a REASON…
Bagian 1...
Nitzana…
Apakah
keinginan terbaik dapat terwujud seketika? Siapa yang menyangka warna pribadi
hidup Nitzana menjadi sedikit berbeda dibanding orang di sekitarnya. Menapaki
satu jalan untuk sebuah alasan tentu tidak mudah, namun mengesankan. Saya ingin
mencari cerita menarik dengan kisah petualangan terbaik dari semua orang.
“Zana” Livia berjalan masuk ke ruang kerjaku tanpa mengetuk pintu terlebih
dahulu membawa seseorang…
“Ada
denganmu? Masuk begitu saja seperti tidak mengenal tata karma” menegurnya.
“Stop
menegur!” Livia.
“Mungkin
saya harus memberimu satu pelajaran” bernada kesal ke arah Livia.
“Jangan
berkata seperti itu di hadapan temanku” Livia tidak mau kalah.
“Apa
yang kau inginkan?” bertanya…
“Bantu
temanku karena hanya kau psikolog terbaik yang pernah ada” perkiraan tepat
menjadi jawaban penutup untuk meninggalkan ruangan secepat mungkin. Datang
tanpa membuat jadwal, masuk tiba-tiba, dan tujuannya adalah menolong semua
teman-temannya yang sedang mengalami masalah depresi. Berperan sebagai seorang
psikolog tentu tidak mudah tetapi inilah jalan hidup. Menghadapi berbagai kasus
permasalahan tiap hari kemudian berpikir mencari solusi terbaik ketika
berhadapan dengan seorang klien.
Bahasa,
tutur kata, adaptasi, penguasaan segala jenis mimic pergerakan tubuh, analisa
tulisan, dan masih banyak lagi harus berperan penting dalam dunia psikolog.
Ketika seseorang mengungkapkan satu nada kalimat, maka ahli psikolog harus cepat menangkap bahkan menyimpulkan
kepribadian tersembunyi tanpa siapapun menyadari semua itu. Bukan karena pakar
psikolog merupakan seorang dukun atau Tuhan, tetapi bidang mereka mempunyai
cerita tersendiri…
Mengenal
lebih detail factor masalah demi menentukan satu diagnose dan jalan keluar bagi
kasus-kasus tertentu ketika berhadapan dengan klien. Memahami berbagai
ilustrasi kehidupan tentu tidak mudah, namun salah satu jalan keluar penanganan
sebuah kasus memerlukan alat peraga semacam ini. Menjadi pendengar setia bahkan
terbaik bagi mereka yang sedang mengalami satu permasalahan tanpa jalan keluar
juga salah satu ciri khas sang psikolog. Masing-masing kami memiliki cara
tersendiri ketika berdiri maupun berhadapan di antara banyak orang.
“Apa
masalahmu?” pertanyaan langsung ke inti setelah Livia berjalan pulang.
Dia
wanita berusia kepala tiga, cantik, ibu rumah tangga dan memiliki 3 orang anak.
Mata bengkak, lingkaran hitam sekitar kelopak mata, wajah lemas, perasaan kecewa
terpampang jelas tanpa harus berucap sepatah katapun. Mencoba mendengar setiap
keluh kesah akibat satu kesalahan terbesar sedang bermain dalam biduk kehidupan
sang suami. Menangis sejak awal dialog seakan menyatakan rasa sakit bersama
luka terus saja mendekam.
Mengungkapkan
bagaimana rumah tangga yang selama ini berjalan sekian tahun sedang berada di
ujung tanduk karena perselingkuhan. Hal lebih mengejutkan lagi adalah dia masih
jauh lebih cantik dibanding wanita selingkuhan sang suami setelah melihat
selembar foto mereka. Kejadian seperti ini memang sering terjadi dalam
kehidupan rumah tangga, dapat dikatakan bukan hanya dia satu-satunya mengalami
hal tersebut.
“Wanita
itu berperan sebagai rekan kerjanya hingga pada cerita akhir menghancurkan
kehidupan rumah tanggaku tanpa rasa kasihan” ungkapan perasaannya di sela-sela
tangis masih saja berjalan…
“Menangis
terus juga tidak akan pernah menyelesaikan masalah” ungkapku.
“Perceraian
menjadi jalan keluar masalah saya sekarang” nada pasrah melalui ucapan
tersebut.
“Mengambil
jalan pintas semacam perceraian menyatakan kau benar-benar kalah terhadap dunia
rumah tanggamu sendiri” membalas ucapannya.
“Saya
sudah berusaha bertahan berulang kali, tapi selalu saja kata terluka makin membesar
bagaimanapun tangan berusaha menutup tiap celah” dia mengungkapkan satu
pernyataan menyerah. Siapa sih yang tidak sakit menjalani kisah paling tragis
dengan 3 anak dan harus menghadapi masalah perselingkuhan sang suami. Kekacauan
terparah lagi adalah versi kecantikan sang selingkuhan hanya berada di bawah
standar bahkan sang istri masih jauh lebih cantik dua kali lipat. Pada
kenyataannya kecantikan bukanlah modal utama menjadi penyebab sang suami
menjalani kisah perselingkuhan di luar sana. Kenyamanan, dialog yang
menyenangkan, tempat terbaik ketika mengungkapkan sesuatu, adaptasi sang wanita
mempunyai daya tarik menarik menjadi beberapa alasan semua itu bisa terjadi.
Terkadang
permasalahan seks menjadi peran utama perselingkuhan bagi beberapa kasus. Di
beberapa tempat factor seks dan kecantikan bukan alasan utama masalah
perpecahan rumah tangga. “Saran saya, setidaknya belajarlah untuk tidak saling
menyalahkan terlebih membuat keputusan tentang perceraian” berucap kembali di
hadapannya.
“Jujur,
saya tidak tahan mendapat perlakuan buruk iblis itu” terus saja menangis.
“Cobalah
untuk mengubah beberapa hal dalam diri anda sebagai istri. Jangan berpikir
egois demi masa depan sekaligus perkembangan ketiga buah hati, kenapa? Karena
mereka membutuhkan figur orang tua baik dari segi pendidikan, pembentukan,
teladan, bahkan segala aspek paling kecil sekalipun.” Pemahaman keluarga
berantakan dengan jalur perceraian tanpa berpikir panjang akan semakin merusak
segala sesuatu di dalamnya.
“Bagaimana
kalau semua itu tidak pernah berhasil sama sekali?”
“Mungkin
ada yang salah dan membutuhkan bahan koreksi pribadi lebih ke tingkat paling
sulit dijangkau. Sepertinya saya terlalu kejam, tidak bisa merasakan
penderitaan, dan lebih kacau lagi menyudutkan anda tapi jalur pernikahan bukan
bahan permainan” jawaban penjelasan dari pertanyaan wanita tersebut. Kasus
perselingkuhan sang suami bukan karena factor kecantikan fisik atau
permasalahan seks yang biasa terjadi, melainkan objek kenyamanan dan setitik
celah bermain untuk menghancurkan kehidupan rumah tangga mereka.
“Dia
pasangan pilihan sejak awal sebelum masuk dalam bahtera rumah tangga berarti
anda harus siap melawan badai walaupun dikatakan luka demi luka selalu saja
menggempur pertahanan diri. Pondasi benteng pernikahan ada pada kekuatan seorang
wanita bersama tingkat kesabaran paling beda di antara siapapun juga” sekali
lagi menyatakan penjelasan…
Bagian
2…
Terkadang
sesuatu dalam hidup sulit untuk dipahami, hanya saja kaki harus terus berjalan
suka maupun tidak dan ini kenyataan. Pemandangan mata bisa menipu semua orang
terlebih membutakan banyak objek di sekitarnya. Tertawakan saja diri sendiri
karena selalu tertipu terhadap pemandangan luar. Btw, kenapa juga ini sebagai
kalimat pernyataan pembuka? Lupakan…
Zana
hidupmu punya sesuatu hal menakjubkan, ingat itu! Penyemangat tiap langkah
hidup sekaligus menjadi penghiburan tiap detik. “Mami,” anak perempuan usia
lima tahun berlari ke arahku.
“Anak
mami, sudah pulang rupanya” seperti inilah kisah Zana memiliki gadis kecil
tanpa pasangan hidup. Seperti ada yang salah? Entahlah…
“Moza
punya sesuatu buat mami” segera memberikan selembar kertas berisi wajah seorang
wanita dengan sayap putih pada bagian belakangnya. Hati Moza hanya akan
menyatakan satu-satunya malaikat bersayap yang selalu hadir memberi warna
tertuju pada sosok ibunya semata.
“Hari
ini mami libur” tersenyum ke arah sang gadis kecil.
“Berarti
Moza seharian jalan bersama mami dong” teriak kegirangan…
“Seperti
itulah” tersenyum menatap wajah Moza. Merasakan petualangan anak sekitar arena
bermain anak merupakan hal paling menyenangkan. Tertawa lepas bersama sang buah
hati mempunyai cerita lain bagi jalan Nitzana. Berbelanja kebutuhan rumah
setelah menikmati suasana petualangan paling seru terdengar menyenangkan. Kalau
boleh jujur saya mempunyai gaya hidup tersendiri dari orang lain di luar sana.
Saya
tidak terlalu menyukai jajanan luar, lebih senang makanan rumahan, selesai
bekerja selalu menghabiskan waktu di rumah, dan masih banyak hal lain menjadi
ciri khas pribadiku. Oh yah... masalah cemilan? Hanya sekali-sekali saja di
konsumsi jika benar-benar menginginkan. Wanita di tempat lain senang mengoleksi
barang-barang bermerk mulai dari tas, sepatu, pakaian, arloji, dan lain
sebagainya, tapi buat saya itu tidak akan pernah berlaku sama sekali. Bukan
masalah memamerkan atau bersifat sebagai manusia munafik menjelaskan hal
semacam ini maupun memberi ejekan terhadap wanita lain. Kehidupan pribadiku
memang sejak dulu sama sekali tidak menyukai terlebih terobsesi pada
benda-benda bermerk.
Mempunyai
sepasang sepatu dan dua ransel itu cukup buatku. Handphone android dibawah
standar terdengar jauh lebih menyenangkan dibanding harus mengikuti keluaran
terbaru tiap saat. Saya tidak harus menjadi orang lain demi terlihat fantastis
di mata dunia. Masalah lawan jenis? Jalan hidupku percaya, kelak Tuhan akan
mengirimkan seseorang yang terbaik dapat menerima apapun kekurangan saya
pribadi.
“Mami,
masakannya sudah selesai belum?” wajah cemberut Moza terpampang jelas.
“Lapar…lapar…lapar”
beberapa orang berteriak memukul meja. Satu rahasia lagi bahkan sampai detik
sekarang orang di luar sana belum menyadari sama sekali. Di rumahku menjadi
pusat penampungan mereka yang mengalami gangguan mental. Entah bagaimana cara
Tuhan membuatku bisa berhadapan dengan mereka. Salah satu psikolog membuka
lebar pintu rumahnya bagi orang-orang semacam ini. Kisah masa lalu membuatku
ingin melakukan semua itu dan belajar menjadi sahabat mereka.
Sebagian
dari mereka tiba-tiba saja berdiri depan rumah bersama wajah yang sulit
dimengerti. Seakan Tuhan sengaja menunjukkan jalan ke tempatku untuk menjadi
bagian hidup di antara perjalanan mereka. Beberapa lainnya lagi, saya pungut
secara diam-diam di beberapa pedesaan ketika sedang berlibur bersama sang buah
hati. Terpasung pada satu tempat mengerikan bahkan semua tidak menganggapnya
sebagai manusia melainkan binatang liar.
“Inilah
hal tergila yang pernah kau lakukan Zana” berucap pada diri sendiri.
“Diam!”
Nata tiba-tiba menyuruh Moza menundukkan kepala.
“Akhirnya
dapat…” teriak Nata.
“Dapat
apa?” tanyaku.
“Kutu
Moza besar sekali…” jawaban Nata.
“Moza
tidak punya kutu” ledakan amarah Moza mengguncangkan semua isi rumah.
“Ini
ku…ku…ku…tu” Nata memperlihatkan kecoa besar tiba-tiba saja hinggap di sekitar
kepala Moza.
“Mami…”
tangis Moza.
“Ini
bukan kutu tapi kecoa” menjelaskan pada gadis remaja berusia 18 tahun. Nata
membutuhkan waktu untuk dapat keluar setahap demi setahap karena kisah di masa
lalu. Terkadang dia tiba-tiba saja menangis bahkan memberontak secara
emosional. Gadis remaja bersama kisah menyakitkan membuatnya tidak mengenal
siapapun di sekitarnya.
Berusaha
membagi waktu antara pekerjaan, Moza, dan mengurus kehidupan mereka di rumah.
“Sekarang waktunya mandi” membunyikan sebuah lonceng hanya sekedar mengumpulkan
mereka. Bukan permasalahan obat-obatan dokter menjadi focus utama sebagai
bentuk penyembuhan, melainkan kasih sayang dan perhatian merupakan modal
pondasi terbaik dengan peranan aktif di dalamnya.
Mengajarkan
sebagian dari mereka cara membaca sebuah buku tiap malamnya. Moza banyak
membantu selama ini walaupun dikatakan usianya masih terlalu kecil menjalani
kehidupan aneh di rumah. Tangan mungilnya juga belajar memandikan beberapa dari
mereka termasuk mengurus Nata. “Mami selesai” teriak Moza merapikan rambut
Nata…
“Sekarang
waktunya Moza berangkat ke sekolah” tersenyum ke arahnya.
“Ingat
Moza tidak punya kutu” masih sedikit judes mengingat kejadian semalam.
“Itu
benar-benar kutu Moza” teriak Nata.
“Biar
mami kuncir rambut Moza sebelum ke sekolah!” mengalihkan perhatian Moza.
Seperti
inilah dunia kami di rumah bersama satu kisah cerita tertentu di balik sebuah
pintu. Beruntung beberapa orang mau membantu saya menjalani perjalanan tidak
biasa dan merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Satu hal, jangan pernah
membenci perjalanan beberapa orang yang sedang mengalami gangguan mental berat
di sekitar kehidupan anda. Jadilah obat sekaligus cahaya terbaik bagi kehidupan
mereka tanpa seorangpun menyadari semua itu.
Tuhan
itu baik membuat hidupku tidak mengalami kesulitan keuangan sama sekali. Saat-saat
tertentu terkadang juga masalah ekonomi tiba-tiba saja menyerang dan di luar
dugaan selalu ada cerita tentang campur tangan sang pencipta di dalamnya.
Cerita paling terkacau/ bisa dikatakan sebagai bahan lelucon, saya hampir
berada dalam sebuah tahanan sel penjara. Kenapa? Di fitnah mengambil sejumlah
uang sewaktu masih bekerja sebagai kasir salah satu toko elektronik di sebuah
kota.
Pada
saat itu jalan hidup saya belum bercerita tentang ingin berada pada satu
jenjang pendidikan bersama gelar sarjana. Hal terkacau adalah temanku berpikir
bahwa saya seorang pencuri, pada hal sebenarnya tidak sama sekali. Kemungkinan
besar kalau dia heran seolah saya bisa melakukan beberapa hal dalam keluarga. Kesalahan terbesar saya juga
adalah tanpa sadar mengatakan masalah pembuatan rumah di kampung, itu pun hanya
bangunan tiang semata.
Saya
berusaha mengingat beberapa kejadian sebelumnya dan kenapa dicurigai seperti
ini setelah dipecat tidak hormat? Sepertinya dia atau seseorang lainnya
mendengar percakapan telepon dengan saudara laki-lakiku tentang pembelian mesin
harga lumayan. Atau entahkan tanpa sadar saya bertanya mengenai harga-harga
beserta pusat toko penjualan mesin. Cerita sebenarnya adalah teman saudara
laki-lakiku meminta bantuan agar dicarikan jenis mesin tertentu tidak jauh dari
tempat saya bekerja. Kebetulan salah satu kasir mengambil uang toko dalam
jumlah cukup besar sampai dipenjarakan pada saat itu. Bersahabat dekat
dengannya tidak juga, tetapi entah mengapa seolah hatiku ingin menjenguk dia di
penjara. Mengajak jalan sekalipun sama sekali belum pernah sewaktu belum masuk
penjara, justru teman terdekatnya yang juga menghabiskan uang tersebut
menyerang balik sekaligus menjauh pada hal mereka menikmati. Setelah kunjungan
tersebut semakin kacau saja gosip yang menyebar.
Teman
yang menjadi penyebar fitnah buatku memang terlihat polos juga baik di hadapan
semua orang. Saya juga pernah gugup di hadapan sang bos tua, jadi kemungkinan
dijadikan bahan alibi paling kacau. Kebenarannya adalah saat itu program server
computer error, jadi manual pada hal banyak sekali pembeli dalam transaksi
besar. Singkat cerita, saya sedikit kelabakan karena harus melayani system
cepat dan sempat berpikir salah mengembalikan uang konsumen. Jantung terus saja
berdetak karena berpikir tidak mempunyai uang mengganti yang mines. Ternyata
mines seperti pikiranku sama sekali tidak terjadi. Masalah lain juga di satu
sisi adalah temanku itu selalu mines setiap penyetoran tiap malamnya di depan
bos bahkan mencapai jumlah lumayan. Dia berpikir kalau saya mengambil uangnya
karena kursi/ meja kami berdampingan, sedangkan kata mines tidak pernah terjadi
dalam kasus saya kalaupun ada paling main sedikit sekali dan itupun sekali
setahun.
Akhir
cerita kisahku adalah harus mengakui sesuatu yang tidak kulakukan sama sekali
di hadapan istri sang bos bahkan hampir ke penjara. Entah bagaimana cerita permasalahan
penjara dibatalkan. Saya juga sedikit mencurigai sesuatu kalau istri bos
seperti cemburu dan kemungkinan takut sesuatu. Sebenarnya sih, jauh sebelum
pernikahan bos muda dan entah itu hanya perasaan semata kalau dia menyukaiku.
Saya tidak ingin pasanganku dirampas suatu hari kelak, jadi hidupku bertahan
bahkan berusaha berpura-pura untuk tidak tahu. Secara logika dalam sekejap
kemungkinan dunia miskin tidak akan lagi mempermainkan jalan hidupku. Tuhan
tahu segala kebutuhanku bahkan segala yang ada di dalamnya dan bertahan untuk
tidak merampas milik orang jauh lebih baik…
Bukan
karena ingin mencekik leher dengan menahan membelanjakan makanan di luar, hanya
saja saya lebih suka makanan rumah. Banyak orang merasa tidak berkecukupan
karena factor belanja di luar habis-habisan. Kehidupanku juga senang membeli
selembar pakaian bagus, tapi tidak sampai mencari harga-harga fantastis.
Hal-hal semacam inilah membuat keuangan di tangan dapat diatur dengan cukup
tanpa harus berhutang kiri-kanan.
Pantas
beberapa teman kerja kemarin memancing ingin meminjam uang, pada hal hanya
sekedar menjebak semata. Pada saat itu saya terlalu polos ingin mengiyakan
karena berpikir kehidupanku sama dengan mereka miskin dan kebetulan uang gajiku
selalu disisihkan sebagian buat tabungan. Tidak ada yang tahu hari esok, jadi
sebagai persiapan beban-beban tak terduga tanpa harus berhutang ke orang lain.
Permasalahan pergaulan pun menjadi alasan saya mengalami kejadian seperti ini
di tempat kerja. Jujur, saya tidak terlalu menyukai cara temanku bergaul. Dapat
dikatakan hidupku masuk dalam kategori terlalu polos/lugu. Berteman,
beradaptasi, tersenyum terhadap banyak orang, hanya saja cara mereka
mengungkapkan kata-kata kotor/kasar/vulgar bahkan kebun binatang menjadi dilema
tersendiri.
Sejak
kecil mama melatih bahkan memukul andaikan ucapan-ucapan yang keluar terdengar
merusak. Saya juga tidak suka pertemanan antar lawan jenis over dosis seperti
memegang bagian-bagian tertentu seperti perut, pingggang, menggigit telinga, dan
beberapa hal walaupun dikatakan tidak ada maksud lain atau hiburan dan
semacamnya. Prinsip seperti ini membuat saya dibenci karena terlalu munafik
kemungkinan bagi pemikiran mereka. Tempat kerja sebelumnya juga seakan tidak
bisa membedakan teman lawan jenis bahkan terlihat kacau. Kesimpulannya, saya
sedikit menegur sekaligus mempertahankan prinsip dan akhir cerita hidupku
menjadi bahan kebencian paling menyeramkan bagi mereka semua. Masalah
berpacaran saja, saya tidak boleh melewati batas tertentu. Terserah semua orang
berkata hidupku itu polos-polos munafik, intinya saya mempunyai satu prinsip
hidup…
“Kisah
paling miris dan selalu saja menjadi bahan kebencian semua orang” bergumam
sendiri membayangkan memori kemarin.
“Zana,
kenapa melamun pagi-pagi begini?” suara Livia membangunkan saya dari ingatan
masa lalu .
“Kebiasaan
buruk” menegur Livia.
“Tapi
menyenangkan buatku” balasan Livia.
“Tinggalkan
ruang kerja saya sekarang juga!” nada memerintah.
“Psikolog
aneh, judes, kacau, menyebalkan” Livia.
“Terserah”
“Kasihan
Moza memiliki mami terkacau di dunia” ledek Livia.
“Berhenti
membawa nama Moza segala!”
“Satu-satunya
psikolog terjudes yang pernah ada dan lebih gila lagi menampung semua orang
gila di rumahnya, jadi wajar saja otaknya pun ikut berantakan” Livia.
Hanya
Livia seorang menyadari seluruh penghuni rumahku. Tidak seorangpun temanku
berpikir jika saya akan melakukan hal gila semacam ini. Sejak memasuki bangku
kuliah kami berdua selalu bersama sampai akhir cerita segala isi rumahku selalu
menimbulkan rasa penasaran bagi manusia semacam Livia. Selalu saja membawa
klien dengan kasus paling rumit ke ruang kerjaku karena dia sendiri khusus
berada pada penanganan psikolog bagian anak.
“Btw,
Moza pulang jam berapa hari ini?” Livia.
“Memang
kenapa?”
“Mau
ngajak Moza makan di luar” Livia.
“Moza
cukup bahagia dengan masakan maminya” membalas jawaban…
“Itu
menurutmu bukan Moza” cetus Livia.
Seperti
inilah kisah Livia setiap awal bulan. Bisa dikatakan dia rajin menjemput Moza
dari sekolah kemudian berada pada satu tempat hiburan bagi anak-anak dan
menghabiskan waktu seharian di sana. “Biar saya yang jemput Moza” berteriak
sambil menarik sebuah kunci mobil sekitar meja.
Seharian
penuh Livia membawa Moza sampai malam menjemput belum kembali ke rumah. Update
status terbaru terus saja bermunculan memenuhi beranda akun milikku. Kolam
renang, makanan, es krim, toko boneka, sepeda warna pinky pun semua
diperlihatkan olehnya melalui beberapa aplikasi medsos. “Terlalu berlebihan”
menggerutu sendiri sambil berjalan bolak-balik depan teras. Semua anggota
penghuni rumah sudah pada tidur sekarang.
“Terimah
kasih aunty” suara Moza terdengar juga. Memasang wajah seram melihat mereka
berdua berjalan ke arahku.
“Moza
punya sesuatu buat mami” senyum Moza.
“Sekarang
sudah jam larut malam, kenapa Moza tidak pulang pagi saja sekalian?” tegurku.
“Jangan
memarahi anak kecil!” Livia membela Moza.
“Tinggalkan
rumahku sekarang juga! Sudah malam pulang sana!” sedikit melotot ke arah Livia.
Bagian
3…
Gagal
mengusir Livia merupakan hal terkacau malam ini. Dia ngotot ingin tidur bersama
kami karena takut sendirian di rumahnya. “Semua anggota keluarga lagi pergi
liburan” senyum Livia menerobos pintu.
“Pelan-pelan
jalannya, aunty!” Moza memberi isyarat.
“Memang
kenapa?” Livia tanpa berpikir berteriak keras membangunkan seluruh penghuni
rumah. Pada akhir cerita adalah terjadilah kekacauan satu sama lain sampai
teriakan kiri-kanan menggelegar memenuhi semua ruangan.
“Pencuri”
seperti itulah Gadi setiap mendengar sedikit saja suara malam-malam begini.
Seluruh penghuni pasti dibuat gempar seketika oleh tingkah lakunya. Beberapa
dari mereka membawa segala jenis benda-benda isi rumah.
“Serang
pencuri” sekali lagi Gadi sebagai ketua mereka memulai aksi.
“Moza
kan sudah bilang” tegur Moza.
“Moza
kenapa sama pencuri?” Nata siap menggempur.
“Saya
bukan pencuri” Livia sangat ketakutan.
“Pokoknya
pencuri” Gadi tidak mau tahu sampai membuat suasana makin gaduh. Beruntung saja
hampir sebagian dari mereka sudah berada pada tahap pemulihan bahkan ada yang
sembuh total tanpa gejala sama sekali. Terkadang juga beberapa lainnya
mempunyai tingkatan berbeda sehingga tidak dapat dikatakan pulih, kenapa? Tanpa
terduga tiba-tiba saja berteriak, tertawa sendiri, menangis, atau melakukan hal
setiap melihat satu objek dimana mengingatkan mereka kembali pada kisah masa
lalu. Butuh waktu total dan kesabaran penuh menghadapi kasus dengan diagnose
gangguan kejiwaan…
Dikatakan
takut menjalani hidup bersama mereka? Tentu saja sangat ketakutan terlebih Moza
masih terlalu kecil, tapi seakan ada satu kekuatan untuk membuatku
bertahan sekaligus bijak ketika merawat
sekaligus menjadi sahabat mereka. Jangan jadi pembenci bagi penderita gangguan
kejiwaan karena kau tidak akan pernah tahu tentang beberapa perasaan yang sedang
mempermainkan di dalamnya walaupun itu berlaku bagi beberapa kasus.
“Saya
benar-benar bukan pencuri” Livia.
“Lantas
es krim Gadi hilang tadi siapa yang curi?” Gadi bersiap menyerang memakai
bantal guling miliknya.
“Es
krimnyakan sudah dihabisin ma Gadi sendiri” menjawab pertanyaan Gadi. Mereka
semua pada akhirnya menjadi tenang kembali dan berjalan masuk ke kamar.
“Kau
tidak takut tinggal bersama mereka semua?” Livia.
“Kau
lebih menakutkan” menjawab Livia.
“Sindiranmu
tidak masuk akal” gerutu Livia.
“Tenang
saja mereka semua jinak”
“Jinak
apanya?” Livia.
“Beberapa
orang dengan kesulitan cukup parah mempunyai tempat tinggal sendiri, tapi tetap
dalam pengawasan bahkan dalam beberapa kali dalam seminggu saya akan berada di
sana menjenguk mereka…” menarik napas panjang.
“Berarti
yang tinggal di rumahmu sudah jinak?” Livia.
“Seperti
itulah”
“Pantas
saja kau terlihat begitu tenang” Livia.
Setelah
pergulatan aneh tadi akhirnya kami semua tidur lelap. Bangun lebih awal bersama
beberapa dari mereka yang dikatakan sembuh total untuk membuat sarapan pagi
sekaligus membersihkan rumah. Loan dapat melanjutkan sekolahnya kembali setelah
perjuangan untuk keluar melupakan kisah paling tragis hingga menjebak. Dapat
dikatakan jika dirinya berasal dari keturanan dengan kasus yang sama yaitu
gangguan kejiwaan. Kakek dan ibu pun menjalani situasi semacam ini. Menjadi
pertanyaan, apakah salah satu penyakit kejiwaan terjadi karena factor
keturunan? Buat saya pribadi jawabannya tidak sama sekali.
Lantas
kenapa dari beberapa generasi Loan menjalani situasi semacam ini? Kemungkinan
besar satu masalah tertentu memicu berat sang kakek menjalani banyak objek
semasa hidupnya. Tidak seorangpun memahami, factor pendidikan, pergaulan, juga
beberapa tempat lain menjadi alasan utama kakek Loan mengalami hal tersebut.
Pada akhir cerita adalah mitos yang sering muncul pada kalangan masyarakat
mengenai penyakit kejiwaan turunan dari generasi ke generasi. Ketika ibu loan sendiri
menjalani jalur tersendiri, seakan pemikiran karena mitos-mitos yang beredar
menjadi beban sekaligus ketakutan buatnya. Saat sedikit saja masalah datang,
kemungkinan besar sang ibu tidak dapat mengendalikan pikiran sendiri dan
terjadilah kasus sama seperti kemarin terlebih tidak seorangpun ingin menjadi
sahabat terbaik.
Mendapat
perlakuan kurang baik oleh orang sekitar menjadikan Loan menjalani kehidupan
asing bahkan menjadi penyendiri. Permasalahan ekonomi cukup parah juga bermain
apa lagi harus kehilangan sosok ibu di usia masih terlalu kecil. Saat itu panas
terik tiba-tiba saja mencekik seluruh tubuh sampai akhir cerita wajah Loan
bersama pakaian compang-camping seakan tidak mengenal arah berdiri di
hadapanku. Menatap seperti manusia bodoh dengan pikiran-pikiran kosong tanpa
kesadaran dalam dirinya. Entah dorongan seperti apa membuat tanganku terulur ke
wajahnya dan memberikan dekapan hangat. Proses yang cukup panjang untuk membawa
Loan keluar membuahkan hasil pada akhir cerita juga.
“Loan,
berangkat sekolah yah” senyum Loan memulai lembaran baru bagi hidupnya.
Sebentar lagi dia akan lulus sekolah dan memulai menapaki bangku perguruan
tinggi. Belajar menjalani satu dunia tanpa mencoba berbalik ke belakang.
“Saya
ingin menjadi seorang psikolog seperti ka’Zana suatu hari kelak” senyum Loan.
Tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini dapat terjadi walaupun akal
logika sulit menerima dimana mantan orang gila menjadi seorang psikolog suatu
hari nanti. Manusia boleh menolak, tapi andaikan Tuhan membuka jalan siapakah
yang dapat menutup pintu itu? Nilai-nilai Loan cukup bagus bahkan lebih dari
pemikiran semua orang. Jangan pernah merendahkan orang yang ada di sekitarmu
hanya karena masa lalu paling mengerikan.
Seperti
biasa Livia mengejutkan akibat teriakan paling rusak selama perjalanan
mengantar Moza ke sekolah. Matanya sibuk membaca beberapa pemberitaan melalui
dunia medsos yang lagi beredar. “Moza bisa tuli aunty” cetus Moza.
“Kau
mengagetkan Moza” menegur Livia.
“Seorang
pengusaha dikenal paling sukses, mapan, tampan tiba-tiba saja harus menjalani
perawatan pada salah satu rumah sakit jiwa di kota ini” Livia membaca keras
satu artikel seolah dunia ini hanya miliknya.
“Sekarang
pengusaha tersebut sedang dalam pencaharian karena melarikan diri…” Livia.
“Berhenti
berbicara!” makin marah melihat kelakuan Livia.
“Iya-iya
saya diam” wajah cemberut Livia terpampang.
Saya
pikir mulutnya benar-benar diam, ternyata tidak sama sekali setelah perjalanan
menuju kantor. “Btw, kenapa sampai bisa terjadi yah kasus seperti pengusaha
tadi?” pertanyaan Livia.
“Kenapa
tidak” balasku.
“Pengusaha
sukses, mapan, tampan, terkenal, kaya raya lah mendadak stress terus masuk
rumah sakit jiwa, logikanya dimana?” Livia masih tercengang…
“Semua
bisa terjadi kalau dia sendiri tidak mampu menjalani tekanan.”
“Kalau
dipikir-pikir mana mungkin wajah setampan dan setenang seperti dirinya bisa
hidup dalam tekanan sampai kejiwaan gitu” livia.
“Terkadang
mata bisa menipu. Orang yang dikatakan benar-benar memiliki kesempurnaan hidup
pada kenyataannya hanyalah sebagai topeng belaka karena satu kisah tersembunyi
di dalam sedang membungkus diri.”
“Yang
betul saja” gerutu Livia.
“Kau
ini psikolog atau bukan sih?” menyerang Livia.
“Entahlah”
jawaban cetus Livia. Saya tidak pusing akan pemberitaan semacam ini. Masih
banyak hal yang harus kulakukan bersama cerita menarik dibanding terlihat
seperti orang bodoh mengikuti berita besar seperti itu menurut pandangan orang.
Perbedaan
antara kami berdua benar-benar terlihat. Menikmati jalan sebagai single parents
menciptakan memory tersendiri bersama kisah lain. Ada hal dimana suara hati
terkadang terlalu sulit berkata-kata, seperti itulah petualanganku sekarang.
Mengarungi satu jalan tertentu seakan beberapa arah sedang berteriak kuat. Langit
bergelora karena permainan awan putih setelah matahari terbit. Bintang-bintang
tersenyum manis menjadi hiasan terbaik ketika malam sedang berkata-kata. Btw,
aneh juga ungkapan kiasan yang sedang bermuara memenuhi pemikiran sekarang.
hufffffttttttt…
“Kenapa
jadi macet begini sih” mengeluh sekitar jalan raya besar.
“Mana
Moza menunggu lama di sekolah” memukul setir mobil. Satu-satunya jalan adalah
menelepon Livia biar menjemput Moza di sekolah menggunakan motor. Berjam-jam
menunggu karena jalanan sedang dalam perbaikan di beberapa jalur sampai membuat
kemacetan panjang. Rasa lelah menyelimuti tubuh selama perjalanan…
“Akhirnya
bisa bebas juga dari macet setelah 7 jam di jalan” menggerutu lagi dan lagi.
Suara bising perut seperti tidak bisa kompromi lagi bahkan harus segera diisi.
Memarkir mobil pada salah satu rumah makan kecil demi kebutuhan lambung. Entah
mengapa saya harus menyaksikan pengeroyokan terhadap seseorang depan mata
sendiri setelah keluar dari rumah makan tersebut.
“Berhenti!”
berteriak berusaha menolong…
“Kenapa
kalian main keroyok begini sih?” ujarku lagi.
“Dia
duluan salah mencuri makanan orang” jawaban salah satu pengeroyok.
“Dasar
orang gila…” masih memberi pukulan.
Segera
mengambil uang dari dompet dan menyuruh mereka pergi menjauh. Menatap seseorang
di depanku sekarang sambil berpikir sejenak. Tubuh kotor, dekil, sangat bau,
pakaian sobek, wajah penuh luka hanya karena ingin makan sesuatu sebagai
pengganjal perut. Hal tak terduga adalah dia seperti mengalami permasalahan
gangguan mental. Apa Tuhan sengaja mempertunjukkan sesuatu di depanku hari ini?
Memesan satu porsi makan buatnya merupakan langkah pertama…
“Makanlah!”
berkata-kata selembut mungkin.
Dia
makan sangat lahap sambil menggaruk-garuk kepalanya sendiri. “Ada setan”
menunjuk sesuatu pada sudut jalan tidak jauh dari tempat kami duduk sekarang.
Tikus jalan lagi berkeliaran dikatakan setan. Lumayan sebagai bahan penghiburan
malam sekarang. Membawa pulang ke rumah memang keputusan terbaik dan memang
itulah yang harus terjadi.
“Mami…”
Moza berlari kecil menuju garasi mobil.
“Kenapa
mami pulang lama?” Moza sedikit kesal.
“Mami
terjebak macet”
“Dia
siapa mi?” Moza menunjuk pria dekil di sampingku.
“Setan
terbang” teriak pria tersebut.
“Apa
mami lihat setan juga?” Moza terlihat ketakutan…
“Itu
nyamuk bukan setan” segala jenis binatang di bilang setan… Membawa pria itu
masuk, kemudian mencoba membersihkan tubuh dekilnya. Menyuruh Loan memandikan
dia sampai benar-benar bersih. Kebetulan mereka berdua sama-sama pria jadi
tidak masalah.
“Setan
harus di bunuh” pria itu segera berlari menarik sandal Loan kemudian memukul
cicak yang lagi merayap sekitar dinding.
“Mami,
kenapa uncle itu ngomong setan terus?” Moza.
“Mana
Setan?” semua penghuni rumah berlari keluar kamar sambil membungkus diri
memakai selimut.
“Tidak
boleh takut setan” Gadi menjadi pemimpin barisan mereka seperti biasa.
“Masuk
kamar semua!” tangan mendorong mereka memasuki kamar sambil beberapa
mengarahkan juga.
“Nama
uncle siapa? Pertanyaan Moza menatap pria yang masih bermain memukul dinding
memakai sandal jepit Loan.
“Siapa
namaku?” seperti kebingungan mencari namanya sendiri.
“Lebih
parah dari ka’Nata” Moza menepuk jidat…
“Moza
besok harus sekolah kan? Jadi bobo sana!” kalimat ibu Malia tiba-tiba berjalan
ke hadapan kami. Sosok ibu yang selalu sabar menghadapi semua anggota penghuni
rumah.
“Betul
kata ibu, jadi Moza waktunya bobo” tersenyum menatap Moza.
“Moza
juga penasaran mau tahu nama uncle, gimana sih” rasa kesal Moza berjalan menuju
kamar. Menyuruh Loan tidur sekamar bersama pria tersebut demi keamanan bersama
agar tidak membuat keributan di tempat Gadi.
Selama
beberapa hari pria itu terus saja bertanya tentang siapa namanya. Berjalan
bolak-balik menggigit bajunya sendiri dengan bulu lebat yang hampir memenuhi
wajahnya. “Siapa namaku?” bertanya pada dirinya sendiri.
Berusaha
membuat dia cukup tenang sehingga tidak lagi berlari-lari memukul dinding
karena menganggap cicak sebagai setan rumah. “Mau tahu namamu?” pancingku
membawa dia pada sebuah kursi.
“Siapa
namaku?” pertanyaannya.
“Sekarang
namamu adalah…” ujarku terpotong.
“Siapa?”
“Farand”
menjawab ucapannya.
“Berarti
kau seseorang yang menyenangkan” melanjutkan lagi kalimat tadi. Dia butuh waktu
untuk pulih, entah dalam jangka pendek ataupun panjang. Kemungkinan satu
masalah paling menyakitkan membuatnya tidak lagi mengenal siapa orang
sekitarnya. Sorotan mata Farand berkata seakan ada sesuatu yang hilang.
Bagian
4…
Rutinitas
hidup tetap berjalan dan tidak perubahan sedikitpun. Menjalani pekerjaan
sebagai seorang psikolog, namun melarang keras klienku berjalan mencari alamat
tempat tinggalku. Pertemuan hanya akan terjadi sebatas di klinik bukan rumah.
Saya dan Livia bekerja sama menjalankan proses operasi satu klinik. Jadi dengan
kata lain kami berdua mempunyai peran penting di tempat ini.
“Masuk”
menjawab setelah mendengar ketukan pintu dari luar. Tentu hanya klien atau staf
dapat melakukan hal semacam ini mana mungkin Livia…
Seorang
wanita seperti sudah berusia kepala tiga berjalan masuk memakai pakaian terusan
ke bawah. “Mungkin ada yang bisa saya bantu” memulai percakapan setelah
mempersilahkan dia duduk pada sebuah kursi.
“Saya
Risa berperan sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga dengan satu anak
berusia 3 tahun.”
Depresi
berat memang terpampang jelas memenuhi wajahnya. Mulai mengungkapkan segala
masalah yang sedang dihadapi sekarang. Sang suami bekerja sebagai salah satu
manager perusahaan, sedangkan dia sendiri menjadi salah satu pegawai
pemerintah. Secara logika hidup mereka dapat dikatakan lebih dari kata cukup
bagi pemikiran semua orang. Semua itu tidak berlaku ketika mendengar cerita
tentang permasalahan selalu saja berkekurangan bahkan memiliki hutang
kiri-kanan. Anak hanya satu saja dengan beban biaya kebutuhan belum masuk dalam
kategori pendidikan.
“Suami
manager perusahaan, saya juga pegawai pemerintah golongan lumayan tinggi, anak
Cuma satu tapi menjadi pertanyaan kami berdua selalu depresi menghadapi masalah
keuangan rumah…” Risa mengeluarkan semua masalah dalam dirinya.
“Apa
yang salah dengan kehidupan kami?” sekali lagi bertanya.
“Keluarkan
semuanya…” kalimatku.
“Perasaanku
berkata kalau saya tidak terlalu membelanjakan apa-apa tetapi tiba-tiba saja
dalam sekejap uang di tangan lenyap bukan karena dicuri dan entah kemana…”
Risa.
Wajahnya
terlihat kacau, bingung, sulit berpikir, lebih parah lagi harus mengonsumsi
obat penenang setiap malam minimal membuat dia terlelap tanpa harus berpikir
panjang. Permasalahan seperti ini memang sering terjadi di kalangan masyarakat.
Pandangan mata dapat menipu semua orang jika melihat hanya dari luar semata. Gaji
berkapasitas tinggi memang tidak menjamin semua kebutuhan dapat tercukupi,
sementara gaji rendah selamanya juga tidak menjamin seseorang hidup kekurangan.
Apa yang salah?
“Dalam
satu pengajaran agama tertentu mengatakan bahwa bukan masalah besar kecilnya
pendapatan gaji terhadap kehidupan, melainkan apakah diberkati atau tidak.
Pendapatan sebesar apapun akan tetap berkekurangan karena dicuri oleh belalang
pelahap. Bagaimanapun kecilnya gaji seseorang juga akan tetap berkecukupan
kalau istilah diberkati ada pada jalur hidupnya.” Mencoba menjelaskan sekaligus
mengutip pernyataan yang memang sulit diterima oleh logika manusia seseorang.
Saya tidak membawa nama agama disini, hanya saja pengajaran seperti ini dapat
berlaku umum bagi siapa saja…
“Belalang
pelahap itu apa maksudnya?” ucapan Risa memperlihatkan raut wajah bingung.
“Bisa
bercerita tentang kehilangan, pencurian, semua uang lari ke biaya berobat
karena salah satu anggota keluarga sakit, atau objek-objek lain yang dalam
sekejap melenyapkan pendapatan untuk sebulan.”
“Berarti
pendapatan kami dimainkan oleh belalang pelahap?” Risa.
“Saya
juga tidak katakan kalau setiap pendapatan lebih selalu dimainkan oleh belalang
pelahap sampai selalu merasa kekurangan terus-menerus. Bisa jadi gaya hidup
boros, selalu melihat rumput tetangga lebih hijau dibanding milik sendiri,
mendengar apa kata orang sampai menghancurkan diri sendiri untuk satu kasus
keuangan dalam bentuk jalur salah, ingin hidup seperti artis dengan masalah
persaingan produk brand ternama, dan lain sebagainya.”
“Kenapa
orang dengan gaji kecil dapat hidup berkecukupan sesuai pernyataan tadi? Risa.
“Jawabannya
simple karena orang tersebut tidak ingin terlihat berkeluh kesah, melontarkan
bahasa-bahasa menghancurkan jalannya sendiri, kemungkinan mereka suka memberi
dalam kekurangan walaupun dikatakan hidupnya penuh pergumulan beban biaya
hidup, dan paling berperan adalah bersyukur sekaligus mendoakan hasil jerih
lelahnya di hadapan Tuhan agar cukup digunakan untuk sebulan.”
“Memberi
dalam kekurangan? Terdengar aneh, saya saja benar-benar kesulitan karena
pengelolahan pendapatan lantas bagaimana cerita?” Risa…
“Memberi
karena kelebihan itu biasa, tetapi memberi dalam kekurangan merupakan hal luar
biasa sekaligus menjadi penguji terkuat hidup seseorang. Hanya saja jangan juga
dimanfaatkan oleh oknum tertentu di luar sana, jadi harus tahu membedakan kedua
jalur tadi.”
“Apa
yang harus saya lakukan?” Risa.
“Belajar
mengoreksi hidup masing-masing, berkomitmen untuk tahu pengelolahan keuangan
tanpa harus saling menutupi satu sama lain, jangan pernah mengeluh, belajarlah
membawa/ mendoakan tiap pendapatan di hadapan Tuhan sebelum digunakan, dan…”
“Dan
memberi dalam kekurangan maksud ucapan anda?” Risa.
“Seperti
itulah. Terkadang saya pun tidak lulus untuk kasus seperti ini tetapi jalan
hidup harus mencoba dan mencoba sampai terdapat kata menang sedang bercerita di
dalamnya.” Ejek saja hidupku sebagai salah satu penceramah bukan seorang
psikolog lagi…terdengar lucu menjelaskan objek semacam ini terhadap salah satu
klien.
Kasus
masalah keuangan mempunyai jenis perbedaan masing-masing bagi perjalanan hidup
banyak orang di luar sana. Beberapa klien menjatuhkan air mata bahkan sejak
awal sampai akhir curahan hati mereka tetap saja isak tangis lebih berkuasa.
Depresi berat hingga melenyapkan nyawa sendiri alias bunuh diri sebagian besar
terjadi dalam kehidupan banyak orang. Pada dasarnya uang memang selalu saja
berkuasa sekaligus menjadi neraka bagi hidup sendiri, inilah kenyataan hidup…
Setiap
sekali seminggu Risa datang mengunjungi klinik untuk menceritakan setiap hal
yang sedang terjadi dan bagaimana harus menjalani semua itu. Menjadi pendengar
setia tanpa rasa bosan sama sekali merupakan ciri khas terbaik yang harus
dimiliki oleh seorang psikolog. Memberikan beberapa terapi serta solusi masalah
klien pun tidak pernah luput untuk bidang semacam ini.
“Mi,
hari ini punya waktu?” Moza membawa boneka bear lucu berjalan masuk dalam
dekapanku.
“Memang
Moza mau buat apa hari ini?”
“Kan
tanggal merah mi, jadi Moza mau jalan seharian” Moza.
“Astaga,
mami lupa kalau ternyata sekarang tanggal merah.”
“Gimana
sih” cetus Moza.
“Ngomong-ngomong
boneka bearnya lucu” ujarku.
“Cute
seperti Moza, mi” Moza.
“Dapat
dari mana?” tanyaku.
“Kemarin
itu uncle lari keluar rumah alias hilang…” Moza.
“Uncle
siapa?”
“Siapa
lagi kalau bukan uncle Farand” Moza.
“Lantas”
mendadak panik mendengar nada tersebut.
“Tenang mi karena unclenya sudah kembali tidur di
kamar” Moza.
“Terus?”
tidak mengerti…
“Moza
bantu ka’Loan nyarriin uncle, terus ketemu di jalan lagi pegang boneka bear”
Moza.
“Dapat
dari mana? Jangan-jangan boneka curian?” kalimatku membalas…
“Kami
berkeliling bertanya kiri kanan termasuk toko boneka terdekat apa merasa
kecurian atau kehilangan boneka, tapi jawabannya tidak sama sekali” Loan
tiba-tiba masuk dalam percakapan kami berdua.
“Lantas
dia tiba-tiba menghilang lalu memegang boneka bear besar?” ungkapku…
“Entahlah…”
Loan.
“Kenapa
di tangan Moza?” tanyaku lagi.
“Setan
dinding…” teriak Farand seketika mengalihkan sekaligus mengagetkan kami.
Itulah
Farand selalu saja menganggap binatang bentuk apapun sebagai setan.
Jangan-jangan dia mengalami permasalahan kejiwaan karena berkaitan langsung
dengan salah satu jenis hewan. “Mi, sepertinya Moza harus terus berjaga di
samping izzy mulai dari sekarang” ucapan Moza terdengar lucu.
“Memang
izzy harus segitunya di samping Moza?” tawaku ingin segera meledak.
“Uncle
Farand bisa saja membunuh izzy karena dikira setan” jawaban Moza.
Moza
memiliki seekor anak anjing kecil yang selalu menemani hari-harinya. Dia
berlari memakai tubuh mungilnya mencari izzy di beberapa ruang dalam rumah.
“Mi, jangan-jangan izzy sudah mati” tangis Moza pecah makin tidak karuan
berlari masuk ke kamar.
“Moza
harus tenang” berusaha menenangkan Moza.
“Anjing
Moza bukan setan, kenapa uncle Farand jahat gitu” ucapan Moza di sela-sela
tangisan kerasnya.
“Izzy
masih hidup Cuma ga tau dimana gitu..”
“Izzy
masih kecil biarpun sedikit hitam tapi tetap cute mi” cetus Moza.
“Moza
berhenti nangis dong!” berkata-kata sambil menghapus air mata Moza.
“Izzy
kan kecil, polos, lugu seperti Moza” terus saja meratap…
“Berhenti
nangis! Kita cari Izzy sama-sama” segera menggendong tubuh mungil Moza.
Berjam-jam
hanya digunakan untuk mencari Izzy di rumah termasuk jalan-jalan di luar sana.
Hal terkacau adalah Moza makin histeris menangis memikirkan anjing kecilnya
sekarang. Selama ini izzy tidak pernah hilang sekalipun. Acara menghabiskan
waktu liburan batal pada akhirnya. Rasa lelah mencari tetapi tidak menemukan
hasil. Seluruh penghuni rumah sejak tadi ribut mencari keberadaan anjing
kecilnya. Jalan terbaik adalah membuat laporan kehilangan sekaligus keputusan
akhir sebelum akhirnya kami berjalan pulang ke rumah.
“Tuhan,
kalaupun izzy mati setidaknya bawah ke hadapan Moza” tangis Moza.
“Belum
tentu juga izzy mati” ucapan penghiburan bagi gadis kecil di sampingku.
“Tuhan
dengar doaku, Moza mau lihat mayat izzy” Moza.
“Berhenti
nangis! Cepat turun, kita sudah sampai” membuka pintu mobil di samping.
Moza
berusaha turun dengan wajah lesuh tanpa semangat. Berjalan lambat menuju
halaman rumah hanya demi menenangkan diri. “Izzy…” teriak Moza tidak
mempercayai pemandangan di depannya sekarang. bagaimana tidak? Seluruh wajah
anjing kecilnya blepotan penuh es krim vanilla…
“Kenapa
ini bisa terjadi?” Moza sedikit bingung.
Farand
yang dikatakan sebagai pembunuh ternyata menemani izzy menikmati es krim.
Dimana dia mendapat…? “Uncle, kupikir kau melenyapkan nyawa izzy” Moza akhirnya
tersenyum juga.
“Setan
ada di sana” Farand segera berlari menunjuk seekor ayam kecil milik tetangga.
“Itu
bukan setan uncle tapi ayam tetangga” Moza menghalangi langkah Farand.
Kulkas
berisi es krim habis ludes karena perbuatan Farand. Entah dari mana kunci
pembuka di dapat olehnya. Seluruh penghuni rumah bisa berteriak kacau jika
terlihat oleh mereka. Sebenarnya sih dapat dikatakan kalau es krim tersebut
diperuntukkan buat mereka juga, hanya saja perlu pembatasan dan diberikan tidak
tiap hari.
“Izzy
hampir pingsan karena suara galak tetangga” bisik Moza ke telinga Farand.
“Pada
hal, Moza mau lihat izzy perbaiki keturunan ma anjing paling cakep sedunia”
Moza melanjutkan ucapannya tanpa harus berbisik kembali.
“Jadi
izzy harus hidup dan ga boleh mati di tangan tetangga galak” lanjut ucapan
Moza.
“Izzy
bukan setan” Farand menunjuk Izzy.
“Izzy
kan jelek uncle jadi kalau besar harus bisa perbaiki keturunan, understand?”
Moza. Perutku sakit akibat tertawa melihat ulah Moza si’gadis mungil. Air mata
juga tangisannya menghilang karena menemukan kembali anjing kecilnya. Dunia
gadis kecil memang beda dengan anak-anak lain di luar sana.
Dia
bisa menenangkan Nata ataupun yang lain setiap kali berteriak di kamar,
walaupun dikatakan semua itu mustahil terjadi. Jenis pemikiran gadis kecil
mempunyai cara sendiri mengatasi beberapa anggota rumah. “Mi, mau roti”
memberikan kotak bekalnya.
Pagi-pagi
sekali Moza berjalan menuju dapur minta beberapa potong roti sebagai bekal
makan siang di sekolah. “Cepat amat anak mami bangun”…
“Moza
mau ke sekolah pagi-pagi” jawaban Moza.
“Buat?”
ujarku…
“Nara
mau kenalin anjingnya ke Moza” jawaban polos gadis kecil.
“Kan
bisa pulang sekolah” balasku.
“Tidak
bisa mi” Moza.
“Memang
harus yah pagi ini?”
“Anjingnya
Nara itu mau jalan-jalan dulu di luar negeri, lama baru balik” Moza.
“Kan
izzy bisa kenalan ma anjingnya Nara, siapa tahu jodoh kalau besar” sambung Moza.
“Izzy
masih terlalu kecil Moza.”
“Mi,
anjing Nara itu bule jadi izzy bisa perbaiki keturunan kalau besar” Moza. Anak
sekecil itu sudah mengenal istilah perbaikan keturunan segala macam…
Bagian
5…
Sejenak
perut sakit karena tertawa melihat ulah Moza pagi-pagi buta. Menjadi
pertanyaan, siapa yang mengajarkan anak sekecil itu tentang kalimat ingin
memperbaiki keturunan? Dia masih terlalu kecil untuk memahami maupun pencernaan
beberapa objek hidup. “Zana…” satu suara menghentikan tanganku meneguk
secangkir kopi pada salah satu tempat tidak jauh dari lokasi klinik.
“Makin
cantik” senyum seseorang seakan ingin mengembalikan ingatan masa lalu.
“Mau
apa kemari?” kata-kata semacam ini menandakan satu permasalahan kekecewaan
terhadap dirinya di masa lalu. Kau hanya bagian kemarin dan tidak akan pernah
bercerita tentang masa depanku kelak. Zana jalani hidupmu bersama kisah baru
tanpa melihat ke belakang.
Sekian
lama penderitaan hidup terus berjalan sampai segala sesuatu dalam ceritaku
hanya berkata-kata tentang luka dan air mata. Tuhan, jangan sampai saya menjadi
manusia pembenci tetapi juga tidak ingin terus terikat terhadap dia di masa lalu.
“Zana, bagaimana kabarmu?” ucapan mengerikan terdengar memenuhi gendang
pendengaran.
“Seperti
yang kau lihat lebih dari kata baik” balasan sedikit sinis. Mengambil tas
kemudian berjalan meninggalkan dirinya. Dia pantas dikatakan manusia iblis
secara logika pemikiranku pribadi. Tanpa rasa berdosa menampakkan batang
hidungnya di depanku setelah sekian tahun berjalan. Dia tidak pernah tahu
bagaimana rasanya ditertawakan, dipermalukan, terkucilkan, mendapat hinaan,
kehilangan, kebencian semua orang, sulit menjalani hidup, seperti manusia idiot, fitnah, penderitaan, sulit
mendapat pekerjaan kiri-kanan, dan masih banyak lagi kekacauan paling
mengerikan selalu terjadi.
Saya
tidak akan pernah menjadi pengemis hanya demi manusia paling kejam sedunia. Tuhan,
buang setiap kemarahan dalam hidupku pribadi karena saya tahu semua itu akan
menghancurkan segala jalanku ke depan. Butuh waktu panjang menerima satu
kenyataan terpahit bahkan harus belajar memaafkan. Hal paling tersulit bagi
hidup adalah belajar memberi kata maaf setelah segala sesuatu yang terjadi.
Sampai saya harus mendengar ucapan-ucapan menyinggung depan orang banyak.
Kenapa seolah dengan sengaja menutup
segala…
“Zana
lupakan masa lalu” tersenyum sinis tanpa sengaja tangan mematahkan sebuah
pulpen di atas meja kerja.
“Wah
wah wah seorang psikolog tetapi mengalami gangguan juga” Livia sejak tadi
berdiri depan pintu memperhatikan pergerakanku.
“Mau
apa kesini?”
“Ada
klien sejak tadi mengetuk pintu tapi si’pemilik ruangan tidak mendengar” Livia.
Kehidupanku
memang patut menjadi bahan tertawaan banyak karena memiliki alur cerita aneh.
Mendapat sindiran setiap saat depan banyak orang dalam satu ruangan, pada hal
mereka tidak pernah tahu bagaimana saya bergumul tentang beban hidup. Andai
kata kalian harus menjalani apa yang sedang kulalui? Begitu mudah menyatakan
satu kalimat tanpa pernah berpikir sesuatu. Wajar ucapan orang tersebut depan
banyak orang, kenapa? Karena sejak masih dalam kandungan dirinya sudah
dikelilingi baby sister, jadi sampai detik sekarang kehidupan misikin
sedetikpun tidak pernah dirasakan. Lah kakeknya tinggal di luar negeri dengan
kekayaan berlimpah.
“Andaikan,
dia datang menjelaskan sesuatu mungkin nasibku tidak sekacau ini” berkata-kata
sendiri mengingat salah satu kejadian terkacau bagaimana seseorang menyindir
sekaligus menyerang memakai … depan banyak orang.
“Mengerikan…”
menertawakan diri sendiri. Buat saya melupakan semua kisah masa lalu paling suram
dalam kehidupanku, Tuhan. Amarah, kebencian, kekecewaan, dendam hanya akan
menghancurkan masa depan sekaligus segala sesuatu dalam hidupku. Ajarkan
jalanku tentang pintu maaf walaupun dikatakan membutuhkan proses paling
tersulit termasuk terhadap seseorang yang sedang kuharapkan datang menjelaskan
sesuatu hal, namun tidak pernah ada…
“Memberi
maaf boleh saja, tapi memberi kesempatan tidak akan pernah” Semua hanya masa
kemarin bukan ceritaku hari ini dan esok.
Saya
pasti bisa melewati masa tersulit sekali lagi dalam hidupku pribadi. Nitzana
berarti mekar bahkan tidak akan pernah layu walaupun selalu saja jalan harus berhadapan
dengan lembah kelam. “Mi, sejak tadi uncle mengintip di situ” bisik Moza
memberi isyarat.
“Uncle?”
“Uncle
Farand” Moza menarik tanganku menuju sebuah lemari tidak jauh dari ruang makan
tempat kami duduk.
“Farand
kenapa sembunyi seperti itu?” mengelus lembut rambutnya.
“Membunuh
setan” jawaban Farand seperti biasa. Mengajak pria tersebut menuju meja makan
disertai beberapa menu makanan rumahan di atas. Wajar mengintip seperti tadi,
perutnya kelaparan…
Mengangkat
tubuh Moza dalam tidur lelapnya setelah bermain seharian dalam satu ruang kamar
tempat kami menghabiskan banyak kebahagiaan. Meninggalkan Farand menghabiskan
makanannya sendirian, sementara yang lain sudah berada di alam mimpi seperti
Moza. Tidak menutup kemungkinan jika pria itu dapat kembali pada kehidupan
normal suatu hari kelak. Selalu saja menganggap segala hewan adalah setan
terkecuali izzy anak anjing kesayangan Moza.
“Mungkin
alur cerita hidupmu masih jauh lebih buruk dibanding kisahku” berkata-kata
terhadap Farand setelah kembali ke meja tersebut.
“Terkadang
saya merasa kalau penderitaanku jauh melebihi siapapun, tetapi saat itu Tuhan
datang menunjukkan beberapa kisah termasuk hidupmu” tersenyum di hadapannya.
Farand terus memasukkan seluruh makanan ke mulutnya…
Ada
saat dimana rasa lelah terus saja menyerang, namun tiba-tiba saja Tuhan
menunjukkan sesuatu terhadap saya pada satu kumpulan ibadah kecil. Di sana
seseorang bersaksi tentang wanita tua harus menjalani perjalanan terpahit dalam
hidupnya. Suami wanita itu menderita lumpuh tidak bisa jalan dan kedua anaknya
cacat. Salah satu anaknya mengalami permasalahan gangguan kejiwaan. Dalam
keadaan terluka, seakan kata amarah terhadap Tuhan tidak terlontar bahkan masih
bisa menolong orang-orang di sekitarnya. Hidup berkekurangan itulah kisah sang
wanita tua tadi bersama kisah nyata yang sedang mempermainkan jalannya.
Sekarang
di hadapanku berdiri Farand juga banyak anggota rumah dengan penyakit yang
sama. “Saya tidak tahu kisahmu, tapi apapun itu tentu menyakitkan” memberi
senyum terbaik.
“Tunggu
sebentar!” berlari mencari sesuatu. Setelah menemukan apa yang kuinginkan
kemudian berjalan kembali ke hadapan Farand.
“Sepertinya
wajahmu hanya penuh bulu, jadi terlihat tua” baru menyadari sesuatu…
Mencoba
menghilangkan seluruh bulu jenggot yang sedang memenuhi wajahnya. Memangkas
habis rambutnya biar terlihat lebih rapi dengan suasana malam makin larut. “Selesai…”
penuh semangat berucap memberikan sebuah cermin.
“Ini
siapa?” pertanyaan terbodoh Farand.
“Ini
Farand” menjawab pertanyaannya.
“Lebih
cakep dibanding model holywood” melanjutkan ucapan lagi.
“Bukan
setan” kebiasaan Farand.
“Sepertinya
saya pernah melihat wajahmu tapi dimana yah?” mencoba mengingat sesuatu.
“Setan
di dinding” teriak Farand berlari, beruntung saja Gadi tidak terbangun akibat
ulahnya.
“Sudah
malam, pergi tidur sana!” dia mulai mengerti sekaligus mendengar apa yang di
ucapkan ke arahnya.
Membutuhkan
proses berbeda-beda menghadapi kasus-kasus penyakit seperti ini. Minimal, hari-hari
kemarin beberapa dari mereka sembuh total bahkan dapat mengejar mimpinya dan
melanjutkan kehidupan. Obat pemberian dokter psikiatri hanya berperan sebagai
penenang, tetapi tidak bercerita tentang pemulihan terlebih kesembuhan secara
total. Pada dasarnya membutuhkan tingkat kesabaran lebih dari pemikiran semua
orang untuk berhadapan dengan mereka.
Doa,
kasih sayang, perhatian,dan iman menjadi pondasi utama bagi kesembuhan mereka
dengan diagnosa gangguan mental/ kejiwaan. Andaikan kau seorang ibu ataupun
ayah harus menghadapi nasib sang anak karena cacat gangguan mental, jadilah
kuat menatap hari esok. Bukan tidak mungkin penyakit seperti ini tidak bisa
disembuhkan, hanya membutuhkan titik kesabaran dan bagaimana caramu menjerit di
hadapan Tuhan.
“Zana…”
untuk kedua kalinya dia datang ke hadapanku tanpa rasa berdosa. Rasa malu
seperti menghilang begitu saja dalam diri manusia bengis semacam Hagan. Di mana
dia menyadari letak keberadaan saya sekarang? Beruntung saja Moza tidak ikut
bersama saya sekarang guna belanja bulanan pada salah satu pusat perbelanjaan
terdekat.
“Kau
hanya masa lalu” berucap menatap ke arahnya.
“Masa
lalu buatmu tapi tidak buatku” balasan manusia tanpa dosa yang tiba-tiba saja
menampakkan diri kembali.
“Bertahun-tahun
lamanya menunggu? Kau bisa merasakan bagaimana rasa sakit mendapat sindiran
seseorang depan ratusan bahkan ribuan orang? Terkucilkan, hinaan, miskin, sulit
bekerja, dan segala jenis hidup terkacau selalu saja menyerang…” berucap di
hadapannya.
“Zana”
Hagan.
“Minimal
kau datang menjelaskan sesuatu di depanku. Kalaupun perasaanmu sama sekali
tidak ada, buatku itu tidak masalah karena pasti Tuhan mengirimkan seseorang yang
jauh lebih baik di luar sana, tapi tidak pernah sama sekali.”
“Maaf…”
Hagan.
“Sejak
dulu saya sudah belajar memberi maaf tapi tidak lebih dari itu. Kau tidak
pernah tahu rasanya kehilangan, seenaknya semua orang mengucapkan kata-kata
kasar, bahkan segala sesuatu yang mengerikan selalu saja menghancurkan hidup.
Sebenarnya hatimu itu bercerita tentang manusia atau iblis?”
Jalan
hidupku sekarang jauh berbeda dengan hari kemarin. Saya benci permainan drama
kiri kanan dari semua orang. “Lupakan kehidupanku jauh lebih baik sama seperti
saya belajar melupakan semuanya” suara hati berbisik di tengah keramaian.
Jalanku pasti mempunyai cerita terbaik bagi seseorang di luar sana suatu hari
kelak. Kemarin dan hari ini air mata bisa saja mengalir karena perlakuan tidak
adil dari orang sekitar, tapi kelak Tuhan akan menjadi pembela terbaik buatku.
Bertahun-tahun
menjalani hidup menyedihkan bahkan selalu saja menjadi bahan ejekan banyak
orang. Menantikan seseorang untuk datang menolongku, ternyata saya terlihat
menyedihkan mengharapkan sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Setahun dua
tahun mungkin saya tutup mata, tapi ini bercerita tentang penantian
bertahun-tahun seperti orang idiot. Perjalanan hidupku memang patut ditertawakan
kiri kanan…
“Beberapa
hari belakangan kau terus saja melamun” Livia sejak tadi berdiri lama tepat di
depan meja kerjaku.
“Sejak
kapan masuk?” tegurku.
“Sejak
nenek moyangmu belum lahir” Livia.
“Bahan
gurauanmu bisa juga” sedikit tertawa.
“Za,
bisakah kau berbagi masalahmu walaupun itu hanya sedikit saja” Livia menatap
serius ke arahku sekarang.
“Dia
datang menampakkan wajahnya” ujarku.
“Siapa?”
Livia.
“Pria
itu…” menjawab Livia.
“Maksudmu
manusia yang selalu saja diam seribu bahasa di suatu tempat tanpa pernah ingin
tahu bagaimana rasanya penderitaanmu dan terus saja berjalan dari tahun ke
tahun?” Livia, sedang saya hanya menganggukkan kepala.
“Saya
tidak ingin tinggal di masa lalu lagi” tangisku pecah seketika…
“Bagaimanapun
kau berhak menentukan jalan hidupmu bukan orang itu atau siapapun yang hanya
tahu memberimu pernyataan-pernyataan negative” Livia.
Saya
berhak menentukan jalan hidup sendiri dan seorangpun tidak akan pernah bisa
menghancurkan semua itu. Menikmati sesuatu di hadapanku sekarang jauh lebih
baik dibanding kembali mengingat bahkan terikat akan satu kisah masa lalu.
Tuhan pasti mempersiapkan cerita terbaik buatku lebih dari dari bayangan
siapapun. Kata membenci, kecewa, marah, sakit hati, memori masa pahit harus
lenyap karena semua itu menghancurkan kehidupan sendiri.
Tuhan,
kisahku memiliki irama terbaik dengan caraMU yang unik tanpa terpikirkan sama
sekali. “Moza lapar mi” wajah cemberut Moza bangun tengah malam mencari
makanan.
“Paling
tidak, si’Kecil menjadi penghibur terbaik melewati jalan-jalan melelahkan”
berkata-kata di dasar hati sambil mendekap gadis kecilku.
“Lambung
Moza terbuat dari apa sih? Lapar terus” membuat gurauan.
“Mami
jangan meledek Moza” cetus Moza.
“Kalau
gitu ke dapur sekarang” menggendong tubuh mungil Moza.
“Mi,
itu suara apaan di sana?” Moza memberi isyarat agar pelan-pelan sambil mencari
arah suara tersebut berasal. Mata gadis kecil terbelalak melihat kelakuan
Farand berada di dapur tengah malam seperti ini.
“Bunuh
setan” Farand berlari-lari menepuk nyamuk…
“Uncle
jangan berisik!” tegur Moza.
“Uncle mau makan masakan mami?” senyum Moza.
Farand diam beberapa saat melihat ke arahku. Tiba-tiba saja menganggukkan
kepala pertanda setuju untuk ajakan tersebut. Makan mie instan tengah malam
bolehlah asal tidak sering-sering saja bagi anak semacam Moza. “Enak…” semangat
Farand melahap makanan di hadapannya.
Bagian
6…
Menyibukkan
diri melalui rutinitas hidup setiap hari menjadi penghibur tersendiri.
Menjalani pekerjaan sebagai salah satu psikolog memang tidak mudah, kenapa?
Masalah beban hidupku sendiri jauh lebih berat dibanding para klien dengan
segala keluh kesahnya. “Zana kan” tiba-tiba seorang wanita datang menegur
menyebut namaku pada salah satu pusat kebugaran…
“Maaf,
apa kita pernah bertemu sebelumnya?” masih belum mengenal wanita di depanku.
“Nitzana
tidak salah lagi” suaranya menjadi pusat perhatian orang di sekitar.
“Siapa
yah?” masih belum mengingat apa-apa.
“Ini
saya Fadia tetangga jurusan waktu kuliah” balasnya.
“Fadia
si’kurus, kacamata besar, rambut kuncir dua…ga salah?” terbelalak…
“Yah
betul sekali” penuh semangat menjawab. Saya hampir tidak percaya penampilan
teman kuliahku sekarang berubah drastis seperti bukan dia.
“Perubahan
360°” menatap tanpa mengedipkan mata sama sekali. Dia terlihat seksi, cantik,
lebih dari kata sempurna di mata para pria tentunya. Bagaimana bisa terjadi? Dirinya
tidak lagi bercerita akan hal semacam itu. Kami berdua kembali mengenang
kisah-kisah masa kuliah dan bagaimana ditertawakan oleh orang banyak hanya
karena permasalahan penampilan semata.
“Mau
makan? Biar saya yang traktir” tawaran menyenangkan.
“Dengan
senang hati” menjawab Fadia.
Mencari
restoran terdekat setelah meninggalkan gedung pusat kebugaran tempat kami
menghabiskan sebagian waktu hari ini. Fadia melanjutkan pendidikan medisnya
sebagai seorang dokter spesialis bedah di luar negeri. Sekarang dia kembali ke
Negara tempat asalnya, namun dengan perubahan drastic dan tidak lagi menjadi
manusia cupu. Hidup siapa yang akan menyangka? Kami berdua menjadi sangat akrab
kemarin setelah pertemuan dua manusia cupu sekitar perpustakaan kampus…
“Kau
sudah menikah?” pertanyaanku di sela-sela menikmati steak…
“Saya
sendiri pusing…” Fadia.
“Maksudnya?”
terdengar lucu ucapan tadi…
“My
dad menjodohkan saya dengan salah satu pengusaha terkenal di Negara ini, tapi
ujung ceritanya menyedihkan” Fadia.
“Menyedihkan
bagaimana?”
“Dia
tiba-tiba mendadak mengalami gangguan kejiwaan bahkan sampai mendapat perawatan
rumah sakit, paling parah lagi sampai semua media meliput pemberitaannya” Fadia.
“Jadi
acara tunangan kalian batal dong?”
“100%
batal, pada hal dia kan cinta pertama saya sejak dulu jauh sebelum kami berdua
dijodohkan seperti ini” Fadia.
“Kenapa
tidak mendampingi dia sampai pulih?”
“Karena
malu jadi daddy membatalkan sepihak perjodohan kami” Fadia.
“Jelek
amat kasusmu” tertawa mendengar curhatannya…
“Kau
sendiri bagaimana? Fadia.
“Seperti
yang kau lihat”
“Memangnya
tipe pria yang ingin kau dijadikan suami seperti apa sih?” Fadia.
“Saya
menyukai cowok dengan kepribadian berbeda dari orang lain di sekitarnya. Ketika
memasuki rumah tangga kelak ada banyak hal yang dapat kami lakukan…”
“Kepribadian
bagaimana?” Fadia.
“Saya
tidak ingin pasangan yang hanya berpikir tentang seks semata walaupun pondasi
terkuat rumah tangga ada pada kata tersebut.” Ada banyak hal yang bisa
dilakukan bahkan menjadi moment paling menyenangkan ketika berhadapan dengan
pasangan. Saat berada di atas ranjang dia dapat menunjukkan cara lain
mengungkapkan rasa cinta entah melalui curhatan, membuat sebuah bahan lelucon,
berdoa, bermain kartu tanpa harus selalu bercerita akan peran seks harus
dimainkan…
Melakukan
kegiatan-kegiatan rumah seperti membersihkan, memasak, mengajarkan sesuatu hal
menarik terhadap sang buah hati dengan cara berbeda dari orang lain merupakan
harapanku kelak. Seks memang berperan dalam menjalani bahtera rumah tangga dan
semua itu tidak dapat disangkal tetapi jangan jadikan focus utama dalam
keluarga. Saya juga tidak menginginkan pasangan sendiri berselingkuh akibat
rasa tidak puas akan permasalahan seksual… hanya saja pasanganku harus memahami
objek-objek paling menyenangkan untuk membuat banyak memory keluarga lebih dari
kata seks.
“Andaikan
pria di hadapanku hanya berpikiran seks semata, jauh lebih baik jika dirinya
mengejar wanita-wanita hot dengan penampilan fantastis sekaligus merangsang
tanpa rasa malu memamerkan segala jenis lekuk tubuh ketika berada di dunia
medsos, dibanding bertahan berdiri di depanku…” menjelaskan sesuatu terhadap
teman lama.
“Zaman
sekarang pria memang lebih senang hal semacam ini kan?” Fadia.
“Saya
percaya Tuhan pasti mengirim seseorang yang terbaik sesuai yang kumau sekaligus
bisa perbaikan keturunanlah, gimana sih” pernyataan luar biasa…
“Berarti
kau juga menyukai cowok keren gitu maksudnya?” Fadia.
“Wajah
bisa digunakan untuk perbaikan keturunan” jawaban cukup manis menurutku.
“Wow
luar biasa” Fadia.
“Bagaimana
denganmu? Ingin mencari pengganti atau bertahan?” pertanyaanku.
“Entahlah,
lagian saya serba salah buat jalan apa lagi umur juga sudah terlalu tua kalau
masih mau jalani kehidupan bebas” Fadia.
“Kita
berdua lucu yah” ungkapan terhadapnya.
“Kau
sih enak memiliki Moza, sedang saya…?” Fadia.
Dia
memang menyadari keberadaan Moza karena kami masih sempat bertemu beberapa
tahun lalu sebelum keberangkatannya keluar negeri. Hari ini saya dan Fadia
dipertemukan kembali secara tidak sengaja pada salah satu pusat kebugaran. Siapa
yang menyangka sahabat lama dengan peran paling tercupu, kini mengalami
perubahan drastis. Beberapa hari belakangan dia banyak menghubungi setelah
pertemuan kemarin.
Mengajak
reunian bersama beberapa teman kampus menjadi hal paling favorite buatnya.
Mencari kesibukan luar hanya untuk melupakan masa perjodohan sekaligus
kekacauan berita akibat sang pria mendadak mengalami gangguan kejiwaan. “Btw,
kau kan seorang psikolog kuharap…” ucapan Fadia di sela-sela meneguk segelas
jus tempat biasa kami menghabiskan wakktu bersama.
“Kuharap
apa?”
“Kuharap
kau bisa membantu sepupuku yang lagi depresi berat” Fadia.
“Memang
sepupumu lagi bermasalah?”
“Saya
pikir kasus hidupku paling terkacau, tapi ternyata dugaanku salah, seperti yang
saya katakan tadi kalau sepupuku jauh lebih menyedihkan” Fadia.
“Lebih
sadis dari sang calon tunangan mendadak mengalami kejiwaan sampai harus
dilarikan ke rumah sakit bahkan lebih kacau lagi seluruh media meliput?”
sindirku.
“Yah
begitulah…” Fadia mengangguk.
“Kalau
begitu bawah saja dia ke klinik kami besok.”
“Kau
memang sahabat terbaik” Fadia.
“Masalah
sepupumu itu seperti apa?” satu pertanyaan buatnya.
“Biar
dia sendiri menjelaskan esok” wajah Fadia seakan sulit berkata-kata untuk
memulai awal cerita.
Fadia
seakan kacau bahkan tidak dapat berkata-kata akan situasi sepupunya sendiri.
Memiliki situasi sedikit tersulit membuatnya wanita itu benar-benar berada
dalam ruang deperesi terparah. “Duduklah!” mengambil sebuah kursi terhadap
wanita yang baru saja berjalan masuk. Fadia memberi isyarat meninggalkan kami
berdua dan hanya berdiri sebatas depan pintu ruangan. Jika diperhatikan dari
segi wajah, gadis ini masih berusia dua puluhan…
“Ka’Fa
mana? Kenapa harus ninggalin Zahlee sendirian disini?” ternyata nama gadis ini
Zahlee…
“Mungkin
ka’Fa lagi ada keperluan” menjawab pertanyaan gadis tersebut.
Sekitar
tiga puluh menit semenjak datang, dia hanya bertanya tentang sekali tanpa
berkata-kata lagi. Kelopak mata cekung, tatapan penuh nada kebencian, tubuh
kurus menggambarkan situasi Zahlee saat ini. “Jadikan saya sahabatmu walaupun
kita baru bertemu” mencoba memulai dialog antara kami.
“Memang
apa yang bisa dilakukan sahabat sepertimu?” Zahlee.
“Menjadi
pendengar setia mungkin” menjawab tanpa basa basi.
“Hanya
itu?” Zahlee.
“Mungkin
saya tidak bisa mengerti beban hidupmu, tapi setidaknya saya ingin kau berbagi
beban hidup denganku.”
