seorangpun mengucapkan kata-kata simpatik terhadap papa. Sekali lagi, saya ingin belajar bertahan hidup bagaimanapun rasa sesak membungkus tanpa henti. Ka’Rae terus saja menangis di samping kuburan papa. Semua orang bersukacita atas kematian manusia psikopat. 

“Kakak ingin mencoba bertahan, tapi sepertinya gagal” ka’Rae menangis sejadi-jadinya. 

“Ka’Rae hanya perlu mencoba kembali” mendekap kuat tubuh ka’Rae. 

“Rasanya sakit” ka’Rae. 

“Be strong” membelai rambut ka’Rae. 

“Bagaimana kalau kakak gagal lagi?” ka’Rae. 

“Kalau gagal artinya ka’Rae harus mencoba lagi” berusaha terlihat kuat. 

“Aras masih ingin melihat kakak berteriak memaki, terlihat menyeramkan, bertengkar, dan lain sebagainya” tetap mendekap kuat ka’Rae. 

“Bajingan gila” ka’Rae. 

“Cukup papa yang pergi meninggalkan Aras” menyadari pikiran ka’Rae. 

“Tuhan, beri kekuatan buat ka’Rae” suara hati bergema berusaha menahan rasa sesak. 

Dunia bisa memberi nada kutukan demi kutukan, akan tetapi sosok Aras harus tetap berdiri di tengah permainan ombak. “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu” sebuah tulisan terpajang sangat manis tidak jauh dari tempat kami berdiri. Apa sang pencipta memang sengaja mengirim seorang anak kecil penjual bunga. 

Si’anak kecil tadi memakai sebuah tshirt dengan sebuah pernyataan di bagian depannya. Masa sesak itu memang membuat semua objek pergi. “Buat kakak” si’anak kecil memberi beberapa permen aneka rasa ke tanganku. 

“Kakak hanya perlu sedikit tersenyum” gadis kecil berlari meninggalkan kami setelah berkata-kata. 

Tidak peduli seberapa besar hujatan orang banyak, akan tetapi dua kaki hanya perlu belajar bertahan. “Aras bangga memiliki papa terbaik” menatap foto papa dalam kamar. 

“Terima kasih Tuhan, memberi Aras memory terbaik bersama papa” bulir-bulir kristal itu akhirnya mengalir deras di tempat tersembunyi. 

Memory persahabatan antara ayah dan anak sepertinya menyimpan cerita tersendiri. Karena sebuah keadaan akhirnya nada musik berseni memainkan perannya di tengah permainan badai sekitar jalan setapak. Tuhan, sekali lagi saya ingin belajar berjalan bagaimanapun sesaknya dinding ruang di dalam sana. 

Semua akan berlalu tentang jalan setapak bersama ceritanya. “Kenapa saya harus terlahir dari ayah sepertimu?” seorang gadis remaja berteriak sejadi-jadinya di sekitar ruang tunggu dari penjara tempat papa.  

Apa yang sedang kulakukan di sini? Entahlah. Membawakan makanan dan sebuah kotak berisi permen untuk seseorang di penjara terdengar bodoh. “Kenapa Tuhan harus mengirim ayah sepertimu menjadi ayah Sea” makiannya makin menjadi-jadi. 

Bandar narkoba bernama Lucas ternyata memiliki seorang putri. Dia tetap diam seribu bahasa mendengar tiap nada kebencian dari anaknya sendiri. “Manusia bodoh” tertawa sinis menyaksikan suasana di depan. 

Gadis remaja itu berjalan keluar meninggalkan dirinya. Sang bandar narkoba tersadar kalau saya melihat semua kejadian tadi. “Kenapa dia tidak bisa sepertimu?” di balik wajah menyeramkan terdapat hati paling rapuh seolah ingin menangis sejadi-jadinya. 

“Andaikan dirinya sekali saja berkata...” ucapannya terhenti sejenak. 

“Sea ingin menjadi sahabat terbaik ayah” pernyataan bodoh darinya... 

“Ternyata nama anakmu Sea” sedikit mencibir. 

“Lupakan!” ucapan bandar narkoba kembali memasang wajah menyeramkan. 

“Jelaskan maksud kedatangan anak ingusan ke tempat ini?” bandar narkoba. 

“Sekedar jalan-jalan saja mencari sesuatu” menjawab asal. 

“Dasar anak picisan” Lucas. 

“Buatmu” menyerahkan makanan dan sebuah kotak berisi permen aneka rasa buah. 

“Jangan kegeeraannn” berujar lagi. 

“Siapa juga kegeeerann” tawa sinis Lucas. 

“Sebagai ungkapan terima kasih atas buku papa” menatap ke arahnya. 

Entah sejak kapan, kami berdua tiba-tiba saja menjadi sahabat sejati. Kegiatan terbodoh yang selalu menjadi perhatian tiap berjalan menuju penjara adalah menyaksikan putrinya memaki sejadi-jadinya sebagai bahan pelampiasan emosional. Kenapa juga sosok Aras harus selalu menjenguk si’bandar narkoba tadi?  

“Sea malu memiliki ayah sepertimu” ucapan putri semata wayangnya tiap berada di penjara. 

“Kenapa Sea harus terus-terusan berdiri di hadapan pria sepertimu?”  

“Sea ingin mati”... 

“Sea tidak pernah memiliki teman karena memiliki ayah seorang bandar narkoba.” Kegiatan terbodoh putrinya selalu dan selalu bahkan akan selalu melampiaskan objek-objek gila di tempat tersebut. 

“Gadis remaja tergila yang pernah ada” berkata-kata seorang diri tiap menyaksikan luapan sisi emosionalnya di sekitar penjara. 

“Kalau membenci, kan ngapain menjenguk?” tertawa sinis. 

“Berhenti menjenguk si’bandar narkoba di penjara!” Lucas menatap serius ke arahku. 

“Saya juga kemari untuk terakhir kalinya” membalas ucapannya. 

Kehidupan baru Aras akan berada di tempat asing. “Saya dan kakakku ingin keluar negeri besok lusa” berkata-kata lagi. 

“Dasar anak picisan” Lucas. 

“Kami berdua ingin memulai kehidupan baru di tempat asing” menyerahkan sebuah kotak berisi permen aneka rasa buah. 

“Selalu saja” tertawa sinis. 

“Setidaknya hatimu bisa terhibur karena permen ini” membalas ucapannya. 

“Jaga dirimu” berkata-kata lagi. Kegiatan bodohku selama setahun setelah kepergian papa adalah menjenguk manusia bandar narkoba tiap minggunya. 

Semua akan berlalu seiring berjalannya waktu. Jalan setapak bersama cerita tidak terduga masih saja memainkan musik tertentu. “Mama sayang Aras” pelukan mama tiap berdiri di hadapannya. Untuk terakhir kalinya menjenguk mama di penjara. Kegiatan lainku adalah menjenguk mama sama seperti yang sudah kulakukan terhadap si’bandar narkoba. 

“Maaf, selalu membuat Aras juga ka’Rae malu di hadapan orang banyak” kalimat mama. 

“Tuhan memiliki maksud tertentu di balik semua yang terjadi. Jadi, mama ga perlu minta maaf” memeluk keras mama. 

“Ka’Rae dan Aras diajar untuk menjadi anak mandiri, tidak manja, menyadari tentang seni hidup walaupun dikatakan dengan keadaan seperti ini” makin mendekap mama. 

“Sekali lagi maafkan mama” seolah permintaan maaf tadi tidak pernah bosan keluar dari bibir mulutnya. 

“Aras tidak pernah menyesali semua yang sudah terjadi” berujar... 

“Anak mama selalu menderita” mama. 

“Siapa bilang Aras menderita? Aras tidak pernah menyesal harus terlahir dari rahim mama” pernyataan seorang anak yang sedang ingin belajar bertahan tentang sebuah perjalanan... 

“Mama harus sabar menunggu Aras juga ka’Rae” berkata-kata kembali. 

Rumahku sepertinya hancur berkeping-keping karena satu jenis objek di luar kendali. Rasa sesak membungkus tiap saat sekitar jalan setapak. Tenanglah hai jiwaku, biarlah rasa sakitmu menciptakan seni musik hidup tersendiri... 

“Bajingan gila, tunggu” sepertinya dunia ka’Rae berangsur membaik. 

“Mau kemana?” teriak ka’Rae. 

“Melakukan sesuatu hal untuk terakhir kalinya” menjawab ka’Rae sambil berlari. 

“Ingat pesawat akan terbang sekitar jam 3” ka’Rae. 

“Tenang saja, Aras tidak mungkin terlambat” menjawab ka’Rae. 


10. Berseni ketika terbang…


Dua kakiku terus saja berlari menuju suara tempat. “Tunggu Aras di bandara!” berteriak setelah menyeberangi salah satu jalan terbesar. Apa yang sedang kulakukan? Kegiatan bodohku adalah ingin memberi sebuah pelajaran berharga terhadap seseorang. 

“Hei gadis centil, iblis, tukang emosional” berteriak memaki seorang gadis remaja yamg sedang duduk bersama sekumpulan preman. 

Dia berbalik ke arahku. “Kau pikir kelakuanmu itu bisa merubah banyak hal? Dasar gadis bodoh paling bodoh sedunia” memaki dirinya. Kami berdua memang tidak pernah bertegur sapa ketika bertemu di penjara. 

“Apa kata malu memiliki ayah seperti dirinya menyelesaikan masalah? Apa dengan berkelakuan iblis seperti ini menjadi penghiburan?” menyerang ke arahnya. 

“Dasar gadis iblis. Setidaknya sekali saja belajarlah untuk menjadi sahabat buatnya bukannya malu memiliki ayah seperti dia.” Pernyataan bodoh buat gadis remaja mengajarkan satu objek lain lagi... 

10 tahun kemudian... 

Perjalanan di balik reruntuhan hidup bermuara tiap detiknya. “Bajingan gila” teriak ka’Rae seperti biasa melalui saluran telepon. 

“Suasana perkotaan masih tetap sama setelah 10 tahun berlalu” tersenyum sinis menatap lorong jalan sempit di sana. 

Saya dan ka’Rae menghabiskan waktu di tempat asing. Kuliah sambil bekerja merupakan sebuah tantangan tersendiri untuk kami berdua. Ka’Rae sendiri sedang bergerak di dunia psikologi. Dia selalu tampil pada tiap acara-acara besar di negara asing tempat kami berjuang. Karir ka’Rae sebagai seorang psikolog terbilang sukses besar setelah berhasil memulihkan dirinya sendiri. Perjalanan tidak mudah buatnya, tetapi kakakku tidak lagi bercerita tentang kegagalan untuk bertahan karena rasa sesak... 

Saya sendiri ingin kembali ke negara ini setelah 10 tahun berlalu. Alur ceritaku memiliki jenis porsi bersama satu ciri khas tertentu. “Rajawali terlihat kuat, cool, berseni ketika terbang begitu tenang bahkan makin tinggi di tengah badai paling mengenaskan” tulisan papa pada salah satu lembaran buku pemberiannya. 

Sekali lagi papa meminta maaf atas semua yang terjadi” ujaran penyesalan seorang ayah bagian lain dari lembaran buku tersebut. 

Kenapa sosok Aras ingin kembali ke tempat dimana retakan puing-puing mencabik banyaknya objek? Entahlah. Apa yang salah dengan keputusanku sekarang? “Ternyata pria tua masih tetap saja melakukan kegiatan gila” kalimat pertama setelah berada di sebuah klinik kecil. 

“Akhirnya kau datang juga” pria tua dengan cepat mengenali suaraku. 

“Desa ini masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah” memandang suasana pedesaan di depanku. 

“Apa kau tidak ingin memeluk sebagai pelampiasan emosional mungkin?” pria tua. 

Dua kaki segera berlari kecil untuk mendapatkan pria tua di depanku. “Wajahmu makin tua” celoteh pria tua. 

“Terima kasih buat semuanya” memeluk tubuh pria tua di hadapanku. 

“Saya selalu berharap sosok Aras berdiri di depan sambil memasang wajah judesnya” pria tua. 

“Doaku ternyata dikabulkan juga oleh sang pencipta” pria tua. 

Kami berdua menghabiskan waktu bersama sambil memancing di sekitar danau tidak jauh dari klinik. “Kau pasti sudah melalui banyak objek menakutkan di luar sana” pria tua. 

“Biasa saja” membalas ucapannya. 

“Dasar anak picisan” pria tua. 

Kehidupan keras mengajar seseorang tentang satu nilai. “Rencanamu sekarang?” pria tua. 

“Menjenguk mama, menghabiskan waktu denganmu tiap weekend, menjadi photographer di sela-sela waktu luang, dan lain sebagainya” sedikit tersenyum. 

“Anak picisan” pria tua masih terus mengejekku. 

Kegiatan tergila lainnya lagi setelah memancing adalah si’pria tua sibuk berjalan ke pasar kemudian memasak aneka jenis makanan. “Makanlah!” perintahnya. 

“Warisan dari maminya mamiku” menyindir kalimatnya dulu. 

“Apa kau tahu kalau mamiku punya mommy selalu memasak dengan resep paling enak mengalahkan olahan masakan apa pun?” pria tua. 

“Aras juga baru tahu” menjawab dirinya. Kami berdua tertawa keras untuk pertama kalinya. Seni hidupku sepertinya menari riang gembira sekitar tempat ini.  

Sebuah perjalanan mengajarkan deretan kerikil tajam membentuk kisahnya sendiri. Kegiatan terbaikku hari ini setelah bangun pagi adalah berlari kecil sambil memotret sedikit pemandangan. Selalu mengenakan celana pendek bersama thsirt. “Anak picisan” tegur pria tua. 

“Kau mau kemana?” pertanyaannya menyadari sesuatu hal... 

“Aras ingin menghabiskan waktu sebelum memulai petualangan di tempat kerja baru” merapikan semua barang-barangku. 

“Baru juga sehari disini, sudah mau cabut” pria tua semacam tidak rela. 

“Aras pastikan berkunjung tiap liburan. Jadi, pria tua jangan khawatir” tersenyum ke arahnya. 

“Kabar kakakmu gimana?” pria tua. 

“Ka’Rae sukses berperan sebagai psikolog” berjalan keluar meninggalkan dirinya. 

“Dasar pria tua sudah tahu ka’Rae gimana sekarang, masih bertanya” menggeleng-geleng kepala mengingat percakapan kami tadi. Ka’Rae dan saya tidak pernah putus kontak dengannya walaupun kami berada di tempat berbeda. 

FLASHBACK... 

“Jangan lupa memakai baju hangat, di luar pasti sangat dingin karena badai salju” pria tua berkata-kata melalui video call. 

