Sabtu, 02 September 2023

 

a REASON…

Bagian 1...

Nitzana…

Apakah keinginan terbaik dapat terwujud seketika? Siapa yang menyangka warna pribadi hidup Nitzana menjadi sedikit berbeda dibanding orang di sekitarnya. Menapaki satu jalan untuk sebuah alasan tentu tidak mudah, namun mengesankan. Saya ingin mencari cerita menarik dengan kisah petualangan terbaik dari semua orang. “Zana” Livia berjalan masuk ke ruang kerjaku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu membawa seseorang…

“Ada denganmu? Masuk begitu saja seperti tidak mengenal tata karma” menegurnya.

“Stop menegur!” Livia.

“Mungkin saya harus memberimu satu pelajaran” bernada kesal ke arah Livia.

“Jangan berkata seperti itu di hadapan temanku” Livia tidak mau kalah.

“Apa yang kau inginkan?” bertanya…

“Bantu temanku karena hanya kau psikolog terbaik yang pernah ada” perkiraan tepat menjadi jawaban penutup untuk meninggalkan ruangan secepat mungkin. Datang tanpa membuat jadwal, masuk tiba-tiba, dan tujuannya adalah menolong semua teman-temannya yang sedang mengalami masalah depresi. Berperan sebagai seorang psikolog tentu tidak mudah tetapi inilah jalan hidup. Menghadapi berbagai kasus permasalahan tiap hari kemudian berpikir mencari solusi terbaik ketika berhadapan dengan seorang klien.

Bahasa, tutur kata, adaptasi, penguasaan segala jenis mimic pergerakan tubuh, analisa tulisan, dan masih banyak lagi harus berperan penting dalam dunia psikolog. Ketika seseorang mengungkapkan satu nada kalimat, maka ahli psikolog  harus cepat menangkap bahkan menyimpulkan kepribadian tersembunyi tanpa siapapun menyadari semua itu. Bukan karena pakar psikolog merupakan seorang dukun atau Tuhan, tetapi bidang mereka mempunyai cerita tersendiri…

Mengenal lebih detail factor masalah demi menentukan satu diagnose dan jalan keluar bagi kasus-kasus tertentu ketika berhadapan dengan klien. Memahami berbagai ilustrasi kehidupan tentu tidak mudah, namun salah satu jalan keluar penanganan sebuah kasus memerlukan alat peraga semacam ini. Menjadi pendengar setia bahkan terbaik bagi mereka yang sedang mengalami satu permasalahan tanpa jalan keluar juga salah satu ciri khas sang psikolog. Masing-masing kami memiliki cara tersendiri ketika berdiri maupun berhadapan di antara banyak orang.

“Apa masalahmu?” pertanyaan langsung ke inti setelah Livia berjalan pulang.

Dia wanita berusia kepala tiga, cantik, ibu rumah tangga dan memiliki 3 orang anak. Mata bengkak, lingkaran hitam sekitar kelopak mata, wajah lemas, perasaan kecewa terpampang jelas tanpa harus berucap sepatah katapun. Mencoba mendengar setiap keluh kesah akibat satu kesalahan terbesar sedang bermain dalam biduk kehidupan sang suami. Menangis sejak awal dialog seakan menyatakan rasa sakit bersama luka terus saja mendekam.

Mengungkapkan bagaimana rumah tangga yang selama ini berjalan sekian tahun sedang berada di ujung tanduk karena perselingkuhan. Hal lebih mengejutkan lagi adalah dia masih jauh lebih cantik dibanding wanita selingkuhan sang suami setelah melihat selembar foto mereka. Kejadian seperti ini memang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga, dapat dikatakan bukan hanya dia satu-satunya mengalami hal tersebut.  

“Wanita itu berperan sebagai rekan kerjanya hingga pada cerita akhir menghancurkan kehidupan rumah tanggaku tanpa rasa kasihan” ungkapan perasaannya di sela-sela tangis masih saja berjalan…

“Menangis terus juga tidak akan pernah menyelesaikan masalah” ungkapku.

“Perceraian menjadi jalan keluar masalah saya sekarang” nada pasrah melalui ucapan tersebut.

“Mengambil jalan pintas semacam perceraian menyatakan kau benar-benar kalah terhadap dunia rumah tanggamu sendiri” membalas ucapannya.

“Saya sudah berusaha bertahan berulang kali, tapi selalu saja kata terluka makin membesar bagaimanapun tangan berusaha menutup tiap celah” dia mengungkapkan satu pernyataan menyerah. Siapa sih yang tidak sakit menjalani kisah paling tragis dengan 3 anak dan harus menghadapi masalah perselingkuhan sang suami. Kekacauan terparah lagi adalah versi kecantikan sang selingkuhan hanya berada di bawah standar bahkan sang istri masih jauh lebih cantik dua kali lipat. Pada kenyataannya kecantikan bukanlah modal utama menjadi penyebab sang suami menjalani kisah perselingkuhan di luar sana. Kenyamanan, dialog yang menyenangkan, tempat terbaik ketika mengungkapkan sesuatu, adaptasi sang wanita mempunyai daya tarik menarik menjadi beberapa alasan semua itu bisa terjadi.

Terkadang permasalahan seks menjadi peran utama perselingkuhan bagi beberapa kasus. Di beberapa tempat factor seks dan kecantikan bukan alasan utama masalah perpecahan rumah tangga. “Saran saya, setidaknya belajarlah untuk tidak saling menyalahkan terlebih membuat keputusan tentang perceraian” berucap kembali di hadapannya.

“Jujur, saya tidak tahan mendapat perlakuan buruk iblis itu” terus saja menangis.

“Cobalah untuk mengubah beberapa hal dalam diri anda sebagai istri. Jangan berpikir egois demi masa depan sekaligus perkembangan ketiga buah hati, kenapa? Karena mereka membutuhkan figur orang tua baik dari segi pendidikan, pembentukan, teladan, bahkan segala aspek paling kecil sekalipun.” Pemahaman keluarga berantakan dengan jalur perceraian tanpa berpikir panjang akan semakin merusak segala sesuatu di dalamnya.

“Bagaimana kalau semua itu tidak pernah berhasil sama sekali?”

“Mungkin ada yang salah dan membutuhkan bahan koreksi pribadi lebih ke tingkat paling sulit dijangkau. Sepertinya saya terlalu kejam, tidak bisa merasakan penderitaan, dan lebih kacau lagi menyudutkan anda tapi jalur pernikahan bukan bahan permainan” jawaban penjelasan dari pertanyaan wanita tersebut. Kasus perselingkuhan sang suami bukan karena factor kecantikan fisik atau permasalahan seks yang biasa terjadi, melainkan objek kenyamanan dan setitik celah bermain untuk menghancurkan kehidupan rumah tangga mereka.

“Dia pasangan pilihan sejak awal sebelum masuk dalam bahtera rumah tangga berarti anda harus siap melawan badai walaupun dikatakan luka demi luka selalu saja menggempur pertahanan diri. Pondasi benteng pernikahan ada pada kekuatan seorang wanita bersama tingkat kesabaran paling beda di antara siapapun juga” sekali lagi menyatakan penjelasan…


Bagian 2…

 

Terkadang sesuatu dalam hidup sulit untuk dipahami, hanya saja kaki harus terus berjalan suka maupun tidak dan ini kenyataan. Pemandangan mata bisa menipu semua orang terlebih membutakan banyak objek di sekitarnya. Tertawakan saja diri sendiri karena selalu tertipu terhadap pemandangan luar. Btw, kenapa juga ini sebagai kalimat pernyataan pembuka? Lupakan…

Zana hidupmu punya sesuatu hal menakjubkan, ingat itu! Penyemangat tiap langkah hidup sekaligus menjadi penghiburan tiap detik. “Mami,” anak perempuan usia lima tahun berlari ke arahku.

“Anak mami, sudah pulang rupanya” seperti inilah kisah Zana memiliki gadis kecil tanpa pasangan hidup. Seperti ada yang salah? Entahlah…

“Moza punya sesuatu buat mami” segera memberikan selembar kertas berisi wajah seorang wanita dengan sayap putih pada bagian belakangnya. Hati Moza hanya akan menyatakan satu-satunya malaikat bersayap yang selalu hadir memberi warna tertuju pada sosok ibunya semata.

“Hari ini mami libur” tersenyum ke arah sang gadis kecil.

“Berarti Moza seharian jalan bersama mami dong” teriak kegirangan…

“Seperti itulah” tersenyum menatap wajah Moza. Merasakan petualangan anak sekitar arena bermain anak merupakan hal paling menyenangkan. Tertawa lepas bersama sang buah hati mempunyai cerita lain bagi jalan Nitzana. Berbelanja kebutuhan rumah setelah menikmati suasana petualangan paling seru terdengar menyenangkan. Kalau boleh jujur saya mempunyai gaya hidup tersendiri dari orang lain di luar sana.

Saya tidak terlalu menyukai jajanan luar, lebih senang makanan rumahan, selesai bekerja selalu menghabiskan waktu di rumah, dan masih banyak hal lain menjadi ciri khas pribadiku. Oh yah... masalah cemilan? Hanya sekali-sekali saja di konsumsi jika benar-benar menginginkan. Wanita di tempat lain senang mengoleksi barang-barang bermerk mulai dari tas, sepatu, pakaian, arloji, dan lain sebagainya, tapi buat saya itu tidak akan pernah berlaku sama sekali. Bukan masalah memamerkan atau bersifat sebagai manusia munafik menjelaskan hal semacam ini maupun memberi ejekan terhadap wanita lain. Kehidupan pribadiku memang sejak dulu sama sekali tidak menyukai terlebih terobsesi pada benda-benda bermerk.

Mempunyai sepasang sepatu dan dua ransel itu cukup buatku. Handphone android dibawah standar terdengar jauh lebih menyenangkan dibanding harus mengikuti keluaran terbaru tiap saat. Saya tidak harus menjadi orang lain demi terlihat fantastis di mata dunia. Masalah lawan jenis? Jalan hidupku percaya, kelak Tuhan akan mengirimkan seseorang yang terbaik dapat menerima apapun kekurangan saya pribadi.

“Mami, masakannya sudah selesai belum?” wajah cemberut Moza terpampang jelas.

“Lapar…lapar…lapar” beberapa orang berteriak memukul meja. Satu rahasia lagi bahkan sampai detik sekarang orang di luar sana belum menyadari sama sekali. Di rumahku menjadi pusat penampungan mereka yang mengalami gangguan mental. Entah bagaimana cara Tuhan membuatku bisa berhadapan dengan mereka. Salah satu psikolog membuka lebar pintu rumahnya bagi orang-orang semacam ini. Kisah masa lalu membuatku ingin melakukan semua itu dan belajar menjadi sahabat mereka.

Sebagian dari mereka tiba-tiba saja berdiri depan rumah bersama wajah yang sulit dimengerti. Seakan Tuhan sengaja menunjukkan jalan ke tempatku untuk menjadi bagian hidup di antara perjalanan mereka. Beberapa lainnya lagi, saya pungut secara diam-diam di beberapa pedesaan ketika sedang berlibur bersama sang buah hati. Terpasung pada satu tempat mengerikan bahkan semua tidak menganggapnya sebagai manusia melainkan binatang liar.

“Inilah hal tergila yang pernah kau lakukan Zana” berucap pada diri sendiri.

“Diam!” Nata tiba-tiba menyuruh Moza menundukkan kepala.

“Akhirnya dapat…” teriak Nata.

“Dapat apa?” tanyaku.

“Kutu Moza besar sekali…” jawaban Nata.

“Moza tidak punya kutu” ledakan amarah Moza mengguncangkan semua isi rumah.

“Ini ku…ku…ku…tu” Nata memperlihatkan kecoa besar tiba-tiba saja hinggap di sekitar kepala Moza.

“Mami…” tangis Moza.

“Ini bukan kutu tapi kecoa” menjelaskan pada gadis remaja berusia 18 tahun. Nata membutuhkan waktu untuk dapat keluar setahap demi setahap karena kisah di masa lalu. Terkadang dia tiba-tiba saja menangis bahkan memberontak secara emosional. Gadis remaja bersama kisah menyakitkan membuatnya tidak mengenal siapapun di sekitarnya.

Berusaha membagi waktu antara pekerjaan, Moza, dan mengurus kehidupan mereka di rumah. “Sekarang waktunya mandi” membunyikan sebuah lonceng hanya sekedar mengumpulkan mereka. Bukan permasalahan obat-obatan dokter menjadi focus utama sebagai bentuk penyembuhan, melainkan kasih sayang dan perhatian merupakan modal pondasi terbaik dengan peranan aktif di dalamnya.

Mengajarkan sebagian dari mereka cara membaca sebuah buku tiap malamnya. Moza banyak membantu selama ini walaupun dikatakan usianya masih terlalu kecil menjalani kehidupan aneh di rumah. Tangan mungilnya juga belajar memandikan beberapa dari mereka termasuk mengurus Nata. “Mami selesai” teriak Moza merapikan rambut Nata…

“Sekarang waktunya Moza berangkat ke sekolah” tersenyum ke arahnya.

“Ingat Moza tidak punya kutu” masih sedikit judes mengingat kejadian semalam.

“Itu benar-benar kutu Moza” teriak Nata.

“Biar mami kuncir rambut Moza sebelum ke sekolah!” mengalihkan perhatian Moza.

Seperti inilah dunia kami di rumah bersama satu kisah cerita tertentu di balik sebuah pintu. Beruntung beberapa orang mau membantu saya menjalani perjalanan tidak biasa dan merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Satu hal, jangan pernah membenci perjalanan beberapa orang yang sedang mengalami gangguan mental berat di sekitar kehidupan anda. Jadilah obat sekaligus cahaya terbaik bagi kehidupan mereka tanpa seorangpun menyadari semua itu.

Tuhan itu baik membuat hidupku tidak mengalami kesulitan keuangan sama sekali. Saat-saat tertentu terkadang juga masalah ekonomi tiba-tiba saja menyerang dan di luar dugaan selalu ada cerita tentang campur tangan sang pencipta di dalamnya. Cerita paling terkacau/ bisa dikatakan sebagai bahan lelucon, saya hampir berada dalam sebuah tahanan sel penjara. Kenapa? Di fitnah mengambil sejumlah uang sewaktu masih bekerja sebagai kasir salah satu toko elektronik di sebuah kota.

Pada saat itu jalan hidup saya belum bercerita tentang ingin berada pada satu jenjang pendidikan bersama gelar sarjana. Hal terkacau adalah temanku berpikir bahwa saya seorang pencuri, pada hal sebenarnya tidak sama sekali. Kemungkinan besar kalau dia heran seolah saya bisa melakukan beberapa hal  dalam keluarga. Kesalahan terbesar saya juga adalah tanpa sadar mengatakan masalah pembuatan rumah di kampung, itu pun hanya bangunan tiang semata.

Saya berusaha mengingat beberapa kejadian sebelumnya dan kenapa dicurigai seperti ini setelah dipecat tidak hormat? Sepertinya dia atau seseorang lainnya mendengar percakapan telepon dengan saudara laki-lakiku tentang pembelian mesin harga lumayan. Atau entahkan tanpa sadar saya bertanya mengenai harga-harga beserta pusat toko penjualan mesin. Cerita sebenarnya adalah teman saudara laki-lakiku meminta bantuan agar dicarikan jenis mesin tertentu tidak jauh dari tempat saya bekerja. Kebetulan salah satu kasir mengambil uang toko dalam jumlah cukup besar sampai dipenjarakan pada saat itu. Bersahabat dekat dengannya tidak juga, tetapi entah mengapa seolah hatiku ingin menjenguk dia di penjara. Mengajak jalan sekalipun sama sekali belum pernah sewaktu belum masuk penjara, justru teman terdekatnya yang juga menghabiskan uang tersebut menyerang balik sekaligus menjauh pada hal mereka menikmati. Setelah kunjungan tersebut semakin kacau saja gosip yang menyebar.

Teman yang menjadi penyebar fitnah buatku memang terlihat polos juga baik di hadapan semua orang. Saya juga pernah gugup di hadapan sang bos tua, jadi kemungkinan dijadikan bahan alibi paling kacau. Kebenarannya adalah saat itu program server computer error, jadi manual pada hal banyak sekali pembeli dalam transaksi besar. Singkat cerita, saya sedikit kelabakan karena harus melayani system cepat dan sempat berpikir salah mengembalikan uang konsumen. Jantung terus saja berdetak karena berpikir tidak mempunyai uang mengganti yang mines. Ternyata mines seperti pikiranku sama sekali tidak terjadi. Masalah lain juga di satu sisi adalah temanku itu selalu mines setiap penyetoran tiap malamnya di depan bos bahkan mencapai jumlah lumayan. Dia berpikir kalau saya mengambil uangnya karena kursi/ meja kami berdampingan, sedangkan kata mines tidak pernah terjadi dalam kasus saya kalaupun ada paling main sedikit sekali dan itupun sekali setahun.

Akhir cerita kisahku adalah harus mengakui sesuatu yang tidak kulakukan sama sekali di hadapan istri sang bos bahkan hampir ke penjara. Entah bagaimana cerita permasalahan penjara dibatalkan. Saya juga sedikit mencurigai sesuatu kalau istri bos seperti cemburu dan kemungkinan takut sesuatu. Sebenarnya sih, jauh sebelum pernikahan bos muda dan entah itu hanya perasaan semata kalau dia menyukaiku. Saya tidak ingin pasanganku dirampas suatu hari kelak, jadi hidupku bertahan bahkan berusaha berpura-pura untuk tidak tahu. Secara logika dalam sekejap kemungkinan dunia miskin tidak akan lagi mempermainkan jalan hidupku. Tuhan tahu segala kebutuhanku bahkan segala yang ada di dalamnya dan bertahan untuk tidak merampas milik orang jauh lebih baik…

Bukan karena ingin mencekik leher dengan menahan membelanjakan makanan di luar, hanya saja saya lebih suka makanan rumah. Banyak orang merasa tidak berkecukupan karena factor belanja di luar habis-habisan. Kehidupanku juga senang membeli selembar pakaian bagus, tapi tidak sampai mencari harga-harga fantastis. Hal-hal semacam inilah membuat keuangan di tangan dapat diatur dengan cukup tanpa harus berhutang kiri-kanan.

Pantas beberapa teman kerja kemarin memancing ingin meminjam uang, pada hal hanya sekedar menjebak semata. Pada saat itu saya terlalu polos ingin mengiyakan karena berpikir kehidupanku sama dengan mereka miskin dan kebetulan uang gajiku selalu disisihkan sebagian buat tabungan. Tidak ada yang tahu hari esok, jadi sebagai persiapan beban-beban tak terduga tanpa harus berhutang ke orang lain. Permasalahan pergaulan pun menjadi alasan saya mengalami kejadian seperti ini di tempat kerja. Jujur, saya tidak terlalu menyukai cara temanku bergaul. Dapat dikatakan hidupku masuk dalam kategori terlalu polos/lugu. Berteman, beradaptasi, tersenyum terhadap banyak orang, hanya saja cara mereka mengungkapkan kata-kata kotor/kasar/vulgar bahkan kebun binatang menjadi dilema tersendiri.

Sejak kecil mama melatih bahkan memukul andaikan ucapan-ucapan yang keluar terdengar merusak. Saya juga tidak suka pertemanan antar lawan jenis over dosis seperti memegang bagian-bagian tertentu seperti perut, pingggang, menggigit telinga, dan beberapa hal walaupun dikatakan tidak ada maksud lain atau hiburan dan semacamnya. Prinsip seperti ini membuat saya dibenci karena terlalu munafik kemungkinan bagi pemikiran mereka. Tempat kerja sebelumnya juga seakan tidak bisa membedakan teman lawan jenis bahkan terlihat kacau. Kesimpulannya, saya sedikit menegur sekaligus mempertahankan prinsip dan akhir cerita hidupku menjadi bahan kebencian paling menyeramkan bagi mereka semua. Masalah berpacaran saja, saya tidak boleh melewati batas tertentu. Terserah semua orang berkata hidupku itu polos-polos munafik, intinya saya mempunyai satu prinsip hidup…

“Kisah paling miris dan selalu saja menjadi bahan kebencian semua orang” bergumam sendiri membayangkan memori kemarin.

“Zana, kenapa melamun pagi-pagi begini?” suara Livia membangunkan saya dari ingatan masa lalu .

“Kebiasaan buruk” menegur Livia.

“Tapi menyenangkan buatku” balasan Livia.

“Tinggalkan ruang kerja saya sekarang juga!” nada memerintah.

“Psikolog aneh, judes, kacau, menyebalkan” Livia.

“Terserah”

“Kasihan Moza memiliki mami terkacau di dunia” ledek Livia.

“Berhenti membawa nama Moza segala!”

“Satu-satunya psikolog terjudes yang pernah ada dan lebih gila lagi menampung semua orang gila di rumahnya, jadi wajar saja otaknya pun ikut berantakan” Livia.

Hanya Livia seorang menyadari seluruh penghuni rumahku. Tidak seorangpun temanku berpikir jika saya akan melakukan hal gila semacam ini. Sejak memasuki bangku kuliah kami berdua selalu bersama sampai akhir cerita segala isi rumahku selalu menimbulkan rasa penasaran bagi manusia semacam Livia. Selalu saja membawa klien dengan kasus paling rumit ke ruang kerjaku karena dia sendiri khusus berada pada penanganan psikolog bagian anak.

“Btw, Moza pulang jam berapa hari ini?” Livia.

“Memang kenapa?”

“Mau ngajak Moza makan di luar” Livia.

“Moza cukup bahagia dengan masakan maminya” membalas jawaban…

“Itu menurutmu bukan Moza” cetus Livia.

Seperti inilah kisah Livia setiap awal bulan. Bisa dikatakan dia rajin menjemput Moza dari sekolah kemudian berada pada satu tempat hiburan bagi anak-anak dan menghabiskan waktu seharian di sana. “Biar saya yang jemput Moza” berteriak sambil menarik sebuah kunci mobil sekitar meja.

Seharian penuh Livia membawa Moza sampai malam menjemput belum kembali ke rumah. Update status terbaru terus saja bermunculan memenuhi beranda akun milikku. Kolam renang, makanan, es krim, toko boneka, sepeda warna pinky pun semua diperlihatkan olehnya melalui beberapa aplikasi medsos. “Terlalu berlebihan” menggerutu sendiri sambil berjalan bolak-balik depan teras. Semua anggota penghuni rumah sudah pada tidur sekarang.

“Terimah kasih aunty” suara Moza terdengar juga. Memasang wajah seram melihat mereka berdua berjalan ke arahku.

“Moza punya sesuatu buat mami” senyum Moza.

“Sekarang sudah jam larut malam, kenapa Moza tidak pulang pagi saja sekalian?” tegurku.

“Jangan memarahi anak kecil!” Livia membela Moza.

“Tinggalkan rumahku sekarang juga! Sudah malam pulang sana!” sedikit melotot ke arah Livia.


Bagian 3…

 

Gagal mengusir Livia merupakan hal terkacau malam ini. Dia ngotot ingin tidur bersama kami karena takut sendirian di rumahnya. “Semua anggota keluarga lagi pergi liburan” senyum Livia menerobos pintu.

“Pelan-pelan jalannya, aunty!” Moza memberi isyarat.

“Memang kenapa?” Livia tanpa berpikir berteriak keras membangunkan seluruh penghuni rumah. Pada akhir cerita adalah terjadilah kekacauan satu sama lain sampai teriakan kiri-kanan menggelegar memenuhi semua ruangan.

“Pencuri” seperti itulah Gadi setiap mendengar sedikit saja suara malam-malam begini. Seluruh penghuni pasti dibuat gempar seketika oleh tingkah lakunya. Beberapa dari mereka membawa segala jenis benda-benda isi rumah.

“Serang pencuri” sekali lagi Gadi sebagai ketua mereka memulai aksi.

“Moza kan sudah bilang” tegur Moza.

“Moza kenapa sama pencuri?” Nata siap menggempur.

“Saya bukan pencuri” Livia sangat ketakutan.

“Pokoknya pencuri” Gadi tidak mau tahu sampai membuat suasana makin gaduh. Beruntung saja hampir sebagian dari mereka sudah berada pada tahap pemulihan bahkan ada yang sembuh total tanpa gejala sama sekali. Terkadang juga beberapa lainnya mempunyai tingkatan berbeda sehingga tidak dapat dikatakan pulih, kenapa? Tanpa terduga tiba-tiba saja berteriak, tertawa sendiri, menangis, atau melakukan hal setiap melihat satu objek dimana mengingatkan mereka kembali pada kisah masa lalu. Butuh waktu total dan kesabaran penuh menghadapi kasus dengan diagnose gangguan kejiwaan…

Dikatakan takut menjalani hidup bersama mereka? Tentu saja sangat ketakutan terlebih Moza masih terlalu kecil, tapi seakan ada satu kekuatan untuk membuatku bertahan  sekaligus bijak ketika merawat sekaligus menjadi sahabat mereka. Jangan jadi pembenci bagi penderita gangguan kejiwaan karena kau tidak akan pernah tahu tentang beberapa perasaan yang sedang mempermainkan di dalamnya walaupun itu berlaku bagi beberapa kasus.

“Saya benar-benar bukan pencuri” Livia.

“Lantas es krim Gadi hilang tadi siapa yang curi?” Gadi bersiap menyerang memakai bantal guling miliknya.

“Es krimnyakan sudah dihabisin ma Gadi sendiri” menjawab pertanyaan Gadi. Mereka semua pada akhirnya menjadi tenang kembali dan berjalan masuk ke kamar.

“Kau tidak takut tinggal bersama mereka semua?” Livia.

“Kau lebih menakutkan” menjawab Livia.

“Sindiranmu tidak masuk akal” gerutu Livia.

“Tenang saja mereka semua jinak”

“Jinak apanya?” Livia.

“Beberapa orang dengan kesulitan cukup parah mempunyai tempat tinggal sendiri, tapi tetap dalam pengawasan bahkan dalam beberapa kali dalam seminggu saya akan berada di sana menjenguk mereka…” menarik napas panjang.

“Berarti yang tinggal di rumahmu sudah jinak?” Livia.

“Seperti itulah”

“Pantas saja kau terlihat begitu tenang” Livia.

Setelah pergulatan aneh tadi akhirnya kami semua tidur lelap. Bangun lebih awal bersama beberapa dari mereka yang dikatakan sembuh total untuk membuat sarapan pagi sekaligus membersihkan rumah. Loan dapat melanjutkan sekolahnya kembali setelah perjuangan untuk keluar melupakan kisah paling tragis hingga menjebak. Dapat dikatakan jika dirinya berasal dari keturanan dengan kasus yang sama yaitu gangguan kejiwaan. Kakek dan ibu pun menjalani situasi semacam ini. Menjadi pertanyaan, apakah salah satu penyakit kejiwaan terjadi karena factor keturunan? Buat saya pribadi jawabannya tidak sama sekali.

Lantas kenapa dari beberapa generasi Loan menjalani situasi semacam ini? Kemungkinan besar satu masalah tertentu memicu berat sang kakek menjalani banyak objek semasa hidupnya. Tidak seorangpun memahami, factor pendidikan, pergaulan, juga beberapa tempat lain menjadi alasan utama kakek Loan mengalami hal tersebut. Pada akhir cerita adalah mitos yang sering muncul pada kalangan masyarakat mengenai penyakit kejiwaan turunan dari generasi ke generasi. Ketika ibu loan sendiri menjalani jalur tersendiri, seakan pemikiran karena mitos-mitos yang beredar menjadi beban sekaligus ketakutan buatnya. Saat sedikit saja masalah datang, kemungkinan besar sang ibu tidak dapat mengendalikan pikiran sendiri dan terjadilah kasus sama seperti kemarin terlebih tidak seorangpun ingin menjadi sahabat terbaik.

Mendapat perlakuan kurang baik oleh orang sekitar menjadikan Loan menjalani kehidupan asing bahkan menjadi penyendiri. Permasalahan ekonomi cukup parah juga bermain apa lagi harus kehilangan sosok ibu di usia masih terlalu kecil. Saat itu panas terik tiba-tiba saja mencekik seluruh tubuh sampai akhir cerita wajah Loan bersama pakaian compang-camping seakan tidak mengenal arah berdiri di hadapanku. Menatap seperti manusia bodoh dengan pikiran-pikiran kosong tanpa kesadaran dalam dirinya. Entah dorongan seperti apa membuat tanganku terulur ke wajahnya dan memberikan dekapan hangat. Proses yang cukup panjang untuk membawa Loan keluar membuahkan hasil pada akhir cerita juga.

“Loan, berangkat sekolah yah” senyum Loan memulai lembaran baru bagi hidupnya. Sebentar lagi dia akan lulus sekolah dan memulai menapaki bangku perguruan tinggi. Belajar menjalani satu dunia tanpa mencoba berbalik ke belakang.

“Saya ingin menjadi seorang psikolog seperti ka’Zana suatu hari kelak” senyum Loan. Tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini dapat terjadi walaupun akal logika sulit menerima dimana mantan orang gila menjadi seorang psikolog suatu hari nanti. Manusia boleh menolak, tapi andaikan Tuhan membuka jalan siapakah yang dapat menutup pintu itu? Nilai-nilai Loan cukup bagus bahkan lebih dari pemikiran semua orang. Jangan pernah merendahkan orang yang ada di sekitarmu hanya karena masa lalu paling mengerikan.

Seperti biasa Livia mengejutkan akibat teriakan paling rusak selama perjalanan mengantar Moza ke sekolah. Matanya sibuk membaca beberapa pemberitaan melalui dunia medsos yang lagi beredar. “Moza bisa tuli aunty” cetus Moza.

“Kau mengagetkan Moza” menegur Livia.

“Seorang pengusaha dikenal paling sukses, mapan, tampan tiba-tiba saja harus menjalani perawatan pada salah satu rumah sakit jiwa di kota ini” Livia membaca keras satu artikel seolah dunia ini hanya miliknya.

“Sekarang pengusaha tersebut sedang dalam pencaharian karena melarikan diri…” Livia.

“Berhenti berbicara!” makin marah melihat kelakuan Livia.

“Iya-iya saya diam” wajah cemberut Livia terpampang.

Saya pikir mulutnya benar-benar diam, ternyata tidak sama sekali setelah perjalanan menuju kantor. “Btw, kenapa sampai bisa terjadi yah kasus seperti pengusaha tadi?” pertanyaan Livia.

“Kenapa tidak” balasku.

“Pengusaha sukses, mapan, tampan, terkenal, kaya raya lah mendadak stress terus masuk rumah sakit jiwa, logikanya dimana?” Livia masih tercengang…

“Semua bisa terjadi kalau dia sendiri tidak mampu menjalani tekanan.”

“Kalau dipikir-pikir mana mungkin wajah setampan dan setenang seperti dirinya bisa hidup dalam tekanan sampai kejiwaan gitu” livia.

“Terkadang mata bisa menipu. Orang yang dikatakan benar-benar memiliki kesempurnaan hidup pada kenyataannya hanyalah sebagai topeng belaka karena satu kisah tersembunyi di dalam sedang membungkus diri.”

“Yang betul saja” gerutu Livia.

“Kau ini psikolog atau bukan sih?” menyerang Livia.

“Entahlah” jawaban cetus Livia. Saya tidak pusing akan pemberitaan semacam ini. Masih banyak hal yang harus kulakukan bersama cerita menarik dibanding terlihat seperti orang bodoh mengikuti berita besar seperti itu menurut pandangan orang.

Perbedaan antara kami berdua benar-benar terlihat. Menikmati jalan sebagai single parents menciptakan memory tersendiri bersama kisah lain. Ada hal dimana suara hati terkadang terlalu sulit berkata-kata, seperti itulah petualanganku sekarang. Mengarungi satu jalan tertentu seakan beberapa arah sedang berteriak kuat. Langit bergelora karena permainan awan putih setelah matahari terbit. Bintang-bintang tersenyum manis menjadi hiasan terbaik ketika malam sedang berkata-kata. Btw, aneh juga ungkapan kiasan yang sedang bermuara memenuhi pemikiran sekarang. hufffffttttttt…

“Kenapa jadi macet begini sih” mengeluh sekitar jalan raya besar.

“Mana Moza menunggu lama di sekolah” memukul setir mobil. Satu-satunya jalan adalah menelepon Livia biar menjemput Moza di sekolah menggunakan motor. Berjam-jam menunggu karena jalanan sedang dalam perbaikan di beberapa jalur sampai membuat kemacetan panjang. Rasa lelah menyelimuti tubuh selama perjalanan…

“Akhirnya bisa bebas juga dari macet setelah 7 jam di jalan” menggerutu lagi dan lagi. Suara bising perut seperti tidak bisa kompromi lagi bahkan harus segera diisi. Memarkir mobil pada salah satu rumah makan kecil demi kebutuhan lambung. Entah mengapa saya harus menyaksikan pengeroyokan terhadap seseorang depan mata sendiri setelah keluar dari rumah makan tersebut.

“Berhenti!” berteriak berusaha menolong…

“Kenapa kalian main keroyok begini sih?” ujarku lagi.

“Dia duluan salah mencuri makanan orang” jawaban salah satu pengeroyok.

“Dasar orang gila…” masih memberi pukulan.

Segera mengambil uang dari dompet dan menyuruh mereka pergi menjauh. Menatap seseorang di depanku sekarang sambil berpikir sejenak. Tubuh kotor, dekil, sangat bau, pakaian sobek, wajah penuh luka hanya karena ingin makan sesuatu sebagai pengganjal perut. Hal tak terduga adalah dia seperti mengalami permasalahan gangguan mental. Apa Tuhan sengaja mempertunjukkan sesuatu di depanku hari ini? Memesan satu porsi makan buatnya merupakan langkah pertama…

“Makanlah!” berkata-kata selembut mungkin.

Dia makan sangat lahap sambil menggaruk-garuk kepalanya sendiri. “Ada setan” menunjuk sesuatu pada sudut jalan tidak jauh dari tempat kami duduk sekarang. Tikus jalan lagi berkeliaran dikatakan setan. Lumayan sebagai bahan penghiburan malam sekarang. Membawa pulang ke rumah memang keputusan terbaik dan memang itulah yang harus terjadi.

“Mami…” Moza berlari kecil menuju garasi mobil.

“Kenapa mami pulang lama?” Moza sedikit kesal.

“Mami terjebak macet”

“Dia siapa mi?” Moza menunjuk pria dekil di sampingku.

“Setan terbang” teriak pria tersebut.

“Apa mami lihat setan juga?” Moza terlihat ketakutan…

“Itu nyamuk bukan setan” segala jenis binatang di bilang setan… Membawa pria itu masuk, kemudian mencoba membersihkan tubuh dekilnya. Menyuruh Loan memandikan dia sampai benar-benar bersih. Kebetulan mereka berdua sama-sama pria jadi tidak masalah.

“Setan harus di bunuh” pria itu segera berlari menarik sandal Loan kemudian memukul cicak yang lagi merayap sekitar dinding.

“Mami, kenapa uncle itu ngomong setan terus?” Moza.

“Mana Setan?” semua penghuni rumah berlari keluar kamar sambil membungkus diri memakai selimut.

“Tidak boleh takut setan” Gadi menjadi pemimpin barisan mereka seperti biasa.

“Masuk kamar semua!” tangan mendorong mereka memasuki kamar sambil beberapa mengarahkan juga.

“Nama uncle siapa? Pertanyaan Moza menatap pria yang masih bermain memukul dinding memakai sandal jepit Loan.

“Siapa namaku?” seperti kebingungan mencari namanya sendiri.

“Lebih parah dari ka’Nata” Moza menepuk jidat…

“Moza besok harus sekolah kan? Jadi bobo sana!” kalimat ibu Malia tiba-tiba berjalan ke hadapan kami. Sosok ibu yang selalu sabar menghadapi semua anggota penghuni rumah.

“Betul kata ibu, jadi Moza waktunya bobo” tersenyum menatap Moza.

“Moza juga penasaran mau tahu nama uncle, gimana sih” rasa kesal Moza berjalan menuju kamar. Menyuruh Loan tidur sekamar bersama pria tersebut demi keamanan bersama agar tidak membuat keributan di tempat Gadi.

Selama beberapa hari pria itu terus saja bertanya tentang siapa namanya. Berjalan bolak-balik menggigit bajunya sendiri dengan bulu lebat yang hampir memenuhi wajahnya. “Siapa namaku?” bertanya pada dirinya sendiri.

Berusaha membuat dia cukup tenang sehingga tidak lagi berlari-lari memukul dinding karena menganggap cicak sebagai setan rumah. “Mau tahu namamu?” pancingku membawa dia pada sebuah kursi.

“Siapa namaku?” pertanyaannya.

“Sekarang namamu adalah…” ujarku terpotong.

“Siapa?”

“Farand” menjawab ucapannya.

“Berarti kau seseorang yang menyenangkan” melanjutkan lagi kalimat tadi. Dia butuh waktu untuk pulih, entah dalam jangka pendek ataupun panjang. Kemungkinan satu masalah paling menyakitkan membuatnya tidak lagi mengenal siapa orang sekitarnya. Sorotan mata Farand berkata seakan ada sesuatu yang hilang.


Bagian 4…

 

Rutinitas hidup tetap berjalan dan tidak perubahan sedikitpun. Menjalani pekerjaan sebagai seorang psikolog, namun melarang keras klienku berjalan mencari alamat tempat tinggalku. Pertemuan hanya akan terjadi sebatas di klinik bukan rumah. Saya dan Livia bekerja sama menjalankan proses operasi satu klinik. Jadi dengan kata lain kami berdua mempunyai peran penting di tempat ini.

“Masuk” menjawab setelah mendengar ketukan pintu dari luar. Tentu hanya klien atau staf dapat melakukan hal semacam ini mana mungkin Livia…

Seorang wanita seperti sudah berusia kepala tiga berjalan masuk memakai pakaian terusan ke bawah. “Mungkin ada yang bisa saya bantu” memulai percakapan setelah mempersilahkan dia duduk pada sebuah kursi.

“Saya Risa berperan sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga dengan satu anak berusia 3 tahun.”

Depresi berat memang terpampang jelas memenuhi wajahnya. Mulai mengungkapkan segala masalah yang sedang dihadapi sekarang. Sang suami bekerja sebagai salah satu manager perusahaan, sedangkan dia sendiri menjadi salah satu pegawai pemerintah. Secara logika hidup mereka dapat dikatakan lebih dari kata cukup bagi pemikiran semua orang. Semua itu tidak berlaku ketika mendengar cerita tentang permasalahan selalu saja berkekurangan bahkan memiliki hutang kiri-kanan. Anak hanya satu saja dengan beban biaya kebutuhan belum masuk dalam kategori pendidikan.

“Suami manager perusahaan, saya juga pegawai pemerintah golongan lumayan tinggi, anak Cuma satu tapi menjadi pertanyaan kami berdua selalu depresi menghadapi masalah keuangan rumah…” Risa mengeluarkan semua masalah dalam dirinya.

“Apa yang salah dengan kehidupan kami?” sekali lagi bertanya.

“Keluarkan semuanya…” kalimatku.

“Perasaanku berkata kalau saya tidak terlalu membelanjakan apa-apa tetapi tiba-tiba saja dalam sekejap uang di tangan lenyap bukan karena dicuri dan entah kemana…” Risa.

Wajahnya terlihat kacau, bingung, sulit berpikir, lebih parah lagi harus mengonsumsi obat penenang setiap malam minimal membuat dia terlelap tanpa harus berpikir panjang. Permasalahan seperti ini memang sering terjadi di kalangan masyarakat. Pandangan mata dapat menipu semua orang jika melihat hanya dari luar semata. Gaji berkapasitas tinggi memang tidak menjamin semua kebutuhan dapat tercukupi, sementara gaji rendah selamanya juga tidak menjamin seseorang hidup kekurangan. Apa yang salah?

“Dalam satu pengajaran agama tertentu mengatakan bahwa bukan masalah besar kecilnya pendapatan gaji terhadap kehidupan, melainkan apakah diberkati atau tidak. Pendapatan sebesar apapun akan tetap berkekurangan karena dicuri oleh belalang pelahap. Bagaimanapun kecilnya gaji seseorang juga akan tetap berkecukupan kalau istilah diberkati ada pada jalur hidupnya.” Mencoba menjelaskan sekaligus mengutip pernyataan yang memang sulit diterima oleh logika manusia seseorang. Saya tidak membawa nama agama disini, hanya saja pengajaran seperti ini dapat berlaku umum bagi siapa saja…

“Belalang pelahap itu apa maksudnya?” ucapan Risa memperlihatkan raut wajah bingung.

“Bisa bercerita tentang kehilangan, pencurian, semua uang lari ke biaya berobat karena salah satu anggota keluarga sakit, atau objek-objek lain yang dalam sekejap melenyapkan pendapatan untuk sebulan.”

“Berarti pendapatan kami dimainkan oleh belalang pelahap?” Risa.

“Saya juga tidak katakan kalau setiap pendapatan lebih selalu dimainkan oleh belalang pelahap sampai selalu merasa kekurangan terus-menerus. Bisa jadi gaya hidup boros, selalu melihat rumput tetangga lebih hijau dibanding milik sendiri, mendengar apa kata orang sampai menghancurkan diri sendiri untuk satu kasus keuangan dalam bentuk jalur salah, ingin hidup seperti artis dengan masalah persaingan produk brand ternama, dan lain sebagainya.”

“Kenapa orang dengan gaji kecil dapat hidup berkecukupan sesuai pernyataan tadi? Risa.

“Jawabannya simple karena orang tersebut tidak ingin terlihat berkeluh kesah, melontarkan bahasa-bahasa menghancurkan jalannya sendiri, kemungkinan mereka suka memberi dalam kekurangan walaupun dikatakan hidupnya penuh pergumulan beban biaya hidup, dan paling berperan adalah bersyukur sekaligus mendoakan hasil jerih lelahnya di hadapan Tuhan agar cukup digunakan untuk sebulan.”

“Memberi dalam kekurangan? Terdengar aneh, saya saja benar-benar kesulitan karena pengelolahan pendapatan lantas bagaimana cerita?” Risa…

“Memberi karena kelebihan itu biasa, tetapi memberi dalam kekurangan merupakan hal luar biasa sekaligus menjadi penguji terkuat hidup seseorang. Hanya saja jangan juga dimanfaatkan oleh oknum tertentu di luar sana, jadi harus tahu membedakan kedua jalur tadi.”

“Apa yang harus saya lakukan?” Risa.

“Belajar mengoreksi hidup masing-masing, berkomitmen untuk tahu pengelolahan keuangan tanpa harus saling menutupi satu sama lain, jangan pernah mengeluh, belajarlah membawa/ mendoakan tiap pendapatan di hadapan Tuhan sebelum  digunakan, dan…”

“Dan memberi dalam kekurangan maksud ucapan anda?” Risa.

“Seperti itulah. Terkadang saya pun tidak lulus untuk kasus seperti ini tetapi jalan hidup harus mencoba dan mencoba sampai terdapat kata menang sedang bercerita di dalamnya.” Ejek saja hidupku sebagai salah satu penceramah bukan seorang psikolog lagi…terdengar lucu menjelaskan objek semacam ini terhadap salah satu klien.

Kasus masalah keuangan mempunyai jenis perbedaan masing-masing bagi perjalanan hidup banyak orang di luar sana. Beberapa klien menjatuhkan air mata bahkan sejak awal sampai akhir curahan hati mereka tetap saja isak tangis lebih berkuasa. Depresi berat hingga melenyapkan nyawa sendiri alias bunuh diri sebagian besar terjadi dalam kehidupan banyak orang. Pada dasarnya uang memang selalu saja berkuasa sekaligus menjadi neraka bagi hidup sendiri, inilah kenyataan hidup…

Setiap sekali seminggu Risa datang mengunjungi klinik untuk menceritakan setiap hal yang sedang terjadi dan bagaimana harus menjalani semua itu. Menjadi pendengar setia tanpa rasa bosan sama sekali merupakan ciri khas terbaik yang harus dimiliki oleh seorang psikolog. Memberikan beberapa terapi serta solusi masalah klien pun tidak pernah luput untuk bidang semacam ini.

“Mi, hari ini punya waktu?” Moza membawa boneka bear lucu berjalan masuk dalam dekapanku.

“Memang Moza mau buat apa hari ini?”

“Kan tanggal merah mi, jadi Moza mau jalan seharian” Moza.

“Astaga, mami lupa kalau ternyata sekarang tanggal merah.”

“Gimana sih” cetus Moza.

“Ngomong-ngomong boneka bearnya lucu” ujarku.

“Cute seperti Moza, mi” Moza.

“Dapat dari mana?” tanyaku.

“Kemarin itu uncle lari keluar rumah alias hilang…” Moza.

“Uncle siapa?”

“Siapa lagi kalau bukan uncle Farand” Moza.

“Lantas” mendadak panik mendengar nada tersebut.

“Tenang  mi karena unclenya sudah kembali tidur di kamar” Moza.

“Terus?” tidak mengerti…

“Moza bantu ka’Loan nyarriin uncle, terus ketemu di jalan lagi pegang boneka bear” Moza.

“Dapat dari mana? Jangan-jangan boneka curian?” kalimatku membalas…

“Kami berkeliling bertanya kiri kanan termasuk toko boneka terdekat apa merasa kecurian atau kehilangan boneka, tapi jawabannya tidak sama sekali” Loan tiba-tiba masuk dalam percakapan kami berdua.

“Lantas dia tiba-tiba menghilang lalu memegang boneka bear besar?” ungkapku…

“Entahlah…” Loan.

“Kenapa di tangan Moza?” tanyaku lagi.

“Setan dinding…” teriak Farand seketika mengalihkan sekaligus mengagetkan kami.

Itulah Farand selalu saja menganggap binatang bentuk apapun sebagai setan. Jangan-jangan dia mengalami permasalahan kejiwaan karena berkaitan langsung dengan salah satu jenis hewan. “Mi, sepertinya Moza harus terus berjaga di samping izzy mulai dari sekarang” ucapan Moza terdengar lucu.

“Memang izzy harus segitunya di samping Moza?” tawaku ingin segera meledak.

“Uncle Farand bisa saja membunuh izzy karena dikira setan” jawaban Moza.

Moza memiliki seekor anak anjing kecil yang selalu menemani hari-harinya. Dia berlari memakai tubuh mungilnya mencari izzy di beberapa ruang dalam rumah. “Mi, jangan-jangan izzy sudah mati” tangis Moza pecah makin tidak karuan berlari masuk ke kamar.

“Moza harus tenang” berusaha menenangkan Moza.

“Anjing Moza bukan setan, kenapa uncle Farand jahat gitu” ucapan Moza di sela-sela tangisan kerasnya.

“Izzy masih hidup Cuma ga tau dimana gitu..”

“Izzy masih kecil biarpun sedikit hitam tapi tetap cute mi” cetus Moza.

“Moza berhenti nangis dong!” berkata-kata sambil menghapus air mata Moza.

“Izzy kan kecil, polos, lugu seperti Moza” terus saja meratap…

“Berhenti nangis! Kita cari Izzy sama-sama” segera menggendong tubuh mungil Moza.

Berjam-jam hanya digunakan untuk mencari Izzy di rumah termasuk jalan-jalan di luar sana. Hal terkacau adalah Moza makin histeris menangis memikirkan anjing kecilnya sekarang. Selama ini izzy tidak pernah hilang sekalipun. Acara menghabiskan waktu liburan batal pada akhirnya. Rasa lelah mencari tetapi tidak menemukan hasil. Seluruh penghuni rumah sejak tadi ribut mencari keberadaan anjing kecilnya. Jalan terbaik adalah membuat laporan kehilangan sekaligus keputusan akhir sebelum akhirnya kami berjalan pulang ke rumah.

“Tuhan, kalaupun izzy mati setidaknya bawah ke hadapan Moza” tangis Moza.

“Belum tentu juga izzy mati” ucapan penghiburan bagi gadis kecil di sampingku.

“Tuhan dengar doaku, Moza mau lihat mayat izzy” Moza.

“Berhenti nangis! Cepat turun, kita sudah sampai” membuka pintu mobil di samping.

Moza berusaha turun dengan wajah lesuh tanpa semangat. Berjalan lambat menuju halaman rumah hanya demi menenangkan diri. “Izzy…” teriak Moza tidak mempercayai pemandangan di depannya sekarang. bagaimana tidak? Seluruh wajah anjing kecilnya blepotan penuh es krim vanilla…

“Kenapa ini bisa terjadi?” Moza sedikit bingung.

Farand yang dikatakan sebagai pembunuh ternyata menemani izzy menikmati es krim. Dimana dia mendapat…? “Uncle, kupikir kau melenyapkan nyawa izzy” Moza akhirnya tersenyum juga.

“Setan ada di sana” Farand segera berlari menunjuk seekor ayam kecil milik tetangga.

“Itu bukan setan uncle tapi ayam tetangga” Moza menghalangi langkah Farand.

Kulkas berisi es krim habis ludes karena perbuatan Farand. Entah dari mana kunci pembuka di dapat olehnya. Seluruh penghuni rumah bisa berteriak kacau jika terlihat oleh mereka. Sebenarnya sih dapat dikatakan kalau es krim tersebut diperuntukkan buat mereka juga, hanya saja perlu pembatasan dan diberikan tidak tiap hari.

“Izzy hampir pingsan karena suara galak tetangga” bisik Moza ke telinga Farand.

“Pada hal, Moza mau lihat izzy perbaiki keturunan ma anjing paling cakep sedunia” Moza melanjutkan ucapannya tanpa harus berbisik kembali.

“Jadi izzy harus hidup dan ga boleh mati di tangan tetangga galak” lanjut ucapan Moza.

“Izzy bukan setan” Farand menunjuk Izzy.

“Izzy kan jelek uncle jadi kalau besar harus bisa perbaiki keturunan, understand?” Moza. Perutku sakit akibat tertawa melihat ulah Moza si’gadis mungil. Air mata juga tangisannya menghilang karena menemukan kembali anjing kecilnya. Dunia gadis kecil memang beda dengan anak-anak lain di luar sana.

Dia bisa menenangkan Nata ataupun yang lain setiap kali berteriak di kamar, walaupun dikatakan semua itu mustahil terjadi. Jenis pemikiran gadis kecil mempunyai cara sendiri mengatasi beberapa anggota rumah. “Mi, mau roti” memberikan kotak bekalnya.

Pagi-pagi sekali Moza berjalan menuju dapur minta beberapa potong roti sebagai bekal makan siang di sekolah. “Cepat amat anak mami bangun”…

“Moza mau ke sekolah pagi-pagi” jawaban Moza.

“Buat?” ujarku…

“Nara mau kenalin anjingnya ke Moza” jawaban polos gadis kecil.

“Kan bisa pulang sekolah” balasku.

“Tidak bisa mi” Moza.

“Memang harus yah pagi ini?”

“Anjingnya Nara itu mau jalan-jalan dulu di luar negeri, lama baru balik” Moza.

“Kan izzy bisa kenalan ma anjingnya Nara, siapa tahu jodoh kalau besar” sambung Moza.

“Izzy masih terlalu kecil Moza.”

“Mi, anjing Nara itu bule jadi izzy bisa perbaiki keturunan kalau besar” Moza. Anak sekecil itu sudah mengenal istilah perbaikan keturunan segala macam…


Bagian 5…

 

Sejenak perut sakit karena tertawa melihat ulah Moza pagi-pagi buta. Menjadi pertanyaan, siapa yang mengajarkan anak sekecil itu tentang kalimat ingin memperbaiki keturunan? Dia masih terlalu kecil untuk memahami maupun pencernaan beberapa objek hidup. “Zana…” satu suara menghentikan tanganku meneguk secangkir kopi pada salah satu tempat tidak jauh dari lokasi klinik.

“Makin cantik” senyum seseorang seakan ingin mengembalikan ingatan masa lalu.

“Mau apa kemari?” kata-kata semacam ini menandakan satu permasalahan kekecewaan terhadap dirinya di masa lalu. Kau hanya bagian kemarin dan tidak akan pernah bercerita tentang masa depanku kelak. Zana jalani hidupmu bersama kisah baru tanpa melihat ke belakang.

Sekian lama penderitaan hidup terus berjalan sampai segala sesuatu dalam ceritaku hanya berkata-kata tentang luka dan air mata. Tuhan, jangan sampai saya menjadi manusia pembenci tetapi juga tidak ingin terus terikat terhadap dia di masa lalu. “Zana, bagaimana kabarmu?” ucapan mengerikan terdengar memenuhi gendang pendengaran.

“Seperti yang kau lihat lebih dari kata baik” balasan sedikit sinis. Mengambil tas kemudian berjalan meninggalkan dirinya. Dia pantas dikatakan manusia iblis secara logika pemikiranku pribadi. Tanpa rasa berdosa menampakkan batang hidungnya di depanku setelah sekian tahun berjalan. Dia tidak pernah tahu bagaimana rasanya ditertawakan, dipermalukan, terkucilkan, mendapat hinaan, kehilangan, kebencian semua orang, sulit menjalani hidup, seperti  manusia idiot, fitnah, penderitaan, sulit mendapat pekerjaan kiri-kanan, dan masih banyak lagi kekacauan paling mengerikan selalu terjadi.

Saya tidak akan pernah menjadi pengemis hanya demi manusia paling kejam sedunia. Tuhan, buang setiap kemarahan dalam hidupku pribadi karena saya tahu semua itu akan menghancurkan segala jalanku ke depan. Butuh waktu panjang menerima satu kenyataan terpahit bahkan harus belajar memaafkan. Hal paling tersulit bagi hidup adalah belajar memberi kata maaf setelah segala sesuatu yang terjadi. Sampai saya harus mendengar ucapan-ucapan menyinggung depan orang banyak. Kenapa seolah dengan  sengaja menutup segala…

“Zana lupakan masa lalu” tersenyum sinis tanpa sengaja tangan mematahkan sebuah pulpen di atas meja kerja.

“Wah wah wah seorang psikolog tetapi mengalami gangguan juga” Livia sejak tadi berdiri depan pintu memperhatikan pergerakanku.

“Mau apa kesini?”

“Ada klien sejak tadi mengetuk pintu tapi si’pemilik ruangan tidak mendengar” Livia.

Kehidupanku memang patut menjadi bahan tertawaan banyak karena memiliki alur cerita aneh. Mendapat sindiran setiap saat depan banyak orang dalam satu ruangan, pada hal mereka tidak pernah tahu bagaimana saya bergumul tentang beban hidup. Andai kata kalian harus menjalani apa yang sedang kulalui? Begitu mudah menyatakan satu kalimat tanpa pernah berpikir sesuatu. Wajar ucapan orang tersebut depan banyak orang, kenapa? Karena sejak masih dalam kandungan dirinya sudah dikelilingi baby sister, jadi sampai detik sekarang kehidupan misikin sedetikpun tidak pernah dirasakan. Lah kakeknya tinggal di luar negeri dengan kekayaan berlimpah.

“Andaikan, dia datang menjelaskan sesuatu mungkin nasibku tidak sekacau ini” berkata-kata sendiri mengingat salah satu kejadian terkacau bagaimana seseorang menyindir sekaligus menyerang memakai … depan banyak orang.

“Mengerikan…” menertawakan diri sendiri. Buat saya melupakan semua kisah masa lalu paling suram dalam kehidupanku, Tuhan. Amarah, kebencian, kekecewaan, dendam hanya akan menghancurkan masa depan sekaligus segala sesuatu dalam hidupku. Ajarkan jalanku tentang pintu maaf walaupun dikatakan membutuhkan proses paling tersulit termasuk terhadap seseorang yang sedang kuharapkan datang menjelaskan sesuatu hal, namun tidak pernah ada…

“Memberi maaf boleh saja, tapi memberi kesempatan tidak akan pernah” Semua hanya masa kemarin bukan ceritaku hari ini dan esok.

Saya pasti bisa melewati masa tersulit sekali lagi dalam hidupku pribadi. Nitzana berarti mekar bahkan tidak akan pernah layu walaupun selalu saja jalan harus berhadapan dengan lembah kelam. “Mi, sejak tadi uncle mengintip di situ” bisik Moza memberi isyarat.

“Uncle?”

“Uncle Farand” Moza menarik tanganku menuju sebuah lemari tidak jauh dari ruang makan tempat kami duduk.

“Farand kenapa sembunyi seperti itu?” mengelus lembut rambutnya.

“Membunuh setan” jawaban Farand seperti biasa. Mengajak pria tersebut menuju meja makan disertai beberapa menu makanan rumahan di atas. Wajar mengintip seperti tadi, perutnya kelaparan…

Mengangkat tubuh Moza dalam tidur lelapnya setelah bermain seharian dalam satu ruang kamar tempat kami menghabiskan banyak kebahagiaan. Meninggalkan Farand menghabiskan makanannya sendirian, sementara yang lain sudah berada di alam mimpi seperti Moza. Tidak menutup kemungkinan jika pria itu dapat kembali pada kehidupan normal suatu hari kelak. Selalu saja menganggap segala hewan adalah setan terkecuali izzy anak anjing kesayangan Moza.

“Mungkin alur cerita hidupmu masih jauh lebih buruk dibanding kisahku” berkata-kata terhadap Farand setelah kembali ke meja tersebut.

“Terkadang saya merasa kalau penderitaanku jauh melebihi siapapun, tetapi saat itu Tuhan datang menunjukkan beberapa kisah termasuk hidupmu” tersenyum di hadapannya. Farand terus memasukkan seluruh makanan ke mulutnya…

Ada saat dimana rasa lelah terus saja menyerang, namun tiba-tiba saja Tuhan menunjukkan sesuatu terhadap saya pada satu kumpulan ibadah kecil. Di sana seseorang bersaksi tentang wanita tua harus menjalani perjalanan terpahit dalam hidupnya. Suami wanita itu menderita lumpuh tidak bisa jalan dan kedua anaknya cacat. Salah satu anaknya mengalami permasalahan gangguan kejiwaan. Dalam keadaan terluka, seakan kata amarah terhadap Tuhan tidak terlontar bahkan masih bisa menolong orang-orang di sekitarnya. Hidup berkekurangan itulah kisah sang wanita tua tadi bersama kisah nyata yang sedang mempermainkan jalannya.

Sekarang di hadapanku berdiri Farand juga banyak anggota rumah dengan penyakit yang sama. “Saya tidak tahu kisahmu, tapi apapun itu tentu menyakitkan” memberi senyum terbaik.

“Tunggu sebentar!” berlari mencari sesuatu. Setelah menemukan apa yang kuinginkan kemudian berjalan kembali ke hadapan Farand.

“Sepertinya wajahmu hanya penuh bulu, jadi terlihat tua” baru menyadari sesuatu…

Mencoba menghilangkan seluruh bulu jenggot yang sedang memenuhi wajahnya. Memangkas habis rambutnya biar terlihat lebih rapi dengan suasana malam makin larut. “Selesai…” penuh semangat berucap memberikan sebuah cermin.

“Ini siapa?” pertanyaan terbodoh Farand.

“Ini Farand” menjawab pertanyaannya.

“Lebih cakep dibanding model holywood” melanjutkan ucapan lagi.

“Bukan setan” kebiasaan Farand.

“Sepertinya saya pernah melihat wajahmu tapi dimana yah?” mencoba mengingat sesuatu.

“Setan di dinding” teriak Farand berlari, beruntung saja Gadi tidak terbangun akibat ulahnya.

“Sudah malam, pergi tidur sana!” dia mulai mengerti sekaligus mendengar apa yang di ucapkan ke arahnya.

Membutuhkan proses berbeda-beda menghadapi kasus-kasus penyakit seperti ini. Minimal, hari-hari kemarin beberapa dari mereka sembuh total bahkan dapat mengejar mimpinya dan melanjutkan kehidupan. Obat pemberian dokter psikiatri hanya berperan sebagai penenang, tetapi tidak bercerita tentang pemulihan terlebih kesembuhan secara total. Pada dasarnya membutuhkan tingkat kesabaran lebih dari pemikiran semua orang untuk berhadapan dengan mereka.

Doa, kasih sayang, perhatian,dan iman menjadi pondasi utama bagi kesembuhan mereka dengan diagnosa gangguan mental/ kejiwaan. Andaikan kau seorang ibu ataupun ayah harus menghadapi nasib sang anak karena cacat gangguan mental, jadilah kuat menatap hari esok. Bukan tidak mungkin penyakit seperti ini tidak bisa disembuhkan, hanya membutuhkan titik kesabaran dan bagaimana caramu menjerit di hadapan Tuhan.

“Zana…” untuk kedua kalinya dia datang ke hadapanku tanpa rasa berdosa. Rasa malu seperti menghilang begitu saja dalam diri manusia bengis semacam Hagan. Di mana dia menyadari letak keberadaan saya sekarang? Beruntung saja Moza tidak ikut bersama saya sekarang guna belanja bulanan pada salah satu pusat perbelanjaan terdekat.

“Kau hanya masa lalu” berucap menatap ke arahnya.

“Masa lalu buatmu tapi tidak buatku” balasan manusia tanpa dosa yang tiba-tiba saja menampakkan diri kembali.

“Bertahun-tahun lamanya menunggu? Kau bisa merasakan bagaimana rasa sakit mendapat sindiran seseorang depan ratusan bahkan ribuan orang? Terkucilkan, hinaan, miskin, sulit bekerja, dan segala jenis hidup terkacau selalu saja menyerang…” berucap di hadapannya.

“Zana” Hagan.

“Minimal kau datang menjelaskan sesuatu di depanku. Kalaupun perasaanmu sama sekali tidak ada, buatku itu tidak masalah karena pasti Tuhan mengirimkan seseorang yang jauh lebih baik di luar sana, tapi tidak pernah sama sekali.”

“Maaf…” Hagan.

“Sejak dulu saya sudah belajar memberi maaf tapi tidak lebih dari itu. Kau tidak pernah tahu rasanya kehilangan, seenaknya semua orang mengucapkan kata-kata kasar, bahkan segala sesuatu yang mengerikan selalu saja menghancurkan hidup. Sebenarnya hatimu itu bercerita tentang manusia atau iblis?”

Jalan hidupku sekarang jauh berbeda dengan hari kemarin. Saya benci permainan drama kiri kanan dari semua orang. “Lupakan kehidupanku jauh lebih baik sama seperti saya belajar melupakan semuanya” suara hati berbisik di tengah keramaian. Jalanku pasti mempunyai cerita terbaik bagi seseorang di luar sana suatu hari kelak. Kemarin dan hari ini air mata bisa saja mengalir karena perlakuan tidak adil dari orang sekitar, tapi kelak Tuhan akan menjadi pembela terbaik buatku.

Bertahun-tahun menjalani hidup menyedihkan bahkan selalu saja menjadi bahan ejekan banyak orang. Menantikan seseorang untuk datang menolongku, ternyata saya terlihat menyedihkan mengharapkan sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Setahun dua tahun mungkin saya tutup mata, tapi ini bercerita tentang penantian bertahun-tahun seperti orang idiot. Perjalanan hidupku memang patut ditertawakan kiri kanan…

“Beberapa hari belakangan kau terus saja melamun” Livia sejak tadi berdiri lama tepat di depan meja kerjaku.

“Sejak kapan masuk?” tegurku.

“Sejak nenek moyangmu belum lahir” Livia.

“Bahan gurauanmu bisa juga” sedikit tertawa.

“Za, bisakah kau berbagi masalahmu walaupun itu hanya sedikit saja” Livia menatap serius ke arahku sekarang.

“Dia datang menampakkan wajahnya” ujarku.

“Siapa?” Livia.

“Pria itu…” menjawab Livia.

“Maksudmu manusia yang selalu saja diam seribu bahasa di suatu tempat tanpa pernah ingin tahu bagaimana rasanya penderitaanmu dan terus saja berjalan dari tahun ke tahun?” Livia, sedang saya hanya menganggukkan kepala.

“Saya tidak ingin tinggal di masa lalu lagi” tangisku pecah seketika…

“Bagaimanapun kau berhak menentukan jalan hidupmu bukan orang itu atau siapapun yang hanya tahu memberimu pernyataan-pernyataan negative” Livia.

Saya berhak menentukan jalan hidup sendiri dan seorangpun tidak akan pernah bisa menghancurkan semua itu. Menikmati sesuatu di hadapanku sekarang jauh lebih baik dibanding kembali mengingat bahkan terikat akan satu kisah masa lalu. Tuhan pasti mempersiapkan cerita terbaik buatku lebih dari dari bayangan siapapun. Kata membenci, kecewa, marah, sakit hati, memori masa pahit harus lenyap karena semua itu menghancurkan kehidupan sendiri.

Tuhan, kisahku memiliki irama terbaik dengan caraMU yang unik tanpa terpikirkan sama sekali. “Moza lapar mi” wajah cemberut Moza bangun tengah malam mencari makanan.

“Paling tidak, si’Kecil menjadi penghibur terbaik melewati jalan-jalan melelahkan” berkata-kata di dasar hati sambil mendekap gadis kecilku.

“Lambung Moza terbuat dari apa sih? Lapar terus” membuat gurauan.

“Mami jangan meledek Moza” cetus Moza.

“Kalau gitu ke dapur sekarang” menggendong tubuh mungil Moza.

“Mi, itu suara apaan di sana?” Moza memberi isyarat agar pelan-pelan sambil mencari arah suara tersebut berasal. Mata gadis kecil terbelalak melihat kelakuan Farand berada di dapur tengah malam seperti ini.

“Bunuh setan” Farand berlari-lari menepuk nyamuk…

“Uncle jangan berisik!” tegur Moza.

 “Uncle mau makan masakan mami?” senyum Moza. Farand diam beberapa saat melihat ke arahku. Tiba-tiba saja menganggukkan kepala pertanda setuju untuk ajakan tersebut. Makan mie instan tengah malam bolehlah asal tidak sering-sering saja bagi anak semacam Moza. “Enak…” semangat Farand melahap makanan di hadapannya.

 

Bagian 6…

 

Menyibukkan diri melalui rutinitas hidup setiap hari menjadi penghibur tersendiri. Menjalani pekerjaan sebagai salah satu psikolog memang tidak mudah, kenapa? Masalah beban hidupku sendiri jauh lebih berat dibanding para klien dengan segala keluh kesahnya. “Zana kan” tiba-tiba seorang wanita datang menegur menyebut namaku pada salah satu pusat kebugaran…

“Maaf, apa kita pernah bertemu sebelumnya?” masih belum mengenal wanita di depanku.

“Nitzana tidak salah lagi” suaranya menjadi pusat perhatian orang di sekitar.

“Siapa yah?” masih belum mengingat apa-apa.

“Ini saya Fadia tetangga jurusan waktu kuliah” balasnya.

“Fadia si’kurus, kacamata besar, rambut kuncir dua…ga salah?” terbelalak…

“Yah betul sekali” penuh semangat menjawab. Saya hampir tidak percaya penampilan teman kuliahku sekarang berubah drastis seperti bukan dia.

“Perubahan 360°” menatap tanpa mengedipkan mata sama sekali. Dia terlihat seksi, cantik, lebih dari kata sempurna di mata para pria tentunya. Bagaimana bisa terjadi? Dirinya tidak lagi bercerita akan hal semacam itu. Kami berdua kembali mengenang kisah-kisah masa kuliah dan bagaimana ditertawakan oleh orang banyak hanya karena permasalahan penampilan semata.

“Mau makan? Biar saya yang traktir” tawaran menyenangkan.

“Dengan senang hati” menjawab Fadia.

Mencari restoran terdekat setelah meninggalkan gedung pusat kebugaran tempat kami menghabiskan sebagian waktu hari ini. Fadia melanjutkan pendidikan medisnya sebagai seorang dokter spesialis bedah di luar negeri. Sekarang dia kembali ke Negara tempat asalnya, namun dengan perubahan drastic dan tidak lagi menjadi manusia cupu. Hidup siapa yang akan menyangka? Kami berdua menjadi sangat akrab kemarin setelah pertemuan dua manusia cupu sekitar perpustakaan kampus…

“Kau sudah menikah?” pertanyaanku di sela-sela menikmati steak…

“Saya sendiri pusing…” Fadia.

“Maksudnya?” terdengar lucu ucapan tadi…

“My dad menjodohkan saya dengan salah satu pengusaha terkenal di Negara ini, tapi ujung ceritanya menyedihkan” Fadia.

“Menyedihkan bagaimana?”

“Dia tiba-tiba mendadak mengalami gangguan kejiwaan bahkan sampai mendapat perawatan rumah sakit, paling parah lagi sampai semua media meliput pemberitaannya” Fadia.

“Jadi acara tunangan kalian batal dong?”

“100% batal, pada hal dia kan cinta pertama saya sejak dulu jauh sebelum kami berdua dijodohkan seperti ini” Fadia.

“Kenapa tidak mendampingi dia sampai pulih?”

“Karena malu jadi daddy membatalkan sepihak perjodohan kami” Fadia.

“Jelek amat kasusmu” tertawa mendengar curhatannya…

“Kau sendiri bagaimana? Fadia.

“Seperti yang kau lihat”

“Memangnya tipe pria yang ingin kau dijadikan suami seperti apa sih?” Fadia.

“Saya menyukai cowok dengan kepribadian berbeda dari orang lain di sekitarnya. Ketika memasuki rumah tangga kelak ada banyak hal yang dapat kami lakukan…”

“Kepribadian bagaimana?” Fadia.

“Saya tidak ingin pasangan yang hanya berpikir tentang seks semata walaupun pondasi terkuat rumah tangga ada pada kata tersebut.” Ada banyak hal yang bisa dilakukan bahkan menjadi moment paling menyenangkan ketika berhadapan dengan pasangan. Saat berada di atas ranjang dia dapat menunjukkan cara lain mengungkapkan rasa cinta entah melalui curhatan, membuat sebuah bahan lelucon, berdoa, bermain kartu tanpa harus selalu bercerita akan peran seks harus dimainkan…

Melakukan kegiatan-kegiatan rumah seperti membersihkan, memasak, mengajarkan sesuatu hal menarik terhadap sang buah hati dengan cara berbeda dari orang lain merupakan harapanku kelak. Seks memang berperan dalam menjalani bahtera rumah tangga dan semua itu tidak dapat disangkal tetapi jangan jadikan focus utama dalam keluarga. Saya juga tidak menginginkan pasangan sendiri berselingkuh akibat rasa tidak puas akan permasalahan seksual… hanya saja pasanganku harus memahami objek-objek paling menyenangkan untuk membuat banyak memory keluarga lebih dari kata seks.

“Andaikan pria di hadapanku hanya berpikiran seks semata, jauh lebih baik jika dirinya mengejar wanita-wanita hot dengan penampilan fantastis sekaligus merangsang tanpa rasa malu memamerkan segala jenis lekuk tubuh ketika berada di dunia medsos, dibanding bertahan berdiri di depanku…” menjelaskan sesuatu terhadap teman lama.

“Zaman sekarang pria memang lebih senang hal semacam ini kan?” Fadia.

“Saya percaya Tuhan pasti mengirim seseorang yang terbaik sesuai yang kumau sekaligus bisa perbaikan keturunanlah, gimana sih” pernyataan luar biasa…

“Berarti kau juga menyukai cowok keren gitu maksudnya?” Fadia.

“Wajah bisa digunakan untuk perbaikan keturunan” jawaban cukup manis menurutku.

“Wow luar biasa” Fadia.

“Bagaimana denganmu? Ingin mencari pengganti atau bertahan?” pertanyaanku.

“Entahlah, lagian saya serba salah buat jalan apa lagi umur juga sudah terlalu tua kalau masih mau jalani kehidupan bebas” Fadia.

“Kita berdua lucu yah” ungkapan terhadapnya.

“Kau sih enak memiliki Moza, sedang saya…?” Fadia.

Dia memang menyadari keberadaan Moza karena kami masih sempat bertemu beberapa tahun lalu sebelum keberangkatannya keluar negeri. Hari ini saya dan Fadia dipertemukan kembali secara tidak sengaja pada salah satu pusat kebugaran. Siapa yang menyangka sahabat lama dengan peran paling tercupu, kini mengalami perubahan drastis. Beberapa hari belakangan dia banyak menghubungi setelah pertemuan kemarin.

Mengajak reunian bersama beberapa teman kampus menjadi hal paling favorite buatnya. Mencari kesibukan luar hanya untuk melupakan masa perjodohan sekaligus kekacauan berita akibat sang pria mendadak mengalami gangguan kejiwaan. “Btw, kau kan seorang psikolog kuharap…” ucapan Fadia di sela-sela meneguk segelas jus tempat biasa kami menghabiskan wakktu bersama.

“Kuharap apa?”

“Kuharap kau bisa membantu sepupuku yang lagi depresi berat” Fadia.

“Memang sepupumu lagi bermasalah?”

“Saya pikir kasus hidupku paling terkacau, tapi ternyata dugaanku salah, seperti yang saya katakan tadi kalau sepupuku jauh lebih menyedihkan” Fadia.

“Lebih sadis dari sang calon tunangan mendadak mengalami kejiwaan sampai harus dilarikan ke rumah sakit bahkan lebih kacau lagi seluruh media meliput?” sindirku.

“Yah begitulah…” Fadia mengangguk.

“Kalau begitu bawah saja dia ke klinik kami besok.”

“Kau memang sahabat terbaik” Fadia.

“Masalah sepupumu itu seperti apa?” satu pertanyaan buatnya.

“Biar dia sendiri menjelaskan esok” wajah Fadia seakan sulit berkata-kata untuk memulai awal cerita.

Fadia seakan kacau bahkan tidak dapat berkata-kata akan situasi sepupunya sendiri. Memiliki situasi sedikit tersulit membuatnya wanita itu benar-benar berada dalam ruang deperesi terparah. “Duduklah!” mengambil sebuah kursi terhadap wanita yang baru saja berjalan masuk. Fadia memberi isyarat meninggalkan kami berdua dan hanya berdiri sebatas depan pintu ruangan. Jika diperhatikan dari segi wajah, gadis ini masih berusia dua puluhan…

“Ka’Fa mana? Kenapa harus ninggalin Zahlee sendirian disini?” ternyata nama gadis ini Zahlee…

“Mungkin ka’Fa lagi ada keperluan” menjawab pertanyaan gadis tersebut.

Sekitar tiga puluh menit semenjak datang, dia hanya bertanya tentang sekali tanpa berkata-kata lagi. Kelopak mata cekung, tatapan penuh nada kebencian, tubuh kurus menggambarkan situasi Zahlee saat ini. “Jadikan saya sahabatmu walaupun kita baru bertemu” mencoba memulai dialog antara kami.

“Memang apa yang bisa dilakukan sahabat sepertimu?” Zahlee.

“Menjadi pendengar setia mungkin” menjawab tanpa basa basi.

“Hanya itu?” Zahlee.

“Mungkin saya tidak bisa mengerti beban hidupmu, tapi setidaknya saya ingin kau berbagi beban hidup denganku.”

