Minggu, 31 Desember 2023

 

KONFERENSI MEJA BUNDAR... 

Bagian 1... 

 

Adriell...

 

“Ingat kau ada di sini untuk sebuah tujuan” sosok manusia menakutkan memberi sebuah pernyataan. 

Ucapan paling menyebalkan yang selalu saja mengudara tanpa henti siang dan malam. Bagaimana bisa saya terjebak dengan keadaan kacau semacam ini? Tuhan, kenapa bisa tanganMU memilih saya untuk sesuatu hal paling menakutkan? Orang bermental baja sekalipun tidak akan bisa bertahan, lantas bagaimana dengan diriku sendiri? 

Tekanan demi tekanan mengudara menuntut persiapan sistem ke depan harus benar-benar sempurna. “Data yang kau simpulkan tidak sepaham dengan apa yang kami inginkan?” manusia menyeramkan terus saja berceloteh. 

“Coba kau lakukan kombinasi bagian A dan B sepertinya bisa menciptakan terobosan” temanku Nara tersenyum ke arahku. 

“Jangan bosan kan demi kebaikan bersama” pria menyeramkan tiba-tiba saja berubah lembut. 

“Jangan menyerah” Nara menepuk-nepuk bahuku. 

Memang tidak gampang menjadi anggota organisasi gelap untuk menjalani satu proses persiapan pemulihan sebuah objek suatu hari kelak. Secara manusia, semuanya tidak masuk akal bahkan saya hampir benar-benar mati karena proses luar biasa menakutkan dalam keadaan sadar maupun tidak. Sepasang sepatu sederhana itu harus siap bertempur. Tuntutan menang hingga membuat lawan mati telak menjadi sebuah kewajiban. 

Tenang di dalam diam, namun sepasang sapatu itu sepertinya sedang berjuang mencari pergerakan permainan. Hanya menunggu waktu menjadi pemenang dengan sebuah piala sekitar garis finish pertandingan. Perputaran roda masih terus berjalan. Hidupku sedang berada pada satu area bersama cerita-cerita menakutkan di dalamnya. 

“Sekali lagi saya peringatkan, jangan asal memainkan kombinasi tidak pada tempatnya!” salah satu penghuni organisasi ini. 

“Dia benar-benar menyebalkan” satu kata buatnya, tapi dalam hati. 

“Saya bisa membaca pikiran picikmu” ujarnya kembali. 

“Tuan Ahaziah, yang saya hormati dan cintai, tolong hentikan pikiran negatif anda!” sedikit muak tiap ucapannya ketika memeriksa lembar kerja ataukah proses pelatihanku selama ini. 

“Dasar pikiran picik” tuan Ahaziah menatap tajam kemudian berjalan meninggalkan saya seorang diri. 

Sekelompok manusia sedang berjalan buta-buta pada sebuah petualangan sekalipun segala sesuatu di depan tidak terlihat sama sekali. Proses pelatihan cukup ketat bahkan terlalu menyakitkan lebih dari bayangan pemikiran.  

FLASHBACK 

“Menurutmu esensi seorang murid?” tuan Ahaziah melemparkan pertanyaan tiba-tiba ke arahku. 

“Bagaimana kau dapat melakukan proses petualangan dari kata esensi seorang murid?” masih seputar tatapan menakutkan tuan Ahaziah. 

“Tuliskan beberapa objek yang saling berkaitan dengan kata tadi, kemudian jabarkan bersama makna cukup mendalam sebagai proses jalan hidupmu sendiri!” dia benar-benar tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan apa pun tentang makna kata tadi. 

FLASHBACK 

Sejak pertama kali bertemu dengannya, bawaan tuan Ahaziah memang selalu saja sensitif ketika menatap ke arahku. Tuhan, apa memang jalan hidupku sudah ditentukan menjadi seperti sekarang? Berada di sebuah tempat jauh bahkan jauh dari keluarga untuk menjalani proses demi proses paling menakutkan. 

Mendapat uang? Tidak sama sekali. Bagaimana bisa hanya karena kalimat perintah dari seseorang untuk berjalan buta-buta tanpa melihat apa-apa di depan? Secara manusia seseorang untuk berpikir, inilah yang dikatakan penyakit kejiwaan tingkat terparah. Apa yang sedang terjadi dengan hari-hariku? 

“Orang yang bijak lebih berwibawa dari pada orang kuat, juga orang yang berpengetahuan dari pada orang yang tegap kuat” nada kalimat tuan Ahaziah terhadap kami semua dalam ruangan. 

“Milikilah kehidupan seperti itu” tuan Ahaziah. 

Kisah hidup Adriel sepertinya memiliki ciri khasnya sendiri. Tuhan, sosok sepertiku ingin terlihat kuat apa pun kisahku saat ini. Saya tidak tahu kenapa bisa terjebak oleh sebuah ruang hidup pada sudut persimpangan. Kisah ceritaku sekarang mempunyai sejarahnya tersendiri. 

Terkadang, saya bosan menghadapi perjalanan di depanku. Akan tetapi, entah kenapa dua kakiku harus tetap berjalan apa pun yang terjadi. Pertanyaan demi pertanyaan mengudara begitu saja dalam benak tentang banyaknya objek. Statusku sedang dipertaruhkan dalam sebuah perang besar. 

“Bukan hanya dirimu yang sedang berpikir tentang A, B, dan C” Feivel temanku menepuk bahuku. 

Dia orang pertama mengajakku berkenalan sejak pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini. “Menurutmu jalan hidup kita semua akan menjadi seperti apa kelak?” pertanyaan buatnya. 

“Tiang awan pada siang hari, kemudian tiang api pada malam hari” Habakuk tiba-tiba saja muncul di tengah kami. 

Habakuk memang dikenal sebagai tukang ceramah tingkat dewa di antara kami semua. Hal yang kusukai dari adalah selalu saja merangkul temannya sendiri sama seperti makna namanya Habakuk. Tidak pernah mengeluh seperti apa pun tekanan sistem pelatihan yang diberikan. “Pernyataan ngelantur” ujarku. 

“Jangan berpikir aneh-aneh” Habakuk menepuk bahuku. 

“Biasalah” Feivel. 

“Bukan Adriel namanya kalau tidak seperti itu” celoteh Adriel kembali. 

“Bukan suatu kebetulan kau, saya, dan dia ada di sini. Intinya nikmati saja segala sesuatu di depan” Habakuk. 

Sepertinya saya harus belajar berpikir sama seperti mereka. Tuhan, ajar hidupku mengerti tentang sebuah rancangan terbaik sedang dipersipkan buatku. Tekanan, tuntutan, proses menjadikan hidup seolah-olah terombang-ambing tanpa jedah iklan. Membayangkan bagaimana mereka menjebakku hanya untuk mengetahui sesuatu hal dalam diriku terdengar menyakitkan. 

Kau hampir-hampir dinyatakan bukan pilihan Tuhan” ingatan ucapan tuan Ahaziah terus saja gentayangan... 

Andaikan menjadi saya, apa yang akan kalian lakukan? Mendapat fitnah terkeji, skenario pemutar balik fakta, tiba-tiba saja berada di tengah sekelompok manusia bengis? Saya harus mengubah kehidupan mereka sebagai persyaratan utama untuk keluar dari tempat paling menakutkan. 

Nyawa berada di ujung tanduk pada saat itu. Beruntung saja akal mulus seorang Adriel mendadak berteriak histeris hingga bisa lolos dari jurang maut. Tiba-tiba saja mereka membawa saya ke markas ini hingga detik sekarang. Saya ingin menangis histeris, tertawa seperti orang gila, bahkan berteriak pada saat itu. Teman-temanku yang lain bisa saja menerima penjelasan, tetapi tidak buatku. 

Saya butuh waktu menerima banyak hal menakutkan dalam hidupku. “Ganti sistem A ke alur C!” Nara selalu memberi bimbingan terbaik. Salah satu teman terbaik yang kumiliki juga dirinya. 

“Kau benar-benar menyebalkan” Nara. 

Terkadang sikap histeris seorang Nara juga muncul seketika. Kami semua beranggotakan anak muda kecuali tuan Ahaziah dan para penasihat ajaib tersebunyi di sampingnya. “Hai Adriel” Shine menepuk keras pundakku. 

“Kau terlihat kegenitan” ujarku. 

“Siapa bilang?” Shine. 

“Perasaanmu saja” Shine. 

Shine merupakan sosok teman paling doyan bersikap usil terhadap siapapun di sekelilingnya. Menikmati hidupnya dalam markas tempat seperti ini menjadi sesuatu hal paling luar biasa. “Petualangan hidupku selalu bercerita di sini dan bukan di tempat lain” kalima Shine tanpa jemu sama sekali ketika salah satu dari kami melemparkan pertanyaan. 

“Apa Adriel sudah mandi?” Brayn selalu saja menggodaku dengan pertanyaan sama. 

“Wajahmu terlihat letih, lesu, lemas, seperti mau mati seribu kali” Brayn. 

Sahabatku yang satu ini tidak pernah kehabisan akal mencari pernyataan-pernyataan kacau. Diam-diam, saya selalu kagum melihat dirinya. Sosok Brayn seolah lupa kehidupan palin pahit jauh hari sebelum kami semua berkumpul satu sama lain. Dia bekas napi karena jebakan skenario dari tuan Ahaziah. “Brayn selalu bahagia melihat wajah seram pak tua” Brayn tidak pernah menanggapi ledakan murka tuan Ahaziah. Bagaimana denganku? 

 

Bagian 2... 


ADRIEL 


Sepertinya hanya saya saja yang selalu berpikir tentang tekanan di sini. Bagaimana saya berjalan dengan banyaknya pertanyaan. Teman-temanku yang lain menikmati saja hidup mereka. Saya seperti hidup dalam ketakutan besar tentang apa yang akan terjadi esok hari? 

Saya tidak pernah menduga akan berhadapan terhadap situasi menakutkan semacam ini. “Jalani hidupmu Adriel” berusaha memberi kekuatan terhadap diri sendiri. 

Bagaimana akhir ceritaku kelak? Saya tidak pandai berkata-kata bahkan bisa dikatakan hidupku tidak memiliki sesuatu yang unik. Demam panggung, akan tetapi tuntutan abcd mengudara seperti rudal. Benarkah semua ini memang kehendak Tuhan? Alur cerita mematikan merupakan kisah seorang Adriel saat ini. 

“Adriel, terlalu serius menanggapi hidup sepertinya” ka’Dhavy tersenyum ke arahku. 

“Sepertinya” membalas ucapannya. 

“Apa kau sudah menemukan perakitan alat ini?” ka’Dhavy. 

“Silahkan dicek!” menyodorkan sesuatu... 

Saya lupa memberitahukan sebuah rahasia besar. Seluruh personil organisasi dibagi menjadi kelompok kecil untuk menjadi seorang ilmuwan abal-abal. Selain tuntutan penguasaan bidang-bidang tertentu, kami juga diharuskan memiliki inovasi di dunia teknologi zaman sekarang. 

Apa teknologi-teknologi besar ataukah kecil sudah dipakai? Jawabannya adalah menunggu waktu Sang Semesta berkata-kata dan jangan tanyakan ke arahku lagi. “Alat scan ini pasti menjadi incaran banyak perusahaan dan lain sebagainya” ka’Dhavy tersenyum ke arahku. 

“Terserah kalian” kalimatku. 

“Tapi, tidak sekarang” ka’Dhavy. 

Sebuah alat scan berukuran kecil untuk menghitung barang-barang keluar masuk di gudang ataukah tempat lainnya. Pada masing-masing koli barang diberi barcode. Sebagai contoh, terdapat 2.500 koli barang masuk pada suatu perusahaan. Pihak gudang hanya melakukan scan pada barang-barang tersebut untuk menghitung. Sekalipun melakukan scan lebih dari satu kali tidak akan terjadi hitungan double. Alat tersebut sudah diprogram otomatis sehingga lebih memudahkan. Data akan tersambung otomatis pada kedua belah pihak yang sedang bekerja sama ke email ataukah program masing-masing. 

Alat ini akan menginput data langsung, kemudian menyambungkan ke program komputer perusahaan sebagai barang masuk sesuai dengan nama produk masing-masing. Andaikan dalam 1 koli berisi 50 jumlah barang tertentu, maka akan terinput dengan sendirinya sebagai stok tambahan sesuai nama produk tersebut. Jadi, pihak gudang bisa terbantu tanpa harus ketakutan terjadi selisih barang hingga berujung perselisihan atau saling mencurigai.  

Tiap pengambilan barang, tinggal melakukan scan dengan menekan tombol barang keluar, maka dengan sendirinya akan terdata di program Stok komputer dan akan terjadi pengurangan otomatis. Stock opname tidak perlu lagi dilakukan secara manual. Sebuah kamera dirancang khusus pada alat scan tersebut untuk membantu ataukah menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan. 

Bentuk alat scan ini sama seperti pengukur suhu tubuh. Yang membedakan terdapat layar cukup besar untuk melakukan program otomatis. “Jenis alatnya keren juga” Feivel menariknya dari tanganku. 

“Kau sukses menciptakan alat ini kawan” Brayn. 

“Pujian atau penghinaan?” cibiranku. 

“Entahlah” Brayn. 

“Bersabarlah sedikit lagi” ka’Dhavy seolah menyadari pikiranku. 

“Sudah malam” Feivel. 

“Kuharap Adriel menikmati tidur nyenyaknya malam ini” ka’Dhavy. 

“Entahlah” celoteh Brayn. 

Apa saya masih bernafas esok hari? Pertanyaan bodoh yang terkadang mengusik alur ceritaku. Seorang Adriel menjadi ilmuwan abal-abal? Rasa-rasanya saya ingin tertawa keras sekeras mungkin. Saya harus sekamar bersama 3 manusia reseh... 

Tiap kamar berisi 4 tempat tidur bersusun sama seperti kehidupan asrama. Kami berempat harus berbagi kamar satu sama lainnya. Terkadang, saya terhibur melihat tingkah konyol mereka tanpa sadar. Selalu saja berbagi cerita kacau hingga membuatku tersenyum diam-diam. 

Brayn yang pendiam habis berubah drastis karena kekonyolan hidup dua manusia di depanku. Bahkan sikap Brayn sekarang jauh lebih kacau dibanding mereka berdua. “Feivel, hentikan kelakuan gilamu!” ujarku. 

“Buat lebih spektakuler lagi bos” teriak Brayn. 

“Sangat menjijikkan” Brayn menaruh kotoran hidungnya sekitar wajahku. 

“Kau terlalu serius” Brayn. 

“Hidup itu jangan dibawah serius” Habakuk. 

“Nanti cepat?” pancingan Feivel. 

“Cepat mati” Brayn. 

“Mati nenek moyangmu” kalimatku. 

“Kan kenyataan” Brayn. 

“Jangan sampai nafasmu menghilang dari permukaan bumi” Feivel. 

“Kacau” kalimatku. 

“Sudah malam, ayo tidur!” Habakuk. 

Saya tidak bisa tidur selama seminggu awal tinggal sekamar dengan mereka. Kenapa bisa? Suara dengkuran Feivel benar-benar menyita perhatianku tiap malamnya. 

“Hentikan kegilaanmu!” kebiasaan buruk Habakuk, selalu saja mengigau dalam tidur lelapnya. 

“Anjing kecil, saya tidak lagi peduli denganmu” masih seputar Habakuk. 

Sepertinya, saya sudah terbiasa menjalani hidup bersama kelakuan tengil mereka. Jauh di dasar hari, mereka adalah sahabat terbaik buat seorang Adriel. Bersama-sama menikmati masa kritis pada saat itu, akan tetapi hidup juga terbentuk di tempat ini. 

“Adriel, bersihkan kamar” Brayn. 

“Feivel menyapu sekaligus mengepel semua ruangan” Brayn. 

“Brayn jadi tukang masak di dapur” kalimatku. 

“Habakuk jadi tukang cuci piring” Feivel. 

Seperti itulah jadwal kerja kami. Seluruh personil berjumlah puluhan orang dan semuanya anak muda ga ada orang tua kecuali tuan Aahaziah bersama penasihat ajaib lainnya. Kekacauan lain memory kemarin adalah harus putus dengan pasangan masing-masing andaikan menjalin hubungan dengan seseorang. Kami semua 100% jomblo tanpa pasangan. 

Apa seorang pria bisa hidup tanpa wanita sebagai pasangannya? Entahlah. Saya tidak lagi bisa cuci mata karena hampir seluruh personil berasal dari kaum Adam. Di lain pihak, beberapa personil kaum Hawa terlihat judes, galak, bahkan menakutkan hingga membuat kami ngeri tiap menatap mereka... 

“Apa lihat-lihat?” terkadang sikap judes Nara mengudara walaupun dirinya selalu memberi kekuatan waktu lagi diberi ceramah oleh pria tua... 

“Adriel” kebiasaan buruk Shine mengacak-acak rambutku tiap berada di sampingku. 

“Hentikan kelakuanmu!” berusaha menghentikam aksinya. 

“Kalau Shine ga mau berhenti, lantas mau apa?” Shine. 

“Gadis kacau” ujarku. 

“Biarin, bodoh amat” makin mengacak rambutku. 

“Shine, kacaukan lagi dinding pertahanannya” teriak Brayn. 

“Saya mendukung Shine” Habakuk. 

“Kalian memang sudah tidak waras” ujarku. 

“Hidup itu jangan terlalu serius, nanti cepat mati” ledekan Feivel. 

Kehidupan berbeda menciptakan seribu jenis pertanyaan. “Tatapanmu benar-benar mematikan” Feivel menggeleng-geleng kepalanya. 

“Jangan terlalu serius nanti cepat mati” Brayn masih meledek. 

“Memang apa yang kukatakan?” pertanayaan kesal dariku. 

“Entahlah” Brayn. 

“Jangan terlalu serius, nanti...” Feivel. 

“Nanti apa?” nada suaraku terdengar kesal. 

“Nanti wajahmu makin cepat tua” Feivel. 

“Ternyata wajahmu memang tua juga yah” Brayn. 

 

Bagian 3... 

 

“Sampai dimana perkembangan persiapan ke depan?” pertanyaan seorang wanita menakutkan yang sedang berdiri dalam sebuah ruangan. 

“Sejauh ini mereka berkembang cukup baik” Ahaziah menjawab pertanyaan tadi. 

“Pekerjaan di depan tidak mudah, bisa dikatakan berada pada situasi mencekam di antara yang paling mencekam” pernyataan sang wanita tadi. 

“Saya yakin mereka dapat diandalkan, kalau kemarin mereka semua bisa melewati proses demi proses paling tersulit sekalipun artinya tidak akan ada penyimpangan ataukah kesulitan bagaimanapun di depan kelak” Dhavy memulai pembincaraan. 

“Buatmu dan menurutmu, tapi tidak denganku” kalimat menantang sang wanita. 

“Maksud ucapan anda?” Ahaziah. 

“Sejenius ataukah sebijak apa pun mereka, tetapi andaikan salah memilih pasangan tetap saja kita semua ke jurang sekalian saja ke neraka jahanam” ujar si’wanita... 

“Jadi?” Dhavy. 

“Pikirkan caranya!”  

“Cara seperti apa?” tuan Ahaziah. 

“Tidak mungkin juga mereka tidak menikah dan harus hidup tanpa pasangan selamanya” Dhavy. 

“Suatu hari kelak, mereka akan dijebak sisi terlemah baik sadar maupun tidak disadari ataukah disengaja maupun tidak disengaja sama sekali” si’wanita... 

“Artinya?” Ahaziah. 

“Mereka harus mulai bergumul tentang pasangan hidup dan jangan asal memilih, understand?” si’wanita. 

“Arauna, jangan membuatku ketakutan dengan pernyataanmu tadi” Dhavy. 

Wanita tadi bernama Arauna dengan sejuta bayangan misteri di sekelilingnya. “Lantas menurutmu seperti apa?” Arauna. 

“Entahlah” Ahaziah. 

“Saya tidak menginginkan istilah pernikahan politik, sosialita, bisnis dan lain sebagainya teman-temannya di belakang” Arauna. 

“Tidak berarti seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi, sempurna, etika yang terbaca dari luar menjadi sebuah keharusan untuk masalah pasangan hidup mereka” Arauna. 

“Menyindir” Ahaziah. 

“Jangan tertipu tentang objek-objek yang hanya terlihat dari luar” Arauna. 

“Sepertinya kau punya rencana mencurigakan” Dhavy. 

“Mereka harus mengikuti aturan main untuk pemilihan pasangan hidup” Arauna. 

“Perempuan menakutkan” Dhavy. 

“Sepertinya pasangan hidup mereka harus mendapat restu 100% dari organisasi ini dan tidak lagi bercerita restu dari orang tua masing-masing” Ahaziah. 

“Ya, sepertinya” Dhavy. 

“Masing-masing dari mereka harus menciptakan skenario-skenario tidak terduga, kalau di rasa yakin silahkan memasuki konferensi meja bundar, lantas melakukan presentasi tentang calon kandidat pasangan hidup di depan” Arauna. 

“Sampai segitunya?” Dhavy. 

“Kau saja mengenaskan kemarin, lantas pertanyaanmu jalan kemana bos?” Arauna. 

“Kita semua sudah sampai sejauh ini, lantas harus hancur hanya karena salah satu bahkan keseluruhan pasangan hidup mereka?” Arauna. 

“Bagaimanapun juga memang harus diakui kalau seseorang akan mengalami kesulitan berjalan tanpa pasangan hidup di sampingnya” Ahaziah. 

“Salah memilih artinya siap masuk jurang” Arauna. 

“Memilih hidup sendiri artinya siap menghadapi jebakan-jebakan” Arauna. 

“Pantas saja kau menyuruh mereka putus kalau memiliki pacar kemarin sebelum memasuki proses mematikan lebih lanjut darimu” Dhavy. 

“Kau pikir gampang menjalani proses seperti ini? Makanya dari itu, hingga saya mencari manusia-manusia di bawah umurku agar mereka tidak memikirkan ataukah mati ketakutan karena tidak memiliki pasangan hidup” Arauna. 

“Pernyataan gila memang” Ahaziah. 

“Berbicara tentang pasangan hidup memang benar-benar sensitif” Arauna. 

“Pengalaman memang” Ahaziah 

“Terlebih kami sebagai kaum hawa kelewat bahkan sangat-sangat sensitif” Arauna. 

“Ganas memang, apa lagi berada pada posisi seperti sekarang diteror terus kiri kanan” Ahaziah. 

“Bayangkan hingga detik sekarang, saya terus saja mendapat khotbah-khotbah paling menakjubkan” Arauna. 

“Contohnya” Dhavy. 

“Tidak baik kalau manusia itu hidup sendiri” Arauna tertawa keras. 

“Selain kata tadi?” Ahaziah. 

“Kalau kau tua siapa yang akan memperhatikan dirimu, jangan pilih-pilih pasangan, tendanganmu kelewat tinggi, perawan tua buanget” Arauna. 

“Lebih parah lagi kalau berbicara masalah keturunan, sulit memiliki keturunan di usia kepala tiga dan lain sebagainya” Arauna. 

“Kasihan benner hidupmu” Ahaziah. 

“Lagi curhat yah?” Dhavy. 

“Ini semua karena perbuatanmu” Arauna. 

“Kenapa saya?” Dhavy. 

“Saya juga sudah punya anak keles andaikan tidak sedang menjalani hidup seperti ini” Arauna. 

“Curhatannya jangan kelewatan juga keles” Ahaziah. 

“Itu dia masalahnya” Dhavy. 

“Namanya perempuan, ya tentu saja curhatannya ganas tingkat dewa apa lagi kalau sudah menyangkut jodoh dan tidak kawin-kawin”  Arauna. 

Pertengkaran sedang terjadi di antara mereka. Suatu perjalanan mempertemukan antara satu sama lainnya. “Pertemukan antara saya dan mereka!” ucapan Arauna mengalihkan pembicaraan. 

“Menakutkan” Ahaziah. 

“Jiwa penasaranku makin tinggi terlebih terhadap salah satu dari mereka, siapa lagi namanya biasa kau ejek dengan kata manusia picik?” Arauna. 

“Masalahnya anak itu kelewat serius, ya, sekali-sekali kisahnya dibuat makin membahana” Ahaziah. 

“Dasar pria tua” Ledekan Dhavy. 

“Segala sesuatu di pikirannya hanya bersifat jutaan pertanyaan” Ahaziah. 

“Dari mana pria tua sepertimu menyadari maksudku mengambil kesimpulan seperti itu?” Arauna. 

“Raut wajahnya tidak bisa menipu, hasil pekerjaan yang diberikan, tiap pernyataan dari mulutnya seolah-olah hanya bercerita tentang pertanyaan semata walaupun dikatakan tidak pernah diungkapkan ke permukaan” Ahaziah. 

“Dasar pria tua” teriak Arauna. 

“Serba salah” Dhavy. 

“Apa pun itu, jangan sampai mereka salah memilih pasangan. Understand?” Arauna. 

“Konferensi meja bundar harus segera dilakukan” Dhavy. 