“Jangan lupa sarapan!” pria tua selalu mengirim pesan. 

“Istirahat cukup” omelannya melalui telepon. 

“Fighting buat ujian Aras” berteriak dari sebuah video. 

“Ka’Rae, pasti bisa menjadi apa yang diingini hati” tanpa bosan mengirim pesan. 

FLASHBACK... 

Pria tua sudah seperti ayah buat kami. Pengganti papa setelah kepergiannya. Btw, udara pedesaan ini begitu sejuk hingga membuatku lupa banyak hal yang sudah terjadi. Perjalanan kembali menuju kota besar memakai bis menyusuri pemandangan gunung demi gunung di sekitarnya. “Tuhan, jadilah sahabat terbaik buat Aras setelah kepergianku” bayangan tulisan papa memutari kepalaku sepanjang perjalanan. 

“Kakak, permisi, sudah sampai” seorang petugas tiba-tiba saja berdiri di sampingku. 

“Maaf” tersadar seketika. 

“Sepertinya kakak bermimpi indah sampai tidak sadar begitu” gurauan darinya. 

“Sepertinya” tersenyum membalas ucapannya. 

Memotret beberapa gambar di sekitar jalan setelah turun dari bis tadi menjadi sesuatu hal menyenangkan. “Siapakah pemilik dirimu” tersenyum menatap seekor anak anjing mungil di depanku. 

“Cookie, kemarilah!” suara bariton seorang gadis berwajah judes galak. 

“Ternyata namamu Cookie” sedikit berbisik. 

Gadis itu berjalan mengambil anak anjing di tanganku. “Buatmu” dibalik wajah judesnya ternyata... 

“Permen aneka rasa buah” sedikit tertawa. 

Dia berjalan pergi tanpa berkata-kata lagi setelah memberikan permen tadi. Sosok Aras kembali menikmati perjalanan menuju sebuah tempat tidak dari pusat kota. Debu siang makin menghiasi pintu-pintu ruang kota. 

“Kenapa saya harus terlihat bodoh di hadapanmu?” suara bariton seorang gadis menatap tajam seseorang. Ternyata gadis itu sudah beranjak menjadi sosok yang berbeda. Dia masih saja seperti dulu, selalu melemparkan ucapan kacau di depan ayahnya. 

“Kau akhirnya datang” rasa haru melingkupi bandar narkoba menyadari kehadiranku hingga menghentikan gadis tadi berkata-kata.  

“Ternyata gadis tadi bernama manusia iblis” sedikit menyindir putrinya. 

Hal terbodoh adalah dia tidak terpancing ataukah meledakkan sisi emosionalnya setelah itu. “Kenapa kau tidak pernah marah mendengar caci maki manusia di depanmu?” pertanyaan memuakkan... 

“Anggap saja apa yang dilakukan olehnya sebagai bahan penghiburan” jawaban seorang ayah berusaha menahan rasa sakit di dalam sana. 

“Seorang mafia narkoba tiba-tiba berkata makian anak sendiri merupakan bahan penghiburan?” tertawa sinis. 

“Zea akan berhenti melemparkan makian terhadapnya kalau Tuhan membuatku berjodoh denganmu, bagaimana?” gadis gila itu berubah menjadi makin gila... 

“Zea ga jelek-jelek bangetan” gadis iblis. 

“Dasar agresif” menyindir ganas. 

“Maafkan kelakuan putriku” Lucas segera mendorong tubuh anaknya agar segera meninggalkan tempat ini. 

“Sejak dulu Zea menanti-nantikan dirinya, akhirnya Tuhan menjawab doaku” gadis itu makin gila. 

Kenapa acara besuk-membesuk berubah menjadi arena menjijikkan seperti ini? Anak mafia narkoba ternyata gadis mesum tingkat dewa. “Dia sudah pergi, jangan masukkan ke hati ucapannya” Lucas terlihat malu. 

“Bagaimana kabarmu?” pertanyaan terhadapnya. 

“Seperti yang kau lihat tetap sama” Lucas. 

“Kau banyak berubah” menatap dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. 

“Karena ucapan seorang anak, sepertinya menciptakan perubahan cukup drastis” Lucas. 

“Wow” tersenyum menggelikan. 

“Terima kasih untuk semuanya” Lucas. 

“Anak yang kau maksud?” menunjuk diri sendiri. 

“Seni persahabatan antara ayah dan anak terdengar keren juga” Lucas. 

“Maksudmu?” 

“Terima kasih karena sudah mengubah cara berpikir Zea” Lucas. 

“Apa?” masih belum mengerti ucapannya. 

“10 tahun lalu seseorang berteriak ke arah gadis kecilku hingga membuatnya ingin kembali berjalan untuk menemukan jalannya sendiri” Lucas. 

“Gadis gila itu tetap saja melemparkan makian ke arahmu” menyadari sesuatu hal. 

“Setidaknya gadis kecil mulai berjalan ke tempat yang memang seharusnya dia berjalan” Lucas. 

“Entahlah” membalas ucapannya. 


11. Memiliki porsinya masing-masing…


Seorang mantan Bandar narkoba sedang menikmati masa tuanya di penjara. “Jangan ambil hati apa pun ucapannya” Lucas. 

“Buatmu” menyerahkan beberapa bungkus permen aneka rasa buah. 

“Selalu dan selalu dan selalu” Lucas. 

“Ada yang salah dengan pemberianku?” 

“Entahlah” Lucas. 

Kehidupan masa lalu mengajarkan satu karakter di sekitar jalan setapak. Rasa benci, sakit, muak, marah selalu saja bermain terhadap objek jalan setapak di sana. Semua berangsur pergi perlahan demi perlahan seiring berjalannya waktu.  

“Bagaimana kabar mama?” memeluk mama di depanku.  

Kegiatan seorang Aras hari ini adalah berjalan menuju beberapa sel penjara. “Kabar Aras sendiri bagaimana?” mama balik bertanya ke arahku. 

“Ka’Rae bagaimana?” mama masih terus bertanya. 

“Ka’Rae baik sama seperti Aras” menjawab mama. 

“Aras ga bohong kan?” seorang ibu menyadari sesuatu dalam diri anaknya. 

“Aras juga ka’Rae baik” sekali lagi meyakinkan mama. 

“Sekali lagi maafkan mama” tangis mama pecah. 

“Seandainya Tuhan tidak mengizinkan kasus seperti ini masuk dalam keluarga kita, mungkin Ka’Rae dan Aras akan berjalan dengan begitu angkuhnya di luar sana” memeluk kuat mama. 

“Aras” mama. 

“Aras belajar mandiri, dewasa, bermental baja, menyadari keberadaan sang pencipta” sekali lagi berusaha meyakinkan mama tentang banyak hal. 

“Sekali lagi maaf” mama. 

“Terlihat menyakitkan, pedis, sesak. Tapi, jangan selalu menilai segala sesuatu dari sisi negatif semata”... 

“Semua orang melempar caci maki ke arah ka’Rae dan Aras” mama. 

“Mama harus belajar mengambil sisi positif dibalik permasalahan yang terjadi, walaupun dikatakan memalukan ataukah menyesakkan” semakin mendekap mama. 

Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini. Saya akan tetap bangga menjadi bagian terpenting dari kehidupan mama. Andaikan sosok Aras tidak pernah melewati permainan objek sekitar jalan setapak, tentu hidupku tidak mungkin mengenal tentang satu makna seni di balik sebuah badai. 

“Ka’Rae sukses menjadi seorang psikolog terkenal” berusaha menghibur mama. 

“Buat mama dari ka’Rae” menyerahkan sebuah kotak buatnya. 

“Anak mama” tangis mama masih tidak terbendung. 

“Aras dan ka’Rae selalu ada buat mama” membelai rambut mama. 

Semua sudah berlalu. Cerita kemarin, hari ini, dan esok memiliki porsinya masing-masing bahkan mungkin saja tidak akan pernah sama. Belajar menyukai dan mencintai jalan setapak merupakan penghiburan tersendiri. Alur ceritaku menjadi berbeda ketika dua kaki menyadari seni di balik permainan tarian sekitar jalan setapak itu. 

“Terima kasih Tuhan memberi Aras sosok ayah terbaik” memegang batu nisan papa. Kegiatan terakhirku hari ini adalah ziarah ke makam papa setelah menjenguk mama di penjara. 

Persahabatan antara ayah dan anak menciptakan memorinya tersendiri. “Be strong” tulisan papa padabuatku. 

“Tuhan punya maksud dan tujuan atas semua yang terjadi” tidak terasa bulir-bulir kristal itu berjatuhan begitu saja dari dua bola mataku. 

“Kau selalu seperti ini” tiba-tiba saja sebuah suara tidak asing lagi terdengar melalui handphone milikku. 

“Selalu menangis di tempat tersembumyi, berpura-pura kuat di hadapan orang banyak” sepertinya ka’Rae menyadari keberadaanku sekarang. 

“Jelaskan maksud dan tujuan ka’Rae menelpon Aras!” mengalihkan pembicaraan. 

“Kakak hanya lagi mencari teman untuk bertengkar, understand?” ka’Rae. 

Seperti biasa ka’Rae memang sengaja memainkan keusilannya. Dunia kakak beradik memiliki ceritanya sendiri dalam tarian musik sekitar jalan setapak itu. “Besok hari pertamamu bekerja, jadi, jangan membuat masalah tidak jelas dengan tingkahmu!” ka’Rae. 

“Aras ngerti, bawel banget” membalas kalimatnya melalui telepon. 

Besok hari pertama Aras memulai aktifitas terbaru di negara ini. Apa yang akan terjadi dengan alur ceritaku esok? Untuk beberapa saat saya ingin menghabiskan cerita tersendiri di sini.  

“Nampak seperti motor klasik” tersenyum seorang diri menatap satu pemandangan di depanku. 

“Cool” sekali lagi berucap. Motor papa sewaktu muda masih bisa digunakan dengan baik. Pria tua itu bisa dipercaya untuk menyimpan beberapa benda peninggalan papa di rumahnya. 

“Kakak Fruity” seseorang berteriak keras di belakang. 

“Kakak Fruity” terus saja berteriak. 

“Siapa yang dimaksud? Perasaan tidak ada siapa-siapa?” bertanya terhadap diri sendiri. 

“Gadis itu lagi” setelah berbalik... 

“Pagi jodoh terbaikku maksudku calon pendamping hidup salah maksudku ka’Fruity” ucapannya membuatku terbelalak seketika. 

“Sa sa sa sa ya maksudnya Fruity?”  

“Ya begitulah” semangat 45 darinya. 

Kenapa saya tiba-tiba serangan jantung mendadak? Tuhan, bisakah gadis centil di depanku tidak lagi menampakkan dirinya? Manusia gila. Mimpi apa saya semalam?  

“Kakak mau berangkat kerja?” dia bertanya tanpa rasa malu. 

“Sejak kapan kita berdua akrab satu sama lain?” masih berusaha bersikap tenang. 

“Sejak kakak berteriak ke arah Sea 10 tahun lalu” jawaban spontan. 

“Gadis gila” membalas ucapannya. 

“Terserah” seolah dia tidak peduli ucapanku. 

“Tolong tolong tolong” seseorang berteriak lebih kacau lagi dari arah seberang jalan. 

“Istri saya mau melahirkan” teriaknya sekali lagi. 

“Gawat” gadis itu segera menarik tanganku untuk berjalan menuju ke seberang jalan.  

“Pembukaan sudah lengkap” kalimat selanjutnya setelah melakukan pemeriksaan. Isi tasnya ternyata beberapa peralatan medis.  

“Kakak, tolong tekan tombol di sampingmu!” gadis gila berteriak. Transportasi medis memang diperuntukkan terhadap penanganan darurat seperti korban kecelakaan, ibu hamil, dan beberapa kasus berat lainnya. 

“Tekan tombol biru!” gadis gila masih berusaha menolong pasien tersebut. Seperti diketahui bersama jika tombol biru tersebut memang diperuntukkan terhadap ibu yang ingin melahirkan ataukah kasus-kasus berat yang berhubungan dengan kata kehamilan. Kasus berat dalam kehamilan melingkupi pendarahan, syok, plasenta previa, nyeri perut tiba-tiba sebelum waktunya, dan lain sebagainya. Tenaga medis di dalam box tranportasi tadi hanya akan memberi penanganan pertama, selebihnya akan di bawah ke rumah sakit terdekat dari tempat kejadian. 

“Distosia bahu” gadis gila mencoba melakukan pertolongan. 

“Bapak bantu saya!” gadis gila menyuruh sang pria tadi agar membantu istrinya melakukan posisi yang tepat... 

“Kakak tolong lakukan maneuver!” teriak gadis itu. Berusaha melahirkan bahu depan si’bayi melalui teknik ini dengan cara sedikit menekan bagian bawah perut ibu. 

“Tidak berhasil” gadis gila berkutik. 

“Lampu transportasi belum menyala artinya masih setengah perjalanan kesini” gadis gila masih ngoceh. 

“Mungkin sekitar 3 menit lagi” membalas kalimatnya. 

“Tidak ada waktu” dia berbicara kembali. 

“Kakak, bantu Sea lakukan teknik rubin!” gadis gila. 

“Benar-benar dokter handal” sedikit menggodanya. Dia berusaha memutar memakai dua tangannya untuk melahirkan bahu sang bayi.  

“Bayinya lahir juga” gadis gila itu terlihat bersemangat.  

“Selamat anak anda perempuan” ucapan selamat bagi pasangan suami istri tadi. Siapa pernah menduga, seorang ibu melahirkan di jalan seperti sekarang. 

“Tolong antar dia ke rumah sakit terdekat!” gadis gila berkata-kata terhadap seorang dokter dalam box transportasi yang baru saja terbuka. Salah satu petugas medis segera menekan tombol otomatis guna pemilihan rumah sakit melalui sebuah layar kecil. Akhir cerita adalah transportasi tersebut tertutup dan berjalan menuju rumah sakit yang ditentukan. 

“Suami masa depanku, kenapa bisa menyadari bahasa-bahasa alien tadi?” dia menyadari sesuatu hal. 

“Maksudmu?”  

“Kata-kata alien” gadis gila. 

“Entahlah” menjawab kalimatnya. 

“Btw, calon istri masa depanmu bukan seorang dokter, tapi Cuma seorang bidan abal-abal” dia tertawa keras seketika. 

Apa yang lucu dari pernyataan tadi? Lupakan! Kami berdua berjalan bersama-sama di sebuah rumah sakit terbesar tanpa sadar. “Kenapa terus mengekor?” tersadar sesuatu. 

“Kakak saja yang mengekor bukan Sea” gadis gila. 