“Berbagi
beban hidup? Lupakan…” Zahlee. Tepat dugaanku kalau dia sulit menjelaskan apa
yang terjadi terhadap siapapun termasuk sepupunya sendiri terlebih orang asing.
Kami terdiam cukup lama setelah jawaban lantang dari gadis itu. Memberi waktu
merupakan cara terbaik…
“Ka’Fa
sengaja menjebak biar saya berada di tempat seperti ini, tapi semua itu tidak
akan membuat saya menceritakan segalanya…” Zahlee segera berdiri dan ingin
melangkah keluar dari ruangan.
“Seorang
sahabat menaruh kasih setiap waktu, menjadi seorang saudara dalam kesukaran.
Saya selalu siap mendengar ceritamu seandainya kau berubah pikiran” membuat
langkah Zahlee terhenti seketika.
“Kenapa?”
Zahlee.
“Karena
saya ingin menjadi sahabatmu, ngerti?” sedikit memberi penekanan. Dia terus
saja berjalan keluar meninggalkan ruangan.
Beberapa hari kemudian, Zahlee tiba-tiba saja
berjalan memasuki klinik lebih tepatnya berdiri di hadapanku sekarang. Butuh
waktu untuk percaya tentang makna sahabat yang hanya ingin merasakan beban
hidupnya…
“Lupakan
saya seorang psikolog, lihat saya sebagai sahabat” entah mengapa rasa ingin
mendekap gadis di depanku jauh lebih kuat bermain. Tuhan, tentu masalah
hidupnya jauh lebih berat dibanding apa yang selalu saja terjadi dalam hidupku.
“Apa
tawaran kakak masih berlaku?” Zahlee mulai menangis dalam dekapanku…
“Tentu
saja” menjawab pertanyaannya.
“Saya
hamil 4 bulan karena ulah...” Tidak seorangpun menyadari beban hidupnya
termasuk keluarga terdekat. Hamil akibat pemerkosaan brutal oleh sekelompok
orang menghancurkan masa depannya. Ketakutan, depresi, trauma, marah, kebencian
menjadi kalimat terbaik untuk menggambarkan hidup Zahlee sekarang. Dijebak pada
salah satu kegiatan kampus berujung malapetaka. Wajah para pemerkosa tidak
dapat dilihat olehnya karena ruang di tempat kejadian sangat gelap. Dia sendiri
tidak berani bercerita sepatah katapun terhadap anggota keluarga sendiri.
Berniat
menggugurkan kandungannya adalah jalan pintas untuk penyelesaian masalah
menurut pemikirannya sendiri. Siapa sih yang ingin menjadi bahan tertawaan
banyak orang karena mengalami satu kejadian pahit? “Kenapa harus Zahlee? Kenapa
Tuhan membiarkan Zahlee diperlakukan bengis sama mereka?” Dia benar-benar marah
terhadap sang pencipta.
“Zahlee
malu menjalani hidup” terus saja menangis…
Terkadang
saya berpikir masalahku terlalu mengerikan, namun sebaliknya untuk kesekian
kali Tuhan memperlihatkan tentang tangisan penderitaan seseorang jauh lebih
menyakitkan. “Zahlee boleh nangis sepuas hati kalau itu bisa meringankan beban
hidupmu” membawa gadis itu masuk dalam dekapanku. Dia butuh dekapan hangat
sekaligus peranan sahabat di sampingnya.
“Perempuan
bagai telur diujung tanduk, sekali pecah seolah tak bernilai sama sekali”
menyodorkan selembar kertas putih berisi gambar telur jatuh dan pecah.
“Zahlee
sekarang tidak ada bedanya dengan telur pecah ini kan?” Zahlee.
“Manusia
bisa berkata telur yang sudah pecah tidak akan pernah kembali menjadi bulat,
tetapi buatku telur itu masih bisa memberi sebuah nilai…” menatap lembut ke
arahnya.
“Berarti
Zahlee masih mempunyai satu nilai begitu maksud kakak?” Zahlee.
“Yah
seperti itulah” mengangguk kepala…
“Telur
utuh merupakan symbol virginitas seorang gadis, lantas pecah begitu saja sisi
nilainya ada dimana?” Zahlee.
“Mamaku
selalu mengajar kehidupan saya pribadi agar tetap bernilai walaupun dikatakan
kategori wajah tidak masuk hitungan standar kecantikan bagi dunia” ujarku.
“Terus
kalau seperti hidupku bagaimana?” Zahlee.
“Mamaku
juga selalu menjadikan symbol telur yang sedang berada diujung tanduk sebagai
gambaran virginitas seorang gadis, kalau pecah berarti tidak bernilai sama
sekali dan karena itu harus benar-benar berada pada area paling tepat”
berkata-kata kembali.
“Kakak
tadi katakan telur pecah masih mempunyai nilai, lah sekarang cerita beda seperti menghancurkan sisi
hidupku…” Zahlee.
“Itu
kata mamaku bersama kalimat bijak beliau biar jalur hidupku pribadi masih tetap
pada area lingkaran kehendak Tuhan. Tapi untuk kasus yang sedang kau jalani,
semua itu tidak berlaku” menjawab pertanyaan gadis itu.
“Memang
telur pecah bisa dibuat apa?” Zahlee.
“Zaman
dulu putih telur digunakan sebagai salah satu bahan perekat bangunan artinya
tetap memiliki satu keistimewaan. Satu lagi, kulit telur memiliki fungsi
lstimewa dalam standar kecantikan para wanita loh…”
“Standar
kecantikan?” Zahlee.
“Kulit
telur dapat diolah sebagai serbuk bedak bahkan kulit Nampak halus setelah
pemakaian melalui satu proses tertentu. Selain itu, bisa juga dibuat menjadi
beberapa kerajinan industry seperti perabot rumah atau hiasan-hiasan tertentu
bahkan menjadi salah satu bahan bagi seniman untuk menorehkan satu karya.”
“Bagaimana
dengan anak dalam Rahim Zahlee?” berpikir harus menjalani hidup bersama anak
hasil pemerkosaan paling kejam…
“Zahlee
ingin membunuh benih menjijikkan dalam Rahim yang terus saja makin berkembang
tanpa merasa berdosa sedikitpun” dia terus saja memukul perutnya hingga
tangisnya kembali histeris memecah dinding ruang.
“Kalau
kau membunuh janin dalam kandunganmu berarti semakin menghancurkan hidup
sendiri, sama saja kau kalah terhadap masalahmu sekarang bahkan jauh lebih
kejam dibanding mereka yang berperan sebagai pemerkosa.” Walaupun bagi
pemikiran orang banyak diluar sana jika semua itu tidak adil, kenapa? Karena
korban pemerkosaan harus rela menjalani penderitaan berlipat-lipat ganda dengan
kehadiran seorang bayi yang tidak pernah diinginkan sama sekali.
“Semua
orang akan menertawakan, lebih parah lagi karena para pemerkosa meninggalkan bekas pada Rahim Zahlee” dia
makin menangis histeris.
“Janin
dalam rahimmu juga seorang manusia bukan hewan. Buktikan pada mereka kalau kau
seorang yang kuat bahkan selalu menjadi pemenang jauh melebihi pemikiran semua
orang, walaupun dikatakan semua itu terlalu sulit dijalani.” Apa yang saya
ucapkan merupakan kata-kata bijak terbaik bukan karena tidak memiliki rasa
belas kasihan sama sekali terhadap sang korban pemerkosaan.
“Zahlee
tidak mampu menjalani hidup seperti ini” Zahlee.
“Belajar
membuktikan tentang satu kekuatan ditengah penderitaan memang sulit, setidaknya
kau harus mencoba.” Tidak mudah menjalani situasi seperti kehidupan gadis
seperti Zahlee. Membawa dia ke beberapa tempat hanya sekedar memperlihatkan
sisi kebahagiaan sekaligus membuatnya terhibur hanya demi melupakan masalahnya
sendiri.
Bagian
7…
Kasus
seperti Zahlee memang butuh waktu untuk kembali menjalani hidup normal bahkan
dapat dikatakan akan membekas sampai kapanpun sisi hidupnya. Membunuh janin
hasil pemerkosaan bukan jalan keluar penyelesaian masalah. Di beberapa Negara
melegalkan masalah aboorsi terlebih jika janin tersebut merupakan hasil
pemerkosaan seseorang di luar sana. Janin juga manusia dan bukan hewan yang
dengan mudahnya dibunuh tanpa rasa berdosa setitikpun dalam bentuk alasan apa pun.
Ada banyak dokter seperti mengamuk besar bahkan menyerang pemerintah andaikan
perubahan peraturan baru tentang aborsi menjadi non illegal terlebih
Negara-negara bebas.
Kejadian
terbaru adalah sebuah Negara bagian di satu Negara besar membuat peraturan
tentang hukum pidana permasalahan aborsi. Hampir sebagian besar dokter marah
dan tidak bisa menerima peraturan tersebut. Andaikan saya ada di hadapan mereka
semua, rasa-rasanya ingin memberikan satu pertanyaan, “Kalian dokter atau
binatang seolah tidak memiliki karakter belas kasih terhadap ciptaan Tuhan yang
juga mempunyai hak melihat dunia?” Binatang saja memiliki rasa sayang cukup
besar, bagaimana dengan manusia?
Minimal,
mengurangi seks bebas kalau ada peraturan seperti ini juga kan. Tentu mereka
berpikir berhubungan seks karena takut terjadi pembuahan, jadi saya rasa
peraturan seperti ini bisa menghancurkan karakter menjijikkan seperti itu. Kembali
pada permasalahan Zahlee tentang perjalanan hidupnya yang masih panjang.
Mencoba menjelaskan akan beban dia saat ini terhadap anggota keluarga termasuk
Fadia. Mereka semua shock mendengar tentang apa yang sedang menimpa Zahlee.
Tetap berada di samping gadis itu menjadi kekuatan tersendiri buatnya.
Janin
dalam kandungan Zahlee mempunyai kehidupan sama seperti Moza. Tidak seorangpun
pernah menduga kisah hidup gadis kecilku terlahir ke dunia karena perbuatan
bejat… Moza yang kukenal jauh lebih kuat dibanding apapun ketika mengingat
bagaimana pertarungan hebat melawan maut di hari pertama tubuhnya melihat
dunia.
Flashback…
“Dokter,
selamatkan dia” menangis histeris memohon terhadap seseorang yang sedang
mengenakan pakaian putih…
“Kami
akan berusaha semaksimal mungkin,” kata-kata sang dokter berusaha membantu saya
berdiri. Tubuh seorang bayi mungil harus menjalani berbagai penanganan medis.
Apakah gadis kecil akan terbangun? Berada dalam ruang incubator dipenuhi segala
jenis selang dengan mata harus terbungkus oleh lapisan kain putih. Bayi mungil
memiliki berat bobot jauh dibawah standar normal karena belum cukup bulan.
Berat badannya hanya 1.600 gram, sementara berat bayi lahir normal sekitar
2.500- 4.000 gram.
“Kau
harus hidup,?” berkata-kata menatap ke arah tubuh mungil sang bayi.
Jari
mungilnya memegang penuh jari telunjuk kiriku penuh kehangatan. “Kau seperti
air mancur terlihat indah, menyejukkan hati, terus mengalir dalam ruang hidup…”
tersenyum melihat ke arah tubuh mungil dalam sebuah ruang incubator.
“Moza
menjadi nama dengan kesan paling menarik di tiap gendang pendengaran semua
orang” berucap kembali…
Flashback…
Gadis
kecilku dapat membuktikan betapa kuat dirinya untuk melewati satu alur cerita
mencengangkan dalam hidupnya. Siapa yang menyangka bayi primatur dengan bobot
berat rendah selalu terlihat menggemaskan bersama anjing kesayangannya. “Izzy
harus perbaiki keturunan kalau sudah besar, ngerti?” ucapan terpolos setiap bermain
bersama Izzy.
Seorang
pria tua tiba-tiba saja memberi seekor bayi anjing imut di depan pintu
supermarket tidak jauh dari gerbang sekolahnya. Hari itu sekaligus bertepatan
dengan hari ulang tahunnya bahkan menganggap jika izzy adalah kado istimewa.
“Tuhan, jangan biarkan izzy sakit” tiba-tiba saja berdoa dengan wajah sedih.
“Moza
sayang izzy biarpun wajahnya sedikit jelek, tapi kan kalau besar bisa perbaiki
keturunan dengan seekor anjing paling manis, Tuhan.” Haruskah saya tertawa
mendengar doa anak kecil seperti Moza. Antara sedih dan merasa lucu melihat
gaya gadis kecil hanya karena anjing kesayangannya lagi tidak mood buat makan
hari ini.
“Moza,
anak mami sudah selesai doanya?” pertanyaan membuat dia terkejut…
“Sejak
kapan mami duduk di samping Moza?” pertanyaan balik Moza.
“Baru
saja” jawaban buatnya.
“Izzy
lagi sedih, tidak mood, malas makan, terus wajahnya juga sangat sedih, mi”
wajah sedih Moza terpancar.
“Kenapa
bisa?”
“Mana
Moza tau mi,” Moza merasa kesal mendapat pertanyaan aneh…
“Moza
ko jawabnya gitu?”
“Habis
mami nyebelin” rasa kesal Moza.
“Sepertinya
izzy ngambek masalahnya kemarin Moza makan es krim sendirian” menggoda gadis
kecil di sampingku.
Hal
tak terduga, tiba-tiba saja Farand datang menyodorkan es krim rasa vanilla ke
hadapan izzy. Tubuh mungil anjing kecil kembali bersemangat dengan gonggongan
suara terdengar cute. “Lain kali Moza jangan makan sendirian, lah kalau begini
kan izzy bisa mengamuk seperti tadi” berkata-kata lagi menatap wajah polos
gadis kecil.
“Moza
menyesal izzy, jangan ngambek seperti tadi lagi” tangan mungil Moza mengelus
tubuh anjing kesayangannya.
“Uncle
Farand memang ngerti perasaan izzy yah” ucapanku sambil tersenyum ke arah
Farand.
Pria
di hadapan kami mulai mengalami perubahan sedikit demi sedikit. Saya percaya
suatu hari kelak Farand dapat kembali pulih juga menjalani kehidupan normal
lagi. “Saya tidak tahu masalahmu seperti apa, tapi Tuhan tentu punya cara
paling menarik membuatmu pulih” merangkul hangat Farand.
“Ada
setan di sana” Farand segera melepas tangannya berlari mengejar seekor kecoa.
Hidup
memiliki kisah alur berbeda sama seperti mereka yang sekarang berada di
rumahku. Seorang psikolog bersama kehidupan tak biasa itulah diriku sekarang. Terkadang
saya harus menyiapkan beberapa cara sebagai bahan terapi ketika berhadapan
dengan para klien. Di klinik dapat dikatakan saya berperan sebagai psikolog,
namun ketika berada di rumah suara hati berkata tentang objek lain jauh
melebihi peranan sebelumnya.
“Hari
ini dapat digunakan untuk menghabiskan waktu menikmati pemandangan sebuah danau
setelah bekerja beberapa jam di klinik” berucap sendiri.
“Zana,
seorang klien menelepon memintamu bertemu di sekitar pinggiran danau sekarang
juga” Livia masuk tanpa mengetuk dan memberikan pekerjaan lagi…
“Kenapa
juga tidak datang langsung ke klinik besok?” sedikit kesal.
“Jadi
kau mau saya membatalkan?” Livia mulai menekan sebuah nomor pada layar ponsel
miliknya.
“Biarkan
saja,” menarik tas bersama kunci mobil kemudian berjalan keluar…
Lumayan
juga kagum melihat pemandangan danau di depanku sekarang setelah memarkir mobil
pada satu tempat. Minimal dapat dijadikan sebagai bahan refreshing. Sambil
menyelam minum air, kenapa tidak? Mencoba menghubungi sebuah nomor untuk
pertemuan antara saya dan klien. Menurut petunjuk pesan WA, klien ada di
sekitar sini…
“Anda
ibu Zana kan?” seorang gadis manis berpakaian casual tiba-tiba berbicara.
Dia
terlihat santai menikmati suasana danau dengan kacamata hitam berada di atas
kepalanya. Jika diperhatikan raut wajahnya tak menampakkan masalah apapun.
Berlari mengejar barisan itik sambil tertawa membuatku sedikit ragu. “Saya
klien anda sekarang” tersenyum manis memainkan air sekitar pinggiran danau.
“Kau
hanya ingin bermain kan?” entah mengapa saya melontarkan pernyataan ini.
“Ayo
duduklah! Nikmati saja pemandangan di sini dulu baru bercerita” ucapannya.
Selama
sejam kami berdua duduk manis menikmati keindahan danau. Sekali-sekali berdiri
bermain air ataupun mengejar barisan bebek lucu tidak jauh dari tempat kami
duduk. Entah mengapa secara kebetulan juga suasana di sini begitu sepi
pengunjung, mungkin bukan hari libur. Hanya tertawa memercikkan air sampai
bajupun ikut basah pada jam berikutnya. “Saya tidak punya waktu bermain”
memulai pembicaraan.
“Temani
saya bermain” gadis itu menyiram saya dengan air. Sepertinya kami berdua
sekarang lagi bermain air sampai pakaian basah semua. Terpaksa harus membeli
sepasang pakaian di pinggir jalan bahkan harus berganti dari pada masuk angin.
“Hari
menyenangkan bukan ibu?” dia tersenyum ke arahku setelah berganti pakaian.
“Jangan
panggil saya ibu terlalu tua” cetusku.
“Kalau
begitu kakak, okey?” menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.
“Siapa
namamu?” setelah menikmati pemandangan bersama dan sekarang baru bertanya
tentang nama sang klien.
“Nama
saya Rae artinya polos” menjawab sambil menyodorkan segelas kopi cup panas ke
tanganku. Jika diperhatikan dia memang benar-benar polos seperti anak kecil…
“Kok
bisa yah orang tuamu memberi nama seperti itu?” buat pemikiran saya sekarang
arti namanya itu terkesan lucu.
“Ka’Zana,
ayo duduk di bawah pohon sana sambil menikmati angin sejuk! Kebetulan Rae
membawa bekal buat kita berdua” menarik tanganku yang pada akhirnya kami bedua
kembali menikmati suasana danau lagi.
“Ini
sangat enak” memasukkan beberapa sendok makan ke mulutku.
“Ka’Zana
suka?” dia bertanya kembali, sedang saya hanya mengangguk. Bekal yang di bawah
olehnya memang enak…
“Btw,
sepertinya kau tidak punya masalah apapun?” ucapan memancing buatnya.
“Siapa
bilang? Justru karena punya masalah makanya membayar seorang psikolog biar
menemani saya sepanjang hari” Rae menjawab spontan. Terkadang hidup seseorang
hanya butuh teman penghibur seperti sekarang tanpa harus menceritakan semua
masalahnya, tapi itu membuat dia bahagia dan jauh lebih baik. Penanganan kasus
seperti ini memang jarang terjadi bahkan sang klien hanya ingin mencari
seseorang sebagai pendengar setia walaupun dikatakan tidak melakukan apapun
dengan solusi terbaik.
“Lantas?”
ucapanku.
“Temani
saya saja selama seminggu untuk menikmati pemandangan di sini!” Rae.
“Memang
hanya itu saja yang harus saya kerjakan?” bertanya lagi.
“Ka’Zana
please” Rae memasang wajah memohon.
“Di
jam sore bukan siang seperti sekarang” mengajukan persyaratan.
“Rae
maunya dari siang sampai sore” Rae.
“Baiklah”
menjawab setelah berpikir setengah jam.
Hari
berikutnya adalah kami berdua berlari kesana kemari sekitar bibir pantai di
siang bolong. Rae ingin menikmati suasana pantai jadi pergantian tempat
dilakukan. Menulis beberapa symbol lucu di atas pasir sambil tertawa keras.
Saya belum pernah merasa tertawa lepas seperti sekarang seumur hidup. Seakan
Tuhan memakai dia untuk mengajari saya tertawa lepas. Sebenarnya siapa yang
sedang bermasalah? Saya atau gadis ini? seolah ingin menertawakan diri sendiri.
Beberapa hari belakangan terus berada di sampingnya melakukan banyak hal
seperti bermain game, duduk di bawah pohon, berlari sekitar bibir pantai,
bermain air di bawah air terjun, dan berlari mengejar barisan bebek di tepi danau
sampai kaki kami akhirnya lelah.
“Btw,
Ka’Zana pernah menyukai milik orang lain?” astaga Tuhan, pertanyaan ini terdengar
lucu. Saya pikir masalah Rae seputar sesuatu hal paling sulit dan ternyata
dugaanku meleset…
“Memang
masalahmu sekarang menyukai milik orang lain? Tanya balik lagi.
“Entahlah”
menjawab bersama senyum termanis seakan tidak pernah terlihat mengalami rasa
stress karena satu masalah.
“Saya
juga pernah diperhadapkan masalah sepertimu bahkan beberapa bulan lagi terjadi
pernikahan” menyodorkan sebuah permen lollipop. Kami berdua seperti anak kecil
selalu melakukan hal-hal kekanakkan termasuk menikmati permen-permen dan masih
banyak lagi.
“Kupikir
masalahku benar-benar memalukan yah, ternyata Rae punya saingan” gadis itu
tertawa lebar karena terkesan lucu.
“Kakak
lebih kacau lagi karena beberapa kali harus diperhadapkan dengan kasus sama
yaitu milik orang lain” berkata-kata kembali. Entah kenapa juga selalu saja
kisah sama terulang lagi sampai rasanya saya ingin menertawakan sinis kehidupan
sendiri. Menjadi pertanyaan, kasus yang sama menyatakan kata menang atau
sebaliknya gagal total? Tidak mudah menjalani objek semacam ini dan benar-benar
hal tersebut merupakan pergumulan terberat di antara sekian banyak beban hidup
sedang membungkus.
“Saya
benar-benar tidak tahu kalau dia sudah menjadi milik orang lain” gadis polos
sedang menundukkan kepala.
“Rasanya
menyakitkan pasti, tapi anggap saja sebagai bahan penghiburan semata yang
sedang berjalan untuk membuat hidup punya warna” ucapan terkacau terhadapnya.
“Ka’Zana
ngaco punya warna gimana kalau begitu?” Rae.
“Selama
Rae masih belum diapa-apakan dalam artian ujung rambut sampai ujung kaki tetap
terjaga, berpikir waras saja…”
“Tentulah
Rae dijamin perawan 100% dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tuhan jauhkan
hal-hal buruk dari kehidupanku dan jangan sampai Rae khilaf atau dijahati oleh
orang di luar sana…” wajar namanya Rae memang kenyataan dirinya polos bersama
ucapan semacam ini.
“Kau
terlihat lucu” pertama kali buatku berhadapan dengan klien seperti dirinya.
“Btw,
ka’Zana bisa cerita lagi memory kemarin tentang milik orang lain?” Rae.
“Berawal
dari sekedar mencari perhatian berujung cerita kacau akibat permainan kehidupan. Hukum tabur tuai tentu terjadi
andaikan saya merampas milik orang lain. Bisa saja suatu hari kelak
pasangankupun akan dirampas oleh gadis lain seiring berjalannya waktu atau
mungkin kisah mantan masih tetap menjadi dilema saat-saat tertentu.” Inilah
penjelasan terkacau mengenang memory kemarin.
“Jadi
ka’Zana bertahan?” Rae.
“Saya
berpikir lagi, andaikan menjadi wanita yang sebentar lagi menikah seakan
dipermalukan karena pihak pria membatalkan sepihak tentu jauh lebih
menyakitkan. Kesimpulan cerita adalah kalau saya tetap mencoba berlari meraih
milik orang lain berarti hidup mengalami kelumpuhan total.”
“Ka’Zana
memilih?” Rae.
“Saya
berjuang untuk menang walaupun dikatakan umur menjadi masalah terbesar buatku
pribadi. Pada kenyataan, terkadang Tuhan mengizinkan masalah seperti ini
terjadi dan 100% memang benar-benar ujian terberat karena beberapa factor.
Satupun anggota keluargaku sama sekali tidak menyadari masalah yang sedang saya
hadapi” penjelasan terpanjang bagi gadis di sampingku sekarang.
“Sengaja
melakukan hal-hal seperti tidak memiliki etika sama sekali menjadi objek paling
berperan untuk menyelesaikan masalah” melanjutkan kembali ucapanku.
“Kenapa
yah masalah seperti ini harus terjadi?” Rae.
“Walaupun
dikatakan telah memiliki pasangan, terkadang sebagian besar pria bahkan dapat
dikatakan hampir keseluruhan mempunyai kebahagiaan/kenikmatan/kebanggaan
tersendiri untuk menjadi penakluk lawan jenisnya.” Ceramah sedikit panjang
memang juga terdengar sedikit…
“Kebanggaan
tapi menghancurkan…” Rae.
“Inilah
kenyataan yang sebenarnya terjadi. Objek terburuk lain lagi adalah terjebak di
antara permainan sendiri. Beberapa dari mereka hanyut dengan kisah tragis di
ujung cerita.”
“Mengerikan”
Rae.
“Kekacauan
lebih parah lagi kalau ternyata si’gadis polos berhasil masuk jebakan, apa lagi
kalau dikatakan sudah hamil di luar nikah” menggeleng-geleng kepala sendiri.
“Sadis”
Rae.
“Karena
itulah Rae sebagai perempuan harus benar-benar banyak berdoa, minimal Tuhan
tetap menjaga dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kata khilaf itu pasti akan
selalu menjebak hidup seseorang terlebih kalau pria di depan mata benar-benar
perfect.” Terlalu munafik untuk berkata air liur tidak akan pernah meleleh
menyaksikan satu pemandangan mahluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Jebol semua
pertahanan karena kata sempurna.
Pada
dasarnya bahan ujian terbesar seseorang baik yang belum menikah terlebih berada
dalam satu ikatan pernikahan adalah kesetiaan. Ada begitu banyak celah dapat
tertawa lebar hanya untuk sebuah jebakan. Kata bertahan hanya pada satu
pasangan semata memang menjadi beban pergumulan terberat. Mungkin sebagian
besar orang di luar sana hanya menganggap angin lewat tentang proses setia,
namun lukisan definisi kata tersebut mempunyai proses bersama jebakan terberat
siap menghadang. Tentu seseorang tidak akan bertahan melihat seorang saja
andaikan hal tersebut bukan kekuatan Tuhan.
“Rae
akan menganggap memory kemarin sebagai bahan penghiburan semata” Rae.
“Seperti
menyenangkan untuk menari di dalam ombak sekarang ini” menarik tangan Rae
membawa dirinya berlari masuk ke tengah ombak pantai. Tertawa dan membiarkan
pakaian kami basah kuyup terkena air.
“Ka’Zana
selfie denganku sekarang terus upload biar cari perhatian gitu di medsos”
segera menyalakan kamera android miliknya.
“Itu
sama saja memancing atau mungkin cowok yang kau suka akan berpikir kalau masih
ingin mengejar dirinya” berucap lagi…
“Biarkan
saja. Lah saya selfie seperti ini memang hobi dan karena sesuatu hal juga” Rae.
“Sesuatu
itu boleh dijabarkan?” menatap ke arahnya.
“Rae
percaya di suatu tempat tersembunyi ada cowok terbaik dengan kualitas jauh dari
perkiraan sedang menatap wajahku. Tuhan punya cara yang ajaib menyatakan
sesuatu yang tidak terpikirkan sama sekali untuk diberikan buatku” Rae.
“Wow…”
tertawa melihat gaya selfie Rae.
“Tuhan
punya cara paling ajaib untuk menyatakan satu cerita terbaik dan melukis namaku
di hati seorang pria berkualitas suatu hari kelak” Rae.
“Amin”
membalas ucapan Rae.
“Kelak
Tuhan pasti berkata kalau pria berkualitas itu hanya milikku seorang dan bukan
milik siapa-siapa dengan cerita unik di dalamnya, ini iman kepercayaan seorang
Rae si’gadis polos” Rae.
“Cerita
sekarang hanya bahan proses dan ujian, apakah belajar untuk menang atau kalah
total bahkan membuat iblis tertawa lebar…” ucapanku terhadapnya lagi.
Pengalaman kemarin memang satu beban terberat sekaligus ujian terbesar sama
seperti kisah Rae.
“Ka’Zana,
ayo tuliskan namamu di sini” Rae berlari menuju satu batu karang besar tidak
jauh dari bibir pantai tempat kami bermain dengan ombak.
Pertama
kali bermain kejar-kejaran bersama seorang klien di tepi ombak. Menikmati
suasana dermaga sambil menyaksikan bagaimana matahari terbenam di sebelah
barat. Pengalaman luar biasa beberapa hari belakangan bersama si’gadis polos
seperti Rae. Sejak saat itu kami berdua menjadi sahabat dekat untuk berbagi
cerita. Entah karena mempunyai pengalaman sama kemarin sampai saya benar-benar
menyukai dirinya.
“Ka’Zana
terima kasih buat semuanya” Rae memeluk tubuhku.
“Mungkin
kemarin saya benar-benar merasa dipermalukan, tapi hari ini saya menganggap
kalau semua itu hanya warna-warna hidup sebagai bahan penghiburan untuk
dikenang kelak” semangat Rae melanjutkan berkata-kata lagi.
“Ada
banyak cerita lain menjadikan keindahan tersendiri dalam perjalanan dan bukan
hanya berkata-kata tentang lawan jenis, walaupun dikatakan itu sangat penting.
Hati harus bersabar menunggu waktu Tuhan dengan senyuman seorang pria
berkualitas bahkan tidak pernah terpikirkan sama sekali diberikan.” Inilah nada
ceramah biarpun membuat banyak orang di luar sana mengantuk mendengar atau
membaca.
Bagian
8…
Berpikir
tentang petualangan kemarin bersama Rae menjadi kenangan tak terlupakan.
Berawal dari hanya sekedar berperan sebagai klien sampai membuat satu alur
cerita persahabatan di ujung cerita. “Apa saya sedikit mengganggu?” suara tidak
asing bergerumu di sekitar pendengaran. Siapa yang menyangka olahraga sepeda
hari libur begini akan terusik oleh seseorang. Kenapa juga dia tidak pernah
bosan berdiri di hadapanku? Masalah muncul lagi sepertinya…
“Suasana
pagi cerah memang menyenangkan buat bersepeda” senyum pria kacau.
“Minggir
kalau masih ingin hidup!” berujar sinis.
“Galak
amat” Hagan seakan tak memperdulikan semua itu.
“Lupakan
semua memory kemarin, ngerti” menyerang Hagan.
“Saya
tidak akan pernah menyerah meraih kembali jemari tanganmu” teriakan Hagan
menjadi perhatian orang banyak.
“Kau
tidak mungkin berhasil karena itu masa lalu” membalas ucapannya kemudian segera
menghilang…
Saya
masih waras untuk berjalan menikmati kebahagiaanku sendiri. Masa lalu tidak
dapat menghancurkan hidupku dan tidak akan pernah sekalipun. Memiliki Moza memberi
kebahagiaan tersendiri tanpa harus berputar ke sisi dunia lain. Ternyata tanpa
sadar Hagan mengejar sekaligus mengekor di belakang sepedaku sekarang. “Kau…”
menghentikan mengayuh sepeda.
“Kenapa
kau tidak pernah bisa memberi kesempatan kembali?” Hagan.
“Kau
tidak pernah merasakan bagaimana saya terus bertahan dalam penantian panjang
dan apa yang terjadi selanjutnya? Hanyalah kekecewaan semata” mendorong tubuh
Hagan ke tanah kemudian berlalu meninggalkan dirinya seorang diri.
Tiba-tiba
saja pandangan mataku dibawa Tuhan ke satu jalan besar hanya beberapa meter
dari tempatku berdiri. “Moza…” spontan kedua kaki segera berlari ke jalan
tempat gadis kecil berada bersama anak anjing kesayangannya. Tidak lagi
memperdulikan hal lain hanya berlari dan berlari secepat mungkin. Sebuah mobil
dengan kecepatan besar sedang berjalan ke arah sang gadis kecil. Mendorong
tubuh Moza sangat keras jauh dari jalan tersebut dan hal selanjutnya adalah…
“Mami…”
teriakan keras Moza sedang menggetarkan telinga.
“Mi
buka mata” tangisan histeris Moza terus saja menjalar.
“Jangan
tinggalin Moza sendiri” semua terlihat kabur dan gelap…
Sekali
lagi semua terasa sangat gelap tanpa setitik cahaya. Tuhan, apakah ini pertanda
saya akan berada di dunia lain jauh meninggalkan Moza. Benarkah jalanku
terhenti sekarang? Mata kepalaku sendiri menyaksikan bagaimana beberapa orang
sedang berpakaian medis berupaya menyelamatkan seseorang dalam sebuah ruangan.
Terkejut melihat kalau orang itu diriku sendiri sedang terbaring tanpa sadarkan
diri. Tiba-tiba saja sesuatu mendorongku untuk kembali masuk ke tubuh sendiri.
“Dimana
saya?” tersadar sesuatu.
“Mami
sudah bangun?” Moza berteriak.
“Dimana
saya? Kenapa saya tidak bisa melihat? Kenapa gelap?” terus bertanya.
“Mata
anda masih tertutup perban setelah mengalami luka cukup parah kemarin”
seseorang tiba-tiba datang memeriksa kondisi saya sekarang.
“Siapa
kamu?” bertanya lagi.
“Saya
dokter yang sedang menangani anda sekarang” menjawab pertanyaan…
“Tenang
mi” Moza berbisik lembut sambil mengusap rambut di kepalaku.
“Moza”
segera mengambil tangannya.
“Maafkan
Moza. Mami seperti ini karena Moza” gadis kecil menangis histeris seketika.
“Moza
tidak ada yang lukakan?” takut terjadi sesuatu sambil meraba-raba seluruh wajah
gadis kecil.
“Kenapa
mami terus saja mikirin Moza?” dia makin histeris menangis.
“Moza
dengan siapa?”
“Uncle
Farand” Moza. Hal tidak pernah kuduga kalau pria itu ternyata mempunyai rasa
belas kasih sama seperti manusia normal lainnya.
“Moza
makan” suara Farand…
“Uncle
sudah bisa menyebut nama Moza” rasa tidak percaya sang gadis kecil.
“Kami
pikir kau hanya memanggil setan semata kalau sudah lihat binatang berkeliaran”
tertawa meraba-raba tempat tidur.
“Mami
Moza makan” hal tak terduga Farand dapat berucap seperti ini, terlebih menyuap
makanan masuk ke mulutku sekarang.
“Terima
kasih” berucap terhadap Farand. Pertama kali dia memanggilku dengan sebutan
mami Moza bukan Zana terdengar lucu. Beberapa anggota rumah juga datang berjaga
seharian di rumah sakit. Nata pun terus berada di sampingku walaupun dikatakan
dirinya masih dalam proses pemulihan. Menangis histeris tidak ingin pulang ke
rumah membuat gadis remaja ini mencari segala cara agar tetap bertahan.
“Nata,
ayo pulang!” ibu Malia sedikit menggertak.
“Tidak
mau” Nata segera berlari ke memegang tiang tempat tidur…
Terus
saja menangis sampai seisi rumah sakit mendengar. “Biarkan saja dia tetap
tinggal denganku” segera meraba-raba mencari keberadaan Nata.
“Nata
itu berbeda dengan manusia normal lainnya, bagaimana kalau dia membuat masalah
di rumah sakit?” Ibu Malia sangat khawatir.
“Percaya
padaku” tersenyum hangat membalas ucapan ibu Malia pada akhirnya membuatnya
menyerah mendengat kalimat tersebut. Livia sendiri tidak pernah menyangka atas
apa yang sedang menimpa keadaanku sekarang. Sahabatku yang satu ini juga terus
berjaga sampai saya benar-benar dinyatakan pulih. Hal paling membahagiakan
adalah perban pada sepasang bola mataku akan segera dilepas setelah beberapa
hari mendapat perawatan. Hari yang paling kunantikan tiba juga pada akhirnya. Bisa
melakukan aktifitas seperti biasa lagi dan menatap cerahnya langit biru.
“Coba
buka mata anda perlahan-lahan!” perintah sang dokter.
“Kenapa
semuanya gelap dok?” berusaha mengucek mata beberapa menit kemudian.
“Semuanya
gelap…” Hari ini kisah hidupku benar-benar hancur seketika. Meraba-raba apa
yang saya temukan yang kemudian berakhir dengan teriakan histeris.
“Saya
buta” cerita terkacau sedang bermain pada kisahku.
“Zana
tenangkan dirimu” Livia mencoba mencoba menahan segala pergerakanku.
“Apa
kau tahu bagaimana rasanya?” menangis keras.
“Semua
gelap” berteriak sekali lagi.
“Sangat
gelap” terus saja memberontak…
“Pikirkan
Moza” sebuah tamparan keras mendarat pada wajahku seketika.
“Kau
berani menamparku?” berteriak terhadap Livia.
“Kalau
kau buta berarti hidupmu berakhir? Dimana Nitzana kemarin?” Livia.
“Saya
tidak akan bisa melihat lagi” tubuhku tersungkur ke lantai.
“Kau
bisa menghadapi semua klien dengan masalah cukup parah, bahkan rumahmu sampai
detik sekarang menjadi penampungan mereka dengan diagnose gangguan kejiwaan,
lantas sekarang…?” Livia.
“Tinggalkan
saya sendiri, sekarang!” rasa marah…
“Saya
pikir seorang Nitzana cukup kuat ternyata dugaanku salah” Livia.
“Pergi!”
berteriak memerintah Livia. Kehidupan saya hancur sekarang. Duniaku tidak lagi
bercerita tentang cahaya melainkan kegelapan tiap detiknya. Peristiwa
kecelakaan tersebut menghancurkan kehidupan hingga menyatakan kegelapan untuk
selama-lamanya. Bisakah Nitzana sang psikolog dapat berjalan dalam kegelapan?
Kata depresi benar-benar hidup bahkan memiliki akar kuat membungkus jalan
hidup. Mengurung diri merupakan objek terbaik buatku sekarang dibanding
mendengar penjelasan dokter maupun orang-orang di sekitarku.
Tidak
ingin keluar dari kamar, menangis berlarut-larut, mengunci pintu menjadi kisah
paling miris sedang terjadi. Semua penghuni rumah tidak lagi memperdengarkan
suara kegaduhan setelah peristiwa kemarin. Apa yang harus kulakukan sekarang? Tertawa
dalam kegelapan menciptakan kisah terkacau bagi jalanku pribadi. Saya butuh
waktu menerima rasa paling terpahit tiba-tiba saja mendekam membelenggu jiwa.
“Gelap
Tuhan…” berteriak tanpa sadar dalam tidurku.
“Semua
gara-gara Moza” rasa bersalah gadis kecil di luar pintu kamar. Semenjak
peristiwa tersebut, dia tidak lagi tidur
sekamar denganku. Ibu Malia maupun Livia menjadi teman tidurnya
sekarang.
“Izzy
juga sedih seperti Moza yah?” tangisnya pecah seketika. Tengah malam begini
sepertinya dia terus berjaga depan pintu kamar yang masih terkunci dengan
sangat baik.
“Tuhan,
kembalikan mami seperti dulu” terus saja menangis.
“Kenapa
mobil itu harus menabrak mami dan bukannya Moza?” lagi-lagi rasa suaranya
kembali memenuhi gendang pendengaran.
“Moza”
seperti suara Livia mengejutkan tubuh gadis kecil.
“Semua
karena Moza kan aunty sampai mami buta?” Moza.
“Zana,
apa kau senang sekarang membiarkan anakmu terus merasa bersalah seperti
sekarang? Psikolog rusak…” kesabaran Livia sudah hilang. Tangan dan kakinya
sekarang bermain ingin menghancurkan pintu kamarku. Tidak lagi memperdulikan
orang di sekitarnya terus berusaha menerobos masuk. Dia hanya memiliki cara seperti
ini karena kunci cadangan rumah letak keberadaannya tidak diketahui oleh
penghuni rumah selain saya seorang.
Seseorang
seperti sedang membantu Livia mendobrak pintu kamarku. Seolah saya tidak lagi
memperdulikan apa yang mereka lakukan di luar sana. “Puas membuat semua orang
menderita seperti ini?” Livia menggoncang tubuhku berulang kali setelah pintu
berhasil terbuka.
“Aunty
jangan sakiti mami” Moza berlari masuk mendekap tubuhku seketika.
“Mami
Moza sudah hilang ditelan bumi, ngerti?” Livia menarik Moza.
“Mami
tidak salah” Moza.
“Wanita
depan Moza sekarang bukan mami, tapi mayat hidup” Livia.
“Semua
salah Moza” sang gadis kecil berteriak seketika…
“Puas
membuat anak sekecil Moza harus merasa bersalah selama sisa hidupnya?” Livia.
“Tinggalkan
saya sendiri!” mengusir mereka keluar. Saya butuh waktu untuk berpikir jernih
tetapi tidak sekarang. Tetap mengurung diri merupakan jalan keluar masalahku
sekarang. membayangkan hidup harus berjalan dalam gelap menciptakan ketakutan
terberat tanpa ujung. Tuhan, jujur saya tidak ingin terus menjadi manusia
depresi seperti sekarang. Angkat tiap beban yang sedang berakar jauh melebihi
bayangan semua orang, Tuhan.
Menangis
keras tanpa henti membuatku hilang kendali terhadap hidup sendiri. Tidak lagi
berpikir bagaimana sang gadis kecil terus larut dalam rasa bersalah akibat
peristiwa kecelakaan beberapa waktu lalu. Hal paling mengejutkan adalah mereka
yang dikatakan mengalami gangguan kejiwaan dalam rumah tidak lagi
memperdengarkan suaranya. Seakan kerja sama yang baik satu sama lain
mengerjakan segala pekerjaan rumah.
“Makan!”
Gadi membawa sepiring bubur di samping tempat tidurku.
“Enak…”
Nata walaupun dikatakan tidak lagi mengenal dirinya, namun berjaga sepanjang
malam memberi kehangatan tanpa sadar setelah pintu kamar berhasil dibuka oleh
mereka.
“Tidak
makan berarti setan” Farand membuatku ingin tertawa lebar…
Semua
anggota rumah terus saja bergantian berjaga di sekitar kamarku tanpa rasa
lelah. Apa yang sedang kulakukan sekarang, Tuhan? Kegaduhan suara tidak lagi terdengar
seakan dapat merasakan apa yang kurasakan, walaupun dikatakan sebagian dari
mereka butuh perawatan lebih…
Sebenarnya
mereka atau saya yang sekarang benar-benar mengalami gangguan psikologis parah
bahkan terdengar menakutkan? Ingin menertawakan diri sendiri membayangkan semua
ini. Mereka terus berjaga di sekitarku berusaha menghilangkan tiap rasa sakit
dengan berbagai cara. Segala jenis kekonyolan membuat saya tersenyum seketika.
Hal terbodoh bagi manusia sepertiku adalah merasa seluruh hidup hancur tanpa
pernah peduli apapun.
“Mami
tersenyum…” Moza tersadar seketika.
Gadis
kecil terus saja dihantui rasa bersalah. Jujur, jauh di dasar hati saya tidak
pernah menyalahkan dirinya dan melempar ribuan pertanyaan tentang peristiwa
kecelakaan kemarin. Seorang Nitzana butuh waktu menerima kenyataan harus
berjalan dalam gelap sampai akhirnya mengurung diri sepanjang waktu. Rasa takut
bergantung terhadap kehidupan orang lain membuat saya tidak bisa berpikir
jernih.
“Tersenyum”
mereka semua serentak berucap secara mengejutkan.
“Ice
cream” Gadi memasukkan sesendok ice cream ke mulutku.
“Setan
hilang…” seperti biasa Farand berkata-kata tidak masuk akal. Teriakan, rasa
marah, mengurung diri, dan banyak hal menyatakan setan terus saja
bergentayangan menurut pemikiran pria tersebut.
“Kakak
Zana akhirnya kembali” suara Loan berkumandang.
“Zana
kembali juga” tidak di sangka Livia berada di tengah mereka hanya tidak
memperdengarkan suaranya dan berusaha menahan diri. Tetap setia tinggal di
rumah ini tanpa rasa jenuh sama sekali.
“Sepertinya
kau harus pulang sekarang” satu nada kalimat mengusir Livia.
Bagian
9…
Di
luar dugaan rekan kerja sekaligus teman tetap bertahan untuk tetap menjadi
penghuni rumah di sini. “Saya betah berada di rumah ini, lagian seluruh
barang-barangku sudah berpindah tempat sekarang” Livia.
“Sejak
kapan kau membuat keputusan sendiri?” sedikit kesal.
“Memang
harus yah meminta izin?” Livia.
“Lebih
dari kata harus” jawaban paling tepat untuk satu pertanyaan menekan…
Satu
hal, mereka semua membuat saya lupa tentang satu istilah pahit yaitu berjalan
dalam gelap. Tuhan sekali lagi memperlihatkan tentang sesuatu bahwa orang-orang
dengan gangguan mentalpun mempunyai rasa sayang cukup besar jauh melebihi
pemikiran. Bisa saja orang di luar sana berkata kalau pikiran mereka sedang
tidak berada pada situasi normal, namun pernyataan tersebut hilang ketika
tangan belajar untuk mendekap penuh kehangatan.
“Terima
kasih buat semuanya” berucap di hadapan mereka.
Akhir
cerita adalah saya belajar memulai satu lembaran baru. Berulang kali terjatuh
ketika melewati jalan maupun sudut ruangan itulah keadaanku sekarang. Kata
gagal selalu saja terjadi setiap kaki berpijak pada satu area karena kegelapan.
Buta bukanlah alasan paling tepat menghancurkan perjalanan hidup sendiri.
Jatuh, terus mencoba, ratusan kali kegagalan, terluka menjadi alasan saya hidup
walaupun semuanya tidak terlihat hanya karena kegelapan.
Mencoba
menghiruk udara segar pagi-pagi buta dengan berjalan sendirian di sekitar
taman. Izzy anjing pintar dan cukup cerdas untuk mengerti perintah sekaligus
berperan sebagai penunjuk jalan. Saya bisa merasakan bagaimana daun-daun itu
beterbangan hebat karena tiupan angin. Duduk di antara rumput hijau
membayangkan perjalanan di tengah suasana gelap paling mencekam.
“Ka’Zana…”
sepertinya saya pernah mendengar suara ini.
“Siapa?”
bertanya dengan kondisi tubuh tanpa gerakan kemana-mana.
“Saya
baru tahu keadaan ka’Zana dari seseorang” dia memeluk tubuhku begitu saja.
“Rae”
menyadari gadis itu.
“Lantas
siapa lagi?” Rae.
“Dimana
kau tahu saya ada di sini?” hampir tak percaya…
“Pokoknya
rahasia” Rae.
“Sekarang
main rahasiaan segala yah?”
“Kakak
nikmati saja matahari terbit” Rae. Siapa yang pernah menduga hari-hari kemarin
saya terus berada di samping gadis tersebut, namun sekarang semua bercerita
lain. Hal mengejutkan lagi dia membawaku ke tempat dimana kami berdua pernah
menghabiskan waktu bersama. Menjemput di rumah serta mengantar pulang kembali
selama seminggu hanya untuk menghibur semata. Minikmati suara alam di sekitar
dermaga menjadi objek paling menyenangkan. Bibir pantai menjadi saksi bagaimana
kami menari dan tertawa di tengah ombak.
“Ka’Zana
tidak akan berhentikan dari pekerjaan kemarin sebagai psikolog?” Rae memulai
awal dialog setelah kami berdua berada di sekitar pinggir danau.
“Entahlah.”
“Ka’Zana
hanya buta tapi dalam banyak hal tetap kuat jauh melebih apapun” Rae.
“Menurutmu
saya kuat?” kesalahan terbesar gadis seperti dia berpikir kacau. Andaikan Rae
menyadari bagaimana saya terus mengurung diri selama beberapa waktu lamanya…
“Temanku
membutuhkan bantuan ka’Zana sebagai psikolog saat ini” Rae tanpa meminta
persetujuanku langsung menghubungi temannya melalui telepon celuler.
“Cari
psikolog lain dan itu bukan saya.” Kenyataan sekarang adalah seorang Nitzana
juga berada dalam keadaan depresi berat yang tidak mungkin bisa melakukan
apapun. Kekacauan lain lagi, dimana dia sendiri tidak mau menerima berbagai
alasan bahkan tetap bersikeras pada keputusannya. Bisakah saya tertawa sinis sekarang
mendengar seorang gadis memaksakan salah satu psikolog kembali menghadapi para
klien.
Sejam
kemudian seseorang menyapa ketika kami sudah berada di bawah sebuah pohon
sejuk. Objek mengerikan selanjutnya adalah Rae meninggalkan saya dan orang itu.
“Kau tahu kalau saya buta?” Ini tidak biasa dibiarkan begitu saja berusaha
mengusir dengan sebuah pertanyaan.
“Kakak
hanya buta secara fisik, bukan buta hati kan?” rasa-rasanya saya ingin tertawa
mendengar jawaban tersebut.
“Lupakan
pertanyaanku. Pergilah!” nada mengusir sekali lagi.
“Jangan
mengusir saya, please” gadis itu seketika berlutut bersama air matanya…
Kegilaan
apa lagi sekarang seakan semua itu belum berakhir. Dia terus saja menangis
tanpa henti seakan masalahnya jauh lebih menyakitkan dibanding berjalan dalam
gelap seperti hidupku. “Berhenti menangis!” menegur dirinya.
“Ceritakan
masalahmu!” sekali lagi berucap. Kenapa juga saya harus dijebak seperti ini
oleh seorang gadis polos bernama Rae.
“Saya
sangat frustasi menghadapi kasus permasalahanku.”
“Tunggu,
siapa namamu? Sejak tadi kau belum memperkenalkan diri” berujar lagi.
“Panggil
saja Laish” terdengar menghibur cara dia memperkenalkan diri.
“Bisa
kau ceritakan masalahmu?”
“Saya
salah satu lulusan kesehatan bersama cerita menyeramkan di dalamnya sampai
membuatku sempat mengalami shock” Laish.
“Maksudmu?”
“Karena
kesulitan mendapat pekerjaan, akhirnya saya magang pada salah satu rumah sakit
melalui jalur bayar dan tidak gratis. Factor sertifikat, pengalaman, baru
lulus, juga umur menjadi alasan sulit mendapat kerja. Asalkan rajin maka saya
bisa direkrut menjadi karyawan rumah sakit kalau lowongan terbuka…” Laish.
“Lantas
letak cerita masalahnya?”
“Saya
berusaha bekerja sebaik mungkin walaupun harus terlihat seperti manusia idiot.
Jujur, karakter introvert dalam hidupku terkadang sulit saya tinggalkan bagaimanapun
caraku untuk mengubah dan harus berperan sebagai orang lain dan itu bukan
diriku” Laish.
Laish
bercerita bagaimana alur kisah hidupnya terdengar kacau. Berawal dari pihak
rumah sakit menuntut pengalaman kerja sampai tuntutan umur akhirnya dia memilih
jalur magang demi mendapat selembar kertas untuk mempermudah. Menurut cerita
beberapa karyawan lain yang dulunya juga berstatus magang kalau pihak RS tetap
membuka lowongan kerja hanya tidak dipublikasikan.
Asalkan
rajin maka dapat direkomendasikan dari masing-masing kepala ruangan. Kejadian
selanjutnya adalah Laish berjuang keras agar dapat disukai, diterima, direkrut
sebagai salah satu karyawan di rumah sakit tersebut. Mulai dari membersihkan
ruangan, mengganti seprei pasien, menyapu, mengepel, sterilisasi OK (Operatie
Kamer), cuci alat-alat, mencatat, membersihkan darah pasien, keluar mengambil
sesuatu karena kepentingan pribadi atau rumah sakit tanpa meminta ganti rugi
uang bensin, bolak-balik mengambil status pasien hingga naik turun tangga,
melakukan apapun perintah mereka, pulang larut, dan segala macam. Tujuannya
hanya satu yaitu dapat diterima bekerja karena begitu sulitnya lowongan
pekerjaan medis terlebih jika tidak punya bantuan orang dalam.
Menerima
apapun perlakuan beberapa orang walaupun dikatakan terlihat seperti manusia
idiot. Sampai akhirnya satu kasus pasien terjadi pada salah satu ruangan, beberapa
orang menyudutkan dirinya. “Saya harus berlari kiri-kanan mencari status pasien
kunjungan kembali sementara jaraknya pun cukup menyita, belum lagi kalau naik
turun tangga, terus dimarahi bagian admisi depan…lengkap sudah semuanya” Laish.
“Kenapa
kau tetap bertahan?”
“Saya
butuh pekerjaan, jadi walaupun harus mendapat perlakuan kacau yang penting
direkomendasikan jadi karyawan tidak menjadi masalah” Laish.
“Terus…”
menyuruh dia melanjutkan nada kalimatnya.
“Sistem
magang di rumah sakit itu system rolling dengan pergantian tempat dalam waktu
yang ditentukan. Singkat cerita, saya berada pada ruang Antenatal care cukup
lama di sana karena mengalami perpanjangan magang untuk mengikuti tes
berikutnya” Laish.
“Apa
yang terjadi selanjutnya?”
“Saya
berusaha melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Suntik KB, mencatat di
beberapa buku laporan untuk pemeriksaan ibu hamil 2x seminggu, membersihkan/
mengepel ruangan di beberapa tempat selain ANC, mengurus bayi, observasi pasien
sekaligus membersihkan darah, memakaikan pembalut pasien, memindahkan pasien ke
ruang nifas, menjadi asisten dokter anak walaupun harus pulang larut malam atau
kena marah setiap hari tetap saya jalani…” Laish.
“Bukannya
ruang ANC hanya melayani pemeriksaan kehamilan?”
“Saya
di beberapa tempat sekaligus untuk beberapa waktu. Berusaha bekerja dengan baik
walaupun ada banyak kekurangan ketika beraktifitas. Capek, lelah, mendapat
marah sudah tidak saya pikirkan hanya demi sebuah pekerjaan. Kepala ruangan ANC
pun sudah tidak melakukan pekerjaan selain duduk nongkrong di ruang bersalin
karena semua pekerjaannya diambil alih. Tangannya baru sibuk 2x dalam sebulan
untuk masalah imunisasi anak, itupun masih dibantu dan tidak luput saya tetap
ikut mencatat atau menangani pasien anak selain menjadi asisten dokter anak”
Laish.
“Kenapa
juga melakukan semua pekerjaan seperti itu?” meledek dirinya.
“Demi
disukai oleh mereka walaupun harus terlihat super idiot tidak menjadi masalah.
Mungkin orang di luar sana tidak pernah tahu bagaimana kehidupan saya
benar-benar bergumul tentang kasus masa depan, tapi itulah keadaan kehidupanku
pribadi terlalu menyedihkan” Laish.
“Tidak
perduli bagaimana beratnya pasien, saya berusaha sekuat mungkin mendorong
dengan postur tubuh kecil. Berusaha menjadi orang lain karena kepribadianku
berbeda. Selalu ditegur karena bekerja tergesah-gesah sementara dalam
menghadapi pasien membutuhkan ketenangan dan itu selalu dipermasalahkan oleh
mereka” Laish.
“Kepribadian?”
“Karena
tidak ingin diejek lambat ketika bekerja juga masalah kepribadian membuat saya
berusaha ingin memperlihatkan yang terbaik, tapi terkesan aneh. Jujur, selama
ini saya juga bertanya-tanya kenapa keperibadianku ketika berhadapan dengan
sesuatu terkadang gugup, ingin melakukan yang terbaik dengan bekerja secepat
mungkin atau terlihat terburu-buru, dan beberapa hal lain? Sampai akhirnya,
saya menonton tentang kisah kehidupan manusia introvert membuat mataku terbuka
kalau ciri-ciri seperti itu memang benar-benar nyata membungkus perjalanan…”
Laish.
“Sifatku
dulu itu introvertnya sangat parah, kenapa? Karena selalu mengantuk bahkan
ingin tidur, sakit kepala, gelisah kalau berada di tempat-tempat ramai. Andaikan
tidak ada hal penting di luar sana tentu saya akan betah berminggu-minggu tanpa
keluar sampai tetangga ada yang bilang bertelur di rumahnya. Mulutku tidak akan
berkata-kata apapun terhadap ayah kalau tidak ada hal penting. Ayahku saja
selalu mengeluh kalau dirinya merasa hanya berbicara ma tembok bukan anaknya. Saya
benar-benar berjuang penuh pergumulan luar biasa untuk keluar dari karakter
semacam ini” Laish kembali bercerita…
“Jadi?”
“Terkadang
banyak orang salah paham dan memberi cap aneh. Saya berusaha memperbaiki diri
walaupun selalu gagal untuk banyak objek” Laish.
“Lantas
kesalahan terbesar lain yang kau perbuat di rumah sakit itu?”
“Seiring
berjalannya waktu, tiba-tiba saja satu kejadian tidak terduga terjadi sampai
namaku terseret di dalam” Laish.
“Masalah
apa memang?”
“Pasien
suntik KB dengan diagnose abses sampai suami sang ibu mengamuk keras di rumah
sakit. Walaupun bukan saya si’penyuntik pasien, tapi namaku tetap terlibat.
Sebenarnya saat itu jadwal imunisasi anak dan saya berada di beberapa tempat.
Di satu sisi harus bolak-balik mencari beberapa status pasien anak bahkan
sampai naik turun tangga, pemeriksaan tanda-tanda vital pasien anak sebelum
dokter datang, membantu mencatat data laporan ataupun menimbang balita
imunisasi, sedangkan setelah dokter tiba harus terus berada di ruang poli…”
Laish.
“Lantas?”
“Kebetulan
bulan itu terdapat beberapa mahasiswa praktek, jadi terjadilah satu peristiwa
di luar dugaan setelah itu. Saya terlalu sibuk jadi tidak mengingat apakah
mendampingi mahasiswa atau tidak kemarin. Singkat cerita seminggu kemudian
terjadi peradangan dan beberapa karyawan berkata kesalahan lokasi menyuntik
agak di atas sampai namaku terseret…” Laish.
“Akhir
cerita kau langsung dipecat?”
“Saya
tidak mau menyalahkan si’penyuntik terlebih menyudutkan. Kenapa? Karena banyak
kasus kejadian di luar sana selalu terjadi abses setelah suntik KB bahkan
dilakukan oleh tenaga medis berpengalaman. Kejadian sama juga pernah terjadi di
RS situ dan ada beberapa pasien curhat tetangganya abses karena suntik KB oleh
bidan sekitar rumah mereka, belum lagi kasus di puskesmas di luar berita-berita
yang sudah viral di dunia maya melalui beberapa artikel” Laish.
“Jadi?”
“Kasus
ini sangat mengganjal, hanya saja pihak medis tidak berani melapor karena
secara otomatis judge mall praktek tentu tidak akan luput. Masa depan antara
saya dan mahasiswa itu sedang dipertaruhkan disini. Menyalahkan dia juga tidak
akan menyelesaikan masalah karena sama-sama salah atau memang benar-benar ada
sesuatu keanehan dibalik suntik KB. Secara logika, kenapa kasus sama selalu
terjadi di banyak tempat di luar pemberitaan media hanya pemerintah belum
mengambil respon selanjutnya” Laish.
“Lantas
kalau masalah lokasi penyuntikan dipersalahkan, bagaimana dengan mereka yang
melakukan prosedur kecantikan bagian bokong bersama area-area lain pada bagian
tubuh?” Laish melanjutkan lagi…
“Maksudmu?”
“Pihak
rumah sakit menyatakan kesalahan lokasi penyuntikan agak di atas, sedangkan
para dokter bedah plastic memainkan spoit cukup besar sekitar bokong pasien
sampai terkadang mengenai tulang pada prosedur kecantikan tetapi tidak terjadi
sesuatu apapun. Terlalu disayangkan lagi adalah kepala ruangan di sana langsung
menyudutkan bahkan menjelek-jelekkan namaku di atas tanpa mengingat bagaimana
pengorbanan yang sudah saya lakukan selama ini…”
“Keterlaluan
juga yah kalau dipikir-pikir” …
“Kepala
ruangan itu mungkin tidak pernah rasakan pergumulan berat jadi seenaknya
bericara terhadap pihak rumah sakit. Selama ini saya tidak mempermasalahkan
bagaimana berjalan seperti orang idiot atau dimarahi dokter depan banyak orang
yang penting bisa diterima kerja…” Laish.
“Berarti
kau juga biasa dimarahi dokter?”
“Sering
malah. Pernah satu kasus kejadian, pasien anak terjadi kejang beberapa kali
bahkan sempat terulang di atas mobil menuju rumah sakit. Singkat cerita saat
itu kebetulan dokter sedang sembayang dalam ruangannya, sedangkan nenek dari
si’anak berteriak UGD beberapa kali dan akhirnya saya langsung membuat
keputusan tanpa persetujuan…” Laish.
“Keputusan
tentang?”
“Membawa
sang anak langsung masuk UGD tanpa harus melalui poli seperti biasa. Penanganan
segera dilakukan oleh dokter jaga setelah saya oservasi suhu mencapai 40°C,
tetapi di pihak lain saya langsung mendapat teguran keras depan umum. Dokter
anak tidak bisa menerima keputusan mendadak seperti itu dan bagaimanapun harus
melalui poli anak terlebih dahulu” Laish.
“Sang
dokter mengamuk depan keluarga pasien?”
“Seperti
itulah kejadiannya. Ibu pasien meminta maaf setelah dokter keluar dari UGD,
tapi saya hanya berkata kalau itu pembelajaran buatku pribadi karena memang
belum tahu apa-apa mengenai aturan rumah sakit. Jujur, sebenarnya ketika amarah
dokter sedang berlangsung pada saat itu seakan sesuatu berteriak di dasar
hati…” Laish.
“Tentang?”
“Tidak
jadi masalah kau marahi seperti itu yang terpenting si’anak bisa langsung
tertangani karena kasus seperti ini memang harus langsung ke UGD tanpa perlu
menunggu dan itu juga membuat saya tidak menyesal atas keputusan tersebut
walaupun sang dokter katanya mengamuk di grup rumah sakit malam hari” Laish.
“Kepribadian
doktermu mungkin sedikit bermasalah” langsung menjudge…
“Kalau
boleh jujur, saya memang tidak terlalu menyukai kepribadian beberapa dokter di
sana terlebih dokter anak karena beberapa kasus pasien sulit untuk
dijelaskan termasuk menjatuhkan rekannya
karena alasan tidak masuk akal…” Laish.
“Contohnya?”
“Salah
seorang pasien dengan diagnose plasenta previa atau tertanamnya plasenta pada
segmen jalan lahir walaupun belum masuk kategori totalis hanya bagian sekitar
pinggiran. Singkat cerita, terjadi pendarahan semalaman, sedang dokter obgyn yang
menangani pasien tersebut ingin kelahiran normal dan para bidan mulai jantungan
karena kondisi yang sudah terlihat shock. Salah sedikit nyawa bermain di sini
dan tentu akar permasalahan terarah kemana?” Laish.
“Apa
pasien ini tidak bisa ditangani oleh dokter lain?” bertanya kembali…
“Permasalahannya
adalah dokter lain tidak berani mengambil alih karena itu melanggar kode etik
dan andaikan terjadi sesuatu hal tidak diinginkan secara otomatis kesalahan
dijatuhkan terhadap…” Laish.
“Jadi
bagaimana dengan pasien tadi?”
“Secara
logika entah apa yang akan terjadi, tapi Tuhan masih memberi pertolongan hingga
pasien masih bisa bertahan, pada hal dokter obgyn tersebut datang ke RS untuk
secsio kalau tidak salah jam siang dan bukan pagi, itupun karena di terror terus-menerus
oleh kepala ruangan kamar bersalin. Walaupun status magang nama saya juga pasti
tetap terseret andaikan terjadi sesuatu. Sadis…” Laish.
“Hanya
karena benar-benar butuh pekerjaan jadi kau harus bertahan dan berpura-pura
tidak tahu menahu apapun di dalam?” sedikit memancing.
“Kejadian
lain yaitu pihak rumah sakit menambah seorang dokter lagi untuk jadwal jaga
sore bagian poli anak, tetapi karena factor takut bersaing dan iri hati jadinya
dokter anak yang tadi terus saja sengaja membuat masalah bahkan menekan
sedemikian rupa. Akhir cerita adalah dokter anak yang baru masuk mengalah juga
memilih berhenti dari pada harus hidup dibawah tekanan hanya karena perebutan
masalah jumlah pasien…” Laish.
“Terus…?”
“Untuk
masalah kesuksesan, uang, karir, keberhasilan anak, cucu semua sudah dimiliki
bahkan usianya itu masuk kepala enam tapi dia selalu saja serakah terhadap apa
yang ada di depannya. Seakan dia tidak pernah mensyukuri apapun pemberian
Tuhan. Di depan mata kepalaku sendiri dokter anak itu tidak ingin melepas label
harga pakaian mahal untuk diberikan kepada dua karyawan rumah sakit dengan
kehidupan cukup sulit” Laish…
“Cerita
lain lagi dong”
“Dia
berkata tidak usah lepas harganya, setidaknya ingin mendapat pujian hebat
banyak orang. Terkadang juga dokter anak itu mengeluh masalah gaji pembantu
rumah tangganya sebentar lagi, pada hal uangnya sangat banyak bahkan salah satu
anaknya kerja di luar negeri. Kenyataannya memang dokter rajin memberi, tetapi
tidak pernah tulus sama saja bohong. Ucapannya juga biasa terlalu memandang
enteng orang di sekitarnya” Laish.
“Cukup
kacau juga”
“Hal
lebih menyedihkan pada saat saya diberatkan oleh kasus pasien suntik, ayahku
sakit di rumah dan saya pun drop seketika. Di satu sisi merawat ayah, di sisi
lain merawat diri sendiri karena sakit juga bahkan saya sampai shock pada saat
itu hingga tidak masuk beberapa hari. Semua masalah datang menyerang secara bersamaan”
Laish.
“Setelah
agak baikan sedikit, saya memaksakan diri ke rumah sakit dan berharap masih
diberi kesempatan tapi ternyata pandangan mata mereka dingin. Akhirnya, saya
mengambil keputusan hari itu juga ingin berhenti. Singkat cerita adalah menunggu
dokter anak datang untuk pamit, tapi belum juga bicara langsung mendapat respon
penolakan dan diberhentikan sebagai asisten…” Laish.
“Memangnya
kau tidak hubungi dokter kenapa tidak masuk?”
“Salah
satu karyawan bilang tidak usah masuk dulu biar dia saja yang sampaikan akhir
cerita kasusnya semakin jelek terlebih kepala ruangan ANC yang harus turun
tangan jadi asisten dokter anak dan kemungkinan pemberitaan jelek makin meraja
lelah disitu. Saya salah satu pemasukan terbesar rumah sakit, kenapa kau
perlakukan saya seperti itu? pernyataan sang dokter di hadapanku hari terakhir
di RS” Laish.
“Terlalu
kacau dan sombongnya minta ampun” ingin tertawa mendengar…
“Tetap
mencium tangannya sebelum meninggalkan ruangan itulah yang kulakukan. Mengurus
ayah sampai infus sendiri di rumah, masalah pasien, di serang habis-habisan
dalam keadaan kondisi saya lemas total karena sakit juga, tertekan, dan masih
banyak lagi membuat shock bahkan menangis sendiri dalam kamar” Laish.
“Saat
itu saya pun harus bolak balik rumah sakit untuk pemeriksaan darah karena
dirujuk. Pikiranku benar-benar berkecamuk karena semua masalah juga ketakutan
jangan-jangan saya positif hepatitis penyakit menular dan akan membuat semakin
banyak penolakan kerja di semua tempat” Laish.
“Berarti
kau…” kalimatku terpotong.
“Saya
terkontaminasi dengan darah pasien HBsAg hari kedua minggu pertama magang di
rumah sakit. Dalam keadaan memperbaiki selang infus pasien berujung musibah.
Saya pikir ruangan penuh, jadi untuk sementara harus dirawat sekitar ruang isolasi
karena malam itu pasien banyak sedangkan yang jaga hanya berdua. Darah dari
infus muncrat keluar penuh di tangan. Saya hanya berkata terima kasih Tuhan dan
berusaha menutupi kejadian sebenarnya” Laish.
“Hasil
pemeriksaan kemarin menyatakan?”
“Tuhan
membuat mujizat karena hasilnya negative diluar akal logika pada hal jenis
kulit saya tipis jadi terkadang mudah terluka atau sensitive dengan beberapa
sabun sampai membuatku betul-betul takut melihat hasil pemeriksaan tersebut.
Setiap hari kerjaku hanya menampung air seni untuk mengecek jernih atau
tidaknya setelah kejadian terkontaminasi kemarin sampai terjadi peristiwa
pasien abses hingga saya sakit cukup lama” Laish.
“Betul-betul
mujizat kalau dipikir-pikir virus hepatitis penularannya jauh lebih cepat dibanding
HIV” membayangkan sesuatu hal…
“Saya
selalu berdoa agar Tuhan lindungi dalam bekerja hingga kejadian tersebut tidak
terulang kembali. Pernah kejadian lain lagi dimana seorang pasien HIV sengaja
menghembuskan napasnya di hadapan saya berulang kali, tapi diagnose belum di
dapat. Saya tahu itu kesengajaan, mungkin dia berpikir setidaknya bisa tertular
ke orang lain. Setelah dilakukan pengecekan pada salah satu RS sebelumnya
karena menolak pemeriksaan darah, semua menjauh bahkan anggota keluarganya ketakutan…”
Laish.
“Lantas
bagaimana lanjutan reaksimu?”
“Sebagai
salah satu tenaga medis harus siap berhadapan dengan hal-hal semacam ini dan
tetap bisa menempatkan diri. Saya masih sempat menegur salah satu anggota
keluarganya karena merasa takut mengantar sang ibu ke toilet…” Laish.
“Apa
yang kau katakan?”
“Bagaimanapun
dia anggota keluarga, jadi jangan melakukan hal semacam ini berpikir seolah
ingin menjauh maksud ucapanku terhadap anggota keluarganya, sampai akhirnya
ditemani juga ke toilet. Singkat cerita pasien di rujuk ke RS lain…” Laish.
“Pengalaman
kocak sekaligus kacau” sedikit tertawa membayangkan andaikan saya berada di
sana…
“Kesalahan
saya saat itu hanya berdoa minta perlindungan biar tidak terjadi penularan
penyakit dari pasien, tapi tidak berpikir untuk dampak penanganan terhadap
pasien dapat berakibat fatal seperti kasus abses pasien suntik KB walaupun
tanganku bukan pelaku si’penyuntik” Laish.
“Kau
akan mendapat pekerjaan jauh lebih baik dibanding ini, mungkin hari kemarin
membuatmu terluka tapi semua itu tidak akan berlangsung lama.” Entah mengapa
tiba-tiba saja mulutku berkata-kata bijak seperti ini sedang saya sendiri
berada dalam situasi sulit. Haruskah saya menertawakan diri sendiri? Manusia
buta harus menjadi pendengar setia bahkan menciptakan kata-kata bijak.
“Saya
berdoa bagi kepala ruangan rumah sakit tersebut semoga tidak mengalami
pergumulan hidup mencari pekerjaan seperti jalanku sampai seperti nangis darah terlebih
menanggung beban berat bahkan mengalami shock” Laish.
“Tiap
orang mempunyai pergumulan hidup berbeda-beda. Saya sebagai psikolog harus
berjalan dalam gelap karena buta, jauh berbeda akan situasi yang sedang kau
jalani sekarang. Satu hal, tetaplah menunjukkan senyum terbaikmu…”
“Benar-benar
nangis darah kalau ingin mencari kerja, itu pun ditolak habis-habisan kiri
kanan. Sadis kehidupan” Laish.
“Sebenarnya
sih, saya hanya sementara walaupun dengan gaji kecil di sana andaikan diterima
bekerja karena ada jalan lain yang ingin kukejar kelak” Laish.
“Maksudmu?”
“Selama
ini saya berusaha mengejar jalan A, hanya saja seakan tidak memperlihatkan
hasil walaupun beberapa pihak/kelompok/tokoh tertentu memberikan kode buatku
pribadi. Entahlah, terkadang kata lelah, kecut hati, bahkan putus pengharapan
muncul seketika …” Laish.
“Diam-diam
saya sudah berusaha melalui beberapa cara, tapi kisahku kembali seperti manusia
idiot. Tetap saja hidupku terlalu menyedihkan sekaligus mengerikan karena tidak
ada hasil. Andaikan saya menyerah lantas bagaimana banyak hal yang telah
dilalui? Jujur, pergumulan terberatku adalalah ingin keluar dan berjalan di
suatu area jauh dari Negara yang saya tempati sekarang. Jujur, hatiku
benar-benar ingin Tuhan mendengar sekaligus mengabulkan isi doa sekaligus
pergumulan hidupku” Laish kembali menjabarkan sesuatu.
“Jangan
pernah hilang pengharapan apapun pergumulan hidup di depanmu sekarang.” Sekali
lagi ingin menertawakan diri sendiri membuat pernyataan bijak seperti itu,
sementara pengalaman kemarin benar-benar mengguncang hidupku pribadi. Saya pun
harus kuat memulai lembaran baru sekalipun tidak dapat lagi melihat bagaimana
langit biru sedang bermain di atas sana. Seakan satu kekuatan membuat jalanku
lebih percaya diri untuk kembali menjadi seorang psikolog walaupun kegelapan
sedang tertawa hebat menyaksikan sisi hidupku sekarang. Laish bersama ceritanya
seakan mengajar loh hati agar tetap berperan sebagai pendengar setia banyak
orang di luar sana. Belajar membangkitkan satu kekuatan walaupun dikatakan
kehidupan sendiri benar-benar lemah.
Bagian
10…
Saya
ingin kembali menjalani pekerjaan sebagai seorang psikolog. Tidak berarti semua
terlihat gelap sampai kehidupan sendiri tidak dapat bangkit dari istilah
keterpurukan. Buta bukan satu alasan kaki harus berhenti, jalan hidupku masih
panjang. Belajar melakukan banyak hal tanpa bantuan orang lain. Memakai tongkat
ketika berjalan bukan masalah besar melainkan hanya sebagai kekuatan hari esok.
Butuh waktu keras menguasai segala jenis ruang klinik tempat saya bekerja.
Hari
pertama bekerja setelah peristiwa kecelakaan tersebut disuguhi oleh salah satu
klien tanpa basa-basi bercerita akan satu kisahnya. “Saya seorang dengan
penyimpangan seks alias berada dalam kumpulan komunitas LGBTQ” berkata-kata
langsung pada inti. Dia belum memperkenalkan namanya sama sekali, bahkan
dirinya tidak menyadari jika psikolog yang sedang berhadapan dengannya ternyata
buta. Seorang Nitzana berjuang keras agar tetap terlihat seperti manusia
normal.
“Kalau
boleh tahu namamu siapa?”
“Nama
saya Ozella, panggil saja Ozel” jawaban seorang gadis dan jika mendengar
suaranya dapat disimpulkan usianya masih terbilang dua puluhan ke atas.
Ada
banyak kasus penyimpangan seks di sekitar lapisan masyarakat bahkan secara
terang-terangan tanpa rasa malu memperlihatkan pada seluruh dunia. Apa yang salah
bagi kehidupan seperti mereka? Tidak dapat disangkal bagaimana komunitas LGBTQ
memperjuangkan hak mereka agar mendapat pengakuan oleh dunia internasional.
Bendera pelangi terus saja dikibarkan serta sedang dalam tahap gencar
mempromosikan kebahagiaan anggota mereka.
Garis
warna itu terus saja bermain, berkumandang, membuat satu cerita memenuhi dunia
media social terlebih khusus. Sekarang di hadapan saya berdiri salah satu dari
mereka mengungkapkan kisah hidupnya sebagai manusia lesbian. “Saya mencintai
seorang gadis” Ozella kembali berkata-kata.
“Apa
kau benar-benar memahami makna defenisi mencintai seseorang?”
“Dia
cantik, baik, memahami bagaimana situasi hidup, memberi support terbaik ketika
saya ingin berjalan kemanapun. Mungkin saya tidak terlalu memahami defenisi
mencintai, namun kehidupannya benar-benar dapat memberi kehangatan buatku dan
tidak bercerita dari lawan jenisku…” Ozella.
“Apa
salah kalau saya benar-benar mencintai sesama jenisku? Manusia lesbian seperti
saya juga butuh kebahagiaan seperti orang normal lainnya” Ozella kembali
mengungkapkan perasaannya.
“Apa
kalian sudah melakukan hubungan lebih dari manusia normal?”
“Kami
berdua sering menghabiskan malam panas di atas ranjang” Ozella. Jawaban gadis
ini benar-benar terdengar menjijikkan bahkan berada pada level paling parah.
Bagaimana bisa terjadi hubungan seks hanya dengan jenis kelamin yang sama?
“Pertanyaan
saya sekarang, kalau kau memang bahagia lantas kenapa harus berada di hadapan
saya untuk berbagi cerita?”
“Entahlah…”
Ozella.