“Berbagi beban hidup? Lupakan…” Zahlee. Tepat dugaanku kalau dia sulit menjelaskan apa yang terjadi terhadap siapapun termasuk sepupunya sendiri terlebih orang asing. Kami terdiam cukup lama setelah jawaban lantang dari gadis itu. Memberi waktu merupakan cara terbaik…

“Ka’Fa sengaja menjebak biar saya berada di tempat seperti ini, tapi semua itu tidak akan membuat saya menceritakan segalanya…” Zahlee segera berdiri dan ingin melangkah keluar dari ruangan.

“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, menjadi seorang saudara dalam kesukaran. Saya selalu siap mendengar ceritamu seandainya kau berubah pikiran” membuat langkah Zahlee terhenti seketika.

“Kenapa?” Zahlee.

“Karena saya ingin menjadi sahabatmu, ngerti?” sedikit memberi penekanan. Dia terus saja berjalan keluar meninggalkan ruangan.

 Beberapa hari kemudian, Zahlee tiba-tiba saja berjalan memasuki klinik lebih tepatnya berdiri di hadapanku sekarang. Butuh waktu untuk percaya tentang makna sahabat yang hanya ingin merasakan beban hidupnya…

“Lupakan saya seorang psikolog, lihat saya sebagai sahabat” entah mengapa rasa ingin mendekap gadis di depanku jauh lebih kuat bermain. Tuhan, tentu masalah hidupnya jauh lebih berat dibanding apa yang selalu saja terjadi dalam hidupku.

“Apa tawaran kakak masih berlaku?” Zahlee mulai menangis dalam dekapanku…

“Tentu saja” menjawab pertanyaannya.

“Saya hamil 4 bulan karena ulah...” Tidak seorangpun menyadari beban hidupnya termasuk keluarga terdekat. Hamil akibat pemerkosaan brutal oleh sekelompok orang menghancurkan masa depannya. Ketakutan, depresi, trauma, marah, kebencian menjadi kalimat terbaik untuk menggambarkan hidup Zahlee sekarang. Dijebak pada salah satu kegiatan kampus berujung malapetaka. Wajah para pemerkosa tidak dapat dilihat olehnya karena ruang di tempat kejadian sangat gelap. Dia sendiri tidak berani bercerita sepatah katapun terhadap anggota keluarga sendiri.

Berniat menggugurkan kandungannya adalah jalan pintas untuk penyelesaian masalah menurut pemikirannya sendiri. Siapa sih yang ingin menjadi bahan tertawaan banyak orang karena mengalami satu kejadian pahit? “Kenapa harus Zahlee? Kenapa Tuhan membiarkan Zahlee diperlakukan bengis sama mereka?” Dia benar-benar marah terhadap sang pencipta.

“Zahlee malu menjalani hidup” terus saja menangis…

Terkadang saya berpikir masalahku terlalu mengerikan, namun sebaliknya untuk kesekian kali Tuhan memperlihatkan tentang tangisan penderitaan seseorang jauh lebih menyakitkan. “Zahlee boleh nangis sepuas hati kalau itu bisa meringankan beban hidupmu” membawa gadis itu masuk dalam dekapanku. Dia butuh dekapan hangat sekaligus peranan sahabat di sampingnya.

“Perempuan bagai telur diujung tanduk, sekali pecah seolah tak bernilai sama sekali” menyodorkan selembar kertas putih berisi gambar telur jatuh dan pecah.

“Zahlee sekarang tidak ada bedanya dengan telur pecah ini kan?” Zahlee.

“Manusia bisa berkata telur yang sudah pecah tidak akan pernah kembali menjadi bulat, tetapi buatku telur itu masih bisa memberi sebuah nilai…” menatap lembut ke arahnya.

“Berarti Zahlee masih mempunyai satu nilai begitu maksud kakak?” Zahlee.

“Yah seperti itulah” mengangguk kepala…

“Telur utuh merupakan symbol virginitas seorang gadis, lantas pecah begitu saja sisi nilainya ada dimana?” Zahlee.

“Mamaku selalu mengajar kehidupan saya pribadi agar tetap bernilai walaupun dikatakan kategori wajah tidak masuk hitungan standar kecantikan bagi dunia” ujarku.

“Terus kalau seperti hidupku bagaimana?” Zahlee.

“Mamaku juga selalu menjadikan symbol telur yang sedang berada diujung tanduk sebagai gambaran virginitas seorang gadis, kalau pecah berarti tidak bernilai sama sekali dan karena itu harus benar-benar berada pada area paling tepat” berkata-kata kembali.

“Kakak tadi katakan telur pecah masih mempunyai nilai, lah sekarang  cerita beda seperti menghancurkan sisi hidupku…” Zahlee.

“Itu kata mamaku bersama kalimat bijak beliau biar jalur hidupku pribadi masih tetap pada area lingkaran kehendak Tuhan. Tapi untuk kasus yang sedang kau jalani, semua itu tidak berlaku” menjawab pertanyaan gadis itu.

“Memang telur pecah bisa dibuat apa?” Zahlee.

“Zaman dulu putih telur digunakan sebagai salah satu bahan perekat bangunan artinya tetap memiliki satu keistimewaan. Satu lagi, kulit telur memiliki fungsi lstimewa dalam standar kecantikan para wanita loh…”

“Standar kecantikan?” Zahlee.

“Kulit telur dapat diolah sebagai serbuk bedak bahkan kulit Nampak halus setelah pemakaian melalui satu proses tertentu. Selain itu, bisa juga dibuat menjadi beberapa kerajinan industry seperti perabot rumah atau hiasan-hiasan tertentu bahkan menjadi salah satu bahan bagi seniman untuk menorehkan satu karya.”

“Bagaimana dengan anak dalam Rahim Zahlee?” berpikir harus menjalani hidup bersama anak hasil pemerkosaan paling kejam…

“Zahlee ingin membunuh benih menjijikkan dalam Rahim yang terus saja makin berkembang tanpa merasa berdosa sedikitpun” dia terus saja memukul perutnya hingga tangisnya kembali histeris memecah dinding ruang.

“Kalau kau membunuh janin dalam kandunganmu berarti semakin menghancurkan hidup sendiri, sama saja kau kalah terhadap masalahmu sekarang bahkan jauh lebih kejam dibanding mereka yang berperan sebagai pemerkosa.” Walaupun bagi pemikiran orang banyak diluar sana jika semua itu tidak adil, kenapa? Karena korban pemerkosaan harus rela menjalani penderitaan berlipat-lipat ganda dengan kehadiran seorang bayi yang tidak pernah diinginkan sama sekali.

“Semua orang akan menertawakan, lebih parah lagi karena para pemerkosa  meninggalkan bekas pada Rahim Zahlee” dia makin menangis histeris.

“Janin dalam rahimmu juga seorang manusia bukan hewan. Buktikan pada mereka kalau kau seorang yang kuat bahkan selalu menjadi pemenang jauh melebihi pemikiran semua orang, walaupun dikatakan semua itu terlalu sulit dijalani.” Apa yang saya ucapkan merupakan kata-kata bijak terbaik bukan karena tidak memiliki rasa belas kasihan sama sekali terhadap sang korban pemerkosaan.

“Zahlee tidak mampu menjalani hidup seperti ini” Zahlee.

“Belajar membuktikan tentang satu kekuatan ditengah penderitaan memang sulit, setidaknya kau harus mencoba.” Tidak mudah menjalani situasi seperti kehidupan gadis seperti Zahlee. Membawa dia ke beberapa tempat hanya sekedar memperlihatkan sisi kebahagiaan sekaligus membuatnya terhibur hanya demi melupakan masalahnya sendiri.

 

Bagian 7…

 

Kasus seperti Zahlee memang butuh waktu untuk kembali menjalani hidup normal bahkan dapat dikatakan akan membekas sampai kapanpun sisi hidupnya. Membunuh janin hasil pemerkosaan bukan jalan keluar penyelesaian masalah. Di beberapa Negara melegalkan masalah aboorsi terlebih jika janin tersebut merupakan hasil pemerkosaan seseorang di luar sana. Janin juga manusia dan bukan hewan yang dengan mudahnya dibunuh tanpa rasa berdosa setitikpun dalam bentuk alasan apa pun. Ada banyak dokter seperti mengamuk besar bahkan menyerang pemerintah andaikan perubahan peraturan baru tentang aborsi menjadi non illegal terlebih Negara-negara bebas.

Kejadian terbaru adalah sebuah Negara bagian di satu Negara besar membuat peraturan tentang hukum pidana permasalahan aborsi. Hampir sebagian besar dokter marah dan tidak bisa menerima peraturan tersebut. Andaikan saya ada di hadapan mereka semua, rasa-rasanya ingin memberikan satu pertanyaan, “Kalian dokter atau binatang seolah tidak memiliki karakter belas kasih terhadap ciptaan Tuhan yang juga mempunyai hak melihat dunia?” Binatang saja memiliki rasa sayang cukup besar, bagaimana dengan manusia?

Minimal, mengurangi seks bebas kalau ada peraturan seperti ini juga kan. Tentu mereka berpikir berhubungan seks karena takut terjadi pembuahan, jadi saya rasa peraturan seperti ini bisa menghancurkan karakter menjijikkan seperti itu. Kembali pada permasalahan Zahlee tentang perjalanan hidupnya yang masih panjang. Mencoba menjelaskan akan beban dia saat ini terhadap anggota keluarga termasuk Fadia. Mereka semua shock mendengar tentang apa yang sedang menimpa Zahlee. Tetap berada di samping gadis itu menjadi kekuatan tersendiri buatnya.

Janin dalam kandungan Zahlee mempunyai kehidupan sama seperti Moza. Tidak seorangpun pernah menduga kisah hidup gadis kecilku terlahir ke dunia karena perbuatan bejat… Moza yang kukenal jauh lebih kuat dibanding apapun ketika mengingat bagaimana pertarungan hebat melawan maut di hari pertama tubuhnya melihat dunia.

 

Flashback…

“Dokter, selamatkan dia” menangis histeris memohon terhadap seseorang yang sedang mengenakan pakaian putih…

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin,” kata-kata sang dokter berusaha membantu saya berdiri. Tubuh seorang bayi mungil harus menjalani berbagai penanganan medis. Apakah gadis kecil akan terbangun? Berada dalam ruang incubator dipenuhi segala jenis selang dengan mata harus terbungkus oleh lapisan kain putih. Bayi mungil memiliki berat bobot jauh dibawah standar normal karena belum cukup bulan. Berat badannya hanya 1.600 gram, sementara berat bayi lahir normal sekitar 2.500- 4.000 gram.

“Kau harus hidup,?” berkata-kata menatap ke arah tubuh mungil sang bayi.

Jari mungilnya memegang penuh jari telunjuk kiriku penuh kehangatan. “Kau seperti air mancur terlihat indah, menyejukkan hati, terus mengalir dalam ruang hidup…” tersenyum melihat ke arah tubuh mungil dalam sebuah ruang incubator.

“Moza menjadi nama dengan kesan paling menarik di tiap gendang pendengaran semua orang” berucap kembali…

Flashback…

Gadis kecilku dapat membuktikan betapa kuat dirinya untuk melewati satu alur cerita mencengangkan dalam hidupnya. Siapa yang menyangka bayi primatur dengan bobot berat rendah selalu terlihat menggemaskan bersama anjing kesayangannya. “Izzy harus perbaiki keturunan kalau sudah besar, ngerti?” ucapan terpolos setiap bermain bersama Izzy.

Seorang pria tua tiba-tiba saja memberi seekor bayi anjing imut di depan pintu supermarket tidak jauh dari gerbang sekolahnya. Hari itu sekaligus bertepatan dengan hari ulang tahunnya bahkan menganggap jika izzy adalah kado istimewa. “Tuhan, jangan biarkan izzy sakit” tiba-tiba saja berdoa dengan wajah sedih.

“Moza sayang izzy biarpun wajahnya sedikit jelek, tapi kan kalau besar bisa perbaiki keturunan dengan seekor anjing paling manis, Tuhan.” Haruskah saya tertawa mendengar doa anak kecil seperti Moza. Antara sedih dan merasa lucu melihat gaya gadis kecil hanya karena anjing kesayangannya lagi tidak mood buat makan hari ini.

“Moza, anak mami sudah selesai doanya?” pertanyaan membuat dia terkejut…

“Sejak kapan mami duduk di samping Moza?” pertanyaan balik Moza.

“Baru saja” jawaban buatnya.

“Izzy lagi sedih, tidak mood, malas makan, terus wajahnya juga sangat sedih, mi” wajah sedih Moza terpancar.

“Kenapa bisa?”

“Mana Moza tau mi,” Moza merasa kesal mendapat pertanyaan aneh…

“Moza ko jawabnya gitu?”

“Habis mami nyebelin” rasa kesal Moza.

“Sepertinya izzy ngambek masalahnya kemarin Moza makan es krim sendirian” menggoda gadis kecil di sampingku.

Hal tak terduga, tiba-tiba saja Farand datang menyodorkan es krim rasa vanilla ke hadapan izzy. Tubuh mungil anjing kecil kembali bersemangat dengan gonggongan suara terdengar cute. “Lain kali Moza jangan makan sendirian, lah kalau begini kan izzy bisa mengamuk seperti tadi” berkata-kata lagi menatap wajah polos gadis kecil.

“Moza menyesal izzy, jangan ngambek seperti tadi lagi” tangan mungil Moza mengelus tubuh anjing kesayangannya.

“Uncle Farand memang ngerti perasaan izzy yah” ucapanku sambil tersenyum ke arah Farand.

Pria di hadapan kami mulai mengalami perubahan sedikit demi sedikit. Saya percaya suatu hari kelak Farand dapat kembali pulih juga menjalani kehidupan normal lagi. “Saya tidak tahu masalahmu seperti apa, tapi Tuhan tentu punya cara paling menarik membuatmu pulih” merangkul hangat Farand.

“Ada setan di sana” Farand segera melepas tangannya berlari mengejar seekor kecoa.

Hidup memiliki kisah alur berbeda sama seperti mereka yang sekarang berada di rumahku. Seorang psikolog bersama kehidupan tak biasa itulah diriku sekarang. Terkadang saya harus menyiapkan beberapa cara sebagai bahan terapi ketika berhadapan dengan para klien. Di klinik dapat dikatakan saya berperan sebagai psikolog, namun ketika berada di rumah suara hati berkata tentang objek lain jauh melebihi peranan sebelumnya.

“Hari ini dapat digunakan untuk menghabiskan waktu menikmati pemandangan sebuah danau setelah bekerja beberapa jam di klinik” berucap sendiri.

“Zana, seorang klien menelepon memintamu bertemu di sekitar pinggiran danau sekarang juga” Livia masuk tanpa mengetuk dan memberikan pekerjaan lagi…

“Kenapa juga tidak datang langsung ke klinik besok?” sedikit kesal.

“Jadi kau mau saya membatalkan?” Livia mulai menekan sebuah nomor pada layar ponsel miliknya.

“Biarkan saja,” menarik tas bersama kunci mobil kemudian berjalan keluar…

Lumayan juga kagum melihat pemandangan danau di depanku sekarang setelah memarkir mobil pada satu tempat. Minimal dapat dijadikan sebagai bahan refreshing. Sambil menyelam minum air, kenapa tidak? Mencoba menghubungi sebuah nomor untuk pertemuan antara saya dan klien. Menurut petunjuk pesan WA, klien ada di sekitar sini…

“Anda ibu Zana kan?” seorang gadis manis berpakaian casual tiba-tiba berbicara.

Dia terlihat santai menikmati suasana danau dengan kacamata hitam berada di atas kepalanya. Jika diperhatikan raut wajahnya tak menampakkan masalah apapun. Berlari mengejar barisan itik sambil tertawa membuatku sedikit ragu. “Saya klien anda sekarang” tersenyum manis memainkan air sekitar pinggiran danau.

“Kau hanya ingin bermain kan?” entah mengapa saya melontarkan pernyataan ini.

“Ayo duduklah! Nikmati saja pemandangan di sini dulu baru bercerita” ucapannya.

Selama sejam kami berdua duduk manis menikmati keindahan danau. Sekali-sekali berdiri bermain air ataupun mengejar barisan bebek lucu tidak jauh dari tempat kami duduk. Entah mengapa secara kebetulan juga suasana di sini begitu sepi pengunjung, mungkin bukan hari libur. Hanya tertawa memercikkan air sampai bajupun ikut basah pada jam berikutnya. “Saya tidak punya waktu bermain” memulai pembicaraan.

“Temani saya bermain” gadis itu menyiram saya dengan air. Sepertinya kami berdua sekarang lagi bermain air sampai pakaian basah semua. Terpaksa harus membeli sepasang pakaian di pinggir jalan bahkan harus berganti dari pada masuk angin.

“Hari menyenangkan bukan ibu?” dia tersenyum ke arahku setelah berganti pakaian.

“Jangan panggil saya ibu terlalu tua” cetusku.

“Kalau begitu kakak, okey?” menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.

“Siapa namamu?” setelah menikmati pemandangan bersama dan sekarang baru bertanya tentang nama sang klien.

“Nama saya Rae artinya polos” menjawab sambil menyodorkan segelas kopi cup panas ke tanganku. Jika diperhatikan dia memang benar-benar polos seperti anak kecil…

“Kok bisa yah orang tuamu memberi nama seperti itu?” buat pemikiran saya sekarang arti namanya itu terkesan lucu.

“Ka’Zana, ayo duduk di bawah pohon sana sambil menikmati angin sejuk! Kebetulan Rae membawa bekal buat kita berdua” menarik tanganku yang pada akhirnya kami bedua kembali menikmati suasana danau lagi.

“Ini sangat enak” memasukkan beberapa sendok makan ke mulutku.

“Ka’Zana suka?” dia bertanya kembali, sedang saya hanya mengangguk. Bekal yang di bawah olehnya memang enak…

“Btw, sepertinya kau tidak punya masalah apapun?” ucapan memancing buatnya.

“Siapa bilang? Justru karena punya masalah makanya membayar seorang psikolog biar menemani saya sepanjang hari” Rae menjawab spontan. Terkadang hidup seseorang hanya butuh teman penghibur seperti sekarang tanpa harus menceritakan semua masalahnya, tapi itu membuat dia bahagia dan jauh lebih baik. Penanganan kasus seperti ini memang jarang terjadi bahkan sang klien hanya ingin mencari seseorang sebagai pendengar setia walaupun dikatakan tidak melakukan apapun dengan solusi terbaik.

“Lantas?” ucapanku.

“Temani saya saja selama seminggu untuk menikmati pemandangan di sini!” Rae.

“Memang hanya itu saja yang harus saya kerjakan?” bertanya lagi.

“Ka’Zana please” Rae memasang wajah memohon.

“Di jam sore bukan siang seperti sekarang” mengajukan persyaratan.

“Rae maunya dari siang sampai sore” Rae.

“Baiklah” menjawab setelah berpikir setengah jam.

Hari berikutnya adalah kami berdua berlari kesana kemari sekitar bibir pantai di siang bolong. Rae ingin menikmati suasana pantai jadi pergantian tempat dilakukan. Menulis beberapa symbol lucu di atas pasir sambil tertawa keras. Saya belum pernah merasa tertawa lepas seperti sekarang seumur hidup. Seakan Tuhan memakai dia untuk mengajari saya tertawa lepas. Sebenarnya siapa yang sedang bermasalah? Saya atau gadis ini? seolah ingin menertawakan diri sendiri. Beberapa hari belakangan terus berada di sampingnya melakukan banyak hal seperti bermain game, duduk di bawah pohon, berlari sekitar bibir pantai, bermain air di bawah air terjun, dan berlari mengejar barisan bebek di tepi danau sampai kaki kami akhirnya lelah.

“Btw, Ka’Zana pernah menyukai milik orang lain?” astaga Tuhan, pertanyaan ini terdengar lucu. Saya pikir masalah Rae seputar sesuatu hal paling sulit dan ternyata dugaanku meleset…

“Memang masalahmu sekarang menyukai milik orang lain? Tanya balik lagi.

“Entahlah” menjawab bersama senyum termanis seakan tidak pernah terlihat mengalami rasa stress karena satu masalah.

“Saya juga pernah diperhadapkan masalah sepertimu bahkan beberapa bulan lagi terjadi pernikahan” menyodorkan sebuah permen lollipop. Kami berdua seperti anak kecil selalu melakukan hal-hal kekanakkan termasuk menikmati permen-permen dan masih banyak lagi.

“Kupikir masalahku benar-benar memalukan yah, ternyata Rae punya saingan” gadis itu tertawa lebar karena terkesan lucu.

“Kakak lebih kacau lagi karena beberapa kali harus diperhadapkan dengan kasus sama yaitu milik orang lain” berkata-kata kembali. Entah kenapa juga selalu saja kisah sama terulang lagi sampai rasanya saya ingin menertawakan sinis kehidupan sendiri. Menjadi pertanyaan, kasus yang sama menyatakan kata menang atau sebaliknya gagal total? Tidak mudah menjalani objek semacam ini dan benar-benar hal tersebut merupakan pergumulan terberat di antara sekian banyak beban hidup sedang membungkus.

“Saya benar-benar tidak tahu kalau dia sudah menjadi milik orang lain” gadis polos sedang menundukkan kepala.

“Rasanya menyakitkan pasti, tapi anggap saja sebagai bahan penghiburan semata yang sedang berjalan untuk membuat hidup punya warna” ucapan terkacau terhadapnya.

“Ka’Zana ngaco punya warna gimana kalau begitu?” Rae.

“Selama Rae masih belum diapa-apakan dalam artian ujung rambut sampai ujung kaki tetap terjaga, berpikir waras saja…”

“Tentulah Rae dijamin perawan 100% dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tuhan jauhkan hal-hal buruk dari kehidupanku dan jangan sampai Rae khilaf atau dijahati oleh orang di luar sana…” wajar namanya Rae memang kenyataan dirinya polos bersama ucapan semacam ini.

“Kau terlihat lucu” pertama kali buatku berhadapan dengan klien seperti dirinya.

“Btw, ka’Zana bisa cerita lagi memory kemarin tentang milik orang lain?” Rae.

“Berawal dari sekedar mencari perhatian berujung cerita kacau akibat permainan  kehidupan. Hukum tabur tuai tentu terjadi andaikan saya merampas milik orang lain. Bisa saja suatu hari kelak pasangankupun akan dirampas oleh gadis lain seiring berjalannya waktu atau mungkin kisah mantan masih tetap menjadi dilema saat-saat tertentu.” Inilah penjelasan terkacau mengenang memory kemarin.

“Jadi ka’Zana bertahan?” Rae.

“Saya berpikir lagi, andaikan menjadi wanita yang sebentar lagi menikah seakan dipermalukan karena pihak pria membatalkan sepihak tentu jauh lebih menyakitkan. Kesimpulan cerita adalah kalau saya tetap mencoba berlari meraih milik orang lain berarti hidup mengalami kelumpuhan total.”

“Ka’Zana memilih?” Rae.

“Saya berjuang untuk menang walaupun dikatakan umur menjadi masalah terbesar buatku pribadi. Pada kenyataan, terkadang Tuhan mengizinkan masalah seperti ini terjadi dan 100% memang benar-benar ujian terberat karena beberapa factor. Satupun anggota keluargaku sama sekali tidak menyadari masalah yang sedang saya hadapi” penjelasan terpanjang bagi gadis di sampingku sekarang.

“Sengaja melakukan hal-hal seperti tidak memiliki etika sama sekali menjadi objek paling berperan untuk menyelesaikan masalah” melanjutkan kembali ucapanku.

“Kenapa yah masalah seperti ini harus terjadi?” Rae.

“Walaupun dikatakan telah memiliki pasangan, terkadang sebagian besar pria bahkan dapat dikatakan hampir keseluruhan mempunyai kebahagiaan/kenikmatan/kebanggaan tersendiri untuk menjadi penakluk lawan jenisnya.” Ceramah sedikit panjang memang juga terdengar sedikit…

“Kebanggaan tapi menghancurkan…” Rae.

“Inilah kenyataan yang sebenarnya terjadi. Objek terburuk lain lagi adalah terjebak di antara permainan sendiri. Beberapa dari mereka hanyut dengan kisah tragis di ujung cerita.”

“Mengerikan” Rae.

“Kekacauan lebih parah lagi kalau ternyata si’gadis polos berhasil masuk jebakan, apa lagi kalau dikatakan sudah hamil di luar nikah” menggeleng-geleng kepala sendiri.

“Sadis” Rae.

“Karena itulah Rae sebagai perempuan harus benar-benar banyak berdoa, minimal Tuhan tetap menjaga dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kata khilaf itu pasti akan selalu menjebak hidup seseorang terlebih kalau pria di depan mata benar-benar perfect.” Terlalu munafik untuk berkata air liur tidak akan pernah meleleh menyaksikan satu pemandangan mahluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Jebol semua pertahanan karena kata sempurna.

Pada dasarnya bahan ujian terbesar seseorang baik yang belum menikah terlebih berada dalam satu ikatan pernikahan adalah kesetiaan. Ada begitu banyak celah dapat tertawa lebar hanya untuk sebuah jebakan. Kata bertahan hanya pada satu pasangan semata memang menjadi beban pergumulan terberat. Mungkin sebagian besar orang di luar sana hanya menganggap angin lewat tentang proses setia, namun lukisan definisi kata tersebut mempunyai proses bersama jebakan terberat siap menghadang. Tentu seseorang tidak akan bertahan melihat seorang saja andaikan hal tersebut bukan kekuatan Tuhan.

“Rae akan menganggap memory kemarin sebagai bahan penghiburan semata” Rae.

“Seperti menyenangkan untuk menari di dalam ombak sekarang ini” menarik tangan Rae membawa dirinya berlari masuk ke tengah ombak pantai. Tertawa dan membiarkan pakaian kami basah kuyup terkena air.

“Ka’Zana selfie denganku sekarang terus upload biar cari perhatian gitu di medsos” segera menyalakan kamera android miliknya.

“Itu sama saja memancing atau mungkin cowok yang kau suka akan berpikir kalau masih ingin mengejar dirinya” berucap lagi…

“Biarkan saja. Lah saya selfie seperti ini memang hobi dan karena sesuatu hal juga” Rae.

“Sesuatu itu boleh dijabarkan?” menatap ke arahnya.

“Rae percaya di suatu tempat tersembunyi ada cowok terbaik dengan kualitas jauh dari perkiraan sedang menatap wajahku. Tuhan punya cara yang ajaib menyatakan sesuatu yang tidak terpikirkan sama sekali untuk diberikan buatku” Rae.

“Wow…” tertawa melihat gaya selfie Rae.

“Tuhan punya cara paling ajaib untuk menyatakan satu cerita terbaik dan melukis namaku di hati seorang pria berkualitas suatu hari kelak” Rae.

“Amin” membalas ucapan Rae.

“Kelak Tuhan pasti berkata kalau pria berkualitas itu hanya milikku seorang dan bukan milik siapa-siapa dengan cerita unik di dalamnya, ini iman kepercayaan seorang Rae si’gadis polos” Rae.

“Cerita sekarang hanya bahan proses dan ujian, apakah belajar untuk menang atau kalah total bahkan membuat iblis tertawa lebar…” ucapanku terhadapnya lagi. Pengalaman kemarin memang satu beban terberat sekaligus ujian terbesar sama seperti kisah Rae.

“Ka’Zana, ayo tuliskan namamu di sini” Rae berlari menuju satu batu karang besar tidak jauh dari bibir pantai tempat kami bermain dengan ombak.

Pertama kali bermain kejar-kejaran bersama seorang klien di tepi ombak. Menikmati suasana dermaga sambil menyaksikan bagaimana matahari terbenam di sebelah barat. Pengalaman luar biasa beberapa hari belakangan bersama si’gadis polos seperti Rae. Sejak saat itu kami berdua menjadi sahabat dekat untuk berbagi cerita. Entah karena mempunyai pengalaman sama kemarin sampai saya benar-benar menyukai dirinya.

“Ka’Zana terima kasih buat semuanya” Rae memeluk tubuhku.

“Mungkin kemarin saya benar-benar merasa dipermalukan, tapi hari ini saya menganggap kalau semua itu hanya warna-warna hidup sebagai bahan penghiburan untuk dikenang kelak” semangat Rae melanjutkan berkata-kata lagi.

“Ada banyak cerita lain menjadikan keindahan tersendiri dalam perjalanan dan bukan hanya berkata-kata tentang lawan jenis, walaupun dikatakan itu sangat penting. Hati harus bersabar menunggu waktu Tuhan dengan senyuman seorang pria berkualitas bahkan tidak pernah terpikirkan sama sekali diberikan.” Inilah nada ceramah biarpun membuat banyak orang di luar sana mengantuk mendengar atau membaca.

 

Bagian 8…

 

Berpikir tentang petualangan kemarin bersama Rae menjadi kenangan tak terlupakan. Berawal dari hanya sekedar berperan sebagai klien sampai membuat satu alur cerita persahabatan di ujung cerita. “Apa saya sedikit mengganggu?” suara tidak asing bergerumu di sekitar pendengaran. Siapa yang menyangka olahraga sepeda hari libur begini akan terusik oleh seseorang. Kenapa juga dia tidak pernah bosan berdiri di hadapanku? Masalah muncul lagi sepertinya…

“Suasana pagi cerah memang menyenangkan buat bersepeda” senyum pria kacau.

“Minggir kalau masih ingin hidup!” berujar sinis.

“Galak amat” Hagan seakan tak memperdulikan semua itu.

“Lupakan semua memory kemarin, ngerti” menyerang Hagan.

“Saya tidak akan pernah menyerah meraih kembali jemari tanganmu” teriakan Hagan menjadi perhatian orang banyak.

“Kau tidak mungkin berhasil karena itu masa lalu” membalas ucapannya kemudian segera menghilang…

Saya masih waras untuk berjalan menikmati kebahagiaanku sendiri. Masa lalu tidak dapat menghancurkan hidupku dan tidak akan pernah sekalipun. Memiliki Moza memberi kebahagiaan tersendiri tanpa harus berputar ke sisi dunia lain. Ternyata tanpa sadar Hagan mengejar sekaligus mengekor di belakang sepedaku sekarang. “Kau…” menghentikan mengayuh sepeda.

“Kenapa kau tidak pernah bisa memberi kesempatan kembali?” Hagan.

“Kau tidak pernah merasakan bagaimana saya terus bertahan dalam penantian panjang dan apa yang terjadi selanjutnya? Hanyalah kekecewaan semata” mendorong tubuh Hagan ke tanah kemudian berlalu meninggalkan dirinya seorang diri.

Tiba-tiba saja pandangan mataku dibawa Tuhan ke satu jalan besar hanya beberapa meter dari tempatku berdiri. “Moza…” spontan kedua kaki segera berlari ke jalan tempat gadis kecil berada bersama anak anjing kesayangannya. Tidak lagi memperdulikan hal lain hanya berlari dan berlari secepat mungkin. Sebuah mobil dengan kecepatan besar sedang berjalan ke arah sang gadis kecil. Mendorong tubuh Moza sangat keras jauh dari jalan tersebut dan hal selanjutnya adalah…

“Mami…” teriakan keras Moza sedang menggetarkan telinga.

“Mi buka mata” tangisan histeris Moza terus saja menjalar.

“Jangan tinggalin Moza sendiri” semua terlihat kabur dan gelap…

Sekali lagi semua terasa sangat gelap tanpa setitik cahaya. Tuhan, apakah ini pertanda saya akan berada di dunia lain jauh meninggalkan Moza. Benarkah jalanku terhenti sekarang? Mata kepalaku sendiri menyaksikan bagaimana beberapa orang sedang berpakaian medis berupaya menyelamatkan seseorang dalam sebuah ruangan. Terkejut melihat kalau orang itu diriku sendiri sedang terbaring tanpa sadarkan diri. Tiba-tiba saja sesuatu mendorongku untuk kembali masuk ke tubuh sendiri.

“Dimana saya?” tersadar sesuatu.

“Mami sudah bangun?” Moza berteriak.

“Dimana saya? Kenapa saya tidak bisa melihat? Kenapa gelap?” terus bertanya.

“Mata anda masih tertutup perban setelah mengalami luka cukup parah kemarin” seseorang tiba-tiba datang memeriksa kondisi saya sekarang.

“Siapa kamu?” bertanya lagi.

“Saya dokter yang sedang menangani anda sekarang” menjawab pertanyaan…

“Tenang mi” Moza berbisik lembut sambil mengusap rambut di kepalaku.

“Moza” segera mengambil tangannya.

“Maafkan Moza. Mami seperti ini karena Moza” gadis kecil menangis histeris seketika.

“Moza tidak ada yang lukakan?” takut terjadi sesuatu sambil meraba-raba seluruh wajah gadis kecil.

“Kenapa mami terus saja mikirin Moza?” dia makin histeris menangis.

“Moza dengan siapa?”

“Uncle Farand” Moza. Hal tidak pernah kuduga kalau pria itu ternyata mempunyai rasa belas kasih sama seperti manusia normal lainnya.

“Moza makan” suara Farand…

“Uncle sudah bisa menyebut nama Moza” rasa tidak percaya sang gadis kecil.

“Kami pikir kau hanya memanggil setan semata kalau sudah lihat binatang berkeliaran” tertawa meraba-raba tempat tidur.

“Mami Moza makan” hal tak terduga Farand dapat berucap seperti ini, terlebih menyuap makanan masuk ke mulutku sekarang.

“Terima kasih” berucap terhadap Farand. Pertama kali dia memanggilku dengan sebutan mami Moza bukan Zana terdengar lucu. Beberapa anggota rumah juga datang berjaga seharian di rumah sakit. Nata pun terus berada di sampingku walaupun dikatakan dirinya masih dalam proses pemulihan. Menangis histeris tidak ingin pulang ke rumah membuat gadis remaja ini mencari segala cara agar tetap bertahan.

“Nata, ayo pulang!” ibu Malia sedikit menggertak.

“Tidak mau” Nata segera berlari ke memegang tiang tempat tidur…

Terus saja menangis sampai seisi rumah sakit mendengar. “Biarkan saja dia tetap tinggal denganku” segera meraba-raba mencari keberadaan Nata.

“Nata itu berbeda dengan manusia normal lainnya, bagaimana kalau dia membuat masalah di rumah sakit?” Ibu Malia sangat khawatir.

“Percaya padaku” tersenyum hangat membalas ucapan ibu Malia pada akhirnya membuatnya menyerah mendengat kalimat tersebut. Livia sendiri tidak pernah menyangka atas apa yang sedang menimpa keadaanku sekarang. Sahabatku yang satu ini juga terus berjaga sampai saya benar-benar dinyatakan pulih. Hal paling membahagiakan adalah perban pada sepasang bola mataku akan segera dilepas setelah beberapa hari mendapat perawatan. Hari yang paling kunantikan tiba juga pada akhirnya. Bisa melakukan aktifitas seperti biasa lagi dan menatap cerahnya langit biru.

“Coba buka mata anda perlahan-lahan!” perintah sang dokter.

“Kenapa semuanya gelap dok?” berusaha mengucek mata beberapa menit kemudian.

“Semuanya gelap…” Hari ini kisah hidupku benar-benar hancur seketika. Meraba-raba apa yang saya temukan yang kemudian berakhir dengan teriakan histeris.

“Saya buta” cerita terkacau sedang bermain pada kisahku.

“Zana tenangkan dirimu” Livia mencoba mencoba menahan segala pergerakanku.

“Apa kau tahu bagaimana rasanya?” menangis keras.

“Semua gelap” berteriak sekali lagi.

“Sangat gelap” terus saja memberontak…

“Pikirkan Moza” sebuah tamparan keras mendarat pada wajahku seketika.

“Kau berani menamparku?” berteriak terhadap Livia.

“Kalau kau buta berarti hidupmu berakhir? Dimana Nitzana kemarin?” Livia.

“Saya tidak akan bisa melihat lagi” tubuhku tersungkur ke lantai.

“Kau bisa menghadapi semua klien dengan masalah cukup parah, bahkan rumahmu sampai detik sekarang menjadi penampungan mereka dengan diagnose gangguan kejiwaan, lantas sekarang…?” Livia.

“Tinggalkan saya sendiri, sekarang!” rasa marah…

“Saya pikir seorang Nitzana cukup kuat ternyata dugaanku salah” Livia.

“Pergi!” berteriak memerintah Livia. Kehidupan saya hancur sekarang. Duniaku tidak lagi bercerita tentang cahaya melainkan kegelapan tiap detiknya. Peristiwa kecelakaan tersebut menghancurkan kehidupan hingga menyatakan kegelapan untuk selama-lamanya. Bisakah Nitzana sang psikolog dapat berjalan dalam kegelapan? Kata depresi benar-benar hidup bahkan memiliki akar kuat membungkus jalan hidup. Mengurung diri merupakan objek terbaik buatku sekarang dibanding mendengar penjelasan dokter maupun orang-orang di sekitarku.

Tidak ingin keluar dari kamar, menangis berlarut-larut, mengunci pintu menjadi kisah paling miris sedang terjadi. Semua penghuni rumah tidak lagi memperdengarkan suara kegaduhan setelah peristiwa kemarin. Apa yang harus kulakukan sekarang? Tertawa dalam kegelapan menciptakan kisah terkacau bagi jalanku pribadi. Saya butuh waktu menerima rasa paling terpahit tiba-tiba saja mendekam membelenggu jiwa.

“Gelap Tuhan…” berteriak tanpa sadar dalam tidurku.

“Semua gara-gara Moza” rasa bersalah gadis kecil di luar pintu kamar. Semenjak peristiwa tersebut, dia tidak lagi tidur  sekamar denganku. Ibu Malia maupun Livia menjadi teman tidurnya sekarang.

“Izzy juga sedih seperti Moza yah?” tangisnya pecah seketika. Tengah malam begini sepertinya dia terus berjaga depan pintu kamar yang masih terkunci dengan sangat baik.

“Tuhan, kembalikan mami seperti dulu” terus saja menangis.

“Kenapa mobil itu harus menabrak mami dan bukannya Moza?” lagi-lagi rasa suaranya kembali memenuhi gendang pendengaran.

“Moza” seperti suara Livia mengejutkan tubuh gadis kecil.

“Semua karena Moza kan aunty sampai mami buta?” Moza.

“Zana, apa kau senang sekarang membiarkan anakmu terus merasa bersalah seperti sekarang? Psikolog rusak…” kesabaran Livia sudah hilang. Tangan dan kakinya sekarang bermain ingin menghancurkan pintu kamarku. Tidak lagi memperdulikan orang di sekitarnya terus berusaha menerobos masuk. Dia hanya memiliki cara seperti ini karena kunci cadangan rumah letak keberadaannya tidak diketahui oleh penghuni rumah selain saya seorang.

Seseorang seperti sedang membantu Livia mendobrak pintu kamarku. Seolah saya tidak lagi memperdulikan apa yang mereka lakukan di luar sana. “Puas membuat semua orang menderita seperti ini?” Livia menggoncang tubuhku berulang kali setelah pintu berhasil terbuka.

“Aunty jangan sakiti mami” Moza berlari masuk mendekap tubuhku seketika.

“Mami Moza sudah hilang ditelan bumi, ngerti?” Livia menarik Moza.

“Mami tidak salah” Moza.

“Wanita depan Moza sekarang bukan mami, tapi mayat hidup” Livia.

“Semua salah Moza” sang gadis kecil berteriak seketika…

“Puas membuat anak sekecil Moza harus merasa bersalah selama sisa hidupnya?” Livia.

“Tinggalkan saya sendiri!” mengusir mereka keluar. Saya butuh waktu untuk berpikir jernih tetapi tidak sekarang. Tetap mengurung diri merupakan jalan keluar masalahku sekarang. membayangkan hidup harus berjalan dalam gelap menciptakan ketakutan terberat tanpa ujung. Tuhan, jujur saya tidak ingin terus menjadi manusia depresi seperti sekarang. Angkat tiap beban yang sedang berakar jauh melebihi bayangan semua orang, Tuhan.

Menangis keras tanpa henti membuatku hilang kendali terhadap hidup sendiri. Tidak lagi berpikir bagaimana sang gadis kecil terus larut dalam rasa bersalah akibat peristiwa kecelakaan beberapa waktu lalu. Hal paling mengejutkan adalah mereka yang dikatakan mengalami gangguan kejiwaan dalam rumah tidak lagi memperdengarkan suaranya. Seakan kerja sama yang baik satu sama lain mengerjakan segala pekerjaan rumah.

“Makan!” Gadi membawa sepiring bubur di samping tempat tidurku.

“Enak…” Nata walaupun dikatakan tidak lagi mengenal dirinya, namun berjaga sepanjang malam memberi kehangatan tanpa sadar setelah pintu kamar berhasil dibuka oleh mereka.

“Tidak makan berarti setan” Farand membuatku ingin tertawa lebar…

Semua anggota rumah terus saja bergantian berjaga di sekitar kamarku tanpa rasa lelah. Apa yang sedang kulakukan sekarang, Tuhan? Kegaduhan suara tidak lagi terdengar seakan dapat merasakan apa yang kurasakan, walaupun dikatakan sebagian dari mereka butuh perawatan lebih…

Sebenarnya mereka atau saya yang sekarang benar-benar mengalami gangguan psikologis parah bahkan terdengar menakutkan? Ingin menertawakan diri sendiri membayangkan semua ini. Mereka terus berjaga di sekitarku berusaha menghilangkan tiap rasa sakit dengan berbagai cara. Segala jenis kekonyolan membuat saya tersenyum seketika. Hal terbodoh bagi manusia sepertiku adalah merasa seluruh hidup hancur tanpa pernah peduli apapun.

“Mami tersenyum…” Moza tersadar seketika.

Gadis kecil terus saja dihantui rasa bersalah. Jujur, jauh di dasar hati saya tidak pernah menyalahkan dirinya dan melempar ribuan pertanyaan tentang peristiwa kecelakaan kemarin. Seorang Nitzana butuh waktu menerima kenyataan harus berjalan dalam gelap sampai akhirnya mengurung diri sepanjang waktu. Rasa takut bergantung terhadap kehidupan orang lain membuat saya tidak bisa berpikir jernih.

“Tersenyum” mereka semua serentak berucap secara mengejutkan.

“Ice cream” Gadi memasukkan sesendok ice cream ke mulutku.

“Setan hilang…” seperti biasa Farand berkata-kata tidak masuk akal. Teriakan, rasa marah, mengurung diri, dan banyak hal menyatakan setan terus saja bergentayangan menurut pemikiran pria tersebut.

“Kakak Zana akhirnya kembali” suara Loan berkumandang.

“Zana kembali juga” tidak di sangka Livia berada di tengah mereka hanya tidak memperdengarkan suaranya dan berusaha menahan diri. Tetap setia tinggal di rumah ini tanpa rasa jenuh sama sekali.

“Sepertinya kau harus pulang sekarang” satu nada kalimat mengusir Livia.

 

Bagian 9…

 

Di luar dugaan rekan kerja sekaligus teman tetap bertahan untuk tetap menjadi penghuni rumah di sini. “Saya betah berada di rumah ini, lagian seluruh barang-barangku sudah berpindah tempat sekarang” Livia.

“Sejak kapan kau membuat keputusan sendiri?” sedikit kesal.

“Memang harus yah meminta izin?” Livia.

“Lebih dari kata harus” jawaban paling tepat untuk satu pertanyaan menekan…

Satu hal, mereka semua membuat saya lupa tentang satu istilah pahit yaitu berjalan dalam gelap. Tuhan sekali lagi memperlihatkan tentang sesuatu bahwa orang-orang dengan gangguan mentalpun mempunyai rasa sayang cukup besar jauh melebihi pemikiran. Bisa saja orang di luar sana berkata kalau pikiran mereka sedang tidak berada pada situasi normal, namun pernyataan tersebut hilang ketika tangan belajar untuk mendekap penuh kehangatan.

“Terima kasih buat semuanya” berucap di hadapan mereka.

Akhir cerita adalah saya belajar memulai satu lembaran baru. Berulang kali terjatuh ketika melewati jalan maupun sudut ruangan itulah keadaanku sekarang. Kata gagal selalu saja terjadi setiap kaki berpijak pada satu area karena kegelapan. Buta bukanlah alasan paling tepat menghancurkan perjalanan hidup sendiri. Jatuh, terus mencoba, ratusan kali kegagalan, terluka menjadi alasan saya hidup walaupun semuanya tidak terlihat hanya karena kegelapan.

Mencoba menghiruk udara segar pagi-pagi buta dengan berjalan sendirian di sekitar taman. Izzy anjing pintar dan cukup cerdas untuk mengerti perintah sekaligus berperan sebagai penunjuk jalan. Saya bisa merasakan bagaimana daun-daun itu beterbangan hebat karena tiupan angin. Duduk di antara rumput hijau membayangkan perjalanan di tengah suasana gelap paling mencekam.

“Ka’Zana…” sepertinya saya pernah mendengar suara ini.

“Siapa?” bertanya dengan kondisi tubuh tanpa gerakan kemana-mana.

“Saya baru tahu keadaan ka’Zana dari seseorang” dia memeluk tubuhku begitu saja.

“Rae” menyadari gadis itu.

“Lantas siapa lagi?” Rae.

“Dimana kau tahu saya ada di sini?” hampir tak percaya…

“Pokoknya rahasia” Rae.

“Sekarang main rahasiaan segala yah?”

“Kakak nikmati saja matahari terbit” Rae. Siapa yang pernah menduga hari-hari kemarin saya terus berada di samping gadis tersebut, namun sekarang semua bercerita lain. Hal mengejutkan lagi dia membawaku ke tempat dimana kami berdua pernah menghabiskan waktu bersama. Menjemput di rumah serta mengantar pulang kembali selama seminggu hanya untuk menghibur semata. Minikmati suara alam di sekitar dermaga menjadi objek paling menyenangkan. Bibir pantai menjadi saksi bagaimana kami menari dan tertawa di tengah ombak.

“Ka’Zana tidak akan berhentikan dari pekerjaan kemarin sebagai psikolog?” Rae memulai awal dialog setelah kami berdua berada di sekitar pinggir danau.

“Entahlah.”

“Ka’Zana hanya buta tapi dalam banyak hal tetap kuat jauh melebih apapun” Rae.

“Menurutmu saya kuat?” kesalahan terbesar gadis seperti dia berpikir kacau. Andaikan Rae menyadari bagaimana saya terus mengurung diri selama beberapa waktu lamanya…

“Temanku membutuhkan bantuan ka’Zana sebagai psikolog saat ini” Rae tanpa meminta persetujuanku langsung menghubungi temannya melalui telepon celuler.

“Cari psikolog lain dan itu bukan saya.” Kenyataan sekarang adalah seorang Nitzana juga berada dalam keadaan depresi berat yang tidak mungkin bisa melakukan apapun. Kekacauan lain lagi, dimana dia sendiri tidak mau menerima berbagai alasan bahkan tetap bersikeras pada keputusannya. Bisakah saya tertawa sinis sekarang mendengar seorang gadis memaksakan salah satu psikolog kembali menghadapi para klien.

Sejam kemudian seseorang menyapa ketika kami sudah berada di bawah sebuah pohon sejuk. Objek mengerikan selanjutnya adalah Rae meninggalkan saya dan orang itu. “Kau tahu kalau saya buta?” Ini tidak biasa dibiarkan begitu saja berusaha mengusir dengan sebuah pertanyaan.

“Kakak hanya buta secara fisik, bukan buta hati kan?” rasa-rasanya saya ingin tertawa mendengar jawaban tersebut.

“Lupakan pertanyaanku. Pergilah!” nada mengusir sekali lagi.

“Jangan mengusir saya, please” gadis itu seketika berlutut bersama air matanya…

Kegilaan apa lagi sekarang seakan semua itu belum berakhir. Dia terus saja menangis tanpa henti seakan masalahnya jauh lebih menyakitkan dibanding berjalan dalam gelap seperti hidupku. “Berhenti menangis!” menegur dirinya.

“Ceritakan masalahmu!” sekali lagi berucap. Kenapa juga saya harus dijebak seperti ini oleh seorang gadis polos bernama Rae.

“Saya sangat frustasi menghadapi kasus permasalahanku.”

“Tunggu, siapa namamu? Sejak tadi kau belum memperkenalkan diri” berujar lagi.

“Panggil saja Laish” terdengar menghibur cara dia memperkenalkan diri.

“Bisa kau ceritakan masalahmu?”

“Saya salah satu lulusan kesehatan bersama cerita menyeramkan di dalamnya sampai membuatku sempat mengalami shock” Laish.

“Maksudmu?”

“Karena kesulitan mendapat pekerjaan, akhirnya saya magang pada salah satu rumah sakit melalui jalur bayar dan tidak gratis. Factor sertifikat, pengalaman, baru lulus, juga umur menjadi alasan sulit mendapat kerja. Asalkan rajin maka saya bisa direkrut menjadi karyawan rumah sakit kalau lowongan terbuka…” Laish.

“Lantas letak cerita masalahnya?”

“Saya berusaha bekerja sebaik mungkin walaupun harus terlihat seperti manusia idiot. Jujur, karakter introvert dalam hidupku terkadang sulit saya tinggalkan bagaimanapun caraku untuk mengubah dan harus berperan sebagai orang lain dan itu bukan diriku” Laish.

Laish bercerita bagaimana alur kisah hidupnya terdengar kacau. Berawal dari pihak rumah sakit menuntut pengalaman kerja sampai tuntutan umur akhirnya dia memilih jalur magang demi mendapat selembar kertas untuk mempermudah. Menurut cerita beberapa karyawan lain yang dulunya juga berstatus magang kalau pihak RS tetap membuka lowongan kerja hanya tidak dipublikasikan.

Asalkan rajin maka dapat direkomendasikan dari masing-masing kepala ruangan. Kejadian selanjutnya adalah Laish berjuang keras agar dapat disukai, diterima, direkrut sebagai salah satu karyawan di rumah sakit tersebut. Mulai dari membersihkan ruangan, mengganti seprei pasien, menyapu, mengepel, sterilisasi OK (Operatie Kamer), cuci alat-alat, mencatat, membersihkan darah pasien, keluar mengambil sesuatu karena kepentingan pribadi atau rumah sakit tanpa meminta ganti rugi uang bensin, bolak-balik mengambil status pasien hingga naik turun tangga, melakukan apapun perintah mereka, pulang larut, dan segala macam. Tujuannya hanya satu yaitu dapat diterima bekerja karena begitu sulitnya lowongan pekerjaan medis terlebih jika tidak punya bantuan orang dalam.

Menerima apapun perlakuan beberapa orang walaupun dikatakan terlihat seperti manusia idiot. Sampai akhirnya satu kasus pasien terjadi pada salah satu ruangan, beberapa orang menyudutkan dirinya. “Saya harus berlari kiri-kanan mencari status pasien kunjungan kembali sementara jaraknya pun cukup menyita, belum lagi kalau naik turun tangga, terus dimarahi bagian admisi depan…lengkap sudah semuanya” Laish.

“Kenapa kau tetap bertahan?”

“Saya butuh pekerjaan, jadi walaupun harus mendapat perlakuan kacau yang penting direkomendasikan jadi karyawan tidak menjadi masalah” Laish.

“Terus…” menyuruh dia melanjutkan nada kalimatnya.

“Sistem magang di rumah sakit itu system rolling dengan pergantian tempat dalam waktu yang ditentukan. Singkat cerita, saya berada pada ruang Antenatal care cukup lama di sana karena mengalami perpanjangan magang untuk mengikuti tes berikutnya” Laish.

“Apa yang terjadi selanjutnya?”

“Saya berusaha melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Suntik KB, mencatat di beberapa buku laporan untuk pemeriksaan ibu hamil 2x seminggu, membersihkan/ mengepel ruangan di beberapa tempat selain ANC, mengurus bayi, observasi pasien sekaligus membersihkan darah, memakaikan pembalut pasien, memindahkan pasien ke ruang nifas, menjadi asisten dokter anak walaupun harus pulang larut malam atau kena marah setiap hari tetap saya jalani…” Laish.

“Bukannya ruang ANC hanya melayani pemeriksaan kehamilan?”

“Saya di beberapa tempat sekaligus untuk beberapa waktu. Berusaha bekerja dengan baik walaupun ada banyak kekurangan ketika beraktifitas. Capek, lelah, mendapat marah sudah tidak saya pikirkan hanya demi sebuah pekerjaan. Kepala ruangan ANC pun sudah tidak melakukan pekerjaan selain duduk nongkrong di ruang bersalin karena semua pekerjaannya diambil alih. Tangannya baru sibuk 2x dalam sebulan untuk masalah imunisasi anak, itupun masih dibantu dan tidak luput saya tetap ikut mencatat atau menangani pasien anak selain menjadi asisten dokter anak” Laish.

“Kenapa juga melakukan semua pekerjaan seperti itu?” meledek dirinya.

“Demi disukai oleh mereka walaupun harus terlihat super idiot tidak menjadi masalah. Mungkin orang di luar sana tidak pernah tahu bagaimana kehidupan saya benar-benar bergumul tentang kasus masa depan, tapi itulah keadaan kehidupanku pribadi terlalu menyedihkan” Laish.

“Tidak perduli bagaimana beratnya pasien, saya berusaha sekuat mungkin mendorong dengan postur tubuh kecil. Berusaha menjadi orang lain karena kepribadianku berbeda. Selalu ditegur karena bekerja tergesah-gesah sementara dalam menghadapi pasien membutuhkan ketenangan dan itu selalu dipermasalahkan oleh mereka” Laish.

“Kepribadian?”

“Karena tidak ingin diejek lambat ketika bekerja juga masalah kepribadian membuat saya berusaha ingin memperlihatkan yang terbaik, tapi terkesan aneh. Jujur, selama ini saya juga bertanya-tanya kenapa keperibadianku ketika berhadapan dengan sesuatu terkadang gugup, ingin melakukan yang terbaik dengan bekerja secepat mungkin atau terlihat terburu-buru, dan beberapa hal lain? Sampai akhirnya, saya menonton tentang kisah kehidupan manusia introvert membuat mataku terbuka kalau ciri-ciri seperti itu memang benar-benar nyata membungkus perjalanan…” Laish.

“Sifatku dulu itu introvertnya sangat parah, kenapa? Karena selalu mengantuk bahkan ingin tidur, sakit kepala, gelisah kalau berada di tempat-tempat ramai. Andaikan tidak ada hal penting di luar sana tentu saya akan betah berminggu-minggu tanpa keluar sampai tetangga ada yang bilang bertelur di rumahnya. Mulutku tidak akan berkata-kata apapun terhadap ayah kalau tidak ada hal penting. Ayahku saja selalu mengeluh kalau dirinya merasa hanya berbicara ma tembok bukan anaknya. Saya benar-benar berjuang penuh pergumulan luar biasa untuk keluar dari karakter semacam ini” Laish kembali bercerita…

“Jadi?”

“Terkadang banyak orang salah paham dan memberi cap aneh. Saya berusaha memperbaiki diri walaupun selalu gagal untuk banyak objek” Laish.

“Lantas kesalahan terbesar lain yang kau perbuat di rumah sakit itu?”

“Seiring berjalannya waktu, tiba-tiba saja satu kejadian tidak terduga terjadi sampai namaku terseret di dalam” Laish.

“Masalah apa memang?”

“Pasien suntik KB dengan diagnose abses sampai suami sang ibu mengamuk keras di rumah sakit. Walaupun bukan saya si’penyuntik pasien, tapi namaku tetap terlibat. Sebenarnya saat itu jadwal imunisasi anak dan saya berada di beberapa tempat. Di satu sisi harus bolak-balik mencari beberapa status pasien anak bahkan sampai naik turun tangga, pemeriksaan tanda-tanda vital pasien anak sebelum dokter datang, membantu mencatat data laporan ataupun menimbang balita imunisasi, sedangkan setelah dokter tiba harus terus berada di ruang poli…” Laish.

“Lantas?”

“Kebetulan bulan itu terdapat beberapa mahasiswa praktek, jadi terjadilah satu peristiwa di luar dugaan setelah itu. Saya terlalu sibuk jadi tidak mengingat apakah mendampingi mahasiswa atau tidak kemarin. Singkat cerita seminggu kemudian terjadi peradangan dan beberapa karyawan berkata kesalahan lokasi menyuntik agak di atas sampai namaku terseret…” Laish.

“Akhir cerita kau langsung dipecat?”

“Saya tidak mau menyalahkan si’penyuntik terlebih menyudutkan. Kenapa? Karena banyak kasus kejadian di luar sana selalu terjadi abses setelah suntik KB bahkan dilakukan oleh tenaga medis berpengalaman. Kejadian sama juga pernah terjadi di RS situ dan ada beberapa pasien curhat tetangganya abses karena suntik KB oleh bidan sekitar rumah mereka, belum lagi kasus di puskesmas di luar berita-berita yang sudah viral di dunia maya melalui beberapa artikel” Laish.

“Jadi?”

“Kasus ini sangat mengganjal, hanya saja pihak medis tidak berani melapor karena secara otomatis judge mall praktek tentu tidak akan luput. Masa depan antara saya dan mahasiswa itu sedang dipertaruhkan disini. Menyalahkan dia juga tidak akan menyelesaikan masalah karena sama-sama salah atau memang benar-benar ada sesuatu keanehan dibalik suntik KB. Secara logika, kenapa kasus sama selalu terjadi di banyak tempat di luar pemberitaan media hanya pemerintah belum mengambil respon selanjutnya” Laish.

“Lantas kalau masalah lokasi penyuntikan dipersalahkan, bagaimana dengan mereka yang melakukan prosedur kecantikan bagian bokong bersama area-area lain pada bagian tubuh?” Laish melanjutkan lagi…

“Maksudmu?”

“Pihak rumah sakit menyatakan kesalahan lokasi penyuntikan agak di atas, sedangkan para dokter bedah plastic memainkan spoit cukup besar sekitar bokong pasien sampai terkadang mengenai tulang pada prosedur kecantikan tetapi tidak terjadi sesuatu apapun. Terlalu disayangkan lagi adalah kepala ruangan di sana langsung menyudutkan bahkan menjelek-jelekkan namaku di atas tanpa mengingat bagaimana pengorbanan yang sudah saya lakukan selama ini…”

“Keterlaluan juga yah kalau dipikir-pikir” …

“Kepala ruangan itu mungkin tidak pernah rasakan pergumulan berat jadi seenaknya bericara terhadap pihak rumah sakit. Selama ini saya tidak mempermasalahkan bagaimana berjalan seperti orang idiot atau dimarahi dokter depan banyak orang yang penting bisa diterima kerja…” Laish.

“Berarti kau juga biasa dimarahi dokter?”

“Sering malah. Pernah satu kasus kejadian, pasien anak terjadi kejang beberapa kali bahkan sempat terulang di atas mobil menuju rumah sakit. Singkat cerita saat itu kebetulan dokter sedang sembayang dalam ruangannya, sedangkan nenek dari si’anak berteriak UGD beberapa kali dan akhirnya saya langsung membuat keputusan tanpa persetujuan…” Laish.

“Keputusan tentang?”

“Membawa sang anak langsung masuk UGD tanpa harus melalui poli seperti biasa. Penanganan segera dilakukan oleh dokter jaga setelah saya oservasi suhu mencapai 40°C, tetapi di pihak lain saya langsung mendapat teguran keras depan umum. Dokter anak tidak bisa menerima keputusan mendadak seperti itu dan bagaimanapun harus melalui poli anak terlebih dahulu” Laish.

“Sang dokter mengamuk depan keluarga pasien?”

“Seperti itulah kejadiannya. Ibu pasien meminta maaf setelah dokter keluar dari UGD, tapi saya hanya berkata kalau itu pembelajaran buatku pribadi karena memang belum tahu apa-apa mengenai aturan rumah sakit. Jujur, sebenarnya ketika amarah dokter sedang berlangsung pada saat itu seakan sesuatu berteriak di dasar hati…” Laish.

“Tentang?”

“Tidak jadi masalah kau marahi seperti itu yang terpenting si’anak bisa langsung tertangani karena kasus seperti ini memang harus langsung ke UGD tanpa perlu menunggu dan itu juga membuat saya tidak menyesal atas keputusan tersebut walaupun sang dokter katanya mengamuk di grup rumah sakit malam hari” Laish.

“Kepribadian doktermu mungkin sedikit bermasalah” langsung menjudge…

“Kalau boleh jujur, saya memang tidak terlalu menyukai kepribadian beberapa dokter di sana terlebih dokter anak karena beberapa kasus pasien sulit untuk dijelaskan  termasuk menjatuhkan rekannya karena alasan tidak masuk akal…” Laish.

“Contohnya?”

“Salah seorang pasien dengan diagnose plasenta previa atau tertanamnya plasenta pada segmen jalan lahir walaupun belum masuk kategori totalis hanya bagian sekitar pinggiran. Singkat cerita, terjadi pendarahan semalaman, sedang dokter obgyn yang menangani pasien tersebut ingin kelahiran normal dan para bidan mulai jantungan karena kondisi yang sudah terlihat shock. Salah sedikit nyawa bermain di sini dan tentu akar permasalahan terarah kemana?” Laish.

“Apa pasien ini tidak bisa ditangani oleh dokter lain?” bertanya kembali…

“Permasalahannya adalah dokter lain tidak berani mengambil alih karena itu melanggar kode etik dan andaikan terjadi sesuatu hal tidak diinginkan secara otomatis kesalahan dijatuhkan terhadap…” Laish.

“Jadi bagaimana dengan pasien tadi?”

“Secara logika entah apa yang akan terjadi, tapi Tuhan masih memberi pertolongan hingga pasien masih bisa bertahan, pada hal dokter obgyn tersebut datang ke RS untuk secsio kalau tidak salah jam siang dan bukan pagi, itupun karena di terror terus-menerus oleh kepala ruangan kamar bersalin. Walaupun status magang nama saya juga pasti tetap terseret andaikan terjadi sesuatu. Sadis…” Laish.

“Hanya karena benar-benar butuh pekerjaan jadi kau harus bertahan dan berpura-pura tidak tahu menahu apapun di dalam?” sedikit memancing.

“Kejadian lain yaitu pihak rumah sakit menambah seorang dokter lagi untuk jadwal jaga sore bagian poli anak, tetapi karena factor takut bersaing dan iri hati jadinya dokter anak yang tadi terus saja sengaja membuat masalah bahkan menekan sedemikian rupa. Akhir cerita adalah dokter anak yang baru masuk mengalah juga memilih berhenti dari pada harus hidup dibawah tekanan hanya karena perebutan masalah jumlah pasien…” Laish.

“Terus…?”

“Untuk masalah kesuksesan, uang, karir, keberhasilan anak, cucu semua sudah dimiliki bahkan usianya itu masuk kepala enam tapi dia selalu saja serakah terhadap apa yang ada di depannya. Seakan dia tidak pernah mensyukuri apapun pemberian Tuhan. Di depan mata kepalaku sendiri dokter anak itu tidak ingin melepas label harga pakaian mahal untuk diberikan kepada dua karyawan rumah sakit dengan kehidupan cukup sulit” Laish…

“Cerita lain lagi dong”

“Dia berkata tidak usah lepas harganya, setidaknya ingin mendapat pujian hebat banyak orang. Terkadang juga dokter anak itu mengeluh masalah gaji pembantu rumah tangganya sebentar lagi, pada hal uangnya sangat banyak bahkan salah satu anaknya kerja di luar negeri. Kenyataannya memang dokter rajin memberi, tetapi tidak pernah tulus sama saja bohong. Ucapannya juga biasa terlalu memandang enteng orang di sekitarnya” Laish.

“Cukup kacau juga”

“Hal lebih menyedihkan pada saat saya diberatkan oleh kasus pasien suntik, ayahku sakit di rumah dan saya pun drop seketika. Di satu sisi merawat ayah, di sisi lain merawat diri sendiri karena sakit juga bahkan saya sampai shock pada saat itu hingga tidak masuk beberapa hari. Semua masalah datang menyerang secara bersamaan” Laish.

“Setelah agak baikan sedikit, saya memaksakan diri ke rumah sakit dan berharap masih diberi kesempatan tapi ternyata pandangan mata mereka dingin. Akhirnya, saya mengambil keputusan hari itu juga ingin berhenti. Singkat cerita adalah menunggu dokter anak datang untuk pamit, tapi belum juga bicara langsung mendapat respon penolakan dan diberhentikan sebagai asisten…” Laish.

“Memangnya kau tidak hubungi dokter kenapa tidak masuk?”

“Salah satu karyawan bilang tidak usah masuk dulu biar dia saja yang sampaikan akhir cerita kasusnya semakin jelek terlebih kepala ruangan ANC yang harus turun tangan jadi asisten dokter anak dan kemungkinan pemberitaan jelek makin meraja lelah disitu. Saya salah satu pemasukan terbesar rumah sakit, kenapa kau perlakukan saya seperti itu? pernyataan sang dokter di hadapanku hari terakhir di RS” Laish.

“Terlalu kacau dan sombongnya minta ampun” ingin tertawa mendengar…

“Tetap mencium tangannya sebelum meninggalkan ruangan itulah yang kulakukan. Mengurus ayah sampai infus sendiri di rumah, masalah pasien, di serang habis-habisan dalam keadaan kondisi saya lemas total karena sakit juga, tertekan, dan masih banyak lagi membuat shock bahkan menangis sendiri dalam kamar” Laish.

“Saat itu saya pun harus bolak balik rumah sakit untuk pemeriksaan darah karena dirujuk. Pikiranku benar-benar berkecamuk karena semua masalah juga ketakutan jangan-jangan saya positif hepatitis penyakit menular dan akan membuat semakin banyak penolakan kerja di semua tempat” Laish.

“Berarti kau…” kalimatku terpotong.

“Saya terkontaminasi dengan darah pasien HBsAg hari kedua minggu pertama magang di rumah sakit. Dalam keadaan memperbaiki selang infus pasien berujung musibah. Saya pikir ruangan penuh, jadi untuk sementara harus dirawat sekitar ruang isolasi karena malam itu pasien banyak sedangkan yang jaga hanya berdua. Darah dari infus muncrat keluar penuh di tangan. Saya hanya berkata terima kasih Tuhan dan berusaha menutupi kejadian sebenarnya” Laish.

“Hasil pemeriksaan kemarin menyatakan?”

“Tuhan membuat mujizat karena hasilnya negative diluar akal logika pada hal jenis kulit saya tipis jadi terkadang mudah terluka atau sensitive dengan beberapa sabun sampai membuatku betul-betul takut melihat hasil pemeriksaan tersebut. Setiap hari kerjaku hanya menampung air seni untuk mengecek jernih atau tidaknya setelah kejadian terkontaminasi kemarin sampai terjadi peristiwa pasien abses hingga saya sakit cukup lama” Laish.

“Betul-betul mujizat kalau dipikir-pikir virus hepatitis penularannya jauh lebih cepat dibanding HIV” membayangkan sesuatu hal…

“Saya selalu berdoa agar Tuhan lindungi dalam bekerja hingga kejadian tersebut tidak terulang kembali. Pernah kejadian lain lagi dimana seorang pasien HIV sengaja menghembuskan napasnya di hadapan saya berulang kali, tapi diagnose belum di dapat. Saya tahu itu kesengajaan, mungkin dia berpikir setidaknya bisa tertular ke orang lain. Setelah dilakukan pengecekan pada salah satu RS sebelumnya karena menolak pemeriksaan darah, semua menjauh bahkan anggota keluarganya ketakutan…” Laish.

“Lantas bagaimana lanjutan reaksimu?”

“Sebagai salah satu tenaga medis harus siap berhadapan dengan hal-hal semacam ini dan tetap bisa menempatkan diri. Saya masih sempat menegur salah satu anggota keluarganya karena merasa takut mengantar sang ibu ke toilet…” Laish.

“Apa yang kau katakan?”

“Bagaimanapun dia anggota keluarga, jadi jangan melakukan hal semacam ini berpikir seolah ingin menjauh maksud ucapanku terhadap anggota keluarganya, sampai akhirnya ditemani juga ke toilet. Singkat cerita pasien di rujuk ke RS lain…” Laish.

“Pengalaman kocak sekaligus kacau” sedikit tertawa membayangkan andaikan saya berada di sana…

“Kesalahan saya saat itu hanya berdoa minta perlindungan biar tidak terjadi penularan penyakit dari pasien, tapi tidak berpikir untuk dampak penanganan terhadap pasien dapat berakibat fatal seperti kasus abses pasien suntik KB walaupun tanganku bukan pelaku si’penyuntik” Laish.

“Kau akan mendapat pekerjaan jauh lebih baik dibanding ini, mungkin hari kemarin membuatmu terluka tapi semua itu tidak akan berlangsung lama.” Entah mengapa tiba-tiba saja mulutku berkata-kata bijak seperti ini sedang saya sendiri berada dalam situasi sulit. Haruskah saya menertawakan diri sendiri? Manusia buta harus menjadi pendengar setia bahkan menciptakan kata-kata bijak.

“Saya berdoa bagi kepala ruangan rumah sakit tersebut semoga tidak mengalami pergumulan hidup mencari pekerjaan seperti  jalanku sampai seperti nangis darah terlebih menanggung beban berat bahkan mengalami shock” Laish.

“Tiap orang mempunyai pergumulan hidup berbeda-beda. Saya sebagai psikolog harus berjalan dalam gelap karena buta, jauh berbeda akan situasi yang sedang kau jalani sekarang. Satu hal, tetaplah menunjukkan senyum terbaikmu…”

“Benar-benar nangis darah kalau ingin mencari kerja, itu pun ditolak habis-habisan kiri kanan. Sadis kehidupan” Laish.

“Sebenarnya sih, saya hanya sementara walaupun dengan gaji kecil di sana andaikan diterima bekerja karena ada jalan lain yang ingin kukejar kelak” Laish.

“Maksudmu?”

“Selama ini saya berusaha mengejar jalan A, hanya saja seakan tidak memperlihatkan hasil walaupun beberapa pihak/kelompok/tokoh tertentu memberikan kode buatku pribadi. Entahlah, terkadang kata lelah, kecut hati, bahkan putus pengharapan muncul seketika …” Laish.

“Diam-diam saya sudah berusaha melalui beberapa cara, tapi kisahku kembali seperti manusia idiot. Tetap saja hidupku terlalu menyedihkan sekaligus mengerikan karena tidak ada hasil. Andaikan saya menyerah lantas bagaimana banyak hal yang telah dilalui? Jujur, pergumulan terberatku adalalah ingin keluar dan berjalan di suatu area jauh dari Negara yang saya tempati sekarang. Jujur, hatiku benar-benar ingin Tuhan mendengar sekaligus mengabulkan isi doa sekaligus pergumulan hidupku” Laish kembali menjabarkan sesuatu.

“Jangan pernah hilang pengharapan apapun pergumulan hidup di depanmu sekarang.” Sekali lagi ingin menertawakan diri sendiri membuat pernyataan bijak seperti itu, sementara pengalaman kemarin benar-benar mengguncang hidupku pribadi. Saya pun harus kuat memulai lembaran baru sekalipun tidak dapat lagi melihat bagaimana langit biru sedang bermain di atas sana. Seakan satu kekuatan membuat jalanku lebih percaya diri untuk kembali menjadi seorang psikolog walaupun kegelapan sedang tertawa hebat menyaksikan sisi hidupku sekarang. Laish bersama ceritanya seakan mengajar loh hati agar tetap berperan sebagai pendengar setia banyak orang di luar sana. Belajar membangkitkan satu kekuatan walaupun dikatakan kehidupan sendiri benar-benar lemah.

 

Bagian 10…

 

Saya ingin kembali menjalani pekerjaan sebagai seorang psikolog. Tidak berarti semua terlihat gelap sampai kehidupan sendiri tidak dapat bangkit dari istilah keterpurukan. Buta bukan satu alasan kaki harus berhenti, jalan hidupku masih panjang. Belajar melakukan banyak hal tanpa bantuan orang lain. Memakai tongkat ketika berjalan bukan masalah besar melainkan hanya sebagai kekuatan hari esok. Butuh waktu keras menguasai segala jenis ruang klinik tempat saya bekerja.

Hari pertama bekerja setelah peristiwa kecelakaan tersebut disuguhi oleh salah satu klien tanpa basa-basi bercerita akan satu kisahnya. “Saya seorang dengan penyimpangan seks alias berada dalam kumpulan komunitas LGBTQ” berkata-kata langsung pada inti. Dia belum memperkenalkan namanya sama sekali, bahkan dirinya tidak menyadari jika psikolog yang sedang berhadapan dengannya ternyata buta. Seorang Nitzana berjuang keras agar tetap terlihat seperti manusia normal.

“Kalau boleh tahu namamu siapa?”

“Nama saya Ozella, panggil saja Ozel” jawaban seorang gadis dan jika mendengar suaranya dapat disimpulkan usianya masih terbilang dua puluhan ke atas.

Ada banyak kasus penyimpangan seks di sekitar lapisan masyarakat bahkan secara terang-terangan tanpa rasa malu memperlihatkan pada seluruh dunia. Apa yang salah bagi kehidupan seperti mereka? Tidak dapat disangkal bagaimana komunitas LGBTQ memperjuangkan hak mereka agar mendapat pengakuan oleh dunia internasional. Bendera pelangi terus saja dikibarkan serta sedang dalam tahap gencar mempromosikan kebahagiaan anggota mereka.

Garis warna itu terus saja bermain, berkumandang, membuat satu cerita memenuhi dunia media social terlebih khusus. Sekarang di hadapan saya berdiri salah satu dari mereka mengungkapkan kisah hidupnya sebagai manusia lesbian. “Saya mencintai seorang gadis” Ozella kembali berkata-kata.

“Apa kau benar-benar memahami makna defenisi mencintai seseorang?”

“Dia cantik, baik, memahami bagaimana situasi hidup, memberi support terbaik ketika saya ingin berjalan kemanapun. Mungkin saya tidak terlalu memahami defenisi mencintai, namun kehidupannya benar-benar dapat memberi kehangatan buatku dan tidak bercerita dari lawan jenisku…” Ozella.

“Apa salah kalau saya benar-benar mencintai sesama jenisku? Manusia lesbian seperti saya juga butuh kebahagiaan seperti orang normal lainnya” Ozella kembali mengungkapkan perasaannya.

“Apa kalian sudah melakukan hubungan lebih dari manusia normal?”

“Kami berdua sering menghabiskan malam panas di atas ranjang” Ozella. Jawaban gadis ini benar-benar terdengar menjijikkan bahkan berada pada level paling parah. Bagaimana bisa terjadi hubungan seks hanya dengan jenis kelamin yang sama?

“Pertanyaan saya sekarang, kalau kau memang bahagia lantas kenapa harus berada di hadapan saya untuk berbagi cerita?”

“Entahlah…” Ozella.