“Dokter Aras” direktur rumah sakit menyapa kami tiba-tiba. 

“Ternyata dokter luar negeri yang dimaksud kakak?” gadis gila. 

“Pantas saja menguasai bahasa alien tadi” wajah gadis gila itu terlihat menggemaskan juga... 

“Apa yang kupikirkan?” segera memukul-mukul kepalaku seketika. 

“Ternyata pria tua itu tetap memantau seperti sosok FBI” menyindir sesuatu terhadap sang direktur. 

“Bukan karena beliau, tapi memang rumah sakit butuh dokter sepertimu” kalimat direktur rumah sakit. 

“Suami masa depanku ternyata dokter paling berpengaruh?” gadis gila mulai lagi... 

“Kalian saling kenal?” direktur rumah sakit. 

“Jelas saling kenal, dia jodoh masa depan yang Tuhan kirim buat Sea” gadis gila mulai menjawab spontan. 

“Jangan dengarkan ucapannya” segera menyumbat mulut gadis gila di sampingku. 

“Anak zaman sekarang makin kesini makin tidak kenal tempat” sang direktur beranjak pergi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. 

“Sampai jumpa lagi suami gantengku” dia memulai kembali aksinya gilanya. Gadis agresif itu berjalan meninggalkan saya seorang diri. Suami ganteng? Rasa-rasanya saya ingin memaki sekaligus berteriak histeris sejadi-jadinya. 

Hari pertama bekerja di sebuah rumah sakit terbesar menyatakan objek menggelikan bahkan lebih dari kata tadi. “Aras, anggap saja ini cobaan hidup” membayangkan tingkah laku gadis gila itu. 

Loker pribadi milikku seolah tertawa menyaksikan objek tidak terduga. “Dokter” seseorang berteriak ke arahku setelah berada di ruang UGD. 

“Pasien kecelakaan baru saja sampai” perawat tadi masih terus mengekor di belakangku. 

“Tanda-tanda vitalnya gimana?” segera berjalan ke arah sang pasien. 

“Nadinya melemah, pasien dalam kondisi tidak sadarkan diri” jawaban dari perawat tadi. 

Masa lalu dari ceritaku tiba-tiba saja muncul di depan tanpa di undang. “Lakukan pemeriksaan lebih lanjut!” segera mengambil jeli. 

“Tulang rusuknya sedikit mengalami pergeseran” mencoba mengamati layar di samping. 

“Syukurlah, dia hanya pingsan saja” berkata-kata dalam hati. 

Memory itu sepertinya bermuara kembali ke tepinya. “Kau hanya masa lalu” tertawa sinis.  

Rasanya sulit menjabarkan seseorang yang sedang terbaring di hadapanku sekarang. “Jangan menjadi pembenci” kenapa juga suara itu tiba-tiba bergema menggerogoti pikiranku. 


12. Cinta & benci kan sebelas dua belas…


Memory masa lalu kembali menyeruak tanpa ada kata permisi terlebih dahulu. Kenapa juga saya harus berpikir objek-objek aneh semacam sekarang? “Saya hanya sedikit kecewa” suara hati berbisik di alamnya. 

“Bodoh” satu kata terbaik buat diri sendiri.

FLASHBACK... 

Sinar matahari pagi sedang bersahabat denganku saat ini. Sosok Aras menikmati harinya tiap saat memakai sepeda pemberian papa. “Minggir” teriakan ganas seseorang ke arahku. 

“Hancur” dia berteriak keras setelah kami berdua terjatuh. 

Sepeda miliknya nyaris hanyut di danau sebelah jalan. “Darah” raut wajah histerisnya bermekaran. 

“Dasar manja” dua kata buatnya. 

Berusaha berdiri untuk mengambil kembali sepedaku. “Kau mau meninggalkan gadis yang lagi sekarat?” teriakannya. 

“Urus dirimu sendiri” berbicara judes. 

“Hano bisa melapor ke polisi” kalimatnya. 

Ternyata nama anak manja itu Hano. “Si’penabrak siapa dan si’korban siapa?” berbalik ke arahnya. 

“Apa kau tahu perbedaan antara korban dan penabrak?” sekali lagi menatap serius. 

Saya harus berjalan pincang karena kelakuannya. Hampir saja papa mengamuk besar karena berpikir anaknya habis berkelahi di sekolah. Kenapa juga seharian penuh kena sial terus? “Papa berkata kalau dalam hidup tidak ada yang namanya sial, hanya saja seolah sang pencipta mengizinkan semua itu terjadi ataukah bersifat entahlah” menarik nafas panjang. 

Hari pertama masuk sekolah di sebuah kota. “Minggir” seseorang berteriak hingga menghentikan langkahku seketika.  

“Darah” suara itu seperti tidak asing di telingaku. 

“Gadis itu lagi” sangat gerah melihat tingkahnya. 

Seminggu yang lalu kaki hampir lumpuh karena perbuatannya, sekarang dia kembali menabrakku. “Kalau kau tidak tahu mengayuh sepeda, jangan dipaksa” nada sakartis menatap ke arahnya. 

“Bukan saya yang tidak tahu, tapi sepertinya kena sial terus kalau bertemu denganmu” tanpa rasa bersalah sedikitpun... 

Dia hampir membuatku gila. Berusaha menahan diri merupakan jalan terbaik. Saya harus kembali berjalan pincang karena perbuatannya. Hari pertama berada di kelas sepuluh terdengar menyesakkan. Kenapa juga harus satu sekolah dengannya. 

Objek lebih gila adalah dia satu kelas denganku. Wali kelas kami sengaja mengacak kursi parah murid hingga membuatku makin muak. “Maaf saya tidak setuju satu meja dengannya” segera mengangkat tangan. 

“Kalau sudah terjadi pelacakan seperti ini, artinya kau bisa apa?” balasan kalimat sang wali kelas. 

“Terima saja takdirmu” guru wali kelas kami tersenyum bahkan membuat semu murid berteriak menggoda. 

“Awal-awal saja ga mau, tapi lama-kelamaan bakal pacaran” godaan salah satu dari temanku. 

“Benci bisa dipupuk jadi cinta” kalimat yang lain. 

“Benci dan cinta itu sebenarnya sih saudara kembar, jadi, hati-hati” ujaran temanku lagi. 

Kenapa bisa saya mengalami kejadiaan menggelikan seperti ini? “Hentikan kelakuan kalian” tegur sang wali kelas. Hari-hariku seperti di neraka. Dia terus saja mencari masalah. Mengacukan segala objek berhubungan dengannya adalah hal terbaik. 

Saya tidak pernah ingin mengajak berdialog ataukah mengucapkan sepatah dua patah kata dalam bentuk apa pun. Hal terbaik dalam dirinya adalah kejeniusan otaknya di atas rata-rata. Bayangkan saja, dia berada di urutan pertama dari semua kelas. Peringkatku saja hanya berada di posisi 10 besar dalam kelas.  

Sebuah kejadian tidak terduga membuat kami berdua pada akhirnya ingin menjalin komunikasi satu sama lain. Hujan deras mempermainkan banyak objek awal memasuki semester dua. “Kenapa hujannya ga berhenti sih?” Hano mulai menggerutu depan sekolah. 

Pada akhirnya hujan deras berhenti juga. Kejadian selanjutnya adalah dia melihat ke tempat lain hingga sepedanya kembali menabrak ke arahku.  Apa saya akan melakukan hal sama seperti dulu? Memaki atau terlihat gerah? Diam seribu bahasa jauh lebih baik dibanding berteriak. 

“Apa susahnya menjadi pemaaf?” dia berteriak ke arahku. 

“Apa saya membuat kakimu lumpuh?” tiba-tiba saja dia menangis histeris seketika. 

“Maaf kalau perbuatanku membuatmu muak terhadapku” wajahnya tertunduk bersama isak tangis histeris. 

Kenapa saya menjadi manusia lemah seperti sekarang? Dua kakinya terluka karena terjatuh. Menatap ke arahnya sambil berjalan membuatku sedikit tidak nyaman. “Saya menyukai Aras” tiba-tiba saja sebuah pernyataan bergema seketika. 

“Gadis bodoh” menggerutu menatap ke arahnya. 

Apa ini pernyataan cinta? Bagaimana bisa dia berkata-kata seperti tadi, pada hal selama satu semester antara kami tidak terjalin komunikasi? “Entah sejak kapan saya menyukai Aras?” sekali lagi berkata-kata dalam isak tangisnya sambil menatap ke arahku. 

“Lukamu perlu dibersihkan” berusaha membersihkan lukanya memakai sapu tangan dari dalam saku celanaku.  

“Pernyataanmu tadi, anggap saja kau lagi mabuk” kalimatku kembali sebelum akhirnya dua kakiku berjalan pergi meninggalkan dia. 

“Saya tidak akan menyerah” teriakan Hano berusaha berlari ke arahku. 

“Gadis bodoh” seolah tidak peduli dengannya. 

Entah sejak kapan dia mulai menaruh hati ke arahku? Saya hampir-hampir tidak percaya kalau ternyata gadis yang kuanggap sebagai musuh menyatakan perasaannya. “Buatmu” memberiku kotak bekal berisi roti keesokan harinya. 

Diam dan terus berjalan dengan lain menolak bekal tadi. Apa dia berhenti? Jawabannya tidak sama sekali. Dia tanpa kata menyerah memberiku tiap harinya kotak bekal berisi makanan. “Makan dan jangan menolak lagi!” tanpa sadar berusaha memasukkan sepotong roti ke mulutku. 

Hal tidak terduga adalah dia berteriak histeris ke arahku beberapa bulan setelah kejadian tersebut. “Apa susahnya berkata-kata?” teriakan histeris sambil dua tangannya memukul ke arahku. 

Tiba-tiba saja sosok Aras terhibur melihat tingkah konyolnya. Apa saya mulai menyukai dirinya? “Gadis aneh” menyindiri dirinya. 

Entah sejak kapan, saya mulai memperhatikan dirinya sambil tersenyum. Posisi peringkat pertama tetap berada di tangannya pada kenaikan kelas. “Saya akan berhenti mengejar” dia berjalan ke arahku setelah penerimaan raport sekolah. 

Dia berjalan pergi begitu saja meninggalkan sepeda miliknya di sekitar parkiran sekolah. “Kenapa saya jadi tidak nyaman begini?” berusaha mengejar... 

“Kenapa?” Hano terkejut melihatku. 

“Sepedamu tertinggal di sekolah” menjawabnya sambil berusaha mengambil nafas. 

“Biarkan saja kalau perlu bakar saja” Hano. 

“Apa kau mau mencoba berpacaran denganku?” melemparkan sebuah pertanyaan. 

“Coba ulangi pernyataanmu tadi!” Hano bersukacita seketika. 

“Tidak ada siaran ulang” kalimatku. 

“Ulangi sekali lagi” merengek seperti anak kecil. 

“Apa kau mau mencoba berpacaran denganku?”  

“Yes” senyum lebar Hano. 

Pada akhirnya kami menikmati masa-masa berpacaran sama seperti anak remaja lainnya. Menjalin hubungan dengannya memberi seni tersendiri. Menghabiskan masa belajar bersama dengannya merupakan sesuatu hal paling menyenangkan. Semua berjalan baik hingga suatu ketika kasus papa bergema di seluruh lapisan masyarakat... 

FLASHBACK... 

“Hanya masa lalu” tertawa sinis dalam kamar. Tidak ada kata putus atau ingin berpisah, tetapi keadaan menciptakan benteng cukup besar antara hidupku dan dirinya. Ayahnya sengaja mengirim dia keluar negeri setelah kasus tersebut. 

Saya sendiri belum sempat mendaftarkan diri masuk kuliah karena objek menakutkan di depanku. Hubungan komunikasi kami pada akhirnya terputus tanpa adanya kejelasan dari hubungan tadi. Dia berhasil menjadi seorang jurnalis paling berpengaruh setelah kepulangannya kembali ke negara ini. 

“Dokter Aras” sebuah gedoran pintu membangunkan diriku seketika. 

“Dari mana gadis agresif itu tahu alamatku?” menyadari siapa yang sedang berdiri di depan pintu rumahku. 

“Jangan pura-pura tidak menyadari kedatanganku!” makin menggedor pimtu rumahku. 

“Apa kau gila?” segera membuka pintu. 

“Setidaknya calon suami gantengku bisa membuka pintu rumahnya, salah maksudku pintu hatinya buatku seorang” gadis gila nan agresif mulai kembali bereaksi. 

“Cepat mandi!” ucapannya. 

Dia sendiri berjalan menuju dapur tanpa kata permisi.  Tidak peduli dengan kelakuan gilanya lagi. Ternyata gadis gila itu pandai memasak. “Dokter Aras, ayo sarapan!” segera menarik tanganku. 

Kami berdua menikmati hidangan sarapan pagi hasil olahan tangannya. “Sea ingin dibonceng manis kakak Fruity menuju rumah sakit” memainkan dua bola matanya sambil berkedip. 

Seperti inilah kisahku. Entah kenapa, seolah tanganku membiarkan gadis gila itu untuk terus mengekor. Hal yang baru kusadari adalah kalau ternyata kami berdua tetangga. Jadi, suka ataupun tidak tetap membiarkan dirinya duduk manis di belakang motorku ketika jadwal shift kerja kami bersamaan. 

“Aras” saya mengenal pasti suara itu. 

Berusaha menghindar selama proses pemulihannya di rumah sakit, tetapi pada akhirnya Hano tetap menyadari keberadaanku. “Apa kau baik?” pertanyaan pertama darinya. 

Berada di bawah pohon teduh tidak jauh dari rumah sakit bersama dengannya. “Maaf menghilang dari hidupmu selama masa sukar keluargamu” pernyataan terbodoh darinya. 

“Lupakan masa lalu, lagian bukan salahmu” menarik nafas panjang. 

“Kau benar-benar kuat” Hano. 

“Kenapa?” 

“Kau bisa melewati semuanya hingga menjalani kehidupan medis seperti sekarang” Hano. 

“Sepertinya saya harus kembali bekerja” berusaha mengalihkan perhatian untuk segera berjalan meninggalkan dirinya. 

Di antara kami memang tidak ada kata putus sejak peristiwa papa. “Hanya masa lalu” menarik nafas panjang. 

Objek selanjutnya adalah Hano terus saja berkeliaran di rumah sakit setelah kejadian tersebut. Apa yang dia inginkan? “Saya membawa sarapan pagi buatmu” menyerahkan sebuah kotak bekal ke atas mejaku. 

“Makan siang buatmu” menyadari jam istirahatku. 