“Berarti
kau merasa ragu?” merasa ragu…
“Kebahagiaan
terbesarku berada pada dirinya bukan orang lain” penekanan Ozella.
“Kalau
boleh tahu, tanggapan orang tuamu bagaimana?”
“Buat
apa memperdulikan tanggapan mereka…” Ozella.
“Maksud
ucapanmu?”
“Ayah
berlari ke pelukan wanita lain ketika saya baru belajar berjalan. Sampai detik
sekarang saya tidak pernah tahu bentuk wajah ayah…” Ozella.
“Bagaimana
kau bisa menjalani hidupmu selama ini?”
“Saya
dibesarkan paman dengan banyak hal terburuk terus saja menimpa. Singkat cerita
dia datang dalam hidup membuat saya bisa lupa tentang perlakuan kejam mereka
semua” Ozella.
“Kau
yakin perasaanmu terhadapnya?” selalu saja melempar pertanyaan…
“Saya
benar-benar yakin” Ozella. Rasa trauma masa lalu menghancurkan sisi hidupnya
tentang kekuatan cinta sebenarnya antara pria dan wanita. Masalah terbesar kaum
LGBTQ adalah kehilangan cinta kasih dikarenakan factor orang terdekat selalu
saja membuat mereka terluka.
“Dinding
sebelah kanan di sana terdapat sebuah pintu…” menunjuk satu pintu.
“Maksud
anda?” Ozella.
“Saya
ingin kau berdiam diri dengan mata terpejam dalam ruang tersebut.”
“Memang
harus yah?” Ozella.
“Minimal
kau mencoba” penekanan menjawab pertanyaan darinya.
Saya
belajar berjalan membawa Ozella seperti orang normal seolah kedua bola mataku
bisa melihat di depan. Menyuruh dia duduk pada sebuah kursi dengan mata
terpejam tanpa cahaya lampu. “Bayangkan kau berada dalam lingkaran gelap”
berucap terhadapnya.
“Gelap”
Ozella tanpa sadar…
“Bayangkan
satu titik cahaya berjuang keras mencari celah agar bisa masuk dalam lingkaran
tersebut.” Mencoba membuka pintu hatinya tentang setitik cahaya yang sedang
berjuang keras ingin menjadi sahabat terbaik buatnya.
“Cahaya
itu mungkin tidak memberi nilai sama sekali, tetapi dapat memberimu satu
sentuhan kehangatan hingga kau lupa bagaimana terlukanya hatimu dari waktu ke
waktu” kembali melanjutkan satu pernyataan terhadap gadis di hadapanku
Kehidupan kaum LGBTQ membenarkan diri tentang
kebahagiaan mereka, namun jauh di dasar hati ada sesuatu hal paling sulit
diungkapkan walaupun dikatakan sebagian besar memberanikan diri melangsungkan
pernikahan. Dapat dikatakan hampir secara keseluruhan komunitas semacam ini
mempunyai masa lalu kelam. Sulit mengartikan kasih sayang seorang ibu terlebih
ayah karena kehidupan broken home terus mempermainkan seperti barang mainan. Jauh
di dasar hati mereka pasti menyadari kalau jalan LGBTQ adalah kesalahan dan
dosa terbesar, hanya saja karena tidak ingin mendapat sindiran/ penghinaan/
terkucillkan/ diskriminasi sehingga berjuang keras mendapat pengakuan dunia.
Ozella
bukan satu-satunya gadis yang sedang berada dalam barisan kategori lesbian. Di
luar sana ada banyak orang mengalami perjalanan hidup seperti dirinya. Apa yang
salah? Seorang ayah tidak pernah benar-benar menjadi figure terbaik bagi
kehidupan anak-anaknya. Bagi ingatan anaknya hanya mengungkapkan kekejian,
luka, kekecewaan, dendam, dan masih banyak lagi sehingga ketika beranjak dewasa
rasa takut terus saja mencekam saat berhadapan dengan lawan jenisnya sendiri.
Salah
satu kisah seorang gadis cantik, model, mempunyai jenjang karir cukup
mengagumkan, rambut indah, pendidikan tetapi menyatakan diri sebagai kaum
lesbian. Mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam hidup gadis
cantik tersebut. Photo sang ayah tidak pernah Nampak memenuhi beranda akun
pribadi miliknya, sedangkan ibunya sendiri seperti mengalami satu situasi
kekecewaan sehingga menganggap perilaku anaknya tetap lurus. Rasa bangga sang
ibu melalui tulisan memang dinyatakan, hanya saja itulah kesalahan terbesar
yang dilakukan sebagai pembentuk kepribadian gadis semata wayangnya.
Saya
bisa menyimpulkan kalau gadis itu tidak pernah mengerti defenisi kasih sayang
seorang ayah berada pada jalur seperti apa. Di tempat lain terdapat beberapa
pria dengan postur tubuh sempurna, roti sobek, berpendidikan, mapan, tampan,
kaya, seorang dokter spesialis tetapi melangsungkan pernikahan dengan sesama
jenis. Sekali lagi kenyataan bercerita tentang kisah lain sedang bersembunyi
hebat di belakang. Minimal hidupku jauh lebih baik walaupun dikatakan jauh dari
kata bahagia. Ada banyak kisah tentang kehilangan sosok ayah terbaik menjadi
penyebab utama terjadinya penyimpangan.
Pelecehan
seksual, pemerkosaan masa kecil, kekerasan pun tidak luput dari semua hal yang
sedang berkaitan erat dengan kehidupan LGBTQ. Jujur, kepribadian papaku juga
mengalami satu masalah cukup parah sampai kami anak-anaknya kesulitan ketika berdialog.
Saya tidak bisa menyalahkan atau membenci papa apapun bentuknya, kenapa? Karena
masa lalu tanpa figur sang ayah sejak kecil menghancurkan kehidupannya pribadi.
Papa hidup di kota orang setelah kakekku meninggal dan usianya masih terbilang
kecil. Diperlakukan tidak adil bahkan hanya dimanfaatkan seperti orang bodoh
menjadikan kepribadiannya jauh dari kata terbentuk. Sekolah papa tidak sampai
tamatan sekolah dasar seperti yang lain. Hidup di jalan karena tidak tahan
terhadap penderitaan itulah kisahnya.
Beruntung
mama terus ada di samping untuk mengajar kami bagaimana cara berjalan. Rasa
luka pun terkadang menjerit, tetapi saya terlalu bodoh andaikan tidak memahami
bagaimana papa menjalani kehidupan sulit. Papa sulit mengungkapkan beberapa
keadaan untuk membentuk anak-anaknya karena permasalahan pendidikan dan masa
lalu suram. Kasih sayang ayah memang benar-benar berharga jauh melebihi berlian
bagi kehidupan seorang anak.
Dalam
doa selalu terselip nama papaku, bukan tentang kebencian terhadapnya melainkan
bagaimana saya belajar bijak melihat sudut pandang lain. Saya harus mengerti
tentang satu keadaan terpahit yang pernah dilalui olehnya. Papaku memang tidak
sempurna baik dari segi pendidikan, fisik, cara mengungkapkan sesuatu untuk
mengajar tetapi saya tetap bangga menjadi anaknya. Dapat dikatakan tidak semua
anak bisa berpikir jernih seperti kami dan inilah yang menjadi problem terbesar
sehingga sebagian besar dari mereka berada pada jalur LGBTQ.
Saya
masih mempunyai mama dengan kekuatan luar biasa mengajarkan sesuatu, namun di
luar sana ada banyak anak kemungkinan tidak seperti kehidupanku. Sang ibu
mempunyai akar permasalahan lain bahkan tidak perduli bagaimana anaknya sangat
membutuhkan belaian kasih sayang. Bisa dikatakan jika hidupku mendapat kasih
sayang cukup sekalipun terkadang sayapun merasa hidup dalam keadaan tertekan
dari mama saat-saat tertentu.
Dunia
LGBTQ tentu tidak akan pernah lepas dari kisah miris seperti kehidupan papa
yaitu kehilangan kehangatan keluarga. Beberapa saat saya berpikir kalau
meluapkan amarah demi menentang kehidupan mereka dapat memperlihatkan satu
hasil terbaik. Kesimpulan, tidak semudah yang saya bayangkan. Kekuatan mereka
benar-benar kuat dan hampir seluruh pemimpin dunia mengakui kehidupan LGBTQ
adalah sesuatu yang normal. Perjuangan untuk mendapat pengakuan di luar dugaan.
Bendera pelangi sedang berkibar di tiap Negara sekarang ini.
Diam
membisu menyaksikan kisah perjuangan mereka terkesan aneh. Menerima kenyataan
sekaligus mengakui dunia LGBTQ menyatakan diri pada satu jurang dan jauh lebih
menciptakan dosa. Mereka hanya butuh perhatian karena ada begitu banyak luka
terjadi pada kisah di masa lalu. Menjadi seorang sahabat pun membutuhkan proses
panjang bagi komunitas LGBTQ. Membawa keluar kemudian memperlihatkan sebuah
pelita kecil menjadi dilema tersendiri karena penolakan demi penolakan terus
dimainkan oleh mereka.
Meluapkan
emosional pun bukan jalan keluar terbaik bagi dunia mereka. Kekuatan doa
mempunyai pengaruh besar untuk berhadapan dengan komunitas LGBTQ. Kenyataannya
adalah memang butuh satu talenta tertentu, siap menerima ribuan penolakan, pengorbanan
besar, serta proses luar biasa hanya demi menyatakan satu cahaya pelita di
hadapan mereka. Saya tidak akan menjadi hakim bagi komunitas semacam ini karena
hidupku juga mempunyai cerita lain. Kakiku sedang belajar agar tidak lagi meluapkan
emosional berlebihan, tetapi tetap menganggap pemimpin dunia melakukan
kesalahan terbesar bagi komunitas LGBTQ karena pola pikir mereka.
Selama
beberapa saat saya menganggap biasa tiap kesaksian hidup, pengajaran, cerita
film dengan alur jalan tentang dunia seorang ayah. Seiring berjalannya waktu
mataku benar-benar terbuka betapa pentingnya peranan ayah bagi kehidupan sang
anak. Berpikir cara papa merespon akan banyak hal di depannya membuatku sadar
tentang satu defenisi. Kekuatan pondasi terhebat anak adalah ketika ayahnya
tetap berlari kuat membawa pada satu garis kehangatan dan bisa membuat mereka
mengerti defenisi tentang cinta. Salah seorang penulis memberanikan diri
mengungkapkan bagaimana sang ayah harus belajar berlari seberapa hebat pun
situasi kondisi anak-anaknya. Penulis tersebut menyatakan defenisi kemenangan
sang ayah melalui satu alur cerita.
Tulisannya
terkesan berceramah dari awal pembahasan sampai akhir cerita. Dia bukan penulis
terkenal, tapi menulis menjadi kebahagiaan tersendiri buatnya pribadi. Objek
seperti ini membuat dirinya menyadari kehangatan dan dekapan sang ayah memang
mempunyai kisah paling menarik sekaligus unik untuk mewarnai kehidupan seorang
anak. Tidak ada ayah gagal di dunia ini selama dirinya mencoba berperan dengan
cara berbeda diantara para ayah ketika tangannya berjuang menggenggam hangat
anaknya pada satu alur cerita.
“Sekali
lagi Tuhan memperlihatkan kehidupan di suatu tempat jauh lebih menyedihkan
dibanding kisahku sendiri” ingin tertawa sinis ketika hati menyadari sesuatu…
“Mami”
entah bagaimana cerita Moza berada dalam ruang kerja milikku setelah kepergian
klien tersebut.
“Kenapa
Moza bisa berada disini?” hampir tak percaya…
“Uncle
Farand mengantar Moza kemari” jawaban gadis kecil. Menjadi pertanyaan,
bagaimana bisa Farand dapat menyadari jalanan ke klinik? Semua ini terdengar
membingungkan secara akal logika.
“Ada
setan di sana” Farand berteriak bersama segala kekonyolan tingkahnya.
“Dimana
Aunty Livia?” Moza.
“Moza
sudah pulang sekolah?” suara Livia mengejutkan seketika…
“Aunty”
sepertinya Moza berlari ke pelukan Livia, sementara Farand sendiri sibuk
menepuk dinding di sekitarnya karena berpikir cicak yang sedang merayap adalah
setan terjahat.
“Aunty,
apa mami Moza sudah makan?” Moza.
“Moza
bawah makan siang buat mami” Moza. Rasa bersalah terus saja menggerogoti tubuh
Moza setelah peristiwa kecelakaan
kemarin. Akal logika berpikir jika saya sedang berjalan dalam gelap, tetapi
pada kenyataannya gadis kecilku selalu berusaha menjadi pelita.
“Moza
akan jadi tongkat terbaik mami” suara polos gadis kecil menghentikan tepukan
Farand pada dinding-dinding ruang.
“Anak
mami seperti orang dewasa saja” tersenyum mendengar pernyataan Moza. Seperti
inilah kisahku bersama anak semata wayang bersama segala tingkah kekonyolannya.
Hal lebih mengejutkan lagi adalah Farand selalu berjaga di sampingnya walaupun
dikatakan kondisi mental pria tersebut masih belum pulih secara total. Entah
bagaimana cara seorang Farand dapat menghafal beberapa tempat. Terkadang saya
merasa jika dirinya seperti orang normal lain…
Bagian
11…
Nadav Frodine…
Pengusaha
cukup disegani bersama segala kesempurnaan dalam diri. Bagaimana? terkesan
sekaligus terdengar arrogant? Itulah diriku dan semua itu memang nyata ada
dalam jalan hidupku pribadi. Tampan, kaya, sukses, tubuh sempurna seperti
model, jenius, pewaris tunggal, seorang ceo, terkenal menjadi ciri khas pria bernama
Nadav Frodine. Pihak media tidak pernah absen meliput tentang kisah perjalanan
sang ceo tersukses…
“Saya
tidak menyukai caramu menuturkan konsep di depan” menyerang langsung ke bagian
paling menusuk pada salah satu karyawan kepercayaan.
“Maaf
pak” dia menundukkan kepala seperti manusia pengemis.
“Saya
tidak segan-segan bisa memecat siapapun dia…” pernyataan tegas tetapi terdengar
menyeramkan.
Menjalani
hidup sebagai salah satu pimpinan perusahaan raksasa membuat saya merasa bangga
terhadap apa yang sedang berada di tangan sekarang. Tentu sikap arrogant
seperti kebanyakan orang melekat kuat tanpa kendali. Kenapa? Nadav Frodine
merupakan pria paling sempurna bahkan disegani oleh banyak tokoh-tokoh
masyarakat. Pangeran tampan seperti Fazza lewat untuk masalah wajah sekaligus
kekayaan.
“Bagaimana
pekembangan alat yang saya inginkan?” penekanan luar biasa terhadap seseorang
melalui saluran telepon. Satu lagi, saya juga mempunyai sebuah laboratorium
cukup fantastis guna perkembangan teknologi terbaru selain memiliki perusahaan
raksasa yang sekarang ini bergerak di beberapa bidang.
“Saya
tidak mau tahu tentang apa dan mengapa. Ngerti?” nada menggertak mulai bermain.
Hobi terbaik manusia arrogant sejenis Nadav adalah selalu melampiaskan
emosional dalam bentuk apapun terlebih jika itu sebuah kesalahan terbesar. Kata
super steril juga membungkus jalan hidup pengusaha sukses. Setitik debu pun
tidak boleh terpampang pada tiap area sudut manapun. Rumahku jauh dari kata
jorok dan bisa dikatakan luar biasa sterillllllllll…
Pernah
suatu ketika tangan Nadav memecat hampir seluruh pelayan rumah hanya karena
kotoran debu masih menempel di atas meja ruang kerja pribadiku. Salah sendiri
melanggar aturan tata tertib kebersihan di rumah. Seluruh perabot rumah harus
tertata rapi dalam istana megah milikku. Daddy seorang dokter sekaligus pemilik
rumah sakit terbesar, tetapi saya tidak menyukai mengikuti jejaknya.
“Saya
itu mau kopi sedang-sedang bukan aneka rasa seperti ini” memarahi salah satu
pelayan rumah.
“Ma…ma…ma…af
tuan”
“Sekali
lagi melakukan kesalahan, jangan harap mendapat kesempatan kedua” menatap tajam
kembali ke arah sang pelayan.
“Inilah
si’tuan pemilik istana bersama kebiasaan seram jauh mengalahkan iblis” ledekan
seseorang yang tidak asing lagi…
“Jangan
pernah berjalan masuk ke rumahku tanpa ada hasil terbaru dari laboratorium”
menyerang langsung terhadap pria di depanku.
“Tidak
segitunya juga kali” balasan nada Nevil seperti biasa.
“Dasar
sepupu tidak tahu untung, seenaknya saja masuk rumah orang tanpa permisi.”
“Memang
ada kesalahan gitu kalau saya masuk begitu saja?” Nevil.
“Bagaimana?
Dengar yah saya sudah keluarkan uang habis-habisan hanya demi satu produk
keluaran terbaru ke depan” kalimat mengancam buatnya.
“Sabar
dikit kenapa ga bisa?” Nevil.
“Keluar
dari rumahku sekarang juga!” mengusir sepupu bangsat semacam dirinya. Sepuluh
menit setelah kepergian Nevil, tiba-tiba saja muncul sosok pria tua bangka
siapa lagi kalau bukan daddy.
Kebenaran
terbaik bagi seorang ceo semacam diriku adalah pertengkaran tidak akan pernah
absen tiap daddy berdiri tepat di hadapanku. Saya benci menjadi seperti manusia
tua bangka tanpa pernah menyadari keinginan putra semata wayangnya. Sampai
detik sekarang, jalanku tidak pernah memahami tentang defenisi seorang ayah
berlari kemana. Sejak kecil kelakuan tua bangka hanya marah tanpa alasan. Kakak
perempuanku satu-satunya mengalami tekanan berat dan berakhir gila tanpa
mengenal siapapun sebagai akibat tuntutan harus selalu menjadi nomor satu. Lebih
mengerikan lagi mommy meninggal tragis karena serangan jantung mendadak setelah
ka’Neva menghilang tanpa jejak. Sejak saat itu Nadav tidak akan pernah ingin
menjadi seperti manusia iblis itu.
“Umurmu
sekarang berapa? Suka tidak suka kau harus tetap bertunangan dengan anak
sahabat daddy, ngerti?” tua bangka berjalan ke rumah ini seperti biasa hanya
membicarakan kepentingan asetnya semata bukan tentang kebahagiaan sang anak.
Seumur hidup saya tidak akan pernah menganggap dia sebagai ayah terhebat.
“Jangan
harap saya akan menuruti kemauan tua bangka seperti dirimu” balasan sinis
terhadapnya.
“Anak
durhaka” tangannya seperti sudah ingin bermain tapi tertahan sesuatu…
“Ayo
tampar, kalau perlu ambil pisau di dapur terus tikam biar seluruh dunia tahu
Nadav mempunyai daddy paling kejam tanpa saingan” berteriak sekeras mungkin
sebagai tanda kebencian.
“Nadav”
gertakan keras berkumandang.
“Pergi
dari rumahku sekarang!” mengusir memang jauh lebih baik. Kenapa juga memaksakan
anak harus bertunangan? Kenyataan adalah jika dia seorang dokter tanpa hati
nurani hanya memikirkan popularitas bersama sejumlah asset penambah
pundi-pundi. Singkat cerita, sang tua bangka berjalan keluar meninggalkan
istana megah Nadav Frodine. Objek tidak terpikirkan sama sekali, dia membuat
satu rencana pertemuan keluarga dengan cara menjebak sehingga saya tidak bisa
berlari keluar setelah kejadian malam itu.
Melihat
senyum munafik iblis di depanku benar-benar memuakkan. Bagaimana bisa saya
terperangkap dengan kasus semacam ini? menyamar sebagai investor bahkan
menentukan pertemuan sekaligus dinner pada salah satu tempat termewah tanpa ada
unsur mencurigakan sama sekali. Manusia licik ingin mengambil keuntungan
sepihak. Saya tidak akan biarkan berita pertunangan memenuhi gendang
pendengaran media manapun. Gadis itu jauh dari kata nominasi sebagai pasangan
hidup terbaik. Mengamuk besar terhadap Nevil dan beberapa pegawai perusahaan
atas peristiwa jebakan menjijikkan sedang menertawakan hidupku seketika.
“Saya
itu tidak tertarik menikah ma pilihan tua bangka di sana” melemparkan beberapa
benda ke arah Nevil.
“Stop,
tidak pakai emosi juga kali seperti sekarang” Nevil berusaha menghindar hingga
membuat pecahan beling memenuhi seluruh lantai istana megah milikku.
“Tua
bangka gila berhasil menjebak, kau sadar tidak? Gara-gara perbuatanmu main
terimah saja kerja sama A dan B” masih belum puas melempar apapun seluruh benda
di sekitarku.
“Gadis
itu cantik, apa yang salah coba?” Nevil.
“Nenek
lu yang cantik, kenapa bukan kau saja yang nikah ma dia” berteriak keras.
“Dengan
senang hati kalau daddymu memberi benda sempurna seperti itu” Nevil.
“Karena
perbuatanmu tua bangka gila berhasil menghancurkan hidupku” rasa geram…
“Bagaimana
kalau kau berpura-pura gila untuk sementara buat menghindar, tapi harus siap
menjadi pemberitaan media” Nevil menyodorkan satu cara terkacau…
“Kau
saja yang gila” terus saja melemparkan benda-benda pecah belah ke hadapannya
tapi berhasil di tangkis.
“Ini
cara satu-satunya buat kau keluar dari jebakan terlebih tanda tangan perjanjian
aneh ada di tangan daddymu kan” Nevil. Tua bangka berhasil mengambil tanda
tanganku tanpa sadar pada beberapa lembar perjanjian aneh. Dengan kata lain,
seluruh asset akan jatuh ke tangannya termasuk istana megah andaikan saya
berusaha menolak acara pertunangan…
“Ini
semua karena ulahmu” berteriak makin geram.
“Kau
kan ingin mempermalukan daddymu sejadi-jadinya, sekarang waktu paling tepat
yaitu berpura-pura gila bahkan seluruh media meliput pemberitaan tersebut,
ngerti?” Nevil.
“Bagaimana
dengan masalah perusahaan, laboratorium milikku, dan semuanya…?”
“Lupakan
untuk sementara waktu. Kau masih memiliki saya juga Rae adik sepupu dari
saudara daddymu” Nevil.
“Memang
kau sepupu dari mana?” pertanyaan bodoh.
“Saya
kan keponakan mommymu, sedang Rae keponakan daddymu, gimana sih?” Nevil. Mau
tidak mau saya harus menjalani satu keadaan terkacau dalam hidup. Berperan
sebagai orang gila, masuk rumah sakit, menjadi pemberitaan media, ditertawakan
semua orang, dan masih banyak lagi…
Settingan
paling sempurna dengan peran putra tunggal salah satu tokoh terkenal mengalami
gangguan kejiwaan hingga terus saja menjadi incaran seluruh media. Tua bangka
itu harus benar-benar malu luar biasa tanpa ampun bagaimanapun caranya. Rasa
sakit sekian tahun menyaksikan kisah pahit akan terbayar, sedang dia sendiri
tidak akan pernah bisa memamerkan wajahnya depan publik. Saya tidak perduli
akan reputasi penghinaan dari berbagai kalangan, yang terpenting adalah manusia
iblis mengalami penderitaan paling menyedihkan di antara segala penderitaan.
Pemilik rumah sakit terbesar sedang menjadi bahan tertawaan seluruh dunia.
Terkurung
dalam jeruji rumah sakit jauh lebih baik buatku pribadi. Hal mengejutkan
sahabat ayah membatalkan sepihak pertunangan dengan sendirinya karena merasa
dipermalukan hanya dalam hitungan singkat. Gadis itu terus saja menangis
menurut informasi dari sepupu sialku. Akhir cerita dari kisahku adalah saya
berjuang keras melarikan diri dari rumah sakit tempatku mendapat perawatan
berulang kali. Tua bangka gila ingin membawa saya ke satu Negara asing demi
menjalani proses perawatan yang lebih canggih dibanding Negara sendiri untuk
proses penyembuhan.
“Saya
harus bisa melarikan diri secepatnya” berkata-kata pada diri sendiri sambil
mencari jalan berulang kali…
“Yes…
berhasil” meloncat kegirangan seketika setelah melewati satu terowongan kecil
rumah sakit. Nevil dan Rae tidak mengetahui keberadaanku sekarang. memanjangkan
jenggot juga rambut menjadi alternative terbaik agar semua orang tidak mengenal
identitasku. Beberapa hari hidup di jalan seperti manusia gelandangan tanpa
tempat tinggal. Sekelompok orang tiba-tiba saja melakukan pengeroyokan di satu
jalan gelap tanpa ampun.
“Tuhan,
seperti inikah rasanya hidup di jalan dan mengalami situasi kurang
menyenangkan?” entah mengapa pikiranku seketika mengingat sang pencipta hanya
sekedar melemparkan sebuah pertanyaan.
Seakan
Tuhan mengirim seseorang untuk membuatku lepas dari mereka. Darah segar
mengalir memenuhi pakaian compang camping milikku. Wanita itu sama sekali tidak
takut terhadap penampilan terburukku. Hal yang tidak pernah dilakukan daddy
yaitu merawatku dengan penuh kasih sayang. Memberi makan, tidak memperdulikan
gangguan kejiwaan dalam diriku, menatap lembut, membuatku mengenal kehidupan
baru itulah yang sedang terjadi.
Berpura-pura
gila tetap menjadi scenario terbaik buatku sekarang. menganggap segala jenis
binatang manapun merupakan golongan jenis setan yang harus dimatikan dalam
sekejap. “Itu setan” berteriak mengejar seekor tikus jalanan. Pertama kali
mengenal seorang wanita bersama kepribadian berbeda dari semua orang di
sekitarnya. Dia mengenalkanku terhadap anggota penghuni rumah tempat kaki
berdiri…
Gadis
kecil memanggil dia dengan sebutan mami sambil bergelut manja. Hal tak
terpikirkan sama sekali yaitu peranan dirinya dalam menampung manusia-manusia
gangguan mental dalam sebuah rumah tanpa rasa takut. “Hanya beberapa saja
manusia waras di sekitarku sekarang” berucap sendiri jauh di dasar hati
mengamat-amati pemandangan aneh.
“Nama
uncle siapa?” ucapan gadis kecil…
Seketika
raut wajah terlihat bingung mempertanyakan nama tanpa titik koma. Peranan
manusia gila tetap berjalan seolah saya lupa akan nama sendiri. “Siapa namaku?”
terlihat bodoh mempertanyakan nama sendiri. Acting terbaik seorang Nadav
Frodine memang pantas mendapat penghargaan ketika berada pada situasi
mengerikan seperti sekarang.
“Mau
tahu namamu?” Rasa takut secepat kilat membungkus tiba-tiba menyadari seseorang
mengetahui identitasku. Wanita itu membawaku pada sebuah kursi tanpa rasa kesal
melihat kelakuan bahkan menganggap segala jenis hewan adalah setan belaka.
“Siapa namaku?” pertanyaan terlontar seetika
sangat takut...
“Sekarang
namamu adalah…”
“Siapa?”
semakin takut mendengar jawaban darinya.
“Farand”
rasa lega mendengar jawaban tersebut.
Menjadi
pertanyaan kenapa memberi nama seperti itu? “Berarti kau seseorang yang
menyenangkan” Wanita itu memberiku sebuah nama dengan makna sedikit
mengejutkan. Sejak kapan Nadav Frodine terlihat menyenangkan di hadapan orang
terdekatnya? Hal terpenting sekarang adalah mereka semua tidak akan pernah
menyadari identitas asliku. Wajah penuh jenggot bersama rambut gondronng
berantakan untuk pertama kali menjadi pengalaman terkacau.
Ada
begitu banyak kisah lucu bersama gadis kecil bernama Moza dan juga izzy anjing
kecilnya. Saya baru menyadari pekerjaan wanita tersebut berperan sebagai
seorang psikolog setelah beberapa hari tinggal di rumah tersebut. Seorang janda
kembang lebih tepat untuk menggambarkan statusnya. Harus bermain petak umpet
bersama Gadi, Nata, dan seluruh anggota komunitas manusia gila merupakan kisah
terbodoh yang pernah kulakukan. Membenci kata kotor/ jorok tetapi coba lihat
sekarang perjalanan hidupku. mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki semua
hanya bercerita tentang manusia terjorok sedunia.
Kejadian
lebih gila lagi adalah Moza si’ gadis kecil menangis bahkan menuduh saya
membunuh izzy anjing kesayangannya karena menganggap semua hewan itu setan.
Mana mungkin Nadav Frodine sekejam itu membunuh anjing paling cute sedunia.
Jujur, saya tidak menyukai anak kecil, tapi entah mengapa berbeda cerita ketika
berhadapan dengan Moza. “Kenapa juga harus berkeliling mencari izzy sampai
sejauh ini” menggerutu sendiri di jalan membayangkan kelakuan terbodoh sendiri.
“Dari
pada dibenci gadis kecil itu, ya sudahlah” menggaruk-garuk kepala…
Berkeliling
mencari izzy yang ternyata tertidur pulas di bawah pohon tetangga tidak jauh
dari rumah. Mandi keringat sampai seluruh pakaian basah semua hanya karena
anjing kecil milik Moza. Membawa Izzy pulang kembali ke rumah tetapi lebih gila
lagi si’ anjing berlari kembali pohon tetangga buat tidur. Tanpa sengaja
menemukan kuci kulkas berisi ice cream tersimpan baik pada satu kotak
tersembunyi. Terpaksa memancing izzy memakai ice cream vanilla biar terbangun
dari tidur…
Wajah
izzy blepotan bahkan seluruh ice cream habis ludes masuk ke perutnya hanya
dalam hitungan menit. “Rakus amat lu njing” menggeleng-geleng kepala. Anak
anjing semacam dia tidak sebodoh perkiraanku. Lebih gila lagi Moza ingin izzy
perbaiki keturunan kalau sudah besar nanti. Btw, kalau diperhatikan wajah mommy
Moza lumayan cantik juga. Kenapa perhatianku sekarang beralih ke tempat lain
yah?
“Tuhan,
tipekal cewek yang kusuka itu harus gadis bukannya janda” berkata-kata bodoh
dalam hati. Jangan karena segala kebaikan yang diberikan terus saya berpindah
haluan ke janda. Tidak akan pernah…
Jangan
hanya karena dia memberi pertolongan pertama, kehangatan, kelembutan, kebaikan
terus hati ceo paling perfect sedunia benteng pertahanannya hancur seketika.
Bukannya membenci janda, hanya saja saya kan memang sejak dulu mengejar gadis.
Lebih kacau lagi tanpa sengaja melihat pertemuan antara wanita itu dan mantan
suaminya yang masih hidup. Sesuai perkiraan Moza tidak pernah tahu cerita
maupun bentuk wajah ayahnya sejak lahir ke dunia paling brengsek bahkan penuh
dosa malapetaka sedang menghadang satu sama lain.
Entah
bagaimana bisa detakan jantung selalu bermain kesana-kemari tanpa henti ketika
menatap wajahnya. “Mungkin alur cerita hidupmu masih jauh lebih buruk dibanding
kisahku” ucapan sang psikolog terhadapku.
“Terkadang
saya merasa kalau penderitaanku jauh melebihi siapapun, tetapi saat itu Tuhan
datang menunjukkan beberapa kisah termasuk hidupmu” dia tersenyum mengungkapkan
kembali sebuah pernyataan.
“Saya
tidak tahu kisahmu, tapi apapun itu tentu menyakitkan” sekali lagi nada kalimat
penuh kehangatan.
Bagian
12…
Nadav Frodine…
Kisahku
memang terdengar menyakitkan andaikan dia tahu. Saya tidak pernah bisa memahami
kehidupan penuh cinta antara seorang ayah dan anaknya sendiri. Kakak Neva harus
hidup di bawah tekanan sampai akhir cerita mengalami depresi berat bahkan
keberadaan dirinya sama sekali tidak meninggalkan jejak. Haruskah segala jenis
akar kesedihan terus saya tutup rapat? Daddy bukan manusia melainkan iblis
bertanduk tanpa perasaan. Saya tidak akan pernah tunduk terhadap manusia
semacam dirinya…
Mungkin
dengan jalan scenario putra semata wayangnya mengalami gangguan kejiwaan akan
menghancurkan harga diri sekaligus reputasinya sebagai tokoh paling
berpengaruh. Saya ingin membuat tua bangka itu malu jauh melebihi perkiraan
semua orang. “Kau harus membayar tiap rasa sakit mommy, kakak, juga hidupku
sendiri” menatap sebuah foto…
Berperan
sebagai manusia gila memang menjadi satu petualangan paling heboh, minimal juga
jalur terbaik mempermalukan si’tua bangka gila. Seorang manusia super steril
harus memulai kehidupan super jorok tanpa arah. Hal lebih kacau lagi adalah
Loan memandikan tubuhku hanya memakai sabun seadanya. Beruntung saja saya tidak
tidur bersama kumpulan orang gila di rumah itu. Menurut cerita sih, Loan juga
pernah menjadi mantan dengan diagnose penyakit sama seperti mereka tapi sudah
sembuh total tanpa harus tergantung pada satu tablet obat manapun. Janda
psikolog seperti wanita ini benar-benar berbeda…
“Meskipun
berbeda bukan berarti pria perfect semacam Nadav harus nembak janda juga kan…”
berkata-kata sendiri sambil sedikit membenturkan kepala ke dinding. Pertama
kali dalam hidup belajar tertawa lepas di tengah kumpulan manusia-manusia
dekil, namun menyenangkan. Mendengar suara dengkuran keras ketika tertidur,
memperebutkan ice cream, bermain lumpur, tertawa mendengar doa gadis kecil bagi
anjing kesayangannya harus memperbaiki keturunan kalau sudah besar, dan masih
banyak lagi.
“Ka’Nadav
mau lari kemana lagi?” sebuah suara tiba-tiba muncul memenuhi gendang
pendengaran ketika berjalan mencari angin segar secara diam-diam alias
sembunyi-sembunyi malam hari di luar sana…
“Rae”
terkejut seketika melihat penampakan sepupuku. Di mana dia tahu saya berada di
sini? Jangan-jangan dia menyewa detektif. Menutup mulut Rae kemudian membawanya
pergi jauh dari pintu pagar rumah tempatku menghabiskan banyak objek konyol.
Pada hal saya sudah sengaja memelihar jenggot, terlihat dekil, rambut
berantakan masih kalau keluar rumah masih saja tercium rapi olehnya.
Ternyata
sepupuku ini tanpa sengaja melihat wajah mirip saya setelah menengok temannya
pada salah satu rumah masih bersebelahan dengan tempat tinggalku. Paling heboh
lagi adalah temannya itu pemilik pohon besar tempat izzy berteduh kalau lagi
galau. “Kakak tidak bisa lagi lari kencang” omelan Rae seakan tidak perduli
keadaan di sekitar.
“Btw,
bagaimana suasana perusahaan setelah kepergian sang ceo yang berperan sebagai
manusia saraf?” mengalihkan perhatian.
“Mereka
tertawalah masalahnya pemimpin paling kejam dikenal sebagai manusia paling
steril pergi menghilang ditelan bumi” jawaban penuh penghinaan…
“Beraninya
kau” rasa kesal mendengar jawaban Rae.
“Saya
lagi patah hati, jadi jangan membentakku keras-keras dong!” wajah cemberut Rae
lagi bermain…
“Paling
patah hati dengan orang yang sama” mengejek Rae.
“Siapa
bilang? Yang dulu itu Cuma khilaf dan tidak benar-benar masuk pada kategori
rasa suka gimana sih” Rae.
“Apa
kau tahu pacar dari cowok kemarin itu gimana?” tidak sengaja melihat raut
wajahnya di medsos terlihat depresi berat. Sebenarnya sih, kalau di pikir-pikir
kan harusnya Rae yang mengalami masalah emosional, depresi, sakit hati, rasa
panas luar biasa, tatapan mata penuh kekosongan, kelopak mata hitam, terkadang
mata bengkak seperti habis menangis, dan segala jenis teman-temannya di
belakang tapi justru berbalik arah. Wanita alias pacar pilihan cowok itu
seperti…
Di
luar dugaan Rae tiap malam tidur nyenyak, makan tetap stabil, senyum lebar
kemana-mana, santai menikmati hidup walaupun sering diganggu suka mainin kucing
di jalan. “Saya serius” sekali lagi melemparkan pernyataan ke arah Rae.
“Saya
tidak tertarik” jawaban Rae.
“Kenapa
memang?”
“Gara-gara
dia beberapa kelompok tertentu suka bersikap usil terhadap saya di medsos. Suka
mainin kucinglah, kucingku membutuhkanku, menolong kucing di jalan, love dog
hate cat, sampai-sampai salah satu akun terkenal dengan cerita-cerita produksi
filmnya juga usil bilang binatang zodiac itu kucing, lebih kacau lagi pernah
kampus terkenal dunia promosi bagaimana suasana tempat mereka tapi gambar
terakhir kucing seperti ingin mengganggu terus…” perutku sakit akibat tertawa
lebar mendengar curhatan seorang Rae yang malang.
“Sadar
tidak? Bagaimanapun cewek itu menampakkan kemesraan bersama sang pacar tapi
tetap saja raut wajahnya terbaca benar-benar mengalami tingkat emosional luar
biasa, kepanasan, sengaja menjebak, ingin meledak tapi berusaha ditahan,
keriput, kelopak mata hitam kurang tidur, sakit hati, makan hati, mata bengkak
seperti habis nangis, dan kawan-kawannya di belakang…” mencoba menjelaskan
sesuatu terhadap Rae.
“Gara-gara
simbol koment kucing-kucingnya bersama sang pacar, lah sekarang saya jadi bahan
keusilan habis-habisan” Rae.
“Tapi
tidurmu tetap nyenyak kan? Beda ma si’cewek itu…”
“Sebenarnya
pada saat itu masalahku terlalu banyak kiri-kanan sampai sulit djelaskan.
Singkat cerita, seolah dia sengaja menjebak karena kemungkinan berpikir tingkat
emosionalku berada pada batas sangat labil bahkan gampang menjadi bahan
tertawaan sekaligus mempermalukan diri sendiri melalui objek aneh gitu” Rae.
“Memangnya
kau benar-benar membenci kucing gitu yah?” nada mengejek.
“Ada
beberapa hal yang harus diluruskan sekarang” Rae.
“Apa
itu?”
“Saya
tidak menyukai pria alias pacar sang wanita itu 100%, kalaupun kemarin
bertingkah aneh berarti kata khilaf memang menggerogoti kan. Biar pun video
seks mereka ada bahkan dipublikasikan, lah tidak ada masalah alias tidurku
tetap nyenyak saja” Rae.
“Jawab
pertanyaanku tadi tentang masalah kebencian terhadap kucing!”
“Sebenarnya
sih saya tidak benar-benar membenci kucing, hanya saja permasalahan sering
mendengar beberapa orang kulitnya bersisik akibat cakaran kucing dan juga satu
pengajaran aneh terhadap kepercayaan tertentu seakan mengkultuskan. Hewan
tersebut mempunyai Sembilan nyawa, hantunya bisa gentayangan dalam mimpi kalau
dibunuh, paling suci sementara anjing itu najis alias haram…” Rae.
“Memang
ada pengajaran begitu?”
“Menganggap
najis siapapun yang memelihara anjing bahkan tidak mau makan/ minum ketika disodorkan
atau bertamu. Andaikan terkena sentuhan anjing maka harus dicuci dengan tanah
7x biar kembali suci. Mereka selalu berdebat masalah sesuatu paling najis dan
hanya menilai dari hewan peliharaan semata bukan melihat permasalahan karakter
pribadi. Ini benar-benar gila sepupuku tercinta” Rae.
“Hubungannya
dengan cewek itu apa coba?”
“Dia
sengaja memancing memakai symbol kucing bersama objek lain dan kebetulan
masalahku banyak sekali waktu itu jadi sayapun lebih memperlihatkan seakan-akan
ingin mempermalukan diri sendiri…” Rae.
“What?”
“Saya
ingin membuktikan dugaanku terhadapnya, jadi sengaja juga terlihat emosional,
cemburu, membuat sesuatu melalui objek tertentu hanya saja kesalahan terbesar
adalah tidak menyadari kalau kata itu merupakan ibu kota salah satu Negara di
luar sana” Rae.
“Saya
ingin minta maaf terhadap Negara tersebut dan tidak bermaksud mengejek hanya
mau membuktikan satu jebakan dari wanita itu. Satu lagi, saya tidak bisa ikut
campur tentang masalah salah satu Negara besar membangun benteng perbatasan
untuk menghalangi orang asing masuk tanpa izin” Rae.
“Nada
ucapanmu seperti menjurus ke tempat lain deh…”
“Memang”
Rae.
“Salah
satu pemimpin Negara sengaja membangun sebuah tembok perbatasan untuk mencegah
imigran gelap masuk hingga mendapat kecaman. Seorang artis internasional
menyindir pemimpin tersebut dengan sebuah lagu sebagai aksi mengecam
tindakannya. Buat saya pribadi, tentu pemimpin ini sudah memikirkan sebab
akibat ke depan jadi tidak berani mengambil resiko” Rae.
“Saya
mengerti sekarang siapa pemimpin yang kau maksud” berkata-kata…
“Andaikan
ditelusuri lebih dalam dan memang kenyataan kalau Negara raksasa ini sedang
dalam proses pengamatan banyak kelompok tertentu. Kejadian pengeboman salah
satu gedung terpenting beberapa tahun lalu tembus, secara otomatis sebagian
besar oknum di luar sana sedang gencar mencari celah untuk membuat satu aksi di
luar nalar semua orang. Perang dunia 3 bisa pecah habis-habisan andaikan hal
seperti ini terjadi…” Rae.
“Berarti
pemimpin itu mencurigai…” ucapanku terpotong.
“Bisa
saja kelompok dari mereka menyamar atau mendapat celah melalui jalur tersebut
untuk menjalankan aksi. Tidak dapat disangkal Negara yang dikatakan raksasa
memang menjadi incaran beberapa area tertentu, entah karena factor politik, iri
hati, pengajaran kacau, kebencian, dan objek-objek lain. Saya tidak akan ikut campur
untuk kasus semacam ini terlebih nyawa banyak orang juga sedang dipertaruhkan
di sini” Rae.
“Btw,
kembali ke masalah cewek alias musuh bebuyutanmu” seakan ingin menyindir.
“Saya
tidak merasa punya musuh bebuyutan bos. Seakan menaruh curiga terhadap cewek
kacau itu seperti menceritakan sesuatu untuk tujuan tertentu sampai salah satu
artis terkenal bercerai” Rae.
“Maksudmu?”
“Sebenarnya
sih kesalahan juga dari saya saat itu sampai sengaja menjebak dia melalui
sesuatu hal. salah satu rumah produksi perfilman besar di sebuah Negara B
sengaja mengambil latar Negara C untuk proses syuting yang awalnya akan berada
di Negara A benua lain pula. Seiring berjalannya waktu semua berjalan mulus
tanpa berita miring, tapi tiba-tiba terdengar rencana perceraian artis peran
utama pada drama tersebut. Kalau di selidiki lebih lanjut Negara B tidak pernah
mengambil proses syuting di Negara tersebut karena kemungkinan alasan tempat,
jarak, lokasi, bersama system lain tapi semenjak masalah ini menjadi perhatian
seperti ada unsur kesengajaan” Rae.
“Hanya
perasaanmu saja mungkin?”
“Penghujung
tahun kemarin, cewek itu ke Negara B dan pasti ada pernyataan yang di keluarkan
hingga mengundang perhatian sekaligus pertanyaan. Akhir cerita, si’suami
menggugat cerai sang artis. Bisa saja masalah perceraian mereka ada hubungannya
dengan ini masalah sebagai pemeran utama dalam film dengan mengambil lokasi
syuting di Negara C, pada hal saya sudah diam seribu bahasa, lagian waktu itu
kan Cuma mau menjebak sekaligus membuktikan sesuatu lah kenapa jadi begini
ceritanya?” Rae.
“Saya
tahu artis yang kau maksud, tapi kan mereka mengungkapkan alasan perceraian
karena sebuah perbedaan…”
“Siapa
tahu mereka sengaja menutup rapat alasan sebenarnya. Andaikan firasatku benar,
saya ingin minta maaf sebesar-besarnya terhadap pasangan artis ini atas semua
yang terjadi. Jujur, sama sekali tidak ada maksud apapun ingin menghancurkan
kehidupan siapapun terlebih bahtera rumah tangga seseorang. Kesalahan artis itu
kenapa mengganti syuting latar Negara dan bisa saja berbagai bumbu penyedap
masuk berujung masalah rumah tangga terkait. Saya kan kemarin punya banyak
sekali masalah berat, kalaupun melakukan kejadian aneh itu sekedar ingin
membuktikan sesuatu dan hanya berfokus terhadap cewek tadi bukan menyebar kekacauan
begini sampai rumah tangga orang hancur…” Rae.
“Saran
saya juga, sebaiknya cewek ini menikah saja cepat sama pacarmu dari pada pihak
lain menanggapi aneh atau kau kepanasan atau stress sendiri. Perasaan suka ma
pacarnya 100% tidak ada sama sekali, kemarin itu hanya khilaf gimana sih…” Rae
melanjutkan lagi kalimatnya.
“Kasusmu
lebih rusak dibanding masalahku menjadi gila” menatap sepupuku yang paling
malang menjalani hidup.
“Tadi
kau bilang patah hati, ma siapa?” memancing kembali sang sepupu.
“Kepo
amat” sindiran Rae.
“Btw,
saya punya kenalan psikolog bisa membantu masalahmu sekarang. Ini kartu
namanya, kau tinggal menghubungi saja langsung besok tanpa menunda” memberikan
kartu nama milik Nitzana sang psikolog. Beginilah pertemuan kami hanya
membicarakan kisahnya dengan segala tingkah kekonyolan. Tidak terkenal di depan
public, tapi ketika sengaja memainkan satu objek langsung menjadi perhatian.
Rae memang hebat…
Meminta
Rae merahasiakan letak keberadaan saya terhadap Nevil bagaimanapun caranya.
Peristiwa berikutnya adalah sepupuku kali ini memberanikan diri menemui
psikolog untuk mengungkapkan keadaan psikisnya sekarang. Terdengar lucu sih
kalau dipikir-pikir lagi tentang bagaimana seorang Rae menjalani sebuah jalan.
Ngomong-ngomong kisah cintaku sendiri kan lebih kacau lagi dibanding sepupuku.
Tuhan, jangan sampai saya benar-benar menyukai janda itu. Nadav hanya ingin
menikah dengan seorang gadis bukannya janda beranak satu, walaupun Moza terlihat
menggemeskan.
Berusaha
membuang jauh-jauh satu perasaan special buat seorang janda dan tetap menjalani
hidup untuk sementara sebagai Farand si’manusia gila. Bermain petak umpet,
mencuri mangga tetangga, menghabiskan kegilaan, makan bersama, berebut ice cream
bersama sekelompok manusia gila menjadi bagian dari hidupku sekarang. Kegiatan
lain yang kulakukan juga adalah menemani izzy kalau lagi ngambek atau galau
karena kelakuan Moza. Btw, saya baru tahu kalau anjing juga bisa galau atau
ngambek.
“Kenapa
kau tidak pernah bisa memberi kesempatan kembali?” tanpa sengaja mendengar
percakapan antara Zana dan mantan suaminya ketika lagi menikmati udara segar.
“Kau
tidak pernah merasakan bagaimana saya terus bertahan dalam penantian panjang
dan apa yang terjadi selanjutnya? Hanyalah kekecewaan semata,” Seorang psikolog
dengan kekuatan ternyata mengalami satu tekanan berat karena ulah sang mantan.
Kenapa saya harus mendengar percakapan kurang menyenangkan seperti ini? Zana
mendorong pria brengsek itu ke tanah lalu pergi tanpa menoleh lagi. sang mantan
ingin mengejar, tapi dengan sengaja saya melemparkan kotoran anjing ke seluruh
pakaiannya hingga akhir cerita dia berjalan pulang…
“Memang
enak dikerjain seperti ini” tertawa melihat tingkah pria tersebut.
Tidak
lama setelah kejadian tadi, tiba-tiba saja sebuah suara seseorang berteriak
keras mengalihkan pandangan. Darah segar mengalir membasahi tubuh Zana
seketika. Seluruh tubuhku kaku bahkan tidak dapat digerakkan beberapa saat
menyaksikan pemandangan di depan. “Mami…” Moza berteriak dan menangis
sejadi-jadinya.
“Mi
buka mata” tangisan histeris Moza.
“Jangan
tinggalin Moza sendiri” sekali lagi gadis kecil histeris ketakutan. Pertama
kali perasaan takut luar biasa sedang menggerogoti hidupku seketika. Suara
ambulans berteriak keras sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Entah
bagaimana cara saya berusaha berlari ke
arah Moza, menelepon ambulans, dan terus berjaga di rumah sakit pada hal
sebelumnya seluruh tubuh terasa kaku.
Tuhan,
beri kesempatan Zana untuk kembali menjalani kehidupannya. Saya benar-benar
menyukai dia. Petualanganku indah ketika melihat senyum sang psikolog tetap
bermain di dunia brengsek yang penuh dengan kehidupan keras. Sesuatu terjadi
setelah tanpa henti terus berdoa buatnya. “Dimana saya?” suara Zana terdengar menandakan
nafas hidup kembali. Tuhan mendengar seru doa orang sombong seperti diriku.
Kebahagiaan
hanya berlangsung sementara saja, setelah beberapa hari sejak siuman suara
histeris berkumandang. “Kenapa semuanya gelap dok?” mengucek mata beberapa
menit kemudian.
“Semuanya
gelap…” mulai meraba sesuatu di sekitarnya.
“Saya buta” sekali lagi berteriak histeris.
Seorang wanita kuat menjalani hidup, namun pada akhirnya terlihat lemah setelah
mengalami kebutaan akibat peristiwa kecelakaan kemarin. Sang mantan tidak
menyadari apa yang sedang terjadi. Coba saja pria itu datang ke rumah sakit,
tentu saya akan segera membuat perhitungan. Histeris berlarut-larut bahkan
mengalami depresi berat sedang terjadi pada hidup seorang wanita kuat. Di luar
dugaan, seluruh penghuni rumah melakukan berbagai cara untuk mengembalikan
kehidupan Zana seperti dulu lagi. Mereka dengan gangguan mental juga mempunyai
sebuah perasaan iba menyaksikan bagian terbaik dalam hidup sangat rapuh...
Saya
baru menyadari sisi hidup mereka yang dikatakan mengalami gangguan kejiwaan
bersama satu rasa cinta jauh tersimpan di dasar hati. Perhatian besar dapat memulihkan seseorang
dari satu lingkaran depresi. Gangguan kejiwaan dapat hancur dengan sendirinya
melalui satu pengorbanan terbesar diiringi doa menjadi ciri khas rumah ini.
Tidak pernah kehilangan cara untuk mengembalikan sang psikolog kembali pada
kehidupan normal.
Sampai
pada akhir cerita, dia benar-benar kembali tersenyum memulai kehidupan. Pekerjaan
yang ingin ditinggalkan olehnya kembali digeluti walaupun tanpa seberkas cahaya
di depan. Saya benar-benar menyukai dia tanpa bisa memberi sebuah alasan. Rae
sepupuku berhasil menjadi salah satu penghibur terbaik bagi sang psikolog.
Seorang Zana mengalami ribuan kali kegagalan ketika berjalan tanpa memakai
tongkat. Dia hanya tidak ingin terlihat cacat depan orang banyak ataupun merasa
perlu dikasihani.
“Dia
benar-benar melebihi pikiranku sekarang” bergumam sendiri menatap di tempat
tersembunyi. Berusaha menghapal setiap sudut jalan, area rumah, pasar, taman,
mall, tempat Gym, klinik kerjanya sendiri tanpa bantuan tongkat sama sekali.
Mata sang psikolog boleh saja tidak melihat seberkas cahaya tetapi hati
bercerita lain. Satu lagi, saya selalu menggagalkan rencana mantan suaminya
hingga tak pernah bisa menampakkan batang hidungnya sendiri. Meminta bantuan
Rae memang terdengar menarik setiap waktu.
Menyukai
Zana merupakan petualangan terbaik ketika Tuhan membuat saya berada pada suatu
area tidak biasa. Selama ini duniaku hanya berkata-kata seenak yang dipikirkan,
menyudutkan, berteriak, menatap sinis, kejam akan tetapi sesuatu berkata lain
ketika bermain dengan sebuah lingkaran. “Kena kau” tiba-tiba saja seseorang
mengunci segala pergerakan tubuhku dari belakang.
“Mau
sembunyi dimana lagi bos?”
“Nevil
lepas!” berusaha melepaskan diri darinya. Malam-malam seperti ini berkeliaran
di jalan sepi terlebih mengintai sekacau itu. Membawaku masuk ke dalam mobil
yang kemudian mengemudi seperti dikejar ribuan setan.
Bagian
13…
Nevil
menganggap permainan Nadav sepupunya benar-benar keterlaluan. Melarikan diri
dari rumah sakit kemudian hilang tanpa jejak. Singkat cerita Nevil mulai
menaruh curiga terhadap Rae dan mulai mencari tahu letak keberadaan sepupunya
kali ini. “Aneh, kan harusnya si’manusia sombong ini lebih percaya ma saya…”
cetus Nevil membuntuti Rae.
“Kenapa
lebih percaya ma sepupu dari daddynya” Nevil mengepalkan tangan seketika. Waktu
paling tepat bagi Nevil berdiri di hadapan Nadav serta meminta penjelasan
tentang maksud menyembunnyikan sesuatu selama ini. sekarang dia seperti manusia
penculik tidak jauh dari sebuah tiang istrik besar berdiri tegak.
“Apa-apaan
ini?” Nadav berusaha lepas setelah berada di atas mobil milik Nevil.
“Justru
saya yang harus balik nanya” Nevil.
“Mulai
berani ya sekarang” Nadav.
“Jelaskan
semuanya atau saya hubungi your daddy posisi keberadaanmu sekarang!”
“Saya
tidak mau kau buat keributan di sana, ngerti?” Nadav.
“What?
Ulangi sekali lagi!” Nevil. Mau tidak mau otomatis Nadav harus menjelaskan
semua kejadian sejak awal sampai dirinya berada pada sebuah lingkungan rumah
yang penuh dengan sekelompok manusia aneh.
“Kau
betah tinggal bersama kumpulan manusia seperti itu?” Nevil membayangkan
bagaimana sepupunya bermain kotor, berebut ice cream, bermain petak umpet dan
lompat tali, lari bolak-balik, mengelus seekor anak anjing yang lagi galau di
bawah pohon, dan masih banyak lagi hasil pengintaian kemarin. Sulit dipercaya
si’manusia steril mengalami perubahan drastis karena seorang wanita.
“Sebenarnya
saya yang kurang waras atau kau memang benar-benar tidak waras?” Nevil.
“Mau
gimana lagi” jawaban Nadav.
“Saya
perhatikan kau terus saja mengekor diam-diam di belakang seorang wanita” Nevil.
“Dia
buta tapi berusaha terlihat normal…” Nadav.
“Seperti
aura-aura percintaan kalau begini ceritanya nih” Nevil tertawa keras…
“Menurut
informasi kalau dia janda beranak satu”
Nevil.
“Kau
benar-benar penguntit terbaik sepanjang sejarah” Nadav sedikit geram.
“Hellllooooo,
perasaan sepupuku lebih suka gadis dibanding janda” Nevil.
“Suka-suka
saya dong” balasan Nadav.
“Dia
janda berkualitas, percuma gadis tapi rasa janda sama juga bohong” Nadav.
“Saya
kan Cuma becanda. Kenapa tanggapannya serius begitu?” Nevil.
“Ngomong-ngomong,
bagaimana perkembangan alat yang saya inginkan? Jangan katakan kerjamu hanya
jadi penguntit orang” penekanan keras Nadav.
“Masih
dalam proses” jawaban Nevil.
“Saya
mau lihat sampai dimana?” Nadav.
“Kau
pikir mencari desain alat pembuat gedung itu gampang?” teriak Nevil.
“Tetap
saya ingin lihat” menyalakan mesin mobil menuju sebuah laboratorium besar…
Mereka
berdua pada akhirnya sampai pada sebuah gedung cukup jauh dari ibu kota.
Meneliti beberapa perkembangan satu alat canggih hasil imajinasi. “Saya sudah
mencoba mempejari lebih detail mesin-mesin penggerak dengan kecepatan tertentu,
tapi masih butuh sedikit waktu lagi. Alat ini terdiri dari layar computer untuk
sebuah desain yang telah terprogram sebelumnya atau karya para arsitek yang
memang sesuai persetujuan, beberapa kotak penyaluran, system penyetelan, mesin
penggerak, pipa jembatan dari bahan besi ketika mesin sedang bekerja, dan
beberapa bagian lainnya” Nevil.
“Kotak
penyaluran dan pipa jembatan perbedaannya dimana coba?” Nadav.
“Kotak
penyalur di sini terdiri dari beberapa bagian seperti semen, pasir, kawat
pengikat, batang besi sesuai ukuran, batu gunung sebagai pondasi, batu bata, pipa
air untuk campuran, tiang-tiang penyangga terlebih dengan desain gedung
bertingkat alat ini harus diperankan luar biasa. Setelah mendapat perintah dari
program layar sesuai desain yang dinginkan, maka secara otomatis mesin akan
mulai bekerja untuk membuat batas pengukur sesuai tingkat perbandingan dan
mencampur beberapa bahan dari kotak penyalur seperti semen dan pasir dalam satu
tempat. Di lain tempat mesin pun bekerja menata batu-batu gunung pada area yang
telah ditentukan bersamaan dengan proses olahan campuran semen-pasir sebagai
bahan perekat/plester seperti biasa” Nadav.
“Lantas”
Nadav.
“Pipa
jembatan sendiri fungsinya mengirim semua bahan seperti batu-batuan dan bahan
campuran menuju lokasi secara otomatis. Susunan batu akan mulai bekerja kembali
sesuai jenis desain pada layar komputer setelah proses pondasi dan beberapa
masalah penyegelan besi sekitar selesai dikerjakan. System kerja mesin ini lebih
mempercepat proses kerja dan dapat dikatakan mempunyai kelebihan untuk beberapa
desain gedung tertentu” Nevil.
“Berarti
masih dalam proses?” Nadav.
“Butuh
waktu mempelajari susunan perakitan system kerja mesin ini, jadi harus sabar
dong.”
“Ada satu cara mempercepat penemuanmu kali
ini” Nadav.
“Caranya
gimana?” Nevil.
“Kau
harus berguru 100% pada para professor atau orang-orang ber-IQ tinggi dari
kalangan bangsa Yahudi” jawaban Nadav membuat Nevil terbelalak seketika.
“What?”
Nevil.
“Secara
kalangan mereka mengerti secara detail system perakitan terbaik, jenis-jenis
kualitas mesin, bisa menemukan hal baru bahkan 99% teknologi di dunia adalah
hasil penemuan bangsa Yahudi. Jadi, suka tidak suka harus terima kenyataan
tentang kualitas otak mereka” Nadav.
“Boleh
juga tuh idemu. Btw, kau tidak ingin melihat apartemen baru milikku di tengah
ibu kota?” Nevil.
“Kenapa
pembicaraan beralih kesana?” Nadav.
“Ayolah”
Nevil mendorong tubuh Nadav untuk meninggalkan gedung tersebut. Akhir cerita
mereka berdua berada pada satu area cukup unik di tengah kota setelah
perjalanan cukup lama.
“Sudah
pagi ternyata” Nadav menggosok kedua bola matanya. Mereka berdua tertidur lelap
tidak jauh lokasi apartement Nevil sebelum turun dari mobil.
“Hei
bangun!” menepuk kepala Nevil.
“Masih
ngantuk” Nevil seakan tidak memperdulikan perilaku sepupunya.
“Bangun!”
sekali menepuk kepala Nevil bukan lagi memakai tangan melainkan sepatu
miliknya.
“Keterlaluan”
umpatan Nevil. Mereka akhirnya keluar dari mobil memasuki satu area tertentu
setelah memarkir kendaraan yang cukup jauh dari tempat lokasi. Satu suguhan
pemandangan tidak biasa sedang menghias jalan di depan. Suasana area sangat
gersang, tandus tanpa tanaman, terdapat beberapa alat tambang zaman dulu di
beberapa sudut, benar-benar semacam tanpa kehidupan sama sekali.
“Apartemen
macam apaan ini” cetus Nadav melirik sinis ke arah sang sepupu.
“Inilah
yang dikatakan salah satu jenis seni desain arsitek paling unik. Bagian luar
sudah sengaja bahkan sepanjang jalan memainkan konsep dengan penampakan seperti
ini” jawaban Nevil. Lokasi apartement tersebut dibuat membentuk pulau kecil dengan
suguhan pemandangan sedikit fantastis. Terdapat mall cukup besar, restoran,
rumah bermain anak, danau, akuarium, teater di tengah-tengah tanah yang begitu
tandus pada akhirnya. Gedung-gedung tersebut menyerupai bongkahan batu bara,
sedangkan sarana jembatan ataupun pernak-pernik hiasan dibuat mirip seperti
beberapa alat-alat tambang zaman dahulu kala.
“Akhirnya
kita sampai juga” teriak Nevil setelah berdiri tepat depan sebuah gedung.
“Mataku
mines atau apaan ini?” Nadav sedikit terkejut.
“Bagaimana
keren ga?” senyum Nevil. Gedung apartemen bertingkat membentuk sebuah gua di bagian
timur tanah paling tandus. Pada malam hari lampu warna-warni mulai bermain
bahkan air mancur dari beberapa arah membasahi gedung tersebut dengan sedikit
keunikan desain. Tidak jauh dari lokasi terdapat gunung buatan tangan manusia
dengan sebuah menara kecil dan restoran di atasnya sekitar pertengahan danau
untuk menikmati pemandangan terlebih pada malam hari.
“Jauh
lebih megah dibanding istanamu” ledekan Nevil lagi. Desain interior apartemen
terbilang mempunyai ciri khas tersendiri. Perpaduan antara konsep tanah
gersang, gua, dan dunia modern sehingga menciptakan satu seni desain. Kamar
tidur dan kamar mandi sendiri didesain dengan latar pengambilan inspirasi dari
kehidupan dalam sebuah gua. Permainan dunia modern dan tanah gersang dijabarkan
melalui beberapa ruang lainnya. Satu titik kehidupan di tengah tanah paling
tandus…
“Sang
arsitek suka bermain dengan perpaduan konsep dalam desain interior” Nadav.
“Sang
arsitek mengajak saya bekerja sama untuk penambahan satu jenis teknologi”
Nevil.
“Apa
maksud ucapanmu tadi?” Nadav mulai mencurigai sesuatu.
“Tenang
saja, ini juga masih di bawah brand perusahaanmu milikmu kan” Nevil.
“Teknologi
apa yang kau katakan tadi?” Nadav.
“Mesin
cuci jenis terbaru. Bagian kamar mandi dengan sengaja dibuatkan jalan lorong
untuk memasukkan pakaian kotor langsung menuju mesin cuci yang diletakkan
sesuai keinginan hati seperti di dapur atau tempat lain. Jika tumpukan pakaian
kotor sudah penuh dalam tabung, maka mesin cuci akan memutar dengan sendirinya.
Pakaian akan masuk pada lemari seterika uap yang sudah di program setelah
proses cucian dan pengeringan selesai selesai” Nevil.
“Lemari
seterika uap?” Nadav.
“Lemari
khusus yang berfungsi untuk melicinkan pakaian. Alatnya kan sama seperti
seterika uap lain hanya dalam bentuk dan program berbeda. Lemari seterika ini
dibuat otomatis dan langsung tersambung setelah proses cucian selesai” Nevil.
“Jadi
ceritanya sepaket?” Nadav.
“Yah
seperti itulah. Tapi kalau pihak pemilik apartemen lebih menyukai laudry luar
maka kotak pakaian kotor dalam kamar mandi bisa langsung disambungkan pada
beberapa tempat laundry di luar sana yang memang sudah bekerja sama sekaligus
telah terdaftar dalam program komputer” Nevil.
“Seseorang
bisa mengirim pakaian kotor sesuai jumlah yang diinginkan, maka secara otomatis
akan terkirim melalui mesin otomatis ke tempat laundry, begitu maksudnya?”
Nadav.
“Yah
seperti itulah dan pengembalian kembali pakaian pun otomatis dari tempat laundry…”
Nevil.
“Jangan-jangan
kau diberikan gratis apartemen ini tanpa satu sen pembayaran?” Nadav.
“Memang”
Nevil mengangguk tersenyum.
“Kau
sadar tidak? Kalau sang arsitek lokasi gedung di sini dulunya bekas orang
gila…” Nevil melanjutkan lagi ucapannya.
“Mana
mungkin” Nadav.
“Kenyataan,
dia kan juga tetangga sebelah denganku sekarang. Jangan anggap remeh atau
pandang sebelah mata mantan penyakit jiwa bisa jadi esok hari dia bisa membuat
sesuatu hal luar biasa…” Nevil
“Ngomong-ngomong
sekelompok orang di rumah tempatku sekarang pasti sibuk nyari keberadaan saya
sekarang” Nadav menatap tajam.
Pada
akhir cerita, Nevil sengaja memainkan scenario untuk mengembalikan sepupunya.
Dengan alasan menemukan Nadav di jalan karena terus berteriak dan tidak sengaja
menabraknya hingga terjatuh bahkan harus dilarikan ke rumah sakit hingga
mendapat perawatan. “Maaf membuat kalian cemas, sedangkan saya sendiri tidak
mengetahui identitas pria tua sinting gila ini kemarin…” berkata-kata setelah
berdiri di hadapan kumpulan anggota rumah milik Zana. Mereka semua benar-benar
khawatir akan keadaan Nadav.
“Tidak
sepatutnya anda berbicara seperti itu terhadap Farand” Zana sedikit kesal…
“Maaf”
Nevil.
“Uncle
Farand jangan keluar rumah malam-malam lagi tanpa Moza” seorang gadis kecil
berlari memeluk Nadav.
“Uncle
bunuh setan” Nadav kembali terlihat seperti manusia gila.
“Hebat
betul aktingnya sampai tidak terlihat waras sedikitpun” suara hati Nevil
menyaksikan seorang actor lagi memainkan scenario.
“Memangnya
setan mana dibunuh ma uncle?” Moza
“Itu”
Nadav menunjuk Nevil sebagai setan terjahat.
“Enak
saja bilang saya setan” suara pelan Nevil.
“Bagaimana
cara anda bisa mengetahui identitasnya dan mengembalikan dia kemari?” Loan
bertanya tiba-tiba.
“Yah
betul” Livia.
“Karena
bertanya ke orang-orang di sekitar sana” Nevil.
“Uncle
Farand jangan menghilang lagi. Apa lagi uncle harus jadi obat nyamuk buat izzy
kalau kencan nanti…” ucapan Moza membuat Nevil tertawa keras.
“What?
Obat nyamuk? Siapa itu izzy?” Nevil masih tertawa.
“Guk
guk guk guk guk…” suara izzy siap menerkam Nevil seketika.
“Izzy
berhenti!” perintah Moza.
“Obat
nyamuk anak anjing yang lagi kencan” Nevil makin tertawa. Pandangan mata
mencurigakan mulai menjalar, tetapi kemudian Nadav berhasil mengalihkan
perhatian hingga sang sepupu bisa berjalan pulang kembali ke rumahnya.
Bagian
14…
Nitzana…
Rumah
dibuat gempar karena salah satu anggota keluarga menghilang tiba-tiba tanpa
jejak sedikitpun. Semua pada khawatir hingga mencari di setiap sudut. “Uncle
bunuh setan di sana” Nata menunjuk arah luar pintu. Izzy berlari menggonggong
mencari keberadaan Farand.
“Biasanya
anjing bisa melacak keberadaan seseorang, tapi kenapa izzy tidak bisa melakukan
hal yang sama?” kata-kata Livia terdengar seperti menarik izzy.
“Aunty,
tiap anjing punya kelebihan dan kekurangan juga” cetus Moza.
“Kalau
izzy mah kelebihannya cuma menghabiskan ice cream sebanyak-banyaknya” Livia.
“Kelebihan
izzy bukan cuma itu” penekanan nada suara Moza.
“Apa
lagi kelebihannya?” Livia.
“Aunty
keterlaluan” Moza.
“Kenapa
ribut begini sih?” menegur mereka hingga terjadi keheningan.
“Izzy
harus bisa buktikan kelebihan terbaikmu biar aunty malu” Moza memecah
keheninggan.
“Bantu
Moza cari uncle Farand sampai ketemu” Moza segera berjalan keluar bersama
anjing kecilnya. Kami berbagi beberapa tempat setidaknya bisa saling membantu
satu sama lain bahkan bertanya ke semua orang. Saya berusaha berjalan seperti
manusia normal dan seakan dapat melihat tanpa mereka semua menyadari tentang
kegelapan yang sedang menyelimuti sekarang.
“…pria
tinggi, berjenggot, rambut berantakan?” bertanya pada tiap orang yang lewat
hanya dengan mengandalkan gendang pendengaran.
“Tidak
sama sekali” jawaban sama tiap kali bertanya.
“Mamiku
seperti tidak buta”ucapan gadis kecil .
“Sejak
kapan Moza di belakang mami?” berbalik ke arah suara tersebut.
“Sejak
tadi” Moza.
“Ka’Loan
mana?”
“Berjalan
kesana, Moza melihat mami, jadi singkat cerita mengekor terus di belakang ma
izzy” Moza.
“Ayo
kita cari uncle sama-sama” gadis kecil menarik tanganku. Tidak ada hasil sama
sekali sampai akhirnya Livia memutuskan untuk membuat laporan orang hilang di
kantor polisi. Seperti ada yang hilang tanpa kehadiran Farand di rumah ini.
Seseorang mengetuk pintu depan setelah kami semua lelah mencari seharian. Ekor
izzy bergoyang seperti mengenali siapa yang ada di depan teras sekarang.
“Uncle
Farand pulang” teriak Moza memeluk izzy.
“Moza
tahu dari mana?” Livia.
“Kelebihan
izzy bisa kenal siapa yang lagi berdiri di luar sana” Moza.
“Menyindir”
Livia. Sesuai perkataan Moza kalau orang yang berdiri di luar sana adalah
Farand ternyata memang benar. Kami semua lebih dikejutkan bagaimana seseorang
membawa dirinya dengan selamat ke rumah ini. menurut pengakuan pria tersebut
jika Farand mengalami kecelakan hingga mendapat perawatan di rumah sakit.
“Minimal
tidak terjadi sesuatu apapun terhadap Farand” berucap terhadap pria itu.
“Syukurlah
paman bisa ditemukan lagi” Loan bernapas lega. Pria tersebut akhirnya memohon
pamit, tetapi kami semua lupa bertanya siapa nama dia setelah meninggalkan
rumah. Suasana ramai kembali hadir lagi dikarenakan salah satu penghuni rumah
sudah ditemukan.
Saya
ingin memulai hidup dengan lembaran baru dan tetap berjalan sama seperti
manusia normal lainnya. Klien tidak pernah menyadari jika psikolog di
hadapannya ternyata hanyalah manusia cacat. Mengantar mereka menuju pintu luar
atau melakukan beberapa kegiatan tanpa bantuan tongkat untuk berjalan. Bukan
karena ingin membodohi orang banyak melainkan bidang saya memang berada di
tempat seperti ini yaitu menjadi pendengar setia sekaligus sahabat.
“Zana
akhirnya saya menemukanmu kembali” suara seseorang sedang bergema sekitar
gendang pendengaranku sekarang.
“Fadi”
setelah lama tidak terdengar kabarnya tiba-tiba kami dipertemukan lagi.
“Terima
kasih buat semua yang kau lakukan terhadap Zahlee” Fadia.
“Bagaimana
kabar Zahlee sekarang? apa bayinya sudah lahir?”
“Bayi
Zahlee sangat cantik” Fadia. Zahlee sedang melanjutkan pendidikannya sambil
menjadi seorang ibu bagi sang buah hati. Memulai lembaran baru tanpa melihat
betapa kelamnya masa lalu memang sangat sulit, tetapi seiring berjalannya waktu
satu seni sedang berirama mengajar tentang petualangan.
“Kemarin
saya harus berada di luar negeri karena urusan pekerjaan jadi tidak sempat
memberi kabar” Fadia.
“Memangnya
saya menanyakan kenapa kontakmu tiba-tiba putus?”
“Siapa
tahu saja kau merindukan diriku lagi” Fadia. Pertemuan kami berdua kembali
terjadi di tempat Gym seperti biasa. Hal lain yang sama sekali belum diketahui
olehnya tentang kisahku sekarang adalah masalah penglihatan. Berjalan,
melakukan aktifitas, bekerja, menatap seolah kedua bola mataku tidak pernah
mengalami kegelapan sama sekali. Fadia tidak menyadari kalau sekarang saya
sedang berada pada alur cerita manusia cacat. Secara logika mustahil semua ini
bisa mengelabui orang-orang di sekitar, tetapi saya berhasil berjalan sama
seperti manusia normal lainnya.
Sampai
detik sekarang bisa dikatakan saya masih rajin memeriksa kondisi kedua mata
untuk mengetahui apakah masih ada harapan untuk melihat kembali. Suara hatiku
juga masih berteriak keras untuk menatap seberkas cahaya. “Kedua bola matamu
masih bisa tertangani oleh seorang dokter terkenal” dokter Adney seolah
memberikan saya setitik harapan.
“Sepertinya
saya sudah terbiasa dengan kehidupan sekarang, dok” membohongi diri sendiri.
“Kasus
seperti matamu memang paling sulit ditangani, tapi di tangannya saya yakin
penglihatanmu bisa kembali” Dokter Adney.
“Jangan
memberi saya satu harapan palsu kalau memang seumur hidup jalanku hanya
bercerita untuk tetap berjalan dalam gelap.”
“Zana
jangan patah semangat seperti ini” Dokter Adney.
“Ngomong-ongomong
siapa nama dokter itu?” bertanya langsung pada inti.
“Dia
memang dokter paling sulit dihubungi sih karena beliau salah satu tokoh paling
berpengaruh…” jawaban seperti ini kenapa jadi lari? Nyambungnya dimana?
“Doker
Adney yang saya tanyakan nama bukan jawaban seperti ini.”
“Dokter
Frodine seorang pemilik rumah sakit terbesar di seluruh wilayah termasuk rumah
sakit disini” jawaban dokter Adney tanpa basa basi. Sepertinya saya pernah
mendengar nama Frodine, namun entahlah…
“Jangan-jangan
ayah dari ceo yang sekarang lagi mengalami gangguan kejiwaan berat sampai-sampai
tidak pernah absen dari pemberitaan media” Livia tiba-tiba saja masuk ke tengah
pembicaraan kami.
“Sejak
kapan kau menjadi pendengar setia di depan pintu sana?” bertanya ke arah suara
Livia.
“Setengah
jam lalu. Kau selalu berjalan seorang diri seakan tidak memerlukan bantuan
siapapun, sedang kami semua selalu dibuat ketakutan” Livia.
“Moza
mana?”
“Moza
di sini buat jadi tongkat mami” suara Moza tiba-tiba berlari memelukku erat.
“Betul
ucapanku kan dokter?” Livia.
“Jangan
sekali-kali menyebut nama anaknya di hadapan beliau seandainya kalian berhasil
bertatap muka karena bisa berakibat fatal” dokter Adney.
“Kok bisa yah manusia sempurna semacam anaknya menjadi gila
seperti itu?” Livia.
“Kabar
terbaru, anaknya tiba-tiba saja menghilang sampai sekarang belum ditemukan
hanya belum tercium oleh pihak media” suara dokter Adney sangat pelan.
“Saya
tidak tertarik membahas masalah pribadi orang lain, jadi permisi dok”
menggendong Moza kemudian berlalu dari hadapan mereka. Dasar Livia mulut
sepuluh ribu bibir masih saja gila urusan. Singkat cerita mereka berdua
mengejar di belakang hanya untuk memastikan persetujuan pertemuan dengan sang
dokter.
“Saya
tidak tertarik sama sekali dok” jawaban penuh kebohongan. Saya takut berharap
pada sesuatu yang tidak jelas, walaupun suara hatiku terus saja berteriak ingin
melihat seberkas cahaya.
“Ini
kesempatanmu buat bisa melihat lagi” Livia.
“Saya
dan Livia akan berusaha menghubungi sang dokter, asal kau jangan berhenti
berharap atau patah semangat” dokter Adney.
“Moza
juga izzy selalu merindukan mami bisa melihat seperti dulu” tangan mungil Moza
membelai anak rambutku.
“Lakukan
demi Moza” Livia.
“Terserah
kalian” menjawab cuek seakan tidak pernah peduli.
Berjalan
dalam gelap memang menyakitkan, tapi saya tidak ingin mengalami merasakan sakit
lebih dalam. Selama ini kaki sudah terbiasa berjalan tanpa melihat sesuatupun
bahkan belajar terlihat kuat dari luar. Jangan berikan saya sesuatu yang tidak
pasti kalau memang semua itu hanya angin lalu. Belajar hidup seperti manusia
normal lainnya walaupun kenyataan berkata sebaliknya.