“Harus ada yang menjadi sahabat, tetapi di tempat lain harus ada yang menjadi monster. Understand?” Arauna. 

“Menjadi sahabat serba salah” Ahaziah. 

“Menjadi monster juga serba salah” Dhavy. 

“Entahlah” Arauna menarik nafas dalam-dalam. 

Keadaan membuat segala sesuatu berubah. Apa pun itu, masing-masing memiliki porsi cerita hidup tersendiri. Kerikil-kerikil tajam memang menjadi petualangan paling sulit untuk dilupakan. 

“Perbaharui lagi sistem yang kau gunakan secara keseluruhan untuk bidang yang satu ini!” seperti biasa wajah menyeramkan pria tua bernama Ahaziah sedang mengudara terhadap Adriell. 

“Seperti biasa” dentingan suara hati seorang Adriell mengudara. 

“Btw, sebentar malam akan ada pertemuan menggemparkan buat kalian” Dhavy tiba-tiba masuk menepuk bahu Adriell. 

“Pertemuan apaan?” Nara melemparkan pertanyaan setelah mendengar ucapan Dhavy tanpa sengaja. 

“Sepertinya pertemuan serius?” Shine tiba-tiba masuk ke tengah mereka. 

“Sangat serius” Dhavy. 

“Tidak biasanya pertemuan seperti ini” Feivel. 

“Ya begitulah” Dhavy. 

Seluruh Personil dari organisasi gelap berkumpul sesuai waktu yang telah ditentukan. Waktu tepat menunjukkan pukul tujuh malam pada jam dinding raksasa yang terpasang manis di ruangannya. “Kalian akan dipertemukan dengan seseorang dari ribuan pertanyaan selama proses petualangan kemarin hingga detik sekarang” Dhavy memulai pembicaraan. 

“Hai, selamat malam semuanya” sosok Arauna menyapa mereka sambil berjalan masuk ke ruang tersebut. 

“Tentu kalian bertanya, siapa sih perempuan di depan kami ini?” Arauna. 

“Ya, betul sekali” Dhavy membalas lantang. 

“Kenalkan, saya Arauna. Terserah kalian mau panggil Ra atau Ara atau Rauna, silahkan!” Arauna. 

“Arauna artinya suatu tempat rahasia” Feivel tiba-tiba mengangkat pembicaraan. 

“Sepertinya” Arauna. 

“Semacam organisasi yang dibentuk seperti sekarang ini misalnya” Dhavy. 

“Sepertinya” Arauna. 

“Btw, kalian dikumpulkan di sini bukan untuk mencari arti nama saya melainkan sesuatu dan lain hal” Arauna kembali berbicara. 

“Maaf, sejauh ini anda hanya menyebutkan nama tanpa menjelaskan identitas tentang asal, dimana, personil apa, dan lain sebagainya tentang diri anda” Adriel memotong tegas kalimat perempuan di depannya. 

“Sosok dibalik skenario permainan kehidupan kalian yang paling mengenaskan sekalipun. Puas dengan jawabanku?” Arauna. 

“Maksud dan tujuan memperkenalkan diri sekarang?” Adriel. 

“Masih bersifat rahasia, sepertinya” Arauna. 

“Wow” Nara. 

“Btw, kehidupan kalian menentukan banyak hal penting ke depan artinya jangan asal menjalani sesuatu objek di luar dugaan sekalipun dikatakan terlihat bahkan terdengar menguntungkan” Arauna. 

“Termasuk pasangan hidup kalian masing-masing” Arauna menatap tajam ke arah mereka satu per satu. 

“Pasangan hidup?” kekompakan luar biasa secara serentak dari mereka. 

“Saya pikir pertemuan apaan” Shine meggerutu kesal. 

“Apa kau tidak mau menikah?” Arauna. 

“Apa kau mau selamanya ingin menjadi perawan tua lapuk?” Dhavy. 

“Pertanyaan apaan ini?” Shine. 

“Saya saja stress tujuh keliling hanya karena masalah tidak menikah-menikah” Arauna. 

“Itu kemarin keles” Dhavy. 

“Lagi curhat bos?” Ahaziah. 

“Pertama kalinya pria tua di depanku bersenda-gurau seperti ini?” Adriel bergumam pelan. 

“Kau bicara apa barusan?” Ahaziah menatap tajam ke arah Adriel. 

“Tidak ada” Adriel. 

“Kembali ke topik utama tentang masalah pasangan hidup” Arauna. 

“Seseorang tidak mungkin bisa berjalan tanpa pasangan hidup di sampingnya, kecuali kalau Tuhan menetapkan kalian menjadi bujang lapuk tua dan menjalani hidup seperti rasul Paulus” Arauna. 

“Saya mencium objek menakutkan sekarang ini” Feivel. 

“Sepertinya” Nara. 

“Jangan perlihatkan identitas kalian di depan umum terhadap seseorang yang dikatakan berhati malaikat sekalipun” Penegasan Arauna. 

“Silahkan jelajahi beberapa tempat menurut kalian baik untuk mencari pasangan hidup terbaik, setelah itu kami menunggu presentase tentang lawan jenis pilihan kalian di sini!” Arauna. 

“Kenapa juga harus seperti ini?” Adriel. 

“Untuk kebaikan bersama, understand?” Ahaziah. 

“Kami sudah mempersiapkan skenario terbaik untuk mengetahui apakah lawan jenis yang ditentukan berasal dari sang semesta ataukah hanya nafsu belaka” Arauna. 

“Sedikit mencurigakan” Feivel. 

“Konferensi meja bundar menanti senantiasa diri anda di sini” Dhavy. 

“Kalau kalian mendapatkan sesuatu yang dikatakan standar kecantikan ataukah ketampanan di atas rata-rata artinya satu bonus terbaik yang Tuhan beri, tetapi jangan terlalu berfokus terhadap sesuatu yang dikatakan dari luar semata” Arauna. 

“Kami memiliki standar tersendiri untuk masalah pasangan hidup, jadi, jangan membuat satu kesalahan dengan dampak cukup atau bahkan sangat fatal. Understand?” Ahaziah. 

Seluruh personil terlihat menggeleng-geleng kepala 7 keliling. “Puluhan personil memasang wajah cukup mengerikan” Ahaziah mulai menatap ke arah Arauna setelah mereka semua meninggalkan ruangan tersebut. 

“Bodoh amat” Arauna. 

“Mereka harus mengikuti standar yang memang sudah ditetapkan” Arauna. 

“Setidaknya masa kritis mereka sudah berlalu” Dhavy. 

“Personil pilihan sang semesta memang beda” Arauna. 

“Memang ini yang kau inginkan bukan?” Ahaziah. 

“Siapa yang mau bertanggung jawab masalah besar di depan kalau personil pemulihan kelak andaikan jatuh ke tangan kita? Saya berani mengambil resiko asalkan bukan pilihan manusia melainkan langsung pilihan Tuhan dan melalui proses tertentu” Arauna. 

“Cukup menakutkan” Davy. 

“Lagian kalaupun negara dan bangsa ini menolak, tetap mereka tidak rugi sama sekali” Arauna. 

“Kok bisa bukan mereka yang rugi setelah pelatihan sekaligus masa kritis paling menakutkan?” Ahaziah. 

“Mereka memiliki kualitas tinggi baik dari segi karakter maupun IQ apa lagi pilihan Tuhan tidak pernah salah, artinya bangsa dan negara ini yang rugi besar melepas berlian begitu saja hanya karena fanatisme berlebihan atau masalah tidak masuk akal” Arauna. 

“Negara luar siap antri tujuh keliling kalau Tuhan sudah menyatakan semunya” Arauana. 

“Jangan terlalu percaya diri” Dhavy. 

“Imanmu dimana? Kalau kau sukses membawa mereka sejauh ini artinya iman untuk membuat seluruh negara antri tujuh kelilingpun pasti bisa dan memang akan terjadi” Arauna. 

“Jangan gunakan kekuatanmu untuk berjalan, tapi gunakan kekuatan doa sekaligus iman memindahkan gunung” Ahaziah. 

“Ingat” Arauna. 

“Tentang?” Dhavy. 

“Pilihan Tuhan tidak pernah salah, jadi, jangan tertipu hanya dengan melihat casing semata” Arauna. 

“Something pakai banget” Dhavy. 

“Sepertinya” Ahaziah. 

“Mempersiapkan segala sesuatu dengan perencanaan cukup matang jauh lebih baik dibanding tiba masa tiba akal” Arauna. 


Bagian 4... 


Arauna... 


Andaikan saya tidak mengalami peristiwa seperti ini, 100% hidupku tidak akan pernah berjalan ke jalan yang dikatakan sarang harimau sekaligus tempat perkumpulan iblis paling mematikan. Tidak mungkin juga sosok Arauna manusia paling terpolos sedunia mencari mati dengan begitu mudahnya. Apa saya sudah gila?  

“Saya ingin menjalani kehidupan biasa, tetapi keadaan membuatku harus berjalan di tempat yang tidak pernah kuinginkan seumur hidupku” menarik nafas panjang sambil membayangkan banyak hal. 

Proses penerimaan kehidupanku sendiri bagi negara dan bangsa ini memang butuh waktu panjang. Mereka semua belum mengenal banyak hal ataukah identitasku sendiri. Semua orang akan berkata kalau saya sedang berhalusinasi pada saat itu, tetapi hatiku selalu berkata saya tidak sedang berhalusinasi. Apa yang akan terjadi? 

“Kalaupun mereka mau menerima sekaligus menaruh kepercayaan penuh terhadapku, artinya personil tim kerja yang sudah kubentuk jauh-jauh hari harus diterima pula tanpa melemparkan banyak argument” membayangkan objek-objek ke depan. 

Seandainya kalian sudah mengenalku dan apa yang sedang terjadi selama ini, ada sesuatu hal yang ingin saya katakan. Saya bukan orang jenius seperti kebanyakan orang di luar sana. Kehidupanku tidak berasal dari keluarga kaya raya apa lagi status pendidikan tinggi. Di tempat lain, saya juga tidak akan pernah menjanjikan sesuatu apa pun terhadap bangsa ini, tetapi kalau memang sang semesta menginginkan jalan hidupku berurusan dengan permasalahan bangsa ini artinya dua tanganku akan berjuang keras. 

Sebelum semua itu terjadi, saya ingin memberikan kesempatan terhadap kalian untuk mencari seseorang ataukah pilihan menurut versi terbaik kalian demi perbaikan bangsa dan negara ini. Kenapa? Karena versi yang kuinginkan sepertinya berbanding terbalik dengan kalian. Andaikan ada cara lain untuk melakukan perbaikan, tentu saya tidak akan menggunakan cara seperti ini. 

Permasalahan tentang apa? Personil tim kerja yang kami bentuk merupakan penganut kepercayaan minoritas sama seperti saya dan tentu semua itu merupakan masalah terbesar bahkan sulit untuk diterima. Kalian tidak bisa memaksakan iman kepercayaan tertentu terhadap kami. Begitupun sebaliknya, kami tidak mungkin juga memaksakan agama sekaligus kepercayaan tertentu terhadap kalian. Semua ini, tentu menimbulkan masalah terbesar bahkan ribuan penolakan memang akan terjadi. 

Saya dan tim kerjaku ke depan tidak punya niat untuk melakukan penyebaran agama kepercayaan tertentu. Kalaupun saya berusaha menjelaskan sesuatu hal, itu semua karena sang semesta membuat jalanku berada di sekitar area kalian. Memang butuh waktu sekaligus proses panjang untuk menerima kami dalam situasi semacam ini. “Silahkan mencari seseorang atau sekelompok manusia menurut versi terbaik kalian. Saya juga tidak mungkin marah apa pun pilihan bangsa ini” berkata-kata seorang diri dalam kamar. 

“Andaikan versi terbaikmu gagal, silahkan datang mencari kami karena dua tangan ini siap merangkul tanpa maksud tertentu”... 

Saya dan tim kerjaku siap mengulurkan tangan sewaktu bangsa ini tidak lagi menemukan jalan di depan. “Saya akan menunggu waktu itu datang” berujar kembali... 

Ketika kalian memberi kepercayaan penuh artinya jangan pernah menolak apa pun yang sedang kami kerjakan. Ada begitu banyak pihak siap mempermainkan kalian dengan ribuan jebakan ataukah hoaks tentang banyak hal. Saya tidak menuntut bayaran tinggi untuk segala sesuatunya, hanya saja berikan kepercayaan kalian sepenuhnya tanpa menganggap objek di depan merupakan sebuah penistaan yang sebenarnya hanyalah permainan belaka sekelompok oknum tertentu yang menginginkan kursi tertinggi. Jangan langsung percaya pemberitaan negatif tentang apa pun itu di sekitar alur cerita kami. 

Semua butuh proses terlebih masalah penerimaan kalian untuk saya dan tim kerjaku. Apa pun itu, kalian berhak menentukan pilihan menurut standar kualitas ataukah versi terbaik lainnya. “Saya dan tim kerjaku ingin berada di sebuah negara asing andaikan penolakan itu memang terjadi” mulai membayangkan kegiatan yang ingin kulakukan. 

Saya tidak akan pernah marah apa pun pilihan kalian. Hal yang ingin kulakukan adalah mengejar mimpiku di negara asing, jadi, jangan pernah menyimpan perasaan negatif ataukah rasa bersalah terhadap banyak hal. Seandainya saya tidak menjalani kehidupan menakutkan seperti ini ataukah penolakan kalian berulang kali, mungkin hidupku berjalan biasa-biasa saja tanpa seni dibalik sebuah alur cerita. Saya juga ingin belajar untuk tidak kecewa ataukah bertanya terhadap Tuhan tentang banyaknya cerita-cerita misterius.  

Apa yang akan terjadi dengan kisahku ke depan? Hal terbodoh yang kuinginkan selanjutnya adalah tim kerjaku tidak boleh asal memilih pasangan hidup. Saya tidak munafik dengan keadaan. Masalah cuci mata melihat lawan jenisku memang sering kulakukan, tetapi saya selalu berdoa agar Tuhan membuatku tetap bertahan di tempat yang seharusnya dan tidak sedang melakukan penyimpangan.  

“Jangan asal memilih pasangan” tertawa sedikit sinis membayangkan banyak hal. 

Saya tidak sedang ingin menjadi orang tua buat mereka, tetapi keadaan hingga memaksakan banyak hal untuk berjalan ke sebuah sudut jalan persimpangan. Konferensi meja bundar sepertinya akan menciptakan cerita unik di dalamnya. “Selamat pagi bos besar” menyapa pria tua berkacamata tebal bersama jenggot terlihat berantakan di sekitar wajahnya. 

“Pagi juga nyonya besar” balasan tuan Ahaziah sambil tersenyum. 

“Skenariomu di luar akal pikiran pria tua sepertiku” tuan Ahaziah. 

“Bos besarku bisa-bisanya berbicara seperti itu” menepuk bahu beliau. 

“Hentikan kelakuan gilamu!” tuan Ahaziah. 

“Bisakah anda mencukur jenggot berantakan ini?” sedikit memegang jenggot kesayangannya. 

“Wajahku penuh bulu tentu memiliki seni, artinya tidak akan pernah” tuan Ahaziah. 

“Pertama kalinya saya melihat pria tua itu bersenda gurau” Adriel salah satu personil organisasi gelap tiba-tiba saja berdiri di pintu. 

“Maksud ucapanmu?” tuan Ahaziah menatap tajam sekaligus kembali berperan sebagai manusia paling menyeramkan. 

“Namamu Adriel atau bukan?” pertanyaan ke arahnya. 

“Ya seperti itulah” jawaban darinya sedikit lantang. 

“Coba kuperhatikan lembar kerjamu” segera menarik kertas di tangan pemuda tersebut. 

“Masalah keuangan?” menyimpulkan sesuatu hal. 

“Saya dan Dhavy ingin mempersiapkan satu objek tersendiri” tuan Ahaziah. 

“Kau yakin pria di depan kita ini bisa di andalkan?” melemparkan pertanyaan. 

“Menurut analisa pekerjaan sekaligus pelatihan yang diberikan bisa kau nilai sendiri” tuan Ahaziah. 

“Bos besarku menaruh kepercayaan penuh terhadapmu. Jadi, jangan membuat dia kecewa sedikitpun!” menatap ganas pemuda tadi. 

“Maksud anda?” Adriel. 

“Jangan menatap pria tua di depanmu sebagai sosok monster terkejam. Semua yang dilakukan hanya demi kualitas nilai buatmu semata, understand?” menciptakan sebuah pernyataan. 

“Ada saatnya kau akan mengerti banyak hal tidak terduga. Jadi, seluruh pertanyaanmu akan terjawab di waktu yang tepat” melanjutkan ucapanku kembali. 

“Perasaanku berkata kalau saya tidak sedang melemparkan pertanyaan” Adriel. 

“Tapi, raut wajahmu bercerita lain” membalas ucapan Adriel sambil mendorong kepalanya memakai dua jariku. 

“Keluar dari ruangan ini segera!” pria tua mengenaskan menatap tajam... 

“Tentu” Adriel segera melangkahkan kakinya. 

“Kita masih butuh 2 orang lagi untuk sistem pengelolahan sekaligus peneliti masalah keuangan” kalimatku 

“Adriel saja tidak cukup” lanjutan ucapanku. 

“Maksudmu?” tuan Ahaziah. 

“Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak” menjawab pertanyaannya. 

“Artinya?” tuan Ahaziah. 

“Siapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari!” menjawab lagi... 

“Menurutmu personil paling tepat?” Dhavy tiba-tiba berdiri  di belakang kami. 

“Sejak kapan kau di sini?” tuan Ahaziah. 

“Sejak tadi” Dhavy. 

“Siapa personil paling tepat untuk penambahan anggota di bagian paling sensitif bahkan selalu menjadi akar iblis paling mematikan?” Dhavy. 

“Brayn” Ahaziah 

“Personil terakhir selain mereka berdua?” Dhavy. 

“Nara Christabel” menjawab lantang mendahului pria tua di sebelahku. 

“Kau sengaja memilih perempuan?” tuan Ahaziah. 

“Berbicara uang tentu bersifat sensitif sekaligus alat iblis paling mematikan untuk menjebak banyak hal” menjawabnya. 

“Saya tidak katakan perempuan tidak mungkin terjebak, kenapa bisa? Karena 90% kaum Hawa juga selalu menjadi harimau paling bengis hingga terjebak ribuan kali sekitar lorong mematikan di sana” melanjutkan lagi. 

“Lantas?” Dhavy. 

“Hanya saja seorang perempuan memiliki insting lebih kuat tentang beberapa sistem pengelolahan bahkan tahu yang terbaik untuk situasi cukup mencengangkan” ujarku. 

“Harus kuakui kalau beberapa personil kaum Hawa memang cukup bijak untuk berjalan di tempat yang seharusnya ataukah tidak sama sekali” Dhavy. 

“Berikan mereka bertiga soal-soal paling sulit diatasi!” nada memerintah. 

“Seperti biasa” sindiran Dhavy. 

Mengumpulkam tiga personil untuk mengikuti sistem pelatihan sesuai standar. Kami berlima sedang berada pada sebuah meja bulat dan saling menatap satu dengan lainnya. “Kalian tahu kenapa berada di meja bundar sekarang ini?” tuan Ahaziah memulai pembicaraan. 

“Maaf sebelumnya, saya belum memiliki kandidat pasangan hidup” Brayn mengangkat tangan. 

“Maksudmu?” pertanyaanku. 

“Saya masih belum sempat mencari kandidat jodoh terbaik. Jadi, saya belum siap untuk konferensi meja bundar kalian berdua” Brayn. 

“Kau belum tahu kenapa dipanggil kemari?” pertanyaan serius dariku. 

“Apa saya membuat kesalahan?” Brayn. 

“Entahlah” menjawab asal. 

“Pertemuan meja bundar yang sekarang ini membahas masalah pelatihan bidang keuangan” tuan Ahaziah. 

“Jadi, bukan masalah jodoh” mereka bertiga serentak berbicara. 

“Bukan” menggeleng-geleng kepala di hadapan mereka. 

“Syukurlah” sekali lagi nada serentak berkata-kata dari mereka bertiga. 

“Sehati amat” menyindir mereka. 

“Tetap saja kalian bertiga harus mencari kandidat jodoh terbaik” tuan Ahaziah. 

“Btw, kalian bertiga silahkan menciptakan sistem pengelolah keuangan menurut versi terbaikmu!” memberi mereka masing-masing lembaran kertas berisi sebuah soal. 

“Tahun ini, bank dunia menyatakan krisis moneter 2x lipat jauh lebih menakutkan dibanding tahun sebelumnya. Di lain tempat terjadi perang hebat antara negara A dan B hingga menyebabkan kondisi perekonomian antara negara semakin merosot. Di negara sendiri memiliki banyak sisi kelemahan dengan kata lain faktor-faktor ini sebagai pencetus hutang mengalami lonjakan terparah bahkan jauh lebih menakutkan. Ciptakan management keuangan paling berbeda untuk membuat negara sendiri bertahan di tengah keadaan dunia semacam ini!” Nara membaca soal di lembaran kertas tersebut. 

“Gila” Adriel. 

“Kenapa jenis soalnya tidak menyertakan jumlah angka tertentu? Gimana mau menjawab?” Brayn. 

“Saya depresi berat” Nara. 

“Mati banyak” Brayn. 

“Jangan mati dulu karena kami masih membutuhkan dirimu” tuan Ahaziah. 

“Ciptakan sistem pengelolahan keuangan sebagai benteng pertahanan, bayangkan sendiri jumlahnya seperti apa!” memberi kata-kata. 

“Jangan asal menciptakan sistem keuangan kalau tidak mau lembaran jawaban kalian dirobek-robek sedemikian rupa!” tuan Ahaziah. 

“Kalian bertiga harus memeriksa seluruh bidang di negara tercintamu tentang anggaran pemasukan, posisikan bidang paling terpenting, dan ciptakan sistem pengelolahan keuangan tidak biasa, tetapi harus menciptakan hasil di luar ekspektasi dalam kondisi kritis!” menatap wajah mereka bertiga. 

“Bagaimana kalau kami gagal?” Adriel. 

“Jangan menjadi manusia pesimis. Justru karena objek-objek semacam ini biasa terjadi sehingga kalian bertiga harus mengikuti pelatihan luar binasa tingkat nano-nano, understand?” menjawab pertanyaannya. 

“Keluar dari ruangan ini segera!” mengusir mereka bertiga. 

“Pelatih terganas sejagat raya” tuan Ahaziah berkomentar setelah kepergian mereka. 

“Biasa saja keles” membalas ucapannya. 

“Btw, manusia satu itu sedang melakukan apaan?” 

“Seperti biasa mengamati seluruh teknologi terbaru yang kau tuntut dari kami semua” penekanan tuan Ahaziah. 

“Tidak seperti itu juga keles jawabannya” mengerut kesal. 

Kenyataan yang ada bahwa seorang Arauna memerintahkan pria tua itu bersama manusia satunya untuk mengkordinir permasalahan teknologi penemuan terbaru. Tuhan sepertinya memakai saya untuk memberikan ide-ide dan gambaran teknologi terbaru, sedang mereka berjuang keras mencari alat yang dibutuhkan bersama sistem perakitan tidak biasa. 

“Selamat sore bosku yang paling kukasihi, kucintai, kuhargai, kuhormati” menyapa Dhavy. 

“Ga lagi sakit kan?” Dhavy. 

 

Bagian 5... 

DHAVY... 

Hai namaku Dhavy. Ada begitu banyak hal yang rasanya sulit dijelaskan terhadap kalian semua. Kenapa bisa saya terikat dengannya? Tetapi, dari dasar hatiku yang paling dalam saya tidak pernah menyesali banyak hal. Untung saja Sang Semesta membuatku terikat dengannya, kenapa? Mau tahu banget atau kebangetan? Jawabannya, ada aja... 

“Selamat sore bosku yang paling kukasihi, kucintai, kuhargai, kuhormati” perempuan satu itu menyapaku seperti biasa. 

“Btw, apa kabarnya bosku hari ini?” tersenyum tipis sambil mengedip-ngedipkan dua bola matanya. 

“Minggir!” bersikap cuek. 

“Kau makin tamvan kalau seperti ini” Arauna. 

“Memang sejak dulu saya tamvan, emang situ baru sadar?”  

“Sepertinya saya baru sadar” Arauna. 

Seperti itulah kehidupan kami ketika berkomunikasi satu sama lain. “Tamvan, bagaimana kelanjutan kisah teknologi-teknologi canggih itu?” Arauna. 

“80% mengalami kemajuan” menjawab dirinya. 

“Wow” Arauna. 

FLASHBACK... 

“Ingat, dunia sedang melakukan persaingan teknologi” Arauna. 

“Sebuah negara dikatakan mengalami kemajuan pesat ditandai dengan perkembangan teknologi terbaru selain beberapa aspek penting lainnya. Maka dari itu, kita harus bisa menguasai total di sekitar bidang ini, ngerti?” Arauna. 