Apa dia tidak kerja? Seharian keluyuran di rumah sakit? “Apa kau masih ingat jam tangan pemberianmu buatku?” sebuah pesan masuk. Entah dari mana nomor ponselku di dapat. 

“Apa saya sudah gila?” tertawa sinis seorang diri. 

“Kakak Fruity” gadis agresif berdiri di hadapanku tanpa di undang. 

“Kenapa kau selalu memanggilku Fuity?” pertanyaan bodoh sekaligus kesal. 

“Karena kakak selalu memberi ayahhku permen aneka rasa buah” jawaban spontan gadis agresif. 

“Artinya kau tidak pernah membenci ayahmu kalau ceritanya begini?”  

“Entahlah” gadis agresif. 

“Cinta dan benci kan sebelas dua belas, jadi, entahlah” berkata-kata acuh tak acuh. 

“Menyebalkan” menatap ke arahnya. 

“Sea ingin mengajak kakak ke suatu tempat” segera menarik tanganku tanpa meminta persetujuan. 

“Hari ini Sea yang mengemudikan motor calon suami gantengku” mencubit dua pipiku kiri dan kanan. 

“Hentikan kelakuan gilamu” berusaha menghindar. 

“Ka’Fruity kalau marah makin ganteng” senyum gadis agresif. 

Kami berdua menyusuri beberapa jalan memakai motor. Saya di belakang, sedang gadis agresif berada di depan sebagai pengemudi. “Hentikan kelakuan bodohmu” berteriak ketakutan.  

“Pembalap liar, hentikan!” berteriak makin ganas.  

Kami akhirnya berada di sebuah danau kecil. Menikmati pemandangan alam sekitar sambil memancing terdengar menyenangkan juga. “Dapat” teriak gadis gila segera memutar tali pancingnya. 

“Ikannya besar apa” wajah histerisnya bergema. 

“Sombong” menyindir dirinya. 

“Bodoh amat” celoteh darinya. 

“Malam ini Sea mau masak enak buanget” sekali lagi mencubit wajahku. 

“Hentikan kelakuan gilamu!”  

“Waktunya pulang” gadis gila menarik tanganku tanpa permisi. 

Saya harus mengakui olahan masakan gadis gila itu memang beda. Kenapa saya terus membiarkan dia berkeliaran di rumahku? “Aras” suara seorang wanita. 

“Kenapa...?” pertanyaanku. 

“Saya mendapat alamatmu dari direktur rumah sakit” Hano segera menjawab seolah tahu lanjutan pertanyaanku tadi. 

“Kenapa...?”  

“Kebetulan pintumu tidak dikunci” Hano. 

“Dia siapa?” gadis gila menghentikan makanan masuk ke mulutnya. 

 

 

13. Seni irama sedikit berbeda di jalan setapak…

 

Pertemuan antara gadis gila, Hano, dan diriku sedang terjadi di sini. Apa yang sedang kupikirkan? “Cantiknya kelewatan, sepertinya saya pernah lihat wajahnya, tapi dimana yah?” gadis gila. 

“Jelaslah, wajahnya mengudara terus di TV” menjawab pertanyaan gadis gila. 

“What? Jurnalis tercantik bahkan lagi naik daun bahkan paling berpengaruh” wajah histeris gadis gila. 

“Tidak begitu juga keles” menatap ke arah gadis gila. 

Kami berdua saling menatap satu sama lain. “Lantas ada hubungan apa kakak dengannya?” gadis gila. 

“Saya pacar sekaligus cinta pertama Aras” Hano. 

“What?” mata gadis gila terbelalak. 

“Sejak zaman sekolah dulu, kami berdua sudah pacaran bahkan tidak bisa dipisahkan” Hano. 

“Tidak bisa dipisahkan?” seolah-olah ingin tertawa keras. 

“Selama janur kuning belum melengkung artinya Sea masih punya kesempatan. Understand?” gadis agresif mulai lagi. 

“Apa-apaan kalian? Keluar dari rumahku sekarang!” segera mendorong mereka berdua keluar. Bisa-bisa saya gila karena depresi berat. Mereka berdua benar-benar keterlaluan.  

Apa yang terjadi denganku? Hano tiba-tiba muncul dengan satu pernyataan bahwa di antara kami masih ada hubungan. Semua hanya bagian masa lalu. Apa perasaanku masih ada buatnya? Entahlah... 

Kegiatan di luar nalarku adalah Hano terus saja berjalan ke arahku sama seperti dulu. “Saya pasti bisa membuatmu kembali” teriak Hano seolah tidak perduli penilaian semua orang di sekelilingnya. 

Dia tidak pernah berhenti mencari perhatian ataukah melakukan banyak hal di sekitar rumah sakit. Selalu saja beralasan tentang wawancara dengan beberapa tenaga media di sini dan lain sebagainya. “Apa kau ingat kotak bekal ini” dia menyerahkan kotak bekal pemberianku ketika kami masih berusia remaja. 

FLASHBACK... 

“Kalau isi bekal harus pakai ini” menyerahkan sebuah kado sebagai hadiah ulang tahunnya. 

“Aras, kotak bekal ini lucu buanget” senyum Hano merekah seketika. 

“Jangan lupa bawah makanan yang buanyak!” berujar lagi. 

“Apa sih yang tidak buat Aras” Hano. 

FLASHBACK... 

Semua hanya memory masa lalu. “Roti gulung kesukaan Aras” Hano menangis seketika seolah masih ingin mengembalikan memory tadi. 

“Apa kau bahagia menjadi seorang jurnalis?” mengalihkan perhatian lain. 

“Entahlah” Hano. 

“Akhirnya kau bisa menjadi apa yang kau inginkan” tersenyum ke arahnya. 

“Begitulah” Hano. 

Kami berdua menghabiskan waktu istirahat di sekitar taman rumah sakit. “Menjadi seorang jurnalis itu sepertinya tidak mudah” kalimatku kembali. 

“Sisi jurnalis akan selalu berkaitan antara gelap dan terangnya” Hano. 

“Kau akan berlari kemana? 

“Pertanyaan menyeramkan” Hano. 

“Jadilah bijak sekalipun posisi di tempatmu berdiri memang menyatakan kebenaran apa lagi tidak sama sekali” entah kenapa pernyataan seperti itu keluar begitu saja. 

“Seorang jurnalis terbaik tidak bercerita tentang kejeniusannya, melainkan tentang bagaimana menyadari porsi cerita beserta pemahamannya tersendiri di tempat yang bijak” melanjutkan kalimatku kembali. 

“Entah bersifat sebagai bahan konsumsi publik, penyerangan, permainan menjebak, menyatakan kebenaran, ataukah objek lain dengan makna memecah sekaligus menyudutkan artinya dua kakimu harus menyadari dengan bijak sesuatu objek di depan” Anggap saja saya hanya sedikit memberi nasihat. 

“Apa kau tidak suka dengan kata jurnalis?” Hano. 

“Biasa saja” menjawab spontan dan untuk pertama kalinya menatap serius ke arahnya sejak pertemuan terakhir kami. 

“Saya tidak pernah menyangka Aras bisa menjadi salah satu dari dokter terbaik di rumah sakit ini” Hano. 

“Seperti yang kau lihat” membalas kalimatnya. 

“Apa kita berdua bisa seperti dulu lagi?” Hano. 

“Maaf, sepertinya jam istirahatku sudah berakhir” segera berdiri meninggalkan dirinya. 

Pertanyaan bodoh darinya seolah ingin membuatku tertawa keras. Apa semudah itu setelah sekian tahun berlalu? “Kemana manusia centil itu?” menyadari sesuatu hal. 

“Dokter Asher, apa kau melihat gadis gila?” pertanyaan kacau. 

“Apa maksudmu? Siapa yang gila?” dokter Asher nampak kebingungan. 

“Maksudku gadis genit” 

“Siapa gadis genit?” dokter Asher. 

“Maksudku manusia centil” 

“Centil?” dokter Asher makin kebingungan. 

“Maksudku Sea dimana?”  

“Oh Sea cewek manis imut dikatakan centil? Ga salah?” dokter Asher. 

“Apa anda melihat dirinya?” sedikit menekan. 

“Saya tidak tahu Sea dimana” dokter Asher. 

“Kenapa tidak menjawab sejak tadi” nada kesal menatap ke arah sang dokter. 

Tidak biasanya juga manusia centil itu seperti ini. Kenapa saya harus peduli? “Sudah waktunya pulang” segera menuju loker. 

Kegiatan bodohku setelah pulang kerja hari ini adalah berkunjung ke penjara. “Sea juga ingin bahagia seperti yang lain” pertama kalinya dua bola mataku melihat gadis agresif itu mendekap kuat ayahnya. 

“Apa tendangan Sea kelewat tinggi?” celoteh gadis agresif. 

“Gadis bodoh” menyindir seketika hingga mereka berdua menyadari keberadaanku. 

“Kenapa Sea jadi memeluk ayah” gadis agresif itu segera menjauh dan akhirnya meninggalkan kami berdua. 

“Dia tidak lagi berteriak ke arahmu” tertawa seketika menatap Lucas. 

“Terima kasih atas semuanya” Lucas. 

“Memangnya apa yang kulakukan?” menghentikan tawaku seketika. 

“Tanpa sadar kau membuat dia terus menatap ke arahku bahkan pertama kalinya memelukku” Lucas. 

“Memangnya apa yang telah kulakukan?” 

“Entahlah” Lucas. 

“Gadis centil, agresif, gila” berkata-kata tanpa memikirkan perasaan Lucas sebagai ayahnya. 

“Kuharap kau tidak menanggapi serius apa pun yang dia lakukan” Lucas. 

“Terkadang saya sendiri gila” ujarku. 

“Sea hanya butuh kasih sayang, karena selama hidup, jalannya tidak pernah tahu tentang objek tadi” Lucas. 

“Mamanya kemana?”  

“Meninggal setelah setelah Sea lahir, sedang ayahnya sendiri mendekam dalam penjara karena peran sebagai mafia narkoba pada usianya yang masih remaja” Lucas. 

“Maaf” 

“Tidak perlu meminta maaf” Lucas. 

“Kau tidak harus membalas perasaan Sea, hanya saja apa pun yang dilakukan olehnya terhadapmu jangan masukkan ke hati” Lucas. 

“Pasti dia bercerita banyak” sekali lagi tertawa keras. 

“Dia bercerita kalau cinta pertama pria pujaan hatinya tiba-tiba saja hadir tanpa di undang dan bla bla bla” Lucas. 

“Apa saya harus tertawa?”  

“Apa ini cinta segitiga?” Lucas. 

“Lupakan kisahku! Aras sendiri tidak ingin berpikir terlalu jauh” menjawab pertanyaannya. 

“Apa kau masih menyukai jurnalis cantik itu?” Lucas. 

“Apa kau berharap lebih tentang manusia centil itu?” melemparkan pertanyaan lain. 

“Tidak ada hubungannya dengan Sea, tapi lebih ke arah perasaanmu semata” Lucas. 

“Tidak berarti sosok Aras akan berjodoh ataukah berlari ke arah Sea sekalipun dirinya sudah tidak memiliki perasaan sedikitpun terhadap sang jurnalis” Lucas. 

“Hano memiliki cerita tersendiri hingga membuatku sadar tentang keunikan masa remaja” membayangkan memory masa lalu. 

“Lantas sekarang?” Lucas. 

“Saya sendiri tidak mengerti perasaanku” menjawab spontan. 

“Antara kami memang tidak ada kata putus ataukah berpisah” melanjutkan kembali pernyataanku. 

“Kalau perasaanmu memang buat dia, jangan memikirkan perasaan Sea karena putriku sudah terbiasa menjalani kehidupan keras” Lucas menepuk-nepuk bahuku. 

“Pernyataan bodoh” tertawa seketika. 

“Btw, buatmu” menyerahkan sebuah kotak berisi permen aneka rasa buah. 

Saya tidak pernah menyangka mantan mafia narkoba mengeluarkan satu pernyataan bijak. Berkunjung ke tempat mama setelah peristiwa tadi menjadi rutinitasku. Sepertinya saya mengenal sosok wanita berambut sebahu... 

“Bagaimana keadaan mama?” pertanyaan wanita itu. 

“Ka’Rae” tersadar sesuatu. Kenapa ka’Rae tidak memberitahu tentang kepulangannya terhadapku? Kenapa harus bermain petak umpet segala? 

“Anak mama makin cantik sekarang” mama segera memeluk ka’Rae. 

“Kenapa ka’Rae tidak memberitahu Aras?” ingin mengumpat di depan mereka berdua. 

“Aras sejak kapan berdiri di sana?” mama. 

“Sejak tadi” menjawab spontan. 

“Dasar adik durhaka beraninya meninggalkan kakaknya sendiri di negara asing” ka’Rae menyindir ganas ke arahku. 

“Ka’Rae sendiri sudah jadi kakak durhaka” membalas makiannya. 

“Adik brengsek, mendekatlah!” ka’Rae. 

Kami bertiga saling berpelukan pada akhirnya. Masa pahit sudah berlalu walaupun dikatakan mama masih mendekam dalam sel penjara. Setidaknya kami berdua masih memiliki sosok ibu sekalipun dunia melemparkan kutuk ke arahnya. “Aras akan selalu menjadi sahabat terbaik mama apa pun keadaannya” mendekap mama cukup lama. 

“Ka’Rae juga ingin selalu berada di sisi mama” kalimat ka’Rae tak ingin kalah dariku. 

Jalan setapak di sana menciptakan seni irama sedikit berbeda dari biasanya. Ka’Rae ingin mengunjungi pria tua di desa hingga akhirnya memutuskan untuk tidak ke rumah. “Sampaikan salamku terhadap pria tua itu” ujarku melambai-lambaikan tangan terhadap ka’Rae. 

Melepas penat di bawah sinar rembulan malam terdengar cukup menyenangkan juga. “Jalan setapak” tersenyum membayangkan kerikil sekitar jalan tadi. 

“Ternyata kau di sini” tidak pernah menyangka Hano menyadari keberadaanku. 

“Minumlah!” Hano memberiku sekaleng minuman bersoda. 

“Apa kau masih ingat?” Hano menatap serius ke arahku. 

“Tentang?” 

“Kita berdua selalu menghabiskan waktu hanya untuk mengguncang minuman bersoda sepanjang jalan” Hano. 

FLASHBACK... 

“Aras coba rasakan sensasi mengguncang minumana bersoda” Hano tertawa lepas. 

“Apa permainan seperti ini seru?”  

“Rasakan sendiri” wajah dan seragam sekolahku kecipratan setelah membuka kaleng minuman tadi. Kami berdua hanya tertawa sepanjang jalan.  

FLASHBACK... 