“Setan
di sana” Farand mengejutkan saya dengan tepukan tangannya.
“Mungkin
masalahmu masih jauh lebih berat dibanding petualangan hidupku” berkata-kata
terhadap Farand hingga membuatnya berhenti menyebut kalimat yang sama.
“Saya
sudah katakan orang yang anda cari tidak tinggal di sini” Livia terdengar
bertengkar dengan seseorang. Suara
kegaduhan di depan rumah terdengar jelas. Seperti sekelompok orang masuk paksa
ke rumah bahkan membuat keributan sekaligus kekacauan di segala ruangan.
“Nadav,
keluar sekarang juga!” salah satu dari mereka berteriak keras.
“Daddy
tidak bisa lagi kau tipu dengan penyakitmu itu” makin berteriak…
“Siapa
itu Nadav?” bertanya sendiri.
“Bapak
sudah gila yah” rasa geram Loan pertama kalinya terhadap seseorang. Mereka
berjalan menaiki anak tangga hingga berada pada lantai dua rumah ini. Berusaha
berdiri mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun tiba-tiba tangan Farand
menghalangi jalanku seketika.
“Mau
menipu daddy dengan cara apa lagi?” ucapan orang yang sama setelah berhasil
berada di hadapan kami. Pria itu bertanya terhadap siapa? Apa maksud ucapannya?
Seperti ada sesuatu masalah yang bahkan saya sendiri tidak menyadari.
Jangan-jangan maksud mereka adalah…
“Maaf
kalau boleh tahu, bapak bicara terhadap siapa?” berusaha untuk tetap tenang.
“Pria
gila di samping kakak itu maksudnya” Rae ada bersama dengan mereka membuat
keributan.
“Rae
harus jelaskan maksud pernyataanmu tadi!”
“Maaf
ka’Zana semua ini kesalahan saya juga sepupu pria gila di sampingmu” Rae.
“Maksudmu
Farand?” Livia hampir tidak percaya…
“Saya
sudah berusaha menutup rapat sedalam mungkin bahkan kalau bisa sampai di dasar
laut, tapi tetap saja mata-mata paman dimana-mana” seperti saya pernah
mendengar jenis suara ini.
“Kau
kan yang waktu itu mengantar Farand ke rumah” Loan.
“Kau
sih terlalu ceroboh” Rae menyalahkan pria tadi.
“Kemarin
daddy bisa dipermainkan, tapi tidak untuk sekarang” ucapan pria yang sejak tadi
terus saja meluapkan amarahnya.
“Iblis
jahanam selalu menghancurkan semua orang di sekitarnya” tiba-tiba saja Farand
berucap seperti manusia normal bahkan menyadari pasti siapa mereka.
“Bawah
dia pulang kalau perlu seret paksa!” perintah sang pria tua tersebut.
“Kau
hanya iblis bukan daddy buatku” Farand berusaha lepas.
Hal
yang terjadi selanjutnya adalah mereka berhasil membawa Farand keluar
meninggalkan tempat ini bagaimanapun beberapa anggota rumah berusaha
menghalangi. Gonggongan izzy tiba-tiba saja menghentikan langkah sang pria tua
tadi. “Kakek masih ingat Moza?” di tengah-tengah genting menakutkan seperti ini
gadis kecil berkata-kata seolah mereka saling kenal.
“Izzy
sekarang sudah besar” Moza. Bagaimana bisa si’pembuat keributan ternyata
seseorang yang menghadiahkan gadis kecil seekor bayi anjing di hari ulang
tahunnya. Ingatan Moza benar-benar tajam untuk permasalahan seperti ini. Dia
juga si’pemberi boneka bear yang setiap malam terus berada dalam pelukan Moza,
tapi berbohong jika itu pemberian Farand. Pria tersebut hanya terdiam kemudian
berlalu begitu saja tanpa jawaban…
Rae
berusaha menjelaskan semua permasalahan yang sedang terjadi sejak awal hingga
terjadi keributan besar seperti sekarang. Nevil sang sepupu lainnya juga ikut
menjabarkan bagaimana perselisihan antara ayah dan anak sudah berlangsung lama.
Mereka berdua pun tidak dapat berbuat apa-apa. Farand maksudku Nadav sengaja
ingin mempermalukan ayahnya sendiri sekaligus ingin membatalkan pertunangannya
dengan jalan berpura-pura mengalami depresi hingga penyakit kejiwaan tingkat
parah. Saya benar-benar tertipu oleh acting pria tersebut. Masalah lain lagi
adalah ayahnya merupakan dokter spesialis terbaik yang dimaksud oleh dokter
Adney.
Bagian
15…
Nadav Frodine…
Manusia
monster pada akhirnya menyadari settingan permainanku. Saya benar-benar
membenci dia sebagai ayahku. Membawa sekumpulan anak buahnya secara mengejutkan
dan membuat keributan besar tempat saya berada. Monster bengis berhasil
mengumpulkan informasi setelah menyebar semua orang-orangnya di setiap sudut
Negara ini. orang bawahannya memang merupakan FBI terbaik yang pernah ada. Apa
yang terjadi setelah Zana dan semua anggota rumah mengetahui identitasku
sebenarnya? Saya tidak ingin siapapun dari mereka membenciku.
“Kau
monster” mendobrak pintu kamar setelah sang monster berhasil membuat saya
terkurung di rumahnya.
“Kalau
saya monster berarti kau anak monster paling durhaka” balasan sang monster dari
luar.
“Kenapa
begitu jahat terhadap anak sendiri?”
“Manusia
jahat itu sebenarnya siapa? Saya sebagai monster atau kau sebagai anak
monster?” Manusia monster.
“Buka”
terus-menerus mendobrak pintu kamar. Manusia monster menyadari betul apa yang
akan kulakukan sehingga melakukan pergantian bahan pintu dari kayu menjadi besi
baja. Otak paling cerdik yaitu mengurung anak sendiri dalam rumahnya.
Berhari-hari dia terus mengurung bahkan melarang siapapun masuk ke rumah
sekalipun itu kedua sepupuku. Hanya memperbolehkan pelayan membawa makanan ke
kamar, sedang hal lain tidak diperkenankan.
“Kenapa
si’monster tidak mengurus saja semua rumah sakit miliknya?” sangat kesal
melihat kelakuan bejatnya.
Saya
harus keluar dari rumah ini bagaimanapun caranya. Bagaimana andaikan Zana
benar-benar membenciku. Satu lagi, siapa yang akan menghalangi mantan suaminya
itu berjalan ke hadapannya? Saya menyukai Zana dan ini tidak boleh terjadi.
Berusaha setenang mungkin merupakan hal yang perlu kulakukan sekarang.
berpura-pura tidur saat seorang pelayan mengantar makanan memang sering kulakukan.
“Hei bangun” seperti suara Rae.
Dia
spontan membekap mulutku rapat-rapat untuk menghentikan reaksiku seketika. “Sepupu
gila” ujarku terkejut. Rae berusaha menyamar sebagai pelayan pengantar makanan
ke kamar dengan seragam memakai seragam seperti yang lain. Dia menjelaskan
betapa sulitnya berada di rumah ini dan benar-benar perjuangan besar. Salah
satu asisten kepercayaan manusia monster membantu Rae setelah sekian lama
mencari cara menembus rumah. Sengaja meminta penambahan pelayan buat
bersih-bersih karena merasa kewalahan dengan luas rumah yang begitu besar.
“Keluarkan
saya dari sini bagaimanapun caranya?” emosionalku ingin meledak.
“Saya,
Nevil, ibu Hana lagi berpikir keras sekarang” Rae.
“Mana
mungkin si’pelayan emas monster mau membantu…”
“Justru
kau salah menilai ibu Hana. Siapa coba mati-matian mencari jalan saya bisa
berada di depanmu sekarang?” Rae.
Ibu
Hana merupakan tangan kanan daddy sekaligus terkenal dengan sebutan wajah
sekaligus karakter paling menyeramkan. Saya hampir tidak percaya dengan semua
yang dilakukan olehnya. “Kau harus tenang” Rae kembali berkata-kata.
“Apa
Zana membenciku atau sangat benci?”
“Kau
ingin keluar karena dia?” Rae.
“Bukan
karena itu juga” berusaha menyembunyikan semuanya.
“Kami
sudah menjelaskan semua perkaramu, tapi sepertinya ka’Zana butuh waktu” Rae.
“Bantu
saya keluar dari rumah sialan ini” memohon terhadap Rae.
“Pertemukan
saya dengan Zana sekali saja” sekali lagi memohon.
“Kau
sudah dengar berita?” Rae.
“Tentang?”
“Satu-satunya
dokter yang bisa menangani kasus seperti ka’Zana hanya daddymu, jadi jangan
membuatnya semakin sulit” Rae. Mata Zana bisa melihat lagi asalkan melalui
tangan seorang ahli bedah terbaik yang memang mengerti jelas penanganannya.
Kenapa harus daddy?
Berpikir
keadaan di luar sana dalam kamar memang menyakitkan. Sekarang Moza lagi berbuat
apa? Izzy pasti berada di bawah pohon besar milik tetangga kalau galau atau
ngambek ma gadis kecil. Semua anggota rumah apa merindukan saya? Permainan
petak umpet, kejar-kejaran, kuda-kudaan, dan segala hal lucu masih terus saja
terngiang. Andaikan saya bisa berada di rumah itu, Tuhan.
“Gunakan
seragam ini besok, kebetulan ayahmu berada di luar seharian jadi kau bisa
menyamar sebagai pelayan untuk mengelabui semua orang di sini” tidak pernah
menyangka ibu Hana mau berkorban besar sekaligus bertarung nyawa buatku. Tidak
perduli ledakan emosional daddy andaikan ketahuan…
“Kenapa
mau menolong saya?” menghalangi jalannya.
“Saya
hanya mengikuti keinginan ibumu sebelum meninggal” ibu Hana.
“Mommy”
Ibu
Hana berjalan keluar meninggalkan kamar membuatku kembali berada dalam kurungan
seorang diri. Bertahun-tahun saya membenci tangan kanan daddy di rumah ini,
tetapi sama sekali tidak pernah berpikir bagaimana dia terus berjaga di
belakangku. Tiba-tiba saja daddy berjalan masuk untuk pertama kalinya kami
berdua bertatap muka setelah kejadian malam itu. “Jadi alasanmu membatalkan
pertunangan kemarin karena mengejar wanita bodoh di luar sana?” daddy
berkata-kata di luar dugaan.
“Wanita
siapa maksud daddy?”
“Siapa
lagi kalau bukan psikolog buta yang lagi mengemis masalah operasi matanya”
daddy. Tidak mungkin juga Zana menjadi pengemis di hadapan manusia monster.
Wanita yang kusuka mempunyai harga diri untuk hal semacam ini.
“Saya
bertemu dengannya setelah kabur dari rumah sakit, jadi Zana tidak ada hubungan
sama sekali masalah pembatalan pertunangan.”
“Dia
janda beranak satu, tidak sederajat, berada jauh di bawah level keluarga
Frodine” penekanan daddy memang terdengar mengerikan.
“Saya
menyukai dia apapun statusnya” menjawab pertanyaan daddy. Seorang Zana membuat
saya belajar untuk satu start terbaik di tengah pahitnya petualangan hidup.
Sampai sekarang nama wanita pilihan daddy kemarin tidak saya ingat. Kebencianku
terhadap daddy merupakan satu-satunya alasan ingin mempermalukan namanya depan
public selain pembatalan pertunangan. Tidak ingin bernasib sama seperti kakak
akhirnya saya lebih memilih menjadi pembangkang.
Singkat
cerita, manusia monster meninggalkan kamar dengan penuh rasa geram. Saya harus
berhasil meninggalkan rumah neraka bagaimanapun caranya. Keesokan harinya ibu
Hana bersama Rae membantu saya agar bisa keluar dari rumah milik sang monster.
Memakai sebuah seragam sampai menyamar menjadi seorang pelayan hanya untuk
mengelabui anak buah daddy. Kamera cctv bersama para bodyguard bertubuh besar
terus saja berjaga di tiap sudut. Beralasan berbelanja ke pasar untuk bahan
keperluan dapur merupakan satu-satunya jalan. Tidak semudah yang dibayangkan,
kenapa? Selalu ada pertanyaan interogasi bahkan menatap dari ujung rambut
hingga ujung kaki di setiap ruang dan jalan yang harus kami lalui.
“Saya
benci memakai make-up tebal seperti ini” berkata-kata setelah berhasil keluar
dari rumah tahanan sang monster.
“Pelankan
suaramu! Jangan sampai salah satu dari mereka sedang mengekor karena mencium
bau-bau mencurigakan” Rae. Satu-satunya keinginanku sekarang adalah berada di
hadapan Zana untuk memberi penjelasan. Meminta Rae berpindah tempat dan
membiarkan saya mengemudikan kendaraan miliknya. Merdeka seperti inilah
perasaanku sekarang setelah mendekam dalam rumah beberapa minggu lamanya.
“Lihat
di sana sepertinya wajah ka’Zana” tangan Rae menunjuk seberang jalan setelah
kami melewati beberapa jalan. Mencoba membuka kaca untuk melihat lebih jelas.
Dia benar Zana bersama mantan suaminya. Ini tidak boleh dibiarkan… Memutar
mobil hingga akhirnya saya berhasil memarkir pada pinggir jalan raya.
“Lepaskan”
Zana berusaha lepas.
“Kenapa
kau tidak pernah bisa memberi saya kesempatan sekali saja?” teriak mantannya.
“Kalau
dia tidak mau kenapa dipaksa?” berlari ke tengah-tengah mereka.
“Kau
siapa?” sang mantan suami.
“Farand”
Zana sangat kaget…
“Saya
calon suami Zana” menjawab spontan.
“Kau
kan hanya mantan suami Zana, jadi tidak berhak lagi dong mengusik hidupnya”
ujarku kembali.
“Sejak
kapan saya punya mantan suami?” pertanyaan Zana membuat mata saya terbelalak
seketika. Hal lebih mengejutkan lagi adalah tiba-tiba saja Moza berlari ke
tengah-tengah kami sampai memerintahkan izzy menggigit pria tersebut.
“Izzy
gigit uncle jelek ini biar rabies” teriak Moza.
“Mami
tidak apa-apa?” Moza memeluk Zana.
“Kau
selingkuh di belakang sampai mempunyai anak reseh di luar nikah macam dia” sang
mantan makin histeris.
“Izzy,
ayo gigit orang jahat itu cepat!” perintah Moza. Akhir cerita adalah pria
tersebut lari terbirit-birit meninggalkan kami.
“Moza
rindu uncle” tiba-tiba saja gadis kecil berlari memelukku. Menjadi pertanyaan
Moza anak siapa? Apa Zana pernah hamil di luar nikah? Tadi dia menyatakan tidak
pernah menikah sama sekali, lantas kenapa memiliki seorang anak? Mencari tempat
aman saling melepas rindu merupakan hal paling menyenangkan buatku dibanding
membuat ribuan pertanyaan lagi tentang status pernikahan atau semacamnya.
Meminta
maaf terhadap Zana karena berbohong selama ini. Saya hanya ingin menjauh dari
daddy sampai acting terlalu jauh. “Dari mana kau dapat berita saya janda
beranak satu sampai ayahmu mengamuk besar?” Zana.
“Jadi
daddy benar-benar bertemu denganmu?”
“Dia
datang mengancam ke klinik tapi tidak lama” Zana. Bagaimanapun manusia monster
benar-benar menghalangi apa yang kusukai. Setidaknya, Zana belum pernah menikah
itu cukup buatku.
“Kalau
belum nikah lantas Moza anak siapa?” pertanyaan keceplosan, untung saja gadis
kecil tertidur lelap, sedang Rae berjalan keluar mencari makanan. Untuk
berjaga-jaga kami berada jauh dari ibu kota.
“Kau
pikir saya cewek dengan masa lalu nakal sampai melahirkan Moza di luar nikah?”
rasa geram Zana merasa tersinggung.
“Bukan
maksudku seperti itu juga.”
“Ibu
Moza diperkosa di tengah kondisi kejiwaannya sangat memprihatinkan. Saya juga
menemukan dirinya sekitar pedesaan di sini dalam keadaan hamil. Mengambil
sekaligus merawat dia sama seperti yang lain. Ketika melahirkan gadis kecil
terjadi pendarahan hebat sampai akhirnya meninggal” Zana. Menganggap Moza
sebagai anak kandung sendiri dan membesarkan dengan penuh kasih sayang menjadi
tanggung jawab Zana. Sampai detik sekarang berusaha mencari tahu ayah biologis
Moza, namun sama sekali tidak membuahkan hasil. Ada banyak orang di luar sana
sengaja mengambil kesempatan ketika seseorang mengalami permasalahan kejiwaan
alias gila. Gadis kecil lahir penuh perjuangan bahkan hampir bernasib sama
seperti sang ibu yaitu berada jauh dari alam manusia.
“Moza
lahir primatur dengan berat hanya 1.600 gram hingga harus menjalani perawatan
di rumah sakit selama beberapa waktu. Saya pikir sudah tidak ada harapan,
tetapi gadis kecil begitu kuat jauh melebihi pikiranku untuk terus bertahan
hidup” Zana kembali menjabarkan sesuatu yang tidak kuketahui.
“Sekarang
dia tumbuh jadi gadis kecil paling ceria” tidak pernah membayangkan sesuatu
dibalik kisah gadis kecil. Zana memperlihatkan beberapa foto masih tersimpan
dalam memory handphone android miliknya. Foto-foto sewaktu ibu Moza masih hidup…
“Ini
tidak mungkin” berkata-kata dalam hati melihat beberapa gambar.
“Ada
apa denganmu?” Zana merasa terjadi sesuatu…
“Tidak
ada apa-apa” ucapku berbohong.
“Sampai
kapan kau membenci ayahmu?” Zana tiba-tiba saja berpindah dialog. Kenapa juga
harus menyindir tua bangka mengerikan seperti tidak ada dialog lain saja.
Sampai kapanpun saya akan tetap membenci tiap perlakuan buruknya terhadap
keluarga sendiri.
“Beri kesempatan dirimu berdamai dengan hatimu
sendiri walaupun dikatakan terlalu sulit. Mungkin hatimu jauh lebih terluka
dibanding kisah hidupku atau dunia Moza, tapi kau harus belajar keluar…” Zana.
“Saya
harus memaafkan tua bangka begitu maksudnya?” nada kesal.
“Tidak
ada ayah sempurna di dunia. Kau hanya perlu mencoba tersenyum di hadapan ayahmu”
Zana.
Ucapan
cukup tersenyum membuatku ingin tertawa lebar. Zana hanya belum menyadari
bagaimana tekanan demi tekanan menghancurkan kehidupan kakakku akibat ulah sang
ayah. Siapa pernah menduga, ka’Neva mengalami kisah paling rumit sampai
akhirnya melahirkan bayi hasil pemerkosaan. Yah, foto ibu Moza jelas-jelas
memperlihatkan wajah kakakku. Apa tua bangka pernah menyadari penderitaan putri
kandungnya di luar sana? Zana belum menyadari identitas asli foto dalam memory
handphone miliknya.
Ka’Neva
terlalu banyak menderita sampai berakhir tragis. Dalam kondisi kejiwaannya pun
mendapat perlakuan kejam oleh orang di luar sana sampai melahirkan seorang
bayi. Daddy memang sangat kejam menuntut anaknya menjadi apa yang diingini
hatinya. Saya tidak pernah melihat raut wajah penyesalan pada orang tua macam
dirinya. Pasti si’tua bangka lagi mengerahkan para anak buahnya di segala
penjuru bumi.
Bagian
17…
Nitzana…
Siapa
yang menduga ayah sang ceo terkenal tiba-tiba saja kembali membuat keributan.
Klinik tempat saya bekerja terdengar seperti perang dunia 3 akibat perbuatan
beliau. Sang anak berpura-pura gila sampai berujung perang nuklir antara satu
dengan lainnya. “Kau hanya janda beranak satu, jangan berani-berani menggoda
anak saya” kalimat penghinaan. Tunggu-tunggu, sejak kapan saya menjadi janda?
Lantas kalau janda memang harus diejek seenak jidat? Janda juga manusia bukan
barang rongsokan…
“Jangan
harap saya mau menyetujui pembedahan matamu” sekali lagi berteriak.
“Berarti
dokter Adney sudah berdiri di hadapan anda begitu maksudnya?”
“Saya
bukan dokter bodoh bisa masuk perangkap janda kritis sepertimu” ucapan menusuk
tuan Frodine.
“Irama
seni hidupku masih berputar dan sama sekali tidak terhenti walaupun kaki harus
terus berjalan tanpa sebuah penglihatan. Ngerti?” dunia masih terus menyatakan
satu kisah buatku, lantas kenapa harus takut? Buta atau cacat secara fisik jauh
lebih baik dibanding cacat hati seperti dirinya.
“Kau
hanya orang rendahan” tuan Frodine.
“Salah
seorang musisi legendaris Jhon Lennon menjalani kisah cukup pahit seperti anak
anda. Menjadi pembenci karena karakter sang ayah terlalu menyedihkan bahkan
tidak pernah memberi memory terbaik bagi anaknya.” berucap menyamakan jalan
hidup antara Farand dan seorang musisi legendaris.
“Memang
kau tahu apa tentang hidup Nadav” membalas sinis.
“Jhon
Lennon menciptakan sebuah lagu berisi rasa kecewa, kemarahan luar biasa, ribuan
pertanyaan terhadap sang ayah. Ciptaan lagunya memang berjudul Mother, tapi
semua itu ditujukan pada seorang pria tua tanpa rasa belas kasih sedikitpun.
Kehidupannya selalu mengalami goncangan demi goncangan walaupun dikatakan dia
memiliki karir cemerlang sama seperti anak anda.”
“Kau
hanya psikolog rendahan” tuan Frodine.
“Singkat
cerita adalah sang musisi membuat skandal menghina Tuhan, namun jauh dibalik
itu diam-diam dia membuat sebuah pernyataan terhadap seorang pendeta. Andaikan
saya merasakan kasih sayang ayahku, tentu hidupku tidak akan melakukan hal seperti
kemarin, begitulah pernyataannya” terus berkata-kata tanpa henti di hadapannya.
“Musisi
legendaris diakhir cerita meninggal karena perbuatannya sendiri. Perselisihan
antara dia dan anaknya pun selalu menjadi sorotan public selama hidupnya” masih
terus berucap. Sang musisi mempunyai nasib sama seperti anaknya, haus kasih
sayang seorang ayah. Minimal, Farand maksudku Nadav tidak sedang membuat sebuah
pernyataan menghina Tuhan. Rasa kecewa benar-benar akan menghancurkan jalan
hidup para anak di setiap sudut persimpangan. Tidak dapat disangkal terdapat
beberapa tokoh-tokoh dunia di luar sana melakukan tindak kejahatan bahkan
membunuh nyawa hingga tidak terhitung lagi jumlahnya hanya karena permasalahan
hilangnya figure seorang ayah di masa kecil.
“Pergilah!
Hidup saya baik-baik saja walaupun bola mataku dinyatakan buta seumur hidup!”
pernyataan mengusir.
Tuan
Frodine berjalan keluar meninggalkan klinik di akhir cerita. “Kau tidak
apa-apakan?” Livia sangat khawatir atas kejadian yang sudah terjadi. Beruntung
saja Livia sedang tidak berada di tempat tadi, bisa-bisa makin kacau…
Kekacauan
baru kembali terjadi ketika perjalanan pulang ke rumah. Pertemuan tidak terduga
terjadi antara saya dan Hagan terulang. Masalah satu belum selesai tetapi harus
berhadapan pada masalah lain lagi. Dia belum menyadari keadaan mata saya dalam
kondisi buta alias cacat. “Zana, apa susahnya memberi saya kesempatan untuk
memperbaiki” Hagan seperti biasa berceloteh seakan semua bisa kembali menjadi
baik. Saya tidak membenci dirinya, hanya saja pintu itu tertutup rapat untuk
masalah menjalin hubungan.
Belasan
tahun bukan penantian singkat. Saya juga merasa tidak pernah berpacaran
dengannya kalau di pikir-pikir lagi sih. Menjalani hubungan seperti manusia
normal lainnya sama sekali tidak pernah. Mungkin kemarin kata naïf memang lebih
berperan, jadi sulit mencerna. “Kau berada dimana waktu saya menangis,
difitnah, diejek, dan semua hal buruk terjadi? Lupakan semuanya. Kau dan saya
sekalipun tidak pernah kencan seperti orang lain kan? jadi tidak perlu merasa
bersalah” berkata-kata di hadapan seorang Hagan.
Dia
tetap bertahan dengan cerita membuat keributan di tengah jalan. Tiba-tiba saja
seorang pria hadir di tengah kami di luar dugaan bahkan sangat mengejutkan.
Bagaimana bisa Farand lepas dari kurungan ayahnya setelah berminggu-minggu? Sama
seperti ayahnya berpikir kalau saya ini seorang janda dan Hagan adalah mantan
suamiku. Sejak kapan saya menikah dengan pria itu? Lebih kacau lagi mengelabui
Hagan dengan berpura-pura berperan sebagai calon suami…
Terdengar
lucu memang pertengkaran besar terjadi di tengah jalan bersama gonggongan izzy
hingga membuat Hagan lari ketakutan. Aneh juga, si’gadis kecil muncul tiba-tiba
untuk membantu mommynya. Kami meninggalkan ibu kota demi menghindari kejaran
tuan Frodine karena ulah anaknya sendiri kabur dari rumah. Entah sejak kapan
Farand menjadi pengekor setia bahkan menganggap Hagan sebagai mantan suami.
Sejak kapan saya menjanda?
Mau
tidak mau saya harus bercerita panjang lebar kehidupan Moza terhadap Farand.
Menyuruh dia membuka galery android milikku untuk melihat wajah ibu gadis kecil
sebenarnya dibanding berpikir aneh tentangku. Mengajak dia berdamai terhadap
sang ayah memang cukup sulit. “Makanan datang” Rae mengagetkan kami semua
dengan teriakannya.
“Aunty,
kenapa lama sekali? Moza lapar” gadis kecil terbangun dari tidur…
“Izzy,
ice cream buatmu biar tidak galau” Rae seperti menggoda izzy. Kami berempat
berada di satu perkampungan kecil jauh dari ibu kota tanpa rencana sama sekali.
Farand maksudku Nadav butuh waktu menghadapi masalahnya sendiri. Perkampungan
kecil di sini mengingatkan kembali kisah kehidupan seorang wanita…
Flashback…
“Boneka
boneka boneka…” telunjuk seorang wanita menunjuk sesuatu bahkan bertingkah
seperti anak kecil.
“Dasar
wanita gila, pergi!” salah satu pemilik toko sekitar jalan di depanku sangat
geram sampai menyeretnya seolah dia bukan manusia. Saya hanya ingin berlari
menjauh meninggalkan kota untuk melupakan segala hal kacau dalam hidup. Rasa
kecewa terhadap Tuhan membuat jalan saya sendiri seperti hilang arah.
Sepertinya sang pencipta sengaja mempertemukan saya dengan wanita tersebut.
Jalan hidupku masih jauh lebih baik dibanding dirinya yang selalu berkeliling
dengan pakaian kotor tanpa sadar.
“Boneka
pokoknya boneka” dia selalu berteriak. Perutnya pun terlihat membesar tetapi
tidak menyadari sesuatu di dalam rahimnya. Apa yang istimewa dari boneka bear
besar di sana? Tidak seorangpun pernah peduli tentang dirinya atau sekedar
menaruh setitik rasa iba. Semua memberi kata-kata hinaan terhadapnya. Terkadang
membuat keributan di jalan, berteriak, makan dari sisa makanan di sekitar bak
sampah, tidur tanpa alas tikar menjadi rutinitasnya setiap hari. Mencoba
mengajak dia berbicara dengan tangan gemetar serta memberi dekapan hangat hanya
untuk menenangkan dirinya.
“Buatmu”
tersenyum memberinya sebuah boneka bear besar.
“Boneka
boneka boneka daddy…” tertawa menarik spontan boneka di tanganku. Tinggal
bersama dengannya selama beberapa saat di perkampungan kecil. Membersihkan
tubuhnya, memandikan, memotong rambut panjangnya, tidur bersama itulah yang
kulakukan. Kenyataan lain adalah dia sangat cantik. Memberi dia nama Gadis
memang terdengar menyenangkan buatku. Beberapa orang mengambil kesempatan
memperkosa Gadis sampai hamil dalam keadaan kondisi seperti ini. Manusia zaman
sekarang benar-benar kejam.
Tiba-tiba
saja Gadis mengalami kontraksi hebat sebelum waktunya sampai dilarikan ke rumah
sakit dan harus berakhir dengan rujukan untuk mendapat perawatan lebih baik di
ibu kota. “Boneka boneka boneka daddy…” hanya kata-kata seperti ini yang terus
melekat memenuhi perbendaharaan ucapannya. Gadis menghembuskan nafasnya setelah
melahirkan karena pendarahan hebat terus-menerus.
“Dokter,
selamatkan dia” menangis histeris memohon terhadap seseorang yang sedang
mengenakan pakaian putih…
“Kami
akan berusaha semaksimal mungkin,” kata-kata sang dokter berusaha membantu saya
berdiri. Tubuh seorang bayi mungil harus menjalani berbagai penanganan medis.
Apakah gadis kecil akan terbangun? Berada dalam ruang incubator dipenuhi segala
jenis selang dengan mata harus terbungkus oleh lapisan kain putih. Bayi mungil
memiliki berat bobot jauh dibawah standar normal karena belum cukup bulan.
Berat badannya hanya 1.600 gram, sementara berat bayi lahir normal sekitar
2.500- 4.000 gram.
“Kau
harus hidup,?” berkata-kata menatap ke arah tubuh mungil sang bayi.
Jari
mungilnya memegang penuh jari telunjuk kiriku penuh kehangatan. “Kau seperti
air mancur terlihat indah, menyejukkan hati, terus mengalir dalam ruang hidup…”
tersenyum melihat ke arah tubuh mungil dalam sebuah ruang incubator.
“Moza
menjadi nama dengan kesan paling menarik di tiap gendang pendengaran semua
orang” berucap kembali…
Flashback…
“Moza
mau tidur ma mommy” gadis kecil membangunkan saya dari ingatan masa lalu.
“Gawat
gawat…” suara seorang pria berteriak cukup parah dari luar. Ternyata Nevil
mengejar kami sampai ke kampung setelah mendapat informasi dari Rae. Tuan
Frodine mengamuk besar karena kepergian Farand hingga menyebar seluruh anak
buahnya ke setiap sudut jalan kota-kota untuk mencari informasi.
“Paman
sengaja membawa semua penghuni di rumah tempat perkumpulan orang-orang gila”
Nevil sangat ketakutan.
“Gadi,
Loan, Nata, Livia, ibu Malia, dan semua penghuni rumah di bawah begitu
maksudnya?” menarik kerah baju Nevil.
“Sebenarnya
kau bisa melihat atau memang buta?” Nevil.
“Pasti
karena ulahmu lagi kan” Farand menyalahkan Nevil.
“Jelas-jelas
ulahmu, kenapa saya di kambing hitamkan?” Nevil. Saling menyalahkan tidak akan
menyelesaikan masalah, jadi sebisa mungkin menghentikan pertengkaran kecil
mereka berdua. Berusaha berpikir untuk mencari jalan keluar masalah ini…
“Saya
penyebab semua” rasa bersalah sekaligus penyesalan terdengar melalui ucapan
Farand. Kesimpulannya yaitu dia ingin membawa mereka semua kembali tanpa luka
lecet sedikitpun. Kepergian Farand menjadi penyebab kegeraman tuan Frodine di
luar kendali. Sangat marah membuat sang dokter tidak dapat berpikir jernih.
Farand
akan kembali ke kota lebih tepatnya berada di sebuah istana yang merupakan
neraka buatnya tanpa memori manis bersama seorang ayah. “Saya harus ikut
denganmu” mencoba meraba dinding untuk menemukan jalan pintu. Berusaha menghentikan
keinginanku tapi tidak berhasil dan saya tetap bertahan ingin berdiri di
hadapan seorang pria tua kejam.
“Saya
juga ikut” Rae tidak mau kalah. Akhir cerita, kami semua kembali ke kota
memakai kendaraan pribadi milik Nevil cukup besar untuk menampung beberapa
orang. Pertengkaran hebat antara seorang ayah bersama anaknya biasa terjadi
bahkan bisa saja nyawa salah satu diantaranya melayang begitu saja.
Masing-masing mempertahankan ego dan menganggap diri benar.
Perasaan
berkecamuk berpikir tentang sesuatu depan mata memenuhi sepanjang perjalanan.
Menyandra Livia juga yang lainnya hanya demi menyatakan satu keegoisan sang
ayah di hadapan anaknya. Saya tidak pernah mengerti maksud Farand membawa Moza
bersama izzy untuk satu pertemuan…
“Kau
tidak berpikir keselamatan anak saya bagaimana?” geram akan kelakuan Farand.
“Saya
akan bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu” Farand.
“Nadav
pasti punya alasan melakukan ini, jadi ka’Zana…” Rae seperti memohon juga.
Apa
hubungan Moza dengan semua masalah ini? Penyebab kegeraman tuan Frodine berasal
dari dirinya, lantas kenapa gadis kecil harus menganggung? Seperti ada sesuatu
yang disembunyikan olehnya, tetapi apa? Saya merasa di tiap sudut berdiri
beberapa anak buah dengan badan super tegak bak sosok atlet. Pria tua itu
sebenarnya seorang dokter atau ketua mafia kelas kakap?
“Akhirnya
kau datang juga” ucapan tuan Frodine.
“Lepaskan
mereka” Farand.
“Ternyata
psikolog buta bertarung nyawa juga berjalan ke rumah monster” tuan Frodine.
“Mereka
tidak salah apa-apa, jadi lepaskan” Farand.
“Dengan
syarat kau harus meminta maaf atas semua kelakuan bejatmu dan bersujud di
depanku sekarang” tuan Frodine.
“Bajingan”
Farand sangat benci melakukan hal semacam ini dan jangan pernah harap…
“Silahkan
pilih, nyawa mereka di tanganmu sekarang” tuan Frodine.
“Kupikir
kakek berhati lembut ternyata pikiran Moza salah” gadis kecil dalam gendonganku
tiba-tiba berkata-kata…
“Paman
itu kan dokter bukan orang jahat lantas kenapa bisa sebengis ini?” Rae.
“Sebaiknya
paman hadapi dengan kepala dingin” Nevil.
“Semua
ini karena permainan Nadav sendiri sampai menyimpan ambisi untuk mempermalukan
orang tuanya sendiri, kesalahanku ada dimana? Tuan Frodine.
“Sejak
dulu kau selalu menjadi Monster” Farand.
“Saya
bisa lebih jahat dari yang kau pikirkan” tuan Frodine.
“Kenapa
kau selalu jadi ayah paling jahat? Pernah tidak sedikit saja berpikir ingin
menjadi sahabat buat anakmu. Kakakku tertekan, gila, menghilang karena ulah
monster tua sepertimu. Mommy mendadak serangan jantung sampai meninggal juga
ulahmu dan sekarang kau mau lampiaskan kata iblis dalam dirimu terhadap
mereka…” Farand berteriak sangat hebat.
“Kau
pikir saya akan berubah” tuan Frodine menarik Moza dari gendonganku bahkan
digunakan sebagai alat untuk menyerang Farand anak kandungnya sendiri.
“Paman
jangan bertindak bodoh” Nevil sangat ketakutan.
“Kau
ingin membunuh darah dagingmu sendiri? Silahkan!” Farand.
“Apa
maksudmu?” terkejut mendengar pernyataan Farand.
“Ka’Neva
menderita depresi sampai tertekan karena ulah monster sepertimu. Hidup di jalan
tanpa rumah, menderita, diperkosa, dan melahirkan seorang anak. Kau puas
menghancurkan kehidupan satu-satunya anak perempuanmu sendiri? Kakakku selalu
menganggap daddynya malaikat, tapi kenyataan apa yang kau perbuat terhadapnya?”
Farand.
“Dan
sekarang kau juga ingin melenyapkan satu-satunya peninggalan kakakku” saya
hampir tidak percaya atas apa yang baru saja kudengar. Farand ingin berkata
kalau Moza adalah cucu kandung tuan Frodine. Jadi, Gadis mengalami tekanan
karena perbuatan ayahnya sendiri. Ternyata Moza masih mempunyai keluarga…
“Izzy
anjing pemberian kakek pasti sedih kalau Moza mati” Moza.
“Kau
ngompol” teriak tuan Frodine segera menurunkan Moza dari gendongannya.
“Kalau
Moza gemetar pasti pipis celana” dalam situasi kacau gadis kecil masih bisa
bersikap seperti ini. Tidak dapat dipercaya…
“Serang
orang tua gila” seseorang tiba-tiba saja berteriak.
“Nata…”
mereka berhasil lepas dengan sendirinya hingga berada di tengah-tengah kami
semua. Lebih kacau lagi adalah Nata berperan sebagai pemimpin penyerang.
Terdengar suara histeris Livia memukul seseorang memakai panci dapur.
“Dari
mana kakak dapatkan panci-panci ini?” pertanyaan Rae.
“Kami
berhasil lepas terus jalan lewat dapur, hasilnya yah seperti ini” Livia.
“Serang
bangka gila” Gadi membunyikan keras beberapa wajan penggorengan.
“Tua
bangka gila” Nevil.
“Berani-beraninya
kau…” rasa geram tuan Frodine terhadap keponakannya.
“Paman
kan orang jahat” Nevil.
Kenapa
jadi pertarungan memakai peralatan memasak seperti ini sih? Sana sini terjadi
keributan bersama suara-suara histeris. “Hancurkan saja monster di sana!”
seakan Farand tidak lagi memperdulikan ayahnya sendiri. Perlawanan berat antara
anak buah tuan Frodine dan mereka terdengar kacau… Terdengar lucu, pertempuran
dimenangkan oleh tim mereka walaupun hanya bermodalkan alat-alat dapur.
“Izzy
gigit tua bangka gila” Nata berteriak…
“Monster
gila” Farand seperti tidak mau kalah.
“Tua
gila” Gadi lebih berteriak.
“guk
guk guk guk…” sepertinya izzy sudah siap mengambil ancang-ancang.
“Ayo
izzy,kelebihanmu itu jangan cuma makan ice cream doang” Livia.
“Izzy
berhenti!” Moza berusaha menghalangi izzy yang entah setengah perjalanan
berlari ke arah tuan Frodine.
“Moza
kenapa menghalangi izzy? Dia kan tua bangka gila” cetus Nevil.
“Siapa
yang operasi mami kalau kakek rabies? Moza ingin mami melihat lagi” Moza.
Suasana berubah menjadi hening setelah terdengar ricuh beberapa waktu. Ucapan
polos seorang gadis kecil meluluhkan hati semua orang di sekitarnya. Akhirnya,
kami semua bisa kembali ke rumah dengan selamat. Membiarkan Farand tetap berada
di rumah itu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Memberi ruang dan
membuatnya menyadari banyak hal yang terlewatkan oleh mereka.
Keretakan
hubungan ayah dan anak memang sering terjadi karena keegoisan masing-masing
pihak. “Pantas saja suara hatiku mengatakan kalau wajah Farand seperti tidak
asing lagi” pernyataan Livia setelah kami berada di rumah kembali.
“Lantas
kalau sudah tahu mau apa?”
“Tidak
disangka seorang ceo terkenal bisa melakukan drama konyol seperti itu untuk
menghindari perjodohan sekaligus mempermalukan orang tua sendiri” Livia.
“Kenapa
terlalu gila urusan?” membuatnya sangat kesal dan berjalan sendiri ke kamar.
Bagian 18…
Nadav Frodine…
Rumah
bak istana kembali sunyi senyap setelah mereka semua pergi. Berdiam dalam kamar
seorang diri membayangkan bagaimana senyuman ka’Neva terlintas kuat dalam
ingatanku. Tidak pernah menyangka Moza si’gadis ceriah ternyata keponakan
kecilku. “Nadav, belum tidur?” ibu Hana tiba-tiba saja berdiri di depanku.
“Sejak
kapan…?” terkejut.
“Moza
benar-benar mirip mamanya” ibu Hana tersenyum pertama kalinya.
“Selama
ini kau tidak pernah tersenyum terhadapku…”
“Keadaan
membuat saya seperti itu” ibu Hana.
“Keadaan?”
“Lupakan”
ibu Hana.
“The
flower that blooms in adversity is the rare and beautiful of all, kenapa kau
tidak pernah bisa mencoba menjadi seperti bunga itu?” ibu Hana.
“Ibu
Hana mengutip dari mana?”
“Serial
film Wulan Disney. Btw, ada yang salah?” ibu Hana.
“Entahlah…”
jawaban terkacau.
“Cara
daddymu memang salah menyatakan berbagai objek bagi hidup kalian anak-anaknya,
tetapi cobalah belajar bertindak bijak dan menjadi langka seperti bunga tadi.
Tidak ada salahnya untuk mencoba dari pada tidak sama sekali” ibu Hana.
Perselisihan
antara dunia seorang ayah dan anaknya memang sering terjadi di kalangan
masyarakat bahkan bukan saya satu-satunya bernasib seperti ini, hanya saja kata
terlalu menyakitkan sulit membuatku berpikir jernih. Kematian mommy,
penderitaan kakak, dan cara daddy mengaplikasikan hal-hal mengerikan
menghancurkan memoryku untuk memahami kehidupan sebenarnya.
Tanpa
sengaja tubuhku bertabrakan dengan daddy di dapur dalam gelap. Sepertinya
monster itu sudah lama bersandar pada sebuah kursi di sana. Untuk beberapa saat
kami berdua diam tidak berbicara satu sama lain ataupun bertengkar seperti
biasa. “Tanganmu terluka” daddy memulai bahan pembicaraan. Mengambil kotak obat
pada sebuah lemari kemudian membersihkan luka tanganku.
“Pertama
kalinya…” tertawa sinis.
“Bisa
dikatakan daddy memang kejam, iblis, monster, selalu membuat penderitaan, tidak
pernah bisa menjadi sahabat terbaik, ataupun menciptakan sebuah memory indah
bersama keluarga…maaf untuk semua itu” daddy berucap…
“Kenapa
baru berkata sekarang?”
“Keegoisan,
kesombongan, keserakahan, ingin membentuk anak menjadi paling sempurna sampai
membuat satu tindakan menekan berakhir dengan menyatakan sebuah cerita tragis
dalam keluarga. Terus terang, daddy ingin memperlihatkan terhadap dunia tentang
cerita terbaik tetapi cara yang ditempuh memang salah bahkan sangat salah…”
daddy berbicara dengan wajah menunduk dan tidak berani menatap ke arahku.
“Andaikan
waktu dapat diputar kembali. Jauh di dasar hati daddy benar-benar merindukan
kakak Neva, rasa-rasanya kepala mau pecah setiap memory tentangnya muncul
seketika, tapi semua sudah terlambat memang” sekali lagi daddy membuat
pernyataan penyesalan.
“Kakak
mengalami kontraksi hebat sebelum waktunya sampai harus melahirkan Moza dengan
usia kehamilan belum cukup bulan. Siapa yang pernah menyangka ka’Neva mempunyai
anak cantik, pintar, ceria seperti Moza.” Membayangkan bagaimana gadis kecil
penuh semangat mengungkapkan sesuatu di depannya dengan begitu lugu…
“Daddy
memang manusia kejam, jadi wajar kau menjadi pembenci. Tidak masalah kalaupun
kata maaf mungkin atau memang sangat sulit dapat terukir pada loh hatimu”
daddy.
“Memang
sangat sulit” berkata-kata jujur di hadapannya.
“Satu
permintaan daddy, jangan menghalangi daddy menciptakan sebuah memory manis
untuk Moza setidaknya Tuhan masih memberi kesempatan memperbaiki luka hati
bahkan sesuatu yang sudah terlalu rusak” daddy.
Saya
tidak pernah melihat daddy berucap penyesalan atau membuat pernyataan seperti
ini sebelumnya. Bisakah saya memberi kata maaf begitu saja terhadapnya setelah
semua hal yang terjadi? Zana sendiri membiarkan daddy berdiri di hadapan Moza
tanpa rasa marah sedikit pun. Mungkin karena dia seorang psikolog, jadi
memahami satu subjek terbaik yang harus dilakukan. Saya bukan Zana dengan mudah
memberi sebuah pintu bagi pria tua untuk memperbaiki sesuatu yang dikatakan
rusak sejak lama.
Menatap
dari kejauhan bagaimana daddy belajar membuat Moza tersenyum lebar dan terus
berada di sampingnya. “Maaf membuat Moza sakit” entah apa maksud daddy berucap
seperti ini terhadap gadis kecil.
“Moza
tidak akan menyuruh izzy menggigit kakek. Biarpun kakek dulu jahat tapi
sekarang sudah tidak lagi” Moza hanya belum memahami pernyataan orang dewasa…
“Guk
guk guk…” ekor izzy sedang menari di tengah mereka. Membiarkan pria tua
menikmati satu senyuman manis gadis kecil. Manusia monster bisa tertawa seperti
itu? Wajah beringas, kejam, arrogant, banyak menuntut hilang terbawah angin.
Sulit dipercaya lingkaran gelap berubah total hanya karena setetes air jernih.
Butuh
waktu panjang membuang setiap rasa sakit keluar dari tubuh. Diam terpaku
membiarkan daddy menciptakan satu memory manis pada hidup seorang gadis kecil.
Matahari pagi memancar serta memberi kehangatan terlebih ketika seorang ayah
tertawa lepas mendekap sang anak di bawah pancaran sinarnya. Kisah semacam itu
hanya ada dalam khayalan semata, namun tidak pernah terjadi bagi jalan hidupku
sendiri.
Duduk
termenung di sepanjang halte seorang diri dan berpikir. “Minimal kau harus
mencoba tersenyum di hadapan ayahmu” Zana tiba-tiba muncul di sampingku. Dia
berjalan tanpa sebuah tongkat bahkan beraktifitas layaknya manusia normal.
“Saya
menyukaimu” hal terbodoh menyatakan perasaan dengan suasana seperti ini.
Nitzana…
Terkejut,
ingin marah, terdiam, seperti lelucon dimana pria tua sombong berkunjung ke
rumah. Saya tidak akan pernah memberikan Moza. Tuan Frodine bisa melakukan apa
saja yang dia mau, tetapi mengambil gadis kecil bukan permainan. “Mau apa lagi
datang kemari?” Livia seolah siap menyerang.
“Biarkan
dia masuk!” entah mengapa ucapan seperti ini keluar begitu saja.
“Izzy”
suara Moza mengejar anjing kecilnya.
“Saya
hanya ingin melihat senyum anak itu, tapi tidak bermaksud mengambilnya darimu”
tuan Frodine dapat membaca pikiranku.
“Izzy
gigit si’tua…” Nata berteriak keras di tengah kami.
“Guk
guk guk guk” izzy siap mengikuti perintah.
“Izzy
berhenti!” Moza.
“Mami
harus lihat wajah Moza, kalau kakek tua mati gimana cerita dong?” cetus Moza.
“Livia
bawah masuk Nata ke kamarnya!” nada memerintah.
Dengan
rasa kesal Livia membawah masuk Nata dan membiarkan kami berada di ruang tamu
untuk menghabiskan waktu bersama. “Moza harus menemani kakek untuk beberapa
waktu kalau ingin melihat mami sembuh” hal terbodoh yang pernah kulakukan.
Mendengar
diam-diam percakapan mereka di sela-sela sudut tidak jauh dari tempat tersebut
terkesan mengintai. “Kenapa mami pergi?” Moza kecil bertanya setelah saya
berhasil meninggalkan mereka. Kenyataan terbodoh memberi celah pria tua itu
merebut gadis kecil dariku.
“Untuk
memberi kesempatan kakek meminta maaf pada gadis manis di depanku” tanpa basa
basi menjawab pertanyaan gadis kecil.
“Kapan
mami melihat lagi?” Moza.
“Tergantung”
tuan Frodine.
“Ucapan
kakek kenapa jadi aneh yah?” Moza.
“Moza
harus mau menemani kakek bermain kalau ingin mami bisa melihat lagi ” tuan
Frodine.
“Artinya
kakek tidak lagi nolak operasi mata mami? Gitu maksudnya?” Moza.
“Tergantung
juga” tuan Frodine. Dunia antara seorang kakek dan cucu kini berbeda dari
siapapun. Membiarkan pria tua itu mengantar dan menjemput Moza ke sekolah,
menghabiskan waktu sekitar arena perminan anak, berkeliling taman, dan
melakukan banyak kegiatan lain. Gadis kecil tidak pernah bertanya atau ingin
menyimpan satu kata dendam terhadapnya.
Tetap
menatap dengan wajah senyum ketika sang kakek tua berdiri di hadapannya. Saya
bisa saja kehilangan Moza sewaktu-waktu, tetapi menciptakan jurang pemisah
bersama keluarga sebenarnya juga merupakan kesalahan terbesar. Siapa pernah
menduga boneka bear menyimpan satu memory terbaik dalam diri antara seorang
pria tua dan anak perempuannya. “Maaf membuatmu hidup menderita seperti ini”
ucapan tuan Frodine tanpa sengaja terdengar olehku ketika bermain sekitar
pekarangan rumah.
“Moza
tidak merasa menderita” gadis kecil berkata-kata…
“Iya
juga sih Moza menderita sejak mami buta karena ulah gadis kecilnya…” dia terus
merasa bersalah karena peristiwa kecelakaan kemarin.
Gadis
kecil tidak pernah menyadari maksud ucapan sang kakek. Moza lahir ke dunia
karena perbuatan bejat sekelompok orang di luar sana seperti itulah kenyataan
hidup yang sedang terjadi. “Moza sudah waktunya mandi” hadir di tengah mereka
begitu saja…
Si’kecil
berjalan masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberutnya tanpa nada bicara satu
katapun. “Terima kasih membiarkan saya menciptakan satu memori manis buatnya
walaupun dikatakan tidak akan membuat Neva hidup kembali atau memperbaiki
keadaan paling rusak” pria tua berucap setelah kepergian Moza.
“Saya
tidak akan merebutnya darimu atau bersikap egois untuk mempertahankan satu prinsip sombong seperti kemarin” ucapannya
sekali lagi.
“Apa
anda tidak pernah berpikir sama sekali untuk menciptakan memori manis terhadap
Farand maksudku Nadav sama seperti yang kau lakukan terhadap Moza?” melemparkan
sebuah pertanyaan.
“Entahlah.
Jauh di dasar hati Nadav benar-benar terluka dan tidak mudah menjadi dokter
untuk membedah setiap luka yang kenyataan memang sudah benar-benar berada pada
satu stadium cukup parah dibanding penyakit lainnya” tuan Frodine.
“Setidaknya
mencoba untuk menjadi dokter bedah terbaik buatnya dari pada tidak sama sekali”
berkata-kata sedikit sinis.
“Saya
takut menjadi ayah paling gagal buatnya untuk kesekian kalinya. Rasanya
mustahil menjadi dokter bedah bagi seorang anak karena kesalahan sendiri” tuan Frodine.
“Terserah”
jawaban cukup kacau.
“Saya
sudah mengatur jadwal operasi buatmu. Jadi, kau harus mempersiapkan diri
beberapa hari lagi” berkata-kata seketika kemudian berjalan pulang tanpa
memberi kesempatan membalas ucapannya. Membuat keputusan sendiri bersama jadwal
operasi terdengar…
Saya
bisa melihat lagi bagaikan mimpi tetapi akan segera nyata. Kalimat memohon
terhadap pria tua itu sama sekali tidak pernah kulakukan sejak awal sampai
detik sekarang. Hidupku masih dapat berjalan walaupun dinyatakan buta
selamanya. Entah perasaan bersalah atau ingin balas budi menjadi penyebab tuan
Frodine bersedia menjadi dokter khusus menangani masalah kedua bola mataku.
“Mami,
kenapa uncle Farand duduk di sana seorang diri?” kalimat Moza saat kami berdua
sedang menikmati udara sejuk. Menyuruh gadis kecil berjalan pulang bersama
Loan, sedang saya sendiri berjalan menuju sebuah halte.
Sepertinya
dia duduk termenung di sepanjang halte seorang diri dan berpikir. “Minimal kau
harus mencoba tersenyum di hadapan ayahmu” berkata-kata hingga membuatnya
terkejut dan menyadari keberadaanku.
“Saya
menyukaimu” balasan ucapan terkacau bahkan terdengar aneh.
“Kau
tidak perlu membalas, setidaknya menyadari perasaanku” berucap kembali.
Apa
yang salah dengan pernyataannya? Mengungkapkan dua kalimat dan membiarkan saya
seorang diri duduk termenung. Dia berjalan pergi tanpa berkata-kata lagi.
Lelucon bodoh sedang bermuara di sini. Haruskah saya tertawa mendengar nada
kalimat darinya? Berpikir berulang kali pun tetap terdengar sebagai bahan
lelucon belaka…
“Seperti
ada yang mengganggu pikiranmu sekarang” pertanyaan tuan Frodine ketika sedang memeriksa
kondisi kedua mataku. Sampai detik sekarang saya tidak pernah memanggil pria
tua tersebut sebagai dokter. Siapa pernah menduga tuan Frodine menawarkan diri
sendiri untuk proses bedah kedua mataku.
“Dokter
Frodine bisa bicara sebentar?” sepertinya saya mengenal suara seorang wanita
yang tiba-tiba saja membuka pintu…
“Dokter
Fa” tuan Frodine.
“Fadia”
tepat dugaanku.
“Bisa
dokter jelaskan! kenapa Nadav tegah berbuat hal sekeji itu terhadap saya?”
Fadia seperti meminta satu penjelasan. Jangan-jangan pria yang dimaksud olehnya
adalah Farand bekas calon tunangan sekaligus cinta pertamanya. Apa Farand
memang sudah benar-benar gila tidak pernah menginginkan wanita semacam Fadia?
“Kenapa
dia tegah membuat skenario seperti ini bahkan membohongi publik hanya demi
menghindari pertunangan?” Fadia.
“Dia
belum menyadari keberadaanku” suara hati berbisik sendiri. Beberapa hari lalu
saya mendengar satu pernyataan perasaan Farand, tetapi sekarang terdengar lucu
bagaimana hancurnya hati seorang Fadia karenanya.
“Kau
berada dimana waktu anak saya harus mendapat perawatan di rumah sakit? Yang
saya tahu kalau kau menghilang ditelan bumi, minimal Tuhan membuka mata seorang
ayah sepertiku bagaimana tanganku hampir saja melakukan satu kesalahan terbesar
dalam hal pendamping hidup…” tuan Frodine.
“Fa
juga dipaksa menjauh dari Nadav. Sampai detik sekarang saya masih belum bisa
melupakan Nadav, apa salah kalau saya ingin memperbaiki semuanya?” Fadia.
“Nadav
tidak pernah mencintai wanita sepertimu. Kau wanita sempurna, jadi jangan
berusaha membuat masalah baru atau menjadi pengemis cinta di hadapan seorang
pria” tuan Frodine. Kenapa juga saya harus mendengar dialog percakapan seperti
ini?
“Beri
Fa kesempatan sekali saja” Fadia sujud memohon…
“Saya
tidak pernah menyukaimu, kenapa kau harus menjadi pengemis?” siapa pernah
menduga Farand maksudku Nadav tiba-tiba saja hadir di tengah percakapan
tersebut. Lebih mengejutkan lagi, dia berdiri di sampingku seketika.
“Zana”
Fadia hampir tidak percaya akan pemandangan di hadapannya sekarang. Temanku
sama sekali belum menyadari tentang permasalahan kedua bola mataku. Terkadang
Fadia tertipu ketika saya sedang berjalan bahkan melakukan beberapa hal di
tempat Gym.
“Maaf
tidak sengaja mendengar percakapan kalian”…
“Kenapa
kau berada disini?” Fadia.
“Kedua
mata saya buta. Besok jadwal operasi untuk mengembalikan mata saya ke kondisi
normal, jadi yah seperti itulah…” menjawab pertanyaan Fadia.
“Sejak
kapan?” Fadia.
“Cukup
lama…”
“Jadi
kau wanita yang dimaksud Nevil terus berada di samping Nadav?” Fadia.
“Saya
tidak menyadari skenario Farand maksudku Nadav. Saya pun baru mengetahui cinta
pertamamu ternyata dirinya”…
“Saya
menyukai dia, jadi pergilah!” kalimat terbodoh seorang Farand mengusir Fadia
wanita sempurna di mata para pria.
“Selesaikan
masalah kalian karena harusnya saya yang meninggalkan ruangan di sini” mencoba
melangkah keluar. Seseorang menahan tubuhku seketika…
“Kenapa
kau tidak pernah bisa menatapku sedikit saja?” Fadia menangis keras.
“Karena
kau bukan tipeku. Saya rasa penjelasanku cukup jelas” Farand.
“Kenapa
harus kau? Saya selalu menganggapmu sebagai teman sekaligus mengagumi semua
yang ada dalam dirimu, tapi kenapa harus kau?” Fadia melemparkan sebuah
pertanyaan terhadapku sebelum keluar meninggalkan ruangan. Pertanyaan bodoh
bahkan sangat bodoh. Saya tidak pernah menyuruh dia menyukaiku.
Perselisihan
antara ayah dan anak, keluarga gadis kecil muncul, sahabatku ternyata mencintai
pria yang tidak pernah memberinya harapan, hal lebih gila lagi pria tersebut
membuat pernyataan cinta tiba-tiba di hadapanku tanpa berpikir panjang. Rasa-rasanya
saya ingin tertawa lebar seperti orang bodoh…
Farand
hanya diam tak bersuara ketika Fadia berlalu meninggalkan kami bertiga. Suasana
tetap seperti biasa tetap terdapat benteng antara dirinya dan tuan Frodine.
“Cukup kau menyadari perasaanku, tidak perlu membalas…” ucapan Farand terhenti
seketika. Hal yang terjadi selanjutnya adalah dia berjalan keluar dari ruangan.
Sulit dimengerti memang…
Merenung
tentang beberapa deretan peristiwa membuatku ingin menertawakan diri sendiri
sekali lagi. “Kau siap?” pertanyaan tuan Frodine terhadapku.
“Mami
harus semangat” Moza memberi kalimat penyemangat. Yah seperti inilah saya
sekarang sedang mempersiapkan diri untuk proses bedah. Sejak peristiwa kemarin,
saya belum mendengar bunyi suara Farand. Ayah dan anak tetap saja saling diam
bahkan terlalu mustahil untuk tegur sapa satu sama lain.
“Kakak
Zana pasti bisa melihat lagi” Loan.
“Izzy
bisa jadikan mami obat nyamuk kalau sudah punya pasangan” Moza.
“Melihat
lagi” Nata berteriak keras tidak perduli akan menjadi perhatian semua orang.
“Mungkin
saya sulit membuka pintu maaf buatmu, tapi lakukan yang terbaik buat mami Moza”
terdengar lucu pernyataan seorang anak terhadap ayahnya sendiri.
“Tentu
saja” tuan maksudku dokter Frodine. Berada dalam sebuah ruang untuk menjalani
proses bedah sesuai jadwal. Saya tidak akan lagi berjalan dalam gelap atau
hidup ketakutan tanpa siapapun menyadari semua itu. Pertama kalinya hidup
menyadari tentang makna cahaya ketika berdiri pada satu persimpangan. Seakan
Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi hanya demi menyatakan satu makna objek
terhadap jalanku.
“Buka
matamu perlahan-lahan!” kalimat perintah dokter Frodine setelah sekian waktu
menunggu. Perban putih sekitar mataku akhirnya terlepas juga. Mulai mencoba
membuka perlahan demi perlahan. Seperti terdapat beberapa bayangan orang-orang
di sekitar…
“Zana
jangan menakuti kami semua” Livia terlihat sangat khawatir.
“Ka’Zana”
raut wajah Loan benar-benar takut menghadapi kenyataan andaikan operasi kedua mataku
gagal.
“Jangan
membuat Moza juga izzy ketakutan” gadis kecil menunduk.
“Dokter
Frodine, terima kasih buat semuanya” tersenyum manis membuat mereka semua
histeris bahagia…
“Wow,
pertama kalinya kau memanggil saya dengan sebutan seperti itu” dokter Frodine.
“Ka’Zana
bisa melihat lagi harus dirayakan” Rae.
“Akhirnya
kau bisa melihat lagi” Farand maksudku Nadav terlihat sangat tampan dengan
setelan jas dengan jenis potongan model rambut pendek. Siapa yang pernah
menyangka dia memiliki sisi charisma tersendiri membuatnya berbeda dengan orang
lain. Wajar saja Fadia menangis histeris karena ditolak olehnya.
“Saya
ucapkan selamat buatmu” suara seseorang yang tiba-tiba berjalan masuk di tengah
kami.
“Dokter
Fa” dokter Frodine.
“Walaupun
saya masih bertanya kenapa, tapi sekarang ini saya juga lagi belajar menerima
melupakan sekaligus menerima kenyataan” dokter Fadia.
“Dokter
Fa” Farand.
“Saya
memang salah seperti ucapan daddymu” Fadia tersenyum kecut, kemudian berjalan
keluar meninggalkan kami semua. Rutinitasku kembali pada kehidupan normal
setelah menjalani masa pemulihan selama beberapa hari belakangan. Bergelut di
dunia psikolog serta berhadapan dengan situasi-situasi tertentu.
Dokter
Frodine membiarkan Moza tetap berada di sampingku merupakan sebuah hadiah
terbaik dari Tuhan. “Mulai sekarang Moza mau panggil kakek dengan sebutan
grandpa saja” gadis kecil seperti biasa bermain bersama kakeknya sekitar
pekarangan rumah.
“Lah
kenapa di ganti?” dokter Frodine.
“Lebih
gaul” dari mana sang bocah mendengar istilah seperti itu?
“Grandpa,
doa Moza sekarang sudah bertambah” Moza memeluk boneka bear raksasa pemberian
dokter Frodine.
“Memang
Moza doa apa saja?” dokter Frodine.
“Mami
terus di samping Moza, izzy bisa perbaiki keturunan kalau besar nanti, grandpa
umurnya panjang biar bisa jadi obat nyamuk izzy kalau lagi kencan” kalimat Moza
memecah ledakan tawa dokter Frodine seketika. Tingkah lucu gadis kecil
menjadikan orang di sekitarnya bisa saja tertawa terus-menerus tanpa henti.
Memangnya umur anjing dikatakan dewasa berapa sih?
“Izzy
sepertinya lagi galau” sosok Nadav Frodine mencul di tengah mereka, sementara
Nata dan yang lainnya sibuk berebut ice cream.
“Uncle
Farand kapan datang?” sampai detik sekarang Moza hanya mengenal nama Farand
bukan Nadav Frodine.
“Baru
saja” Nadav.
“Ngomong-ngomong
siapa bilang izzy galau?” Moza.
“Lantas
kenapa izzy duduk termenung galau di bawah pohon tetangga sebelah?” Nadav.
Hal
selanjutnya adalah gadis kecil berlari pelan dan mengendap-ngendap masuk ke
halaman rumah tetangga sebelah. Menatap dari jendela rumah bagaimana pertemuan
pertama kali antara ayah dan anak semenjak meninggalkan rumah sakit. Batang
hidung Nadav tidak terlihat lagi sebulan belakangan…
“Apa
kau tidak tertarik menciptakan satu memory manis terhadap anakmu satu-satunya
seperti yang kau lakukan terhadap cucumu Moza?” Raut wajah tatapan Nadav
menyatakan sesuatu.
“Beri
saya sebuah memory berharga, sulit dilupakan, berkesan, manis walaupun
dikatakan butuh waktu panjang membuka pintu maaf bagi ayah sepertimu” membuat
pernyataan mengejutkan sekali lagi.
“Apa
bisa dimulai dengan dekapan daddy?” kalimat Nadav kembali.
“Tentu”
dokter Fodine mendekap kuat anaknya. Sejauh ilmu psikolog yang saya pelajari
bahwa dekapan seorang ayah dapat membalut luka sang anak perlahan demi perlahan.
Tidak butuh susunan kalimat manis, cukup mendekap hangat seolah menjadi
kekuatan terbaik.
Menyaksikan
satu pemandangan manis dibalik jendela terdengar berkesan juga. Menghilang
sebulan tanpa kabar kemudian berakhir dengan pertemuan sekaligus kalimat
seperti sekarang. “Kenapa kau tidak mengambil kesempatan saja dengan uangnya”
Livia berbisik di sekitar gendang pendengaranku.
“Sejak
kapan berdiri di belakangku? Maksudmu apa?” menatap tajam.
“Kau
memang lugu atau berpura-pura tidak mengerti ucapan matrealistis? Apa lagi
cakep gitu” Livia.
“Peluang
saya banyak kalau hanya ingin memanfaatkan kekayaan lawan jenisku, hanya saja
tidak pernah kulakukan walaupun benar-benar membutuhkan uang dan ingin keluar
dari jerat kemiskinan…”
“Lantas?”
Livia.
“Hukum
tabur tuai pasti terjadi. Bisa saja tuaian perbuatanku diarahkan terhadap
anak-anakku kelak atau kondisi rumah tangga atau objek-objek lain di luar
dugaan. Terlalu munafik memang kalau saya katakan tidak butuh uang, tetapi
tahan diri sajalah.”
“Wah
wah wah kenapa jadi panas yah?” Livia memainkan rambutnya. Dialog kami berdua
terhenti seketika dengan teriakan tetangga sebelah karena ulah Moza dan izzy.
“Izzy,
jangan sekali-kali perbaiki keturunan ma anjing tetangga sebelah! Understand?”
cetus Moza berhasil kabur dari halaman rumah sebelah. Seperti inilah dunia
gadis kecil dalam otaknya hanya bercerita tentang anjingnya harus memperbaiki
keturunan. Isi doa Moza tetap sama yaitu perbaiki keturunan.
“Tuhan,
berikan izzy pasangan cakep biar bisa perbaiki keturunan 100%. Aminnn”
rutinitas doa Moza setiap hari. Memperbaiki bagian poni rambut Moza sambil
berusaha menahan tawa memang sangat sulit dilakukan. Menikmati hari libur
bersama gadis kecil pada salah satu taman bermain anak menciptakan keseruan tersendiri.
Siapa
pernah menduga bayi mungil yang seolah mustahil berkembang tumbuh menjadi gadis
kecil paling manis. Anak perempuan Neva Frodine sekarang menjadi penyemangat
hidup sekaligus cahaya. “Izzy jangan galau-galau lagi, ngerti?” Moza memberi
ice cream vanilla ke mulut anjing kecilnya.
“Moza
jangan main jauh-jauh!”
“Tenang
saja mi” balas Moza.
“Zana…”
terdengar suara seseorang menyebut namaku.
“Farand
bukan maksudku Nadav…”
“Saya
menyukaimu setidaknya kau tahu perasaanku” Nadav.
“Tapi
saya juga ingin mendobrak pintu hatimu buatku” Nadav.
“Caranya?”
“Mengajak
makan, antar- jemput klinik, atau masak bersama biarpun saya hanya tahu buat
telur ceplok itupun hangus” Nadav.
“Ngomong-ngomong
kapan saya bisa belajar mendobrak pertahanan hatimu?” sekali lagi berkata-kata
tanpa memberi jedah…
“Terserah”
balasan buatnya sambil menyodorkan sisa ice cream miliki izzy.
#TAMAT#
*****************
KEMENANGAN SEORANG AYAH
Bagian 1…
Ghibran Fidelis …
Satu
kata lebih tepat bagi kehidupan banyak anak di dunia untuk membuatnya berbeda
dari siapapun ketika berjalan mengarungi petualangan. ‘Ayah’ menjadi alasan
sang anak berlari kuat mengejar sesuatu bersifat kerinduan menurut isi hatinya.
Terkadang saya bertanya terhadap Tuhan, “Kenapa pria mempunyai peranan
penting?” Kepala keluarga tidak pernah bercerita tentang seorang wanita,
melainkan selalu terarah tepat pada pria. Dunia tak akan pernah berjalan normal
tanpa adanya mahluk ciptaan Tuhan untuk perihal kategori seperti ini.
Ketika
membaca kitab suci, seolah golongan pria lebih mendapat pengakuan dan
penghargaan dibanding wanita. Pertanyaan terbesar buatku adalah kenapa Tuhan
tidak adil hanya melihat sisi pria untuk segala jenis peran dari pada wanita.
Penyebutan nama anak laki-laki selalu menjadi garis besar sejarah kehidupan
dimanapun terlebih saat menjelajah biografi dalam proses perjalanan kitab suci.
Manusia pertama diciptakan bukanlah seorang wanita, tetapi terarah pada pria.
Seakan hati Tuhan lebih bermakna melihat segala objek saat menjadikan pria
selalu terdepan dalam situasi apapun. Sepertinya memang Tuhan tidak adil yah,
jika berpikir secara logika manusia.
Bercerita
tentang kepemimpinan tentu 99 % berasal dari golongan kaum Adam. Dapat
dikatakan hanya hitungan tangan saja berkata-kata dunia wanita mempunyai peran
untuk sesuatu bersifat kepemimpinan. Biografi pemimpin wanita menjadi presiden
terhitung 1% diantara 100%, dengan kesimpulan bahwa pria mempunyai dampak
pengaruh lebih besar bagaimanapun seseorang berjuang untuk menyangkal…
Pikiran
antara Tuhan dan manusia mempunyai jarak sangat jauh, jadi jangan mencoba
berpikir ataupun melawan karena keistimewaan terbaik berada pada golongan kaum
adam bukan Hawa. Perbedaan antara langit dan bumi cukup menggambarkan bentuk/
kadar otak manusia dan Tuhan. Dapat dikatakan ukuran otak manusia hanya seperti
kotoran kuku bahkan terlalu kecil dibanding ukuran otak milik sang pencipta
langit bumi. Seperti apapun tingkat kejeniusan seseorang, satu hal yang pasti
kau tidak akan pernah bisa menyamai kadar takaran/ bentuk otak pencipta alam
semesta.
Figure
teladan terbaik harus dijalankan oleh seorang ayah saat berdiri tepat dihadapan
anaknya sendiri. Kemungkinan inilah yang menjadi salah satu jawaban mengapa
kepala keluarga diarahkan terhadap kaum Adam. Bijaksana untuk berkata-kata
dalam setiap kondisi, tetapi mempunyai sisi tegas ketika membentuk kepribadian seorang
anak. Memberi perlindungan bagi wanita special sehingga dapat menjalani maupun
mengarungi lautan hidup seperti apapun bentuknya. Pada kenyataan sebenarnya,
wanita jauh lebih kuat dibanding pria merupakan fakta terbesar ketika melihat
berbagai sisi hidup. Akan tetapi, sekalipun pernyataan tersebut benar adanya,
satu hal pria tetap mempunyai kekuatan lain untuk menjadi pelindung wanita.
Objek
seperti inilah membuatku ingin kehidupan keluargaku berbeda dari siapapun. Berperan
sebagai seorang suami, kepala keluarga, sekaligus menjadi ayah bagi ketiga buah
hatiku. Berjualan barang campuran di tengah pasar merupakan rutinitas
pekerjaanku setiap harinya. Kekuatan versi terbaik untuk memberi nafkah bagi
keluarga kecilku adalah berjualan seperti ini. Seorang pria harus memberi
teladan bahkan pengaruh besar untuk melindungi kehidupan keluarganya sendiri.
Tuhan menaruh suatu keistimewaan dalam diri kaum adam guna memahami perjalanan
demi perjalanan, sisi lain objek tertentu, konsep berpikir yang tak dimiliki
oleh kaum hawa walaupun kenyataan membenarkan tentang pemikiran dengan peranan
logika jauh lebih kuat bermain.
Sewaktu
kedua anakku masih berusia balita, hal pertama dalam pemikiranku sebagai pria
adalah menjadi ayah terbaik buat mereka. Mengajarkan banyak hal menarik sesuai
tata bahasa dunia anak sehingga mudah diserap oleh mereka. Membayangkan buah
hatiku kelak menjadi berbeda dan mempunyai sisi lain jauh melebihi siapapun
disekelilingnya. Menggapai impian walaupun pekerjaan ayah mereka hanyalah
penjual barang-barang campuran sekitar pasar traadisional.
Seiring
berjalannya waktu seakan semua itu hanya mimpi belaka. Apa yang saya pikirkan
sebagai seorang ayah bersama harapan menjadi sirna seketika. Awal cerita
mengungkapkan bagaimana seorang pria harus berperan, akan tetapi bagi
perjalananku sendiri sepertinya hanya bercerita tentang kegagalan membentuk
kehidupan ketiga buah hatiku. Putra sulungku Feivel Javera Fidelis berada di
suatu jurang paling gelap pada usianya masih terbilang remaja. Tahun pertamanya
pada bangku kuliah mulai menghancurkan kehidupan dan masa depannya. Apakah saya
sebagai seorang ayah terlalu memanjakan dia atau sebaliknya mengekang kehidupan
pribadinya sehingga tidak dapat berlari keluar untuk beberapa saat? Feivel mempunyai
prestasi sekolah bahkan selalu masuk dalam peringkat tiga besar di antara
sekian banyaknya kelas. Sejak kecil, Feivelku bukanlah sosok dengan karakter
buruk hanya saja sedikit pendiam. Lebih menyukai menghabiskan waktu di rumah
dari pada berkeliaran semenjak usia kecil sampai memakai seragam sekolah
menengah.
Apakah
Feivel tiba-tiba kaget melihat pergaulan saat memasuki bangku kuliah? Bagaimana
tidak, dia seorang anak polos tanpa pernah mengerti pergaulan luar bahkan lebih
memilih menghabiskan waktu membantu orang tuanya di pasar dibanding bergaul
bersama teman-temannya. Permasalahan pergaulan menghancurkan masa depannya
sekarang. Dunia Feivel tidak lagi bercerita tentang manusia polos dengan
tingkat prestasi luar biasa, melainkan hanya berada pada jurang gelap. Rokok,
alcohol, narkoba, perjudian, dunia malam menghancurkan hidupnya seketika. Semua
nilai mata kuliahnya error tanpa satupun tersisa. Objek lebih mengerikan lagi
adalah selalu saja keluar masuk penjara karena kasus criminal.
“Feivel
benci ayah” teriak Feivel setiap berdiri di hadapanku, jauh berbeda dengan
kehidupannya kemarin.
“Brengsek
kalian semua” memukul salah satu anak tetangga tanpa ampun.
“Feivel,
jangan seperti ini” istri sekaligus bunda bagi Feivel menangis histeris melihat
pribadi anaknya.
“Lepaskan,
kau bukan bundaku” berusaha menjauh sambil mendorong ibu kandungnya sendiri.
“Kenapa
Feivel harus lahir dari Rahim wanita jelek seperti kau?” masih berucap di bawah
pengaruh alcohol. Sebagai seorang ayah tentu mengiris hati bahkan memilukan…
“Feivel”
tangisan seorang ibu buat anaknya.
“Wanita
jelek, tua, keriput, miskin menjauh dariku!” kalimat tersebut menghancurkan
hati kami sebagai orang tua.
“Feivel”
pertama kali berteriak keras dengan gertakan tinggi terbungkus kegeraman
terlontar keluar dari mulutku.
“Kau
bukan ayahku. Kau hanya seonggok sampah beracun” Feivel mengamuk keras di
hadapan beberapa tetangga, kemudian berlari meninggalkan kami.
Dimana
sosok pribadi Feivelku yang kemarin? Tuhan, ampuni saya andai kata terdapat
dosa menjijikkan pernah kulakukan dalam keadaan sadar maupun tidak sadar
sehingga membuatku gagal berperan sebagai seorang ayah. Tingkat pendidikan juga
wawasan tentang peranan orang tua masih jauh lebih rendah, namun setidaknya
saya berjuang untuk belajar memahami beberapa kasus. Berikan kekuatan sehingga
air mata seorang ayah tidak akan pernah terjatuh setetespun di hadapan banyak
orang.
Flashback…
“Feivel
ingin cepat besar” seru sang anak lelaki berusia 5 tahun.
“Kenapa
Feivel mau cepat besar?” pertanyaanku menatap hangat wajah polosnya.
“Biar
ayah tidak kerja lagi” Feivel.
“Lantas
kalau ayah tidak kerja…?”
“Feivel
saja yang kerja, ayah di rumah saja jaga bunda” Feivel bersama wajah polosnya
selalu memberi kehangatan buat kami.