Sejak awal mula personil organisasi ini mulai mengalami proses demi proses, pernyataan Arauna paling mematikan ada di sekitar kata tadi. “Seluruh negara sedang bersaing menciptakan nuklir paling canggih hingga menciptakan kesombongan paling hakiki antara pemimpin dunia satu dengan lainnya” Arauna. 

“Kalau semua negara menciptakan nuklir paling heboh artinya kau dan seluruh personil ini menciptakan penangkal paling terheboh juga” Arauna benar-benar serius dengan pernyataannya. 

“Kau yakin?”  

“Minta petunjuk Sang Semesta, entah lewat mimpi, penglihatan, atau apa sajalah intinya alat itu harus jadi” Arauna. 

Pertanyaan kemana dan jawaban kemana juga? “Memang Sang Semesta mau mendengar doa pemaksaan seperti itu?”  

“Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, orang mati saja bisa dibangkitkan apalagi kalau Cuma alat secuil itu” Arauna. 

“Saya benar-benar gila sekarang”... 

“Seandainya alat itu dipergunakan salah tentunya Tuhan pasti tidak akan menolong, akan tetapi kan kita dibawah menjalani kehidupan seperti ini tanpa persetujuan artinya pasti mendapat ACC dariNYA” Arauna. 

“Intinya cari alat itu bagaimanapun caranya, kalau tidak jangan pernah berjalan ke arahku!” satu ancaman mematikan sosok Arauna. 

“Saya benar-benar gila sekarang” tiba-tiba saja goncangan hebat menyerang luar biasa. 

“Ingat, mereka harus dibagi menjadi beberapa kelompok. Jangan sampai semua personil bertumpuk pada satu alat semata, sedangkan teknologi-teknologi terbaru lain hancur berantakan bahkan tidak akan pernah ada!”Arauna. 

“Saya semakin gila”... 

“Selain itu mereka semua harus mempelajari sekaligus menguasai bidang-bidang lainnya sesuai pembagian!” Arauna. 

“Minimal pengetahuan mereka tentang pendidikan, ekonomi, hukum, dan keuangan harus berkisar 40% andaikan di antara mereka berada pada bidang pembagian lainnya!” Arauna. 

“Saya butuh rumah sakit jiwa terdekat”... 

“Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, jadi, jangan pernah takut dan khawatir” Arauna. 

Mimpi apa saya semalam? Apa ini memang sudah menjadi takdirku semata? Saya ingin tertawa sekeras-kerasnya bahkan lebih dari itu semua. Pria tua bernama Ahaziah akan membunuhku sejadi-jadinya karena perbuatan perempuan gila itu. 

“Apa saya Tuhan?” tuan Ahaziah berteriak memaki. 

“Apa saya sejenius itu harus mengikuti kemauan gilamu?” makin mengumpat. 

“Uang dari mana?” wajah ganasnya semakin terlihat. 

“Mana saya tahu, tolong tanyakan pada sang semesta dan perempuan gila itu!” menjawab ketakutan kalimatnya. 

“Dasar bengis” pria tua makin kesal. 

“Dia berkata kalau bagi Tuhan tidak ada yang mustahil, orang mati saja dibangkitkan apa lagi hal seperti ini” menjawab kembali. 

“Dia pandai amat berkata-kata” tuan Ahaziah makin kesal. 

“Jangan melemparkan caci maki ke arahku! Memang saya Tuhan?” berusaha menghindar. 

“Seenaknya saja memerintah, memang dia tidak tahu apa yang terjadi” tuan Ahaziah. 

“Lantas?” 

“Bisa-bisa saya gila tujuh keliling kalau begini” tuan Ahaziah meremas-remas seluruh rambutnya. 

“Saya lebih gila empat belas keliling lebih parah dari situ keles” menggerutu kesal. 

Akhir cerita adalah kami berdua mencoba menghadapi dengan kepala dingin. “Gunakan iman nekat keles” suara Arauna sangat menyebalkan. 

Setelah menjalani proses kehidupan cukup menakutkan, saya mencoba menjelaskan sesuatu hal terhadap seluruh personil di depan tentang apa yang sedang terjadi. “Saya meminta maaf sebesar-besarnya karena membuat kalian semua terjebak oleh banyaknya objek menakutkan” menatap wajah mereka satu per satu. 

“Semua kejadian yang terjadi hingga kalian menjadi orang pilihan bukan karena kehendak kami. Jadi, jika ingin melemparkan pertanyaan silahkan langsung menghadap ke Sang Semesta!” mengungkapkan pernyataan kembali. 

Secara logika, sangat tidak masuk akal untuk mencari dan mengumpulkan mereka. Kenapa? Kehidupan kami berdua akan berakhir di penjara. Arauna mah enak tinggal main perintah... 

Ada begitu banyak pertanyaan-pertanyaan dari mereka, beruntung saja tuan Ahaziah sukses mengatasi semuanya. Rela meninggalkan anak istrinya untuk beberapa waktu lamanya hanya untuk sebuah kehidupan tidak terlihat di depan mata? Tuan Ahaziah yang selalu menampakkan wajah kesalnya, tetapi beliau juga dikenal sebagai pondasi terbaik di sini.  

“Kami akan membagi kelompok” tuan Ahaziah mulai berkata-kata. 

“Tiap kelompok akan beranggotakan dua personil saja” kembali tuan Ahaziah kembali berbicara. 

“Kalian akan mengikuti kelas keuangan, pendidikan, ekonomi, dan hukum untuk kelas umum” berkata-kata di hadapan mereka. 

“Sedang kelas khusus akan dibagi sesuai hasil pengamatan tentang skil masing-masing personil berada dimana setelah ujian dalam keadaan sadar atau tidak sama sekali” tuan Ahaziah. 

“Skil, umderstanding maksud saya pengertian, dan knowledge harus menyatu seimbang artinya jangan meremehkan jenis latihan yang akan diberikan terhadap kalian semua!” ujarku. 

Saya percaya beberapa kutipan setelah menjalani banyak hal. Supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu-pintu gerbang tidak tinggal tertutup:  

Aku sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan gunung-gunung, hendak memecahkan pintu-pintu tembaga dan hendak mematahkan palang-palang besi.  

Aku akan memberikan kepadamu harta benda yang terpendam dan harta kekayaan yang tersembunyi, supaya engkau tahu, bahwa Akulah TUHAN, Allah Israel, yang memanggil engkau dengan namamu.  

Oleh karena hamba-Ku Yakub dan Israel, pilihan-Ku, maka Aku memanggil engkau dengan namamu, menggelari engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku.  

Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku,  

supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain,  

yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.  

Hai langit, teteskanlah keadilan dari atas, dan baiklah awan-awan mencurahkannya! Baiklah bumi membukakan diri dan bertunaskan keselamatan, dan baiklah ditumbuhkannya keadilan! Akulah TUHAN yang menciptakan semuanya ini. 

“Saya hanya harus percaya tentang waktu sang semesta buatku” suara hati bergema seketika. 

Semua personil butuh waktu untuk menerima apa yang sedang terjadi. “Ciptakan persahabatan antara satu sama lain, jangan pernah merasa paling hebat diantara semua karena kita adalah satu tim kerja di tempat yang tidak terduga suatu hari nanti!” tuan Ahaziah berteriak keras di hadapan mereka. 

“Beberapa teknologi terbaru bahkan sangat penting harus kalian ciptakan dengan standar kualitas tinggi sekalipun memakai dana seadanya ataukah peralatan sederhana” berujar sambil berjalan mengelilingi mereka. 

Secara manusia, uang dari mana untuk persiapan seperti ini? Benar-benar mujizat terjadi, entah dari mana dan dana itu tiba-tiba muncul. Perempuan reseh itu benar-benar membuat kami semua dalam masalah besar. “Kalau kau macam-macam dan tidak melakukan apa yang saya inginkan artinya cari mati” ancaman ganas Arauna. 

Semua perintahnya harus dijalankan dalam keadaan suka ataupun tidak suka sama sekali. Berjalan buta-buta tanpa melihat sesuatu di depan jalan merupakan kisah paling tragis sekaligus judul cerita hidupku. Awal mula berkenalan dengan tuan Ahaziah juga terkesan sangat menakutkan, lucu, menggemaskan bersama cerita-ceritanya di belakang. “Abraham berjalan buta-buta tanpa pernah tahu arah tujuan kemana, hanya diperintahkan untuk keluar” Arauna. 

“Artinya kau harus berani berjalan buta-buta sama seperti Abraham” penekanan tegas Arauna. 

Kisah hidupku memang beda dibanding kebanyakan orang di luar sana. Mimpi apa saya tiap malamnya? Menjalani sesuatu hal paling menegangkan tiap detiknya. “Kalau semua yang terjadi memang kenyataan dan bukan halusinasi semata artinya saya menginginkan tim kerja pilihan Sang Semesta” ingatan kalimat Arauna mengudara luar biasa tingkat nirwana. 


FLASHBACK... 


“Lagi mengkhayal bos tamvan?” Arauna tersenyum gila di depanku. 

“Bisakah dirimu tidak menampakkan hal-hal aneh gitu?” berbicara sambil berusaha memperbaiki kacamata.  

“Beres bos tamvan” Arauna berteriak. 

“Masukan bos tamvan didengar, dipertimbangkan, dan dijalani” Arauna. 

“Penyakit perempuan ini kumat lagi” pria tua tiba-tiba hadir di tengah kami. 

“Apa kau butuh tukang cukur jenggot berantakan?” Arauna berbalik ke arah tuan Ahaziah. 

“Tidak akan pernah” tuan Ahaziah. 

“Apa kau sudah melihat kasus terbesar yang lagi marak sekaligus mengguncang negara?” tuan Ahaziah. 

“Kasus paling dramatis” Arauna. 

“Raut wajahmu biasa saja keles” menepuk jidat Arauna. 

“Sejak tadi juga sudah biasa keles” Arauna balik menepuk jidat. 

“Kacau banyak” menggeleng-geleng kepala. 

“Beberapa penguasa sepertinya memang sengaja menciptakan sesuatu tidak terduga” tuan Ahaziah. 

“Keserakahan dan ketakutan menjadi penyebab utama” Arauna terlihat serius menanggapi. 

“Menurut kalian siapa pemain paling menjebak diantara sekian dan sekian?” tuan Ahaziah. 

“Kalaupun tahu berpura-pura saja tidak tahu dan diam seribu bahasa” menjawab pertanyaan pria tua. 

“Yang saya tidak suka karena seolah-olah dengan skenario mengenaskan ingin menjebak hingga terjadi perang suku, agama, segala macamlah di dalamnya” Arauna. 

“Kalau memang ingin memakan suku sendiri, silahkan! Hanya saja jangan sekali-sekali mengadu domba suku saya dengan suku lain” Arauna terlihat bernada judes. 

Kasus tidak terduga kemarin menceritakan tentang pembunuhan suku A terhadap suku B, lebih parah lagi suku C dan D menjadi pemain dijebak secara kasat mata. Wajar Arauna terlihat marah dikarenakan sukunya sendiri dijadikan pemain terjahat bahkan paling menakutkan oleh seluruh media. Keinginan pemain di belakang adalah terjadinya perang suku, yang kemudian berjalan menuju perang agama. Bukannya kami tidak ingin peduli atukah masa bodoh tentang penderitaan keluarga korban, hanya saja ada beberapa hal yang seharusnya dijalani dengan kepala dingin.  

“Kalau diselidiki kembali, suku saya kebanyakan diam untuk segala sesuatunya dan kebanyakan dari mereka tidak pernah berambisi mengejar kursi” sepertinya Arauna meluapkan sisi emosionalnya. 

“Entahlah” tuan Ahaziah. 

“Suku saya selalu berusaha untuk beradaptasi terhadap suku manapun sekalipun di daerah paling menakutkan dan tidak ingin mencari-cari masalah. Kemungkinan besar semua ini hanya jebakan agar suku lainnya berpandangan buruk terhadap kami. Tingkat IQ suku saya itu tidak perlu diragukan, bisa bersaing, dan jarang ada di bawah rata-rata, hanya saja mereka tidak berambisi untuk selalu menjadi yang paling utama ataukah menonjol” Arauna. 

“Ganas” ucapanku. 

“Saya terlalu menyayangkan hanya karena kursi lantas mengadu domba sampai segitunya. Sekali lagi kalian berusaha bermain-main terhadap suku saya ataukah berjuang keras mengadu domba dengan suku lain artinya siap-siap berhadapan dengan sesuatu yang tidak akan pernah dilupakan” Arauna. 

“Seandainya saya hanya menonjol-nonjolkan suku sendiri, tidak mungkin juga memerintahkan harus dari berbagai daerah tanpa terkecuali untuk persiapan kelak, tapi tidak sekarang” Arauna. 

“?” tuan Ahaziah. 

“Percaya atau tidak” Arauna. 

“Tentang?” tuan Ahaziah. 

“Sewaktu peristiwa permainan bom dimana-mana entah karena agama ataukah politik” Arauna. 

“Lantas?” rasa penasaran menggerogoti. 

“Waktu itu target pemboman mereka termasuk kampungku juga, tapi gagal total dikarenakan si’pelaku melihat kumpulan malaikat berpakaian putih sehingga ledakan bom beralih ke daerah lain” Arauna. 

“Menandakan?” tuan Ahaziah. 

“Artinya jangan sekali-sekali bermain di tempat yang akan mempermalukan diri sendiri” Arauna. 

Memang pada saat itu, beberapa daerah sukses menjadi sarang pertikaian hingga menjatuhkan banyak korban. “Terus terang, saya bukannya ingin membela suku sendiri hanya saja pemberitaan tentang ingin menghalalkan segala cara biar mendapat kursi sepertinya gimana ya?” Arauna. 

“Bisa saja ada jebakan tertentu karena sesuatu yang sedang kita jalani” tuam Ahaziah. 

“Entahlah” kalimatku. 

“Kebanyakan suku saya itu hanya berpikiran menjadi pelaut, pekerja tambang, pns sampai-sampai menjelajah pedalaman, lantas tiba-tiba diadu domba?” Arauna. 

“Tiap suku memang memiliki sisi plus mines dari segi karakter begitupun sebaliknya dengan suku saya. Kalau memang kalian tidak bisa menerima tentang diriku, silahkan protes langsung ke Tuhan untuk pergantian orang karena bukan keinginanku seperti ini” Arauna. 

Pernyataannya lari kemana? Saya sendiri pusing menanggapi. “Sampai detik sekarang, sukuku sendiri tidak pernah tahu tentang peristiwa yang sedang kujalani” Arauna. 

“Keluarga saja tidak tahu apa lagi mereka” tuan Ahaziah. 

“Sampai kapan menyembunyikan?” pertanyaan terhadapnya. 

“Tunggu waktu yang tepat, bisa-bisa saya masuk rumah sakit jiwa kalau bercerita aneh-aneh” Arauna. 

“Sampai segitunya” menyindir dirinya. 

“Apa yang akan terjadi kalau keluargamu tahu?” tuan Ahaziah rasa-rasanya ingin tertawa. 

“Sepertinya jantungan di tempat” Arauna membayangkan sesuatu hal. 

Bagaimana bisa dia menyembunyikan banyak hal? “Entah apa yang akan terjadi kalau sampai sukuku menyadari sesuatu hal?” Arauna. 

“Paling-paling mereka semua juga jantungan di tempat” tuan Ahaziah tertawa keras. 

“Sepertinya” berujar ke arah mereka. 

“Sadar tidak kalau beberapa malaikat pada kasus ini ikut pemilihan umum?” tuan Ahaziah. 

“Berpura-pura tidak tahu saja” Arauna. 

Kami bertiga pada akhirnya tertawa terbahak-bahak. Cerita misteri sekitar jalan setapak menjadi sesuatu yang sulit dilupakan. Beberapa hari belakangan ini kesibukan kami adalah mulai mendidik sedemikian rupa tim kerja bagian keuangan yang terbaru selain yang sudah ada. 

“Laporan dan pengelolahanmu terlalu gampang ditebak” Arauna mencoret ganas lembaran kertas milik Nara. 

“Jiwa ganas dalam laporan yang kau ciptakan kacaunya pakai banget” Arauna menggeleng-geleng kepala menatap Adriel. 

“Ini namanya pemborosan keuangan kalau seperti ini” Arauna merobek menjadi puing-puing kertas hasil kerja Brayn. 

“Sadis amat” Brayn menggerutu. 

“Laporan kerjamu lebih sadis” balasan Arauna. 

“Saya mau bertanya” Nara mengangkat tangannya. 

“Silahkan!” ujarku. 

“Memangnya menciptakan atau menyusun laporan itu harus seperti cerita novel, sulit ditebak?” Nara. 

“Ini namanya trik untuk menghindari beberapa objek-objek tidak terduga” Arauna. 

“Contohnya” Nara. 

“Korupsi, kolusi, nepotisme, permainan aneh-aneh, oknum yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, langsung terbaca pihak luar, pemborosan, dan lain sebagainya” Arauna. 

“Berhenti memberi pertanyaan aneh!” Arauna. 

Seperti biasa mereka bertiga diberikan beberapa lembar kertas berisi soal-soal menghanyutkan. “Soal yang satu saja belum beres, sekarang muncul sepuluh soal baru?” Brayn. 

“Lantas, maumu?” Arauna. 

“Ga ada” Brayn ketakutan seketika. 

“Ga usah banyak bicara, intinya selesaikan!” ujarku terhadap mereka. 

“Sejak kapan bos Dhavy menjadi sosok monster begini?” Adriel. 

“Mulai dari sekarang” menjawab asal. 

Apa yang akan terjadi esok? Entahlah. “Kapan kalian akan melakukan presentasi pasangan hidup masing-masing?” Arauna beralih ke pembicaraan lain. 

“Gimana mau mencari kalau pelatihan terus” Brayn menggerutu. 

“Lantas saya harus bilang wow gitu?” Arauna. 

“Gunakan kesempatan untuk berjalan di waktu weekend dengan kata lain sambil menyelam minum air” kalimatku. 

 

Bagian 6... 


“Siapa tahu dapat inspirasi di beberapa bidang gitu sambil cuci-cuci mata lihat kiri kanan lawan jenis” Arauna menatap wajah mereka satu per satu. 

“Jangan di gudang terus macam lagi disekap tujuh keliling” Arauna masih berkata-kata kembali. 

“Kalaupun kalian keluar kandang harus hati-hati, jangan sampai identitas asli terbaca oleh siapapun juga mau manusia berhati malaikat aekalipun” tuan Ahaziah. 

“Keluarlah!” Arauna mengusir mereka. 

“Ganas” Dhavy. 

“Permisi, apa kalian sudah menonton berita?” tiba-tiba saja pria muda bernama Habakuk berdiri di depan pintu. 

“Masuklah!” Dhavy mempersilahkan dirinya masuk. 

“Berita tentang?” tuan Ahaziah. 

“Pemilihan umum dan kandidat-kamdidatnya” Habakuk. 

“Sebenarnya sih, siapapun kandidat bahkan yang akan terpilih tidak mempengaruhi apa pun tentang kita semua” Arauna. 

“Selama ini kita terlalu ikut campur pemerintahan di belakang, sedangkan semua orang tidak pernah tahu yang sedang terjadi” Arauna. 

“Jadi?” Dhavy. 

“Bukan permasalahan mencari nama, hanya saja terlalu banyak objek tidak masuk akal terjadi dan muncul mendadak” Arauna. 

“Secara manusia, negara ini hancur berantakan bahkan terpecah dikarenakan korupsi, permainan pejabat, hutang menumpuk, karakter berlebihan masyararakat, perbedaan pendapat, bencana alam” tuan Ahaziah. 

“Ya karena Tuhan membuat satu peristiwa aneh terjadi hingga negara ini tetap bertahan” Dhavy. 

“Kelihatannya wajah beberapa tokoh penting berperan, padahal kenyataan yang sebenarnya dikarenakan Tuhan memakai ya seperti itulah...” Arauna. 

“Sepertinya mereka memanfaatkan kita” tuan Ahaziah. 

“Apa pun kisah negara dan bangsa ini, bagaimanapun permasalahan yang dihadapi, kalian semua jangan sekali-sekali masuk untuk membantu” Arauna. 

“Biarkan pemerintah terpilih dan terbaru yang akan menyelesaikan masalah bangsa dan negara. Berpura-pura tidak tahu saja apa yang sedang terjadi” Arauna. 

“Wow” Dhavy. 

“Tunggu waktu Tuhan untuk kita masuk dan jangan terpancing. Berikan mereka kesempatan untuk membuktikan sesuatu hal terbaik bagi pemulihan bangsa dan negara ini” Arauna. 

“Kalau keadaan negara di ujung tanduk?” Dhavy. 

“Berpura-pura tidak tahu saja karena kita tidak memiliki hak, kalaupun pemerintahan kemarin kita masuk dikarenakan ada maksud Tuhan” Arauna. 

“Intinya pemerintahan sekarang, kalian semua harus diam di tempat!” Arauna. 

“Terserah” tuan Ahaziah. 

“Haba, persiapkan beberapa kandidat negara yang akan kita tempati!” Arauna. 

“Maksudmu?” Dhavy. 

“Kita satu tim kerja dan tidak mungkin tinggal menetap di negara ini kalau terjadi sesuatu hal aneh ataukah penolakan” Arauna. 

“Pilih negara yang memang bisa dijadikan tempat mengejar mimpi untuk sementara waktu sampai bangsa ini mengulurkan tangan tanpa permainan jebak-menjebak ataukah persayaratan iblis yang ingin diberikan” Arauna. 

“Negara mereka yang ingin dipulihkan, tetapi pikiran sebagian besar terlalu negatif. Jadi, jangan bertanya lagi karena keadaanlah hingga kita harus membuat keputusan seperti ini” Dhavy. 

“Sekali lagi saya tekankan, jangan sekali-sekali masuk apa pun masalah yang akan terjadi ke depan! Biarkan mereka yang menyelesaikan” Arauna.. 

“Saya setuju” tuan Ahaziah. 

Pada akhirnya mereka diam satu sama lainnya tanpa berkata-kata lagi. Di tempat lain dari gedung tersebut Adriel bersama teman-temannya menikmati makan siang dengan wajah cemberut. “Kepalaku sakit pakai banget” Brayn memulai berbicara. 

“Saya juga” Shine berbicara dengan makanan masih penuh dalam mulutnya. 

“Dasar perempuan ini” Adriel. 

“Kenapa?” Shine. 

“Ga sopan” Adriel. 

“Habiskan tu makanan di mulut baru bicara” Adriel. 

“Apa kalian sudah punya kandidat jodoh terbaik?” Brayn. 

“Tidak” jawaban serentak yang lain. 

“Kepala sakit” Brayn. 

“Jujur, sejak dulu saya selalu membayangkan menikah kemudian menjadi seorang istri sekaligus ibu yang paling baik buat keluarga kecilku” Nara. 

“Lantas?” Adriel. 

“Ini kesempatan emas buatmu mengejar mimpi menjadi istri sekaligus ibu terbaik” Brayn. 

“Sebagai perempuan saya selalu ketakutan bagaimana kalau hidupku berakhir tidak akan pernah menikah ataukah hanya sekedar jalan bersama seorang pria?” Nara. 

“Kesempatan sudah depan mata keles” Adriel. 

“Masalahnya tidak begini juga ceritanya keles” Nara. 

“Maumu seperti apa?” Shine menatap dengan rasa penasaran. 

“Aturan mencari pasangan hidup yang mereka buat terlalu menakutkan” Nara. 

“Dasar perempuan” Habakuk muncul tiba-tiba di tengah mereka. 

“Bisa-bisa semua cowok lari ketakutan” Nara sedikit berteriak. 

“Memangnya kau tahu sesuatu yang mereka rencanakan?” Adriel. 

“Cara menjebak kita saja mengenaskan apa lagi masalah pemilihan jodoh” Nara. 

“Sudah nasib seperti ini, terima saja” Adriel masih menikmati makanannya. 

“Tumben, kau tidak lagi sakitkan?” Nara segera memegang kening Adriel. 

“Apaan sih” Adriel. 

“Biasanya kau satu-satunya manusia paling penggerutu di antara kita semua, lantas sekarang?” Nara. 

“Saya sedang belajar menerima takdirku sekarang” Adriel. 

“What?” semua orang dalam ruang tersebut serentak berkata-kata sambil menatap ke arah Adriel. 

“Nasib oh nasib” Brayn memasang wajah seolah pasrah terhadap banyak hal. 

“Berhenti menggerutu!” suara bariton Arauna menggelegar. 

“Sejak kapan anda berada di sini?” pertanyaan serentak mereka semua dengan mata terbelalak. 

“Sejak kalian berteriak what ke arahnya” Arauna menunjuk Adriel. 

“Telingaku sepertinya mati kepanasan” Adriel. 

“Saya beri kalian waktu 30 hari berlibur di luar sana sambil mencari inspirasi pekerjaan dan jodoh” Arauna. 

“Silahkan berkumpul pada konferensi meja bundar setelah 30 hari dimulai esok!” Arauna. 

“Presentasikan lawan jenis yang kalian anggap berasal dari sang semesta” tuan Ahaziah. 

“Bagaimana dengan pelatihan terbaru kami?” Brayn. 