“Apa kau tidak ingin kembali seperti dulu?” Hano tiba-tiba saja memegang kuat dua tanganku. 

“Maaf, sepertinya sudah malam” segera melepaskan diri dari genggaman tangannya. 

“Saya merindukan Aras yang dulu” Hano. 

“Kita berdua ditakdirkan hidup bersama selamanya” isak tangis Hano mengudara seketika. 

“Buatmu” memberi sapu tangan untuk menghapus isak tangisnya. 

Membiarkan dia meluapkan tangisannya selama beberapa saat. “Sudah malam, pulanglah!” kalimatku menatap ke arah Hano. 

“Apa kau akan membiarkan seorang wanita berjalan sendirian tengah malam begini?” Hano terlihat kesal. 

“Tidak mungkin kau tidak membawa mobil”... 

“Mobil kesayanganku kebetulan berada di bengkel” Hano. 

“Apa saya sudah gila?” bertanya terhadap diri sendiri.  

“Naiklah!” menyuruhnya berada di belakang motorku. 

Kami berdua tidak saling bercerita satu sama lain sepanjang jalan menuju rumahnya. “Hano” suara bariton seorang pria tua mengejutkan setelah motorku terhenti tepat depan pagar mewah... 

 

14. Keegoisan seorang ayah…


Tuan Benyamin dan tidak lain merupakan ayah Hano sendiri. Apa pria paruh baya di depanku akan segera membunuhku? Semua hanya masa lalu. Wajah menakutkan masih terlihat jelas, “Daddy” sahut Hano terkejut. 

“Masuklah!” tuan Benyamin menyuruh putrinya masuk. 

“Ta ta tapi” Hano. 

“Masuklah! Daddy tidak mungkin melakukan sesuatu hal menakutkan seperti pemikiranmu” tuan Benyamin. 

Hano segera mengikuti perintah ayahnya. Pria paruh bayah di depanku sepertinya ingin berbicara empat mata tanpa sepengetahuan putrinya. “Kabarmu bagaimana?” tuan Benyamin memulai pembicaraan setelah 10 menit kami berdua diam membisu. 

“Seperti yang anda lihat” menjawab kalimatnya. 

“Kau masih seperti dulu” tuan Benyamin sedikit tertawa. 

“Ya begitulah” menarik nafas panjang. 

“Maaf, membuat kau dan Hano harus berpisah selama bertahun-tahun lamanya” tuan Benyamin. 

“Kenapa harus minta maaf?” 

“Karena keegoisan seorang ayah sepertiku hingga berujung terhadap objek cukup menyeramkan...” tuan Benyamin menarik nafas panjang. 

“Saya juga akan melakukan hal yang sama seandainya menjadi dirimu” menyadari posisi dirinya. 

“Ketakutan sebagai ayah membayangkan putri semata wayangnya menjadi pemberitaan orang banyak menjalin hubungan bersama seorang anak psikopat jauh lebih besar” tuan Benyamin. 

“Sekali lagi maaf karena sudah menghancurkan hubungan kalian berdua” tuan Benyamin. 

“Lupakan! Semua hanya masa lalu”... 

“Saya tidak akan melakukan kesalahan kembali sama seperti dulu” tuan Benyamin. 

“Sudah malam, sepertinya saya harus pulang” segera menyalakan mesin motorku. 

“Kuharap hubungan kalian berdua baik-baik saja” tuan Benyamin menepuk-nepuk bahuku kemudian berjalan masuk ke dalam istananya kembali. 

Permainan jalan setapak kembali memulai irama tariannya bersama intonasi-intonasi unik di dalamnya. “Jangan terlalu serius bekerja” sebuah nada pesan masuk ke dalam handphone milikku. 

“Ka’Rae” tersenyum mendengar pesan tadi. 

Apa yang akan terjadi terhadapku juga ka’Rae andaikan kata ingin mencoba di masa-masa sesak hilang begitu saja? “Kemungkinan kami berdua sekarang ini sedang menikmati api neraka karena mati bunuh diri” sedikit tertawa membayangkan memory masa lalu. 

Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa! “Kalimat penghibur sepanjang perjalanan kemarin” kembali tersenyum. 

Menikmati waktu libur seorang diri sekitar dermaga cukup menyenangkan. Pertarungan paling heboh sedang dimulai. Air dermaga itu seolah-olah memiliki perasaan sama sepertiku. Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!  

“Kenapa juga saya harus membaca pernyataan di buku ini?” ingin tertawa sinis. 

“Seorang pemuda bernama Aras suatu hari kelak akan berada di pengadilan sang pencipta?” bergurau seorang diri sekitar dermaga. 

Terkadang saya ingin berjalan ke sudut pembelokan, tetapi sesuatu tidak terduga segera menghentikan langkah kaki beberapa detik kemudian. “Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan” membaca sebuah kalimat pada lembaran berikutnya. 

“Sudah kuduga si’permen fruity lagi duduk merenung sekitar dermaga” suara bariton seorang gadis membuatku terkejut seketika. 

“Kau lagi” berucap kesal. 

“Sejak kakak berteriak keras pertama kali di depanku 10 tahun lalu, saat itulah Seorang Sea akan membuatmu terus terikat” jawaban nyelotos... 

“Saya hanya sekedar ingin membuat gadis iblis sepertimu memahami satu objek tertentu” membalas tidak karuan ucapannya. 

“Tapi, sejak saat itu hidup Sea berubah” kalimat gadis bodoh. 

“Berubah dari Hongkong, nenek moyangmu yang berubah” meledek pernyataannya. 

“Buktinya Sea melanjutkan sekolah, terus sekarang kerja” Sea. 

“Tapi tidak pernah bosan berteriak keras sekitar penjara” memberi sindiran pedas.  

“Sekedar pelampiasan emosional sekaligus penghiburan biar papa tidak akan pernah bisa tertidur nyenyak sepanjang hidupnya” jawaban bodoh sosok Sea. 

“Gadis iblis” menggeleng-geleng kepala. 

“Lupakan masalahku!” Sea tersenyum riang di hadapanku seolah semua selesai begitu saja. 

“Kaka fruity harus ikut bersama denganku sekarang juga” segera menarik keras tanganku tanpa canggung sedikitpun. 

“Pemyakitmu kumat kembali” memberi sindiran. 

“Bodoh amat” jawaban ketus Sea. 

Kami berdua sedang berada dalam angkutan bis menuju salah satu daerah yang sama sekali tidak kuketahui. “Jangan-jangan kau mau memperkosa laki-laki di hutan?” menatap aneh dirinya. 

“Sepertinya” Sea menggelitik tubuhku setelah kami turun dari bis. 

“Gadis iblis” berusaha melepaskan tanganku darinya. 

“Kenapa sih?” Sea. 

“Dua manusia maksudku laki-laki dan perempuan pegangan tangan artinya apa?” memberi pertanyaan. 

“Mana saya tahu” Sea. 

“Artinya mereka pacaran, memang kita berdua pacaran?”  

“Siapa tahu kaka Fruity ingin berpacaran dengan Sea?” gadis itu tertawa keras. 

“Benar-benar agresif”... 

“Bodoh amat, lagian sebentar lagi kakak jadi pasangan hidupnya Sea” ucapannya membuat wajahku merah seketika. 

“Kalau saya tidak mau?” bernada gas. 

“Tapi kalau Tuhan mau, lantas kakak bisa apa?” ucapan menggelikan. 

“Lupakan ucapan Sea tadi” segera kembali menarik tanganku tanpa basa basi. 

Dia tidak melepas tanganku bagaimanapun saya berusaha lepas darinya. Kenapa juga seorang Aras berteriak memaki 10 tahun silam sebelum berangkat ke LN? Akhir cerita, dua kaki sepertinya tergembok mati oleh sosok gadis iblis. 

“Sekarang kita berdua ada dimana?” berusaha memegang kuat bajuku. 

“Suatu tempat tersembunyi” Sea. 

“Jangan mendekat!” berteriak ke arahnya. 

“Tuhan, sepertinya sejarah pemerkosaan dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki untuk pertama kalinya akan terjadi” masih berusaha mencari pintu dari sebuah ruang tersembunyi jauh dari perkotaan. 

“Kakak mau lari kemana?” Sea. 

“Dasar gadis gila” memaki dirinya. 

“Memangnya wajah Sea seganas itu yah?” kembali menarik tanganku. 

“Sejak kapan ada perempuan memperkosa laki-laki?” Sea menggeleng-geleng kepala sambil terus berjalan. 

“Bisa saja keles” membalas ucapannya. 

“Yang ada itu, perempuan selalu menjadi korban laki-laki bukan sebaliknya” celoteh Sea. 

Apa yang sedang kupikirkan? Tidak mungkin juga gadis iblis di samping melakoni peran gila mengenaskan. “Bantu Sea menyelesaikan pekerjaan di sini” langsung ke arah pembicaraan. 

“Tempat apaan ini?” memperhatikan beberapa benda-benda aneh. 

“Sudah lihat banyak peralatan-peralatan di sini, masih bertanya?” Sea. 

“Apa kau bilang tadi? Minta bantuan?” 

“Yes” jawaban spontan sekaligus teriakan gila Sea. 

Selama ini, saya hanya menganggap gadis itu sebagai manusia iblis. Dugaanku salah. “Tolong, kakak merakit peralatan di depanku menjadi sebuah penemuan terbaru sekaligus menggemparkan. Understand?” permintaan apaan ini? 

“Apa yang kau inginkan?” sekali lagi menatap tajam ke arahnya. 

“Ka’Fruity seorang dokter, tapi juga mengetahui banyak tentang beberapa jenis mesin sekaligus perakitan ataukah desain tidak biasa” Sea. 

“Apa maumu?”  

“Bantu Sea mendesain sebuah lemari dengan peran sebagai sterilisasi dan insenerator sederhana penghancur limbah medis” Sea. 

“Maksudmu?” 

“Ka’Fruity tahukan bagaimana daerah-daerah terpencil kesulitan dalam hal pembuangan limbah medis semacam jarum suntik, distruri, ampul vaksin/ obat dan benda-benda tajam bekas pakai?” Sea. 

“Perasaanku mengatakan kalau gadis durhaka di depanku hanya seorang midwife kecil yang lagi cari makan di rumah sakit” menyindir dirinya. 

“Setidaknya sekali-sekali berbuat amal, masa mau jadi manusia durhaka terus?” Sea. 

“Apa maksud kakak berkata durhaka?” Sea baru tersadar sesuatu. 

“Selalu berteriak di penjara, apa namanya kalau bukan durhaka?” menyerang dirinya. 

“Entahlah” jawaban kacau Sea. 

“Alat yang kau inginkan seperti apa?”  

“Sebuah lemari berisi 3 tingkatan rak dengan sistem kerja berbeda-beda” Sea. 

Gadis di depanku ternyata cukup jenius untuk menyadari teknologi medis terbaru dan cukup berbeda dibanding yang lain. Dia berusaha menjelaskan sebuah desain mesin sterilisasi sekaligus penghancur limbah infeksius medis dalam bentuk zat padat. Memberiku beberapa jenis gambar hasil tangannya bersama penjelasan di dalam. 

Sebuah lemari terdiri dari 3 rak maksudku kotak susun. Pada kotak pertama paling bawah berisi mesin penghancur limbah medis menyerupai gerigi tajam serta penumbuk yang akan membuatnya menjadi bubuk halus. Sekitar dinding kiri, kanan, dan bawah terdapat lubang-lubang kecil sebagai penyemprot air. Sistem kerjanya sendiri, ketika sekumpulan jarum suntik ataukah disturi dimasukkan, maka mesin akan melakukan pembilasan terlebih dahulu melalui lubang kecil tadi selama beberapa menit sesuai takaran waktu yang telah diprogram otomatis. 

Pada menit berikutnya akan terjadi perendaman memakai larutan klorin yang memang sudah diprogram otomatis. Larutan klorin ini tidak akan lebih ataukah kurang karena mesin akan mengambil takaran sesuai ukurannya. Penyemprotan memakai air sabun melalui lubang tadi akan terjadi setelah perendaman. Pengeringan dari berbagai arah terputar otomatis setelah itu. Beberapa menit kemudian, gerigi-gerigi tajam akan muncul dari sisi kiri-kanan sebagai pencabik limbah tersebut. Alat penumbuk akan bermain setelahnya untuk membuatnya menjadi bubuk halus. Batang pipa akan disambungkan langsung ke lubang tanah guna menguburkan bubuk limbah tadi. 

Kenapa limbah medis tersebut harus disrerilkan terlebih dahulu? Untuk menghindari penularan penyakit sekalipun limbah tadi menjadi bubuk yang pada akhirnya akan dikubur dalam tanah. Pada kotak kedua terdapat mesin pencuci sekaligus sterilisasi peralatan medis yang telah digunakan seperti bak instrumen ataukah lainnya.  

Sistem kerjanya sama seperti pada kotak pertama tadi. Terdapat lubang-lubang kecil yang akan digunakan sebagai penyemprot dan pembilas. Pengukuran larutan klorin hingga perendaman air sabun secara otomatis berjalan sendiri. Terjadi pembilasan terlebih dahulu, kemudian perendaman larutan klorin seperti kotak pertama. Beberapa menit kemudian perendaman memakai air sabun secara otomatis bermain, lantas kembali pembilasan, dan terakhir pengeringan. Perbedaan antara kotak pertama dan kedua adalah perendaman air sabun juga sterilisasi. Kotak pertama tadi tidak perlu melakukan perendaman air sabun, lain hal dengan kotak kedua. Proses sterilisasi sesuai suhu standar medis akan secara langsung bekerja setelah pengeringan.  

Pada kotak ketiga bagian sterilisasi dalam bentuk kain ataukah peralatan lain secara langsung tanpa harus melewati proses perendaman larutan klorin sekaligus pencucian terlebih dahulu. Pakaian OK, celemek kain, duk, dan lain sebagainya dapat disterilisasi pada kotak ketiga secara langsung. 

“Lembaranmu disini sudah menjelaskan secara rinci sistem perakitan sekaligus cara kerjanya, lantas kenapa menyuruh saya membantu?” pertanyaan pertama setelah membaca tulisan di tangannya. 

“Saya masih kesulitan tentang kualitas beberapa peralatan yang harus digunakan terlebih menyederhanakan dalam ukuran tidak terlalu besar alias sedang-sedang saja” Sea. 

“Motivasi menyuruhku membantu gadis judes sepertimu?”  

“Kaka Fruity, sadar tidak?” Sea. 

“Tentang?” 

“Ada begitu banyak fasilitas kesehatan terlebih puskesmas di daerah terpencil bahkan paling terpencil membutuhkan mesin ini” Sea. 