Flashback…
Tuhan
kembalikan Feivel yang kemarin merupakan seru doa sebagai seorang ayah setiap
saat. Seorang ayah akan tetap berdiri kokoh agar tetap menjadi tiang dasar bagi
sang anak, apapun caranya. Secara logika manusia terdapat kegagalan luar biasa
dalam mendidik satu-satunya putraku. Kemarin saya masih dapat berjalan dengan
wajah bangga sebagai ayah terbaik, akan tetapi sesuatu berkata lain…
Permasalahan
lain terjadi pada Nefrit putriku dengan cerita berbeda. Mengalami permasalahan
kadar otak terlemah membuat dia berada dalam tekanan demi tekanan. Tidak
seorangpun ingin menjadi sahabatnya di sekolah sehingga menjalani kehidupan
asing tiap detik. Dapat dikatakan teman-teman seusia dengannya telah memasuki
bangku kuliah tahun kedua, sedang putriku masih harus menjalani proses belajar
pada bangku sekolah menengah umum. Menangis merupakan jalan keluar buatnya
setiap berjalan memasuki kamarnya seorang diri. Tuhan seperti tidak adil
terhadap kehidupannya juga jalanku sebagai seorang ayah.
Di
luar sana banyak anak dengan prestasi membanggakan, akan tetapi jalanku sebagai
seorang ayah hancur berantakan karena kehidupan gagal bagi ketiga buah hatiku.
Seakan kutuk turunan mempermainkan perjalanan sebagai seorang ayah.
Membanding-bandingkan sang anak dengan tetangga sebelah seolah rutinitas
terbaik para orang tua. Menjadi pertanyaan, apakah saya masuk salah satu
deretan orang tua kategori selalu melihat rumput tetangga lebih hijau dibanding
milik sendiri.
“Nefrit
tidak mau sekolah lagi” tangis Nefrit berkumandang hebat memenuhi seluruh
ruangan.
“Nefrit”
berusaha menenangkan hatinya.
“Ayah,
buat apa Nefrit sekolah?” Nefrit.
“Putri
ayah harus sabar…” segera merangkul Nefrit masuk dalam dekapan hangat…
“Nefrit
bodoh ayah, semua mengejek Nef” tangisnya makin menjadi-jadi.
“Siapa
bilang putri ayah bodoh? Nefrit hanya butuh waktu sedikit lagi”
“Ayah
bohong, kenyataannya sejak dulu sampai sekarang tetap saja anak ayah paling terbodoh
di kelas” Nefrit.
“Kakak
bukan gadis bodoh buatku dan ayah” tiba-tiba gadis kecilku memeluk erat
kakaknya dari arah belakang sambil membuat sebuah pernyataan.
“Nara
sayang kakak” tangan mungilnya membelai rambut sang kakak.
“Gadis
kecil ayah” tersenyum melihat tingkahnya.
“Nara
tidak pernah menganggap kakak bodoh” cetus Nara bertolak pinggang.
“Nara
belum tahu kehidupan orang besar” Nefrit berusaha menjelaskan sesuatu…
“Tetap
saja, kakakku bukan manusia bodoh” teriak Nara menghentikan tangisan sang
kakak. Gadis kecilku selalu ada menjadi bagian terbaik ketika kakaknya berada
dalam isak tangis. Permasalahan buly-membuly memang sering terjadi di sekolah
manapun. Entah factor ekonomi, permasalahan fisik, kriminalitas, tingkat IQ,
dan beberapa objek lain menjadi alasan seseorang dibuly sedemikian rupa. Posisi
Nefrit memang berada pada beberapa jalur sehingga mengalami kejadian seperti
ini. Masalah tingkat kualitas otak berada pada urutan terbelakang dan juga
factor ekonomi tidak seperti teman-temannya menuntut dia harus mengalami sebuah
tekanan akibat pembulyan.
“Nef
tidak ke sekolah?” membangunkan Nefrit…
“Nef
malas ke sekolah ayah,” seolah jawaban tersebut merupakan rasa putus asa bahkan
membiarkan dirinya menerima kenyataan tentang masa depan suram.
“Jangan
malas begini dong” membujuk kembali dirinya.
“Percuma
Nef sekolah tetap juga jadi manusia paling bodoh di kelas” menutup wajahnya
memakai sebuah bantal kepala.
“Kakak
bukan manusia paling bodoh” ternyata teriakan Nefrit membangunkan adiknya di
samping.
“Anak
ayah bukan manusia lemah bahkan harus menerima kenyataan tentang masa depan
suram hanya karena tidak seperti teman-temannya yang lain atau masalah
pembulyan” menegur Nefrit agar mengerti sesuatu.
“Kakak
harus sekolah” tegur Nara.
“Ayah
bisa tidak berhenti ceramah panjang kali lebar seperti itu?” cetus Nefrit.
“Kalau
ayah tidak bicara pasti Nef terus saja meratapi diri bahkan hanya menerima
kenyataan pahit bersama masa depan suram tanpa kejelasan.”
“Ayah
sepertinya Tuhan tidak adil buat keluarga kita,” tunduk Nefrit.
“Kenapa
berbicara seperti ini?” bertanya terhadapnya…
“Bagaimana
tidak kondisi ekonomi kita paling buruk, ka’Feivel berubah total menjadi
manusia bengis, Nef sendiri menjadi manusia paling bodoh sedunia, dan terakhir
Nara diusianya masih 4 tahun harus keluar masuk rumah sakit karena satu
penyakit mematikan. Betulkah Tuhan itu adil buat keluarga kita?” rasa amarah
Nefrit terlihat jelas.
“Tuhan
punya maksud tertentu bukan karena tidak adil” berusaha menenangkan anak
perempuanku sebisa mungkin. Gadis kecilku Nara harus menjalani perawatan akibat
permasalahan kanker sedang menggerogoti tubuhnya sekarang. Kenyataan sekarang
adalah kondisi kesehatannya terus saja mengalami penurunan. Menjalani kemo
terapi hanya untuk bertahan hidup. Sepertinya Tuhan memang sangat marah
terhadap kehidupanku sampai terjadi sesuatu hal diluar dugaan. Seolah ini
merupakan kutuk terbesar…
Di
satu sisi saya ingin bertanya sekaligus meluapkan kemarahan terbesarku terhadap
Tuhan, akan tetapi sesuatu menahannya. Merenung setiap malam dan ingin membuat
ribuan pertanyaan tentang banyak hal. Seandainya, bibir mulutku pun meluapkan
amarah terbesar berarti saya akan semakin dinyatakan gagal total berperan
sebagai seorang ayah. Bukan berarti diam bahkan memendam segala sesuatunya
merupakan kekalahan terbesar. Kemenangan seorang ayah adalah ketika dirinya
dapat menjadi pondasi terkuat, walaupun apa yang diingini hatinya tidak sesuai
harapan bahkan terlalu menyakitkan.
“Saya
bukan seorang ayah yang begitu saja menerima kekalahan” pernyataan tersebut
terus terpetik jauh di lubuk hati paling mendasar…
“Saya
akan membuktikan pada dunia bagaimana perjuangan untuk menjadi pemenang ketika
berperan sebagai seorang ayah terhebat dalam melawan badai” sekali lagi suara
hatiku berteriak kuat setiap waktu.
Satu
hal yang pasti, kehidupanku sebagai seorang ayah tidak akan pernah
membanding-bandingkan ketiga buah hatiku dengan anak tetangga sebelah rumah.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi hari esok, tergantung bagaimana para
orang tua bijak untuk menanggapi setiap akar permasalahan dalam kehidupan
keluarga masing-masing.
Bagian
2…
Marah,
kecewa, ataupun melemparkan ribuan pertanyaan terhadap Tuhan tentang kegagalan
keluarga tidak akan pernah menyelesaikan masalah setitikpun. Banyak orang tua
seolah menerima kenyataan hidup tentang kegagalan anak-anak mereka dalam
menjalani petualangan. Rusak, masa depan hancur, pergaulan bebas, narkoba,
tidak mempunyai pendidikan, dan masih banyak lagi merupakan bagian yang selalu
saja menjadi pergumulan orang tua pada umumnya. Di satu sisi hidup menyadari
jika bukan hanya saya saja berada dalam kategori orang tua gagal, tetapi di
sisi lain perasaan teriris benar-benar berakar kuat.
Apakah
saya akan menjadi sama seperti orang tua lain yaitu menerima kenyataan hidup?
Satu hal, suara hati berkata kalau saya harus membuktikan sesuatu hal. Seorang
ayah harus berjuang menjadi pemenang diantara para pemenang untuk merangkul
kehidupan anaknya sendiri. Mustahil memang semua itu dapat terjadi, akan tetapi
sebagai ayah, maka kaki akan mencoba untuk belajar berlari. Kemenangan yang
ingin diraih hanya membutuhkan tingkat kesabaran tertentu dalam mengarungi
sebuah petualangan bagi kehidupan sang anak.
“Kenapa
Tuhan segitu bencinya terhadap kehidupan kita?” jerit tangis Zarah. Bagaimana
tidak berperan sebagai istri bahkan ibu tetapi seolah dinyatakan gagal.
Pemikiran siapapun terlebih dirinya akan berkata, jika semua ini dikarenakan
sebuah kutuk. Entah karena dosa masa lalu atau apapun bentuknya sehingga
kehidupan keluarga berada pada jurang paling dalam dan tak dapat disentuh
siapapun.
“Dimana
letak keadilan Tuhan?” pernyataan menyedihkan seorang istri…
“Zarah”
berusaha menenangkan dirinya dalam kamar.
“Anak
tetangga mempunyai masa depan lurus dengan prestasi membanggakan, sedangkan
kehidupan ketiga buah hatiku hancur berantakan” meluapkan segala isi hatinya
yang selama ini terpendam. Pertama kali berurai air mata setelah diam seribu
bahasa…
“Zarah…”
“Saya
juga ingin menjadi sama seperti ibu lain mempunyai buah hati dengan masa depan
terbaik tanpa harus terperosok jatuh pada jurang.”
“Ini
hanya bersifat badai sementara,” mencoba berperan sebagai suami bijak…
“Feivel
polosku berubah menjadi bengis tanpa terkendali seakan harapan untuk membuatnya
kembali tidak akan pernah terjadi. Putriku Nefrit harus menangis setiap hari
dengan permasalahan sama yaitu terkucilkan karena dianggap paling bodoh
diantara yang terbodoh. Gadis kecilku Nara masih berusia empat tahun menjalani
perawatan medis, bahkan tubuh mungilnya harus kuat menahan rasa sakit karena
penyakit mematikan.” Inilah curahan hati seorang ibu membayangkan betapa tidak
adilnya Tuhan dalam kehidupan keluarganya.
“Ini
yang dikatakan keadilan Tuhan? Kenapa Tuhan membenci kehidupan keluarga kita?
Apa Tuhan sadar bagaimana hancurnya hati seorang ibu melihat ketiga buah
hatinya berjalan tanpa masa depan?” semakin histeris bahkan menyalahkan sang
pencipta atas semua hal yang sudah terjadi.
“Tuhan
tidak mungkin mengizinkan objek permasalahan terjadi dalam hidup melebihi
kekuatan kita berdua. Percayalah satu hal dibalik semua itu hanya mengajar tentang
perjuangan sebagai orang tua terhebat” berkata-kata terhadap dirinya walaupun
akal logika pun sulit menerima situasi seperti sekarang.
“Saya
masih bisa menerima kenyataan tentang permasalahan ekonomi keluarga, tapi
masalah ketiga buah hatiku benar-benar menyakitkan jauh melebihi apapun.” Wajar
pernyataan tersebut keluar, kenapa? Naluri seorang ibu jauh lebih kuat bermain
bahkan akan berteriak sekeras mungkin demi sang buah hati. Kalimat tersebut
benar-benar menyakitkan bagi perjalananku sebagai seorang kepala keluarga,
suami, sekaligus ayah.
Kaki
akan berjalan membuktikan sebagai ayah terhebat dapat menyatakan kemenangan
penuh bagi kehidupan ketiga buah hatinya. Saya bukanlah seorang ayah pengecut
maupun menerima kekalahan karena kegagalan demi kegagalan terus saja bermain
dalam perjalanan. Suatu hari kelak, tangan sang ayah pasti dapat menghancurkan
setiap belenggu hidup anak-anaknya. Saya masih mempunyai setitik harapan untuk
setiap pertempuran …
“Ayah,
apa kau berada di dalam?” seseorang mengetuk pintu kamar kami.
“Lazki,
sudah pulang rupanya?” berkata-kata setelah pintu kamar terbuka.
“Bunda
kenapa?” pertanyaan Lazki terkejut melihat Zarah…
“Jangan
ganggu bunda sekarang! Ayo keluar!” sedikit mendorong tubuh Lazki agar segera
meninggalkan kamar. Lazki merupakan keponakan sekaligus anggota keluarga yang
juga tinggal di rumah. Sejak menginjak bangku kuliah sampai detik sekarang
Lazki tetap tinggal bersama kami. Sejak kecil dia tidak pernah memanggil kami
dengan sebutan paman/ bibi, melainkan anak itu lebih suka memanggil sebagai
ayah/ bunda. Selama dua minggu lebih mengambil cuti kerja untuk kembali ke kampung dikarenakan
ibunya mendadak sakit. Seperti yang dilihat kalau sekarang sudah kembali lagi
ke rumah…
Lazki
bekerja sebagai seorang perawat medis pada salah satu rumah sakit besar di kota
ini sekaligus membantu Nara ketika sedang menjalani kemo. “Kakak Lazki,” Nara
berlari kecil meraih tubuh Lazki.
“Kenapa
kakak pergi? Apa Nara nakal?” pertanyaan polos gadis kecil berusia 4 tahun.
“Kakak
hanya pulang kampung sebentar saja, Nara” cetus Lazki.
“Jangan
pergi lagi” Nara terus saja memeluk tubuh Lazki…
“Segitu
rindunya yah?” senyum riang Lazki.
“Selama
kakak pergi, Nara kerepotan membantu ayah biar ka’Nef tidak nangis lagi” gadis
kecil berkata-kata sebagai jawaban pertanyaan kakaknya.
“Ayah,
Nef masih saja nangis?” sedikit kesal mendengar cerita Nara.
“Seperti
itulah” hanya jawaban tersebut terlontar keluar.
Dapat
dikatakan Lazki merupakan kakak terbaik bagi Nefrit juga Nara di rumah ini.
Membantu meringankan beban keluarga yang cukup sulit baik dari segi materi
melalui penghasilannya maupun hal lain. “Nef” tegur Lazki melihat Nefrit
berjalan masuk bersama isakan tangisnya. Seperti inilah dunia putriku setiap
pulang dari sekolah…
“Nef”
Lazki mengejarnya dan berusaha mengetuk pintu kamar yang telah terkunci rapat.
“Tidak
begini caranya, kalau ada masalah cerita ke kakak dong” Lazki terus mengetuk
pintu kamar.
“Kakak
Nef selalu seperti itu tiap pulang sekolah” wajah sedih gadis kecilku dapat
merasakan kesedihan kakaknya.
“Mau
kemana Laz?” tegurku, sedikit kaget melihat Lazki berlari meninggalkan pintu
kamar seolah ingin mencari sesuatu.
Tetap
tidak menjawab pertanyaanku dan terus saja berlari ke suatu tempat mencari
sesuatu. “Akhirnya ketemu” senyum Lazki memegang sebuah kunci duplikat.
Ternyata dia pandai menyembunyikan kunci duplikat kamar Nef buat berjaga-jaga
jika terjadi sesuatu hal di luar dugaan. Menyadari pasti karakter Nefrit dan
bagaimana tekanan hidup selalu saja menyerang…
“Nef”
teriak histeris Lazki melihat adiknya sedang tidak sadarkan diri di lantai.
“Anakku
kenapa?” rasa histeris sang ibu melihat anaknya…
“Ka’Nef
bangun” tangan mungil Nara menggoncang tubuh Nefrit agar segera membuka
matanya.
“Bunda
punya bawang merah, minyak angin atau sejenisnya?” Lazki menyadari kalau Nefrit
memporsir tenaganya untuk menangis sampai pingsan seperti sekarang.
Permasalahan kekurangan dalam dirinya sekaligus factor pembulyan membuat
psikologinya sedikit terganggu. Dia hanya membutuhkan waktu membuktikan pada
dunia tentang sebuah kata perjuangan.
“Ayah
cepat cari di kamar!” teriak Zarah histeris ketakutan…
Hal
yang terjadi selanjutnya adalah Nara bergerak cepat memakai tubuh mungilnya
mencari minyak angin sekitar kamar kami. Di luar dugaan, dokter berkata tubuh
gadis kecilku terbungkus penyakit mematikan, namun pergerakannya selalu
bercerita lain. Seakan tubuh mungilnya berjuang keras menutup diri agar tidak
memperlihatkan kelemahan sedikitpun. Dia ingin menjadi penyemangat hidup
sekalipun semua itu mustahil terjadi…
“Ayah
ketemu” dia tahu benar setiap letak barang dalam rumah ini bahkan sama sekali
tak terpikirkan dalam situasi gawat…
“Nara,
cepat bawah kemari” kalimat Lazki menyadari sesuatu di tangan gadis kecilku
sekarang…
“Dimana
saya?” Nefrit akhirnya sadar setelah percikan minyak menjalar ke hidungnya.
“Syukurlah”
perasaan lega Lazki…
“Kau
membuat semua orang khawatir” tangisan histeris seorang ibu bagi anaknya.
“Kakak
tidak boleh sakit” Nara mengecup hangat kakaknya yang masih terbaring lemah.
“Kalau
kakak sakit, pasti bunda nangis keras” sekali lagi gadis kecilku seakan
menyadari perasaan terluka orang tuanya menjalani kehidupan.
“Nef
bisa pindah sekolah kalau memang tidak nyaman di sekolah sana” Lazki mendekap
kuat tubuh Nefrit seperti adik kandung sendiri.
“Kakak
masih punya sedikit uang tabungan hasil kebun di kampung,” berkata-kata sekali
lagi.
“Simpan
saja buat pengobatan Nara” jawaban Nefrit.
“Nef”
sahutku menyebut namanya.
“Nef
saja terlalu lemah tidak bisa bertahan mendengar ejekan para tetangga, teman
sekolah, bahkan semua orang” ungkapan perasaan Nefrit bersama isakan tangis
kembali memenuhi dirinya…
“Ka’Nef
bukan manusia lemah” teriakan kecil Nara memberi penghiburan tersendiri bagi
kakaknya.
“Nef
hanya butuh waktu untuk berjuang dan mencoba berlari walaupun semua terlihat
mustahil untuk diraih tanpa memperdulikan setiap kata-kata sindiran semua
orang.” Sebagai seorang ayah mencoba belajar memberi kekuatan melalui beberapa
pernyataan. Mungkin sekarang tangisan putriku selalu bermain, namun sang ayah
akan tetap kuat berperan sebagai pondasi terhebat. Saya akan membuktikan pada
dunia, bagaimana seorang ayah berlari mengejar kemenangan tanpa menyerah
setitikpun.
Semua
dapat berkata keluarga Fidelis hancur berantakan, terkena kutuk entah karena
dosa masa lalu, gagal mendidik ketiga buah hatinya akan tetapi waktu Tuhan
pasti indah di kemudian hari. Saya akan belajar untuk tidak akan pernah
menjatuhkan setetespun air mata bagaimanapun badai pergumulan membungkus hidup.
Pria sejati harus mempunyai kekuatan besar agar tetap berdiri kokoh tanpa
terlihat lemah sedikitpun.
“Tuhan,
kalau Kau memang membenci hidupku tidak menjadi masalah” berurai air mata dimana
seorang ibu hancur hati di hadapan Tuhan. Jalan terbaik bagi wanita adalah
menjatuhkan air mata sebanyak mungkin ketika ribuan luka menancap kuat tanpa henti.
“Tapi
jangan lampiaskan amarahMU bagi ketiga buah hatiku. Kembalikan Feivelku dalam
wujud kepolosannya seperti kemarin, kumohon…” kembali jerit tangis sang ibu
berteriak…
“Hentikan
tangisan Nefrit gadis kecil pertamaku yang kini beranjak remaja hanya karena
permasalahan kasus pembulyan dan tingkat IQ berada pada urutan terbelakang.
Tubuh mungil Nara tidak akan mampu menahan sakit karena penyakit mematikan.”
Ungkapan perasaan terluka sang ibu sekali lagi berkata-kata di dalam kamar bagi
ketiga buah hatinya.
Mata
berkaca-kaca mulai bermain mendengar jerit tangis Zarah. Sebagai kepala
keluarga sekaligus peranan seorang ayah tentu menjadi tamparan terbesar
menyaksikan objek seperti ini terjadi di depan mata. Tuhan, ajarkan kehidupanku
untuk belajar berlari membawa ketiga buah hatiku berada pada garis finish.
Pemandangan mata sekarang bercerita kegagalan demi kegagalan sebagai ayah
terhebat terus saja membungkus. Akan tetapi, saya ingin keluar sebagai pemenang
bagaimanapun caranya.
Seorang
pria dipilih Tuhan sebagai kepala keluarga bukan tanpa alasan paling tepat,
melainkan dapat memimpin untuk melawan badai serta bijak menghadapi situasi
yang sedang terjadi. “Kasihan amat hidup pak Fidelis” salah seorang pemilik
warung tidak jauh dari tempat berjualan di pasar mulai bercerita satu sama
lain.
“Betul,
ketiga anaknya tidak punya masa depan” mereka tetap saling bercerita sambil menatap ke arahku.
Setiap
berjalan kemanapun semua orang akan mencibir kehidupan keluargaku. Wajar mereka
berkata-kata karena melihat kenyataan hidup benar adanya terjadi di depan mata.
Perekonomian keluarga semakin merosot, Feivel menjadi seseorang yang sama
sekali tidak mengerti makna hidup, Nefrit terus saja menangis karena segala
kekurangan dalam dirinya, Nara gadis kecil menjalani kemo terapi bahkan setiap
malam hati sang ayah selalu ketakutan kalau-kalau matanya tidak akan pernah
lagi melihat sinar matahari esok hari. Di tempat lain seorang ibu seakan kecewa
terhadap perlakuan dan ketidak-adilan Tuhan atas perjalanan ketiga buah
hatinya.
“Jangan
sampai anak saya seperti anak pak Fidelis” salah seorang tetangga sedikit
menyindir…
“Kehidupan
keluarga paling miris” di tempat lain seseorang bercerita.
“Jangan-jangan
hidupnya terlalu munafik, sampai Tuhan marah besar seperti itu.”
“Sudah
miskin, anak pertama berandalan, anak kedua idiot, sekarang yang ketiga
sebentar lagi mati, hancur betul hidupnya…”
“Dia
benar-benar gagal menjadi sosok ayah terbaik.”
“Kutuk
dan sial adalah kata paling tepat menggambarkan keluarga Fidelis.”
“Pasti
hatinya kelewat sombong sampai Tuhan marah seperti itu…”
“Amit-amit
hidup seperti itu, jauhkan jauhkan jauhkan” seseorang berkata-kata sambil
mengetuk kepala sekaligus dinding tembok sekitarnya agar terhindar dari
kesialan hidup seperti yang sedang saya jalani menurut pemikiran mereka.
“Jangan
sampai terjadi,” balasan yang lain lagi…
Bagian
3…
Berjalan
di tengah keramaian tanpa menghiraukan kata demi kata dari bibir mulut banyak
orang tentang kehidupan keluargaku. Tidak berarti hidup harus berhenti ketika
mendengar sindiran semua orang mengenai permasalahan kutuk dan kesialan menurut
pemikiran mereka bagi perjalananku sebagai seorang ayah. Saya bukan ayah yang
gagal seperti apapun kisah permainan depan mata. Suatu hari kelak kemenangan
sebagai ayah terbaik akan tergenggam kuat di tangan.
“Nara
menyukai senyum ayah” tiba-tiba saja gadis kecilku berlari memeluk tubuhku.
Seakan dia tahu betapa rumitnya perjalanan dan beban hidup sebagai seorang
ayah. Memecah keheningan beranda rumah, itulah kisahnya sekarang…
“Jangan
sedih” wajah pucatnya masih berjuang memberi kekuatan bagi sang ayah. Hari ini
gadis kecilku harus kembali menjalani kemo terapi di rumah sakit dan bahkan
entah sampai kapan semua itu akan berhenti…
Menyaksikan
bagaimana dia harus berjuang menahan sakit ketika menjalani kemo tanpa isakan
tangis dari dirinya. Mungkin, gadis kecilku hanya tidak ingin membuat ayah dan
bundanya histeris ketakutan melihat penderitaan karena penyakit tersebut.
“Senyum ayah bisa menghilangkan rasa sakit pada tubuh Nara,” kata-kata keluar sebelum
akhirnya tubuh mungil Nara dibawah masuk ke sebuah ruangan.
Saya
hanya harus tersenyum di hadapannya ketika rasa sakit mulai menggerogoti tubuh
mungilnya. Senyum seorang ayah merupakan obat terbaik bagi Nara. Apakah mata
gadis kecilku masih bisa terbuka pada keesokan harinya? Bagaimana jika dia
tidak akan tersadar saat sedang menjalani kemo? Pertanyaan-pertanyaan seperti
itu terus saja meneror gendang pendengaran seorang ayah.
“Nara
harus berjuang hidup untuk menghentikan tangis bunda” jeritan hati seorang ayah
menatap gadis kecilnya sekarang…
“Ayah
janji akan selalu tersenyum buat Nara” pertama kali pernyataan tersebut
tiba-tiba saja terlontar keluar sambil menggenggam kuat tangan mungil di
hadapanku.
“Ayah”
suara Nara menandakan dirinya terbangun dari tidur.
“Gadis
kecilku sudah bangun?” berusaha menahan rasa sakit paling mendalam melihat
bagaimana seluruh tubuhnya penuh peralatan medis.
“Cukup
bunda dan ka’Nef yang nangis, tapi ayahku harus selalu tersenyum” tangan mungil
Nara mengelus wajah sang ayah…
“Memang
kenapa kalau ayah nangis? Tidak boleh?” pertanyaan seorang ayah…
“Ayah
kan harus hentikan tangis bunda juga ka’Nef, lah kalau ayah nangis juga, gimana
dong?” wajah cemberut Nara seakan kesal mendengar pertanyaan sang ayah.
“Ayah
janji” membawa masuk Nara dalam dekapanku.
“Ayah
juga harus janji…” Nara.
“Tentang?”
tanyaku.
“Nara
ingin ka’Feiv kembali lagi seperti dulu, biar bunda berhenti nangis” Nara.
Dia
menyadari perubahan kakaknya pada usia masih belum terlalu mengerti pemikiran
orang dewasa. Pada hal, jika mengingat perubahan Feivel terjadi ketika dirinya masih
dalam kandungan. Ayah pasti berjuang menjadi pemenang demi membawa kalian
bertiga berada pada garis terbaik kehidupan bersama masa depan tanpa
terpikirkan oleh siapapun juga. Saya tidak akan bertanya, marah, kecewa,
berteriak, geram, dan menyalahkan Tuhan atas setiap kegagalan sebagai seorang
ayah dalam perjalanan pribadi. Belajar merendahkan hati tanpa berkata-kata jauh
lebih baik.
Tuhan,
ampuni setiap kesalahanku sekiranya kehidupan pernah melakukan hal mengerikan
bahkan terlalu menjijikan di hadapanMU. Buat saya bisa belajar menjadi seorang
ayah dengan penuh kerendahan hati apapun hal paling menyakitkan terjadi dalam
kehidupan keluargaku. Kemarin dan hari ini, saya selalu saja gagal berperan
sebagai seorang ayah dari berbagai segi, akan tetapi hati tetap berteriak kuat
jika kelak tanganku bisa menggenggam sebuah piala kemenangan.
“Saya
pasti bisa belajar berlari” kata-kata ini terus saja berkumandang memenuhi
gendang pendengaran.
Tetap
setia menemani gadis kecilku menjalani kemo terapi dengan sebuah cerita
berbeda. Berada di samping bunda dari ketiga buah hatiku setiap air matanya
terjatuh akibat beban yang begitu berat terus saja mencekam. Mendekap putriku
Nefrit agar dirinya tidak pernah merasa kehilangan figure seorang ayah,
sekalipun semua menjauh dari hidupnya dan hanya bercerita tentang kekurangan
semata. Hal terakhir adalah berjuang keras mengembalikan Feivelku pada sinar
hidup yang sebenarnya.
“Ayahmu
datang mencarimu” salah seorang teman perkumpulan Feivel berteriak…
“Tua
bangka lagi tua bangka lagi, apa sih maunya?” Feivelku berkata-kata dalam
keadaan mabuk parah tanpa sadar. Seperti biasa tempat perkumpulan dia dan
teman-temannya adalah diskotik penuh dengan musik-musik keras setiap malam.
Hati seorang ayah akan berjuang mengembalikan putra semata wayangnya, apapun
keadaan di depan mata bahkan menerjang maut sekalipun.
“Kau
hanya tua Bangka tak berguna” teriakan Feivel di hadapan banyak orang.
“Kau
bukan ayahku!” sekali lagi berkata-kata menandakan jurang jauh lebih kuat
bermain pada dirinya.
Dia
terus saja mendorong tubuhku hingga terjatuh, akan tetapi hati seorang ayah ingin
belajar bertahan tanpa kata menyerah setitikpun untuk berjalan ke arahnya. “Ayah
tetaplah ayah sampai kapanpun,” membisikkan sebuah pernyataan sekitar gendang pendengarannya
setelah berhasil berjalan di hadapannya.
“Tangan
seorang ayah akan terus berjuang mendekap putranya, sekalipun penolakan demi
penolakan terus terjadi” kembali berbisik ke telinganya, kemudian berjalan
pulang meninggalkan dia di tengah hentakan musik keras…
“Orang
tua aneh, bicara gila” Caci maki Feivel sekeras-kerasnya…
“Ayah
akan menunggu waktu itu tiba untuk membawamu kembali” suara hati sang ayah
mempercayai setitik harapan.
Suatu
hari kelak, kau akan berlari kembali masuk ke dalam dekapan ayahmu. Hanya
membutuhkan sedikit tingkat kesabaran sebagai seorang ayah tanpa persungutan
sedikitpun. Menggenggam tanganmu merupakan impian sampai kakimu menyadari
tentang sebuah sinar terbaik pada jalan terhebat. Saya akan belajar menahan
rasa sakit, mengabaikan setiap luka hati sebagai ayah, dan tidak akan pernah
menjatuhkan air mata setetespun di hadapan mereka. Tersenyum setiap saat bagi
dunia gadis kecilku sebagai obat terbaik bagi kesembuhan dirinya. Tetap berdiri
tegap di samping Nefritku sebagai kekuatan terhebat diantara yang terhebat.
Berjuang tanpa kata menyerah membuat Feivel kembali dan terus berada dalam
dekapan sang ayah.
“Ayah,”
tangan mungil Nara tiba-tiba saja membuatku terbangun dari lamunan…
“Nara,
gadis kecil ayah” segera membawanya masuk dalam dekapanku.
“Nara
mau mancing” bibir pucat Nara berkata-kata…
“Nara
lagi sakit, jadi dokter bilang tidak boleh keluar rumah.”
“Nara
sudah sembuh,” segera menarik tanganku menuju sebuah sepeda rongsokan tidak
jauh dari halaman belakang rumah.
Biaya
pengobatan Nara benar-benar berada dalam jumlah besar, akan tetapi sang ayah
terus saja berjuang mencari. Beruntung saja, hasil cengkeh di kampung dan
pendapatan dari jualan di pasar dapat menutupi beban biaya sebesar itu.
Setidaknya, orang tuaku sebelum meninggal mewariskan sebagian perkebunan
cengkehnya. Saya hanya mempunyai seorang adik dan tidak lain adalah ibu kandung
Lazki, sehingga kebun cengkeh diwariskan buat kami berdua. Jadi, penghasilannya
cukup lumayan ketika musim panen tiba. Lazki pun terkadang ikut membantu biaya
pengobatan Nara memakai hasil tabungannya sendiri.
Hal
lebih mengejutkan lagi adalah ibu Lazki memberikan seluruh hasil panen cengkeh
miliknya buat pengobatan Nara. Ternyata Tuhan menggerakkan hati adikku
satu-satunya untuk menolong biaya rumah sakit gadis kecilku Nara. Secara akal
logika, kami tentu mengalami kesulitan demi mendapat biaya rumah sakit dalam
jumlah besar. Akan tetapi, tangan Tuhan terulur meringankan beban kami
sekarang.
“Ikan-ikan
disini kenyang semua yah?” pertanyaan polos Nara.
“Tuhan,
buat semua ikan di sungai ini lapar biar umpan pancing Nara dimakan” seru doa
Nara terhadap sang pencipta.
“Bergerak,
pancingnya gerak” teriak Nara…
“Wow,
doa Nara dijawab Tuhan dalam satu detik saja yah” senyuman sang ayah…
“Kalau
doa Nara yang ini dijawab langsung Tuhan, lantas doa Nara yang lain kenapa lama
amat dijawab Tuhan” cetus Nara setelah kail pancingannya berhasil di bawah ke
darat bersama seekor ikan yang cukup gemuk.
“Memang
Nara minta apa sama Tuhan?”
“Bunda
dan ka’Nef berhenti nangis, ka’Feiv kembali ke rumah, Nara cepat besar biar
bisa bantu ayah cari uang” jawaban polos gadis kecilku.
“Gadis
kecil ayah harus bersabar” mengecup hangat dirinya.
“Nara
memang suka tidak sabaran yah?” Nara.
“Tuhan
punya waktu buat menjawab isi doa Nara,” jawaban buatnya.
“Kapan
Tuhan jawab?” Nara.
“Suatu
hari kelak, Tuhan pasti menjawab.” Entah kalimat tersebut tepat sesuai adaptasi
bahasa anak-anak pada umumnya ataukah tidak sama sekali. Satu hal, hanya
kata-kata tersebut terlontar begitu saja keluar buat seorang anak masih berusia
empat tahunan…
“Kau
harus bertahan hidup untuk melihat Tuhan menjawab setiap seru doamu” jeritan
hati sang ayah berteriak hebat jauh di dasar hati.
“Melihatmu
menikmati sinar matahari terbit dan terbenam merupakan kebahagiaan terbesar
seorang ayah bagi gadis kecilnya” sekali lagi kata-kata tersebut berkumandang
kuat di dalam.
“Ayah,
ikannya buat bunda saja” kepolosan Nara membayangkan sang bunda…
“Tentu
sayang” membalas kalimatnya.
“Buat
ka’Nef juga” Nara.
“Sepertinya
ka’Lazki dilupakan ma Nara” tersenyum ke arah Nara.
“Ka’Lazki
kan tidak pernah nangis,” Nara.
“Terserah.”
Tubuh
mungil Nara berjuang tidak memperlihatkan rasa sakit di hadapan kami semua.
Bernyanyi, tersenyum, tertawa, bahkan menganggap dirinya tidak pernah sakit
sama sekali. Hal lebih kacau adalah gadis sekecil dia membutuhkan perhatian dan
kasih sayang lebih, akan tetapi keadaan justru berbalik arah. Seolah dirinya
lebih kuat berperan untuk memberi penghiburan, kekuatan, senyum, kehangatan bagi
kami sekeluarga.
“Buat
bunda” Nara kecil menyodorkan hasil pancingan hari ini penuh semangat.
“Bunda
tidak pernah mengizinkan Nara keluar rumah” marah melihat kelakuan sang gadis
kecil.
“Nara
hanya cari angin saja bunda,” menjawab dengan wajah menunduk…
“Kenapa
ayah mengikuti semua kemauan Nara? Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan dia
di tengah jalan?” amarah Zarah akhir cerita meledak ke arahku.
“Biarkan
Nara menikmati kehidupan luar seperti anak lain” tegurku.
“Menurut
ayah, lantas bagaimana perasaan bunda kalau-kalau anakku tidak akan pernah bisa
membuka matanya esok hari karena petualangan sehari?” tangis Zarah meledak
seketika.
“Bunda
jangan nangis lagi” Nara berlari memeluk sang bunda.
“Jangan
membuat bunda ketakutan histeris” raut wajah terbungkus rasa takut bernar-benar
terbaca jelas…
“Tuhan
sudah menyembuhkan Nara” senyum Nara.
“Bunda
sangat takut…” Zarah seakan tidak dapat menahan rasa takut dalam dirinya
sendiri.
“Bunda”
suara Nefrit hadir di tengah kami setelah mendengar ledakan tangis Zarah.
Bagian
4…
Nefrit Fidelis…
Hidup
tidak pernah adil buatku sampai kapanpun juga. Perasaan kecewa terhadap Tuhan
selalu dan selalu terjadi pada jalanku. Berdiri depan cermin, menatap wajah
sendiri, bahkan menangis histeris karena ketidak-adilan Tuhan. Saya bisa apa
untuk masa depan? Saya hanya mempunyai wajah standar, sehingga tidak pernah bisa
menjadi seorang primadona sekolah. Ayahku bukan pengusaha seperti ayah teman-temanku,
lebih kacau lagi kehidupan berada pada garis ekonomi miris.
Hal
terburuk diantara paling terburuk adalah kakakku seorang berandalan, pemakai
narkoba, keluar masuk penjara, selalu melakukan kejahatan. Jujur, saya malu
mempunyai keluarga terburuk seperti itu. Kenapa saya harus lahir sebagai anak
Abraham penjual barang campuran di pasar? Kenapa wajahku berada pada garis
standar, sampai-sampai semua teman sekolahku menjauh? Kenapa saya juga harus
terlahir idiot dengan jenis IQ paling rendah sehingga selalu saja berada di
kelas yang sama setiap tahun?
Semua
teman seumuranku sudah jauh berjalan ke depan bahkan berada pada bangku kuliah,
sedangkan hidupku hanya bercerita tentang kegagalan. Seakan saya tidak
mempunyai masa depan sama seperti kebanyakan anak lain. Ejekan, terkucilkan,
bodoh, miskin, mempunyai kakak berandalan, wajah standar, dan masih banyak lagi
sedang bermain hebat dalam perjalanan Nefrit Abraham. Saya benar-benar membenci
Tuhan sampai kapanpun juga.
“Jangan
dekat-dekat dengannya” satu sama lain teman-temanku berkata-kata bahkan bukan
lagi berbisik…
“Kenapa
memang?” pertanyaaan menyindir yang lain sambil tertawa.
“Kakaknya
narkoba, adiknya penyakitan, sedang dia manusia paling idiot sedunia” secara
terang-terangan berteriak keras tanpa memikirkan perasaanku.
“Jangan
sampai tertular.”
“Miskin,
idiot, berantakan, hancur…” semua tertawa bahagia menyerang kehidupanku.
“Dengar-dengar
ayahnya melakukan kejahatan di masa lalu, sampai keluarganya kena kutuk dari
Tuhan seperti itu.” Suasana kelas, kantin, perpustakaan, taman sekolah hanya
akan bercerita tentang penghinaan terhadap kehidupan keluargaku.
Para
tetanggapun ramai membicarakan kehidupan keluargaku di setiap sudut
persimpangan. Hidup keluarga Abraham hanya bercerita tentang kutuk tanpa
kehidupan. “Saya benci terlahir sebagai anak ayah” meluapkan emosi di suatu
tempat sepi tanpa seorangpun lalu lalang disana.
“Saya
malu mempunyai kehidupan seperti ini” histeris menangis setiap pulang sekolah
dan berada di tempat tersebut hanya untuk meluapkan segalanya.
“Saya
terlalu membenciMU Tuhan,” menyalahkan sang pencipta atas segala hal yang
terjadi. Kenapa mengutuk kehidupanku sampai semua orang menjauh? Apakah Tuhan
dendam begitu mendalamnya sampai menghancurkan masa depanku? Saya tidak ingin lagi
mempunyai Tuhan, walaupun ayah selalu mengajar tentang hidup takut terhadapNYA
apapun keadaan di depan mata.
Berulang
kali saya mencoba bunuh diri tapi selalu gagal. Terkadang saya ingin
menjatuhkan diri dari sebuah gedung pencakar langit di kota ini, akan tetapi
ketakutanku jauh lebih besar bermain. Hal terlucu lagi adalah menceburkan diri
ke sungai dan tanpa sadar ternyata air di tempat tersebut hanya setinggi lutut
alias dangkal. Sengaja berjalan di tengah lalu lintas kendaraan setidaknya
membiarkan truk maupun mobil menabrak tubuhku hingga hancur berantakan. Di luar
dugaan selalu saja ada orang lain datang menolong secara tiba-tiba ataukah sang
pemilik kendaraan melakukan rem mendadak sehingga berhasil menjauh dari diriku.
Hanya maut yang dapat mengakhiri kisah paling mengerikan dalam jalanku.
“Anak
idiot” bayangan kata-kata mereka terngiang.
“Keluarga
terkutuk.”
“Keluarga
sial”
“Sampai
kapanpun tidak akan pernah mempunyai masa depan” ucapan-ucapan menyakitkan
terus saja terngiang memenuhi gendang pendengaran. Selalu saja menangis
histeris setiap pulang sekolah dan berjalan memasuki kamar. Tidak memperdulikan
ayah, bunda, Nara, juga ka’Lazki hanya ingin melampiaskan rasa sakit di dalam
kamar seorang diri.
“Mungkin
ayah bukan seorang ayah terbaik dan sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi
setidaknya teruslah berada dalam dekapan ayah jika kau merasa terluka”
kata-kata ayah berjalan masuk setelah berhasil membuka kunci kamarku.
Di
satu sisi saya malu terlahir dari keluarga seperti ini. jujur, kata malu
mengakui dirinya sebagai ayah jauh lebih kuat bermain dibanding apapun. Akan tetapi
di sisi lain, hanya ayah saja yang dapat mendekapku dan memahami rasa sakit
berkepanjangan. Kenapa Tuhan tidak adil membuat kehidupan kami penuh
penderitaan? Kenapa Tuhan terus saja menimpakan kutuk?
“Jangan
dengarkan kata orang tentang dirimu. Kau tetap gadis sempurna bagi seorang ayah
sepertiku dengan masa depan terbaik suatu hari kelak” kalimat bijak ayah
membelai rambut panjangku.
“Semua
orang mengejek Nef tidak punya masa depan” histeris menangis…
“Siapa
bilang Nef tidak punya masa depan? Itu hanya ucapan mereka” ayah.
“Memang
seperti itu kenyataannya” semakin histeris.
“Manusia
bisa saja berkata-kata sesuka hati dan mengutuk sesuai bahasa mereka, tetapi
kau harus tetap berpegang teguh pada sebuah pernyataan jika masa depanmu ada di
tangan Tuhan. Ngerti?” bagaimana mungkin saya percaya Tuhan, sementara hidupku
sendiri benar-benar membenciNYA.
“Tapi
Nef benci Tuhan” balasku…
“Nef,
tidak berarti hidupmu mengalami perjalanan maupun situasi buruk terus hati/
mulutmu harus berkata-kata seperti ini” ayah.
“Miskin,
kakak Nef penjahat kelas kakap, Nara terus saja penyakitan, bunda selalu saja
nangis, keluarga kita diejek semua orang sial, terakhir Nef terlahir sebagai
manusia paling idiot karena tinggal kelas berulang kali…” amarahku meledak…
“Ayah
tidak pernah mengajarkan Nef harus membenci Tuhan karena rasa tidak adil ketika
mengarungi bahtera hidup. Belajar merendahkan hati di tengah situasi apapun
jauh lebih baik dibanding berkata-kata buruk seperti itu,” ayah.
“Nef
akan tetap membenci Tuhan, bagaimanapun ayah ceramah panjang kali lebar kali
tinggi sesuka hati…” rasa geram terhadap Tuhan semakin meledak.
“Manusia
yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan, hanya
Tuhan sajalah yang maha tinggi.” Seakan ayah menganggap putrinya sangat angkuh
dan sombong, pada hal secara logika kehidupanku penuh air mata.
“Saya
rasa terbalik cerita, justru Tuhan yang terlalu sombong dan angkuh bukannya
Nef” kegeraman paling terkacau…
“Nef
berkata-kata seperti itu berarti tanpa sadar kesombongan dan keangkuhan memang
jelas membungkus. Belajar merendahkan hati jauh lebih baik dibanding
berkata-kata…” ungkapan perasaan ayah kemudian berjalan keluar meninggalkan
putrinya seorang diri.
Sepertinya
saya salah menilai ayah. Seolah kehidupanku sudah jatuh tertimpa tangga lagi
tanpa tahu harus berlari kemana. Menghabiskan waktu menangis histeris setiap
saat karena segala jenis tekanan hidup berlari ke arahku. “Nef, naiklah”
seseorang menghentikan motornya depan gerbang sekolah.
“Ka’Lazki”
hampir tidak percaya…
“Jangan
mendekat manusia sial seperti dirinya” seperti biasa semua berlari menjauh
dariku…
“Coba
ulang ucapanmu sebelumnya” ucapan tajam ka’Lazki tiba-tiba menyerang mereka.
“Siapa
lagi kalau bukan Nefrit, keluarganya kan sekarang lagi dikutuk habis-habisan ma
sang pencipta…” salah satu jawaban dari mereka.
“Hari
ini kalian bisa menertawakan lebar adikku, tapi kelak kalian akan dipermalukan
olehnya dengan sebuah prestasi” jawaban tertajam membela sang adik.
“Ternyata
kakaknya toh,”
“Jaga
mulutmu, sekali lagi kau menyerang adikku, tentu saya tidak segan-segan menyerang
dua kali lebih parah, ngerti?” pertama kali berada di sekolahku dan membuat
sesuatu hal fantastis seperti sekarang. Menarik tanganku ke motornya, kemudian
melaju dengan kecepatan tinggi ke suatu tempat. Hembusan angin keras sepanjang
perjalanan membungkus diri…
“Kenapa
kakak membawaku ke tempat seperti ini?” pertanyaanku setelah kami berada jauh
dari ibu kota. Ternyata ka’Lazki mengatur
segalanya yaitu meminta izin ke pihak sekolah selama 3 hari untuk berada
di sebuah perkampungan kecil. Perjalanan ibu kota dan kampung kecil disini
memakan waktu selama beberapa jam, hal lebih kacau kami memakai motor dengan
kecepatan tinggi.
“Untuk
membuatmu bersenang-senang” senyum Lazki menarik hidungku.
“Kakak
tidak takut dipecat minta cuti terus?” tegurku.
“Bos
rumah sakitnya takut ma kakak,” gurauan terkacau dari ka’Lazki.
“Seragam
sekolahku?”
“Tenang
saja, kakak punya banyak persedian baju di lemari” ka’Lazki.
Suasana
kampung asri, tenang, tanpa kata-kata mengerikan dari siapapun membuatku
sedikit terhibur. Menikmati aliran air jernih di tengah-tengah taman, mendengar
alam bercerita, pohon-pohon bernyanyi oleh karena hembusan angin sepoi. “Bibi
kemana?” tanyaku.
“Bunda
lagi mengurus keponakan dari ayah di kampung sebelah, jadi sorry tidak bisa
ketemu Nef selama disini” ka’Lazki.
“Terserah”
cetusku menjawab acuh tak acuh.
Pagi-pagi
sekali ka’Lazki menarik tubuhku dari ranjang biar lari pagi sambil menikmati
embun di sekitar. “Pagi non,” seorang petani menyapa dengan sangat ramah ke
arahku.
“Nef,
tidak semua orang di dunia ini berpikir jahat, negative, kacau tentangmu” tegur
ka’Lazki.
“Seperti
petani itu maksudnya?” keningku sedikit berkerut.
“Iya,
memang” anggukan ka’Lazki. Asap kabut masih tebal menghantam kampung disini,
kenapa? Karena suasana masih bercerita tentang pagi hari dan bukan siang.
Mangajakku jalan menuju sebuah puncak gunung bahkan harus melakukan pendakian
luar biasa. Keringat bercucuran membuat seluruh pakaianku basah…
“Coba
lihat pemandangan di sana!” menunjuk ke bawah dan memang benar-benar menakjubkan…
“Wow,
sangat manis” terkagum-kagum…
“Bahagia
melihat Nef tersenyum pertama kali seperti ini,” ka’Lazki.
“Ternyata
kakak sadar betul kalau Nef sama sekali tidak pernah tersenyum seperti
sekarang?” ujarku.
“Nef,
Tidak selamanya seseorang yang selalu berada di urutan belakang dalam segala
hal mempunyai masa depan hancur. Sama seperti dirimu hanya membutuhkan waktu
dan tingkat kesabaran cukup tinggi untuk membuktikan pada dunia tentang
perjalanan indahmu” ka’Lazki.
“Nef
selalu tinggal kelas, syukur-syukur kalau bisa lulus sekolah tahun ini”
balasku.
“Prestasi
terbaik seseorang tidak selalu bercerita tentang dunia akademik. Bukan berarti
kau selalu berada pada urutan terbelakang di dunia akademik, sedangkan di
bidang lain jalanmu tidak bisa menjadi yang pertama.” Ka’Lazki.
“Semua
akan memandang kalau prestasi akademik selalu berada di urutan pertama.”
“Siapa
bilang?” tegur ka’Lazki.
“Kenyataan
hidup” jawabku.
“Di
luar sana ada orang memang mempunyai prestasi di dunia akademik sampai akhir
cerita berhasil menjadi seorang dokter spesialis, ilmuwan, dosen, dan masih
banyak lagi sesuai mimpi…” ka’Lazki.
“Tapi,
ada juga mereka mempunyai masa depan bukan karena prestasi akademik mereka
terbaik diantara yang terbaik, melainkan…” ka’Lazki berkata-kata lagi…
“Melainkan?”
“Melainkan
mereka mempunyai talenta di bidang lain. Ada orang menjadi pelukis terkenal,
artis, model, penari balet, penyanyi, pemusik handal, berprestasi dalam bidang
olah raga tetapi masalah akademik juga selalu bercerita dibelakang bukan yang
terdepan” ka’Lazki
“Nef
masih belum mengerti makna dialog kakak” wajah masih bingung.
“Temukan
talenta dalam dirimu. Bagaimanapun proses panjang bahkan seakan tidak menemukan
hasil, tapi kau harus terus berlari mencari bakat terpendammu, setelah berhasil
gali terus untuk membawanya ke permukaan” ka’Lazki.
“Bagaimana
kalau tidak berhasil sama sekali?” pertanyaan…
“Berhasil
tidaknya tergantung pribadi seseorang. Saya rasa kau pasti bisa menemukan,
entah memakan waktu cepat, sedang, dan lama” ka’Lazki.
“Saya
membenci pelajaran-pelajaran sekolah,” kalimatku…
“Masing-masing
pribadi berbeda-beda, kenapa? Ada orang dengan kadar IQ paling terbawah tetapi
ingin terus bertahan dalam dunia akademik dan akhir cerita berhasil menjadi
pertama melalui proses panjang. Namun, di tempat lain hampir keseluruhan memang
mencari bidang lain yang mereka sukai sesuai talenta di dalam diri” ka’Lazki.
“Bukan berarti saya menyuruhmu mencari bakat
dalam dirimu, lantas kau berhenti sekolah atau tetap tinggal kelas di sekolah
sama bertahun-tahun sampai tua. Minimal lulus” sekali lagi bercerita…
Bagian
5…
Nefrit…
Merenung
memikirkan kata demi kata sebagai bahan masa depanku sendiri. Ternyata,
ka’Lazki sengaja membuatku berada di kampung ini kemudian membawaku melakukan
sebuah petualangan pendakian puncak gunung. Proses panjang menemukan titik
puncak gunung mempunyai tingkat kesulitan masing-masing selama kaki mencoba
menapaki sedikit demi sedikit. Jalanan licin, berbelok-belok, pinggiran jurang,
takut ketinggian, batu-batuan sekitar menjadi masalah utama ketika kaki ingin
terus menemukan puncak gunung itu sendiri.
“Saya ingin belajar percaya, kalau KAU tidak
seperti yang kubayangkan selama ini” berkata-kata jauh di dasar hati sambil
menatap bintang-bintang langit. Sejak dulu, saya membenci Tuhan karena segala
hal buruk selalu saja terjadi dalam perjalananku. Berpikir bahwa sang pencipta
maha tidak adil untuk objek apapun di dunia. Perjalanan sial, kutuk, air mata,
terkacau, miskin, terlempar, tidak pernah dianggap adalah kisah miris seorang
Nefrit.
“Tuhan,
buktikan padaku kalau KAU bukan Tuhan paling sombong dan angkuh!” bisikan hati
kembali bercerita terhadap sang pencipta. Saya hanya butuh sebuah bukti tentang
pernyataan ayah kalau Tuhan itu adil juga tidak seperti pemikiranku selama
bertahun-tahun.
Belajar
menemukan talenta tersembunyi dalam diriku itulah yang sedang ingin kujalani
setelah kembali ke kota. “Ayah tidak perlu khawatir, Nef hanya butuh waktu
untuk mengerti petualangan dan proses hidup” tanpa sengaja gendang pendengaranku
mendengar dialog percakapan antara ka’Lazki dan ayah melalui saluran telepon.
Mereka berdua ternyata bekerja sama untuk membawaku ke tempat seperti ini.
Percakapan tersebut membuatku tersadar akan sesuatu hal tersembunyi dibalik
sosok pribadi ayah…
Ayah
ingin membuktikan pada dunia tentang masa depan terbaikku. Saya baru menyadari,
jika dirinya sama sekali tidak akan pernah menjatuhkan air matanya apapun
situasi depan mata. Semua dapat berkata-kata buruk tentang ketiga buah hatinya,
akan tetapi sikap tenang memang terus saja melekat. Kalimat sebagai ayah paling
gagal, pada dasarnya sangat wajar diberikan buatnya, kenapa? Karena seperti
itulah kenyataan hidup dalam perjalanan keluarga Fidelis.
“Ayah
tergagal di dunia, tapi masih terus mencoba menyatakan sesuatu pada dunia tanpa
seorangpun menyadari semua itu” kata-kata sedikit sinis mengingat dialog
mereka.
Seluruh
dunia berkata ayah terlalu lemah dalam mendidik sehingga terjadi kekacauan
terbesar dalam kehidupan keluarganya sendiri. Di tempat lain tidak bercerita
tentang permasalahan mendidik melainkan hidupnya hanya bercerita kutuk, sial,
dosa masa lalu, murka Tuhan, pembawa bencana. Satu kalimat mengungkapkan sisi
hidupnya yaitu ayahku terlalu kuat bahkan lebih dari kata tersebut untuk
menghadapi ketiga buah hatinya.
“Bantu
ayah untuk keluar sebagai pemenang di antara para ayah bagaimanapun kenyataan
hidup melukai hatimu” kata-kata ayah mencium pucuk kepalaku setelah saya
kembali ke rumah lagi.
Ayah
pikir jika putri cengengnya sudah tertidur pulas, pada hal kenyataan sebenarnya
adalah tidak sama sekali. Hanya berpura-pura menutup mata di atas tempat tidur
setelah menyadari suara sang ayah sekitar pintu kamar. Menggenggam kuat
tanganku bersama tarikan napas panjang seakan beban yang terlalu kuat benar-benar
terasa olehku untuk pertama kalinya…
“Ayah
pasti bisa menjadi pemenang untuk membawamu ke garis finish. Ini hanya proses
bagi hidupmu bersama segala cerita tentang kekurangan, pembulyan, tangis,
terluka, rasa kecewa, prinsip untuk menata dalam sebuah petualangan.”
Rasa-rasanya saya ingin menangis seketika mendengar ucapan sang ayah bagi
putrinya. Meluapkan perasaan emosional saat berpikir anaknya tertidur lelap…
Sejenak
berpikir tentang defenisi kemenangan sang ayah setelah mengingat setiap kegagalan
demi kegagalan dari jalan hidup Gibran Fidelis. Kata kuat, tenang, bijak,
mempunyai setitik harapan ketika objek gagal sebagai ayah melekat pada dirinya.
Laki-laki beriman karena melihat setitik harapan untuk memulihkan segala
sesuatu menjadi gambaran makna nama Gibran Fidelis yang sekaligus menjadi sosok
ayah buatku.
“Maaf
membuat hatimu hancur” rasa sesak menyebar mengingat segala kata-kata kasar
terlontar tanpa sadar setiap terjadi dialog antara diriku dan ayah.
Saya
akan mencoba belajar menanggapi ucapan bijak sang ayah. Tentu bukan hal mudah,
namun kaki ingin memulai menapaki sesuatu dan percaya tentang setitik harapan.
Jujur, hidupku benar-benar tidak menyukai dunia akademik, hanya saja saya akan
berjuang keras agar bisa lulus sekolah tahun ini. Selain hal tersebut,
perjalananku akan belajar mencari talenta yang memang terpendam kuat dalam diri
demi sebuah pembuktian pada dunia…
“Anak-anak
hari ini kita kedatangan guru baru di sekolah” ibu Hana mengisyaratkan sesuatu
setelah berdiri beberapa menit di depan kelas.
“Paling
guru sejarah pengganti ibu Monik” satu sama lain seakan tidak memperdulikan
karena menganggap hal biasa bagi para siswa.
“Orang
tua tanpa gigi” ledekan seorang siswa hingga seluruh kelas riuh dan tertawa…
“Siapa
bilang saya guru tanpa gigi?” tiba-tiba saja sosok pemuda berkaca mata, kulit
sawo matang, manis, rambut tersisir rapi berjalan manis menuju kelas kami.
“Model
majalah terbaru” semua mata terkagum-kagum menyaksikan pemandangan gratis
sekarang…
“Perkenalkan,
saya Brian Nicolas guru sejarah kalian yang terbaru. Btw, stop bertanya apapun,
kenapa? Karena saya tidak bisa menjawab pertanyaan kalian” ujar sang guru.
“Pada
hal kami hanya mau nanya, bapak waktu pembagian wajah jelek kenapa tidak
hadir?” seorang lagi mengoceh…
“Memang
kenapa kalau tidak hadir?” pak Brian balik bertanya sambil bertolak pinggang.
“Kan
kalau bapak terlahir ke dunia fanah dengan wajah jelek, minimal hatiku tidak
terpesona seperti sekarang menatap wajah bapak…” jawaban paling jenius membuat
seluruh isi kelas berteriak gaduh pada salah satu murid centil.
“Berhenti
bergurau, sekarang perkenalkan diri kalian satu per satu” pak Brian.
“Bapak
paling tampan sedunia, perkenalkan saya Nesia Fadilah salah satu siswi paling
primadona di sekolah ini” wow, seperti biasa gaya centil salah satu teman
sekelasku.
“…”
Perkenalan
seorang demi seorang mulai terjadi sampai akhirnya giliranku pun tiba. Seperti
biasa mereka semua mulai menertawakan segala sesuatu dalam diriku, sampai saya
benar-benar terlihat gagap untuk berkata-kata. Sang guru hanya diam membisu
menatap ulah seluruh muridnya tanpa menghentikan mereka. Tidak seorangpun akan
membelaku di sekolah. Baik guru, para orang tua, terlebih teman-teman hanya
tahu menertawakan keberadaanku semata.
Menarik
nafas panjang berjalan menyusuri jalan raya setelah pulang sekolah. Manusia
dengan segala kekurangan, itulah diriku. Saya ingin belajar terlihat kuat
sekalipun semua terlihat sama hanya bercerita kelemahan dan kelemahan dalam
diriku. Mencoba menemukan talenta tersembunyi dalam diriku merupakan
rutinitasku sekarang setiap pulang sekolah.
“Mungkin
saya bisa menjadi seorang pelari tercepat” berpikir seketika. Hal terkacau
selanjutnya adalah belum apa-apa saya sudah pingsan duluan di tengah jalan saat
kaki mulai berlari sekuat tenaga setelah jam pelajaran sekolah usai. Maka makin
ditertawakanlah dunia Nefrit…
“Pelari
bukan, berarti perenang handal tentu…” mencari sungai kemarin tempatku ingin
menceburkan diri alias mati secepat mungkin tapi ternyata airnya hanya sebatas
lutut semata. Belum turun ke sungai, saya sudah lari duluan karena melihat
katak kecil bermain-main di tempat tersebut.
Menonton sebuah acara show di TV dengan
menampilkan beberapa jenis dance terhebat. Sejenak berpikir akan talenta
tersembunyi dalam diriku adalah berada di dunia dance sama seperti mereka.
Memutar beberapa video dance, kemudian mencoba menirukan gaya mereka dan hasil
terakhir kaki terkilir bahkan menjadi bahan tertawaan Nara. “Kakak seperti usir
nyamuk saja” Nara meledek sambil tertawa…
“Berhenti
menertawakan kakak!” rasa kesal melihat kelakuan Nara.
Sebenarnya
talenta tersembunyi dalam diriku itu ada dimana? Suara juga seperti radio rusak
kalau masuk dunia tarik suara. Membeli beberapa jenis alat music bekas seperti
piano, gitar, biola, drum dan berpikir tentang kisah perjalanan akan berada
pada salah satu bidang tersebut. Uang tabungan selama bertahun-tahun habis
ludes dikarenakan kisah tragis ingin mencari talenta tersembunyi. Itu pun masih
dibantu uang ayah juga ka’Lazki untuk menutupi sisanya yang masih belum
terbayar. Hal terkacau adalah ayah selalu saja tersenyum menyaksikan tingkahku.
Nara
memang butuh biaya berobat, tapi kisahku pun ingin mencari talenta tersembunyi
tanpa peduli akan menghabiskan sejumlah uang. Saya juga bermimpi tentang masa
depan cerah, akan tetapi tidak bercerita dari dunia akademik melainkan tempat
lain. Hidup Nefrit Fidelis benar-benar menyedihkan bahkan lebih dari kata
tersebut. Bagaimana tidak? Belajar memainkan alat music gitar dengan mengamati
beberapa video, program acara TV, acara-acara sekolah, bahkan beberapa pengamen
jalanan tetapi hasilnya adalah nol persen. Kekacauan lain lagi adalah Nara
dapat memainkan alat music tersebut hanya karena terus berada di sampingku
ketika berlatih sambil menonton sebuah video.
“Nara
hebat” ka’Lazki terkejut melihat permainan gitar gadis kecil berusia 4 tahun.
Kekaguman
ayah, bunda, juga ka’Lazki masih belum berakhir menyaksikan permainan gitar
Nara. Semua jenis peralatan music bekas di rumah pun dapat dimainkan oleh anak
kecil seperti dirinya. Hal terkacau bahkan menjadi garis kesimpulan, kalau
bukan saya yang jenius memainkan alat-alat music tersebut melainkan adik
kecilku yang sebentar lagi akan dipanggil Tuhan. “Anak bunda memang jenius”
pujian bunda sangat bahagia.
Pertama
kali melihat bunda tersenyum lebar setelah bertahun-tahun hanya meneteskan air
mata karena ketiga buah hatinya menjalani hal mengerikan. Menjadi pertanyaan,
haruskah saya iri terhadap adik sendiri? Bagaimana kisah masa depanku tanpa
mengetahui talenta dalam kehidupan sendiri ke depan? Saya tidak ingin mempunyai
perjalanan buruk lagi apapun keadaannya…
“Buat
saya percaya kalau KAU bukan TUHAN paling sombong dan selalu berlaku tidak adil
terhadap kehidupanku pribadi!” menengadah ke langit sambil berbisik jauh di
dasar hati menatap bintang malam. Sepertinya keraguan mulai muncul kembali
tentang ketidak-adilan Tuhan. Saya juga ingin memiliki satu talenta untuk
menjalani kisah perjalanan yang selalu saja mempermainkan hidup. Salahkah saya
mempunyai rasa iri terhadap adik sendiri? Seakan dalam perjalananku hanya
bercerita tentang kekurangan dan kekurangan di segala bidang.
“Jadikan
ayah pemenang ketika kakimu ingin belajar menemukan setitik harapan dalam
setiap luka yang terus saja menancap.” Seperti biasa tanpa rasa bosan, ayah
selalu berjalan ke kamar untuk berkata-kata saat kedua putrinya terlelap dalam
tidurnya. Ayah mengira jika anaknya tidak akan pernah mendengar apapun setiap
curahan hatinya. Memberi kecupan dan membelai rambutku tanpa rasa bosan sama
sekali sambil berkata-kata tentang banyak hal sebelum akhirnya berjalan keluar
meninggalkan kami.
Berpura-pura
tidur lelap jauh lebih baik, dari pada ayah menyadari putrinya selalu mendengar
curahan hatinya setiap malam. “Jangan menyerah mencari talenta tersembunyi
dalam dirimu, sampai suatu ketika kau dapat membuktikan pada dunia akan perjalanan
terhebat yang pernah dimiliki olehmu” salah satu pernyataan paling kacau dari
seorang ayah seperti dirinya.
“Jangan
menyerah mencari talenta tersembunyi…” menirukan kembali kalimat ayah saat
keadaan benar-benar lelah mencari sesuatu yang tersembunyi. Mustahil menemukan
hal terbaik dalam hidupku sendiri, kenapa? Kisahku selalu berada pada gagal
bahkan hanya bercerita tentang kekurangan semata.
Menghabiskan
waktu di sebuah pusat perbelanjaan terbesar setelah jam pelajaran sekolah
selesai untuk pertama kalinya bagi hidup. Entah dorongan dari mana membuatku
ingin bersantai sejenak menyusuri setiap lantai plaza tersebut. Mataku terkagum
menatap gambar seorang model tertawa lebar pada salah satu showroom terbesar di
hadapanku. Apakah saya bisa menjadi sama seperti dirinya terkenal, cantik,
mendapat pujian banyak orang, idola banyak orang?
“Saya
kan tidak jelek-jelek amat, bolehlah jadi model” menatap wajah sendiri depan
cermin showroom…
“Nef”
seseorang berteriak memanggil namaku.
“Ka’Lazki”
terkejut, malu, wajah menunduk ketahuan berkeliling sekitar plaza.
“Jangan
kaget, sebenarnya kakak janjian dengan seseorang disini tapi sepertinya batal
sih” ka’Lazki menggaruk-garuk kepala seakan terlihat kesal…
“Bagaimana
kalau kita berdua cuci-cuci mata doang, sekaligus makan mungkin” seru ka’Lazki
mendorong tubuhku ke arah kanan showroom. Pertama kali melakukan hal seperti
sekarang mengunyah permen karet sampai membuatnya menjadi balon besar, bermain
seperti anak kecil, tertawa lebar, membeli permen lollipop paling besar, dan
masih banyak lagi. Kenapa saya tidak melakukan semua ini dari dulu?
Bertahun-tahun hidup hanya meratapi segala jenis beban masalah.
Hal
terbodoh di antara paling bodoh adalah hidup selalu saja berfokus pada apa kata
orang hingga akhir cerita perasaan kecewa pun terus membungkus. Jauh lebih baik
membiarkan hinaan semua orang dan menganggapnya hanya sebagai angin lalu,
dibanding berada di tempat sama untuk menghancurkan diri sendiri. “Kakak,
bagaimana kalau Nef menjadi model saja?” satu pertanyaan tetapi membuat wajah
ka’Lazki merah karena tertawa keras.
Sekarang
kami berdua menjadi pusat perhatian semua orang di sini. “Lebih baik habiskan
makananmu sekarang!” perintah ka’Lazki memasukkan roti burger besar ke mulutku.
“Saya
serius, mungkin bakat terpendam dalam diriku adalah menjadi seorang model”
“Nef,
jangan berpikir aneh” cetus ka’Lazki.
“Aneh
bagaimana maksudnya?” sedikit mengerutkan kening.
“Kakak
saja tidak pernah bermimpi jadi model atau artis, lah situ kenapa mimpi aneh
gitu?” ka’Lazki seperti memberi penghinaan…
“Ka’Lazki
keterlaluan” marah seketika.
“Kakak
terlahir cantik juga tidak bakalan bercita-cita jadi model, apa lagi wajahku
yang sekarang luar biasa standarnya paling dibawah” ka’Lazki.
“Berarti
wajah ka’Lazki dan Nef sebelas dua belas maksudnya alias jelek?”
“Nef,
kalau kakak sih bukan masalah jelek juga tapi ada hal lain” ka’Lazki.
“Hal
lain?”
“Jadi
model atau artis itu harus siap menjadi bahan gossip kiri kanan sekalipun hanya
setitik saja kesalahan yang diperbuat. Kehidupan keras sampai banyak orang
selalu berada pada jurang yang sama karena tidak mampu melawan, jadi berpikir
dulu sebelum punya niat ke bidang sana” ka’Lazki.
“Kehidupan
keras…” gumamku…
“Nef
harus siap menjalani tuntutan pekerjaan dunia modeling dan keartisan” ka’Lazki.
“Contohnya?”
pertanyaanku balik.
“Siap
bergaya depan kamera sambil dipegang kiri-kanan sama lawan jenis untuk promo
sebuah brand pakaian mungkin atau objek lainnya. Suka tidak suka harus
dijalani, bagi sebagian orang hal tersebut biasa, tetapi berbeda bagi konsep
berpikir kehidupan keluarga kita. Ngerti?” ka’Lazki.
“Jadi?”
“Kau
siap berpelukan bahkan berciuman dengan cowok manapun karena tuntutan acting?
Kalau siap, yah silahkan berjuang terus menjadi artis karena itu impianmu”
ka’Lazki.
“Satu
lagi, kau harus mempunyai standar kualitas acting dan tidak asal-asalan semata.
Kakak lebih baik jadi suster seumur hidup dibanding ada di dunia sana” ka’Lazki
sepertinya curhat…
“Saya
juga ingin jadi seperti yang lain, hidup dengan masa depan terbaik” kepala
tertunduk di hadapan ka’Lazki.
“Nef
harus sabar mencari telenta tersembunyi dalam kehidupan sendiri. Semua yang kau
inginkan butuh proses…” ka’Lazki.
“Hari
ini gagal, tidak berarti esok memberi hasil sama. Andaikan gagal lagi berarti
hidupmu harus terus mencari dan mencari sampai kau menemukan objek terbaik bagi
masa depan sendiri. Tetaplah berlari!” ka’Lazki.
Bagian
6…
Menjalani
kehidupan sepertinya tidak mudah bagi Nefrit terlebih harus berhadapan dengan
situasi sama, tetapi cerita hanya berkisah tentang kegagalan dan kekalahan. “Gagal
lagi mencari talenta tersembunyi” teriakan histeris Nefrit. Melemparkan
berulang kali batu kecil ke sebuah sungai sebagai bahan pelampiasaan hari ini.
Masih mengenakan seragam sekolah duduk termenung sambil meratapi nasib sendiri.
Teman-teman seumurannya sekarang sudah berada pada bangku kuliah, sementara
diri sendiri masih saja memakai seragam sekolah.
Keinginan
berhenti sekolah sudah lama muncul di benaknya, hanya saja sang ayah tetap
bersikeras menyekolahkan dirinya. “Hal terbodoh memang” Nefrit menepuk kepala
sendiri. Pemikiran seorang gadis sepertinya menginginkan sesuatu tersembunyi di
luar dunia akademik demi meraih masa depan terbaik. Berjalan meninggalkan
sungai dengan kepala menunduk…
“Ka’Feiv,
ayo pulang” tiba-tiba saja dia dikejutkan suara Nara berteriak memanggil
Feivel. Mencoba mencari arah suara tersebut tidak jauh dari tempatnya berdiri…
“Nara”
rasa geram Nefrit mendapati adiknya berusaha menarik tangan Feivel depan sebuah
gudang tanpa penghuni.
“Anak
kecil penyakitan, pergi!” Feivel mendorong Nara.
“Bunda
selalu nangis karena kakak pergi” Nara masih mencoba bangkit mengejar kakaknya.
“Lepaskan”
untuk kedua kali Feivel mendorong tubuh Nara.
“Bajingan”
Nefrit melempar sebuah batu berukuran sedang ke arah Feivel sampai membuat
kepalanya terluka seketika.
“Dia
bukan kakakmu, ngerti?” kekesalan Nefrit menggendong Nara setelah melakukan
aksinya. Sosok gadis yang selama ini terlihat lemah, tetapi berujung menakutkan
pada situasi tak terduga…
“Luka
itu tidak seberapa dengan tangisan bunda, pengorbanan ayah, ejekan semua orang
buatku karena manusia sepertimu, luka Nara karena perlakuanmu” emosional Nefrit
tak terkendali menatap geram sang kakak.
“Gadis
idiot” Feivel ingin mencoba menampar Nefrit, tetapi sesuatu menahannya.
“Nara
selalu menunggu kakak di rumah” kata-kata Nara menatap ke arah Feivel.
“Dia
bukan kakakmu lagi” Nefrit marah melihat tingkah sang adik. Berlalu dari
hadapan Feivel sambil membawa Nara dalam dekapannya. Bagaimana bisa gadis kecil
seperti Nara berjalan sendiri di tempat seperti itu.
Nefrit
hanya ingin melindungi adiknya agar tidak diperlakukan kasar oleh Feivel.
Pertama kali melakukan hal semacam ini dan menjalani peran sebagai seorang
kakak. Mereka berdua hanya terdiam tanpa seribu bahasa selama perjalanan menuju
rumah. Nara tertidur pulas dalam gendongan Nefrit sang kakak. “Nef, bagaimana
bisa Nara…” Lazki terkejut melihat pemandangan depan matanya sekarang. Rasa
panik luar biasa dikarenakan Nara menghilang begitu saja dari rumah, sedangkan
orang tua mereka masih bekerja membanting tulang di sekitar pasar.
“Ceritanya
panjang” Nefrit menjawab sambil berjalan terus masuk ke kamar. Membaringkan
Nara di atas tempat tidur sangat pelan tanpa suara sedikitpun. Menceritakan
tentang kejadian tadi setelah keluar dari kamar. Tidak dapat disangkal
kebencian Nefrit jauh lebih kuat bermain terhadap sang kakak melebih apapun.
Seumur hidup dia hanya menganggap kakaknya hanyalah seonggok sampah tak
berguna. Kelakuan Feivel membuat Nefrit semakin terkucilkan bahkan menjadi
bahan bulyan teman-temannya di sekolah.
“Feiv
tetap kakak Nef Seperti apapun kebencianmu berjalan” Lazki mencoba menjelaskan
sebuah pernyataan bagi Nefrit.
“Nef
tidak mempunyai kakak criminal,” rasa geram Nefrit mendengar ucapan Lazki.
Tidak ingin mendengar kalimat bijak sepatah katapun, di hatinya hanya bercerita
tentang sakit hati dan kebencian mendalam. Lazki tidak lagi melanjutkan
ucapannya untuk menghindari sisi emosional Nefrit semakin tinggi.
Ada
begitu banyak alasan sehingga kata benci jauh lebih kuat bermain bagi dunia
Nefrit Fidelis terhadap sang kakak. Selama ini hidupnya terlalu menderita
dikarenakan keadaan terkacau dari hari ke hari. Menatap langit kamarnya di
dalam gelap mengingat setiap moment terburuk ketika berhadapan dengan banyak
hal. “Anak ayah sudah tidur,” bisik sang ayah ke telinganya. Rutinitas seorang
ayah seperti biasa tanpa rasa bosan…
“Jangan
jadi pembenci. Ka’Feiv hanya menghilang untuk sementara,” kata-kata seorang
ayah terhadap anaknya.
“Selalu
saja seperti ini, berkata-kata ketika putrinya tertidur lelap” suara Nefrit
bergema dan berpura-pura tidak mendengar apapun dari sang ayah.
“Saya
tetap membencinya” berujar duduk termenung setelah ayahnya berjalan keluar dari
kamar. Kesulitan, pembulyan, terkucilkan, uang habis hanya demi menebus sang
kakak keluar dari penjara, dan masih banyak lagi menjadikan Nefrit seorang
pendendam. Andai kata bisa, rasa-rasanya dia ingin melenyapkan nyawa Feivel
memakai tangan sendiri.
Sejak
peristiwa kemarin melempar sebuah batu ke arah Feivel, membuat Nefrit ingin
terlihat kuat. “Keluarga sial lagi berjalan” ledekan Mery salah satu teman
sekelasnya. Akhir cerita, Nefrit menatap tajam bahkan terlihat menakutkan.
Menjambak keras rambut temannya sampai tak berdaya sedikitpun…
“Mungkin
kemarin kau bisa mengejek sesuka hatimu, tapi tidak hari ini dan selamanya”
kata-kata tajam keluar begitu saja menjadikan semua teman-temanya berlari
ketakutan.
“Orang
lemah tidak akan selamanya lemah, ngerti?” semakin menarik rambut temannya.
“Camkan
itu” sekali lagi berucap…
Entah
kenapa sisi emosionalnya tiba-tiba saja meledak seketika tanpa terkendali. Terbiasa
hidup menyendiri tanpa seorang teman merupakan kisah paling tragis dari dunia
Nefrit Fidelis. Setiap berjalan ke sekolah, seakan dia Nampak seperti preman
sekolah siap menerkam semua orang. Hal terkacau adalah terjadi perkelahian
sengit antara dirinya dan salah satu teman sekolahnya, sampai sang ayah harus
berada di sekolah. Amarah Nefrit meledak begitu saja dan tidak lagi bercerita seperti
kemarin.
“Bapak
harus bertanggung jawab” rasa geram salah satu orang tua murid terhadap sang
ayah. Perkelahian tersebut membuat temannya berada di rumah sakit dan menjalani
proses jahitan berkali-kali karena robekan parah sekitar kakinya.
“Maaf
atas kelakuan anak saya” seorang ayah tersungkur sekitar lantai dengan kepala
menunduk…
Beruntung
saja pihak sekolah berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan kekeluargaan
tanpa harus melalui pihak kepolisian. Sang ayah memohon agar anaknya tidak
dikeluarkan dari sekolah. Yayasan menyetujui, hanya saja Nefrit harus menjalani
skorsing selama 2 minggu sebagai sanksi. “Bunda tidak pernah mengajarkan
kelakuan buruk seperti itu” amarah Zarah atas kelakuan anaknya.