“Sejak tadi saya katakan sambil menyelam minum air” Arauna. 

“Saya akan tetap menunggu kalian setiap minggunya di meja bundar ruangan di sana tentang kerangka pemikiran ataupun jawaban soal-soal yang sudah diberikan, understand?” Arauna. 

“Gimana mau konsentrasi mencari jodoh dari sang semesta kalau begini?” Nara menggerutu. 

“Itu penderitaanmu bukan penderitaanku” tuan Ahaziah. 

“Ingat” Arauna. 

“Tentang?” Habakuk. 

“Salah satu aturan organisasi ini adalah tidak seorangpun boleh mengetahui identitas kalian bahkan manusia bersifat lebih dari malaikat sekalipun apa pun yang terjadi di luar sana!” Arauna. 

“Kalian tidak diperbolehkan menaruh kepercayaan terhadap siapapun orang di luar sana karena sesuatu dan lain hal” tuan Ahaziah. 

“Ada saatnya kalian akan mengerti alasan di balik peraturan yang sudah diberikan bukan karena tanpa sebab” Arauna. 

Mereka semua berjalan keluar dengan wajah asam antara satu sama lainnya. Berkemas di ruangan masing-masing untuk petualangan terbaru. Esok hari akan memiliki ceritanya sendiri. “Kau sudah siap?” Arauna memasuki sebuah kamar. 

“Seperti yang kau lihat” Nara menjawab pertanyaan salah satu bosnya. 

“Sayapun berpikir sama sepertimu” Arauna terus menatap gadis di depannya. 

“Andaikan tuntutan pasanganku harus pada posisi A atau B artinya saya tidak akan pernah menikah, karena semua lawan jenisku akan berlari ke tempat lain bahkan tidak akan pernah mau mengutarakan perasaannya” Arauna. 

“Apa saya boleh bertanya?” Nara. 

“Tentu saja” Arauna. 

“Kenapa masih mempertahankan prinsip aturan tersebut kalau sudah menyadari kenyataan yang akan terjadi?” Nara. 

“Saya lupa kalau kakak sudah memiliki objek terbaik” Nara. 

“Karena keadaan sehingga suka maupun tidak, baik saya ataupun kalian harus menjalani bahkan mengikuti aturan tentang pasangan hidup” Arauna. 

“Karena keadaan?” Nara sedikit tertawa. 

“Lawan egomu karena pilihanmu akan sangat mempengaruhi banyak hal di sekitarmu” Arauna. 

“Lawan ego” Nara. 

“Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” Arauna. 

“Kuharap kau menikmati petualanganmu di luar sana dan tidak mungkin membuat kami semua kecewa seketika” Arauna. 

Satu jam kemudian mereka semua sudah berkumpul dalam ruangan dengan sebuah meja bundar raksasa di tengah-tengah. “Kami memberikan kebijakan untuk tidak berada di gedung ini selama 30 hari, tetapi tetap berlatih di tempat masing-masing” Dhavy. 

“Kami harus kemana?” Bray mengangkat tangan. 

“Kemana saja, di seluruh wilayah negara ini untuk mencari pasangan dari sang semesta” Arauna. 

“Memang segampang itu?” Shine. 

“Abraham saja menyuruh asistennya untuk berjalan buta-buta mencari pasangan hidup buat anaknya, lantas kalian? Masa tidak bisa?” Arauna. 

“Kami saja berjalan buta-buta mencari pilihan dari sang semesta sebagai tim kerja, pada hal sama sekali tidak terlihat objek bahwa kami akan menjadi orang berpengaruh di negara ini kelak. Masa kalian tidak bisa?” tuan Ahaziah. 

“Ada baiknya pria tua yang paling kami hormati, berdoa buat mereka sebelum meninggalkan memulai petualangan di luar” Arauna. 

“Tuhan, berkati dan berikan petunjuk buat mereka” tuan Ahaziah mulai berkata-kata dalam doa. 

“Tuhan, jangan sampai mereka memberitahu identitasnya terhadap siapapun termasuk lawan jenis yang memang sudah masuk nominasi dan dinyatakan asli berasal dari sang semesta” tuan Ahaziah. 

“Kalau sampai membongkar identitas, maka akan dikenakan kutuk mengenaskan. Amin” tuan Ahaziah menutup doanya. 

“Sadis” Dhavy menggeleng-geleng kepala. 

“Menakutkan” cibiran Adriel. 

“Luar biasa” Arauna bertepuk tangan. 

“Menghebohkan” Nara menatap tajam ke arah tuan Ahaziah. 

“Mematikan” Habakuk memeluk tubuh tuan Ahaziah. 

“Dagingku seperti dicincang-cincang habis karena doa seorang pria tua” Adriel. 

“Seluruh tubuhku diblender halus karena isi doa anda” Brayn. 

“Memang kenapa isi doaku? Ada yang salah?” tuan Ahaziah. 

“Saya mendukung bos besarku 100%” Arauna. 

“Silahkan tinggalkan ruangan ini!” tuan Ahaziah segera mengusir mereka semua. 

“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” Arauna memberi sebuah pernyataan sambil menepuk-nepuk bahu Ariel sebelum membiarkan pemuda itu berlalu dari hadapannya. 

Mereka semua di biarkan berpencar satu sama lain ke seluruh pelosok wilayah di negara ini. Petualangan sambil menyelam minum air akan dimulai hari ini. Satu sama lain harus terpisah dan tidak diperkenankan untuk tinggal bersama. Apa yang akan terjadi selanjutnya? “Hidupku tergantung petunjukMU” Adriel menarik nafas panjang sambil berjalan menuju bandara. Tergantung pilihan masing-masing ingin memakai transportasi seperti apa. Air, udara, darat? Terserah. 

 

Bagian 7... 


Adriel... 


Apa yang sedang kulakukan sekarang? Entah kenapa dua kakiku ingin berjalan ke sebuah wilayah tertentu. Kenapa juga pernyataan tadi membuatku luluh tanpa sebab? Berpisah dari teman-temanku untuk sementara waktu sepertinya menyatakan satu rasa kehilangan. Apa ini yang kuinginkan? Kenapa ada yang kurang? Merindukan celoteh ganas pria tua itu sepertinya jauh lebih menghanyutkan dibanding apa pun. Bukankah ini yang saya inginkan? Berpisah dan menyatakan kemerdekaan sendiri walau hanya beberapa saat. 

“Kacau banyak” berdengus kesal. 

“Belum apa-apa saya sudah ingin mendengar sang pria berteriak memanggilku anak picisan” bergumam seorang diri. 

Tuntutan bekerja sebagai tukang-tukangan harus segera dimulai. Kemana saya harus mencari pasangan seperti kata mereka? Apa boleh menikah dengan teman sendiri? Dari pada harus mencari seperti manusia bodoh? “Nara atau Shine?” membayangkan wajah mereka berdua. 

“Shine sifatnya galak, menakutkan, membosankan, dan masih banyak lagi” mencoba memgingat karakter seorang Shine. 

“Nara jauh lebih menakutkan lagi” bulu kudukku langsung merinding seketika. 

“Belum tentu juga sosok Adriel masuk dalam tipe mereka berdua” berceloteh seorang diri. 

“Oh Tuhan, berilah petunjukMU” seolah pasrah. 

Berjalan tanpa arah sepertinya menyatakan gambaran kehidupan seorang Adriel saat ini. “Apaan ini?” meraba-raba sesuatu dalam saku celanaku jeans milikku. 

“Anak picisan, jangan asal menentukan sesuatu objek di depanmu. Ngerti?” tulisan tangan pria tua pada selembar kertas. 

Mereka tentu merencanakan skenario menghanyutkan setelah seluruh personil melakukan presentasi tentang lawan jenis pilihan masing-masing pada konferensi meja bundar bulan depan. “Saya sudah membayangkan ungkapan-ungkapan mematikan dari bos-bos besar” berbicara dalam hati. 

“Baru ungkapan, bagaimana pula dengan skenario mereka nanti?” membayangkan sesuatu hal. 

Saya harus mencari rumah kos berukuran kecil  selama berada di sini. Menjadi penjahit sepatu sepertinya menyenangkan juga. “Jahit sepatu jahit sepatu jahit sepatu” berteriak di pinggir jalan raya besar. 

Hal tergila adalah harus berlari sekuat tenaga andaikan petugas ingin segera mengamankan para penjual sepanjang jalan tersebut. Ketrampilan menjahit sepatu Adriel tidak perlu diragukan bahkan kelewat berpengalaman. “Jenis pekerjaan yang kau pilih memang is the best” sebuah pesan masuk tiba-tiba muncul di beranda android jadul milikku. 

“Anda sepertinya mengekor seperti cacing kepanasan di sekitar saya” membalas pesannya. 

“Entahlah” balasan menohok kembali. 

Tidak seorangpun diperkenankan melakukan pesan tentang pekerjaan dan lain sebagainya melalui teknologi masa kini merupakan salah satu aturan yang harus dijalani. Komunikasi kami bersifat rahasia antara satu sama lainnya. “Dasar bos-bos reseh” mengumpat terhadap mereka. 

“Tingkatkan jenis pekerjaanmu sekarang” ka’Dhavy mencoba menggoda melalui pesan menohok. 

“Hal tergila yang pernah ada” berteriak kesal. 

Sebenarmya tujuanku ke kota ini, mencari pasangan atau menjadi tukang penjahit sepatu? Bagaimana duniaku esok? “Bodoh amat, nikmati saja dulu menjadi tukang jahit sepatu handal” berjalan berkeliling kompleks rumah. 

“Hitung-hitung dapat inspirasi masalah pelatihan soal-soal gila itu” ujarku membayangkan sesuatu objek. 

Menciptakan sistem laporan beserta pengelolahan keuangan bersama unsur jebak-menjebak di dalamnya? Mengutamakan beberapa objek mendasar ketika sebuah masalah besar sedang memporak-porandakan banyak aspek? “Sistem pengelolaha keuanganku habis-habisan dimaki” bernada kesal. 

“Jahit sepatu jahit sepatu jahit sepatu” berteriak lantang melewati kompleks rumah. 

“Tukang jahit sepatu, kemarilah!” seseorang berteriak ke arahku. 

“Ada suara ga ada gambar?” 

“Tukang jahit sepatu, saya ada di belakangmu” sekali lagi berteriak. 

Seorang gadis cantik berambut panjang, hitam, lurus, kulit putih, tubuh semampai tersenyum ke arahku. “Sempurna” dua bola mataku terbelalak. 

“Coba ulamgi ucapanmu barusan!” gadis cantik itu berkata-kata kembali. 

“Berikan sepatu anda biar saya jahit” ujarku sedikit gugup. 

Jangam hanya menilai sisi casing semata” entah kenapa bayamgan kalimat tadi mengudara. 

“Kacau banyak kalau begini” berdemgus kesal dalam hati. 

“Apa saya bisa minta minum?” kalimat berikutnya setelah menjahit sepasang sepatu high heels miliknya. 

“Lebih dari bisa, tapi ongkos jahit sepatunya gratis, boleh?” gadis itu tersenyum kembali. 

“Saya belum makan seharian” balasku. 

“Bercanda, jangan di tangkap serius” gadis itu kembali berbicara. Tidak lama kemudian dia datang dengan segelas air putih dan sepiring nasi berisi lauk pauk yang banyak di atasnya. Apa ini petunjuk sang semesta? Entahlah... 

“Sejak tadi saya belum makan, apa saya boleh tambah makan lagi?” kalimatku setelah memasukkan makanan ke mulut seperti manusia kesurupan. 

“Tentu saja boleh” senyum gadis itu kembali. 

“Makan sepuasnya” ujarnya lagi. 

“Benar-benar sang semesta membantu pakai banget” ucapanku dalam hati. 

“Kata orang memberi makan terhadap manusia sepertimu bisa...” kalimatnya terpotong. 

“ Bisa apa?” pertanyaanku. 

“Bisa membuat seseorang kaya mendadak” jawabannya sambil tertawa. 

“Iblis mematikan” kalimatku dalam hati. 

“Becanda, jangan tangkap serius” dia tertawa habis-habisan. 

“Ternyata masih ada harapan” ujarku kembali bersemangat. 

“Mommy” teriak seorang gadis kecil sambil berlari ke arahnya. 

“Mommy?” seperti tersiram air panas di siang bolong. 

“Anak mommy sudah pulamg rupanya” dia memeluk erat gadis kecil di depannya. 

“Honey, kenapa ga nyambut daddy sih?” suara bariton pria tampan nan berwibawa. 

“Honey, daddy, mommy” bergumam pelan. 

“Sudah selesai makan?” dia menatap ke arahku. 

“Su su su sudah selesai” ucapanku terdengar gagap.  

“Buat ongkos jahit sepatunya” memberiku uang 10x lipat dari pendapatanku. 

“Makasi” segera beranjak meninggalkan rumah itu. 

Mimpi apa saya semalam? Kupikir Sang Semesta memberiku petunjuk, termyata manusia bersuami. “Mana cantik lagi” menggeleng-geleng kepala sendirian. 

Saya bisa jadi bahan tertawaan kalau ketahuan teman-temanku. Hari demi hari berlalu hingga waktu yang kujalani memasuki minggu terakhir. Apa ada petunjuk Sang Semesta? Jawabannya, tidak sama sekali. Kisahku di sekitar daerah di sini hanya bercerita tentang si’penjahit sepatu dekil. 

“Semoga salah satu gadis itu belum mendapat pasangan” berharap-harap dalam dunia perputus asaan... 

Berjalan lesuh di hari terakhir sebagai penjahit sepatu terdengar menakutkan. “Jangan menyerah terhadap situasi hidupmu, kawan” seorang gadis manis tersenyum ke arahku sambil memberiku segelas ice cream. 

Dia berjalan meninggalkan diriku setelahnya tanpa menoleh kembali ke arahku. “Rasa apaan ini?” berdengus kesal setelah mencicipi ice cream di tanganku. Manis, asam, asin, pedas merupakan rasa dari ice cream tadi.  

“Memangnya ice cream ada rasa seperti ini?” pertanyaan bodoh. 

Singkat cerita, sosok Adriel kembali dari petualangan 30 hari tanpa hasil. Seluruh personil harus berkumpul pada ruang yang telah ditentukan. Konferensi meja bundar akan membentuk ceritanya tersendiri untuk hari ini. Wajah seluruh teman-temanku terlihat aneh. Apa hanya saya saja yang dinyatakan gagal menemukan pasangan sesuai kriteria organisasi? Nasih oh nasib... 

“Silahkan lakukan presentasi objek lawan jenis kalian masing-masing!” Arauna memulai pembicaraan. 

“Jangan lupa! Jelaskan tentang pekerjaan, karakter, pendidikan, kelebihan, bentuk wajah, dan apa saja menyangkut si’dia!” tuan Ahaziah. 

“Mati banyak” mengumpat dalam hati. 

Masing-masing dari kami harus menampilkan sesuatu yang dikatakan berbeda pada layar besar di depan sana. Perang nuklir sepertinya akan terjadi pada konferensi meja bundar kali ini. “Wajahnya tidak perlu diragukan lagi lebih dari kata cantik sekali” Habakuk si’pembuka pertama. 

“Memang seperti apa wajahnya?” ka’Dhavy terlihat penasaran. 

“Baru pertama kali sosok manusia satu ini bercerita perempuan cantik” bergumam pelan. 

“Sangat sempurna bahkan jauh mengalahkan model” Habakuk. 

“Kau ke laut, understand?” ka’Arauna berteriak ganas seketika. 

“Memang kenapa? Ada yang salah? Coba perhatikan wajahnya baik-baik” Habakuk masih berjuang keras mempertahankan pilihannya. 

“Makan itu wajahnya” Ka’Arauna. 

“Kriteria yang kami inginkan tidak bercerita tentang wajah paling sempurna, ngerti?” tuan Ahaziah mempertegas. 

“Jadi, kembali ke tempatmu karena pilihanmu bukan berasal dari Sang Semesta 1000%” Dhavy. 

“Menyebalkan” Habakuk berjalan lemas. 

“Sudah capek-capek mengejar seperti orang bodoh, tapi organisasi menolak” Habakuk. 

“Dasar ga punya perasaan” celotehnya masih tetap berkelanjutan. 

“Selanjutnya” tuan Ahaziah berteriak keras. 

“Selamat siang teman-temanku yang kukasihi, kucintai, dan kuhargai sepanjang waktu dimanapun kalian berada” Brayn memulai presentasi. 

“Selamat siang juga” balasan serentak semua orang dalam konferensi meja bundar. 

“Pertama-tama izinkan saya bercerita tentang kisah pertemuan dengan seorang gadis paling bahenol, pintar, ramah, anak pejabat lagi” Brayn. 

“Langsung ke inti bosku yang kucintai dan kuhargai” ka’Dhavy. 

“Dia selalu terlihat cantik, pintar, bahenol, ramah depan orang banyak” Brayn. 

“Kau selalu memakai kata bahenol? Memangnya kau tahu dari mana kalau dia pintar?” ka’Arauna. 

“Coba perhatikan cara dia menatap sudah menjelaskan secara detail kalau ternyata dirinya memang jenius, mana cantik lagi” Brayn. 

“Sekali lagi saya tekankan kalau cantik dan pintar itu relatif. Di luar sana banyak perempuan memiliki objek seperti ini” ka’Arauna. 

“Kalau diperhatikan dia tidak sepintar yang kau bayangkan dech sepertinya” ka’Dhavy. 

“Dengan kata lain sisi cantik dan pintarnya itu hanya bersifat biasa ga ada yang menarik” tuan Ahaziah. 

“Artinya?” Brayn. 

“Pilihanmu tidak berasal dari Sang Semesta dan dinyatakan kau harus mencari gadis lain, ngerti?” tuan Ahaziah. 

“Manusia selanjutnya” tuan Ahaziah berteriak makin keras. 

Satu per satu maju ke depan melakukan presentasi. Apa yang terjadi? 99% salah maksudku 100 % salah lagi maksudku 10000% mereka semua dinyatakan gagal dan ditolak mentah-mentah. Ada begitu banyak argument demi argument gentayangan pada konferensi kali ini, tetapi bos di atas tidak tertarik sama sekali. 

“Kau ke laut, makan itu lulusan luar negeri” ka’Arauna. 

“Bukan masalah karakternya, hanya saja sisi unik dalam dirinya seperti menghanyutkan tingkat kacau” ka’Dhavy. 

“Tidak ada pernikahan politik” tuan Ahaziah menegaskan keras. 

“Sisi spritualnya terhadap Tuhan memang yes, tapi ada hal yang sulit dijelaskan dalam dirinya” masih terjadi penolakan. 

“Dia memang perfect, hanya saja sisi pemikirannya tidak sesuai kriteria organisasi” ka’Dhavy. 

“Pria yang kau tampilkan tidak memiliki sesuatu yang dikatakan hidup pada sebuah lingkaran tertentu, walaupun dikatakan ada begitu banyak hal yang menarik dalam dirinya” ka’Arauna. 

“Ini bukan tentang kesempurnaan semata. Jadi, jangan membuang waktumu mencari objek tadi” tuan Ahaziah. 

Semuanya mendapat penolakan tanpa belas kasih sedikitpun. Tugas kami selama 30 hari ini hanya mempelajari dan belum sampai pada kata berkenalan lebih lanjut. Menunggu persetujuan dari organisasi setelah presntasi pada konferensi meja bundar yang sedang terjadi untuk skenario selanjutnya. “Adriel” ka’Dhavy menunjuk ke arahku. 

“Tertinggal dirimu” tuan Ahaziah. 

“Mereka semua mendapat penolakan, lantas apa yang saya presentasikan belum tentu juga diterima” kalimatku. 

“Pesimis amat” ka’Arauna. 

“Setidaknya kau mencoba bercerita” ka’Dhavy. 

Memang apa yang harus kukatakan? Saya saja memiliki petualangan menyedihkan selama 30 hari. Tidak ada yang menarik dan hanya bercerita sebagai tukang jahit sepatu semata. “Saya tidak menemukan gadis manapun selama 30 hari berpetualang” berkata jujur di depan mereka. 

“Lantas kau buat apa selama petualanganmu?” Nara. 

“Tukang jahit sepatu keliling” menjawab polos. 

“Saya saja jadi tukang sate keliling, tapi bisa mencari” Brayn. 

“Tapi ditolak, sama saja bohong” Shine. 

“Saya jadi kondektur bis sampai-sampai makan debu di jalan” Habakuk. 

“Kalau saya sih penjual kue keliling” Nara. 

“Sepertinya cerita kita sudah berpindah haluan” tuan Ahaziah. 

Semua teman-temanku memang tidak diperkenankan bekerja pada sebuah perusahaan. Petualangan 30 hari hanya bercerita tentang peran cleaning servis, pembantu rumah tangga, tukang sapu jalanan, penjual ikan, dan lain sebagainya. “Hentikan curhatan kalian!” ka’Arauna. 

“Lantas gimana cerita selanjutnya?” Brayn. 

“Kelak kalian akan diperhadapkan oleh banyak objek” ka’Arauna. 

“Bukan kami yang akan berperan penting dalam kehidupan kalian melainkan pasangan hidupmu” tuan Ahaziah. 

“Salah satu contoh, bisa saja seseorang atau sekelompok oknum menciptakan jebakan mematikan hingga berujung demonstrasi dan pemboikotan besar-besaran terjadi di depan mata” ka’Arauna. 

“Seseorang yang di sampingmu tentunya memiliki peranan terpenting terhadap situasi tadi tentang keputusan ataukah sisi emosionalmu nantinya” ka’Arauna. 

“Bisa saja salah satu dari kami menjadi batu sandungan tanpa sadar, fungsi pasangan hidupmu adalah bersikap bijak tanpa harus menggembar-gemborkan sesuatu yang akan menghancurkan semua objek di luar sana” ka’Dhavy. 

“Lebih baik tidak usah menikah kalau begitu” ujarku seketika. 

“Memang kau bisa bertahan tanpa lawan jenis?” ka’Arauna. 

“Kau bukan rasul Paulus, understand?” tatapan ganas tuan Ahaziah. 

“Apa yang akan terjadi denganku esok?” Brayn meratapi nasib. 

“Silahkan kembali ke proses pelatihan kalian selama sebulan” ka’Dhavy. 

“Lantas?” Nara. 

“Kalian harus kembali berpetualang selama 77 hari untuk mencari tulang rusuk yang selama ini hilang” ka’Arauna. 

“Mengenaskan”  Shine. 

“Selama 30 hari ke depan, kalian masih tetap berlatih seperti biasa” tuan Ahaziah. 

“Hanya saja, dalam 30 hari ini, kalian juga dituntut untuk berpuasa sekaligus bergumul meminta petunjuk Sang Semesta tentang cara menemukan pasangan hidup terbaik” ka’Arauna. 

“Setelah mendapat ACC pada saat presentasi nanti, tetap kami akan melakukan skenario 7 keliling untuk membuktikan kalau dia benar-benar berasal dari sang Pencipta” penekanan luar biasa ka’Dhavy. 

“Menakutkan” menggeleng-geleng kepala menatap ke arah mereka semua. 

Bagaimana kisahku nantinya? “Apa boleh saya menyukai gadis di atas umurku?” salah seorang di antara kami melemparkan pertanyaan. 

“Tidak ada yang salah tentang menyukai wanita lebih tua menurutku karena cinta tidak memandang usia” ka’Arauna. 

“Hanya saja, pastikan dia memang berasal dari sang pencipta karena resiko terbesarnya jauh lebih menghanyutkan” ka’Arauna. 

“Maksud ucapan barusan?” Brayn. 

“Hidup itu tidak selamanya bercerita tentang seks, tetapi kita tidak dapat hidup tanpa objek semacam ini dalam kehidupan rumah tangga” ka’Arauna. 

“Ada cerita berkata kalau seorang pria semakin tua semakin keladi, tetapi wanita setelah melahirkan terkadang nafsu untuk berhubungan seks menurun seketika. Semua sudah cukup dewasa untuk menyadari pernyataan seperti ini” ka’Arauna. 

“Bukan tidak bisa, hanya saja pastikan dia memang benar-benar berasal dari Sang Pencipta” tuan Ahaziah. 

“Memang beda cerita kalau seperti itu?” pertanyaanku menatap serius. 

“Tentu beda cerita, kalau dia berasal dari Tuhan artinya objek yang bersifat seperti tadi tidak mungkin terjadi dalam kamusnya. Kata setia, bijak, dewasa, tahu menempatkan situasi, dan lain sebagainya tentu bisa dipertahankan olehnya” ka’Dhavy. 

“Tapi, hanya hitungan berapa persen sih asalnya dari Tuhan? Sisanya hanya nafsu belaka” tuan Ahaziah. 

“Menghebohkan” Nara. 

“Bagaimana denganmu?” Brayn melemparkan pertanyaan ke arahku. 

“Entahlah” jawaban asal. 

“Saya bisa gila kalau seperti ini” Habakuk. 

“Nara, bagaimana kalau kita berdua jadian saja dari pada mencari di luar sana” Brayn segera memegang tangan gadis di sampingku. 