“Pemerintahkan sudah melakukan beberapa program pembuangan limbah medis” pernyataanku. 

“Yang di kota, itupun masih terkendala beberapa hal” Sea. 

“Lantas apa kabar dengan daerah terpencil bahkan sangat terpencil?” Sea. 

“Entahlah”... 

“Sistem yang digunakan oleh puskesmas terpencil berada pada sistem kubur-mengubur langsung di dalam tanah” Sea. 

“What?” 

“Tidak mungkin juga limbah seperti itu harus dibawah ke kota untuk pemusnahan. Kalaupun itu terjadi artinya sepanjang perjalanan akan terjadi manifestasi ataukah permainan transfer penularan berbagai jenis penyakit, entah melalui kendaraan, peralatan di sekitarnya, manusia, dan udara” Sea. 

“Jadi maumu?” 

“Kakak tinggal membantu begitulah, kalau bisa sih tenaga yang digunakan ada 3 jenis” Sea. 

“3 jenis kau bilang?” 

“Bahan bakar minyak, listrik, dan tenaga surya. Daerah terpencil terkadang tidak memiliki listrik sama sekali artinya minyak ataukah tenaga surya bisa jadi alternatif” Sea. 

“Kenapa juga?” 

“Takutnya kalau minyak habis lantas jarak pembeliannya terlalu jauh artinya tenaga surya siap difungsikan sekali-sekali, tetapi tidak keseringan demi perawatan dan hasil kerja optimal” Sea. 

Saya harus mengakui kalau peralatan lemari kotak ini memang sangat dibutuhkan oleh seluruh fasilitas kesehatan terlebih sekitar daerah terpencil di luar sana. Rumah sakit paling besar sekalipun di perkotaan belum tentu bahkan memang sama sekali tidak memiliki mesin medis terbaru ini. 

“Saluran pembuangan airnya berarti dibuat khusus?”  

“Jelaslah” Sea. 

“Kakak coba perhatikan sistem kerja mesin cuci!” Sea. 

“Mesin cuci?” 

“Pembilasan, berputar, perendaman, kembali berputar, lalu perendaman lagi, dan begitu seterusnya hingga pengeringan” Sea. 

“Kalau mesin ini tidak mungkin berputar, hanya saja penyemprotan air dari segala arah terus-menerus melalui lobang-lobang kecil dengan sangat kencang” Sea. 

“Boleh juga.” 

“Larutan klorin dan sabun akan ditempatkan sekitar sini, jadi akan terukur otomatis dengan sendirinya  tanpa harus ditakar lagi” Sea. 

“Lantas tombolnya?” 

“Tombol pengaturannya terletak pada bagian atas, tinggal mengikuti petunjuk penggunaannya” Sea. 

“Berarti ini sudah sempurna dong”... 

“Masih harus di desain di beberapa bagian lagi calon jodohku, understand?” Sea. 

“Tuhan, pertama kalinya saya bertemu perempuan seagresif ini. Hancur” mengumpat seketika. 

Kami berdua berjalan keluar dari tempat tersebut setelah mengalami percakapan cukup kacau. Bagaimanapun alat seperti ini memang sangat dibutuhkan oleh dunia medis, artinya saya harus membantu sosok gadis centil di sampingku. “Apa kau sudah mendengar sedikit gossip tentang organisasi medis akhir-akhir ini?” melemparkan sedikit pertanyaan.

“Perselisihan atau undang-undang perubahan?” Gadis centil.

“Semuanya” menjawab spontan pertanyaannya.

“Sebenarnya sih, kalau mau dipikir-pikir lagi yang namanya organisasi kesehatan itu memang sangat penting hanya saja beberapa objek sedikit kurang menyenangkan menari-manari di dalam juga sih” gadis centil.

“Lantas?”

“Menyelamatkan nyawa seseorang memang sebelas dua belas dengan meja hijau, ibaratnya pengobatan dan racun bertetangga sangat dekat” gadis centil.

“Maksudnya?”

“Resiko penanganan pasien memang sangat besar bahkan tetangga mati ma meja hijau. Jadi, organisasi memiliki peran sebagai pelindung terbaik ketika suatu perselisihan ataukah kesalahan yang bukan berasal dari nakes melainkan karena objek lain” gadis centil.

“Organisasi-organisasi medis memang sangat dibutuhkan. Jadi, pihak pemerintah harus bijak melihat keputusan yang tepat tanpa memberatkan beberapa hal yang memang harus ada di dalam organisasi” gadis centil.

“Wow…”

“Menurutku sih, saya di tengah-tengah dan tidak bisa berbicara terlalu banyak. Permasalahannya juga dikarenakan ditemukan beberapa kasus salah satu organisasi medis yang ada disana” gadis centil.

“Pernyataan kacau”  sedikit tertawa mendengar kalimatnya.

“Apa kakak masih menyimpan rasa terhadap jurnalis cantik itu?” gadis centil mengalihkan pembahasan.

“Kenapa juga pertanyaanmu lari ke tempat lain?”

“Minumlah!” memberikan segelas susu kedelai hangat setelah kami berdua berada di sebuah minimarket kecil.

“Perempuan mana yang ingin diduakan?” gadis centil.

“Memangnya kita berdua ada hubungan special maksudku pacaran?”

“Sejak ka’Fruity berteriak ke arahku 10 tahun lalu, sejak saat itu Sea menyukai dirimu. Understand?” gadis centil.

“Gadis agresif” menyindir dirinya.

“Apa Sea harus mulai mempersiapkan diri?” gadis centil.

“Mempersiapkan diri apa?” pertanyaan mencurigakan.

“Maksudmu pernikahan?” pertanyaan lanjutan.

“Mempersiapkan diri untuk tidak mengejar kalau seandainya kakak kembali ke pelukan jurnalis cantik itu” gadis centil.

“Pernyataan bodoh” kalimatku seketika.

“Sudah malam, bis sedang menunggu kita di sana” segera berlari menuju bis.

“Kakak Fruity, tunggu” teriakan gadis centil.

 

16. Berpikirlah kembali sebelum terlambat…

 

Dulu dia hanya seorang gadis remaja, tetapi sekarang berubah drastis menjadi manusia agresif. Apa ka’Rae akan segera menjambak rambutku? Kenapa juga saya harus memikirkan raut wajah ka’Rae ketika menyadari adiknya dikejar gadis agresif. Sepertinya kakakku sedang menemukan kebahagiaannya sendiri di luar sana. 

Semua masa sulit bahkan kenyataan pahit sudah berlalu seiring berjalannya waktu. Saya hanya ingin membuktikan sesuatu hal terhadap orang banyak hingga membuatku ingin kembali ke negara ini untuk sementara waktu. Merindukan mama juga menjadi salah satu penyebab terbesar dua kaki kembali berjalan ke tempat semula. 

“Dikenal sebagai anak dari psikopat?” tertawa sinis seorang diri di kamar setelah melakukan petualangan tadi. 

“Aras selalu bangga menjadi anak papa” menatap foto seorang pria. 

“Aras tidak pernah menyesali semua yang sudah terjadi.” Semua cerita hidup mengajarkan tentang maka petualangan di sekitar jalan setapak kemarin.  

 “Seni hidupku terbentuk di sekitar jalan setapak” tersenyum menatap foto papa. Tuhan tahu yang terbaik hingga mengizinkan satu objek tidak terduga berjalan masuk begitu saja. 

Duduk merenung dalam kamar membayangkan banyak hal yang sudah terjadi. Mengingat deretan peristiwa satu demi satu menciptakan sesuatu objek begitu sulit diungkapkan. Pandanganku teralihkan pada sebuah pemberitaan di dunia media social. Salah satu Negara sedang melakukan proses pemindahan ibukota.

 Pemindahan ibukota? Terdengar menyedihkan di sekitar pendengaran telinga seorang Aras. Ketika melihat dari situasi negara, perselisihan antara bangsa, sistem, dan beberapa objek lain artinya area tersebut bisa menjadi area menakutkan. Sebuah benteng pertahanan negara berada pada kata ibukota, lantas maksud pemindahan di tempat tersebut? Menjadi dilema tersendiri antara tetap mempertahankan ataukah memindahkan ibukota ke tempat lain. 

“Motivasi apa sih terselip hingga memindahkan ibukota seperti itu?” tertawa melihat kelakuan konyol mereka. 

Tidak ada yang salah terhadap karakter penduduk sekitar tempat tersebut, hanya saja situasi berkata lain. Negara semacam ini harusnya cerdik bahkan bersikap bijak untuk mengambil keputusan. Situasi pemimpin dunia dalam keadaan super tegang antara satu sama lainnya menjadi salah satu penyebab utama. Lantas hubungannya dimana dengan pemindahan ibukota? Tidak ada yang tahu posisi perencanaan satu atau bahkan lebih diantara pemimpin dunia tentang pembuatan senjata menakutkan.  

“Bisa saja salah satu bahan dasar utama pembuatan senjata tadi berasal dari negara ini” menggeleng-geleng kepala. 

Dari peta terbaca dengan jelas kalau ternyata ibukota baru bersebelahan dengan negara-negara tetangga. “Yang saya pelajari, dua negara ini selalu saja berselisih” tertawa terbahak-bahak. 

Seharusnya ibukota diapit oleh banyak pulau di sekelilingnya merupakan posisi paling strategis untuk negara semacam ini. Yang pertama kali diremukkan oleh musuh bukan ekor melainkan kepala. “Sudah tahu di sana kandang harimau, lantas cari mati secepat itukah?” ingin melemparkan pertanyaan. 

Tidak menjadi masalah ibukota bertetangga dekat dengan negara sebelah seandainya negara ini tidak menghasilkan apa-apa dan memiliki hubungan yang baik. Kenyataannya adalah selalu saja terjadi perselisihan bahkan pihak tetangga sudah mengeluarkan sebuah statement tentang perampasan hak wilayah. Di tempat lain, bisa saja bangsa lain masuk melalui tetangga untuk menghancurkan ibukota dalam keadaan bekerja sama atau tidak sama sekali... 

“Daerah kering saja masih berusaha diterjang untuk tujuan tertentu apa lagi wilayah paling subur dan menghasilkan” menggeleng-geleng kepala memikirkan kualitas otak para pejabat ada dimana.  

“Namanya ibukota sudah di nuklir artinya negara tersebut dinyatakan hancur berkeping-keping”... 

“Kenapa ga sekalian ibukota di pindahkan ke negara tetangga. Jangan Cuma bersebelahan begitu”... 

Pulau ini juga tidak bisa lepas dari dunia pertambangan dan itu bisa berakibat fatal ke depan. Seharusnya ibukota jauh dari area-area pertambangan untuk menghindari bencana alam. Saya tidak pernah mendoakan sesuatu yang jahat, hanya saja terkadang dampak negatif tambang adalah terjadinya bencana alam. Sekalipun proses pertambangan sesuai aturan, akan tetapi situasi bencana alam terlebih masa global warming bisa saja berpengaruh kuat. 

“Kalau ibukota sudah hancur karena sebuah bencana alam? Artinya hanya puing-puing harapan barangkali yang tersisa” tertawa sekali lagi... 

Terkait dengan masalah global warming sehingga intersional mengecam negara ini beberapa situasi dimulai dari sampah, kesadaran masyarakat, dan pulau yang dikatakan paru-paru dunia sedang berada di ujung jurang. Secara otomatis pembangunan bertubi-tubi akan terjadi dimanapun sekitar area pulau tersebut yang berakibat fatal alias makin berada di jurang. Tidak menjadi masalah melakukan pembangunan, hanya saja pikirkan desain konsep arsitek ramah lingkungan. 

“Yang namanya ibukota ya tidak ada cerita konsep desain ramah lingkungan kalau sudah wah wah wah” menarik nafas panjang. 

Sepertinya maksud memindahkan ibukota macam orang dikejar setan. Apa benar-benar memang permasalahan realistis ataukah hal lain? Terjadi sesuatu keadaan misterius di Negara tadi, kemungkinan besar kata takut pihak salah satu tokoh yang terkait tiba-tiba saja memindahkan ibukota ke sekitar daerah yang tidak mereka inginkan. Rasa takut pemindahan tersebut ke kampung asal ataukah area tertentu hingga seperti itulah…

Salah satu personil dari peristiwa misterius itu memang mengatakan, “Seandainya Tuhan mengizinkan saya menjalani kehidupan di atas untuk masalah pemulihan artinya kemungkinan besar ada hal yang akan saya lakukan semacam pemindahan ibukota atau tidak sama sekali terkait beberapa permasalahan di Negara ini.  Banjir, kepadatan penduduk, tidak seimbangnya banyak bidang yang hanya berpatokan pada satu tempat, kemacetan, industri hiburan bersama pemerintahan yang berada di satu wilayah, bencana alam, dan lain sebagainya merupakan masalah terbesar. Ibukota tetap di tempat yang sama dengan catatan 70% penduduk harus pindah dari tempat tersebut ataukah memindahkan wilayah baru untuk membangun kembali benteng yang jauh lebih baik? Kenapa 70% penduduk harus pindah seandainya memilih untuk tidak memindahkan ibukota? Dikarenakan beban sekitar pulau tersebut terlebih di ibukota sendiri jauh lebih besar bahkan sangat melampaui sehingga bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kalaupun, ibukota harus berpindah artinya kekuatan doa harus jauh lebih besar kiranya mendapat pewahyuan wilayah terbaru untuk memulai pembangunan. Kembali lagi ke masyarakat seperti apa.” Hanya sedikit memberi bocoran beberapa pernyataan di balik peristiwa misterius yang masih tertutup begitu rapat.

“Saya tidak sedang berambisi untuk menjadi manusia paling penting. Seandainya ada pilihan lain artinya saya akan memilih menjadi orang biasa dibanding berurusan dengan kandang harimau” salah satu pernyataan personil dari peristiwa misterius tadi.

Kenyataannya menjadi orang biasa itu memang jauh lebih menyenangkan. Kenapa? Bisa tidur nyenyak, kepala tidak pening karena segala jenis masalah besar, menikmati hidup tanpa berpikir kiri kanan, makan enak walaupun hidangan yang disajikan terlalu sederhana. Menjalani kehidupan pemerintahan? Artinya siap menghadapi banyak resiko, karakter suku yang berbeda-beda, dunia fanatisme paling menakutkan, kondisi keuangan, kandang binatang paling buas, bahkan kematian tidak terduga, dan lain sebagainya. Seperti itulah maksud pernyataan salah satu personil tadi. 

Tiada seorang pun berkuasa menahan angin dan tiada seorang pun berkuasa atas hari kematian. Tak ada istirahat dalam peperangan, dan kefasikan tidak melepaskan orang yang melakukannya. “Malam sudah terlalu larut” menyadari jam menunjukkan pukul tiga dini hari.