“Kenapa
anak bunda berubah menjadi monster?” mengguncang tubuh Nefrit.
“Nef
hanya ingin membela diri” jawaban Nefrit.
“Membela
diri sampai anak orang hampir mati karena kelakuanmu” Zarah.
“Nef
bukan lagi gadis lemah seperti kemarin,” teriak Nefrit meninggalkan sang bunda.
Menenangkan
diri di luar rumah jauh lebih baik bagi seorang Nefrit dibanding mendengar
kegeraman seluruh anggota keluarga. Bersikap lemah terus menerus akan semakin
membuat harga dirinya terinjak-injak dimanapun berada. Memperlihatkan sebuah
kekuatan tidak terduga lebih menghancurkan hidup bahkan menyulitkan seluruh
anggota keluarga. Hidup serba salah untuk dijalani, harus memilih salah satu
diantara kedua kata tersebut yaitu menjadi lemah atau terlihat kuat.
“Nef
juga manusia biasa, akan mengamuk sewaktu-waktu bahkan bisa saja menjadi seorang
pembunuh kalau perlu” teriak Nefrit di tempat biasa.
“Kalau
jadi pembunuh berarti masuk penjara dong” ledekan seseorang membuatnya kaget
bukan main. Entah bagaimana cara guru sejarah di sekolahnya menyadari tempat
persembunyiannya. Sungai kecil tanpa penghuni, sepi, jauh dari rumah penduduk
merupakan tempat paling tepat bagi manusia seperti Nefrit. Pertama kali guru
sekolahnya ingin terlihat sebagai sahabat. Selama ini semua guru bersikap cuek,
tidak peduli, menganggap jika Nefrit hanyalah manusia idiot tanpa masa depan.
Sang ayah terus berjuang sekalipun bersujud di hadapan kepala sekolah dan semua
guru hanya demi mempertahankan murid terbodoh diantara paling terbodoh. Akhir
cerita, kepala sekolah merasa iba sehingga memberi kebijakan terhadapnya.
“Kenapa
bapak bisa berdiri disini?” Nefrit.
“Mungkin
karena Tuhan memberi tahu saya harus melewati jalan sepi semacam ini” Brian.
“Mau
mengejekku juga?” rasa judes Nefrit.
“Kalau
kau ingin mempermalukan mereka yang selalu saja mengejek apapun dalam hidup,
jangan memakai kekerasan” Brian.
“Maksud
bapak?” Nefrit.
“Kau
sama saja dengan mereka kalau sikapmu seperti itu,” Brian.
“Nef
Cuma mau membela diri karena perlakuan buruk mereka” Nefrit.
“Perlihatkan
prestasimu, buktikan tentang masa depan terbaik juga menjadi milikmu sampai
kapanpun” Brian.
“Sekalipun
kenyataan masa depanku benar-benar mustahil untuk…?” Nefrit.
“Bagi
Tuhan tidak ada sesuatu hal yang tidak mungkin. Ini hanya bercerita akan
permasalahan waktu, perjuangan, tidak menyerah, dan terus berlari walaupun
hidup terus saja terbungkus kegagalan dan kegagalan” Brian. Kata-kata bijak
tersebut terdengar aneh bagi nafas Nefrit pribadi, tetapi mengajarkan tentang sebuah
objek dapat terjangkau melalui suatu pribadi berbeda dibanding siapapun juga. Bagi
semua orang, perjalanan hidup seakan tanpa masa depan karena segala jenis
kekurangan selalu saja mendekap. Sial, kutuk, keluarga hancur, kegagalan
mendidik merupakan kisah paling tragis bagi satu pribadi menghancurkan
kebahagiaan.
Melihat
ucapan penghinaan semua orang dapat menghancurkan atau membentuk mental
seseorang, namun kembali pada pribadi masing-masing. “Jalani hari tanpa
memandang hujatan mereka” bisikan suara hati Nefrit menatap ke arah cermin
kamarnya.
“Berjuang
mencari talenta tersembunyi dan membuktikan pada dunia akan masa depan terhebat
di luar bayangan semua orang” sekali lagi berkata-kata memberi semangat
terhadap diri sendiri. Memulai kembali dari nol mencari talenta tersembunyi
dalam diri seorang Nefrit. Menggunakan waktu 2 minggu berbenah diri, merenung,
sekaligus belajar menemukan sesuatu terhebat dalam perjalanan gadis seperti
dirinya.
“Ayah
harus bersabar, tunggu sampai waktu itu tiba. Maafkan Nef karena selalu saja
terlihat buruk” jeritan hatinya menatap sang ayah sedang bekerja kuat
membanting tulang sekitar pasar tradisional. Tidak dapat disangkal bagaimana
luka begitu kuat menyerang ketika mengingat setiap memory seorang ayah bersujud
di hadapan semua guru dan orang tua murid demi mempertahankan putrinya paling
idiot.
Mencari
sesuatu tersembunyi dapat dikatakan mustahil dengan segala keadaan terburuk
yang terus saja membungkus. Kisah tragis salah satu anggota keluarga Fidelis
bersama ribuan cerita perjuangan akan dimulai. Membuktikan pada dunia akan hal
terbaik pada kenyataan hidup memang membutuhkan proses panjang. Seorang Nefrit
harus belajar memulai segala sesuatu pada titik nol dengan tingkat kesabaran
luar biasa.
“Hei
siapa di dalam buka pintu?” ketukan keras berkumandang tengah malam…
Nefrit
terkejut memandang sang ayah membawa masuk putra pertamanya setelah pintu
terbuka. Kasih sayang seorang ayah tetap melekat kuat bagaimanapun hatinya
terluka karena perlakuan sang anak. “Ayah pasti menang untuk membuatmu kembali”
ucapan sang ayah terhadap anaknya.Setelah menggedor-gedor pintu dengan keras,
akhir cerita Feivel tergeletak tidak sadarkan diri begitu saja depan teras
rumah. Berada di bawah pengaruh alcohol membuatnya melakukan hal-hal mengerikan
setiap waktu. Entah angin apa sehingga kakinya tiba-tiba saja berjalan menuju
rumah yang sama sekali tidak lagi berarti dalam hidupnya.
Bagian
7…
Feivel Fidelis…
Kesenangan
paling membahagiakan adalah ketika berada di tengah hentakan music keras sampai
pagi. Alcohol, beberapa jenis narkoba, rokok, judi, dugem, kekerasan merupakan
hal terbaik bahkan kebutuhan paling mendasar bagi dunia Feivel. Dapat dikatakan
pesta sex, narkoba, saling menukar jarum suntik, tato, minuman keras menjadi
objek terkesan menjijikkan bagi keluargaku, tetapi tidak buatku. Semua itu
sesuatu yang normal untuk dilakukan, walaupun semua berkata Feivel berada di
jurang…
Apakah
Feivel kekurangan kasih sayang sampai segala sesuatu dalam dirinya hancur
begitu saja? Jawaban terkacau adalah tidak sama sekali, namun entahlah kenapa
jalanku tiba-tiba berada dalam ikatan seperti sekarang. Berawal dari mencintai
seorang gadis primadona di kampus sampai pada akhir cerita langkahku tidak lagi
berkata-kata tentang kepolosan, melainkan lembah hitam. “Ayo minum lagi”
berjalan sempoyongan tanpa tahu arah…
Keluar
masuk penjara sudah menjadi rutinitas buatku, namun menjadi pertanyaan selalu
saja lolos dari hukuman seumur hidup terlebih eksekusi mati. Saya butuh uang
demi barang dikatakan haram bagi semua orang, tetapi tidak buatku. Kenapa?
Beberapa jenis obat-obat terlarang merupakan surga terbaik bagi jalan hidupku
pribadi. Mencuri, menjadi Bandar narkoba, preman, mucikari prostitusi pun
kulakukan demi meraih surgaku.
“Sayang
nikmati malam panas denganku” membelai lembut wajah seorang wanita.
Saya
tidak lagi berpikir dampak negative berada dalam pergaulan bebas. Setidaknya
sex dapat memuaskan jalanku dan inilah hidupku sekarang. “Feivel manusia
normal, butuh kepuasan…” prinsip hidup manusia bengis sepertiku. Permasalahan
penyakit menular seksual seperti hepatitis, kandiloma, herpes genetalies,
bahkan HIV sekalipun tidak terpikirkan sama sekali. Objek terpenting bagi
jalanku yaitu menikmati keindahan surga.
Iblis
dunia terbaik diawali dari kepolosan terbaik pula. Saya merupakan sosok manusia
paling keras diantara segala batu-batu dunia, bahkan tidak akan pernah bisa
dikendalikan oleh siapapun. “Brother, sepertinya polisi sedang mengintai tempat
ini” Hector berbisik ke telinga di tengah hentakan music keras bersama kumpulan
Bandar narkoba lain.
“Cari
jalan keluar, ganti strategi” perintahku. Segera bangkit dari kursi untuk
mengalihkan beberapa perhatian di tempat tersebut. Saling memberi kode satu
sama lain kemudian mencari jalan selanjutnya…
“Wanita
bangsat” menarik rambut salah seorang wanita di hadapanku sebagai biang kerok
kegagalan transaksi sekaligus permasalahan pengejaran polisi setelah kami
berhasil menyelamatkan diri.
“Bukan
saya pelakunya” ucapan wanita tersebut memohon untuk dilepaskan.
Karakter
pribadi saya benar-benar seperti iblis kelaparan siap menerkam siapa saja
bahkan jauh melebihi pemikiran semua orang. Menganggap hidup perlu untuk
dijalani melalui kisah-kisah tragis seperti ini adalah sesuatu yang
menyenangkan. Terkadang, saya berada di sebuah tempat perkumpulan tertentu atau
di tengah anak jalanan untuk melewati objek-objek mengerikan. “Jangan coba-coba
kabur dariku!” pukulan keras terus saja kuarahkan terhadap salah satu anggota
perkumpulanku hanya karena permasalahan biasa.
“Rasakan
ini” di tempat lain kakiku lebih dominan bermain untuk menghajar mereka yang
berani membuat masalah denganku. Darah terus saja mengalir bersama luka serius
akibat ulahku seorang diri.
“Bakar
rumahnya!” memerintah Hector akibat rasa geram bahkan permasalahan
pengkhianatan.
Dalam
penjara pun, saya melakukan hal paling bengis demi sebuah pelampiasan. Bagi
perjalanan orang sepertiku adalah mencari lawan dimanapun berada, kenapa?
Karena kehidupan keras yang memang pada dasarnya benar-benar berakar kuat.
Andai kata tidak mendapat lawan atau musuh di luar, maka jalan cerita lain
adalah mencari di sekitar orang terdekat seperti anggota keluarga sebagai bahan
pelampiasan. Tidak hanya mereka yang berkecimpung dalam dunia bela diri ingin
melakukan hal semacam ini, tetapi juga kami jauh lebih mengerikan. Rasa haus
untuk mencari lawan mengakibatkan terjadinya berbagai jenis kekerasan fisik dan
lain sebagainya…
Perjalanan
hidup Feivel hanya bercerita tentang iblis, benda haram, keluar masuk penjara
bersama hal-hal paling buruk bermain di dalamnya. Saya benar-benar melupakan
keluarga bahkan menganggap mereka hanyalah sampah semata. mempunyai seorang
ayah dan bunda tua miskin, adik paling idiot sedunia, si’bungsu penyakitan,
sepupu sok-sok’annya terlalu banyak itu sangat menjijikkan dibanding jalanku
sendiri. “Kau bukan ayahku” berteriak keras depan banyak orang setiap sang ayah
terus saja berjalan mendekat tanpa rasa bosan.
“Pergi
dari hidupku tua Bangka jalanan!” mendorong tubuh pria tua…
“Kau
hanya sampah” ucapan penghinaan setiap dia berdiri di hadapanku.
“Saya
benci mempunyai ayah sepertimu” berkata-kata dibawah pengaruh alcohol.
Apakah
pria tua itu membenciku? Jawabannya tidak sama sekali. Ketika saya berada dalam
penjara, dia satu-satunya yang berjalan menuju ke arahku tanpa rasa benci
sedikitpun. Membawa makanan, pakaian, selimut, dan mengucapkan beberapa kata
buatku. “Ayah bukanlah ayah sempurna, tetapi satu hal yang perlu kau ketahui
sejak dulu sampai kapanpun kau tetap jagoan buat pria tua sepertiku” itulah
kalimat sang pria tua terhadap diriku pribadi.
“Mungkin
hari ini saya gagal berperan sebagai seorang ayah terhebat buatmu, tapi kelak
ayah pasti bisa membawamu kembali…” kata-kata tersebut tak pernah bosan untuk
dilontarkan.
“Ayah
memang gagal membentuk, namun tidak bercerita kelak akan kembali gagal. Dekapan
ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Pernyataan membosankan setiap bertemu
dengannya.
Apakah
tiap pernyataan tua Bangka itu menyentuh perasaanku bahkan membuat perubahan?
Jawaban paling tepat adalah tidak sama sekali. Satu hal, saya tidak akan pernah
berubah setitikpun hanya karena permasalahan penjara dan ucapan-ucapan bijak
sang tua Bangka ketika berdiri di hadapanku. Feivel tetaplah iblis sejati sampai
kapanpun dunia bercerita. Keberuntungan selalu berpihak padaku ketika berada di
penjara. Menjalani masa tahanan hanya beberapa bulan semata, namun berulang
kali terjadi. Iblis terbaik dunia dapat mengelabui banyak oknum sehingga apapun
kisahku, nafas kebebasan masih tetap terhiruk.
“Akhirnya
iblis jahanam keluar juga dari penjara” senyum Hector mengambang…
“Berhenti
berucap!” ucapan memerintah. Melemparkan sebuah tas hitam ke arah Hector
bersama raut wajah jauh melebihi malaikat pencabut nyawa. Seperti inilah
kehidupan sang actor penjahat kelas kakap. Salah satu ciri khas pemakai
narkotik yaitu tidak akan bisa lepas dari musik-musik keras. Merayakan hari
kebebasan sekitar tempat hiburan malam seperti club night bersama dentakan
music mengerikan.
Pengguna
narkotika dapat terbaca melalui beberapa objek jika diperhatikan secara
seksama. Sorotan mata menceritakan pikiran sedang melayang-layang, kosong, rasa
takut dapat terbaca jelas. Apapun dapat dilakukan saat rasa ingin memakai benda
haram tersebut, karena itu sebagian besar mengiris pergelangan tangan hanya
demi mengisap darah mereka kembali.
Permasalahan uang atau tidak adanya benda haram ini sampai bekas irisan silet
memenuhi pergelangan tangan sewaktu-waktu. Mata cekung, hitam, tubuh kurus,
raut wajah lebih tua dari umur sebenarnya merupakan ciri paling utama bagi
pengguna narkotik.
Rela
berbuat kejahatan dalam bentuk apapun hanya demi benda haram tersebut menyatu
bersama jiwa raga. Ketika seorang pecandu narkotik tidak mempunyai uang seper
sen pun, maka jalan keluar terbaik adalah mencuri bagaimanapun resiko menanti
di depan mata. Bertingkah gila, susunan tindik jelas terpampang memenuhi
telinga, gambar tato, rambut berantakan, bau badan menyengat juga berada pada
jalur kehidupan narkotik.
“Hei
siapa di dalam buka pintu?” mengetuk keras pintu rumah setelah sekian lama
tidak lagi menginjakkan kaki di tempat ini.
“Buka
pintunya cepat! Atau saya bakar rumah ini sekarang” teriakan mengancam. Di
bawah kendali alcohol menjadikan pribadi semakin mengerikan dibanding Lucifer
sang iblis. Satu hal, banyak orang berada dalam pembodohan tentang bentuk wajah
dan nama iblis sebenarnya. Iblis punya nama sekaligus berperan sebagai penguasa
kegelapan bersama sepertiga malaikat surga yang jatuh sekaligus berhasil
menjadi pengikutnya untuk melawan sang pencipta. Lucifer merupakan nama
penguasa sekaligus raja kegelapan dan tentu berkuasa memerintah setelah manusia
jatuh dalam dosa. Kemungkinan, seandainya manusia sama sekali tidak pernah
jatuh dalam dosa tentu saya tidak akan menjadi pecandu narkotika seperti
sekarang.
Beberapa
rumah produksi perfilman internasional menceritakan kepribadian malaikat tanpa
ada kejahatan setitikpun dalam diri sosok Lucifer sang penguasa kegelapan.
Mereka yang sama sekali tidak mengerti dapat terjerat dalam pembodohan film
semacam ini. Percaya atau tidak, suatu hari kelak Lucifer akan memerintah
sepenuhnya dunia selama tiga setengah masa. Menjadi pertanyaan adalah dari mana
saya mendapatkan berita semacam ini? jawabannya, cari saja sendiri…
“Saya
jauh lebih bengis dibanding lucifer iblis kegelapan dunia” semakin berteriak
menghancurkan teras rumah si’tua Bangka…
“Tua
bangka, peot, gila buka pintu sekarang!” menendang pintu tanpa memperdulikan
omongan semua tetangga sebelah. Hal selanjutnya adalah tubuh iblis jahanam
jatuh tergeletak tanpa sadarkan diri secara tiba-tiba. Saat tersadar, ternyata
saya sudah terbungkus selimut rapi di atas tempat tidur. Senyum seorang gadis
kecil berkicau di hadapanku sekarang menyodorkan segelas susu hangat.
“Kakak
Feiv sudah bangun” gadis kecil penyakitan berkata-kata penuh semangat.
“Ayah
membuatkan ini buat kakak” tidak perduli bagaimanapun bengisnya kepribadian
Feivel, tetapi si’gadis kecil tetap memberikan kepribadian hangat…
“Saya
tidak butuh” mendorong tubuhnya tanpa peri kemanusiaan. Segelas susu di
tangannya terlempar menuju dinding kamar hingga jatuh berkeping-keping memenuhi
lantai.
“Satu
lagi, jangan panggil saya kakak karena kau hanya manusia penyakitan. Ngerti?”
sekali lagi berucap bengis di hadapannya.
“Kakak
tolong Nara” seolah tubuhnya mengalami nyeri…
“Sekalian
mati saja cepat” untuk kesekian kalinya mendorong tubuh Nara.
“Nara…”
teriakan histeris wanita tua tiba-tiba seakan ingin memecahkan gendang
pendengaran.
“Kau
iblis” gadis idiot muncul seketika dan berusaha menyerang tubuhku memakai sisa
pecahan gelas tadi.
“Jangan
bertindak bodoh seperti ini, Nef” sepupu paling sok-sok’an berjuang menghalangi
perbuatan manusia idiot.
“Nara
buka matamu” sementara wanita tua masih histeris mengguncang tubuh mungil gadis
penyakitan yang sebentar lagi ditelan bumi…
“Perbuatanmu
keterlaluan” pertama kali melihat pria bangka tua geram menyaksikan
perbuatanku. Kupikir beliau akan tetap berperilaku lembut seperti biasanya,
ternyata dugaanku salah setelah melihat anak bungsunya tergeletak di lantai.
“Ingin
memukul, silahkan!” menyodorkan wajahku ke arahnya. Objek lain bercerita lain
pula, dimana sang pria tua bangka segera berlari menggendong anak bungsunya
keluar dari kamar menuju sebuah rumah sakit memakai mobil pick-up usang miliknya.
“Terimah
kenyataan saja kalau si’manusia penyakitan sebentar lagi mati” tanpa rasa
bersalah juga kasihan sedikitpun melontarkan kata-kata sumpah serapah.
Suasana rumah menjadi sepi tanpa penghuni
setelah kepergian mereka semua. Mencari makanan di dapur untuk mengganjal
perut. “Kurang ajar, makanan juga kenapa harus sampah begini?” melemparkan
panci belanga ke lantai dapur penuh rasa geram. Melempar semua yang ada di atas
meja hanya dengan sekali tarikan sehingga terdengar bunyi pecahan kaca memenuhi
seluruh ruangan.
“Kalian
semua brengsek” memukul meja makan hingga terbelah menjadi dua. Pemakai
narkotik menyukai hal-hal bersifat kekerasan, masalah kecil dibesar-besarkan
sebagai contoh kegiatanku sekarang hanya karena permasalahan makanan sampai
meluapkan emosi luar biasa. Emosional berlebihan menjadikan segala sesuatu di
sekitar menjadi kacau balau bahkan rusak.
Permasalahan
kerusakan saraf pun mempengaruhi setiap tindakan yang dilakukan sehingga sering
terjadi objek-objek bersifat negative. “Mati saja kalian semua” membiarkan
darah segar mengalir begitu saja akibat kegiatan tadi. Meninggalkan rumah tua
bangka untuk mencari tempat guna pelampiasan kegeraman. Pertengahan jalan,
beberapa kumpulan pengguna motor berhenti begitu saja yang kemudian menghadang
langkahku seketika.
“Siapa
kalian?” berusaha menghindar…
“Tidak
perlu tahu, gara-gara perbuatanmu kami semua hampir tertangkap polisi” salah
satu dari mereka berucap sesuatu yang tidak kumengerti sama sekali. Mencoba
mengingat beberapa peristiwa kemarin, ternyata mereka semua merupakan anak buah
raja mafia terbesar di beberapa Negara. Permasalahan transaksi kemarin adalah
bukan sepenuhnya kesalahanku melainkan permasalahan system informasi jarinngan
lebih cepat ke tangan polisi.
Mereka
semua menyerang, memukul, menendang tubuhku tanpa ampun. Luka demi luka terus
menyebar sampai wajahku tidak lagi dikenali karena perbuatan mereka. Pertama
kalinya saya begitu takut menghadapi maut. Tergeletak di tanah tanpa dapat
berkata-kata itulah yang terjadi pada dunia sang iblis jahanam. “…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun
keadaannya.” Entah mengapa kata-kata pria tua berkumandang begitu saja di
sekitar gendang pendengaranku.
Bagaimana
bisa kalimat tersebut melayang-layang dalam benak? Bukankah hidup Feivel iblis
nomor satu tidak akan pernah bertekuk lutut di hadapan pria tua bangka semacam
dirinya? Hal terkacau dilakukan oleh iblis seperti diriku adalah segera menekan
nomor ponsel si’tua peot. Saya juga tidak mengerti kekuatan dari mana berasal sehingga
terus menghubungi dirinya berulang kali.
“Angkat
teleponku, kumohon” rasa takut luar biasa menghadapi maut seorang diri.
“Kuharap
kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” tidak tahu
mengapa tiba-tiba saja hanya kata-kata itulah yang ingin kulontarkan setelah
mendengar suaranya melalui ponsel…
“…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun
keadaannya.” Kembali kata-kata tersebut terus saja bermain sampai mataku
tertutup di tengah kesunyian malam…
Bagian
8…
Gibran Fidelis…
Tangisan
histeris Zarah menggelegar memenuhi tiap lorong rumah sakit. Gadis mungil tanpa
salah apapun harus menanggung sesuatu karena perbuatan kakaknya sendiri.
Bertarung melawan maut, entahkah gadis kecilku mampu bertahan dan berjuang
untuk hidup di ruangan sana. Layar pada monitor menandakan masa kritis Nara
belum berakhir. “Ayah hanya ingin melihat Nara tersenyum menikmati suasana
embun pagi” menatap wajahnya dari kejauhan.
“Jadikan ayah pemenang” rasa sakit luar biasa
berteriak kuat…
Perbuatan
biadab kakaknya menjadikan gadis kecil mengalami pertarungan maut secara
beruntun. Bagaimana jika seandainya kedua bola matanya tidak akan pernah
terbuka? Bisakah seorang ayah berjalan tanpa senyum dari sosok wajah mungil
semacam Nara? Satu-satunya pemberi kekuatan tidak terduga ketika sang ayah
melupakan setitik harapan karena beban begitu berat adalah wajah manisnya.
Tentu tangisan bundanya sendiri jauh lebih kacau lagi, andaikan sesuatu
terjadi…
Bisakah
pribadi sosok ayah sepertiku masih berpikir bijak menanggapi situasi? Dapatkah
saya memberi maaf dan tetap menantikan jagoan berjalan balik pada alur cerita
sebelumnya, setelah semua hal buruk terjadi? Apakah pernyataan mengutuk anak
kandung sendiri tidak akan terlontar keluar, walaupun rasa sakit terlalu kuat
menghancurkan suatu perjalanan cinta antara sang ayah dan jagoannya sendiri?
Masihkah saya tetap bertahan tentang prinsip kemenangan seorang ayah akan nyata
suatu hari kelak?
Tuhan,
ajar saya sebagai seorang ayah tetap bijak dalam berkata-kata tanpa melontarkan
pernyataan kutuk terhadap anak kandung sendiri. Mungkin rasa lelah, terluka,
seolah harapan hilang, bersama goncangan badai membungkus, tetapi buat saya
tetap berdiri dan mencoba berjalan kembali. Mendekap ataukah membuang bahkan
melupakan sang jagoan bernama Feivel tentang sisi jalur perjalanan hidupnya?
“Saya
ingin menang Tuhan” hati sang ayah benar-benar hancur menyaksikan ketiga buah
hatinya.
“Tuhan,
mungkin ada banyak kesalahan tanpa sadar terjadi atas hidupku, tetapi jadikan
saya sosok ayah pemenang diantara para ayah” jerit hati berteriak keras di
hadapan sang pencipta.
“Kumohon,
buat saya menang diantara para ayah” memukul dada sendiri di antara dinding
tembok lorong rumah sakit seorang diri.
“Selalu
saja gagal berperan sebagai ayah, tapi saya ingin menang Tuhan. Bantu saya
menjadi pemenang” untuk kesekian kalinya berkata-kata jauh di dasar dengan
hancur hati…
Objek
tidak terduga terjadi begitu saja saat ini. Ratusan kali suara panggilan
telepon masuk dari seseorang sama sekali tidak terdengar olehku. Entah
bagaimana cara pandanganku beralih pada saku celana dan merasa sesuatu bergetar
terus-terusan…”Feivel” seakan hati sebagai ayah terus saja berkata jika itu
dirinya.
“Halo…”
mengangkat panggilan tersebut.
“Kuharap
kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” sebuah pernyataan
berkata-kata dengan jelas. Apakah semua ini hanya mimpi semata? kalau itu
benar, bagaimana sang ayah dapat berlari ke arahnya setelah semua perbuatan
keji terhadap adiknya sendiri? Sekian lama sosok ayah sepertiku merindukan
pernyataan tersebut, tetapi kenapa harus
dalam sutuasi menyakitkan seperti sekarang?
“Apa
yang harus ayah lakukan?” menggenggam kuat tangan Nara setelah dokter
memperbolehkan saya masuk ke ruangan. Zarah tidak mampu menyaksikan penderitaan
Nara sampai dirinya sendiri mendapat perawatan pada ruang lain dari rumah sakit
ini. Nefrit terus berjaga di samping bundanya untuk menghindari sesuatu hal
buruk…
“Ayah
ingin menang membawa kalian pada sebuah garis finish” pertama kali menjatuhkan
setitik bulir air tanpa seorangpun sadar semua itu.
“Bantu
ayah untuk menang. Jangan biarkan ayah gagal untuk kesekian kalinya” dari
setitik bulir air menjadi tangisan histeris sosok ayah bersama jerit luka
hatinya. Berada di antara dua pilihan, tetap menggenggam kuat tangan gadis
kecilku ataukah berlari mendekap sang jagoan? Andaikan tangan sang ayah tetap
menggenggam kuat gadis kecilnya, namun di tempat lain putra sulungnya seolah
ingin belajar kembali mengenal setitik sinar. Sebaliknya, andaikan si’ayah
berlari mencari putra sulungnya, tapi keesokan paginya mata gadis kecilnya
tidak akan pernah melihat matahari terbit dan semua itu menjadi penyesalan
terbesar…
Seakan
rasa takut luar biasa membungkus Feivel sekarang, tetapi gadis kecilku pun
masih berjuang melawan rasa takutnya karena maut ingin menyergap dirinya. “Nara
harus menjadikan ayah pemenang apapun yang terjadi” mendekap kuat tubuh Nara.
“Nara
harus berjuang sendiri melawan maut tanpa genggaman hangat ayah di samping,
ngerti?” mulai melepaskan tangan mungilnya kemudian berlari kuat meninggalkan
area rumah sakit. Menyuruh Lazki berjaga di samping Nara tanpa menceritakan
sedikitpun tujuanku meninggalkan rumah sakit. Menyusuri jalan demi jalan demi
seorang anak pecandu narkotika seperti Feivel…
Pandangan
mata terarah pada sosok tubuh sedang tergeletak lemah bersimpuh darah tidak
jauh dari mobil pick-up rongsokan milikku. Wajahnya tidak dapat dikenali lagi
karena luka dan darah segar pada seluruh tubuh. Membawa dia menuju sebuah rumah
kecil jauh dari kota tempat kami tinggal. Diam tanpa berkata-kata setitikpun
ketika sepasang bola mata sang ayah menatap anaknya sendiri.
Merawat
dia tanpa rasa benci sedikitpun atas setiap tindak kejahatan dalam dirinya.
“Ayah tua sepertiku tetap ingin mendekapmu” membawanya masuk dalam dekapan.
Berjuang melawan rasa kecewa, benci, geram, amarah atas segala objek buruk
dalam diri sang jagoan. Feivel tetaplah jagoan bagi pria tua sepertiku
bagaimanapun kisah perjalanan terburuk dari hidupnya. Di tempat lain, gadis
kecilku Nara sedang terbaring koma…
Menyuruh
Lazki meletakkan handphone android milkiknya untuk tetap berjaga di sekitar
Nara. “Maaf, membuatmu sendiri berjuang melawan maut tanpa kekuatan genggaman
tangan ayah di sampingmu” berkata-kata melalui video call. Menceritakan penyebab
saya mendadak meninggalkan rumah sakit beberapa waktu lalu terhadap Lazki.
“Lazki,
jangan sampai bunda dan Nef tahu dimana keberadaan ayah sekarang,” meminta
Lazki merahasiakan semua ini dari mereka berdua. Kebencian Nefrit terhadap
kakak kandungnya sendiri jauh lebih besar terlebih setelah kejadian kemarin.
“Ayah
percaya akan sisi dewasa dari dirimu. Berpikir bijak sebelum berjalan”
menyatakan sebuah kalimat kembali melalui saluran telepon.
“Tidak
usah cemas, ayah jaga kesehatan saja” balasan suara Lazki.
“Bagaimana
kesehatan bunda?” tanyaku.
“Masih
di ruang perawatan sebelah, tapi Nef tetap berjaga di sampingnya” Lazki.
Berpikir
keras tentang ketiga buah hati kami menjadikan Zarah mengalami guncangan
sehingga berefek terhadap kondisi kesehatannya. Membenci dan menganggap Feivel
mati bukan jalan keluar bagi pemikiran bijak seorang ayah. Ada begitu banyak
kesalahan demi kesalahan terjadi, tetapi tidak berarti penyesalan melahirkan
anak seperti dirinya tertanam di dalam diri sebagai orang tua.
“Terlalu
sulit memberi kata maaf atas segala objek yang sudah terjadi, namun malu
mengakui dirimu sebagai anak terlebih membuang adaalah kesalahan terbesar bagi
seorang ayah sepertiku” berkata-kata menatap wajah sang jagoan. Tetap berada di
sampingnya untuk merawat dia merupakan tanggung jawab besar seorang ayah.
“Ayah”
pertama kali dalam tidurnya meneteskan air menyebut sebuah kata…
“Tuhan,
jangan mengambilnya dariku walaupun ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan
diperbuat olehnya.” Berikan kesempatan saya kesempatan untuk menjadi pemenang
dan tidak lagi bercerita sebagai ayah tergagal di antara para ayah. Jalan
seorang ayah ingin membuktikan pada dunia tentang cerita-cerita unik bersama
perjuangan di dalamnya ketika belajar berlari membawah ketiga buah hati menuju
garis finish. Jadikan saya sebagai ayah terhebat sekaligus pondasi terkuat bagi
mereka bagaimanapun goresan luka menancap tanpa henti.
Mungkin
saya bukan pemeran utama atas setiap objek ketika kaki berpijak di suatu
tempat, tetapi hidup ingin mempunyai cerita unik saat mengarungi badai merebut
kembali sang buah hati dari sebuah lembah. Tuhan, buat kisahku berbeda di
antara semua ayah terbaik di dunia ini dengan objek-objek tak biasa.
“Ayah”
sekali lagi dia mengeluarkan kata yang sama…
Feivel Fidelis…
Apakah
pria tua itu akan datang mencari keberadaanku? Dia tidak akan mungkin datang
setelah hal terkeji terus saja mempermainkan hidupnya sebagai manusia tua. Saya
benar-benar takut menghadapi maut seorang diri tanpa seorangpun di dekatku. Segala
bayangan akan masa-masa bengis yang pernah kulakukan mulai Nampak pada sebuah
galeri namun entah di tempat seperti apa. Hujatan, caci maki, criminal,
pembangkangan, dan segala jenis kejahatan bermuara satu per satu melalui galeri
tersebut…
“Kau
manusia paling kejam tanpa rasa bersalah sedikitpun” sebuah suara menyeruak
seperti Guntur sangat menakutkan.
Saya
benar-benar takut untuk pertama kali bagi dunia iblis jahanam seperti diriku.
Suara itu terdengar menyeramkan, rasa geram, murka, bahkan ingin menyambar
bagaikan halilintar ketika hujan keras bermain. “Kau siapa?” bertanya dengan
rasa takut luar biasa.
“Suara
tanpa gambar membuatku takut” pertama kalinya berkata jujur…
“Kau
manusia paling keji. Andaikan Saya berdiri di hadapanmu, tentu tubuhmu hangus
terbakar tanpa henti bahkan bersifat kekal lebih dari yang kau pikirkan”
pernyataan terdengar menyeramkan.
Tiba-tiba
saja seluruh tubuhku terkunci rapat tanpa bergerak sedikitpun. Ingin
berkata-kata namun sesuatu segera menjahit rapat-rapat bibir mulutku tanpa
ampun. “Berikan Saya alasan paling tepat untuk membuatmu mendapat satu
kesempatan kembali!” menunjukkan setiap hal terkeji yang pernah kulakukan
melalui sebuah layar galeri besar.
“Kesempatanmu
habis bahkan alasan seperti apapun tidak dapat mengembalikan dirimu untuk
memulihkan sesuatu yang dikatakan rusak.”
“Saya
tidak mau menjalani hari-hari mengerikan” menangis sejadi-jadinya untuk pertama
kali bagi manusia iblis seperti diriku.
“Tuhan,
andaikan kesempatan itu ada buatku” sekali lagi pertama kalinya menyebut sebuah
kata yang sama sekali tidak pernah ingin kulontarkan.
“Kalau
ada seorang saja berdoa buatmu, mungkin satu kesempatan bisa menjadi milikmu.
Menjadi pertanyaan siapa orang yang ingin mengorbankan dirinya hanya demi
manusia iblis seperti dirimu?” suara menakutkan membuat satu pernyataan
kembali. Tayangan demi tayangan pada sebuah layar menjelaskan tentang rasa
sakit, luka, kebencian, amarah, geram, kutuk atas diriku. Tidak satupun dari
tayangan tersebut menyatakan rasa simpatik bagiku pribadi. Wajar mereka
membenciku…
Menangis
histeris pertanda riwayatku tamat pada akhirnya karena banyaknya rasa geram
tertuju hanya buatku seorang. “…Dekapan
ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Sepertinya saya mengenal suara
itu.
“Tuhan, jangan mengambilnya dariku walaupun
ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan diperbuat olehnya.” Satu-satunya
sosok pribadi yang masih ingin mempertahankan manusia iblis untuk tetap
merasakan nafas kehidupan seperti kebanyakan orang.
“Ayah”
berteriak keras menyesali setiap perbuatan keji dan selalu saja menyakiti
hatinya tanpa henti.
Pribadi
terbaik tanpa kusadari selalu ada untuk mempertahankan manusia iblis semacam
diriku. Semua berkata ayahku gagal menjadi ayah terhebat karena mempunyai anak
bengis, tetapi hatinya tetap ingin mempertahankan sesuatu yang dikatakan rusak
oleh semua orang. Dia hanya pria tua dengan jalan tertatih-tatih, namun
mempunyai cerita bertahan menantikan anaknya yang hilang karena terjatuh di
sebuah lembah jurang.
“Ayah…”
tiba-tiba saja saya terbangun dari sebuah mimpi buruk…
“Kau
sudah sadar?” apa ini hanya mimpi belaka ayahku berdiri tepat di hadapanku.
“Saya
tidak sedang mimpikan?” bertanya kembali…
“Mimpi?”
ayahku mengkerutkan kening…
“Kalau
ini ayah, jangan sampai saya terbangun dari mimpi biarkan seperti ini.” memeluk
dirinya sambil menangis histeris menyesali setiap perbuatan iblis dalam diriku
pribadi. Membiarkan saya tetap berada dalam dekapannya seakan memberi
kehangatan…
“Maaf
selalu saja menjadi iblis tanpa henti…” semakin histeris menangis.
“Jagoanku
kembali” menepuk-nepuk bahuku. Berusaha memukul wajahku sendiri pertanda kalau
semua ini benar-benar nyata.
“Ini
nyata” merasakan sakit sekitar wajah karena ulahku sendiri.
Feivel
manusia iblis sama sekali tidak pernah meneteskan air mata setitikpun, namun
keadaan berkata lain untuk sesuatu objek yang sedang melingkupi kehidupan
sekarang. Ayah tetap mendekapku tanpa rasa benci, geram, muak, terlebih ingin
membuang. Secara akal logika berpikir tentu hatinya terluka akibat ulah sang
anak bengis seperti diriku. Nara masih belum sadarkan diri dan sedang bertarung
melawan maut karena ulah manusia iblis. Andaikan waktu dapat diputar kembali…
Tuhan,
maaf atas tiap kesalahan yang selalu saja menyakiti diriMU dan ayahku. “Nara
harus bangun biar bisa melihat senyum ayah kembali” tanpa sadar saya mendengar
ayah berkata-kata melalui video call salah satu aplikasi android.
“Berikan
ayah kado special!” masih berjuang agar tetap terlihat kuat di hadapan gadis
kecilnya…
“Pergilah!”
tangan segera mematikan android milik ayah.
“Kondisi
Feiv masih baik, Nara lebih butuh ayah sekarang” segera membuka pintu menyuruh
ayah meninggalkan tempat ini secepat mungkin.
“Kau
tidak ingin melihat adikmu bangun menyebut nama kakaknya?” ayah.
“Feiv
iblis dan bukan kakak yang baik buat Nara” kepala tertunduk menjawab pertanyaan
ayah…
Tanpa
rasa marah menarik tubuhku masuk dalam dekapan hangat sebagai ayah. “Jagoan
ayah hanya butuh waktu memahami sesuatu, jadi jangan menganggap dirimu sebagai
iblis” pernyataan cinta seorang ayah menghancurkan objek terburuk dalam diriku.
Tuhan, ubah hatiku menjadi lembut seperti awan setidaknya dapat membuat ayahku
tersenyum dengan rasa bangga.
Bagian
9…
Feivel Fidelis…
Hanya
mampu melihat Nara dari kejauhan, itulah diriku sekarang. Ayah berulang kali
mencoba membujuk agar saya dapat berhadapan langsung dengan malaikat kecil,
hanya saja gagal. “Ayah kemana saja?” suara seseorang berjalan masuk…
“Bunda
sudah baikan?” tegur ayah mengalihkan pembicaraan.
“Kesalahan
terbesar bunda adalah menantikan manusia iblis kembali ke rumah” entah mengapa
bunda berkata-kata seperti itu…
“Maksud
bunda?” ayah.
“Bunda
tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dirinya” seolah bunda menyesal pernah
melahirkan Feiv ke dunia. Wajar bunda membenci iblis seperti diriku.
“Bunda
tidak akan lagi menganggapnya sebagai anak” tangis bunda pecah seketika.
Bisakah saya mengembalikan rasa sayang bunda buatku kembali seperti kemarin?
Tuhan, berikan kesempatan bagi manusia jahat sepertiku untuk membayar setiap rasa
sakit mereka.
“Jangan
ambil Nara dari kehidupan ayah dan bundaku” jerit hati memohon kepada Tuhan…
Tuhan,
bisakah saya memohon sesuatu kembali di hadapanMU? Kembalikan malaikat kecil
ayah, kumohon! Hentikan tangis bunda karena perbuatan bengis sepertiku. Sebulan
berlalu dengan situasi sama yaitu malaikat kecil masih terbaring koma tanpa
kemajuan. “Kenapa Nef harus mempunyai kakak iblis semacam dirinya?” rasa geram
Nef setiap berdiri di hadapan ayah.
Membalut
luka ayah, bunda, Nef, Nara, Lazki bukanlah perkara gampang. Luapan emosi
terlihat jelas pada wajah Nefrit setelah menyadari ayah berlari menolong manusia
iblis sebulan lalu. “Ayah tidak punya perasaan” teriak Nefrit tanpa sadar di
hadapan ayah ketika sedang berjualan…
“Nef
selalu diejek semua orang, bunda selalu saja menangis histeris, ayah
diperlakukan buruk oleh banyak orang, dan sekarang Nef terbaring koma karena
perbuatan iblis seperti dirinya. Kenapa ayah melindungi dia?” kemarahan Nefrit…
“Kenapa
ayah?” sekali lagi histeris berteriak terbungkus rasa benci.
“Kalau
Nef sayang ayah, lupakan masa lalu dan luka kemarin” kalimat sosok ayah yang ingin
mengajarkan anaknya untuk melupakan bagian terburuk di masa lalu.
“Ayah
terlalu lemah, tapi tidak buat Nef sampai kapanpun kebencian masih jauh lebih
kuat bermain dibanding ingin melupakan semua yang pernah terjadi” Nefrit.
Siapa
sih yang bisa memaafkan iblis seperti diriku? Kecuali ayah, kenapa? Seperti
ucapan Nefrit kalau ayah terlalu lemah dalam menentukan sikap dan perannya
sebagai orang tua. Ayah tidak pernah mengeluh maupun berteriak ketika masalah
terus saja menerpa hidupnya. Bekerja banting tulang demi biaya berobat Nara
tanpa kenal waktu. Siang hari berjualan di pasar, sedang malam hari menjadi
security salah satu apartement. Kebun cengkeh di kampung mengalami penurunan
drastis sehingga perlu mencari uang tambahan untuk biaya rumah sakit Nara dari
hari ke hari makin membengkak.
“Tidak
pernah mengeluh mempunyai anak iblis seperti diriku” berkata-kata sendiri
seakan ingin tertawa sinis…
“Saya
harus bekerja apapun demi menolong ayah” kembali berucap di tengah kamar sunyi
sepi.
“Tapi
perusahaan mana ingin mempekerjakan manusia sepertiku?” mengingat peristiwa
penolakan demi penolakan dari perusahaan ketika mencoba memasukkan lamaran
pekerjaan. Di lain tempat, seorang Feivel masih berjuang melawan rasa candu
terhadap benda haram setiap harinya. Butuh waktu panjang melawan rasa ketagihan
ingin memakai benda tersebut dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Di
saat keringat mengucur, tubuh gemetar, pikiran hanya mengingat ingin mencari
jarum suntik tetapi tiba-tiba ayah berjalan masuk membawaku dalam dekapannya.
Kasih sayang ayah dapat menghancurkan rasa ketagihan terhadap narkotik. Dia
hanya diam tanpa berkata-kata tetapi terus memeluk kuat tubuhku. Masih
meluangkan waktu menjenguk putranya di kamar berukuran kecil tanpa mengeluh
sedikitpun. Menyelipkan uang hanya demi membayar kamar kos sebagai tempat
tinggal anaknya, itulah ayahku.
“Saya
harus bekerja apa saja demi menolong ayah” ucapku jauh di dasar hati.
“Jadi
pemulung sampah pun bisa” ujarku kembali penuh semangat.
Berada
di tengah jalan tanpa kenal waktu hanya demi mencari tumpukan sampah. Membuat
gerobak berbentuk kotak setelah berhasil mengumpulkan beberapa balok kayu bekas
untuk mempermudah pekerjaanku sebagai pemulung sampah. Mengumpulkan kertas
putih, Koran, botol plastik, kaleng bekas baik aluminium maupun bukan, dan
masih banyak lagi sepanjang jalanan.
Membersihkan
sampah-sampah tersebut kemudian mengelompokkan masing-masing agar nilai harga
jualnya sedikit lumayan. Satu-satunya pekerjaan yang bisa kulakukan sekarang
adalah menjadi pemulung. Semua perusahaan menolak lamaran manusia iblis seperti
diriku. Siang malam kaki terus mengayuh gerobak demi mengumpulkan
sebanyak-banyaknya sampah minimal dapat membayar biaya pengobatan Nara.
Sesuatu
dikatakan mujizat yaitu hasil memulung sebulan dapat menutupi biaya pengobatan
Nara. Pertama kali bagi seorang Feivel dapat membuat cerita bermakna dalam
hidupnya sendiri. Rasa lelah mempunyai cerita berbeda untuk mengerti seni hidup
karena sebuah petualangan. Membayar biaya rumah sakit tanpa sepengetahuan
siapapun terlebih ayah. “Beri ka’Feiv kesempatan buat berubah” menatap wajah
malaikat kecil di hadapanku.
“Malaikat
kecil harus berjuang hidup demi ayah, bunda, ka’Nef, ka’Lazki” membisikkan kata
demi kata sekitar gendang pendengarannya sebelum akhirnya kaki kembali
meninggalkan ruang tersebut…
Berada
di samping gadis kecil secara sembunyi-sembunyi, itulah kegiatanku sekarang. Mereka
semua membenciku kecuali ayah tetap ingin mendekap diriku. “Kapan yah manusia
idiot lulus sekolah?” tiba-tiba saja kumpulan remaja berdiri tidak jauh dari
tempatku mengumpulkan barang-barang bekas.
“Tunggu
kiamat dunia baru lulus sekolah tuh” ejekan mereka kembali.
“Dunia
kiamat juga otak tetap idiot dengan masa depan rusak”
“Kakak
narkoba sekaligus penjahat kelas kakap, dia sendiri idiot, adiknya penyakitan.
Gila parah keluarga kena kutuk…” sekali lagi ledekan mereka berkumandang
memenuhi gendang pendengaranku. Gadis yang mereka ejek adalah sosok tidak asing
buatku. Dia hanya diam seribu bahasa mendengar setiap kata-kata penghinaan
semua teman-temannya.
“Hidupmu
belum tentu lebih baik di masa mendatang, jadi, berhenti meremehkan temanmu”
tegur seseorang tiba-tiba…
“Pak
guru” teriak mereka serentak.
“Terkadang
orang yang dikatakan tanpa masa depan hari ini, bisa saja mengguncang dunia
suatu hari kelak” orang itu kembali membuat suatu pernyataan.
“Namanya
tolol mana bisa mengguncang dunia pak” ledek mereka.
“Tidak
ada yang tidak mungkin di dunia ini dan semua itu bisa saja terjadi” balasnya
lagi, sedang Nerit hanya berlari sekuat mungkin meninggalkan mereka semua.
Mengayuh gerobak sampah demi mengejar adikku sendiri…
Dia
terus saja duduk menangis di sekitar tepi sungai seakan melampiaskan rasa sakit
berkepanjangan melalui bulir-bulir Kristal dari wajahnya. “Sebenarnya talenta
tersembunyi Nef itu apa?” berkata-kata seorang diri dengan rasa sesak memenuhi
hatinya.
“Nef
selalu saja tinggal kelas karena idiot kelas kakap,” kembali berucap…
“Dia
menangis sendirian? setiap hari di sini?” tersadar setelah mengekor di belakang
Nefrit selama beberapa hari belakangan semenjak kejadian ejekan teman-temannya
kemarin. Putus asa hanya karena belum menemukan talenta tersembunyi dalam
dirinya. Permasalahan terberat buat dia pribadi berada pada kata gagal dan
gagal terus saja mendekap hidup tanpa henti. Menurut cerita ayah, kalau dia
berjuang mencari bakat terpendam tetapi tidak menemukan apapun bahkan objek
yang terlihat hanya bercerita tentang kekurangan semata.
“Talenta
tersembunyi ” merenung sepanjang malam memikirkan sesuatu hal.
Main
music berasa di neraka mendengar permainannya. Menyanyi ibarat radio rusak lagi
berkumandang memecah gendang pendengaran. Dunia akademik selalu saja menjadi
urutan manusia paling idiot di antara semua orang. Muka juga berada di urutan
terbawah kalau ingin mengejar menjadi seorang model. Tidak satu pun cabang olah
raga ditaklukkan olehnya, yang ada malah dia pingsan duluan ketika mencoba
untuk lari 100 meter. Penulis novel? Sementara kosakata perbendaharaan sangat
abal-abal. Hal terkacau adalah membuat sebuah kalimat saja yang terdiri dari
beberapa kata butuh waktu berjam-jam terlebih penyusunan cerita puluhan lembar.
Btw, dari mana saya bisa tahu yah tentang semua ini? cari saja sendiri…
Menari?
seperti usir nyamuk. Menjadi pertanyaan, talenta tersembunyi Nef berada dimana?
Wajar saja dia selalu menangis tiap hari karena berpikir tentang masa depan
gelap. Rasa takut menghadapi hari esok dengan segala badai besar sebagai akibat
hidup hanya bercerita akan kekurangan semata. “Sepertinya dia tidak sadar
sesuatu…” kembali mengenang memory beberapa tahun silam.
“Kemungkinan
talenta tersembunyi yang selama ini dicari olehnya ada pada bidang ini”
menyadari satu kegiatan pernah dilakukan oleh manusia cengeng…
“Permasalahan
utama sekarang adalah membuat dia lulus sekolah terlebih dahulu” berkata-kata
sekali lagi sambil menekan digit angka pada kalkulator.
Berusaha
berhadapan muka secara langsung dengan salah satu personil guru di sekolahnya
merupakan jalan keluar dari masalah sekarang. Bersembunyi di balik semak-semak
menantikan seseorang melewati gang lorong kecil. “Dia sepertinya lebih cocok
menjadi seorang model dibanding menjadi guru” bergumam sendiri…
Menghadang
jalan manusia itu secara tiba-tiba sampai membuatnya serangan jantung mendadak.
“Kau siapa?” tubuh Brian terpental menuju aspal jalan.
Brian
semakin histeris ketakutan melihat tubuh pria bertato semacam diriku. Mengambil
kuda-kuda untuk segera berlari tetapi terhalang olehku seketika itu juga. “Saya
belum nikah, jadi belum mau mati” teriakan aneh darinya…
“Cita-citaku
menjadi ayah belum tercapai, kumohon lepaskan saya.”
“Ambil
saja semua yang kau mau, tapi jangan hancurkan mimpiku kelak ingin menikah dan
menjadi seorang ayah” kesekian kalinya sang guru berteriak histeris…
“Tolong
buat adik saya lulus sekolah tahun ini.” Hal lebih kacau dari perbuatannya
adalah bersujud memohon sesuatu. Mata sang guru tiba-tiba saja melotot seperti
ingin menertawakan diri sendiri.
“Tubuh
bertato dengan wajah menyeramkan tujuh keliling tapi hati hello kitty”
pernyataan terkacau sang guru…
“astaga,
saya mimpi apa semalam?” dia menampar wajah sendiri, sedang tubuhku masih saja
bersujud di hadapannya dengan wajah mencium tanah.
Tidak
perduli apapun, minimal saya ingin belajar membayar setiap kesalahan yang
pernah kulakukan. Menyerahkan sejumlah uang hasil memulung sampah sebagai upah
gaji menjadi guru les Nefrit. “Buat adikku lulus tahun ini” sekali lagi
memohon…
“Kenapa
bukan kau saja berperan sebagai guru privat buat adikmu?” Brian.
“Saya
melakukan banyak kesalahan besar,” balasku.
“Langsung
ke point, kalau adikmu itu benar-benar membencimu” Brian.
“Seperti
itulah” jawaban terpendek.
“Btw,
adikmu tentu punya nama dong… sebutkan?” Brian.
“Nefrit
Fidelis” mendengar jawaban tersebut sontak tubuh sang guru kembali terpental ke
tanah karena terkejut.
“Manusia
berandal, narkotik, napi, kejam, iblis itu ternyata dirimu?” Brian.
“Yah
begitulah kira-kira” menjawab pertanyaan Brian.
“Dari
iblis berubah drastis menjadi si’hello kity, benar-benar langkah” Brian. Pada
akhirnya Brian menyetujui permohonan manusia bengis walaupun bentuk wajahnya
masih menyimpan ribuan pertanyaan. Tatapan matanya terus saja melongo tanpa
kedip memperhatikan setiap tingkahku dari ujung rambut hingga ujung kaki bentuk
mulut terbuka…
“Ambil
kembali uangmu! Anggap saja kau berhutang padaku” mengembalikan sejumlah uang
dalam bungkusan plastik kecil.
“Kalau
boleh tahu kerja apa sekarang?” Brian kembali bertanya…
“Tidak
satupun perusahaan mau mempekerjakan manusia seperti saya, jadi, untuk
menyambung hidup kaki harus rela mengayuh sepeda alias menjadi pemulung
sampah.”
Bercerita
awal mula kisah penjahat bengis menjalani hari-harinya terhadap seorang guru
sekolah. Terdengar lucu memang, namun inilah kenyataan hidup. “Jangan beritahu
Nef kalau saya menyuruh anda berperan sebagai guru privat buatnya” sekali lagi
memohon sesuatu.
“Tenang
saja. Btw, mau jadi kuli bangunan tidak?” sang guru menyodorkan pekerjaan baru.
“tentu
saja” bersorak penuh semangat menjawab pertanyaannya.
“Kan
di samping jadi kuli bangunan bisa juga mulung sampah sebagai bahan tambahan
uang” Brian.
“Terimah
kasih” segera memeluk sang guru…
“Saya
masih normal,” Brian berusaha melepaskan diri.
Kisah
selanjutnya adalah adikku Nefrit mempunyai seorang guru privat paling jenius
sedunia tanpa bayaran sepersen pun. Awalnya Nefrit menolak, namun ujung cerita
menerima tawaran sang guru setelah berpikir panjang. Diam-diam memperhatikan
gaya belajar adikku dari kejauhan dan berharap memberikan hasil terbaik.
Masalah akademis Nefrit, pada kenyataannya memang selalu bercerita urutan
terbelakang. Wajar kalau adikku disebut sebagai manusia idiot nomor satu…
“Pasti
bisa” berteriak sendiri.
“Semangat”
tersenyum mengayuh gerobak sampah. Saya ingin membayar setiap rasa luka seberapa
besar pun kebencian Nefrit terhadapku pribadi.
Bagian
10…
Hidup
manusia iblis mengalami perubahan total dengan perputaran sudut 360° C.
Sombong, bengis, keras, narkotik, ikatan seks bebas, preman, dan masih banyak
lagi objek buruk merupakan karakter pribadi bernama Feivel Fidelis. Mengayuh
sepeda hanya demi biaya pengobatan adiknya tanpa sepengetahuan semua orang. Sampai
sekarang, Nara masih terbaring koma di ranjang rumah sakit akibat perbuatannya.
Diam-diam menjenguk sang adik jauh sebelum anggota keluarga lain berada di
rumah sakit.
“Kau
iblis” sang bunda berteriak di hadapannya. Seluruh anggota keluarga kecuali
sang ayah benar-benar membencinya bahkan menganggap kalau dia tidak pernah
terlahir ke dunia. Kebencian Zarah terhadap putra pertamanya jauh lebih hebat
bermain dibanding rasa cinta sebagai seorang ibu. Tidak ingin anaknya
menginjakkan lagi kaki di rumah apapun bentuk alasannya.
“Setidaknya
dia mati saja di luar sana” tangis Zarah memegang tangan Nara.
“Tuhan,
maaf membuat hati bunda terluka dari hari ke hari” tanpa sengaja Feivel
mendengar kalimat sang bunda. Membawakan sebuah boneka anjing paling lucu di
samping Nara setelah sang bunda berjalan keluar meninggalkan rumah sakit.
Mengganti tanaman bunga segar di atas meja dari ruang tersebut, setidaknya
membuat suasana terlihat segar menurut pemikiran Feivel.
“Malaikat
kecil, beri kakak kesempatan buat merubah juga memperbaiki setiap kesalahan
kemarin” Feivel membelai lembut wajah Nara.
“Gadis
mungil ayah dan bunda harus bangun dari tidur setidaknya menghapus air mata
mereka. Kenapa?” bercerita di samping tubuh kaku sang gadis kecil…
“Nara
adalah berlian terbaik bagi ayah juga bunda.” Feivel menyesali setiap
perbuatannya kemarin. Inilah kegiatan rutinitas Feivel sekarang yaitu terus
berada di samping Nara bercerita banyak hal tanpa sepengetahuan siapapun
termasuk petugas kesehatan di rumah sakit tersebut. Menjadi seorang pemulung
sampah sekaligus kuli bangunan merupakan jenis pekerjaan terbaik buatnya.
Menolak menerima uang dari sang ayah setelah mempunyai penghasilan sendiri.
Mengintip dari kejauhan bagaimana Brian berusaha membantu Nefrit agar lulus
sekolah tahun ini juga kegiatan terbaik seorang Feivel.
“Jangan
menyerah” Feivel berkata-kata sendiri di balik semak-semak tidak jauh dari
sungai tempat Nefrit menghabiskan waktu belajarnya.
“Talenta
tersembunyi…” sekali lagi berbicara sendiri seperti orang gila. Feivel ingin
berjuang membantu adiknya menemukan satu talenta tersembunyi walaupun kenyataan
jika kebencian Nefrit tidak akan pernah hilang sedikitpun. Mengirimkan secarik
kertas berisi beberapa kata kemudian menyelipkan pada buku-buku Nefrit secara
diam-diam. Mengendap-ngendap seperti pencuri masuk ke rumah menuju kamar sang
adik hanya demi sebuah talenta tersembunyi. Terkadang meminta bantuan Brian
menaruh satu kalimat sekitar halaman depan beberapa buku Nefrit.
“Kau
bisa menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak” salah satu isi tulisan
pada secarik kertas minimal Nefrit dapat menyadari talenta tersembunyi dalam dirinya.
“Memasak”
terdengar lazim di telinga semua orang tetapi kata ini dapat mengubah Nefrit
kelak berdasarkan pemikiran Feivel sang kakak. Sekian tahun lamanya Nefrit
tidak lagi menginjak dapur sedikitpun karena kasus demi kasus permasalahan yang
sedang menyerang dirinya. Hal terbaik pernah dihabiskan oleh Nefrit adalah
menjadi koki terbaik bagi sang kakak jauh sebelum Feivel memasuki satu jurang
tergelap.
Flashback…
“Buat
kakak” senyum Nefrit penuh semangat menyodorkan semangkuk bubur ayam.
“Kakak
lagi belajar” Feivel seakan tidak lagi memperdulikan adiknya.
“Ayo
coba dulu” Nefrit menyodorkan mangkuk bubur di depan meja belajar sang kakak.
“Enak”
ujar Feivel setelah mencoba memasukkan satu sendok bubur ke mulutnya. Hal
terbaik bagi kehidupan Nefrit saat itu adalah memasak anek jenis masakan dengan
tubuh mungilnya. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa usia masih terlalu kecil
tapi dapat membuat berbagai resep masakan? Rahasia ini hanya diketahui oleh
Feivel sekaligus berperan sebagai kakaknya. Ayah maupun bunda sama sekali tidak
mengizinkan Nefrit di dapur dengan usia masih terlalu dini. Penyebab utamanya
dikarenakan kebakaran tetangga sebelah akibat membiarkan sang anak menyentuh
dapur. Bermula dari anak tetangga hanya sekedar ingin belajar memasak seperti
sang ibu, tetapi akhir cerita menjadi tragis seketika.
Nefrit
kecil pun diam-diam sangat menyukai kegiatan masak-memasak, namun terkendala
karena rasa trauma kedua orang tuanya mendengar cerita tetangga. Belajar
memasak diam-diam saat ayah bundanya sedang tidak di rumah. “Ka’Feiv harus
memberi kode kalau bunda sudah berdiri
depan pintu!” perintah Nefrit kecil terhadap sang kakak.
“Beres”
mengacak-acak rambut Nefrit seperti itulah kelakuan Feivel. Menyayangi Nefrit
bahkan selalu menjadi malaikat penjaga terbaik tiap saat. Mangayuh sepeda
mengantar dan menjemput adiknya ke sekolah tanpa mengeluh. Melindungi Nefrit
dari teman-temannya yang selalu saja bersikap usil.
Flashback…
Cerita
masa lalu kakak beradik mempunyai kisah tersendiri. “Andaikan, kakak tidak
pernah jatuh ke jurang” Feivel penuh penyesalan mengingat hal-hal terbaik
pernah terjadi atas dirinya. Kisah sekarang hanya bercerita tentang kebencian
sang adik terhadap kakaknya atas setiap objek terburuk bersama perjalanan
tragis. Satu jurang tergelap menghancurkan kehidupan Feivel bahkan membuat
jarak antara dirinya dan keluarga.
“Malaikat
kecil, berikan kakak satu kata biar bisa memperbaiki semuanya!” seperti biasa
kisah Feivel sekarang adalah selalu bercerita tentang banyak hal juga
mengungkapkan segala isi hati di samping tubuh mungil Nara yang masih terbaring
koma. Di satu sisi Feivel melakukan banyak kesalahan di masa lalu termasuk
mendorong tubuh adiknya dengan akhir cerita tragis. Sampai detik sekarang Nara
belum juga terbangun dari tidur panjang. Zarah terus saja menangisi keadaan
anaknya yang masih terbaring koma di rumah sakit.
“Feiv”
tegur seseorang menyadari siapa yang sedang berjalan keluar dari kamar tempat
Nara terbaring.
“Tunggu,
jangan lari” suara itu sekali lagi berkata-kata.
“Kenapa
tidak pulang ke rumah?” Lazki bertanya setelah berhasil menghentikan langkah
sepupunya Feivel.
“Lepas”
Feivel berusaha melepaskan diri.
“Ayah
banyak cerita kalau jagoannya tidak lagi bercerita sedang berada di jurang”
Lazki.
“Kau
tidak membenciku setelah semua hal yang terjadi?” Feivel tertunduk.
“Tiap
orang pasti memiliki masa lalu suram. Saya hanya ingin melihat hidupmu yang
sekarang bukan tentang cerita kemarin” Lazki.
“Entahlah…”
Feivel menarik nafas panjang membalas ucapan Lazki.
“Ayah
selalu penuh semangat bercerita tentang sang jagoan berlari masuk dalam
dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata pemenang” Lazki berkata-kata
sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Feivel seorang diri.
Inilah
kisah perjuangan seorang ayah belajar untuk bertahan membawah ketiga buah
hatinya menuju garis finish. Semua dapat berkata tentang objek buruk, tetapi
sang ayah terus mendaki untuk membuktikan pada dunia akan kisah terbaiknya.
Bagaimanapun jurang membelenggu, namun ayah tetap ingin berlari mendekap
anaknya. Kemenangan seorang ayah akan membuat dunia malu suatu hari kelak.
“Feivel”
kembali seseorang bersuara ketika hendak mengumpulkan barang-barang bekas
sekitar tempat pembuangan sampah.
“Ayah”
menyadari jika suara tersebut ternyata dari sang ayah. Gibran memberi sekaleng
minuman dingin setelah mereka berdua duduk di bawah pohon besar. Kenyataan yang
ada adalah Gibran baru menyadari jenis pekerjaan terbaru anaknya. Feivel sama
sekali tidak memberi tahu sang ayah terlebih seluruh sampah hasil memulung di
kumpulkan pada satu tempat jauh dari rumah kosnya.
“Maaf
selalu saja membuat ayah malu” kepala Feivel menunduk.
“Malu…?”
Gibran sedikit tertawa.
“Tidak
satupun perusahaan mau menerima mantan penjahat kelas kakap seperti Feiv.
Pekerjaan memulung menjadi jalan keluar
paling tepat demi menyambung hidup sekaligus tidak memberatkan ayah lagi”
Feivel.
“Ayah
mau Feiv kuliah kembali dan memulai semuanya dari nol” permohonan sang ayah
berkata-kata sekali lagi.
“Mana
mungkin bekas manusia iblis dapat memperbaiki masa depan” Feivel.
“Buktikan
pada ayah tentang hidupmu dapat melihat secerca cahaya tanpa terikat akan masa
lalu apapun situasinya” kalimat sang ayah.
“Nara
butuh biaya berobat, Nefrit juga sebentar lagi lulus sekolah” Feivel.
“Feiv
bukan jawaban seperti ini ingin didengar oleh pria tua seperti ayahmu”
“Kuliah
setinggi apapun, tetap Feivel tidak akan pernah bisa bekerja di perusahaan
manapun” Feivel.
“Jangan
berdiri terlebih memanggil dengan sebutan ayah kalau cara berpikirmu terlalu
rusak seperti tadi” pertama kali nada kemarahan sang ayah terdengar jelas di
telinga Feivel. Membuktikan pada dunia tentang masa depan cerah memang tidak
mudah dengan kasus masa lalu suram seperti Feivel. Sosok pribadi seorang ayah
mempunyai cerita tersendiri untuk tetap membawa anaknya berlari menuju garis
finish.
Usia
tua, tanpa biaya, tubuh penuh tato, bekas narkotik sekaligus penjahat kelas kakap
menginjakkan kaki kembali pada salah satu kampus terdengar sebagai bahan
lelucon belaka. “Bisakah saya memulai semuanya dari nol kembali?” suara hati
Feivel berbisik memandang salah satu kampus tempatnya mencari barang-barang
bekas.
“Mereka
semua membenci kehidupan iblis sepertiku. Tidak ada jalan untuk masa depan
walaupun dikatakan sang mantan narkotik lulus dengan nilai terbaik setelah
memulai semuanya dari nol kembali” pemikiran seorang Feivel beberapa hari
belakangan. Sang ayah tidak lagi ingin berdiri di hadapannya setelah dialog
beberapa hari lalu. Berada di kampus atau tetap bertahan dengan pemikiran
sendiri merupakan dua pilihan bagi bekas manusia iblis semacam Feivel.
“Ayah selalu penuh semangat bercerita tentang
sang jagoan berlari masuk dalam dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata
pemenang” memory kata-kata Lazki terus saja membayangi gendang pendengaran
Feivel.
“Jadikan
ayah pemenang” tanpa sadar Feivel mendengar ucapan sang ayah. Menatap sebuah
foto tentang seorang anak laki-laki berusia 5 tahun tersenyum hangat berada
dalam dekapan sang ayah.
“Masa
lalu tidak dapat menghancurkan masa depan jagoan ayah” berucap seorang diri
sekali lagi.
“Sepertinya
suasana pasar lagi sepi” tegur Feivel di tengah lamunan sang ayah.
Tidak
memperdulikan ucapan Feivel dan tetap diam duduk di tengah tumpukan barang
jualannya. Menyimpan secepat mungkin selembar foto di tangannya. “Pergilah!”
rasa marah terhadap sang jagoan.
“Feivel
akan mengikuti ucapan ayah, tapi dengan syarat” Feivel.
“Apapun
syaratnya ayah akan penuhi” seakan harapan muncul kembali bagi sosok pria tua
sepertinya.
“Biarkan
Feiv belajar hidup mandiri, jangan memberi satu sen pun uang” Feivel.
Secara
logika berpikir bagaimana bisa bekas manusia iblis dapat membiayai hidupnya
sendiri tanpa bantuan sang ayah. “Biarkan Feiv melakukan semuanya seorang diri”
permohonan Feivel sekali lagi di hadapan ayahnya. Biaya kuliah, makan,
kebutuhan sehari-hari sekaligus permasalahan beban berobat Nara menjadi tanggungan
Feivel sekarang. Tidak seorangpun anggota keluarga menyadari bagaimana dia
berjuang membayar rumah sakit demi kesembuhan Nara.
Semakin
giat memulung demi mengejar masa depan dan menanggung pengobatan sang adik,
inilah dunia Feivel sekarang. Pria tua penuh semangat mendaftarkan anaknya
masuk salah satu kampus besar demi sebuah masa depan terbaik. “Kenapa ayah
melakukan semua ini?” rasa kesal Feivel memandang sang ayah setelah menyadari
sesuatu.
“Ayah
hanya mendaftarkan namamu saja, selebihnya jagoan berjalan sendiri” ucap pria
tua itu di hadapan anaknya.
“Biaya
kampus di sana mahal, dari mana ayah mendapat uang membayar sebagian besar…?”
Feivel. Seperti itulah kisah sang ayah berjuang mencari pinjaman hanya demi
memasukkan anaknya pada salah satu kampus dengan kualitas terbaik pula. Menjadi
pertanyaan, bagaimana bisa anaknya diterima begitu saja di tempat tersebut
dengan latar belakang suram bahkan tanpa tes? Inilah yang dikatakan perjuangan
seorang ayah bagi sang anak bahkan rela melakukan apapun untuk membawanya
menuju satu garis kemenangan. Secara kebetulan sang pemilik kampus mempunyai
masa lalu sama seperti anak pria tua yang sedang berdiri di hadapan beberapa
staf dan para dosen memohon kebijakan. Berjuang membuktikan jika anaknya juga
mempunyai standar kualitas berbeda di antara semua orang.
Akhir
cerita, sang pemilik kampus tanpa sengaja mendengar kisahnya sehingga
menyetujui berkas pendaftaran tersebut. Seakan Tuhan mengirim mujizat di waktu
paling tepat bahkan tidak terduga sama sekali bagi pemikiran sosok ayah yang
sedang berjuang meraih titik kemenangan bagi sang jagoan. Pihak kampus
memberikan keringanan biaya sekaligus dapat melakukan cicilan pembayaran.
“Buktikan pada dunia kalau kau sama sekali tidak akan pernah terikat dengan
masa lalu tergelap dari hidupmu pribadi!” ucapan pemilik kampus terhadap bekas
manusia iblis dalam sebuah ruangan dengan ukuran cukup besar.
“Bapak
tidak perlu menyatakan rasa kasihan terhadap kehidupan saya” Feivel.
“Saya
hanya menyukai sosok ayah seperti ayahmu dan bukan permasalahan mengasihani
mantan iblis seperti dirimu.”
“Maksud
bapak?” Feivel.
“Pribadi
ayahmu tidak mengenal kata putus pengharapan demi seonggok sampah agar
mempunyai kualitas nilai di mata dunia. Ngerti?”
Pembuktian
pada dunia tentang sang jagoan dapat berlari mengejar mimpi, walaupun kenyataan
membuktikan akan perjalanan gelap di masa lalu. Dia hanyalah pria tua yang
sedang ingin menyatakan kualitas nilai bagi anaknya melalui lika liku
perjalanan unik tanpa mengenal kata menyerah sedikitpun. Tuhan dapat merubah
kain kirmisi merah menjadi putih seperti salju. Begitupun sebaliknya tentang
kemenangan ayah dapat diraih melalui cara Tuhan yang ajaib. Masa lalu tidak
dapat menghancurkan kehidupan sang jagoan dalam bentuk apapun…
Bagian
11…
Feivel Fidelis…
“Malaikat
kecil, sepertinya saya akan kembali menjadi penghuni kampus” berkata-kata di
samping tubuh mungil Nara yang masih saja tertidur lelap karena perbuatan
terkacau dariku di masa lalu. Hal lebih kacau adalah saya sama sekali tidak
pernah bisa berdiri di hadapan bunda maupun Nefrit untuk meminta maaf atas
setiap kelakuanku kemarin. Hanya bisa menjenguk diam-diam tanpa sepengetahuan
siapapun adik kecilku Nara.
Tuhan,
beritahu cara terbaik berdiri depan bunda, Nefrit, juga Lazki demi sebuah permohonan
maaf karena ulahku kemarin. Membayangkan bunda menangis setiap detik merupakan
beban terlebih rasa bersalah makin menghantui langkah hidupku pribadi. “Saya
tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dia” rasa luka terlalu dalam,
menjadikan bunda mengungkapkan satu pernyataan.
Wajar
jika bunda benar-benar menganggapku iblis, kenapa? Seperti itulah kenyataan
kisah masa lalu dan tidak akan pernah terhapus oleh apapun. Tuhan, balut luka
hati bunda yang selalu saja menjatuhkan bulir-bulir Kristal karena perbuatan
iblis sepertiku. Maaf membuat hatinya sakit tanpa henti. Kalau diriMU dapat
mengubah batu keras menjadi selembut awan, tentu diriMU juga dapat membuatku
kembali berada dalam dekapan bunda.
“Hari
pertama menginjak kampus dan memulai sesuatu dari nol kembali” menarik nafas
dalam-dalam berjalan menuju satu pagar sebagai pintu gerbang besar salah satu
kampus terbesar di kota ini. rambut acak-acakan, gondrong, tubuh bertato,
jenggot menyebar memenuhi wajah inilah menjadi gambaran ciri khas mantan iblis.
Masih belum berubah bahkan tetap mempertahankan penampilan kemarin. Semua mata
memandang sinis, histeris, ketakutan, ingin menjauh…
Objek
lebih mengejutkan lagi adalah salah satu dosen pengajar ternyata Brian Nicholas
sekaligus berperan sebagai guru adikku Nefrit Fidelis. Perbedaan cara berpikir
ketika menjabarkan satu titik gambaran tertentu di hadapan mahasiswanya
merupakan keunikan tersendiri dalam diri seorang Brian. “Teori dan praktek
menjadi satu paket, namun ketika berada pada sebuah situasi terlebih area-area
lapangan yang tidak terpikirkan sama sekali, maka peranan kedua kata tadi hanya
sebagai hiasan semata” penjelasan Brian sedikit berbelit-belit bahkan terlalu
sulit dimengerti.
Kalimat
pembuka sebagai bahan perkenalan semata, namun terkesan bermasalah buatku.
Berpura-pura tidak mengenal dirinya memang jauh lebih baik dibanding menyapa.
Pada akhir cerita kegiatan perkuliahan pun dimulai bersama kisah baru di
dalamnya. Melakoni status mahasiswa sekaligus pemulung sampah tetap berjalan
seperti biasa. Hal terbaik buatku sebelum masuk ruang perkuliahan adalah
menyusuri tiap lantai gedung pencakar langit dari kampus tersebut hanya demi
mengumpulkan kertas putih maupun botol minuman bekas. Menaruhnya dalam sebuah
karung kemudian meletakkan pada gerobak sampah yang masih terparkir manis di
sekitar parkiran motor.
Tidak
perduli pemikiran orang mengenai umur tua, status, pekerjaan pemulung, dan
hal-hal buruk tentang jalan hidupku. Saya membutuhkan uang demi menyambung
hidup juga pengobatan malaikat kecil ayah. Hidup Feivel kemarin dan sekarang
jauh berbeda. Rasa gengsi tidak lagi mencekam bahkan rela melakukan pekerjaan
apapun selama itu halal. Semua teman-temanku menjauh tanpa seorangpun ingin
bersahabat denganku. Beginilah jalanku selalu saja menyendiri di manapun kaki
melangkah. Hidup terkucilkan maupun mendapat penghinaan dari ribuan atau jutaan
orang bukan masalah besar untuk kulalui.
Wajar
mereka menjauh, tetapi itu jauh lebih baik menurut pemikiranku pribadi. Setiap
jam istirahat pun kaki akan tetap menyusuri tempat-tempat sampah di tiap lantai
gedung kampus. “Hei Si’wajah menyeramkan” tegur seorang wanita paruh bayah
tidak jauh berdiri dari lokasi tempatku.
Menengeok
ke kiri kanan mencari siapa gerangan yang dimaksud olehnya. “Kau” sekali lagi
menunjuk ke arahku tanpa rasa takut setitikpun. Menarik tanganku menuju kantin
kampus kemudian menyodorkan beberapa karung kaleng aluminium bekas juga botol
minuman para mahasiswa.
“Mau
dapat uang tambahan tidak?” seakan ingin tetap memandangku sebagai manusia
bukan penjahat seperti kebanyakan orang di sekitar. Antara mengangguk atau
tetap diam kaku merupakan pilihan buatku.
“Kalau
mau, kau bisa kerja sebagai tukang cuci piring disini sekaligus melayani
seluruh pembeli pada jam istirahat kampus dengan gaji bulanan” menawarkan
sebuah pekerjaan…
“Hanya
itu?” ujarku sedikit bersemangat.
“Sekalian
kau bisa mengumpulkan semua barang bekas juga sih” kalimatnya lagi.
“Ikat
rambutmu biar mereka tidak terlalu takut melihat penampilanmu!” perintah wanita
paruh bayah itu sekali lagi. Titik jalan menambah penghasilan terbuka lagi
buatku. Minimal dapat menutupi biaya rumah sakit malaikat kecil sekaligus uang
kuliahku sendiri. Menjadi mahasiswa, pemulung sampah, kuli bangunan, kerja
sambilan di kantin cukup menyita waktu tetapi harus kujalani sepenuhnya.
Setidaknya setelah jam kuliah berakhir tangan masih bisa bekerja tengah hari
sebagai kuli bangunan.
Semua
orang risih, takut, marah, menghina melihat tanganku menyodorkan makanan di
atas meja kantin. Saya tidak perduli apapun kata mereka. Membersihkan meja-meja
kotor mengajarkan sesuatu bagi perjalanan hidupku. “Jangan berpura-pura tidak
mengenalku si’wajah seram tapi hati hello kitty” seolah cibiran terkacau
buatku…
“Berhenti
berlagak sombong” sekali lagi Brian menepuk bahuku.
“Sekarang
kau dosenku” balasan buatnya.
“Tenang
saja, karena kau dan saya seumuran jadi anggap saja kita berdua sahabat di luar
jam mata kuliah terlebih…” Brian.
“Terlebih
apa?” sedikit curiga.
“Adikmu
kan cukup manis” maksud ucapan Brian terdengar mencurigakan.
“Saya
hanya meminta bantuan menjadi guru privat adikku bukan menjadi penggoda.”
“Memangnya
salah? Lah Adikmu juga umurnya sudah tua hanya karena masalah otak makanya lama
di sekolah” Brian.
“Stop”
nada emosi lumayan meninggi…
“Tenang,
kita itu tidak akan pernah bisa menebak misteri Tuhan. Bisa jadi kau dan saya
memiliki ikatan keluarga mungkin suatu hari kelak” Brian makin ngaco
berkata-kata.
“Kau
lebih iblis dibanding kehidupanku kemarin” tegurku.
“Lupakan
ucapanku. Btw, mau kerja tidak?” Brian menyodorkan kembali tawaran kerja.
“Sebagai?”
pertanyaan balik.
“Cleaning
servis dan pembantu rumah tangga” jawaban Brian. Tawaran kerja cukup menarik
untuk dilewati bagi mantan iblis. Berperan sebagai seorang cleaning servis di
hari kamis sampai sabtu setelah jam kuliah berakhir. Tawaran lain yaitu menjadi
pembantu rumah tangga tiga kali seminggu pada salah satu apartemen mewah di
kota ini. Menurut cerita Brian, tidak seorangpun ingin menjadi pembantu di
apartemen tersebut karena sesuatu dan lain hal.
Kata
galak merupakan istilah paling tepat menggambarkan sang majikan sehingga tidak
seorangpun berani berdiri di hadapannya. Saya hanya harus beres-beres rumah
seperti menyapu, mengepel, cuci piring, memasukkan pakaian kotor ke mesin
penggiling, menyetrika, dan beberapa pekerjaan lainnya jauh sebelum sang
penghuni terbangun dari tidur. Berarti jadwal kerja mengarah pada jam sebelum
matahari bersinar alias masih gelap. Gaji yang ditawarkan cukup lumayan dalam
sebulan, minimal sebagai tambahan penghasilan.
“Bagaimana?
Setuju atau tidak?” pertanyaan Brian setelah menjelaskan semuanya.
“Terus
pekerjaan saya sebagai kuli bangunan harus berhenti?”
“Tenang
saja, kebetulan bosmu itu sahabat dekat denganku berarti kau boleh tetap
bekerja tapi hanya tiga kali seminggu doang” Brian.
“Gaji
kuli bangunan cukup lumayan. Jangan remehkan penghasilan kuli bangunan.”
“Kau
bisa menyusuri seluruh lantai buat memulung kertas-kertas putih yang terbuang
bahkan seluruh sampah di sana. Jadi, penghasilannya cukup loh” Brian.
“Bisa
memulung? Boleh?”
“Ada
banyak kertas di ruang penggiling bisa kau pungut. Lagian mesin penggilingnya
juga tidak dikatakan jenis penghancur berkas dalam bentuk halus. Kan lumayan”
Brian.
“Okey”
“Itupun
hanya berkas-berkas tertentu berada dalam mesin penggiling dan selebihnya yah
terserah dirimu…” cetus Brian.
“Okey”
menyetujui tawaran Brian. Mengambil kalkulator dan mencoba menghitung total
penghasilan sebagai pemulung dalam sebulan setelah menerima tawaran kerja
Brian. Menjalani beberapa pekerjaan sekaligus terdengar menyita banyak waktu,
namun memberi seni tersendiri bagi dunia mantan iblis seperti diriku. Bekerja
di kantin pada jam istirahat kampus juga terdengar menyenangkan buatku.
Mengumpulkan kaleng minuman bekas bahkan menyusuri lantai kampus dan berhenti
pada tiap tong sampah menjadi rutinitasku setiap hari.
Mengatur
waktu sebaik mungkin antara kuliah, menyelesaikan tugas kampus, dan bekerja
merupakan hal paling sulit tetapi harus dijalani. Terkadang tugas kuliah
berusaha saya selesaikan ketika masih berada dalam lingkup kampus atau di
tempat kerja. Pada hari senin, rabu, dan sabtu seorang Feivel harus bangun
pagi-pagi sekali alias hari masih gelap untuk berperan sebagai pembantu rumah
tangga pada salah satu apartemen. Belajar mengerjakan pekerjaan rumah tanpa
menimbulkan suara seperti meminum jus daun papaya terlalu mengerikan…
Sang
pemilik tidak menyukai bunyi suara setitkpun. Wajar saja tidak ada seorangpun
betah sebagai pembantunya. Menyapu, cuci piring, mengepel, menyiram tanaman
bunga, dan segala pekerjaan tidak boleh menimbulkan suara sedikitpun. Melangkah
setiap ruanganpun tidak boleh menimbulkan suara. Saya pikir pemilik rumah
adalah seorang pria, namun ternyata dugaanku salah. Gadis cantik, rambut hitam
panjang, kulit seputih kapas, bibir seksi berwarna merah, bertubuh tinggi
semampai bersama riasan natural tetapi menakutkan…
“Sadis
habis” pertama kali menatap ke arahnya setelah seminggu lebih bekerja di sana.
Tatapan mata tertajam yang pernah ada bahkan dapat mencabik-cabik setiap bagian
kulit tubuh sendiri. Dia hanya diam tanpa berkata-kata ketika berjalan keluar
dari kamar. Sebelum sang pemilik keluar kamar pukul setengah tujuh pagi, saya
sudah meninggalkan rumah karena seluruh pekerjaan sudah dikerjakan. Kesimpulan
ceritanya adalah kami tidak pernah bertemu selama bekerja di apartementnya.
Tidak
terpikirkan sama sekali pertemuan antara majikan cantik dan pembantu berandal
mantan iblis terkesan aneh memang. Entah apa yang membuat sang majikan keluar
kamar sebelum pukul setengah tujuh pagi. “Saya tidak memberi gaji hanya dengan
berdiri seperti orang bodoh” pernyataan menyindir bahkan terlalu tajam bagi
manusia sepertiku. Hal selanjutnya yang terjadi adalah segera meninggalkan
dirinya, kemudian melanjutkan pekerjaan saya sebagaimana mestinya.
Hari
berikutnya pertemuan terulang kembali
dengan pandangan tajam namun tanpa suara. Komunikasi antara majikan dan
pembantu sama sekali tidak terjalin. Beberapa pembantu sebelumnya berhenti
dikarenakan tanpa sengaja menimbulkan suara ketika sedang bekerja dan membuat
sang majikan meluapkan emosi seketika. Menjadi pertanyaan, dari mana saya
belajar mengerjakan seluruh pekerjaan rumah maupun melangkah tanpa
memperdengarkan suara? Kemungkinan karena saya benar-benar membutuhkan uang
sampai dalam bekerjapun berjuang full…
Dia
sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut terhadap penampilan dengan kondisi
tubuh bertato karena masa lalu gelap. Setiap hari kami hanya bertatapan muka
tanpa berkata-kata. “Hai Embun!” sapa seseorang tiba-tiba masuk tanpa
membunyikan bel terlebih dahulu. Hal terlucu dari kisahku adalah baru menyadari
nama majikan sendiri. Selama ini saya
tidak ingin tahu nama pemilik apartement tempatku bekerja sebagai
pembantu rumah tangga.
“Hai
semua” lebih mengejutkan tentang cerita lain yaitu antara Brian dan sang
majikan ternyata berteman.
“Pergi
dari rumahku!” majikanku mendorong tubuh Brian agar segera meninggalkan
apartementnya. Di luar dugaan seberapa besarpun luapan emosional majikanku,
namun tidak diperdulikan oleh Brian setitikpun. Tetap berjalan ke dapur mencari
makanan bahkan membuat suara-suara gemerincing dengan kesengajaan. Seakan Brian
sengaja membuat kegaduhan bersama segala jenis suara agar terdengar jelas
karena menyadari pasti sifat asli pemilik apartement. Tidak perduli perkelahian
antara mereka berdua, saya tetap melanjutkan sisa setrikaan sebelumnya.
“Bos
sudah makan?” sapa Brian sedikit mengejek…
“Berhenti
bergurau!” tegurku tetap menjemur pakaian hasil gilingan setelah pekerjaan
setrikaan selesai, sedang dia hanya tertawa mendengar kalimat tadi. Rasa geram
nona Embun sangat terlihat jelas, namun untuk kesekian kali seorang Brian
semakin memancing sisi emosionalnya. Selidik demi selidik ternyata diantara
mereka pernah terjalin hubungan special alias pacaran bahkan sempat
bertunangan. Entah terdengar sebagai bahan lelucon atau seperti apa akan kisah
jalinan asmara terkacau.
Nona
Embun memutuskan hubungan pertunangan tiba-tiba hanya karena masalah sepeleh. Brian
terlihat santai saja bahkan masih berjuang mencari pembantu rumah tangga baru
kesekian kalinya bagi sang mantan tunangan. Andaikan saya menjadi Brian tentu
kaki tidak akan pernah menginjak apartement ini lagi. “Mungkin masih berharap
kisah cinta kemarin pulih seketika” bergumam sendiri berpikir tentang kisah
asmara mereka berdua.
“Masa
bodoh dengan masalah asmara mereka” tertawa sendiri. Mengayuh gerobak sampah
sepanjang jalan jauh lebih menyenangkan dibanding merenung akan permasalahan
asmara orang lain. Tiba-tiba saja satu iklan perlombaan memasak terpampang
jelas pada layar besar di sekitar jalan. Membayangkan kisah adikku dapat
memulai satu masa depan melalui objek semacam ini. Dia hanya butuh rasa percaya
diri pada satu pernyataan yaitu berani melangkah sekaligus mencoba tentang
sebuah petualangan. Singkat cerita, tangan berusaha mendaftarkan dirinya pada
acara perlombaan tersebut.
Mencari
jalan setidaknya Nefrit tidak menyadari apa yang telah kulakukan sekaligus
membuat kakinya berdiri di sana sebagai salah satu peserta. Meminta bantuan
Lazki menjalankan rencana selanjutnya. “Kau punya talenta terbaik” menatap dari
kejauhan adik kecilku Nefrit. Ini hanya bercerita akan permasalahan waktu bagi
perkembangan talenta tersembunyi pada jalan hidupnya.
Bagian
12…
Nefrit Fidelis…
Siapa
pernah menduga petualangan mencari talenta tersembunyi, namun cerita berikutnya
berada pada satu area di luar pemikiran sama sekali. “Kau bisa menjadi seorang
chef terkenal suatu hari kelak” isi tulisan seolah menunjukkan tentang satu
kelebihan dalam diriku pribadi. Menanyakan ayah, bunda, ka’Lazki mengenai
selembar kertas di kamarku dan hasilnya tidak ada yang tahu menahu mengenai hal
tersebut. Mungkin saja surat ini dikirim oleh malaikat Tuhan dari surga.
Peristiwa
lebih lucu lagi adalah pak Brian seakan mengemis mati-matian hanya untuk
menjadi guru privat tanpa bayaran sepersen pun jauh hari sebelum selembar
kertas tersebut berada di kamarku. “Ini
tantangan bagi guru seperti saya untuk membuktikan kalau manusia seperti dirimu
dapat lulus ujian, walaupun dikatakan mustahil sih” mengenang kembali nada
kalimat pak Brian seakan terdengar menyindir atau sejenisnya. Berbagai cara
digunakan, setidaknya saya menyetujui permohonannya. Saya yang terlalu bodoh
atau justrus sebaliknya pak Brian jauh lebih tolol lagi?
Berada
di sekitar pinggiran sungai kecil dan membolak-balikkan buku pelajaran bersama
pak Brian merupakan hal terkacau yang pernah kulakukan setelah sepulang
sekolah. Di lain tempat, seorang Nefrit mencoba memasuki dunia lain demi sebuah
pembuktian terhadap selembar kertas tentang talenta tersembunyi dalam diri
pribadi. Sekian tahun berlalu dimana tangan tidak lagi ingin menyalakan kompor
gas dengan beberapa resep masakan. Tidak seorangpun menyadari bagaimana
kekuatan tanganku dapat mengubah beberapa bahan makanan menjadi satu olahan
khas. Semua itu hanya kenangan semata di masa kecil jauh sebelum saya beranjak
remaja seperti sekarang bahkan kakakku belum menjadi iblis seutuhnya.
“Sampai
kapanpun kau tetap iblis buatku” berkata-kata sendiri membayangkan wajah bengis
manusia iblis. Penderitaan ayah bunda membuatku semakin membenci dirinya.
Sampai detik sekarang adik kecilku Nara masih terbaring koma akibat perbuatan
iblis semacam dia. Ayah bisa saja memberi maaf ribuan kali, namun tidak buatku.
Kenapa
ayah menolong manusia iblis itu yang jelas-jelas menghancurkan seluruh anggota
keluarga? Semenjak peristiwa pengeroyokan terhadapnya setelah Nara berada di
rumah sakit, manusia iblis itu tidak lagi menampakkan diri. Kenapa dia tidak
mati saja ketika pengeroyokan dirinya benar-benar terjadi? Iblis penghancur
hidup semua orang di manapun kakinya berpijak. Jujur, andaikan bisa saya ingin
membunuh sang iblis dengan tanganku sendiri.
“Kenapa
ayah tidak bisa membenci iblis seperti dia?” gerah, geram, sakit hati melihat
tingkah ayah terhadap sang iblis.
“Jawab
ayah!” mengamuk kesal…
“Ada
hal sulit untuk dijelaskan hanya melalui lukisan kata-kata dan akan kau
mengerti suatu hari kelak ketika dirimu menjadi orang tua bagi kehidupan buah
hatimu sekaligus berlianmu dalam satu lingkaran hidup” penyakit ayah mulai
kumat lagi.
“Bunda
selalu saja nangis, Nef menjadi bahan buly, sampai sekarang Nara masih belum
membuka matanya, semuanya karena ulah siapa?”
“Nef”
nada kata ayah meninggi. Rasanya sakit Tuhan melihat ayah terus saja berlari ke
arah manusia iblis. Dimana KAU berada sekarang Tuhan? Buktikan pada hidupku
kalau KAU memang adil untuk menghukum manusia paling jahat. Rasa marah terhadap
sang pencipta kembali terjadi melihat tingkah ayahku sekarang. Bisakah setitik
saja Tuhan menyatakan keadilanNYA bagi hidupku pribadi. Meraung-raung dalam
tangisan seperti anak kecil itulah yang terjadi sekarang. Kamar ukuran kecil
menjadi saksi setiap air mataku terjatuh dan bagaimana luka terus saja menancap
tanpa henti.
“Nef
benci ayah” semakin keras menangis histeris…
“Nef
juga benci Tuhan” menyalahkan sang pencipta atas segala sesuatu.
“Nef”
seseorang membuka pintu kamarku seketika. Saya menyadari pasti siapa yang
sedang membuka pintu sekaligus berhasil berdiri di hadapanku sekarang.
“Kenapa
ayah tidak bisa membuang manusia iblis jauh keluar dari hidupnya?” melampiaskan
emosionalku semakin hebat dalam pelukan ka’Lazki.
“Ayah
hanya ingin mendekap anaknya yang sedang tersesat bahkan hilang sekian tahun
lamanya, apa itu salah menurutmu?” ka’Lazki seakan menjadi pembela terbaik…
“Setelah
semua kelakuan iblisnya?” balik bertanya.
“Dia
memang benar-benar iblis di mata semua orang terlebih buatmu pribadi, tapi
tidak bagi pria tua seperti ayah, sampai kapanpun hatinya hanya ingin membuktikan
tentang kembalinya anak yang terhilang setelah sekian tahun berlalu” ka’Lazki.
“Sulit
memprediksi kehidupan seseorang, jadi jangan membenci dia lebih dalam” ujar
ka’Lazki kembali. Satu hal, seperti apapun pernyataan bijak ka’Lazki tetap
hatiku ingin selalu membenci manusia iblis. Mereka tidak tahu betapa sakitnya
hidup ketika menjadi diriku, bunda, juga Nara.
Menjalani
hari tanpa menyapa ayah merupakan jalan terbaik buatku pribadi. Lebih baik
berada dalam diam dibanding berkata-kata namun semakin menyakitkan. Focus
terhadap ujian sekolah memang hal terbaik buatku sekarang, walaupun dunia
berkata saya mustahil untuk dinyatakan lulus. Pak Brian masih setia menjadi
guru privat terbaik demi ujian kelulusanku tahun ini. Jujur, sampai detik
sekarangpun permasalahan perkalian masih menjadi akar permasalahan terbesar bagi
manusia terbodoh seperti Nefrit Fidelis.
“Tuhan
dapat menghancurkan batu melalui tetesan lembut air, terlebih kasus ujian
kelulusanmu dan juga masalah talenta tersembunyi dalam dirimu” satu pernyataan
pesan email dari seseorang yang tidak kukenal sama sekali. Tanpa rasa bosan
mengirim pesan demi pesan hanya buatku pribadi. Seakan terdapat penghiburan
tersendiri ketika hati sedang mempelajari setiap makna dari kiriman email
tersebut.
“Jangan
membenci Tuhan untuk alasan apapun” kembali kiriman pesan melalui email bermain
lagi. Tuhan, buat saya lupa tentang akar kekecewaan dalam lingkaran hidupku
pribadi terhadap diriMU hanya karena masalah ketidakadilan yang terus saja
mempermainkan hidup. Ada saat dimana rasa marah disertai kekecewaan berlebih
terhadap Tuhan jauh lebih kuat bermain bahkan semua itu sering terjadi.
Langkahku selalu berbeda dibanding siapapun ketika berjalan melewati satu alur
cerita.
Sebagian
besar dari orang disekitarku begitu mudah meraih apa yang diingini hatinya,
sedang jalanku sendiri berkata lain. Kata sulit, tidak menemukan cara paling
tepat, tersudutkan, segala jalan selalu saja ditutup membuatku semakin meringis
melihat kisahku sendiri. Di luar sana terdapat mereka dengan seribu talenta,
sementara kisahku menemukan satu jenis talenta tersembunyi membutuhkan waktu
panjang. Dunia manusia terbodoh hanya bercerita tentang kekurangan semata tanpa
masa depan.
Berada
di dapur untuk menyatakan kisah lain bersama talenta tersembunyi memang
benar-benar ada dalam dunia Nefrit Fidelis atau masih harus mencari lagi?
Mencoba mempelajari kembali beberapa bumbu dapur setelah sekian tahun tangan
tidak lagi menyentuhnya. Menghaluskan bawang putih, merica, ketumbar, pala
kemudian menggabungkan secara keseluruhan dalam satu wadah. Memecah dua butir telur,
memasukkan kunyit, potongan ayam bersama bumbu sebelumnya, dan terakhir
merendam sekitar tiga puluh menit setidaknya seluruh bahan meresap sempurna.
Langkah selanjutnya adalah ayam siap digoreng menggunakan tepung, setidaknya
saya mencoba dari pada tidak sama sekali…
Menggoreng
tanpa menggunakan bumbu merupakan versi lain menurut pemikiranku. Dengan kata
lain, saya menggunakan dua versi untuk resep hasil karyaku. Ayam dapat diganti
menjadi potongan daging bebek sesuai selera. Sebagai sambal lalapan tangan
mulai mengulek cabe hijau, bawang goreng, garam, penyedap rasa menjadi satu
kemudian memeras jeruk puruk segar juga memberi sedikit minyak panas. “Semoga
rasanya tidak mengecewakan” berbicara pada diri sendiri. Menata di atas meja
makan, minimal kami sekeluarga dapat makan malam bersama setelah semua kejadian
yang terjadi.
Seseorang
tiba-tiba saja mengetuk pintu rumah mengalihkan pandanganku. Berjalan menuju
pintu depan untuk mengintip dari cela-cela jendela rumah. “Pak Brian” terkejut
seketika. Hal terkacau selanjutnya adalah dia berterus terang ingin makan malam
di sini karena kelaparan beberapa jam lalu. Antara ingin tertawa mendengar
pernyataan guru sekolahku sendiri…
“Makanannya
enak betul” berteriak sambil makan tanpa rasa canggung sedikitpun dengan
anggota keluarga lain.
“Sangat
enak, ini Lazki yang buat?” Tanya bunda pertama kali melihatnya melahap makanan
di hadapannya seolah lupa akan segala jenis tangisannya.
“Bunda
seperti mengejek Lazki” raut wajah ka’Lazki menyatakan rasa tersinggung luar biasa.
Bagaimana tidak, hasil masakan ka’Lazki selalu saja gosong, hambar, bahkan nasi
jadi bubur dan semua itu terdengar penghinaan.
“Lantas
siapa yang masak kalau tidak ada yang mengaku?” cetus pak Brian. Melihat mereka
semua makan dengan lahap membuat hatiku sedikit terhibur. Tidak pernah
membayangkan hasil masakanku dapat membuat mereka tersenyum beberapa saat. Ayah
terus saja menambah makanan ke piringnya dan terlihat memperebutkan satu
potongan ayam tersisa bersama pak Brian.
“Ini
buat saya saja” Sejak kapan pak Brian begitu akrab dengan anggota keluargaku
yang lain?
“Yah
habis” rasa kesal ka’Lazki membenci tingkah pak Brian.
“Masih
ada di dapur” segera berdiri mengambil sisa potongan ayam.
“Berarti
ini masakan Nef?” serentak mereka berbicara bersamaan tanpa mengedipkan mata
hampir tak mempercayai semua ini. Anggota keluarga menganggap saya tidak bisa
memasak karena kenyataan kalau kaki sama sekali tidak ingin melangkah menuju
dapur sampai kapanpun sebagai juru masak.
“Kenapa?
Memang apa yang salah?” bertanya balik…
“Sangat
enak” jawaban mereka kembali serentak. Tuhan, apakah talenta tersembunyi untuk
membangun masa depanku dengan berada di dapur? Objek lain lagi adalah seseorang
mendaftar namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak tanpa sepengetahuanku.
Seluruh anggota keluarga juga tidak tahu menahu akan hal tersebut.
“Apa
salahnya mencoba demi sebuah tantangan?” ka’Lazki menatap ke arahku seketika.
Akhir cerita selanjutnya adalah saya tersingkir pada babak penyisihan dan
terdengar lucu…
“Tidak
berarti adikku menyerah begitu saja hanya karena gagal pertama kali” pernyataan
ka’Lazki membawaku masuk dalam dekapannya di tengah keramaian jalan. Seperti
ada satu kekuatan membuatku ingin bertahan demi perjalanan beda dari siapapun.
Kelanjutan kisah hidup manusia bodoh adalah seseorang secara diam-diam
mendaftarkan namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak di beberapa
tempat. Ayah, bunda, ka’Lazki, pak Brian membantah bahkan berani bersumpah
kalau yang melakukan semua itu.
Haruskah
saya berterimah terhadap orang tersebut karena satu objek berlari ke hadapanku?
Mendapat kiriman selembar kertas, pesan email, dan sekarang namaku selalu
tercatat sebagai peserta kontes masak di berbagai tempat. Hal terkacau lagi
yaitu tentang kekalahan terus terjadi pada babak penyisihan. Kenapa juga saya
harus mempercayai satu lembar kertas tentang talenta tersembunyi dari jalanku
berada pada area masak memasak. Focus belajar memang jauh lebih baik untuk saat
ini. “Minimal saya harus lulus sekolah.”
“Nef,
selamat namamu masuk daftar kelulusan” teriak pak Brian berlari ke arahku
bahkan memelukku di tengah kumpulan teman-teman sekolahku hingga menjadi pusat
perhatian seketika. Selama beberapa waktu focus belajar sampai membuahkan hasil
seperti sekarang.
“Pak
Brian memeluk manusia bodoh” ucapan seorang siswi.
“Saya
tidak percaya ini” teriak yang lain.
“Apa
sih kelebihan dia pak?” Nesia bertanya-tanya heran.
“Acara
kelulusan paling menyebalkan sedunia” berteriak kembali.
“Dia
itu tidak menarik, jelek, miskin, kakaknya iblis, orang tuanya terkena kutuk,
selalu sial, lebih hancur lagi baru lulus tahun ini…” salah satu temanku
melontarkan penghinaan lagi.
“Jauh
amat perbedaannya ibarat langit dan bumi” kalimat paling menyakitkan seakan
mereka berhak menjadi Tuhan atas hidupku. Hidup hancur berarti tidak berhak
memiliki pasangan berkualitas, walaupun dikatakan antara saya dan pak Brian
hanya sebagai murid dan guru. Kenapa begitu sakit…?
“Jalan
hidup seseorang mempunyai misteri tertentu. Kisah kemarin, hari ini, esok
memiliki perbedaan pula dengan kata lain bisa saja seseorang dikatakan hancur
menurut pikiran banyak orang dapat menjadi berlian suatu hari kelak” satu
pernyataan seorang guru menampar mereka semua. Apakah saya mempunyai kemampuan
lebih demi satu pembuktian tentang masa depan? Mereka terus saja bermain di
area sekitarku hanya untuk melontarkan kalimat-kalimat iblis.
Senang
akhirnya manusia bodoh lulus sekolah, tetapi sekaligus menyakitkan mendengar
sindiran kasar seakan terus saja menancap menghancurkan kehidupan. “Itukan
manusia iblis? Sekarang sudah jadi pemulung sampah” seseorang tiba-tiba saja
berteriak menunjuk ke arah jalan besar. Tidak pernah menyangka kisah hidup
iblis terjahat berubah drastis menjadi seorang pemulung sampah. Tanpa sengaja
kami berdua bertabrakan sekitar pertengahan jalan lain. Rasa benci terhadapnya
tetap bermain jauh di dasar bahkan tersimpan kuat.
“Kau
iblis bukan manusia” berkata-kata di hadapannya, minimal luka hati dapat
terlampiaskan…
“Kenapa
saya harus mempunyai kakak sepertimu?” berteriak lebih keras sebelum akhirnya
berlari jauh meninggalkan manusia paling terkejam sedunia. Dunia tahu akan
kisah manusia bodoh memiliki seorang kakak terkacau bahkan selalu menghancurkan
hidup siapapun.
Sampai
sekarang adik kecilku belum juga membuka matanya karena peristiwa kemarin.
Andaikan semua itu tidak terjadi, tentu Nara akan berlari kecil ke arahku dan
memelukku memberi kehangatan. “Ka’Nef
bukan manusia bodoh” ucapan gadis kecil masih terus saja terngiang di
telingaku setiap menatap dirinya terbaring kaku…
“Nara
harus bangun” menangis keras di samping tempat tidurnya.
“Dimana
Nara yang kakak kenal kemarin? Kenapa Nara sekarang terlalu lemah? Kenapa
matamu tidak pernah bisa terbuka demi ayah dan bunda?”
Gadis
kecil masih terbaring koma dan entah kapan semua itu berakhir. Secara akal
logika dia bisa saja pergi untuk selamanya, namun entah mengapa tubuh Nara
tetap bertahan terbaring kaku di rumah sakit. Gibran Fidelis memang terkena
kutuk sampai ketiga anaknya berada pada sisi alur cerita terkacau di antara
paling terkacau. Pria tua masih terus mencoba berjalan untuk sebuah pembuktian
tanpa memperdulikan ucapan banyak orang. Bisakah seorang ayah seperti dirinya
menyatakan pada dunia tentang kemenangan mencapai garis finish?
“Nef”
ternyata ka’Lazki terus saja mengekor di belakangku sejak tadi. Menarik
tanganku menuju bagian belakang motornya, kemudian membawaku pergi menuju satu
tempat. Kupikir kami akan kembali berada pada satu area perkampungan seperti
kemarin ternyata dugaanku salah. Sebuah rumah berukuran kecil tidak jauh dari
sudut jalan besar.
“Siapa
dia?” tegur seseorang ketika membuka pintu rumah.
“Adik
kecilku paling cantik” jawaban ka’Lazki. Rumah itu di jadikan sebagai tempat
berkumpul sahabat-sahabat ka’Lazki. Memilliki sahabat yang selalu peduli
membuatku iri melihat kehidupan kakak sepupuku sendiri. Kenapa tidak seorangpun
ingin berteman denganku?
“Kenalkan
adikku Nefrit, panggil saja Nef biar lebih cute” ka’Lazki.
“Ini
Bianca, Noldy, Fey, Abril, Cristal, Reynand, Darrel” ka’Lazki menyebut nama
mereka satu per satu.
“Salam
kenal” nada serentak mereka. Kisah lain dari ka’Lazki yaitu mempunyai satu
perkumpulan dengan beranggotakan beberapa orang dari bidang berbeda. Pelukis, dunia
medis, penyanyi, penulis, ilmuwan, desainer, ballerina, merupakan jenis
pekerjaan yang mereka jalani. Rumah ini memberikan cerita unik bagi mereka
ketika berkumpul kembali. Pertama kali merasakan suasana hangat tanpa pembulyan
kiri kanan.
“Kami
juga bisa dikatakan kacau seperti dirimu” ka’Bianca mulai bercerita.
“Saya
jauh lebih cengeng lagi” penuh semangat ka’Noldy berkata-kata.
“Pada
hal laki-laki tapi lebih cengeng dari perempuan” ledek kakakku. Kehidupan
mereka semua mengerikan dan entah bagaimana cerita hingga Tuhan mempertemukan
satu sama lain sampai akhirnya persahabatan pun terjalin dari waktu ke waktu.
Ka’Bianca dikenal sebagai pelukis jalanan dengan ciri khas unik.
Awal
kisahnya terbilang tragis dibanding kehidupan semua orang. Anak korban
perceraian orang tua hanya karena masalah perbedaan bersama kisah
perselingkuhan menjadikan ka’Bianca terlunta-lunta tanpa arah. Tidak dapat
disangkal banyak anak mempunyai jalan cerita berantakan sebagai akibat
perceraian orang tua. Papanya mengalami kebangkrutan sampai akhirnya meninggal
karena serangan jantung tiba-tiba. Teman perselingkuhan sang papa melakukan hal
terkeji dibelakang sampai perusahaan besar milik keluarga jatuh ke tangan orang
lain. Terpuruk, terkucilkan, kekurangan kasih sayang, hidup di jalan seorang
diri merupakan alur cerita seorang Bianca. Sang mama menikah bersama pria
selingkuhannya tanpa pernah peduli anak kandung sendiri. Egois kalimat paling
tepat bagi ibu seperti dirinya.
Narkoba, menjadi preman, kehilangan arah,
penyimpangan seks dengan berhubungan sesama jenis alias lesbian adalah hal
terkeji mengikat hidupnya. Akhir cerita seorang Bianca mengenal seberkas cahaya
setelah pertemuan tak terduga dengan beberapa personil dari komunitas mereka.
“Saya butuh perjuangan agar terlepas total dari ikatan narkoba dan semua itu
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kisah jatuh bangun berulang kali
sampai saya berhasil keluar…” ka’Bianca mengenang kembali kisah masa lalunya.
“Hidup
Nef masih jauh lebih baik dibanding kehidupanku sendiri” ka’Bianca.
“Nef
masih memiliki ayah dan bunda terbaik walaupun alur kisah hanya bercerita
tentang jalan berliku” ka’Cristal tersenyum manis ke arahku. Tidak pernah
menyangka ka’Lazki mempunyai perkumpulan geng semacam ini. ‘Secerca Harapan’
memang benar-benar menggambarkan permainan seni ketika berpetualang. Kedua kata
tersebut digunakan sebagai nama perkumpulan mereka bukan tanpa alasan.
“Lazki
banyak bercerita kalau adiknya masih berjuang mencari talenta tersembunyi”
ka’Darrel.
“Jangan
patah semangat untuk mencari sesuatu yang tersembunyi kemudian membawanya ke
permukaan walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang diantara paling
terpanjang” ka’Cristal.
“Sebenarnya
sih adik kecilku sudah menemukan bagian talenta tersembunyi dalam dirinya,
hanya masih belum yakin 100%” ka’Lazki mencubit wajahku. Menjelaskan tentang
selembar kertas di kamar seakan memberi titik harapan bagi masa depanku. Entah
mengapa saya merasa nyaman berada di tengah mereka dan mulai mencurahkan
perasaanku selama ini. Mataku terbuka akan kisah petualangan hidup Nefrit masih
jauh lebih baik dibanding kisah beberapa personil komunitas Secerca Harapan.
“Bukan
berarti Nef selalu kalah dalam babak penyisihan terus berhenti begitu saja
dong” cetus Abril yang ternyata seumur denganku.
“Siapa sih tidak kenal Fey terlihat seperti
orang bodoh. Fey butuh proses panjang melakukan banyak hal di dunia medis.
Mungkin orang lain dengan begitu mudah menguasai tehnik menghadapi pasien
partus kala 2-3, menjahit, pemeriksaan vaginal touch, pemasangan infus, penguasaan
alat-alat cyto, dan masih banyak lagi tetapi tidak buatku” ka’Fey sepertinya
curhat…
“Apa
saya menyerah saja karena terlalu bodoh? Jawabannya berulang kali gagal, tetapi
saya ingin terus belajar bahkan berjuang walaupun proses yang saya jalani butuh
waktu panjang sampai detik sekarang” ka’Fey.
“Ada
orang memperlihatkan skil terbaik pada usia masih terlalu belia, mempunyai
kekayaan terbesar di usia kepala dua seperti Marck Zuckerberg pendiri FB, multi
talenta bahkan kecantikan pun nomor satu bagi beberapa kalangan artis, tapi kau
tidak bisa menyamakan/ membandingkan kisahmu dengan mereka” ka’Cristal.
“Nef
harus percaya kalau jalanmu mempunyai alur petualangan tersendiri sekalipun
dikatakan hanya memberikan kegagalan setiap saat. Lakukan yang terbaik,
selebihnya Tuhan akan beracara suatu hari kelak dan jangan menyerah” ka’Bianca.
“Kekurangan
kasih sayang, terkucilkan, menjadi korban buly, manusia terbodoh, kegagalan,
terluka merupakan hal biasa ketika seseorang mengarungi satu lembah tertentu.
Kepribadianmu menentukan hal tidak biasa saat berhadapan dengan semua objek
seperti itu. Ngerti?” ka’Cristal. Ucapan mereka semua menunjukkan tentang
sesuatu hal berbeda buatku pribadi. Terdengar nada ceramah terpanjang, namun
membuka mata menyingkapi alur petualangan ketika berjalan. Saya hanya harus
berjuang demi satu masa depan terbaik tanpa harus menyerah begitu saja. Hidupku
mempunyai kisah tersendiri…
Bagian
13…
Nefrit Fidelis…
Dunia
seorang Nefrit berputar setelah berada di tengah mereka. Belajar menyingkapi
hidup bahwa bukan diri sendiri satu-satunya manusia paling terkacau oleh sebuah
objek penderitaan. “Pertama kali buatku diterima dengan kehangatan” suara hati
manusia bodoh berbisik di dalam. Berada bersama mereka menikmati sesuatu yang
tidak pernah dirasakan.
“Wah
ini lukisan ka’Bianca?” terpesona melihat satu karya di hadapanku. Seakan
terdapat makna penuh misteri dibalik lukisan tersebut. Seperti itulah dunia pelukis
jalanan terkadang menciptakan hasil karya tak terpikirkan oleh siapapun. Pada
lukisan tersebut terlihat jelas jika seorang balita masih berusia setahun
sedang berjalan merangkak pada satu area puncak gunung tinggi. Sang balita
mulai mencoba merangkak memakai tangan mungilnya untuk menggapai satu
petualangan tertentu. Tatapan takut, histeris, sinis, seakan tidak perduli
menghiasi wajah orang-orang yang sedang berjalan melewati balita tersebut.
Logika manusia bercerita jika si’balita akan terjatuh sesaat lagi. Dua titik
sinar dari arah berlawanan bertemu dan menjadi satu tiba-tiba muncul yang
kemudian berjalan masuk dalam tubuh mungil anak masih berusia setahun.
“Kalau
boleh tahu dua titik sinar ini berasal dari mana?” mencari jawaban terhadap
sang pelukis.
“Kekuatan
doa dari dua arah sedang berjuang yang kemudian berubah menjadi setitik sinar
menyatu menjadi sebuah kekuatan tanpa disadari oleh sang balita” ka’Bianca.
“Kekuatan
doa?” masih sedikit bingung.
“Kau
harus percaya tentang seseorang dan malaikat yang tidak terlihat disediakan
Tuhan di sampingmu sedang berjuang berdoa mempertahankan manusia lemah untuk
merangkak, mendaki, mencapai satu masa depan terbaik” ka’Bianca. Banyak orang
tidak perduli, menyerang, histeris, ketakutan tetapi dua pribadi bertahan ingin
menyatakan kemenangan bagi seseorang yang dikatakan tidak dapat melakukan
apapun di dunia bahkan terlalu lemah dari segala aspek manapun.`
“Siapa
yang mau peduli tentangku?” merindukan menjadi seperti anak pada lukisan
ka’Bianca.
“Bagaimana
dengan sosok ayah terbaik sedang berjuang membawamu pada garis finish?”
ka’Lazki tiba-tiba saja hadir di tengah kami seketika. Rumah kecil kembali
tersenyum akan kehadiran satu personil lainnya. Memang harus kuakui tentang
kisah ayahku selalu menjadi ayah terbaik buatku.
“Mungkin ayah bukan seorang ayah terbaik dan
sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi setidaknya teruslah berada dalam
dekapan ayah jika kau merasa terluka” kata-kata ayah terngiang memenuhi
gendang pendengaranku. Pria tua hanya ingin membuktikan tentang kemenangan
sebagai ayah walaupun dikatakan semua itu mustahil terjadi. Mendekap ketiga
buah hatinya dengan cara berbeda diantara para ayah manapun. Air matanya
mungkin tidak pernah terlihat olehku karena tersembunyi kuat.
“Saya
harus berjuang membuktikan pada dunia jika ayahku selalu menang mendekap
hidupku” berkata-kata pada diri sendiri. Mulai hari ini rasa takut, kecewa,
marah, air mata harus kulenyapkan dari jalanku. Mencoba bangkit dan belajar
berjalan walaupun dikatakan hanya dapat merangkak sama seperti sang balita pada
lukisan tersebut. Seseorang berulang kali mendaftarkan namaku sebagai peserta
kompetisi memasak, namun selalu saja gagal pada babak penyisihan. Seakan dia
tetap percaya tentang letak kemampuan luar biasa pada diriku.
Tanganku
mulai terus berlatih mengolah bahan makanan menjadi satu masakan istimewa.
“Selesai” tersenyum puas setelah beberapa hari mencoba menciptakan menu
special. Nasi goreng special bakar terdengar aneh tapi tidak buatku. Menghaluskan
beberapa bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, kemiri menjadi satu
kemudian menumis hingga bau harum tercium. Masukkan nasi putih, potongan kacang
panjang diiris berukuran tipis, penyedap rasa, garam sambil terus diaduk. Hal
selanjutnya adalah taburkan suiran ayam, jamur, potongan sosis, cumi, potongan
sosis, udang sambil di aduk terus hingga tercampur rata. Bungkus nasi goreng
memakai daun pisang atau daun bambu sesuai ukuran selera, langkah selanjutnya
adalah panggang di atas arang. Sajikan pada mangkuk yang telah disediakan
bersama saus sambal menurut selera pula.
“Buat
ayah dan bunda” membawa hasil olahan tanganku sendiri ke hadapan mereka.
“Ini
olahan Nef?” ayah terus saja makan dengan sangat lahap.
“Saya
juga mau” di luar dugaan pak Brian berlari masuk ke rumah segera mengambil
piring menyantap makanan di depannya. Kenapa bekas guru sekolahku hadir di
rumah terus? Bagaimanapun saya harus berterima kasih atas ujian kelulusan
sekolahku. Tidak pernah bosan menjadi guru privat gratis buatku. Ayah dan pak
Brian langsung akrab pertama kali mereka bertemu.
“Sangat
enak” pujian pak Brian.
“Anak
ayah jago masak rupanya” tidak lagi mengingat perselihan di antara kami hanya
karena memperdebatkan manusia iblis. Perjalanan selanjutnya dimana ayah menyuruh
saya melanjutkan kuliah. Kisahku tidak bercerita tentang tingkat IQ tinggi,
jadi pemikiran melanjutkan pendidikan sama sekali tidak terpetik dalam benak.
Menolak keinginan ayah merupakan keputusan terbaik, terlebih biaya rumah sakit
Nara masih terus berjalan.
Ternyata
seseorang secara diam-diam membayar penuh biaya rumah sakit Nara dengan kata
lain ayah tidak mengeluarkan uang sepersen pun. Siapa malaikat itu? Jadi uang
tabungan ayah bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan. “Kau bisa kuliah
dengan uang ini” ujar ayah terhadapku.
“Otak
Nef benar-benar tidak bisa berfungsi untuk masalah akademik” kalimatku.
“Terus
anak ayah harus selamanya jadi manusia bodoh?” tegur ayah.
“Nef
bodoh di semua bidang, percuma melanjutkan kuliah”
“Ayah
tidak menuntut Nef mempunyai nilai tinggi, setidaknya buktikan pada dunia
tentang masa depanmu” ayah.
“Nef
akan buktikan tapi bukan di dunia yang hanya mengandalkan tingkat IQ.”
“Nef”
tegur ayah.
“Beri
Nef kesempatan untuk memilih apa yang kusukai” pernyataan memohon di hadapan
ayah.
Saya
ingin menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak. Mulai percaya tentang
talenta tersembunyi dalam diri berada pada dunia masakan dan bukan bidang lain.
Belajar menekuni apa yang kusukai tanpa harus patah semangat karena mengalami
kegagalan setiap saat. Seseorang kembali mendaftarkan namaku pada salah satu
tempat kursus tata boga tidak jauh dari tempat tinggalku. Siapa dia? Apakah dia
orang yang sama dibalik pembayaran biaya berobat Nara? Seakan orang tersebut
berperan sebagai malaikat tak terlihat bagi keluargaku.
“Semua
karena mimpi ingin membuktikan pada dunia tentang talenta tersembunyi dalam
dirimu. Jadi, kau harus terus mencoba mencoba dan mencoba kembali” isi pesan
melalui email. Apakah dia orang yang sama dibalik pendaftaran biaya kursusku
tanpa sadar? Untuk kesekian kalinya namaku kembali terdaftar sebagai peserta
perlombaan memasak pada salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.
Rasa-rasanya saya ingin tertawa hebat karena kembali gagal pada tahap
penyisihan.
Gagal
untuk kesekian kalinya bukan berarti menghalangi langkah tetap berjalan pada
apa yang kusukai. Saya pasti bisa mengguncang dunia suatu hari kelak dengan
berbagai resep masakan hasil karyaku sendiri. Mencari pekerjaan sampingan
selain kursus tata boga itulah yang sedang kujalani sekarang. Memasukkan
lamaran kerja di beberapa restoran minimal membantu saya untuk satu petualangan
berikutnya. “Mulai besok kau bisa bekerja disini” pada akhirnya kata tersebut
terngiang di telingaku setelah penantian panjang si’pencari kerja. Walaupun
berperan sebagai tukang cuci piring, setidaknya saya bisa sedikit mengamati
para chef restoran disini jika sedang menyajikan berbagai masakan.
“Nef”
tegur seseorang menghentikan pekerjaanku.
“Ka’Darrel”
aktifitas sebagai tukang bersih-bersihpun terhenti seketika. Ternyata mereka
semua janjian berkumpul di restoran ini. Akhir cerita, statusku sebagai tukang
cupir sekaligus tukang bersih-bersih ketahuan oleh mereka semua. Tidak satupun
dari mereka menertawakan jenis pekerjaanku sekarang. Tetap memberi semangat
buatku untuk satu petualangan terbaik.
“Nef
santai saja lagi” tegur ka’Reynand.
“Kemarin
Fey masuk rumah sakit tidak dikatakan langsung menangani pasien, melainkan
berperan sebagai tukang bersih-bersih juga” ka’Fey.
“Berarti?”
kalimatku.
“Menyapu,
mengepel, lap kaca, cuci peralatan, bersihkan tempat tidur dan tidak dikatakan
langsung menangani pasien…” ka’Fey.
“Memulai
masa depan tidak dikatakan langsung pada satu area paling inti sekaligus
terbaik diantara yang terbaik, kau harus belajar menjalani perkara kecil bahkan
dikatakan hina oleh semua orang sebelum Tuhan mempercayakan perkara besar
buatmu” ka’ Reynand.
“Seperti
itulah” ka’Fey mengangguk. Terharu mendengar ucapan mereka tanpa harus
memojokkan apa yang ada dalam hidupku. Dengan setia menunggu sampai pekerjaanku
selesai sehingga kami dapat berkumpul bersama. Mengajakku menuju satu tempat
tidak terpikirkan olehku selama ini. Menikmati suasana taman bermain
bersama-sama. Setelah puas mereka membawaku melihat satu ruang dimana
mengisahkan tentang kisah sama denganku sebelumnya.
“Tempat
apa ini?” tanyaku melihat segala jenis peralatan kiri kanan…
“Biasa
ruang manusia tukang imajinasi seperti Darrel” sindir ka’Lazki. Tempat dimana
seseorang sedang berjuang menghasilkan satu karya dalam bentuk teknologi.
“Semua
berawal dari kata jatuh bangun, ejekan, hanya tahu berimajinasi tanpa dapat
melangkah, dan masih banyak lagi” ka’Fey.
“Maksudnya?”
ujarku.
“Awal
kisahku hanya mengenal dunia imajinasi ingin menciptakan beberapa
teknologi-teknologi terbaru. Permasalahan biaya, dasar pendidikan, jalan
tertutup, dan beberapa hal lain menjadi kendala utama sampai kisahku yang ingin
berperan sebagai seorang ilmuwan selalu saja mengalami kegagalan. Beberapa
orang mengejekku hanya tahu berimajinasi, pada hal saya tidak berbicara tinggi
bahkan tetap diam. Mereka hanya tahu menyerang tapi tidak pernah merasakan
sekaligus menjalani kehidupan yang saya alami” ka’Darrel.
“Lantas?”
“Saya
juga sedang mencari jalan buat mengejar sekaligus menunggu Tuhan menyatakan
mujizat dalam segala setiap kelemahanku” ka’Darrel. Akhir cerita adalah tangan
Tuhan benar-benar bekerja untuk menyatakan satu kekuatan. Menjadi ilmuwan
memang tidak mudah tetapi pada akhirnya dapat dijalani oleh manusia seperti
ka’Darrel. Beberapa tokoh-tokoh penting dari dunia internasional berjalan ke
arahnya sehingga di akhir kata mimpi tersebut benar-benar terwujud. Ternyata
dia hanya datang berlibur semata di Negara ini karena terikat perjanjian kerja
sama di tempat lain. Tempat yang sedang kami injak sekarang ternyata gudang
rumah miliknya.
Salah
satu alat temuan terbaru dari ilmuwan bernama Darrel Kahlil adalah system alat
yang digunakan bagi dunia medis. Alat ini multi fungsi karena dapat digunakan
sebagai pemeriksaan beberapa penyakit Ca serviks tanpa melakukan pap smear, infeksi
menular seksual, system kuretase, dan pemasangan kontrasepsi IUD. Terdiri dari
beberapa jenis perpaduan alat, lampu sorot kecil, kamera kecil, dan sebuah layar untuk melihat bagian dalam
reproduksi wanita pada saat melakukan beberapa tindakan medis. Pada pemeriksaan
pap smear tentu mengambil lendir sekitar mulut Rahim dan pemeriksaan
selanjutnya adalah membawa ke laboratorium proses lebih detail. Alat ini
tinggal memakai speculum tapi dibuat digital melalui mulut vagina dan
memposisikan dengan baik kamera kecil agar dapat terlihat lebih jelas melalui
layar. Singkat cerita, tangan memainkan sebuah tombol yang berperan sebagai
alat untuk mengambil sampel lendir dengan sendirinya melalui mulut Rahim.
Proses
kerja selanjutnya adalah alat kecil tersebut akan menghubungkan sampel lendir
serviks langsung pada bagian lain dari alat ini untuk mengeluarkan hasil apakah
dinyatakan positif/ negative terdiagnosa Ca serviks ataupun penyakit reproduksi
wanita lainnya dalam waktu hitungan menit. Sementara system kuretase biasa
sering dilakukan pada pasien abortus maupun rest plasenta (tertinggalnya sisa
plasenta beserta membrannya dalam cavum uteri). Pada kasus system kuret dimana
tetap memakai speculum sebagai pemasangan alat pertama tanpa pergantian untuk
membuka vagina bersama kamera kecil pada bagian tengah dan lampu sistematis.
Tangan hanya memainkan satu jenis tombol yang berfungsi sebagai sendok kuret
keluar-masuk vagina untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dengan tetap berfokus
pada layar agar terlihat lebih detail.
System
pemasangan IUD sendiri hanya dengan mengganti alatnya tetapi tetap berpatokan
pada speculum sebagai pembuka vagina di awal cerita seperti biasa bersama
kamera kecil dan lampu sorot kecil sekitar bagian tengah. Langkah selanjutnya
yaitu tangan memainkan tombol pemasangan kontrasepsi IUD untuk memasang secara
digital sekitar bagian serviks vagina. System penjepit porsio yang digunakan
pun akan dimainkan melalui tombol sambil terus melihat ke layar pada saat
proses masih terus berlanjut sampai selesai.
“Penjelasan
cukup detail juga” sindir ka’Lazki. Seperti inilah kisah ketika kembali
berkumpul satu sama lainnya. Saya ingin belajar berjalan sesuai dengan talenta
dalam diriku untuk meraih masa depan sendiri sama seperti mereka. Mungkin saya
tidak bisa berperan sebagai seorang ilmuwan, tetapi minimal kisahku juga harus
memberi alur tersendiri dengan apa yang kumiliki. Menyuguhkan berbagai resep
masakan hasil olahan dengan tanganku sendiri di hadapan banyak orang.
Tuhan,
kalau mereka dapat menjalani hidup tentu saya pun bisa melewati semua. Selalu
bersemangat bekerja pada salah satu restoran, kursus memasak, mempraktekkan
aneka resep masakan hasil olahan sendiri. “Hai Nef” terkejut untuk kesekian
kalinya melihat pak Brian berdiri sekitar restoran tempatku kerja. Seakan guru
sekolahku selalu saja mengekor kemanapun saya berjalan.
“Kenapa
bapak bisa tahu tempat kerjaku?” saya sama sekali tidak pernah memberi tahu
jenis pekerjaanku di hadapannya.
“Kan
saya diberi tahu Tuhan” godaan pak Brian.
“Raut
wajah bapak saja terlihat jarang doa, bagaimana ceritanya diberi tahu Tuhan?”
“Pandang
enteng amat” rasa kesal pak Brian. Terimah kasih Tuhan mengirimkan pak Brian
sampai akhirnya saya bisa lulus sekolah tahun ini. Sejenak berpikir jika
malaikat tak terlihat mata ternyata guruku sendiri di beberapa aspek jalanku.
Mengirimkan selembar kertas berisi talenta tersembunyi, pesan-pesan penyemangat
hidup lewat email, bahkan membayar uang kuliah. Jangan-jangan pak Brian juga
tokoh utama dibalik pembayaran biaya rumah sakit Nara?
“Sepertinya
ada perkelahian di sana” segera menarik tanganku agar bersembunyi setelah kami
berhasil melewati jalan yang memang raya besar.
“Manusia
iblis” kalimatku seketika. Sekumpulan orang mengeroyok dirinya tanpa henti,
setidaknya dia pantas mendapat hukuman setimpal. Brian segera berlari keluar
mencoba mengalihkan perhatian dengan sengaja membunyikan sirena polisi melalui
aplikasi android miliknya. Mereka semua segera berlari meninggalkan manusia
iblis seorang diri.
“Kenapa
bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” teriakku sangat geram.
“Kau
mengenal orang ini?” pak Brian.
“Saya
mengenal dia sebagai iblis bukan manusia” nada geram pada diriku semakin
meledak. Jujur, rasa benci terhadap sang iblis tidak akan pernah sirna apapun
yang terjadi. Pak Brian masih tetap berusaha membantunya tanpa memperdulikan
perasaanku.
“Buatmu
dia iblis, tapi bagiku dia sahabat” terkejut mendengar pernyataan pak Brian.
Jadi, selama ini antara pak Brian dan manusia iblis terjalin satu ikatan
persahabatan, bagaimana bisa seorang guru terbaik mempunyai sahabat semacam
ini. saya tidak akan pernah bisa memaafkan apapun perbuatannya kemarin. Entah
mengapa, manusia iblis hanya diam membisu setiap kali mulutku melayangkan
ucapan-ucapan kasar.
“Kenapa
saya harus mempunyai kakak iblis seperti dirimu?” berteriak semakin keras sambil
berlari meninggalkan mereka. Ayah, ka’Lazki, juga pak Brian sama saja selalu
menjadi pembela sang manusia iblis. Saya benar-benar membenci si’manusia iblis.
“Tuhan,
kenapa saya harus lahir dari Rahim yang sama dengan manusia iblis?” itulah
diriku selalu marah karena rasa ketidakadilan Tuhan. Beberapa waktu lalu
hidupku belajar untuk tidak marah terhadap sang pencipta, namun kegeramanku
kembali muncul disaat manusia paling kubenci hadir di hadapanku. Betapa
sulitnya melenyapkan setiap amarahku. Saya benar-benar membenci bahkan
menginginkan dia lenyap saja dari permukaan bumi.
“Kakak
harus bagaimana?” menatap pada wajah gadis kecil yang masih terbaring tanpa
pernah tahu kapan diri terbangun dari tidur panjangnya.
Bagian
14…
Feivel Fidelis…
Sekelompok
manusia tiba-tiba saja menghadang jalanku. Mereka merupakan kumpulan mafia
narkoba musuh bebuyutanku jauh sebelum meninggalkan jurang gelap kemarin. Darah
segar mengalir tanpa berhenti dikarenakan pukulan demi pukulan terus berirama
terhadap tubuhku sendiri. “Tuhan, beri saya kesempatan bernafas” menjerit di
dasar hati disela-sela serangan tinju mereka terhadapku. Saya hanya ingin
melihat ayah tersenyum, bunda berhenti menangis, adikku Nefrit berhasil
menggali talenta tersembunyi dalam dirinya, dan malaikat kecil yang sedang tertidur
pulas karena perbuatan bejatku segera terbangun.
Saya
masih ingin berjuang hidup untuk memperbaiki setiap kesalahan yang pernah
kuperbuat. “Tuhan menjawab doaku” setelah mendengar bunyi sirene polisi dan
membuat mereka semua berlari pergi menjauh. Andaikan ayah tidak pernah menyebut
namaku dalam doa, mungkin saat ini saya kembali ke penjara lagi sama seperti
kisah sebelumnya. Penjara seumur hidup siap menanti, andaikan ayah bunda
menghapus namaku dari kisah mereka kemarin. Mungkin hari ini bunda terlihat
membenciku, tetapi namaku masih tersimpan kuat jauh di dasar hatinya. Ayah dan
juga Lazki sering bercerita bagaimana bunda ingin anaknya kembali berjalan
pulang. Saya akan buktikan pada dunia kehebatan air mata bunda mengembalikan
anaknya walaupun dikatakan mulutnya berkata-kata tentang kebencian.
“Kenapa
bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” saya mengenal suara itu. Mataku
tidak bisa terbuka, tetapi dialog mereka terdengar jelas olehku.
“Nef”
suara hati berbisik seketika. Wajar jika dia membenciku dan tidak ada yang
salah dengan segala ucapan-ucapannya terhadapku pribadi.
Seakan
dia berlari pergi meninggalkan Brian. Waktu tidak akan pernah bisa berputar
kembali untuk memperbaiki semua keadaan. Tuhan, balut setiap luka hati adikku
karena kelakuan iblis dalam jalanku di masa lalu. Saya memang tidak akan pernah
bisa menjadi kakak terbaik bagaimanapun hidup berjuang memperbaiki sesuatu yang
dikatakan rusak total. “Kakak, masakan
ini buatmu” seorang anak kecil tersenyum manis dalam tidur lelapku.
“Feiv
Feiv” seseorang berkata-kata seakan ingin membuatku terbangun dari mimpi.
“Saya
dimana sekarang?” tersadar seketika jika tubuhku terbaring di satu tempat…
“Kau
di rumah sakit sekarang” Brian.
“Kenapa
mereka memukulmu seperti ini?” rasa cemas Lazki.
“Beruntung
sepupumu bekerja sebagai perawat di sini, jadi kau dilayani seperti raja oleh
banyak dokter” cetus Brian.
“Feiv”
ayah berjalan masuk…
“Ayah”
balasku. Terbaca jelas raut wajah ayah bercerita tentang rasa takut, khawatir,
tidak ingin jagoannya menghadapi sesuatu seorang diri. Seluruh bajunya basah
karena keringat mengucur cukup mengatakan semuanya. Seperti biasa air matanya
tidak akan pernah nampak setetespun, namun hati sebagai ayah terus saja
menjerit. Selama beberapa hari saya mendapat perawatan di rumah sakit dan ayah
sedikitpun tidak pernah berhenti untuk tetap berada di dekatku.
“Bunda
dan Nef tidak datang” selalu berharap mereka tersenyum buatku sekali saja.
Andaikan semua itu bisa terjadi, tentu saya tidak akan pernah melewatkan kesempatan
menyatakan kebahagiaanku sendiri. Di rumah sakit berarti uang gaji terhenti
seketika. Biaya rumah sakit malaikat kecil dan uang kuliahkupun bisa tertunggak
alias macet total. Memohon agar bisa keluar secepat mungkin sebelum nona embun
juga perusahaan memecat saya.
Terbiasa
melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar membuat saya menyadari akan kerasnya
perjuangan hidup demi meraih garis finish. Bekerja sebagai kuli bangunan,
cleaning servis, pemulung sampah, pembantu rumah tangga, dan tukang cupir mengajarkan
tentang keringat yang terus saja menetes namun memberikan satu nilai hidup.
“Feiv” mimpi apa saya semalam nona Embun berdiri di depan kamar kos ukuran
kecil membawa parsel buah.
“Maaf
saya terlambat tahu” menyerahkan paket buah ke tanganku. Sikap dingin, diam,
angkuh, keras tidak lagi bercerita pada raut wajahnya. Pertama kali melihat
senyum manis seorang wanita berparas cantik. Dibalik sikap dingin sang majikan
terdapat satu kelembutan tersembunyi. Menjadi pertanyaan, apakah saya menyukai
wanita seperti majikanku? Feiv, cepat bangun dari mimpimu sebelum kau terjatuh
lebih dalam! Entah mengapa dia mulai bercerita lembut setelah sekian waktu
berperan sebagai pembantu rumah tangga di apartementnya.
“Saya
harap kau masih tetap bekerja di rumahku” kalimatnya sebelum berjalan pulang
meninggalkan kamar kos kecil milikku. Tubuh bertato, miskin, masa lalu suram
mengharap bulan jatuh ke tangan. Mengagumi dia jauh di dasar hati tidak menjadi
masalah kan? Nona Embun mantan tunangan Brian…
“Saya
ingin belajar menjadi temanmu” sang majikan tanpa perasaan takut berkata-kata
seperti itu di hadapan pembantu rumah tangganya sendiri. Hanya terdiam tanpa
menjawab bahkan tanganku masih terus menyeterika beberapa helai pakaian
kemudian menggantung rapi di lemari. Hal mengejutkan selanjutnya adalah menarik
tanganku ketika masih berada di sekitar area kampus dan membawanya pergi. Semua
orang menjadikan kami tontonan seketika.
Pertama
kalinya bagi mantan narkoba menjalani sesuatu yang dikatakan istimewa. Detak
jantungku berdebar setiap kali dia tersenyum ke arahku. Kenapa sikap dinginnya
berubah seketika? Feiv, cepat bangun dari tidurmu! Bagaimanapun Brian seakan
masih menginginkan mantan tunangannya kembali. Kenapa perasaan menyukai
tiba-tiba saja muncul setelah melemparkan senyum pertama kali ka arahku?
“Temani
saya menikmati liburku hari ini!” untuk kesekian kalinya tersenyum sampai
detakan jantung pun makin berteriak kuat.
“Manusia
bodoh” menggerutu sendiri. Mana mungkin tangan mantan Narkoba dapat meraih
bulan di antara banyaknya bintang-bintang.
“Lupakan
masalah kuliah, pekerjaan, dan semua masalahmu. Mari bersenang-senang!”
Menikmati
wahana permainan paling menegangkan, menyaksikan pertandingan basket, menikmati
suasana perpustakaan sambil membaca segala jenis buku itulah kegiatan kami
sehari penuh. “Kapan-kapan nonton film” menawarkan sebuah ajakan. Tuhan, jangan
biarkan dia memberiku harapan palsu sama seperti kisahku kemarin. Hal terbodoh
pada manusia sepertiku yaitu mengharapkan sesuatu hal paling mustahil terjadi.
“Kau
menyukai film seperti apa?” bertanya tanpa merasa takut melihat bentuk fisikku.
“Saya
suka film kartun” menjawab…
“Hahahahaha…”
tertawa dan tertawa.
“Kenapa
tertawa?”
“Kau
bertanya kenapa tertawa? Coba lihat cermin rambut gondrong, berantakan, muka
sangar, penuh jenggot, bertato, pakaian tidak karuan tapi hobi nonton film
kartun” nona Embun.
“Terkadang
saya sendiri bertanya, kenapa orang sepertimu ingin menjadi pembantu rumah
tangga?” dia sekali lagi melemparkan pertanyaan.
“Kenapa
juga majikan seperti anda tidak pernah takut melihat tampangku?”
“Saya
seorang polisi tentu terbiasa melihat tampang-tampang sangar bahkan lebih ganas
dibanding kau yang sekarang?” selama ini saya bersikap cuek tentang pekerjaan
majikanku sendiri bahkan baru menyadari semua itu. Pakaian-pakaian seragamnya
pun sama sekali tidak terlihat saat saya masukkan dalam mesin penggilingan atau
ruang setrikaan.
“Berarti?”
mencurigai sesuatu…
“Kenapa?
Baru sadar polisi wanita yang selalu berhasil meringkus Bandar narkoba terkenal
termasuk dirimu untuk kesekian kalinya berdiri di depanmu?” nona Embun. Hal
terkacau buatku yaitu tidak pernah perduli tentang wajah polisi manapun yang
selalu berdiri di depan kemarin. Dia menyadari pasti masa lalu paling kelam dalam
hidupku. Ternyata selama ini nona Embun selalu berhasil mengelabui banyak orang
melalui berbagai penyamaran. Menjelaskan jika wajahku sudah tidak asing lagi di
kalangan polisi. Namun, entahlah seakan satu benteng selalu saja berhasil
melindungiku dari penjara seumur hidup terlebih eksekusi mati tidak berlaku
atasku bukan karena permasalahan harta juga…
“Kekuatan
doa ayah bunda selalu menjadi benteng tanpa mereka sadar buatku” suara hatiku
berbisik seketika menyadari semua itu.
“Saya
pikir kau akan balas dendam makanya bekerja sebagai pembantu di apartement
milikku, ternyata dugaanku salah” nona Embun.
“Mantan
narkoba sekaligus mafia berubah drastis?” pancing nona Embun. Kekuatan doa ayah
membuatku dapat menatap satu pelita kecil dalam ruang gelap. Menceritakan
segala kisah terhadapnya memang jauh lebih baik dari pada prasangka buruk
tentangku kembali. Sikap dingin selama ini memang benar-benar sifatnya atau
bagaimana?
“Seperti
itulah kisahku” menarik napas kuat menatap langit biru…
“Ayahmu
benar-benar hebat untuk satu kasus ingin memperjuangkan hidup manusia iblis
seperti dirimu” nona Embun.
“Ayah
berjuang membuktikan kemenangan atas dirinya bagi ketiga buah hatinya melalui
proses panjang” membayangkan kehidupan ayahku dan jalan berliku yang selalu
saja bermain ke arahnya.
“Jauh
berbeda dengan ayahku bahkan tidak pernah membuktikan apapun buatku” nona
Embun.
“Apa
kisahmu menyedihkan?” lirihku.
“Ayahku
menuntut kesempurnaan, harus menjadi nomor satu, otoriter, kata-kata
menyakitkan selalu saja terlontar, bahkan tidak pernah puas, ketakutan ketika
anaknya memiliki saingan, tapi itulah ayahku” nona Embun. Dibalik sikap
dinginnya selama ini tersimpan kisah tragis. Tidak dapat disangkal perselisihan
dengan orang tua sendiri selalu saja
terjadi, bahkan hampir seluruh anak di dunia menyatakan rasa kecewa
memiliki seorang ayah.
Masing-masing
orang mempunyai cara berpikir tersendiri untuk mengungkapkan, meluapkan,
memberi, menarik sesuatu terhadap seorang anak. Begitupun sebaliknya akan jalan
ayahku tetap ingin berlari membuktikan jika dirinya adalah pemenang bagi ketiga
buah hatinya. Sosok pribadi terhebat adalah dimana ayah tetap mendekapku tanpa
rasa benci sama sekali. “Terimah kasih Tuhan memberikan ayah terkuat, maaf
selalu saja menyakiti hatinya ketika jalan masih berada dalam lembah gelap kemarin.”
Tidak memiliki pendidikan tinggi, hanya penjual barang campuran sekitar pasar
kecil, tua, bukan orang terpandang tetapi selalu mencoba berlari bagi ketiga
buah hatinya itulah ayahku.
Saya
akan belajar membuktikan pada dunia tentang kehebatan ayah. Penuh semangat
menjalani masa kuliah untuk menyatakan kekuatan sosok pribadi tua selalu saja
mendekap erat hidupku. Bekerja, kuliah, tetap berjalan membuktikan jika saya
masih memiliki masa depan walaupun dikatakan dengan masa lalu paling gelap
diantara yang paling tergelap memang membutuhkan proses panjang. “Gadis kecil
harus membuktikan juga pada dunia kalau ternyata kau bisa mengalahkan maut”
memberi kecupan pada Nara adik kecilku yang masih tertidur nyenyak.
“Sampai
kapan anak ayah terus seperti ini seperti penguntit” tanpa sadar ayah berdiri
lama di belakang.
“Sejak
kapan ayah berdiri di belakang?”
“Sejak
tadi” senyum ayah tidak pernah marah bahkan lupa perbuatanku hingga gadis
kecilnya terus tertidur lelap dan entah kapan akan terbangun.
“Feiv
butuh waktu” berlari keluar meninggalkan ayah. Mengayuh sepeda sampah seperti
biasanya setelah berjalan keluar dari rumah sakit. Memulung sambil bekerja
sebagai cleaning servis dengan menyusuri setiap tong sampah dari satu gedung
perusahaan terbesar. Penuh semangat menyapu, mengepel, membersihkan pintu-pintu
kaca di beberapa lantai.
“Bagaimana
ini pak Denils tiba-tiba kecelakaan mobil, sementara perusahaan bisa rugi besar
kalau gagal menampilkan acara terbaik di hadapan perusahaan-perusahaan besar”
salah satu karyawan sedang berdialog sedang telingaku tanpa sadar mendengar
semua itu.
“Itu
lagi masalahnya” cetus yang lain.
“Kita
tidak bisa menemukan konsep paling tepat dan seseorang untuk berperan sebagai
tokoh presentase terbaik bagi perusahaan” rasa takut terpancar memenuhi raut
wajah mereka semua. Melihat mereka sangat ketakutan karena permasalahan
tersebut. Tempat, konsep, kegiatan, dan beberapa hal lain semuanya berantakan.
Mencoba menjadi pendengar setia sambil terus memainkan kain pel di sekitar
ruangan juga menyimak lembaran kertas di hadapanku.
“Mungkin
saya bisa membantu sedikit” seakan satu kekuatan mendorong tubuhku seketika
untuk menyatakan satu kalimat. Singkat cerita adalah mereka semua tidak
mengedipkan mata sama sekali. Bagaimana tidak, jika dilihat dari segi
penampilan bersama jenis pekerjaan benar-benar kurang meyakinkan.
“Cuma
Cleaning servis” ejekan salah satu dari mereka.
“Pemulung
sampah juga kali” kembali satu ungkapan penghinaan.
“Tampang
sangat tidak meyakinkan” kalimat yang lain.
“Pergi
sana!” mendorong tubuhku keluar pintu.
“Hancur
sudah”
“Beri
dia kesempatan berbicara!” tiba-tiba Brian berdiri tepat depan pintu.
“Tapi
bos” seolah mereka menolak.
“Menurutmu
diatasnya bos pertama siapa?” Brian. Di
luar dugaan ternyata saya bekerja sebagai cleaning servis pada perusahaan dosen
sendiri. Memberikan sebuah kursi untuk memulai pemecahan masalah. Memainkan
selembar kertas putih, menjelaskan beberapa kerangka konsep, system presentase,
disertai jenis-jenis kegiatan unik.
“Memakai
ban serta karung bekas sebagai bahan utama konsep acara” memulai pembicaraan.
“Acara
ini tuh penting, trus kok jadi aneh gitu?” cetus seseorang.
“Bukan
permasalahan acara seperti ini terlihat aneh, hanya saja tangan harus dapat menampilkan
satu keunikan” sedikit penjabaran.
“Maksudnya?”
Brian.
“Mengambil
konsep café dengan desain unik. Ban bekas dapat di modifikasi menjadi sesuatu
yang menarik seperti meja, kursi, pot bunga sebagai penghias, lampu
warna-warni, penyuguhan desain panggung sebagai salah satu inti acara terlebih
perkenalan produk, dan beberapa tempat lagi” penjelasan…
“Karungnya
sendiri?” Brian.
“Sepertinya
sih sedikit gila tapi setidaknya perusahaan mencoba menampilkan sesuatu hal
yang bersifat tidak biasa walaupun dikatakan acara seperti ini berada pada
kategori formal karena dihadiri oleh investor-investor penting.”
“Intinya
karung itu multi fungsinya dimana?” Brian.
“Digunakan
sebagai seragam panitia dengan gaya fashion terbilang keren, salah satu bahan
konsep desain panggung, penutup meja-meja tamu, sekaligus digunakan sebagai
perpaduan kursi dari bahan ban bekas dan karung itu sendiri.”
“Ide
menarik” Brian. Akhir cerita mereka menyukai konsep tersebut dan sesuai harapan
dimana acara berjalan lancar. Mereka tidak lagi memandang rendah hidup mantan
narkoba bahkan hanya berperan sebagai cleaning servis semenjak saat itu juga. Senyuman
karyawan satu per satu mulai bergema setiap berpapasan dengan mereka. Tetap
menjadi cleaning servis tetapi mantan iblis mulai memiliki teman setahap demi
setahap. Tidak pernah terpikirkan sama sekali akan kisah Brian berperan sebagai
bekas guru Nefrit, dosen di kampus, dan sekarang seorang ceo alias pemilik
salah satu perusahaan terbesar. Kehidupan juga rumah sederhana membuat semua orang
termasuk diriku tertipu oleh manusia semacam Brian.
“Pantas
menolak” bergumam membayangkan bagaimana Brian menolak uang pemberian mantan
iblis sebagai upah pembayaran ketika berperan menjadi guru privat Nefrit.
Menjadi pertanyaan, kenapa nona Embun memutus sepihak hubungan pertunangan
dengan Brian? Hidup orang kaya memang susah ditebak. Hal lebih kacau lagi
adalah seorang Brian masih setia mencari pembantu rumah bahkan tetap berkunjung
ke rumah mantan tunangan.
Perusahaan
memberi bonus gaji karena telah berjasa dalam acara tahunan terbesar. “Bukan
berarti kau berjasa terus pangkatmu naik begitu saja, tunggu dulu” pernyataan
salah seorang ceo sekaligus berperan sebagai dosen di kampus.
“Terserah
pak Brian” menjawab santai dengan tangan yang masih terus bergerak membersihkan
kaca jendela ruangannya. Singkat cerita, dia hanya diam tanpa berkata-kata
kembali. Minimal mantan iblis masih memiliki pekerjaan dari pada tidak sama
sekali. Pantas saja mengizinkan saya tetap menjadi pemulung ternyata dia
pemilik perusahaan ini. Aktifitas pekerjaan lain adalah menjadi kuli bangunan
dan lebih kacau lagi dimana proyek tersebut juga masuk dalam wilayah
kekuasaannya.
Kuliah,
bercerita banyak hal dan berada disamping gadis kecil tanpa rasa bosan, kuli
bangunan, cleaning servis, pemulung, pembantu rumah tangga, tukang cupir kantin
kampus merupakan jenis kegiatan keseharian mantan iblis. Ada banyak cerita
dapat diungkapkan dalam kisah seorang Feivel, namun bumi masih membisu. “Feiv,
liburan yuk” untuk kedua kalinya sang majikan berdiri tepat di hadapanku.
Seluruh penghuni kampus tak berkedip sedikitpun menyaksikan pemandangan
sempurna di tengah kantin.
“Itukan
tunangan pak Brian” salah seorang berucap satu sama lain.
“Sekarang
sudah jadi mantan” balas lainnya. Mereka semua menyadari kisah special antara
dosen dan tunangannya. Nona Embun seakan bersikap cuek dengan segala
pemberitaan tentang dirinya. Menarik tanganku menuju parkiran dan hal lebih
parah dari ini adalah dia membawa motor besar ke kampus.
“Pembalap
nomor satu” mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi.
“Sudah
sampai” nona Embun membuka helm miliknya. Berada di salon dan menyuruh karyawan
melakukan transformasi terhadap penampilan mantan iblis. Jenggot pada wajah dan
rambut di pangkas habis oleh karyawan salon. Penampilan brutal lenyap seketika
tergantikan gaya khas terbaru. Selain itu, dia juga mengajariku cara berpakaian
rapi tetapi tetap mengikuti trend sekarang. Membawahku kembali melakukan
petualangan menggunakan motor besar miliknya.
“Aneh…”
melihat salah satu destinasi tempat liburan paling angker yang pernah ada.
Berjalan melewati satu terowongan gelap tanpa cahaya. Pada akhirnya kami tiba
pada satu tempat paling gelap di antara yang tergelap. Terdapat benteng dengan
kokoh berdiri mengelilingi area tersebut bahkan terkesan menakutkan. Tetesan
air membasahi tubuh juga benteng tempat kaki berpijak sekarang. Namun di luar
pemikiran, jika benteng dengan ketebalan dinding di atas rata-rata dapat
terbelah menjadi dua hanya karena tetesan demi tetesan air setelah beberapa
waktu saya berdiri sambil mencari jalan keluar. Tiba-tiba saja satu cahaya
pelita kecil muncul menerangi area paling gelap menuju satu perahu sederhana.
Pelita
kecil membawa kami menyusuri jalanan dan lorong sempit sekaligus gelap agar
dapat melihat satu objek pemandangan terbaik menggunakan perahu kecil. Tidak
dikatakan sebuah lampu melainkan hanya bercerita tentang satu pelita kecil.
“Wow” takjub melihat pemandangan setelah berhasil keluar dari kegelapan. Satu
tempat yang hanya menjelaskan tentang pelangi di atas air terjun, istana gua
Kristal, taman dengan konsep desain paling manis, jembatan kaca menuju satu
menara awan untuk menikmati setiap pemandangan terbaik sekitar area tersebut,
danau, dan beberapa tempat lain yang tidak kalah seru. Uniknya menara di
depanku seluruh tubuhnya mengalami perubahan bentuk dan warna setelah tetesan
lembut air kembali menyelimuti dirinya. Di awal cerita berkata-kata jika menara
tersebut memiliki bentuk biasa saja dengan warna merah semerah kain kirmisi,
namun pada akhirnya berubah menjadi putih seputih salju dengan bentuk
menyerupai awan lembut menyejukkan hati.
“Setetes
air mampu membelah benteng terkuat ketika kau berada pada ruang gelap dari
kisahmu” nona Embun seakan menyadari apa yang sedang kupikirkan sekarang. Tanpa
bertanya dia mengungkapkan satu penjelasan dari jenis desain tempat liburan di
sini. Secara akal logika berkata bahwa tetesan air mempunyai sisi lemah tanpa
kekuatan sama sekali, tetapi Tuhan tidak pernah bermain logika bagi jalan hidup
seseorang. Tuhan dapat memakai satu objek bagi pemikiran seluruh dunia
dinyatakan lemah, tetapi di luar dugaan mampu menembus sesuatu yang dikatakan
paling terkuat untuk menghidupkan satu pelita kecil pada ruang tergelap.
Sama
seperti kisah seorang ayah bagi mata dunia berada pada urutan paling lemah
tanpa kekuatan, namun mempunyai cerita tersendiri menghidupkan pelita kecil
dalam ruang gelapku. Tetesan air menggambarkan makna tentang dekapan sang ayah yang
sedang berjuang menghancurkan benteng terkuat yang kemudian berhasil menyalakan
pelita kecil hanya buatku semata. Akhir cerita hidup berada pada satu area
pelangi terbaik walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang harus melewati
jalan sempit juga terowongan-terowongan gelap tetapi pelita kecil ayah tetap
menerangi jalanku. Tuhan dapat mengubah kehidupan dan dosa merah seperti kain
kirmisi menjadi putih seperti salju. Menghancurkan kekerasan hidup bahkan Tuhan
membuatnya menjadi selembut awan lebih dari yang dipikirkan.
Pelita
kecil mampu menunjukkan jalan menuju satu kehidupan terbaik. Pada akhir cerita
hidup akan menjadi satu menara di luar pemikiran semua orang tanpa sadar dan
berdiri kuat di tengah dunia. “Kakak juga ingin menjadi satu menara bersama
kisah terbaik” mengungkapkan perasaan di samping gadis kecil setelah
meninggalkan tempat liburan tadi, sementara nona Embun sendiri kembali melakukan
aktifitasnya seperti biasa. Membelai anak rambut Nara yang masih terbaring koma
bahkan entah kapan akan terbangun dari tidur panjangnya.
“Kau
tahu tidak? Kakak selalu saja terperangkap pada satu jalur percintaan yang
tidak mungkin buat diraih.” Entah mengapa tiba-tiba saja kata-kata itu keluar.
Feivel polos pernah menyukai seorang gadis ketika pertama kali menginjakkan
kaki pada salah satu kampus bertahun-tahun silam…
Flashback…
“Anak
bunda makin cakep” bunda berdiri memeluk erat tubuh anaknya.
“Ka’Feiv,
semangat” adik kecilku Nefrit tersenyum lebar.
“Ayah
mana?” kekesalan bunda mulai lagi.
“Ayah
sudah siap sejak tadi” jawaban ayah dari luar rumah membunyikan motornya.
“Nef
sayang ka’Feiv” seakan Nefrit tidak ingin lepas dari pelukanku. Seperti itulah
adik kecilku selalu saja merengek tetapi juga menjadi bagian terbaik dari kisah
hidup. Hari pertama berada pada salah satu kampus menuju impian. Memakai
pakaian sederhana itulah kisahku hari ini. Jantungku berdetak seketika menatap
sosok ciptaan Tuhan paling sempurna tepat berdiri di hadapanku. Dia tersenyum
ke arahku kemudian kembali berjalan keluar dari gedung pencakar langit. Beberapa
hari setelahnya saya baru menyadari jika gadis itu ternyata primadona kampus. Hanya
bisa menatap jauh di tempat tersembunyi setiap harinya.
Saya
hanyalah salah satu bintang diantara sekian banyaknya bintang yang sedang
menatap ke arahnya. Sebulan kemudian setelah kuliah mulai aktif, dia tiba-tiba
saja berjalan ke arahku meminta bantuan. “Kudengar kau masuk deretan mahasiswa
terjenius, saya rasa kau dapat membantu setidaknya dapat melewati semester kali
ini.” Terdengar aneh primadona kampus sekaligus menjadi seniorku meminta
bantuan seketika. Seorang Feivel secara langsung merespon permohonan sang
primadona tanpa menolak. Ucapan kaku, jantung berdetak, salah tingkah, terlihat
seperti manusia bodoh merupakan gambaran diriku setiap berada di dekatnya.
Mahasiswa junior mengajari senior beberapa mata kuliah bahkan membantunya dalam
mengerjakan tugas-tugas kampus terdengan lucu.
Sampai
suatu ketika seseorang menyatakan diri sebagai tunangan sang primadona kampus. Seperti
rumpuk merindukan rembulan merupakan hal terkacau dalam hidup Feivel manusia
polos. “Zanna itu tunanganku, jadi jangan dekati dia lagi” sekumpulan manusia
berandalan menghadang dengan akhir ucapan seseorang terarah terhadapku. Pukulan
demi pukulan, darah tercecer, seperti manusia lemah menjadi bagianku sekarang.
Menjauh sebisa mungkin adalah jalan keluar masalah. Andaikan saya memiliki
semua yang mereka miliki tentu hidup tidak sesadis sekarang. Uang, kekuatan,
kehormatan, wajah sempurna, tidak terlihat lemah tapi semua itu tidak pernah
ada dalam diriku.
Akhir
cerita, seseorang teman kampus mengajari jalanku berada pada sesuatu yang
dikatakan menyenangkan. Mulai mengenal pergaulan, dunia malam, rokok, alcohol,
sampai membawa hidup bermuara di satu lembah gelap bahkan terlalu gelap dari
hari ke hari. “Feivel bukan lagi manusia lemah tapi akan menjadi kuat seperti
singa mengaum” kata-kata tersebut keluar begitu saja. Mengenal dunia narkotik
yang membuatku tersadar jika Zanna ternyata putri tunggal mafia terkenal bahkan
paling ditakuti. Dia tidak lagi berjalan ke arahku sama seperti hidupku tidak
akan pernah menatap dirinya kembali.
Sebuah
berita mengejutkan media dan menyita semua perhatian masyarakat. Beberapa bulan
setelah jalan Feivel mengenal dunia narkotik, Zanna diberitakan mati karena
kecelakaan mobil. “Dia pergi tanpa mengucapkan pamit” terdiam sesaat. Zanna
hanyalah bagian masa lalu bagi perjalanan seorang Feivel. Tunangannya sendiri
bersembunyi entah dimana tanpa pemberitaan sama sekali.
Flashback…
“Senyum
Zannah masih menghias” menatap selembar foto dalam ruang dengan cahaya lampu
sedang di sekitarnya.
“Jangan
mengulang kisah yang sama” berucap kembali. Menyukai seseorang tetapi tangan
tidak mungkin untuk menjangkau. Terlebih Brian seakan masih berharap
tunangannya kembali. Mana mungkin juga Brian sekaligus berperan sebagai dosen
tetap berjuang memberi bantuan bagi mantan tunangan sendiri. Nona Embun dan
Zanna memiliki kesempurnaan tersendiri dibanding wanita manapun.
Peranku
di hadapan nona Embun hanya sebagai pembantu tidak lebih dari itu. Mellihat
senyumnya saja sudah cukup, saya tidak mengharap hubungan special seperti kisah
percintaan banyak orang. Kenapa Brian selalu saja menutup rapat alasan nona
Embun memutuskan tali pertunangan. “Kenapa melamun? Kerja dong, jangan malas!”
tegur seseorang dan tidak lain adalah Brian pemilik perusahaan besar.
“Btw,
Embun biasa gossip aneh-aneh tidak?” pertanyaan Brian.
“Gosip
tentang?” Seketika gerakan tangan
terhenti menyapu lantai gedung…
“Tentang
ketampanan saya dong” celoteh Brian. Masih berharap mantan tunangan kembali
berada di sampingnya. Bangun dari mimpimu Feiv! Cepat bangun! Jangan bermimpi
terus! Kau hanya seorang pembantu semata yang sedang merindukan untuk menggapai
bulan. Brian memiliki segalanya yang diinginkan oleh banyak wanita. Menjadi pertanyaan
kenapa Brian selalu saja bertamu ke rumah ayahku? Bukannya ini hanya akan
menjadi bahan gossip kurang menyenangkan? Lebih kacau lagi, sang bos sekaligus
berperan sebagai dosen kampus selalu saja mengekor di belakang adik kecilku
Nefrit. Tanpa sengaja saya selalu mendapati mereka duduk berdua di beberapa
tempat.
Bagian
15…
Feivel
merenung tentang pemandangan kurang menyenangkan tanpa sadar melihat tingkah
Brian terhadap adiknya juga Embun. “Seperti kesal dengan seseorang” tegur Lazki
tiba-tiba masuk tanpa mengetuk rumah kos ukuran kecil dengan membawa kotak
makanan.
“Kenapa
masuk tanpa mengetuk lebih dulu?” Feivel.
“Berhenti
bertanya, makanlah!” Lazki. Menyajikan makanan bagi sepupunya Feivel.
“Ini
buatan Nef” ujar Lazki melihat Feivel makan dengan lahap.
“Sangat
enak” Feivel tersenyum.
“Saya
sengaja mengambil sembunyi-sembunyi dan ayah berusaha mengalihkan perhatian Nef
ke tempat lain” senyum Lazki. Kebencian Nefrit terhadap Feivel menjadi alasan
utama…
“Nef
makin jago masak” Feivel terus menikmati makanan di depannya.
“Dia
hanya berada dalam proses makanya selalu saja gagal di babak penyisihan setiap
bertanding, pada hal hasil olahan masakannya sangat enak” Lazki.
“Btw,
kenapa kau melamun seperti tadi?” kembali Lazki bertanya.
“Bukan
apa-apa” jawaban Feivel.
“Raut
wajahmu mengatakan tentang apa yah…” godaan Lazki.
“Kau
pernah menyukai seseorang?” ceplos Feivel.
“Ternyata
oh ternyata” Lazki.
“Jawab
saja” rasa kesal Feivel.
“Saya
menyukai seseorang, tapi entahlah orang itu sadar atau tidak” Lazki.
“Berarti
menyukai dalam diam?” Feivel.
“Kalau
dia berada di depanku atau melihat akun medsos miliknya, pasti saya akan terus
membuly dirinya dan itu menyenangkan” Lazki.
“Pasti
seorang dokter” pancing Feivel.
“Objek
lebih lucu lagi tentang ayat-ayat suci sengaja diselipkan pada akun komentar
temannya memakai temannya yang lain juga. Antara geram, marah karena dijebak,
diam, tapi ingin tertawa juga…” celoteh Lazki.
“Maksudnya
menyindir memakai ayat suci?” Feivel.
“Di
satu sisi mau marah karena komplotan sahabat sengaja menjebak memakai ayat-ayat
suci, tapi di sisi lain lucu melihat tingkah mereka juga seperti penghiburan
tersendiri” Lazki.
“Jelas-jelas
kau sekarang menjadi bahan ejekan mereka” penekanan Feivel.
“Masalahnya,
saya juga selalu membuly jadi wajar juga ayat-ayat suci berjalan lancar
dilempar ke arahku. Kenapa juga saya tidak tahan untuk tidak membuly?” Lazki.
“Terkadang
saya merasa dipancing/ diusili, tapi sebenarnya dia dan sahabat-sahabatnya baik
hanya dunia pergaulan saja sedikit menjebak mereka. Maksudku membuly tu, ya minimal
dia berlari keluar dari jurang, siapa tahu Tuhan membuat saya berjodoh
dengannya kan lumayan wajahnya cakep” Lazki melanjutkan kata-katanya kembali.
“Sepupuku
mulai mengenal cinta ternyata” pertama kali Feivel terlihat akrab…
“Bukan
juga karena masalah ingin menarik keluar dari lembah tapi tidak separah dirimu
kemarin, permasalahannya dia hanya sedikit tergelincir…” Lazki.
“Alasan
lain?” Feivel.
“Seperti
ada yang hilang kalau saya tidak membuly dirinya juga, tapi kalau dia tidak
update status saya juga mencari dirinya. Medsos sekan tidak bermakna tanpa
kehadirannya” Lazki berkata-kata sampai membuat sepupunya tertawa keras untuk
pertama kali. Manusia yang terkesan cuek mempunyai cerita lucu untuk masalah
buly membuly dengan seseorang.
“Kisah
paling kacau. Kalau dilihat dibuly, kalau tidak dilihat dicari” ledekan Feivel.
“Mimpiku
lebih kacau lagi pada hal saya sama sekali tidak pernah memikirkan dia beberapa
waktu kemarin” cetus Lazki.
“Penasaran,
coba cerita!” Feivel.
“Dalam
mimpiku dia datang ke rumah dan kami masih sempat berdialog. Singkat cerita,
ayah tiba-tiba datang membuat dirinya panik sampai sembunyi. Kejadian
selanjutnya saya dan Nef berjalan pulang dari warung, waktu sampai di rumah
ternyata ayah sudah mengamuk besar memarahi dia. Wajah ketakutan, tertunduk,
biji keringat sebesar biji jagung, gemetar, tidak tahu harus berbuat apa
terlihat jelas pada wajahnya” Lazki.
“Terus”
Feivel seakan lupa masalahnya sendiri.
“Ayah
menolak dia mentah-mentah dengan ledakan amarah terdasyat. Dia datang mengadu
sambil memasang wajah ketakutan waktu saya membuka pintu rumah. Si’kecil cerita
berusaha menolong biar dirinya terlepas dari ayah, tapi dianya tetap bertahan
di rumah. Kejadian selanjutnya kalian semua menertawakan dirinya kecuali ayah.
Lebih kacau lagi ayah mau menerima dia sebagai calon menantu tapi harus
bertarung dulu dengan bunda alias berkelahi/ bergulat di atas ring” Lazki
tertawa keras menceritakan mimpinya.
“Jadi
direstui dong ma ayah?” gurauan Feivel.
“Mana
saya tahu, lah saya baru mau menjelaskan kalau dia seorang dokter dan cari cara
lain untuk menguji tapi tiba-tiba saya terbangun dari mimpi. Batal deh
penjelasan ke ayah lewat mimpi…” Lazki.
“Lupakan
tentangku, sekarang ceritakan tentang kisah percintaanmu!” Lazki.
“Lebih
kacau dari kisah cintamu” cetus Feivel.
“Tunggu-tunggu
sepertinya ada yang berubah, tapi kenapa
saya baru sadar yah” Lazki mengamati penampilan sepupunya dari ujung rambut
hingga ujung kaki. Dia baru menyadari perubahan Feivel dimulai tentang penataan
potongan rambutnya, pakaian, brewokan lebat tidak lagi bermuara pada wajah,
penampilan versi model…
Feivel
bercerita banyak bagaimana sang majikan merubah penampilannya. “Seperti ada
yang mengganjal tentang perasaan sepupuku” pancing Lazki menjadikan wajah
Feivel sedikit merona.
“Ayah
bunda pasti cari, pulang sana!” Feivel mengalihkan pembicaraan.
“Mengusir
seenak jidat pada hal lagi seru-serunya bergosip-gosip ria” celoteh Lazki.
“Ini
namanya curang” gerutu Lazki lagi menolak meninggalkan kamar kos Feivel.
Kepribadian mantan manusia iblis memang benar-benar tertutup, dapat dikatakan
betapa sulitnya menemukan satu rahasia terpendam di dalam dirinya. Lazki harus
pulang dengan rasa kesal tanpa penjelasan satu katapun mengenai objek
mengganjal pada diri sepupunya. Mengambil makanan diam-diam hasil olahan adik
sepupunya, kemudian membawa ke rumah kost Feivel merupakan kebiasaan terbaru
seorang Lazki.
Berkumpul
bersama geng komunitasnya, bekerja sebagai perawat rumah sakit, membawa makanan
buat Feivel sang sepupu, mengajak Nefrit menikmati suasana liburan juga menjadi
rutinatas Lazki. Sore itu acara pertemuan untuk merayakan hari jadi salah satu
anggota geng mereka. “Hai” seru geng komunitas Lazki secara serentak menyambut
kedatangan dua personil di tempat biasa yaitu rumah kecil sederhana. Anggota
personil mereka bertambah satu dan tidak lain adalah Nefrit Fidelis sepupu
Lazki.
Kegiatan
mereka hari ini merayakan ulang tahun Nody, sedang Nefrit ditunjuk untuk
mengolah beberapa jenis masakan. “Ikannya diapakan Nef?” Lazki sedikit
berteriak. Sebagian personil sibuk membantu Nefrit dan lainnya lagi menangani
masalah dekorasi ruang.
“Potong
kotak-kotak saja” Nefrit. Terus melatih talenta memasaknya walaupun melalui
cara seperti sekarang menjadikan kisah Nefrit memiliki seni tersendiri. Tangannya
bergerak cepat menumis bawang Bombay cincang halus pada sebuah wajan.
Memasukkan irisan cabe hijau, daun jeruk, potongan ikan berbentuk kotak, batang
serai, merica bubuk, penyedap rasa, kunyit, garam, daun cemangi, kemudian aduk
rata dan tambahkan sedikit air juga daun bawang potongan sesuai selera
menjelang hampir matang. Selain itu tangannya sibuk membela serta memanggang
beberapa roti bulat ukuran sedang memakai mentega sesuai selera, sambil memasak
ikan tadi hingga kering. Mengambil bagian roti dan kemudian menyusun beberapa
isi di dalamnya. Dimulai dari susunan roti, selada, potongan ikan yang telah
dimasak tadi, keju, telur mata sapi, timun, tomat. Terakhir menaburkan abon
sekitar bagian luar atas roti sebagai penghias berikutnya sesuai selera.
“Burger
versi Nef boleh juga” senyum Bianca. Akhir cerita mereka bersembunyi demi
mengelabui target malam ini. ruangan gelap gulita terlihat tanpa satu penghuni
yang kemudian membunyikan suara merinding seakan rumah dipenuhi oleh banyak
hantu-hantu tidak jelas. Noldy memiliki sifat penakut, jadi inti cerita mereka
sedikit usil di hari ulang tahunnya.
“Saya
bukan penakut” keringat Noldy mulai berjatuhan merasakan hal berbau mistik.
Sampai akhirnya mereka semua muncul serentak di hadapan target menyanyikan lagu
ucapan selamat ulang tahun. Menangis terharu menerima kejutan tetapi hampir
pingsan karena keusilan personil. Noldy sang target tersenyum walaupun tanpa
tubuh sempurna. Tidak memiliki dua tangan dan hanya bergantung pada kaki untuk
melakukan berbagai rutinitas.
“Selamat
ulang tahun Noldy penakut” ujar mereka bersamaan.
Hal
yang sulit dipercaya bagi manusia semacam Nefrit melihat seorang Noldy berperan
dalam industry fashion. Memiliki beberapa kelemahan tetapi mencoba tetap
berlari mengejar satu kualitas masa depan tanpa henti. Cengeng, penakut, gugup,
tanpa dua tangan menjadi bagian titik terlebih bagi jalannya. Belajar untuk
tidak melihat kata orang dan segala jenis kelemahan dalam dirinya yang kemudian
membuatnya melewati satu proses panjang. Ribuan kali gagal menciptakan desain
fashion terbaik, penolakan demi penolakan, hinaan banyak orang bukan menjadi
alasan untuk berhenti seketika.
“Terimah
kasih banyak” senyum Noldy.
“Mengejar
masa depan tanpa dua tangan hanya mengandalkan kedua kakinya untuk memainkan
pensil dan mesin jahit” seru hati Nefrit.
“Tuhan,
kalau dia bisa walaupun dikatakan tubuhnya tidak sempurna seperti yang lain, berarti
sayapun bisa berlari sama seperti dirinya” kembali suara hatinya berbisik
sendiri. Merenung membayangkan bagaimana manusia tanpa tangan memainkan pensil
menciptakan karya-karya menarik bahkan menyita perhatian semua orang.
Berjalan
tanpa henti walaupun tubuh terasa lelah untuk satu penantian panjang.
“Setidaknya saya mencoba berjalan dari pada tidak sama sekali. Menyerah karena
gagal bukan kata paling tepat dijadikan sebagai kamus terbaik bagi langkahku
pribadi” kata-kata Nefrit memberi semangat pada diri sendiri di depan sebuah
cermin kamar. Butuh proses panjang menemukan satu talenta tersembunyi dalam
hidupnya dengan keunikan seni di dalam yang masih memainkan irama.
Terus
melatih dirinya membuat berbagai olahan masakan tanpa rasa bosan. Mempelajari
beberapa trik olahan chef terkenal melalui program TV, media social, maupun
buku-buku. Menyimak secara diam-diam aktifitas chef pada salah satu restoran
tempat dia bekerja sebagai tukang cuci piring. Menjalani kursus masak karena
seseorang telah mendaftar namanya diam-diam sekaligus membayar lunas seluruh
biayanya. “Nara harus bisa melihat bagaimana kakak mengejar mimpi” Nefrit
berucap di hadapan adiknya dalam ruangan rumah sakit. Menjenguk Nara sama
seperti angota keluarga Fidelis lainnya tidak pernah absen dari rutinitasnya.
“Dia
sepertinya tidak membiarkan bunga di ruangan ini layu” kalimat Nefrit menatap
bunga di samping tempat adiknya terbaring. Feivel selalu diam dalam setiap
tindakannya dan tidak seorangpun menyadari semua itu. Mengganti bunga di
samping tempat tidur Nara tiap hari, membayar biaya rumah sakit, mendaftarkan
Nefrit pada setiap kegiatan perlombaan memasak, dan masih banyak lagi demi
menebus segala objek terburuk yang pernah diperbuat olehnya di masa lalu bagi mantan
iblis semacam Feivel.
“Siapa
dia?” pertanyaan ini selalu saja melayang memenuhi diri Nefrit. Mencoba mencari
tahu siapa orang yang selalu berjalan masuk ke ruang tempat Nara selain anggota
keluarga Fidelis lainnya. Mereka semua menjawab tidak tahu menahu tentang hal
tersebut.
“Ayah,
bunda, ka’Lazki mengaku tidak pernah meletakkan bunga di tempat Nara” Nefrit
masih penasaran. Melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit yang kemudian
berjalan menyusuri toko-toko kecil.
“Nef”
tegur seseorang tiba-tiba menghentikan langkah Nefrit. Fey dan Lazki berlari ke
arahnya sambil melemparkan senyum. Mereka bertiga akhirnya singgah pada salah
satu café demi melepas penat seharian. Saling bercerita akan banyak hal sampai
mencari satu bahan setidaknya menciptakan penghiburan tersendiri. Terbaca jelas
bagaimana Fey stress memikirkan satu masalah.
“Seperti
ada masalah rumit ya?” Nefrit menatap ke arah Fey.
“Begitulah”
Lazki menjawab pertanyaan Nefrit.
“Kalau
boleh tahu masalah apa?” rasa penasaran Nefrit kembali.
“Masalah
terkacau diantara semua masalah” Fey.
“Segitu
hebohnya ya?” Nefrit terus menghentikan makanan masuk ke mulutnya.
“Masalah
lulusan kesehatan yang terus membludak, menganggur, biaya pendidikan mahal tapi
sama sekali tidak diperhitungkan” Fey. Menjelaskan bagaimana kisah tragis para
lulusan setiap tahunnya tetapi malah berakhir tragis menjadi pengangguran
sejati. Tuntutan rumah sakit minimal meminta akreditasi B, sedangkan ada begitu
banyak lulusan hanya berada pada standar C. Kesalahan terbesar pemerintah
dimana mengizinkan pendirian kampus besar-besaran dengan bebas di tiap daerah
belasan tahun silam dan tidak berpikir masalah selanjutnya.
“Penerimaan
mahasiswa tiap kampus selalu bercerita ribuan, ini yang jadi masalah besar
sampai akhirnya lulusan alumni dari tahun ke tahun membludak menjadi puluhan/ratusan
ribu terlebih pada area kebidanan/ keperawatan” penekanan Fey.
“Mereka
kuliah bukan dengan biaya murah, tapi ujung-ujung cerita malah menjadi
pengangguran kelas kakap seperti orang bodoh tinggal di rumah” Lazki. Menurut pemikiran Fey
seharusnya langkah tegas harus diambil oleh pemerintah karena kesalahan yang
dilakukan sendiri belasan tahun silam.
“Jadi
andaikan diberi kesempatan meluapkan masalah seperti ini, solusi terbaik kakak
buat masalah seperti ini?” Nefrit.
“Setidaknya
hentikan penerimaan mahasiswa/i jurusan kesehatan untuk beberapa jangka waktu
baik negeri maupun swasta. Cari solusi setidaknya seluruh lulusan tidak lagi
menjadi pengangguran. Pihak pemerintah dan rumah sakit harusnya juga
memperhitungkan lulusan kampus akreditasi C, kenapa? Karena mereka kuliah bukan
dengan biaya murah dan tidak sedikit uang yang keluar” Fey.
“Sambil
menunggu seluruh lulusan tenaga kesehatan mendapat pekerjaan layak, di tempat
lain pihak pemerintah melakukan seleksi kampus besar-besaran. Menutup kampus
yang dikatakan bermasalah, berada pada akreditasi C, bahkan melakukan
pengkajian kembali terhadap kampus yang dikatakan akreditasi A dan B biar lebih
adil. Jauh lebih baik solusi seperti ini dibanding mengeluarkan biaya mahal
sekali yang kemudian berakhir pengangguran puluhan ribu tenaga kesehatan
terlebih kebidanan” kembali penekanan Fey.
“Kampus
akreditasi A dan B harus tetap mengikuti proses seleksi dengan kata lain
memilih mana yang harus ditutup juga dipertahankan. System seleksi harus
akurat, ketat, mempunyai standar kualitas tersendiri, bahkan para tenaga pengajar
memasuki satu perputaran area ujian dibeberapa tempat dengan cara yang tidak
terpikirkan sama sekali” Lazki.
“Jauh
lebih baik penutupan kampus besar-besaran beserta para staf pengajar, dibanding
membludaknya pengangguran lulusan kesehatan sampai mencapai puluhan/ ratusan
ribu per tahunnya. Biaya yang dikeluarkan kuliah bukan uang sedikit bercerita
puluhan hingga ratusan juta, setidaknya
mempertimbangkan segala sesuatunya. Setelah proses seleksi kampus selesai,
minimal membatasi jumlah penerimaan sesuai kebutuhan per tahun di tiap daerah
sambil menunggu jadwal pembukaan kembali pendidikan jurusan kesehatan” Fey.
“Pihak
kampus hanya memikirkan uang semata
alias mata duitan/ rakus uang, sementara tidak menyadari bagaimana dampak
kualitas dan permasalahan ke depan dengan penerimaan sampai ribuan pertahunnya
tiap kampus. Menurutku, cukup 70-100an orang per kampus bagi kampus yang
dinyatakan lulus seleksi, kenapa? Minimal tidak ada lagi pengangguran ke depan,
kualitas lulusan juga terjamin, dan juga penerimaan sesuai kebutuhan rumah
sakit” Fey kembali melanjutkan penjelasannya. Jurusan kesehatan memang tidak
dapat disamakan dengan jurusan lain baik dari segi biaya, system, permasalahan,
dan objek-objek yang sedang bermain di dalam.
Jangan
menyalahkan mereka yang menjadi lulusan akreditasi C kemarin mengapa mengambil
area tempat seperti itu. Para lulusan dari kalangan akreditasi C juga berhak
mendapat jenis pekerjaan layak dengan tidak memandang rendah kualitas kemampuan
mereka oleh beberapa rumah sakit. Tidak menjadi masalah menutup seluruh kampus
akreditasi C, tetapi lulusan sebelumnya harus tetap diperhitungkan dalam dunia
kerja. Andaikan pihak rumah sakit berada di pihak mereka dan mencoba merasakan
bagaimana sukarnya berkeliling tempat mencari pekerjaan…
“Di
luar sana tidak sedikit yang mengeluh karena permasalahan seperti ini”
penekanan Lazki.
“Jauh
lebih kacau dibanding mencari talenta tersembunyi dalam diriku kemarin” Nefrit
seolah menertawakan diri sendiri.
“Minimal
kau tidak memiliki impian kuliah pada salah satu kampus kesehatan” Fey.
“Untung
saja talenta tersembunyi dalam dirimu berada pada olah-mengolah masakan, jadi
tidak perlu stress memikirkan masalah seperti sekarang” kata-kata Lazki membuat
Nefrit sedikit tertawa.
“Jangan
sampai cita-citamu masuk dunia medis” Fey.
“Cukup
ka’Lazki saja jadi perawat. Kadar otakku juga terbelakang mana mungkin
menguasai permasalahan anatomi dan lagian saya tidak menyukai berada pada jalur
medis” cetus Nefrit.
“Bagus”
Fey mengacungkan jempol ke arah Nedrit. Mereka menghabiskan waktu dengan dialog
masalah seperti ini hingga sore hari menjelang malam. Semoga pihak pemerintah
merespon permasalahan pengangguran para tenaga kesehatan itulah yang
diharapkan. Tidak sedikit uang yang dikeluarkan tapi ujung cerita menjadi
pengangguran sejati di rumah.
“Nef,
jangan lupa bahagia” pernyataan Fey sebelum akhirnya mereka berpisah dan
kembali ke rumah masing-masing.
Bagian
16…
Nefrit Fidelis…
Sama
sekali tidak pernah membayangkan bagaimana ka’Lazki juga ka’Fey mengungkapkan
sisi emosionalnya tadi karena sesuatu hal. Menatap ke langit mengamati cahaya
bintang seperti tersenyum ke arahku. Tuhan, maaf atas semua sikapku kemarin dan
menganggap kalau Kau tidak pernah menyatakan sesuatu dalam jalanku pribadi.
Betul kata ayah tentangMU untuk setiap objek yang sedang melingkupi hidup.
Selalu saja kata-kataku menyakiti hati ayah, bunda, dan diriMU tanpa berpikir
karena banyaknya tekanan membelit menyatakan luka.
“Kemarin
Nef tidak memiliki teman satupun, tapi setelah beberapa waktu belakangan Tuhan
mengirim beberapa orang-orang terbaik membantuku memahami banyak hal.”
Membayangkan petualangan tertentu dengan terus berjalan tanpa menyerah
sekalipun. Pak Brian penuh semangat menjadi guru privat terbaik sampai saya
bisa lulus sekolah pada akhirnya. Ka’Bianca menceritakan akan kisahnya paling
miris jauh lebih kacau dibanding jalanku dan bagaimana dirinya belajar berlari
menanggalkan lembah hitam walaupun semua itu tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Jatuh bangun yang pada ending cerita mengungkapkan kemenangan atas
dirinya.
Ka’Fey
bergulat penuh ketika memulai sesuatu di dalam dirinya. Tidak dikatakan berada
pada inti tetapi semuanya dimulai dari pekerjaan-pekerjaan yang dikatakan
paling terbawah bahkan terus belajar sampai detik sekarang. Secerca Sinar
merupakan perpaduan paling tepat bagi geng komunitas ini. “Mereka tidak salah
memilih nama geng” bergumam sendiri mengingat seluruh personil masing-masing
menjalani objek-objek tertentu dikatakan mempunyai gaya seni hidup berbeda dari
siapapun.
“Nef
belum tidur?” suara bunda mengagetkan diriku seketika. Masih tetap menatap ke
langit melalui pintu jendela kamar sambil tersenyum. Bunda berjalan ke arahku
memberi pelukan hangat.
“Maaf
akan banyak hal yang terjadi atasmu, bunda tidak bisa mengerti/ memahami
bagaimana air matamu terjatuh” bunda seolah menyatakan rasa penyesalan.
“Kenapa
bunda minta maaf? Bunda sudah cukup menderita memiliki 3 anak tapi semuanya
bermasalah.”
“Selalu saja tangis bunda jatuh karena
anak-anak bunda tidak seperti anak lainnya” kembali membalas ucapan bunda.
“Kesalahan
terbesar bunda karena terlalu cengeng, terlihat bodoh, lemah untuk tetap
berdiri” kalimat bunda.
“Tapi
Nef bangga mempunyai bunda, walaupun tidak sempurna seperti orang tua lain di
luar sana” memeluk bunda kuat. Orang tua mana sih tidak terluka dikatakan
terkena kutuk sebagai akibat satu dosa masa lalu. Anak pertama seorang napi,
narkoba, penjahat kelas kakap, selalu saja mempermalukan orang tua. Anak kedua
manusia paling bodoh diantara yang terbodoh, tidak dapat memberikan prestasi
membanggakan, cengeng, menyedihkan, lemah, dan tidak mampu melakukan apapun.
Anak terakhir sedang bertarung hidup melawan maut, entahkah dia akan menang
atau tidak sama sekali pada usianya masih terlalu kecil.
Tuhan,
jadi sahabat terbaik bagi ayah bunda ketika hatinya sedang terluka. Hapus air
mata bunda yang selalu saja mengalir. Ayahku hebat menyembunyikan rasa sakit
terlebih tangisnya sendiri di suatu tempat. Tetap berkata jika dirinya pasti
bisa menang atas ketiga buah hatinya pada satu garis finish suatu hari kelak.
“Ayah mana sih bisa seperti ayahku?” pertanyaan tersebut terus tersimpan kuat
di dasar. Saya harus terus berlari bersama ayah untuk membuktikan pada dunia
tentang satu kisah terbaik.
Pelukan
hangat bunda semalam mengantar tidur nyenyakku hingga matahari menyambut pagiku
bersama sinarnya. “Manusia iblis kenapa berada di kamar Nara?” perhatianku
teralih seketika melihat pemandangan kurang menyenangkan. Mungkin saya tidak
lagi kecewa terhadap Tuhan, tetapi masalah kebencian buat kakakku tidak akan
pernah pupus. Entah mengapa seakan sesuatu menahan tubuhku agar tetap berdiri
mengintip seperti orang bodoh depan pintu. Pertama kali melihat senyum sang
iblis penuh hangat tertujuh pada tubuh kecil Nara.
“Maaf
membuatmu terluka seperti sekarang” dia mengecup kening Nara.
“Beri
kakak kesempatan buat memperbaiki segalanya walaupun dikatakan semua itu
terlalu mustahil terjadi” ucapan penyesalan namun tidak akan pernah
mengembalikan waktu kemarin. Terdapat suatu kekuatan yang terus saja mendorong
tubuhku mengikuti kemanapun sang iblis berjalan. Selama ini saya tidak pernah
ingin tahu tentang apapun itu dalam dirinya.
“Dia
yang mengganti bunga di ruangan Nara setiap hari” sama sekali tak percaya akan
kenyataan di hadapanku sekarang. Memiliki rumah kos ukuran kecil, memulung
setiap harinya memakai gerobak sampah, menjadi tukang kuli bangunan, bekerja
sebagai cleaning servis pada salah satu gedung pencakar langit terbesar, objek
lebih parah adalah berada pada salah satu apartement dengan perannya menjadi
pembantu itulah kisah sang iblis sekarang. Beberapa hari terus saja mengekor di
belakang tanpa sepengetahuan dirinya.
“Dia
iblis, mungkin saya hanya salah orang” berucap sendiri.
“Semua
itu nyata” melihat ayah datang memeluk dirinya depan kamar kos miliknya.
“Bagaimana
dengan kuliahmu?” pertanyaan ayah membuatku terkejut. Manusia iblis kuliah
tetapi ayah sama sekali tidak pernah cerita. Dia hanya diam tanpa menjawab
pertanyaan ayah. Bagaimana bisa manusia iblis dapat mengatur waktu kuliah, kerja, bahkan masih sempat
mengunjungi Nara diam-diam? Kampus tempat kuliahnya merupakan salah satu tempat
paling bergengsi apa lagi sebagian besar orang sulit menembus kesana tapi
dirinya bisa…
Menatap
dari jauh sang iblis narkoba memulung pada tiap sudut gedung kampus sebelum jam
kuliah, istirahat, maupun setelah pulang. Bekerja pada salah satu kantin kampus
sambil memulung inilah kegiatannya rutinitasnya. Membersihkan meja-meja kotor,
menyapu, mengepel, memulung, mendapat olok-olokan semua penghuni kampus tetapi
tetap diam. Rasa penasaran makin berbicara hingga memberanikan kaki berada di
kamar kosnya seperti pencuri ketika dia tidak disana. Saya berhasil mendapat
kunci kamar kos setelah berhasil mengelabui dirinya dan membuat cadangan
setelah beberapa hari.
Rumah
cukup tertata rapi juga bersih tanpa sampah tapi pemulung. “Apa ini?” tidak
sengaja tanganku menyentuh lembaran kertas tidak jauh dari tepi ranjang.
Sepertinya terjatuh hanya si’pemilik belum menyadari.
“Bukti
pembayaran rumah sakit pasien atas nama Nara Fidelis” jadi selama ini dia
berada di belakang pembayaran Nara, hanya saja kami semua tertipu olehnya.
Mencari nota lain seakan curiga akan sesuatu hal. Tepat dugaanku kalau sang
iblis juga yang selalu mendaftar namaku sebagai salah satu peserta perlombaan
memasak. Dia membayar biaya kursus kemudian berhasil mengelabui semuanya
kembali. Saya benci semua ini…
“Formulir
pendaftaran masuk jurusan tata boga universitas Karya Abadi” membaca lembaran
kertas dalam sebuah kotak kecil.
“Feiv,
apa kau di rumah?” seseorang bersuara. Mencari tempat persembunyian aman memang
jauh lebih baik…
“Feiv,
masakan terbaru Nef mau tidak?” teriak ka’Lazki berpikir kalau manusia iblis
berada di kamar. Ka’Lazki mengambil makanan olahanku sembunyi-sembunyi buat
dirinya terdengar lucu.
“Selalu
saja seperti ini masuk rumah tanpa memberitahu sang pemilik” manusia iblis
hadir begitu saja.
“Pintu
rumahmu tidak terkunci, jadi kau pasti di rumah’lah” cetus ka’Lazki.
“Saya
baru datang mana mungkin pintu rumah terbuka seperti itu” manusia iblis.
“Jangan-jangan
rumahmu punya penghuni hantu gentayangan” ka’Lazki.
Ayah
dan ka’Lazki tidak pernah bisa membenci dirinya, tapi tidak buatku. Menyuguhkan
makanan di atas meja bagi sang iblis sambil menggerutu menyaksikan raut wajah
dingin di hadapannya. “Dia makan sangat lahap” melihat bagaimana manusia iblis
menikmati makanan di atas meja.
“Nef
makin jago masak” ocehan ka’Lazki. Dia tersenyum mendengar cerita ka’Lazki akan
kisahku dalam mengolah masakan dari waktu ke waktu. Kakakku kembali seperti
dulu dan tidak lagi menjadi iblis, tapi semua sudah terlambat. Kebencian
atasnya masih jauh lebih menang dibanding memberi akses maaf buatnya. Kenapa
saya sulit memberi maaf baginya? Sakit rasanya mengingat setiap kejahatan yang
pernah diperbuat olehnya. Tuhan, apa saya salah tetap ingin mempertahankan
kebencianku terhadap dirinya? Luka-luka kemarin akan tetap membekas dan tidak
semudah membalikkan telapak tangan hanya demi menghapus kisahnya. Berusaha
mencari cara agar bisa meninggalkan tempat tersebut tanpa diketahui oleh
mereka.
Saya
bukan ayah dengan mudahnya membuka satu pintu maaf bagi sang iblis. “Ayah”
berjalan ke hadapan ayah. Suasana pasar terlihat cukup ramai pengungjung sampai
ayah hampir tidak mendengar suara putri cengengnya.
“Bawang
merahnya sekilo” salah seorang pembeli menyodorkan selembar uang.
“Terasi,
asam, gula merah, sabun cupir, ma deterjen kasih juga yah” melanjutkan
permintaannya lagi.
“Tunggu
sebentar” senyum ayah.
“Biar
saya saja” menghalangi jalan ayah. Melayani beberapa pembeli dan membiarkan
ayah istirahat sejenak. Meneguk sebotol air mineral kemudian bersandar pada
salah satu kursi tempat barang-barang jualan.
“Kenapa
kemari?” senyum ayah.
“Kenapa
ayah tidak pernah bisa menghapus nama manusia iblis dari kartu keluarga
terlebih di hati ayah sendiri?” langsung pada inti topik.
“Ayah
ingin menang melewati petualangan-petualangan hidup” ayah.
“Dengan
cara seperti itu?”
“Seorang
ayah terhebat tidak akan pernah membenci, dendam, melontarkan kutuk, menyerang
Tuhan walaupun sang anak berlaku kejam di luar pemikiran semua orang” jawaban
ayah.
“Bisa
jelaskan definisi kemenangan seorang ayah?”
“Tetap
ingin mendekap sang anak bagaimanapun jalan hidupnya membuat permainan, menjadi
sahabat ketika anaknya terluka, tetap berdiri sebagai pondasi di saat badai
menerpa hingga menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya” ayah.
“Sejahat
apapun seorang anak tetap ingin mendekap bahkan memberi pintu maaf, seperti itu
maksud ayah?”
“Nef
kelak akan menjadi orang tua dan tentu kelak bisa merasakan peran orang tua
bagi langkah hidup anaknya” jawaban ayah terdengar konyol buatku. Merenung
membayangkan setiap kata-kata ayah di pasar kemarin. Defenisi kemenangan
seorang ayah memang terdengar aneh jika mendengar jawaban Gibran Fidelis pria
tua lemah.
Hal
lebih bodoh lagi adalah saya masih tetap mengekor di belakang manusia iblis
beberapa hari berikutnya. Kenapa pak Brian tiba-tiba berada di hadapannya?
Pertanyaan bodoh, pada hal jelas-jelas waktu pengeroyokan beberapa minggu
kemarin pak Brian menjadi pahlawan kesiangan bagi sang iblis setidaknya
berhasil lolos dari jurang maut untuk sekian kalinya. “Jangan mempermainkan
perasaan perempuan” si’iblis seperti mengamuk besar.
“Datang
bukannya menyapa, ini malah mengamuk” pak Brian sedikit kesal.
“Terserah”
manusia iblis.
“Bagaimanapun
saya ini dosenmu di kampus, bos besarmu di perusahaan, bekas guru adikmu sekaligus
berjasa membuat dia lulus dari sekolah, ngerti?” pak Brian.
“Jauhi
adikku” manusia iblis.
“Kenapa
saya harus jauhi Nef? Lagian kau sendiri yang mengemis-ngemis minta bantuan
biar bisa jadi guru privat adikmu,” pak Brian menyatakan satu rahasia.
“Nef
masih polos, lemah, cengeng, bodoh kuharap jangan mendekat lagi” manusia iblis.
“Enak
saja, tidak segampang itu Louis Alfredo Fernandes” pak Brian.
“Namaku
Feivel Fidelis bukan Louis Alfredo Fernandes” seakan ingin membuatku tertawa
seketika menyaksikan perkelahian mereka.
“Kau
tidak pernah menonton telenovela yah? Seperti marimar, Esmeralda, esperansa,
si’cantik clara” pak Brian benar-benar korban telenovela.
“Pantas
saja kelakuanmu lebih ganas dari iblis. Masih mengharapkan nona Embun kembali
sebagai tunangan, sedang di satu sisi mempermainkan perasaan adikku” manusia
iblis.
“Jangan-jangan
kau menyukai majikanmu sendiri? Kau ke apartement tu hanya sebagai pembantu
bukan menggoda majikan” rasa kesal pak Brian menendang kaleng-kaleng hasil
memulung manusia iblis di jalan. Tubuh manusia iblis jatuh seketika akibat
perbuatan pak Brian…
Entah
mengapa kakiku tiba-tiba saja berjalan keluar dari sarang persembunyian yang
kemudian mendorong keras tubuh pak Brian ke belakang. “Rasakan ini” kalimatku
membuat mereka berdua kaget bukan main. Kenapa juga saya harus marah mendengar
manusia iblis mendapat ucapan-ucapan penghinaan? Mana mungkin kebencian buatnya
memudar begitu saja. Bagaimanapun saya tetap membenci manusia iblis.
“Bukannya
dia itu iblis, kenapa malah mendorongku?” pak Brian. Kejadian selanjutnya
adalah saya makin mendorong tubuh pak Brian hingga terpental ke tanah untuk
kesekian kalinya kemudian berlalu dari hadapan mereka.
“Saya
tetap membenci manusia iblis, titik” bergumam sendiri di tengah jalan ramai.
Saya
bukan ayah maupun ka’Lazki bisa memberi maaf begitu saja dan melupakan segala
kejahatan sang iblis. Objek lebih gila lagi yaitu sengaja menciptakan satu
resep masakan khusus buatnya. Menumis bawang Bombay cincang, bawah merah dan
putih yang telah dihaluskan pada sebuah wajan. Memasukkan udang, pete, daun
jeruk, kunyit, cabe hijau,cabe merah, buncis, garam, penyedap rasa, kecap, perasan
jeruk lemon, sedikit air dan masak hingga kering. Tanganku bergerak cepat mengisi
lembaran roti tawar dengan hasil tumisan tadi kemudian menggulung rapi dan
menutup rapat memakai kocokan telur pada kedua bagian ujungnya. Mengoles
mentega sekitar area luar yang selanjutnya panggang dengan ukuran api kecil.
Taburkan bawang goreng atau abon bagian atas setelah berada pada sebuah wadah. Membiarkan
ka’Lazki mengambil sebanyak-banyaknya bagi sang iblis. “Memang itulah yang
kuinginkan” menertawakan diri sendiri…
Bagian
17…
Feivel Fidelis…
Seperti
mimpi Nefrit datang mendorong Brian karena ingin menolongku. Tuhan, mungkinkah
dia akan menganggapku sebagai kakak seperti dulu lagi? Menikmati masakan hasil
olahan tangannya memang menyenangkan. “Roti bakar isi udang pete” Lazki membawa
hasil eksperimen milik Nefrit ke rumah kos. Adikku makin mahir mengolah satu
masakan tertentu. Tidak akan saya biarkan Brian memanfaatkan kepolosan Nefrit. Masih
menginginkan mantan tunangan kembali, tetapi selalu saja mengekor seperti
cacing kepanasan di samping adikku.
“Miris
sekali hidup seorang pemakai narkotik sekaligus salah satu gangster mafia
sekarang” tiba-tiba seorang pria berpenampilan serba hitam berjalan ke arahku
ketika hendak mengumpulkan membersihkan sampah hasil memulung. Saya mengenal dia
hanya dengan mendengar sekilas suaranya saja. Mantan tunangan Zanna berdiri
penuh angkuh di depanku sekarang. Juan Aksa tersenyum hina dengan membawa
sekelompok anak buahnya.
“Hector”
tidak pernah menduga sama sekali orang kepercayaanku sekaligus sahabat menjadi
anak buah Juan Aksa.
“Kaget?
Semuanya dapat dibeli dengan uang termasuk dirinya” menunjuk ke arah Hector.
Kejadian serupa kembali berjalan dan mereka menyerang tanpa ampun hingga
membuat seluruh tubuh penuh darah. Kenyataannya dia merupakan dalang utama
dibalik pengeroyokan sebelumnya. Seakan tidak akan pernah puas menyaksikan
menghancurkan banyak hal dalam hidupku. Meninggalkan tubuh bersimpu darah
seorang diri di tengah kerumunan sampah.
“Kakak”
tiba-tiba saja Nefrit berlari menjerit dalam isak tangis. Berteriak meminta
tolong terhadap siapa saja yang sedang mendengar suaranya. Kebencian dalam diri
adikku tidak lagi terpancar. Rasa khawatir, takut, histeris membungkus dirinya
sekarang. Tuhan, terimah kasih membuatnya lupa akan setiap luka yang selalu
saja kuciptakan baginya. Andaikan kesempatan itu, saya ingin kembali menjadi
kakak terbaik tanpa henti menyinari langkahnya.
“Dimana
saya sekarang?” membuka mata dan menatap pintu-pintu langit ruangan tempat
tubuh sedang berbaring. Ayah, ka’Lazki, Nefrit, kecuali bunda berjaga di
sampingku sepanjang malam. Mereka benar-benar khawatir terhadapku. Ayah
mendekapku seakan bahasa tubuhnya menyatakan rasa takut andaikan jagoannya
tidak lagi bisa membuka mata.
“Jangan
membuat kami takut lagi” Lazki menangis ikut memelukku dari belakang.
“Permisi,
sedikit mengganggu kegiatan kalian” pria paruh baya berjalan masuk memakai
tongkat dengan jalan sedikit pincang membawa sebuah peti kecil.
“Bisa
meninggalkan kami berdua?” tanpa basa basi langsung ke inti pembicaraan. Ayah
Zanna berdiri tepat di hadapanku sekarang. Ayah segera meninggalkan kami berdua
sambil memberi isyarat terhadap Nefrit juga Lazki. Pertama kali berada dalam
ruangan bersama ayah dari gadis yang pernah menjadi cinta pertamaku kemarin. Dia
tidak banyak bicara ataupun menyudutkan kisahku tidak seperti mantan tunangan
anaknya.
“Dalam
peti ini berisi barang-barang peninggalan Zanna, ambillah!” Sayudha alias ayah
Zanna berkata-kata…
“Maaf
atas setiap kisah menyedihkan membelit langkahmu” sekali lagi berucap…
“Kenapa
bapak bisa mengenal saya?” berpura-pura tidak mengenal dirinya, pada hal saya
tahu dengan pasti seorang Sayudha merupakan ketua mafia terkejam. Berusaha
menghindar dan tidak pernah berdiri di depannya bukan karena takut, melainkan
hanya ingin pergi menjauh dari kisah masa lalu tentang putrinya Zanna.
“Menghancurkan perjalanan cinta antara kau dan
Zanna” Sayudha.
“Zanna
berusaha berlari sejauh mungkin meninggalkan rumah, tetapi sebuah mobil
tiba-tiba saja berjalan ke arahnya hingga meremukkan seluruh tubuhnya” kalimat tersebut
cukup menghentikan pertanyaanku yang lain. Dia berlalu pergi meninggalkan ruang
tempatku terbaring setelah satu jawaban keluar darinya. Raut wajahnya
mengungkapkan jika dia tidak lagi berada pada satu lembah gelap seperti jalanku
sekarang. Membuka peti milik Zanna untuk mengetahui barang-barang peninggalan
miliknya. Sebuah pulpen pemberianku masih tersimpan rapi pada sebuah kotak
berukuran kecil.
Flashback…
“Kata
ayah, kalau hatimu merasa sedih maka kau harus menuliskan kisahmu melalui ejaan
abjad pada sebuah buku kecil” menyerahkan kotak kecil berisi sebuah pulpen.
“Memang
bisa? Saya tidak percaya” mulut Zanna berkata-kata, tetapi tangannya segera
menarik kuat kotak di tanganku.
“Setidaknya
dapat menghibur dirimu. Jadikan pulpen ini sahabatmu, itulah satu kalimat ayah
setiap memberiku hadiah yang sama tanpa rasa jenuh” tersenyum ke arah Zanna.
Flashback…
“Hanya
tinggal kenangan” tertawa sendiri menatap pulpen di depanku. Penjepit rambut
berwarna biru, gelang tangan, tali sepatu, beberapa bungkusan permen, boneka
anjing imut sekaligus menjadi gantungan kunci pemberianku tertata rapi dalam
peti tersebut. Sebagian barang-barang lainnya adalah ketika kami menghabiskan
waktu berkeliling toko-toko asesoris. Tidak ada kejelasan hubungan antara saya dan
Zanna, namun satu hal hati tetap bahagia selalu berada di sampingnya. Sebuah
buku menyatakan segala isi hati Zanna. Membuka lembar demi lembar halamannya,
satu-satunya nama terus terukir di sana hanya ada nama Feivel Fidelis. Mengungkapkan
bagaimana ketika kami berada pada sebuah perpustakaan kampus untuk
menyelesaikan tugas pemberian dosen.
“Sang
junior selalu membantu senior terbodoh di kampus” satu kalimat terucap jelas
pada lembaran berikutnya.
“Pulpen
biru, jadilah sahabatku untuk mengungkapkan kisahku seperti kata ayahnya”
menaruh beberapa gambar emoticon penuh senyum sekitar tulisan bagian depan.
Nama Feivel selalu tercetak rapi di setiap lembar buku di bagian bawah sudut
kanan.
“Papi
merebut kebahagiaanku” berulang kali kalimat tersebut memenuhi sebagian besar
lembaran halaman buku miliknya. Zanna dipaksa bertunangan dengan salah satu
anak rekan bisnis ayahnya sendiri. Sayudha mengancam akan menghancurkan masa
depanku sekaligus membawaku pada satu jurang maut di luar pemikiran semua
orang. Saya baru menyadari semua itu setelah sekian tahun berlalu.
“Tuhan,
kembalikan Feivel polos seperti kemarin. Jangan biarkan kakinya terus menapaki
lembah gelap hingga dia tidak lagi bisa melihat satu pelita kecil ketika
melangkah” air mata Feivel mengalir begitu saja. Zanna menyadari bagaimana
kisahku sedang berjalan pada suatu area tergelap diantara yang tergelap.
Hatinya hanya buatku seorang, tetapi saya tidak menyadari semua itu.
“Saya
ingin menangis sejadi-jadinya Tuhan.”
Cengeng,
menyedihkan, lemah, kacau menggambarkan pribadi Feivel sekarang. Saya tidak
bisa seperti ayah terlihat kuat dengan segala hantaman badai di sekitarnya.
Kenapa dia diam seribu bahasa sampai cerita berkata lain tentang kisahnya?
“Kakak terlalu naïf ya?” berkata-kata pada tubuh yang masih terbaring kaku.
Entah mengapa saya ingin berada di samping gadis kecil dan meluapkan tangisku
seketika.
“Jangan
seperti Zanna pergi tanpa pernah memberiku kesempatan memperbaiki. Kakak ingin
Nara bangun mengatakan sesuatu…” air mata terus saja mengalir.
“Apa dia cinta pertama kakak?” entah sejak
kapan Nefrit berdiri di depan pintu.
“Maaf
terus menganggapmu iblis sampai buta kalau kau berusaha menjadi cahaya buat Nef”
menyatakan satu kalimat sambil berlari masuk memeluk diriku seketika. Wajar
jika adikku melempar kebencian selama ini atas setiap luka yang selalu saja
kumainkan. Terimah kasih Tuhan menggerakkan pintu hati adikku untuk memberi
maaf bagi mantan manusia iblis. Berharap bunda melakukan hal sama, tersenyum
dan membuka pelukannya bagi anaknya yang ingin kembali.
Entah
bagaimana jalan cerita, tiba-tiba saja ayah berlari masuk ke ruangan tersebut
memeluk kami berdua. Terdengar suara tembakan pistol sampai beberapa kali
tetapi ayah terus melindungi ketiga buah hatinya. “Ayah” suara tersebut
membangunkan Nara dari tidur panjangnya. Ayah masih berjuang walaupun dikatakan
darah segar terus mengalir.
“Ayah…”
teriak Nefrit menyaksikan kisah memilukan di depannya sekarang.
“Rasa
sakit tidak pernah dicintai oleh siapapun terbayar. Sekarang kau bisa merasakan
bagaimana sakitnya kehilangan” ucapan Juan tanpa penyesalan…
“Saya
mencintai Zanna tapi kenapa hatinya tidak pernah bisa berpaling? Tidak
seorangpun menyayangi Juan Aksa” seakan melampiaskan amarahnya. Dia hanya ingin
satu cinta dari seseorang yang mungkin tidak pernah bisa di genggam olehnya.
Suara peluru kembali berkumandang untuk kesekian kali membuat Nara histeris
setelah sekian lamanya tertidur pulas. Tubuh Juan jatuh tergeletak ke lantai
seketika…
Nona
Embun menembakkan peluru dari arah belakang saat Juan ingin malakukan aksinya
kembali. Terjadi kejar mengejar antara polisi dan anak buahnya memenuhi lorong
rumah sakit. “Gadis kecil ayah sudah bangun” ayah masih sempat berkata-kata
seolah tidak terjadi sesuatu. Ayahku terlalu kuat menahan rasa sakit yang
sedang menggerogoti tubuhnya karena luka tembakan.
“Ayah…”
Nara berteriak histeris melihat mata ayah tertutup seketika…
Penanganan
medis segera dilakukan, sedang bunda yang baru saja datang menangis histeris. Bunda
sedang tidak berada di tempat kejadian tadi. Kejadian bermula dari Juan dan
beberapa anak buahnya, berhasil mengelabui rumah sakit dengan melakukan
penyamaran sebagai petugas kesehatan. Kebencian terhadapku memang nyata di hati
Juan. Cinta Zanna dan kecelakaan kemarin menjadi penyebab utama aksi balas
dendam memenuhi ruang hidup Juan Aksa. Lazki juga dokter pun sedang bergumul di
dalam berusaha menolong ayah.
“Ini
semua salahmu” teriak bunda menampar wajahku berulang kali.
“Kemarin
Nara, sekarang suami sekaligus ayah kedua anakku. Kenapa bukan kau saja yang
mati?” Bunda tidak lagi menganggapku sebagai anaknya. Tuhan, balut luka bunda
yang selalu saja menerpa karena perjalanan manusia iblis seperti diriku.
Andaikan kesempatan itu ada buatku. Biarkan nafas hidup kembali ke tubuh ayah.
Kenapa ayah harus kembali melindungi jagoannya tanpa pernah peduli seberapa
besar luka penderitaan ketika berjalan?
“Maaf”
satu-satunya kata dengan mudah terlontar…
“Semudah
itu” teriak histeris bunda, sedang Nefrit berusaha menenangkan dirinya. Dokter
berkata seluruh peluru berhasil dikeluarkan, tetapi hanya mujizat Tuhan saja
yang dapat membangunkan ayah. Berjam-jam petugas medis bergumul hebat dalam
ruang bedah demi kesembuhan seorang tokoh terbaik ketika mengarungi lembah
kelam.
“Pergi!”
perintah bunda tidak ingin melihat wajahku lagi.
“Beri
saya kesempatan setidaknya sampai ayah bisa membuka matanya kembali” ucapan
memohon dengan wajah menunduk dan berlutut di hadapan bunda.
“Kenapa
saya harus memberi kesempatan terhadap iblis sepertimu?” bunda.
“Gadis
kecilku salah apa sampai kau tega membuatnya tertidur lama? Sekarang kau
melakukan hal sama terhadap ayahnya” kembali menampar berulang kali wajahku.
“Nara
sayang ka’Feiv” tubuh mungil Nara berjuang melindungi sang kakak terjahat dari
luapan amarah bunda.
“Nef
juga sayang ka’Feiv” tidak pernah menyangka Nefrit melakukan hal sama…
“Dia
sudah menyakiti kalian dan sekarang ayah bertarung maut” teriak bunda.
“Dimana
bunda Nef kemarin? Selalu berdoa setidaknya ka’Feiv kembali” Nefrit.
“Nara
ingin bunda kembali seperti dulu. Nara tidak mau bunda berubah jadi monster”
Nara. Hal tidak terpikirkan sama sekali adalah mereka berdua berjuang
mempertahankan kakaknya di hadapan bunda. Berlutut sama seperti diriku demi
satu kesempatan di tengah masa kritis ayah.
“Biarkan
Feiv tetap berada di samping ayah” Lazki tiba-tiba hadir di tengah kami dan
ikut melakukan hal yang sama yaitu berlutut. Bunda hanya diam membisu seakan
menyetujui permohonan untuk membiarkan saya tetap berjaga di samping ayah.
Tidak berkata-kata lagi serta meluapkan setiap luka yang sedang menembus
dinding hatinya. Menggenggam jemari ayah sambil terus berdoa di hadapan sang
pencipta.
Ayahku
hebat ketika berjuang menyatakan kemenangan, walaupun dunia berkata dirinya
benar-benar kalah bahkan sangat gagal untuk membawa ketiga buah hati pada satu
garis finish. Tuhan, biarkan ayah kembali merasakan keindahan matahari terbit
dan terbenam di setiap jalan hidupnya. “Ayah harus bangun. Nara sayang ayah”
gadis kecil membelai wajah ayah memakai tangan mungilnya. Dia bangun dari tidur
panjangnya setelah mendengar suara tembakan memenuhi gendang pendengarannya.
“Ayah
masih harus berlari membuktikan pada dunia tentang kemenangan seorang ayah
untuk membawa ketiga buah hatinya menuju satu garis finish” Nefrit terus
menggenggam tangan ayah terbaik di antara para ayah.
“Nef
butuh dekapan ayah ketika luka hidup terus saja mengguncang. Ayah belum
membuktikan pada dunia kalau kau bukan ayah tergagal diantara para ayah” tangis
Nefrit makin histeris.
Tubuhku
sendiri masih terlalu sulit mengungkapkan apa yang diingini hati. “Bunda tidak
bisa berjalan tanpa ayah” seorang istri sedang bergumul hebat dalam isakan air
mata. Semua salahku selalu saja membuat air mata bunda mengalir. Saya ingin
ayah bangun, dengarkan doaku Tuhan. Kalau Kau bisa membangunkan adikku Nara
dari tidur lelapnya berarti tanganMU juga bisa mengembalikan ayah.
“Feiv
masih butuh ayah menjadi pelita kecil melewati ruang gelap sewaktu berjalan.
Beri Feiv kesempatan sekali lagi…” ungkapan perasaan penyesalan. Berjam-jam
berjaga sepanjang malam terus berada di samping ayah. Andaikan waktu dapat
diputar dengan tidak membiarkan peluru itu menembus tubuh ayah. Pria tua tidak
mengenal kata gagal mendekap ketiga buah hatinya. Semua dapat berkata kutuk
sedang menghancurkan kisah jalan hidup anaknya, tetapi dia dengan bijak ingin
tetap berlari.
“Gadis
kecil ayah…” itu suara ayah memanggil Nara.
Tangan ayah bergerak menggenggam hangat
jariku. “Ayah…” teriak Nara memeluk ayah. Bunda yang terus saja menjatuhkan air
mata segera menghapus tangisnya. Terima kasih Tuhan mengembalikan ayah dan
memberiku kesempatan lagi untuk memperbaiki sesuatu yang dikatakan rusak.
Bunda, Nefrit, Lazki, Nara, bahkan seluruh petugas medis di sana ikut menangis
terharu melihat senyum ayah kembali.
Brian,
nona Embun, petugas medis, bahkan teman-teman Lazki pun ikut berjaga semalaman
dan berdoa buat ayah. Mereka semua menunggu di depan pintu luar tempat ayah
berbaring. “Berikan Feiv kesempatan!” tiba-tiba saja Ayah membuat pernyataan
menatap wajah bunda beberapa jam setelah siuman. Selama ini saya tidak pernah
bisa berdiri di hadapan bunda hanya demi satu permohonan maaf, jadi wajar kebencian
itu semakin berakar. Rasa takut akan penolakan membuatku terus hidup dalam
diam.
“Jangan
usir Ka’feiv” Nara berlari memeluk tubuhku.
“Di
balik biaya berobat Nara, selembar kertas untuk menyatakan satu talenta
tersembunyi, mengirim kata-kata penuh semangat melalui pesan email,
terus-menerus menjadi peserta kompetisi memasak walaupun dikatakan Nef selalu
kalah dibabak penyisihan, tanpa rasa bosan berjaga di samping Nara dan
menghidupkan bunga segar di sekitar ruangan tiap hari adalah orang yang sama”
Nefrit menyadari semuanya…
“Orang
itu ka’Feiv” Nefrit berlari memelukku seketika.
“Jagoan
ayah hebat, terima kasih” senyum ayah juga ingin berlari membawaku dalam
dekapan hangatnya. Entah bagaimana Nefrit menyadari hal tersebut, hingga
membuat semua keluarga terkejut termasuk bunda.
“Bunda
juga boleh mendekapmu seperti ayah, Nef, Nara?” tangisku pecah seketika
mendengar pernyataan bunda. Tuhan, senyuman bunda mulai kembali buatku.
Kekuatan paling berperan memberi kehangatan sejak bayi.
“Maaf
selalu saja menyakiti bunda” tangisan mantan iblis. Saling berpelukan melepas
segala ungkapan hati itulah yang sedang kami lakukan sekarang. Tidak ada lagi
rasa benci antara satu sama lain. Ayahku hebat ketika ingin merebut kembali
jagoannya keluar dari satu lembah gelap. Berada di samping anak gadisnya paling
cengeng, bodoh, terkacau sedunia untuk belajar menggenggam masa depan yang
dikatakan semua orang mustahil di raih karena tingkat disabilitas cukup parah
sedang mempermainkan keadaan. Menjadi penyemangat gadis kecilnya dengan satu
pergumulan penyakit bahkan tingkat kesembuhan 0%, tetapi ayah membuktikan jika
dirinya dapat berlari menghancurkan maut. Tetap menjadi pondasi bagi bunda
ketika air matanya terus terjatuh, itulah ayahku.
“Ayah
mencintai kalian” ungkapan hati ayah mendekap kami.
Nefrit Fidelis…
Keluarga
Fidelis pada akhir cerita bisa kembali berkumpul seperti dulu lagi. Kebahagiaan
terbesar lain lagi adalah adik kecilku Nara dinyatakan bebas dari penyakitnya
setelah tertidur lelap sekian waktu. Rasa benci terlalu besar buat kakakku lenyap.
“Nef semangat” sekali lagi ka’Feiv mendaftarkan namaku menjadi salah satu
peserta kompetisi memasak. Ayah, bunda, ka’Feiv, ka’Lazki, Nara, dan
teman-teman komunitasku datang memberi dukungan pada salah satu pusat
perbelanjaan terbesar di kota ini.
“Nef
pasti bisa” teriak ka’Fey.
“Nef
harus menang kali ini” ka’Bianca tersenyum manis. Tidak menyangka sama sekali,
mereka juga berdoa dan berjaga semalaman penuh di rumah sakit sewaktu ayah
sedang menghadapi masa kritis.
“Pertandingan
di mulai dari sekarang!” perintah salah satu host di acara tersebut. Mencoba
bersikap tenang menghadapi perlombaan kali ini. Membersihkan bahan-bahan yang
akan digunakan. Menumis bawang Bombay cincang, bawang (merah, putih, kemiri
yang telah dihaluskan), irisan cabe hijau secara bersamaan. Memasukkan nasi
putih, cumi, sosis, udang, pette, parutan kasar wortel, penyedap rasa, sedikit
kecap, , irisan telur dadar, sedikit air kunyit kemudian aduk sampai semua
tercampur rata. Pada bagian lain tangan mengambil potongan daun sawi hijau dan mencelupkan
sejenak pada air mendidik. Peras jeruk lemon setelah api kompor dimatikan,
sekali lagi aduk nasi hingga merata. Bungkus nasi sedikit demi sedikit pada
lembaran daun sawi tadi sesuai selera. Makanan hasil karya Nefrit Fidelis siap
disajikan hangat bersama saus sambal terasi di hadapan para juri yang hadir.
“Pemenang
kali ini jatuh pada peserta nomor 319” juri mengumumkan pemenangnya.
“Itu
nomor Nefrit” ka’Feiv berlari histeris ke hadapan para juri. Semua mata tertuju
pada kakakku dengan tubuh penuh tato, terlihat menyeramkan memang. Semua itu
hanya bagian masa lalu ka’Feivel. Kami semua melihat dirinya yang sekarang.
“Tidak
seperti itu juga kali, berteriak histeris” gerutu pak Brian tiba-tiba menarik
tangan kakak kembali ke tempatnya, sedang ayah bunda hanya tersenyum melihat
tingkah ka’Feiv. Ternyata majikan kakakku benar-benar cantik dan dapat
dikatakan sempurna diantara banyaknya wanita. Dia juga ikut hadir memberi
ucapan selamat buatku. Saingan ka’Feiv sangat berat untuk merebut hati nona
Embun sang majikan.
Menjadi
pertanyaan kenapa ka’Feiv selalu berada diantara kisah percintaan cukup sulit?
“Sebenarnya perasaan nona Embun terhadap pak Brian seperti apa?” bertanya
begitu saja pada saat semua sedang merayakan kemenanganku pada salah satu café.
Personil komunitas secerca harapan, ka’Lazki, pak Brian, ka’Feiv diam seketika.
“Wow,
seperti kisah cinta segitiga nih kalau jalan ceritanya begini” ka’Reynand.
“Kenapa
bicaramu lari begitu?” nona Embun.
“Karena
kau mempermainkan perasaan dua pria sekaligus” jawabanku tegas semakin
mengundang Tanya. Walaupun masa lalu ka’Feiv tentang Zanna belum sirna, tapi
setidaknya dia terlihat bahagia bersama nona Embun.
“Saya
dan Brian tidak memiliki hubungan sama sekali” nona Embun.
“Embun
itu hanya mantan dengan kisah terjelek kemarin, tapi kami tetap sahabat” pak
Brian seperti meluruskan kembali.
“Berarti
ada harapan kakakku dong” berucap tanpa berpikir terlebih dahulu.
“Ini
mah percintaan segi-segian yang lain…” ledek Ka’Bianca.
“Dulu
memang saya masih ingin kembali terhadap sang mantan, tapi setelah menjadi guru
privatmu sepertinya perasaanku hilang lenyap. Lagian Embun memutus hubungan
pertunangan hanya karena saya menyuruhnya meninggalkan karir kepolisiannya.
Singkat cerita hubungan berakhir, saya lebih tertarik pada gadis yang jago
masak.” Wajahku merah seperti kepiting rebus seketika mendengar pernyataan pak
Brian di hadapan semua orang. Bekas guru menembak tanpa kenal tempat depan
banyak orang? Saya langsung berlari meninggalkan tempat tersebut bahkan tidak
ingin meninggalkan kamar sedetikpun selama beberapa hari belakangan.
Ka’Lazki
terus saja tertawa meledek melihat tingkahku mengurung diri di kamar. Benar-benar
memalukan tindakan pak Brian. “Lagian kenapa juga bicara ceplas ceplos begitu
depan banyak orang?” ledek ka’Lazki dari luar. Saya pikir pak Brian tulus
membantu ternyata ada udang dibalik batu. Berusaha menghindar/ bersembunyi
setiap kali mendengar suara pak Brian sedang makan gratis di rumah seolah tanpa
rasa bersalah. Mereka semua tidak mempermasalahkan kehadiran pak Brian? Malah
terlihat senyum lebar…
“Selamat
datang di rumah adik ipar” sambutan ka’Lazki.
“Adik
ipar itu apa?” pertanyaan Nara bingung mendengar kata-kata aneh.
“Anak
kecil tidak usah tahu” balas ka’Lazki. Saya baru menyadari jika ternyata pak
Brian merupakan salah satu ceo tersukses di zaman sekarang. Mempunyai
perusahaan raksasa selain berperan sebagai tenaga pengajar menjadi bagian
hidupnya. Lebih kacau lagi sengaja menjadikan ka’Feiv seorang tukang kuli
bangunan, pembantu rumah tangga, terakhir cleaning servis pada perusahaannya
sendiri.
Menurut
penjelasan pak Brian, kalau dirinya juga memiliki kisah sama seperti ka’Feiv.
Singkat cerita ketua yayasan tempat pak Brian berperan sebagai dosen membawanya
pada satu situasi seperti yang ka’Feiv jalani. Kesimpulan ceritanya adalah
kegiatan aksi balas dendam dari satu tempat ke tempat lain. “Tapi masa lalu
saya tidak separah Feivel kemarin, tapi tetap hancur juga” cetus pak Brian.
Orang tuanya meninggal menjadikan dia yatim piatu bahkan menjadikan kisahnya
pada satu alur cerita gelap. Belum memasuki fase tidur dengan banyak wanita,
berperan sebagai mafia, memakai tato menjadi pembeda antara dia dan ka’Feiv.
“Feivel
berjasa besar terhadap perusahaan kemarin karena konsep yang diajukan kemarin,
tapi saya tetap mempertahankan dirinya sebagai cleaning servis akibat aksi
balas dendam juga” pak Brian.
“Maksudnya?”
ka’Feiv mulai gerah, sedang saya masih menjadi pendengar setia sambil
bersembunyi tidak jauh dari ruang makan tempat mereka duduk.
“Lah
ketua yayasan juga membuat saya hidup seperti itu kemarin” jawaban pak Brian.
Terdengar
aneh pak Brian terus saja bertamu ke rumah, biarpun saya bersembunyi dan masih
belum mau menampakkan batang hidung. Raut wajahnya tetap terlihat santai,
bahagia, tenang ketika berdialog bersama anggota keluarga. Lebih kacau lagi
langsung melamar tanpa meminta persetujuanku lebih dulu. Sejak kejadian malam
itu hingga detik sekarang saya masih belum bisa berdiri di hadapannya.
Bagaimana cerita? ayah bunda langsung memberi persetujuan tanpa bertanya bahkan
sudah menetapkan tanggal pernikahan. Pada hal sesuai rencana setelah ayah
keluar dari rumah sakit, saya harus berada di bangku kuliah jurusan tata boga.
“Tidak jadi masalah mengejar mimpi sekaligus jadi ibu rumah tangga” tegur
ka’Feiv.
“Ka’Feiv
sendiri sudah bisa mendapat hati nona Embun?” pertanyaan aneh.
“Bicaramu
ngelantur membuat kakak malu saja depan nona Embun waktu itu.”
“Tapi
ka’Feiv terlihat bahagia, meski masa lalu tentang Zanna masih membekas” balasku
tidak ingin kalah bicara.
“Entahlah,
lagian kakak memiliki masa lalu jadi butuh waktu” ka’Feiv.
“Brian
sudah menjelaskan terhadap kami semua antara dirinya dan nona Embun hanya
berstatus sahabat” ka’Feiv mengalihkan pembicaraan.
“Nef
harus terima kenyataan nikah ma saya” senyum pak Brian tiba-tiba saja hadir di
tengah kami.
“Kenapa
bapak selalu saja membuat Nef jantung mendadak?” sangat kesal.
“Karena
sudah takdir Tuhan” jawaban pertanyaan nyambungnya dimana. Pada akhir cerita,
saya akhirnya menerima pak Brian sebagai pendamping hidup sambil mengejar masa
depan sendiri. Entah dorongan apa sampai membuatku menerima kenyataan segera
menikah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ka’Feiv masih menjalani
statusnya sebagai mahasiswa entrepreneurship (kewirausahaan) pada salah satu
kampus paling bergengsi. Tetap melakoni semua pekerjaannya kecuali kuli
bangunan dan pembantu rumah tangga demi biaya kuliah setelah Nara dinyatakan
sembuh total.
Nilai-nilai
IPK milik ka’Feiv selalu saja berada pada urutan pertama di antara seluruh
penghuni kampus. Kakakku memang benar-benar jenius sejak lahir. Hubungannya
bersama nona Embun masih berjalan dalam kategori pergumulan. Akhir cerita
perjalanan keluarga Fidelis adalah kebahagiaan terbaik tanpa bisa dilukiskan
melalui kata-kata. Kuliah, menjadi ibu rumah tangga, membuka restoran modal
suami seperti itulah kisahku sekarang. Talenta tersembunyi sedang berirama dan
Tuhan membuat indah pada waktunya.
Gibran Fidelis…
Badai
itu akhirnya dapat dilalui oleh pria tua yang sedang berperan sebagai ayah bagi
ketiga buah hatinya. Kata gagal, kutuk, lemah, hinaan, terkucilkan tidak lagi
bermain. Terimah kasih Tuhan karena langkah dapat membuktikan kemenangan
terbaik di antara seluruh para ayah. Logika manusia berkata tidak ada masa
depan bagi ketiga buah hatiku, tapi Kau menghancurkan pernyataan mereka. Lembah
hitam sedang mengikat langkah anakku Feivel bahkan menceritakan alur kisah
mengerikan. Sampai suatu ketika sang ayah merasa putus asa dan lelah dalam
diam, saat itu tanganMU bekerja menarik jagoanku untuk kembali.
Tingkat
disabilitas cukup parah membuat Nefrit terus saja menangis, putus asa,
menderita, terluka, terkucilkan, menjadi bahan tertawaan semua orang. Masa
depan anak gadisku seperti tidak mungkin memperlihatkan masa depan. Dunianya
hanya bercerita tentang kekurangan dan kekurangan semata. Belajar mencari
talenta tersembunyi untuk mengubah jalannya, namun tidak memperlihatkan setitik
hasil. Marah juga kecewa terhadapMU itulah yang mempermainkan hidupnya. waktuMU
bekerja menunjukkan jalan hingga menciptakan satu masa depan baginya. Kini namanya masuk dalam deretan chef terkenal di dunia
internasional.
Sekali
lagi Tuhan tidak mempermalukan seorang ayah yang sedang bergumul bagi gadis
kecilnya. Penyakit kanker menggerogoti tubuh mungil gadis kecilku sejak usianya
menginjak tahun ke-3. Menjalani kemo terapi berulang kali tetapi dia
benar-benar kuat bahkan selalu menjadi penyemangat ayahnya. Rasa takut luar
biasa membungkus, andaikan gadis kecil tidak lagi bisa menatap matahari terbit
dan terbenam tiap harinya. Jeritan hati ayah bundanya tiap detik bermain membentuk
irama sendiri. Untuk kesekian kali sang ayah harus bisa menjadi pondasi
terhebat buatnya. Garis finish berkata gadis kecilku terbangun dari tidur
lelapnya dan dinyatakan sembuh total.
“Pertunjukan
ini buat ayah” gadis kecil berkata-kata di hadapan semua orang sambil memainkan
beberapa alat musik. Suatu hari nanti dia akan menjadi pemain music berbakat
bahkan membuat dunia tercengang-cengang seketika. Inilah kisah perjalanan
seorang ayah bersama defenisi kemenangan di dalam dirinya. Andaikan hidup tak
melihat kehidupan bagi buah hatimu, satu hal belajarlah untuk terus berlari dan
membuktikan satu kemenangan diantara para ayah. Jangan berhenti berjuang demi
perjalanan terbaik sang anak.
TAMAT