“Apaan sih” Nara berusaha melepaskan diri. 

“Kalian semua tinggalkan ruangan ini” tuan Ahaziah. 

“Mematikan” Shine berdengus kesal. 

“Menghanyutkan” menepuk keningnya. 

“Membosankan keles” Habakuk. 

 


Bagian 8... 


Arauna... 


Bukan maksud ingin mengatur, hanya saja keadaan mengharuskan jalan hidup seperti ini. Bagaimana kisahku kelak? Hanya Sang Pencipta maha mengetahui tentang segala sesuatunya. “Menyuruh mereka berpetualang, tapi hasilnya menghanyutkan” berceloteh seperti orang bodoh. 

“Saya yang terlalu banyak menumtut atau bagaimana?”  

“Entahlah, bodoh amat” kalimatku kembali. 

“Inikan buat kebaikan kita semua” permyataan terkacau. 

Mengambil handphone milikku sambil melihat berita-berita bertebaran di dunia medsos. Seperti biasa para netisen berkomentar sebagai malaikat tanpa sayap di dunia mayat. “Negara sendiri tidak beres, lantas sibuk mengurus negara orang lain jauh mengalahkan malaikat dan Tuhan?” sedikit tertawa seorang diri. 

Seluruh dunia tahu pasti tentang konflik 2 negara di timur-timuran sana. Terlihat jelas di mata dunia kalau negara B sangat-sangat menderita tanpa saingan karena kelakuan bejat negara A. Dunia mengecam negara A hingga mengutuk 7 keliling. Seluruh masyarakat di negara ini sibuk 1000 keliling menjadi malaikat tanpa sayap bagi negara B. Hal lebih menggemparkan lagi terjadi perkelahian hebat antara 2 agama di negara ini karena konflij di sana. 

Objek lebih menghanyutkan lagi adalah sang pemimpin negara tercinta mengutuk negara A. Pertanyaannya, apa yang salah dengan pernyataan pemimpin tercinta? Tidak ada yang salah, Cuma ganjil saja seolah memiliki maksud dan tujuan tertentu. Salah satu kitab suci mengatakan, terkutuklah orang yang mengutuk bangsa ini. “Kau membawa nama negaramu” kalimatku. 

Bersikaplah bijak bagaimanapun fanatiknya dirimu terhadap pengajaran agamamu. Jadilah teladan bukan batu sandungan untuk kepentingan rakyatmu. Bangsa ini tidak cukup menyadari beberapa hal-hal tersembunyi di luar sana. Jadi, wajar saja kalau sebagian besar dari mereka mengutuk, akan tetapi terlalu disayangkan seorang pemimpin membelokkan bangsanya sendiri ke jalur salah. Kitab suci tentang bangsa A tidak pernah bohong dan pasti terjadi. “Hanya menunggu waktu, pernyataan dalam tulisan tersebut digenapi atas bamgsamu karena kelakuan anda sebagai pemimpin” sedikit tertawa membayangkan apa yang akan terjadi atas negara ini. 

Kau ingin menjebak siapa? Yang hancur itu bangsamu sendiri. Hal lebih mengerikan yang dilakukan adalah menjual negaramu secara halus dengan pemindahan ibukota tempat negara-negara tetangga berpusat. Semoga tidak terjadi sesuatu. Banyak-banyak berdoa saja. Sengaja memboikot produk negara A. “Hanya produk sabun mandi” tertawa kegelian. 

“Kalau mau boikot, jangan Cuma 0,0001%”  

“Harusnya kalian boikot IG, om google, FB, email, microsoft, Wa, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan produk bangsa A” makin ngakak. 

“Setelah memboikot semuanya, kalian tinggal di hutan sana karena 99% hasil penemuan yang kita gunakan milik mereka bukan negaramu” kenyataan yang harus diterima... 

Saya membenci perang, hanya saja keadaan 2 negara ini memang sudah seperti itu sejak dari dulu. Negara Arab saja tidak seheboh ini, lantas kenapa bangsa tercinta jauh mengalahkan malaikat dan Tuhan untuk membela bangsa B? Saya rasa bangsa B tidak pernah di jajah. Saya membelah bangsa A, tentu kalian mengamuk bahkan mengutuk. Di tempat lain, membela bangsa B serta mengutuk bangsa A artinya berurusan dengan pernyataan salah satu kitab suci. 

“Saranku buat pemimpin dan sebagian masyarakat di sini, jangan Cuma berkata-kata di tempat. Silahkan memakai pakaian perang dilengkapi senjata nomor satu dan jadilah garda terdepan di negara sana untuk menolong bangsa B” memberi masukan paling manis. 

“Hanya berkoar-koar di medsos, itupun memakai aplikasi penemuan bangsa A, buktikan kalian sahabat sejati. Jadilah barisan terdepan dalam perang di sana” pernyataan terbaik. 

Saya akan memberi kalian semua semangat dari jarak jauh. “Menjadi malaikat tanpa sayap itu, jangan setengah-setengah harus 100%” celoteh seorang Arauna. 

Ada yang salah dengan ucapanku? Ingin melemparkan kutuk ke arahku? Silahkan! Saya tidak perduli kalau semua orang di negara ini melemparkan kebencian ke arahku. “Itukan yang memang diinginkan oleh siapa itu, hingga alasan memancing...” 

Saya tidak gila popularitas dan kursi. Kalaupun saya menjalani sesuatu hal seperti sekarang, itukan bukan mauku. Saya tetap menikmati kehidupan menjadi orang kecil, biasa, dan sederhana. Masa depanku tidak ditentukan oleh tangan manusia. Masa depanku ada di tangan Tuhan. Seandainya saya harus hidup di bawah terus, tidak menjadi masalah.  

Saranku, buka mata kalian tentang dunia luar. Ada begitu banyak hal menarik selain harus berselisih pendapat hanya karena sebuah pengajaran ataukah pertikaian di luar sana. Saya membenci perang dan tidak membela pihak manapun. Apa yang kalian dapat setelah menjadi malaikat tanpa sayap? 

Saya tidak membela siapapun. “Menurutku, untuk menentukan siapa bangsa paling jahat di antara 2 bangsa ini caranya Cuma 1” membayangkan sesuatu hal. 

Perselisihan terjadi karena dua pendapat. Kubu pertama mengatakan kalau bangsa B merupakan bangsa paling menderita dan selalu dijajah di tanah sendiri. Kubu kedua berkata bahwa bamgsa B lebih dulu menyerang bamgsa A. “Satu-satunya jalan untuk mengetahui siapa bangsa terjahat, apakah A atau B?” 

“Dengan cara mengumpulkan seluruh pemimpin agama baik itu pendeta, pastor, ustad, dan lain-lain untuk menurunkan bencana alam ke salah satu negara yang sedang bertikai” menurutku hanya itu jalan satu-satunya. 

Saya berdoa, “Tuhan, terus terang saya bosan melihat mereka berkelahi 7 keliling pada hal di negara sana” isi doaku. 

“Tuhan, turunkan bencana alam entah itu tsunami, gempa ganas, atau apalah ke salah satu negara di sana untuk melihat siapa sebenarnya paling menderita dan terjahat” ungkapan doaku. 

“Tuhan, maaf karena isi doaku terdengar jahat hanya saja mereka ingin mengetahui permasalahan paling menderita dan paling jahat”... 

Hal yang terlalu disayangkan dikarenakan selalu saja tertipu terhadap sesuatu yang kacau di luar sana. “Belum tidur?” tiba-tiba Dhavy berjalan ke arahku. 

“Lagi membayangkan isi doaku, semoga dijawab oleh Tuhan” menjawab asal. 

“Tentang?” Dhavy. 

“Biasalah” menjawabnya. 

“Apa yang kau baca itu?” Dhavy. 

“Biasalah, malaikat tanpa sayap” menjawabnya. 

“Apa kau tidak tertarik membaca artikel pertikaian dua negara hingga memicu kehebohan seluruh negara?” Dhavy. 

“Nah itulah yang sedang kudoakan saat ini” menjawabnya. 

“Saya curiga kalau terdapat tokoh, negara, oknum- oknum tertentu sedang melakukan kudeta di sana” Dhavy. 

“Sepertinya, saking hebohnya negara sendiri ikut menjadi malaikat tanpa sayap” tertawa menggelikan. 

“Tidak mungkin negara yang satu bisa mengirim rudal ratusan tanpa sponsor sama sekali” Dhavy. 

“Biasalah permainan politik antara sekian dan sekian” membalasnya. 

“Yang saya takutkan keinginannya mengincar beberapa negara untuk memanipulasi ataukah memanfaatkan situasi” Dhavy. 

“Saya bisa menyimpulkan pusat perang seperti yang dikatakan nubuatan salah satu kitab suci ada di benua terbesar di bumi tercinta” ... 

“Artinya sosok ataukah negara ini juga bisa jadi mengincar negara tercinta?” Dhavy. 

“Kenapa tidak? Bangsa terkuat saja dijadikan tempat memanipulasi sesuatu objek apa lagi kalau Cuma negara ini” menjawabnya. 

“Apa lagi ada banyak jalan bermain-main karena pintu terbuka lebar, terlebih ibukota bersebelahan ma surga-surga dunia” Dhavy. 

“Mereka semua terlalu dibodohi, pada hal seandainya perang di sana terdapat seseorang ataukah negara luar sebagai pihak pemain utama sekaligus sponsor terbaik, artinya negara ini sedang berada dalam perencanaan heboh?” menatap ke arahnya. 

“Bagaimana dengan persiapan yang sudah hampir sempurna? Kalau negara ini dikudeta atau langsung nuklir?” Dhavy. 

“Ya sudah, kan mereka yang menolak. Setidaknya saya berdoa kalaupun itu terjadi setidaknya kita semua sudah berada di luar negeri” membalas kalimatku. 

“Betul juga ucapanmu” Dhavy. 

“Saya selalu berdoa. Tuhan, seandainya mereka menolak kami artinya hidupku bebas dan alur ceritaku berikutnya adalah mengejar mimpi di luar sana” tersenyum manis. 

“Tidak ada yang mustahil walaupun dikatakan umurku sudah terlalu tua untuk mengejar mimpi” ujarku lagi. 

“Memangnya ini bukan mimpimu?” Dhavy. 

“Kalau berurusan dengan negara dan mereka bukan mimpiku, semua itu karena Sang Semesta membuatku mengalami sebuah peristiwa tidak masuk akal hingga terikat denganmu, understand?” berkata-kata sambil berjalan keluar dari ruangan. 

Sekali lagi, karena keadaan hingga sesuatu tidak terduga menyatakan kaki harus berjalan ke sana. Btw, kegiatan kami selama 30 hari belakangan ini hanya bercerita tentang proses pelatihan, penelitian sekaligus perakitan alat-alat terbaru yang akan digunakan kelak, dan mengajarkan manusia-manusia kacau itu cara mencari jodoh dari Sang Semesta. 

“Sepertinya kami harus mendampingi kalian ketika berpetualang selama 77 hari suka maupun tidak” ujarku di hadapan mereka. 

“What?” ucapan serentak mereka sambil menghentikan pekerjaannya seketika. 

“Ga begitu juga keles sampai-sampai kertas berhamburan di lantai, bunyi mesin terdengar bising, kursi berjatuhan begini” kalimatku. 

“Perasaanku mengatakan kalau belum apa-apa, lantas skenario heboh sudah mulai berjalan?” gerutu Adriel. 

“Lantas, mau kalian apa?” pertanyaanku. 

“Tim pemantau terheboh kan hanya bos bertiga, sedang kami ada banyak” Brayn. 

“Jadi, gimana cerita?” Nara. 

“Kami kan memiliki beberapa penasihat-penasihat ajaib” tuan Ahaziah. 

“Lagian, kalian dibagi 2 gelombang untuk melakukan petualangan 77 hari mencari cinta maksudku belahan jiwa yang terhilang” pernyataanku. 

“Lagian alat-alat di sini tidak bisa ditinggalkan begitu saja artinya pekerjaan dan mencari tulang rusuk yang hilang harus seimbang” Dhavy. 

“Kacau banyak” Habakuk. 

“Saya di kloter kedua saja” Adriel seolah tidak bernafsu mencari tulang rusuknya. 

“Sepertinya kau lagi bergumul untuk menjadi rasul Paulus?” penekanan terhadapnya. 

“Karena saya tidak tahu cara mencari” Adriel. 

“Sepertinya rasul Paulus tersedak terus ketika makan lagi di surga karena sadar namanya dijadikan bahan utama di tengah-tengah kita semua” Shine. 

“Apa boleh mengambil pasangan di antara kami dari pada mencari di luar?” Adriel. 

“Perempuan di sini Cuma hitungan berapa, lantas 1 perempuan dikepung per berapa orang? Pertanyaan bodoh” menjawab kesal. 

“Siapa tahu saja jodohku bukan gadis di luar sana melainkan ada di sini” Adriel. 

“Kalau berasal dari Sang Semesta, tapi kalau bukan artinya kau tenggelam ke dasar laut dan jangan muncul di permukaan” membalasnya. 

“Memangnya siapa gadis yang kau sukai di sini? Jiwa penasaranku sedang meronta-ronta berteriak” ka’Dhavy. 

“Entahlah” Adriel. 

“Jangan menatap ke arahku” Nara menatap ganas. 

“Jangan mengekor di belakangku” Shine segera menghindar. 

“Percaya diri amat kalian berdua” sindiran Adriel. 

“Petualangan gelombang pertama dimulai esok hari selama 77 hari” menekankan terhadap mereka kembali. 

“Adriel masuk dalam daftar gelombang pertama” tuan Ahaziah. 

“Secepat itu?” Adriel berteriak keras. 

“Bisa-bisa saya gila tingkat neraka kalau seperti ini” Habakuk. 

Saya ingin tertawa keras menyaksikan bentuk raut wajah mereka semua. Apa yang salah denganku? Bukannya mencari pasangan merupakan impian semua anak muda? Saya saja selalu diselimuti roh ketakutan luar biasa hanya karena pasangan hidup, lantas mereka? “Saya memang mencari anak muda di bawah umurku agar mereka tidak berpikir masalah pernikahan pada saat itu” membayangkan peristiwa kemarin. 

“Saya saja belum nikah masa kalian mau nikah?” pikiranku pada saat itu. 

“Tidak kusangka untuk sekarang ini ceritanya sudah berbeda” bergumam sendirian. 

Saya Cuma ingin mencari makna hidup dari kata sekalipun pohon ara tidak berbunga, namun dua tangan ingin tetap menggenggam satu objek kehidupan dalam diri mereka pada saat kemarin hingga detik sekarang. Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. 

“Nara, apa kau sudah siap?” menegur gadis berambut panjang di depanku. 

“What?” dia terkejut menyaksikan kedatanganku di bandara. 

“Jangan katakan kakak akan terus menjadi pengekor selama 77 hari?” Nara. 

“Seperti yang kau lihat” mencubit keras 2 pipinya. 

Seperti yang kalian lihat kalau saya memilih gadis ini untuk teman berpetualang mecari cinta sejati. Jangan tertawa! Wajahnya benar-benar terlihat kesal akibat ulahku. “Berhenti memasang wajah menggerutu seperti itu!” mulai kesal menyaksikan raut wajah gadis ini 

“Kakak sendiri, memangnya ga ada kerjaan menggekor?” Nara. 

“Kan sesuai aturan tiap personil akan didampingi” menjawabnya. 

“Bisa jadi 10 personil didampingi 1 pendamping” ujarku kembali. 

“Kau akan bekerja sebagai apa?” melemparkan pertanyaan. 

“Melamar kerja sebagai tukang potong rumput sambil memulung barang bekas” Nara. 

“Is the best, kembamgkan kawan!” menepuk jidatnya. 

“Btw, kau ingin pria seperti apa?” pertanyaanku lagi. 

“Mau seperti apa juga kalau tidak mendapat restu dari kalian sama saja bohong” Nara. 

“Gadis aneh” menyindir dirinya. 

“Kakak sendiri gimana?” Nara. 

“Tipekal cowok yang kuinginkan selalu berubah-rubah dari waktu ke waktu, tapi ya mau gimana lagi saya tetap terikat dengan satu orang sampai kapanpun” mengingat memory masa lalu. 

“Aneh bin tidak ajaib” Nara. 

“Entahlah”... 

“Minimal kakak tidak perlu mencari lagi ataukah harus meminta persetujuan organisasi karena jelas-jelas mendapat Acc” Nara. 

“Tapi apa bedanya antara menunggu dan mencari? Sama-sama menyakitkan bahkan menakutkan juga keles kata menunggu itu” menjawabnya. 

“Memang kenapa?” Nara. 

“Semua orang akan berpikir kalau kau orang gila tingkat tinggi, berhalusinasi, kalaupun dipercaya artinya pasanganmu hanya menggantung semata tanpa ada keseriusan kepastian, dan lain sebagainya”... 

“Berarti lebih menyenangkan mencari yah?” Nara. 

“Tentu saja, dari pada digantung” menjawabnya. 

“Lupakan cerita kita hari ini! Ayo kita mencari kontrakan kecil buat petualangan” menepuk kembali jidatnya. 

Bagaimana bisa kami berdua bertingkah seperti anak kecil? Tinggal dalam sebuah rumah kontrakan berukuran sangat kecil bahkan terlihat buruk merupakan sebuah petualangan. “Wow, cowok yang barusan lewat keren juga ya” sedikit histeris ketika kami berdua mulai memilah-milah sampah jalanan. 

“Mata kakak ternyata jelalatan tingkat iblis” Nara. 

“Setidaknya mataku bisa segarlah dari pada tidak sama sekali” membalas ucapannya. 

“Kakak ini menjilat ludah sendiri” Nara. 

“Ulangi ucapanmu tadi!” 

“Ga ada siaran ulang” Nara. 

Beberapa hari pekerjaan kami hanya bercerita menjadi tukang pemotong rumput jalanan sambil memulung sampah-sampah di sekitar. “Bukannya itu cowok beberapa hari lalu ya?” segera histeris. 

“Penyakit kakak kumat lagi” Nara. 

“Coba perhatikan cara dia menatap!” mencoba mangalihkan perhatian gadis judes di sampingku. 

“Apanya? Tatapannya ga ada yang menarik” Nara. 

“Mati banyak manusia ini” menyindir dirinya. 

“Nara masih hidup keles” Nara. 

“Jangan memakai nama asli di sini, ngerti?” tanpa sadar mencubit lengannya. 

“Sakit tahu” Nara. 

“Namamu bukan Nara melainkan Iyem” berbisik ke telinganya. 

“Memangnya Nara mpok-mpo?” Nara. 

“Anggap saja kau itu nenek-nenek labil, ngerti?” menjawabnya. 

“Btw, hal pertama kali yang harus kau pelajari dari lawan jenismu adalah cara dia menatap” mengalihkan pandangannya. 

“Memang hubungannya?” Nara. 

“Tuhan, hari gini kau tidak mengerti hal seperti ini?” 

“Memang ga” Nara. 

“Kau harus mempelajari sekaligus menguasai makna tatapan orang di sekitarmu dalam keadaan sadar terlebih tidak sadar”... 

“What?” Nara. 

“Kau harus menguasai tekhnik menatap untuk mempelajari banyak hal” ujarku. 

“Saya tidak ngerti” Nara. 

“Lupakan!” menepuk kepalanya. Kami berdua berjalan melintasi sudut persimpangan seolah tanpa arah dan tujuan. 

“Buat kalian” tiba-tiba saja pemuda beberapa hari lalu muncul di tengah kami berdua. Menyodorkan 2 botol air mineral dingin. Kenapa bisa bertemu dia lagi hari ini? Tuhan, kalau memang skenario diperuntukkan buat dia artinya dia akan muncul di hadapan kami beberapa kali selama seminggu ini. 

“Siapa yang mencari? Lantas yang berdoa seperti ini siapa?” menggerutu sendiri dalam hati. 

“Upppsss, tapi boleh minta makan juga ga? Masalahnya kami lapar karena memulung seharian” ujarku seketika. Nara segera menginjak salah satu kakiku. 

“Perutku sakit karena lapar” makin menghiraukan gadis di sebelahku. Harusnya gadis reseh ini yang ber-akting tingkat dewa, kenapa kebalikannya?  

“Kakak, nanti apa kata dia? Dikasih hati mau jantung” bisik Nara menarik tanganku seketika. 

“Di seberang jalan ada restoran” pemuda tadi berkata-kata seketika. 

“Ok baik. Iyem, ayo cepat jalan!”Wajah gadis di sebelahku merah padam berusaha menahan malu bertubi-tubi. 


Bagian 9... 


Arauna melahap makanannya setelah berada di salah satu restoran seberang jalan tadi. Pakaian bau menyengat memenuhi restoran. “Sampai jumpa lagi” Arauna menarik tangan gadis di sebelahnya untuk meninggalkan pemuda itu. 

“Kakak kenapa si? Main lari begitu saja tanpa ucap terima kasih lagi” Nara terlihat kesal. 

“Dilihat dari sikapmu sudah terbaca cukup jelas” Arauna. 

“Memang apa yang salah denganku?” Nara. 

“Karaktermu itu kelemahanmu” Arauna. 

“Kau sedang dalam visi mencari cowok yang harus mendapat acc dan terbukti berasal dari Sang Semesta, caramu kacau balau” Arauna. 

“Pantas saja, presentasi kemarin hancur lebur tingkat iblis mematikan” Arauna makin menyerang. 

“Lantas?” Nara. 

“Kau harus berdoa meminta petunjuk dari Sang Semesta, kemudian menciptakan skenario-skenario tidak terduga dalam keadaan tidak seorangpun sadar terlebih lawan jenismu itu” Arauna. 

“Berarti kakak tadi sengaja menjebak?” Nara. 

“Setidaknya kau harus mempelajari sorotan matanya ketika objek-objek mengesalkan bahkan tidak disukai bermuara di sekitarnya” Arauna. 

“Kenapa kakak memilih pemuda tadi, sedang saya sendiri kurang suka banyak hal dalam dirinya?” Nara. 

“Entahlah” Arauna. 

“Jangan-jangan kakak mau selingkuh?” Nara. 

“Selingkuh artinya berurusan dengan Tuhan, lah saya sendiri baru mau membayangkan cowok manis 7 keliling, dia sudah rasa” Arauna. 

“Bagaimana cerita?” Nara. 

“Jangan tanya saya, tapi bertanyalah terhadap Sang Pencipta” Arauna. 

“Saya dan dia tidak mungkin bisa selingkuh, karena sepertinya Sang Pencipta sengaja mengikat ganas seperti itulah” Arauna. 

“What?” Nara. 

“Kalau saya menatap cowok saja, artinya dia akan tahu” Arauna. 

“Gimana caranya?” Nara. 

“Area sekitar hatiku langsung pedis-pedis berhadiah, jadi, tidak akan bisa” Arauna. 

“Kisah percintaan kakak memang heboh” Nara. 

“Makanya semua orang mengejek saya kemarin gadis tua, pemilih, Cuma mau orang Korea atau bule saja, trauma masa lalu, tidak waras, dan lain-lain” Arauna. 

“Pada hal yang sebenarnya adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk saya ceritakan terhadap siapapun, kalaupun dicerita paling mereka akan segera memasukkan diriku ke rumah sakit jiwa terdekat” Arauna. 

“Cuma mau orang Korea? Kalau bule saya tutup mata perbaikan keturunan” Nara. 

“Saya kan pecinta perdrakoran, apa lagi kalau lihat oppa-oppaku gentayangan pastilah menyegarkan” Arauna. 

“Maksudnya karena suka nonton drakor atau tukang nyanyi-nyanyi Korea itu berujung mereka semua menyerang gitu? Nara. 

“Begitulah, masalahnya untuk menghibur diri seorang Arauna terkadang menghabiskan waktu menonton perdrakoran. Sampai keluargaku menarik kesimpulan kalau harus oppa-oppa Korea yang datang ke hadapanku untuk menyatakan cinta” Arauna. 

“Kacau banyak” Nara. 

“Hatiku memang menginginkan oppa-oppaku, tapi Tuhan membuatku terikat dengan manusia itu” Arauna. 

“Dasar kakak tidak tahu berterima kasih” Nara. 

“Lupakan kisahku, lebih baik kita berpetualang mencari kisahmu” Arauna. 

“Saya sendiri juga pusing” Nara. 

“Kau harus pandai mempelajari bahasa tubuh” Arauna. 

“Tapi, saya tidak menyukai cowok tadi” Nara. 

“Saya saja diikat tiba-tiba ma manusia itu, memang saya menyukai dia?” Arauna. 

“Pastilah” Nara. 

“Jawabannya tidak sama sekali. Saya malah marah tingkat neraka kalau dingat-ingat lagi, tetapi seiring berjalannya waktu seperti itulah” Arauna. 

“Memang kakak ada feeling kalau cowok yang tadi itu bisa jadi kategori begitulah?” Nara. 

“Entahlah, tapi masa Tuhan sudah beberapa kali mempertemukan kita secara tidak sengaja?” Arauna. 

“Yang mau mencari cinta sejati siapa? Kenapa saya yang hancur banyak begini sampai curhat overdosis segala? Saya betul-betul lugu 7 keliling” Arauna. 