“Lupakan semua yang kuucapkan tadi!” berkata-kata seorang diri.

“Anggap saja orang gila lagi numpang lewat untuk memberikan sedikit pencerahan abal-abal”…

Kehidupanku memang selalu menegangkan sejak kisahku dimulai di sebuah jalanan yang tidak biasanya. Perputaran alur memberi satu cerita menakutkan pun sering terjadi. Lupakan! “Aras, apa kau di rumah?” gedoran pintu membangunkan tidurku seketika.

“Astaga, saya harus bekerja” tersadar kalau jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi.

“Habis sudah” segera melompat dari ranjang.

“Perasaanku berkata kalau tadi ada orang berteriak di luar rumah” baru menyadari sesuatu hal 20 menit setelah mandi dan berganti pakaian.

“Aras, manusia brengsek” teriakan seseorang.

“Bajingan, apa kau di rumah?” sekali lagi menggedor pintu seperti ledakan nuklir.

“Suaranya tidak asing lagi”

“Bajingan, kesabaranku sudah habis” teriakannya makin ganas.

“Ka’Rae” ujarku spontan karena terkejut.

“Jangan-jangan kau menyimpan seorang wanita di sini?” ka’Rae mengamuk ganas.

“Apaan sih” nada kesal seorang Aras mulai membumi kembali terhadap kakaknya.

“Kenapa buka pintunya lama pakai banget?” ka’Rae.

“Aras, makanan buatmu” tiba-tiba saja Hano berjalan ke arah kami berdua.

“Dugaanku benar” ka’Rae.

“Dia barusan dating dan bukan semalam” sedikit kesal.

“Maaf, saya kurang mengerti ucapan kalian?” Hano.

“Wajahmu sepertinya cukup familiar buatku” ka’Rae.

“Ka’Rae tidak mengenal saya?” Hano.

“Hano” ka’Rae.

“Ternyata ka’Rae makin cantik” Hano.

“Calon suami masa depanku, dimana dirimu berada?” gadis centil masuk ke rumah pakai acara berteriak hancur...

“Kenapa tidak masuk kerja?” gadis centil belum menyadari sesuatu hal.

“Dia siapa lagi?” ka’Rae.

“Siapa wanita cantik ini? Lebih cantik dari jurnalis itu” gadis centil belum menyadari keberadaan Hano.

“Ternyata kau lebih bajingan” ka’Rae memukul kepalaku.

“Memangnya apa yang telah kulakukan?” berusaha menghindar.

“Kalian berdua keluar dari sini segera!” segera mengusir Hano bersama gadis centil maksudku gadis gila.

Meminta temanku agar berganti shift denganku merupakan jalan keluar. Beruntung saja temanku mau walaupun dikatakan dadakan. Akhirnya suasana rumah sudah mulai tenang sekarang ini. “Untung saja ga ada operasi dadakan di RS” mengelus dada.

Ka’Rae masih menatap ganas ke arahku bahkan makin menakutkan. “Setidaknya 2 manusia tadi sudah pergi dari rumah” bernafas lega sekali lagi

“Jelaskan apa yang sedang terjadi?” pertanyaan mengerikan ka’Rae.

“Kakak tidak harus menjadi FBI buat Aras” sedikit penekanan.

“Karena saya kakakmu” ka’Rae.

“Aras tidak sengaja bertemu Hano di rumah sakit” memulai percakapan.

“Lantas manusia centil satunya?” ka’Rae.

“Dia putri Lucas sekaligus satu tempat kerja denganku, hanya beda ruang saja” menjawab pertanyaannya.

“Perasaanmu sendiri terhadap Hano?” ka’Rae.

“Entahlah”

“Perasaanmu terhadap siapa namanya itu si’centil?” ka’Rae.

“Namanya Sea” sedikit menjelaskan.

“Perasaanmu terhadapnya?” ka’Rae.

“Entahlah” menjawab asal.

“Jawaban yang membuatku sedikit gila sekaligus terguncang” ka’Rae.

“Saya tidak ingin mencampuri masalah pribadimu, hanya saja setidaknya kau berpikirlah kembali sebelum terlambat untuk memulai hubungan bersama mantan terindahmu maksudku Hano” ka’Rae.

“Berpikir kembali sebelum terlambat?” tertawa menggelikan.

“Kenapa tertawa?” ka’Rae.

“Terdengar lucu saja, lantas Ka’Rae sendiri bagaimana?” balik melemparkan pertanyaan.

“Maksudnya?” ka’Rae.

”Jangan asal pacaran sembarang orang, masa psikologi menjalin hubungan tidak jelas” memberi sindiran. Saya hanya ingin melihat ka’Rae menemukan pasangan terbaik di alur cerita hidupnya.

“Sebagai bahan hiburan semata, lagian kakak sedang menjalin hubungan serius ma mantan rekan kerja terbaikmu di LN sana” ka’Rae.

“Jangan katakana ka’Rae menjalin hubungan ma Hyman?” menatap tajam.

“Ya begitulah” senyum bahagia ka’Rae.

“Aras sudah curiga sejak dulu” kalimatku.

“Kakak kembali kesini untuk meminta restu mama dan juga paman tua” ka’Rae.

“Bagaimanapun Hyman memang pria berkualitas, sebenarnya ka’Rae yang beruntung bukan dia” sedikit memberi sindiran.

“Tapi, dia berjuang keras mengejar kakak. Understand?” ka’Rae.

“Terserah” membalas kesal.

Bagaimana bisa kakakku sendiri menjalin hubungan dengan musuh bebuyutanku? Sepertinya dunia seorang Aras hancur seketika. “Menemukan tulang rusuk sih bertemu, tapi jangan musuh bebuyutan juga keles” berdengus kesal.

“Kau bilang apa?” ka’Rae.

“Lupakan!” segera menarik diri dari hadapan nenek lampir.

Berjalan keluar rumah mencari angin segar cukup menyenangkan juga. “Nikmati hidupmu Aras!” memberi penekanan terhadap diri sendiri. Seperti biasa suasana malam di bawah sinar bintang malam hari menjadi penghibur tebaik.

“Sudah kuduga kalau kau pasti berada di sini” entah dari mana Hano tiba-tiba muncul semacam hantu gentayangan.

“Kau tidak mempersilahkan saya duduk di sampingmu?” Hano.

“Entahlah” ujarku seketika.

Saya sendiri kurang memahami tentang kisah percintaan di sekitar jalanku. “Sejak dulu, ka’Rae kurang menyukaiku” Hano.

“Tapi apa pun itu, seorang Hano tetap menginginkan Aras kembali berjalan ke arahnya” Hano.

“Berjalan kembali?” sedikit tertawa mendengar pernyataannya.

“Saya ingin belajar berada di sampingmu ketika kau sedang menjalani masalah paling tersulit dan tidak mungkin lari sama seperti dulu” Hano.

“Apa yang salah dengan pernyatan ingin mendapat kesempatan kembali?” Hano.

“Tidak ada yang salah” menjawab pertanyaannya.


17. Objek berbeda…

 

Seorang Aras sedang berada pada sudut persimpangan jalan? Dialog percakapan ingin mendapat kesempatan? “Bagaimanapun wanita sepertiku ingin kejelasan jawaban dari pertanyaan tadi” Hano segera beranjak pergi setelah ucapannya barusan.

“Pernyataan bodoh” tertawa menggelikan.

“Ka’Fruity, apa kau akan kembali menatap ke arah jurnalis cantik itu?” tiba-tiba saja gadis centil hadir tanpa diundang…

“Apa di mata ka’Fruity hanya ada jurnalis cantik Hano?” dua bola matanya  berkaca-kaca seketika.

“Sudah malam begini masih keluyuran” menggeleng-geleng kepala.

“Apa kakak sadar kalau seluruh media meliput pemberitaan tentang hubungan jurnalis cantik dan seorang dokter tampan?” tangis gadis centil pecah…

“Dimana?”

“Seluruh media” penekanan darinya. Kenapa bisa wajahku terpampang ganas sedang berduaan bersama Hano? Lebih parah lagi adalah pemberitaan tentang kisah cinta segitiga jurnalis cantik…

“Kenapa saya jadi orang ketiga di semua pemberitaan media?” tangis gadis centil makin pecah.

“What?” berteriak seketika.

“Kakak sadar tidak kalau sekarang Sea menjadi bulan-bulanan seluruh netisen karena merusak hubungan kalian?” gadis centil.

“What?” dua bola mataku terbelalak kembali.

“Sea merelakan kakak kembali ke pelukan jurnalis cantik itu” dia berlari pergi tanpa mendengar sepatah kata dariku. Media mendapat gambar kami bertiga dimana? Hal lebih buruk lagi adalah identitas keluargaku juga gadis centil terbawah ke permukaan.

Seluruh netisen memberi hujatan demi hujatan kurang menyenangkan. “Ternyata jurnalis cantik menangis keras tengah malam hanya karena anak seorang psikopat?” ucapan seorang netisen.

Gambar wajah Hano menangis di tengah jalan dalam keheningan malam cukup tercetak jelas seputar pemberitaan media. “Lebih parah lagi, anak Bandar narkoba terbesar menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka” kalimat ganas netisen lain.

“Hano seribu kali lipat jauh lebih cantik dibanding anaknya Lucas Bandar narkoba” ejekan mereka.

“Psikopat bernama Avram masih saja merusak kehidupan orang melalui anaknya.”

“Ko bisa ya menjadi dokter terbaik di rumah sakit, pada hal anak dari Avram si’manusia psikopat?”

“Bisa-bisanya Hano mengglepek-glepek sampai nangis sesunggukan begitu karena dirinya?”

“Bisa-bisanya seorang Hano gadis paling sempurna mengemis cinta sampai nangis?”

“Ka’Hano, biarkan saja anak psikopat dan anak Bandar narkoba hidup bahagia karena mereka berdua sama-sama sampah dunia” ujar netisen kembali.

“Kemungkinan besar dokter itu akan memilih Hano dibanding anak Bandar narkoba. Tapi, kuharap si’anak psikopat pergi menjauh dari kehidupan sang jurnalis” hujatan demi hujatan bermuara sama seperti 10 tahun silam.

Kenapa juga gadis centil itu menangis? “Namaku juga rusak keles bukan hanya dia” tidak habis pikir terhadap pemberitaan media.

Rumah sakit penuh dengan wartawan yang ingin meliput pemberitaan. Dari mana mereka menyadari tempat kerjaku? “Habis sudah” segera berlari menuju suatu tempat.

“Lucas, bisakah anda menjelaskan hubungan cinta antara anakmu!” teriak seorang wartawan tempat di mana si’bandar narkoba menjalani masa hukuman penjara.

“Media itu iblis berwajah malaikat, sedang netisen iblis berwajah menyeramkan. Jadi, 2 golongan ini jika disatukan artinya neraka jahanam” sebuah pesan ngelantur dari ka’Rae.

“Pernyataan gila” membalas pesannya.

“Kenyataan bos” balasan menohok ka’Rae.

Berusaha masuk ke dalam sel tahanan melalui bantuan kepala penjara. Tentunya hubungan antara saya dan kepala penjara berjalan baik hingga detik sekarang. “Lain kali, jangan bermain api” Jack si’kepala penjara.

“Tinggalkan kami berdua!” segera mengusir Jack sang kepala penjara.

“Apa kau baik?” pertanyaan pertama terhadap Lucas setelah kepergian kepala penjara.

“Kau sendiri?” Lucas.

“Maaf membuat putrimu berada dalam masalah besar karenaku” menundukkan kepala.

“Sea sudah terbiasa, jadi, kau tidak perlu khawatir” Lucas.

“Pernyataan bodoh”…

“Gadis kecilku bukan manusia lemah, pikirkan saja dirimu” Lucas.

“Kau tidak marah?”

“Marah tidak akan menyelesaikan banyak masalah” Lucas.

“Kenapa?”

“Hidup seorang Aras jauh lebih menderita dibanding gadis kecilku, tapi selalu saja belajar untuk tidak pernah menjadi pembenci” Lucas.

“Kalau anak ingusan sepertimu bisa, lantas kenapa pria tua sepertiku tidak mencoba juga untuk belajar tentang banyak hal” Lucas.

“Pernyataan bodoh” tertawa seketika.

“Apa kau tahu kalau gadis kecilmu memiliki IQ cukup tinggi untuk mengembangkan dunia medis?” pertanyaanku ke arahnya.

“Dia tidak pernah bercerita, tapi, apa pun itu Sea memiliki alur cerita terbaik dengan porsinya sendiri dan sebagai ayah akan selalu berada di belakang anaknya” Lucas.

“Dia lebih dari yang kau bayangkan” membalas kalimatnya kemudian berjalan pulang.

Merenung kembali akan ribuan cerita tidak masuk akal? Saya ingin tertawa keras dalam kamar kecil milikku. Kita berdua ditakdirkan hidup bersama selamanyaingatan kalimat Hano bersama tangisannya mengudara seketika. 

Karena keegoisan seorang ayah sepertiku hingga berujung terhadap objek cukup menyeramkan...” kenapa juga saya harus mengingat ucapan ayahnya tuan Benyamin. 

Ketakutan sebagai ayah membayangkan putri semata wayangnya menjadi pemberitaan orang banyak menjalin hubungan bersama seorang anak psikopat jauh lebih besarapa saya harus memberi acungan jempol atas pernyataan ayahnya tuan Benyamin. 

Tapi apa pun itu, seorang Hano tetap menginginkan Aras kembali berjalan ke arahnya” Hano.

Saya ingin belajar berada di sampingmu ketika kau sedang menjalani masalah paling tersulit dan tidak mungkin lari sama seperti dulu” bayangan kata-kata Hano.

Kau tidak harus membalas perasaan Sea, hanya saja apa pun yang dilakukan olehnya terhadapmu jangan masukkan ke hatiLucas memiliki sisi berbeda ketika mengungkapkan sesuatu hal.

“Something banget” memikirkan satu objek.

Defenisi sebuah hubungan memang membutuhkan proses bersama beberapa cerita di dalamnya. “Aras Aras Aras…” teriak ka’Rae menggoncang tubuhku.

“Jam berapa sekarang?” berusaha menghindari sinar matahari dari jendela.

“Kupikir kakak ke rumah pria tua? Lantas kenapa disini?”

“Kau tidak perlu tahu kapan kakak keluar dari rumahmu” ka’Rae.

“Kenapa juga wajah ka’Rae ketakutan begini?”

“Ketakutanlah masalahnya Hano dan gadis centil itu maksudku Sea” ucapan ka’Rae terpotong.