“Berarti kau merasa ragu?” merasa ragu…

“Kebahagiaan terbesarku berada pada dirinya bukan orang lain” penekanan Ozella.

“Kalau boleh tahu, tanggapan orang tuamu bagaimana?”

“Buat apa memperdulikan tanggapan mereka…” Ozella.

“Maksud ucapanmu?”

“Ayah berlari ke pelukan wanita lain ketika saya baru belajar berjalan. Sampai detik sekarang saya tidak pernah tahu bentuk wajah ayah…” Ozella.

“Bagaimana kau bisa menjalani hidupmu selama ini?”

“Saya dibesarkan paman dengan banyak hal terburuk terus saja menimpa. Singkat cerita dia datang dalam hidup membuat saya bisa lupa tentang perlakuan kejam mereka semua” Ozella.

“Kau yakin perasaanmu terhadapnya?” selalu saja melempar pertanyaan…

“Saya benar-benar yakin” Ozella. Rasa trauma masa lalu menghancurkan sisi hidupnya tentang kekuatan cinta sebenarnya antara pria dan wanita. Masalah terbesar kaum LGBTQ adalah kehilangan cinta kasih dikarenakan factor orang terdekat selalu saja membuat mereka terluka.

“Dinding sebelah kanan di sana terdapat sebuah pintu…” menunjuk satu pintu.

“Maksud anda?” Ozella.

“Saya ingin kau berdiam diri dengan mata terpejam dalam ruang tersebut.”

“Memang harus yah?” Ozella.

“Minimal kau mencoba” penekanan menjawab pertanyaan darinya.

Saya belajar berjalan membawa Ozella seperti orang normal seolah kedua bola mataku bisa melihat di depan. Menyuruh dia duduk pada sebuah kursi dengan mata terpejam tanpa cahaya lampu. “Bayangkan kau berada dalam lingkaran gelap” berucap terhadapnya.

“Gelap” Ozella tanpa sadar…

“Bayangkan satu titik cahaya berjuang keras mencari celah agar bisa masuk dalam lingkaran tersebut.” Mencoba membuka pintu hatinya tentang setitik cahaya yang sedang berjuang keras ingin menjadi sahabat terbaik buatnya.

“Cahaya itu mungkin tidak memberi nilai sama sekali, tetapi dapat memberimu satu sentuhan kehangatan hingga kau lupa bagaimana terlukanya hatimu dari waktu ke waktu” kembali melanjutkan satu pernyataan terhadap gadis di hadapanku

 Kehidupan kaum LGBTQ membenarkan diri tentang kebahagiaan mereka, namun jauh di dasar hati ada sesuatu hal paling sulit diungkapkan walaupun dikatakan sebagian besar memberanikan diri melangsungkan pernikahan. Dapat dikatakan hampir secara keseluruhan komunitas semacam ini mempunyai masa lalu kelam. Sulit mengartikan kasih sayang seorang ibu terlebih ayah karena kehidupan broken home terus mempermainkan seperti barang mainan. Jauh di dasar hati mereka pasti menyadari kalau jalan LGBTQ adalah kesalahan dan dosa terbesar, hanya saja karena tidak ingin mendapat sindiran/ penghinaan/ terkucillkan/ diskriminasi sehingga berjuang keras mendapat pengakuan dunia.

Ozella bukan satu-satunya gadis yang sedang berada dalam barisan kategori lesbian. Di luar sana ada banyak orang mengalami perjalanan hidup seperti dirinya. Apa yang salah? Seorang ayah tidak pernah benar-benar menjadi figure terbaik bagi kehidupan anak-anaknya. Bagi ingatan anaknya hanya mengungkapkan kekejian, luka, kekecewaan, dendam, dan masih banyak lagi sehingga ketika beranjak dewasa rasa takut terus saja mencekam saat berhadapan dengan lawan jenisnya sendiri.

Salah satu kisah seorang gadis cantik, model, mempunyai jenjang karir cukup mengagumkan, rambut indah, pendidikan tetapi menyatakan diri sebagai kaum lesbian. Mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam hidup gadis cantik tersebut. Photo sang ayah tidak pernah Nampak memenuhi beranda akun pribadi miliknya, sedangkan ibunya sendiri seperti mengalami satu situasi kekecewaan sehingga menganggap perilaku anaknya tetap lurus. Rasa bangga sang ibu melalui tulisan memang dinyatakan, hanya saja itulah kesalahan terbesar yang dilakukan sebagai pembentuk kepribadian gadis semata wayangnya.

Saya bisa menyimpulkan kalau gadis itu tidak pernah mengerti defenisi kasih sayang seorang ayah berada pada jalur seperti apa. Di tempat lain terdapat beberapa pria dengan postur tubuh sempurna, roti sobek, berpendidikan, mapan, tampan, kaya, seorang dokter spesialis tetapi melangsungkan pernikahan dengan sesama jenis. Sekali lagi kenyataan bercerita tentang kisah lain sedang bersembunyi hebat di belakang. Minimal hidupku jauh lebih baik walaupun dikatakan jauh dari kata bahagia. Ada banyak kisah tentang kehilangan sosok ayah terbaik menjadi penyebab utama terjadinya penyimpangan.

Pelecehan seksual, pemerkosaan masa kecil, kekerasan pun tidak luput dari semua hal yang sedang berkaitan erat dengan kehidupan LGBTQ. Jujur, kepribadian papaku juga mengalami satu masalah cukup parah sampai kami anak-anaknya kesulitan ketika berdialog. Saya tidak bisa menyalahkan atau membenci papa apapun bentuknya, kenapa? Karena masa lalu tanpa figur sang ayah sejak kecil menghancurkan kehidupannya pribadi. Papa hidup di kota orang setelah kakekku meninggal dan usianya masih terbilang kecil. Diperlakukan tidak adil bahkan hanya dimanfaatkan seperti orang bodoh menjadikan kepribadiannya jauh dari kata terbentuk. Sekolah papa tidak sampai tamatan sekolah dasar seperti yang lain. Hidup di jalan karena tidak tahan terhadap penderitaan itulah kisahnya.

Beruntung mama terus ada di samping untuk mengajar kami bagaimana cara berjalan. Rasa luka pun terkadang menjerit, tetapi saya terlalu bodoh andaikan tidak memahami bagaimana papa menjalani kehidupan sulit. Papa sulit mengungkapkan beberapa keadaan untuk membentuk anak-anaknya karena permasalahan pendidikan dan masa lalu suram. Kasih sayang ayah memang benar-benar berharga jauh melebihi berlian bagi kehidupan seorang anak.

Dalam doa selalu terselip nama papaku, bukan tentang kebencian terhadapnya melainkan bagaimana saya belajar bijak melihat sudut pandang lain. Saya harus mengerti tentang satu keadaan terpahit yang pernah dilalui olehnya. Papaku memang tidak sempurna baik dari segi pendidikan, fisik, cara mengungkapkan sesuatu untuk mengajar tetapi saya tetap bangga menjadi anaknya. Dapat dikatakan tidak semua anak bisa berpikir jernih seperti kami dan inilah yang menjadi problem terbesar sehingga sebagian besar dari mereka berada pada jalur LGBTQ.

Saya masih mempunyai mama dengan kekuatan luar biasa mengajarkan sesuatu, namun di luar sana ada banyak anak kemungkinan tidak seperti kehidupanku. Sang ibu mempunyai akar permasalahan lain bahkan tidak perduli bagaimana anaknya sangat membutuhkan belaian kasih sayang. Bisa dikatakan jika hidupku mendapat kasih sayang cukup sekalipun terkadang sayapun merasa hidup dalam keadaan tertekan dari mama saat-saat tertentu.

Dunia LGBTQ tentu tidak akan pernah lepas dari kisah miris seperti kehidupan papa yaitu kehilangan kehangatan keluarga. Beberapa saat saya berpikir kalau meluapkan amarah demi menentang kehidupan mereka dapat memperlihatkan satu hasil terbaik. Kesimpulan, tidak semudah yang saya bayangkan. Kekuatan mereka benar-benar kuat dan hampir seluruh pemimpin dunia mengakui kehidupan LGBTQ adalah sesuatu yang normal. Perjuangan untuk mendapat pengakuan di luar dugaan. Bendera pelangi sedang berkibar di tiap Negara sekarang ini.

Diam membisu menyaksikan kisah perjuangan mereka terkesan aneh. Menerima kenyataan sekaligus mengakui dunia LGBTQ menyatakan diri pada satu jurang dan jauh lebih menciptakan dosa. Mereka hanya butuh perhatian karena ada begitu banyak luka terjadi pada kisah di masa lalu. Menjadi seorang sahabat pun membutuhkan proses panjang bagi komunitas LGBTQ. Membawa keluar kemudian memperlihatkan sebuah pelita kecil menjadi dilema tersendiri karena penolakan demi penolakan terus dimainkan oleh mereka.

Meluapkan emosional pun bukan jalan keluar terbaik bagi dunia mereka. Kekuatan doa mempunyai pengaruh besar untuk berhadapan dengan komunitas LGBTQ. Kenyataannya adalah memang butuh satu talenta tertentu, siap menerima ribuan penolakan, pengorbanan besar, serta proses luar biasa hanya demi menyatakan satu cahaya pelita di hadapan mereka. Saya tidak akan menjadi hakim bagi komunitas semacam ini karena hidupku juga mempunyai cerita lain. Kakiku sedang belajar agar tidak lagi meluapkan emosional berlebihan, tetapi tetap menganggap pemimpin dunia melakukan kesalahan terbesar bagi komunitas LGBTQ karena pola pikir mereka.   

Selama beberapa saat saya menganggap biasa tiap kesaksian hidup, pengajaran, cerita film dengan alur jalan tentang dunia seorang ayah. Seiring berjalannya waktu mataku benar-benar terbuka betapa pentingnya peranan ayah bagi kehidupan sang anak. Berpikir cara papa merespon akan banyak hal di depannya membuatku sadar tentang satu defenisi. Kekuatan pondasi terhebat anak adalah ketika ayahnya tetap berlari kuat membawa pada satu garis kehangatan dan bisa membuat mereka mengerti defenisi tentang cinta. Salah seorang penulis memberanikan diri mengungkapkan bagaimana sang ayah harus belajar berlari seberapa hebat pun situasi kondisi anak-anaknya. Penulis tersebut menyatakan defenisi kemenangan sang ayah melalui satu alur cerita.

Tulisannya terkesan berceramah dari awal pembahasan sampai akhir cerita. Dia bukan penulis terkenal, tapi menulis menjadi kebahagiaan tersendiri buatnya pribadi. Objek seperti ini membuat dirinya menyadari kehangatan dan dekapan sang ayah memang mempunyai kisah paling menarik sekaligus unik untuk mewarnai kehidupan seorang anak. Tidak ada ayah gagal di dunia ini selama dirinya mencoba berperan dengan cara berbeda diantara para ayah ketika tangannya berjuang menggenggam hangat anaknya pada satu alur cerita.

“Sekali lagi Tuhan memperlihatkan kehidupan di suatu tempat jauh lebih menyedihkan dibanding kisahku sendiri” ingin tertawa sinis ketika hati menyadari sesuatu…

“Mami” entah bagaimana cerita Moza berada dalam ruang kerja milikku setelah kepergian klien tersebut.

“Kenapa Moza bisa berada disini?” hampir tak percaya…

“Uncle Farand mengantar Moza kemari” jawaban gadis kecil. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa Farand dapat menyadari jalanan ke klinik? Semua ini terdengar membingungkan secara akal logika.

“Ada setan di sana” Farand berteriak bersama segala kekonyolan tingkahnya.

“Dimana Aunty Livia?” Moza.

“Moza sudah pulang sekolah?” suara Livia mengejutkan seketika…

“Aunty” sepertinya Moza berlari ke pelukan Livia, sementara Farand sendiri sibuk menepuk dinding di sekitarnya karena berpikir cicak yang sedang merayap adalah setan terjahat.

“Aunty, apa mami Moza sudah makan?” Moza.

“Moza bawah makan siang buat mami” Moza. Rasa bersalah terus saja menggerogoti tubuh Moza setelah peristiwa  kecelakaan kemarin. Akal logika berpikir jika saya sedang berjalan dalam gelap, tetapi pada kenyataannya gadis kecilku selalu berusaha menjadi pelita.

“Moza akan jadi tongkat terbaik mami” suara polos gadis kecil menghentikan tepukan Farand pada dinding-dinding ruang.

“Anak mami seperti orang dewasa saja” tersenyum mendengar pernyataan Moza. Seperti inilah kisahku bersama anak semata wayang bersama segala tingkah kekonyolannya. Hal lebih mengejutkan lagi adalah Farand selalu berjaga di sampingnya walaupun dikatakan kondisi mental pria tersebut masih belum pulih secara total. Entah bagaimana cara seorang Farand dapat menghafal beberapa tempat. Terkadang saya merasa jika dirinya seperti orang normal lain…


Bagian 11…

 

Nadav Frodine…

Pengusaha cukup disegani bersama segala kesempurnaan dalam diri. Bagaimana? terkesan sekaligus terdengar arrogant? Itulah diriku dan semua itu memang nyata ada dalam jalan hidupku pribadi. Tampan, kaya, sukses, tubuh sempurna seperti model, jenius, pewaris tunggal, seorang ceo, terkenal menjadi ciri khas pria bernama Nadav Frodine. Pihak media tidak pernah absen meliput tentang kisah perjalanan sang ceo tersukses…

“Saya tidak menyukai caramu menuturkan konsep di depan” menyerang langsung ke bagian paling menusuk pada salah satu karyawan kepercayaan.

“Maaf pak” dia menundukkan kepala seperti manusia pengemis.

“Saya tidak segan-segan bisa memecat siapapun dia…” pernyataan tegas tetapi terdengar menyeramkan.

Menjalani hidup sebagai salah satu pimpinan perusahaan raksasa membuat saya merasa bangga terhadap apa yang sedang berada di tangan sekarang. Tentu sikap arrogant seperti kebanyakan orang melekat kuat tanpa kendali. Kenapa? Nadav Frodine merupakan pria paling sempurna bahkan disegani oleh banyak tokoh-tokoh masyarakat. Pangeran tampan seperti Fazza lewat untuk masalah wajah sekaligus kekayaan.

“Bagaimana pekembangan alat yang saya inginkan?” penekanan luar biasa terhadap seseorang melalui saluran telepon. Satu lagi, saya juga mempunyai sebuah laboratorium cukup fantastis guna perkembangan teknologi terbaru selain memiliki perusahaan raksasa yang sekarang ini bergerak di beberapa bidang.

“Saya tidak mau tahu tentang apa dan mengapa. Ngerti?” nada menggertak mulai bermain. Hobi terbaik manusia arrogant sejenis Nadav adalah selalu melampiaskan emosional dalam bentuk apapun terlebih jika itu sebuah kesalahan terbesar. Kata super steril juga membungkus jalan hidup pengusaha sukses. Setitik debu pun tidak boleh terpampang pada tiap area sudut manapun. Rumahku jauh dari kata jorok dan bisa dikatakan luar biasa sterillllllllll…

Pernah suatu ketika tangan Nadav memecat hampir seluruh pelayan rumah hanya karena kotoran debu masih menempel di atas meja ruang kerja pribadiku. Salah sendiri melanggar aturan tata tertib kebersihan di rumah. Seluruh perabot rumah harus tertata rapi dalam istana megah milikku. Daddy seorang dokter sekaligus pemilik rumah sakit terbesar, tetapi saya tidak menyukai mengikuti jejaknya.  

“Saya itu mau kopi sedang-sedang bukan aneka rasa seperti ini” memarahi salah satu pelayan rumah.

“Ma…ma…ma…af tuan”

“Sekali lagi melakukan kesalahan, jangan harap mendapat kesempatan kedua” menatap tajam kembali ke arah sang pelayan.

“Inilah si’tuan pemilik istana bersama kebiasaan seram jauh mengalahkan iblis” ledekan seseorang yang tidak asing lagi…

“Jangan pernah berjalan masuk ke rumahku tanpa ada hasil terbaru dari laboratorium” menyerang langsung terhadap pria di depanku.

“Tidak segitunya juga kali” balasan nada Nevil seperti biasa.

“Dasar sepupu tidak tahu untung, seenaknya saja masuk rumah orang tanpa permisi.”

“Memang ada kesalahan gitu kalau saya masuk begitu saja?” Nevil.

“Bagaimana? Dengar yah saya sudah keluarkan uang habis-habisan hanya demi satu produk keluaran terbaru ke depan” kalimat mengancam buatnya.

“Sabar dikit kenapa ga bisa?” Nevil.

“Keluar dari rumahku sekarang juga!” mengusir sepupu bangsat semacam dirinya. Sepuluh menit setelah kepergian Nevil, tiba-tiba saja muncul sosok pria tua bangka siapa lagi kalau bukan daddy.

Kebenaran terbaik bagi seorang ceo semacam diriku adalah pertengkaran tidak akan pernah absen tiap daddy berdiri tepat di hadapanku. Saya benci menjadi seperti manusia tua bangka tanpa pernah menyadari keinginan putra semata wayangnya. Sampai detik sekarang, jalanku tidak pernah memahami tentang defenisi seorang ayah berlari kemana. Sejak kecil kelakuan tua bangka hanya marah tanpa alasan. Kakak perempuanku satu-satunya mengalami tekanan berat dan berakhir gila tanpa mengenal siapapun sebagai akibat tuntutan harus selalu menjadi nomor satu. Lebih mengerikan lagi mommy meninggal tragis karena serangan jantung mendadak setelah ka’Neva menghilang tanpa jejak. Sejak saat itu Nadav tidak akan pernah ingin menjadi seperti manusia iblis itu.

“Umurmu sekarang berapa? Suka tidak suka kau harus tetap bertunangan dengan anak sahabat daddy, ngerti?” tua bangka berjalan ke rumah ini seperti biasa hanya membicarakan kepentingan asetnya semata bukan tentang kebahagiaan sang anak. Seumur hidup saya tidak akan pernah menganggap dia sebagai ayah terhebat.

“Jangan harap saya akan menuruti kemauan tua bangka seperti dirimu” balasan sinis terhadapnya.

“Anak durhaka” tangannya seperti sudah ingin bermain tapi tertahan sesuatu…

“Ayo tampar, kalau perlu ambil pisau di dapur terus tikam biar seluruh dunia tahu Nadav mempunyai daddy paling kejam tanpa saingan” berteriak sekeras mungkin sebagai tanda kebencian.

“Nadav” gertakan keras berkumandang.

“Pergi dari rumahku sekarang!” mengusir memang jauh lebih baik. Kenapa juga memaksakan anak harus bertunangan? Kenyataan adalah jika dia seorang dokter tanpa hati nurani hanya memikirkan popularitas bersama sejumlah asset penambah pundi-pundi. Singkat cerita, sang tua bangka berjalan keluar meninggalkan istana megah Nadav Frodine. Objek tidak terpikirkan sama sekali, dia membuat satu rencana pertemuan keluarga dengan cara menjebak sehingga saya tidak bisa berlari keluar setelah kejadian malam itu.

Melihat senyum munafik iblis di depanku benar-benar memuakkan. Bagaimana bisa saya terperangkap dengan kasus semacam ini? menyamar sebagai investor bahkan menentukan pertemuan sekaligus dinner pada salah satu tempat termewah tanpa ada unsur mencurigakan sama sekali. Manusia licik ingin mengambil keuntungan sepihak. Saya tidak akan biarkan berita pertunangan memenuhi gendang pendengaran media manapun. Gadis itu jauh dari kata nominasi sebagai pasangan hidup terbaik. Mengamuk besar terhadap Nevil dan beberapa pegawai perusahaan atas peristiwa jebakan menjijikkan sedang menertawakan hidupku seketika.

“Saya itu tidak tertarik menikah ma pilihan tua bangka di sana” melemparkan beberapa benda ke arah Nevil.

“Stop, tidak pakai emosi juga kali seperti sekarang” Nevil berusaha menghindar hingga membuat pecahan beling memenuhi seluruh lantai istana megah milikku.

“Tua bangka gila berhasil menjebak, kau sadar tidak? Gara-gara perbuatanmu main terimah saja kerja sama A dan B” masih belum puas melempar apapun seluruh benda di sekitarku.

“Gadis itu cantik, apa yang salah coba?” Nevil.

“Nenek lu yang cantik, kenapa bukan kau saja yang nikah ma dia” berteriak keras.

“Dengan senang hati kalau daddymu memberi benda sempurna seperti itu” Nevil.

“Karena perbuatanmu tua bangka gila berhasil menghancurkan hidupku” rasa geram…

“Bagaimana kalau kau berpura-pura gila untuk sementara buat menghindar, tapi harus siap menjadi pemberitaan media” Nevil menyodorkan satu  cara terkacau…

“Kau saja yang gila” terus saja melemparkan benda-benda pecah belah ke hadapannya tapi berhasil di tangkis.

“Ini cara satu-satunya buat kau keluar dari jebakan terlebih tanda tangan perjanjian aneh ada di tangan daddymu kan” Nevil. Tua bangka berhasil mengambil tanda tanganku tanpa sadar pada beberapa lembar perjanjian aneh. Dengan kata lain, seluruh asset akan jatuh ke tangannya termasuk istana megah andaikan saya berusaha menolak acara pertunangan…

“Ini semua karena ulahmu” berteriak makin geram.

“Kau kan ingin mempermalukan daddymu sejadi-jadinya, sekarang waktu paling tepat yaitu berpura-pura gila bahkan seluruh media meliput pemberitaan tersebut, ngerti?” Nevil.

“Bagaimana dengan masalah perusahaan, laboratorium milikku, dan semuanya…?”

“Lupakan untuk sementara waktu. Kau masih memiliki saya juga Rae adik sepupu dari saudara daddymu” Nevil.

“Memang kau sepupu dari mana?” pertanyaan bodoh.

“Saya kan keponakan mommymu, sedang Rae keponakan daddymu, gimana sih?” Nevil. Mau tidak mau saya harus menjalani satu keadaan terkacau dalam hidup. Berperan sebagai orang gila, masuk rumah sakit, menjadi pemberitaan media, ditertawakan semua orang, dan masih banyak lagi…

Settingan paling sempurna dengan peran putra tunggal salah satu tokoh terkenal mengalami gangguan kejiwaan hingga terus saja menjadi incaran seluruh media. Tua bangka itu harus benar-benar malu luar biasa tanpa ampun bagaimanapun caranya. Rasa sakit sekian tahun menyaksikan kisah pahit akan terbayar, sedang dia sendiri tidak akan pernah bisa memamerkan wajahnya depan publik. Saya tidak perduli akan reputasi penghinaan dari berbagai kalangan, yang terpenting adalah manusia iblis mengalami penderitaan paling menyedihkan di antara segala penderitaan. Pemilik rumah sakit terbesar sedang menjadi bahan tertawaan seluruh dunia.

Terkurung dalam jeruji rumah sakit jauh lebih baik buatku pribadi. Hal mengejutkan sahabat ayah membatalkan sepihak pertunangan dengan sendirinya karena merasa dipermalukan hanya dalam hitungan singkat. Gadis itu terus saja menangis menurut informasi dari sepupu sialku. Akhir cerita dari kisahku adalah saya berjuang keras melarikan diri dari rumah sakit tempatku mendapat perawatan berulang kali. Tua bangka gila ingin membawa saya ke satu Negara asing demi menjalani proses perawatan yang lebih canggih dibanding Negara sendiri untuk proses penyembuhan.

“Saya harus bisa melarikan diri secepatnya” berkata-kata pada diri sendiri sambil mencari jalan berulang kali…

“Yes… berhasil” meloncat kegirangan seketika setelah melewati satu terowongan kecil rumah sakit. Nevil dan Rae tidak mengetahui keberadaanku sekarang. memanjangkan jenggot juga rambut menjadi alternative terbaik agar semua orang tidak mengenal identitasku. Beberapa hari hidup di jalan seperti manusia gelandangan tanpa tempat tinggal. Sekelompok orang tiba-tiba saja melakukan pengeroyokan di satu jalan gelap tanpa ampun.

“Tuhan, seperti inikah rasanya hidup di jalan dan mengalami situasi kurang menyenangkan?” entah mengapa pikiranku seketika mengingat sang pencipta hanya sekedar melemparkan sebuah pertanyaan.

Seakan Tuhan mengirim seseorang untuk membuatku lepas dari mereka. Darah segar mengalir memenuhi pakaian compang camping milikku. Wanita itu sama sekali tidak takut terhadap penampilan terburukku. Hal yang tidak pernah dilakukan daddy yaitu merawatku dengan penuh kasih sayang. Memberi makan, tidak memperdulikan gangguan kejiwaan dalam diriku, menatap lembut, membuatku mengenal kehidupan baru itulah yang sedang terjadi.

Berpura-pura gila tetap menjadi scenario terbaik buatku sekarang. menganggap segala jenis binatang manapun merupakan golongan jenis setan yang harus dimatikan dalam sekejap. “Itu setan” berteriak mengejar seekor tikus jalanan. Pertama kali mengenal seorang wanita bersama kepribadian berbeda dari semua orang di sekitarnya. Dia mengenalkanku terhadap anggota penghuni rumah tempat kaki berdiri…

Gadis kecil memanggil dia dengan sebutan mami sambil bergelut manja. Hal tak terpikirkan sama sekali yaitu peranan dirinya dalam menampung manusia-manusia gangguan mental dalam sebuah rumah tanpa rasa takut. “Hanya beberapa saja manusia waras di sekitarku sekarang” berucap sendiri jauh di dasar hati mengamat-amati pemandangan aneh.

“Nama uncle siapa?” ucapan gadis kecil…

Seketika raut wajah terlihat bingung mempertanyakan nama tanpa titik koma. Peranan manusia gila tetap berjalan seolah saya lupa akan nama sendiri. “Siapa namaku?” terlihat bodoh mempertanyakan nama sendiri. Acting terbaik seorang Nadav Frodine memang pantas mendapat penghargaan ketika berada pada situasi mengerikan seperti sekarang.

“Mau tahu namamu?” Rasa takut secepat kilat membungkus tiba-tiba menyadari seseorang mengetahui identitasku. Wanita itu membawaku pada sebuah kursi tanpa rasa kesal melihat kelakuan bahkan menganggap segala jenis hewan adalah setan belaka.

 “Siapa namaku?” pertanyaan terlontar seetika sangat takut...

“Sekarang namamu adalah…”

“Siapa?” semakin takut mendengar jawaban darinya.

“Farand” rasa lega mendengar jawaban tersebut.

Menjadi pertanyaan kenapa memberi nama seperti itu? “Berarti kau seseorang yang menyenangkan” Wanita itu memberiku sebuah nama dengan makna sedikit mengejutkan. Sejak kapan Nadav Frodine terlihat menyenangkan di hadapan orang terdekatnya? Hal terpenting sekarang adalah mereka semua tidak akan pernah menyadari identitas asliku. Wajah penuh jenggot bersama rambut gondronng berantakan untuk pertama kali menjadi pengalaman terkacau.

Ada begitu banyak kisah lucu bersama gadis kecil bernama Moza dan juga izzy anjing kecilnya. Saya baru menyadari pekerjaan wanita tersebut berperan sebagai seorang psikolog setelah beberapa hari tinggal di rumah tersebut. Seorang janda kembang lebih tepat untuk menggambarkan statusnya. Harus bermain petak umpet bersama Gadi, Nata, dan seluruh anggota komunitas manusia gila merupakan kisah terbodoh yang pernah kulakukan. Membenci kata kotor/ jorok tetapi coba lihat sekarang perjalanan hidupku. mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki semua hanya bercerita tentang manusia terjorok sedunia.

Kejadian lebih gila lagi adalah Moza si’ gadis kecil menangis bahkan menuduh saya membunuh izzy anjing kesayangannya karena menganggap semua hewan itu setan. Mana mungkin Nadav Frodine sekejam itu membunuh anjing paling cute sedunia. Jujur, saya tidak menyukai anak kecil, tapi entah mengapa berbeda cerita ketika berhadapan dengan Moza. “Kenapa juga harus berkeliling mencari izzy sampai sejauh ini” menggerutu sendiri di jalan membayangkan kelakuan terbodoh sendiri.

“Dari pada dibenci gadis kecil itu, ya sudahlah” menggaruk-garuk kepala…

Berkeliling mencari izzy yang ternyata tertidur pulas di bawah pohon tetangga tidak jauh dari rumah. Mandi keringat sampai seluruh pakaian basah semua hanya karena anjing kecil milik Moza. Membawa Izzy pulang kembali ke rumah tetapi lebih gila lagi si’ anjing berlari kembali pohon tetangga buat tidur. Tanpa sengaja menemukan kuci kulkas berisi ice cream tersimpan baik pada satu kotak tersembunyi. Terpaksa memancing izzy memakai ice cream vanilla biar terbangun dari tidur…

Wajah izzy blepotan bahkan seluruh ice cream habis ludes masuk ke perutnya hanya dalam hitungan menit. “Rakus amat lu njing” menggeleng-geleng kepala. Anak anjing semacam dia tidak sebodoh perkiraanku. Lebih gila lagi Moza ingin izzy perbaiki keturunan kalau sudah besar nanti. Btw, kalau diperhatikan wajah mommy Moza lumayan cantik juga. Kenapa perhatianku sekarang beralih ke tempat lain yah?

“Tuhan, tipekal cewek yang kusuka itu harus gadis bukannya janda” berkata-kata bodoh dalam hati. Jangan karena segala kebaikan yang diberikan terus saya berpindah haluan ke janda. Tidak akan pernah…

Jangan hanya karena dia memberi pertolongan pertama, kehangatan, kelembutan, kebaikan terus hati ceo paling perfect sedunia benteng pertahanannya hancur seketika. Bukannya membenci janda, hanya saja saya kan memang sejak dulu mengejar gadis. Lebih kacau lagi tanpa sengaja melihat pertemuan antara wanita itu dan mantan suaminya yang masih hidup. Sesuai perkiraan Moza tidak pernah tahu cerita maupun bentuk wajah ayahnya sejak lahir ke dunia paling brengsek bahkan penuh dosa malapetaka sedang menghadang satu sama lain.

Entah bagaimana bisa detakan jantung selalu bermain kesana-kemari tanpa henti ketika menatap wajahnya. “Mungkin alur cerita hidupmu masih jauh lebih buruk dibanding kisahku” ucapan sang psikolog terhadapku.

“Terkadang saya merasa kalau penderitaanku jauh melebihi siapapun, tetapi saat itu Tuhan datang menunjukkan beberapa kisah termasuk hidupmu” dia tersenyum mengungkapkan kembali sebuah pernyataan.

“Saya tidak tahu kisahmu, tapi apapun itu tentu menyakitkan” sekali lagi nada kalimat penuh kehangatan.


Bagian 12…

 

Nadav Frodine…


Kisahku memang terdengar menyakitkan andaikan dia tahu. Saya tidak pernah bisa memahami kehidupan penuh cinta antara seorang ayah dan anaknya sendiri. Kakak Neva harus hidup di bawah tekanan sampai akhir cerita mengalami depresi berat bahkan keberadaan dirinya sama sekali tidak meninggalkan jejak. Haruskah segala jenis akar kesedihan terus saya tutup rapat? Daddy bukan manusia melainkan iblis bertanduk tanpa perasaan. Saya tidak akan pernah tunduk terhadap manusia semacam dirinya…

Mungkin dengan jalan scenario putra semata wayangnya mengalami gangguan kejiwaan akan menghancurkan harga diri sekaligus reputasinya sebagai tokoh paling berpengaruh. Saya ingin membuat tua bangka itu malu jauh melebihi perkiraan semua orang. “Kau harus membayar tiap rasa sakit mommy, kakak, juga hidupku sendiri” menatap sebuah foto…

Berperan sebagai manusia gila memang menjadi satu petualangan paling heboh, minimal juga jalur terbaik mempermalukan si’tua bangka gila. Seorang manusia super steril harus memulai kehidupan super jorok tanpa arah. Hal lebih kacau lagi adalah Loan memandikan tubuhku hanya memakai sabun seadanya. Beruntung saja saya tidak tidur bersama kumpulan orang gila di rumah itu. Menurut cerita sih, Loan juga pernah menjadi mantan dengan diagnose penyakit sama seperti mereka tapi sudah sembuh total tanpa harus tergantung pada satu tablet obat manapun. Janda psikolog seperti wanita ini benar-benar berbeda…

“Meskipun berbeda bukan berarti pria perfect semacam Nadav harus nembak janda juga kan…” berkata-kata sendiri sambil sedikit membenturkan kepala ke dinding. Pertama kali dalam hidup belajar tertawa lepas di tengah kumpulan manusia-manusia dekil, namun menyenangkan. Mendengar suara dengkuran keras ketika tertidur, memperebutkan ice cream, bermain lumpur, tertawa mendengar doa gadis kecil bagi anjing kesayangannya harus memperbaiki keturunan kalau sudah besar, dan masih banyak lagi.

“Ka’Nadav mau lari kemana lagi?” sebuah suara tiba-tiba muncul memenuhi gendang pendengaran ketika berjalan mencari angin segar secara diam-diam alias sembunyi-sembunyi malam hari di luar sana…

“Rae” terkejut seketika melihat penampakan sepupuku. Di mana dia tahu saya berada di sini? Jangan-jangan dia menyewa detektif. Menutup mulut Rae kemudian membawanya pergi jauh dari pintu pagar rumah tempatku menghabiskan banyak objek konyol. Pada hal saya sudah sengaja memelihar jenggot, terlihat dekil, rambut berantakan masih kalau keluar rumah masih saja tercium rapi olehnya.

Ternyata sepupuku ini tanpa sengaja melihat wajah mirip saya setelah menengok temannya pada salah satu rumah masih bersebelahan dengan tempat tinggalku. Paling heboh lagi adalah temannya itu pemilik pohon besar tempat izzy berteduh kalau lagi galau. “Kakak tidak bisa lagi lari kencang” omelan Rae seakan tidak perduli keadaan di sekitar.

“Btw, bagaimana suasana perusahaan setelah kepergian sang ceo yang berperan sebagai manusia saraf?” mengalihkan perhatian.

“Mereka tertawalah masalahnya pemimpin paling kejam dikenal sebagai manusia paling steril pergi menghilang ditelan bumi” jawaban penuh penghinaan…

“Beraninya kau” rasa kesal mendengar jawaban Rae.

“Saya lagi patah hati, jadi jangan membentakku keras-keras dong!” wajah cemberut Rae lagi bermain…

“Paling patah hati dengan orang yang sama” mengejek Rae.

“Siapa bilang? Yang dulu itu Cuma khilaf dan tidak benar-benar masuk pada kategori rasa suka gimana sih” Rae.

“Apa kau tahu pacar dari cowok kemarin itu gimana?” tidak sengaja melihat raut wajahnya di medsos terlihat depresi berat. Sebenarnya sih, kalau di pikir-pikir kan harusnya Rae yang mengalami masalah emosional, depresi, sakit hati, rasa panas luar biasa, tatapan mata penuh kekosongan, kelopak mata hitam, terkadang mata bengkak seperti habis menangis, dan segala jenis teman-temannya di belakang tapi justru berbalik arah. Wanita alias pacar pilihan cowok itu seperti…

Di luar dugaan Rae tiap malam tidur nyenyak, makan tetap stabil, senyum lebar kemana-mana, santai menikmati hidup walaupun sering diganggu suka mainin kucing di jalan. “Saya serius” sekali lagi melemparkan pernyataan ke arah Rae.

“Saya tidak tertarik” jawaban Rae.

“Kenapa memang?”

“Gara-gara dia beberapa kelompok tertentu suka bersikap usil terhadap saya di medsos. Suka mainin kucinglah, kucingku membutuhkanku, menolong kucing di jalan, love dog hate cat, sampai-sampai salah satu akun terkenal dengan cerita-cerita produksi filmnya juga usil bilang binatang zodiac itu kucing, lebih kacau lagi pernah kampus terkenal dunia promosi bagaimana suasana tempat mereka tapi gambar terakhir kucing seperti ingin mengganggu terus…” perutku sakit akibat tertawa lebar mendengar curhatan seorang Rae yang malang.

“Sadar tidak? Bagaimanapun cewek itu menampakkan kemesraan bersama sang pacar tapi tetap saja raut wajahnya terbaca benar-benar mengalami tingkat emosional luar biasa, kepanasan, sengaja menjebak, ingin meledak tapi berusaha ditahan, keriput, kelopak mata hitam kurang tidur, sakit hati, makan hati, mata bengkak seperti habis nangis, dan kawan-kawannya di belakang…” mencoba menjelaskan sesuatu terhadap Rae.

“Gara-gara simbol koment kucing-kucingnya bersama sang pacar, lah sekarang saya jadi bahan keusilan habis-habisan” Rae.

“Tapi tidurmu tetap nyenyak kan? Beda ma si’cewek itu…”

“Sebenarnya pada saat itu masalahku terlalu banyak kiri-kanan sampai sulit djelaskan. Singkat cerita, seolah dia sengaja menjebak karena kemungkinan berpikir tingkat emosionalku berada pada batas sangat labil bahkan gampang menjadi bahan tertawaan sekaligus mempermalukan diri sendiri melalui objek aneh gitu” Rae.

“Memangnya kau benar-benar membenci kucing gitu yah?” nada mengejek.

“Ada beberapa hal yang harus diluruskan sekarang” Rae.

“Apa itu?”

“Saya tidak menyukai pria alias pacar sang wanita itu 100%, kalaupun kemarin bertingkah aneh berarti kata khilaf memang menggerogoti kan. Biar pun video seks mereka ada bahkan dipublikasikan, lah tidak ada masalah alias tidurku tetap nyenyak saja” Rae.

“Jawab pertanyaanku tadi tentang masalah kebencian terhadap kucing!”

“Sebenarnya sih saya tidak benar-benar membenci kucing, hanya saja permasalahan sering mendengar beberapa orang kulitnya bersisik akibat cakaran kucing dan juga satu pengajaran aneh terhadap kepercayaan tertentu seakan mengkultuskan. Hewan tersebut mempunyai Sembilan nyawa, hantunya bisa gentayangan dalam mimpi kalau dibunuh, paling suci sementara anjing itu najis alias haram…” Rae.

“Memang ada pengajaran begitu?”

“Menganggap najis siapapun yang memelihara anjing bahkan tidak mau makan/ minum ketika disodorkan atau bertamu. Andaikan terkena sentuhan anjing maka harus dicuci dengan tanah 7x biar kembali suci. Mereka selalu berdebat masalah sesuatu paling najis dan hanya menilai dari hewan peliharaan semata bukan melihat permasalahan karakter pribadi. Ini benar-benar gila sepupuku tercinta” Rae.

“Hubungannya dengan cewek itu apa coba?”

“Dia sengaja memancing memakai symbol kucing bersama objek lain dan kebetulan masalahku banyak sekali waktu itu jadi sayapun lebih memperlihatkan seakan-akan ingin mempermalukan diri sendiri…” Rae.

“What?”

“Saya ingin membuktikan dugaanku terhadapnya, jadi sengaja juga terlihat emosional, cemburu, membuat sesuatu melalui objek tertentu hanya saja kesalahan terbesar adalah tidak menyadari kalau kata itu merupakan ibu kota salah satu Negara di luar sana” Rae.

“Saya ingin minta maaf terhadap Negara tersebut dan tidak bermaksud mengejek hanya mau membuktikan satu jebakan dari wanita itu. Satu lagi, saya tidak bisa ikut campur tentang masalah salah satu Negara besar membangun benteng perbatasan untuk menghalangi orang asing masuk tanpa izin” Rae.

“Nada ucapanmu seperti menjurus ke tempat lain deh…”

“Memang” Rae.

“Salah satu pemimpin Negara sengaja membangun sebuah tembok perbatasan untuk mencegah imigran gelap masuk hingga mendapat kecaman. Seorang artis internasional menyindir pemimpin tersebut dengan sebuah lagu sebagai aksi mengecam tindakannya. Buat saya pribadi, tentu pemimpin ini sudah memikirkan sebab akibat ke depan jadi tidak berani mengambil resiko” Rae.

“Saya mengerti sekarang siapa pemimpin yang kau maksud” berkata-kata…

“Andaikan ditelusuri lebih dalam dan memang kenyataan kalau Negara raksasa ini sedang dalam proses pengamatan banyak kelompok tertentu. Kejadian pengeboman salah satu gedung terpenting beberapa tahun lalu tembus, secara otomatis sebagian besar oknum di luar sana sedang gencar mencari celah untuk membuat satu aksi di luar nalar semua orang. Perang dunia 3 bisa pecah habis-habisan andaikan hal seperti ini terjadi…” Rae.

“Berarti pemimpin itu mencurigai…” ucapanku terpotong.

“Bisa saja kelompok dari mereka menyamar atau mendapat celah melalui jalur tersebut untuk menjalankan aksi. Tidak dapat disangkal Negara yang dikatakan raksasa memang menjadi incaran beberapa area tertentu, entah karena factor politik, iri hati, pengajaran kacau, kebencian, dan objek-objek lain. Saya tidak akan ikut campur untuk kasus semacam ini terlebih nyawa banyak orang juga sedang dipertaruhkan di sini” Rae.

“Btw, kembali ke masalah cewek alias musuh bebuyutanmu” seakan ingin menyindir.

“Saya tidak merasa punya musuh bebuyutan bos. Seakan menaruh curiga terhadap cewek kacau itu seperti menceritakan sesuatu untuk tujuan tertentu sampai salah satu artis terkenal bercerai” Rae.

“Maksudmu?”

“Sebenarnya sih kesalahan juga dari saya saat itu sampai sengaja menjebak dia melalui sesuatu hal. salah satu rumah produksi perfilman besar di sebuah Negara B sengaja mengambil latar Negara C untuk proses syuting yang awalnya akan berada di Negara A benua lain pula. Seiring berjalannya waktu semua berjalan mulus tanpa berita miring, tapi tiba-tiba terdengar rencana perceraian artis peran utama pada drama tersebut. Kalau di selidiki lebih lanjut Negara B tidak pernah mengambil proses syuting di Negara tersebut karena kemungkinan alasan tempat, jarak, lokasi, bersama system lain tapi semenjak masalah ini menjadi perhatian seperti ada unsur kesengajaan” Rae.

“Hanya perasaanmu saja mungkin?”

“Penghujung tahun kemarin, cewek itu ke Negara B dan pasti ada pernyataan yang di keluarkan hingga mengundang perhatian sekaligus pertanyaan. Akhir cerita, si’suami menggugat cerai sang artis. Bisa saja masalah perceraian mereka ada hubungannya dengan ini masalah sebagai pemeran utama dalam film dengan mengambil lokasi syuting di Negara C, pada hal saya sudah diam seribu bahasa, lagian waktu itu kan Cuma mau menjebak sekaligus membuktikan sesuatu lah kenapa jadi begini ceritanya?” Rae.

“Saya tahu artis yang kau maksud, tapi kan mereka mengungkapkan alasan perceraian karena sebuah perbedaan…”

“Siapa tahu mereka sengaja menutup rapat alasan sebenarnya. Andaikan firasatku benar, saya ingin minta maaf sebesar-besarnya terhadap pasangan artis ini atas semua yang terjadi. Jujur, sama sekali tidak ada maksud apapun ingin menghancurkan kehidupan siapapun terlebih bahtera rumah tangga seseorang. Kesalahan artis itu kenapa mengganti syuting latar Negara dan bisa saja berbagai bumbu penyedap masuk berujung masalah rumah tangga terkait. Saya kan kemarin punya banyak sekali masalah berat, kalaupun melakukan kejadian aneh itu sekedar ingin membuktikan sesuatu dan hanya berfokus terhadap cewek tadi bukan menyebar kekacauan begini sampai rumah tangga orang hancur…” Rae.

“Saran saya juga, sebaiknya cewek ini menikah saja cepat sama pacarmu dari pada pihak lain menanggapi aneh atau kau kepanasan atau stress sendiri. Perasaan suka ma pacarnya 100% tidak ada sama sekali, kemarin itu hanya khilaf gimana sih…” Rae melanjutkan lagi kalimatnya.

“Kasusmu lebih rusak dibanding masalahku menjadi gila” menatap sepupuku yang paling malang menjalani hidup.

“Tadi kau bilang patah hati, ma siapa?” memancing kembali sang sepupu.

“Kepo amat” sindiran Rae.

“Btw, saya punya kenalan psikolog bisa membantu masalahmu sekarang. Ini kartu namanya, kau tinggal menghubungi saja langsung besok tanpa menunda” memberikan kartu nama milik Nitzana sang psikolog. Beginilah pertemuan kami hanya membicarakan kisahnya dengan segala tingkah kekonyolan. Tidak terkenal di depan public, tapi ketika sengaja memainkan satu objek langsung menjadi perhatian. Rae memang hebat…

Meminta Rae merahasiakan letak keberadaan saya terhadap Nevil bagaimanapun caranya. Peristiwa berikutnya adalah sepupuku kali ini memberanikan diri menemui psikolog untuk mengungkapkan keadaan psikisnya sekarang. Terdengar lucu sih kalau dipikir-pikir lagi tentang bagaimana seorang Rae menjalani sebuah jalan. Ngomong-ngomong kisah cintaku sendiri kan lebih kacau lagi dibanding sepupuku. Tuhan, jangan sampai saya benar-benar menyukai janda itu. Nadav hanya ingin menikah dengan seorang gadis bukannya janda beranak satu, walaupun Moza terlihat menggemeskan.

Berusaha membuang jauh-jauh satu perasaan special buat seorang janda dan tetap menjalani hidup untuk sementara sebagai Farand si’manusia gila. Bermain petak umpet, mencuri mangga tetangga, menghabiskan kegilaan, makan bersama, berebut ice cream bersama sekelompok manusia gila menjadi bagian dari hidupku sekarang. Kegiatan lain yang kulakukan juga adalah menemani izzy kalau lagi ngambek atau galau karena kelakuan Moza. Btw, saya baru tahu kalau anjing juga bisa galau atau ngambek.

“Kenapa kau tidak pernah bisa memberi kesempatan kembali?” tanpa sengaja mendengar percakapan antara Zana dan mantan suaminya ketika lagi menikmati udara segar.

“Kau tidak pernah merasakan bagaimana saya terus bertahan dalam penantian panjang dan apa yang terjadi selanjutnya? Hanyalah kekecewaan semata,” Seorang psikolog dengan kekuatan ternyata mengalami satu tekanan berat karena ulah sang mantan. Kenapa saya harus mendengar percakapan kurang menyenangkan seperti ini? Zana mendorong pria brengsek itu ke tanah lalu pergi tanpa menoleh lagi. sang mantan ingin mengejar, tapi dengan sengaja saya melemparkan kotoran anjing ke seluruh pakaiannya hingga akhir cerita dia berjalan pulang…

“Memang enak dikerjain seperti ini” tertawa melihat tingkah pria tersebut.

Tidak lama setelah kejadian tadi, tiba-tiba saja sebuah suara seseorang berteriak keras mengalihkan pandangan. Darah segar mengalir membasahi tubuh Zana seketika. Seluruh tubuhku kaku bahkan tidak dapat digerakkan beberapa saat menyaksikan pemandangan di depan. “Mami…” Moza berteriak dan menangis sejadi-jadinya.

“Mi buka mata” tangisan histeris Moza.

“Jangan tinggalin Moza sendiri” sekali lagi gadis kecil histeris ketakutan. Pertama kali perasaan takut luar biasa sedang menggerogoti hidupku seketika. Suara ambulans berteriak keras sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Entah bagaimana cara  saya berusaha berlari ke arah Moza, menelepon ambulans, dan terus berjaga di rumah sakit pada hal sebelumnya seluruh tubuh terasa kaku.

Tuhan, beri kesempatan Zana untuk kembali menjalani kehidupannya. Saya benar-benar menyukai dia. Petualanganku indah ketika melihat senyum sang psikolog tetap bermain di dunia brengsek yang penuh dengan kehidupan keras. Sesuatu terjadi setelah tanpa henti terus berdoa buatnya. “Dimana saya?” suara Zana terdengar menandakan nafas hidup kembali. Tuhan mendengar seru doa orang sombong seperti diriku.

Kebahagiaan hanya berlangsung sementara saja, setelah beberapa hari sejak siuman suara histeris berkumandang. “Kenapa semuanya gelap dok?” mengucek mata beberapa menit kemudian.

“Semuanya gelap…” mulai meraba sesuatu di sekitarnya.

 “Saya buta” sekali lagi berteriak histeris. Seorang wanita kuat menjalani hidup, namun pada akhirnya terlihat lemah setelah mengalami kebutaan akibat peristiwa kecelakaan kemarin. Sang mantan tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Coba saja pria itu datang ke rumah sakit, tentu saya akan segera membuat perhitungan. Histeris berlarut-larut bahkan mengalami depresi berat sedang terjadi pada hidup seorang wanita kuat. Di luar dugaan, seluruh penghuni rumah melakukan berbagai cara untuk mengembalikan kehidupan Zana seperti dulu lagi. Mereka dengan gangguan mental juga mempunyai sebuah perasaan iba menyaksikan bagian terbaik dalam hidup sangat rapuh...

Saya baru menyadari sisi hidup mereka yang dikatakan mengalami gangguan kejiwaan bersama satu rasa cinta jauh tersimpan di dasar hati.  Perhatian besar dapat memulihkan seseorang dari satu lingkaran depresi. Gangguan kejiwaan dapat hancur dengan sendirinya melalui satu pengorbanan terbesar diiringi doa menjadi ciri khas rumah ini. Tidak pernah kehilangan cara untuk mengembalikan sang psikolog kembali pada kehidupan normal.

Sampai pada akhir cerita, dia benar-benar kembali tersenyum memulai kehidupan. Pekerjaan yang ingin ditinggalkan olehnya kembali digeluti walaupun tanpa seberkas cahaya di depan. Saya benar-benar menyukai dia tanpa bisa memberi sebuah alasan. Rae sepupuku berhasil menjadi salah satu penghibur terbaik bagi sang psikolog. Seorang Zana mengalami ribuan kali kegagalan ketika berjalan tanpa memakai tongkat. Dia hanya tidak ingin terlihat cacat depan orang banyak ataupun merasa perlu dikasihani.

“Dia benar-benar melebihi pikiranku sekarang” bergumam sendiri menatap di tempat tersembunyi. Berusaha menghapal setiap sudut jalan, area rumah, pasar, taman, mall, tempat Gym, klinik kerjanya sendiri tanpa bantuan tongkat sama sekali. Mata sang psikolog boleh saja tidak melihat seberkas cahaya tetapi hati bercerita lain. Satu lagi, saya selalu menggagalkan rencana mantan suaminya hingga tak pernah bisa menampakkan batang hidungnya sendiri. Meminta bantuan Rae memang terdengar menarik setiap waktu.

Menyukai Zana merupakan petualangan terbaik ketika Tuhan membuat saya berada pada suatu area tidak biasa. Selama ini duniaku hanya berkata-kata seenak yang dipikirkan, menyudutkan, berteriak, menatap sinis, kejam akan tetapi sesuatu berkata lain ketika bermain dengan sebuah lingkaran. “Kena kau” tiba-tiba saja seseorang mengunci segala pergerakan tubuhku dari belakang.

“Mau sembunyi dimana lagi bos?”

“Nevil lepas!” berusaha melepaskan diri darinya. Malam-malam seperti ini berkeliaran di jalan sepi terlebih mengintai sekacau itu. Membawaku masuk ke dalam mobil yang kemudian mengemudi seperti dikejar ribuan setan.


Bagian 13…

 

Nevil menganggap permainan Nadav sepupunya benar-benar keterlaluan. Melarikan diri dari rumah sakit kemudian hilang tanpa jejak. Singkat cerita Nevil mulai menaruh curiga terhadap Rae dan mulai mencari tahu letak keberadaan sepupunya kali ini. “Aneh, kan harusnya si’manusia sombong ini lebih percaya ma saya…” cetus Nevil membuntuti Rae.

“Kenapa lebih percaya ma sepupu dari daddynya” Nevil mengepalkan tangan seketika. Waktu paling tepat bagi Nevil berdiri di hadapan Nadav serta meminta penjelasan tentang maksud menyembunnyikan sesuatu selama ini. sekarang dia seperti manusia penculik tidak jauh dari sebuah tiang istrik besar berdiri tegak.

“Apa-apaan ini?” Nadav berusaha lepas setelah berada di atas mobil milik Nevil.

“Justru saya yang harus balik nanya” Nevil.

“Mulai berani ya sekarang” Nadav.

“Jelaskan semuanya atau saya hubungi your daddy posisi keberadaanmu sekarang!”

“Saya tidak mau kau buat keributan di sana, ngerti?” Nadav.

“What? Ulangi sekali lagi!” Nevil. Mau tidak mau otomatis Nadav harus menjelaskan semua kejadian sejak awal sampai dirinya berada pada sebuah lingkungan rumah yang penuh dengan sekelompok manusia aneh.

“Kau betah tinggal bersama kumpulan manusia seperti itu?” Nevil membayangkan bagaimana sepupunya bermain kotor, berebut ice cream, bermain petak umpet dan lompat tali, lari bolak-balik, mengelus seekor anak anjing yang lagi galau di bawah pohon, dan masih banyak lagi hasil pengintaian kemarin. Sulit dipercaya si’manusia steril mengalami perubahan drastis karena seorang wanita.

“Sebenarnya saya yang kurang waras atau kau memang benar-benar tidak waras?” Nevil.

“Mau gimana lagi” jawaban Nadav.

“Saya perhatikan kau terus saja mengekor diam-diam di belakang seorang wanita” Nevil.

“Dia buta tapi berusaha terlihat normal…” Nadav.

“Seperti aura-aura percintaan kalau begini ceritanya nih” Nevil tertawa keras…

“Menurut informasi kalau dia janda beranak satu”  Nevil.

“Kau benar-benar penguntit terbaik sepanjang sejarah” Nadav sedikit geram.

“Hellllooooo, perasaan sepupuku lebih suka gadis dibanding janda” Nevil.

“Suka-suka saya dong” balasan Nadav.

“Dia janda berkualitas, percuma gadis tapi rasa janda sama juga bohong” Nadav.

“Saya kan Cuma becanda. Kenapa tanggapannya serius begitu?” Nevil.

“Ngomong-ngomong, bagaimana perkembangan alat yang saya inginkan? Jangan katakan kerjamu hanya jadi penguntit orang” penekanan keras Nadav.

“Masih dalam proses” jawaban Nevil.

“Saya mau lihat sampai dimana?” Nadav.

“Kau pikir mencari desain alat pembuat gedung itu gampang?” teriak Nevil.

“Tetap saya ingin lihat” menyalakan mesin mobil menuju sebuah laboratorium besar…

Mereka berdua pada akhirnya sampai pada sebuah gedung cukup jauh dari ibu kota. Meneliti beberapa perkembangan satu alat canggih hasil imajinasi. “Saya sudah mencoba mempejari lebih detail mesin-mesin penggerak dengan kecepatan tertentu, tapi masih butuh sedikit waktu lagi. Alat ini terdiri dari layar computer untuk sebuah desain yang telah terprogram sebelumnya atau karya para arsitek yang memang sesuai persetujuan, beberapa kotak penyaluran, system penyetelan, mesin penggerak, pipa jembatan dari bahan besi ketika mesin sedang bekerja, dan beberapa bagian lainnya” Nevil.

“Kotak penyaluran dan pipa jembatan perbedaannya dimana coba?” Nadav.

“Kotak penyalur di sini terdiri dari beberapa bagian seperti semen, pasir, kawat pengikat, batang besi sesuai ukuran, batu gunung sebagai pondasi, batu bata, pipa air untuk campuran, tiang-tiang penyangga terlebih dengan desain gedung bertingkat alat ini harus diperankan luar biasa. Setelah mendapat perintah dari program layar sesuai desain yang dinginkan, maka secara otomatis mesin akan mulai bekerja untuk membuat batas pengukur sesuai tingkat perbandingan dan mencampur beberapa bahan dari kotak penyalur seperti semen dan pasir dalam satu tempat. Di lain tempat mesin pun bekerja menata batu-batu gunung pada area yang telah ditentukan bersamaan dengan proses olahan campuran semen-pasir sebagai bahan perekat/plester seperti biasa” Nadav.

“Lantas” Nadav.

“Pipa jembatan sendiri fungsinya mengirim semua bahan seperti batu-batuan dan bahan campuran menuju lokasi secara otomatis. Susunan batu akan mulai bekerja kembali sesuai jenis desain pada layar komputer setelah proses pondasi dan beberapa masalah penyegelan besi sekitar selesai dikerjakan. System kerja mesin ini lebih mempercepat proses kerja dan dapat dikatakan mempunyai kelebihan untuk beberapa desain gedung tertentu” Nevil.

“Berarti masih dalam proses?” Nadav.

“Butuh waktu mempelajari susunan perakitan system kerja mesin ini, jadi harus sabar dong.”

 “Ada satu cara mempercepat penemuanmu kali ini” Nadav.

“Caranya gimana?” Nevil.

“Kau harus berguru 100% pada para professor atau orang-orang ber-IQ tinggi dari kalangan bangsa Yahudi” jawaban Nadav membuat Nevil terbelalak seketika.

“What?” Nevil.

“Secara kalangan mereka mengerti secara detail system perakitan terbaik, jenis-jenis kualitas mesin, bisa menemukan hal baru bahkan 99% teknologi di dunia adalah hasil penemuan bangsa Yahudi. Jadi, suka tidak suka harus terima kenyataan tentang kualitas otak mereka” Nadav.

“Boleh juga tuh idemu. Btw, kau tidak ingin melihat apartemen baru milikku di tengah ibu kota?” Nevil.

“Kenapa pembicaraan beralih kesana?” Nadav.

“Ayolah” Nevil mendorong tubuh Nadav untuk meninggalkan gedung tersebut. Akhir cerita mereka berdua berada pada satu area cukup unik di tengah kota setelah perjalanan cukup lama.

“Sudah pagi ternyata” Nadav menggosok kedua bola matanya. Mereka berdua tertidur lelap tidak jauh lokasi apartement Nevil sebelum turun dari mobil.

“Hei bangun!” menepuk kepala Nevil.

“Masih ngantuk” Nevil seakan tidak memperdulikan perilaku sepupunya.

“Bangun!” sekali menepuk kepala Nevil bukan lagi memakai tangan melainkan sepatu miliknya.

“Keterlaluan” umpatan Nevil. Mereka akhirnya keluar dari mobil memasuki satu area tertentu setelah memarkir kendaraan yang cukup jauh dari tempat lokasi. Satu suguhan pemandangan tidak biasa sedang menghias jalan di depan. Suasana area sangat gersang, tandus tanpa tanaman, terdapat beberapa alat tambang zaman dulu di beberapa sudut, benar-benar semacam tanpa kehidupan sama sekali.

“Apartemen macam apaan ini” cetus Nadav melirik sinis ke arah sang sepupu.

“Inilah yang dikatakan salah satu jenis seni desain arsitek paling unik. Bagian luar sudah sengaja bahkan sepanjang jalan memainkan konsep dengan penampakan seperti ini” jawaban Nevil. Lokasi apartement tersebut dibuat membentuk pulau kecil dengan suguhan pemandangan sedikit fantastis. Terdapat mall cukup besar, restoran, rumah bermain anak, danau, akuarium, teater di tengah-tengah tanah yang begitu tandus pada akhirnya. Gedung-gedung tersebut menyerupai bongkahan batu bara, sedangkan sarana jembatan ataupun pernak-pernik hiasan dibuat mirip seperti beberapa alat-alat tambang zaman dahulu kala.

“Akhirnya kita sampai juga” teriak Nevil setelah berdiri tepat depan sebuah gedung.

“Mataku mines atau apaan ini?” Nadav sedikit terkejut.

“Bagaimana keren ga?” senyum Nevil. Gedung apartemen bertingkat membentuk sebuah gua di bagian timur tanah paling tandus. Pada malam hari lampu warna-warni mulai bermain bahkan air mancur dari beberapa arah membasahi gedung tersebut dengan sedikit keunikan desain. Tidak jauh dari lokasi terdapat gunung buatan tangan manusia dengan sebuah menara kecil dan restoran di atasnya sekitar pertengahan danau untuk menikmati pemandangan terlebih pada malam hari.

“Jauh lebih megah dibanding istanamu” ledekan Nevil lagi. Desain interior apartemen terbilang mempunyai ciri khas tersendiri. Perpaduan antara konsep tanah gersang, gua, dan dunia modern sehingga menciptakan satu seni desain. Kamar tidur dan kamar mandi sendiri didesain dengan latar pengambilan inspirasi dari kehidupan dalam sebuah gua. Permainan dunia modern dan tanah gersang dijabarkan melalui beberapa ruang lainnya. Satu titik kehidupan di tengah tanah paling tandus…

“Sang arsitek suka bermain dengan perpaduan konsep dalam desain interior” Nadav.

“Sang arsitek mengajak saya bekerja sama untuk penambahan satu jenis teknologi” Nevil.

“Apa maksud ucapanmu tadi?” Nadav mulai mencurigai sesuatu.

“Tenang saja, ini juga masih di bawah brand perusahaanmu milikmu kan” Nevil.

“Teknologi apa yang kau katakan tadi?” Nadav.

“Mesin cuci jenis terbaru. Bagian kamar mandi dengan sengaja dibuatkan jalan lorong untuk memasukkan pakaian kotor langsung menuju mesin cuci yang diletakkan sesuai keinginan hati seperti di dapur atau tempat lain. Jika tumpukan pakaian kotor sudah penuh dalam tabung, maka mesin cuci akan memutar dengan sendirinya. Pakaian akan masuk pada lemari seterika uap yang sudah di program setelah proses cucian dan pengeringan selesai selesai” Nevil.

“Lemari seterika uap?” Nadav.

“Lemari khusus yang berfungsi untuk melicinkan pakaian. Alatnya kan sama seperti seterika uap lain hanya dalam bentuk dan program berbeda. Lemari seterika ini dibuat otomatis dan langsung tersambung setelah proses cucian selesai” Nevil.

“Jadi ceritanya sepaket?” Nadav.

“Yah seperti itulah. Tapi kalau pihak pemilik apartemen lebih menyukai laudry luar maka kotak pakaian kotor dalam kamar mandi bisa langsung disambungkan pada beberapa tempat laundry di luar sana yang memang sudah bekerja sama sekaligus telah terdaftar dalam program komputer” Nevil.

“Seseorang bisa mengirim pakaian kotor sesuai jumlah yang diinginkan, maka secara otomatis akan terkirim melalui mesin otomatis ke tempat laundry, begitu maksudnya?” Nadav.

“Yah seperti itulah dan pengembalian kembali pakaian pun otomatis dari tempat laundry…” Nevil.

“Jangan-jangan kau diberikan gratis apartemen ini tanpa satu sen pembayaran?” Nadav.

“Memang” Nevil mengangguk tersenyum.

“Kau sadar tidak? Kalau sang arsitek lokasi gedung di sini dulunya bekas orang gila…” Nevil melanjutkan lagi ucapannya.

“Mana mungkin” Nadav.

“Kenyataan, dia kan juga tetangga sebelah denganku sekarang. Jangan anggap remeh atau pandang sebelah mata mantan penyakit jiwa bisa jadi esok hari dia bisa membuat sesuatu hal luar biasa…” Nevil

“Ngomong-ngomong sekelompok orang di rumah tempatku sekarang pasti sibuk nyari keberadaan saya sekarang” Nadav menatap tajam.

Pada akhir cerita, Nevil sengaja memainkan scenario untuk mengembalikan sepupunya. Dengan alasan menemukan Nadav di jalan karena terus berteriak dan tidak sengaja menabraknya hingga terjatuh bahkan harus dilarikan ke rumah sakit hingga mendapat perawatan. “Maaf membuat kalian cemas, sedangkan saya sendiri tidak mengetahui identitas pria tua sinting gila ini kemarin…” berkata-kata setelah berdiri di hadapan kumpulan anggota rumah milik Zana. Mereka semua benar-benar khawatir akan keadaan Nadav.

“Tidak sepatutnya anda berbicara seperti itu terhadap Farand” Zana sedikit kesal…

“Maaf” Nevil.

“Uncle Farand jangan keluar rumah malam-malam lagi tanpa Moza” seorang gadis kecil berlari memeluk Nadav.

“Uncle bunuh setan” Nadav kembali terlihat seperti manusia gila.

“Hebat betul aktingnya sampai tidak terlihat waras sedikitpun” suara hati Nevil menyaksikan seorang actor lagi memainkan scenario.

“Memangnya setan mana dibunuh ma uncle?” Moza

“Itu” Nadav menunjuk Nevil sebagai setan terjahat.

“Enak saja bilang saya setan” suara pelan Nevil.

“Bagaimana cara anda bisa mengetahui identitasnya dan mengembalikan dia kemari?” Loan bertanya tiba-tiba.

“Yah betul” Livia.

“Karena bertanya ke orang-orang di sekitar sana” Nevil.

“Uncle Farand jangan menghilang lagi. Apa lagi uncle harus jadi obat nyamuk buat izzy kalau kencan nanti…” ucapan Moza membuat Nevil tertawa keras.

“What? Obat nyamuk? Siapa itu izzy?” Nevil masih tertawa.

“Guk guk guk guk guk…” suara izzy siap menerkam Nevil seketika.

“Izzy berhenti!” perintah Moza.

“Obat nyamuk anak anjing yang lagi kencan” Nevil makin tertawa. Pandangan mata mencurigakan mulai menjalar, tetapi kemudian Nadav berhasil mengalihkan perhatian hingga sang sepupu bisa berjalan pulang kembali ke rumahnya.


Bagian 14…

 

Nitzana…


Rumah dibuat gempar karena salah satu anggota keluarga menghilang tiba-tiba tanpa jejak sedikitpun. Semua pada khawatir hingga mencari di setiap sudut. “Uncle bunuh setan di sana” Nata menunjuk arah luar pintu. Izzy berlari menggonggong mencari keberadaan Farand.

“Biasanya anjing bisa melacak keberadaan seseorang, tapi kenapa izzy tidak bisa melakukan hal yang sama?” kata-kata Livia terdengar seperti menarik izzy.

“Aunty, tiap anjing punya kelebihan dan kekurangan juga” cetus Moza.

“Kalau izzy mah kelebihannya cuma menghabiskan ice cream sebanyak-banyaknya” Livia.

“Kelebihan izzy bukan cuma itu” penekanan nada suara Moza.

“Apa lagi kelebihannya?” Livia.

“Aunty keterlaluan” Moza.

“Kenapa ribut begini sih?” menegur mereka hingga terjadi keheningan.

“Izzy harus bisa buktikan kelebihan terbaikmu biar aunty malu” Moza memecah keheninggan.

“Bantu Moza cari uncle Farand sampai ketemu” Moza segera berjalan keluar bersama anjing kecilnya. Kami berbagi beberapa tempat setidaknya bisa saling membantu satu sama lain bahkan bertanya ke semua orang. Saya berusaha berjalan seperti manusia normal dan seakan dapat melihat tanpa mereka semua menyadari tentang kegelapan yang sedang menyelimuti sekarang.

“…pria tinggi, berjenggot, rambut berantakan?” bertanya pada tiap orang yang lewat hanya dengan mengandalkan gendang pendengaran.

“Tidak sama sekali” jawaban sama tiap kali bertanya.

“Mamiku seperti tidak buta”ucapan gadis kecil .

“Sejak kapan Moza di belakang mami?” berbalik ke arah suara tersebut.

“Sejak tadi” Moza.

“Ka’Loan mana?”

“Berjalan kesana, Moza melihat mami, jadi singkat cerita mengekor terus di belakang ma izzy” Moza.

“Ayo kita cari uncle sama-sama” gadis kecil menarik tanganku. Tidak ada hasil sama sekali sampai akhirnya Livia memutuskan untuk membuat laporan orang hilang di kantor polisi. Seperti ada yang hilang tanpa kehadiran Farand di rumah ini. Seseorang mengetuk pintu depan setelah kami semua lelah mencari seharian. Ekor izzy bergoyang seperti mengenali siapa yang ada di depan teras sekarang.

“Uncle Farand pulang” teriak Moza memeluk izzy.

“Moza tahu dari mana?” Livia.

“Kelebihan izzy bisa kenal siapa yang lagi berdiri di luar sana” Moza.

“Menyindir” Livia. Sesuai perkataan Moza kalau orang yang berdiri di luar sana adalah Farand ternyata memang benar. Kami semua lebih dikejutkan bagaimana seseorang membawa dirinya dengan selamat ke rumah ini. menurut pengakuan pria tersebut jika Farand mengalami kecelakan hingga mendapat perawatan di rumah sakit.

“Minimal tidak terjadi sesuatu apapun terhadap Farand” berucap terhadap pria itu.

“Syukurlah paman bisa ditemukan lagi” Loan bernapas lega. Pria tersebut akhirnya memohon pamit, tetapi kami semua lupa bertanya siapa nama dia setelah meninggalkan rumah. Suasana ramai kembali hadir lagi dikarenakan salah satu penghuni rumah sudah ditemukan.

Saya ingin memulai hidup dengan lembaran baru dan tetap berjalan sama seperti manusia normal lainnya. Klien tidak pernah menyadari jika psikolog di hadapannya ternyata hanyalah manusia cacat. Mengantar mereka menuju pintu luar atau melakukan beberapa kegiatan tanpa bantuan tongkat untuk berjalan. Bukan karena ingin membodohi orang banyak melainkan bidang saya memang berada di tempat seperti ini yaitu menjadi pendengar setia sekaligus sahabat.

“Zana akhirnya saya menemukanmu kembali” suara seseorang sedang bergema sekitar gendang pendengaranku sekarang.

“Fadi” setelah lama tidak terdengar kabarnya tiba-tiba kami dipertemukan lagi.

“Terima kasih buat semua yang kau lakukan terhadap Zahlee” Fadia.

“Bagaimana kabar Zahlee sekarang? apa bayinya sudah lahir?”

“Bayi Zahlee sangat cantik” Fadia. Zahlee sedang melanjutkan pendidikannya sambil menjadi seorang ibu bagi sang buah hati. Memulai lembaran baru tanpa melihat betapa kelamnya masa lalu memang sangat sulit, tetapi seiring berjalannya waktu satu seni sedang berirama mengajar tentang petualangan.

“Kemarin saya harus berada di luar negeri karena urusan pekerjaan jadi tidak sempat memberi kabar” Fadia.

“Memangnya saya menanyakan kenapa kontakmu tiba-tiba putus?”

“Siapa tahu saja kau merindukan diriku lagi” Fadia. Pertemuan kami berdua kembali terjadi di tempat Gym seperti biasa. Hal lain yang sama sekali belum diketahui olehnya tentang kisahku sekarang adalah masalah penglihatan. Berjalan, melakukan aktifitas, bekerja, menatap seolah kedua bola mataku tidak pernah mengalami kegelapan sama sekali. Fadia tidak menyadari kalau sekarang saya sedang berada pada alur cerita manusia cacat. Secara logika mustahil semua ini bisa mengelabui orang-orang di sekitar, tetapi saya berhasil berjalan sama seperti manusia normal lainnya.

Sampai detik sekarang bisa dikatakan saya masih rajin memeriksa kondisi kedua mata untuk mengetahui apakah masih ada harapan untuk melihat kembali. Suara hatiku juga masih berteriak keras untuk menatap seberkas cahaya. “Kedua bola matamu masih bisa tertangani oleh seorang dokter terkenal” dokter Adney seolah memberikan saya setitik harapan.

“Sepertinya saya sudah terbiasa dengan kehidupan sekarang, dok” membohongi diri sendiri.

“Kasus seperti matamu memang paling sulit ditangani, tapi di tangannya saya yakin penglihatanmu bisa kembali” Dokter Adney.

“Jangan memberi saya satu harapan palsu kalau memang seumur hidup jalanku hanya bercerita untuk tetap berjalan dalam gelap.”

“Zana jangan patah semangat seperti ini” Dokter Adney.

“Ngomong-ongomong siapa nama dokter itu?” bertanya langsung pada inti.

“Dia memang dokter paling sulit dihubungi sih karena beliau salah satu tokoh paling berpengaruh…” jawaban seperti ini kenapa jadi lari? Nyambungnya dimana?

“Doker Adney yang saya tanyakan nama bukan jawaban seperti ini.”

“Dokter Frodine seorang pemilik rumah sakit terbesar di seluruh wilayah termasuk rumah sakit disini” jawaban dokter Adney tanpa basa basi. Sepertinya saya pernah mendengar nama Frodine, namun entahlah…

“Jangan-jangan ayah dari ceo yang sekarang lagi mengalami gangguan kejiwaan berat sampai-sampai tidak pernah absen dari pemberitaan media” Livia tiba-tiba saja masuk ke tengah pembicaraan kami.

“Sejak kapan kau menjadi pendengar setia di depan pintu sana?” bertanya ke arah suara Livia.

“Setengah jam lalu. Kau selalu berjalan seorang diri seakan tidak memerlukan bantuan siapapun, sedang kami semua selalu dibuat ketakutan” Livia.

“Moza mana?”

“Moza di sini buat jadi tongkat mami” suara Moza tiba-tiba berlari memelukku erat.

“Betul ucapanku kan dokter?” Livia.

“Jangan sekali-kali menyebut nama anaknya di hadapan beliau seandainya kalian berhasil bertatap muka karena bisa berakibat fatal” dokter Adney.

“Kok bisa yah manusia sempurna semacam anaknya menjadi gila seperti itu?” Livia.

“Kabar terbaru, anaknya tiba-tiba saja menghilang sampai sekarang belum ditemukan hanya belum tercium oleh pihak media” suara dokter Adney sangat pelan.

“Saya tidak tertarik membahas masalah pribadi orang lain, jadi permisi dok” menggendong Moza kemudian berlalu dari hadapan mereka. Dasar Livia mulut sepuluh ribu bibir masih saja gila urusan. Singkat cerita mereka berdua mengejar di belakang hanya untuk memastikan persetujuan pertemuan dengan sang dokter.

“Saya tidak tertarik sama sekali dok” jawaban penuh kebohongan. Saya takut berharap pada sesuatu yang tidak jelas, walaupun suara hatiku terus saja berteriak ingin melihat seberkas cahaya.

“Ini kesempatanmu buat bisa melihat lagi” Livia.

“Saya dan Livia akan berusaha menghubungi sang dokter, asal kau jangan berhenti berharap atau patah semangat” dokter Adney.

“Moza juga izzy selalu merindukan mami bisa melihat seperti dulu” tangan mungil Moza membelai anak rambutku.

“Lakukan demi Moza” Livia.

“Terserah kalian” menjawab cuek seakan tidak pernah peduli.

Berjalan dalam gelap memang menyakitkan, tapi saya tidak ingin mengalami merasakan sakit lebih dalam. Selama ini kaki sudah terbiasa berjalan tanpa melihat sesuatupun bahkan belajar terlihat kuat dari luar. Jangan berikan saya sesuatu yang tidak pasti kalau memang semua itu hanya angin lalu. Belajar hidup seperti manusia normal lainnya walaupun kenyataan berkata sebaliknya.

“Setan di sana” Farand mengejutkan saya dengan tepukan tangannya.

“Mungkin masalahmu masih jauh lebih berat dibanding petualangan hidupku” berkata-kata terhadap Farand hingga membuatnya berhenti menyebut kalimat yang sama.

“Saya sudah katakan orang yang anda cari tidak tinggal di sini” Livia terdengar bertengkar dengan seseorang.  Suara kegaduhan di depan rumah terdengar jelas. Seperti sekelompok orang masuk paksa ke rumah bahkan membuat keributan sekaligus kekacauan di segala ruangan.

“Nadav, keluar sekarang juga!” salah satu dari mereka berteriak keras.

“Daddy tidak bisa lagi kau tipu dengan penyakitmu itu” makin berteriak…

“Siapa itu Nadav?” bertanya sendiri.

“Bapak sudah gila yah” rasa geram Loan pertama kalinya terhadap seseorang. Mereka berjalan menaiki anak tangga hingga berada pada lantai dua rumah ini. Berusaha berdiri mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun tiba-tiba tangan Farand menghalangi jalanku seketika.

“Mau menipu daddy dengan cara apa lagi?” ucapan orang yang sama setelah berhasil berada di hadapan kami. Pria itu bertanya terhadap siapa? Apa maksud ucapannya? Seperti ada sesuatu masalah yang bahkan saya sendiri tidak menyadari. Jangan-jangan maksud mereka adalah…

“Maaf kalau boleh tahu, bapak bicara terhadap siapa?” berusaha untuk tetap tenang.

“Pria gila di samping kakak itu maksudnya” Rae ada bersama dengan mereka membuat keributan.

“Rae harus jelaskan maksud pernyataanmu tadi!”

“Maaf ka’Zana semua ini kesalahan saya juga sepupu pria gila di sampingmu” Rae.

“Maksudmu Farand?” Livia hampir tidak percaya…

“Saya sudah berusaha menutup rapat sedalam mungkin bahkan kalau bisa sampai di dasar laut, tapi tetap saja mata-mata paman dimana-mana” seperti saya pernah mendengar jenis suara ini.

“Kau kan yang waktu itu mengantar Farand ke rumah” Loan.

“Kau sih terlalu ceroboh” Rae menyalahkan pria tadi.

“Kemarin daddy bisa dipermainkan, tapi tidak untuk sekarang” ucapan pria yang sejak tadi terus saja meluapkan amarahnya.

“Iblis jahanam selalu menghancurkan semua orang di sekitarnya” tiba-tiba saja Farand berucap seperti manusia normal bahkan menyadari pasti siapa mereka.

“Bawah dia pulang kalau perlu seret paksa!” perintah sang pria tua tersebut.

“Kau hanya iblis bukan daddy buatku” Farand berusaha lepas.

Hal yang terjadi selanjutnya adalah mereka berhasil membawa Farand keluar meninggalkan tempat ini bagaimanapun beberapa anggota rumah berusaha menghalangi. Gonggongan izzy tiba-tiba saja menghentikan langkah sang pria tua tadi. “Kakek masih ingat Moza?” di tengah-tengah genting menakutkan seperti ini gadis kecil berkata-kata seolah mereka saling kenal.

“Izzy sekarang sudah besar” Moza. Bagaimana bisa si’pembuat keributan ternyata seseorang yang menghadiahkan gadis kecil seekor bayi anjing di hari ulang tahunnya. Ingatan Moza benar-benar tajam untuk permasalahan seperti ini. Dia juga si’pemberi boneka bear yang setiap malam terus berada dalam pelukan Moza, tapi berbohong jika itu pemberian Farand. Pria tersebut hanya terdiam kemudian berlalu begitu saja tanpa jawaban…

Rae berusaha menjelaskan semua permasalahan yang sedang terjadi sejak awal hingga terjadi keributan besar seperti sekarang. Nevil sang sepupu lainnya juga ikut menjabarkan bagaimana perselisihan antara ayah dan anak sudah berlangsung lama. Mereka berdua pun tidak dapat berbuat apa-apa. Farand maksudku Nadav sengaja ingin mempermalukan ayahnya sendiri sekaligus ingin membatalkan pertunangannya dengan jalan berpura-pura mengalami depresi hingga penyakit kejiwaan tingkat parah. Saya benar-benar tertipu oleh acting pria tersebut. Masalah lain lagi adalah ayahnya merupakan dokter spesialis terbaik yang dimaksud oleh dokter Adney.

 

Bagian 15…

 

Nadav Frodine…


Manusia monster pada akhirnya menyadari settingan permainanku. Saya benar-benar membenci dia sebagai ayahku. Membawa sekumpulan anak buahnya secara mengejutkan dan membuat keributan besar tempat saya berada. Monster bengis berhasil mengumpulkan informasi setelah menyebar semua orang-orangnya di setiap sudut Negara ini. orang bawahannya memang merupakan FBI terbaik yang pernah ada. Apa yang terjadi setelah Zana dan semua anggota rumah mengetahui identitasku sebenarnya? Saya tidak ingin siapapun dari mereka membenciku.

“Kau monster” mendobrak pintu kamar setelah sang monster berhasil membuat saya terkurung di rumahnya.

“Kalau saya monster berarti kau anak monster paling durhaka” balasan sang monster dari luar.

“Kenapa begitu jahat terhadap anak sendiri?”

“Manusia jahat itu sebenarnya siapa? Saya sebagai monster atau kau sebagai anak monster?” Manusia monster.

“Buka” terus-menerus mendobrak pintu kamar. Manusia monster menyadari betul apa yang akan kulakukan sehingga melakukan pergantian bahan pintu dari kayu menjadi besi baja. Otak paling cerdik yaitu mengurung anak sendiri dalam rumahnya. Berhari-hari dia terus mengurung bahkan melarang siapapun masuk ke rumah sekalipun itu kedua sepupuku. Hanya memperbolehkan pelayan membawa makanan ke kamar, sedang hal lain tidak diperkenankan.

“Kenapa si’monster tidak mengurus saja semua rumah sakit miliknya?” sangat kesal melihat kelakuan bejatnya.

Saya harus keluar dari rumah ini bagaimanapun caranya. Bagaimana andaikan Zana benar-benar membenciku. Satu lagi, siapa yang akan menghalangi mantan suaminya itu berjalan ke hadapannya? Saya menyukai Zana dan ini tidak boleh terjadi. Berusaha setenang mungkin merupakan hal yang perlu kulakukan sekarang. berpura-pura tidur saat seorang pelayan mengantar makanan memang sering kulakukan. “Hei bangun” seperti suara Rae.

Dia spontan membekap mulutku rapat-rapat untuk menghentikan reaksiku seketika. “Sepupu gila” ujarku terkejut. Rae berusaha menyamar sebagai pelayan pengantar makanan ke kamar dengan seragam memakai seragam seperti yang lain. Dia menjelaskan betapa sulitnya berada di rumah ini dan benar-benar perjuangan besar. Salah satu asisten kepercayaan manusia monster membantu Rae setelah sekian lama mencari cara menembus rumah. Sengaja meminta penambahan pelayan buat bersih-bersih karena merasa kewalahan dengan luas rumah yang begitu besar.

“Keluarkan saya dari sini bagaimanapun caranya?” emosionalku ingin meledak.

“Saya, Nevil, ibu Hana lagi berpikir keras sekarang” Rae.

“Mana mungkin si’pelayan emas monster mau membantu…”

“Justru kau salah menilai ibu Hana. Siapa coba mati-matian mencari jalan saya bisa berada di depanmu sekarang?” Rae.

Ibu Hana merupakan tangan kanan daddy sekaligus terkenal dengan sebutan wajah sekaligus karakter paling menyeramkan. Saya hampir tidak percaya dengan semua yang dilakukan olehnya. “Kau harus tenang” Rae kembali berkata-kata.

“Apa Zana membenciku atau sangat benci?”

“Kau ingin keluar karena dia?” Rae.

“Bukan karena itu juga” berusaha menyembunyikan semuanya.

“Kami sudah menjelaskan semua perkaramu, tapi sepertinya ka’Zana butuh waktu” Rae.

“Bantu saya keluar dari rumah sialan ini” memohon terhadap Rae.

“Pertemukan saya dengan Zana sekali saja” sekali lagi memohon.

“Kau sudah dengar berita?” Rae.

“Tentang?”

“Satu-satunya dokter yang bisa menangani kasus seperti ka’Zana hanya daddymu, jadi jangan membuatnya semakin sulit” Rae. Mata Zana bisa melihat lagi asalkan melalui tangan seorang ahli bedah terbaik yang memang mengerti jelas penanganannya. Kenapa harus daddy?

Berpikir keadaan di luar sana dalam kamar memang menyakitkan. Sekarang Moza lagi berbuat apa? Izzy pasti berada di bawah pohon besar milik tetangga kalau galau atau ngambek ma gadis kecil. Semua anggota rumah apa merindukan saya? Permainan petak umpet, kejar-kejaran, kuda-kudaan, dan segala hal lucu masih terus saja terngiang. Andaikan saya bisa berada di rumah itu, Tuhan.

“Gunakan seragam ini besok, kebetulan ayahmu berada di luar seharian jadi kau bisa menyamar sebagai pelayan untuk mengelabui semua orang di sini” tidak pernah menyangka ibu Hana mau berkorban besar sekaligus bertarung nyawa buatku. Tidak perduli ledakan emosional daddy andaikan ketahuan…

“Kenapa mau menolong saya?” menghalangi jalannya.

“Saya hanya mengikuti keinginan ibumu sebelum meninggal” ibu Hana.

“Mommy”

Ibu Hana berjalan keluar meninggalkan kamar membuatku kembali berada dalam kurungan seorang diri. Bertahun-tahun saya membenci tangan kanan daddy di rumah ini, tetapi sama sekali tidak pernah berpikir bagaimana dia terus berjaga di belakangku. Tiba-tiba saja daddy berjalan masuk untuk pertama kalinya kami berdua bertatap muka setelah kejadian malam itu. “Jadi alasanmu membatalkan pertunangan kemarin karena mengejar wanita bodoh di luar sana?” daddy berkata-kata di luar dugaan.

“Wanita siapa maksud daddy?”

“Siapa lagi kalau bukan psikolog buta yang lagi mengemis masalah operasi matanya” daddy. Tidak mungkin juga Zana menjadi pengemis di hadapan manusia monster. Wanita yang kusuka mempunyai harga diri untuk hal semacam ini.

“Saya bertemu dengannya setelah kabur dari rumah sakit, jadi Zana tidak ada hubungan sama sekali masalah pembatalan pertunangan.”

“Dia janda beranak satu, tidak sederajat, berada jauh di bawah level keluarga Frodine” penekanan daddy memang terdengar mengerikan.

“Saya menyukai dia apapun statusnya” menjawab pertanyaan daddy. Seorang Zana membuat saya belajar untuk satu start terbaik di tengah pahitnya petualangan hidup. Sampai sekarang nama wanita pilihan daddy kemarin tidak saya ingat. Kebencianku terhadap daddy merupakan satu-satunya alasan ingin mempermalukan namanya depan public selain pembatalan pertunangan. Tidak ingin bernasib sama seperti kakak akhirnya saya lebih memilih menjadi pembangkang.

Singkat cerita, manusia monster meninggalkan kamar dengan penuh rasa geram. Saya harus berhasil meninggalkan rumah neraka bagaimanapun caranya. Keesokan harinya ibu Hana bersama Rae membantu saya agar bisa keluar dari rumah milik sang monster. Memakai sebuah seragam sampai menyamar menjadi seorang pelayan hanya untuk mengelabui anak buah daddy. Kamera cctv bersama para bodyguard bertubuh besar terus saja berjaga di tiap sudut. Beralasan berbelanja ke pasar untuk bahan keperluan dapur merupakan satu-satunya jalan. Tidak semudah yang dibayangkan, kenapa? Selalu ada pertanyaan interogasi bahkan menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki di setiap ruang dan jalan yang harus kami lalui.

“Saya benci memakai make-up tebal seperti ini” berkata-kata setelah berhasil keluar dari rumah tahanan sang monster.

“Pelankan suaramu! Jangan sampai salah satu dari mereka sedang mengekor karena mencium bau-bau mencurigakan” Rae. Satu-satunya keinginanku sekarang adalah berada di hadapan Zana untuk memberi penjelasan. Meminta Rae berpindah tempat dan membiarkan saya mengemudikan kendaraan miliknya. Merdeka seperti inilah perasaanku sekarang setelah mendekam dalam rumah beberapa minggu lamanya.

“Lihat di sana sepertinya wajah ka’Zana” tangan Rae menunjuk seberang jalan setelah kami melewati beberapa jalan. Mencoba membuka kaca untuk melihat lebih jelas. Dia benar Zana bersama mantan suaminya. Ini tidak boleh dibiarkan… Memutar mobil hingga akhirnya saya berhasil memarkir pada pinggir jalan raya.

“Lepaskan” Zana berusaha lepas.

“Kenapa kau tidak pernah bisa memberi saya kesempatan sekali saja?” teriak mantannya.

“Kalau dia tidak mau kenapa dipaksa?” berlari ke tengah-tengah mereka.

“Kau siapa?” sang mantan suami.

“Farand” Zana sangat kaget…

“Saya calon suami Zana” menjawab spontan.

“Kau kan hanya mantan suami Zana, jadi tidak berhak lagi dong mengusik hidupnya” ujarku kembali.

“Sejak kapan saya punya mantan suami?” pertanyaan Zana membuat mata saya terbelalak seketika. Hal lebih mengejutkan lagi adalah tiba-tiba saja Moza berlari ke tengah-tengah kami sampai memerintahkan izzy menggigit pria tersebut.

“Izzy gigit uncle jelek ini biar rabies” teriak Moza.

“Mami tidak apa-apa?” Moza memeluk Zana.

“Kau selingkuh di belakang sampai mempunyai anak reseh di luar nikah macam dia” sang mantan makin histeris.

“Izzy, ayo gigit orang jahat itu cepat!” perintah Moza. Akhir cerita adalah pria tersebut lari terbirit-birit meninggalkan kami.

“Moza rindu uncle” tiba-tiba saja gadis kecil berlari memelukku. Menjadi pertanyaan Moza anak siapa? Apa Zana pernah hamil di luar nikah? Tadi dia menyatakan tidak pernah menikah sama sekali, lantas kenapa memiliki seorang anak? Mencari tempat aman saling melepas rindu merupakan hal paling menyenangkan buatku dibanding membuat ribuan pertanyaan lagi tentang status pernikahan atau semacamnya.

Meminta maaf terhadap Zana karena berbohong selama ini. Saya hanya ingin menjauh dari daddy sampai acting terlalu jauh. “Dari mana kau dapat berita saya janda beranak satu sampai ayahmu mengamuk besar?” Zana.

“Jadi daddy benar-benar bertemu denganmu?”

“Dia datang mengancam ke klinik tapi tidak lama” Zana. Bagaimanapun manusia monster benar-benar menghalangi apa yang kusukai. Setidaknya, Zana belum pernah menikah itu cukup buatku.

“Kalau belum nikah lantas Moza anak siapa?” pertanyaan keceplosan, untung saja gadis kecil tertidur lelap, sedang Rae berjalan keluar mencari makanan. Untuk berjaga-jaga kami berada jauh dari ibu kota.

“Kau pikir saya cewek dengan masa lalu nakal sampai melahirkan Moza di luar nikah?” rasa geram Zana merasa tersinggung.

“Bukan maksudku seperti itu juga.”

“Ibu Moza diperkosa di tengah kondisi kejiwaannya sangat memprihatinkan. Saya juga menemukan dirinya sekitar pedesaan di sini dalam keadaan hamil. Mengambil sekaligus merawat dia sama seperti yang lain. Ketika melahirkan gadis kecil terjadi pendarahan hebat sampai akhirnya meninggal” Zana. Menganggap Moza sebagai anak kandung sendiri dan membesarkan dengan penuh kasih sayang menjadi tanggung jawab Zana. Sampai detik sekarang berusaha mencari tahu ayah biologis Moza, namun sama sekali tidak membuahkan hasil. Ada banyak orang di luar sana sengaja mengambil kesempatan ketika seseorang mengalami permasalahan kejiwaan alias gila. Gadis kecil lahir penuh perjuangan bahkan hampir bernasib sama seperti sang ibu yaitu berada jauh dari alam manusia.

“Moza lahir primatur dengan berat hanya 1.600 gram hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit selama beberapa waktu. Saya pikir sudah tidak ada harapan, tetapi gadis kecil begitu kuat jauh melebihi pikiranku untuk terus bertahan hidup” Zana kembali menjabarkan sesuatu yang tidak kuketahui.

“Sekarang dia tumbuh jadi gadis kecil paling ceria” tidak pernah membayangkan sesuatu dibalik kisah gadis kecil. Zana memperlihatkan beberapa foto masih tersimpan dalam memory handphone android miliknya. Foto-foto sewaktu ibu Moza masih hidup…

“Ini tidak mungkin” berkata-kata dalam hati melihat beberapa gambar.

“Ada apa denganmu?” Zana merasa terjadi sesuatu…

“Tidak ada apa-apa” ucapku berbohong.

“Sampai kapan kau membenci ayahmu?” Zana tiba-tiba saja berpindah dialog. Kenapa juga harus menyindir tua bangka mengerikan seperti tidak ada dialog lain saja. Sampai kapanpun saya akan tetap membenci tiap perlakuan buruknya terhadap keluarga sendiri.

 “Beri kesempatan dirimu berdamai dengan hatimu sendiri walaupun dikatakan terlalu sulit. Mungkin hatimu jauh lebih terluka dibanding kisah hidupku atau dunia Moza, tapi kau harus belajar keluar…” Zana.

“Saya harus memaafkan tua bangka begitu maksudnya?” nada kesal.

“Tidak ada ayah sempurna di dunia. Kau hanya perlu mencoba tersenyum di hadapan ayahmu” Zana.

Ucapan cukup tersenyum membuatku ingin tertawa lebar. Zana hanya belum menyadari bagaimana tekanan demi tekanan menghancurkan kehidupan kakakku akibat ulah sang ayah. Siapa pernah menduga, ka’Neva mengalami kisah paling rumit sampai akhirnya melahirkan bayi hasil pemerkosaan. Yah, foto ibu Moza jelas-jelas memperlihatkan wajah kakakku. Apa tua bangka pernah menyadari penderitaan putri kandungnya di luar sana? Zana belum menyadari identitas asli foto dalam memory handphone miliknya.

Ka’Neva terlalu banyak menderita sampai berakhir tragis. Dalam kondisi kejiwaannya pun mendapat perlakuan kejam oleh orang di luar sana sampai melahirkan seorang bayi. Daddy memang sangat kejam menuntut anaknya menjadi apa yang diingini hatinya. Saya tidak pernah melihat raut wajah penyesalan pada orang tua macam dirinya. Pasti si’tua bangka lagi mengerahkan para anak buahnya di segala penjuru bumi.

 

Bagian 17…

 

Nitzana…


Siapa yang menduga ayah sang ceo terkenal tiba-tiba saja kembali membuat keributan. Klinik tempat saya bekerja terdengar seperti perang dunia 3 akibat perbuatan beliau. Sang anak berpura-pura gila sampai berujung perang nuklir antara satu dengan lainnya. “Kau hanya janda beranak satu, jangan berani-berani menggoda anak saya” kalimat penghinaan. Tunggu-tunggu, sejak kapan saya menjadi janda? Lantas kalau janda memang harus diejek seenak jidat? Janda juga manusia bukan barang rongsokan…

“Jangan harap saya mau menyetujui pembedahan matamu” sekali lagi berteriak.

“Berarti dokter Adney sudah berdiri di hadapan anda begitu maksudnya?”

“Saya bukan dokter bodoh bisa masuk perangkap janda kritis sepertimu” ucapan menusuk tuan Frodine.

“Irama seni hidupku masih berputar dan sama sekali tidak terhenti walaupun kaki harus terus berjalan tanpa sebuah penglihatan. Ngerti?” dunia masih terus menyatakan satu kisah buatku, lantas kenapa harus takut? Buta atau cacat secara fisik jauh lebih baik dibanding cacat hati seperti dirinya.

“Kau hanya orang rendahan” tuan Frodine.

“Salah seorang musisi legendaris Jhon Lennon menjalani kisah cukup pahit seperti anak anda. Menjadi pembenci karena karakter sang ayah terlalu menyedihkan bahkan tidak pernah memberi memory terbaik bagi anaknya.” berucap menyamakan jalan hidup antara Farand dan seorang musisi legendaris.

“Memang kau tahu apa tentang hidup Nadav” membalas sinis.

“Jhon Lennon menciptakan sebuah lagu berisi rasa kecewa, kemarahan luar biasa, ribuan pertanyaan terhadap sang ayah. Ciptaan lagunya memang berjudul Mother, tapi semua itu ditujukan pada seorang pria tua tanpa rasa belas kasih sedikitpun. Kehidupannya selalu mengalami goncangan demi goncangan walaupun dikatakan dia memiliki karir cemerlang sama seperti anak anda.”

“Kau hanya psikolog rendahan” tuan Frodine.

“Singkat cerita adalah sang musisi membuat skandal menghina Tuhan, namun jauh dibalik itu diam-diam dia membuat sebuah pernyataan terhadap seorang pendeta. Andaikan saya merasakan kasih sayang ayahku, tentu hidupku tidak akan melakukan hal seperti kemarin, begitulah pernyataannya” terus berkata-kata tanpa henti di hadapannya.

“Musisi legendaris diakhir cerita meninggal karena perbuatannya sendiri. Perselisihan antara dia dan anaknya pun selalu menjadi sorotan public selama hidupnya” masih terus berucap. Sang musisi mempunyai nasib sama seperti anaknya, haus kasih sayang seorang ayah. Minimal, Farand maksudku Nadav tidak sedang membuat sebuah pernyataan menghina Tuhan. Rasa kecewa benar-benar akan menghancurkan jalan hidup para anak di setiap sudut persimpangan. Tidak dapat disangkal terdapat beberapa tokoh-tokoh dunia di luar sana melakukan tindak kejahatan bahkan membunuh nyawa hingga tidak terhitung lagi jumlahnya hanya karena permasalahan hilangnya figure seorang ayah di masa kecil.

“Pergilah! Hidup saya baik-baik saja walaupun bola mataku dinyatakan buta seumur hidup!” pernyataan mengusir.

Tuan Frodine berjalan keluar meninggalkan klinik di akhir cerita. “Kau tidak apa-apakan?” Livia sangat khawatir atas kejadian yang sudah terjadi. Beruntung saja Livia sedang tidak berada di tempat tadi, bisa-bisa makin kacau…

Kekacauan baru kembali terjadi ketika perjalanan pulang ke rumah. Pertemuan tidak terduga terjadi antara saya dan Hagan terulang. Masalah satu belum selesai tetapi harus berhadapan pada masalah lain lagi. Dia belum menyadari keadaan mata saya dalam kondisi buta alias cacat. “Zana, apa susahnya memberi saya kesempatan untuk memperbaiki” Hagan seperti biasa berceloteh seakan semua bisa kembali menjadi baik. Saya tidak membenci dirinya, hanya saja pintu itu tertutup rapat untuk masalah menjalin hubungan.

Belasan tahun bukan penantian singkat. Saya juga merasa tidak pernah berpacaran dengannya kalau di pikir-pikir lagi sih. Menjalani hubungan seperti manusia normal lainnya sama sekali tidak pernah. Mungkin kemarin kata naïf memang lebih berperan, jadi sulit mencerna. “Kau berada dimana waktu saya menangis, difitnah, diejek, dan semua hal buruk terjadi? Lupakan semuanya. Kau dan saya sekalipun tidak pernah kencan seperti orang lain kan? jadi tidak perlu merasa bersalah” berkata-kata di hadapan seorang Hagan.

Dia tetap bertahan dengan cerita membuat keributan di tengah jalan. Tiba-tiba saja seorang pria hadir di tengah kami di luar dugaan bahkan sangat mengejutkan. Bagaimana bisa Farand lepas dari kurungan ayahnya setelah berminggu-minggu? Sama seperti ayahnya berpikir kalau saya ini seorang janda dan Hagan adalah mantan suamiku. Sejak kapan saya menikah dengan pria itu? Lebih kacau lagi mengelabui Hagan dengan berpura-pura berperan sebagai calon suami…

Terdengar lucu memang pertengkaran besar terjadi di tengah jalan bersama gonggongan izzy hingga membuat Hagan lari ketakutan. Aneh juga, si’gadis kecil muncul tiba-tiba untuk membantu mommynya. Kami meninggalkan ibu kota demi menghindari kejaran tuan Frodine karena ulah anaknya sendiri kabur dari rumah. Entah sejak kapan Farand menjadi pengekor setia bahkan menganggap Hagan sebagai mantan suami. Sejak kapan saya menjanda?

Mau tidak mau saya harus bercerita panjang lebar kehidupan Moza terhadap Farand. Menyuruh dia membuka galery android milikku untuk melihat wajah ibu gadis kecil sebenarnya dibanding berpikir aneh tentangku. Mengajak dia berdamai terhadap sang ayah memang cukup sulit. “Makanan datang” Rae mengagetkan kami semua dengan teriakannya.

“Aunty, kenapa lama sekali? Moza lapar” gadis kecil terbangun dari tidur…

“Izzy, ice cream buatmu biar tidak galau” Rae seperti menggoda izzy. Kami berempat berada di satu perkampungan kecil jauh dari ibu kota tanpa rencana sama sekali. Farand maksudku Nadav butuh waktu menghadapi masalahnya sendiri. Perkampungan kecil di sini mengingatkan kembali kisah kehidupan seorang wanita…

Flashback…

“Boneka boneka boneka…” telunjuk seorang wanita menunjuk sesuatu bahkan bertingkah seperti anak kecil.

“Dasar wanita gila, pergi!” salah satu pemilik toko sekitar jalan di depanku sangat geram sampai menyeretnya seolah dia bukan manusia. Saya hanya ingin berlari menjauh meninggalkan kota untuk melupakan segala hal kacau dalam hidup. Rasa kecewa terhadap Tuhan membuat jalan saya sendiri seperti hilang arah. Sepertinya sang pencipta sengaja mempertemukan saya dengan wanita tersebut. Jalan hidupku masih jauh lebih baik dibanding dirinya yang selalu berkeliling dengan pakaian kotor tanpa sadar.

“Boneka pokoknya boneka” dia selalu berteriak. Perutnya pun terlihat membesar tetapi tidak menyadari sesuatu di dalam rahimnya. Apa yang istimewa dari boneka bear besar di sana? Tidak seorangpun pernah peduli tentang dirinya atau sekedar menaruh setitik rasa iba. Semua memberi kata-kata hinaan terhadapnya. Terkadang membuat keributan di jalan, berteriak, makan dari sisa makanan di sekitar bak sampah, tidur tanpa alas tikar menjadi rutinitasnya setiap hari. Mencoba mengajak dia berbicara dengan tangan gemetar serta memberi dekapan hangat hanya untuk menenangkan dirinya.

“Buatmu” tersenyum memberinya sebuah boneka bear besar.

“Boneka boneka boneka daddy…” tertawa menarik spontan boneka di tanganku. Tinggal bersama dengannya selama beberapa saat di perkampungan kecil. Membersihkan tubuhnya, memandikan, memotong rambut panjangnya, tidur bersama itulah yang kulakukan. Kenyataan lain adalah dia sangat cantik. Memberi dia nama Gadis memang terdengar menyenangkan buatku. Beberapa orang mengambil kesempatan memperkosa Gadis sampai hamil dalam keadaan kondisi seperti ini. Manusia zaman sekarang benar-benar kejam.

Tiba-tiba saja Gadis mengalami kontraksi hebat sebelum waktunya sampai dilarikan ke rumah sakit dan harus berakhir dengan rujukan untuk mendapat perawatan lebih baik di ibu kota. “Boneka boneka boneka daddy…” hanya kata-kata seperti ini yang terus melekat memenuhi perbendaharaan ucapannya. Gadis menghembuskan nafasnya setelah melahirkan karena pendarahan hebat terus-menerus.

“Dokter, selamatkan dia” menangis histeris memohon terhadap seseorang yang sedang mengenakan pakaian putih…

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin,” kata-kata sang dokter berusaha membantu saya berdiri. Tubuh seorang bayi mungil harus menjalani berbagai penanganan medis. Apakah gadis kecil akan terbangun? Berada dalam ruang incubator dipenuhi segala jenis selang dengan mata harus terbungkus oleh lapisan kain putih. Bayi mungil memiliki berat bobot jauh dibawah standar normal karena belum cukup bulan. Berat badannya hanya 1.600 gram, sementara berat bayi lahir normal sekitar 2.500- 4.000 gram.

“Kau harus hidup,?” berkata-kata menatap ke arah tubuh mungil sang bayi.

Jari mungilnya memegang penuh jari telunjuk kiriku penuh kehangatan. “Kau seperti air mancur terlihat indah, menyejukkan hati, terus mengalir dalam ruang hidup…” tersenyum melihat ke arah tubuh mungil dalam sebuah ruang incubator.

“Moza menjadi nama dengan kesan paling menarik di tiap gendang pendengaran semua orang” berucap kembali…

Flashback…

“Moza mau tidur ma mommy” gadis kecil membangunkan saya dari ingatan masa lalu.

“Gawat gawat…” suara seorang pria berteriak cukup parah dari luar. Ternyata Nevil mengejar kami sampai ke kampung setelah mendapat informasi dari Rae. Tuan Frodine mengamuk besar karena kepergian Farand hingga menyebar seluruh anak buahnya ke setiap sudut jalan kota-kota untuk mencari informasi.

“Paman sengaja membawa semua penghuni di rumah tempat perkumpulan orang-orang gila” Nevil sangat ketakutan.

“Gadi, Loan, Nata, Livia, ibu Malia, dan semua penghuni rumah di bawah begitu maksudnya?” menarik kerah baju Nevil.

“Sebenarnya kau bisa melihat atau memang buta?” Nevil.

“Pasti karena ulahmu lagi kan” Farand menyalahkan Nevil.

“Jelas-jelas ulahmu, kenapa saya di kambing hitamkan?” Nevil. Saling menyalahkan tidak akan menyelesaikan masalah, jadi sebisa mungkin menghentikan pertengkaran kecil mereka berdua. Berusaha berpikir untuk mencari jalan keluar masalah ini…

“Saya penyebab semua” rasa bersalah sekaligus penyesalan terdengar melalui ucapan Farand. Kesimpulannya yaitu dia ingin membawa mereka semua kembali tanpa luka lecet sedikitpun. Kepergian Farand menjadi penyebab kegeraman tuan Frodine di luar kendali. Sangat marah membuat sang dokter tidak dapat berpikir jernih.

Farand akan kembali ke kota lebih tepatnya berada di sebuah istana yang merupakan neraka buatnya tanpa memori manis bersama seorang ayah. “Saya harus ikut denganmu” mencoba meraba dinding untuk menemukan jalan pintu. Berusaha menghentikan keinginanku tapi tidak berhasil dan saya tetap bertahan ingin berdiri di hadapan seorang pria tua kejam.

“Saya juga ikut” Rae tidak mau kalah. Akhir cerita, kami semua kembali ke kota memakai kendaraan pribadi milik Nevil cukup besar untuk menampung beberapa orang. Pertengkaran hebat antara seorang ayah bersama anaknya biasa terjadi bahkan bisa saja nyawa salah satu diantaranya melayang begitu saja. Masing-masing mempertahankan ego dan menganggap diri benar.

Perasaan berkecamuk berpikir tentang sesuatu depan mata memenuhi sepanjang perjalanan. Menyandra Livia juga yang lainnya hanya demi menyatakan satu keegoisan sang ayah di hadapan anaknya. Saya tidak pernah mengerti maksud Farand membawa Moza bersama izzy untuk satu pertemuan…

“Kau tidak berpikir keselamatan anak saya bagaimana?” geram akan kelakuan Farand.

“Saya akan bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu” Farand.

“Nadav pasti punya alasan melakukan ini, jadi ka’Zana…” Rae seperti memohon juga.

Apa hubungan Moza dengan semua masalah ini? Penyebab kegeraman tuan Frodine berasal dari dirinya, lantas kenapa gadis kecil harus menganggung? Seperti ada sesuatu yang disembunyikan olehnya, tetapi apa? Saya merasa di tiap sudut berdiri beberapa anak buah dengan badan super tegak bak sosok atlet. Pria tua itu sebenarnya seorang dokter atau ketua mafia kelas kakap?

“Akhirnya kau datang juga” ucapan tuan Frodine.

“Lepaskan mereka” Farand.

“Ternyata psikolog buta bertarung nyawa juga berjalan ke rumah monster” tuan Frodine.

“Mereka tidak salah apa-apa, jadi lepaskan” Farand.

“Dengan syarat kau harus meminta maaf atas semua kelakuan bejatmu dan bersujud di depanku sekarang” tuan Frodine.

“Bajingan” Farand sangat benci melakukan hal semacam ini dan jangan pernah harap…

“Silahkan pilih, nyawa mereka di tanganmu sekarang” tuan Frodine.

“Kupikir kakek berhati lembut ternyata pikiran Moza salah” gadis kecil dalam gendonganku tiba-tiba berkata-kata…

“Paman itu kan dokter bukan orang jahat lantas kenapa bisa sebengis ini?” Rae.

“Sebaiknya paman hadapi dengan kepala dingin” Nevil.

“Semua ini karena permainan Nadav sendiri sampai menyimpan ambisi untuk mempermalukan orang tuanya sendiri, kesalahanku ada dimana? Tuan Frodine.

“Sejak dulu kau selalu menjadi Monster” Farand.

“Saya bisa lebih jahat dari yang kau pikirkan” tuan Frodine.

“Kenapa kau selalu jadi ayah paling jahat? Pernah tidak sedikit saja berpikir ingin menjadi sahabat buat anakmu. Kakakku tertekan, gila, menghilang karena ulah monster tua sepertimu. Mommy mendadak serangan jantung sampai meninggal juga ulahmu dan sekarang kau mau lampiaskan kata iblis dalam dirimu terhadap mereka…” Farand berteriak sangat hebat.

“Kau pikir saya akan berubah” tuan Frodine menarik Moza dari gendonganku bahkan digunakan sebagai alat untuk menyerang Farand anak kandungnya sendiri.

“Paman jangan bertindak bodoh” Nevil sangat ketakutan.

“Kau ingin membunuh darah dagingmu sendiri? Silahkan!” Farand.

“Apa maksudmu?” terkejut mendengar pernyataan Farand.

“Ka’Neva menderita depresi sampai tertekan karena ulah monster sepertimu. Hidup di jalan tanpa rumah, menderita, diperkosa, dan melahirkan seorang anak. Kau puas menghancurkan kehidupan satu-satunya anak perempuanmu sendiri? Kakakku selalu menganggap daddynya malaikat, tapi kenyataan apa yang kau perbuat terhadapnya?” Farand.

“Dan sekarang kau juga ingin melenyapkan satu-satunya peninggalan kakakku” saya hampir tidak percaya atas apa yang baru saja kudengar. Farand ingin berkata kalau Moza adalah cucu kandung tuan Frodine. Jadi, Gadis mengalami tekanan karena perbuatan ayahnya sendiri. Ternyata Moza masih mempunyai keluarga…

“Izzy anjing pemberian kakek pasti sedih kalau Moza mati” Moza.

“Kau ngompol” teriak tuan Frodine segera menurunkan Moza dari gendongannya.

“Kalau Moza gemetar pasti pipis celana” dalam situasi kacau gadis kecil masih bisa bersikap seperti ini. Tidak dapat dipercaya…

“Serang orang tua gila” seseorang tiba-tiba saja berteriak.

“Nata…” mereka berhasil lepas dengan sendirinya hingga berada di tengah-tengah kami semua. Lebih kacau lagi adalah Nata berperan sebagai pemimpin penyerang. Terdengar suara histeris Livia memukul seseorang memakai panci dapur.

“Dari mana kakak dapatkan panci-panci ini?” pertanyaan Rae.

“Kami berhasil lepas terus jalan lewat dapur, hasilnya yah seperti ini” Livia.

“Serang bangka gila” Gadi membunyikan keras beberapa wajan penggorengan.

“Tua bangka gila” Nevil.

“Berani-beraninya kau…” rasa geram tuan Frodine terhadap keponakannya.

“Paman kan orang jahat” Nevil.

Kenapa jadi pertarungan memakai peralatan memasak seperti ini sih? Sana sini terjadi keributan bersama suara-suara histeris. “Hancurkan saja monster di sana!” seakan Farand tidak lagi memperdulikan ayahnya sendiri. Perlawanan berat antara anak buah tuan Frodine dan mereka terdengar kacau… Terdengar lucu, pertempuran dimenangkan oleh tim mereka walaupun hanya bermodalkan alat-alat dapur.

“Izzy gigit tua bangka gila” Nata berteriak…

“Monster gila” Farand seperti tidak mau kalah.

“Tua gila” Gadi lebih berteriak.

“guk guk guk guk…” sepertinya izzy sudah siap mengambil ancang-ancang.

“Ayo izzy,kelebihanmu itu jangan cuma makan ice cream doang” Livia.

“Izzy berhenti!” Moza berusaha menghalangi izzy yang entah setengah perjalanan berlari ke arah tuan Frodine.

“Moza kenapa menghalangi izzy? Dia kan tua bangka gila” cetus Nevil.

“Siapa yang operasi mami kalau kakek rabies? Moza ingin mami melihat lagi” Moza. Suasana berubah menjadi hening setelah terdengar ricuh beberapa waktu. Ucapan polos seorang gadis kecil meluluhkan hati semua orang di sekitarnya. Akhirnya, kami semua bisa kembali ke rumah dengan selamat. Membiarkan Farand tetap berada di rumah itu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Memberi ruang dan membuatnya menyadari banyak hal yang terlewatkan oleh mereka.

Keretakan hubungan ayah dan anak memang sering terjadi karena keegoisan masing-masing pihak. “Pantas saja suara hatiku mengatakan kalau wajah Farand seperti tidak asing lagi” pernyataan Livia setelah kami berada di rumah kembali.

“Lantas kalau sudah tahu mau apa?”

“Tidak disangka seorang ceo terkenal bisa melakukan drama konyol seperti itu untuk menghindari perjodohan sekaligus mempermalukan orang tua sendiri” Livia.

“Kenapa terlalu gila urusan?” membuatnya sangat kesal dan berjalan sendiri ke kamar.

 

 

Bagian 18…

 

Nadav Frodine…

Rumah bak istana kembali sunyi senyap setelah mereka semua pergi. Berdiam dalam kamar seorang diri membayangkan bagaimana senyuman ka’Neva terlintas kuat dalam ingatanku. Tidak pernah menyangka Moza si’gadis ceriah ternyata keponakan kecilku. “Nadav, belum tidur?” ibu Hana tiba-tiba saja berdiri di depanku.

“Sejak kapan…?” terkejut.

“Moza benar-benar mirip mamanya” ibu Hana tersenyum pertama kalinya.

“Selama ini kau tidak pernah tersenyum terhadapku…”

“Keadaan membuat saya seperti itu” ibu Hana.

“Keadaan?”

“Lupakan” ibu Hana.

“The flower that blooms in adversity is the rare and beautiful of all, kenapa kau tidak pernah bisa mencoba menjadi seperti bunga itu?” ibu Hana.

“Ibu Hana mengutip dari mana?”

“Serial film Wulan Disney. Btw, ada yang salah?” ibu Hana.

“Entahlah…” jawaban terkacau.

“Cara daddymu memang salah menyatakan berbagai objek bagi hidup kalian anak-anaknya, tetapi cobalah belajar bertindak bijak dan menjadi langka seperti bunga tadi. Tidak ada salahnya untuk mencoba dari pada tidak sama sekali” ibu Hana.

Perselisihan antara dunia seorang ayah dan anaknya memang sering terjadi di kalangan masyarakat bahkan bukan saya satu-satunya bernasib seperti ini, hanya saja kata terlalu menyakitkan sulit membuatku berpikir jernih. Kematian mommy, penderitaan kakak, dan cara daddy mengaplikasikan hal-hal mengerikan menghancurkan memoryku untuk memahami kehidupan sebenarnya.

Tanpa sengaja tubuhku bertabrakan dengan daddy di dapur dalam gelap. Sepertinya monster itu sudah lama bersandar pada sebuah kursi di sana. Untuk beberapa saat kami berdua diam tidak berbicara satu sama lain ataupun bertengkar seperti biasa. “Tanganmu terluka” daddy memulai bahan pembicaraan. Mengambil kotak obat pada sebuah lemari kemudian membersihkan luka tanganku.

“Pertama kalinya…” tertawa sinis.

“Bisa dikatakan daddy memang kejam, iblis, monster, selalu membuat penderitaan, tidak pernah bisa menjadi sahabat terbaik, ataupun menciptakan sebuah memory indah bersama keluarga…maaf untuk semua itu” daddy berucap…

“Kenapa baru berkata sekarang?”

“Keegoisan, kesombongan, keserakahan, ingin membentuk anak menjadi paling sempurna sampai membuat satu tindakan menekan berakhir dengan menyatakan sebuah cerita tragis dalam keluarga. Terus terang, daddy ingin memperlihatkan terhadap dunia tentang cerita terbaik tetapi cara yang ditempuh memang salah bahkan sangat salah…” daddy berbicara dengan wajah menunduk dan tidak berani menatap ke arahku.

“Andaikan waktu dapat diputar kembali. Jauh di dasar hati daddy benar-benar merindukan kakak Neva, rasa-rasanya kepala mau pecah setiap memory tentangnya muncul seketika, tapi semua sudah terlambat memang” sekali lagi daddy membuat pernyataan penyesalan.

“Kakak mengalami kontraksi hebat sebelum waktunya sampai harus melahirkan Moza dengan usia kehamilan belum cukup bulan. Siapa yang pernah menyangka ka’Neva mempunyai anak cantik, pintar, ceria seperti Moza.” Membayangkan bagaimana gadis kecil penuh semangat mengungkapkan sesuatu di depannya dengan begitu lugu…

“Daddy memang manusia kejam, jadi wajar kau menjadi pembenci. Tidak masalah kalaupun kata maaf mungkin atau memang sangat sulit dapat terukir pada loh hatimu” daddy.

“Memang sangat sulit” berkata-kata jujur di hadapannya.

“Satu permintaan daddy, jangan menghalangi daddy menciptakan sebuah memory manis untuk Moza setidaknya Tuhan masih memberi kesempatan memperbaiki luka hati bahkan sesuatu yang sudah terlalu rusak” daddy.

Saya tidak pernah melihat daddy berucap penyesalan atau membuat pernyataan seperti ini sebelumnya. Bisakah saya memberi kata maaf begitu saja terhadapnya setelah semua hal yang terjadi? Zana sendiri membiarkan daddy berdiri di hadapan Moza tanpa rasa marah sedikit pun. Mungkin karena dia seorang psikolog, jadi memahami satu subjek terbaik yang harus dilakukan. Saya bukan Zana dengan mudah memberi sebuah pintu bagi pria tua untuk memperbaiki sesuatu yang dikatakan rusak sejak lama.

Menatap dari kejauhan bagaimana daddy belajar membuat Moza tersenyum lebar dan terus berada di sampingnya. “Maaf membuat Moza sakit” entah apa maksud daddy berucap seperti ini terhadap gadis kecil.

“Moza tidak akan menyuruh izzy menggigit kakek. Biarpun kakek dulu jahat tapi sekarang sudah tidak lagi” Moza hanya belum memahami pernyataan orang dewasa…

“Guk guk guk…” ekor izzy sedang menari di tengah mereka. Membiarkan pria tua menikmati satu senyuman manis gadis kecil. Manusia monster bisa tertawa seperti itu? Wajah beringas, kejam, arrogant, banyak menuntut hilang terbawah angin. Sulit dipercaya lingkaran gelap berubah total hanya karena setetes air jernih.

Butuh waktu panjang membuang setiap rasa sakit keluar dari tubuh. Diam terpaku membiarkan daddy menciptakan satu memory manis pada hidup seorang gadis kecil. Matahari pagi memancar serta memberi kehangatan terlebih ketika seorang ayah tertawa lepas mendekap sang anak di bawah pancaran sinarnya. Kisah semacam itu hanya ada dalam khayalan semata, namun tidak pernah terjadi bagi jalan hidupku sendiri.

Duduk termenung di sepanjang halte seorang diri dan berpikir. “Minimal kau harus mencoba tersenyum di hadapan ayahmu” Zana tiba-tiba muncul di sampingku. Dia berjalan tanpa sebuah tongkat bahkan beraktifitas layaknya manusia normal.

“Saya menyukaimu” hal terbodoh menyatakan perasaan dengan suasana seperti ini.


Nitzana…


Terkejut, ingin marah, terdiam, seperti lelucon dimana pria tua sombong berkunjung ke rumah. Saya tidak akan pernah memberikan Moza. Tuan Frodine bisa melakukan apa saja yang dia mau, tetapi mengambil gadis kecil bukan permainan. “Mau apa lagi datang kemari?” Livia seolah siap menyerang.

“Biarkan dia masuk!” entah mengapa ucapan seperti ini keluar begitu saja.

“Izzy” suara Moza mengejar anjing kecilnya.

“Saya hanya ingin melihat senyum anak itu, tapi tidak bermaksud mengambilnya darimu” tuan Frodine dapat membaca pikiranku.

“Izzy gigit si’tua…” Nata berteriak keras di tengah kami.

“Guk guk guk guk” izzy siap mengikuti perintah.

“Izzy berhenti!” Moza.

“Mami harus lihat wajah Moza, kalau kakek tua mati gimana cerita dong?” cetus Moza.

“Livia bawah masuk Nata ke kamarnya!” nada memerintah.

Dengan rasa kesal Livia membawah masuk Nata dan membiarkan kami berada di ruang tamu untuk menghabiskan waktu bersama. “Moza harus menemani kakek untuk beberapa waktu kalau ingin melihat mami sembuh” hal terbodoh yang pernah kulakukan.

Mendengar diam-diam percakapan mereka di sela-sela sudut tidak jauh dari tempat tersebut terkesan mengintai. “Kenapa mami pergi?” Moza kecil bertanya setelah saya berhasil meninggalkan mereka. Kenyataan terbodoh memberi celah pria tua itu merebut gadis kecil dariku.

“Untuk memberi kesempatan kakek meminta maaf pada gadis manis di depanku” tanpa basa basi menjawab pertanyaan gadis kecil.

“Kapan mami melihat lagi?” Moza.

“Tergantung” tuan Frodine.

“Ucapan kakek kenapa jadi aneh yah?” Moza.

“Moza harus mau menemani kakek bermain kalau ingin mami bisa melihat lagi ” tuan Frodine.

“Artinya kakek tidak lagi nolak operasi mata mami? Gitu maksudnya?” Moza.

“Tergantung juga” tuan Frodine. Dunia antara seorang kakek dan cucu kini berbeda dari siapapun. Membiarkan pria tua itu mengantar dan menjemput Moza ke sekolah, menghabiskan waktu sekitar arena perminan anak, berkeliling taman, dan melakukan banyak kegiatan lain. Gadis kecil tidak pernah bertanya atau ingin menyimpan satu kata dendam terhadapnya.

Tetap menatap dengan wajah senyum ketika sang kakek tua berdiri di hadapannya. Saya bisa saja kehilangan Moza sewaktu-waktu, tetapi menciptakan jurang pemisah bersama keluarga sebenarnya juga merupakan kesalahan terbesar. Siapa pernah menduga boneka bear menyimpan satu memory terbaik dalam diri antara seorang pria tua dan anak perempuannya. “Maaf membuatmu hidup menderita seperti ini” ucapan tuan Frodine tanpa sengaja terdengar olehku ketika bermain sekitar pekarangan rumah.

“Moza tidak merasa menderita” gadis kecil berkata-kata…

“Iya juga sih Moza menderita sejak mami buta karena ulah gadis kecilnya…” dia terus merasa bersalah karena peristiwa kecelakaan kemarin.

Gadis kecil tidak pernah menyadari maksud ucapan sang kakek. Moza lahir ke dunia karena perbuatan bejat sekelompok orang di luar sana seperti itulah kenyataan hidup yang sedang terjadi. “Moza sudah waktunya mandi” hadir di tengah mereka begitu saja…

Si’kecil berjalan masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberutnya tanpa nada bicara satu katapun. “Terima kasih membiarkan saya menciptakan satu memori manis buatnya walaupun dikatakan tidak akan membuat Neva hidup kembali atau memperbaiki keadaan paling rusak” pria tua berucap setelah kepergian Moza.

“Saya tidak akan merebutnya darimu atau bersikap egois untuk mempertahankan satu  prinsip sombong seperti kemarin” ucapannya sekali lagi.

“Apa anda tidak pernah berpikir sama sekali untuk menciptakan memori manis terhadap Farand maksudku Nadav sama seperti yang kau lakukan terhadap Moza?” melemparkan sebuah pertanyaan.

“Entahlah. Jauh di dasar hati Nadav benar-benar terluka dan tidak mudah menjadi dokter untuk membedah setiap luka yang kenyataan memang sudah benar-benar berada pada satu stadium cukup parah dibanding penyakit lainnya” tuan Frodine.

“Setidaknya mencoba untuk menjadi dokter bedah terbaik buatnya dari pada tidak sama sekali” berkata-kata sedikit sinis.

“Saya takut menjadi ayah paling gagal buatnya untuk kesekian kalinya. Rasanya mustahil menjadi dokter bedah bagi seorang anak karena kesalahan sendiri” tuan Frodine.

“Terserah” jawaban cukup kacau.

“Saya sudah mengatur jadwal operasi buatmu. Jadi, kau harus mempersiapkan diri beberapa hari lagi” berkata-kata seketika kemudian berjalan pulang tanpa memberi kesempatan membalas ucapannya. Membuat keputusan sendiri bersama jadwal operasi terdengar…

Saya bisa melihat lagi bagaikan mimpi tetapi akan segera nyata. Kalimat memohon terhadap pria tua itu sama sekali tidak pernah kulakukan sejak awal sampai detik sekarang. Hidupku masih dapat berjalan walaupun dinyatakan buta selamanya. Entah perasaan bersalah atau ingin balas budi menjadi penyebab tuan Frodine bersedia menjadi dokter khusus menangani masalah kedua bola mataku.

“Mami, kenapa uncle Farand duduk di sana seorang diri?” kalimat Moza saat kami berdua sedang menikmati udara sejuk. Menyuruh gadis kecil berjalan pulang bersama Loan, sedang saya sendiri berjalan menuju sebuah halte.

Sepertinya dia duduk termenung di sepanjang halte seorang diri dan berpikir. “Minimal kau harus mencoba tersenyum di hadapan ayahmu” berkata-kata hingga membuatnya terkejut dan menyadari keberadaanku.

“Saya menyukaimu” balasan ucapan terkacau bahkan terdengar aneh.

“Kau tidak perlu membalas, setidaknya menyadari perasaanku” berucap kembali.

Apa yang salah dengan pernyataannya? Mengungkapkan dua kalimat dan membiarkan saya seorang diri duduk termenung. Dia berjalan pergi tanpa berkata-kata lagi. Lelucon bodoh sedang bermuara di sini. Haruskah saya tertawa mendengar nada kalimat darinya? Berpikir berulang kali pun tetap terdengar sebagai bahan lelucon belaka…

“Seperti ada yang mengganggu pikiranmu sekarang” pertanyaan tuan Frodine ketika sedang memeriksa kondisi kedua mataku. Sampai detik sekarang saya tidak pernah memanggil pria tua tersebut sebagai dokter. Siapa pernah menduga tuan Frodine menawarkan diri sendiri untuk proses bedah kedua mataku.

“Dokter Frodine bisa bicara sebentar?” sepertinya saya mengenal suara seorang wanita yang tiba-tiba saja membuka pintu…

“Dokter Fa” tuan Frodine.

“Fadia” tepat dugaanku.

“Bisa dokter jelaskan! kenapa Nadav tegah berbuat hal sekeji itu terhadap saya?” Fadia seperti meminta satu penjelasan. Jangan-jangan pria yang dimaksud olehnya adalah Farand bekas calon tunangan sekaligus cinta pertamanya. Apa Farand memang sudah benar-benar gila tidak pernah menginginkan wanita semacam Fadia?

“Kenapa dia tegah membuat skenario seperti ini bahkan membohongi publik hanya demi menghindari pertunangan?” Fadia.

“Dia belum menyadari keberadaanku” suara hati berbisik sendiri. Beberapa hari lalu saya mendengar satu pernyataan perasaan Farand, tetapi sekarang terdengar lucu bagaimana hancurnya hati seorang Fadia karenanya.

“Kau berada dimana waktu anak saya harus mendapat perawatan di rumah sakit? Yang saya tahu kalau kau menghilang ditelan bumi, minimal Tuhan membuka mata seorang ayah sepertiku bagaimana tanganku hampir saja melakukan satu kesalahan terbesar dalam hal pendamping hidup…” tuan Frodine.

“Fa juga dipaksa menjauh dari Nadav. Sampai detik sekarang saya masih belum bisa melupakan Nadav, apa salah kalau saya ingin memperbaiki semuanya?” Fadia.

“Nadav tidak pernah mencintai wanita sepertimu. Kau wanita sempurna, jadi jangan berusaha membuat masalah baru atau menjadi pengemis cinta di hadapan seorang pria” tuan Frodine. Kenapa juga saya harus mendengar dialog percakapan seperti ini?

“Beri Fa kesempatan sekali saja” Fadia sujud memohon…

“Saya tidak pernah menyukaimu, kenapa kau harus menjadi pengemis?” siapa pernah menduga Farand maksudku Nadav tiba-tiba saja hadir di tengah percakapan tersebut. Lebih mengejutkan lagi, dia berdiri di sampingku seketika.

“Zana” Fadia hampir tidak percaya akan pemandangan di hadapannya sekarang. Temanku sama sekali belum menyadari tentang permasalahan kedua bola mataku. Terkadang Fadia tertipu ketika saya sedang berjalan bahkan melakukan beberapa hal di tempat Gym.

“Maaf tidak sengaja mendengar percakapan kalian”…

“Kenapa kau berada disini?” Fadia.

“Kedua mata saya buta. Besok jadwal operasi untuk mengembalikan mata saya ke kondisi normal, jadi yah seperti itulah…” menjawab pertanyaan Fadia.

“Sejak kapan?” Fadia.

“Cukup lama…”

“Jadi kau wanita yang dimaksud Nevil terus berada di samping Nadav?” Fadia.

“Saya tidak menyadari skenario Farand maksudku Nadav. Saya pun baru mengetahui cinta pertamamu ternyata dirinya”…

“Saya menyukai dia, jadi pergilah!” kalimat terbodoh seorang Farand mengusir Fadia wanita sempurna di mata para pria.

“Selesaikan masalah kalian karena harusnya saya yang meninggalkan ruangan di sini” mencoba melangkah keluar. Seseorang menahan tubuhku seketika…

“Kenapa kau tidak pernah bisa menatapku sedikit saja?” Fadia menangis keras.

“Karena kau bukan tipeku. Saya rasa penjelasanku cukup jelas” Farand.

“Kenapa harus kau? Saya selalu menganggapmu sebagai teman sekaligus mengagumi semua yang ada dalam dirimu, tapi kenapa harus kau?” Fadia melemparkan sebuah pertanyaan terhadapku sebelum keluar meninggalkan ruangan. Pertanyaan bodoh bahkan sangat bodoh. Saya tidak pernah menyuruh dia menyukaiku.

Perselisihan antara ayah dan anak, keluarga gadis kecil muncul, sahabatku ternyata mencintai pria yang tidak pernah memberinya harapan, hal lebih gila lagi pria tersebut membuat pernyataan cinta tiba-tiba di hadapanku tanpa berpikir panjang. Rasa-rasanya saya ingin tertawa lebar seperti orang bodoh…

Farand hanya diam tak bersuara ketika Fadia berlalu meninggalkan kami bertiga. Suasana tetap seperti biasa tetap terdapat benteng antara dirinya dan tuan Frodine. “Cukup kau menyadari perasaanku, tidak perlu membalas…” ucapan Farand terhenti seketika. Hal yang terjadi selanjutnya adalah dia berjalan keluar dari ruangan. Sulit dimengerti memang…

Merenung tentang beberapa deretan peristiwa membuatku ingin menertawakan diri sendiri sekali lagi. “Kau siap?” pertanyaan tuan Frodine terhadapku.

“Mami harus semangat” Moza memberi kalimat penyemangat. Yah seperti inilah saya sekarang sedang mempersiapkan diri untuk proses bedah. Sejak peristiwa kemarin, saya belum mendengar bunyi suara Farand. Ayah dan anak tetap saja saling diam bahkan terlalu mustahil untuk tegur sapa satu sama lain.

“Kakak Zana pasti bisa melihat lagi” Loan.

“Izzy bisa jadikan mami obat nyamuk kalau sudah punya pasangan” Moza.

“Melihat lagi” Nata berteriak keras tidak perduli akan menjadi perhatian semua orang.

“Mungkin saya sulit membuka pintu maaf buatmu, tapi lakukan yang terbaik buat mami Moza” terdengar lucu pernyataan seorang anak terhadap ayahnya sendiri.

“Tentu saja” tuan maksudku dokter Frodine. Berada dalam sebuah ruang untuk menjalani proses bedah sesuai jadwal. Saya tidak akan lagi berjalan dalam gelap atau hidup ketakutan tanpa siapapun menyadari semua itu. Pertama kalinya hidup menyadari tentang makna cahaya ketika berdiri pada satu persimpangan. Seakan Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi hanya demi menyatakan satu makna objek terhadap jalanku.

“Buka matamu perlahan-lahan!” kalimat perintah dokter Frodine setelah sekian waktu menunggu. Perban putih sekitar mataku akhirnya terlepas juga. Mulai mencoba membuka perlahan demi perlahan. Seperti terdapat beberapa bayangan orang-orang di sekitar…

“Zana jangan menakuti kami semua” Livia terlihat sangat khawatir.

“Ka’Zana” raut wajah Loan benar-benar takut menghadapi kenyataan andaikan operasi kedua mataku gagal.

“Jangan membuat Moza juga izzy ketakutan” gadis kecil menunduk.

“Dokter Frodine, terima kasih buat semuanya” tersenyum manis membuat mereka semua histeris bahagia…

“Wow, pertama kalinya kau memanggil saya dengan sebutan seperti itu” dokter Frodine.

“Ka’Zana bisa melihat lagi harus dirayakan” Rae.

“Akhirnya kau bisa melihat lagi” Farand maksudku Nadav terlihat sangat tampan dengan setelan jas dengan jenis potongan model rambut pendek. Siapa yang pernah menyangka dia memiliki sisi charisma tersendiri membuatnya berbeda dengan orang lain. Wajar saja Fadia menangis histeris karena ditolak olehnya.

“Saya ucapkan selamat buatmu” suara seseorang yang tiba-tiba berjalan masuk di tengah kami.

“Dokter Fa” dokter Frodine.

“Walaupun saya masih bertanya kenapa, tapi sekarang ini saya juga lagi belajar menerima melupakan sekaligus menerima kenyataan” dokter Fadia.

“Dokter Fa” Farand.

“Saya memang salah seperti ucapan daddymu” Fadia tersenyum kecut, kemudian berjalan keluar meninggalkan kami semua. Rutinitasku kembali pada kehidupan normal setelah menjalani masa pemulihan selama beberapa hari belakangan. Bergelut di dunia psikolog serta berhadapan dengan situasi-situasi tertentu.

Dokter Frodine membiarkan Moza tetap berada di sampingku merupakan sebuah hadiah terbaik dari Tuhan. “Mulai sekarang Moza mau panggil kakek dengan sebutan grandpa saja” gadis kecil seperti biasa bermain bersama kakeknya sekitar pekarangan rumah.

“Lah kenapa di ganti?” dokter Frodine.

“Lebih gaul” dari mana sang bocah mendengar istilah seperti itu?

“Grandpa, doa Moza sekarang sudah bertambah” Moza memeluk boneka bear raksasa pemberian dokter Frodine.

“Memang Moza doa apa saja?” dokter Frodine.

“Mami terus di samping Moza, izzy bisa perbaiki keturunan kalau besar nanti, grandpa umurnya panjang biar bisa jadi obat nyamuk izzy kalau lagi kencan” kalimat Moza memecah ledakan tawa dokter Frodine seketika. Tingkah lucu gadis kecil menjadikan orang di sekitarnya bisa saja tertawa terus-menerus tanpa henti. Memangnya umur anjing dikatakan dewasa berapa sih?

“Izzy sepertinya lagi galau” sosok Nadav Frodine mencul di tengah mereka, sementara Nata dan yang lainnya sibuk berebut ice cream.

“Uncle Farand kapan datang?” sampai detik sekarang Moza hanya mengenal nama Farand bukan Nadav Frodine.

“Baru saja” Nadav.

“Ngomong-ngomong siapa bilang izzy galau?” Moza.

“Lantas kenapa izzy duduk termenung galau di bawah pohon tetangga sebelah?” Nadav.

Hal selanjutnya adalah gadis kecil berlari pelan dan mengendap-ngendap masuk ke halaman rumah tetangga sebelah. Menatap dari jendela rumah bagaimana pertemuan pertama kali antara ayah dan anak semenjak meninggalkan rumah sakit. Batang hidung Nadav tidak terlihat lagi sebulan belakangan…

“Apa kau tidak tertarik menciptakan satu memory manis terhadap anakmu satu-satunya seperti yang kau lakukan terhadap cucumu Moza?” Raut wajah tatapan Nadav menyatakan sesuatu.

“Beri saya sebuah memory berharga, sulit dilupakan, berkesan, manis walaupun dikatakan butuh waktu panjang membuka pintu maaf bagi ayah sepertimu” membuat pernyataan mengejutkan sekali lagi.

“Apa bisa dimulai dengan dekapan daddy?” kalimat Nadav kembali.

“Tentu” dokter Fodine mendekap kuat anaknya. Sejauh ilmu psikolog yang saya pelajari bahwa dekapan seorang ayah dapat membalut luka sang anak perlahan demi perlahan. Tidak butuh susunan kalimat manis, cukup mendekap hangat seolah menjadi kekuatan terbaik.

Menyaksikan satu pemandangan manis dibalik jendela terdengar berkesan juga. Menghilang sebulan tanpa kabar kemudian berakhir dengan pertemuan sekaligus kalimat seperti sekarang. “Kenapa kau tidak mengambil kesempatan saja dengan uangnya” Livia berbisik di sekitar gendang pendengaranku.

“Sejak kapan berdiri di belakangku? Maksudmu apa?” menatap tajam.

“Kau memang lugu atau berpura-pura tidak mengerti ucapan matrealistis? Apa lagi cakep gitu” Livia.

“Peluang saya banyak kalau hanya ingin memanfaatkan kekayaan lawan jenisku, hanya saja tidak pernah kulakukan walaupun benar-benar membutuhkan uang dan ingin keluar dari jerat kemiskinan…”

“Lantas?” Livia.

“Hukum tabur tuai pasti terjadi. Bisa saja tuaian perbuatanku diarahkan terhadap anak-anakku kelak atau kondisi rumah tangga atau objek-objek lain di luar dugaan. Terlalu munafik memang kalau saya katakan tidak butuh uang, tetapi tahan diri sajalah.”

“Wah wah wah kenapa jadi panas yah?” Livia memainkan rambutnya. Dialog kami berdua terhenti seketika dengan teriakan tetangga sebelah karena ulah Moza dan izzy.

“Izzy, jangan sekali-kali perbaiki keturunan ma anjing tetangga sebelah! Understand?” cetus Moza berhasil kabur dari halaman rumah sebelah. Seperti inilah dunia gadis kecil dalam otaknya hanya bercerita tentang anjingnya harus memperbaiki keturunan. Isi doa Moza tetap sama yaitu perbaiki keturunan.

“Tuhan, berikan izzy pasangan cakep biar bisa perbaiki keturunan 100%. Aminnn” rutinitas doa Moza setiap hari. Memperbaiki bagian poni rambut Moza sambil berusaha menahan tawa memang sangat sulit dilakukan. Menikmati hari libur bersama gadis kecil pada salah satu taman bermain anak menciptakan keseruan tersendiri.

Siapa pernah menduga bayi mungil yang seolah mustahil berkembang tumbuh menjadi gadis kecil paling manis. Anak perempuan Neva Frodine sekarang menjadi penyemangat hidup sekaligus cahaya. “Izzy jangan galau-galau lagi, ngerti?” Moza memberi ice cream vanilla ke mulut anjing kecilnya.

“Moza jangan main jauh-jauh!”

“Tenang saja mi” balas Moza.

“Zana…” terdengar suara seseorang menyebut namaku.

“Farand bukan maksudku Nadav…”

“Saya menyukaimu setidaknya kau tahu perasaanku” Nadav.

“Tapi saya juga ingin mendobrak pintu hatimu buatku” Nadav.

“Caranya?”

“Mengajak makan, antar- jemput klinik, atau masak bersama biarpun saya hanya tahu buat telur ceplok itupun hangus” Nadav.

“Ngomong-ngomong kapan saya bisa belajar mendobrak pertahanan hatimu?” sekali lagi berkata-kata tanpa memberi jedah…

“Terserah” balasan buatnya sambil menyodorkan sisa ice cream miliki izzy.

 

#TAMAT#

*****************


KEMENANGAN SEORANG AYAH


Bagian 1…

 

Ghibran Fidelis …


Satu kata lebih tepat bagi kehidupan banyak anak di dunia untuk membuatnya berbeda dari siapapun ketika berjalan mengarungi petualangan. ‘Ayah’ menjadi alasan sang anak berlari kuat mengejar sesuatu bersifat kerinduan menurut isi hatinya. Terkadang saya bertanya terhadap Tuhan, “Kenapa pria mempunyai peranan penting?” Kepala keluarga tidak pernah bercerita tentang seorang wanita, melainkan selalu terarah tepat pada pria. Dunia tak akan pernah berjalan normal tanpa adanya mahluk ciptaan Tuhan untuk perihal kategori seperti ini.

Ketika membaca kitab suci, seolah golongan pria lebih mendapat pengakuan dan penghargaan dibanding wanita. Pertanyaan terbesar buatku adalah kenapa Tuhan tidak adil hanya melihat sisi pria untuk segala jenis peran dari pada wanita. Penyebutan nama anak laki-laki selalu menjadi garis besar sejarah kehidupan dimanapun terlebih saat menjelajah biografi dalam proses perjalanan kitab suci. Manusia pertama diciptakan bukanlah seorang wanita, tetapi terarah pada pria. Seakan hati Tuhan lebih bermakna melihat segala objek saat menjadikan pria selalu terdepan dalam situasi apapun. Sepertinya memang Tuhan tidak adil yah, jika berpikir secara logika manusia.

Bercerita tentang kepemimpinan tentu 99 % berasal dari golongan kaum Adam. Dapat dikatakan hanya hitungan tangan saja berkata-kata dunia wanita mempunyai peran untuk sesuatu bersifat kepemimpinan. Biografi pemimpin wanita menjadi presiden terhitung 1% diantara 100%, dengan kesimpulan bahwa pria mempunyai dampak pengaruh lebih besar bagaimanapun seseorang berjuang untuk menyangkal…

Pikiran antara Tuhan dan manusia mempunyai jarak sangat jauh, jadi jangan mencoba berpikir ataupun melawan karena keistimewaan terbaik berada pada golongan kaum adam bukan Hawa. Perbedaan antara langit dan bumi cukup menggambarkan bentuk/ kadar otak manusia dan Tuhan. Dapat dikatakan ukuran otak manusia hanya seperti kotoran kuku bahkan terlalu kecil dibanding ukuran otak milik sang pencipta langit bumi. Seperti apapun tingkat kejeniusan seseorang, satu hal yang pasti kau tidak akan pernah bisa menyamai kadar takaran/ bentuk otak pencipta alam semesta.

Figure teladan terbaik harus dijalankan oleh seorang ayah saat berdiri tepat dihadapan anaknya sendiri. Kemungkinan inilah yang menjadi salah satu jawaban mengapa kepala keluarga diarahkan terhadap kaum Adam. Bijaksana untuk berkata-kata dalam setiap kondisi, tetapi mempunyai sisi tegas ketika membentuk kepribadian seorang anak. Memberi perlindungan bagi wanita special sehingga dapat menjalani maupun mengarungi lautan hidup seperti apapun bentuknya. Pada kenyataan sebenarnya, wanita jauh lebih kuat dibanding pria merupakan fakta terbesar ketika melihat berbagai sisi hidup. Akan tetapi, sekalipun pernyataan tersebut benar adanya, satu hal pria tetap mempunyai kekuatan lain untuk menjadi pelindung wanita.

Objek seperti inilah membuatku ingin kehidupan keluargaku berbeda dari siapapun. Berperan sebagai seorang suami, kepala keluarga, sekaligus menjadi ayah bagi ketiga buah hatiku. Berjualan barang campuran di tengah pasar merupakan rutinitas pekerjaanku setiap harinya. Kekuatan versi terbaik untuk memberi nafkah bagi keluarga kecilku adalah berjualan seperti ini. Seorang pria harus memberi teladan bahkan pengaruh besar untuk melindungi kehidupan keluarganya sendiri. Tuhan menaruh suatu keistimewaan dalam diri kaum adam guna memahami perjalanan demi perjalanan, sisi lain objek tertentu, konsep berpikir yang tak dimiliki oleh kaum hawa walaupun kenyataan membenarkan tentang pemikiran dengan peranan logika jauh lebih kuat bermain.

Sewaktu kedua anakku masih berusia balita, hal pertama dalam pemikiranku sebagai pria adalah menjadi ayah terbaik buat mereka. Mengajarkan banyak hal menarik sesuai tata bahasa dunia anak sehingga mudah diserap oleh mereka. Membayangkan buah hatiku kelak menjadi berbeda dan mempunyai sisi lain jauh melebihi siapapun disekelilingnya. Menggapai impian walaupun pekerjaan ayah mereka hanyalah penjual barang-barang campuran sekitar pasar traadisional.

Seiring berjalannya waktu seakan semua itu hanya mimpi belaka. Apa yang saya pikirkan sebagai seorang ayah bersama harapan menjadi sirna seketika. Awal cerita mengungkapkan bagaimana seorang pria harus berperan, akan tetapi bagi perjalananku sendiri sepertinya hanya bercerita tentang kegagalan membentuk kehidupan ketiga buah hatiku. Putra sulungku Feivel Javera Fidelis berada di suatu jurang paling gelap pada usianya masih terbilang remaja. Tahun pertamanya pada bangku kuliah mulai menghancurkan kehidupan dan masa depannya. Apakah saya sebagai seorang ayah terlalu memanjakan dia atau sebaliknya mengekang kehidupan pribadinya sehingga tidak dapat berlari keluar untuk beberapa saat? Feivel mempunyai prestasi sekolah bahkan selalu masuk dalam peringkat tiga besar di antara sekian banyaknya kelas. Sejak kecil, Feivelku bukanlah sosok dengan karakter buruk hanya saja sedikit pendiam. Lebih menyukai menghabiskan waktu di rumah dari pada berkeliaran semenjak usia kecil sampai memakai seragam sekolah menengah.

Apakah Feivel tiba-tiba kaget melihat pergaulan saat memasuki bangku kuliah? Bagaimana tidak, dia seorang anak polos tanpa pernah mengerti pergaulan luar bahkan lebih memilih menghabiskan waktu membantu orang tuanya di pasar dibanding bergaul bersama teman-temannya. Permasalahan pergaulan menghancurkan masa depannya sekarang. Dunia Feivel tidak lagi bercerita tentang manusia polos dengan tingkat prestasi luar biasa, melainkan hanya berada pada jurang gelap. Rokok, alcohol, narkoba, perjudian, dunia malam menghancurkan hidupnya seketika. Semua nilai mata kuliahnya error tanpa satupun tersisa. Objek lebih mengerikan lagi adalah selalu saja keluar masuk penjara karena kasus criminal.

“Feivel benci ayah” teriak Feivel setiap berdiri di hadapanku, jauh berbeda dengan kehidupannya kemarin.

“Brengsek kalian semua” memukul salah satu anak tetangga tanpa ampun.

“Feivel, jangan seperti ini” istri sekaligus bunda bagi Feivel menangis histeris melihat pribadi anaknya.

“Lepaskan, kau bukan bundaku” berusaha menjauh sambil mendorong ibu kandungnya sendiri.

“Kenapa Feivel harus lahir dari Rahim wanita jelek seperti kau?” masih berucap di bawah pengaruh alcohol. Sebagai seorang ayah tentu mengiris hati bahkan memilukan…

“Feivel” tangisan seorang ibu buat anaknya.

“Wanita jelek, tua, keriput, miskin menjauh dariku!” kalimat tersebut menghancurkan hati kami sebagai orang tua.

“Feivel” pertama kali berteriak keras dengan gertakan tinggi terbungkus kegeraman terlontar keluar dari mulutku.

“Kau bukan ayahku. Kau hanya seonggok sampah beracun” Feivel mengamuk keras di hadapan beberapa tetangga, kemudian berlari meninggalkan kami.

Dimana sosok pribadi Feivelku yang kemarin? Tuhan, ampuni saya andai kata terdapat dosa menjijikkan pernah kulakukan dalam keadaan sadar maupun tidak sadar sehingga membuatku gagal berperan sebagai seorang ayah. Tingkat pendidikan juga wawasan tentang peranan orang tua masih jauh lebih rendah, namun setidaknya saya berjuang untuk belajar memahami beberapa kasus. Berikan kekuatan sehingga air mata seorang ayah tidak akan pernah terjatuh setetespun di hadapan banyak orang.


Flashback…

“Feivel ingin cepat besar” seru sang anak lelaki berusia 5 tahun.

“Kenapa Feivel mau cepat besar?” pertanyaanku menatap hangat wajah polosnya.

“Biar ayah tidak kerja lagi” Feivel.

“Lantas kalau ayah tidak kerja…?”

“Feivel saja yang kerja, ayah di rumah saja jaga bunda” Feivel bersama wajah polosnya selalu memberi kehangatan buat kami.

Flashback…

Tuhan kembalikan Feivel yang kemarin merupakan seru doa sebagai seorang ayah setiap saat. Seorang ayah akan tetap berdiri kokoh agar tetap menjadi tiang dasar bagi sang anak, apapun caranya. Secara logika manusia terdapat kegagalan luar biasa dalam mendidik satu-satunya putraku. Kemarin saya masih dapat berjalan dengan wajah bangga sebagai ayah terbaik, akan tetapi sesuatu berkata lain…

Permasalahan lain terjadi pada Nefrit putriku dengan cerita berbeda. Mengalami permasalahan kadar otak terlemah membuat dia berada dalam tekanan demi tekanan. Tidak seorangpun ingin menjadi sahabatnya di sekolah sehingga menjalani kehidupan asing tiap detik. Dapat dikatakan teman-teman seusia dengannya telah memasuki bangku kuliah tahun kedua, sedang putriku masih harus menjalani proses belajar pada bangku sekolah menengah umum. Menangis merupakan jalan keluar buatnya setiap berjalan memasuki kamarnya seorang diri. Tuhan seperti tidak adil terhadap kehidupannya juga jalanku sebagai seorang ayah.

Di luar sana banyak anak dengan prestasi membanggakan, akan tetapi jalanku sebagai seorang ayah hancur berantakan karena kehidupan gagal bagi ketiga buah hatiku. Seakan kutuk turunan mempermainkan perjalanan sebagai seorang ayah. Membanding-bandingkan sang anak dengan tetangga sebelah seolah rutinitas terbaik para orang tua. Menjadi pertanyaan, apakah saya masuk salah satu deretan orang tua kategori selalu melihat rumput tetangga lebih hijau dibanding milik sendiri.

“Nefrit tidak mau sekolah lagi” tangis Nefrit berkumandang hebat memenuhi seluruh ruangan.

“Nefrit” berusaha menenangkan hatinya.

“Ayah, buat apa Nefrit sekolah?” Nefrit.

“Putri ayah harus sabar…” segera merangkul Nefrit masuk dalam dekapan hangat…

“Nefrit bodoh ayah, semua mengejek Nef” tangisnya makin menjadi-jadi.

“Siapa bilang putri ayah bodoh? Nefrit hanya butuh waktu sedikit lagi”

“Ayah bohong, kenyataannya sejak dulu sampai sekarang tetap saja anak ayah paling terbodoh di kelas” Nefrit.

“Kakak bukan gadis bodoh buatku dan ayah” tiba-tiba gadis kecilku memeluk erat kakaknya dari arah belakang sambil membuat sebuah pernyataan.

“Nara sayang kakak” tangan mungilnya membelai rambut sang kakak.

“Gadis kecil ayah” tersenyum melihat tingkahnya.

“Nara tidak pernah menganggap kakak bodoh” cetus Nara bertolak pinggang.

“Nara belum tahu kehidupan orang besar” Nefrit berusaha menjelaskan sesuatu…

“Tetap saja, kakakku bukan manusia bodoh” teriak Nara menghentikan tangisan sang kakak. Gadis kecilku selalu ada menjadi bagian terbaik ketika kakaknya berada dalam isak tangis. Permasalahan buly-membuly memang sering terjadi di sekolah manapun. Entah factor ekonomi, permasalahan fisik, kriminalitas, tingkat IQ, dan beberapa objek lain menjadi alasan seseorang dibuly sedemikian rupa. Posisi Nefrit memang berada pada beberapa jalur sehingga mengalami kejadian seperti ini. Masalah tingkat kualitas otak berada pada urutan terbelakang dan juga factor ekonomi tidak seperti teman-temannya menuntut dia harus mengalami sebuah tekanan akibat pembulyan.

“Nef tidak ke sekolah?” membangunkan Nefrit…

“Nef malas ke sekolah ayah,” seolah jawaban tersebut merupakan rasa putus asa bahkan membiarkan dirinya menerima kenyataan tentang masa depan suram.

“Jangan malas begini dong” membujuk kembali dirinya.

“Percuma Nef sekolah tetap juga jadi manusia paling bodoh di kelas” menutup wajahnya memakai sebuah bantal kepala.

“Kakak bukan manusia paling bodoh” ternyata teriakan Nefrit membangunkan adiknya di samping.

“Anak ayah bukan manusia lemah bahkan harus menerima kenyataan tentang masa depan suram hanya karena tidak seperti teman-temannya yang lain atau masalah pembulyan” menegur Nefrit agar mengerti sesuatu.

“Kakak harus sekolah” tegur Nara.

“Ayah bisa tidak berhenti ceramah panjang kali lebar seperti itu?” cetus Nefrit.

“Kalau ayah tidak bicara pasti Nef terus saja meratapi diri bahkan hanya menerima kenyataan pahit bersama masa depan suram tanpa kejelasan.”

“Ayah sepertinya Tuhan tidak adil buat keluarga kita,” tunduk Nefrit.

“Kenapa berbicara seperti ini?” bertanya terhadapnya…

“Bagaimana tidak kondisi ekonomi kita paling buruk, ka’Feivel berubah total menjadi manusia bengis, Nef sendiri menjadi manusia paling bodoh sedunia, dan terakhir Nara diusianya masih 4 tahun harus keluar masuk rumah sakit karena satu penyakit mematikan. Betulkah Tuhan itu adil buat keluarga kita?” rasa amarah Nefrit terlihat jelas.

“Tuhan punya maksud tertentu bukan karena tidak adil” berusaha menenangkan anak perempuanku sebisa mungkin. Gadis kecilku Nara harus menjalani perawatan akibat permasalahan kanker sedang menggerogoti tubuhnya sekarang. Kenyataan sekarang adalah kondisi kesehatannya terus saja mengalami penurunan. Menjalani kemo terapi hanya untuk bertahan hidup. Sepertinya Tuhan memang sangat marah terhadap kehidupanku sampai terjadi sesuatu hal diluar dugaan. Seolah ini merupakan kutuk terbesar…

Di satu sisi saya ingin bertanya sekaligus meluapkan kemarahan terbesarku terhadap Tuhan, akan tetapi sesuatu menahannya. Merenung setiap malam dan ingin membuat ribuan pertanyaan tentang banyak hal. Seandainya, bibir mulutku pun meluapkan amarah terbesar berarti saya akan semakin dinyatakan gagal total berperan sebagai seorang ayah. Bukan berarti diam bahkan memendam segala sesuatunya merupakan kekalahan terbesar. Kemenangan seorang ayah adalah ketika dirinya dapat menjadi pondasi terkuat, walaupun apa yang diingini hatinya tidak sesuai harapan bahkan terlalu menyakitkan.

“Saya bukan seorang ayah yang begitu saja menerima kekalahan” pernyataan tersebut terus terpetik jauh di lubuk hati paling mendasar…

“Saya akan membuktikan pada dunia bagaimana perjuangan untuk menjadi pemenang ketika berperan sebagai seorang ayah terhebat dalam melawan badai” sekali lagi suara hatiku berteriak kuat setiap waktu.

Satu hal yang pasti, kehidupanku sebagai seorang ayah tidak akan pernah membanding-bandingkan ketiga buah hatiku dengan anak tetangga sebelah rumah. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi hari esok, tergantung bagaimana para orang tua bijak untuk menanggapi setiap akar permasalahan dalam kehidupan keluarga masing-masing.

 

Bagian 2…

 

Marah, kecewa, ataupun melemparkan ribuan pertanyaan terhadap Tuhan tentang kegagalan keluarga tidak akan pernah menyelesaikan masalah setitikpun. Banyak orang tua seolah menerima kenyataan hidup tentang kegagalan anak-anak mereka dalam menjalani petualangan. Rusak, masa depan hancur, pergaulan bebas, narkoba, tidak mempunyai pendidikan, dan masih banyak lagi merupakan bagian yang selalu saja menjadi pergumulan orang tua pada umumnya. Di satu sisi hidup menyadari jika bukan hanya saya saja berada dalam kategori orang tua gagal, tetapi di sisi lain perasaan teriris benar-benar berakar kuat.

Apakah saya akan menjadi sama seperti orang tua lain yaitu menerima kenyataan hidup? Satu hal, suara hati berkata kalau saya harus membuktikan sesuatu hal. Seorang ayah harus berjuang menjadi pemenang diantara para pemenang untuk merangkul kehidupan anaknya sendiri. Mustahil memang semua itu dapat terjadi, akan tetapi sebagai ayah, maka kaki akan mencoba untuk belajar berlari. Kemenangan yang ingin diraih hanya membutuhkan tingkat kesabaran tertentu dalam mengarungi sebuah petualangan bagi kehidupan sang anak.

“Kenapa Tuhan segitu bencinya terhadap kehidupan kita?” jerit tangis Zarah. Bagaimana tidak berperan sebagai istri bahkan ibu tetapi seolah dinyatakan gagal. Pemikiran siapapun terlebih dirinya akan berkata, jika semua ini dikarenakan sebuah kutuk. Entah karena dosa masa lalu atau apapun bentuknya sehingga kehidupan keluarga berada pada jurang paling dalam dan tak dapat disentuh siapapun.

“Dimana letak keadilan Tuhan?” pernyataan menyedihkan seorang istri…

“Zarah” berusaha menenangkan dirinya dalam kamar.

“Anak tetangga mempunyai masa depan lurus dengan prestasi membanggakan, sedangkan kehidupan ketiga buah hatiku hancur berantakan” meluapkan segala isi hatinya yang selama ini terpendam. Pertama kali berurai air mata setelah diam seribu bahasa…

“Zarah…”

“Saya juga ingin menjadi sama seperti ibu lain mempunyai buah hati dengan masa depan terbaik tanpa harus terperosok jatuh pada jurang.”

“Ini hanya bersifat badai sementara,” mencoba berperan sebagai suami bijak…

“Feivel polosku berubah menjadi bengis tanpa terkendali seakan harapan untuk membuatnya kembali tidak akan pernah terjadi. Putriku Nefrit harus menangis setiap hari dengan permasalahan sama yaitu terkucilkan karena dianggap paling bodoh diantara yang terbodoh. Gadis kecilku Nara masih berusia empat tahun menjalani perawatan medis, bahkan tubuh mungilnya harus kuat menahan rasa sakit karena penyakit mematikan.” Inilah curahan hati seorang ibu membayangkan betapa tidak adilnya Tuhan dalam kehidupan keluarganya.

“Ini yang dikatakan keadilan Tuhan? Kenapa Tuhan membenci kehidupan keluarga kita? Apa Tuhan sadar bagaimana hancurnya hati seorang ibu melihat ketiga buah hatinya berjalan tanpa masa depan?” semakin histeris bahkan menyalahkan sang pencipta atas semua hal yang sudah terjadi.

“Tuhan tidak mungkin mengizinkan objek permasalahan terjadi dalam hidup melebihi kekuatan kita berdua. Percayalah satu hal dibalik semua itu hanya mengajar tentang perjuangan sebagai orang tua terhebat” berkata-kata terhadap dirinya walaupun akal logika pun sulit menerima situasi seperti sekarang.

“Saya masih bisa menerima kenyataan tentang permasalahan ekonomi keluarga, tapi masalah ketiga buah hatiku benar-benar menyakitkan jauh melebihi apapun.” Wajar pernyataan tersebut keluar, kenapa? Naluri seorang ibu jauh lebih kuat bermain bahkan akan berteriak sekeras mungkin demi sang buah hati. Kalimat tersebut benar-benar menyakitkan bagi perjalananku sebagai seorang kepala keluarga, suami, sekaligus ayah.

Kaki akan berjalan membuktikan sebagai ayah terhebat dapat menyatakan kemenangan penuh bagi kehidupan ketiga buah hatinya. Saya bukanlah seorang ayah pengecut maupun menerima kekalahan karena kegagalan demi kegagalan terus saja bermain dalam perjalanan. Suatu hari kelak, tangan sang ayah pasti dapat menghancurkan setiap belenggu hidup anak-anaknya. Saya masih mempunyai setitik harapan untuk setiap pertempuran …

“Ayah, apa kau berada di dalam?” seseorang mengetuk pintu kamar kami.

“Lazki, sudah pulang rupanya?” berkata-kata setelah pintu kamar terbuka.

“Bunda kenapa?” pertanyaan Lazki terkejut melihat Zarah…

“Jangan ganggu bunda sekarang! Ayo keluar!” sedikit mendorong tubuh Lazki agar segera meninggalkan kamar. Lazki merupakan keponakan sekaligus anggota keluarga yang juga tinggal di rumah. Sejak menginjak bangku kuliah sampai detik sekarang Lazki tetap tinggal bersama kami. Sejak kecil dia tidak pernah memanggil kami dengan sebutan paman/ bibi, melainkan anak itu lebih suka memanggil sebagai ayah/ bunda. Selama dua minggu lebih mengambil cuti  kerja untuk kembali ke kampung dikarenakan ibunya mendadak sakit. Seperti yang dilihat kalau sekarang sudah kembali lagi ke rumah…

Lazki bekerja sebagai seorang perawat medis pada salah satu rumah sakit besar di kota ini sekaligus membantu Nara ketika sedang menjalani kemo. “Kakak Lazki,” Nara berlari kecil meraih tubuh Lazki.

“Kenapa kakak pergi? Apa Nara nakal?” pertanyaan polos gadis kecil berusia 4 tahun.

“Kakak hanya pulang kampung sebentar saja, Nara” cetus Lazki.

“Jangan pergi lagi” Nara terus saja memeluk tubuh Lazki…

“Segitu rindunya yah?” senyum riang Lazki.

“Selama kakak pergi, Nara kerepotan membantu ayah biar ka’Nef tidak nangis lagi” gadis kecil berkata-kata sebagai jawaban pertanyaan kakaknya.

“Ayah, Nef masih saja nangis?” sedikit kesal mendengar cerita Nara.

“Seperti itulah” hanya jawaban tersebut terlontar keluar.

Dapat dikatakan Lazki merupakan kakak terbaik bagi Nefrit juga Nara di rumah ini. Membantu meringankan beban keluarga yang cukup sulit baik dari segi materi melalui penghasilannya maupun hal lain. “Nef” tegur Lazki melihat Nefrit berjalan masuk bersama isakan tangisnya. Seperti inilah dunia putriku setiap pulang dari sekolah…

“Nef” Lazki mengejarnya dan berusaha mengetuk pintu kamar yang telah terkunci rapat.

“Tidak begini caranya, kalau ada masalah cerita ke kakak dong” Lazki terus mengetuk pintu kamar.

“Kakak Nef selalu seperti itu tiap pulang sekolah” wajah sedih gadis kecilku dapat merasakan kesedihan kakaknya.

“Mau kemana Laz?” tegurku, sedikit kaget melihat Lazki berlari meninggalkan pintu kamar seolah ingin mencari sesuatu.

Tetap tidak menjawab pertanyaanku dan terus saja berlari ke suatu tempat mencari sesuatu. “Akhirnya ketemu” senyum Lazki memegang sebuah kunci duplikat. Ternyata dia pandai menyembunyikan kunci duplikat kamar Nef buat berjaga-jaga jika terjadi sesuatu hal di luar dugaan. Menyadari pasti karakter Nefrit dan bagaimana tekanan hidup selalu saja menyerang…

“Nef” teriak histeris Lazki melihat adiknya sedang tidak sadarkan diri di lantai.

“Anakku kenapa?” rasa histeris sang ibu melihat anaknya…

“Ka’Nef bangun” tangan mungil Nara menggoncang tubuh Nefrit agar segera membuka matanya.

“Bunda punya bawang merah, minyak angin atau sejenisnya?” Lazki menyadari kalau Nefrit memporsir tenaganya untuk menangis sampai pingsan seperti sekarang. Permasalahan kekurangan dalam dirinya sekaligus factor pembulyan membuat psikologinya sedikit terganggu. Dia hanya membutuhkan waktu membuktikan pada dunia tentang sebuah kata perjuangan.

“Ayah cepat cari di kamar!” teriak Zarah histeris ketakutan…

Hal yang terjadi selanjutnya adalah Nara bergerak cepat memakai tubuh mungilnya mencari minyak angin sekitar kamar kami. Di luar dugaan, dokter berkata tubuh gadis kecilku terbungkus penyakit mematikan, namun pergerakannya selalu bercerita lain. Seakan tubuh mungilnya berjuang keras menutup diri agar tidak memperlihatkan kelemahan sedikitpun. Dia ingin menjadi penyemangat hidup sekalipun semua itu mustahil terjadi…

“Ayah ketemu” dia tahu benar setiap letak barang dalam rumah ini bahkan sama sekali tak terpikirkan dalam situasi gawat…

“Nara, cepat bawah kemari” kalimat Lazki menyadari sesuatu di tangan gadis kecilku sekarang…

“Dimana saya?” Nefrit akhirnya sadar setelah percikan minyak menjalar ke hidungnya.

“Syukurlah” perasaan lega Lazki…

“Kau membuat semua orang khawatir” tangisan histeris seorang ibu bagi anaknya.

“Kakak tidak boleh sakit” Nara mengecup hangat kakaknya yang masih terbaring lemah.

“Kalau kakak sakit, pasti bunda nangis keras” sekali lagi gadis kecilku seakan menyadari perasaan terluka orang tuanya menjalani kehidupan.

“Nef bisa pindah sekolah kalau memang tidak nyaman di sekolah sana” Lazki mendekap kuat tubuh Nefrit seperti adik kandung sendiri.

“Kakak masih punya sedikit uang tabungan hasil kebun di kampung,” berkata-kata sekali lagi.

“Simpan saja buat pengobatan Nara” jawaban Nefrit.

“Nef” sahutku menyebut namanya.

“Nef saja terlalu lemah tidak bisa bertahan mendengar ejekan para tetangga, teman sekolah, bahkan semua orang” ungkapan perasaan Nefrit bersama isakan tangis kembali memenuhi dirinya…

“Ka’Nef bukan manusia lemah” teriakan kecil Nara memberi penghiburan tersendiri bagi kakaknya.

“Nef hanya butuh waktu untuk berjuang dan mencoba berlari walaupun semua terlihat mustahil untuk diraih tanpa memperdulikan setiap kata-kata sindiran semua orang.” Sebagai seorang ayah mencoba belajar memberi kekuatan melalui beberapa pernyataan. Mungkin sekarang tangisan putriku selalu bermain, namun sang ayah akan tetap kuat berperan sebagai pondasi terhebat. Saya akan membuktikan pada dunia, bagaimana seorang ayah berlari mengejar kemenangan tanpa menyerah setitikpun.

Semua dapat berkata keluarga Fidelis hancur berantakan, terkena kutuk entah karena dosa masa lalu, gagal mendidik ketiga buah hatinya akan tetapi waktu Tuhan pasti indah di kemudian hari. Saya akan belajar untuk tidak akan pernah menjatuhkan setetespun air mata bagaimanapun badai pergumulan membungkus hidup. Pria sejati harus mempunyai kekuatan besar agar tetap berdiri kokoh tanpa terlihat lemah sedikitpun.

“Tuhan, kalau Kau memang membenci hidupku tidak menjadi masalah” berurai air mata dimana seorang ibu hancur hati di hadapan Tuhan. Jalan terbaik bagi wanita adalah menjatuhkan air mata sebanyak mungkin ketika ribuan luka menancap kuat tanpa henti.

“Tapi jangan lampiaskan amarahMU bagi ketiga buah hatiku. Kembalikan Feivelku dalam wujud kepolosannya seperti kemarin, kumohon…” kembali jerit tangis sang ibu berteriak…

“Hentikan tangisan Nefrit gadis kecil pertamaku yang kini beranjak remaja hanya karena permasalahan kasus pembulyan dan tingkat IQ berada pada urutan terbelakang. Tubuh mungil Nara tidak akan mampu menahan sakit karena penyakit mematikan.” Ungkapan perasaan terluka sang ibu sekali lagi berkata-kata di dalam kamar bagi ketiga buah hatinya.

Mata berkaca-kaca mulai bermain mendengar jerit tangis Zarah. Sebagai kepala keluarga sekaligus peranan seorang ayah tentu menjadi tamparan terbesar menyaksikan objek seperti ini terjadi di depan mata. Tuhan, ajarkan kehidupanku untuk belajar berlari membawa ketiga buah hatiku berada pada garis finish. Pemandangan mata sekarang bercerita kegagalan demi kegagalan sebagai ayah terhebat terus saja membungkus. Akan tetapi, saya ingin keluar sebagai pemenang bagaimanapun caranya.

Seorang pria dipilih Tuhan sebagai kepala keluarga bukan tanpa alasan paling tepat, melainkan dapat memimpin untuk melawan badai serta bijak menghadapi situasi yang sedang terjadi. “Kasihan amat hidup pak Fidelis” salah seorang pemilik warung tidak jauh dari tempat berjualan di pasar mulai bercerita satu sama lain.

“Betul, ketiga anaknya tidak punya masa depan” mereka tetap  saling bercerita sambil menatap ke arahku.

Setiap berjalan kemanapun semua orang akan mencibir kehidupan keluargaku. Wajar mereka berkata-kata karena melihat kenyataan hidup benar adanya terjadi di depan mata. Perekonomian keluarga semakin merosot, Feivel menjadi seseorang yang sama sekali tidak mengerti makna hidup, Nefrit terus saja menangis karena segala kekurangan dalam dirinya, Nara gadis kecil menjalani kemo terapi bahkan setiap malam hati sang ayah selalu ketakutan kalau-kalau matanya tidak akan pernah lagi melihat sinar matahari esok hari. Di tempat lain seorang ibu seakan kecewa terhadap perlakuan dan ketidak-adilan Tuhan atas perjalanan ketiga buah hatinya.

“Jangan sampai anak saya seperti anak pak Fidelis” salah seorang tetangga sedikit menyindir…

“Kehidupan keluarga paling miris” di tempat lain seseorang bercerita.

“Jangan-jangan hidupnya terlalu munafik, sampai Tuhan marah besar seperti itu.”

“Sudah miskin, anak pertama berandalan, anak kedua idiot, sekarang yang ketiga sebentar lagi mati, hancur betul hidupnya…”

“Dia benar-benar gagal menjadi sosok ayah terbaik.”

“Kutuk dan sial adalah kata paling tepat menggambarkan keluarga Fidelis.”

“Pasti hatinya kelewat sombong sampai Tuhan marah seperti itu…”

“Amit-amit hidup seperti itu, jauhkan jauhkan jauhkan” seseorang berkata-kata sambil mengetuk kepala sekaligus dinding tembok sekitarnya agar terhindar dari kesialan hidup seperti yang sedang saya jalani menurut pemikiran mereka.

“Jangan sampai terjadi,” balasan yang lain lagi…


Bagian 3…

 

Berjalan di tengah keramaian tanpa menghiraukan kata demi kata dari bibir mulut banyak orang tentang kehidupan keluargaku. Tidak berarti hidup harus berhenti ketika mendengar sindiran semua orang mengenai permasalahan kutuk dan kesialan menurut pemikiran mereka bagi perjalananku sebagai seorang ayah. Saya bukan ayah yang gagal seperti apapun kisah permainan depan mata. Suatu hari kelak kemenangan sebagai ayah terbaik akan tergenggam kuat di tangan.

“Nara menyukai senyum ayah” tiba-tiba saja gadis kecilku berlari memeluk tubuhku. Seakan dia tahu betapa rumitnya perjalanan dan beban hidup sebagai seorang ayah. Memecah keheningan beranda rumah, itulah kisahnya sekarang…

“Jangan sedih” wajah pucatnya masih berjuang memberi kekuatan bagi sang ayah. Hari ini gadis kecilku harus kembali menjalani kemo terapi di rumah sakit dan bahkan entah sampai kapan semua itu akan berhenti…

Menyaksikan bagaimana dia harus berjuang menahan sakit ketika menjalani kemo tanpa isakan tangis dari dirinya. Mungkin, gadis kecilku hanya tidak ingin membuat ayah dan bundanya histeris ketakutan melihat penderitaan karena penyakit tersebut. “Senyum ayah bisa menghilangkan rasa sakit pada tubuh Nara,” kata-kata keluar sebelum akhirnya tubuh mungil Nara dibawah masuk ke sebuah ruangan.

Saya hanya harus tersenyum di hadapannya ketika rasa sakit mulai menggerogoti tubuh mungilnya. Senyum seorang ayah merupakan obat terbaik bagi Nara. Apakah mata gadis kecilku masih bisa terbuka pada keesokan harinya? Bagaimana jika dia tidak akan tersadar saat sedang menjalani kemo? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus saja meneror gendang pendengaran seorang ayah.

“Nara harus berjuang hidup untuk menghentikan tangis bunda” jeritan hati seorang ayah menatap gadis kecilnya sekarang…

“Ayah janji akan selalu tersenyum buat Nara” pertama kali pernyataan tersebut tiba-tiba saja terlontar keluar sambil menggenggam kuat tangan mungil di hadapanku.

“Ayah” suara Nara menandakan dirinya terbangun dari tidur.

“Gadis kecilku sudah bangun?” berusaha menahan rasa sakit paling mendalam melihat bagaimana seluruh tubuhnya penuh peralatan medis.

“Cukup bunda dan ka’Nef yang nangis, tapi ayahku harus selalu tersenyum” tangan mungil Nara mengelus wajah sang ayah…

“Memang kenapa kalau ayah nangis? Tidak boleh?” pertanyaan seorang ayah…

“Ayah kan harus hentikan tangis bunda juga ka’Nef, lah kalau ayah nangis juga, gimana dong?” wajah cemberut Nara seakan kesal mendengar pertanyaan sang ayah.

“Ayah janji” membawa masuk Nara dalam dekapanku.

“Ayah juga harus janji…” Nara.

“Tentang?” tanyaku.

“Nara ingin ka’Feiv kembali lagi seperti dulu, biar bunda berhenti nangis” Nara.

Dia menyadari perubahan kakaknya pada usia masih belum terlalu mengerti pemikiran orang dewasa. Pada hal, jika mengingat perubahan Feivel terjadi ketika dirinya masih dalam kandungan. Ayah pasti berjuang menjadi pemenang demi membawa kalian bertiga berada pada garis terbaik kehidupan bersama masa depan tanpa terpikirkan oleh siapapun juga. Saya tidak akan bertanya, marah, kecewa, berteriak, geram, dan menyalahkan Tuhan atas setiap kegagalan sebagai seorang ayah dalam perjalanan pribadi. Belajar merendahkan hati tanpa berkata-kata jauh lebih baik.

Tuhan, ampuni setiap kesalahanku sekiranya kehidupan pernah melakukan hal mengerikan bahkan terlalu menjijikan di hadapanMU. Buat saya bisa belajar menjadi seorang ayah dengan penuh kerendahan hati apapun hal paling menyakitkan terjadi dalam kehidupan keluargaku. Kemarin dan hari ini, saya selalu saja gagal berperan sebagai seorang ayah dari berbagai segi, akan tetapi hati tetap berteriak kuat jika kelak tanganku bisa menggenggam sebuah piala kemenangan.

“Saya pasti bisa belajar berlari” kata-kata ini terus saja berkumandang memenuhi gendang pendengaran.

Tetap setia menemani gadis kecilku menjalani kemo terapi dengan sebuah cerita berbeda. Berada di samping bunda dari ketiga buah hatiku setiap air matanya terjatuh akibat beban yang begitu berat terus saja mencekam. Mendekap putriku Nefrit agar dirinya tidak pernah merasa kehilangan figure seorang ayah, sekalipun semua menjauh dari hidupnya dan hanya bercerita tentang kekurangan semata. Hal terakhir adalah berjuang keras mengembalikan Feivelku pada sinar hidup yang sebenarnya.

“Ayahmu datang mencarimu” salah seorang teman perkumpulan Feivel berteriak…

“Tua bangka lagi tua bangka lagi, apa sih maunya?” Feivelku berkata-kata dalam keadaan mabuk parah tanpa sadar. Seperti biasa tempat perkumpulan dia dan teman-temannya adalah diskotik penuh dengan musik-musik keras setiap malam. Hati seorang ayah akan berjuang mengembalikan putra semata wayangnya, apapun keadaan di depan mata bahkan menerjang maut sekalipun.

“Kau hanya tua Bangka tak berguna” teriakan Feivel di hadapan banyak orang.

“Kau bukan ayahku!” sekali lagi berkata-kata menandakan jurang jauh lebih kuat bermain pada dirinya.

Dia terus saja mendorong tubuhku hingga terjatuh, akan tetapi hati seorang ayah ingin belajar bertahan tanpa kata menyerah setitikpun untuk berjalan ke arahnya. “Ayah tetaplah ayah sampai kapanpun,” membisikkan sebuah pernyataan sekitar gendang pendengarannya setelah berhasil berjalan di hadapannya.

“Tangan seorang ayah akan terus berjuang mendekap putranya, sekalipun penolakan demi penolakan terus terjadi” kembali berbisik ke telinganya, kemudian berjalan pulang meninggalkan dia di tengah hentakan musik keras…

“Orang tua aneh, bicara gila” Caci maki Feivel sekeras-kerasnya…

“Ayah akan menunggu waktu itu tiba untuk membawamu kembali” suara hati sang ayah mempercayai setitik harapan.

Suatu hari kelak, kau akan berlari kembali masuk ke dalam dekapan ayahmu. Hanya membutuhkan sedikit tingkat kesabaran sebagai seorang ayah tanpa persungutan sedikitpun. Menggenggam tanganmu merupakan impian sampai kakimu menyadari tentang sebuah sinar terbaik pada jalan terhebat. Saya akan belajar menahan rasa sakit, mengabaikan setiap luka hati sebagai ayah, dan tidak akan pernah menjatuhkan air mata setetespun di hadapan mereka. Tersenyum setiap saat bagi dunia gadis kecilku sebagai obat terbaik bagi kesembuhan dirinya. Tetap berdiri tegap di samping Nefritku sebagai kekuatan terhebat diantara yang terhebat. Berjuang tanpa kata menyerah membuat Feivel kembali dan terus berada dalam dekapan sang ayah.

“Ayah,” tangan mungil Nara tiba-tiba saja membuatku terbangun dari lamunan…

“Nara, gadis kecil ayah” segera membawanya masuk dalam dekapanku.

“Nara mau mancing” bibir pucat Nara berkata-kata…

“Nara lagi sakit, jadi dokter bilang tidak boleh keluar rumah.”

“Nara sudah sembuh,” segera menarik tanganku menuju sebuah sepeda rongsokan tidak jauh dari halaman belakang rumah.

Biaya pengobatan Nara benar-benar berada dalam jumlah besar, akan tetapi sang ayah terus saja berjuang mencari. Beruntung saja, hasil cengkeh di kampung dan pendapatan dari jualan di pasar dapat menutupi beban biaya sebesar itu. Setidaknya, orang tuaku sebelum meninggal mewariskan sebagian perkebunan cengkehnya. Saya hanya mempunyai seorang adik dan tidak lain adalah ibu kandung Lazki, sehingga kebun cengkeh diwariskan buat kami berdua. Jadi, penghasilannya cukup lumayan ketika musim panen tiba. Lazki pun terkadang ikut membantu biaya pengobatan Nara memakai hasil tabungannya sendiri.

Hal lebih mengejutkan lagi adalah ibu Lazki memberikan seluruh hasil panen cengkeh miliknya buat pengobatan Nara. Ternyata Tuhan menggerakkan hati adikku satu-satunya untuk menolong biaya rumah sakit gadis kecilku Nara. Secara akal logika, kami tentu mengalami kesulitan demi mendapat biaya rumah sakit dalam jumlah besar. Akan tetapi, tangan Tuhan terulur meringankan beban kami sekarang.

“Ikan-ikan disini kenyang semua yah?” pertanyaan polos Nara.

“Tuhan, buat semua ikan di sungai ini lapar biar umpan pancing Nara dimakan” seru doa Nara terhadap sang pencipta.

“Bergerak, pancingnya gerak” teriak Nara…

“Wow, doa Nara dijawab Tuhan dalam satu detik saja yah” senyuman sang ayah…

“Kalau doa Nara yang ini dijawab langsung Tuhan, lantas doa Nara yang lain kenapa lama amat dijawab Tuhan” cetus Nara setelah kail pancingannya berhasil di bawah ke darat bersama seekor ikan yang cukup gemuk.

“Memang Nara minta apa sama Tuhan?”

“Bunda dan ka’Nef berhenti nangis, ka’Feiv kembali ke rumah, Nara cepat besar biar bisa bantu ayah cari uang” jawaban polos gadis kecilku.

“Gadis kecil ayah harus bersabar” mengecup hangat dirinya.

“Nara memang suka tidak sabaran yah?” Nara.

“Tuhan punya waktu buat menjawab isi doa Nara,” jawaban buatnya.

“Kapan Tuhan jawab?” Nara.

“Suatu hari kelak, Tuhan pasti menjawab.” Entah kalimat tersebut tepat sesuai adaptasi bahasa anak-anak pada umumnya ataukah tidak sama sekali. Satu hal, hanya kata-kata tersebut terlontar begitu saja keluar buat seorang anak masih berusia empat tahunan…

“Kau harus bertahan hidup untuk melihat Tuhan menjawab setiap seru doamu” jeritan hati sang ayah berteriak hebat jauh di dasar hati.

“Melihatmu menikmati sinar matahari terbit dan terbenam merupakan kebahagiaan terbesar seorang ayah bagi gadis kecilnya” sekali lagi kata-kata tersebut berkumandang kuat di dalam.

“Ayah, ikannya buat bunda saja” kepolosan Nara membayangkan sang bunda…

“Tentu sayang” membalas kalimatnya.

“Buat ka’Nef juga” Nara.

“Sepertinya ka’Lazki dilupakan ma Nara” tersenyum ke arah Nara.

“Ka’Lazki kan tidak pernah nangis,” Nara.

“Terserah.”

Tubuh mungil Nara berjuang tidak memperlihatkan rasa sakit di hadapan kami semua. Bernyanyi, tersenyum, tertawa, bahkan menganggap dirinya tidak pernah sakit sama sekali. Hal lebih kacau adalah gadis sekecil dia membutuhkan perhatian dan kasih sayang lebih, akan tetapi keadaan justru berbalik arah. Seolah dirinya lebih kuat berperan untuk memberi penghiburan, kekuatan, senyum, kehangatan bagi kami sekeluarga.

“Buat bunda” Nara kecil menyodorkan hasil pancingan hari ini penuh semangat.

“Bunda tidak pernah mengizinkan Nara keluar rumah” marah melihat kelakuan sang gadis kecil.

“Nara hanya cari angin saja bunda,” menjawab dengan wajah menunduk…

“Kenapa ayah mengikuti semua kemauan Nara? Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan dia di tengah jalan?” amarah Zarah akhir cerita meledak ke arahku.

“Biarkan Nara menikmati kehidupan luar seperti anak lain” tegurku.

“Menurut ayah, lantas bagaimana perasaan bunda kalau-kalau anakku tidak akan pernah bisa membuka matanya esok hari karena petualangan sehari?” tangis Zarah meledak seketika.

“Bunda jangan nangis lagi” Nara berlari memeluk sang bunda.

“Jangan membuat bunda ketakutan histeris” raut wajah terbungkus rasa takut bernar-benar terbaca jelas…

“Tuhan sudah menyembuhkan Nara” senyum Nara.

“Bunda sangat takut…” Zarah seakan tidak dapat menahan rasa takut dalam dirinya sendiri.

“Bunda” suara Nefrit hadir di tengah kami setelah mendengar ledakan tangis Zarah.

 

Bagian 4…

 

Nefrit Fidelis…


Hidup tidak pernah adil buatku sampai kapanpun juga. Perasaan kecewa terhadap Tuhan selalu dan selalu terjadi pada jalanku. Berdiri depan cermin, menatap wajah sendiri, bahkan menangis histeris karena ketidak-adilan Tuhan. Saya bisa apa untuk masa depan? Saya hanya mempunyai wajah standar, sehingga tidak pernah bisa menjadi seorang primadona sekolah. Ayahku bukan pengusaha seperti ayah teman-temanku, lebih kacau lagi kehidupan berada pada garis ekonomi miris.

Hal terburuk diantara paling terburuk adalah kakakku seorang berandalan, pemakai narkoba, keluar masuk penjara, selalu melakukan kejahatan. Jujur, saya malu mempunyai keluarga terburuk seperti itu. Kenapa saya harus lahir sebagai anak Abraham penjual barang campuran di pasar? Kenapa wajahku berada pada garis standar, sampai-sampai semua teman sekolahku menjauh? Kenapa saya juga harus terlahir idiot dengan jenis IQ paling rendah sehingga selalu saja berada di kelas yang sama setiap tahun?

Semua teman seumuranku sudah jauh berjalan ke depan bahkan berada pada bangku kuliah, sedangkan hidupku hanya bercerita tentang kegagalan. Seakan saya tidak mempunyai masa depan sama seperti kebanyakan anak lain. Ejekan, terkucilkan, bodoh, miskin, mempunyai kakak berandalan, wajah standar, dan masih banyak lagi sedang bermain hebat dalam perjalanan Nefrit Abraham. Saya benar-benar membenci Tuhan sampai kapanpun juga.

“Jangan dekat-dekat dengannya” satu sama lain teman-temanku berkata-kata bahkan bukan lagi berbisik…

“Kenapa memang?” pertanyaaan menyindir yang lain sambil tertawa.

“Kakaknya narkoba, adiknya penyakitan, sedang dia manusia paling idiot sedunia” secara terang-terangan berteriak keras tanpa memikirkan perasaanku.

“Jangan sampai  tertular.”

“Miskin, idiot, berantakan, hancur…” semua tertawa bahagia menyerang kehidupanku.

“Dengar-dengar ayahnya melakukan kejahatan di masa lalu, sampai keluarganya kena kutuk dari Tuhan seperti itu.” Suasana kelas, kantin, perpustakaan, taman sekolah hanya akan bercerita tentang penghinaan terhadap kehidupan keluargaku.

Para tetanggapun ramai membicarakan kehidupan keluargaku di setiap sudut persimpangan. Hidup keluarga Abraham hanya bercerita tentang kutuk tanpa kehidupan. “Saya benci terlahir sebagai anak ayah” meluapkan emosi di suatu tempat sepi tanpa seorangpun lalu lalang disana.

“Saya malu mempunyai kehidupan seperti ini” histeris menangis setiap pulang sekolah dan berada di tempat tersebut hanya untuk meluapkan segalanya.

“Saya terlalu membenciMU Tuhan,” menyalahkan sang pencipta atas segala hal yang terjadi. Kenapa mengutuk kehidupanku sampai semua orang menjauh? Apakah Tuhan dendam begitu mendalamnya sampai menghancurkan masa depanku? Saya tidak ingin lagi mempunyai Tuhan, walaupun ayah selalu mengajar tentang hidup takut terhadapNYA apapun keadaan di depan mata.

Berulang kali saya mencoba bunuh diri tapi selalu gagal. Terkadang saya ingin menjatuhkan diri dari sebuah gedung pencakar langit di kota ini, akan tetapi ketakutanku jauh lebih besar bermain. Hal terlucu lagi adalah menceburkan diri ke sungai dan tanpa sadar ternyata air di tempat tersebut hanya setinggi lutut alias dangkal. Sengaja berjalan di tengah lalu lintas kendaraan setidaknya membiarkan truk maupun mobil menabrak tubuhku hingga hancur berantakan. Di luar dugaan selalu saja ada orang lain datang menolong secara tiba-tiba ataukah sang pemilik kendaraan melakukan rem mendadak sehingga berhasil menjauh dari diriku. Hanya maut yang dapat mengakhiri kisah paling mengerikan dalam jalanku.

“Anak idiot” bayangan kata-kata mereka terngiang.

“Keluarga terkutuk.”

“Keluarga sial”

“Sampai kapanpun tidak akan pernah mempunyai masa depan” ucapan-ucapan menyakitkan terus saja terngiang memenuhi gendang pendengaran. Selalu saja menangis histeris setiap pulang sekolah dan berjalan memasuki kamar. Tidak memperdulikan ayah, bunda, Nara, juga ka’Lazki hanya ingin melampiaskan rasa sakit di dalam kamar seorang diri.

“Mungkin ayah bukan seorang ayah terbaik dan sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi setidaknya teruslah berada dalam dekapan ayah jika kau merasa terluka” kata-kata ayah berjalan masuk setelah berhasil membuka kunci kamarku.

Di satu sisi saya malu terlahir dari keluarga seperti ini. jujur, kata malu mengakui dirinya sebagai ayah jauh lebih kuat bermain dibanding apapun. Akan tetapi di sisi lain, hanya ayah saja yang dapat mendekapku dan memahami rasa sakit berkepanjangan. Kenapa Tuhan tidak adil membuat kehidupan kami penuh penderitaan? Kenapa Tuhan terus saja menimpakan kutuk?

“Jangan dengarkan kata orang tentang dirimu. Kau tetap gadis sempurna bagi seorang ayah sepertiku dengan masa depan terbaik suatu hari kelak” kalimat bijak ayah membelai rambut panjangku.

“Semua orang mengejek Nef tidak punya masa depan” histeris menangis…

“Siapa bilang Nef tidak punya masa depan? Itu hanya ucapan mereka” ayah.

“Memang seperti itu kenyataannya” semakin histeris.

“Manusia bisa saja berkata-kata sesuka hati dan mengutuk sesuai bahasa mereka, tetapi kau harus tetap berpegang teguh pada sebuah pernyataan jika masa depanmu ada di tangan Tuhan. Ngerti?” bagaimana mungkin saya percaya Tuhan, sementara hidupku sendiri benar-benar membenciNYA.

“Tapi Nef benci Tuhan” balasku…

“Nef, tidak berarti hidupmu mengalami perjalanan maupun situasi buruk terus hati/ mulutmu harus berkata-kata seperti ini” ayah.

“Miskin, kakak Nef penjahat kelas kakap, Nara terus saja penyakitan, bunda selalu saja nangis, keluarga kita diejek semua orang sial, terakhir Nef terlahir sebagai manusia paling idiot karena tinggal kelas berulang kali…” amarahku meledak…

“Ayah tidak pernah mengajarkan Nef harus membenci Tuhan karena rasa tidak adil ketika mengarungi bahtera hidup. Belajar merendahkan hati di tengah situasi apapun jauh lebih baik dibanding berkata-kata buruk seperti itu,” ayah.

“Nef akan tetap membenci Tuhan, bagaimanapun ayah ceramah panjang kali lebar kali tinggi sesuka hati…” rasa geram terhadap Tuhan semakin meledak.

“Manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan, hanya Tuhan sajalah yang maha tinggi.” Seakan ayah menganggap putrinya sangat angkuh dan sombong, pada hal secara logika kehidupanku penuh air mata.

“Saya rasa terbalik cerita, justru Tuhan yang terlalu sombong dan angkuh bukannya Nef” kegeraman paling terkacau…

“Nef berkata-kata seperti itu berarti tanpa sadar kesombongan dan keangkuhan memang jelas membungkus. Belajar merendahkan hati jauh lebih baik dibanding berkata-kata…” ungkapan perasaan ayah kemudian berjalan keluar meninggalkan putrinya seorang diri.

Sepertinya saya salah menilai ayah. Seolah kehidupanku sudah jatuh tertimpa tangga lagi tanpa tahu harus berlari kemana. Menghabiskan waktu menangis histeris setiap saat karena segala jenis tekanan hidup berlari ke arahku. “Nef, naiklah” seseorang menghentikan motornya depan gerbang sekolah.

“Ka’Lazki” hampir tidak percaya…

“Jangan mendekat manusia sial seperti dirinya” seperti biasa semua berlari menjauh dariku…

“Coba ulang ucapanmu sebelumnya” ucapan tajam ka’Lazki tiba-tiba menyerang mereka.

“Siapa lagi kalau bukan Nefrit, keluarganya kan sekarang lagi dikutuk habis-habisan ma sang pencipta…” salah satu jawaban dari mereka.

“Hari ini kalian bisa menertawakan lebar adikku, tapi kelak kalian akan dipermalukan olehnya dengan sebuah prestasi” jawaban tertajam membela sang adik.

“Ternyata kakaknya toh,”

“Jaga mulutmu, sekali lagi kau menyerang adikku, tentu saya tidak segan-segan menyerang dua kali lebih parah, ngerti?” pertama kali berada di sekolahku dan membuat sesuatu hal fantastis seperti sekarang. Menarik tanganku ke motornya, kemudian melaju dengan kecepatan tinggi ke suatu tempat. Hembusan angin keras sepanjang perjalanan membungkus diri…

“Kenapa kakak membawaku ke tempat seperti ini?” pertanyaanku setelah kami berada jauh dari ibu kota. Ternyata ka’Lazki mengatur  segalanya yaitu meminta izin ke pihak sekolah selama 3 hari untuk berada di sebuah perkampungan kecil. Perjalanan ibu kota dan kampung kecil disini memakan waktu selama beberapa jam, hal lebih kacau kami memakai motor dengan kecepatan tinggi.

“Untuk membuatmu bersenang-senang” senyum Lazki menarik hidungku.

“Kakak tidak takut dipecat minta cuti terus?” tegurku.

“Bos rumah sakitnya takut ma kakak,” gurauan terkacau dari ka’Lazki.

“Seragam sekolahku?”

“Tenang saja, kakak punya banyak persedian baju di lemari” ka’Lazki.

Suasana kampung asri, tenang, tanpa kata-kata mengerikan dari siapapun membuatku sedikit terhibur. Menikmati aliran air jernih di tengah-tengah taman, mendengar alam bercerita, pohon-pohon bernyanyi oleh karena hembusan angin sepoi. “Bibi kemana?” tanyaku.

“Bunda lagi mengurus keponakan dari ayah di kampung sebelah, jadi sorry tidak bisa ketemu Nef selama disini” ka’Lazki.

“Terserah” cetusku menjawab acuh tak acuh.

Pagi-pagi sekali ka’Lazki menarik tubuhku dari ranjang biar lari pagi sambil menikmati embun di sekitar. “Pagi non,” seorang petani menyapa dengan sangat ramah ke arahku.

“Nef, tidak semua orang di dunia ini berpikir jahat, negative, kacau tentangmu” tegur ka’Lazki.

“Seperti petani itu maksudnya?” keningku sedikit berkerut.

“Iya, memang” anggukan ka’Lazki. Asap kabut masih tebal menghantam kampung disini, kenapa? Karena suasana masih bercerita tentang pagi hari dan bukan siang. Mangajakku jalan menuju sebuah puncak gunung bahkan harus melakukan pendakian luar biasa. Keringat bercucuran membuat seluruh pakaianku basah…

“Coba lihat pemandangan di sana!” menunjuk ke bawah dan memang benar-benar menakjubkan…

“Wow, sangat manis” terkagum-kagum…

“Bahagia melihat Nef tersenyum pertama kali seperti ini,” ka’Lazki.

“Ternyata kakak sadar betul kalau Nef sama sekali tidak pernah tersenyum seperti sekarang?” ujarku.

“Nef, Tidak selamanya seseorang yang selalu berada di urutan belakang dalam segala hal mempunyai masa depan hancur. Sama seperti dirimu hanya membutuhkan waktu dan tingkat kesabaran cukup tinggi untuk membuktikan pada dunia tentang perjalanan indahmu” ka’Lazki.

“Nef selalu tinggal kelas, syukur-syukur kalau bisa lulus sekolah tahun ini” balasku.

“Prestasi terbaik seseorang tidak selalu bercerita tentang dunia akademik. Bukan berarti kau selalu berada pada urutan terbelakang di dunia akademik, sedangkan di bidang lain jalanmu tidak bisa menjadi yang pertama.” Ka’Lazki.

“Semua akan memandang kalau prestasi akademik selalu berada di urutan pertama.”

“Siapa bilang?” tegur ka’Lazki.

“Kenyataan hidup” jawabku.

“Di luar sana ada orang memang mempunyai prestasi di dunia akademik sampai akhir cerita berhasil menjadi seorang dokter spesialis, ilmuwan, dosen, dan masih banyak lagi sesuai mimpi…” ka’Lazki.

“Tapi, ada juga mereka mempunyai masa depan bukan karena prestasi akademik mereka terbaik diantara yang terbaik, melainkan…” ka’Lazki berkata-kata lagi…

“Melainkan?”

“Melainkan mereka mempunyai talenta di bidang lain. Ada orang menjadi pelukis terkenal, artis, model, penari balet, penyanyi, pemusik handal, berprestasi dalam bidang olah raga tetapi masalah akademik juga selalu bercerita dibelakang bukan yang terdepan” ka’Lazki

“Nef masih belum mengerti makna dialog kakak” wajah masih bingung.

“Temukan talenta dalam dirimu. Bagaimanapun proses panjang bahkan seakan tidak menemukan hasil, tapi kau harus terus berlari mencari bakat terpendammu, setelah berhasil gali terus untuk membawanya ke permukaan” ka’Lazki.

“Bagaimana kalau tidak berhasil sama sekali?” pertanyaan…

“Berhasil tidaknya tergantung pribadi seseorang. Saya rasa kau pasti bisa menemukan, entah memakan waktu cepat, sedang, dan lama” ka’Lazki.

“Saya membenci pelajaran-pelajaran sekolah,” kalimatku…

“Masing-masing pribadi berbeda-beda, kenapa? Ada orang dengan kadar IQ paling terbawah tetapi ingin terus bertahan dalam dunia akademik dan akhir cerita berhasil menjadi pertama melalui proses panjang. Namun, di tempat lain hampir keseluruhan memang mencari bidang lain yang mereka sukai sesuai talenta di dalam diri” ka’Lazki.

 “Bukan berarti saya menyuruhmu mencari bakat dalam dirimu, lantas kau berhenti sekolah atau tetap tinggal kelas di sekolah sama bertahun-tahun sampai tua. Minimal lulus” sekali lagi bercerita…


Bagian 5…

 

Nefrit…

Merenung memikirkan kata demi kata sebagai bahan masa depanku sendiri. Ternyata, ka’Lazki sengaja membuatku berada di kampung ini kemudian membawaku melakukan sebuah petualangan pendakian puncak gunung. Proses panjang menemukan titik puncak gunung mempunyai tingkat kesulitan masing-masing selama kaki mencoba menapaki sedikit demi sedikit. Jalanan licin, berbelok-belok, pinggiran jurang, takut ketinggian, batu-batuan sekitar menjadi masalah utama ketika kaki ingin terus menemukan puncak gunung itu sendiri.

 “Saya ingin belajar percaya, kalau KAU tidak seperti yang kubayangkan selama ini” berkata-kata jauh di dasar hati sambil menatap bintang-bintang langit. Sejak dulu, saya membenci Tuhan karena segala hal buruk selalu saja terjadi dalam perjalananku. Berpikir bahwa sang pencipta maha tidak adil untuk objek apapun di dunia. Perjalanan sial, kutuk, air mata, terkacau, miskin, terlempar, tidak pernah dianggap adalah kisah miris seorang Nefrit.

“Tuhan, buktikan padaku kalau KAU bukan Tuhan paling sombong dan angkuh!” bisikan hati kembali bercerita terhadap sang pencipta. Saya hanya butuh sebuah bukti tentang pernyataan ayah kalau Tuhan itu adil juga tidak seperti pemikiranku selama bertahun-tahun.

Belajar menemukan talenta tersembunyi dalam diriku itulah yang sedang ingin kujalani setelah kembali ke kota. “Ayah tidak perlu khawatir, Nef hanya butuh waktu untuk mengerti petualangan dan proses hidup” tanpa sengaja gendang pendengaranku mendengar dialog percakapan antara ka’Lazki dan ayah melalui saluran telepon. Mereka berdua ternyata bekerja sama untuk membawaku ke tempat seperti ini. Percakapan tersebut membuatku tersadar akan sesuatu hal tersembunyi dibalik sosok pribadi ayah…

Ayah ingin membuktikan pada dunia tentang masa depan terbaikku. Saya baru menyadari, jika dirinya sama sekali tidak akan pernah menjatuhkan air matanya apapun situasi depan mata. Semua dapat berkata-kata buruk tentang ketiga buah hatinya, akan tetapi sikap tenang memang terus saja melekat. Kalimat sebagai ayah paling gagal, pada dasarnya sangat wajar diberikan buatnya, kenapa? Karena seperti itulah kenyataan hidup dalam perjalanan keluarga Fidelis.

“Ayah tergagal di dunia, tapi masih terus mencoba menyatakan sesuatu pada dunia tanpa seorangpun menyadari semua itu” kata-kata sedikit sinis mengingat dialog mereka.

Seluruh dunia berkata ayah terlalu lemah dalam mendidik sehingga terjadi kekacauan terbesar dalam kehidupan keluarganya sendiri. Di tempat lain tidak bercerita tentang permasalahan mendidik melainkan hidupnya hanya bercerita kutuk, sial, dosa masa lalu, murka Tuhan, pembawa bencana. Satu kalimat mengungkapkan sisi hidupnya yaitu ayahku terlalu kuat bahkan lebih dari kata tersebut untuk menghadapi ketiga buah hatinya.

“Bantu ayah untuk keluar sebagai pemenang di antara para ayah bagaimanapun kenyataan hidup melukai hatimu” kata-kata ayah mencium pucuk kepalaku setelah saya kembali ke rumah lagi.

Ayah pikir jika putri cengengnya sudah tertidur pulas, pada hal kenyataan sebenarnya adalah tidak sama sekali. Hanya berpura-pura menutup mata di atas tempat tidur setelah menyadari suara sang ayah sekitar pintu kamar. Menggenggam kuat tanganku bersama tarikan napas panjang seakan beban yang terlalu kuat benar-benar terasa olehku untuk pertama kalinya…

“Ayah pasti bisa menjadi pemenang untuk membawamu ke garis finish. Ini hanya proses bagi hidupmu bersama segala cerita tentang kekurangan, pembulyan, tangis, terluka, rasa kecewa, prinsip untuk menata dalam sebuah petualangan.” Rasa-rasanya saya ingin menangis seketika mendengar ucapan sang ayah bagi putrinya. Meluapkan perasaan emosional saat berpikir anaknya tertidur lelap…

Sejenak berpikir tentang defenisi kemenangan sang ayah setelah mengingat setiap kegagalan demi kegagalan dari jalan hidup Gibran Fidelis. Kata kuat, tenang, bijak, mempunyai setitik harapan ketika objek gagal sebagai ayah melekat pada dirinya. Laki-laki beriman karena melihat setitik harapan untuk memulihkan segala sesuatu menjadi gambaran makna nama Gibran Fidelis yang sekaligus menjadi sosok ayah buatku.

“Maaf membuat hatimu hancur” rasa sesak menyebar mengingat segala kata-kata kasar terlontar tanpa sadar setiap terjadi dialog antara diriku dan ayah.

Saya akan mencoba belajar menanggapi ucapan bijak sang ayah. Tentu bukan hal mudah, namun kaki ingin memulai menapaki sesuatu dan percaya tentang setitik harapan. Jujur, hidupku benar-benar tidak menyukai dunia akademik, hanya saja saya akan berjuang keras agar bisa lulus sekolah tahun ini. Selain hal tersebut, perjalananku akan belajar mencari talenta yang memang terpendam kuat dalam diri demi sebuah pembuktian pada dunia…

“Anak-anak hari ini kita kedatangan guru baru di sekolah” ibu Hana mengisyaratkan sesuatu setelah berdiri beberapa menit di depan kelas.

“Paling guru sejarah pengganti ibu Monik” satu sama lain seakan tidak memperdulikan karena menganggap hal biasa bagi para siswa.

“Orang tua tanpa gigi” ledekan seorang siswa hingga seluruh kelas riuh dan tertawa…

“Siapa bilang saya guru tanpa gigi?” tiba-tiba saja sosok pemuda berkaca mata, kulit sawo matang, manis, rambut tersisir rapi berjalan manis menuju kelas kami.

“Model majalah terbaru” semua mata terkagum-kagum menyaksikan pemandangan gratis sekarang…

“Perkenalkan, saya Brian Nicolas guru sejarah kalian yang terbaru. Btw, stop bertanya apapun, kenapa? Karena saya tidak bisa menjawab pertanyaan kalian” ujar sang guru.

“Pada hal kami hanya mau nanya, bapak waktu pembagian wajah jelek kenapa tidak hadir?” seorang lagi mengoceh…

“Memang kenapa kalau tidak hadir?” pak Brian balik bertanya sambil bertolak pinggang.

“Kan kalau bapak terlahir ke dunia fanah dengan wajah jelek, minimal hatiku tidak terpesona seperti sekarang menatap wajah bapak…” jawaban paling jenius membuat seluruh isi kelas berteriak gaduh pada salah satu murid centil.

“Berhenti bergurau, sekarang perkenalkan diri kalian satu per satu” pak Brian.

“Bapak paling tampan sedunia, perkenalkan saya Nesia Fadilah salah satu siswi paling primadona di sekolah ini” wow, seperti biasa gaya centil salah satu teman sekelasku.

“…”

Perkenalan seorang demi seorang mulai terjadi sampai akhirnya giliranku pun tiba. Seperti biasa mereka semua mulai menertawakan segala sesuatu dalam diriku, sampai saya benar-benar terlihat gagap untuk berkata-kata. Sang guru hanya diam membisu menatap ulah seluruh muridnya tanpa menghentikan mereka. Tidak seorangpun akan membelaku di sekolah. Baik guru, para orang tua, terlebih teman-teman hanya tahu menertawakan keberadaanku semata.

Menarik nafas panjang berjalan menyusuri jalan raya setelah pulang sekolah. Manusia dengan segala kekurangan, itulah diriku. Saya ingin belajar terlihat kuat sekalipun semua terlihat sama hanya bercerita kelemahan dan kelemahan dalam diriku. Mencoba menemukan talenta tersembunyi dalam diriku merupakan rutinitasku sekarang setiap pulang sekolah.

“Mungkin saya bisa menjadi seorang pelari tercepat” berpikir seketika. Hal terkacau selanjutnya adalah belum apa-apa saya sudah pingsan duluan di tengah jalan saat kaki mulai berlari sekuat tenaga setelah jam pelajaran sekolah usai. Maka makin ditertawakanlah dunia Nefrit…

“Pelari bukan, berarti perenang handal tentu…” mencari sungai kemarin tempatku ingin menceburkan diri alias mati secepat mungkin tapi ternyata airnya hanya sebatas lutut semata. Belum turun ke sungai, saya sudah lari duluan karena melihat katak kecil bermain-main di tempat tersebut.

 Menonton sebuah acara show di TV dengan menampilkan beberapa jenis dance terhebat. Sejenak berpikir akan talenta tersembunyi dalam diriku adalah berada di dunia dance sama seperti mereka. Memutar beberapa video dance, kemudian mencoba menirukan gaya mereka dan hasil terakhir kaki terkilir bahkan menjadi bahan tertawaan Nara. “Kakak seperti usir nyamuk saja” Nara meledek sambil tertawa…

“Berhenti menertawakan kakak!” rasa kesal melihat kelakuan Nara.

Sebenarnya talenta tersembunyi dalam diriku itu ada dimana? Suara juga seperti radio rusak kalau masuk dunia tarik suara. Membeli beberapa jenis alat music bekas seperti piano, gitar, biola, drum dan berpikir tentang kisah perjalanan akan berada pada salah satu bidang tersebut. Uang tabungan selama bertahun-tahun habis ludes dikarenakan kisah tragis ingin mencari talenta tersembunyi. Itu pun masih dibantu uang ayah juga ka’Lazki untuk menutupi sisanya yang masih belum terbayar. Hal terkacau adalah ayah selalu saja tersenyum menyaksikan tingkahku.

Nara memang butuh biaya berobat, tapi kisahku pun ingin mencari talenta tersembunyi tanpa peduli akan menghabiskan sejumlah uang. Saya juga bermimpi tentang masa depan cerah, akan tetapi tidak bercerita dari dunia akademik melainkan tempat lain. Hidup Nefrit Fidelis benar-benar menyedihkan bahkan lebih dari kata tersebut. Bagaimana tidak? Belajar memainkan alat music gitar dengan mengamati beberapa video, program acara TV, acara-acara sekolah, bahkan beberapa pengamen jalanan tetapi hasilnya adalah nol persen. Kekacauan lain lagi adalah Nara dapat memainkan alat music tersebut hanya karena terus berada di sampingku ketika berlatih sambil menonton sebuah video.

“Nara hebat” ka’Lazki terkejut melihat permainan gitar gadis kecil berusia 4 tahun.

Kekaguman ayah, bunda, juga ka’Lazki masih belum berakhir menyaksikan permainan gitar Nara. Semua jenis peralatan music bekas di rumah pun dapat dimainkan oleh anak kecil seperti dirinya. Hal terkacau bahkan menjadi garis kesimpulan, kalau bukan saya yang jenius memainkan alat-alat music tersebut melainkan adik kecilku yang sebentar lagi akan dipanggil Tuhan. “Anak bunda memang jenius” pujian bunda sangat bahagia.

Pertama kali melihat bunda tersenyum lebar setelah bertahun-tahun hanya meneteskan air mata karena ketiga buah hatinya menjalani hal mengerikan. Menjadi pertanyaan, haruskah saya iri terhadap adik sendiri? Bagaimana kisah masa depanku tanpa mengetahui talenta dalam kehidupan sendiri ke depan? Saya tidak ingin mempunyai perjalanan buruk lagi apapun keadaannya…

“Buat saya percaya kalau KAU bukan TUHAN paling sombong dan selalu berlaku tidak adil terhadap kehidupanku pribadi!” menengadah ke langit sambil berbisik jauh di dasar hati menatap bintang malam. Sepertinya keraguan mulai muncul kembali tentang ketidak-adilan Tuhan. Saya juga ingin memiliki satu talenta untuk menjalani kisah perjalanan yang selalu saja mempermainkan hidup. Salahkah saya mempunyai rasa iri terhadap adik sendiri? Seakan dalam perjalananku hanya bercerita tentang kekurangan dan kekurangan di segala bidang.

“Jadikan ayah pemenang ketika kakimu ingin belajar menemukan setitik harapan dalam setiap luka yang terus saja menancap.” Seperti biasa tanpa rasa bosan, ayah selalu berjalan ke kamar untuk berkata-kata saat kedua putrinya terlelap dalam tidurnya. Ayah mengira jika anaknya tidak akan pernah mendengar apapun setiap curahan hatinya. Memberi kecupan dan membelai rambutku tanpa rasa bosan sama sekali sambil berkata-kata tentang banyak hal sebelum akhirnya berjalan keluar meninggalkan kami.

Berpura-pura tidur lelap jauh lebih baik, dari pada ayah menyadari putrinya selalu mendengar curahan hatinya setiap malam. “Jangan menyerah mencari talenta tersembunyi dalam dirimu, sampai suatu ketika kau dapat membuktikan pada dunia akan perjalanan terhebat yang pernah dimiliki olehmu” salah satu pernyataan paling kacau dari seorang ayah seperti dirinya.

“Jangan menyerah mencari talenta tersembunyi…” menirukan kembali kalimat ayah saat keadaan benar-benar lelah mencari sesuatu yang tersembunyi. Mustahil menemukan hal terbaik dalam hidupku sendiri, kenapa? Kisahku selalu berada pada gagal bahkan hanya bercerita tentang kekurangan semata.

Menghabiskan waktu di sebuah pusat perbelanjaan terbesar setelah jam pelajaran sekolah selesai untuk pertama kalinya bagi hidup. Entah dorongan dari mana membuatku ingin bersantai sejenak menyusuri setiap lantai plaza tersebut. Mataku terkagum menatap gambar seorang model tertawa lebar pada salah satu showroom terbesar di hadapanku. Apakah saya bisa menjadi sama seperti dirinya terkenal, cantik, mendapat pujian banyak orang, idola banyak orang? 

“Saya kan tidak jelek-jelek amat, bolehlah jadi model” menatap wajah sendiri depan cermin showroom…

“Nef” seseorang berteriak memanggil namaku.

“Ka’Lazki” terkejut, malu, wajah menunduk ketahuan berkeliling sekitar plaza.

“Jangan kaget, sebenarnya kakak janjian dengan seseorang disini tapi sepertinya batal sih” ka’Lazki menggaruk-garuk kepala seakan terlihat kesal…

“Bagaimana kalau kita berdua cuci-cuci mata doang, sekaligus makan mungkin” seru ka’Lazki mendorong tubuhku ke arah kanan showroom. Pertama kali melakukan hal seperti sekarang mengunyah permen karet sampai membuatnya menjadi balon besar, bermain seperti anak kecil, tertawa lebar, membeli permen lollipop paling besar, dan masih banyak lagi. Kenapa saya tidak melakukan semua ini dari dulu? Bertahun-tahun hidup hanya meratapi segala jenis beban masalah.

Hal terbodoh di antara paling bodoh adalah hidup selalu saja berfokus pada apa kata orang hingga akhir cerita perasaan kecewa pun terus membungkus. Jauh lebih baik membiarkan hinaan semua orang dan menganggapnya hanya sebagai angin lalu, dibanding berada di tempat sama untuk menghancurkan diri sendiri. “Kakak, bagaimana kalau Nef menjadi model saja?” satu pertanyaan tetapi membuat wajah ka’Lazki merah karena tertawa keras.

Sekarang kami berdua menjadi pusat perhatian semua orang di sini. “Lebih baik habiskan makananmu sekarang!” perintah ka’Lazki memasukkan roti burger besar ke mulutku.

“Saya serius, mungkin bakat terpendam dalam diriku adalah menjadi seorang model”

“Nef, jangan berpikir aneh” cetus ka’Lazki.

“Aneh bagaimana maksudnya?” sedikit mengerutkan kening.

“Kakak saja tidak pernah bermimpi jadi model atau artis, lah situ kenapa mimpi aneh gitu?” ka’Lazki seperti memberi penghinaan…

“Ka’Lazki keterlaluan” marah seketika.

“Kakak terlahir cantik juga tidak bakalan bercita-cita jadi model, apa lagi wajahku yang sekarang luar biasa standarnya paling dibawah” ka’Lazki.

“Berarti wajah ka’Lazki dan Nef sebelas dua belas maksudnya alias jelek?”

“Nef, kalau kakak sih bukan masalah jelek juga tapi ada hal lain” ka’Lazki.

“Hal lain?”

“Jadi model atau artis itu harus siap menjadi bahan gossip kiri kanan sekalipun hanya setitik saja kesalahan yang diperbuat. Kehidupan keras sampai banyak orang selalu berada pada jurang yang sama karena tidak mampu melawan, jadi berpikir dulu sebelum punya niat ke bidang sana” ka’Lazki.

“Kehidupan keras…” gumamku…

“Nef harus siap menjalani tuntutan pekerjaan dunia modeling dan keartisan” ka’Lazki.

“Contohnya?” pertanyaanku balik.

“Siap bergaya depan kamera sambil dipegang kiri-kanan sama lawan jenis untuk promo sebuah brand pakaian mungkin atau objek lainnya. Suka tidak suka harus dijalani, bagi sebagian orang hal tersebut biasa, tetapi berbeda bagi konsep berpikir kehidupan keluarga kita. Ngerti?” ka’Lazki.

“Jadi?”

“Kau siap berpelukan bahkan berciuman dengan cowok manapun karena tuntutan acting? Kalau siap, yah silahkan berjuang terus menjadi artis karena itu impianmu” ka’Lazki.

“Satu lagi, kau harus mempunyai standar kualitas acting dan tidak asal-asalan semata. Kakak lebih baik jadi suster seumur hidup dibanding ada di dunia sana” ka’Lazki sepertinya curhat…

“Saya juga ingin jadi seperti yang lain, hidup dengan masa depan terbaik” kepala tertunduk di hadapan ka’Lazki.

“Nef harus sabar mencari telenta tersembunyi dalam kehidupan sendiri. Semua yang kau inginkan butuh proses…” ka’Lazki.

“Hari ini gagal, tidak berarti esok memberi hasil sama. Andaikan gagal lagi berarti hidupmu harus terus mencari dan mencari sampai kau menemukan objek terbaik bagi masa depan sendiri. Tetaplah berlari!” ka’Lazki.


Bagian 6…

 

Menjalani kehidupan sepertinya tidak mudah bagi Nefrit terlebih harus berhadapan dengan situasi sama, tetapi cerita hanya berkisah tentang kegagalan dan kekalahan. “Gagal lagi mencari talenta tersembunyi” teriakan histeris Nefrit. Melemparkan berulang kali batu kecil ke sebuah sungai sebagai bahan pelampiasaan hari ini. Masih mengenakan seragam sekolah duduk termenung sambil meratapi nasib sendiri. Teman-teman seumurannya sekarang sudah berada pada bangku kuliah, sementara diri sendiri masih saja memakai seragam sekolah.

Keinginan berhenti sekolah sudah lama muncul di benaknya, hanya saja sang ayah tetap bersikeras menyekolahkan dirinya. “Hal terbodoh memang” Nefrit menepuk kepala sendiri. Pemikiran seorang gadis sepertinya menginginkan sesuatu tersembunyi di luar dunia akademik demi meraih masa depan terbaik. Berjalan meninggalkan sungai dengan kepala menunduk…

“Ka’Feiv, ayo pulang” tiba-tiba saja dia dikejutkan suara Nara berteriak memanggil Feivel. Mencoba mencari arah suara tersebut tidak jauh dari tempatnya berdiri…

“Nara” rasa geram Nefrit mendapati adiknya berusaha menarik tangan Feivel depan sebuah gudang tanpa penghuni.

“Anak kecil penyakitan, pergi!” Feivel mendorong Nara.

“Bunda selalu nangis karena kakak pergi” Nara masih mencoba bangkit mengejar kakaknya.

“Lepaskan” untuk kedua kali Feivel mendorong tubuh Nara.

“Bajingan” Nefrit melempar sebuah batu berukuran sedang ke arah Feivel sampai membuat kepalanya terluka seketika.

“Dia bukan kakakmu, ngerti?” kekesalan Nefrit menggendong Nara setelah melakukan aksinya. Sosok gadis yang selama ini terlihat lemah, tetapi berujung menakutkan pada situasi tak terduga…

“Luka itu tidak seberapa dengan tangisan bunda, pengorbanan ayah, ejekan semua orang buatku karena manusia sepertimu, luka Nara karena perlakuanmu” emosional Nefrit tak terkendali menatap geram sang kakak.

“Gadis idiot” Feivel ingin mencoba menampar Nefrit, tetapi sesuatu menahannya.

“Nara selalu menunggu kakak di rumah” kata-kata Nara menatap ke arah Feivel.

“Dia bukan kakakmu lagi” Nefrit marah melihat tingkah sang adik. Berlalu dari hadapan Feivel sambil membawa Nara dalam dekapannya. Bagaimana bisa gadis kecil seperti Nara berjalan sendiri di tempat seperti itu.

Nefrit hanya ingin melindungi adiknya agar tidak diperlakukan kasar oleh Feivel. Pertama kali melakukan hal semacam ini dan menjalani peran sebagai seorang kakak. Mereka berdua hanya terdiam tanpa seribu bahasa selama perjalanan menuju rumah. Nara tertidur pulas dalam gendongan Nefrit sang kakak. “Nef, bagaimana bisa Nara…” Lazki terkejut melihat pemandangan depan matanya sekarang. Rasa panik luar biasa dikarenakan Nara menghilang begitu saja dari rumah, sedangkan orang tua mereka masih bekerja membanting tulang di sekitar pasar.

“Ceritanya panjang” Nefrit menjawab sambil berjalan terus masuk ke kamar. Membaringkan Nara di atas tempat tidur sangat pelan tanpa suara sedikitpun. Menceritakan tentang kejadian tadi setelah keluar dari kamar. Tidak dapat disangkal kebencian Nefrit jauh lebih kuat bermain terhadap sang kakak melebih apapun. Seumur hidup dia hanya menganggap kakaknya hanyalah seonggok sampah tak berguna. Kelakuan Feivel membuat Nefrit semakin terkucilkan bahkan menjadi bahan bulyan teman-temannya di sekolah.

“Feiv tetap kakak Nef Seperti apapun kebencianmu berjalan” Lazki mencoba menjelaskan sebuah pernyataan bagi Nefrit.

“Nef tidak mempunyai kakak criminal,” rasa geram Nefrit mendengar ucapan Lazki. Tidak ingin mendengar kalimat bijak sepatah katapun, di hatinya hanya bercerita tentang sakit hati dan kebencian mendalam. Lazki tidak lagi melanjutkan ucapannya untuk menghindari sisi emosional Nefrit semakin tinggi.

Ada begitu banyak alasan sehingga kata benci jauh lebih kuat bermain bagi dunia Nefrit Fidelis terhadap sang kakak. Selama ini hidupnya terlalu menderita dikarenakan keadaan terkacau dari hari ke hari. Menatap langit kamarnya di dalam gelap mengingat setiap moment terburuk ketika berhadapan dengan banyak hal. “Anak ayah sudah tidur,” bisik sang ayah ke telinganya. Rutinitas seorang ayah seperti biasa tanpa rasa bosan…

“Jangan jadi pembenci. Ka’Feiv hanya menghilang untuk sementara,” kata-kata seorang ayah terhadap anaknya.

“Selalu saja seperti ini, berkata-kata ketika putrinya tertidur lelap” suara Nefrit bergema dan berpura-pura tidak mendengar apapun dari sang ayah.

“Saya tetap membencinya” berujar duduk termenung setelah ayahnya berjalan keluar dari kamar. Kesulitan, pembulyan, terkucilkan, uang habis hanya demi menebus sang kakak keluar dari penjara, dan masih banyak lagi menjadikan Nefrit seorang pendendam. Andai kata bisa, rasa-rasanya dia ingin melenyapkan nyawa Feivel memakai tangan sendiri.

Sejak peristiwa kemarin melempar sebuah batu ke arah Feivel, membuat Nefrit ingin terlihat kuat. “Keluarga sial lagi berjalan” ledekan Mery salah satu teman sekelasnya. Akhir cerita, Nefrit menatap tajam bahkan terlihat menakutkan. Menjambak keras rambut temannya sampai tak berdaya sedikitpun…

“Mungkin kemarin kau bisa mengejek sesuka hatimu, tapi tidak hari ini dan selamanya” kata-kata tajam keluar begitu saja menjadikan semua teman-temanya berlari ketakutan.

“Orang lemah tidak akan selamanya lemah, ngerti?” semakin menarik rambut temannya.

“Camkan itu” sekali lagi berucap…

Entah kenapa sisi emosionalnya tiba-tiba saja meledak seketika tanpa terkendali. Terbiasa hidup menyendiri tanpa seorang teman merupakan kisah paling tragis dari dunia Nefrit Fidelis. Setiap berjalan ke sekolah, seakan dia Nampak seperti preman sekolah siap menerkam semua orang. Hal terkacau adalah terjadi perkelahian sengit antara dirinya dan salah satu teman sekolahnya, sampai sang ayah harus berada di sekolah. Amarah Nefrit meledak  begitu saja dan tidak lagi bercerita seperti kemarin.

“Bapak harus bertanggung jawab” rasa geram salah satu orang tua murid terhadap sang ayah. Perkelahian tersebut membuat temannya berada di rumah sakit dan menjalani proses jahitan berkali-kali karena robekan parah sekitar kakinya.

“Maaf atas kelakuan anak saya” seorang ayah tersungkur sekitar lantai dengan kepala menunduk…

Beruntung saja pihak sekolah berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan kekeluargaan tanpa harus melalui pihak kepolisian. Sang ayah memohon agar anaknya tidak dikeluarkan dari sekolah. Yayasan menyetujui, hanya saja Nefrit harus menjalani skorsing selama 2 minggu sebagai sanksi. “Bunda tidak pernah mengajarkan kelakuan buruk seperti itu” amarah Zarah atas kelakuan anaknya.

“Kenapa anak bunda berubah menjadi monster?” mengguncang tubuh Nefrit.

“Nef hanya ingin membela diri” jawaban Nefrit.

“Membela diri sampai anak orang hampir mati karena kelakuanmu” Zarah.

“Nef bukan lagi gadis lemah seperti kemarin,” teriak Nefrit meninggalkan sang bunda.

Menenangkan diri di luar rumah jauh lebih baik bagi seorang Nefrit dibanding mendengar kegeraman seluruh anggota keluarga. Bersikap lemah terus menerus akan semakin membuat harga dirinya terinjak-injak dimanapun berada. Memperlihatkan sebuah kekuatan tidak terduga lebih menghancurkan hidup bahkan menyulitkan seluruh anggota keluarga. Hidup serba salah untuk dijalani, harus memilih salah satu diantara kedua kata tersebut yaitu menjadi lemah atau terlihat kuat.

“Nef juga manusia biasa, akan mengamuk sewaktu-waktu bahkan bisa saja menjadi seorang pembunuh kalau perlu” teriak Nefrit di tempat biasa.

“Kalau jadi pembunuh berarti masuk penjara dong” ledekan seseorang membuatnya kaget bukan main. Entah bagaimana cara guru sejarah di sekolahnya menyadari tempat persembunyiannya. Sungai kecil tanpa penghuni, sepi, jauh dari rumah penduduk merupakan tempat paling tepat bagi manusia seperti Nefrit. Pertama kali guru sekolahnya ingin terlihat sebagai sahabat. Selama ini semua guru bersikap cuek, tidak peduli, menganggap jika Nefrit hanyalah manusia idiot tanpa masa depan. Sang ayah terus berjuang sekalipun bersujud di hadapan kepala sekolah dan semua guru hanya demi mempertahankan murid terbodoh diantara paling terbodoh. Akhir cerita, kepala sekolah merasa iba sehingga memberi kebijakan terhadapnya.

“Kenapa bapak bisa berdiri disini?” Nefrit.

“Mungkin karena Tuhan memberi tahu saya harus melewati jalan sepi semacam ini” Brian.

“Mau mengejekku juga?” rasa judes Nefrit.

“Kalau kau ingin mempermalukan mereka yang selalu saja mengejek apapun dalam hidup, jangan memakai kekerasan” Brian.

“Maksud bapak?” Nefrit.

“Kau sama saja dengan mereka kalau sikapmu seperti itu,” Brian.

“Nef Cuma mau membela diri karena perlakuan buruk mereka” Nefrit.

“Perlihatkan prestasimu, buktikan tentang masa depan terbaik juga menjadi milikmu sampai kapanpun” Brian.

“Sekalipun kenyataan masa depanku benar-benar mustahil untuk…?” Nefrit.

“Bagi Tuhan tidak ada sesuatu hal yang tidak mungkin. Ini hanya bercerita akan permasalahan waktu, perjuangan, tidak menyerah, dan terus berlari walaupun hidup terus saja terbungkus kegagalan dan kegagalan” Brian. Kata-kata bijak tersebut terdengar aneh bagi nafas Nefrit pribadi, tetapi mengajarkan tentang sebuah objek dapat terjangkau melalui suatu pribadi berbeda dibanding siapapun juga. Bagi semua orang, perjalanan hidup seakan tanpa masa depan karena segala jenis kekurangan selalu saja mendekap. Sial, kutuk, keluarga hancur, kegagalan mendidik merupakan kisah paling tragis bagi satu pribadi menghancurkan kebahagiaan.

Melihat ucapan penghinaan semua orang dapat menghancurkan atau membentuk mental seseorang, namun kembali pada pribadi masing-masing. “Jalani hari tanpa memandang hujatan mereka” bisikan suara hati Nefrit menatap ke arah cermin kamarnya.

“Berjuang mencari talenta tersembunyi dan membuktikan pada dunia akan masa depan terhebat di luar bayangan semua orang” sekali lagi berkata-kata memberi semangat terhadap diri sendiri. Memulai kembali dari nol mencari talenta tersembunyi dalam diri seorang Nefrit. Menggunakan waktu 2 minggu berbenah diri, merenung, sekaligus belajar menemukan sesuatu terhebat dalam perjalanan gadis seperti dirinya.

“Ayah harus bersabar, tunggu sampai waktu itu tiba. Maafkan Nef karena selalu saja terlihat buruk” jeritan hatinya menatap sang ayah sedang bekerja kuat membanting tulang sekitar pasar tradisional. Tidak dapat disangkal bagaimana luka begitu kuat menyerang ketika mengingat setiap memory seorang ayah bersujud di hadapan semua guru dan orang tua murid demi mempertahankan putrinya paling idiot.

Mencari sesuatu tersembunyi dapat dikatakan mustahil dengan segala keadaan terburuk yang terus saja membungkus. Kisah tragis salah satu anggota keluarga Fidelis bersama ribuan cerita perjuangan akan dimulai. Membuktikan pada dunia akan hal terbaik pada kenyataan hidup memang membutuhkan proses panjang. Seorang Nefrit harus belajar memulai segala sesuatu pada titik nol dengan tingkat kesabaran luar biasa.

“Hei siapa di dalam buka pintu?” ketukan keras berkumandang tengah malam…

Nefrit terkejut memandang sang ayah membawa masuk putra pertamanya setelah pintu terbuka. Kasih sayang seorang ayah tetap melekat kuat bagaimanapun hatinya terluka karena perlakuan sang anak. “Ayah pasti menang untuk membuatmu kembali” ucapan sang ayah terhadap anaknya.Setelah menggedor-gedor pintu dengan keras, akhir cerita Feivel tergeletak tidak sadarkan diri begitu saja depan teras rumah. Berada di bawah pengaruh alcohol membuatnya melakukan hal-hal mengerikan setiap waktu. Entah angin apa sehingga kakinya tiba-tiba saja berjalan menuju rumah yang sama sekali tidak lagi berarti dalam hidupnya.

 

Bagian 7…

 

Feivel Fidelis…


Kesenangan paling membahagiakan adalah ketika berada di tengah hentakan music keras sampai pagi. Alcohol, beberapa jenis narkoba, rokok, judi, dugem, kekerasan merupakan hal terbaik bahkan kebutuhan paling mendasar bagi dunia Feivel. Dapat dikatakan pesta sex, narkoba, saling menukar jarum suntik, tato, minuman keras menjadi objek terkesan menjijikkan bagi keluargaku, tetapi tidak buatku. Semua itu sesuatu yang normal untuk dilakukan, walaupun semua berkata Feivel berada di jurang…

Apakah Feivel kekurangan kasih sayang sampai segala sesuatu dalam dirinya hancur begitu saja? Jawaban terkacau adalah tidak sama sekali, namun entahlah kenapa jalanku tiba-tiba berada dalam ikatan seperti sekarang. Berawal dari mencintai seorang gadis primadona di kampus sampai pada akhir cerita langkahku tidak lagi berkata-kata tentang kepolosan, melainkan lembah hitam. “Ayo minum lagi” berjalan sempoyongan tanpa tahu arah…

Keluar masuk penjara sudah menjadi rutinitas buatku, namun menjadi pertanyaan selalu saja lolos dari hukuman seumur hidup terlebih eksekusi mati. Saya butuh uang demi barang dikatakan haram bagi semua orang, tetapi tidak buatku. Kenapa? Beberapa jenis obat-obat terlarang merupakan surga terbaik bagi jalan hidupku pribadi. Mencuri, menjadi Bandar narkoba, preman, mucikari prostitusi pun kulakukan demi  meraih surgaku.

“Sayang nikmati malam panas denganku” membelai lembut wajah seorang wanita.

Saya tidak lagi berpikir dampak negative berada dalam pergaulan bebas. Setidaknya sex dapat memuaskan jalanku dan inilah hidupku sekarang. “Feivel manusia normal, butuh kepuasan…” prinsip hidup manusia bengis sepertiku. Permasalahan penyakit menular seksual seperti hepatitis, kandiloma, herpes genetalies, bahkan HIV sekalipun tidak terpikirkan sama sekali. Objek terpenting bagi jalanku yaitu menikmati keindahan surga.

Iblis dunia terbaik diawali dari kepolosan terbaik pula. Saya merupakan sosok manusia paling keras diantara segala batu-batu dunia, bahkan tidak akan pernah bisa dikendalikan oleh siapapun. “Brother, sepertinya polisi sedang mengintai tempat ini” Hector berbisik ke telinga di tengah hentakan music keras bersama kumpulan Bandar narkoba lain.

“Cari jalan keluar, ganti strategi” perintahku. Segera bangkit dari kursi untuk mengalihkan beberapa perhatian di tempat tersebut. Saling memberi kode satu sama lain kemudian mencari jalan selanjutnya…

“Wanita bangsat” menarik rambut salah seorang wanita di hadapanku sebagai biang kerok kegagalan transaksi sekaligus permasalahan pengejaran polisi setelah kami berhasil menyelamatkan diri.

“Bukan saya pelakunya” ucapan wanita tersebut memohon untuk dilepaskan.

Karakter pribadi saya benar-benar seperti iblis kelaparan siap menerkam siapa saja bahkan jauh melebihi pemikiran semua orang. Menganggap hidup perlu untuk dijalani melalui kisah-kisah tragis seperti ini adalah sesuatu yang menyenangkan. Terkadang, saya berada di sebuah tempat perkumpulan tertentu atau di tengah anak jalanan untuk melewati objek-objek mengerikan. “Jangan coba-coba kabur dariku!” pukulan keras terus saja kuarahkan terhadap salah satu anggota perkumpulanku hanya karena permasalahan biasa.

“Rasakan ini” di tempat lain kakiku lebih dominan bermain untuk menghajar mereka yang berani membuat masalah denganku. Darah terus saja mengalir bersama luka serius akibat ulahku seorang diri.

“Bakar rumahnya!” memerintah Hector akibat rasa geram bahkan permasalahan pengkhianatan.

Dalam penjara pun, saya melakukan hal paling bengis demi sebuah pelampiasan. Bagi perjalanan orang sepertiku adalah mencari lawan dimanapun berada, kenapa? Karena kehidupan keras yang memang pada dasarnya benar-benar berakar kuat. Andai kata tidak mendapat lawan atau musuh di luar, maka jalan cerita lain adalah mencari di sekitar orang terdekat seperti anggota keluarga sebagai bahan pelampiasan. Tidak hanya mereka yang berkecimpung dalam dunia bela diri ingin melakukan hal semacam ini, tetapi juga kami jauh lebih mengerikan. Rasa haus untuk mencari lawan mengakibatkan terjadinya berbagai jenis kekerasan fisik dan lain sebagainya…

Perjalanan hidup Feivel hanya bercerita tentang iblis, benda haram, keluar masuk penjara bersama hal-hal paling buruk bermain di dalamnya. Saya benar-benar melupakan keluarga bahkan menganggap mereka hanyalah sampah semata. mempunyai seorang ayah dan bunda tua miskin, adik paling idiot sedunia, si’bungsu penyakitan, sepupu sok-sok’annya terlalu banyak itu sangat menjijikkan dibanding jalanku sendiri. “Kau bukan ayahku” berteriak keras depan banyak orang setiap sang ayah terus saja berjalan mendekat tanpa rasa bosan.

“Pergi dari hidupku tua Bangka jalanan!” mendorong tubuh pria tua…

“Kau hanya sampah” ucapan penghinaan setiap dia berdiri di hadapanku.

“Saya benci mempunyai ayah sepertimu” berkata-kata dibawah pengaruh alcohol.

Apakah pria tua itu membenciku? Jawabannya tidak sama sekali. Ketika saya berada dalam penjara, dia satu-satunya yang berjalan menuju ke arahku tanpa rasa benci sedikitpun. Membawa makanan, pakaian, selimut, dan mengucapkan beberapa kata buatku. “Ayah bukanlah ayah sempurna, tetapi satu hal yang perlu kau ketahui sejak dulu sampai kapanpun kau tetap jagoan buat pria tua sepertiku” itulah kalimat sang pria tua terhadap diriku pribadi.

“Mungkin hari ini saya gagal berperan sebagai seorang ayah terhebat buatmu, tapi kelak ayah pasti bisa membawamu kembali…” kata-kata tersebut tak pernah bosan untuk dilontarkan.

“Ayah memang gagal membentuk, namun tidak bercerita kelak akan kembali gagal. Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Pernyataan membosankan setiap bertemu dengannya.

Apakah tiap pernyataan tua Bangka itu menyentuh perasaanku bahkan membuat perubahan? Jawaban paling tepat adalah tidak sama sekali. Satu hal, saya tidak akan pernah berubah setitikpun hanya karena permasalahan penjara dan ucapan-ucapan bijak sang tua Bangka ketika berdiri di hadapanku. Feivel tetaplah iblis sejati sampai kapanpun dunia bercerita. Keberuntungan selalu berpihak padaku ketika berada di penjara. Menjalani masa tahanan hanya beberapa bulan semata, namun berulang kali terjadi. Iblis terbaik dunia dapat mengelabui banyak oknum sehingga apapun kisahku, nafas kebebasan masih tetap terhiruk.

“Akhirnya iblis jahanam keluar juga dari penjara” senyum Hector mengambang…

“Berhenti berucap!” ucapan memerintah. Melemparkan sebuah tas hitam ke arah Hector bersama raut wajah jauh melebihi malaikat pencabut nyawa. Seperti inilah kehidupan sang actor penjahat kelas kakap. Salah satu ciri khas pemakai narkotik yaitu tidak akan bisa lepas dari musik-musik keras. Merayakan hari kebebasan sekitar tempat hiburan malam seperti club night bersama dentakan music mengerikan.

Pengguna narkotika dapat terbaca melalui beberapa objek jika diperhatikan secara seksama. Sorotan mata menceritakan pikiran sedang melayang-layang, kosong, rasa takut dapat terbaca jelas. Apapun dapat dilakukan saat rasa ingin memakai benda haram tersebut, karena itu sebagian besar mengiris pergelangan tangan hanya demi mengisap  darah mereka kembali. Permasalahan uang atau tidak adanya benda haram ini sampai bekas irisan silet memenuhi pergelangan tangan sewaktu-waktu. Mata cekung, hitam, tubuh kurus, raut wajah lebih tua dari umur sebenarnya merupakan ciri paling utama bagi pengguna narkotik.

Rela berbuat kejahatan dalam bentuk apapun hanya demi benda haram tersebut menyatu bersama jiwa raga. Ketika seorang pecandu narkotik tidak mempunyai uang seper sen pun, maka jalan keluar terbaik adalah mencuri bagaimanapun resiko menanti di depan mata. Bertingkah gila, susunan tindik jelas terpampang memenuhi telinga, gambar tato, rambut berantakan, bau badan menyengat juga berada pada jalur kehidupan narkotik.

“Hei siapa di dalam buka pintu?” mengetuk keras pintu rumah setelah sekian lama tidak lagi menginjakkan kaki di tempat ini.

“Buka pintunya cepat! Atau saya bakar rumah ini sekarang” teriakan mengancam. Di bawah kendali alcohol menjadikan pribadi semakin mengerikan dibanding Lucifer sang iblis. Satu hal, banyak orang berada dalam pembodohan tentang bentuk wajah dan nama iblis sebenarnya. Iblis punya nama sekaligus berperan sebagai penguasa kegelapan bersama sepertiga malaikat surga yang jatuh sekaligus berhasil menjadi pengikutnya untuk melawan sang pencipta. Lucifer merupakan nama penguasa sekaligus raja kegelapan dan tentu berkuasa memerintah setelah manusia jatuh dalam dosa. Kemungkinan, seandainya manusia sama sekali tidak pernah jatuh dalam dosa tentu saya tidak akan menjadi pecandu narkotika seperti sekarang.

Beberapa rumah produksi perfilman internasional menceritakan kepribadian malaikat tanpa ada kejahatan setitikpun dalam diri sosok Lucifer sang penguasa kegelapan. Mereka yang sama sekali tidak mengerti dapat terjerat dalam pembodohan film semacam ini. Percaya atau tidak, suatu hari kelak Lucifer akan memerintah sepenuhnya dunia selama tiga setengah masa. Menjadi pertanyaan adalah dari mana saya mendapatkan berita semacam ini? jawabannya, cari saja sendiri…

“Saya jauh lebih bengis dibanding lucifer iblis kegelapan dunia” semakin berteriak menghancurkan teras rumah si’tua Bangka…

“Tua bangka, peot, gila buka pintu sekarang!” menendang pintu tanpa memperdulikan omongan semua tetangga sebelah. Hal selanjutnya adalah tubuh iblis jahanam jatuh tergeletak tanpa sadarkan diri secara tiba-tiba. Saat tersadar, ternyata saya sudah terbungkus selimut rapi di atas tempat tidur. Senyum seorang gadis kecil berkicau di hadapanku sekarang menyodorkan segelas susu hangat.

“Kakak Feiv sudah bangun” gadis kecil penyakitan berkata-kata penuh semangat.

“Ayah membuatkan ini buat kakak” tidak perduli bagaimanapun bengisnya kepribadian Feivel, tetapi si’gadis kecil tetap memberikan kepribadian hangat…

“Saya tidak butuh” mendorong tubuhnya tanpa peri kemanusiaan. Segelas susu di tangannya terlempar menuju dinding kamar hingga jatuh berkeping-keping memenuhi lantai.

“Satu lagi, jangan panggil saya kakak karena kau hanya manusia penyakitan. Ngerti?” sekali lagi berucap bengis di hadapannya.

“Kakak tolong Nara” seolah tubuhnya mengalami nyeri…

“Sekalian mati saja cepat” untuk kesekian kalinya mendorong tubuh Nara.

“Nara…” teriakan histeris wanita tua tiba-tiba seakan ingin memecahkan gendang pendengaran.

“Kau iblis” gadis idiot muncul seketika dan berusaha menyerang tubuhku memakai sisa pecahan gelas tadi.

“Jangan bertindak bodoh seperti ini, Nef” sepupu paling sok-sok’an berjuang menghalangi perbuatan manusia idiot.

“Nara buka matamu” sementara wanita tua masih histeris mengguncang tubuh mungil gadis penyakitan yang sebentar lagi ditelan bumi…

“Perbuatanmu keterlaluan” pertama kali melihat pria bangka tua geram menyaksikan perbuatanku. Kupikir beliau akan tetap berperilaku lembut seperti biasanya, ternyata dugaanku salah setelah melihat anak bungsunya tergeletak di lantai.

“Ingin memukul, silahkan!” menyodorkan wajahku ke arahnya. Objek lain bercerita lain pula, dimana sang pria tua bangka segera berlari menggendong anak bungsunya keluar dari kamar menuju sebuah rumah sakit memakai mobil pick-up  usang miliknya.

“Terimah kenyataan saja kalau si’manusia penyakitan sebentar lagi mati” tanpa rasa bersalah juga kasihan sedikitpun melontarkan kata-kata sumpah serapah.

 Suasana rumah menjadi sepi tanpa penghuni setelah kepergian mereka semua. Mencari makanan di dapur untuk mengganjal perut. “Kurang ajar, makanan juga kenapa harus sampah begini?” melemparkan panci belanga ke lantai dapur penuh rasa geram. Melempar semua yang ada di atas meja hanya dengan sekali tarikan sehingga terdengar bunyi pecahan kaca memenuhi seluruh ruangan.

“Kalian semua brengsek” memukul meja makan hingga terbelah menjadi dua. Pemakai narkotik menyukai hal-hal bersifat kekerasan, masalah kecil dibesar-besarkan sebagai contoh kegiatanku sekarang hanya karena permasalahan makanan sampai meluapkan emosi luar biasa. Emosional berlebihan menjadikan segala sesuatu di sekitar menjadi kacau balau bahkan rusak.

Permasalahan kerusakan saraf pun mempengaruhi setiap tindakan yang dilakukan sehingga sering terjadi objek-objek bersifat negative. “Mati saja kalian semua” membiarkan darah segar mengalir begitu saja akibat kegiatan tadi. Meninggalkan rumah tua bangka untuk mencari tempat guna pelampiasan kegeraman. Pertengahan jalan, beberapa kumpulan pengguna motor berhenti begitu saja yang kemudian menghadang langkahku seketika.

“Siapa kalian?” berusaha menghindar…

“Tidak perlu tahu, gara-gara perbuatanmu kami semua hampir tertangkap polisi” salah satu dari mereka berucap sesuatu yang tidak kumengerti sama sekali. Mencoba mengingat beberapa peristiwa kemarin, ternyata mereka semua merupakan anak buah raja mafia terbesar di beberapa Negara. Permasalahan transaksi kemarin adalah bukan sepenuhnya kesalahanku melainkan permasalahan system informasi jarinngan lebih cepat ke tangan polisi.

Mereka semua menyerang, memukul, menendang tubuhku tanpa ampun. Luka demi luka terus menyebar sampai wajahku tidak lagi dikenali karena perbuatan mereka. Pertama kalinya saya begitu takut menghadapi maut. Tergeletak di tanah tanpa dapat berkata-kata itulah yang terjadi pada dunia sang iblis jahanam. “…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Entah mengapa kata-kata pria tua berkumandang begitu saja di sekitar gendang pendengaranku.

Bagaimana bisa kalimat tersebut melayang-layang dalam benak? Bukankah hidup Feivel iblis nomor satu tidak akan pernah bertekuk lutut di hadapan pria tua bangka semacam dirinya? Hal terkacau dilakukan oleh iblis seperti diriku adalah segera menekan nomor ponsel si’tua peot. Saya juga tidak mengerti kekuatan dari mana berasal sehingga terus menghubungi dirinya berulang kali.

“Angkat teleponku, kumohon” rasa takut luar biasa menghadapi maut seorang diri.

“Kuharap kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” tidak tahu mengapa tiba-tiba saja hanya kata-kata itulah yang ingin kulontarkan setelah mendengar suaranya melalui ponsel…

“…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Kembali kata-kata tersebut terus saja bermain sampai mataku tertutup di tengah kesunyian malam…


Bagian 8…

 

Gibran Fidelis…


Tangisan histeris Zarah menggelegar memenuhi tiap lorong rumah sakit. Gadis mungil tanpa salah apapun harus menanggung sesuatu karena perbuatan kakaknya sendiri. Bertarung melawan maut, entahkah gadis kecilku mampu bertahan dan berjuang untuk hidup di ruangan sana. Layar pada monitor menandakan masa kritis Nara belum berakhir. “Ayah hanya ingin melihat Nara tersenyum menikmati suasana embun pagi” menatap wajahnya dari kejauhan.

  “Jadikan ayah pemenang” rasa sakit luar biasa berteriak kuat…

Perbuatan biadab kakaknya menjadikan gadis kecil mengalami pertarungan maut secara beruntun. Bagaimana jika seandainya kedua bola matanya tidak akan pernah terbuka? Bisakah seorang ayah berjalan tanpa senyum dari sosok wajah mungil semacam Nara? Satu-satunya pemberi kekuatan tidak terduga ketika sang ayah melupakan setitik harapan karena beban begitu berat adalah wajah manisnya. Tentu tangisan bundanya sendiri jauh lebih kacau lagi, andaikan sesuatu terjadi…

Bisakah pribadi sosok ayah sepertiku masih berpikir bijak menanggapi situasi? Dapatkah saya memberi maaf dan tetap menantikan jagoan berjalan balik pada alur cerita sebelumnya, setelah semua hal buruk terjadi? Apakah pernyataan mengutuk anak kandung sendiri tidak akan terlontar keluar, walaupun rasa sakit terlalu kuat menghancurkan suatu perjalanan cinta antara sang ayah dan jagoannya sendiri? Masihkah saya tetap bertahan tentang prinsip kemenangan seorang ayah akan nyata suatu hari kelak?

Tuhan, ajar saya sebagai seorang ayah tetap bijak dalam berkata-kata tanpa melontarkan pernyataan kutuk terhadap anak kandung sendiri. Mungkin rasa lelah, terluka, seolah harapan hilang, bersama goncangan badai membungkus, tetapi buat saya tetap berdiri dan mencoba berjalan kembali. Mendekap ataukah membuang bahkan melupakan sang jagoan bernama Feivel tentang sisi jalur perjalanan hidupnya?

“Saya ingin menang Tuhan” hati sang ayah benar-benar hancur menyaksikan ketiga buah hatinya.

“Tuhan, mungkin ada banyak kesalahan tanpa sadar terjadi atas hidupku, tetapi jadikan saya sosok ayah pemenang diantara para ayah” jerit hati berteriak keras di hadapan sang pencipta.

“Kumohon, buat saya menang diantara para ayah” memukul dada sendiri di antara dinding tembok lorong rumah sakit seorang diri.

“Selalu saja gagal berperan sebagai ayah, tapi saya ingin menang Tuhan. Bantu saya menjadi pemenang” untuk kesekian kalinya berkata-kata jauh di dasar dengan hancur hati…

Objek tidak terduga terjadi begitu saja saat ini. Ratusan kali suara panggilan telepon masuk dari seseorang sama sekali tidak terdengar olehku. Entah bagaimana cara pandanganku beralih pada saku celana dan merasa sesuatu bergetar terus-terusan…”Feivel” seakan hati sebagai ayah terus saja berkata jika itu dirinya.

“Halo…” mengangkat panggilan tersebut.

“Kuharap kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” sebuah pernyataan berkata-kata dengan jelas. Apakah semua ini hanya mimpi semata? kalau itu benar, bagaimana sang ayah dapat berlari ke arahnya setelah semua perbuatan keji terhadap adiknya sendiri? Sekian lama sosok ayah sepertiku merindukan pernyataan tersebut,  tetapi kenapa harus dalam sutuasi menyakitkan seperti sekarang?

“Apa yang harus ayah lakukan?” menggenggam kuat tangan Nara setelah dokter memperbolehkan saya masuk ke ruangan. Zarah tidak mampu menyaksikan penderitaan Nara sampai dirinya sendiri mendapat perawatan pada ruang lain dari rumah sakit ini. Nefrit terus berjaga di samping bundanya untuk menghindari sesuatu hal buruk…

“Ayah ingin menang membawa kalian pada sebuah garis finish” pertama kali menjatuhkan setitik bulir air tanpa seorangpun sadar semua itu.

“Bantu ayah untuk menang. Jangan biarkan ayah gagal untuk kesekian kalinya” dari setitik bulir air menjadi tangisan histeris sosok ayah bersama jerit luka hatinya. Berada di antara dua pilihan, tetap menggenggam kuat tangan gadis kecilku ataukah berlari mendekap sang jagoan? Andaikan tangan sang ayah tetap menggenggam kuat gadis kecilnya, namun di tempat lain putra sulungnya seolah ingin belajar kembali mengenal setitik sinar. Sebaliknya, andaikan si’ayah berlari mencari putra sulungnya, tapi keesokan paginya mata gadis kecilnya tidak akan pernah melihat matahari terbit dan semua itu menjadi penyesalan terbesar…

Seakan rasa takut luar biasa membungkus Feivel sekarang, tetapi gadis kecilku pun masih berjuang melawan rasa takutnya karena maut ingin menyergap dirinya. “Nara harus menjadikan ayah pemenang apapun yang terjadi” mendekap kuat tubuh Nara.

“Nara harus berjuang sendiri melawan maut tanpa genggaman hangat ayah di samping, ngerti?” mulai melepaskan tangan mungilnya kemudian berlari kuat meninggalkan area rumah sakit. Menyuruh Lazki berjaga di samping Nara tanpa menceritakan sedikitpun tujuanku meninggalkan rumah sakit. Menyusuri jalan demi jalan demi seorang anak pecandu narkotika seperti Feivel…

Pandangan mata terarah pada sosok tubuh sedang tergeletak lemah bersimpuh darah tidak jauh dari mobil pick-up rongsokan milikku. Wajahnya tidak dapat dikenali lagi karena luka dan darah segar pada seluruh tubuh. Membawa dia menuju sebuah rumah kecil jauh dari kota tempat kami tinggal. Diam tanpa berkata-kata setitikpun ketika sepasang bola mata sang ayah menatap anaknya sendiri.

Merawat dia tanpa rasa benci sedikitpun atas setiap tindak kejahatan dalam dirinya. “Ayah tua sepertiku tetap ingin mendekapmu” membawanya masuk dalam dekapan. Berjuang melawan rasa kecewa, benci, geram, amarah atas segala objek buruk dalam diri sang jagoan. Feivel tetaplah jagoan bagi pria tua sepertiku bagaimanapun kisah perjalanan terburuk dari hidupnya. Di tempat lain, gadis kecilku Nara sedang terbaring koma…

Menyuruh Lazki meletakkan handphone android milkiknya untuk tetap berjaga di sekitar Nara. “Maaf, membuatmu sendiri berjuang melawan maut tanpa kekuatan genggaman tangan ayah di sampingmu” berkata-kata melalui video call. Menceritakan penyebab saya mendadak meninggalkan rumah sakit beberapa waktu lalu terhadap Lazki.

“Lazki, jangan sampai bunda dan Nef tahu dimana keberadaan ayah sekarang,” meminta Lazki merahasiakan semua ini dari mereka berdua. Kebencian Nefrit terhadap kakak kandungnya sendiri jauh lebih besar terlebih setelah kejadian kemarin.

“Ayah percaya akan sisi dewasa dari dirimu. Berpikir bijak sebelum berjalan” menyatakan sebuah kalimat kembali melalui saluran telepon.

“Tidak usah cemas, ayah jaga kesehatan saja” balasan suara Lazki.

“Bagaimana kesehatan bunda?” tanyaku.

“Masih di ruang perawatan sebelah, tapi Nef tetap berjaga di sampingnya” Lazki.

Berpikir keras tentang ketiga buah hati kami menjadikan Zarah mengalami guncangan sehingga berefek terhadap kondisi kesehatannya. Membenci dan menganggap Feivel mati bukan jalan keluar bagi pemikiran bijak seorang ayah. Ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan terjadi, tetapi tidak berarti penyesalan melahirkan anak seperti dirinya tertanam di dalam diri sebagai orang tua.

“Terlalu sulit memberi kata maaf atas segala objek yang sudah terjadi, namun malu mengakui dirimu sebagai anak terlebih membuang adaalah kesalahan terbesar bagi seorang ayah sepertiku” berkata-kata menatap wajah sang jagoan. Tetap berada di sampingnya untuk merawat dia merupakan tanggung jawab besar seorang ayah.

“Ayah” pertama kali dalam tidurnya meneteskan air menyebut sebuah kata…

“Tuhan, jangan mengambilnya dariku walaupun ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan diperbuat olehnya.” Berikan kesempatan saya kesempatan untuk menjadi pemenang dan tidak lagi bercerita sebagai ayah tergagal di antara para ayah. Jalan seorang ayah ingin membuktikan pada dunia tentang cerita-cerita unik bersama perjuangan di dalamnya ketika belajar berlari membawah ketiga buah hati menuju garis finish. Jadikan saya sebagai ayah terhebat sekaligus pondasi terkuat bagi mereka bagaimanapun goresan luka menancap tanpa henti.

Mungkin saya bukan pemeran utama atas setiap objek ketika kaki berpijak di suatu tempat, tetapi hidup ingin mempunyai cerita unik saat mengarungi badai merebut kembali sang buah hati dari sebuah lembah. Tuhan, buat kisahku berbeda di antara semua ayah terbaik di dunia ini dengan objek-objek tak biasa.

“Ayah” sekali lagi dia mengeluarkan kata yang sama…

Feivel Fidelis…

Apakah pria tua itu akan datang mencari keberadaanku? Dia tidak akan mungkin datang setelah hal terkeji terus saja mempermainkan hidupnya sebagai manusia tua. Saya benar-benar takut menghadapi maut seorang diri tanpa seorangpun di dekatku. Segala bayangan akan masa-masa bengis yang pernah kulakukan mulai Nampak pada sebuah galeri namun entah di tempat seperti apa. Hujatan, caci maki, criminal, pembangkangan, dan segala jenis kejahatan bermuara satu per satu melalui galeri tersebut…

“Kau manusia paling kejam tanpa rasa bersalah sedikitpun” sebuah suara menyeruak seperti Guntur sangat menakutkan.

Saya benar-benar takut untuk pertama kali bagi dunia iblis jahanam seperti diriku. Suara itu terdengar menyeramkan, rasa geram, murka, bahkan ingin menyambar bagaikan halilintar ketika hujan keras bermain. “Kau siapa?” bertanya dengan rasa takut luar biasa.

“Suara tanpa gambar membuatku takut” pertama kalinya berkata jujur…

“Kau manusia paling keji. Andaikan Saya berdiri di hadapanmu, tentu tubuhmu hangus terbakar tanpa henti bahkan bersifat kekal lebih dari yang kau pikirkan” pernyataan terdengar menyeramkan.

Tiba-tiba saja seluruh tubuhku terkunci rapat tanpa bergerak sedikitpun. Ingin berkata-kata namun sesuatu segera menjahit rapat-rapat bibir mulutku tanpa ampun. “Berikan Saya alasan paling tepat untuk membuatmu mendapat satu kesempatan kembali!” menunjukkan setiap hal terkeji yang pernah kulakukan melalui sebuah layar galeri besar.

“Kesempatanmu habis bahkan alasan seperti apapun tidak dapat mengembalikan dirimu untuk memulihkan sesuatu yang dikatakan rusak.”

“Saya tidak mau menjalani hari-hari mengerikan” menangis sejadi-jadinya untuk pertama kali bagi manusia iblis seperti diriku.

“Tuhan, andaikan kesempatan itu ada buatku” sekali lagi pertama kalinya menyebut sebuah kata yang sama sekali tidak pernah ingin kulontarkan.

“Kalau ada seorang saja berdoa buatmu, mungkin satu kesempatan bisa menjadi milikmu. Menjadi pertanyaan siapa orang yang ingin mengorbankan dirinya hanya demi manusia iblis seperti dirimu?” suara menakutkan membuat satu pernyataan kembali. Tayangan demi tayangan pada sebuah layar menjelaskan tentang rasa sakit, luka, kebencian, amarah, geram, kutuk atas diriku. Tidak satupun dari tayangan tersebut menyatakan rasa simpatik bagiku pribadi. Wajar mereka membenciku…

Menangis histeris pertanda riwayatku tamat pada akhirnya karena banyaknya rasa geram tertuju hanya buatku seorang. “…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Sepertinya saya mengenal suara itu.

Tuhan, jangan mengambilnya dariku walaupun ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan diperbuat olehnya.” Satu-satunya sosok pribadi yang masih ingin mempertahankan manusia iblis untuk tetap merasakan nafas kehidupan seperti kebanyakan orang.

“Ayah” berteriak keras menyesali setiap perbuatan keji dan selalu saja menyakiti hatinya tanpa henti.

Pribadi terbaik tanpa kusadari selalu ada untuk mempertahankan manusia iblis semacam diriku. Semua berkata ayahku gagal menjadi ayah terhebat karena mempunyai anak bengis, tetapi hatinya tetap ingin mempertahankan sesuatu yang dikatakan rusak oleh semua orang. Dia hanya pria tua dengan jalan tertatih-tatih, namun mempunyai cerita bertahan menantikan anaknya yang hilang karena terjatuh di sebuah lembah jurang.

“Ayah…” tiba-tiba saja saya terbangun dari sebuah mimpi buruk…

“Kau sudah sadar?” apa ini hanya mimpi belaka ayahku berdiri tepat di hadapanku.

“Saya tidak sedang mimpikan?” bertanya kembali…

“Mimpi?” ayahku mengkerutkan kening…

“Kalau ini ayah, jangan sampai saya terbangun dari mimpi biarkan seperti ini.” memeluk dirinya sambil menangis histeris menyesali setiap perbuatan iblis dalam diriku pribadi. Membiarkan saya tetap berada dalam dekapannya seakan memberi kehangatan…

“Maaf selalu saja menjadi iblis tanpa henti…” semakin histeris menangis.

“Jagoanku kembali” menepuk-nepuk bahuku. Berusaha memukul wajahku sendiri pertanda kalau semua ini benar-benar nyata.

“Ini nyata” merasakan sakit sekitar wajah karena ulahku sendiri.  

Feivel manusia iblis sama sekali tidak pernah meneteskan air mata setitikpun, namun keadaan berkata lain untuk sesuatu objek yang sedang melingkupi kehidupan sekarang. Ayah tetap mendekapku tanpa rasa benci, geram, muak, terlebih ingin membuang. Secara akal logika berpikir tentu hatinya terluka akibat ulah sang anak bengis seperti diriku. Nara masih belum sadarkan diri dan sedang bertarung melawan maut karena ulah manusia iblis. Andaikan waktu dapat diputar kembali…

Tuhan, maaf atas tiap kesalahan yang selalu saja menyakiti diriMU dan ayahku. “Nara harus bangun biar bisa melihat senyum ayah kembali” tanpa sadar saya mendengar ayah berkata-kata melalui video call salah satu aplikasi android.

“Berikan ayah kado special!” masih berjuang agar tetap terlihat kuat di hadapan gadis kecilnya…

“Pergilah!” tangan segera mematikan android milik ayah.

“Kondisi Feiv masih baik, Nara lebih butuh ayah sekarang” segera membuka pintu menyuruh ayah meninggalkan tempat ini secepat mungkin.

“Kau tidak ingin melihat adikmu bangun menyebut nama kakaknya?” ayah.

“Feiv iblis dan bukan kakak yang baik buat Nara” kepala tertunduk menjawab pertanyaan ayah…

Tanpa rasa marah menarik tubuhku masuk dalam dekapan hangat sebagai ayah. “Jagoan ayah hanya butuh waktu memahami sesuatu, jadi jangan menganggap dirimu sebagai iblis” pernyataan cinta seorang ayah menghancurkan objek terburuk dalam diriku. Tuhan, ubah hatiku menjadi lembut seperti awan setidaknya dapat membuat ayahku tersenyum dengan rasa bangga.

 

Bagian 9…

 

Feivel Fidelis…


Hanya mampu melihat Nara dari kejauhan, itulah diriku sekarang. Ayah berulang kali mencoba membujuk agar saya dapat berhadapan langsung dengan malaikat kecil, hanya saja gagal. “Ayah kemana saja?” suara seseorang berjalan masuk…

“Bunda sudah baikan?” tegur ayah mengalihkan pembicaraan.

“Kesalahan terbesar bunda adalah menantikan manusia iblis kembali ke rumah” entah mengapa bunda berkata-kata seperti itu…

“Maksud bunda?” ayah.

“Bunda tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dirinya” seolah bunda menyesal pernah melahirkan Feiv ke dunia. Wajar bunda membenci iblis seperti diriku.

“Bunda tidak akan lagi menganggapnya sebagai anak” tangis bunda pecah seketika. Bisakah saya mengembalikan rasa sayang bunda buatku kembali seperti kemarin? Tuhan, berikan kesempatan bagi manusia jahat sepertiku untuk membayar setiap rasa sakit mereka.

“Jangan ambil Nara dari kehidupan ayah dan bundaku” jerit hati memohon kepada Tuhan…

Tuhan, bisakah saya memohon sesuatu kembali di hadapanMU? Kembalikan malaikat kecil ayah, kumohon! Hentikan tangis bunda karena perbuatan bengis sepertiku. Sebulan berlalu dengan situasi sama yaitu malaikat kecil masih terbaring koma tanpa kemajuan. “Kenapa Nef harus mempunyai kakak iblis semacam dirinya?” rasa geram Nef setiap berdiri di hadapan ayah.

Membalut luka ayah, bunda, Nef, Nara, Lazki bukanlah perkara gampang. Luapan emosi terlihat jelas pada wajah Nefrit setelah menyadari ayah berlari menolong manusia iblis sebulan lalu. “Ayah tidak punya perasaan” teriak Nefrit tanpa sadar di hadapan ayah ketika sedang berjualan…

“Nef selalu diejek semua orang, bunda selalu saja menangis histeris, ayah diperlakukan buruk oleh banyak orang, dan sekarang Nef terbaring koma karena perbuatan iblis seperti dirinya. Kenapa ayah melindungi dia?” kemarahan Nefrit…

“Kenapa ayah?” sekali lagi histeris berteriak terbungkus rasa benci.

“Kalau Nef sayang ayah, lupakan masa lalu dan luka kemarin” kalimat sosok ayah yang ingin mengajarkan anaknya untuk melupakan bagian terburuk di masa lalu.

“Ayah terlalu lemah, tapi tidak buat Nef sampai kapanpun kebencian masih jauh lebih kuat bermain dibanding ingin melupakan semua yang pernah terjadi” Nefrit.

Siapa sih yang bisa memaafkan iblis seperti diriku? Kecuali ayah, kenapa? Seperti ucapan Nefrit kalau ayah terlalu lemah dalam menentukan sikap dan perannya sebagai orang tua. Ayah tidak pernah mengeluh maupun berteriak ketika masalah terus saja menerpa hidupnya. Bekerja banting tulang demi biaya berobat Nara tanpa kenal waktu. Siang hari berjualan di pasar, sedang malam hari menjadi security salah satu apartement. Kebun cengkeh di kampung mengalami penurunan drastis sehingga perlu mencari uang tambahan untuk biaya rumah sakit Nara dari hari ke hari makin membengkak.

“Tidak pernah mengeluh mempunyai anak iblis seperti diriku” berkata-kata sendiri seakan ingin tertawa sinis…

“Saya harus bekerja apapun demi menolong ayah” kembali berucap di tengah kamar sunyi sepi.

“Tapi perusahaan mana ingin mempekerjakan manusia sepertiku?” mengingat peristiwa penolakan demi penolakan dari perusahaan ketika mencoba memasukkan lamaran pekerjaan. Di lain tempat, seorang Feivel masih berjuang melawan rasa candu terhadap benda haram setiap harinya. Butuh waktu panjang melawan rasa ketagihan ingin memakai benda tersebut dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Di saat keringat mengucur, tubuh gemetar, pikiran hanya mengingat ingin mencari jarum suntik tetapi tiba-tiba ayah berjalan masuk membawaku dalam dekapannya. Kasih sayang ayah dapat menghancurkan rasa ketagihan terhadap narkotik. Dia hanya diam tanpa berkata-kata tetapi terus memeluk kuat tubuhku. Masih meluangkan waktu menjenguk putranya di kamar berukuran kecil tanpa mengeluh sedikitpun. Menyelipkan uang hanya demi membayar kamar kos sebagai tempat tinggal anaknya, itulah ayahku.

“Saya harus bekerja apa saja demi menolong ayah” ucapku jauh di dasar hati.

“Jadi pemulung sampah pun bisa” ujarku kembali penuh semangat.

Berada di tengah jalan tanpa kenal waktu hanya demi mencari tumpukan sampah. Membuat gerobak berbentuk kotak setelah berhasil mengumpulkan beberapa balok kayu bekas untuk mempermudah pekerjaanku sebagai pemulung sampah. Mengumpulkan kertas putih, Koran, botol plastik, kaleng bekas baik aluminium maupun bukan, dan masih banyak lagi sepanjang jalanan.

Membersihkan sampah-sampah tersebut kemudian mengelompokkan masing-masing agar nilai harga jualnya sedikit lumayan. Satu-satunya pekerjaan yang bisa kulakukan sekarang adalah menjadi pemulung. Semua perusahaan menolak lamaran manusia iblis seperti diriku. Siang malam kaki terus mengayuh gerobak demi mengumpulkan sebanyak-banyaknya sampah minimal dapat membayar biaya pengobatan Nara.

Sesuatu dikatakan mujizat yaitu hasil memulung sebulan dapat menutupi biaya pengobatan Nara. Pertama kali bagi seorang Feivel dapat membuat cerita bermakna dalam hidupnya sendiri. Rasa lelah mempunyai cerita berbeda untuk mengerti seni hidup karena sebuah petualangan. Membayar biaya rumah sakit tanpa sepengetahuan siapapun terlebih ayah. “Beri ka’Feiv kesempatan buat berubah” menatap wajah malaikat kecil di hadapanku.

“Malaikat kecil harus berjuang hidup demi ayah, bunda, ka’Nef, ka’Lazki” membisikkan kata demi kata sekitar gendang pendengarannya sebelum akhirnya kaki kembali meninggalkan ruang tersebut…

Berada di samping gadis kecil secara sembunyi-sembunyi, itulah kegiatanku sekarang. Mereka semua membenciku kecuali ayah tetap ingin mendekap diriku. “Kapan yah manusia idiot lulus sekolah?” tiba-tiba saja kumpulan remaja berdiri tidak jauh dari tempatku mengumpulkan barang-barang bekas.

“Tunggu kiamat dunia baru lulus sekolah tuh” ejekan mereka kembali.

“Dunia kiamat juga otak tetap idiot dengan masa depan rusak”

“Kakak narkoba sekaligus penjahat kelas kakap, dia sendiri idiot, adiknya penyakitan. Gila parah keluarga kena kutuk…” sekali lagi ledekan mereka berkumandang memenuhi gendang pendengaranku. Gadis yang mereka ejek adalah sosok tidak asing buatku. Dia hanya diam seribu bahasa mendengar setiap kata-kata penghinaan semua teman-temannya.

“Hidupmu belum tentu lebih baik di masa mendatang, jadi, berhenti meremehkan temanmu” tegur seseorang tiba-tiba…

“Pak guru” teriak mereka serentak.

“Terkadang orang yang dikatakan tanpa masa depan hari ini, bisa saja mengguncang dunia suatu hari kelak” orang itu kembali membuat suatu pernyataan.

“Namanya tolol mana bisa mengguncang dunia pak” ledek mereka.

“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini dan semua itu bisa saja terjadi” balasnya lagi, sedang Nerit hanya berlari sekuat mungkin meninggalkan mereka semua. Mengayuh gerobak sampah demi mengejar adikku sendiri…

Dia terus saja duduk menangis di sekitar tepi sungai seakan melampiaskan rasa sakit berkepanjangan melalui bulir-bulir Kristal dari wajahnya. “Sebenarnya talenta tersembunyi Nef itu apa?” berkata-kata seorang diri dengan rasa sesak memenuhi hatinya.

“Nef selalu saja tinggal kelas karena idiot kelas kakap,” kembali berucap…

“Dia menangis sendirian? setiap hari di sini?” tersadar setelah mengekor di belakang Nefrit selama beberapa hari belakangan semenjak kejadian ejekan teman-temannya kemarin. Putus asa hanya karena belum menemukan talenta tersembunyi dalam dirinya. Permasalahan terberat buat dia pribadi berada pada kata gagal dan gagal terus saja mendekap hidup tanpa henti. Menurut cerita ayah, kalau dia berjuang mencari bakat terpendam tetapi tidak menemukan apapun bahkan objek yang terlihat hanya bercerita tentang kekurangan semata.

“Talenta tersembunyi ” merenung sepanjang malam memikirkan sesuatu hal.

Main music berasa di neraka mendengar permainannya. Menyanyi ibarat radio rusak lagi berkumandang memecah gendang pendengaran. Dunia akademik selalu saja menjadi urutan manusia paling idiot di antara semua orang. Muka juga berada di urutan terbawah kalau ingin mengejar menjadi seorang model. Tidak satu pun cabang olah raga ditaklukkan olehnya, yang ada malah dia pingsan duluan ketika mencoba untuk lari 100 meter. Penulis novel? Sementara kosakata perbendaharaan sangat abal-abal. Hal terkacau adalah membuat sebuah kalimat saja yang terdiri dari beberapa kata butuh waktu berjam-jam terlebih penyusunan cerita puluhan lembar. Btw, dari mana saya bisa tahu yah tentang semua ini? cari saja sendiri…

Menari? seperti usir nyamuk. Menjadi pertanyaan, talenta tersembunyi Nef berada dimana? Wajar saja dia selalu menangis tiap hari karena berpikir tentang masa depan gelap. Rasa takut menghadapi hari esok dengan segala badai besar sebagai akibat hidup hanya bercerita akan kekurangan semata. “Sepertinya dia tidak sadar sesuatu…” kembali mengenang memory beberapa tahun silam.

“Kemungkinan talenta tersembunyi yang selama ini dicari olehnya ada pada bidang ini” menyadari satu kegiatan pernah dilakukan oleh manusia cengeng…

“Permasalahan utama sekarang adalah membuat dia lulus sekolah terlebih dahulu” berkata-kata sekali lagi sambil menekan digit angka pada kalkulator.

Berusaha berhadapan muka secara langsung dengan salah satu personil guru di sekolahnya merupakan jalan keluar dari masalah sekarang. Bersembunyi di balik semak-semak menantikan seseorang melewati gang lorong kecil. “Dia sepertinya lebih cocok menjadi seorang model dibanding menjadi guru” bergumam sendiri…

Menghadang jalan manusia itu secara tiba-tiba sampai membuatnya serangan jantung mendadak. “Kau siapa?” tubuh Brian terpental menuju aspal jalan.

Brian semakin histeris ketakutan melihat tubuh pria bertato semacam diriku. Mengambil kuda-kuda untuk segera berlari tetapi terhalang olehku seketika itu juga. “Saya belum nikah, jadi belum mau mati” teriakan aneh darinya…

“Cita-citaku menjadi ayah belum tercapai, kumohon lepaskan saya.”

“Ambil saja semua yang kau mau, tapi jangan hancurkan mimpiku kelak ingin menikah dan menjadi seorang ayah” kesekian kalinya sang guru berteriak histeris…

“Tolong buat adik saya lulus sekolah tahun ini.” Hal lebih kacau dari perbuatannya adalah bersujud memohon sesuatu. Mata sang guru tiba-tiba saja melotot seperti ingin menertawakan diri sendiri.

“Tubuh bertato dengan wajah menyeramkan tujuh keliling tapi hati hello kitty” pernyataan terkacau sang guru…

“astaga, saya mimpi apa semalam?” dia menampar wajah sendiri, sedang tubuhku masih saja bersujud di hadapannya dengan wajah mencium tanah.

Tidak perduli apapun, minimal saya ingin belajar membayar setiap kesalahan yang pernah kulakukan. Menyerahkan sejumlah uang hasil memulung sampah sebagai upah gaji menjadi guru les Nefrit. “Buat adikku lulus tahun ini” sekali lagi memohon…

“Kenapa bukan kau saja berperan sebagai guru privat buat adikmu?” Brian.

“Saya melakukan banyak kesalahan besar,” balasku.

“Langsung ke point, kalau adikmu itu benar-benar membencimu” Brian.

“Seperti itulah” jawaban terpendek.

“Btw, adikmu tentu punya nama dong… sebutkan?” Brian.

“Nefrit Fidelis” mendengar jawaban tersebut sontak tubuh sang guru kembali terpental ke tanah karena terkejut.

“Manusia berandal, narkotik, napi, kejam, iblis itu ternyata dirimu?” Brian.

“Yah begitulah kira-kira” menjawab pertanyaan Brian.

“Dari iblis berubah drastis menjadi si’hello kity, benar-benar langkah” Brian. Pada akhirnya Brian menyetujui permohonan manusia bengis walaupun bentuk wajahnya masih menyimpan ribuan pertanyaan. Tatapan matanya terus saja melongo tanpa kedip memperhatikan setiap tingkahku dari ujung rambut hingga ujung kaki bentuk mulut terbuka…

“Ambil kembali uangmu! Anggap saja kau berhutang padaku” mengembalikan sejumlah uang dalam bungkusan plastik kecil.

“Kalau boleh tahu kerja apa sekarang?” Brian kembali bertanya…

“Tidak satupun perusahaan mau mempekerjakan manusia seperti saya, jadi, untuk menyambung hidup kaki harus rela mengayuh sepeda alias menjadi pemulung sampah.”

Bercerita awal mula kisah penjahat bengis menjalani hari-harinya terhadap seorang guru sekolah. Terdengar lucu memang, namun inilah kenyataan hidup. “Jangan beritahu Nef kalau saya menyuruh anda berperan sebagai guru privat buatnya” sekali lagi memohon sesuatu.

“Tenang saja. Btw, mau jadi kuli bangunan tidak?” sang guru menyodorkan pekerjaan baru.

“tentu saja” bersorak penuh semangat menjawab pertanyaannya.

“Kan di samping jadi kuli bangunan bisa juga mulung sampah sebagai bahan tambahan uang” Brian.

“Terimah kasih” segera memeluk sang guru…

“Saya masih normal,” Brian berusaha melepaskan diri.

Kisah selanjutnya adalah adikku Nefrit mempunyai seorang guru privat paling jenius sedunia tanpa bayaran sepersen pun. Awalnya Nefrit menolak, namun ujung cerita menerima tawaran sang guru setelah berpikir panjang. Diam-diam memperhatikan gaya belajar adikku dari kejauhan dan berharap memberikan hasil terbaik. Masalah akademis Nefrit, pada kenyataannya memang selalu bercerita urutan terbelakang. Wajar kalau adikku disebut sebagai manusia idiot nomor satu…

“Pasti bisa” berteriak sendiri.

“Semangat” tersenyum mengayuh gerobak sampah. Saya ingin membayar setiap rasa luka seberapa besar pun kebencian Nefrit terhadapku pribadi.

 

Bagian 10…

 

Hidup manusia iblis mengalami perubahan total dengan perputaran sudut 360° C. Sombong, bengis, keras, narkotik, ikatan seks bebas, preman, dan masih banyak lagi objek buruk merupakan karakter pribadi bernama Feivel Fidelis. Mengayuh sepeda hanya demi biaya pengobatan adiknya tanpa sepengetahuan semua orang. Sampai sekarang, Nara masih terbaring koma di ranjang rumah sakit akibat perbuatannya. Diam-diam menjenguk sang adik jauh sebelum anggota keluarga lain berada di rumah sakit.

“Kau iblis” sang bunda berteriak di hadapannya. Seluruh anggota keluarga kecuali sang ayah benar-benar membencinya bahkan menganggap kalau dia tidak pernah terlahir ke dunia. Kebencian Zarah terhadap putra pertamanya jauh lebih hebat bermain dibanding rasa cinta sebagai seorang ibu. Tidak ingin anaknya menginjakkan lagi kaki di rumah apapun bentuk alasannya.

“Setidaknya dia mati saja di luar sana” tangis Zarah memegang tangan Nara.

“Tuhan, maaf membuat hati bunda terluka dari hari ke hari” tanpa sengaja Feivel mendengar kalimat sang bunda. Membawakan sebuah boneka anjing paling lucu di samping Nara setelah sang bunda berjalan keluar meninggalkan rumah sakit. Mengganti tanaman bunga segar di atas meja dari ruang tersebut, setidaknya membuat suasana terlihat segar menurut pemikiran Feivel.

“Malaikat kecil, beri kakak kesempatan buat merubah juga memperbaiki setiap kesalahan kemarin” Feivel membelai lembut wajah Nara.

“Gadis mungil ayah dan bunda harus bangun dari tidur setidaknya menghapus air mata mereka. Kenapa?” bercerita di samping tubuh kaku sang gadis kecil…

“Nara adalah berlian terbaik bagi ayah juga bunda.” Feivel menyesali setiap perbuatannya kemarin. Inilah kegiatan rutinitas Feivel sekarang yaitu terus berada di samping Nara bercerita banyak hal tanpa sepengetahuan siapapun termasuk petugas kesehatan di rumah sakit tersebut. Menjadi seorang pemulung sampah sekaligus kuli bangunan merupakan jenis pekerjaan terbaik buatnya. Menolak menerima uang dari sang ayah setelah mempunyai penghasilan sendiri. Mengintip dari kejauhan bagaimana Brian berusaha membantu Nefrit agar lulus sekolah tahun ini juga kegiatan terbaik seorang Feivel.

“Jangan menyerah” Feivel berkata-kata sendiri di balik semak-semak tidak jauh dari sungai tempat Nefrit menghabiskan waktu belajarnya.

“Talenta tersembunyi…” sekali lagi berbicara sendiri seperti orang gila. Feivel ingin berjuang membantu adiknya menemukan satu talenta tersembunyi walaupun kenyataan jika kebencian Nefrit tidak akan pernah hilang sedikitpun. Mengirimkan secarik kertas berisi beberapa kata kemudian menyelipkan pada buku-buku Nefrit secara diam-diam. Mengendap-ngendap seperti pencuri masuk ke rumah menuju kamar sang adik hanya demi sebuah talenta tersembunyi. Terkadang meminta bantuan Brian menaruh satu kalimat sekitar halaman depan beberapa buku Nefrit.

“Kau bisa menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak” salah satu isi tulisan pada secarik kertas minimal Nefrit dapat menyadari talenta tersembunyi dalam dirinya.

“Memasak” terdengar lazim di telinga semua orang tetapi kata ini dapat mengubah Nefrit kelak berdasarkan pemikiran Feivel sang kakak. Sekian tahun lamanya Nefrit tidak lagi menginjak dapur sedikitpun karena kasus demi kasus permasalahan yang sedang menyerang dirinya. Hal terbaik pernah dihabiskan oleh Nefrit adalah menjadi koki terbaik bagi sang kakak jauh sebelum Feivel memasuki satu jurang tergelap.

Flashback…

“Buat kakak” senyum Nefrit penuh semangat menyodorkan semangkuk bubur ayam.

“Kakak lagi belajar” Feivel seakan tidak lagi memperdulikan adiknya.

“Ayo coba dulu” Nefrit menyodorkan mangkuk bubur di depan meja belajar sang kakak.

“Enak” ujar Feivel setelah mencoba memasukkan satu sendok bubur ke mulutnya. Hal terbaik bagi kehidupan Nefrit saat itu adalah memasak anek jenis masakan dengan tubuh mungilnya. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa usia masih terlalu kecil tapi dapat membuat berbagai resep masakan? Rahasia ini hanya diketahui oleh Feivel sekaligus berperan sebagai kakaknya. Ayah maupun bunda sama sekali tidak mengizinkan Nefrit di dapur dengan usia masih terlalu dini. Penyebab utamanya dikarenakan kebakaran tetangga sebelah akibat membiarkan sang anak menyentuh dapur. Bermula dari anak tetangga hanya sekedar ingin belajar memasak seperti sang ibu, tetapi akhir cerita menjadi tragis seketika.

Nefrit kecil pun diam-diam sangat menyukai kegiatan masak-memasak, namun terkendala karena rasa trauma kedua orang tuanya mendengar cerita tetangga. Belajar memasak diam-diam saat ayah bundanya sedang tidak di rumah. “Ka’Feiv harus memberi  kode kalau bunda sudah berdiri depan pintu!” perintah Nefrit kecil terhadap sang kakak.

“Beres” mengacak-acak rambut Nefrit seperti itulah kelakuan Feivel. Menyayangi Nefrit bahkan selalu menjadi malaikat penjaga terbaik tiap saat. Mangayuh sepeda mengantar dan menjemput adiknya ke sekolah tanpa mengeluh. Melindungi Nefrit dari teman-temannya yang selalu saja bersikap usil.

Flashback…

Cerita masa lalu kakak beradik mempunyai kisah tersendiri. “Andaikan, kakak tidak pernah jatuh ke jurang” Feivel penuh penyesalan mengingat hal-hal terbaik pernah terjadi atas dirinya. Kisah sekarang hanya bercerita tentang kebencian sang adik terhadap kakaknya atas setiap objek terburuk bersama perjalanan tragis. Satu jurang tergelap menghancurkan kehidupan Feivel bahkan membuat jarak antara dirinya dan keluarga.

“Malaikat kecil, berikan kakak satu kata biar bisa memperbaiki semuanya!” seperti biasa kisah Feivel sekarang adalah selalu bercerita tentang banyak hal juga mengungkapkan segala isi hati di samping tubuh mungil Nara yang masih terbaring koma. Di satu sisi Feivel melakukan banyak kesalahan di masa lalu termasuk mendorong tubuh adiknya dengan akhir cerita tragis. Sampai detik sekarang Nara belum juga terbangun dari tidur panjang. Zarah terus saja menangisi keadaan anaknya yang masih terbaring koma di rumah sakit.

“Feiv” tegur seseorang menyadari siapa yang sedang berjalan keluar dari kamar tempat Nara terbaring.

“Tunggu, jangan lari” suara itu sekali lagi berkata-kata.

“Kenapa tidak pulang ke rumah?” Lazki bertanya setelah berhasil menghentikan langkah sepupunya Feivel.

“Lepas” Feivel berusaha melepaskan diri.

“Ayah banyak cerita kalau jagoannya tidak lagi bercerita sedang berada di jurang” Lazki.

“Kau tidak membenciku setelah semua hal yang terjadi?” Feivel tertunduk.

“Tiap orang pasti memiliki masa lalu suram. Saya hanya ingin melihat hidupmu yang sekarang bukan tentang cerita kemarin” Lazki.

“Entahlah…” Feivel menarik nafas panjang membalas ucapan Lazki.

“Ayah selalu penuh semangat bercerita tentang sang jagoan berlari masuk dalam dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata pemenang” Lazki berkata-kata sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Feivel seorang diri.

Inilah kisah perjuangan seorang ayah belajar untuk bertahan membawah ketiga buah hatinya menuju garis finish. Semua dapat berkata tentang objek buruk, tetapi sang ayah terus mendaki untuk membuktikan pada dunia akan kisah terbaiknya. Bagaimanapun jurang membelenggu, namun ayah tetap ingin berlari mendekap anaknya. Kemenangan seorang ayah akan membuat dunia malu suatu hari kelak.

“Feivel” kembali seseorang bersuara ketika hendak mengumpulkan barang-barang bekas sekitar tempat pembuangan sampah.

“Ayah” menyadari jika suara tersebut ternyata dari sang ayah. Gibran memberi sekaleng minuman dingin setelah mereka berdua duduk di bawah pohon besar. Kenyataan yang ada adalah Gibran baru menyadari jenis pekerjaan terbaru anaknya. Feivel sama sekali tidak memberi tahu sang ayah terlebih seluruh sampah hasil memulung di kumpulkan pada satu tempat jauh dari rumah kosnya.

“Maaf selalu saja membuat ayah malu” kepala Feivel menunduk.

“Malu…?” Gibran sedikit tertawa.

“Tidak satupun perusahaan mau menerima mantan penjahat kelas kakap seperti Feiv. Pekerjaan memulung  menjadi jalan keluar paling tepat demi menyambung hidup sekaligus tidak memberatkan ayah lagi” Feivel.

“Ayah mau Feiv kuliah kembali dan memulai semuanya dari nol” permohonan sang ayah berkata-kata sekali lagi.

“Mana mungkin bekas manusia iblis dapat memperbaiki masa depan” Feivel.

“Buktikan pada ayah tentang hidupmu dapat melihat secerca cahaya tanpa terikat akan masa lalu apapun situasinya” kalimat sang ayah.

“Nara butuh biaya berobat, Nefrit juga sebentar lagi lulus sekolah” Feivel.

“Feiv bukan jawaban seperti ini ingin didengar oleh pria tua seperti ayahmu”

“Kuliah setinggi apapun, tetap Feivel tidak akan pernah bisa bekerja di perusahaan manapun” Feivel.

“Jangan berdiri terlebih memanggil dengan sebutan ayah kalau cara berpikirmu terlalu rusak seperti tadi” pertama kali nada kemarahan sang ayah terdengar jelas di telinga Feivel. Membuktikan pada dunia tentang masa depan cerah memang tidak mudah dengan kasus masa lalu suram seperti Feivel. Sosok pribadi seorang ayah mempunyai cerita tersendiri untuk tetap membawa anaknya berlari menuju garis finish.

Usia tua, tanpa biaya, tubuh penuh tato, bekas narkotik sekaligus penjahat kelas kakap menginjakkan kaki kembali pada salah satu kampus terdengar sebagai bahan lelucon belaka. “Bisakah saya memulai semuanya dari nol kembali?” suara hati Feivel berbisik memandang salah satu kampus tempatnya mencari barang-barang bekas.

“Mereka semua membenci kehidupan iblis sepertiku. Tidak ada jalan untuk masa depan walaupun dikatakan sang mantan narkotik lulus dengan nilai terbaik setelah memulai semuanya dari nol kembali” pemikiran seorang Feivel beberapa hari belakangan. Sang ayah tidak lagi ingin berdiri di hadapannya setelah dialog beberapa hari lalu. Berada di kampus atau tetap bertahan dengan pemikiran sendiri merupakan dua pilihan bagi bekas manusia iblis semacam Feivel.

Ayah selalu penuh semangat bercerita tentang sang jagoan berlari masuk dalam dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata pemenang” memory kata-kata Lazki terus saja membayangi gendang pendengaran Feivel.

“Jadikan ayah pemenang” tanpa sadar Feivel mendengar ucapan sang ayah. Menatap sebuah foto tentang seorang anak laki-laki berusia 5 tahun tersenyum hangat berada dalam dekapan sang ayah.

“Masa lalu tidak dapat menghancurkan masa depan jagoan ayah” berucap seorang diri sekali lagi.

“Sepertinya suasana pasar lagi sepi” tegur Feivel di tengah lamunan sang ayah.

Tidak memperdulikan ucapan Feivel dan tetap diam duduk di tengah tumpukan barang jualannya. Menyimpan secepat mungkin selembar foto di tangannya. “Pergilah!” rasa marah terhadap sang jagoan.

“Feivel akan mengikuti ucapan ayah, tapi dengan syarat” Feivel.

“Apapun syaratnya ayah akan penuhi” seakan harapan muncul kembali bagi sosok pria tua sepertinya.

“Biarkan Feiv belajar hidup mandiri, jangan memberi satu sen pun uang” Feivel.

Secara logika berpikir bagaimana bisa bekas manusia iblis dapat membiayai hidupnya sendiri tanpa bantuan sang ayah. “Biarkan Feiv melakukan semuanya seorang diri” permohonan Feivel sekali lagi di hadapan ayahnya. Biaya kuliah, makan, kebutuhan sehari-hari sekaligus permasalahan beban berobat Nara menjadi tanggungan Feivel sekarang. Tidak seorangpun anggota keluarga menyadari bagaimana dia berjuang membayar rumah sakit demi kesembuhan Nara.

Semakin giat memulung demi mengejar masa depan dan menanggung pengobatan sang adik, inilah dunia Feivel sekarang. Pria tua penuh semangat mendaftarkan anaknya masuk salah satu kampus besar demi sebuah masa depan terbaik. “Kenapa ayah melakukan semua ini?” rasa kesal Feivel memandang sang ayah setelah menyadari sesuatu.

“Ayah hanya mendaftarkan namamu saja, selebihnya jagoan berjalan sendiri” ucap pria tua itu di hadapan anaknya.

“Biaya kampus di sana mahal, dari mana ayah mendapat uang membayar sebagian besar…?” Feivel. Seperti itulah kisah sang ayah berjuang mencari pinjaman hanya demi memasukkan anaknya pada salah satu kampus dengan kualitas terbaik pula. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa anaknya diterima begitu saja di tempat tersebut dengan latar belakang suram bahkan tanpa tes? Inilah yang dikatakan perjuangan seorang ayah bagi sang anak bahkan rela melakukan apapun untuk membawanya menuju satu garis kemenangan. Secara kebetulan sang pemilik kampus mempunyai masa lalu sama seperti anak pria tua yang sedang berdiri di hadapan beberapa staf dan para dosen memohon kebijakan. Berjuang membuktikan jika anaknya juga mempunyai standar kualitas berbeda di antara semua orang.

Akhir cerita, sang pemilik kampus tanpa sengaja mendengar kisahnya sehingga menyetujui berkas pendaftaran tersebut. Seakan Tuhan mengirim mujizat di waktu paling tepat bahkan tidak terduga sama sekali bagi pemikiran sosok ayah yang sedang berjuang meraih titik kemenangan bagi sang jagoan. Pihak kampus memberikan keringanan biaya sekaligus dapat melakukan cicilan pembayaran. “Buktikan pada dunia kalau kau sama sekali tidak akan pernah terikat dengan masa lalu tergelap dari hidupmu pribadi!” ucapan pemilik kampus terhadap bekas manusia iblis dalam sebuah ruangan dengan ukuran cukup besar.

“Bapak tidak perlu menyatakan rasa kasihan terhadap kehidupan saya” Feivel.

“Saya hanya menyukai sosok ayah seperti ayahmu dan bukan permasalahan mengasihani mantan iblis seperti dirimu.”

“Maksud bapak?” Feivel.

“Pribadi ayahmu tidak mengenal kata putus pengharapan demi seonggok sampah agar mempunyai kualitas nilai di mata dunia. Ngerti?”

Pembuktian pada dunia tentang sang jagoan dapat berlari mengejar mimpi, walaupun kenyataan membuktikan akan perjalanan gelap di masa lalu. Dia hanyalah pria tua yang sedang ingin menyatakan kualitas nilai bagi anaknya melalui lika liku perjalanan unik tanpa mengenal kata menyerah sedikitpun. Tuhan dapat merubah kain kirmisi merah menjadi putih seperti salju. Begitupun sebaliknya tentang kemenangan ayah dapat diraih melalui cara Tuhan yang ajaib. Masa lalu tidak dapat menghancurkan kehidupan sang jagoan dalam bentuk apapun…


Bagian 11…

 

Feivel Fidelis…


“Malaikat kecil, sepertinya saya akan kembali menjadi penghuni kampus” berkata-kata di samping tubuh mungil Nara yang masih saja tertidur lelap karena perbuatan terkacau dariku di masa lalu. Hal lebih kacau adalah saya sama sekali tidak pernah bisa berdiri di hadapan bunda maupun Nefrit untuk meminta maaf atas setiap kelakuanku kemarin. Hanya bisa menjenguk diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun adik kecilku Nara.

Tuhan, beritahu cara terbaik berdiri depan bunda, Nefrit, juga Lazki demi sebuah permohonan maaf karena ulahku kemarin. Membayangkan bunda menangis setiap detik merupakan beban terlebih rasa bersalah makin menghantui langkah hidupku pribadi. “Saya tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dia” rasa luka terlalu dalam, menjadikan bunda mengungkapkan satu pernyataan.

Wajar jika bunda benar-benar menganggapku iblis, kenapa? Seperti itulah kenyataan kisah masa lalu dan tidak akan pernah terhapus oleh apapun. Tuhan, balut luka hati bunda yang selalu saja menjatuhkan bulir-bulir Kristal karena perbuatan iblis sepertiku. Maaf membuat hatinya sakit tanpa henti. Kalau diriMU dapat mengubah batu keras menjadi selembut awan, tentu diriMU juga dapat membuatku kembali berada dalam dekapan bunda.

“Hari pertama menginjak kampus dan memulai sesuatu dari nol kembali” menarik nafas dalam-dalam berjalan menuju satu pagar sebagai pintu gerbang besar salah satu kampus terbesar di kota ini. rambut acak-acakan, gondrong, tubuh bertato, jenggot menyebar memenuhi wajah inilah menjadi gambaran ciri khas mantan iblis. Masih belum berubah bahkan tetap mempertahankan penampilan kemarin. Semua mata memandang sinis, histeris, ketakutan, ingin menjauh…

Objek lebih mengejutkan lagi adalah salah satu dosen pengajar ternyata Brian Nicholas sekaligus berperan sebagai guru adikku Nefrit Fidelis. Perbedaan cara berpikir ketika menjabarkan satu titik gambaran tertentu di hadapan mahasiswanya merupakan keunikan tersendiri dalam diri seorang Brian. “Teori dan praktek menjadi satu paket, namun ketika berada pada sebuah situasi terlebih area-area lapangan yang tidak terpikirkan sama sekali, maka peranan kedua kata tadi hanya sebagai hiasan semata” penjelasan Brian sedikit berbelit-belit bahkan terlalu sulit dimengerti.

Kalimat pembuka sebagai bahan perkenalan semata, namun terkesan bermasalah buatku. Berpura-pura tidak mengenal dirinya memang jauh lebih baik dibanding menyapa. Pada akhir cerita kegiatan perkuliahan pun dimulai bersama kisah baru di dalamnya. Melakoni status mahasiswa sekaligus pemulung sampah tetap berjalan seperti biasa. Hal terbaik buatku sebelum masuk ruang perkuliahan adalah menyusuri tiap lantai gedung pencakar langit dari kampus tersebut hanya demi mengumpulkan kertas putih maupun botol minuman bekas. Menaruhnya dalam sebuah karung kemudian meletakkan pada gerobak sampah yang masih terparkir manis di sekitar parkiran motor.

Tidak perduli pemikiran orang mengenai umur tua, status, pekerjaan pemulung, dan hal-hal buruk tentang jalan hidupku. Saya membutuhkan uang demi menyambung hidup juga pengobatan malaikat kecil ayah. Hidup Feivel kemarin dan sekarang jauh berbeda. Rasa gengsi tidak lagi mencekam bahkan rela melakukan pekerjaan apapun selama itu halal. Semua teman-temanku menjauh tanpa seorangpun ingin bersahabat denganku. Beginilah jalanku selalu saja menyendiri di manapun kaki melangkah. Hidup terkucilkan maupun mendapat penghinaan dari ribuan atau jutaan orang bukan masalah besar untuk kulalui.

Wajar mereka menjauh, tetapi itu jauh lebih baik menurut pemikiranku pribadi. Setiap jam istirahat pun kaki akan tetap menyusuri tempat-tempat sampah di tiap lantai gedung kampus. “Hei Si’wajah menyeramkan” tegur seorang wanita paruh bayah tidak jauh berdiri dari lokasi tempatku.

Menengeok ke kiri kanan mencari siapa gerangan yang dimaksud olehnya. “Kau” sekali lagi menunjuk ke arahku tanpa rasa takut setitikpun. Menarik tanganku menuju kantin kampus kemudian menyodorkan beberapa karung kaleng aluminium bekas juga botol minuman para mahasiswa.

“Mau dapat uang tambahan tidak?” seakan ingin tetap memandangku sebagai manusia bukan penjahat seperti kebanyakan orang di sekitar. Antara mengangguk atau tetap diam kaku merupakan pilihan buatku.

“Kalau mau, kau bisa kerja sebagai tukang cuci piring disini sekaligus melayani seluruh pembeli pada jam istirahat kampus dengan gaji bulanan” menawarkan sebuah pekerjaan…

“Hanya itu?” ujarku sedikit bersemangat.

“Sekalian kau bisa mengumpulkan semua barang bekas juga sih” kalimatnya lagi.

“Ikat rambutmu biar mereka tidak terlalu takut melihat penampilanmu!” perintah wanita paruh bayah itu sekali lagi. Titik jalan menambah penghasilan terbuka lagi buatku. Minimal dapat menutupi biaya rumah sakit malaikat kecil sekaligus uang kuliahku sendiri. Menjadi mahasiswa, pemulung sampah, kuli bangunan, kerja sambilan di kantin cukup menyita waktu tetapi harus kujalani sepenuhnya. Setidaknya setelah jam kuliah berakhir tangan masih bisa bekerja tengah hari sebagai kuli bangunan.

Semua orang risih, takut, marah, menghina melihat tanganku menyodorkan makanan di atas meja kantin. Saya tidak perduli apapun kata mereka. Membersihkan meja-meja kotor mengajarkan sesuatu bagi perjalanan hidupku. “Jangan berpura-pura tidak mengenalku si’wajah seram tapi hati hello kitty” seolah cibiran terkacau buatku…

“Berhenti berlagak sombong” sekali lagi Brian menepuk bahuku.

“Sekarang kau dosenku” balasan buatnya.

“Tenang saja, karena kau dan saya seumuran jadi anggap saja kita berdua sahabat di luar jam mata kuliah terlebih…” Brian.

“Terlebih apa?” sedikit curiga.

“Adikmu kan cukup manis” maksud ucapan Brian terdengar mencurigakan.

“Saya hanya meminta bantuan menjadi guru privat adikku bukan menjadi penggoda.”

“Memangnya salah? Lah Adikmu juga umurnya sudah tua hanya karena masalah otak makanya lama di sekolah” Brian.

“Stop” nada emosi lumayan meninggi…

“Tenang, kita itu tidak akan pernah bisa menebak misteri Tuhan. Bisa jadi kau dan saya memiliki ikatan keluarga mungkin suatu hari kelak” Brian makin ngaco berkata-kata.

“Kau lebih iblis dibanding kehidupanku kemarin” tegurku.

“Lupakan ucapanku. Btw, mau kerja tidak?” Brian menyodorkan kembali tawaran kerja.

“Sebagai?” pertanyaan balik.

“Cleaning servis dan pembantu rumah tangga” jawaban Brian. Tawaran kerja cukup menarik untuk dilewati bagi mantan iblis. Berperan sebagai seorang cleaning servis di hari kamis sampai sabtu setelah jam kuliah berakhir. Tawaran lain yaitu menjadi pembantu rumah tangga tiga kali seminggu pada salah satu apartemen mewah di kota ini. Menurut cerita Brian, tidak seorangpun ingin menjadi pembantu di apartemen tersebut karena sesuatu dan lain hal.

Kata galak merupakan istilah paling tepat menggambarkan sang majikan sehingga tidak seorangpun berani berdiri di hadapannya. Saya hanya harus beres-beres rumah seperti menyapu, mengepel, cuci piring, memasukkan pakaian kotor ke mesin penggiling, menyetrika, dan beberapa pekerjaan lainnya jauh sebelum sang penghuni terbangun dari tidur. Berarti jadwal kerja mengarah pada jam sebelum matahari bersinar alias masih gelap. Gaji yang ditawarkan cukup lumayan dalam sebulan, minimal sebagai tambahan penghasilan.

“Bagaimana? Setuju atau tidak?” pertanyaan Brian setelah menjelaskan semuanya.

“Terus pekerjaan saya sebagai kuli bangunan harus berhenti?”

“Tenang saja, kebetulan bosmu itu sahabat dekat denganku berarti kau boleh tetap bekerja tapi hanya tiga kali seminggu doang” Brian.

“Gaji kuli bangunan cukup lumayan. Jangan remehkan penghasilan kuli bangunan.”

“Kau bisa menyusuri seluruh lantai buat memulung kertas-kertas putih yang terbuang bahkan seluruh sampah di sana. Jadi, penghasilannya cukup loh” Brian.

“Bisa memulung? Boleh?”

“Ada banyak kertas di ruang penggiling bisa kau pungut. Lagian mesin penggilingnya juga tidak dikatakan jenis penghancur berkas dalam bentuk halus. Kan lumayan” Brian.

“Okey”

“Itupun hanya berkas-berkas tertentu berada dalam mesin penggiling dan selebihnya yah terserah dirimu…” cetus Brian.

“Okey” menyetujui tawaran Brian. Mengambil kalkulator dan mencoba menghitung total penghasilan sebagai pemulung dalam sebulan setelah menerima tawaran kerja Brian. Menjalani beberapa pekerjaan sekaligus terdengar menyita banyak waktu, namun memberi seni tersendiri bagi dunia mantan iblis seperti diriku. Bekerja di kantin pada jam istirahat kampus juga terdengar menyenangkan buatku. Mengumpulkan kaleng minuman bekas bahkan menyusuri lantai kampus dan berhenti pada tiap tong sampah menjadi rutinitasku setiap hari.

Mengatur waktu sebaik mungkin antara kuliah, menyelesaikan tugas kampus, dan bekerja merupakan hal paling sulit tetapi harus dijalani. Terkadang tugas kuliah berusaha saya selesaikan ketika masih berada dalam lingkup kampus atau di tempat kerja. Pada hari senin, rabu, dan sabtu seorang Feivel harus bangun pagi-pagi sekali alias hari masih gelap untuk berperan sebagai pembantu rumah tangga pada salah satu apartemen. Belajar mengerjakan pekerjaan rumah tanpa menimbulkan suara seperti meminum jus daun papaya terlalu mengerikan…

Sang pemilik tidak menyukai bunyi suara setitkpun. Wajar saja tidak ada seorangpun betah sebagai pembantunya. Menyapu, cuci piring, mengepel, menyiram tanaman bunga, dan segala pekerjaan tidak boleh menimbulkan suara sedikitpun. Melangkah setiap ruanganpun tidak boleh menimbulkan suara. Saya pikir pemilik rumah adalah seorang pria, namun ternyata dugaanku salah. Gadis cantik, rambut hitam panjang, kulit seputih kapas, bibir seksi berwarna merah, bertubuh tinggi semampai bersama riasan natural tetapi menakutkan…

“Sadis habis” pertama kali menatap ke arahnya setelah seminggu lebih bekerja di sana. Tatapan mata tertajam yang pernah ada bahkan dapat mencabik-cabik setiap bagian kulit tubuh sendiri. Dia hanya diam tanpa berkata-kata ketika berjalan keluar dari kamar. Sebelum sang pemilik keluar kamar pukul setengah tujuh pagi, saya sudah meninggalkan rumah karena seluruh pekerjaan sudah dikerjakan. Kesimpulan ceritanya adalah kami tidak pernah bertemu selama bekerja di apartementnya.

Tidak terpikirkan sama sekali pertemuan antara majikan cantik dan pembantu berandal mantan iblis terkesan aneh memang. Entah apa yang membuat sang majikan keluar kamar sebelum pukul setengah tujuh pagi. “Saya tidak memberi gaji hanya dengan berdiri seperti orang bodoh” pernyataan menyindir bahkan terlalu tajam bagi manusia sepertiku. Hal selanjutnya yang terjadi adalah segera meninggalkan dirinya, kemudian melanjutkan pekerjaan saya sebagaimana mestinya.

Hari berikutnya pertemuan terulang  kembali dengan pandangan tajam namun tanpa suara. Komunikasi antara majikan dan pembantu sama sekali tidak terjalin. Beberapa pembantu sebelumnya berhenti dikarenakan tanpa sengaja menimbulkan suara ketika sedang bekerja dan membuat sang majikan meluapkan emosi seketika. Menjadi pertanyaan, dari mana saya belajar mengerjakan seluruh pekerjaan rumah maupun melangkah tanpa memperdengarkan suara? Kemungkinan karena saya benar-benar membutuhkan uang sampai dalam bekerjapun berjuang full…

Dia sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut terhadap penampilan dengan kondisi tubuh bertato karena masa lalu gelap. Setiap hari kami hanya bertatapan muka tanpa berkata-kata. “Hai Embun!” sapa seseorang tiba-tiba masuk tanpa membunyikan bel terlebih dahulu. Hal terlucu dari kisahku adalah baru menyadari nama majikan sendiri. Selama ini saya  tidak ingin tahu nama pemilik apartement tempatku bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

“Hai semua” lebih mengejutkan tentang cerita lain yaitu antara Brian dan sang majikan ternyata berteman.

“Pergi dari rumahku!” majikanku mendorong tubuh Brian agar segera meninggalkan apartementnya. Di luar dugaan seberapa besarpun luapan emosional majikanku, namun tidak diperdulikan oleh Brian setitikpun. Tetap berjalan ke dapur mencari makanan bahkan membuat suara-suara gemerincing dengan kesengajaan. Seakan Brian sengaja membuat kegaduhan bersama segala jenis suara agar terdengar jelas karena menyadari pasti sifat asli pemilik apartement. Tidak perduli perkelahian antara mereka berdua, saya tetap melanjutkan sisa setrikaan sebelumnya.

“Bos sudah makan?” sapa Brian sedikit mengejek…

“Berhenti bergurau!” tegurku tetap menjemur pakaian hasil gilingan setelah pekerjaan setrikaan selesai, sedang dia hanya tertawa mendengar kalimat tadi. Rasa geram nona Embun sangat terlihat jelas, namun untuk kesekian kali seorang Brian semakin memancing sisi emosionalnya. Selidik demi selidik ternyata diantara mereka pernah terjalin hubungan special alias pacaran bahkan sempat bertunangan. Entah terdengar sebagai bahan lelucon atau seperti apa akan kisah jalinan asmara terkacau.

Nona Embun memutuskan hubungan pertunangan tiba-tiba hanya karena masalah sepeleh. Brian terlihat santai saja bahkan masih berjuang mencari pembantu rumah tangga baru kesekian kalinya bagi sang mantan tunangan. Andaikan saya menjadi Brian tentu kaki tidak akan pernah menginjak apartement ini lagi. “Mungkin masih berharap kisah cinta kemarin pulih seketika” bergumam sendiri berpikir tentang kisah asmara mereka berdua.

“Masa bodoh dengan masalah asmara mereka” tertawa sendiri. Mengayuh gerobak sampah sepanjang jalan jauh lebih menyenangkan dibanding merenung akan permasalahan asmara orang lain. Tiba-tiba saja satu iklan perlombaan memasak terpampang jelas pada layar besar di sekitar jalan. Membayangkan kisah adikku dapat memulai satu masa depan melalui objek semacam ini. Dia hanya butuh rasa percaya diri pada satu pernyataan yaitu berani melangkah sekaligus mencoba tentang sebuah petualangan. Singkat cerita, tangan berusaha mendaftarkan dirinya pada acara perlombaan tersebut.

Mencari jalan setidaknya Nefrit tidak menyadari apa yang telah kulakukan sekaligus membuat kakinya berdiri di sana sebagai salah satu peserta. Meminta bantuan Lazki menjalankan rencana selanjutnya. “Kau punya talenta terbaik” menatap dari kejauhan adik kecilku Nefrit. Ini hanya bercerita akan permasalahan waktu bagi perkembangan talenta tersembunyi pada jalan hidupnya.


Bagian 12…

 

Nefrit Fidelis…

Siapa pernah menduga petualangan mencari talenta tersembunyi, namun cerita berikutnya berada pada satu area di luar pemikiran sama sekali. “Kau bisa menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak” isi tulisan seolah menunjukkan tentang satu kelebihan dalam diriku pribadi. Menanyakan ayah, bunda, ka’Lazki mengenai selembar kertas di kamarku dan hasilnya tidak ada yang tahu menahu mengenai hal tersebut. Mungkin saja surat ini dikirim oleh malaikat Tuhan dari surga.

Peristiwa lebih lucu lagi adalah pak Brian seakan mengemis mati-matian hanya untuk menjadi guru privat tanpa bayaran sepersen pun jauh hari sebelum selembar kertas tersebut berada di kamarku. “Ini tantangan bagi guru seperti saya untuk membuktikan kalau manusia seperti dirimu dapat lulus ujian, walaupun dikatakan mustahil sih” mengenang kembali nada kalimat pak Brian seakan terdengar menyindir atau sejenisnya. Berbagai cara digunakan, setidaknya saya menyetujui permohonannya. Saya yang terlalu bodoh atau justrus sebaliknya pak Brian jauh lebih tolol lagi?

Berada di sekitar pinggiran sungai kecil dan membolak-balikkan buku pelajaran bersama pak Brian merupakan hal terkacau yang pernah kulakukan setelah sepulang sekolah. Di lain tempat, seorang Nefrit mencoba memasuki dunia lain demi sebuah pembuktian terhadap selembar kertas tentang talenta tersembunyi dalam diri pribadi. Sekian tahun berlalu dimana tangan tidak lagi ingin menyalakan kompor gas dengan beberapa resep masakan. Tidak seorangpun menyadari bagaimana kekuatan tanganku dapat mengubah beberapa bahan makanan menjadi satu olahan khas. Semua itu hanya kenangan semata di masa kecil jauh sebelum saya beranjak remaja seperti sekarang bahkan kakakku belum menjadi iblis seutuhnya.

“Sampai kapanpun kau tetap iblis buatku” berkata-kata sendiri membayangkan wajah bengis manusia iblis. Penderitaan ayah bunda membuatku semakin membenci dirinya. Sampai detik sekarang adik kecilku Nara masih terbaring koma akibat perbuatan iblis semacam dia. Ayah bisa saja memberi maaf ribuan kali, namun tidak buatku.  

Kenapa ayah menolong manusia iblis itu yang jelas-jelas menghancurkan seluruh anggota keluarga? Semenjak peristiwa pengeroyokan terhadapnya setelah Nara berada di rumah sakit, manusia iblis itu tidak lagi menampakkan diri. Kenapa dia tidak mati saja ketika pengeroyokan dirinya benar-benar terjadi? Iblis penghancur hidup semua orang di manapun kakinya berpijak. Jujur, andaikan bisa saya ingin membunuh sang iblis dengan tanganku sendiri.

“Kenapa ayah tidak bisa membenci iblis seperti dia?” gerah, geram, sakit hati melihat tingkah ayah terhadap sang iblis.

“Jawab ayah!” mengamuk kesal…

“Ada hal sulit untuk dijelaskan hanya melalui lukisan kata-kata dan akan kau mengerti suatu hari kelak ketika dirimu menjadi orang tua bagi kehidupan buah hatimu sekaligus berlianmu dalam satu lingkaran hidup” penyakit ayah mulai kumat lagi.

“Bunda selalu saja nangis, Nef menjadi bahan buly, sampai sekarang Nara masih belum membuka matanya, semuanya karena ulah siapa?”

“Nef” nada kata ayah meninggi. Rasanya sakit Tuhan melihat ayah terus saja berlari ke arah manusia iblis. Dimana KAU berada sekarang Tuhan? Buktikan pada hidupku kalau KAU memang adil untuk menghukum manusia paling jahat. Rasa marah terhadap sang pencipta kembali terjadi melihat tingkah ayahku sekarang. Bisakah setitik saja Tuhan menyatakan keadilanNYA bagi hidupku pribadi. Meraung-raung dalam tangisan seperti anak kecil itulah yang terjadi sekarang. Kamar ukuran kecil menjadi saksi setiap air mataku terjatuh dan bagaimana luka terus saja menancap tanpa henti.

“Nef benci ayah” semakin keras menangis histeris…

“Nef juga benci Tuhan” menyalahkan sang pencipta atas segala sesuatu.

“Nef” seseorang membuka pintu kamarku seketika. Saya menyadari pasti siapa yang sedang membuka pintu sekaligus berhasil berdiri di hadapanku sekarang.

“Kenapa ayah tidak bisa membuang manusia iblis jauh keluar dari hidupnya?” melampiaskan emosionalku semakin hebat dalam pelukan ka’Lazki.

“Ayah hanya ingin mendekap anaknya yang sedang tersesat bahkan hilang sekian tahun lamanya, apa itu salah menurutmu?” ka’Lazki seakan menjadi pembela terbaik…

“Setelah semua kelakuan iblisnya?” balik bertanya.

“Dia memang benar-benar iblis di mata semua orang terlebih buatmu pribadi, tapi tidak bagi pria tua seperti ayah, sampai kapanpun hatinya hanya ingin membuktikan tentang kembalinya anak yang terhilang setelah sekian tahun berlalu” ka’Lazki.

“Sulit memprediksi kehidupan seseorang, jadi jangan membenci dia lebih dalam” ujar ka’Lazki kembali. Satu hal, seperti apapun pernyataan bijak ka’Lazki tetap hatiku ingin selalu membenci manusia iblis. Mereka tidak tahu betapa sakitnya hidup ketika menjadi diriku, bunda, juga Nara.

Menjalani hari tanpa menyapa ayah merupakan jalan terbaik buatku pribadi. Lebih baik berada dalam diam dibanding berkata-kata namun semakin menyakitkan. Focus terhadap ujian sekolah memang hal terbaik buatku sekarang, walaupun dunia berkata saya mustahil untuk dinyatakan lulus. Pak Brian masih setia menjadi guru privat terbaik demi ujian kelulusanku tahun ini. Jujur, sampai detik sekarangpun permasalahan perkalian masih menjadi akar permasalahan terbesar bagi manusia terbodoh seperti Nefrit Fidelis.

“Tuhan dapat menghancurkan batu melalui tetesan lembut air, terlebih kasus ujian kelulusanmu dan juga masalah talenta tersembunyi dalam dirimu” satu pernyataan pesan email dari seseorang yang tidak kukenal sama sekali. Tanpa rasa bosan mengirim pesan demi pesan hanya buatku pribadi. Seakan terdapat penghiburan tersendiri ketika hati sedang mempelajari setiap makna dari kiriman email tersebut.

“Jangan membenci Tuhan untuk alasan apapun” kembali kiriman pesan melalui email bermain lagi. Tuhan, buat saya lupa tentang akar kekecewaan dalam lingkaran hidupku pribadi terhadap diriMU hanya karena masalah ketidakadilan yang terus saja mempermainkan hidup. Ada saat dimana rasa marah disertai kekecewaan berlebih terhadap Tuhan jauh lebih kuat bermain bahkan semua itu sering terjadi. Langkahku selalu berbeda dibanding siapapun ketika berjalan melewati satu alur cerita.

Sebagian besar dari orang disekitarku begitu mudah meraih apa yang diingini hatinya, sedang jalanku sendiri berkata lain. Kata sulit, tidak menemukan cara paling tepat, tersudutkan, segala jalan selalu saja ditutup membuatku semakin meringis melihat kisahku sendiri. Di luar sana terdapat mereka dengan seribu talenta, sementara kisahku menemukan satu jenis talenta tersembunyi membutuhkan waktu panjang. Dunia manusia terbodoh hanya bercerita tentang kekurangan semata tanpa masa depan.

Berada di dapur untuk menyatakan kisah lain bersama talenta tersembunyi memang benar-benar ada dalam dunia Nefrit Fidelis atau masih harus mencari lagi? Mencoba mempelajari kembali beberapa bumbu dapur setelah sekian tahun tangan tidak lagi menyentuhnya. Menghaluskan bawang putih, merica, ketumbar, pala kemudian menggabungkan secara keseluruhan dalam satu wadah. Memecah dua butir telur, memasukkan kunyit, potongan ayam bersama bumbu sebelumnya, dan terakhir merendam sekitar tiga puluh menit setidaknya seluruh bahan meresap sempurna. Langkah selanjutnya adalah ayam siap digoreng menggunakan tepung, setidaknya saya mencoba dari pada tidak sama sekali…

Menggoreng tanpa menggunakan bumbu merupakan versi lain menurut pemikiranku. Dengan kata lain, saya menggunakan dua versi untuk resep hasil karyaku. Ayam dapat diganti menjadi potongan daging bebek sesuai selera. Sebagai sambal lalapan tangan mulai mengulek cabe hijau, bawang goreng, garam, penyedap rasa menjadi satu kemudian memeras jeruk puruk segar juga memberi sedikit minyak panas. “Semoga rasanya tidak mengecewakan” berbicara pada diri sendiri. Menata di atas meja makan, minimal kami sekeluarga dapat makan malam bersama setelah semua kejadian yang terjadi.

Seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu rumah mengalihkan pandanganku. Berjalan menuju pintu depan untuk mengintip dari cela-cela jendela rumah. “Pak Brian” terkejut seketika. Hal terkacau selanjutnya adalah dia berterus terang ingin makan malam di sini karena kelaparan beberapa jam lalu. Antara ingin tertawa mendengar pernyataan guru sekolahku sendiri…

“Makanannya enak betul” berteriak sambil makan tanpa rasa canggung sedikitpun dengan anggota keluarga lain.

“Sangat enak, ini Lazki yang buat?” Tanya bunda pertama kali melihatnya melahap makanan di hadapannya seolah lupa akan segala jenis tangisannya.

“Bunda seperti mengejek Lazki” raut wajah ka’Lazki menyatakan rasa tersinggung luar biasa. Bagaimana tidak, hasil masakan ka’Lazki selalu saja gosong, hambar, bahkan nasi jadi bubur dan semua itu terdengar penghinaan.

“Lantas siapa yang masak kalau tidak ada yang mengaku?” cetus pak Brian. Melihat mereka semua makan dengan lahap membuat hatiku sedikit terhibur. Tidak pernah membayangkan hasil masakanku dapat membuat mereka tersenyum beberapa saat. Ayah terus saja menambah makanan ke piringnya dan terlihat memperebutkan satu potongan ayam tersisa bersama pak Brian.

“Ini buat saya saja” Sejak kapan pak Brian begitu akrab dengan anggota keluargaku yang lain?

“Yah habis” rasa kesal ka’Lazki membenci tingkah pak Brian.

“Masih ada di dapur” segera berdiri mengambil sisa potongan ayam.

“Berarti ini masakan Nef?” serentak mereka berbicara bersamaan tanpa mengedipkan mata hampir tak mempercayai semua ini. Anggota keluarga menganggap saya tidak bisa memasak karena kenyataan kalau kaki sama sekali tidak ingin melangkah menuju dapur sampai kapanpun sebagai juru masak.

“Kenapa? Memang apa yang salah?” bertanya balik…

“Sangat enak” jawaban mereka kembali serentak. Tuhan, apakah talenta tersembunyi untuk membangun masa depanku dengan berada di dapur? Objek lain lagi adalah seseorang mendaftar namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak tanpa sepengetahuanku. Seluruh anggota keluarga juga tidak tahu menahu akan hal tersebut.

“Apa salahnya mencoba demi sebuah tantangan?” ka’Lazki menatap ke arahku seketika. Akhir cerita selanjutnya adalah saya tersingkir pada babak penyisihan dan terdengar lucu…

“Tidak berarti adikku menyerah begitu saja hanya karena gagal pertama kali” pernyataan ka’Lazki membawaku masuk dalam dekapannya di tengah keramaian jalan. Seperti ada satu kekuatan membuatku ingin bertahan demi perjalanan beda dari siapapun. Kelanjutan kisah hidup manusia bodoh adalah seseorang secara diam-diam mendaftarkan namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak di beberapa tempat. Ayah, bunda, ka’Lazki, pak Brian membantah bahkan berani bersumpah kalau yang melakukan semua itu.

Haruskah saya berterimah terhadap orang tersebut karena satu objek berlari ke hadapanku? Mendapat kiriman selembar kertas, pesan email, dan sekarang namaku selalu tercatat sebagai peserta kontes masak di berbagai tempat. Hal terkacau lagi yaitu tentang kekalahan terus terjadi pada babak penyisihan. Kenapa juga saya harus mempercayai satu lembar kertas tentang talenta tersembunyi dari jalanku berada pada area masak memasak. Focus belajar memang jauh lebih baik untuk saat ini. “Minimal saya harus lulus sekolah.”

“Nef, selamat namamu masuk daftar kelulusan” teriak pak Brian berlari ke arahku bahkan memelukku di tengah kumpulan teman-teman sekolahku hingga menjadi pusat perhatian seketika. Selama beberapa waktu focus belajar sampai membuahkan hasil seperti sekarang.

“Pak Brian memeluk manusia bodoh” ucapan seorang siswi.

“Saya tidak percaya ini” teriak yang lain.

“Apa sih kelebihan dia pak?” Nesia bertanya-tanya heran.

“Acara kelulusan paling menyebalkan sedunia” berteriak kembali.

“Dia itu tidak menarik, jelek, miskin, kakaknya iblis, orang tuanya terkena kutuk, selalu sial, lebih hancur lagi baru lulus tahun ini…” salah satu temanku melontarkan penghinaan lagi.

“Jauh amat perbedaannya ibarat langit dan bumi” kalimat paling menyakitkan seakan mereka berhak menjadi Tuhan atas hidupku. Hidup hancur berarti tidak berhak memiliki pasangan berkualitas, walaupun dikatakan antara saya dan pak Brian hanya sebagai murid dan guru. Kenapa begitu sakit…? 

“Jalan hidup seseorang mempunyai misteri tertentu. Kisah kemarin, hari ini, esok memiliki perbedaan pula dengan kata lain bisa saja seseorang dikatakan hancur menurut pikiran banyak orang dapat menjadi berlian suatu hari kelak” satu pernyataan seorang guru menampar mereka semua. Apakah saya mempunyai kemampuan lebih demi satu pembuktian tentang masa depan? Mereka terus saja bermain di area sekitarku hanya untuk melontarkan kalimat-kalimat iblis.

Senang akhirnya manusia bodoh lulus sekolah, tetapi sekaligus menyakitkan mendengar sindiran kasar seakan terus saja menancap menghancurkan kehidupan. “Itukan manusia iblis? Sekarang sudah jadi pemulung sampah” seseorang tiba-tiba saja berteriak menunjuk ke arah jalan besar. Tidak pernah menyangka kisah hidup iblis terjahat berubah drastis menjadi seorang pemulung sampah. Tanpa sengaja kami berdua bertabrakan sekitar pertengahan jalan lain. Rasa benci terhadapnya tetap bermain jauh di dasar bahkan tersimpan kuat.

“Kau iblis bukan manusia” berkata-kata di hadapannya, minimal luka hati dapat terlampiaskan…

“Kenapa saya harus mempunyai kakak sepertimu?” berteriak lebih keras sebelum akhirnya berlari jauh meninggalkan manusia paling terkejam sedunia. Dunia tahu akan kisah manusia bodoh memiliki seorang kakak terkacau bahkan selalu menghancurkan hidup siapapun.

Sampai sekarang adik kecilku belum juga membuka matanya karena peristiwa kemarin. Andaikan semua itu tidak terjadi, tentu Nara akan berlari kecil ke arahku dan memelukku memberi kehangatan. “Ka’Nef bukan manusia bodoh” ucapan gadis kecil masih terus saja terngiang di telingaku setiap menatap dirinya terbaring kaku…

“Nara harus bangun” menangis keras di samping tempat tidurnya.

“Dimana Nara yang kakak kenal kemarin? Kenapa Nara sekarang terlalu lemah? Kenapa matamu tidak pernah bisa terbuka demi ayah dan bunda?”

Gadis kecil masih terbaring koma dan entah kapan semua itu berakhir. Secara akal logika dia bisa saja pergi untuk selamanya, namun entah mengapa tubuh Nara tetap bertahan terbaring kaku di rumah sakit. Gibran Fidelis memang terkena kutuk sampai ketiga anaknya berada pada sisi alur cerita terkacau di antara paling terkacau. Pria tua masih terus mencoba berjalan untuk sebuah pembuktian tanpa memperdulikan ucapan banyak orang. Bisakah seorang ayah seperti dirinya menyatakan pada dunia tentang kemenangan mencapai garis finish?

“Nef” ternyata ka’Lazki terus saja mengekor di belakangku sejak tadi. Menarik tanganku menuju bagian belakang motornya, kemudian membawaku pergi menuju satu tempat. Kupikir kami akan kembali berada pada satu area perkampungan seperti kemarin ternyata dugaanku salah. Sebuah rumah berukuran kecil tidak jauh dari sudut jalan besar.

“Siapa dia?” tegur seseorang ketika membuka pintu rumah.

“Adik kecilku paling cantik” jawaban ka’Lazki. Rumah itu di jadikan sebagai tempat berkumpul sahabat-sahabat ka’Lazki. Memilliki sahabat yang selalu peduli membuatku iri melihat kehidupan kakak sepupuku sendiri. Kenapa tidak seorangpun ingin berteman denganku?

“Kenalkan adikku Nefrit, panggil saja Nef biar lebih cute” ka’Lazki.

“Ini Bianca, Noldy, Fey, Abril, Cristal, Reynand, Darrel” ka’Lazki menyebut nama mereka satu per satu.

“Salam kenal” nada serentak mereka. Kisah lain dari ka’Lazki yaitu mempunyai satu perkumpulan dengan beranggotakan beberapa orang dari bidang berbeda. Pelukis, dunia medis, penyanyi, penulis, ilmuwan, desainer, ballerina, merupakan jenis pekerjaan yang mereka jalani. Rumah ini memberikan cerita unik bagi mereka ketika berkumpul kembali. Pertama kali merasakan suasana hangat tanpa pembulyan kiri kanan.

“Kami juga bisa dikatakan kacau seperti dirimu” ka’Bianca mulai bercerita.

“Saya jauh lebih cengeng lagi” penuh semangat ka’Noldy berkata-kata.

“Pada hal laki-laki tapi lebih cengeng dari perempuan” ledek kakakku. Kehidupan mereka semua mengerikan dan entah bagaimana cerita hingga Tuhan mempertemukan satu sama lain sampai akhirnya persahabatan pun terjalin dari waktu ke waktu. Ka’Bianca dikenal sebagai pelukis jalanan dengan ciri khas unik.

Awal kisahnya terbilang tragis dibanding kehidupan semua orang. Anak korban perceraian orang tua hanya karena masalah perbedaan bersama kisah perselingkuhan menjadikan ka’Bianca terlunta-lunta tanpa arah. Tidak dapat disangkal banyak anak mempunyai jalan cerita berantakan sebagai akibat perceraian orang tua. Papanya mengalami kebangkrutan sampai akhirnya meninggal karena serangan jantung tiba-tiba. Teman perselingkuhan sang papa melakukan hal terkeji dibelakang sampai perusahaan besar milik keluarga jatuh ke tangan orang lain. Terpuruk, terkucilkan, kekurangan kasih sayang, hidup di jalan seorang diri merupakan alur cerita seorang Bianca. Sang mama menikah bersama pria selingkuhannya tanpa pernah peduli anak kandung sendiri. Egois kalimat paling tepat bagi ibu seperti dirinya.

 Narkoba, menjadi preman, kehilangan arah, penyimpangan seks dengan berhubungan sesama jenis alias lesbian adalah hal terkeji mengikat hidupnya. Akhir cerita seorang Bianca mengenal seberkas cahaya setelah pertemuan tak terduga dengan beberapa personil dari komunitas mereka. “Saya butuh perjuangan agar terlepas total dari ikatan narkoba dan semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kisah jatuh bangun berulang kali sampai saya berhasil keluar…” ka’Bianca mengenang kembali kisah masa lalunya.

“Hidup Nef masih jauh lebih baik dibanding kehidupanku sendiri” ka’Bianca.

“Nef masih memiliki ayah dan bunda terbaik walaupun alur kisah hanya bercerita tentang jalan berliku” ka’Cristal tersenyum manis ke arahku. Tidak pernah menyangka ka’Lazki mempunyai perkumpulan geng semacam ini. ‘Secerca Harapan’ memang benar-benar menggambarkan permainan seni ketika berpetualang. Kedua kata tersebut digunakan sebagai nama perkumpulan mereka bukan tanpa alasan.

“Lazki banyak bercerita kalau adiknya masih berjuang mencari talenta tersembunyi” ka’Darrel.

“Jangan patah semangat untuk mencari sesuatu yang tersembunyi kemudian membawanya ke permukaan walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang diantara paling terpanjang” ka’Cristal.

“Sebenarnya sih adik kecilku sudah menemukan bagian talenta tersembunyi dalam dirinya, hanya masih belum yakin 100%” ka’Lazki mencubit wajahku. Menjelaskan tentang selembar kertas di kamar seakan memberi titik harapan bagi masa depanku. Entah mengapa saya merasa nyaman berada di tengah mereka dan mulai mencurahkan perasaanku selama ini. Mataku terbuka akan kisah petualangan hidup Nefrit masih jauh lebih baik dibanding kisah beberapa personil komunitas Secerca Harapan.

“Bukan berarti Nef selalu kalah dalam babak penyisihan terus berhenti begitu saja dong” cetus Abril yang ternyata seumur denganku.

 “Siapa sih tidak kenal Fey terlihat seperti orang bodoh. Fey butuh proses panjang melakukan banyak hal di dunia medis. Mungkin orang lain dengan begitu mudah menguasai tehnik menghadapi pasien partus kala 2-3, menjahit, pemeriksaan vaginal touch, pemasangan infus, penguasaan alat-alat cyto, dan masih banyak lagi tetapi tidak buatku” ka’Fey sepertinya curhat…

“Apa saya menyerah saja karena terlalu bodoh? Jawabannya berulang kali gagal, tetapi saya ingin terus belajar bahkan berjuang walaupun proses yang saya jalani butuh waktu panjang sampai detik sekarang” ka’Fey.

“Ada orang memperlihatkan skil terbaik pada usia masih terlalu belia, mempunyai kekayaan terbesar di usia kepala dua seperti Marck Zuckerberg pendiri FB, multi talenta bahkan kecantikan pun nomor satu bagi beberapa kalangan artis, tapi kau tidak bisa menyamakan/ membandingkan kisahmu dengan mereka” ka’Cristal.

“Nef harus percaya kalau jalanmu mempunyai alur petualangan tersendiri sekalipun dikatakan hanya memberikan kegagalan setiap saat. Lakukan yang terbaik, selebihnya Tuhan akan beracara suatu hari kelak dan jangan menyerah” ka’Bianca.

“Kekurangan kasih sayang, terkucilkan, menjadi korban buly, manusia terbodoh, kegagalan, terluka merupakan hal biasa ketika seseorang mengarungi satu lembah tertentu. Kepribadianmu menentukan hal tidak biasa saat berhadapan dengan semua objek seperti itu. Ngerti?” ka’Cristal. Ucapan mereka semua menunjukkan tentang sesuatu hal berbeda buatku pribadi. Terdengar nada ceramah terpanjang, namun membuka mata menyingkapi alur petualangan ketika berjalan. Saya hanya harus berjuang demi satu masa depan terbaik tanpa harus menyerah begitu saja. Hidupku mempunyai kisah tersendiri…


Bagian 13…

 

Nefrit Fidelis…


Dunia seorang Nefrit berputar setelah berada di tengah mereka. Belajar menyingkapi hidup bahwa bukan diri sendiri satu-satunya manusia paling terkacau oleh sebuah objek penderitaan. “Pertama kali buatku diterima dengan kehangatan” suara hati manusia bodoh berbisik di dalam. Berada bersama mereka menikmati sesuatu yang tidak pernah dirasakan.

“Wah ini lukisan ka’Bianca?” terpesona melihat satu karya di hadapanku. Seakan terdapat makna penuh misteri dibalik lukisan tersebut. Seperti itulah dunia pelukis jalanan terkadang menciptakan hasil karya tak terpikirkan oleh siapapun. Pada lukisan tersebut terlihat jelas jika seorang balita masih berusia setahun sedang berjalan merangkak pada satu area puncak gunung tinggi. Sang balita mulai mencoba merangkak memakai tangan mungilnya untuk menggapai satu petualangan tertentu. Tatapan takut, histeris, sinis, seakan tidak perduli menghiasi wajah orang-orang yang sedang berjalan melewati balita tersebut. Logika manusia bercerita jika si’balita akan terjatuh sesaat lagi. Dua titik sinar dari arah berlawanan bertemu dan menjadi satu tiba-tiba muncul yang kemudian berjalan masuk dalam tubuh mungil anak masih berusia setahun.

“Kalau boleh tahu dua titik sinar ini berasal dari mana?” mencari jawaban terhadap sang pelukis.

“Kekuatan doa dari dua arah sedang berjuang yang kemudian berubah menjadi setitik sinar menyatu menjadi sebuah kekuatan tanpa disadari oleh sang balita” ka’Bianca.

“Kekuatan doa?” masih sedikit bingung.

“Kau harus percaya tentang seseorang dan malaikat yang tidak terlihat disediakan Tuhan di sampingmu sedang berjuang berdoa mempertahankan manusia lemah untuk merangkak, mendaki, mencapai satu masa depan terbaik” ka’Bianca. Banyak orang tidak perduli, menyerang, histeris, ketakutan tetapi dua pribadi bertahan ingin menyatakan kemenangan bagi seseorang yang dikatakan tidak dapat melakukan apapun di dunia bahkan terlalu lemah dari segala aspek manapun.`

“Siapa yang mau peduli tentangku?” merindukan menjadi seperti anak pada lukisan ka’Bianca.

“Bagaimana dengan sosok ayah terbaik sedang berjuang membawamu pada garis finish?” ka’Lazki tiba-tiba saja hadir di tengah kami seketika. Rumah kecil kembali tersenyum akan kehadiran satu personil lainnya. Memang harus kuakui tentang kisah ayahku selalu menjadi ayah terbaik buatku.

Mungkin ayah bukan seorang ayah terbaik dan sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi setidaknya teruslah berada dalam dekapan ayah jika kau merasa terluka” kata-kata ayah terngiang memenuhi gendang pendengaranku. Pria tua hanya ingin membuktikan tentang kemenangan sebagai ayah walaupun dikatakan semua itu mustahil terjadi. Mendekap ketiga buah hatinya dengan cara berbeda diantara para ayah manapun. Air matanya mungkin tidak pernah terlihat olehku karena tersembunyi kuat.

“Saya harus berjuang membuktikan pada dunia jika ayahku selalu menang mendekap hidupku” berkata-kata pada diri sendiri. Mulai hari ini rasa takut, kecewa, marah, air mata harus kulenyapkan dari jalanku. Mencoba bangkit dan belajar berjalan walaupun dikatakan hanya dapat merangkak sama seperti sang balita pada lukisan tersebut. Seseorang berulang kali mendaftarkan namaku sebagai peserta kompetisi memasak, namun selalu saja gagal pada babak penyisihan. Seakan dia tetap percaya tentang letak kemampuan luar biasa pada diriku.

Tanganku mulai terus berlatih mengolah bahan makanan menjadi satu masakan istimewa. “Selesai” tersenyum puas setelah beberapa hari mencoba menciptakan menu special. Nasi goreng special bakar terdengar aneh tapi tidak buatku. Menghaluskan beberapa bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, kemiri menjadi satu kemudian menumis hingga bau harum tercium. Masukkan nasi putih, potongan kacang panjang diiris berukuran tipis, penyedap rasa, garam sambil terus diaduk. Hal selanjutnya adalah taburkan suiran ayam, jamur, potongan sosis, cumi, potongan sosis, udang sambil di aduk terus hingga tercampur rata. Bungkus nasi goreng memakai daun pisang atau daun bambu sesuai ukuran selera, langkah selanjutnya adalah panggang di atas arang. Sajikan pada mangkuk yang telah disediakan bersama saus sambal menurut selera pula.

“Buat ayah dan bunda” membawa hasil olahan tanganku sendiri ke hadapan mereka.

“Ini olahan Nef?” ayah terus saja makan dengan sangat lahap.

“Saya juga mau” di luar dugaan pak Brian berlari masuk ke rumah segera mengambil piring menyantap makanan di depannya. Kenapa bekas guru sekolahku hadir di rumah terus? Bagaimanapun saya harus berterima kasih atas ujian kelulusan sekolahku. Tidak pernah bosan menjadi guru privat gratis buatku. Ayah dan pak Brian langsung akrab pertama kali mereka bertemu.

“Sangat enak” pujian pak Brian.

“Anak ayah jago masak rupanya” tidak lagi mengingat perselihan di antara kami hanya karena memperdebatkan manusia iblis. Perjalanan selanjutnya dimana ayah menyuruh saya melanjutkan kuliah. Kisahku tidak bercerita tentang tingkat IQ tinggi, jadi pemikiran melanjutkan pendidikan sama sekali tidak terpetik dalam benak. Menolak keinginan ayah merupakan keputusan terbaik, terlebih biaya rumah sakit Nara masih terus berjalan.

Ternyata seseorang secara diam-diam membayar penuh biaya rumah sakit Nara dengan kata lain ayah tidak mengeluarkan uang sepersen pun. Siapa malaikat itu? Jadi uang tabungan ayah bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan. “Kau bisa kuliah dengan uang ini” ujar ayah terhadapku.

“Otak Nef benar-benar tidak bisa berfungsi untuk masalah akademik” kalimatku.

“Terus anak ayah harus selamanya jadi manusia bodoh?” tegur ayah.

“Nef bodoh di semua bidang, percuma melanjutkan kuliah”

“Ayah tidak menuntut Nef mempunyai nilai tinggi, setidaknya buktikan pada dunia tentang masa depanmu” ayah.

“Nef akan buktikan tapi bukan di dunia yang hanya mengandalkan tingkat IQ.”

“Nef” tegur ayah.

“Beri Nef kesempatan untuk memilih apa yang kusukai” pernyataan memohon di hadapan ayah.

Saya ingin menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak. Mulai percaya tentang talenta tersembunyi dalam diri berada pada dunia masakan dan bukan bidang lain. Belajar menekuni apa yang kusukai tanpa harus patah semangat karena mengalami kegagalan setiap saat. Seseorang kembali mendaftarkan namaku pada salah satu tempat kursus tata boga tidak jauh dari tempat tinggalku. Siapa dia? Apakah dia orang yang sama dibalik pembayaran biaya berobat Nara? Seakan orang tersebut berperan sebagai malaikat tak terlihat bagi keluargaku.

“Semua karena mimpi ingin membuktikan pada dunia tentang talenta tersembunyi dalam dirimu. Jadi, kau harus terus mencoba mencoba dan mencoba kembali” isi pesan melalui email. Apakah dia orang yang sama dibalik pendaftaran biaya kursusku tanpa sadar? Untuk kesekian kalinya namaku kembali terdaftar sebagai peserta perlombaan memasak pada salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Rasa-rasanya saya ingin tertawa hebat karena kembali gagal pada tahap penyisihan.

Gagal untuk kesekian kalinya bukan berarti menghalangi langkah tetap berjalan pada apa yang kusukai. Saya pasti bisa mengguncang dunia suatu hari kelak dengan berbagai resep masakan hasil karyaku sendiri. Mencari pekerjaan sampingan selain kursus tata boga itulah yang sedang kujalani sekarang. Memasukkan lamaran kerja di beberapa restoran minimal membantu saya untuk satu petualangan berikutnya. “Mulai besok kau bisa bekerja disini” pada akhirnya kata tersebut terngiang di telingaku setelah penantian panjang si’pencari kerja. Walaupun berperan sebagai tukang cuci piring, setidaknya saya bisa sedikit mengamati para chef restoran disini jika sedang menyajikan berbagai masakan.

“Nef” tegur seseorang menghentikan pekerjaanku.

“Ka’Darrel” aktifitas sebagai tukang bersih-bersihpun terhenti seketika. Ternyata mereka semua janjian berkumpul di restoran ini. Akhir cerita, statusku sebagai tukang cupir sekaligus tukang bersih-bersih ketahuan oleh mereka semua. Tidak satupun dari mereka menertawakan jenis pekerjaanku sekarang. Tetap memberi semangat buatku untuk satu petualangan terbaik.

“Nef santai saja lagi” tegur ka’Reynand.

“Kemarin Fey masuk rumah sakit tidak dikatakan langsung menangani pasien, melainkan berperan sebagai tukang bersih-bersih juga” ka’Fey.

“Berarti?” kalimatku.

“Menyapu, mengepel, lap kaca, cuci peralatan, bersihkan tempat tidur dan tidak dikatakan langsung menangani pasien…” ka’Fey.

“Memulai masa depan tidak dikatakan langsung pada satu area paling inti sekaligus terbaik diantara yang terbaik, kau harus belajar menjalani perkara kecil bahkan dikatakan hina oleh semua orang sebelum Tuhan mempercayakan perkara besar buatmu” ka’ Reynand.

“Seperti itulah” ka’Fey mengangguk. Terharu mendengar ucapan mereka tanpa harus memojokkan apa yang ada dalam hidupku. Dengan setia menunggu sampai pekerjaanku selesai sehingga kami dapat berkumpul bersama. Mengajakku menuju satu tempat tidak terpikirkan olehku selama ini. Menikmati suasana taman bermain bersama-sama. Setelah puas mereka membawaku melihat satu ruang dimana mengisahkan tentang kisah sama denganku sebelumnya.

“Tempat apa ini?” tanyaku melihat segala jenis peralatan kiri kanan…

“Biasa ruang manusia tukang imajinasi seperti Darrel” sindir ka’Lazki. Tempat dimana seseorang sedang berjuang menghasilkan satu karya dalam bentuk teknologi.

“Semua berawal dari kata jatuh bangun, ejekan, hanya tahu berimajinasi tanpa dapat melangkah, dan masih banyak lagi” ka’Fey.

“Maksudnya?” ujarku.

“Awal kisahku hanya mengenal dunia imajinasi ingin menciptakan beberapa teknologi-teknologi terbaru. Permasalahan biaya, dasar pendidikan, jalan tertutup, dan beberapa hal lain menjadi kendala utama sampai kisahku yang ingin berperan sebagai seorang ilmuwan selalu saja mengalami kegagalan. Beberapa orang mengejekku hanya tahu berimajinasi, pada hal saya tidak berbicara tinggi bahkan tetap diam. Mereka hanya tahu menyerang tapi tidak pernah merasakan sekaligus menjalani kehidupan yang saya alami” ka’Darrel.

“Lantas?”

“Saya juga sedang mencari jalan buat mengejar sekaligus menunggu Tuhan menyatakan mujizat dalam segala setiap kelemahanku” ka’Darrel. Akhir cerita adalah tangan Tuhan benar-benar bekerja untuk menyatakan satu kekuatan. Menjadi ilmuwan memang tidak mudah tetapi pada akhirnya dapat dijalani oleh manusia seperti ka’Darrel. Beberapa tokoh-tokoh penting dari dunia internasional berjalan ke arahnya sehingga di akhir kata mimpi tersebut benar-benar terwujud. Ternyata dia hanya datang berlibur semata di Negara ini karena terikat perjanjian kerja sama di tempat lain. Tempat yang sedang kami injak sekarang ternyata gudang rumah miliknya.

Salah satu alat temuan terbaru dari ilmuwan bernama Darrel Kahlil adalah system alat yang digunakan bagi dunia medis. Alat ini multi fungsi karena dapat digunakan sebagai pemeriksaan beberapa penyakit Ca serviks tanpa melakukan pap smear, infeksi menular seksual, system kuretase, dan pemasangan kontrasepsi IUD. Terdiri dari beberapa jenis perpaduan alat, lampu sorot kecil, kamera kecil,  dan sebuah layar untuk melihat bagian dalam reproduksi wanita pada saat melakukan beberapa tindakan medis. Pada pemeriksaan pap smear tentu mengambil lendir sekitar mulut Rahim dan pemeriksaan selanjutnya adalah membawa ke laboratorium proses lebih detail. Alat ini tinggal memakai speculum tapi dibuat digital melalui mulut vagina dan memposisikan dengan baik kamera kecil agar dapat terlihat lebih jelas melalui layar. Singkat cerita, tangan memainkan sebuah tombol yang berperan sebagai alat untuk mengambil sampel lendir dengan sendirinya melalui mulut Rahim.

Proses kerja selanjutnya adalah alat kecil tersebut akan menghubungkan sampel lendir serviks langsung pada bagian lain dari alat ini untuk mengeluarkan hasil apakah dinyatakan positif/ negative terdiagnosa Ca serviks ataupun penyakit reproduksi wanita lainnya dalam waktu hitungan menit. Sementara system kuretase biasa sering dilakukan pada pasien abortus maupun rest plasenta (tertinggalnya sisa plasenta beserta membrannya dalam cavum uteri). Pada kasus system kuret dimana tetap memakai speculum sebagai pemasangan alat pertama tanpa pergantian untuk membuka vagina bersama kamera kecil pada bagian tengah dan lampu sistematis. Tangan hanya memainkan satu jenis tombol yang berfungsi sebagai sendok kuret keluar-masuk vagina untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dengan tetap berfokus pada layar agar terlihat lebih detail.

System pemasangan IUD sendiri hanya dengan mengganti alatnya tetapi tetap berpatokan pada speculum sebagai pembuka vagina di awal cerita seperti biasa bersama kamera kecil dan lampu sorot kecil  sekitar bagian tengah. Langkah selanjutnya yaitu tangan memainkan tombol pemasangan kontrasepsi IUD untuk memasang secara digital sekitar bagian serviks vagina. System penjepit porsio yang digunakan pun akan dimainkan melalui tombol sambil terus melihat ke layar pada saat proses masih terus berlanjut sampai selesai.

“Penjelasan cukup detail juga” sindir ka’Lazki. Seperti inilah kisah ketika kembali berkumpul satu sama lainnya. Saya ingin belajar berjalan sesuai dengan talenta dalam diriku untuk meraih masa depan sendiri sama seperti mereka. Mungkin saya tidak bisa berperan sebagai seorang ilmuwan, tetapi minimal kisahku juga harus memberi alur tersendiri dengan apa yang kumiliki. Menyuguhkan berbagai resep masakan hasil olahan dengan tanganku sendiri di hadapan banyak orang.

Tuhan, kalau mereka dapat menjalani hidup tentu saya pun bisa melewati semua. Selalu bersemangat bekerja pada salah satu restoran, kursus memasak, mempraktekkan aneka resep masakan hasil olahan sendiri. “Hai Nef” terkejut untuk kesekian kalinya melihat pak Brian berdiri sekitar restoran tempatku kerja. Seakan guru sekolahku selalu saja mengekor kemanapun saya berjalan.

“Kenapa bapak bisa tahu tempat kerjaku?” saya sama sekali tidak pernah memberi tahu jenis pekerjaanku di hadapannya.

“Kan saya diberi tahu Tuhan” godaan pak Brian.

“Raut wajah bapak saja terlihat jarang doa, bagaimana ceritanya diberi tahu Tuhan?”

“Pandang enteng amat” rasa kesal pak Brian. Terimah kasih Tuhan mengirimkan pak Brian sampai akhirnya saya bisa lulus sekolah tahun ini. Sejenak berpikir jika malaikat tak terlihat mata ternyata guruku sendiri di beberapa aspek jalanku. Mengirimkan selembar kertas berisi talenta tersembunyi, pesan-pesan penyemangat hidup lewat email, bahkan membayar uang kuliah. Jangan-jangan pak Brian juga tokoh utama dibalik pembayaran biaya rumah sakit Nara?

“Sepertinya ada perkelahian di sana” segera menarik tanganku agar bersembunyi setelah kami berhasil melewati jalan yang memang raya besar.

“Manusia iblis” kalimatku seketika. Sekumpulan orang mengeroyok dirinya tanpa henti, setidaknya dia pantas mendapat hukuman setimpal. Brian segera berlari keluar mencoba mengalihkan perhatian dengan sengaja membunyikan sirena polisi melalui aplikasi android miliknya. Mereka semua segera berlari meninggalkan manusia iblis seorang diri.

“Kenapa bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” teriakku sangat geram.

“Kau mengenal orang ini?” pak Brian.

“Saya mengenal dia sebagai iblis bukan manusia” nada geram pada diriku semakin meledak. Jujur, rasa benci terhadap sang iblis tidak akan pernah sirna apapun yang terjadi. Pak Brian masih tetap berusaha membantunya tanpa memperdulikan perasaanku.

“Buatmu dia iblis, tapi bagiku dia sahabat” terkejut mendengar pernyataan pak Brian. Jadi, selama ini antara pak Brian dan manusia iblis terjalin satu ikatan persahabatan, bagaimana bisa seorang guru terbaik mempunyai sahabat semacam ini. saya tidak akan pernah bisa memaafkan apapun perbuatannya kemarin. Entah mengapa, manusia iblis hanya diam membisu setiap kali mulutku melayangkan ucapan-ucapan kasar.

“Kenapa saya harus mempunyai kakak iblis seperti dirimu?” berteriak semakin keras sambil berlari meninggalkan mereka. Ayah, ka’Lazki, juga pak Brian sama saja selalu menjadi pembela sang manusia iblis. Saya benar-benar membenci si’manusia iblis.

“Tuhan, kenapa saya harus lahir dari Rahim yang sama dengan manusia iblis?” itulah diriku selalu marah karena rasa ketidakadilan Tuhan. Beberapa waktu lalu hidupku belajar untuk tidak marah terhadap sang pencipta, namun kegeramanku kembali muncul disaat manusia paling kubenci hadir di hadapanku. Betapa sulitnya melenyapkan setiap amarahku. Saya benar-benar membenci bahkan menginginkan dia lenyap saja dari permukaan bumi.

“Kakak harus bagaimana?” menatap pada wajah gadis kecil yang masih terbaring tanpa pernah tahu kapan diri terbangun dari tidur panjangnya.


Bagian 14…

 

Feivel Fidelis…


Sekelompok manusia tiba-tiba saja menghadang jalanku. Mereka merupakan kumpulan mafia narkoba musuh bebuyutanku jauh sebelum meninggalkan jurang gelap kemarin. Darah segar mengalir tanpa berhenti dikarenakan pukulan demi pukulan terus berirama terhadap tubuhku sendiri. “Tuhan, beri saya kesempatan bernafas” menjerit di dasar hati disela-sela serangan tinju mereka terhadapku. Saya hanya ingin melihat ayah tersenyum, bunda berhenti menangis, adikku Nefrit berhasil menggali talenta tersembunyi dalam dirinya, dan malaikat kecil yang sedang tertidur pulas karena perbuatan bejatku segera terbangun.

Saya masih ingin berjuang hidup untuk memperbaiki setiap kesalahan yang pernah kuperbuat. “Tuhan menjawab doaku” setelah mendengar bunyi sirene polisi dan membuat mereka semua berlari pergi menjauh. Andaikan ayah tidak pernah menyebut namaku dalam doa, mungkin saat ini saya kembali ke penjara lagi sama seperti kisah sebelumnya. Penjara seumur hidup siap menanti, andaikan ayah bunda menghapus namaku dari kisah mereka kemarin. Mungkin hari ini bunda terlihat membenciku, tetapi namaku masih tersimpan kuat jauh di dasar hatinya. Ayah dan juga Lazki sering bercerita bagaimana bunda ingin anaknya kembali berjalan pulang. Saya akan buktikan pada dunia kehebatan air mata bunda mengembalikan anaknya walaupun dikatakan mulutnya berkata-kata tentang kebencian.

“Kenapa bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” saya mengenal suara itu. Mataku tidak bisa terbuka, tetapi dialog mereka terdengar jelas olehku.

“Nef” suara hati berbisik seketika. Wajar jika dia membenciku dan tidak ada yang salah dengan segala ucapan-ucapannya terhadapku pribadi.

Seakan dia berlari pergi meninggalkan Brian. Waktu tidak akan pernah bisa berputar kembali untuk memperbaiki semua keadaan. Tuhan, balut setiap luka hati adikku karena kelakuan iblis dalam jalanku di masa lalu. Saya memang tidak akan pernah bisa menjadi kakak terbaik bagaimanapun hidup berjuang memperbaiki sesuatu yang dikatakan rusak total. “Kakak, masakan ini buatmu” seorang anak kecil tersenyum manis dalam tidur lelapku.

“Feiv Feiv” seseorang berkata-kata seakan ingin membuatku terbangun dari mimpi.

“Saya dimana sekarang?” tersadar seketika jika tubuhku terbaring di satu tempat…

“Kau di rumah sakit sekarang” Brian.

“Kenapa mereka memukulmu seperti ini?” rasa cemas Lazki.

“Beruntung sepupumu bekerja sebagai perawat di sini, jadi kau dilayani seperti raja oleh banyak dokter” cetus Brian.

“Feiv” ayah berjalan masuk…

“Ayah” balasku. Terbaca jelas raut wajah ayah bercerita tentang rasa takut, khawatir, tidak ingin jagoannya menghadapi sesuatu seorang diri. Seluruh bajunya basah karena keringat mengucur cukup mengatakan semuanya. Seperti biasa air matanya tidak akan pernah nampak setetespun, namun hati sebagai ayah terus saja menjerit. Selama beberapa hari saya mendapat perawatan di rumah sakit dan ayah sedikitpun tidak pernah berhenti untuk tetap berada di dekatku.

“Bunda dan Nef tidak datang” selalu berharap mereka tersenyum buatku sekali saja. Andaikan semua itu bisa terjadi, tentu saya tidak akan pernah melewatkan kesempatan menyatakan kebahagiaanku sendiri. Di rumah sakit berarti uang gaji terhenti seketika. Biaya rumah sakit malaikat kecil dan uang kuliahkupun bisa tertunggak alias macet total. Memohon agar bisa keluar secepat mungkin sebelum nona embun juga perusahaan memecat saya.

Terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar membuat saya menyadari akan kerasnya perjuangan hidup demi meraih garis finish. Bekerja sebagai kuli bangunan, cleaning servis, pemulung sampah, pembantu rumah tangga, dan tukang cupir mengajarkan tentang keringat yang terus saja menetes namun memberikan satu nilai hidup. “Feiv” mimpi apa saya semalam nona Embun berdiri di depan kamar kos ukuran kecil membawa parsel buah.

“Maaf saya terlambat tahu” menyerahkan paket buah ke tanganku. Sikap dingin, diam, angkuh, keras tidak lagi bercerita pada raut wajahnya. Pertama kali melihat senyum manis seorang wanita berparas cantik. Dibalik sikap dingin sang majikan terdapat satu kelembutan tersembunyi. Menjadi pertanyaan, apakah saya menyukai wanita seperti majikanku? Feiv, cepat bangun dari mimpimu sebelum kau terjatuh lebih dalam! Entah mengapa dia mulai bercerita lembut setelah sekian waktu berperan sebagai pembantu rumah tangga di apartementnya.

“Saya harap kau masih tetap bekerja di rumahku” kalimatnya sebelum berjalan pulang meninggalkan kamar kos kecil milikku. Tubuh bertato, miskin, masa lalu suram mengharap bulan jatuh ke tangan. Mengagumi dia jauh di dasar hati tidak menjadi masalah kan? Nona Embun mantan tunangan Brian…

“Saya ingin belajar menjadi temanmu” sang majikan tanpa perasaan takut berkata-kata seperti itu di hadapan pembantu rumah tangganya sendiri. Hanya terdiam tanpa menjawab bahkan tanganku masih terus menyeterika beberapa helai pakaian kemudian menggantung rapi di lemari. Hal mengejutkan selanjutnya adalah menarik tanganku ketika masih berada di sekitar area kampus dan membawanya pergi. Semua orang menjadikan kami tontonan seketika.

Pertama kalinya bagi mantan narkoba menjalani sesuatu yang dikatakan istimewa. Detak jantungku berdebar setiap kali dia tersenyum ke arahku. Kenapa sikap dinginnya berubah seketika? Feiv, cepat bangun dari tidurmu! Bagaimanapun Brian seakan masih menginginkan mantan tunangannya kembali. Kenapa perasaan menyukai tiba-tiba saja muncul setelah melemparkan senyum pertama kali ka arahku?

“Temani saya menikmati liburku hari ini!” untuk kesekian kalinya tersenyum sampai detakan jantung pun makin berteriak kuat.

“Manusia bodoh” menggerutu sendiri. Mana mungkin tangan mantan Narkoba dapat meraih bulan di antara banyaknya bintang-bintang.

“Lupakan masalah kuliah, pekerjaan, dan semua masalahmu. Mari bersenang-senang!”

Menikmati wahana permainan paling menegangkan, menyaksikan pertandingan basket, menikmati suasana perpustakaan sambil membaca segala jenis buku itulah kegiatan kami sehari penuh. “Kapan-kapan nonton film” menawarkan sebuah ajakan. Tuhan, jangan biarkan dia memberiku harapan palsu sama seperti kisahku kemarin. Hal terbodoh pada manusia sepertiku yaitu mengharapkan sesuatu hal paling mustahil terjadi.

“Kau menyukai film seperti apa?” bertanya tanpa merasa takut melihat bentuk fisikku.

“Saya suka film kartun” menjawab…

“Hahahahaha…” tertawa dan tertawa.

“Kenapa tertawa?”

“Kau bertanya kenapa tertawa? Coba lihat cermin rambut gondrong, berantakan, muka sangar, penuh jenggot, bertato, pakaian tidak karuan tapi hobi nonton film kartun” nona Embun.

“Terkadang saya sendiri bertanya, kenapa orang sepertimu ingin menjadi pembantu rumah tangga?” dia sekali lagi melemparkan pertanyaan.

“Kenapa juga majikan seperti anda tidak pernah takut melihat tampangku?”

“Saya seorang polisi tentu terbiasa melihat tampang-tampang sangar bahkan lebih ganas dibanding kau yang sekarang?” selama ini saya bersikap cuek tentang pekerjaan majikanku sendiri bahkan baru menyadari semua itu. Pakaian-pakaian seragamnya pun sama sekali tidak terlihat saat saya masukkan dalam mesin penggilingan atau ruang setrikaan.

“Berarti?” mencurigai sesuatu…

“Kenapa? Baru sadar polisi wanita yang selalu berhasil meringkus Bandar narkoba terkenal termasuk dirimu untuk kesekian kalinya berdiri di depanmu?” nona Embun. Hal terkacau buatku yaitu tidak pernah perduli tentang wajah polisi manapun yang selalu berdiri di depan kemarin. Dia menyadari pasti masa lalu paling kelam dalam hidupku. Ternyata selama ini nona Embun selalu berhasil mengelabui banyak orang melalui berbagai penyamaran. Menjelaskan jika wajahku sudah tidak asing lagi di kalangan polisi. Namun, entahlah seakan satu benteng selalu saja berhasil melindungiku dari penjara seumur hidup terlebih eksekusi mati tidak berlaku atasku bukan karena permasalahan harta juga…

“Kekuatan doa ayah bunda selalu menjadi benteng tanpa mereka sadar buatku” suara hatiku berbisik seketika menyadari semua itu.

“Saya pikir kau akan balas dendam makanya bekerja sebagai pembantu di apartement milikku, ternyata dugaanku salah” nona Embun.

“Mantan narkoba sekaligus mafia berubah drastis?” pancing nona Embun. Kekuatan doa ayah membuatku dapat menatap satu pelita kecil dalam ruang gelap. Menceritakan segala kisah terhadapnya memang jauh lebih baik dari pada prasangka buruk tentangku kembali. Sikap dingin selama ini memang benar-benar sifatnya atau bagaimana?

“Seperti itulah kisahku” menarik napas kuat menatap langit biru…

“Ayahmu benar-benar hebat untuk satu kasus ingin memperjuangkan hidup manusia iblis seperti dirimu” nona Embun.

“Ayah berjuang membuktikan kemenangan atas dirinya bagi ketiga buah hatinya melalui proses panjang” membayangkan kehidupan ayahku dan jalan berliku yang selalu saja bermain ke arahnya.

“Jauh berbeda dengan ayahku bahkan tidak pernah membuktikan apapun buatku” nona Embun.

“Apa kisahmu menyedihkan?” lirihku.

“Ayahku menuntut kesempurnaan, harus menjadi nomor satu, otoriter, kata-kata menyakitkan selalu saja terlontar, bahkan tidak pernah puas, ketakutan ketika anaknya memiliki saingan, tapi itulah ayahku” nona Embun. Dibalik sikap dinginnya selama ini tersimpan kisah tragis. Tidak dapat disangkal perselisihan dengan orang tua sendiri selalu saja  terjadi, bahkan hampir seluruh anak di dunia menyatakan rasa kecewa memiliki seorang ayah.

Masing-masing orang mempunyai cara berpikir tersendiri untuk mengungkapkan, meluapkan, memberi, menarik sesuatu terhadap seorang anak. Begitupun sebaliknya akan jalan ayahku tetap ingin berlari membuktikan jika dirinya adalah pemenang bagi ketiga buah hatinya. Sosok pribadi terhebat adalah dimana ayah tetap mendekapku tanpa rasa benci sama sekali. “Terimah kasih Tuhan memberikan ayah terkuat, maaf selalu saja menyakiti hatinya ketika jalan masih berada dalam lembah gelap kemarin.” Tidak memiliki pendidikan tinggi, hanya penjual barang campuran sekitar pasar kecil, tua, bukan orang terpandang tetapi selalu mencoba berlari bagi ketiga buah hatinya itulah ayahku.

Saya akan belajar membuktikan pada dunia tentang kehebatan ayah. Penuh semangat menjalani masa kuliah untuk menyatakan kekuatan sosok pribadi tua selalu saja mendekap erat hidupku. Bekerja, kuliah, tetap berjalan membuktikan jika saya masih memiliki masa depan walaupun dikatakan dengan masa lalu paling gelap diantara yang paling tergelap memang membutuhkan proses panjang. “Gadis kecil harus membuktikan juga pada dunia kalau ternyata kau bisa mengalahkan maut” memberi kecupan pada Nara adik kecilku yang masih tertidur nyenyak.

“Sampai kapan anak ayah terus seperti ini seperti penguntit” tanpa sadar ayah berdiri lama di belakang.

“Sejak kapan ayah berdiri di belakang?”

“Sejak tadi” senyum ayah tidak pernah marah bahkan lupa perbuatanku hingga gadis kecilnya terus tertidur lelap dan entah kapan akan terbangun.

“Feiv butuh waktu” berlari keluar meninggalkan ayah. Mengayuh sepeda sampah seperti biasanya setelah berjalan keluar dari rumah sakit. Memulung sambil bekerja sebagai cleaning servis dengan menyusuri setiap tong sampah dari satu gedung perusahaan terbesar. Penuh semangat menyapu, mengepel, membersihkan pintu-pintu kaca di beberapa lantai.

“Bagaimana ini pak Denils tiba-tiba kecelakaan mobil, sementara perusahaan bisa rugi besar kalau gagal menampilkan acara terbaik di hadapan perusahaan-perusahaan besar” salah satu karyawan sedang berdialog sedang telingaku tanpa sadar mendengar semua itu.

“Itu lagi masalahnya” cetus yang lain.

“Kita tidak bisa menemukan konsep paling tepat dan seseorang untuk berperan sebagai tokoh presentase terbaik bagi perusahaan” rasa takut terpancar memenuhi raut wajah mereka semua. Melihat mereka sangat ketakutan karena permasalahan tersebut. Tempat, konsep, kegiatan, dan beberapa hal lain semuanya berantakan. Mencoba menjadi pendengar setia sambil terus memainkan kain pel di sekitar ruangan juga menyimak lembaran kertas di hadapanku.

“Mungkin saya bisa membantu sedikit” seakan satu kekuatan mendorong tubuhku seketika untuk menyatakan satu kalimat. Singkat cerita adalah mereka semua tidak mengedipkan mata sama sekali. Bagaimana tidak, jika dilihat dari segi penampilan bersama jenis pekerjaan benar-benar kurang meyakinkan.

“Cuma Cleaning servis” ejekan salah satu dari mereka.

“Pemulung sampah juga kali” kembali satu ungkapan penghinaan.

“Tampang sangat tidak meyakinkan” kalimat yang lain.

“Pergi sana!” mendorong tubuhku keluar pintu.

“Hancur sudah”

“Beri dia kesempatan berbicara!” tiba-tiba Brian berdiri tepat depan pintu.

“Tapi bos” seolah mereka menolak.

“Menurutmu diatasnya  bos pertama siapa?” Brian. Di luar dugaan ternyata saya bekerja sebagai cleaning servis pada perusahaan dosen sendiri. Memberikan sebuah kursi untuk memulai pemecahan masalah. Memainkan selembar kertas putih, menjelaskan beberapa kerangka konsep, system presentase, disertai jenis-jenis kegiatan unik.

“Memakai ban serta karung bekas sebagai bahan utama konsep acara” memulai pembicaraan.

“Acara ini tuh penting, trus kok jadi aneh gitu?” cetus seseorang.

“Bukan permasalahan acara seperti ini terlihat aneh, hanya saja tangan harus dapat menampilkan satu keunikan” sedikit penjabaran.

“Maksudnya?” Brian.

“Mengambil konsep café dengan desain unik. Ban bekas dapat di modifikasi menjadi sesuatu yang menarik seperti meja, kursi, pot bunga sebagai penghias, lampu warna-warni, penyuguhan desain panggung sebagai salah satu inti acara terlebih perkenalan produk, dan beberapa tempat lagi” penjelasan…

“Karungnya sendiri?” Brian.

“Sepertinya sih sedikit gila tapi setidaknya perusahaan mencoba menampilkan sesuatu hal yang bersifat tidak biasa walaupun dikatakan acara seperti ini berada pada kategori formal karena dihadiri oleh investor-investor penting.”

“Intinya karung itu multi fungsinya dimana?” Brian.

“Digunakan sebagai seragam panitia dengan gaya fashion terbilang keren, salah satu bahan konsep desain panggung, penutup meja-meja tamu, sekaligus digunakan sebagai perpaduan kursi dari bahan ban bekas dan karung itu sendiri.”

“Ide menarik” Brian. Akhir cerita mereka menyukai konsep tersebut dan sesuai harapan dimana acara berjalan lancar. Mereka tidak lagi memandang rendah hidup mantan narkoba bahkan hanya berperan sebagai cleaning servis semenjak saat itu juga. Senyuman karyawan satu per satu mulai bergema setiap berpapasan dengan mereka. Tetap menjadi cleaning servis tetapi mantan iblis mulai memiliki teman setahap demi setahap. Tidak pernah terpikirkan sama sekali akan kisah Brian berperan sebagai bekas guru Nefrit, dosen di kampus, dan sekarang seorang ceo alias pemilik salah satu perusahaan terbesar. Kehidupan juga rumah sederhana membuat semua orang termasuk diriku tertipu oleh manusia semacam Brian.

“Pantas menolak” bergumam membayangkan bagaimana Brian menolak uang pemberian mantan iblis sebagai upah pembayaran ketika berperan menjadi guru privat Nefrit. Menjadi pertanyaan, kenapa nona Embun memutus sepihak hubungan pertunangan dengan Brian? Hidup orang kaya memang susah ditebak. Hal lebih kacau lagi adalah seorang Brian masih setia mencari pembantu rumah bahkan tetap berkunjung ke rumah mantan tunangan.

Perusahaan memberi bonus gaji karena telah berjasa dalam acara tahunan terbesar. “Bukan berarti kau berjasa terus pangkatmu naik begitu saja, tunggu dulu” pernyataan salah seorang ceo sekaligus berperan sebagai dosen di kampus.

“Terserah pak Brian” menjawab santai dengan tangan yang masih terus bergerak membersihkan kaca jendela ruangannya. Singkat cerita, dia hanya diam tanpa berkata-kata kembali. Minimal mantan iblis masih memiliki pekerjaan dari pada tidak sama sekali. Pantas saja mengizinkan saya tetap menjadi pemulung ternyata dia pemilik perusahaan ini. Aktifitas pekerjaan lain adalah menjadi kuli bangunan dan lebih kacau lagi dimana proyek tersebut juga masuk dalam wilayah kekuasaannya.

Kuliah, bercerita banyak hal dan berada disamping gadis kecil tanpa rasa bosan, kuli bangunan, cleaning servis, pemulung, pembantu rumah tangga, tukang cupir kantin kampus merupakan jenis kegiatan keseharian mantan iblis. Ada banyak cerita dapat diungkapkan dalam kisah seorang Feivel, namun bumi masih membisu. “Feiv, liburan yuk” untuk kedua kalinya sang majikan berdiri tepat di hadapanku. Seluruh penghuni kampus tak berkedip sedikitpun menyaksikan pemandangan sempurna di tengah kantin.

“Itukan tunangan pak Brian” salah seorang berucap satu sama lain.

“Sekarang sudah jadi mantan” balas lainnya. Mereka semua menyadari kisah special antara dosen dan tunangannya. Nona Embun seakan bersikap cuek dengan segala pemberitaan tentang dirinya. Menarik tanganku menuju parkiran dan hal lebih parah dari ini adalah dia membawa motor besar ke kampus.

“Pembalap nomor satu” mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi.

“Sudah sampai” nona Embun membuka helm miliknya. Berada di salon dan menyuruh karyawan melakukan transformasi terhadap penampilan mantan iblis. Jenggot pada wajah dan rambut di pangkas habis oleh karyawan salon. Penampilan brutal lenyap seketika tergantikan gaya khas terbaru. Selain itu, dia juga mengajariku cara berpakaian rapi tetapi tetap mengikuti trend sekarang. Membawahku kembali melakukan petualangan menggunakan motor besar miliknya.

“Aneh…” melihat salah satu destinasi tempat liburan paling angker yang pernah ada. Berjalan melewati satu terowongan gelap tanpa cahaya. Pada akhirnya kami tiba pada satu tempat paling gelap di antara yang tergelap. Terdapat benteng dengan kokoh berdiri mengelilingi area tersebut bahkan terkesan menakutkan. Tetesan air membasahi tubuh juga benteng tempat kaki berpijak sekarang. Namun di luar pemikiran, jika benteng dengan ketebalan dinding di atas rata-rata dapat terbelah menjadi dua hanya karena tetesan demi tetesan air setelah beberapa waktu saya berdiri sambil mencari jalan keluar. Tiba-tiba saja satu cahaya pelita kecil muncul menerangi area paling gelap menuju satu perahu sederhana.

Pelita kecil membawa kami menyusuri jalanan dan lorong sempit sekaligus gelap agar dapat melihat satu objek pemandangan terbaik menggunakan perahu kecil. Tidak dikatakan sebuah lampu melainkan hanya bercerita tentang satu pelita kecil. “Wow” takjub melihat pemandangan setelah berhasil keluar dari kegelapan. Satu tempat yang hanya menjelaskan tentang pelangi di atas air terjun, istana gua Kristal, taman dengan konsep desain paling manis, jembatan kaca menuju satu menara awan untuk menikmati setiap pemandangan terbaik sekitar area tersebut, danau, dan beberapa tempat lain yang tidak kalah seru. Uniknya menara di depanku seluruh tubuhnya mengalami perubahan bentuk dan warna setelah tetesan lembut air kembali menyelimuti dirinya. Di awal cerita berkata-kata jika menara tersebut memiliki bentuk biasa saja dengan warna merah semerah kain kirmisi, namun pada akhirnya berubah menjadi putih seputih salju dengan bentuk menyerupai awan lembut menyejukkan hati.

“Setetes air mampu membelah benteng terkuat ketika kau berada pada ruang gelap dari kisahmu” nona Embun seakan menyadari apa yang sedang kupikirkan sekarang. Tanpa bertanya dia mengungkapkan satu penjelasan dari jenis desain tempat liburan di sini. Secara akal logika berkata bahwa tetesan air mempunyai sisi lemah tanpa kekuatan sama sekali, tetapi Tuhan tidak pernah bermain logika bagi jalan hidup seseorang. Tuhan dapat memakai satu objek bagi pemikiran seluruh dunia dinyatakan lemah, tetapi di luar dugaan mampu menembus sesuatu yang dikatakan paling terkuat untuk menghidupkan satu pelita kecil pada ruang tergelap.

Sama seperti kisah seorang ayah bagi mata dunia berada pada urutan paling lemah tanpa kekuatan, namun mempunyai cerita tersendiri menghidupkan pelita kecil dalam ruang gelapku. Tetesan air menggambarkan makna tentang dekapan sang ayah yang sedang berjuang menghancurkan benteng terkuat yang kemudian berhasil menyalakan pelita kecil hanya buatku semata. Akhir cerita hidup berada pada satu area pelangi terbaik walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang harus melewati jalan sempit juga terowongan-terowongan gelap tetapi pelita kecil ayah tetap menerangi jalanku. Tuhan dapat mengubah kehidupan dan dosa merah seperti kain kirmisi menjadi putih seperti salju. Menghancurkan kekerasan hidup bahkan Tuhan membuatnya menjadi selembut awan lebih dari yang dipikirkan.

Pelita kecil mampu menunjukkan jalan menuju satu kehidupan terbaik. Pada akhir cerita hidup akan menjadi satu menara di luar pemikiran semua orang tanpa sadar dan berdiri kuat di tengah dunia. “Kakak juga ingin menjadi satu menara bersama kisah terbaik” mengungkapkan perasaan di samping gadis kecil setelah meninggalkan tempat liburan tadi, sementara nona Embun sendiri kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa. Membelai anak rambut Nara yang masih terbaring koma bahkan entah kapan akan terbangun dari tidur panjangnya.

“Kau tahu tidak? Kakak selalu saja terperangkap pada satu jalur percintaan yang tidak mungkin buat diraih.” Entah mengapa tiba-tiba saja kata-kata itu keluar. Feivel polos pernah menyukai seorang gadis ketika pertama kali menginjakkan kaki pada salah satu kampus bertahun-tahun silam…

Flashback…

“Anak bunda makin cakep” bunda berdiri memeluk erat tubuh anaknya.

“Ka’Feiv, semangat” adik kecilku Nefrit tersenyum lebar.

“Ayah mana?” kekesalan bunda mulai lagi.

“Ayah sudah siap sejak tadi” jawaban ayah dari luar rumah membunyikan motornya.

“Nef sayang ka’Feiv” seakan Nefrit tidak ingin lepas dari pelukanku. Seperti itulah adik kecilku selalu saja merengek tetapi juga menjadi bagian terbaik dari kisah hidup. Hari pertama berada pada salah satu kampus menuju impian. Memakai pakaian sederhana itulah kisahku hari ini. Jantungku berdetak seketika menatap sosok ciptaan Tuhan paling sempurna tepat berdiri di hadapanku. Dia tersenyum ke arahku kemudian kembali berjalan keluar dari gedung pencakar langit. Beberapa hari setelahnya saya baru menyadari jika gadis itu ternyata primadona kampus. Hanya bisa menatap jauh di tempat tersembunyi setiap harinya.

Saya hanyalah salah satu bintang diantara sekian banyaknya bintang yang sedang menatap ke arahnya. Sebulan kemudian setelah kuliah mulai aktif, dia tiba-tiba saja berjalan ke arahku meminta bantuan. “Kudengar kau masuk deretan mahasiswa terjenius, saya rasa kau dapat membantu setidaknya dapat melewati semester kali ini.” Terdengar aneh primadona kampus sekaligus menjadi seniorku meminta bantuan seketika. Seorang Feivel secara langsung merespon permohonan sang primadona tanpa menolak. Ucapan kaku, jantung berdetak, salah tingkah, terlihat seperti manusia bodoh merupakan gambaran diriku setiap berada di dekatnya. Mahasiswa junior mengajari senior beberapa mata kuliah bahkan membantunya dalam mengerjakan tugas-tugas kampus terdengan lucu.

Sampai suatu ketika seseorang menyatakan diri sebagai tunangan sang primadona kampus. Seperti rumpuk merindukan rembulan merupakan hal terkacau dalam hidup Feivel manusia polos. “Zanna itu tunanganku, jadi jangan dekati dia lagi” sekumpulan manusia berandalan menghadang dengan akhir ucapan seseorang terarah terhadapku. Pukulan demi pukulan, darah tercecer, seperti manusia lemah menjadi bagianku sekarang. Menjauh sebisa mungkin adalah jalan keluar masalah. Andaikan saya memiliki semua yang mereka miliki tentu hidup tidak sesadis sekarang. Uang, kekuatan, kehormatan, wajah sempurna, tidak terlihat lemah tapi semua itu tidak pernah ada dalam diriku.

Akhir cerita, seseorang teman kampus mengajari jalanku berada pada sesuatu yang dikatakan menyenangkan. Mulai mengenal pergaulan, dunia malam, rokok, alcohol, sampai membawa hidup bermuara di satu lembah gelap bahkan terlalu gelap dari hari ke hari. “Feivel bukan lagi manusia lemah tapi akan menjadi kuat seperti singa mengaum” kata-kata tersebut keluar begitu saja. Mengenal dunia narkotik yang membuatku tersadar jika Zanna ternyata putri tunggal mafia terkenal bahkan paling ditakuti. Dia tidak lagi berjalan ke arahku sama seperti hidupku tidak akan pernah menatap dirinya kembali.

Sebuah berita mengejutkan media dan menyita semua perhatian masyarakat. Beberapa bulan setelah jalan Feivel mengenal dunia narkotik, Zanna diberitakan mati karena kecelakaan mobil. “Dia pergi tanpa mengucapkan pamit” terdiam sesaat. Zanna hanyalah bagian masa lalu bagi perjalanan seorang Feivel. Tunangannya sendiri bersembunyi entah dimana tanpa pemberitaan sama sekali.

Flashback…

“Senyum Zannah masih menghias” menatap selembar foto dalam ruang dengan cahaya lampu sedang di sekitarnya.

“Jangan mengulang kisah yang sama” berucap kembali. Menyukai seseorang tetapi tangan tidak mungkin untuk menjangkau. Terlebih Brian seakan masih berharap tunangannya kembali. Mana mungkin juga Brian sekaligus berperan sebagai dosen tetap berjuang memberi bantuan bagi mantan tunangan sendiri. Nona Embun dan Zanna memiliki kesempurnaan tersendiri dibanding wanita manapun.

Peranku di hadapan nona Embun hanya sebagai pembantu tidak lebih dari itu. Mellihat senyumnya saja sudah cukup, saya tidak mengharap hubungan special seperti kisah percintaan banyak orang. Kenapa Brian selalu saja menutup rapat alasan nona Embun memutuskan tali pertunangan. “Kenapa melamun? Kerja dong, jangan malas!” tegur seseorang dan tidak lain adalah Brian pemilik perusahaan besar.

“Btw, Embun biasa gossip aneh-aneh tidak?” pertanyaan Brian.

“Gosip tentang?”  Seketika gerakan tangan terhenti menyapu lantai gedung…

“Tentang ketampanan saya dong” celoteh Brian. Masih berharap mantan tunangan kembali berada di sampingnya. Bangun dari mimpimu Feiv! Cepat bangun! Jangan bermimpi terus! Kau hanya seorang pembantu semata yang sedang merindukan untuk menggapai bulan. Brian memiliki segalanya yang diinginkan oleh banyak wanita. Menjadi pertanyaan kenapa Brian selalu saja bertamu ke rumah ayahku? Bukannya ini hanya akan menjadi bahan gossip kurang menyenangkan? Lebih kacau lagi, sang bos sekaligus berperan sebagai dosen kampus selalu saja mengekor di belakang adik kecilku Nefrit. Tanpa sengaja saya selalu mendapati mereka duduk berdua di beberapa tempat.

 

 

Bagian 15…

 

Feivel merenung tentang pemandangan kurang menyenangkan tanpa sadar melihat tingkah Brian terhadap adiknya juga Embun. “Seperti kesal dengan seseorang” tegur Lazki tiba-tiba masuk tanpa mengetuk rumah kos ukuran kecil dengan membawa kotak makanan.

“Kenapa masuk tanpa mengetuk lebih dulu?” Feivel.

“Berhenti bertanya, makanlah!” Lazki. Menyajikan makanan bagi sepupunya Feivel.

“Ini buatan Nef” ujar Lazki melihat Feivel makan dengan lahap.

“Sangat enak” Feivel tersenyum.

“Saya sengaja mengambil sembunyi-sembunyi dan ayah berusaha mengalihkan perhatian Nef ke tempat lain” senyum Lazki. Kebencian Nefrit terhadap Feivel menjadi alasan utama…

“Nef makin jago masak” Feivel terus menikmati makanan di depannya.

“Dia hanya berada dalam proses makanya selalu saja gagal di babak penyisihan setiap bertanding, pada hal hasil olahan masakannya sangat enak” Lazki.

“Btw, kenapa kau melamun seperti tadi?” kembali Lazki bertanya.

“Bukan apa-apa” jawaban Feivel.

“Raut wajahmu mengatakan tentang apa yah…” godaan Lazki.

“Kau pernah menyukai seseorang?” ceplos Feivel.

“Ternyata oh ternyata” Lazki.

“Jawab saja” rasa kesal Feivel.

“Saya menyukai seseorang, tapi entahlah orang itu sadar atau tidak” Lazki.

“Berarti menyukai dalam diam?” Feivel.

“Kalau dia berada di depanku atau melihat akun medsos miliknya, pasti saya akan terus membuly dirinya dan itu menyenangkan” Lazki.

“Pasti seorang dokter” pancing Feivel.

“Objek lebih lucu lagi tentang ayat-ayat suci sengaja diselipkan pada akun komentar temannya memakai temannya yang lain juga. Antara geram, marah karena dijebak, diam, tapi ingin tertawa juga…” celoteh Lazki.

“Maksudnya menyindir memakai ayat suci?” Feivel.

“Di satu sisi mau marah karena komplotan sahabat sengaja menjebak memakai ayat-ayat suci, tapi di sisi lain lucu melihat tingkah mereka juga seperti penghiburan tersendiri” Lazki.

“Jelas-jelas kau sekarang menjadi bahan ejekan mereka” penekanan Feivel.

“Masalahnya, saya juga selalu membuly jadi wajar juga ayat-ayat suci berjalan lancar dilempar ke arahku. Kenapa juga saya tidak tahan untuk tidak membuly?” Lazki.

“Terkadang saya merasa dipancing/ diusili, tapi sebenarnya dia dan sahabat-sahabatnya baik hanya dunia pergaulan saja sedikit menjebak mereka. Maksudku membuly tu, ya minimal dia berlari keluar dari jurang, siapa tahu Tuhan membuat saya berjodoh dengannya kan lumayan wajahnya cakep” Lazki melanjutkan kata-katanya kembali.

“Sepupuku mulai mengenal cinta ternyata” pertama kali Feivel terlihat akrab…

“Bukan juga karena masalah ingin menarik keluar dari lembah tapi tidak separah dirimu kemarin, permasalahannya dia hanya sedikit tergelincir…” Lazki.

“Alasan lain?” Feivel.

“Seperti ada yang hilang kalau saya tidak membuly dirinya juga, tapi kalau dia tidak update status saya juga mencari dirinya. Medsos sekan tidak bermakna tanpa kehadirannya” Lazki berkata-kata sampai membuat sepupunya tertawa keras untuk pertama kali. Manusia yang terkesan cuek mempunyai cerita lucu untuk masalah buly membuly dengan seseorang.

“Kisah paling kacau. Kalau dilihat dibuly, kalau tidak dilihat dicari” ledekan Feivel.

“Mimpiku lebih kacau lagi pada hal saya sama sekali tidak pernah memikirkan dia beberapa waktu kemarin” cetus Lazki.

“Penasaran, coba cerita!” Feivel.

“Dalam mimpiku dia datang ke rumah dan kami masih sempat berdialog. Singkat cerita, ayah tiba-tiba datang membuat dirinya panik sampai sembunyi. Kejadian selanjutnya saya dan Nef berjalan pulang dari warung, waktu sampai di rumah ternyata ayah sudah mengamuk besar memarahi dia. Wajah ketakutan, tertunduk, biji keringat sebesar biji jagung, gemetar, tidak tahu harus berbuat apa terlihat jelas pada wajahnya” Lazki.

“Terus” Feivel seakan lupa masalahnya sendiri.

“Ayah menolak dia mentah-mentah dengan ledakan amarah terdasyat. Dia datang mengadu sambil memasang wajah ketakutan waktu saya membuka pintu rumah. Si’kecil cerita berusaha menolong biar dirinya terlepas dari ayah, tapi dianya tetap bertahan di rumah. Kejadian selanjutnya kalian semua menertawakan dirinya kecuali ayah. Lebih kacau lagi ayah mau menerima dia sebagai calon menantu tapi harus bertarung dulu dengan bunda alias berkelahi/ bergulat di atas ring” Lazki tertawa keras menceritakan mimpinya.

“Jadi direstui dong ma ayah?” gurauan Feivel.

“Mana saya tahu, lah saya baru mau menjelaskan kalau dia seorang dokter dan cari cara lain untuk menguji tapi tiba-tiba saya terbangun dari mimpi. Batal deh penjelasan ke ayah lewat mimpi…” Lazki.

“Lupakan tentangku, sekarang ceritakan tentang kisah percintaanmu!” Lazki.

“Lebih kacau dari kisah cintamu” cetus Feivel.

“Tunggu-tunggu sepertinya  ada yang berubah, tapi kenapa saya baru sadar yah” Lazki mengamati penampilan sepupunya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia baru menyadari perubahan Feivel dimulai tentang penataan potongan rambutnya, pakaian, brewokan lebat tidak lagi bermuara pada wajah, penampilan versi model…

Feivel bercerita banyak bagaimana sang majikan merubah penampilannya. “Seperti ada yang mengganjal tentang perasaan sepupuku” pancing Lazki menjadikan wajah Feivel sedikit merona.

“Ayah bunda pasti cari, pulang sana!” Feivel mengalihkan pembicaraan.

“Mengusir seenak jidat pada hal lagi seru-serunya bergosip-gosip ria” celoteh Lazki.

“Ini namanya curang” gerutu Lazki lagi menolak meninggalkan kamar kos Feivel. Kepribadian mantan manusia iblis memang benar-benar tertutup, dapat dikatakan betapa sulitnya menemukan satu rahasia terpendam di dalam dirinya. Lazki harus pulang dengan rasa kesal tanpa penjelasan satu katapun mengenai objek mengganjal pada diri sepupunya. Mengambil makanan diam-diam hasil olahan adik sepupunya, kemudian membawa ke rumah kost Feivel merupakan kebiasaan terbaru seorang Lazki.

Berkumpul bersama geng komunitasnya, bekerja sebagai perawat rumah sakit, membawa makanan buat Feivel sang sepupu, mengajak Nefrit menikmati suasana liburan juga menjadi rutinatas Lazki. Sore itu acara pertemuan untuk merayakan hari jadi salah satu anggota geng mereka. “Hai” seru geng komunitas Lazki secara serentak menyambut kedatangan dua personil di tempat biasa yaitu rumah kecil sederhana. Anggota personil mereka bertambah satu dan tidak lain adalah Nefrit Fidelis sepupu Lazki.

Kegiatan mereka hari ini merayakan ulang tahun Nody, sedang Nefrit ditunjuk untuk mengolah beberapa jenis masakan. “Ikannya diapakan Nef?” Lazki sedikit berteriak. Sebagian personil sibuk membantu Nefrit dan lainnya lagi menangani masalah dekorasi ruang.

“Potong kotak-kotak saja” Nefrit. Terus melatih talenta memasaknya walaupun melalui cara seperti sekarang menjadikan kisah Nefrit memiliki seni tersendiri. Tangannya bergerak cepat menumis bawang Bombay cincang halus pada sebuah wajan. Memasukkan irisan cabe hijau, daun jeruk, potongan ikan berbentuk kotak, batang serai, merica bubuk, penyedap rasa, kunyit, garam, daun cemangi, kemudian aduk rata dan tambahkan sedikit air juga daun bawang potongan sesuai selera menjelang hampir matang. Selain itu tangannya sibuk membela serta memanggang beberapa roti bulat ukuran sedang memakai mentega sesuai selera, sambil memasak ikan tadi hingga kering. Mengambil bagian roti dan kemudian menyusun beberapa isi di dalamnya. Dimulai dari susunan roti, selada, potongan ikan yang telah dimasak tadi, keju, telur mata sapi, timun, tomat. Terakhir menaburkan abon sekitar bagian luar atas roti sebagai penghias berikutnya sesuai selera.

“Burger versi Nef boleh juga” senyum Bianca. Akhir cerita mereka bersembunyi demi mengelabui target malam ini. ruangan gelap gulita terlihat tanpa satu penghuni yang kemudian membunyikan suara merinding seakan rumah dipenuhi oleh banyak hantu-hantu tidak jelas. Noldy memiliki sifat penakut, jadi inti cerita mereka sedikit usil di hari ulang tahunnya.

“Saya bukan penakut” keringat Noldy mulai berjatuhan merasakan hal berbau mistik. Sampai akhirnya mereka semua muncul serentak di hadapan target menyanyikan lagu ucapan selamat ulang tahun. Menangis terharu menerima kejutan tetapi hampir pingsan karena keusilan personil. Noldy sang target tersenyum walaupun tanpa tubuh sempurna. Tidak memiliki dua tangan dan hanya bergantung pada kaki untuk melakukan berbagai rutinitas.

“Selamat ulang tahun Noldy penakut” ujar mereka bersamaan.

Hal yang sulit dipercaya bagi manusia semacam Nefrit melihat seorang Noldy berperan dalam industry fashion. Memiliki beberapa kelemahan tetapi mencoba tetap berlari mengejar satu kualitas masa depan tanpa henti. Cengeng, penakut, gugup, tanpa dua tangan menjadi bagian titik terlebih bagi jalannya. Belajar untuk tidak melihat kata orang dan segala jenis kelemahan dalam dirinya yang kemudian membuatnya melewati satu proses panjang. Ribuan kali gagal menciptakan desain fashion terbaik, penolakan demi penolakan, hinaan banyak orang bukan menjadi alasan untuk berhenti seketika.

“Terimah kasih banyak” senyum Noldy.

“Mengejar masa depan tanpa dua tangan hanya mengandalkan kedua kakinya untuk memainkan pensil dan mesin jahit” seru hati Nefrit.

“Tuhan, kalau dia bisa walaupun dikatakan tubuhnya tidak sempurna seperti yang lain, berarti sayapun bisa berlari sama seperti dirinya” kembali suara hatinya berbisik sendiri. Merenung membayangkan bagaimana manusia tanpa tangan memainkan pensil menciptakan karya-karya menarik bahkan menyita perhatian semua orang.

Berjalan tanpa henti walaupun tubuh terasa lelah untuk satu penantian panjang. “Setidaknya saya mencoba berjalan dari pada tidak sama sekali. Menyerah karena gagal bukan kata paling tepat dijadikan sebagai kamus terbaik bagi langkahku pribadi” kata-kata Nefrit memberi semangat pada diri sendiri di depan sebuah cermin kamar. Butuh proses panjang menemukan satu talenta tersembunyi dalam hidupnya dengan keunikan seni di dalam yang masih memainkan irama.

Terus melatih dirinya membuat berbagai olahan masakan tanpa rasa bosan. Mempelajari beberapa trik olahan chef terkenal melalui program TV, media social, maupun buku-buku. Menyimak secara diam-diam aktifitas chef pada salah satu restoran tempat dia bekerja sebagai tukang cuci piring. Menjalani kursus masak karena seseorang telah mendaftar namanya diam-diam sekaligus membayar lunas seluruh biayanya. “Nara harus bisa melihat bagaimana kakak mengejar mimpi” Nefrit berucap di hadapan adiknya dalam ruangan rumah sakit. Menjenguk Nara sama seperti angota keluarga Fidelis lainnya tidak pernah absen dari rutinitasnya.

“Dia sepertinya tidak membiarkan bunga di ruangan ini layu” kalimat Nefrit menatap bunga di samping tempat adiknya terbaring. Feivel selalu diam dalam setiap tindakannya dan tidak seorangpun menyadari semua itu. Mengganti bunga di samping tempat tidur Nara tiap hari, membayar biaya rumah sakit, mendaftarkan Nefrit pada setiap kegiatan perlombaan memasak, dan masih banyak lagi demi menebus segala objek terburuk yang pernah diperbuat olehnya di masa lalu bagi mantan iblis semacam Feivel.

“Siapa dia?” pertanyaan ini selalu saja melayang memenuhi diri Nefrit. Mencoba mencari tahu siapa orang yang selalu berjalan masuk ke ruang tempat Nara selain anggota keluarga Fidelis lainnya. Mereka semua menjawab tidak tahu menahu tentang hal tersebut.

“Ayah, bunda, ka’Lazki mengaku tidak pernah meletakkan bunga di tempat Nara” Nefrit masih penasaran. Melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit yang kemudian berjalan menyusuri toko-toko kecil.

“Nef” tegur seseorang tiba-tiba menghentikan langkah Nefrit. Fey dan Lazki berlari ke arahnya sambil melemparkan senyum. Mereka bertiga akhirnya singgah pada salah satu café demi melepas penat seharian. Saling bercerita akan banyak hal sampai mencari satu bahan setidaknya menciptakan penghiburan tersendiri. Terbaca jelas bagaimana Fey stress memikirkan satu masalah.

“Seperti ada masalah rumit ya?” Nefrit menatap ke arah Fey.

“Begitulah” Lazki menjawab pertanyaan Nefrit.

“Kalau boleh tahu masalah apa?” rasa penasaran Nefrit kembali.

“Masalah terkacau diantara semua masalah” Fey.

“Segitu hebohnya ya?” Nefrit terus menghentikan makanan masuk ke mulutnya.

“Masalah lulusan kesehatan yang terus membludak, menganggur, biaya pendidikan mahal tapi sama sekali tidak diperhitungkan” Fey. Menjelaskan bagaimana kisah tragis para lulusan setiap tahunnya tetapi malah berakhir tragis menjadi pengangguran sejati. Tuntutan rumah sakit minimal meminta akreditasi B, sedangkan ada begitu banyak lulusan hanya berada pada standar C. Kesalahan terbesar pemerintah dimana mengizinkan pendirian kampus besar-besaran dengan bebas di tiap daerah belasan tahun silam dan tidak berpikir masalah selanjutnya.

“Penerimaan mahasiswa tiap kampus selalu bercerita ribuan, ini yang jadi masalah besar sampai akhirnya lulusan alumni dari tahun ke tahun membludak menjadi puluhan/ratusan ribu terlebih pada area kebidanan/ keperawatan” penekanan Fey.

“Mereka kuliah bukan dengan biaya murah, tapi ujung-ujung cerita malah menjadi pengangguran kelas kakap seperti orang bodoh  tinggal di rumah” Lazki. Menurut pemikiran Fey seharusnya langkah tegas harus diambil oleh pemerintah karena kesalahan yang dilakukan sendiri belasan tahun silam.

“Jadi andaikan diberi kesempatan meluapkan masalah seperti ini, solusi terbaik kakak buat masalah seperti ini?” Nefrit.

“Setidaknya hentikan penerimaan mahasiswa/i jurusan kesehatan untuk beberapa jangka waktu baik negeri maupun swasta. Cari solusi setidaknya seluruh lulusan tidak lagi menjadi pengangguran. Pihak pemerintah dan rumah sakit harusnya juga memperhitungkan lulusan kampus akreditasi C, kenapa? Karena mereka kuliah bukan dengan biaya murah dan tidak sedikit uang yang keluar” Fey.

“Sambil menunggu seluruh lulusan tenaga kesehatan mendapat pekerjaan layak, di tempat lain pihak pemerintah melakukan seleksi kampus besar-besaran. Menutup kampus yang dikatakan bermasalah, berada pada akreditasi C, bahkan melakukan pengkajian kembali terhadap kampus yang dikatakan akreditasi A dan B biar lebih adil. Jauh lebih baik solusi seperti ini dibanding mengeluarkan biaya mahal sekali yang kemudian berakhir pengangguran puluhan ribu tenaga kesehatan terlebih kebidanan” kembali penekanan Fey.

“Kampus akreditasi A dan B harus tetap mengikuti proses seleksi dengan kata lain memilih mana yang harus ditutup juga dipertahankan. System seleksi harus akurat, ketat, mempunyai standar kualitas tersendiri, bahkan para tenaga pengajar memasuki satu perputaran area ujian dibeberapa tempat dengan cara yang tidak terpikirkan sama sekali” Lazki.

“Jauh lebih baik penutupan kampus besar-besaran beserta para staf pengajar, dibanding membludaknya pengangguran lulusan kesehatan sampai mencapai puluhan/ ratusan ribu per tahunnya. Biaya yang dikeluarkan kuliah bukan uang sedikit bercerita puluhan  hingga ratusan juta, setidaknya mempertimbangkan segala sesuatunya. Setelah proses seleksi kampus selesai, minimal membatasi jumlah penerimaan sesuai kebutuhan per tahun di tiap daerah sambil menunggu jadwal pembukaan kembali pendidikan jurusan kesehatan” Fey.

“Pihak kampus hanya memikirkan uang  semata alias mata duitan/ rakus uang, sementara tidak menyadari bagaimana dampak kualitas dan permasalahan ke depan dengan penerimaan sampai ribuan pertahunnya tiap kampus. Menurutku, cukup 70-100an orang per kampus bagi kampus yang dinyatakan lulus seleksi, kenapa? Minimal tidak ada lagi pengangguran ke depan, kualitas lulusan juga terjamin, dan juga penerimaan sesuai kebutuhan rumah sakit” Fey kembali melanjutkan penjelasannya. Jurusan kesehatan memang tidak dapat disamakan dengan jurusan lain baik dari segi biaya, system, permasalahan, dan objek-objek yang sedang bermain di dalam.

Jangan menyalahkan mereka yang menjadi lulusan akreditasi C kemarin mengapa mengambil area tempat seperti itu. Para lulusan dari kalangan akreditasi C juga berhak mendapat jenis pekerjaan layak dengan tidak memandang rendah kualitas kemampuan mereka oleh beberapa rumah sakit. Tidak menjadi masalah menutup seluruh kampus akreditasi C, tetapi lulusan sebelumnya harus tetap diperhitungkan dalam dunia kerja. Andaikan pihak rumah sakit berada di pihak mereka dan mencoba merasakan bagaimana sukarnya berkeliling tempat mencari pekerjaan…

“Di luar sana tidak sedikit yang mengeluh karena permasalahan seperti ini” penekanan Lazki.

“Jauh lebih kacau dibanding mencari talenta tersembunyi dalam diriku kemarin” Nefrit seolah menertawakan diri sendiri.

“Minimal kau tidak memiliki impian kuliah pada salah satu kampus kesehatan” Fey.

“Untung saja talenta tersembunyi dalam dirimu berada pada olah-mengolah masakan, jadi tidak perlu stress memikirkan masalah seperti sekarang” kata-kata Lazki membuat Nefrit sedikit tertawa.

“Jangan sampai cita-citamu masuk dunia medis” Fey.

“Cukup ka’Lazki saja jadi perawat. Kadar otakku juga terbelakang mana mungkin menguasai permasalahan anatomi dan lagian saya tidak menyukai berada pada jalur medis” cetus Nefrit.

“Bagus” Fey mengacungkan jempol ke arah Nedrit. Mereka menghabiskan waktu dengan dialog masalah seperti ini hingga sore hari menjelang malam. Semoga pihak pemerintah merespon permasalahan pengangguran para tenaga kesehatan itulah yang diharapkan. Tidak sedikit uang yang dikeluarkan tapi ujung cerita menjadi pengangguran sejati di rumah.

“Nef, jangan lupa bahagia” pernyataan Fey sebelum akhirnya mereka berpisah dan kembali ke rumah masing-masing.


Bagian 16…

 

Nefrit Fidelis…


Sama sekali tidak pernah membayangkan bagaimana ka’Lazki juga ka’Fey mengungkapkan sisi emosionalnya tadi karena sesuatu hal. Menatap ke langit mengamati cahaya bintang seperti tersenyum ke arahku. Tuhan, maaf atas semua sikapku kemarin dan menganggap kalau Kau tidak pernah menyatakan sesuatu dalam jalanku pribadi. Betul kata ayah tentangMU untuk setiap objek yang sedang melingkupi hidup. Selalu saja kata-kataku menyakiti hati ayah, bunda, dan diriMU tanpa berpikir karena banyaknya tekanan membelit menyatakan luka.

“Kemarin Nef tidak memiliki teman satupun, tapi setelah beberapa waktu belakangan Tuhan mengirim beberapa orang-orang terbaik membantuku memahami banyak hal.” Membayangkan petualangan tertentu dengan terus berjalan tanpa menyerah sekalipun. Pak Brian penuh semangat menjadi guru privat terbaik sampai saya bisa lulus sekolah pada akhirnya. Ka’Bianca menceritakan akan kisahnya paling miris jauh lebih kacau dibanding jalanku dan bagaimana dirinya belajar berlari menanggalkan lembah hitam walaupun semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jatuh bangun yang pada ending cerita mengungkapkan kemenangan atas dirinya.

Ka’Fey bergulat penuh ketika memulai sesuatu di dalam dirinya. Tidak dikatakan berada pada inti tetapi semuanya dimulai dari pekerjaan-pekerjaan yang dikatakan paling terbawah bahkan terus belajar sampai detik sekarang. Secerca Sinar merupakan perpaduan paling tepat bagi geng komunitas ini. “Mereka tidak salah memilih nama geng” bergumam sendiri mengingat seluruh personil masing-masing menjalani objek-objek tertentu dikatakan mempunyai gaya seni hidup berbeda dari siapapun.

“Nef belum tidur?” suara bunda mengagetkan diriku seketika. Masih tetap menatap ke langit melalui pintu jendela kamar sambil tersenyum. Bunda berjalan ke arahku memberi pelukan hangat.

“Maaf akan banyak hal yang terjadi atasmu, bunda tidak bisa mengerti/ memahami bagaimana air matamu terjatuh” bunda seolah menyatakan rasa penyesalan.

“Kenapa bunda minta maaf? Bunda sudah cukup menderita memiliki 3 anak tapi semuanya bermasalah.”

 “Selalu saja tangis bunda jatuh karena anak-anak bunda tidak seperti anak lainnya” kembali membalas ucapan bunda.

“Kesalahan terbesar bunda karena terlalu cengeng, terlihat bodoh, lemah untuk tetap berdiri” kalimat bunda.

“Tapi Nef bangga mempunyai bunda, walaupun tidak sempurna seperti orang tua lain di luar sana” memeluk bunda kuat. Orang tua mana sih tidak terluka dikatakan terkena kutuk sebagai akibat satu dosa masa lalu. Anak pertama seorang napi, narkoba, penjahat kelas kakap, selalu saja mempermalukan orang tua. Anak kedua manusia paling bodoh diantara yang terbodoh, tidak dapat memberikan prestasi membanggakan, cengeng, menyedihkan, lemah, dan tidak mampu melakukan apapun. Anak terakhir sedang bertarung hidup melawan maut, entahkah dia akan menang atau tidak sama sekali pada usianya masih terlalu kecil.

Tuhan, jadi sahabat terbaik bagi ayah bunda ketika hatinya sedang terluka. Hapus air mata bunda yang selalu saja mengalir. Ayahku hebat menyembunyikan rasa sakit terlebih tangisnya sendiri di suatu tempat. Tetap berkata jika dirinya pasti bisa menang atas ketiga buah hatinya pada satu garis finish suatu hari kelak. “Ayah mana sih bisa seperti ayahku?” pertanyaan tersebut terus tersimpan kuat di dasar. Saya harus terus berlari bersama ayah untuk membuktikan pada dunia tentang satu kisah terbaik.

Pelukan hangat bunda semalam mengantar tidur nyenyakku hingga matahari menyambut pagiku bersama sinarnya. “Manusia iblis kenapa berada di kamar Nara?” perhatianku teralih seketika melihat pemandangan kurang menyenangkan. Mungkin saya tidak lagi kecewa terhadap Tuhan, tetapi masalah kebencian buat kakakku tidak akan pernah pupus. Entah mengapa seakan sesuatu menahan tubuhku agar tetap berdiri mengintip seperti orang bodoh depan pintu. Pertama kali melihat senyum sang iblis penuh hangat tertujuh pada tubuh kecil Nara.

“Maaf membuatmu terluka seperti sekarang” dia mengecup kening Nara.

“Beri kakak kesempatan buat memperbaiki segalanya walaupun dikatakan semua itu terlalu mustahil terjadi” ucapan penyesalan namun tidak akan pernah mengembalikan waktu kemarin. Terdapat suatu kekuatan yang terus saja mendorong tubuhku mengikuti kemanapun sang iblis berjalan. Selama ini saya tidak pernah ingin tahu tentang apapun itu dalam dirinya.

“Dia yang mengganti bunga di ruangan Nara setiap hari” sama sekali tak percaya akan kenyataan di hadapanku sekarang. Memiliki rumah kos ukuran kecil, memulung setiap harinya memakai gerobak sampah, menjadi tukang kuli bangunan, bekerja sebagai cleaning servis pada salah satu gedung pencakar langit terbesar, objek lebih parah adalah berada pada salah satu apartement dengan perannya menjadi pembantu itulah kisah sang iblis sekarang. Beberapa hari terus saja mengekor di belakang tanpa sepengetahuan dirinya.

“Dia iblis, mungkin saya hanya salah orang” berucap sendiri.

“Semua itu nyata” melihat ayah datang memeluk dirinya depan kamar kos miliknya.

“Bagaimana dengan kuliahmu?” pertanyaan ayah membuatku terkejut. Manusia iblis kuliah tetapi ayah sama sekali tidak pernah cerita. Dia hanya diam tanpa menjawab pertanyaan ayah. Bagaimana bisa manusia iblis dapat mengatur  waktu kuliah, kerja, bahkan masih sempat mengunjungi Nara diam-diam? Kampus tempat kuliahnya merupakan salah satu tempat paling bergengsi apa lagi sebagian besar orang sulit menembus kesana tapi dirinya bisa…

Menatap dari jauh sang iblis narkoba memulung pada tiap sudut gedung kampus sebelum jam kuliah, istirahat, maupun setelah pulang. Bekerja pada salah satu kantin kampus sambil memulung inilah kegiatannya rutinitasnya. Membersihkan meja-meja kotor, menyapu, mengepel, memulung, mendapat olok-olokan semua penghuni kampus tetapi tetap diam. Rasa penasaran makin berbicara hingga memberanikan kaki berada di kamar kosnya seperti pencuri ketika dia tidak disana. Saya berhasil mendapat kunci kamar kos setelah berhasil mengelabui dirinya dan membuat cadangan setelah beberapa hari.

Rumah cukup tertata rapi juga bersih tanpa sampah tapi pemulung. “Apa ini?” tidak sengaja tanganku menyentuh lembaran kertas tidak jauh dari tepi ranjang. Sepertinya terjatuh hanya si’pemilik belum menyadari.

“Bukti pembayaran rumah sakit pasien atas nama Nara Fidelis” jadi selama ini dia berada di belakang pembayaran Nara, hanya saja kami semua tertipu olehnya. Mencari nota lain seakan curiga akan sesuatu hal. Tepat dugaanku kalau sang iblis juga yang selalu mendaftar namaku sebagai salah satu peserta perlombaan memasak. Dia membayar biaya kursus kemudian berhasil mengelabui semuanya kembali. Saya benci semua ini…

“Formulir pendaftaran masuk jurusan tata boga universitas Karya Abadi” membaca lembaran kertas dalam sebuah kotak kecil.

“Feiv, apa kau di rumah?” seseorang bersuara. Mencari tempat persembunyian aman memang jauh lebih baik…

“Feiv, masakan terbaru Nef mau tidak?” teriak ka’Lazki berpikir kalau manusia iblis berada di kamar. Ka’Lazki mengambil makanan olahanku sembunyi-sembunyi buat dirinya terdengar lucu.

“Selalu saja seperti ini masuk rumah tanpa memberitahu sang pemilik” manusia iblis hadir begitu saja.

“Pintu rumahmu tidak terkunci, jadi kau pasti di rumah’lah” cetus ka’Lazki.

“Saya baru datang mana mungkin pintu rumah terbuka seperti itu” manusia iblis.

“Jangan-jangan rumahmu punya penghuni hantu gentayangan” ka’Lazki.

Ayah dan ka’Lazki tidak pernah bisa membenci dirinya, tapi tidak buatku. Menyuguhkan makanan di atas meja bagi sang iblis sambil menggerutu menyaksikan raut wajah dingin di hadapannya. “Dia makan sangat lahap” melihat bagaimana manusia iblis menikmati makanan di atas meja.

“Nef makin jago masak” ocehan ka’Lazki. Dia tersenyum mendengar cerita ka’Lazki akan kisahku dalam mengolah masakan dari waktu ke waktu. Kakakku kembali seperti dulu dan tidak lagi menjadi iblis, tapi semua sudah terlambat. Kebencian atasnya masih jauh lebih menang dibanding memberi akses maaf buatnya. Kenapa saya sulit memberi maaf baginya? Sakit rasanya mengingat setiap kejahatan yang pernah diperbuat olehnya. Tuhan, apa saya salah tetap ingin mempertahankan kebencianku terhadap dirinya? Luka-luka kemarin akan tetap membekas dan tidak semudah membalikkan telapak tangan hanya demi menghapus kisahnya. Berusaha mencari cara agar bisa meninggalkan tempat tersebut tanpa diketahui oleh mereka.

Saya bukan ayah dengan mudahnya membuka satu pintu maaf bagi sang iblis. “Ayah” berjalan ke hadapan ayah. Suasana pasar terlihat cukup ramai pengungjung sampai ayah hampir tidak mendengar suara putri cengengnya.

“Bawang merahnya sekilo” salah seorang pembeli menyodorkan selembar uang.

“Terasi, asam, gula merah, sabun cupir, ma deterjen kasih juga yah” melanjutkan permintaannya lagi.

“Tunggu sebentar” senyum ayah.

“Biar saya saja” menghalangi jalan ayah. Melayani beberapa pembeli dan membiarkan ayah istirahat sejenak. Meneguk sebotol air mineral kemudian bersandar pada salah satu kursi tempat barang-barang jualan.

“Kenapa kemari?” senyum ayah.

“Kenapa ayah tidak pernah bisa menghapus nama manusia iblis dari kartu keluarga terlebih di hati ayah sendiri?” langsung pada inti topik.

“Ayah ingin menang melewati petualangan-petualangan hidup” ayah.

“Dengan cara seperti itu?”

“Seorang ayah terhebat tidak akan pernah membenci, dendam, melontarkan kutuk, menyerang Tuhan walaupun sang anak berlaku kejam di luar pemikiran semua orang” jawaban ayah.

“Bisa jelaskan definisi kemenangan seorang ayah?”

“Tetap ingin mendekap sang anak bagaimanapun jalan hidupnya membuat permainan, menjadi sahabat ketika anaknya terluka, tetap berdiri sebagai pondasi di saat badai menerpa hingga menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya” ayah.

“Sejahat apapun seorang anak tetap ingin mendekap bahkan memberi pintu maaf, seperti itu maksud ayah?”

“Nef kelak akan menjadi orang tua dan tentu kelak bisa merasakan peran orang tua bagi langkah hidup anaknya” jawaban ayah terdengar konyol buatku. Merenung membayangkan setiap kata-kata ayah di pasar kemarin. Defenisi kemenangan seorang ayah memang terdengar aneh jika mendengar jawaban Gibran Fidelis pria tua lemah.

Hal lebih bodoh lagi adalah saya masih tetap mengekor di belakang manusia iblis beberapa hari berikutnya. Kenapa pak Brian tiba-tiba berada di hadapannya? Pertanyaan bodoh, pada hal jelas-jelas waktu pengeroyokan beberapa minggu kemarin pak Brian menjadi pahlawan kesiangan bagi sang iblis setidaknya berhasil lolos dari jurang maut untuk sekian kalinya. “Jangan mempermainkan perasaan perempuan” si’iblis seperti mengamuk besar.

“Datang bukannya menyapa, ini malah mengamuk” pak Brian sedikit kesal.

“Terserah” manusia iblis.

“Bagaimanapun saya ini dosenmu di kampus, bos besarmu di perusahaan, bekas guru adikmu sekaligus berjasa membuat dia lulus dari sekolah, ngerti?” pak Brian.

“Jauhi adikku” manusia iblis.

“Kenapa saya harus jauhi Nef? Lagian kau sendiri yang mengemis-ngemis minta bantuan biar bisa jadi guru privat adikmu,” pak Brian menyatakan satu rahasia.

“Nef masih polos, lemah, cengeng, bodoh kuharap jangan mendekat lagi” manusia iblis.

“Enak saja, tidak segampang itu Louis Alfredo Fernandes” pak Brian.

“Namaku Feivel Fidelis bukan Louis Alfredo Fernandes” seakan ingin membuatku tertawa seketika menyaksikan perkelahian mereka.

“Kau tidak pernah menonton telenovela yah? Seperti marimar, Esmeralda, esperansa, si’cantik clara” pak Brian benar-benar korban telenovela.

“Pantas saja kelakuanmu lebih ganas dari iblis. Masih mengharapkan nona Embun kembali sebagai tunangan, sedang di satu sisi mempermainkan perasaan adikku” manusia iblis.

“Jangan-jangan kau menyukai majikanmu sendiri? Kau ke apartement tu hanya sebagai pembantu bukan menggoda majikan” rasa kesal pak Brian menendang kaleng-kaleng hasil memulung manusia iblis di jalan. Tubuh manusia iblis jatuh seketika akibat perbuatan pak Brian…

Entah mengapa kakiku tiba-tiba saja berjalan keluar dari sarang persembunyian yang kemudian mendorong keras tubuh pak Brian ke belakang. “Rasakan ini” kalimatku membuat mereka berdua kaget bukan main. Kenapa juga saya harus marah mendengar manusia iblis mendapat ucapan-ucapan penghinaan? Mana mungkin kebencian buatnya memudar begitu saja. Bagaimanapun saya tetap membenci manusia iblis.

“Bukannya dia itu iblis, kenapa malah mendorongku?” pak Brian. Kejadian selanjutnya adalah saya makin mendorong tubuh pak Brian hingga terpental ke tanah untuk kesekian kalinya kemudian berlalu dari hadapan mereka.

“Saya tetap membenci manusia iblis, titik” bergumam sendiri di tengah jalan ramai.

Saya bukan ayah maupun ka’Lazki bisa memberi maaf begitu saja dan melupakan segala kejahatan sang iblis. Objek lebih gila lagi yaitu sengaja menciptakan satu resep masakan khusus buatnya. Menumis bawang Bombay cincang, bawah merah dan putih yang telah dihaluskan pada sebuah wajan. Memasukkan udang, pete, daun jeruk, kunyit, cabe hijau,cabe merah, buncis, garam, penyedap rasa, kecap, perasan jeruk lemon, sedikit air dan masak hingga kering. Tanganku bergerak cepat mengisi lembaran roti tawar dengan hasil tumisan tadi kemudian menggulung rapi dan menutup rapat memakai kocokan telur pada kedua bagian ujungnya. Mengoles mentega sekitar area luar yang selanjutnya panggang dengan ukuran api kecil. Taburkan bawang goreng atau abon bagian atas setelah berada pada sebuah wadah. Membiarkan ka’Lazki mengambil sebanyak-banyaknya bagi sang iblis. “Memang itulah yang kuinginkan” menertawakan diri sendiri…


Bagian 17…

 

Feivel Fidelis…


Seperti mimpi Nefrit datang mendorong Brian karena ingin menolongku. Tuhan, mungkinkah dia akan menganggapku sebagai kakak seperti dulu lagi? Menikmati masakan hasil olahan tangannya memang menyenangkan. “Roti bakar isi udang pete” Lazki membawa hasil eksperimen milik Nefrit ke rumah kos. Adikku makin mahir mengolah satu masakan tertentu. Tidak akan saya biarkan Brian memanfaatkan kepolosan Nefrit. Masih menginginkan mantan tunangan kembali, tetapi selalu saja mengekor seperti cacing kepanasan di samping adikku.

“Miris sekali hidup seorang pemakai narkotik sekaligus salah satu gangster mafia sekarang” tiba-tiba seorang pria berpenampilan serba hitam berjalan ke arahku ketika hendak mengumpulkan membersihkan sampah hasil memulung. Saya mengenal dia hanya dengan mendengar sekilas suaranya saja. Mantan tunangan Zanna berdiri penuh angkuh di depanku sekarang. Juan Aksa tersenyum hina dengan membawa sekelompok anak buahnya.

“Hector” tidak pernah menduga sama sekali orang kepercayaanku sekaligus sahabat menjadi anak buah Juan Aksa.

“Kaget? Semuanya dapat dibeli dengan uang termasuk dirinya” menunjuk ke arah Hector. Kejadian serupa kembali berjalan dan mereka menyerang tanpa ampun hingga membuat seluruh tubuh penuh darah. Kenyataannya dia merupakan dalang utama dibalik pengeroyokan sebelumnya. Seakan tidak akan pernah puas menyaksikan menghancurkan banyak hal dalam hidupku. Meninggalkan tubuh bersimpu darah seorang diri di tengah kerumunan sampah.

“Kakak” tiba-tiba saja Nefrit berlari menjerit dalam isak tangis. Berteriak meminta tolong terhadap siapa saja yang sedang mendengar suaranya. Kebencian dalam diri adikku tidak lagi terpancar. Rasa khawatir, takut, histeris membungkus dirinya sekarang. Tuhan, terimah kasih membuatnya lupa akan setiap luka yang selalu saja kuciptakan baginya. Andaikan kesempatan itu, saya ingin kembali menjadi kakak terbaik tanpa henti menyinari langkahnya.

“Dimana saya sekarang?” membuka mata dan menatap pintu-pintu langit ruangan tempat tubuh sedang berbaring. Ayah, ka’Lazki, Nefrit, kecuali bunda berjaga di sampingku sepanjang malam. Mereka benar-benar khawatir terhadapku. Ayah mendekapku seakan bahasa tubuhnya menyatakan rasa takut andaikan jagoannya tidak lagi bisa membuka mata.

“Jangan membuat kami takut lagi” Lazki menangis ikut memelukku dari belakang.

“Permisi, sedikit mengganggu kegiatan kalian” pria paruh baya berjalan masuk memakai tongkat dengan jalan sedikit pincang membawa sebuah peti kecil.

“Bisa meninggalkan kami berdua?” tanpa basa basi langsung ke inti pembicaraan. Ayah Zanna berdiri tepat di hadapanku sekarang. Ayah segera meninggalkan kami berdua sambil memberi isyarat terhadap Nefrit juga Lazki. Pertama kali berada dalam ruangan bersama ayah dari gadis yang pernah menjadi cinta pertamaku kemarin. Dia tidak banyak bicara ataupun menyudutkan kisahku tidak seperti mantan tunangan anaknya.

“Dalam peti ini berisi barang-barang peninggalan Zanna, ambillah!” Sayudha alias ayah Zanna berkata-kata…

“Maaf atas setiap kisah menyedihkan membelit langkahmu” sekali lagi berucap…

“Kenapa bapak bisa mengenal saya?” berpura-pura tidak mengenal dirinya, pada hal saya tahu dengan pasti seorang Sayudha merupakan ketua mafia terkejam. Berusaha menghindar dan tidak pernah berdiri di depannya bukan karena takut, melainkan hanya ingin pergi menjauh dari kisah masa lalu tentang putrinya Zanna.

 “Menghancurkan perjalanan cinta antara kau dan Zanna” Sayudha.

“Zanna berusaha berlari sejauh mungkin meninggalkan rumah, tetapi sebuah mobil tiba-tiba saja berjalan ke arahnya hingga meremukkan seluruh tubuhnya” kalimat tersebut cukup menghentikan pertanyaanku yang lain. Dia berlalu pergi meninggalkan ruang tempatku terbaring setelah satu jawaban keluar darinya. Raut wajahnya mengungkapkan jika dia tidak lagi berada pada satu lembah gelap seperti jalanku sekarang. Membuka peti milik Zanna untuk mengetahui barang-barang peninggalan miliknya. Sebuah pulpen pemberianku masih tersimpan rapi pada sebuah kotak berukuran kecil.

Flashback…

“Kata ayah, kalau hatimu merasa sedih maka kau harus menuliskan kisahmu melalui ejaan abjad pada sebuah buku kecil” menyerahkan kotak kecil berisi sebuah pulpen.

“Memang bisa? Saya tidak percaya” mulut Zanna berkata-kata, tetapi tangannya segera menarik kuat kotak di tanganku.

“Setidaknya dapat menghibur dirimu. Jadikan pulpen ini sahabatmu, itulah satu kalimat ayah setiap memberiku hadiah yang sama tanpa rasa jenuh” tersenyum ke arah Zanna.

Flashback…

“Hanya tinggal kenangan” tertawa sendiri menatap pulpen di depanku. Penjepit rambut berwarna biru, gelang tangan, tali sepatu, beberapa bungkusan permen, boneka anjing imut sekaligus menjadi gantungan kunci pemberianku tertata rapi dalam peti tersebut. Sebagian barang-barang lainnya adalah ketika kami menghabiskan waktu berkeliling toko-toko asesoris. Tidak ada kejelasan hubungan antara saya dan Zanna, namun satu hal hati tetap bahagia selalu berada di sampingnya. Sebuah buku menyatakan segala isi hati Zanna. Membuka lembar demi lembar halamannya, satu-satunya nama terus terukir di sana hanya ada nama Feivel Fidelis. Mengungkapkan bagaimana ketika kami berada pada sebuah perpustakaan kampus untuk menyelesaikan tugas pemberian dosen.

“Sang junior selalu membantu senior terbodoh di kampus” satu kalimat terucap jelas pada lembaran berikutnya.

“Pulpen biru, jadilah sahabatku untuk mengungkapkan kisahku seperti kata ayahnya” menaruh beberapa gambar emoticon penuh senyum sekitar tulisan bagian depan. Nama Feivel selalu tercetak rapi di setiap lembar buku di bagian bawah sudut kanan.

“Papi merebut kebahagiaanku” berulang kali kalimat tersebut memenuhi sebagian besar lembaran halaman buku miliknya. Zanna dipaksa bertunangan dengan salah satu anak rekan bisnis ayahnya sendiri. Sayudha mengancam akan menghancurkan masa depanku sekaligus membawaku pada satu jurang maut di luar pemikiran semua orang. Saya baru menyadari semua itu setelah sekian tahun berlalu.

“Tuhan, kembalikan Feivel polos seperti kemarin. Jangan biarkan kakinya terus menapaki lembah gelap hingga dia tidak lagi bisa melihat satu pelita kecil ketika melangkah” air mata Feivel mengalir begitu saja. Zanna menyadari bagaimana kisahku sedang berjalan pada suatu area tergelap diantara yang tergelap. Hatinya hanya buatku seorang, tetapi saya tidak menyadari semua itu.

“Saya ingin menangis sejadi-jadinya Tuhan.”

Cengeng, menyedihkan, lemah, kacau menggambarkan pribadi Feivel sekarang. Saya tidak bisa seperti ayah terlihat kuat dengan segala hantaman badai di sekitarnya. Kenapa dia diam seribu bahasa sampai cerita berkata lain tentang kisahnya? “Kakak terlalu naïf ya?” berkata-kata pada tubuh yang masih terbaring kaku. Entah mengapa saya ingin berada di samping gadis kecil dan meluapkan tangisku seketika.

“Jangan seperti Zanna pergi tanpa pernah memberiku kesempatan memperbaiki. Kakak ingin Nara bangun mengatakan sesuatu…” air mata terus saja mengalir.

 “Apa dia cinta pertama kakak?” entah sejak kapan Nefrit berdiri di depan pintu.

“Maaf terus menganggapmu iblis sampai buta kalau kau berusaha menjadi cahaya buat Nef” menyatakan satu kalimat sambil berlari masuk memeluk diriku seketika. Wajar jika adikku melempar kebencian selama ini atas setiap luka yang selalu saja kumainkan. Terimah kasih Tuhan menggerakkan pintu hati adikku untuk memberi maaf bagi mantan manusia iblis. Berharap bunda melakukan hal sama, tersenyum dan membuka pelukannya bagi anaknya yang ingin kembali.

Entah bagaimana jalan cerita, tiba-tiba saja ayah berlari masuk ke ruangan tersebut memeluk kami berdua. Terdengar suara tembakan pistol sampai beberapa kali tetapi ayah terus melindungi ketiga buah hatinya. “Ayah” suara tersebut membangunkan Nara dari tidur panjangnya. Ayah masih berjuang walaupun dikatakan darah segar terus mengalir.

“Ayah…” teriak Nefrit menyaksikan kisah memilukan di depannya sekarang.

“Rasa sakit tidak pernah dicintai oleh siapapun terbayar. Sekarang kau bisa merasakan bagaimana sakitnya kehilangan” ucapan Juan tanpa penyesalan…

“Saya mencintai Zanna tapi kenapa hatinya tidak pernah bisa berpaling? Tidak seorangpun menyayangi Juan Aksa” seakan melampiaskan amarahnya. Dia hanya ingin satu cinta dari seseorang yang mungkin tidak pernah bisa di genggam olehnya. Suara peluru kembali berkumandang untuk kesekian kali membuat Nara histeris setelah sekian lamanya tertidur pulas. Tubuh Juan jatuh tergeletak ke lantai seketika…

Nona Embun menembakkan peluru dari arah belakang saat Juan ingin malakukan aksinya kembali. Terjadi kejar mengejar antara polisi dan anak buahnya memenuhi lorong rumah sakit. “Gadis kecil ayah sudah bangun” ayah masih sempat berkata-kata seolah tidak terjadi sesuatu. Ayahku terlalu kuat menahan rasa sakit yang sedang menggerogoti tubuhnya karena luka tembakan.

“Ayah…” Nara berteriak histeris melihat mata ayah tertutup seketika…

Penanganan medis segera dilakukan, sedang bunda yang baru saja datang menangis histeris. Bunda sedang tidak berada di tempat kejadian tadi. Kejadian bermula dari Juan dan beberapa anak buahnya, berhasil mengelabui rumah sakit dengan melakukan penyamaran sebagai petugas kesehatan. Kebencian terhadapku memang nyata di hati Juan. Cinta Zanna dan kecelakaan kemarin menjadi penyebab utama aksi balas dendam memenuhi ruang hidup Juan Aksa. Lazki juga dokter pun sedang bergumul di dalam berusaha menolong ayah.

“Ini semua salahmu” teriak bunda menampar wajahku berulang kali.

“Kemarin Nara, sekarang suami sekaligus ayah kedua anakku. Kenapa bukan kau saja yang mati?” Bunda tidak lagi menganggapku sebagai anaknya. Tuhan, balut luka bunda yang selalu saja menerpa karena perjalanan manusia iblis seperti diriku. Andaikan kesempatan itu ada buatku. Biarkan nafas hidup kembali ke tubuh ayah. Kenapa ayah harus kembali melindungi jagoannya tanpa pernah peduli seberapa besar luka penderitaan ketika berjalan?

“Maaf” satu-satunya kata dengan mudah terlontar…

“Semudah itu” teriak histeris bunda, sedang Nefrit berusaha menenangkan dirinya. Dokter berkata seluruh peluru berhasil dikeluarkan, tetapi hanya mujizat Tuhan saja yang dapat membangunkan ayah. Berjam-jam petugas medis bergumul hebat dalam ruang bedah demi kesembuhan seorang tokoh terbaik ketika mengarungi lembah kelam.

“Pergi!” perintah bunda tidak ingin melihat wajahku lagi.

“Beri saya kesempatan setidaknya sampai ayah bisa membuka matanya kembali” ucapan memohon dengan wajah menunduk dan berlutut di hadapan bunda.

“Kenapa saya harus memberi kesempatan terhadap iblis sepertimu?” bunda.

“Gadis kecilku salah apa sampai kau tega membuatnya tertidur lama? Sekarang kau melakukan hal sama terhadap ayahnya” kembali menampar berulang kali wajahku.

“Nara sayang ka’Feiv” tubuh mungil Nara berjuang melindungi sang kakak terjahat dari luapan amarah bunda.

“Nef juga sayang ka’Feiv” tidak pernah menyangka Nefrit melakukan hal sama…

“Dia sudah menyakiti kalian dan sekarang ayah bertarung maut” teriak bunda.

“Dimana bunda Nef kemarin? Selalu berdoa setidaknya ka’Feiv kembali” Nefrit.

“Nara ingin bunda kembali seperti dulu. Nara tidak mau bunda berubah jadi monster” Nara. Hal tidak terpikirkan sama sekali adalah mereka berdua berjuang mempertahankan kakaknya di hadapan bunda. Berlutut sama seperti diriku demi satu kesempatan di tengah masa kritis ayah.

“Biarkan Feiv tetap berada di samping ayah” Lazki tiba-tiba hadir di tengah kami dan ikut melakukan hal yang sama yaitu berlutut. Bunda hanya diam membisu seakan menyetujui permohonan untuk membiarkan saya tetap berjaga di samping ayah. Tidak berkata-kata lagi serta meluapkan setiap luka yang sedang menembus dinding hatinya. Menggenggam jemari ayah sambil terus berdoa di hadapan sang pencipta.

Ayahku hebat ketika berjuang menyatakan kemenangan, walaupun dunia berkata dirinya benar-benar kalah bahkan sangat gagal untuk membawa ketiga buah hati pada satu garis finish. Tuhan, biarkan ayah kembali merasakan keindahan matahari terbit dan terbenam di setiap jalan hidupnya. “Ayah harus bangun. Nara sayang ayah” gadis kecil membelai wajah ayah memakai tangan mungilnya. Dia bangun dari tidur panjangnya setelah mendengar suara tembakan memenuhi gendang pendengarannya.

“Ayah masih harus berlari membuktikan pada dunia tentang kemenangan seorang ayah untuk membawa ketiga buah hatinya menuju satu garis finish” Nefrit terus menggenggam tangan ayah terbaik di antara para ayah.

“Nef butuh dekapan ayah ketika luka hidup terus saja mengguncang. Ayah belum membuktikan pada dunia kalau kau bukan ayah tergagal diantara para ayah” tangis Nefrit makin histeris.

Tubuhku sendiri masih terlalu sulit mengungkapkan apa yang diingini hati. “Bunda tidak bisa berjalan tanpa ayah” seorang istri sedang bergumul hebat dalam isakan air mata. Semua salahku selalu saja membuat air mata bunda mengalir. Saya ingin ayah bangun, dengarkan doaku Tuhan. Kalau Kau bisa membangunkan adikku Nara dari tidur lelapnya berarti tanganMU juga bisa mengembalikan ayah.

“Feiv masih butuh ayah menjadi pelita kecil melewati ruang gelap sewaktu berjalan. Beri Feiv kesempatan sekali lagi…” ungkapan perasaan penyesalan. Berjam-jam berjaga sepanjang malam terus berada di samping ayah. Andaikan waktu dapat diputar dengan tidak membiarkan peluru itu menembus tubuh ayah. Pria tua tidak mengenal kata gagal mendekap ketiga buah hatinya. Semua dapat berkata kutuk sedang menghancurkan kisah jalan hidup anaknya, tetapi dia dengan bijak ingin tetap berlari.

“Gadis kecil ayah…” itu suara ayah memanggil Nara.

 Tangan ayah bergerak menggenggam hangat jariku. “Ayah…” teriak Nara memeluk ayah. Bunda yang terus saja menjatuhkan air mata segera menghapus tangisnya. Terima kasih Tuhan mengembalikan ayah dan memberiku kesempatan lagi untuk memperbaiki sesuatu yang dikatakan rusak. Bunda, Nefrit, Lazki, Nara, bahkan seluruh petugas medis di sana ikut menangis terharu melihat senyum ayah kembali.

Brian, nona Embun, petugas medis, bahkan teman-teman Lazki pun ikut berjaga semalaman dan berdoa buat ayah. Mereka semua menunggu di depan pintu luar tempat ayah berbaring. “Berikan Feiv kesempatan!” tiba-tiba saja Ayah membuat pernyataan menatap wajah bunda beberapa jam setelah siuman. Selama ini saya tidak pernah bisa berdiri di hadapan bunda hanya demi satu permohonan maaf, jadi wajar kebencian itu semakin berakar. Rasa takut akan penolakan membuatku terus hidup dalam diam.

“Jangan usir Ka’feiv” Nara berlari memeluk tubuhku.

“Di balik biaya berobat Nara, selembar kertas untuk menyatakan satu talenta tersembunyi, mengirim kata-kata penuh semangat melalui pesan email, terus-menerus menjadi peserta kompetisi memasak walaupun dikatakan Nef selalu kalah dibabak penyisihan, tanpa rasa bosan berjaga di samping Nara dan menghidupkan bunga segar di sekitar ruangan tiap hari adalah orang yang sama” Nefrit menyadari semuanya…

“Orang itu ka’Feiv” Nefrit berlari memelukku seketika.

“Jagoan ayah hebat, terima kasih” senyum ayah juga ingin berlari membawaku dalam dekapan hangatnya. Entah bagaimana Nefrit menyadari hal tersebut, hingga membuat semua keluarga terkejut termasuk bunda.

“Bunda juga boleh mendekapmu seperti ayah, Nef, Nara?” tangisku pecah seketika mendengar pernyataan bunda. Tuhan, senyuman bunda mulai kembali buatku. Kekuatan paling berperan memberi kehangatan sejak bayi.

“Maaf selalu saja menyakiti bunda” tangisan mantan iblis. Saling berpelukan melepas segala ungkapan hati itulah yang sedang kami lakukan sekarang. Tidak ada lagi rasa benci antara satu sama lain. Ayahku hebat ketika ingin merebut kembali jagoannya keluar dari satu lembah gelap. Berada di samping anak gadisnya paling cengeng, bodoh, terkacau sedunia untuk belajar menggenggam masa depan yang dikatakan semua orang mustahil di raih karena tingkat disabilitas cukup parah sedang mempermainkan keadaan. Menjadi penyemangat gadis kecilnya dengan satu pergumulan penyakit bahkan tingkat kesembuhan 0%, tetapi ayah membuktikan jika dirinya dapat berlari menghancurkan maut. Tetap menjadi pondasi bagi bunda ketika air matanya terus terjatuh, itulah ayahku.

“Ayah mencintai kalian” ungkapan hati ayah mendekap kami.

 

Nefrit Fidelis…

Keluarga Fidelis pada akhir cerita bisa kembali berkumpul seperti dulu lagi. Kebahagiaan terbesar lain lagi adalah adik kecilku Nara dinyatakan bebas dari penyakitnya setelah tertidur lelap sekian waktu. Rasa benci terlalu besar buat kakakku lenyap. “Nef semangat” sekali lagi ka’Feiv mendaftarkan namaku menjadi salah satu peserta kompetisi memasak. Ayah, bunda, ka’Feiv, ka’Lazki, Nara, dan teman-teman komunitasku datang memberi dukungan pada salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.

“Nef pasti bisa” teriak ka’Fey.

“Nef harus menang kali ini” ka’Bianca tersenyum manis. Tidak menyangka sama sekali, mereka juga berdoa dan berjaga semalaman penuh di rumah sakit sewaktu ayah sedang menghadapi masa kritis.

“Pertandingan di mulai dari sekarang!” perintah salah satu host di acara tersebut. Mencoba bersikap tenang menghadapi perlombaan kali ini. Membersihkan bahan-bahan yang akan digunakan. Menumis bawang Bombay cincang, bawang (merah, putih, kemiri yang telah dihaluskan), irisan cabe hijau secara bersamaan. Memasukkan nasi putih, cumi, sosis, udang, pette, parutan kasar wortel, penyedap rasa, sedikit kecap, , irisan telur dadar, sedikit air kunyit kemudian aduk sampai semua tercampur rata. Pada bagian lain tangan mengambil potongan daun sawi hijau dan mencelupkan sejenak pada air mendidik. Peras jeruk lemon setelah api kompor dimatikan, sekali lagi aduk nasi hingga merata. Bungkus nasi sedikit demi sedikit pada lembaran daun sawi tadi sesuai selera. Makanan hasil karya Nefrit Fidelis siap disajikan hangat bersama saus sambal terasi di hadapan para juri yang hadir.

“Pemenang kali ini jatuh pada peserta nomor 319” juri mengumumkan pemenangnya.

“Itu nomor Nefrit” ka’Feiv berlari histeris ke hadapan para juri. Semua mata tertuju pada kakakku dengan tubuh penuh tato, terlihat menyeramkan memang. Semua itu hanya bagian masa lalu ka’Feivel. Kami semua melihat dirinya yang sekarang.

“Tidak seperti itu juga kali, berteriak histeris” gerutu pak Brian tiba-tiba menarik tangan kakak kembali ke tempatnya, sedang ayah bunda hanya tersenyum melihat tingkah ka’Feiv. Ternyata majikan kakakku benar-benar cantik dan dapat dikatakan sempurna diantara banyaknya wanita. Dia juga ikut hadir memberi ucapan selamat buatku. Saingan ka’Feiv sangat berat untuk merebut hati nona Embun sang majikan.

Menjadi pertanyaan kenapa ka’Feiv selalu berada diantara kisah percintaan cukup sulit? “Sebenarnya perasaan nona Embun terhadap pak Brian seperti apa?” bertanya begitu saja pada saat semua sedang merayakan kemenanganku pada salah satu café. Personil komunitas secerca harapan, ka’Lazki, pak Brian, ka’Feiv diam seketika.

“Wow, seperti kisah cinta segitiga nih kalau jalan ceritanya begini” ka’Reynand.

“Kenapa bicaramu lari begitu?” nona Embun.

“Karena kau mempermainkan perasaan dua pria sekaligus” jawabanku tegas semakin mengundang Tanya. Walaupun masa lalu ka’Feiv tentang Zanna belum sirna, tapi setidaknya dia terlihat bahagia bersama nona Embun.

“Saya dan Brian tidak memiliki hubungan sama sekali” nona Embun.

“Embun itu hanya mantan dengan kisah terjelek kemarin, tapi kami tetap sahabat” pak Brian seperti meluruskan kembali.

“Berarti ada harapan kakakku dong” berucap tanpa berpikir terlebih dahulu.

“Ini mah percintaan segi-segian yang lain…” ledek Ka’Bianca.

“Dulu memang saya masih ingin kembali terhadap sang mantan, tapi setelah menjadi guru privatmu sepertinya perasaanku hilang lenyap. Lagian Embun memutus hubungan pertunangan hanya karena saya menyuruhnya meninggalkan karir kepolisiannya. Singkat cerita hubungan berakhir, saya lebih tertarik pada gadis yang jago masak.” Wajahku merah seperti kepiting rebus seketika mendengar pernyataan pak Brian di hadapan semua orang. Bekas guru menembak tanpa kenal tempat depan banyak orang? Saya langsung berlari meninggalkan tempat tersebut bahkan tidak ingin meninggalkan kamar sedetikpun selama beberapa hari belakangan.

Ka’Lazki terus saja tertawa meledek melihat tingkahku mengurung diri di kamar. Benar-benar memalukan tindakan pak Brian. “Lagian kenapa juga bicara ceplas ceplos begitu depan banyak orang?” ledek ka’Lazki dari luar. Saya pikir pak Brian tulus membantu ternyata ada udang dibalik batu. Berusaha menghindar/ bersembunyi setiap kali mendengar suara pak Brian sedang makan gratis di rumah seolah tanpa rasa bersalah. Mereka semua tidak mempermasalahkan kehadiran pak Brian? Malah terlihat senyum lebar…

“Selamat datang di rumah adik ipar” sambutan ka’Lazki.

“Adik ipar itu apa?” pertanyaan Nara bingung mendengar kata-kata aneh.

“Anak kecil tidak usah tahu” balas ka’Lazki. Saya baru menyadari jika ternyata pak Brian merupakan salah satu ceo tersukses di zaman sekarang. Mempunyai perusahaan raksasa selain berperan sebagai tenaga pengajar menjadi bagian hidupnya. Lebih kacau lagi sengaja menjadikan ka’Feiv seorang tukang kuli bangunan, pembantu rumah tangga, terakhir cleaning servis pada perusahaannya sendiri.

Menurut penjelasan pak Brian, kalau dirinya juga memiliki kisah sama seperti ka’Feiv. Singkat cerita ketua yayasan tempat pak Brian berperan sebagai dosen membawanya pada satu situasi seperti yang ka’Feiv jalani. Kesimpulan ceritanya adalah kegiatan aksi balas dendam dari satu tempat ke tempat lain. “Tapi masa lalu saya tidak separah Feivel kemarin, tapi tetap hancur juga” cetus pak Brian. Orang tuanya meninggal menjadikan dia yatim piatu bahkan menjadikan kisahnya pada satu alur cerita gelap. Belum memasuki fase tidur dengan banyak wanita, berperan sebagai mafia, memakai tato menjadi pembeda antara dia dan ka’Feiv.

“Feivel berjasa besar terhadap perusahaan kemarin karena konsep yang diajukan kemarin, tapi saya tetap mempertahankan dirinya sebagai cleaning servis akibat aksi balas dendam juga” pak Brian.

“Maksudnya?” ka’Feiv mulai gerah, sedang saya masih menjadi pendengar setia sambil bersembunyi tidak jauh dari ruang makan tempat mereka duduk.

“Lah ketua yayasan juga membuat saya hidup seperti itu kemarin” jawaban pak Brian.

Terdengar aneh pak Brian terus saja bertamu ke rumah, biarpun saya bersembunyi dan masih belum mau menampakkan batang hidung. Raut wajahnya tetap terlihat santai, bahagia, tenang ketika berdialog bersama anggota keluarga. Lebih kacau lagi langsung melamar tanpa meminta persetujuanku lebih dulu. Sejak kejadian malam itu hingga detik sekarang saya masih belum bisa berdiri di hadapannya. Bagaimana cerita? ayah bunda langsung memberi persetujuan tanpa bertanya bahkan sudah menetapkan tanggal pernikahan. Pada hal sesuai rencana setelah ayah keluar dari rumah sakit, saya harus berada di bangku kuliah jurusan tata boga. “Tidak jadi masalah mengejar mimpi sekaligus jadi ibu rumah tangga” tegur ka’Feiv.

“Ka’Feiv sendiri sudah bisa mendapat hati nona Embun?” pertanyaan aneh.

“Bicaramu ngelantur membuat kakak malu saja depan nona Embun waktu itu.”

“Tapi ka’Feiv terlihat bahagia, meski masa lalu tentang Zanna masih membekas” balasku tidak ingin kalah bicara.

“Entahlah, lagian kakak memiliki masa lalu jadi butuh waktu” ka’Feiv.

“Brian sudah menjelaskan terhadap kami semua antara dirinya dan nona Embun hanya berstatus sahabat” ka’Feiv mengalihkan pembicaraan.

“Nef harus terima kenyataan nikah ma saya” senyum pak Brian tiba-tiba saja hadir di tengah kami.

“Kenapa bapak selalu saja membuat Nef jantung mendadak?” sangat kesal.

“Karena sudah takdir Tuhan” jawaban pertanyaan nyambungnya dimana. Pada akhir cerita, saya akhirnya menerima pak Brian sebagai pendamping hidup sambil mengejar masa depan sendiri. Entah dorongan apa sampai membuatku menerima kenyataan segera menikah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ka’Feiv masih menjalani statusnya sebagai mahasiswa entrepreneurship (kewirausahaan) pada salah satu kampus paling bergengsi. Tetap melakoni semua pekerjaannya kecuali kuli bangunan dan pembantu rumah tangga demi biaya kuliah setelah Nara dinyatakan sembuh total.

Nilai-nilai IPK milik ka’Feiv selalu saja berada pada urutan pertama di antara seluruh penghuni kampus. Kakakku memang benar-benar jenius sejak lahir. Hubungannya bersama nona Embun masih berjalan dalam kategori pergumulan. Akhir cerita perjalanan keluarga Fidelis adalah kebahagiaan terbaik tanpa bisa dilukiskan melalui kata-kata. Kuliah, menjadi ibu rumah tangga, membuka restoran modal suami seperti itulah kisahku sekarang. Talenta tersembunyi sedang berirama dan Tuhan membuat indah pada waktunya.

Gibran Fidelis…

Badai itu akhirnya dapat dilalui oleh pria tua yang sedang berperan sebagai ayah bagi ketiga buah hatinya. Kata gagal, kutuk, lemah, hinaan, terkucilkan tidak lagi bermain. Terimah kasih Tuhan karena langkah dapat membuktikan kemenangan terbaik di antara seluruh para ayah. Logika manusia berkata tidak ada masa depan bagi ketiga buah hatiku, tapi Kau menghancurkan pernyataan mereka. Lembah hitam sedang mengikat langkah anakku Feivel bahkan menceritakan alur kisah mengerikan. Sampai suatu ketika sang ayah merasa putus asa dan lelah dalam diam, saat itu tanganMU bekerja menarik jagoanku untuk kembali.

Tingkat disabilitas cukup parah membuat Nefrit terus saja menangis, putus asa, menderita, terluka, terkucilkan, menjadi bahan tertawaan semua orang. Masa depan anak gadisku seperti tidak mungkin memperlihatkan masa depan. Dunianya hanya bercerita tentang kekurangan dan kekurangan semata. Belajar mencari talenta tersembunyi untuk mengubah jalannya, namun tidak memperlihatkan setitik hasil. Marah juga kecewa terhadapMU itulah yang mempermainkan hidupnya. waktuMU bekerja menunjukkan jalan hingga menciptakan satu masa depan baginya. Kini namanya masuk dalam deretan chef terkenal di dunia internasional.

Sekali lagi Tuhan tidak mempermalukan seorang ayah yang sedang bergumul bagi gadis kecilnya. Penyakit kanker menggerogoti tubuh mungil gadis kecilku sejak usianya menginjak tahun ke-3. Menjalani kemo terapi berulang kali tetapi dia benar-benar kuat bahkan selalu menjadi penyemangat ayahnya. Rasa takut luar biasa membungkus, andaikan gadis kecil tidak lagi bisa menatap matahari terbit dan terbenam tiap harinya. Jeritan hati ayah bundanya tiap detik bermain membentuk irama sendiri. Untuk kesekian kali sang ayah harus bisa menjadi pondasi terhebat buatnya. Garis finish berkata gadis kecilku terbangun dari tidur lelapnya dan dinyatakan sembuh total.

“Pertunjukan ini buat ayah” gadis kecil berkata-kata di hadapan semua orang sambil memainkan beberapa alat musik. Suatu hari nanti dia akan menjadi pemain music berbakat bahkan membuat dunia tercengang-cengang seketika. Inilah kisah perjalanan seorang ayah bersama defenisi kemenangan di dalam dirinya. Andaikan hidup tak melihat kehidupan bagi buah hatimu, satu hal belajarlah untuk terus berlari dan membuktikan satu kemenangan diantara para ayah. Jangan berhenti berjuang demi perjalanan terbaik sang anak.

 

TAMAT