“Nara maksudku mpo Iyem akan mencoba skenario iblis dari kakak” Nara. 

“Begini saja, kita berdua harus berdoa” Arauna. 

“Kalau Tuhan mempertemukan lagi beberapa kali secara kebetulan artinya suka ataupun tidak dia harus masuk skenario” Arauna. 

“Kalau tidak dipertemukan artinya ga usah kan?” Nara. 

“Ya begitulah” Arauna. 

“Iyem Cuma mau bukti berarti kita berdua harus pindah daerah dan tidak di sini lagi, understand?” Nara. 

“Siapa takut” Arauna. 

“Kita pindah ke desa paling kecil saja di wilayah timur sana” Nara. 

“Siapa takut” Arauna. 

Mereka segera mengemasi barang-barang, kemudian berjalan menuju bandara untuk berpetualang ke wilayah lain. “Capeknya” Nara mengeluh. 

Perjalanan panjang mulai dari naik pesawat hingga memakai bis kecil menuju pedesaan terdengar melelahkan. Melakukan perjalanan selama 3 hari tanpa jedah iklan hingga sampai tujuan. “Iyem mau bukti kalau pemuda itu masuk skenario” Nara. 

“Mpo Iyem, ini namanya pembunuhan” Arauna. 

“Terserah” Nara. 

Suasana pedesaan asri jauh dari keramaian kota menjadi alternatif mereka berdua sebuah petualangan. “Pekerjaan terbaru” Arauna sedang mencangkul tanah. 

“Untung saja pak tani itu mau mempekerjakan kita berdua di lahannya” Arauna menyeka keringatnya. 

“Jangan lupa mencari rumput buat makan sapi” teriak seorang pria paruh bayah tidak jauh dari tempat mereka bekerja. 

“Akan kami lakukan” Nara. 

“Kau benar-benar tidak mengeluh sedikitpun?” Arauna. 

“Skenario kalian terhadapku dulu jauh lebih menakutkan” Nara. 

“Memang apa yang kami lakukan?” Arauna. 

“Mendapat fitnah, dipenjara, diperhadapkan suami orang, dan lain sebagaimnya?” Nara. 

“Ganas” Arauna. 

“Bagaimana tidak? Dalam keadaan hidup mengenaskan bahkan terlalu sakit yang selalu ada buat beri kekuatan suami orang? Paling menyakitkan, sadar tidak?” Nara meluapkan emosinya. 

“Jangan-jangan kau belum bisa melupakan perasaanmu terhadap suami orang?” Arauna tertawa. 

“Entahlah. Andaikan saya memilih untuk mengejar dirinya tentu jalanku tidak akan seperti ini” Nara. 

“Apa perasaanmu benar-benar mendalam buat dia sampai-sampai pemuda kemarin tidak sesuai keinginanmu?” Arauna. 

“Senyumnya pemuda itu dan dia mirip, jadi, saya benci atau bisa dikatakan trauma” Nara. 

“Pemuda yang dikatakan bersuami, semua itu hanya skenario belaka” Arauna. 

“Makin membuatku gila” Nara. 

“Kami berjaga-jaga juga pada saat itu, jangan sampai merusak pernikahan orang, jadi, sengaja memilih cowok belum menikah untuk mengelabui kehidupanmu” Arauna. 

“Hanya saja ketika berhadapan denganmu berstatus suami orang di akhir cerita” Arauna. 

“Kalian memang jahat” Nara. 

“Jangan persalahkan mereka yang mendidikmu, karena saya yang memerintahkan mereka” Arauna. 

“Apa boleh saya tahu alasan kakak melakukan hal seperti kemarin?” Nara. 

“Memangnya gampang menjalani kehidupan di atas kelak? Siapa yang mau mengambil resiko besar? Kalau memang Tuhan menghendaki artinya tim kerjaku harus benar-benar berbeda dan pastinya pilihan dari Sang Pencipta bukan manusia” Arauna. 

“Maaf membuat banyak luka di sekitar jalanmu, karena keadaan membuatku bertindak kejam” Arauna. 

“Lupakan” Nara. 

“Lagian saya juga diperhadapkan objek-objek miris jauh lebih ganas dibanding kalian. Perbedaannya? Saya langsung Tuhan, sedang kalian memakai skenario atas seizin Tuhan” Arauna. 

Mereka berdua duduk terdiam tanpa saling berbicara setelah pernyataan tersebut selama setengah jam. “Apa kalian sudah membersihkan kandang sapi?” pria tua kembali berteriak. 

“Astaga” Arauna segera beranjak dari tempat duduknya. 

“Ini semua karena cerita overdosis tadi” gerutu Nara. 

“Kau yang memulai memancing” Arauna. 

“Perasaanku berkata kakak deh” Nara. 

“Itu dirimu” Arauna kembali berkata-kata. 

“Dasar” Nara. 

“Bersihkan kotoran di sana!” Arauna. 

Pekerjaan mereka hanya bercerita bertani, mencari rumput, membersihkan kandang sapi. Selama beberapa hari menikmati kotoran ternak terdengar menyegarkan bukan? “Kenapa semua penduduk desa berkumpul di sana?” Arauna menunjuk kebingungan. 

“Apa ada pembunuhan berencana?” Arauna berusaha mencari sesuatu hal. 

“Ada petugas militer ganteng di sini baru dipindahkan dari kota besar” jawaban salah satu penduduk desa. 

“Penasaran” Arauna segera menarik tangan Nara. 

“Kakak mau kemana sih? Macam orang ga pernah lihat cowok keren saja” Nara. 

“Lumayan buat cuci mata” teriak Arauna. 

“Dasar mata jelalatan” Nara. 

“Sepertinya lebih ganteng dari oppaku” Arauna. 

“Hentikan kekonyolan kakak” Nara. 

“Na na na ra maksudku mpok Iyem” Arauna histeris segera setelah menatap dengan baik ke arah seorang pria. 

“Benar-benar bukan kebetulan, coba lihat sendiri!” Arauna mendorong tubuh Nara. 

Pemuda militer tersebut ternyata seseorang yang sedang mereka bawah dalam doa. “Tinggal 2x pertemuan artinya dia harus masuk skenario untuk presentasimu pada konferensi meja bundar setelah petualangan 77 hari” Arauna berbisik ke arahnya. 

“Menyebalkan” Nara. 

“Iyem, persiapkan dirimu!” Arauna. 

Mereka berdua tidak pernah menyangka pemuda tersebut berasal dari jajaran kemiliteran. Pertemuan tidak terduga sedang terjadi. “Kita berdua harus berdoa kembali” Arauna. 

“Berdoa?” Nara. 

“Tuhan, kalau pemuda ini bertemu lagi dalam 3 hari ke depan dan memberikan kotak  berisi pena berwarna pink artinya siap-siap...” Arauna. 

“Kenapa isi doa segitunya?” Nara. 

“Berdoa meminta tanda itu, cari yang mustahil bahkan paling tidak masuk akal untuk mendapat hidayah” Arauna. 

Hal yang terjadi selanjutnya adalah pada hari ketiga sesuatu terjadi di sekitar kandang sapi berlumpur kotoran. “Permisi, apa ada orang?” seseorang berteriak... 

“Bajumu benar-benar bau kotoran” teriak Arauna menepuk bahu Nara. 

“Kakak juga sama bahkan lebih bau” Nara. 

“Permisi, ada orang?” suara seseorang sekali lagi. 

“Suara siapa itu? Perasaan suara pak tani ga gitu juga suaranya” Arauna. 

“Permisi” seorang pria berpakaian seragam berjalan membawa sebuah sesuatu. 

“Awas” teriak Nara hingga berakhir seluruh tubuh pria tersebut berlumur kotoran sapi dari ujung rambut hingga ujung kaki. 

“Memang petunjuk sang semesta kalau seperti ini” Arauna menyadari pria di depannya. 

“Anda tidak kenapa-kenapa?” Nara masih belum menyadari siapa pemuda itu. 

“Tidak” jawabannya. 

“Sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya, tapi dimana yah?” pria itu mencoba mengingat kembali... 

“Maaf, saya rasa ini pertama kalinya kita bertemu” Nara akhirnya tersadar... 

“Anda mencari siapa?” Nara. 

“Mencari kotoran sapi buat pupuk” jawabannya. 

“Pak Tani menyuruh saya langsung kesini, katanya nanti ketemu karyawan wanita yang bisa bantu-bantu gitu” ujar pria tersebut. 

“Maaf, kotoran sapinya mau berapa banyak?” Nara. 

“Cukup banyak buat pupuk” ujar pemuda tadi. 

“Sepertinya dia memang ditakdirkan masuk skenario” ucapan Nara dalam hati. 

Memasukkan kotoran sapi ke dalam ember-ember besar hingga harus menahan baunya. “Sepertinya anda harus membersihkan diri terlebih dahulu” Nara. 

“Tidak apa-apa” balasnya. 

“Terima kasih sudah membantu” ucapan pemuda tersebut kembali. 

“Sudah kewajiban saya sebagai anak buah pak Tani” Nara. 

“Tunggu” teriak pemuda itu lagi setelah berjalan beberapa langkah meninggalkan kandang sapi. 

“Buatmu” menyerahkan sesuatu dalam kantong plastik hitam. 

“Apaan ini?” Nara. 

‘Sebagai ucapan terima kasih atas kotoran sapinya” senyum pemuda tersebut. 

“Senyumnya manis juga” kalimat Nara dalam hati. 

“Apa yang sedang kupikirkan” Nara tersadar sesuatu... 

“Siapa namamu?” Arauna tiba-tiba muncul. 

“Sepertinya kita pernah bertemu” pemuda itu mencoba memikirkan lagi... 

“Perasaanmu saja” Arauna. 

“Siapa namamu?” Arauna kembali melemparkan pertanyaan. 

“Panggil saja Brave” kalimatnya. 

“Anda ditugaskan di desa ini yah?” Arauna. 

“Saya baru ditugaskan disini” Brave. 

“Kalau begitu saya pamit” Brave. 

“Silahkan!” Arauna. 

Mereka berdua menatap pemuda berseragam penuh kotoran hewan dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Coba cek plastik di tanganmu!” Arauna. 

“Dia memang datang dalam 3 hari ini, tapi tidak membawa sesuatu semacam kotak berisi pena pink” sindiran Nara. 

“Kalau begitu cari yang lain, susah amat sih” Arauna. 

“Kakak” teriak Nara terkejut setelah membuka plastik hitam di tangannya. 

“Kotak berisi pena berwarna pink dan kita baru bertemu dia, tidak mungkin juga saya bekerja sama dengannya” Arauna. 

“Bulu kudukku merinding” Nara memegang tangannya. 

“Begini saja, kita berdoa umtuk tanda terakhir” Arauna. 

“Tapi saya takut” Nara. 

“Tapi saya tidak takut” Arauna. 

“Kalau besok pagi kita bertemu dia di sawah pak Tani sambil membawa sarapan kue artinya skenario akan tetap dijalankan suka maupun tidak” Arauna. 

“Antara takut dan terserah” Nara. 

“Segitu amat ucapannya” Arauna. 

“Entahlah” Nara. 

“Terkadang, saya berpikir hidup yang sedang kujalani terkesan menakutkan” Nara. 

“Kita berdua sama, bukan hanya dirimu berpikir seperti itu” Arauna menarik nafas panjang. 

“Berlatih mempelajari beberapa bidang, memeriksa banyak objek, merakit beberapa alat bahkan hal lebih menakutkan adalah mencari sebuah teknologi penangkal senjata mematikan” Nara. 

“Temanmu yang lain pasti berpikiran sama sepertimu” Arauna. 

“Tuntutan hingga akar-akar begitu menyesakkan” Nara terlihat lelah. 

“Karena keadaan memaksa harus berjalan seperti ini. Jadi, jangan bersungut seperti diriku” Arauna. 

“Bagaimana kalau mereka makin membenci terlebih menolak mentah-mentah kita semua?” Nara. 

“Jangan marah, tetap bersyukur, pasti Tuhan membuka jalan buatmu dan kita semua untuk bekerja di sebuah negara besar yang mau menerima bahkan percaya skil serta pemikiran yang dimiliki” Arauna. 

“Lantas, semua alat yang sudah dirancang?” Nara. 

“Berdoa harus dibawah kemana” Arauna. 

“Kalau Tuhan memberi IQ untuk menemukan teknologi-teknologi tersebut artinya jangan mempergunakan salah atau membuat penyimpangan karena resikonya sangat menakutkan” Arauna. 

“Kakak tidak berniat bekerja sama dengan pemerintah?” Nara. 

“Jangan salah mengambil keputusan terlebih menaruh kepercayaan terhadap mereka apa pun yang terjadi” Arauna. 

“Alat itu digunakan kelak setelah ada surat perjanjian sekaligus menyatakan dirimu maupun siapapun personil tim kerja kita yang memegang peranan penting dan bukan orang lain” Arauna. 

“Berdoa dan berdoa” Nara. 

“Pasangan hidup kalian juga mempengaruhi banyak hal, jadi, jangan asal memilih” Arauna. 

“Tidak nikah salah, menikah juga ya begitulah” Nara. 

“Ucapanmu kelewat konyol” Arauna. 

“Terima kasih membuatku mengerti petualangan walaupun dikatakan menyesakkan hingga ke akar-akarnya” Nara. 

“Mendapat penolakan itu proses membentuk, tidak berarti kau gagal” Arauna. 

Menikmati suasana kandang bersama kotorannya merupakan sesuatu hal. Pagi-pagi sekali mereka berdua sudah berada di tengah persawahan dan sedang hidup dengan perannya sebagai petani. Tiba-tiba saja mereka berdua baru menyadari kehadiran seseorang setelah jam menunjukkan pukul tujuh pagi. “Hai” senyum Brave hanya memakai kaos dan celana pendek. 

“Sejak kapak anda berdiri di sana?” Nara. 

“Sejak tadi” Brave. 

“Maksud kedatangan anda?” Nara. 

“Saya sudah ingat kalian siapa” Brave sedikit berteriak. 

“Memang kami siapa?” Nara. 

“Pemulung sampah di kotaku” Brave. 

“Tajam juga ingatanmu” Nara. 

“Kenapa berpindah haluan sampai-sampai tinggal di desa terpencil seperti ini?” Brave. 

“Karena meminta tanda tentangmu bodoh” ketus Nara dalam hati. 

“Maksud tujuanmu kemari?” Nara. 

“Jawab dulu pertanyaanku” Brave. 

“Karena kami berdua bosan hidup sebagai pemulung terus, mending ke kampung jadi petani” Nara. 

“Jawaban aneh” gerutu Arauna pelan. 

“Jawab pertanyaanku sekarang!” Nara. 

“Untuk membawakan kalian sarapan pagi” ujar Brave. 

“Ada bubur, aneka jenis kue, kopi panas. Silahkan dinikmati” Brave. 

“Perasaan kita baru kenal, lantas?” Nara. 

 

 

Bagian 10... 


NARA... 


Seorang pemuda tinggi tegak sedang berdiri sambil menatap ke arahku. “Sebenarnya sarapan ini buat teman-temanku, hanya saja mereka semua sudah pergi ke kota tanpa pemberitahuan sebelumnya. Jadinya, dari pada dibuang dan kebetulan bertemu kalian di sini” Brave. 

“Berhenti bertanya lagi, silahkan dinikmati saja mumpung gratis!” ka’Arauna segera mencicipi sarapan pagi di depannya. 

Tuhan, apa dia memang dipilih olehMU? Kenapa saya jadi berpikir konyol begini? “Sarapan pagi ini benar-benar suprise pakai banget” ka’Arauna sedikit menyindir. 

“Kalau begitu saya permisi, silahkan nikmati sarapan kalian!” senyum Brave segera berdiri. 

“Wajahmu jelek pakai banget lagi” pernyataan menyedihkan dariku buatnya. 

“Siapa yang jelek?” Brave. 

“Jelas pemuda militer di depan kami” ka’Arauna. 

“Makasi buat pujiannya” senyum Brave. 

“Sampai jumpa lagi” ujarnya kembali sambil berlari meninggalkan kami. Tidak pernah kusangka sosok Brave menciptakan memory cukup berbeda dibanding kisahku yang kemarin.  

Permainan puzzles berkumandang membahana seolah memecah tabir surya sekitar jalan setapakku. “Apa yang sedang kau pikirkan?” ka’Arauna sejak tadi memperhatikan tingkah lakuku setelah kami berada di sebuah sungai kecil. 

“Entahlah” jawabanku. 

“Jawaban bodoh” ka’Arauna. 

“Nara ingin bertanya maksudku Iyem ingin melemparkan pertanyaan” ujarku seketetika. 

“Silahkan!” ka’Arauna. 

“Kisah percintaan seperti apa yang menurut kakak terkesan berbeda saja?” pertanyaanku spontan. 

“Jawabanmu susah-susah gampang” ka’Arauna. 

“Katanya jangan salah memilih” sindirku seketika. 

“Kalau boleh jujur, saya sendiri kurang begitu paham tentang percintaan” ka’Arauna. 

“Aneh bin ajaib” kalimatku. 

“Maksud ucapan anda?” ka’Arauna. 

“Kakak sendiri memiliki kisah percintaan, lantas mengatakan kurang begitu paham?” kalimatku. 

“Masalahnya, kisah cintaku terkesan menakutkan dan tiap orang memiliki versi percintaan masing-masing” ka’Arauna. 

“Kenapa bilang menakutkan?” 

“Iyem, di satu sisi saya harus menunggu sesuatu yang tidak terlihat. Di lain tempat, baik medsos, keluarga, maupun teman berkata kalau menunggu terlalu lama artinya lepaskan karena dia tidak mungkin serius terhadapmu” ka’Arauna. 

“Pertanyaanya, bagaimana saya mau lepaskan kalau baru membayangkan atau menatap ke arah cowok saja tidak bisa karena dia tahu dan rasa” ka’Arauna. 

“Hebohnya luar binasa” ujarku. 

“Saya dan dia terikat begitu saja, lantas mau cerita ke siapa? Saranku, jangan memiliki kisah percintaan sepertiku” ka’Arauna. 

“Nara ingin memiliki kisah percintaan tersendiri juga” kalimatku. 

“Kau tidak harus mencari yang sempurna, lagian Tuhan sudah memberi tanda 3x terhadap si’Brave” ka’Arauna. 

“Rencana kakak selanjutnya?”  

“Kembali pada keputusan dalam dirimu” ka’Arauna. 

“Terkadang bukan orang luar yang selalu menciptakan rasa sakit luar biasa, justru keluarga sendirilah pemain utamanya” ka’Arauna. 

“Bukan terkadang, tetapi memang sering terjadi” kalimatku. 

“Hidup itu sulit ditebak, jadi, pasanganmu menjadi penentu banyak hal” ka’Arauna. 

“Kakak sepertinya punya pengalaman pahit tentang keluarga?” pertanyaanku. 

“Sepertinya” ka’Arauna. 

“Sudah terbaca”... 

“Tapi keluarga yang menyakitkan itu bukan tentang pasangan, melainkan lebih ke saudara atau ipar atau sanak saudara gitulah kemungkinan” ka’Arauna. 

“Terkadang, Tuhan mengizinkan seseorang dipangkas habis-habisan maksudku diproses 7 keliling melalui anggota keluarganya sendiri bahkan paling dekat dan bukan dari orang luar” ka’Arauna. 

“Rasanya tentu mengenaskan” ujarku 

“Rasanya sakit sekali” ka’Arauna. 

“Tapi, dari situlah penentuan, lulus atau tidak?” ka’Arauna. 

“Apa kisah kakak jauh lebih menyedihkan dibanding skenario terhadapku kemarin?” 

“Entahlah, masih mengenaskan dirimu sepertinya” ka’Arauna. 

“Wow”... 

“Ketika kau berhadapan dengan tekanan dari luar, masalahmu bertubi-tubi, bahkan hal lebih menyakitkan lagi keluargamu seolah menganggap kau terlalu duduk di posisi nyaman serta tidak ingin merubah karakter burukmu seperti cepat tersinggung dan lain sebagainya” ka’Arauna. 

“Pada saat itu ruang dinding hatimu benar-benar tercabik-cabik hingga kau menangis, tetapi kaluarga hanya menganggap dirimu dengan karakter cengeng bahkan mereka menganggap hanya pemikiran mereka saja yang benar dan kau harus makin tersakiti” ka’Arauna. 

“Itu sebabnya kakak membuat kami...?” kalimatku terpotong. 

“Pasanganmu menjadi penentu sekaligus memiliki peranan di sini. Tapi, terkadang juga memang Tuhan mengizinkan pasanganmu sedikit keseleo waktu berjalan, hanya saja dia akan kembali menyadari dan tampil sebagai sahabat terbaikmu apa pun keadaannya” ka’Arauna. 

“Carilah pasangan yang tidak pernah bosan mendengar ceritamu bahkan tetap bersikap bijak sekalipun segala sesuatu di sekelilingnya menjadi batu sandungan hingga menciptakan cabikan luka paling dalam” ka’Arauna. 

Kisah hidup di antara saya maupun personil organisasi ini memiliki porsi cerita berbeda-beda. Mendapatkan pasangan hidup sesuai kriteria mereka awalnya membuatku muak seketika, akan tetapi seiring berjalannya waktu saya akhirnya menyadari tentang sebuah objek hidup... 

Semua lawan jenisku tentu akan berlari pergi hingga tidak lagi menampakkan wajahnya di depanku. Saya akhirnya belajar ruang lingkup hidupku memiliki porsinya sendiri dibanding para wanita di luar sana seiring waktu berjalan. Tuhan sudah menentukan jalur hidupku harus berjalan ke arah mana.  

Tuhan, beri Nara petunjuk tentang cara memainkan skenario. “Apa yang harus Na maksudku Iyem lakukan untuk mencari tahu tentang sisi hidup si’Brave?” pertanyaan yang membuatku terlihat kaku di depan ka’Arauna. 

“Wajahmu terlihat cute kalau seperti ini” ka’Arauna mencubit dua pipiku. 

“Apaan sih” kalimatku. 

“Kau harus mempelajari dunia perobsesian dalam dirinya terhadap sesuatu di depannya” ka’Arauna. 

“Dunia perobsesian?”  

“Jangan karena obsesinya terhadap sesuatu hal sehingga semua orang di sekitarnya menjadi korban termasuk masa depan bangsa ini” ka’Arauna. 

“Pasanganmu juga menjadi penentu ketika dua kakimu sedang berjalan di tempat paling menakutkan, menjebak, banyak tekanan, dan masih banyak lagi” ka’Arauna. 

“Kenapa bisa?” 

“Karena orang pertama yang akan berdiri di sampingmu adalah pasanganmu sendiri bukan kami” ka’Arauna. 

Hidup sulit ditebak akan bercerita tentang apa di hari esok. Bukan tentang kesempurnaan, melainkan hanyalah sebuah keadaan yang sedang memaksakan kaki untuk mencoba memahami puzzles di jalan setapak itu. Merenung membayangkan banyak hal yang sudah terjadi menyatakan alur ceritaku ingin belajar memegang objek berbeda dibanding mereka di luar sana. 

“Maaf membuatmu menjatuhkan banyak air mata awal-awal ceritamu kemarin” ka’Arauna. 

“Tuan Ahaziah ataukah ka’Dhavy tidak bermaksud jahat terhadap kalian selama ini. Mereka hanya mengikuti kemauanku semata dan jangan menyalahkan mereka” ka’Arauna. 

“Awalnya, cerita hidupku hanya menyelipkan kata marah semata, muak, ingin berteriak keras, tetapi semuanya perlahan mulai punah seiring berjalannya waktu” ujarku. 

“Kau harus tahu, memegang bintang tanpa proses akan membuatmu hancur seketika” ka’Arauna. 

“Bayar harga itu benar-benar sakit sekali bahkan makna katanya sendiri sulit untuk dilukiskan hanya melalui ucapan, tetapi tidak bayar harga juga artinya siap masuk jurang” ujarku ingin tertawa keras... 

“Btw, lupakan cerita kita, sekarang fokus ma si’Brave sana” ka’Arauna. 

“Betul juga” balasku. 

‘Kalau begitu kita harus mulai mempelajari akun media sosial miliknya” ka’Arauna. 

“Buat?”  

“Buat makananlah, memang buat apaan?” ka’Arauna. 

Kami berdua sibuk bermain sosmed di bawah pohon bersama angin sepoi-sepoi. “Saya sudah mencari, tapi ga nemu akun miliknya” ujarku terdengar kesal. 

“Cari lagi sana” ka’Arauna senyum-senyum sendiri. 

Jiwa penasaranku meronta ingin tahu apa yang sedang dilihat oleh sang bos. “Kurang dihajar” berteriak seketika menyaksikan ka’Arauna hanya menonton dunia perdrakoran. 

“Bukannya membantu, tapi malah sibuk sendiri” menggeleng-geleng kepala. 

“Ini namanya hobi” penekanan ka’Arauna masih sibuk menatap layar hp miliknya. 

“Kenapa kakak ga pernah buat caption percintaan di dunia permedsosan?” pertanyaanku sambil menarik keras handphone miliknya. 

“Diam-diam menjadi iblis mematikan” ka’Arauna. 

“Cuma stalking dibilang iblis mematikan?” ujarku. 

“Keluarga, teman-temanku, bahkan seluruh dunia bisa gempar maksudku bisa jadi gempa bumi kalau membuat postingan semacam itu” ka’Arauna. 

“Orang lain saja buat dan ga terjadi sesuatu apa pun”... 

“Mungkin talenta mereka memang di sana buat story ataukah caption percintaan, lah kalau saya gimana cerita? Pasti gempa bumilah” ka’Arauna. 

“Bisa saja ucapan kakak” balik mencolek wajahnya. 

Kami berdua menikmati sinar matahari sore di bawah pohon besar. Satu hal yang pasti kalau petualanganku memiliki ceritanya tersendiri. Btw, bagaimana kisah percintaanku nantinya setelah satu skenario berjalan? 

“Iyem” teriak seseorang memanggilku. 

Pertama kalinya seorang pria berteriak keras menyebut nama Iyem? “Iyem” dia berteriak makin keras sambil berlari seperti orang dikejar setan. 

“Kau”  

“Nama kakak Iyemkan?” pemuda itu bercucuran keringat. 

“Memang ada apa? Anda siapa?” pertanyaanku masih berusaha mencari tahu siapa dirinya. 

“Apa wajahku memang gampang dilupakan?” ujarnya kembali membuatku sadar siapa pria di depanku. 

“Tumben ga pakai seragam kesayangan?” sindirku. 

“Kebetulan lagi libur kerja dan di luar asrama” jawaban Brave. 

Seseorang yang bersikap dewasa baik dari segi umur dan kepribadian tidak akan mungkin mencari anak manja, kekanakan, labil. Jangan pernah percaya dunia fiksi! Cerita-cerita seperti itu hanya ada di dunia novel semata. 

Siapa yang menakar air laut dengan lekuk tangannya dan mengukur langit dengan jengkal, menyukat debu tanah dengan takaran, menimbang gunung-gunung dengan dacing, atau bukit-bukit dengan neraca? Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?  

Kepada siapa TUHAN meminta nasihat untuk mendapat pengertian, dan siapa yang mengajar TUHAN untuk menjalankan keadilan, atau siapa mengajar Dia pengetahuan dan memberi Dia petunjuk supaya Ia bertindak dengan pengertian?  

Sesungguhnya, bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya, pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya.  

Segala bangsa seperti tidak ada di hadapan-Nya mereka dianggap-Nya hampa dan sia-sia saja. Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?  

Patungkah? Tukang besi menuangnya, dan pandai emas melapisinya dengan emas, membuat rantai-rantai perak untuknya. Orang yang mendirikan arca, memilih kayu yang tidak lekas busuk, mencari tukang yang ahli untuk menegakkan patung yang tidak lekas goyang. Tidakkah kamu tahu? Tidakkah kamu dengar? Tidakkah diberitahukan kepadamu dari mulanya? Tidakkah kamu mengerti dari sejak dasar bumi diletakkan?  

Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman! Dia yang membuat pembesar-pembesar menjadi tidak ada dan yang menjadikan hakim-hakim dunia sia-sia saja! Baru saja mereka ditanam, baru saja mereka ditaburkan, baru saja cangkok mereka berakar di dalam tanah, sudah juga Ia meniup kepada mereka, sehingga mereka kering dan diterbangkan oleh badai seperti jerami.  

Artinya kata-kata ini menjelaskan dua kakiku harus berjalan seperti apa. “Apa saya bisa bertanya tentang sesuatu hal?” melemparkan pertanyaan seketika ke arah Brave. 

“Selama saya bisa menjawab, silahkan!” Brave. 

“Apa kau bisa menjelaskan defenisi arkeologi kehidupan menurut versimu sendiri?”  

“Pertanyaan bodoh” Brave. 

“Entahlah, saya hanya penasaran dan ingin mencari jawaban, entah dimana saja” balasku. 

“Seseorang yang sedang berjalan bersama kata sejarah, masa lalu, masa depan, budaya, pemikiran, serta variasi seni hidup yang memang pada dasarnya saling berhubungan erat satu sama lainnya” Brave. 

“Apa variasi seni di sekitar jalanmu bisa menciptakan arkeologi hidup dengan keunikan tersendiri dan tidak mungkin sama dengan orang lain?”  

“Yes” ucapan spontan Brave. 

“Kenapa ucapanmu kelewat spontan maksudku terlalu percaya diri?” 

“Entahlah” Brave. 

“Btw, kenapa pertanyaanmu seperti mencari sesuatu dan sepertinya saya sedang tidak tertarik untuk dilemparkan pertanyaan kembali” Brave. 

“Sekedar bertanya saja, masalahnya jiwa penasaranku terkadang meronta-ronta tentang sisi pemikiran dunia militer” jawabanku. 

“Jangan-jangan Iyem naksir ya ma seseorang dari kemiliteran” Brave mencurigai sesuatu... 

“Entahlah, lagian sekolahku ga tinggi Cuma tamatan SMP dengan status kerja sebagai petani mau ngejar bintang?” kalimatku. 

“Tidak ada yang mustahil, apa sih yang tidak buat Tuhan” Brave menepuk bahuku. 

“Sudah sore, sepertinya saya harus pulang” segera berlari pulang meninggalkan dirinya di tengah persawahan. 

Kenapa saya jadi salah tingkah begini? Apa yang sedang kupikirkan? Pertanyaan tadi hanya sebagian kecil dari ribuan cerita yang akan bermain di sekitar jalannya. “Kita lihat saja, apa kau akan lulus atau tidak ketika hidupmu diperhadapkan skenario menakutkan” membayangkan sorot mata Brave. 

“Iyem, sepertinya saya harus ke tempat temanmu yang lainnya” ka’Arauna tiba-tiba saja duduk di sampingku. Kami berdua tidur hanya beralaskan tikar dengan ukuran rumah sangat kecil. Pak Tani memberi rumah kecil tidak jauh dari peternakan sekaligus pekerjaan ketika menginjakkan pada hari kedua di desa ini. 

“Kakak mau meninggalkan saya sendirian?” seolah tidak ingin dia pergi. 

“Bukannya itu maumu sejak kemarin?” ka’Arauna. 

“Kemarin dan sekarang kan beda, semua orang bisa berubah pikiran begitu saja” ujarku. 

“Kau bisa menyelesaikan masalahmu sendiri sekarang, jadi, saya percaya apa pun yang akan kau lakukan nantinya terhadap calon pasanganmu” berbisik di telingaku. 

“Pernyataan bodoh” kalimatku seketika. 

Berita lebih mengejutkan lagi adalah ka’Arauna harus berangkat malam ini karena harus mengejar bis. “Jaga diri di kampung orang” ka’Arauna memelukku. 

Entah sejak kapan, dunia persahabatan di antara kami berjalan begitu saja. Saya harus tinggal seorang diri di sini dengan peran sebagai petani. Memikirkan beberapa cara untuk mencari tahu lingkup ruang hidup seorang Brave. Petualangan terbaru Nara sepertinya akan dimulai hari ini. 

“Sepertinya saya harus bekerja sebagai pembantu di asrama militer kalau ceritanya begini” menarik nafas panjang.  

“Mana mereka semua laki-laki ga ada perempuan” membayangkan manusia-manusia di asrama tersebut. 

Pertanyaan sekarang adalah bagaimana caranya seorang Nara bisa menerobos ke dalam? “Nara, putar otakmu sekarang!” memikirkan cara terbaik... 

Saya seperti perempuan pecicilan tanpa rasa malu berjalan di tengah sekelompok pemuda militer mencari sang komandan. Mengemis memohon pekerjaan menjadi pembantu hanya karena mencari jodoh semata? Benar-benar gila... 

Pekerjaanku hanya bercerita tentang menjadi tukang masak serta bersih-bersih. Kalau seperti ini ceritanya, lantas kapan saya bisa mencari sesuatu hal darinya. “Sepertinya menarik juga” sesuatu hal terlintas dalam benakku seketika. 

Mengendap-ngendap seperti pencuri menaruh sebuah jam tangan mahal dan dompet milik seseorang ke dalam lemari milik Brave. “Saya ingin melihat sesuatu yang berbeda dari sisi seorang Brave” berkata-kata dalam hati. 

Beberapa jam kemudian keadaan digemparkan karena jam tangan mahal salah satu anggota militer di sini hilang. Seluruh lemari sedang di geledah termasuk milik Brave. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Siapa pernah menduga salah satu pemuda militer terbaik ternyata seorang pencuri? 

Semua teman-temannya melemparkan kata-kata sindiran. Apa dia berusaha membela diri? Apa dia menangis? Ketakutan? Marah? Jawabannya adalah sosok Brave tetap terlihat tenang bahkan setenang air. “Sedikit berbeda” menarik nafas dalam. 

Senyum sederhana, tetapi bermakna terbaca jelas di sekitar wajahnya. “Apa yang akan diucapkan olehnya?” pertanyaanku jauh di dasar hati. 

Dia tidak berusaha membela diri terhadap siapapun. Umpatan kata-kata kasar tidak pernah terlontar dari bibir mulutnya. “Skenario pertama 65% dinyatakan sedikit lulus” bergumam pelan membayangkan kepribadian seorang Brave dalam kamar. 

Apa dia akan diberhentikan? Saya rasa tidak mungkin juga. “Perlu bantuan?” pagi-pagi buta seseorang membuatku sedikit jantungan seketika. 

“Anda?” ujarku mengelus-ngelus dada. 

Dia terlihat tanpa beban setelah semua yang terjadi. “Sepertinya saya harus membantu sosok Iyem mengepel lantai” senyumnya. 

“Masih berusaha membantu orang, sedang diri sendiri dalam masalah” menyindir dirinya. 

“Sepertinya masalahku terlihat biasa saja” ujarnya. Apa dia tahu kalau itu semua kelajuan bejatku?  

“Apa kau menyadari sesuatu?” pertanyaanku. 

“Anggap saja masalah seperti ini Cuma numpang lewat, lantas pergi seketika” Brave. 

“Pemikiran bodoh” tertawa sinis. 

“Apa kau masih mau berteman atau bertegur sapa denganku?” Brave. 

“Pertanyaan bodoh” kalimatku. 

“Akar penyelesaian masalah kembali ke tangan sendiri dan bukan orang lain” Brave. Bagaimana cara dia menyelesaikan masalah? Hal yang terjadi selanjutnya adalah sosok Brave tetap terlihat begitu tenang tanpa ekspresi amarah ataukah ketakutan sedikitpun. 

Apa saya harus menyusun rencana untuk membantunya? “Biarkan saja dia” gumamku membayangkan sesuatu hal. 

Dia hampir dipecat karena perbuatanku, namun entah bagaimana cerita hingga sang atasan tetap ingin mempertahankan dirinya.  Lebih parah lagi adalah sang korban menatap ke arahnya sambil tersenyum.  

“Sepertinya ada kesalahpahaman” ujar sang korban. 

“Perasaanku berkata ada sesuatu yang salah” kalimat sang korban terhadap Brave dan sang atasan. 

Tanpa pembelaan diri sama sekali? Dia selamat dari sebuah masalah besar. “Semalam saya bermimpi kalau bukan Brave pelaku sebenarnya” ucapan sang atasan. 

“Mati banyak” kalimatku dalam hati. 

“Maaf, Apa bapak diperlihatkan siapa pelaku sebenarnya?” pertanyaan salah seorang dari mereka. 

“Tidak sama sekali” jawaban cukup menekan. 

Apa mereka menatap ke arahku? Jawabannya tidak sama sekali. Merenung membayangkan skenario seorang Nara terdengar menggelikan. “Tuhan, bukan maksud hati berniat jahat” suara hati berdentang menatap suasana persawahan. 

“Keadaan membuatku menjadi gila bahkan terkesan jahat” tertawa sinis seorang diri. 

Tiba-tiba saja pria berseragam militer duduk di sampingku. Dia tidak menaruh curiga sama sekali terhadapku. “Ada yang bisa saya bantu?” Brave tersenyum. 

“Bantu saya untuk mencari tahu makna dari defenisi arkeologi kehidupan dengan cerita berbeda” jawaban spontan ke arahnya. 

“Pernyataan bodoh” Brave. 

“Saya hanya ingin mengerti hubungan antara arkeolog hidup, variasi seni, dan kata apa sih yang tidak buat Tuhan” kalimatku menarik nafas panjang. 

“Sosok Iyem ternyata mati penasaran” Brave. 

“Karena saya tidak memiliki pendidikan yang tinggi bahkan hanya bekerja sebagai petani, kuli kasar, pembantu, pemulung sampah” balasanku. 

‘Apa saya salah?” lanjutan kalimatku kembali. 

“Tidak ada yang salah” Brave. 

“Jujur, saya selalu minder terhadap mereka di luar sana karena memiliki cerita hidup dengan kesuksesan luar biasa, sedang hidupku sendiri seputar di sini saja” tertawa sedikit sinis. 

“Pernyataan bodoh” Brave mengelus-ngelus kepalaku sambil tersenyum. 

Kenapa saya membiarkan dia membelai anak rambutku? “Kata mama kalau cewek itu cantik dengan rambut panjangnya” Brave. 

“Lantas, maumu rambutku harus panjang?” sedikit penekanan. 

“Sepertinya sih” Brave. Bukannya mendapat jawaban berbeda, malahan mendengar kalimat sindiran.  

“Apa yang bisa saya bantu?” Brave. 

“Kau ingin membantu?” pertanyaanku sambil menatap ke arahnya. 

“Yes” anggukan kepala Brave. 

Menarik tangannya sambil berjalan menuju suatu tempat. Akhirnya kami sampai pada sebuah gubuk kecil tidak jauh dari dunia persawahan. “Dia anak paling bodoh, idiot, terbelakang, miskin, tanpa teman, cacat, dan lain sebagainya” menunjuk seorang anak laki-laki. 

“Ubah dia menjadi sesuatu yang berbeda” kalimatku kembali. 

“Hubungan antara pernyataan tadi dan situasi anak kecil ini?” Brave. 

“Kalau kau bisa membuat dia memiliki cerita berbeda artinya saya akan percaya kalau ternyata Tuhan dapat merubah alur ceritaku dengan sebuah objek menarik yang tidak pernah kupikirkan sama sekali” jawaban seorang Nara. 

“Sepertinya...” Brave. 

“Saya akan percaya kata-katamu tentang apa sih yang tidak buat Tuhan” kalimatku. 

“Kalimat bodoh” Brave. 

Saya hanya ingin mencari tahu tentang banyaknya objek dalam dirinya. Tidak ada yang salah dengan pernyataanku tadi. Dia hanya diam seribu bahasa tanpa membalas kembali ucapanku. Hal tergila yang dilakukan olehnya setelah kejadian tersebut adalah hanya tersenyum menatap ke arahku tiap kami berdua sedang berhadapan. Apa dia menolak keinginanku? Entahlah... 

Kenyataannya, seorang Brave diam-diam berjalan ke arah anak kecil itu untuk mempertanggung jawabkan ucapannya. Kenapa saya bisa tahu? Seolah sang pencipta membuat dua kakiku berjalan ke suatu tempat tidak jauh dari rumah penduduk. “Jagoan kecil harus bisa berjalan sama seperti barisan militer di sana” ujarnya terhadap anak kecil itu. 

Benyamin merupakan seorang anak laki-laki tanpa dua kaki sempurna. Ayah dan ibunya hanya seorang petani kecil yang harus berjuang untuk hidup. Kenapa bisa saya mengenal anal kecil ini? Benyamin selalu duduk bersama denganku ketika peranku berjalan sebagai seorang petani. “Jangan jadikan cacat kakimu sebagai kelemahan, tetapi jadikan sebagai kekuatan terbaik untuk berlari biar jagoan kecil bisa berperang sama seperti manusia militer di luar sana” nada ucapan seorang Brave. 

Brave selalu saja meluangkan waktu untuk jagoan kecil tadi di sela-sela pekerjaannya. Mengajarkan Benyamin cara berlari tanpa dua kaki sempurna. Brave berjuang untuk membuat dunia sang jagoan kecil mengenal abjad. Apa memperlihatkan hasil seketika? Jawabannya tidak sama sekali. 

Petualangan 77 hari seorang Nara dalam pencaharian jodoh? Saya ingin tertawa keras bahkan sangat keras dikarenakan tuntutan 3 bos besar di atas. “Kau gagal membuatnya memiliki cerita hidup” berjalan ke arah Brave. 

“Sosok Iyem ternyata penguntit” Brave. 

“Pemuda militer hanya bisa berperan di dunianya sendiri, tetapi sepertinya gagal mempertanggung jawabkan pernyataan sendiri” menyindir ganas. 

“Saya tidak merasa gagal, hanya saja butuh waktu” menyentil keningku seketika sambil tersenyum. 

“Kalaupun gagal artinya saya hanya diajar untuk mencoba kembali” Brave mengacak rambutku hingga berantakan. 

“Apaan sih” berusaha menghindar. 

Dia benar-benar sedang berjuang untuk mempertanggung jawabkan ucapannya. Jagoan kecil pada akhirnya mulai mengenal abjad, berjalan ke suatu jalan tidak terduga, dan beberapa perubahan lain. Tidak lagi menjadi minder hanya karena dua kakinya tidak seperti yang lain. Apa yang akan terjadi? 

Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya. Saya hanya ingin mencari tahu arti kata bijaksana dalam dirinya akan berada di tempat mana... 

Bermegah dalam kesengsaraan?  bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan... 

“Pengharapan tidak akan membuatmu kecewa” Brave selalu saja berada di sampingku tiba-tiba. Kami berdua menikmati pemandangan alam dari atas gunung sambil mendengar kicauan burung beterbangan. 

“Dari mana kau tahu kalau saya berada di sini?” pertanyaanku. 

“Kebetulan lewat, lantas tiba-tiba saja saya melihat penampakan tidak terduga” Brave. 

“Kebetulan?” ujarku. 

“Apa pun masalahmu, jangan pendam sendiri nanti kenapa-kenapa lagi” Brave. 

“Kalau saya cerita, memang apa yang bisa dilakukan pemuda militer bernama Brave?” 

“Entahlah, setidaknya saya bisa menjadi sahabatmu, mungkin” Brave. 

“Kalau begitu bantu saya mengerti ketika  berada di puncak gunung, objek paling berperan ternyata hanya ada kata integritas semata” pernyataan seorang Nara. 

“Seseorang dengan pendidikan rendah memakai bahasa seperti ini?” Brave. 

“Jangan salah mengerti, saya suka baca sekalipun sekolahku tidak seperti yang lain” balasanku. 

“Apa yang kau inginkan?” Brave. 

“Saya penasaran kisah cerita militer bersama kata integritas di dalamnya” ujarku. 

“Saya saja lagi mencari makna kata tadi” Brave. 

“Lebih berharga mana, integritas atau sebuah kursi?” pertanyaanku... 

“Menurutmu?” Brave. 

“Pendidikan sekolahku terlalu rendah untuk berbicara, hanya saja rasa penasaranku sebagai rakyat biasa kelewat tinggi”... 

“Saya juga sedang mencari objek terpenting antara integritas ataukah kursi” Brave. 

“Pernyataan kacau” tertawa seketika. 

“Sudah sore, sepertinya kita harus pulang” Brave. Kami berdua berjalan pulang tanpa saling barkata-kata satu sama lain. Apa dia akan berjuang untuk menjelaskan pertanyaanku tadi, baik dalam bentuk lisan maupun realita hidup? Entahlah... 

“Buatmu” Brave memberiku sebuah buku bacaan. 

“Kesengsaraan menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan” membaca sepintas salah satu pernyataan dari buku tadi. 

“Pernyataan yang kau baca menciptakan integritas tersendiri bagi seorang pemuda militer sepertiku kalau saya berhasil memenangkan sebuah pertandingan hidup” Brave. 

“Jawaban bodoh” sedikit tertawa. 

“Sudah malam, saya harap kau beristirahat cukup dan bermimpi indah” Brave berjalan pergi setelah kata-katanya barusan. 

Cerita petualanganku sepertinya memiliki kisahnya sendiri sekarang ini. Dari mana dia tahu apa yang sedang kupikirkan? Saya hanyalah salah satu personil yang tidak mungkin mengambil keputusan gila semata-mata. Tuhan, ajar saya mengerti tentang makna kata ketekunan, tahan uji, pengharapan, dan integritas yang menciptakan tariannya tersendiri. 

Saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan meninggalkan desa kecil ini. Tuhan pasti akan kembali mempertemukan saya dengannya beberapa waktu lagi andaikan dia memang tetap akan menjadi bagian dari kisahku. Berada di sebuah kota besar membuatku kembali menikmati suasana tidak biasa sekitar pemandangan dua bola mataku. “Harga sepatu ini berapa ya?” jenis suaranya terdengar familiar di telingaku. 

“Kau” terkejut melihat penampakan Adriel rekanku di pasar Bersama. 

“Kenapa ada pertemuan aneh di sini?” Adriel terperanjat kaget seketika.  

“Entahlah” kalimatku. 

Ternyata sosok Adriel sedang menciptakan petualangan 77 harinya di kota beaar? Rasa-rasanya saya ingin tertawa keras. “Apa kau sudah menemukan sesuatu?” pertanyaanku 

“Entahlah” jawaban jude Adriel.  Hal yang terjadi selanjutnya adalah dia pergi tanpa berkata-kata lagi... 


Bagian 11

 

ADRIEL... 


Apa yang terjadi denganku? Harus menjalani petualangan 77 hari sekali lagi? Pemaksaan tingkat dewa kalau ceritanya begini. Tuhan, sepertinya kisahku jauh lebih baik menjalani hidup sama seperti Rasul Paulus. “Memang bisa seperti Rasul Paulus?” ungkapan ka’Arauna kenapa jadi terngiang keras di telingaku... 

“Betulan juga, kalau saya kejebak gimana cerita” gumamku pelan. 

Apa yang harus kulakukan. “Tuhan, beri saya petunjuk” jeritan suara hati Adriel. 

“Memangnya semudah membalikkan telapak tangan perihal mencari jodoh?” gerutuku sambil mengayuh sepeda. Seorang Adriel berakhir tertidur pulas sekitar jembatan terowongan tempat manusia-manusia tunawisma beralaskan kardus semata. 

Adriel hanya butuh sedikit berjuang” sebuah suara lembut terdengar di telingaku.  

“Anda siapa?” berusaha mencari arah suara tadi. Hal yang terjadi selanjutnya adalah menatap seseorang dengan luka di sekujur tubuhnya. Seorang gadis sedang berjalan ke arahnya untuk mengulurkan tangannya. 

Apa yang terjadi? “Ternyata Cuma mimpi” mengelus dada seketika.  

Apa mimpi ini merupakan sebuah petunjuk? Entahlah. Sosok Adriel tidak dapat melakukan aktifitasnya karena mimpi tersebut seharian penuh. “Petunjuk terbaik” membuatku segera berdiri mencari sesuatu hal yang bisa membantuku. 

“Saya butuh bantuan anda” ujarku kembali berada pada gedung rahasia. Beberapa jam berada di pesawat membuat tubuhku lelah seketika. 

“Kenapa kembali?” ka’Dhavy. 

“Bantu saya untuk membuat banyak luka-luka borok di sekujur tubuhku” kalimatku. 

“Apa kau sudah menemukan tulang rusukmu yang sudah lama hilang?” ka’Dhavy. 

“Masih sibuk mencari juga keles” jawabanku. 

“Judes amat” ka’Dhavy. 

“Mau membantu atau tidak sama sekali?” ujarku. 

“Saya pasti membantu, yang penting ada hasil. Ngerti?” ka’Dhavy. 

Kami berdua berjalan menuju sebuah ruangan. Ka’Dhavy menempelkan sesuatu di sekujur tubuhku hingga membentuk seperti luka borok menjijikkan. “Ketahanannya berapa lama?”  

“77 hari” ka’Dhavy. 

“Wow” ungkapanku. 

“Saya yakin sosok Adriel bisa menemukam tulang rusuknya dengan cara aneh seperti ini” ka’Dhavy. 

“Hidup seperti rasul Paulus itu kasih karunia, sedang saya sendiri sepertinya tidak ditakdirkan kesana setelah bermimpi aneh” kalimatku. 

“Mimpi?” ka’Dhavy. 

“Lain kali saja Adriel cerita, intinya doakan semoga tidak mengecewakan kalian” segera mengambil ransel milikku untuk kembali melakukan petualangan 77 hari. 

Memesan kembali tiket pesawat menuju salah satu kota terbesar di negara ini. Saya harus memakai lengan panjang, topi, dan masker agar tidak menjadi pusat perhatian selama perjalanan. “Welcome back pencaharian tulang rusuk” kata-kataku dalam hati setelah pesawat yang kutumpangi sudah mendarat di kota tersebut. 

“Tuhan, andaikan seorang gadis berjalan ke hadapanku tanpa rasa jijik sama sekali untuk memberiku perawatan memakai tangannya sendiri” isi doaku... 

“Artinya dia gadis yang kau tentukan buatku” lanjutan doaku. 

Memakai pakaian compang-camping dan duduk di pinggir jalan dengan badan penuh luka borok di sekujur tubuh. Bersikap seperti orang bodoh di tengah keramaian. Beberapa dari mereka memberiku uang koin, sedang yang kuinginkan seorang gadis berjalan ke arahku untuk memberiku perawatan. 

Tidak seorangpun ingin menyentuh ataukah berbicara denganku. Apa yang harus kulakukan sekarang? Kenyataan sekarang adalah keinginanku tidak sesuai harapan. “Gadis mana yang mau memberi perawatan?” kalimatku dalam hati. 

Adriel hanya butuh sedikit berjuang” ingatan tentang suara dalam mimpiku terus saja berkumandang. Pasangan merupakan mahluk paling berperan penting ketika mengalami tekanan dari berbagai arah. Ada saat dimana anggota keluarga menekan tujuh keliling dengan satu ataukah berbagai masalah, hanya saja pasangan harus tetap berdiri menjadi sahabat dan pemberi kekuatan. 

Terus terang, sayapun mengalami tekanan dari anggota keluargaku sendiri dan itu bukan orang lain. Rasanya sakit sekali hingga menembus tulang sumsum belakang. Di lain sisi, saya sadar kalau Tuhan mengizinkan hal seperti itu terjadi untuk mengajar tentang banyak hal. Namun, di tempat lain ruang dinding hatiku tercabik-cabik luar biasa. Hal paling menakutkan adalah kalau saya tidak bisa memaafkan anggota keluargaku sendiri. Pergumulan terbesar seorang Adriel adalah belajar untuk tidak menjadi pembenci. Kenapa? Masa depanku akan hancur seketika... 

Tuhan, ajar saya untuk tidak menyimpan akar kepahitan terhadap siapapun terlebih anggota keluargaku sendiri. Saya ingin memiliki pasangan yang akan tetap berada di sampingku memberi kekuatan sekalipun semua orang menekan termasuk anggota keluargaku sendiri. Seorang Adriel tidak boleh menyerah. “Pengharapanmu tidak boleh putus” memberi semangat terhadap diri sendiri. 

Menatap para gadis yang sedang lalu lalang keluar masuk sebuah restoran. Apa tidak seorangpun dari mereka ibah terhadapku? “Buatmu” tiba-tiba saja seorang gadis berdiri di depanku memberi sebuah kotak berisi makanan. Dia ternyata salah satu pegawai dari restoran itu. Wajahnya cukup manis bahkan makin manis ketika dua bola mata makin menatap ke arahnya. 

“Kakak pasti lapar” senyumnya. 

Apa dia akan merawat seluruh luka borok pada tubuhku? Jawabannya tidak sama sekali. Selama 3 hari tanpa rasa bosan gadis itu terus memberiku makan dan minum. “Sepertinya bukan dia orangnya” kalimatku dalam hati. Perasaan paling sulit kuartikan untuk pertama kalinya... 

“Sepertinya luka pada tubuhmu perlu diobati” ucapannya di hari ketiga jam 12 malam lebih tepatnya. 

“Apa kakak mengizinkan saya memberi sedikit perawatan?” pertanyaan gadis itu kembali. 

Saya hanya diam seribu bahasa tanpa tahu harus berkata-kata seperti apa. “Maaf memaksakan kehendak” dia segera menarik tanganku. Tidak ada perasaan jijik atau ketakutan terhadap luka borok di tubuhku.  

Siapa yang mengacaukan rumah tangganya akan menangkap angin; orang bodoh akan menjadi budak orang bijak. Isteri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang membuat malu adalah seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya. “Pengharapan yang tidak sia-sia” deru suara berkumandang di alamnya. 

“Tuhan, kalau seandainya dia mengucapkan beberapa kalimat penghiburan artinya memang semua ini petunjukMU” isi doaku. 

“Saya mau jadi sahabat terbaik kakak, biar bisa lepas dari cobaan hidup” ujarnya. 

“Cobaan hidup?” pertama kalinya bersuara semenjak dia berjalan ke arahku. 

“Ternyata suara kakak manis juga” senyumnya lagi. 

“Cobaan hidup orang berbeda-beda. Ada yang bergumul penyakit, hutang, keluarga, miskin, dan lain-lain” ungkapnya. 

“Apa yang akan kau lakukan seandainya menjadi seseorang dengan penyakit borok seperti ini?” pertanyaanku. 

“Menagislah” jawabannya. 

“Menangis?” 

“Hava itu perempuan, pasti rapuh dan ujung-ujungnya nangis” jawaban konyol darinya. 

“Ternyata namanya Hava to” bisikan hatiku. 

Dia mencoba membersihkan luka borok di sekujur tubuhku, kemudian mengolesnya memakai salep kulit. “Kau tidak jijik?” pertanyaanku mencoba menghentikan kegiatannya. 

“Sedikit” jawaban konyol darinya. 

“Saya hanya mencoba belajar menjadi manusia” ujar Hava lagi. 

“Kacau” balasku. 

Bagaimana saya harus berjalan sekarang? Gadis itu tidak pernah bosan membersihkan lukaku tiap harinya setelah jam kerjanya selesai. “Saya memiliki makanan sisa” Hava memberiku kotak berisi makanan. 

Apa yang akan terjadi selanjutnya? “Makanannya enak?” Hava. 

“Enak” jawabku. 

Petualangan 77 hariku mencari tulang rusuk? Saya ingin tertawa lebar. “Kenapa kakak tidak bekerja?” Hava memulai pembicaraan. 

“Siapa yang mau mempekerjakan manusia menjijikkan sepertiku?”  

“Apa salahnya dicoba” Hava. 

“Saya hanya mengandalkan hidup dari belas kasih orang semata, terus tunggu mati kalau ga ada makanan” kalimatku. 

“Dari pada ngemis jauh lebih memalukan” Hava. 

“Entahlah” menarik nafas panjang. 

“Kakak bisa memakai lengan panjang, masker, topi waktu kerja” Hava. 

“Saya bisa kerja apa?”  

“Kerja apa saja yang penting halal. Jangan bergantung terhadap manusia, karena manusia itu mengecewakan” Hava. 

“Tidak selamanya kakak akan mendapat belas kasih dari orang banyak, sedang untuk bertahan hidup dua kakimu harus bisa berjalan sendiri” Hava. 

“Apa saya bisa?” pertanyaanku. 

“Saya harus bergantung ma siapa?” kembali pertanyaanku mengudara. 

“Sang pencipta langit dan bumi” Hava. 

“Apa saya bisa?”  

“Kalau orang lain bisa berarti kaka juga pasti bisa” Hava. 

Dia memiliki sisi lain tentang menjalani hidup. Manusia bisa mengecewakan, jadi jangan bergantung terhadap manusia. Dalam organisasi juga menanamkan hal yang sama seperti pemikirannya. Apa yang harus kulakukan untuk menggali setiap hal dari dirinya? Kami semua harus kembali mempertanggungung jawabkan pilihan pasangan masing-masing di hadapan bos besar pada konferensi meja bundar berikutnya.  

“Sejak pertama kali menyapa kaka hingga detik sekarang, Hava belum tahu siapa nama kaka” Hava. 

“Gadis kacau, bisa-bisanya dia lupa bertanya tentang nama” gerutuku dalam hati. 

“Namaku Debu” membalas kalimatnya. 

“Singkat, padat, dan jelas” Hava. 

“Sejak kecil, ayah ibuku selalu berpikir kalau manusia itu hanyalah butiran debu yang akan kembali ke asalnya hingga memberiku nama seperti ini” ujarku. 

“Nama cukup nyeleneh” Hava menggeleng-geleng kepalanya. 

Kenapa juga hanya nama itu yang terlintas? Lupakan! Hava tetap merawat lukaku bahkan memberi obat-obatan. Dia membawahku berkeliling kota memakai sepeda motornya setelah jam kerja. Kisah cintaku memang tidak seindah orang di luar sana, akan tetapi satu hal kalau ceritaku memiliki sesuatu objek yang unik. 

“Hava, siapa pria di sampingmu?” suara bariton seorang pemuda mentap tajam ke arah kami. 

Bagai disiram air panas di siang bolong. Sosok gadis di sampingku ternyata memiliki pasangan. “Dia teman Hava” jawaban Hava. 

“Apa kau lupa kalau kita berdua sudah bertunangan?” ucapan pemuda tadi. 

“Saya masih sadar sepenuhnya” Hava. 

Pemuda tersebut menarik tangan Hava dan meninggalkan saya seorang diri. Tuhan, kenapa juga gadis yang merawat luka borokku harus tunangan orang lain? Rasanya sakit sekali menyadari kenyataan di depan mata. “Hancur sudah pengharapanku” ungkapan hati seorang Adriel. 

Sepertinya saya harus belajar mencari calon tulang rusuk baru. Hal yang terjadi selanjutnya adalah saya tidak lagi melihat Hava berjalan ke arahku. “Kenapa sakit sekali pakai banget lagi” pertama kali bagi seorang Adriel. Sebenarnya sih, saya juga pernah memiliki beberapa mantan jauh sebelum terpilih menjalani kehidupan mematikan dalam organisasi. Kata sakit pakai banget memang pertama kalinya menusuk jantung seorang Adriel. 

“Kenapa melamun?” tidak kusangka ka’Dhavy ternyata menyadari keberadaanku. 

“Ternyata penguntit paling mematikan” ujarku. 

“Saya kan penasaran tentang jalan cerita yang kau susun, apa salah?” ka’Dhavy. 

“Tidak ada yang salah, tapi dia tunangan orang” ungkapanku. 

Ka’Dhavy tertawa keras sejadi-jadinya di atas penderitaanku. “Siapa tahu saja Tuhan Cuma menguji dirimu” ka’Dhavy. 

“Saya pasti jadi bahan tertawaan semua orang di konferensi meja bundar nanti” kalimatku. 

“Segitu percaya dirinya” ka’Dhavy. 

“Brayn, Habakuk, Shine, terlebih Nara siap memangsa hidup-hidup sosok Adriel” celotehku. 

“Masing-masing kalian pasti memiliki cerita cinta berbeda-beda, tidak mungkin juga kau akan ditertawakan” ka’Dhavy. 

“Apa sebaiknya saya menjadi rasul Paulus saja kalau kisah hidupku seperti ini?” kalimatku. 

“Memang bisa?” ka’Dhavy. 

“Kau kembali saja dulu ke markas karena sesuatu dan lain hal” ka’Dhavy. 

“Ganas”... 

“Setelah ini kau bisa melanjutkan petualangan mencari tulang rusuk” ka’Dhavy. 

“Kacau” 

“Dari pada patah hati di sini” ka’Dhavy. 

Kekacauan lain lagi adalah ternyata ka’Dhavy sudah memesan tiket pesawat untuk penerbangan esok hari. Entah kenapa dua kakiku segera berlari meninggalkan ka’Dhavy seorang diri. “Ingat, kau sudah harus berada di bandara pagi-pagi sekali” teriakan ka’Dhavy. 

Tuhan, setidaknya beri saya waktu beberapa jam saja mencari sesuatu hal dalam dirinya. “Apa kita bisa berjalan menikmati udara di sore hari?” sekujur tubuhku basah karena keringat. Seseorang dengan luka borok terlihat percaya diri mengajak kencan? Terdengar lelucon semata... 

Saya hanya ingin memastikan kembali walaupun pada akhirnya kenyataan pahitlah paling berperan. “Yes” anggukan gadis itu. 

Kami berdua berjalan menyusuri sudut persimpangan. “Buat kaka” memberiku segelas es krim. 

“Rasanya manis” senyumku merekah... 

Bermain kembang api bersama, menyusuri pasar malam, bermain game, menikmati jajanan sepanjang jalan. Hal terkacau lagi adalah uangnya habis karena kelakuanku. “Biar Hava yang bayar” kalimatnya mendahuluiku. 

“Lagian kakak ga punya uang karena belum kerja” Hava. 

Tuhan, kalau dia kembali berjalan ke arahku sambil mengucapkan sesuatu kata artinya tangannya akan kugenggam suatu hari nanti. “Kaka, jangan lupa bersyukur” dia benar-benar kembali berjalan ke arahku setelah kami hendak berpisah.  

“Tuhan, sekali lagi saya meminta satu bukti kalau kelak tangannya memang akan benar-benar kugenggam” isi hatiku bergema... 

“Andaikan dia kembali berjalan ke arahku untuk merawat luka borokku terakhir kalinya, memang pilihanMU jatuh terhadapnya”... 

“Tidak terjawab” dua kaki mulai berjalan ke arah timur. Hava sudah berjalan jauh dari tempatku berdiri tadi. 

“Kaka Debu” suara teriakan Hava berlari dengan nafas tidak beraturan... 

“Kenapa?” pertanyaan bodoh dari seorang Adriel mengharapkan sesuatu hal. 

“Beberapa hari belakangan Hava lupa memberi perawatan karena sibuk, restoran lagi ramai dan harus lembur” Hava. 

“Hava mau menebus kesalahan” Hava. 

“Menebus kesalahan? Memang Hava buat salah?”  

“Hava kan ingin belajar menjadi manusia, jadi, harus memberi perawatan terbaik buat kakak” Hava. 

Apa ini tanda? Saya hanya harus menunggu waktu itu tiba tanpa harus merampas milik orang lain. Gadis yang tidak pernah merasa jijik terhadap seluruh luka borok di tubuhku. Memberi penghiburan melalui ucapan ataukah kata-kata biasa darinya. “Maaf membuat tunanganmu salah paham” kalimatku seketika. 

“Biasa saja” Hava terus membersihkan luka borok seorang Adriel. 

“Apa dia benar-benar berharga buat Hava?” 

“Siapa?” Hava. 

“Tunangan” jawabanku. 

“Selesai, sepertinya lukanya sudah mulai kering sedikit demi sedikit” perhatian Hava teralih ke tempat lain. 

“Ternyata Hava sukses menjadi manusia” Hava tersenyum kegirangan. 

Apa selama ini dia bukan manusia? Entahlah. “Tadi kakak bilang apa?” Hava baru menyadari pertanyaanku. 

“Ga ada siaran ulang, lupakan!” jawabku. 

“Kakak Debu, terima kasih karena sudah membuatku menjadi manusia” Hava tersenyum. 

“Kelewat polos” celotehku di alamnya sendiri. 

“Menjadi manusia itu tidak semudah yang dibayangkan” Hava. 

“Memang Hava selama ini hidup sebagai monster mematikan?”  

“Ga juga, hanya saja menjadi manusia itu sulit sekali, understand?” Hava berjalan pergi meninggalkan saya seorang diri tanpa pamit. Beberapa waktu ke depan saya tidak akan melihat wajahnya... 

“Terima kasih membuatku mengerti kata menjadi manusia” tersenyum menatap kepergiannya. 

Pagi-pagi sekali saya sudah harus berada di bandara atas perintah sang bos. “Kita hampir ketinggalan pesawat karena kelakuan bejatmu” ka’Dhavy mengomel terus sepanjang jalan. 

“Apaan sih” ujarku. 

Kami berdua menikmati perjalanan kembali ke markas sehari penuh. Alurku tidak lagi bercerita tentang perawatan luka borok. “Kenapa memanggil sebelum waktunya?” kalimatku. 

“Semua personil dari gelombang pertama dipanggil sebelum waktunya” tuan Ahaziah. 

“Kecuali Nara” Brayn. 

“Gadis centil itu” Shine. 

“Ini sudah bukan petualangab 77 hari melainkan 33 hari” penekanan Feivel. 

“Berhenti menggerutu!” ka’Arauna berjalan di tengah kami. 

Kami semua harus duduk manis dalam sebuah ruang tempat meneliti alat-alat yang akan digunakan kelak. “Sepertinya kalian ketagihan mencari tulang rusuk” sindir tuan Ahaziah. 

“Entahlah” balasan sarkastik dariku. 

“Ada hal yang membuat kami menghentikan petualangan 77 hari kalian” ka’Dhavy. 

“Beberapa metode harus dipersiapkan karena terlalu dibutuhkan” ka’Arauna. 

“Selain itu, beberapa dari kalian sepertinya harus membantu perakitan teknologi terbaru” ka’Arauna. 

“Teknologi yang kemarin saja masih dalam proses, kalaupun perakitan selesai tetap saja berada pada deretan kata kurang sempurna dan masih harus diperbaiki” Brayn. 

“Itukan bagian kelompokmu” tuan Ahaziah. 

“Penguasaan tidak hanya bidang AB semata, melainkan di dunia perteknologian harus kalian kuasai seutuhnya” ka’Dhavy. 

“Saya sudah sengaja menyelipkan alat-alat ini melalui tulisanku, biar ka’Dhavy dan kalian cari alatnya karen berperan penting. Gimana sih” ka’Arauna. 

“Ternyata cerita tulisan kakak menyengat pakai banget” Habakuk. 

“Begitu-begitu jangan salah, rumah produksi perfilman luar negeri sudah pada incar 7 keliling, hanya saja tunggu waktu” ka’Arauna. 

“Kenapa ka’Arauna bisa tahu?” Shine. 

“Mereka sudah memberikan saya kode-kode rahasia dimana hanya diriku saja yang bisa menerjemahkan maksud dan tujuannya” ka’Arauna. 

Ka’Arauna memang baru memperkenalkan dirinya, tetapi kami semua juga sudah mengenal beberapa hal tentangnya termasuk tulisan. Beberapa bidang sedang dalam proses perencanaan sehingga harus mencari, mengelola, menciptakan, meneliti tentang suatu ataukah keadaan yang sedang terjadi saat ini.  

Teknologi terbaru yang harus dicari saat ini ternyata mesin pengarsipan. Ka’Arauna terobsesi dengan sistem arsip setelah mengikuti suatu kegiatan pelatihan tertentu di suatu daerah. “Adriel sepertinya dirimu harus menjadi bagian dari perakitan alat ini bersama ka’Dhavy dan dua personil lainnya” ka’Arauna. 

“What?” terkejut seketika. 

“Kenapa?” tuan Ahaziah. 

“Sistem pengelolahan keuangan yang kalian tuntut dari saya masih dalam tahap pergumulan, sekarang menambah bebanku?” berusaha membela diri... 

“Kami kan memang menuntut kalian harus menguasai lebih dari satu bidang” tuan Ahaziah. 

“Bukannya serakah, hanya saja keadaan memaksakan hal seperti itu. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, understand?” ka’Arauna. 

“Maaf, bisa kaka jelaskan gambaran alat yang diinginkan seperti apa?” pertanyaanku. 

“Sistem pengarsipan tanpa harus berada di tempat tersebut” ka’Arauna. 

Sebuah alat diprogram secara otomatis untuk mengirim dokumen arsip ke tempat yang ditujuh. Sebagai contoh kantor-kantor dinas dari segala bidang mengharuskan pelaporan tidak hanya memakai elektronik, tetapi juga dalam bentuk fisik untuk pengarsipan. Pos pengiriman dapat dibangun dimana saja seperti jalan, perumahan, mal, kantor pos, puskesmas, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya. 

Perakitan alatnya bisa di dalam tanah atau udara dengan membangun sistem jalan seperti rel kereta api ataukah lift. Sebagai contoh, kantor dinas kesehatan menuntut seluruh puskesmas dan rumah sakit melakukan pengarsipan data kegiatan setiap bulannya dari semua program. Program apa saja? Seperti survelens, KIA, gizi, DBD, malaria, ispa-diari, imunisasi, dan lain sebagainya. Ruang kantor dinas masing-masing program sudah disetting.  

Tiap program memiliki satu ruangan beserta penanggung jawabnya masing-masing. Contoh, ruang KIA kotak arsip menurut jumlah puskesmas dan rumah sakit di kota ataukah kabupaten terssbut. Masing-masing kotak/ rak arsip diberi nama puskesmas ataukah rumah sakit yang kemudian disetting otomatis. Ketika sebuah puskesmas/ rumah sakit ingin mengirim laporan dalam bentuk fisik tinggal memasukkan menekan tombol yang ada di layar memilih provinsi, kabupaten/ kota, jenis kantor dinas, puskesmas, kemudian memilih program, dan terakhir memasukkan username beserta kata sandi untuk membuka kotak. Dokumen fisik yang akan diarsipkan segera dimasukkan ke dalam kotak, lantas tekan pengiriman. Kotak tersebut akan berjalan menuju tempat yang sudah dipilih melalui jalanan rel tadi. Dokumen tersebut dengan sendirinya akan langsung tersimpan sebagai arsip di ruang pengarsipan tadi di kantor dinas. 

Alarm lampu ruang tersebuat akan menyala sebagai bukti dokumen sudah tersimpan baik. Pemberitahuan pun akan muncul pada beranda link penanggung jawab program ruang tersebut dan puskesmas/ rumah sakit itu sendiri. Alatnya dapat di bangun dimana saja. Pengiriman data pengarsipan juga dapat dilakukan antar provinsi selama jalur rel perjalanannya dibangun. Pengiriman data online memang paling berperan, akan tetapi data laporan fisik tetap harus dilakukan untuk menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan. 

“Gambaran alatnya seperti mesin pengantar kemarin, hanya saja dikembangkan lebih ke metode pengarsipan” ka’Arauna. 

“Pihak sekolah juga tidak perlu berjalan bolak-balik dinas pendidikan hanya untuk pertanggung jawaban dokumen fisik” ka’Arauna.  

“Kotak arsip ini harus kebal api sehingga dokumen masih baik-baik saja sekalipun terjadi kebakaran” ka’Dhavy. 

Singkat cerita, saya pada akhirnya berada pada barisan perakitan alat tersebut. Ka’Arauna hanya menjelaskan teori gambaran tentang mesin pengarsipan tadi, sedang ka’Dhavy bersama dua personilnya harus mencari jenis bahan sekalis sistem perakitannya. “Tugasmu bagian perakitan jalan!” ka’Dhavy menatap ke arahku. 

“Feivel, settinggan program otomatis dan kualitas bahan!” ka’Dhavy masih berceloteh. 

“Sedang saya akan memeriksa lebih detail susunan perakitan dengan cara paling unik” Ka’Dhavy. 

“Terserah” cetusku. 

“Sepertinya temanku yang satu ini membentuk wajah-wajah patah hati atau gimana yah” Feivel. 

“Siapa bilang saya patah hati?”  

“Ka’Dhavy” Feivel. 

“Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan” terlihat kesal. 

“Don’t ribut-ribut!” ka’Dhavy. 

Kegiatanku hanya bercerita markas, buku berhamburan kiri-kanan, segala jenis mesin seperti mengudara di sini, dan komputer. “Coba pasang jenis kabel ke arah kiri bukan kanan!” kalimatku. 

“Gunakan bahan pelindung terlihat biasa saja, tetapi sangat kuat apalagi terhadap api” ka’Dhavy. 

“Sudah sampai dimana?” ka’Dhavy menegurku. 

“Sepertinya kita harus memeriksa lebih detail tingkat kedalaman tanah yang akan menjadi lorong rel nantinya” ujarku menunjukkan sesuatu. 

“Masing-masing jalan memiliki alur dan kesulitannya sendiri” kalimatku lagi. 

“Sepertinya kau masih harus meneliti beberapa objek di luar sana” ka’Dhavy. 

“Ta ta ta pi”... 

“Sekalian lanjutkan petalangan 77 harimu mencari tulang rusuk” ka’Dhavy. 

“Bagaimana dengan alatnya?” pertanyaanku. 

“Sambil menyelam minum air, ngerti?” ka’Dhavy. 

Hal yang terjadi selanjutnya adalah saya harus berjalan keluar markas untuk mempelajari alur jalan beberapa mesin kami nantinya termasik mesin pengarsipan. Petualangan 77 hariku juga harus berlanjut. Btw, apa kabarnya dia sekarang? Bagaimana bisa saya berjalan ke hadapannya?  

Lukan borok di tubuhku sudah tidak ada lagi. Saya menyuruh ka’Dhavy membersihkan seluruh area tubuhku sebelum waktunya tiba. Apa saya harus kembali berjalan ke arahnya dengan bentuk tubuh normal ataukah menjadi sosok Adriel yang dulu? “Lagian dia masih menjadi milik orang lain” menarik nafas panjang. 

“Harga sepatu ini berapa ya?” dua bola mataku sedikit tertarik melihat sepasang sepatu wanita.   

“Kau” seseorang yang kukenal tiba-tiba saja menampakkan wajahnya di pasar Bersama. 

“Kenapa ada pertemuan aneh di sini?” ujarku terperanjat kaget seketika.  

“Entahlah” Nara menarik nafas lesu. 

Kami berdua duduk di sekitar taman hiburan setelah menokmati petualangan di pasar Bersama. “Apa kau sudah menemukan sesuatu?” Nara melemparkan pertanyaan. 

“Entahlah” jawaban judes Adriel.  Hal yang terjadi selanjutnya adalah saya pergi begitu saja dari hadapannya tanpa berkata-kata lagi... 

 

BERSAMBUNG di KONFERENSI MEJA BUNDAR 2...