“Mereka kenapa?”

“Sepertinya mereka berdua mau berkelahi karena dokter gila sepertimu” teriak ka’Rae.

“Dimana ka’Rae tahu?”

“Kakak tidak sengaja mendengar percakapan Sea” ka’Rae.

“jadi, ceritanya Sea ditelepon ma Hano. Mereka berdua janjian ketemuan” ka’Rae.

“Kenapa ka’Rae ga bilang dari tadi?” segera melompat dari ranjang berlari keluar hanya memakai piyama.

“Kenapa ka’Rae ga ngejar gadis gila itu sih, kan bisa hubungi Aras pakai telepon saja” terus saja menyalahkan ka’Rae sambil berusaha menghidupkan motor milikku.

“Kau saja sulit dibangunkan apa lagi pakai telepon? Kiamat dunia juga seorang Aras ga bakalan bangun” teriak ka’Rae di belakang motorku.

“Tapi mereka janjian ketemuan dimana?”

“Dimana yah?” ka’Rae.

“Hancur banyak, ka’Rae menguping tapi tidak jelas begini” mengamuk terhadapnya.

“New pantai” teriak ka’Rae.

“Mana tempatnya jauh lagi” terus saja menggerutu. Mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi harus kulakukan. Ka’Rae sendiri jantungan habis-habisan akibat perbuatanku.

Desiran ombak pantai terdengar jelas. Kami akhirnya berada cukup jauh dari kota. Kenapa Hano mengajak bertemu di tempat seperti ini? Apa yang akan dilakukan olehnya? Kami berdua terus saja menyusuri bibir pantai untuk mencari keberadaan mereka. “Sepertinya di sana” ka’Rae menunjuk sebuah tempat.

Sebuah bangunan berada di tengah-tengah sedikit jauh dari bibir pantai bahkan harus memakai perahu, kapal, ataukah jembatan lift dengan rancangan khusus menuju tempat tersebut. Bangunan tersebut sengaja di desain mengambang di atas permukaan laut. Membentuk pohon dengan banyaknya ranting di sekelilingnya dengan bentuk tidak beraturan. Bulatan-bulatan menyerupai buah tergantung manis di sekitar ranting pohon tadi. Seseorang dapat menikmati matahari terbit dan juga terbenam sekitar ranting dan bulatan yang menyerupai buah tadi. Sementara batang pohon raksasa itu berisi beberapa jenis permainan hiburan, olahraga menantang, tempat penginapan, taman menyerupai desiran ombak, dan lain sebagainya. Semburan ombak dapat dinikmati setiap waktu. Air mancur akan memainkan banyak warna membentuk sebuah kata di seluruh batang pohon bersama ranting-rantingnya tadi. “Hope” jenis kata yang selalu saja mengudara dari pancuran air tersebut.

Kehidupan dituntut untuk menghasilkan buah sama seperti pohon tadi. “Jangan pernah menghasilkan buah asam ketika proses hidupmu berjalan” satu kata bijak terpampang manis pada sudut pintu pertama bangunan ini.

“Jika buah yang kau hasilkan manis, tentu semua orang akan menikmati sisi terbaik dalam dirimu” kalimat kedua setelah melewati pintu lain.

“Hidupmu tidak akan pernah memiliki irama, jika kau sama sekali tidak menghasilkan buah melalui proses hidup paling menyakitkan” kalimat apaan ini...

“Itu mereka” tangan ka’Rae menunjuk ke atas.

“Lift ke atas penuh” terlihat kesal.

“Naik tangga darurat” ka’Rae segera menunjuk tangga tidak jauh dari tempat kami berdiri.

Kenapa juga mereka berdua bertemu di tempat seperti ini? Mereka berada di puncak dari bangunan di sini. “Kita berdua seperti anak kecil lagi berebut permen manis” tawa gadis centil seketika.

Ka’Rae menahan dua kakiku untuk tidak tidak segera berjalan ke arah mereka berdua. “Tapi, sebenarnya saya iri terhadapmu” Hano.

“Kau bisa menarik tangan Aras sama seperti yang kulakukan dulu” Hano.

“Jelas-jelas ka’Hano terlahir sempurna, kaya, terkenal, cantik, jenius hingga membuat Sea sadar kalau ka’Fruity tidak mungkin bisa berlari ke arahku” gadis centil.

“Maaf membuatmu menjadi bulan-bulanan netisen” Hano.

“Sea sudah terbiasa mendapat hujatan karena memiliki ayah seorang Bandar narkoba” gadis centil.

“Apa pun itu, sebagai anak dengan bangga ingin berkata kalau ayahku is the best dari semua ayah dan semua yang terjadi hanyalah bagian masa lalunya semata” entah sejak kapan seorang gadis centil dapat berkata-kata bijak seperti ini.

“Kenapa juga saya tiba-tiba saja menyukai saingan terberat di depanku” Hano tersenyum kecil.

“Dia sudah terlalu banyak menderita, jadi, kuharap ka’Hano bisa menjadi pondasi terbaik untuk bersandar seutuhnya hingga membuatnya lupa tentang apa pun penderitaan ataukah beban berat di depan” gadis centil.

Percakapan tersebut menciptakan insiden tidak terduga dan membuat mereka terpeleset sesuatu hingga terjatuh ke laut. “Mereka berdua tidak bisa berenang” teriak ka’Rae.

Entah kenapa dua kaki seorang Aras sedang berlari untuk menyelamatkan gadis centil itu. Apa yang terjadi denganku? “Sea, bangun” segera melakukan CPR (Cardiopulmonary resuscitation/ resusitasi jantung paru tidak responsif).

“Hano, bangun jangan mati sekarang” ka’Rae melakukan hal yang sama denganku. Beruntung saja Hano segera siuman.

“Sea, bangun!” masih berusaha melakukan CPR.

Tiba-tiba saja gadis centil batuk dan mengeluarkan air. “Ka’Fruity, kenapa di sini?” pertanyaan gadis centil.

“Dasar gadis bodoh” segera memeluknya.

“Ka’Hano” gadis centil mengingat keadaan Hano.

“Dia baik-baik saja, ga perlu khawatir” menjawab pertanyaannya.

“Habislah kisah cinta segitiga adikku” ka’Rae berteriak keras.

“Sudah malam, ayo pulang!” mengajak mereka semua meninggalkan tempat tersebut.

Kami semua diam membisu satu sama lain selama perjalanan memakai bis menuju kota, sedang motor milikku dibiarkan untuk sementara berada di sekitar parkiran New pantai. “Istirahat yang cukup bisa membuatmu jauh lebih baik” berujar ke arah Hano setelah kami turun dari bis.

“Apa kau tidak mau mengantarku pulang?” Hano.

“Lupakan! Sepertinya saya bisa pulang sendiri” berusaha menahan taxi yang sedang lewat.

“Sea juga bisa pulang sendiri” gadis centil ikut-ikutan mencari taxi lain.

“Perasaanku berkata kita berdua tetangga sebelah rumah” sedikit menyindir.

“Lupakan! Lagian ka’Hano juga butuh diantar, jadi, Sea ga mau egois lagi” gadis centil segera masuk ke dalam taxi sambil menarik tangan ka’Rae meninggalkan kami berdua.

Hano sendiri masih sibuk menahan taxi, namun masih belum mendapat. “Taxi” segera menghadang kendaraan roda empat.

“Kuantar pulang” membuka pintu taxi.

“Ternyata pintu hati seorang Aras sudah tertutup” tawa Hano memulai pembicaraan.

“Sejak kapan kau mulai menyukai dia?” Hano.

“Maksud ucapanmu?” sedikit bingung.

“Wajar saja berusaha menghindar bahkan menjaga jarak” Hano.

“Saya benar-benar seperti gadis bodoh karena memaksakan kehendak” Hano.

“Hano”

“Kau lebih memilih menyelamatkan Sea menjadi jawaban penolakan buatku” Hano.

Dia berjalan keluar dari taxi seorang diri. “Kau sendiri tetap diam membisu di tempatmu bahkan tidak berusaha berlari ke arahku untuk menjelaskan sesuatu” kalimatnya berbalik kembali setelah berjalan beberapa langkah.

“Kau menolak Hano wanita paling sempurna dengan sangat tegas” Hano berusaha menahan sisi emosionalnya kemudian berjalan masuk ke rumahnya.

Saya sendiri tidak tahu, entah sejak kapan perasaanku terhadapnya hilang begitu saja. Cinta pertama sekaligus masa remaja bersama nada iramanya memberi kesan tersendiri. “Aras” seperti biasa ka’Rae membuatku terbangun dari mimpi buruk…

“Apa lagi sih?” nada kesal terhadap ka’Rae.

“Sea meninggalkan surat buatmu” ka’Rae.

“Kakak dapat dari mana?” menarik sebuah amplop dari tangan ka’Rae.

“Pintu” penekanan ka’Rae.

“Dia sekarang berada di bandara menuju Negara asing gitulah” ka’Rae.

“Gawat, bagaimana dengan lemari kotak medis?” hampir tidak percaya.

“Kau masih berpikir lemari apaan? Yang sekarang harus dipikirkan tentang pintu hatimu. Understand?” ka’Rae.

“Motorku dimana?” mencari motor yang ternyata tertinggal di pantai kemarin.

“Ka’Fruity, jangan lupa bahagia. Sea selalu mendoakan yang terbaik buatmu walaupun kakak batal jadi jodoh masa depanku” isi surat padat, singkat, dan jelas.

“Motormu di sana menunggu dengan manis” ka’Rae menunjuk sesuatu…

“Semalam ka’Rae menyuruh sopir mobil pick up mengantar motor kesayanganmu” ka’Rae.

“Ka’Rae tahu dari mana Sea mau berangkat keluar negeri?”

“Pemilik rumah kontrakan” ka’Rae.

“Mana macet lagi” berdengus kesal menyaksikan kemacetan mendadak.

“Ambil jalan sempit di sana!” ka’Rae menepuk keras bahuku.

Berusaha menerobos hingga berhasil melalui beberapa jalan sempit tidak jauh dari jalan raya besar merupakan sejenis petualangan luar biasa. “Jalan buntu” seolah ingin mengamuk ke  arah ka’Rae.

“Kau bisa berlari memakai dua kakimu ke bandara keles. Ga sampai 5 menit kesana kalau lari” celoteh ka’Rae.

“Ka’Rae makasi buat semuanya” memeluk erat kakakku…

“Pergilah sebelum terlambat!” ka’Rae  mendorong tubuhku.

Dua kaki terus saja berlari dan berlari untuk menemukan sebuah jawaban. Entah sejak kapan senyum gadis agresif seperti dirinya menghiasi ruang kosong dalam alur cerita Aras Avram? Mencari tiap sudut dari isi bandara hanya untuk menemukan dirinya…

“Gadis agresif…” berteriak keras ketika menyadari keberadaannya.

“Gadis centil…” berteriak makin keras membuat perhatian semua orang tertujuh ke arahku.

“Gadis gila, apa kau betul-betul akan pergi?” pertanyaan kacau.

Apa dia berpura-pura tidak mendengar suaraku? “Sea, menikahlah denganku!” kenapa jadi ajang melamar begini?

“Terlambat” menyadari kalau Sea tetap berjalan masuk menuju pesawat.

“Ka’Fruity, tidak sedang bercanda kan?” tiba-tiba saja seseorang berusaha mengatur nafas setelah berlari kencang sedang berdiri di hadapanku.

“Apa pintu hati kakak sudah bukan buat orang lain?” Sea.

“Apa kakak serius menolak jurnalis cantik itu?” Sea.

“Dasar gadis bodoh” berlari memeluk dirinya.

“Maaf, terlambat menyadari perasaanku sendiri” berujar kembali.

“Sea sedang tidak lagi bermimpikan?” Sea.

“Apa kau menikah denganku?”

“Sea benar-benar tidak bermimpikan? Semoga ini bukan mimpi” Sea.

“Anggap saja kau lagi bermimpi dan jangan terbangun” segera menyentil keningnya.

“Ga pakai pacaran? Langsung nikah?” Sea.

“Yes” menjawab spontan.

Sea mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Semua orang di sekitar kami memberi selamat. Bukan karena persamaan kehidupan, melainkan sesuatu hal menarik dalam dirinya yang tidak dimiliki oleh siapapun termasuk Hano. Tidak selamanya apa yang terlihat begitu sempurna merupakan sebuah paket terbaik hingga dua tangan harus menggenggam begitu kuat. Terkadang, objek kata sederhana jauh lebih dari pemikiran dengan peran pondasi terbaik dibanding kata sempurna tadi.

Hano berusaha menjelaskan di hadapan media tentang beberapa hal. “Sea bukan orang ketiga ataukah perusak hubungan. Kenyataan sebenarnya, saya pergi dan tidak berada di sampingnya ketika dia berhadapan dengan banyak masalah” ungkapan perasaan Hano di hadapan para wartawan.

“Jangan menyerang dokter Aras sebagai anak psikopat, karena kalian tidak pernah tahu banyak hal yang memang benar-benar sulit untuk ditebak. Tiap orang memiliki masa lalu begitupun sebaliknya dengan kisah ayah Sea sendiri sebagai mantan Bandar narkoba” Hano.

“Tidak kusangka ka’Hano benar-benar orang baik” gadis centil terharu mendengar luapan kalimat Hano di televisi.

“Tidur sana sudah malam!” mengusir dirinya agar segera keluar dari rumahku.

“Btw, tanggal pernikahan kita berdua kapan?” Sea menyadari sesuatu hal.

“Minggu depan” jawaban spontan mendorong tubunya keluar dari rumahku.

Kenapa juga saya pakai acara lamaran tadi? Hal yang terjadi adalah seminggu kemudian kami berdua resmi menjadi pasangan suami istri. “Saya hampir tidak percaya kalau kau dan aku menjadi hubungan mertua dan menantu” kalimat pertama Lucas melalui video call. Kepala penjara membantu Lucas menyaksikan pernikahan putrinya melalui sebuah sambungan video call.

“Doa terbaik buatmu” ucapan selamat mama memelukku ketika kami berdua menjenguknya di penjara. Lemari kotak medis milik Sea juga resmi diluncurkan untuk membantu banyak rumah sakit terlebih seluruh puskesmas terpencil di pedesaan.

“Sea ingin mengucapkan terima kasih buat papa. Maaf selalu saja berteriak ke arahmu. Apa pun ucapan orang tentangmu, di hati Sea tetap ingin berkata kalau papa tetaplah ayah terhebat ketika berjalan di sekitar jalan setapak paling menyesakkan” pertama kalinya seorang Sea mengungkapkan sesuatu hal…

 

###TAMAT###

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar