Rabu, 11 Agustus 2021

 KEKUATAN SEORANG IBU


Bagian 1…

 

Lavi Yagil...


Kenapa jalan hidupku jauh berbeda dengan orang lain? Miskin, broken home, memiliki seorang mama paling kampungan, dua adik laki-lakiku terlihat membosankan, dan masih banyak hal-hal terkacau terus saja menghampiri hingga mempermainkan segala keadaan. Kebencian terhadap papa jauh lebih besar dibanding objek manapun di dunia. Saya malu setiap melihat pakaian kusut mama, bau badan menyengat, pekerjaan-pekerjaan kuli kasar demi mendapat uang, senyum menyebalkan darinya. Kegeraman terus saja terjadi ketika dua adikku berdiri di sekitarku.

Andai saja saya terlahir di tengah keluarga kaya raya tanpa kekurangan sesuatu. Kata ‘andai’ benar-benar mempermainkan kehidupanku. Andai sosok Lavi memiliki mama tercantik, gaya fashionable, pintar, senyum menawan, memiliki pekerjaan terpandang. Kenapa Tuhan memberi orang tua dengan wajah terjelek sedunia? Wajar saja papa mencari perempuan lain.

“Jangan ke sekolah Lavi lagi!” geram melihat tingkah mama berdiri di depan gerbang sekolah.

“Pergi dari sini!” mendorong wanita tua itu secepat mungkin.

Masa-masa sekolah lanjutan pertama hanya akan bercerita tentang rasa malu memiliki mama dekil dan sangat bau. Saya harus bisa menembus tempat tersebut bagaimanapun caranya. Berusaha menyembunyikan identitas diri di hadapan siswa lain menjadi ciri khasku. “Mamaku lebih dari kata cantik” pernyataan berbohong sewaktu beberapa orang melemparkan sebuah pertanyaan tentang raut wajah mama.

“Papaku pengusaha sukses di luar negeri” kebohongan lain lagi.

Beruntung saja sosok Lavi Yagil memiliki otak kelewat encer sehingga selalu menjadi juara baik di kelas maupun beberapa bidang. Di sekolah, saya harus hidup dalam kepura-puraan seolah memiliki harta berlimpah. Ketika berada di rumah segala sesuatu akan kembali seperti semula yaitu kehidupan menjijikkan. Kenaz dengan karakter gila karena sikap buruk, preman kampung, selalu membuat keonaran membuatku muak. Kenapa harus memiliki adik seperti dia? Tidak bisakah manusia sepertiku hidup dalam kesempurnaan? Di lain tempat teriakan Hershel terus saja berkumandang karena permainan sepak bola pada salah satu stasiun televisi. Saya benci harus tidur sekamar bersama mereka berdua.

“Poster apaan ini?” geram melihat dinding kamar dipenuhi personil-personil pemain bola kesayangan Hershel.

“Kenapa kakak merobek gambar pemain bola kesayanganku?” Hershel sangat marah.

“Merusak pemandangan” jawaban buat dia.

“Wajah kakak jauh lebih merusak pemandangan dibanding wajah mereka” Hershel.

“Kau berani terhadap kakakmu sendiri?” dua tanganku mendorong keras Hershel.

Hal di luar dugaan bahkan keseringan terjadi di antara kami bertiga adalah perkelahian satu sama lain. “Kenapa kau harus dilahirkan menjadi adikku?” teriakanku makin mendorong tubuhnya.

“Memangnya Hershel meminta sama Tuhan biar jadi adikmu?” Hershel.

“Kalau disuruh memilih saya juga ga bakalan mau menjadi adikmu” Hershel.

“Kau berani?” ucapan kembali buatnya.

Perkelahianpun terjadi bahkan aksi dorong mendorong, tarik menarik rambut, tampar menampar seperti anak perempuan dimainkan oleh kami berdua. “Berhenti!” suara nyaring seseorang dan tak lain adalah mama…

“Kakak merobek pemain bola kesayanganku” Hershel mengadu.

“Kau selalu menghancurkan pemandangan kamar dengan tempelan-tempelan postermu” membalas kalimatnya.

“Mama, uang buat Kenaz mana?” si’preman muncul di tengah pertengkaran.

“Btw, kalian lagi berkelahi? Ayo lanjutkan, kebetulan pisau-pisau dapur berteriak buat digunakan” Kenaz makin memanas-manasi…

Apakah mama menangis melihat aksi kami bertiga? Apakah wanita jelek itu melemparkan kalimat serapah bagi ketiga anaknya? Bagaimana sikap sosok ibu seperti dirinya setiap menemukan kenyataan pahit selain kepergian sang suami? “Selalu saja berusaha bersikap tenang” suara hatiku berbisik seketika.

Terkadang sosok dekil sang ibu menatap tajam terhadap kami bertiga. Hershel merupakan anak bungsu yang selalu mengalah ketika raut wajah wanita tua tadi berubah. “Saya benci lahir dari keluarga miskin, broken, memiliki ibu dekil sepertimu” entah kenapa pernyataan tersebut tiba-tiba terlontar.

Dia hanya terdiam tanpa berkata-kata. Menangis? Saya tidak pernah melihat setetespun air matanya terjatuh. “Saya benci lahir dari Rahim wanita tua miskin sepertimu” ucapanku makin mengganas.

“Kakak keterlaluan” Hershel.

“Kenapa saya tidak bisa seperti orang lain memiliki kamar luas, rumah, mobil, orang tua berpendidikan?” kembali melemparkan pertanyaan.

Rumah kecil menjadi saksi bisu pertengkaran bahkan kata-kata makian terhadap wanita tua itu setiap saat. Terkadang pertengkaran terhadap dua adikku terlebih khusus Hershel hanyalah sebagai bahan buatku untuk mencari celah menyerang sang wanita tua. “Wah kakakku memang keren kalau berkata-kata” Kenaz menepuk bahuku. Seolah dia tidak pernah peduli sikapku memperlakukan wanita yang sudah melahirkan kami.

“Silahkan lanjutkan pertengkaran kalian” Kenaz berjalan keluar dari rumah.

Kenapa tatapan mata dari sang wanita jelek tetap terlihat tenang? Sebuah tamparan berjalan ke arahku dari seorang ibu. Sikap tenangnya tetap berjalan di tengah-tengah salah satu tangan yang sedang bermain untuk menampar wajahku beberapa kali. Tiba-tiba saja dua tangannya mendekap tubuhku…

“Anak mama pasti memiliki kualitas nilai terbaik” pernyataan lembut darinya sambil terus mendekapku.

“Hentikan!” berusaha mendorong tubuhnya, tetapi tangannya jauh lebih kuat.

“Terima kasih Tuhan karena dua tanganku jauh lebih kuat mendekap Lavi dibanding kekuatan semu” tersenyum sambil berbisik di sekitar telingaku.

Bersikap diam dan tenang merupakan gambaran wanita tua tersebut. Saya tidak pernah melihat dirinya sekalipun menjatuhkan air mata karena perselingkuhan sang suami. Apa saya salah lebih memilih orang lain menjadi mamaku selain dia? Bagaimana bisa Tuhan membuat saya terlahir ke dunia melalui rahimnya? Dekil, kotor, jelek, miskin, dan segala jenis objek terkacau selalu saja membungkus kisah sang wanita tua.

“Makanlah!” seperti biasa tetap bersikap tenang seolah keributan tadi tidak pernah terjadi.

“Saya benci melihat sikapmu” pernyataan terdingin untuknya.

“Kakak Lavi memang iblis” rasa geram Hershel mendengar ucapanku.

“Kalau mau ribut setelah makan dulu, gimana sih?” Kenaz preman kampung.

Kenaz tidak mempermasalahkan kebencian maupun rasa maluku memiliki ibu dekil. Kehidupan adikku yang satu ini selalu bercerita tentang kebebasan, pergaulan buruk, perkelahian, bolos sekolah, tinggal kelas, dan masih banyak lagi hal-hal terkacau lainnya. Hershel merupakan sosok pribadi satu-satunya yang akan berada di samping wanita tua itu. “Mama beri Kenaz uang” anak bangsat lagi memalak.

“Ka’Kenaz keterlaluan” Hershel makin geram.

Saya benci melihat pemandangan seperti ini. Kenaz menendang sebuah kursi karena keinginannya tidak dipenuhi. Menggeleng-geleng kepala melihat Herzhel sang bocah menutup rapat telingan wanita tua dengan dua tangannya. Rasa belas kasihan pada diriku belum pernah ada terhadap wanita yang sudah melahirkan saya ke dunia.  

“Kenapa mama harus diperlakukan buruk terus oleh mereka berdua?” Hershel.

Saya benar-benar menikmati perlakuan sang bocah Hershel terhadap wanita tua itu. “Usir saja mereka berdua dari rumah” terus mengumpat.

“Mereka berdua tetap akan menjadi kakak terbaik buat Hershel anak mama” sang wanita tua sok bijak seketika.

“Terbaik apanya?” Hershel bersandar pada dinding…

“Kekutan seorang ibu dapat menghancurkan objek terburuk pada diri mereka” sang wanita tua.

“Bukannya mengejek tapi mama kan selalu terlihat lemah bahkan tidak berkutik di hadapan dua manusia iblis di rumah ini” Hershel.

“Siapa bilang mama lemah? Mama memiliki satu kekuatan terdasyat tanpa Hershel sadari” sang wanita tua.

Senyum wanita tua begitu lebar seolah semua hal terkacau tidak pernah terjadi sama sekali. “Waktu akan bercerita tentang kekuatan seorang ibu, ngerti?” wanita tua kembali tersenyum lebar.

“Kenapa juga saya harus mendengar dialog mereka berdua” rasa kesalku membanting pintu rumah.

Kekuatan seorang ibu? Entah kenapa pernyataan tersebut menghantui jalan pikiranku sekarang. bagaimanapun wanita tua tidak memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan. Saya terlalu malu mengakui dirinya sebagai mama. Sekolah tempatku belajar di masa remaja terlihat menegangkan atas tiap kebohongan dari kisah Lavi. “Jangan menampakkan wajah dekilmu lagi di sekolah!” mendorong sang wanita tua setelah tersadar sesuatu.

 Saya selalu ingin menjadi nomor satu di segala bidang bahkan tertata begitu sempurna. Nilai akademis, olah raga, music, dan masih banyak lagi harus yang pertama sekalipun memakai cara licik. Demi terlihat pandai memainkan beberapa alat music sehingga dua tanganku berlatih habis-habisan. Hal tersebut membuat nilai-nilai ujianku merosot seketika pada peringkat tiga di sekolah dari seluruh kelas. Berada di urutan kedua sudah menjadikan kehidupan Lavi tak terkendali terlebih kacau begini. Saingan sekaligus musuh terberatku tiba-tiba berada di urutan paling terdepan setelah posisi dia kemarin di sepuluh besar.

“Sangat gila” rasa histeris makin meledak-ledak.

“Makanlah” suara wanita tua berseru sekitar pendengaranku.

Waktu akan bercerita tentang kekuatan seorang ibu” entah kenapa pernyataan tersebut berkumandang begitu nyaris hingga ingin meledakkan kepala.

“Pergi sana!” nada memerintah sambil mendorong sang wanita tua keluar kamar.

“Suatu hari kakak pasti menyesal mendorong mama seperti sekarang,” si’anak mama seolah sosok satpam terbaik bagi wanita tua.

“Hershel” wanita tua berusaha menahan kegeraman kurcaci sialan. Objek yang tidak akan pernah bosan dilakukan oleh sang wanita tua adalah berjuang mendekap erat tubuhku terlebih ketika mulut maupun tanganku berperilaku buruk.

Tetap menatap hangat bagaimanapun keadaan menyakiti hatinya. Ada saat salah satu tangannya menampar wajahku dan setelah itu sebuah pernyataan keluar begitu saja. “Kekuatan tangan mama pasti bisa menghancurkan gerbang pintu terkeras di hatimu,” ucapan tersebut berteriak begitu kuat tetapi tetap terlihat tenang.

Wanita bodoh selalu saja memberi tatapan lembut dibalik sikap tenangnya. Kenapa juga saya harus terus membayangkan tiap pernyataan maupun tentang kepribadian sang wanita tua. Bagaimanapun rasa malu memiliki ibu seperti dia jauh lebih besar dibanding apa pun di dunia ini.

“Mungkin semua orang akan membuatku menjadi bahan tertawaan, tetapi saya akan buktikan di hadapan dunia kisah tentang kekuatan terbesar seorang ibu,” tanpa sadar sebuah suara berkata-kata di balik sebuah pintu.

“Tuhan, jadikan ceritaku berbeda bersama keunikan tersendiri yang tidak mungkin dimiliki oleh orang banyak terlebih di antara para ibu di luar sana,” pertama kalinya tingkah bodohku berusaha menguping kembali suara di ruang sana.

Wanita tua masih menyimpan dengan baik foto sosok pria bengis di dalam kamarnya. Kenapa darahku mendidih menatap foto gila itu? Saya seperti pencuri  mengendap-ngendap sambil mengintip karena rasa takut. Dia menangis diam-diam tanpa memperdengarkan suara. Selama ini saya tidak pernah melihat wanita tua menangis seperti orang bodoh. Hal tersebut terus saja menghantui pikiranku beberapa hari belakangan.

Siang hari raut wajahnya bercerita tentang kekuatan tanpa air mata. Ketika pertengahan malam tiba, maka apa yang kulihat di balik sebuah celah kecil dinding kamarnya semua hanya berkata-kata tentang aliran air mata dan betapa rapuh kehidupan dia sebagai seorang ibu. Kenapa juga saya harus dibangunkan tengah malam hanya untuk melihat pemandangan seperti ini diam-diam?

“Saya pasti bisa mendidik tiga jagoan kecilku hingga memiliki kualitas nilai terbaik sekalipun tanpa kasih sayang seorang ayah di samping mereka” pernyataan sang wanita tua di antara genangan air matanya.

“Tuhan, imanku berkata kalau saya pasti memiliki satu kekuatan luar biasa bersama dinding pertahanan paling unik yang tidak mungkin dimiliki oleh ibu manapun” dia masih berkata-kata…

Tiap pernyataan darinya masih manghantui pikiranku di sekolah. “Saya malu mengakui di hadapan semua orang memiliki ibu dekil sepertimu” bayangan makian terhadap sang wanita tua menyergap bagaikan senjata.

“Coba jelaskan defenisi sosok ibu menurut versi kalian masing-masing” salah satu guru berdiri di kelas untuk sebuah mata pelajaran…

“Bisa dimulai dari Dara, silahkan!” bapak guru menunjuk teman paling pojok.

“Mampu memberi apa yang kumau” jawaban konyol Dara.

Masing-masing mereka memberi pernyataan menurut versinya. Saya hanya duduk termenung membayangkan beberapa objek. Sejak dulu di mataku hanya ada satu defenisi sosok ibu sehingga kata malu jauh lebih kuat bermain dibanding menyadari sesuatu hal. Cantik, kaya, berpendidikan, cerdas, berpakaian bersih, selera fashion modern, mampu memenuhi semua keinginanku merupakan defenisi sosok ibu paling sempurna dalam hidupku.

“Dapat menjawab misteri hidup yang diberikan sang pencipta” salah satu dari mereka menciptakan defenisi lain.

“Ibu merupakan sebuah pelita kecil tanpa batas ketika melintasi sebuah petualangan”…

“Bisa membuatku tertawa.”

“Defenisi ibu menurutku adalah pintar masak sampai perutku kenyang tapi tidak menggemukkan juga…” 

Ada banyak penjelasan tentang defenisi ibu dari mereka hingga membuatku terdiam. “Menurut Lavi, defenisi ibu itu seperti apa?” bapak guru tiba-tiba saja melemparkan pertanyaan ke arahku.

“Defenisi ibu buatku…” mulutku terlihat gemetar sambil berkata-kata.

“Entahlah” jawaban tersebut juga menjadi akhir pernyataanku.

“Berarti defenisi ibu buat Lavi berada pada kata entahlah?” pak guru.

“Memiliki dinding pertahanan terkuat dan tidak pernah terlihat lemah” entah kenapa pernyataan tersebut keluar begitu saja dari mulutku.

Wajahku tertunduk seolah menyadari sesuatu hal. Keadaan membuatku malu mengakui wanita tua sebagai mama. Di antara semua teman-teman sekolah hanya hidup Lavi Yagil saja terlihat berbeda. Miskin, keluarga broken, kacau, bahkan masih banyak hal-hal buruk berkata-kata ketika dua kaki berada pada satu area jalan persimpangan. Suasana sekolah menjadi makin menyedihkan dikarenakan peringkat terbaik tidak lagi dipegang olehku. Mereka semua menertawakan hidupku seketika dalam waktu singkat.

Rasa takut dalam hidupku menjadi penyebab kenapa saya ingin selalu menjadi nomor satu tanpa saingan di semua bidang. Kehilangan figure ayah membuat jalanku terkesan hambar sekalipun prestasi sekolah tetap berada di tangan. Rasa malu memiliki ibu dekil dikarenakan rasa haus mendambakan sosok keluarga sempurna, tetapi hidupku harus menerima kenyataan kalau saya hanyalah keluarga broken home.

Dengan mata kepalaku sendiri menyaksikan bagaimana papa memeluk wanita lain sambil memukul mama memakai salah satu tangannya. Berusaha mencari sekolah tanpa seorangpun mengenalku hanya demi melakukan sebuah penipuan belaka. “Hershel tidak akan membiarkan mama bekerja lagi kalau Hershel sudah besar,” anak ingusan mencoba menghibur  sang wanita tua.

“Awas saja kalau bohong” celetuk si’wanita tua.

“Hershel berbeda dengan dua kakak brengsek di rumah ini” cemberut Hershel.

“2 kakak Hershel pasti akan memilki kehidupan baik sepertimu” si’wanita tua.

“Mereka berdua bukan kakakku melainkan iblis” Hershel.

“Suatu hari mereka berdua akan menjadi malaikat buat Hershel” si’wanita tua.

“Semua itu tidak mungkin terjadi” Hershel.

“Pasti terjadi” si’wanita tua.

“Kenapa mama terlalu percaya diri begini?” Hershel.

“Naluri seorang ibu tidak mungkin berbohong. Kekuatan mama jauh lebih hebat untuk menciptakan tarian berirama seni dibanding apapun juga” wanita tua.

“Hershel benci melihat mereka terus tinggal di rumah” Hershel.

“Semua mempunyai waktu, jadi anak mama jangan pernah menjadi pembenci” si’wanita tua.

Percakapan gila antara mereka berdua membuatku terlihat seperti orang bodoh. Kenapa juga saya harus menjadi pendengar setia di tempat tersembunyi? Saya benci suasana kacau seperti sekarang. “Sejak kapan kakak berdiri seperti orang bodoh di situ?” Hershel menyadari keberadaanku.

“Memang kenapa kalau saya mau berdiri di sini? Dasar anak ingusan” raut wajah dingin terbaca jelas di wajahku.

“Malaikat dari mana? Jelas-jelas ka’Lavi hanyalah sosok iblis” cetus Hershel berkata-kata pelan di belakangku setelah wanita tua berada di kamarnya.

Bayangan senyum wanita tua terus melekat dalam ingatanku. Rasa penasaran ingin melihat apa yang sedang dilakukan olehnya tengah malam begini makin menjadi-jadi. “Sial” nada cetus seolah sesuatu mendorong tubuhku dari ranjang. Berjalan pelan bagaikan pencuri agar tidak disadari oleh anak ingusan.

Tengah malam begini air matanya akan mengalir deras tanpa henti selama sejam lebih. Dalam kamarnya dia menangis seolah ingin mencurahkan segala rasa sakit di hatinya. “Tuhan, di tanganMu tiga jagoanku pasti bisa memiliki sebuah nilai. Saya akan menunggu waktu itu tiba” wanita tua kembali berkata-kata.

Dia tidak pernah kehabisan kata-kata untuk mencurahkan isi hatinya. Terlihat begitu tenang dalam segala rutinitas, namun siapa pernah menduga aliran air matanya cukup deras setiap pertengahan malam. Tangan kasar itu digunakan mencari sesuap nafkah pada siang hari, sementara dua bola mata wanita tua lebih menyukai permainan aliran air di tempat tersembunyi.

“Mau mencuri yah” tiba-tiba saja Kenaz berjalan masuk memukul kepalaku…

“Hentikan kelakuan bodohmu!” sangat geram melihat Kenaz


Bagian 2…

 

Kenaz Yagil…


Hai, kenalkan namaku Kenaz Yagil dengan makna cerdas. Coba bayangkan makna dan tingkah laku sosok pribadi Kenaz sangat berlawanan jauh. Apa yah di pikiran mama ketika memberi nama? Lebih kacau lagi adalah arti nama marga papa, memberi kebahagiaan. Justru hal yang terjadi adalah papa menjadi iblis bagi keluarga sendiri. Berselingkuh, mabuk, melakukan KDRT, termasuk tidak pernah peduli terhadap anaknya. Saya sangat benci dengan sikap mama yang selalu saja terlihat lemah. Sejak kecil hidup Kenaz Yagil sudah terbiasa melihat kekerasan dalam rumah tangga tanpa kehangatan. Jarak usia antara saya dan kakakku Lavi setahun, sedangkan dengan adikku berjarak 9 tahun.

Saya memiliki kepribadian terburuk bahkan bisa dikatakan paling jahat di antara kami bertiga. Ingin terlihat kuat menjadi alasan mengapa jalan hidupku harus terlihat seperti iblis. Kebencian melihat sikap tenang mama terhadap segala sesuatu membuatku lebih hancur seketika. Rasa-rasanya saya ingin membunuh kedua orang tuaku karena karakter mereka. Papa dengan peranan iblis terkejam, sedang mama sebagai malaikat paling lemah. Kehidupan macam apaan ini?

“Lupakan masalah di rumah” salah satu teman sekolahku mulai membuatku mengenal kehidupan iblis perlahan tapi pasti. Bolos sekolah, merokok, jadi preman, minum, terlibat perkelahian, mencuri, dan masih banyak lagi kelakuan buruk menyatu secara luar biasa di usia masih terlalu labil.

Mama selalu menjadi sarang buly dari seluruh orang tua siswa akibat karakter anaknya. Minimal, sosok mama bisa melampiaskan rasa geramnya. Keluar masuk sekolah satu ke sekolah lain merupakan ciri khas hidup seorang Kenaz. Kenapa saya berada pada jalur yang dikatakan oleh semua orang adalah jalan salah? Keadaan membuat perubahan besar terjadi pada sudut persimpangan jalan di sana.

“Saya benci melihat mama” berteriak sekeras mungkin mendorong mama di depanku.

Suasana rumah jauh lebih kacau lagi tiap melihat mama menatap ke arahku seolah tidak pernah terjadi sesuatu. Tinggal kelas merupakan hal biasa yang sering terjadi bagi siswa nakal sepertiku. Di balik sikap iblis terhadap mama, entah kenapa terkadang saya masih merindukan masakan hasil buatannya.

Kata terlalu lemah merupakan istilah paling kusesalkan tiap menatap pribadi mama. “Bisa-bisa saya mati kalau memiliki karakter sepertimu” kata-kata ini selalu saja berkumandang jauh di dasar hati hingga dua tanganku membanting apa pun di depan mata.

“Saya malu mempunyai ibu sepertimu” nada kasar kakakku Lavi.

“Bajumu sangat bau menyengat” ka’Lavi tidak segan-segan berbicara kembali.

“Jangan ke sekolahku lagi!” perintah ka’Lavi sangat geram.

Terkadang suasana hatiku sangat kacau melihat hal semacam ini, tetapi saya jauh lebih iblis dibanding kakakku sendiri. Minimal, kakak memiliki prestasi sekolah yang bisa dibanggakan dan sangat jauh berbeda denganku. Saya tidak memiliki hak menjadi pahlawan buat mama dikarenakan keadaanku lebih hancur lagi. Jurang kelam merupakan jalan pilihanku sekarang dan tidak mungkin bercerita tentang setitik sinar dalam pengharapan.

“Bagaimana caramu mendidik anak sih?” salah satu orang tua siswa berteriak.

“Bisa-bisanya membiarkan anaknya menghancurkan semua orang”…

“Orang tua gila” kembali makian terlontar keluar dari mereka.

“Bukan berarti ditinggal suami lantas anak ga pernah bisa di didik dengan benar.”

Entah bagaimana bisa mama menahan cacian mereka semua. Tidak pernah menjatuhkan air mata setetespun atas setiap hal yang sudah terjadi. Tetap berjuang tanpa lelah mencari nafkah demi kehidupan kami bertiga. Caci maki orang banyak tidak lagi diperdulikan. Diam-diam mama menyamar menjadi orang lain agar tidak dikenali orang. Penyamaran tersebut bukan karena malu melainkan permasalahan barang jualannya bisa terjual habis.

Melakukan pekerjaan apa saja bahkan dua tangannya terlihat sangat kasar. Dimulai dari buruh pabrik, menjual sayuran, mengojek orang di luar sana, tukang cuci seterika dilakoni oleh mama. Tidak kehabisan akal agar kami juga memiliki rumah sendiri tanpa harus kontrak sekalipun berukuran kecil. Kenapa saya sejahat itu yah? Rasa bersalah terhadap mama tetap ada di dasar hati, tetapi seolah saya terlalu sulit meninggalkan ruang gelap sekitar jalanku.

Seakan terdapat benteng cukup besar sehingga saya harus tetap berada di sebuah jurang paling dalam. “Mau kemana?” menghadang salah seorang penduduk sekitar jalan kecil.

“Kau tidak bisa pergi sebelum menyerahkan semua isi dompetmu” nada memerintah. Kelakuan bejat sosok Kenaz kembali beraksi tanpa berpikir panjang. Menjambret merupakan biasa yang sering kulakukan untuk menjalani kehidupan keras. Tidur di jalan pun sering terjadi bukan karena mama mengusir melainkan mencari kebahagiaan. Mama dengan sikap tenang menatap ke arahku.

“Kenaz benci tatapan seperti ini” berusaha mendorong tubuhnya.

Tangan kasar mama jauh lebih kuat memegangku. Dia tidak pernah bisa merawat dirinya dikarenakan beban keluarga begitu hebat. Dua tangan mama terasa begitu kasar ketika bersentuhan langsung. Hal tersebut membuat hatiku begitu hancur, tetapi saya tidak pernah bisa menjadi anak baik. Bagaimanapun juga tubuhku terikat oleh rantai belenggu sehinggga dua kaki mengalami kesulitan berlari keluar dari sebuah jurang tergelap.

“Kenaz tetap anak mama sekalipun segala hal dalam dirimu terlihat menyakitkan” sebuah pernyataan seorang ibu yang terus saja memegang kuat tanganku.

Kami berdua diam dalam keheningan malam tanpa berkata-kata lagi setelah pernyataan tadi. Saya benci melihat sikap tenang mama ketika sikapku selalu saja mempermalukan dirinya setiap saat. Kenapa dia tidak pernah bisa menjatuhkan air mata? Kuat atau lemah? Terlihat lemah di sepanjang jalan ketika semua objek terburuk mempermainkan dalam tarian tawa sepanjang waktu. Air mata tidak pernah terlukis di wajah menandakan satu kekuatan tanpa sadar. Aneh? “Kekuatan seorang ibu pasti bisa membawa kembali anaknya menuju sebuah petualangan terbaik” pernyataan mama setelah sekian jam kami berdua hanya diam dalam kesunyian malam.

Jalan besar tidak jauh dari tempat perkumpulan teman-temanku menjadi saksi ucapan mama sekarang. Tinggal kelas beberapa kali tidak membuatnya melemparkan kebencian terhadap kelakuanku. Semua orang berkata tentang hidupku yang akan selalu menjadi sampah masyarakat, tetapi tidak bagi mama. Tetap saja mendekap kuat bagaimanapun dua tanganku membanting pintu rumah atau memecahkan segala perabotan miliknya.

“Mama pasti bisa membuatmu menjadi manusia berkualitas” ucapan penuh kehangatan.

“Kelihatannya mama selalu saja gagal menarikmu dari sebuah jurang, tetapi semua itu tidak akan bertahan lama…” ucapan mama sambil menarik nafas dalam-dalam.

Angin malam seakan berteriak pula menyadari bagaimana seorang ibu sedang berjuang. Pertarungan hebat sedang terjadi antara jurang gelap dan kekuatan seorang ibu. Siapa yang akan menang? “Waktu akan berbicara tentang tangan kuat mama untuk menarikmu” sekali lagi mendekap kuat tubuhku.

Apa saya berubah setelah mendengar pernyatan tersebut? Hal terbodoh adalah percaya akan perubahan besar sekitar jalanku. Karakter buruk sosok Kenaz jauh lebih kacau lagi dari sebelumnya. Sepertinya mama gagal total melawan jurang gelap untuk membawahku kembali. Kebiasaan buruk tetap saja kulakukan tiap harinya bahkan menjadi iblis terjahat.

“Pergi sana!” bersikap kasar terhadap Hershel bocah kecil anak bungsu mama.

“Kenapa bisa Hershel memiliki dua kakak iblis di rumah?” Hershel.

 Hanya bocah kecil itu yang selalu setia berdiri di samping mama. Si’bungsu akan selalu menjadi pahlawan ketika dua manusia iblis mulai menciptakan kegaduhan dasyat di rumah. Berusaha menyelesaikan semua pekerjaan rumah seorang diri merupakan ciri khas manusia polos semacam dirinya. Adikku tidak akan pernah membiarkan mama menyentuh pekerjaan seorang diri. Membantu berjualan setelah pulang sekolah adalah hal biasa yang dilakukan oleh si’bungsu.

“Ada mangsa baru tuh di sana” Bara teman perkumpulan sekaligus ketua geng melirik seorang anak ingusan sedang berjalan di tempat sepi.

“Hershel” berujar dalam hati.

Saya memang membenci anak ingusan itu, tetapi bukan berarti harus menjadikan mangsa. Teman seperkumpulanku terlebih Bara sama sekali belum menyadari wajah adikku. “Apa kau tidak kasihan terhadap anak kecil seperti dia?” berusaha menghalangi jalannya.

“Sejak kapan Kenaz menaruh rasa kasihan terhadap seorang anak kecil” Bara.

“Maksudku cari saja orang lain bukannya memperalat anak kecil” balasku.

“Masa bodoh” Bara.

“Sekali saja kau menyentuh adikku, tentu dua kakimu akan patah seketika” berkata-kata di dalam hati.

Berusaha mengalihkan perhatian Bara agar tidak menjadikan Hershel sebagai mangsa baru. Saya bisa membayangkan bagaimana wajah sedih mama pada akhirnya. Bisa dikatakan terkadang sisi malaikatku berbicara di sisi lain, namun lebih banyak sisi iblislah yang sedang menonjolkan dirinya di sekitar jalanku. “Lain kali kalau jalan pulang jangan lewat di belakang gedung sana” menggertak si’bocah ingusan setelah berada di rumah.

“Hershel jalan kemanapun bukan urusan kakak” sikap benci sang bocah.

“Ini anak kalau ditanya malah ngeyel” menepuk kepalanya.

“Kenapa Tuhan bisa mengirimkan dua kakak iblis buat Hershel sih?” Hershel.

“Dasar bocah” meledek dirinya.

“Ambilin minum dong!” menggertak sang bocah dodol garut…

“Hershel bukan pembantu” balas Hershel.

“Siapa juga bilang kalau si’bocah pembantu?”

“Keterlaluan” Hershel.

Hal selanjutnya yang sedang terjadi adalah perkelahian dua kakak beradik. Jambak menjambak rambut seperti anak perempuan makin histeris dilakukan oleh kami. Adu mulut pun lebih ganas lagi jauh sangat kacau dibanding sosok bibi Carlota dalam sebuah telenovela. Tiba-tiba saja ka’Lavi datang menyiram kami berdua dengan seember air kotor. “Jangan membuat keributan” ka’Lavi berkata-kata.

“Saya mau buat keributan atau tidak, kan terserah saya dong” salah satu tanganku mendorong tubuh ka’Lavi.

“Besok saya ujian kelulusan, jadi, jangan mencoba mencari masalah denganku”ka’Lavi.

“Kalau saya mau tetap ribut, emang kenapa?” pertanyaanku.

“Dasar manusia bodoh, gila, preman kampung, biadap, selalu tinggal kelas” ka’Lavi.

“Apa kau bilang?” rasa geramku makin tidak tertandingi.

Sebuah pukulan  ke wajah ka’Lavi mendarat begitu saja hingga mengeluarkan darah. Perkelahianku sekarang bukan lagi bersama sang bocah melainkan si’manusia keparat satu ini. “Sialan” kata memaki makin menyerang setelah mendapat balasan pukulan.

“Adik gila” ka’Lavi.

“Tukang tinggal kelas” makin histeris berteriak.

“Rasakan ini” pukulan ke wajah ka’Lavi makin heboh.

Kakakku hanya pandai dalam mengumpat ataupun mengejek, tetapi sangat jatuh ketika adu jotoh alias berkelahi. Selalu saja kalah sampai mengeluarkan darah maupun luka lebam menjadi ciri khas ka’Lavi. “Hentikan kelakuan gila kalian!” mama akhirnya datang juga.

Sejak tadi saya sedang menunggu mama buat melerai kami berdua. Hal terbodoh dalam hidupku adalah merindukan teriakan mama di tengah-tengah pertengkaran. Kenapa juga sisi rapuh sosok iblis sepertiku gentayangan begini? Bisa dikatakan hidupku benar-benar sudah gila. Membenci sikap lembut, tenang, senyuman wanita yang sudah melahirkan saya. Kekacauan lain lagi adalah terkadang mencari tiga pribadi ciri khas mama.

“Mama, maaf membuatmu kecewa” segera sang bocah Hershel bersujud di kakinya.

“Hershel tidak bermaksud menyakiti mama” Hershel.

Menendang pintu demi menutupi suasana rapuh di hatiku. Saya tidak ingin mama menyadari rasa mendambakan banyak hal darinya. Bagaimanapun sosok Kenaz hanyalah manusia iblis yang sedang tinggal di sebuah jurang. Terus terang, benteng pertahanan sang penguasa gelap memang terlalu kuat bahkan terlalu sulit untuk dihancurkan.

“Kenaz butuh kekuatan mama untuk menghancurkan benteng tersebut” kalimat terbodoh yang tiba-tiba muncul begitu saja di waktu tak terduga.

Sadarkan dirimu Kenaz! Jalanmu tidak mungkin bisa berubah sekalipun kekuatan seorang ibu berjuang keras membawamu keluar dari sebuah jurang. Pertanyaan tentang seberapa persen kekuatan mama bisa berhasil melawan jurang iblis masih terus terngiang. Apa mama akan berhasil? Tarian kemenangan iblis makin histeris menampakkan tawanya di sekitar jalanku. Senjata seperti apa sih yang akan mama gunakan untuk membuatku dapat berjalan keluar?

“Dasar brengsek” menendang pintu rumah.

 “Manusia gila” ka’Lavi histeris sangat jengkel. Begitulah kelakuan kami bertiga tiap bertemu. Tidur harus sekamar di atas sebuah raanjang sederhana. Pertengkaran, perkelahian, satu sama lain tidak mau mengalah menjadi ciri khas Yagil bersaudara. Apa sih di pemikiran mama hingga membuat kami harus sekamar? Rasa-rasanya saya muak tiap berjalan menuju tempat tidur dan melihat mereka berdua. Bagaimanapun suasana buruk yang sering kulakukan di luar sana, tetapi tetap saja tubuhku selalu ingin tertidur pulas di rumah.

Saya benci melihat setumpuk buku milik ka’Lavi di kamar. Rasa membosankan pajangan poster para pemain bola kesayangan Hershel berhamburan di mana-mana. Mereka berdua memiliki kebiasaan aneh, sedangkan diriku sendiri lebih menyukai memalak atau menjadi preman di mana-mana.

“Apa pertengkaran kalian sudah berakhir?” mama seolah tidak terpancing melihat sikap kami. Hershel sudah terlihat ketakutan ketika tatapan mama mulai menatap tajam, namun masih dalam keadaan sangat tenang. Kenapa bisa ada orang tua semacam ini? Apa memang kata tegas tidak pernah bisa terlihat dalam dirinya? Lantas, tatapan tajam tersebut menyatakan makna dimana?

Dua tangan mama benar-benar sangat kuat menahan sewaktu salah satu dari kami ingin mendorong tubuhnya untuk melawan atau menyatakan rasa tidak suka. Saya belum pernah melihat air mata menetes dari wajahnya sekalipun. “Kemarin dan hari ini mungkin mama selalu saja kalah memegang kalian” kata-kata dia membuat kami hening seketika.

“Esok hari pasti mama bisa memegang kendali bahkan jauh lebih kuat untuk menarik kalian menuju satu alur yang mungkin sulit dilupakan” kembali mulutnya berkata-kata.

“Kalau semua ucapanmu gagal?” ka’Lavi membalas dingin.

“Mama akan berjuang lagi keesokan harinya” jawaban mama.

“Kalau kembali gagal?” ka’Lavi.

“Mama akan kembali berjuang dan berjuang kemudian terus berjuang tanpa henti” sikap tenang menjawab pertanyaan ka’Lavi.

“Kekuatan seorang ibu dapat mengalahkan segala-galanya termasuk pintu keras di hatimu ataupun rasa malu karena keadaan tidak seperti yang kau inginkan” ucapannya lagi.



Bagian 3…

 

Suasana cukup tegang antara seorang ibu dan ketiga anaknya sedang terjadi. Apa hidup tidak pernah berpihak terhadap sang wanita tua ini? Hal terhancur dari bagian hidupnya adalah berjuang seorang diri membesarkan ketiga buah hati tanpa bantuan siapapun. Perselingkuhan sang suami bersama banyak wanita di luar sana membuat jalannya semakin hancur tanpa belas kasih sedikitpun.

Lavi anak pertamanya sudah berusia 17 tahun sangat malu mengakui ibunya sendiri di hadapan orang banyak. Lavi sengaja mencari sekolah jauh dimana tidak seorangpun mengenal identitasnya. Duduk di tingkat akhir sekolah lanjutan atas tidak menyadarkan sesuatu pada diri Lavi tentang perjuangan seorang ibu. Tuhan seperti tidak pernah adil atas hidup sang wanita tua bernama Nayara Yagil.

Anak kedua bernama Kenaz bersama karakter jauh lebih buruk lagi dibanding sang kakak. Dikarenakan kenakalan remaja sehingga berulang kali sang ibu menghadapi masalah cukup sulit. Selisih jarak usia Kenaz hanya setahun dari kakaknya Lavi. Pertarungan seorang ibu diantara beberapa variasi kata seolah tidak memiliki ujung sama sekali.

“Semua bisa saja menghancurkan jalan hidupku, tetapi sebagai ibu saya akan buktikan betapa kuatnya tanganku membawa ketiga sang jagoan menuju petualangan,” suara hati wanita tersebut memandang pertengkaran di antara anak-anaknya.

“Tanpa seorang ayah di samping mereka, dua tanganku pasti bisa membuat satu alur cerita terbaik di antara ribuan cerita orang banyak bagi ketiga anakku” bisikan pernyataan itu berteriak kuat di sekitar ruang dinding hatinya.

Berusaha menahan amarah tiap menatap ke arah ketiga anaknya. Hershel sang jagoan paling bungsu masih berusia tujuh tahun memiliki karakter berbeda di antara mereka. Pergumulan terberat sang ibu berada pada garis titik terberat dari anak pertama dan kedua. Dunia si’bungsu bisa dikendalikan oleh sang ibu sekalipun terkadang terdapat nada-nada cerita tidak biasa di dalamnya.

“Maafkan Hershel” si’bungsu tertunduk ketakutan.

Hershel begitu menyayangi sang mama sehingga berjuang keras menjadi anak baik. Wanita itu terdiam mendengar pernyataan anak bungsunya. Pertengkaran masih terus terjadi di antara anak pertama dan kedua. Ibu Nayara dengan sabar menunggu bahkan membiarkan Kenaz menendang apa pun di depan mata. Sikap marah berusaha dikendalikan oleh sang ibu sambil mengepalkan kuat-kuat dua tangannya diam-diam.

Di akhir carita, terjadilah dialog antara ibu dan ketiga anaknya. “Saya akan berjuang menemukan ribuan cara menghancurkan ruang gelap di sekitar jalan mereka sekalipun ribuan kegagalan terus saja tertawa di depanku” suara hati sang ibu kembali bergema.

“Kenaz mau makan” tiba-tiba saja anak keduanya berteriak mengalihkan percakapan dialog antara Lavi bersama sang ibu.

“Mulai sekarang, Kenaz harus belajar memasak seperti adikmu Hershel” ibu Nayara.

“Kalau Kenaz tidak mau?” Kenaz.

“Jangan makan” sisi tegas dari seorang ibu mulai terlihat.

“Berisik” sikap dingin Lavi berjalan meninggalkan mereka.

Alur cerita sosok ibu sebagai pemeran utama akan terus berjalan. Jangan memandang remeh kekuatan pada dirinya ketika berjuang menciptakan satu objek tidak biasa. Permainan ombak bisa saja menari sambil tertawa, tetapi dua tangannya jauh lebih kuat untuk memainkan irama nada cerita terbaik bagi kehidupan sang buah hati. Air mata tersembunyi sedang ditampung oleh Tuhan hingga menciptakan lingkaran kemenangan.

Kalau semua ucapanmu gagal?” bayangan percapakapan tadi terus saja menghantui Lavi..

Mama akan berjuang lagi keesokan harinya” jawaban ibu Nayara.

Kalau kembali gagal?” Lavi.

Mama akan kembali berjuang dan berjuang kemudian terus berjuang tanpa henti” ibu Nayara.

Kekuatan seorang ibu dapat mengalahkan segala-galanya termasuk pintu keras di hatimu ataupun rasa malu karena keadaan tidak seperti yang kau inginkan” ucapannya lagi.

“Selalu saja terlihat tenang” Lavi bergumam seorang diri dalam kamar.

Dua adiknya tertidur pulas di atas tempat tidur, sedang Lavi sendiri berjalan bagai pencuri seperti biasa pada jam-jam tidur semua orang. “Kenapa saya selalu saja melakukan hal bodoh?” mengumpat pelan sambil mencoba mendengar sesuatu dari kamar sang ibu.

Seakan ada sesuatu mendorong tubuh Lavi tiap jam tidur orang di malam hari untuk mencoba menguping dialog percakapan antara sang ibu bersama Tuhan melalui balutan doa. Apa sih defenisi kekuatan pada satu kata dalam diri seorang ibu? Lingkaran, debu, angin, serpihan nada cerita menyatu di sekitar alur jalan seorang ibu. Ribuan kata sulit dilukiskan hanya dengan melihat satu objek saja. Tempat tersembunyi menjadi saksi betapa kuat dinding hatinya bertahan di setiap deru lingkaran pertandingan.

“Kata lemah tidak akan berperan pada sosok ibu sepertiku bagi ketiga anaknya.” Ibu Nayara duduk mencurahkan segala isi hati terhadap sang pencipta. Kamar berukuran kecil menjadi saksi bisu bagaimana air matanya mengalir deras tiap malam.

Lavi duduk termenung berpikir tentang pemandangan tiap malamnya. “Tuhan, apa saya salah menginginkan sosok ibu cantik, pintar, kaya, tidak kampungan?” pertanyaan Lavi membayangkan kembali bentuk wajah sang ibu.

“Tapi dia terlalu banyak menderita karena kelakuanku dan Kenaz” salah satu kakinya terus menendang sebuah botol minuman.

“Mau kemana?” beberapa kelompok preman menghadang jalannya ketika pulang dari sekolah. Lavi tidak pernah tahu jika ternyata mereka suruhan teman sekolahnya alias musuh bebuyutan sendiri.

Xoan dikenal sebagai musuh sekaligus saingan terberat Lavi di sekolah. Perjuangan merebut nilai terbaik mengalahkan Lavi hanya sebagai aksi balas dendam. Bagaimana tidak cewek paling ditaksir olehnya menyukai cowok lain di sekolah. Seluruh siswa maupun guru menyukai kepribadian Lavi Yagil.

Kekacauan lain lagi adalah Lavi Yagil menolak mentah-mentah pernyataan cinta seorang cewek cantik yang selalu beradadi hati Xoan. Tangisan sedih itulah menjadi penyebab Xoan membayar beberapa preman untuk memberi pelajaran terhadap Lavi. Darah segar mengalir memenuhi tubuh Lavi seketika akibat pukulan demi pukulan dari mereka.

“Hentikan” teriakan histeris seorang wanita tua. Tiba-tiba saja ibu Nayara melewati jalan tersebut hingga pemandangan kurang menyenangkan terpampang jelas di sana. Mencari cara agar para preman berhenti memukuli anak sulungnya. Sengaja membunyikan sirene polisi yang entah dari mana di dapat sang ibu.

Tubuh anak remaja itu terbaring lemah di tanah. Sang ibu berusaha membawanya memakai sebuah gerobak sampah. Membaringkan di atas tempat tidur setelah berada di rumah sambil membersihkan noda darah segar di sekitar tubuh Lavi. “Defenisi ibu” suara hati anak remaja tersebut berbisik menatap ke arah sang ibu.

“Kenapa?” pertanyaan Lavi berusaha menghentikan tangan sang ibu.

Ibu Nayara terus mencoba kembali membersihkan luka-luka pada tubuh Lavi. “Kenapa?” sekali lagi pertanyaan Lavi mencuat menatap dirinya.

“Harta berharga mama adalah Lavi dan dua adikmu” ibu Nayara.

“Mama sudah menjawab pertanyaan kenapa darimu, sekarang biarkan mama merawat harta terbaik itu sekarang” ibu Nayara melanjutkan kembali gerakan tangannya membersihkan seluruh luka-luka di sekitar tubuh Lavi.

“Tidak pernah marah” suara hati Lavi berteriak kembali.

“Selalu saja bersikap tenang” Lavi masih berkata di ruang dinding hatinya. Anak remaja semacam Lavi hanya membutuhkan waktu mengenal tentang objek defenisi sosok ibu terbaik. Kehilangan fugur ayah membuatnya mencari petualangan buruk bahkan terkesan hambar ketika mencoba mencari arti kehangatan.

Semalaman sang ibu terus berjaga di sampingnya, sedang Kenaz maupun Hershel harus tidur di luar. Membelai rambut wanita tua membuat Lavi menyadari serpihan kertas tanpa kekuatan seorang ibu akan terlihat hambar. Retakan demi retakan boleh saja memberi pukulan-pukulan menyakitkan, tetapi tangan sang ibu jauh lebih kuat untuk membuatnya berbeda.

“Maaf selalu saja menyakiti hatimu” Lavi tanpa sadar menjatuhkan air mata.

“Lavi butuh mama berjuang tidak mengenal waktu agar membuatku tahu petualangan seperti apa yang sedang menanti di depan sana” suara hati tersebut kembali bergemirincing di dalam. Wanita tua tertidur pulas di sampingnya bahkan tak menyadari kejadian barusan.

Kenaz diam-diam memperhatikan cara kakaknya membelai rambut wanita tua tersebut. “Ucapan mama kemarin mulai menyatakan kemenangan terhadap ka’Lavi” bergumam pelan sambil dua mata Kenaz mengintip di belakang pintu kamar.

“Apa mama juga akan berhasil memenangkan pertandingan melawan jurang gelap untuk merebut hidupku kembali?” sosok Kenaz merenung sepanjang malam.

“Benteng pertahanan jurang gelap terlalu kuat hingga membuatku tak bisa menjadi seperti yang mama inginkan” Kenaz menderu dengan wajah terlihat gusar.

“Kenaz sudah berada di jurang paling dalam sampai-sampai tangan mama sulit membawaku keluar” menggerutu seorang diri di tengah keheningan malam.

Ruang hatinya menyadari tentang perjuangan seorang ibu untuk membuatnya menatap satu pelita kecil. Dia hanyalah anak remaja dengan usia sangat labil sama seperti remaja lain. Rasa haus mencari perhatian dari sosok ayah menjadikan hidup anak semacam dirinya berjalan dalam suasana lumpur. Tidak ada orang tua sempurna di dunia ini, begitupun sebaliknya dari kisah keluarga Yagil. Butuh waktu lama bagi kehidupan banyak anak untuk mengerti tentang banyak objek termasuk perjalanan pola pikir para orang tua yang sedang menciptakan sudut pandang tersendiri.

 “Saya ingin keluar dari tempat gelap, tetapi dua kakiku tidak pernah bisa berdiri” Kenaz berkata-kata kembali di dasar hati…

“Ka’Kenaz kenapa belum tidur?” Hershel tiba-tiba saja terbangun.

“Berisik” Kenaz sedikit kesal mendengar pertanyaan adiknya.

“Kan Cuma Tanya doang” Hershel.

“Bukan urusanmu” sikap kasar Kenaz.

“Saya benci melihat nyamuk-nyamuk gila di ruang ini” Kenaz.

“Perasaan kakak saja digigit nyamuk” Hershel.

“Anak kecil bisa diam ga?” Kenaz.

“Tidak” Hershel.

“Seluruh gambar pemain bola kesayanganmu bisa saja saya bakar kalau mulutmu terus ngoceh” Kenaz.

Hershel terdiam seketika mendengar ancaman sang kakak. Mereka berdua pada akhirnya tertidur kembali setelah percakapan tersebut. “Kenapa pelukan kakak kuat banget sih?” Hershel tersadar sesuatu ketika terbangun di pagi hari.

Tanpa sadar peluk memeluk satu sama lain terjadi. Dua adik kakak dikenal tidak pernah akur kaget karena kejadian tersebut. “Minggir sana” Kenaz segera mendorong tubuh sang adik.

“Perasaan kakak memang sengaja memeluk Hershel” kekesalan si’bungsu.

“Berhenti bicara bawel” Kenaz.

Dua anak itu tidak sadar jika ibu mereka sedang tertawa karena hal tersebut diam-diam. “Saya akan sabar menunggu waktu itu tiba” ibu Nayara tersenyum di ruang dapur berukuran sangat kecil.

Seorang ibu yang sedang ingin mengejar mimpi bahkan membuktikan pada dunia akan titik lemah pada dirinya merupakan sebuah kekuatan luar biasa bagi ketiga sang jagoan. Hari kemarin dan sekarang hanya bercerita tentang jalanan tanpa kualitas maupun seni, tetapi hari esok akan berkata lain. Dunia seorang anak hanya membutuhkan perjuangan sosok ibu dibalik ketidaksempurnaan dirinya.

“Saya akan belajar untuk tidak pernah membencimu” ibu Nayara menatap foto seorang pria di dalam kamarnya.

“Kebencian terhadapmu hanya akan menghancurkan masa depan terhadap ketiga anakmu” ucapan wanita tersebut kembali.

“Sebagai ibu yang baik, saya akan belajar mengajarkan mereka untuk tidak pernah menjadi pembenci terhadap ayahnya sendiri,” kata-kata bijak seorang ibu yang ingin melihat sebuah nilai bagi ketiga anaknya kelak. Memberi teladan yang baik melalui diri sendiri memang sangat sulit, namun para orang tua harus bisa menempatkan beberapa objek ketika ingin membentuk kualitas hidup seorang anak.

 

Bagian 4…

 

Nayara Yagil…


Ketika sebuah lorong kecil mencoba mempermainkan dua kaki dengan irama tarian terkacau pada tiap-tiap sisinya menjadikan dunia terlihat hambar. Pecahan demi pecahan kaca menghiasi jalan di depan tanpa terlihat ujung sama sekali. Objek lain tiba-tiba saja muncul seolah ingin tertawa lebar sambil memainkan kembali satu kisah. “Sayuran segar…sayuran segar…” mengayuh sepeda berkeliling kompleks berjualan sayur.

Dunia seolah tidak pernah adil terhadap wanita sepertiku. Dinding ruang itu berteriak kuat hingga tiap jalan hanya akan bercerita tentang lumpur, retakan beling, duri tajam, bersama permainan hidup tanpa batas. Semua mata hanya bisa memberi penilaian dari sisi luar bahkan mereka tidak pernah tahu tentang beberapa objek yang  sedang bertempur pada sebuah lingkaran di dalam ruang tersebut. Kedua kaki harus bisa menahan rasa sakit ketika hendak berjalan.

Seorang wanita dengan beban berat ingin belajar memetik lembaran demi lembaran dibalik sebuah perjalanan sekalipun terdengar menyakitkan ketika berlari pada satu deretan petualangan. “Memiliki tiga anak laki-laki di rumah tanpa seorang ayah, pasti berat yah” salah seorang pelanggan menyadari tentang permainan ombak yang terus saja menari-nari pada alur cerita hidupku.

“Nggak juga” berjuang untuk menampilkan sisi kuat…

Menjalani satu keadaan menyedihkan memang tidak mudah bahkan lebih dari pemikiran semua orang. Di tinggal pergi karena permainan objek beberapa tahun silam. Perselingkuhan, factor ekonomi, kelemahan merupakan perpaduan paling tepat untuk gambaran rumah tanggaku kemarin. Sempat terlintas ingin mati, entah kenapa seolah sesuatu menahanku tiba-tiba.

Saya harus hidup demi masa depan ketiga jagoan kecilku. Kekuatan seorang ibu dapat memberi seni terhadap petualangan anaknya kelak. Alasan inilah menjadi penyebab dua kaki ingin terus berjalan di tengah-tengah tarian ombak. “Semangat” tetap tersenyum seolah masa pahit kemarin tidak pernah terjadi.

“Jangan terlalu kerja berat!” kalimat Lavi sangat dingin. Saya merasa kalau putra sulungku mulai peduli atas keadaan ibunya sendiri. Putra sulungku memiliki cerita lain dikarenakan karakter pada dirinya terdengar cukup kacau. Tuhan memang sengaja memberiku tiga anak dengan sifat berbeda antara satu sama lain. Apakah Tuhan menghukum wanita semacam diriku?

Ditinggal suami karena perselingkuhan memang terdengar menyedihkan. Pada sisi lain, saya harus bergumul akan dua kisah menyimpang dari jalur buah hatiku. Apa Tuhan memang terlalu kejam? Kenyataannya adalah sang pencipta sengaja membuatku berhadapan akan objek tersebut demi satu alur seni. Seorang ibu diajar untuk berjuang, bergumul, bersikap bijak ketika berhadapan dengan permasalahan jalur hidup sang anak yang memang terlihat berada di tempat salah.

Terkadang seni terbentuk di dunia seorang ibu bukan karena prestasi sang anak, melainkan sikap bijak ataupun pergumulan untuk menggenggam anak itu sendiri. Ada banyak ibu kecewa melihat sikap sang buah hati dikarenakan kelakuan konyol bahkan hal terkacau selalu saja menciptakan rasa malu bagi keluarga. Di balik itu semua, ternyata Tuhan hanya ingin menciptakan satu alur tertentu dengan cerita manis di dalamnya.

Tanpa seorang pemimpin keluarga bukan berarti saya tidak bisa membentuk kualitas hidup ketiga jagoan kecil. “Masakan mama sangat tidak enak” Kenaz sedikit menendang kursi di depannya.

Apa saya harus marah terhadap kelakuan putra keduaku? Ini hanya sebuah jalan menuju petualangan cerita seorang ibu. Seni perjalanan bersama kekuatan seorang ibu, terkadang  tidak akan terlihat jika semuanya serba lurus tanpa permasalahan. Kerikil tajam itu bisa membuatku sadar tentang cara untuk menjadi sebuah pelita kecil bagi ketiga jagoan.

Saya hanya harus berjuang sekali lagi untuk merebut tangan jagoanku kembali. Hari ini gagal memang selalu saja menertawakan jalanku, tetapi sebagai ibu kata mencoba bahkan terus mencoba akan terus kulakukan. Tiap memiliki masa berdiri, bertahan, berjalan, berlari, menggenggam, melempar, ataupun beberapa tindakan-tindakan tak terduga yang terkadang menyatakan mimpi ataukah sebuah kesalahan buatnya. Peranan ibu sangat dituntut seperti apa pun suasana hari ini maupun esok.

“Berikan padaku gerobak sayurmu” entah bagaimana bisa Lavi menarik kuat gerobak sayur dari tanganku.

“Biar mama saja” tidak membiarkan putra sulungku menariknya.

“Seminggu ini liburan sekolah biar saya saja melakukan pekerjaan jualan sayur” Suara dingin Lavi.

“Memang Lavi bisa?” pertanyaanku.

“Tanganmu sudah terlalu kasar, sekali-sekali gunakan lotion biar terlihat lembut sedikit” melemparkan sebotol lotion kulit.

Apa keajaiban sedang terjadi denganku hari ini? Sikap Lavi benar-benar berubah di luar dugaan. Rasa malu mengakui ibu dekil sepertiku tidak pernah terlontar lagi di sekitar mulut putra sulungku. Mendorong tubuh ibunya dengan sangat kasar hilang seketika. Saya tidak pernah melihat dia mencuci pakaian, tetapi pertama kali tangannya sedang mengangkat air buat cucian. Seluruh perabotan rumah pun dibersihkan tanpa debu sebutirpun.

Apa saya menang? Dia tidak pernah lagi mengancam adiknya Hershel karena permasalahan gambar para pemain bola yang selalu saja memenuhi tiap ruang di rumah kecil kami. “Ternyata kau hanya anak orang miskin tapi berpura-pura kaya” tidak sengaja saya mendengar seseorang melemparkan hinaan terhadap Lavi.

“Hanya penjual sayur tapi berkata kepada semua orang kalau memiliki hotel berbintang di luar negeri” salah satu dari mereka kembali tertawa.

Dia hanya terdiam ketika semua teman-temannya membuly. Sejak dulu Lavi memang sengaja mencari sekolah guna menutup identitas keluarga, namun entah kenapa tiba-tiba saja keadaan berkata lain. Menerima perlakuan mereka dan membiarkan dirinya diejek seolah jawaban kalau semua hal tersebut memang pantas diterima olehnya. “Dengar-dengar mau kuliah di luar negeri yah? Pertanyaan sambil tertawa…

“Emang bisa?”

“Uang dari mana?”

“Sekarang saja sosok Lavi Yagil hanya berjualan sayuran di jalan-jalan” kembali kalimat tersebut terucap oleh mereka.

“Jangan mimpi kuliah di kampus terbaik di luar negeri sana kalau kau tidak memiliki uang sama sekali”…

Seperti ada sesuatu menghentikan langkahku berjalan di depan mereka. Membiarkan Lavi menghadapi masalahnya bukan karena sang ibu terlihat lemah, melainkan hanya ingin mengajar untuk bersikap bijak melihat keadaan. Berusaha terlihat kuat sambil terus menarik gerobak sayur dan tidak lagi memperdulikan omongan teman sekolahnya.

“Dia berubah” hati seorang ibu berkata-kata menatap anaknya.

Usia remaja merupakan masa labil bagi tiap anak. Kesalahan demi kesalahan dilakukan hanya karena ingin menampilkan sisi terbaik di depan semua orang. Mendapat pengakuan merupakan hal paling berharga pada masa tersebut. Begitupun sebaliknya dari hidup Lavi hingga membuat banyak kebohongan besar ketika berada di sekolah.

“Makanlah selagi ubi jalar ini masih hangat” menarik kursi di kamar Lavi beberapa hari setelah kejadian tersebut.

Dia tetap diam menatap sebuah buku. Rahasia terbesar kalau ternyata dirinya bukanlah anak konglomerat melainkan hanya berasal dari keluarga miskin terbongkar habis di sekolah. Salah satu guru sekolah Lavi bercerita banyak mengenai situasi yang dialami olehnya. Jauh-jauh hari sebelum peristiwa tersebut terjadi. Kebetulan guru itu merupakan langganan sayur sehingga identitaskupun diketahui seketika.

Lavi selalu menjadi bahan tertawaan teman-teman sekolahnya sejak rahasia tersebut terbongkar. Seseorang mengabadikan beberapa gambar ketika dia sedang berjualan sayur selama liburan. Diam tidak pernah membalas ledekan demi ledekan karena Lavi sadar kalau semua kesalahan ini berasal darinya sejak awal. Tidak bercerita sekalipun di rumah tentang masalah yang sedang dia hadapi.

“Mama ingin menggenggam kuat tanganmu, apa boleh?”

“Apa mama bisa jadi sahabat buatmu?” melemparkan kembali pertanyaan.

Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah buku bacaan miliknya. “Maaf karena mama tidak pernah bisa menjadi orang tua sempurna” sekali lagi berkata-kata.

“Mungkin kakak Lavi butuh waktu, tapi mama akan menunggu” berbicara lagi.

“Maaf karena selalu merasa malu memiliki mama sepertimu” pertama kalinya anakku berucap kata tersebut sambil menundukkan kepala.

“Buktikan pada Lavi kalau tangan mama memang lebih kuat untuk sebuah cerita petualangan dan tidak sama dengan seluruh ibu di luar sana” Lavi.

Dia ingin membuatku berjuang. Anak remaja semacam dirinya berada pada situasi labil dan menginginkan pembuktian dari tiap pernyataan di depan mata. “Tentu saja mama akan berjuang membuktikan sesuatu” berbisik di telinganya.

“Tangan mama akan berjuang biar kakak bisa menggenggam sebuah bintang” berbisik kembali.

Putra sulungku hanya diam seribu bahasa mendengar ucapanku. Tanpa sengaja saya membaca beberapa kampus terbaik tertulis rapi pada halaman depan buku miliknya. “Dokter” satu kata tertulis jelas di bagian lain buku tersebut. Mimpi anak remaja di depanku ternyata berada di sebuah fakultas kedokteran dari kampus ternama.

Diam-diam saya belajar membuka dunia internet melalui beberapa petunjuk dari guru sekolahnya. Ibu Fia banyak membantu dalam situasi-situasi macam sekarang. Saya bukan sosok ibu jenius dengan pendidikan tinggi sesuai keinginan Lavi, tetapi tanganku akan berusaha…

Mencari beberapa informasi pendaftaran kampus-kampus terkemuka. Mencoba melingkari data-data penting berhubungan dengan studi keluar negeri. Saya akan buktikan terhadap Lavi tentang kekuatan seorang ibu di setiap cerita hidupnya. “Kakak Lavi harus membaca semua buku-buku ini” menyerahkan setumpuk buku di atas meja belajarnya. Dia sama sekali tidak mengerti kelakuan sekarang.

“Ibu Fia berhasil berhasil mengumpulkan semua buku-buku bekas hanya buatmu seorang” jawaban raut wajah penuh tanda Tanya di sekitar wajahnya.

“Kejar mimpimu” berbicara kembali.

“Mengejar?” dia tertawa sinis.

“Mama akan buktikan cerita petualangan berbeda buatmu dibanding anak lain di luar sana” berkata-kata menatap ke arahnya.

“Memang bisa?” Lavi.

“Berjuang saja dulu dan jangan pikirkan hal lain” kekuatan tangan seorang ibu jauh lebih kuat bagi sang buah hati.

Saya harus berpura-pura tidak pernah tahu bagaimana teman-temannya melakukan pembulyan. Apa sosok ibu sepertiku terdengar kejam? Ada saat dimana seorang anak harus belajar berdiri di tengah-tengah sebuah situasi. Sepertinya Tuhan sengaja mengunci rapat mulutku agar tidak memancing satu cerita pembulyan kemarin.

  Mungkin tingkat pendidikanku sangat rendah, akan tetapi apa pun akan kulakukan demi mimpi Lavi. Belajar mengumpulkan informasi-informasi penting melalui akun google tentang persyaratan kuliah pada salah satu kampus terbaik dunia. Semua ibu bisa saja berkata kalau saya gila karena menginginkan Lavi harus lulus di kampus tersebut. Saya tidak pernah tahu menahu cara melakukan download dan kali ini tanganku harus belajar.

Kualitas otakku pun di bawah standar untuk memahami bagian-bagian penting beberapa objek dari sebuah buku maupun kata-kata tinggi dari apa yang sudah kubaca ataupun download. Lavi memang memiliki IQ cukup tinggi, tetapi saya ingin menjadi pedang buatnya ketika mengejar mimpi.

“Kau tidak perlu belajar karena pembohong sepertimu mana mungkin diterima kuliah di luar sana” kembali hinaan tersebut berkumandang sekitar telingaku.

Saya bisa menyaksikan bagaimana sosok Lavi terus diam ketika mendapat pembulyan dari beberapa teman sekolahnya. Kesalahan terbesar dia adalah berbohong memiliki keluarga kaya sehingga seluruh siswa mengucilkan dirinya sekarang. “Bodohnya saya menyukai manusia pembohong sepertimu” seorang siswi cantik berjalan ke arahnya.

“Xoan ayo pergi dari sini” siswi cantik itu berjalan meninggalkan Lavi sambil berlinang air mata.

Apa dia pacar Lavi? “Kenapa kau masih saja menangis buat manusia miskin semacam Lavi?” remaja pria bernama Xoan menghentikan langkah sang gadis tidak jauh dari tempatku. Mereka tidak pernah tahu kalau saya adalah ibu Lavi…

“Dia sudah berulang kali menolakmu denganmu sangat kasar” Xoan berteriak…

“Tapi saya tetap menyukai dia” gadis cantik terus saja menangis.

Mereka masih terlalu remaja untuk mengerti cara menyukai lawan jenis. Siapa nama gadis cantik itu? Bagaimana bisa sikap Penolakan Lavi membuat dia menangis? Sikap Lavi kemungkinan besar bukan tanpa alasan. Tetap diam seribu bahasa sekalipun pembulyan di sekolah makin memanas. Kenapa saya bisa tahu? Sepertinya Tuhan memang sengaja membuatku melihat segala hal yang sedang menimpa dia dari hari ke hari.

Lavi tetap berusaha melakukan pekerjaan rumah, belajar, bahkan menjadi penjual gorengan keliling. “Biar mama saja” segera menarik sebuah kotak persegi besar berisi gorengan.

“Tanganmu sudah terlalu kasar biar Lavi saja” segera menarik kembali kotak di tanganku.

Pagi hari berusaha mengerjakan pekerjaan rumah sebelum ke sekolah. Menjajahkan gorengan di tiap sudut jalan setelah pulang sekolah sambil berjalan kaki. Ketika malam tiba ternyata matanya tidak pernah mengantuk untuk terus membaca buku-buku pemberianku maupun berasal dari hasil copy paste di dunia google. Diam merupakan cara paling ampuh agar sang ibu tidak terbebani akan sikap perbulyan di sekolahnya.

Tiga jagoanku memiliki karakter berbeda-beda. “Apa mama bisa bicara sedikit saja denganmu?” mencoba bersikap setenang mungkin.

“Mau bicara apa?” Lavi sibuk membaca buku seorang diri di kamar. Dia berubah total dari hari ke hari. Tidak pernah lagi terdengar pertengkaran antara saudara hingga terjadi perkelahian. Diam membisu dan membiarkan Hershel menempelkan segala poster pemain bola kesayangannya.

Berusaha menahan emosi ketika Kenaz ingin memancing kemarahannya. “Tiap orang berhak menyukai siapa saja di depannya berarti siapapun tidak memiliki hak memberi sebuah ejekan termasuk sosok yang disukainya” pernyataan pembuka.

Saya ingin menyelesaikan masalah demi masalah yang masih saja disembunyikan olehnya. Baik permasalahan pembulyan karena berbohong dengan berpura-pura kaya ataupun kasus penolakan kasar terhadap seorang gadis. “Mama tidak sengaja melihat temanmu menangis setelah berbicara denganmu beberapa waktu lalu”…

Dia masih tetap diam seribu bahasa menatap ke arah bukunya. “Jangan pernah melemparkan nada ucapan tidak baik dan terdengar kasar terhadap gadis yang menyukaimu sekalipun wajahnya terlihat sangat jelek” berbicara dengan sangat berhati-hati.

“Dia terus mengganggu di sekolah sampai Lavi benar-benar muak” pertama kali nada kesal terhadap seorang gadis diceritakan.

“Tiap orang berhak menyukai siapapun”…

“Lantas?” pertanyaan cuek Lavi.

“Tetap berlaku baik terhadap dia walaupun dikatakan sikap orang tersebut terlihat menyebalkan hingga mengusik semua hal di sekitarmu.”

“Kenapa?” Lavi.

“Lavi akan diperhadapkan 3 hal; dinyatakan sebagai manusia sombong, bisa saja dia akan mempermalukan hidupmu kelak dalam beberapa situasi seperti prestasi maupun masalah pasangan hidup, kemudian…” ucapanku terpotong.

“Tuhan bisa saja memberi hukum dengan memegang pernyataan system tabur tuai. Kesombongan tanpa sadar dalam hidupmu akan menghalangi apapun di depanmu. Lebih parah lagi kalau mendapat jodoh kelak lebih buruk ataupun selamanya tidak akan pernah menikah. Memangnya Lavi mau hidup gitu?” melanjutkan kalimatku.

“Bagaimana kalau sikapnya terus saja mengesalkan?” Lavi.

“Terkadang Tuhan mengizinkan beberapa orang yang tidak kau sukai mengejar dirimu untuk melihat sisi berpikirmu berada dimana. Apakah dalam dirimu kata rendah hati masih tersimpan kuat atau tidak sama sekali.”

“Entahlah” Lavi.

“Tetaplah bersikap baik sejelek apapun orang di depanmu selagi tidak melewati batas. Jalan hidupmu masih panjang ke depan dan jangan rusak hanya karena hal semacam ini.” Ucapan ini memang terdengar berceramah hingga banyak orang bisa saja mengantuk, akan tetapi seorang anak harus mendapat didikan jauh-jauh hari. Rasa curiga berlebih dikarenakan pemukulan terhadap Lavi memang berasal dari kasus tersebut. Semoga saja terjadi secara kebetulan…



Bagian 5…

 

Lavi Yagil…


Semua temanku pada akhirnya menyadari kebohongan yang selalu kusembunyikan. Hal tergila adalah sesuatu mendorong tubuhku untuk berjualan sayuran. Tangan wanita tua semakin kasar terlihat karena melakukan segala jenis pekerjaan. Belajar melakukan pekerjaan rumah hanya untuk mengurangi rasa lelahnya. Xoan teman sekolah sekaligus musuhku menyebarkan fotoku ketika berjualan di tiap jalan selama liburan. Dia tidak sengaja melihatku berkeliling kompleks bersama gerobak di tanganku.

“Kau hanya anak miskin tapi berpura-pura kaya” salah satu ocehan temanku. Wajahku memegang gerobak sayuran terpampang nyata di seputar berita melalui aplikasi media sekolah, group WA, ataupun papan pengumuman. Mereka semua memberi komentar-komentar jahat. Pada akhirnya akan tetap ketahuan bagaimanapun saya menutup identitas keluargaku.

Di satu sisi, saya merasa senang karena berpura-pura menjadi orang kaya membuatku terus hidup dalam tekanan. Di lain sisi, rasa takut mendapat penolakan, terkucilkan, bahkan dibuly habis-habisan menjadi alasan mulutku ingin terus berbohong. Sosok remaja sepertiku juga memimpikan keluarga sempurna menurut versiku. Kenyataan hidup di depanku hanya berkata tentang kemiskinan, perceraian orang tua, memiliki mama dekil juga sangat jelek, kedua adikku terlihat kacau balau, dan masih banyak hal terburuk lainnya.

“Si’miskin berpura-pura kaya.”

“Cocok dapat penghargaan acting terbaik.”

“Cuma anak kuli kasar.”

“Pembohong kelas kakap.”

“Tukang sayuran ternyata”…

Ada banyak kalimat-kalimat kurang menyenangkan bermunculan dimana-mana. Wajar mereka melemparkan nada kalimat buruk tiap bertemu denganku. Beasiswa sekolahku keluar negeri terancam putus terlebih Xoan berada di urutan teratas. Menyerah pada mimpiku? Rasa-rasanya terdengar menyedihkan. Saya ingin berteriak sekeras mungkin tapi tidak pernah bisa kulakukan.

“Kalau mau teriak ya teriak saja” ibu Fia tiba-tiba saja duduk di sampingku.

“Tidak ada orang tua sempurna bagaimanapun kau berekspektasi hingga berbohong terhadap mereka semua” Ibu Fia berkata-kata lagi. Keadaan membuatku hidup dalam kebohongan. Bagaimana saya harus berjalan sekarang?

“Ibu tidak pernah tahu rasanya hidup di sebuah keluarga sepertiku” seolah saya ingin membenarkan diri.

“Terkadang mata tertipu oleh banyak objek. Ada banyak orang kaya di luar sana bahkan memiliki segalanya, tetapi hidup serba berantakan” Ibu Fia.

“Setidaknya mereka memiliki uang dan koneksi agar bisa diterima, tetapi keluargaku sudah berantakan plus miskin di level terparah lengkap sempurna”…

“Tapi Lavi memiliki mama terkuat yang belum tentu orang banyak di luar sana miliki” ibu Fia.

“Dari mana ibu tahu tentang mama?”

“Berawal dari langganan sayur berujung pada persahabatan” ibu Fia.

“Tidak seorangpun bisa memilih harus lahir dari keluarga mana, akan tetapi pola pikir menentukan jalan ke depan” ibu Fia.

Mama dan ibu Fia ternyata saling bertukar pikiran hingga menjalin persahabatan. Saya tidak pernah tahu kalau ternyata guru sekolahku mengenal wajah wanita tua. Sejauh ini keadaan membuatku hidup dalam kebohongan. Suara hatiku selalu merindukan bahkan ingin berlari dalam dekapan wanita tua, tetapi situasi berbeda berkata lain hingga membuat hidupku terus berada dalam kata malu mengakui mamaku sendiri.

“Buktikan pada Lavi kalau tangan mama memang lebih kuat untuk sebuah cerita petualangan dan tidak sama dengan seluruh ibu di luar sana” kata-kata tersebut keluar begitu saja ketika mama masuk ke kamar.

Saya ingin tahu tentang seberapa hebatnya mamaku dibanding semua ibu di luar sana. Apakah ucapan ibu Fia benar atau hanya kebohongan semata? “Lavi butuh mama berjuang tidak mengenal waktu agar membuatku tahu petualangan seperti apa yang sedang menanti di depan sana” bayangan kalimat tersebut terus saja menghantui pikiranku. Mama selalu terlihat tenang sekalipun kondisi tidak sesuai harapan. Tetap merawat luka pada tubuhku tanpa pernah mengingat kembali hal-hal jahat yang sudah kulakukan.

Ungkapan doa mama seperti hantu gentayangan dalam pikiranku. Ingatan kata demi kata selalu terngiang begitu saja  bersama raut wajahnya. Suara hati berkata kalau ternyata tangan mama memang jauh lebih kuat, namun dua mataku masih terpancing tentang objek-objek kesempurnaan di luar sana.

Tidak memiliki sekolah tinggi bahkan bodoh dalam hal internet, tetapi demi sang anak dia terus berjuang. “Buku-buku ini sudah digaris bawahi oleh mama” perjuangan seorang wanita tua. Mengumpulkan banyak soal latihan dari beberapa buku maupun internet hanya untuk mimpi sang anak. Rasa takut terhadap banyak penolakan hilang perlahan demi perlahan dikarenakan melihat betapa kuatnya tangan seorang ibu hanya buatku. Secara manusia, tidak mungkin lagi mimpi bisa menjadi kenyataan karena sebuah kebohongan.

Beasiswa kuliah keluar negeri berpindah tangan. Xoan menjadi pemegang utama beasiswa tersebut. Wanita tua tidak pernah kehabisan akal untuk mencari informasi tentang beberapa jenis beasiswa lain. Segala sesuatu pertama kali dilakukan demi mimpi sang anak. Mama membuatku berhasil mendaftarkan diri di beberapa universitas luar negeri tanpa rasa takut gagal sedikitpun. “Kekuatan terbaik darinya yang memang tidak akan pernah dimiliki oleh ibu manapun” bisikan hati berteriak menatap ke arahnya.

“Lulus” mataku seketika terbelalak melihat kata tersebut terkirim melalui emailku.

“Mama mama mama” pertama kali berteriak histeris mencari mamaku.

“Lavi dinyatakan lulus” dan pertama kali pula dua tanganku memeluk kuat dirinya.

Ucapan ibu Fia terjawab kalau ternyata saya memiliki mama paling langka. Beasiswa sekolah mungkin saja berpindah tangan, tetapi Tuhan membuatku lulus pada salah satu kampus paling bergengsi di dunia. Oxford University merupakan kampus incaran semua orang. Saya akan menjadi mahasiswa kedokteran hingga segala mimpi akan nyata di depan.

“Apa Hershel bisa memeluk kakak juga?” adik kecilku tiba-tiba saja berdiri di samping.

“Jangan lama-lama pelukannya” sikap dinginku mulai kembali.

“Ka’Lavi memang jenius” bisik Hershel.

Uang transport dan semua kebutuhan kuliah juga ikut ditanggung. Perjuangan seorang ibu mengumpulkan banyak informasi akan masalah beasiswa juga keperluan lain jauh dari pemikiranku selama ini. Saya hanya berharap, minimal lulus di kampus biasa-biasa saja dan kenyataannya Tuhan memberi lebih baik dari yang kuinginkan.

“Kado buatmu” melemparkan sebuah kotak ke arah Hershel.

Saya ingin menghabiskan sedikit waktu bersama keluarga sebelum berpisah dengan mereka. “Kakak Lavi tidak lagi sakit kan?” tangan Hershel segera memegang keningku.

“Hentikan kelakuan bodohmu” kata-kata dingin masih terus saja berkumandang.

“Ternyata kakakku masih sedikit sakit” Hershel.

“Berhenti ngoceh kurcaci jelek”…

“Sudah mau pisah ma adik sendiri masih saja dingin” Hershel.

“Apaan ini?” Hershel masih bertanya-tanya sambil merobek bungkusan kotak tersebut.

“Nanti juga kau tahu apa isi kotak di tanganmu” tatapan dinginku tetap terlihat.

“Wow, sebuah bola dan poster pemain bola favoritku” Hershel terlihat histeris.

“Kakak Lavi benar-benar tidak sakit kan?” masih terbengong-bengong.

“Baru juga dapat hadiah gituan udah seperti orang gila” entah dari mana Kenaz muncul.

Hubungan antara kami berdua memang kurang menyenangkan. Saya sangat benci mengakui Kenaz sebagai adikku karena kelakuan buruk yang terus saja mempermalukan semua hal dalam diriku. Penurut, jenius, kelakuan bak malaikat, tidak kampungan, dan masih banyak hal-hal sempurna merupakan defenisi seorang adik dimataku. Kenyataan lain bahkan terlalu memalukan dikarenakan kepribadian menurut versiku sangat bertolak belakang. Sikap Hershel terlihat menyebalkan, tetapi pribadi Kenaz jauh lebih buruk lagi.

Merokok, sering tinggal kelas, preman kampungan, tukang berkelahi, mengobrak-abrik semua hal yang tidak disukai olehnya di rumah. Kata muak selalu terlihat setiap bertemu Kenaz. “Pribadiku pun sama buruknya dengan Kenaz” membayangkan kelakuan-kelakuan bodohku selama ini.

“Sombong” nada kata menyindir dari Kenaz. Sesuatu menahan tubuhku agar tidak berkelahi dengannya. Pada hal selama ini ungkapan kata terbaik tiap bertemu hanya bercerita pertengkaran dan perkelahian.

“Apa lihat-lihat?” Kenaz berteriak kasar ingin memancing perkelahian.

“Kakak Lavi tidak lagi sakit kan?” Hershel sejak tadi terus memegang keningku.

“Diam anak kecil” membalas ucapan kurcaci kecil.

“Ternyata kakak Lavi masih sakit, tapi kenapa memberiku kado sekeren ini? kan jadi aneh kalau berusaha menahan diri biar tidak berkelahi bersama kakak iblis satu lagi di sini” Hershel.

“Apa kau bilang? Iblis?” Kenaz ingin segera menjambak rambut Hershel.

Pada akhirnya sesuatu yang terus menahanku menyerah juga. Cerita selanjutnya antara 3 saudara hanya berujung perkelahian satu sama lain. Jambak menjambak rambut mulai berjalan hingga aksi dorong mendorong. “Kenapa berkata iblis?” Kenaz.

“Kakak memang iblis” Hershel berusaha lari tapi tertangkap juga.

“Kenapa emosimu meledak di telingaku?” tanganku mendorong Kenaz.

“Mentang-mentang sudah mau kuliah keluar negeri terus makin sombong” Kenaz.

“Apa kau bilang tukang tinggal kelas, penipu, preman kampungan?” mendorong lagi tubuh Kenaz.

Terkadang saya diselimuti banyak pertanyaan terhadap Kenaz. Kenapa juga masih terus tidur bersama dengan kami tiap malamnya? Preman kampung memiliki ciri khas jarang pulang rumah, lantas kok dia betah menampakkan wajahnya tiap hari. Tidak pernah menggerutu masalah makanan di atas meja. Saya saja tiap melihat menu makanan buatan mama selalu dalam keadaan jengkel.

Tidak pernah memalak berlebihan ke orang tua sendiri? Dia itu preman berhati iblis ataukah berhati hello kitty? Situasi tentu ricuh ketika kami bertiga bertemu. Pertengkaran akhirnya terhenti setelah salah satu tetangga melempar sebuah batu di atas atap rumah. “Saya mau tidur siang” tetangga berteriak keras sambil kembali melemparkan batu.

Kenapa saya tidak ke sekolah? Ya karena tanggal merah dan saya sendiri lagi ingin memberi sebuah hadiah kecil buat Hershel. Mama sendiri sibuk bekerja sebagai buruh kasar sekitar pasar sambil berjualan gorengan. Malu? Sekarang rasa malu mengakui mama di depan semua orang hilang pergi entah kemana. Saya bangga memiliki mama terbaik sekalipun keluargaku tidak sempurna seperti orang lain.

Ikut berjualan sayuran pagi hari sambil menunggu acara perpisahan sekolah di sela-sela waktu senggang. Bersama kurcaci kecil berjualan gorengan di siang hari tapi pisah jalan biar banyak laku gitulah. Ketika kembali ke rumah kegaduhan akan kembali terjadi dikarenakan pertemuan 3 saudara kandung. Saya yakin kalau mama tidak mungkin membiarkan preman kampungan itu memiliki masa depan suram.

Tangan mama jauh lebih kuat dibanding jurang iblis yang sedang membelenggu preman kampung. Cara Tuhan tentu di luar pemikiran orang banyak untuk menyatakan mujizat. Tiap malam mama tanpa henti berdoa di dalam tangisan menyesakkan bagi dunia sang preman gila. Tidak pernah memperlihatkan air mata, depan kami bertiga, tetapi berubah total ketika dua kakinya berlutut pada jam tidur semua orang. Dia berbeda dari para ibu di luar sana ketika berhadapan dengan satu cerita tidak terduga.

“Maaf selalu saja menyesakkan hatimu” kalimat tersebut keluar begitu saja.

Mama selalu berada di kamar kami bertiga tiap malamnya. Saya baru menyadari tangan kasar itu tanpa rasa lelah berjuang menghancurkan objek terburuk sekalipun semua terlihat mustahil untuk dilalui. Tetap tersenyum walaupun dunia sendiri hanya berkata rasa sakit ketika berjalan. “Siswa lulusan terbaik tahun ini dengan nilai kelewat memuaskan jatuh pada Lavi Yagil” kepala sekolah menyebut namaku di acara kelulusan.

Saya sama sekali tidak menduga peringkat tersebut akan jatuh ke tanganku setelah kebohongan yang sudah kulakukan kemarin bahkan menjadi pembahasan seluruh siswa. Yah, hari ini merupakan acara kelulusan dan seluruh orang tuapun ikut menyaksikan. Kupikir Xoan akan mengambil alih walaupun nilainya sempat berada di urutan ke sepuluh. Beasiswa sekolahpun berpindah tangan dikarenakan kebohonganku kemarin.

“Kenapa bisa?” seorang teman berdiri memberi complain.

“Rasanya sangat tak adil.”

“Manusia pembohong berpura-pura kaya pada hal miskin”…

“Saya benci berita ini di acara kelulusan sekolah.”

“Lebih parah lagi kok bisa yah lulus pada salah satu  kampus terbaik di dunia? Tidak adil bagi hidup banyak siswa.”

“Beasiswa berpindah tangan, tapi menghalalkan segala cara di luar sana biar lulus di universitas terbaik pula…”

Ada banyak komentar pedas di dengar langsung oleh mama. “Hentikan” teriak kepala sekolah hingga semua terdiam. Mereka semua tidak pernah tahu bagaimana perjuangan mama agar saya bisa lulus di kampus lain.

“Bapak ingin Lavi berbicara di depan mereka semua sepatah atau dua kata atau bahkan seribu kata” kepala sekolah masih tetap mempersilahkan siswa pembohong…

Mama diam menatap ke arahku seolah ingin berkata tentang satu kekuatan. Sekali lagi sikap tenang mama berkata-kata sekalipun suasana hati benar-benar hancur. Dua kakiku gemetar berjalan di tengah mereka…

“Berasal dari keluarga miskin, perpisahan orang tua, berantakan, terkucilkan membuat saya hidup dalam ketakutan. Saya hanya seorang anak remaja yang masih simpang siur tentang defenisi sebuah keluarga sempurna” memulai kata demi kata depan semua orang.

“Takut mendapat penolakan membuat jalanku berada pada jalur kebohongan terhadap kalian semua. Rasa malu bahkan ribuan pertanyaan kenapa harus memiliki mama paling dekil, miskin, jelek, bodoh, tanpa pendidikan selalu saja mencekam. Bukan hanya berbohong, tetapi memaki dan bersikap buruk terhadap mama juga kulakukan”…

Suasana ruang terlihat diam di dalam kesunyian. “Esok hari pasti mama bisa memegang kendali bahkan jauh lebih kuat untuk menarik kalian menuju satu alur yang mungkin sulit dilupakan, pernyataan mama inilah seakan menghancurkan pintu jahat dari jalanku”…

“Maaf karena sudah berbohong terlalu jauh. Saya hanya manusia biasa dengan banyak kesalahan bukan orang sempurna. Seorang ibu berjuang tanpa mengenal lelah dibalik beasiswa atas namaku di tempat lain”…

“Perjuangan mama mengumpulkan banyak buku, informasi beasiswa, lembaran coretan kiri-kanan membuat namaku ada dalam daftar kelulusan. Bukan karena menghalalkan segala cara melainkan lutut mama selalu saja digunakan untuk membawa namaku dalam doa”…



Bagian 6…

 

Pertama kali bagi hidup Lavi Yagil berkata-kata di hadapan semua orang tentang satu objek. Kesalahan terbesar darinya hanya karena memikirkan sebuah defenisi keluarga sempurna yang memang tidak dimiliki. “Tangan mama memang jauh lebih kuat untuk menarikku masuk dalam satu cerita petualangan. Saya bangga memiliki mama yang selalu menjadi pintu agar bisa berlari mengejar bintang terbaik. Maaf atas semua sikapku.” Mulut semua orang bungkam seketika mendengar curahan hati seorang siswa berprestasi.

“Kalian bukan Tuhan sehingga harus menjadi hakim bagi hidup siswa berprestas seperti Lavi. Tiap orang pernah melakukan kesalahan, jadi jangan asal mengeluarkan kata-kata kurang menyenangkan atau manghasut orang banyak untuk menjadi pembenci” kepala sekolah tetap bersikap bijak atas masalah tersebut.

Beasiswa sekolah memang berpindah tangan, namun prestasi terbaik tetap kembali ke tangan siswa bernama Lavi Yagil. Misteri hidup seseorang memang memiliki sebuah alur yang sulit untuk ditebak. Hari ini dan esok memiliki teka-teki tersendiri untuk cerita berbeda. Kekuatan seorang ibu benar-benar menghancurkan gerbang duri yang begitu tajam menusuk.

“Jangan lupa memakai sweater kalau lagi musim dingin” mama sibuk mempersiapkan seluruh perlengkapan kuliah. Merajut sendiri syal juga sweater hangat menjadi kebanggaan tersendiri sebagai seorang ibu . Tak lupa memasukkan ke dalam koper foto keluarga ke dalam koper milik Lavi.

“Kenapa juga wajah pria gila ini harus terpampang di dalam?” rasa benci menatap…

“Jangan menjadi pembenci terhadap papamu sendiri,” ibu Nayara sekali lagi ingin menghalangi sang anak menanam kebencian terhadap sang ayah.

“Pria gila ini sudah membuat hidup kita semua berantakan. Mama selalu saja menderita, Kenaz terlihat buruk karena haus kebahagiaan, Hershel rela berjualan apa saja hanya demi mendapat uang, sedang Lavi sendiri hidup tanpa bisa mengerti defenisi keluarga itu seperti apa” Lavi.

“Mama tidak pernah mengajarkan untuk menjadi pembenci. Tidak mungkin juga Lavi bisa lahir ke dunia kalau bukan karena Tuhan memakai papa kan…” pertama kali suara sedikit meninggi bermain begitu sja.

“Dia bukan papa tapi iblis” teriakan Lavi seketika.

“Masa depan Lavi akan hancur andaikan hidup terus menerus dalam kebencian” seorang ibu mencoba kembali berkata tenang di dalam rasa takutnya. Mendekap hangat sang anak menjadi jalan agar memahami sesuatu yang terlalu sulit dilukiskan hanya melalui kata-kata.

“Mama sudah terlalu banyak menderita, tapi kenapa bisa?” Lavi menangis seketika.

“Tidak menjadi pembenci merupakan satu-satunya jalan untuk masa depanmu. Suatu hari kelak Lavi pasti memahami pernyataan mama” ungkapan perasaan seorang ibu yang mungkin sulit diartikan…

Ombak itu begitu kuat menciptakan muara-muara tak terkendali. Sang ibu hanya ingin berjuang membuktikan tentang tarian music di antara permainan demi permainan yang mungkin akan menghancurkan seluruh jalan. Lavi harus menyimpan baik-baik foto keluarga dalam koper miliknya. Kebencian dan ingin memaafkan sedang bertarung hebat pada alur hidup seorang anak remaja. Siapa yang akan menjadi pemenang? Kebencian? Ataukah kata maaf? Semua akan terjawab seiring berjalannya waktu.

“Kurcaci jelek tolong jaga mama untukku” suasana perpisahan seperti sekarang masih saja Lavi bersikap dingin terhadap adik sendiri.

Yah, mereka bertiga berada di bandara sekarang. Perpisahan antara ibu dan anak akan terjadi demi sebuah mimpi. “Kakak masih sakit atau tidak sih?” Hershel memegang kening sang kakak.

“Berhenti berbicara! Apa boleh kakak memelukmu?” Lavi.

“Tapi hanya sebentar” Hershel.

“Kemana perginya preman kampung?” Lavi terus mencari Kenaz. Rasa sayang satu sama lain tetap terjalin sekalipun pertengkarang sering terjadi di antara mereka. Sang ibu hanya tersenyum memeluk Lavi tanpa berbicara sepatah katapun.

Ternyata Kenaz diam-diam bersembunyi melihat sang kakak akan pergi untuk waktu cukup lama. “Apa mama bisa menarikku juga sama seperti yang dilakukan terhadap ka’Lavi” Kenaz berkata-kata seorang diri.

Pesawat pun pada akhir cerita berangkat mengantarkan sosok Lavi demi sebuah mimpi. Kenaz berjalan lesu membayangkan keadaan rumah tanpa kehadiran sang kakak. Rasa takut terus tertinggal dalam satu jeruji belenggu semakin menghantui pikirannya. “Saya ingin berlari keluar, tetapi rantai gelap jauh lebih kuat menghantam seluruh tubuhku,” dentangan suara hati Kenaz menunduk melihat arus jalan raya.

Cerita hidup Kenaz makin berada pada ambang kekacauan sejak kepergian Lavi. Hari demi hari pribadi dalam dirinya menyatakan jalan gelap yang terlalu sulit untuk lepas. Memutuskan berhenti sekolah membuat dia semakin tenggelam hingga tak lagi pelita kecil tak lagi terlihat. Jarang pulang ke rumah menciptakan jurang pemisah antara dirinya dan keluarga.

Apa seorang ibu menyatakan kekalahan atas sikap dari sang jagoan? Jawaban atas sikap anak keduanya ada pada kedua lututnya. Bukan karena Tuhan tidak ingin mendengar pergumulan sang ibu melainkan masalah waktu untuk menyatakan cerita penuh misteri berada pada satu irama pula.

“Tangan mama tidak selemah yang kau bayangkan” sang ibu berbisik ke telinga.

“Mama selalu terlihat lemah karena hal itu juga membuat Kenaz muak” Kenaz.

“Mungkin hari ini kau tidak bisa merasakan kekuatan mama. Suatu hari kelak keadaan akan melukiskan pemenang sebenarnya” sang ibu memiliki iman terbaik. Dua tangannya tidak akan mungkin membiarkan si’jagoan terus berada pada sebuah jurang.

“Saya ingin menjadi seperti yang mama inginkan, tapi jurang gelap jauh lebih kuat hingga dua kakiku lemah dan tidak mungkin berlari keluar” bisikan hati sosok anak menatap dalam-dalam sang ibu.

Kenaz berlari keluar dari rumah meninggalkan sang ibu. Merenung sepanjang malam tentang kekuatan antara jurang gelap dan tangan seorang ibu. Rasa takut sering menyelimuti hidup anak usia remaja di masa-masa labil. “Saya juga ingin memiliki masa depan seperti ka’Lavi, tetapi seakan sebuah benteng menjadi penghalang dua mataku bisa mengerti makna kekuatan seorang ibu” berbicara seorang diri di tempat gelap jauh dari keramaian.

Tanpa sadar dia tertidur pulas hingga sinar matahari berada di atas kepalanya. “Tolong…tolong…tolong” sebuah suara memekik di sekitar pendengaran.

Bara temang gengnya sedang melakukan aksi penjambretan tidak jauh dari tempat dia tertidur pulas. Terjadi kejar mengejar antara Bara dan beberapa orang. “Kenaz tangkap” Bara melemparkan sebuah tas hitam ke tangannya. Hal selanjutnya adalah Kenaz tidak dapat menyelamatkan diri hingga berujung brutal di tangan massa. Darah segar mengalir begitu saja dikarenakan amukan massa mengganas. Bara sendiri berhasil melarikan diri ke tempat aman.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula, ungkapan tersebut berlaku pula atas apa yang sedang menimpa Kenaz sekarang. Polisi pun tak menaruh rasa ibah bahkan langsung menjebloskan dirinya ke dalam sel penjara. Membiarkan luka-luka tersebut di sekujur tubuh Kenaz sebagai bentuk pelajaran yang tidak mungkin dilupakan. Preman kampung berada dalam sel tahanan.

“Tuhan, kalau memang kekuatan mama tidak selemah pikiranku…” berkata-kata pelan menatap dinding penjara. Wajah Kenaz sudah tidak berbentuk lagi akibat hentakan pukulan demi pukulan di tempat tadi…

“Berarti mama pasti berjalan kearahku sekarang tanpa rasa malu” suara hati bergema dengan wajah tertunduk tak berdaya.

“Apa mama menyatakan kekalahan terhadap jurang gelap?” pertanyaan tersebut keluar begitu saja dari mulutnya.

“Tuhan, apa kekuatan mama memang terlalu lemah hingga tidak bisa berjalan ke arahku?” sekali lagi mulutnya bergerak tanpa suara.

“Seseorang menunggumu di luar, keluarlah!” pria berseragam polisi membuka jeruji penjara. Tubuh penuh luka berjalan tertatih-tatih menuju sebuah ruang.

“Jurang gelap dan mama masih bertempur” suara hati Kenaz bergema kembali.

“Mama belum menyatakan kekalahan terhadap jurang gelap” Kenaz.

“Mama masih berjuang menarik tanganku” tatapan anak remaja terhadap sang ibu.

Ibu Nayara mendekap erat tubuh anaknya. Rasa marah bersama pernyataan kutuk tidak terlintas dalam diri sang ibu. “Mama ada disini buatmu” terus memeluk anak remaja tersebut.

“Tangan mama ada buatmu” berkata-kata kembali.

“Apa jurang gelap sudah kalah total dari mama?” pertanyaan Kenaz tiba-tiba.

“Tuhan membuat mama menang atas jurang gelap” ibu Nayara.

“Bagaimana bisa?” Kenaz.

“Kekuatan doa membuat tangan mama terlalu kuat untuk menarik tanganmu”…

Pernyataan seorang ibu meledakkan tangisan sang anak seketika. Dia hanya manusia lemah dengan jalan cerita berbeda dibanding anak lain. Air matanya menyatakan tentang begitu rapuh suasana hati yang selama ini terpendam jauh di dalam. Tangisan histeris terus saja bermain dalam dekapan sang ibu.

“Kenaz takut terus berada di jurang” Kenaz. Seorang polisi mengamati pembicaraan mereka berdua. Menatap tanpa berbicara tentang kasus rumit yang sedang menimpa anak remaja tersebut. Membebaskan Kenaz tanpa harus membayar uang jaminan seperti yang lain. Polisi tersebut menaruh rasa ibah atas pemandangan di depan matanya.

“Kau harus berdamai dengan dirimu agar jurang gelap gagal total mempertahankan tubuhmu di ruang lain” kata-kata polisi tersebut sebelum membiarkan Kenaz berjalan pulang.

“Maksud bapak?” Kenaz.

“Jawaban pertanyaanmu ada pada dirimu sendiri” kalimat polisi itu kemudian berjalan meninggalkan Kenaz dan sang ibu.

  Ibu Nayara tetap sabar berada di samping anaknya. Membersihkan seluruh luka pada sekujur tubuh Kenaz. Beruntung saja bapak polisi berbaik hati membebaskan tanpa meminta uang jaminan. Perubahan mulai terjadi sejak peristiwa tersebut. Belajar memulai kehidupan baru dan mengerti beberapa objek tentang seni pada satu lingkaran.

 

1 Tahun kemudian…


Apa jalan hidup Kenaz berubah total? Butuh waktu setahun bagi seorang ibu untuk membuatnya melihat sebuah mimpi dan masa depan. Kenaz tidak ingin lagi melanjutkan sekolahnya sehingga lebih memilih bekerja sebagai kuli bangunan di beberapa tempat sambil berjualan gorengan. Cerita tentang banting-membanting pintu hilang dalam sekejap. Preman kampung berdiam diri di rumah setelah seharian bekerja.

“Kakak Lavi sebentar lagi jadi dokter” ibu Nayara sedikit memancing di sela-sela makan malam bersama.

“Kenapa mama bicara ka’Lavi?” Hershel melemparkan pertanyaan.

“Kalau mimpi Kakak Kenaz sendiri gimana?” ibu Nayara.

“Kenaz bodoh, jadi tidak mungkin juga mempunyai mimpi” Kenaz.

“Kenapa mama tidak bertanya ma Hershel juga sih?” Hershel.

“Mama kan sudah tahu mimpi Hershel” ibu Nayara.

“Menyebalkan” Hershel.

“Seseorang berhak bermimpi termasuk dirimu” ibu Nayara menatap Kenaz.

“Mantan preman kampung bisa mimpi apa?” Kenaz segera menghentikan makan kemudian berjalan menuju kamar.

Peranan sang ibu harus benar-benar bermain terhadap situasi seperti sekarang. Masa lalu tidak dapat merenggut sebuah pelita di  sekitar jalan seorang anak. Tinggal kelas bukan alasan bagi jalan hidup untuk berhenti mengejar bintang. Kekuatan ibu merupakan pondasi utama ketika segala jalan tertutup. Setetes embun bercerita manis di antara puing-puing kehidupan seorang anak.

“Masa lalu suram, kehilangan figure ayah, kemiskinan bukan penghalang bagi jalan jagoanku menggenggam bintang terbaik di antara ribuan bintang” ungkapan perasaan seorang ibu.

“Sebagai ibu memang tidak mudah terus mendekap dunia anak-anaknya” ibu Nayara berbicara seorang diri dalam kesunyian malam.

“Tetapi Tanganku akan bercerita tentang perbedaan bahkan tidak mungkin dimiliki oleh banyak ibu di luar sana.” Kekuatan ibu memiliki makna tersendiri. Perjalanan imannya disaat berjuang menggenggam sang anak akan menyatakan kemenangan di waktu yang tepat.

 


Bagian 7…

 

Kenaz yagil…


Hidupku berubah setahun lalu setelah pengeroyokan massa hingga jeruji penjarapun berada depan mata. Beruntung saja seorang polisi berhati mulia mau membebaskan tanpa harus menyewa pengacara ataupun membayar uang jaminan. Mujizat? Mama membuktikan kalau tangannya memang jauh lebih kuat dibanding jurang gelap itu sendiri. Bukan karena ingin menguji kekuatan mama, tetapi memang rantai belenggu atas diriku terlalu kuat hingga saya sendiri sulit berlari keluar.

Saya sadar kalau jalan yang sedang kulalui menghancurkan banyak hal, namun benteng gelap memiliki pertahanan mengerikan. Rasa takut tiap detik menghantui keadaanku  dan hal lebih kacau adalah tubuhku tetap berada dalam ikatan jurang tersebut. Titik terlemah pada diriku membuatku sadar sesuatu bahwa belenggu tersebut harus hancur bagaimanapun caranya. Doa dan iman seorang ibu menciptakan irama tersendiri hingga dua kaki mulai belajar berlari keluar…

Terkadang rasa ingin kembali ke sekolah muncul tiba-tiba. Sudah terlambat? Tentu saja lebih dari kata terlambat. Andaikan saja saya tidak menyia-nyiakan sekolahku kemarin, tentu keadaan berkata lain sekarang. Tuhan, bisakah waktu dapat berputar kembali? Bolos sekolah, tukang tawuran, merokok, tinggal kelas, preman, dan masih banyak hal buruk merupakan bagian kisahku kemarin.

Mama sering bertanya tentang mimpiku di sela-sela rutinitas kami. Jujur, kerinduan hatiku jauh melebihi apa yang mama pikirkan untuk berlari mengejar bintang. Semua sudah terlambat dan tidak mungkin lagi saya harus berjalan kembali. Kegiatan terbodoh mama belakangan terakhir adalah mendaftarkan kembali namaku ke beberapa sekolah tanpa sepengetahuan maupun persetujuanku. Kenapa saya bisa tahu? Hershel memberi tahu apa yang sedang mama kerjakan di belakangku.

“Hershel sudah tidak tahan melihat mama dimaki kiri kanan ma pihak sekolah” nada kalimat Hershel mengatakan hal sebenarnya.

Mama bukan tipekal ibu yang dengan begitu mudahnya menyerah demi sebuah masa depan sang anak. Tiap hari mencari sekolah dari satu tempat ke tempat lain hanya demi diriku seorang. Lebih gila lagi adalah diam-diam mengikuti arah tempat mama bepergian. Mulutku benar-benar terkunci untuk menghentikan tiap gerakannya. Rasa sakit mendengar makian pihak sekolah terhadap mama membuatku ingin berteriak histeris. Kenaz Yagil dikenal sebagai siswa ternakal di seluruh sekolah sekaligus menjadi penyebab penolakan bertubi-tubi tanpa belas kasih sama sekali…

“Anakmu paling juga merusak seluruh siswa disini” salah satu guru menyindir dengan begitu kejam.

“Biar saja anak ibu jadi buru kuli seumur hidup, rasakan akibatnya sekarang” di tempat lain kalimat tersebut berkumandang…

“Anak gila tidak memiliki tempat layak di sekolah ini,”

“Semua orang tua siswa pasti ketakutan kalau anak ibu kembali ke sekolah.”

“Jangan mimpi ketinggian, yang namanya sudah hancur yah bakal tetap hancur dan tidak mungkin juga bisa diperbaiki kembali.”

Makian demi makian terus berdatangan dan tidak ada sekolahpun ingin menerima kehadiran anak nakal sepertiku. Apa mama menyerah mendengar ucapan mereka? Masih berjuang mencari sekolah tanpa rasa lelah hanya demi masa depan anaknya. “Jangan-jangan ibu sewaktu muda pernah melakukan dosa besar sampai-sampai anakpun harus menanggung resiko sendiri” seorang kepala sekolah melemparkan hujatan terhadap mama.

“Bapak tidak berhak mengejek mama saya” tidak tahan lagi melihat mama mendapat perlakuan buruk.

Terkadang dua lututnya bersujud di hadapan beberapa kepala sekolah dan juga guru-guru, namun mereka semua tertawa lebar. Kenapa mama tidak pernah mau menyerah terhadap keadaan? Kenapa tidak pernah ingin memperdulikan ejekan mereka semua? Saya benci melihat kelemahan mama hanya karena tetap ingin melihat masa depan sang anak.

“Kenaz” mama berteriak berusaha menghentikan tanganku menampar wajah pria tua jelek.

“Biar Kenaz memberi pelajaran” memaki pria tua jelek.

“Kau tidak berhak mengejek mamaku seolah hidupmu memang paling suci” berteriak keras hingga seluruh siswa mendengar.

“Kalau Ken sayang mama, berhenti berbicara!” ucapan mama.

“Kenaz akan terus memaki biar pria tua jelek ini sadar sesuatu”…

Sebuah tamparan mendarat di wajahku seketika. Mama menarikku keluar meninggalkan sekolah tersebut. Bagaimana mungkin seorang ibu tidak pernah memperdulikan makian orang banyak demi masa depan sang anak. Mamaku memang gila dan sangat gila. “Mama pasti bisa membuatmu menjadi manusia berkualitas” kalimat mama selalu saja menghantui seperti hantu gentayangan.

“Ibu Nayara” sapa seorang pria tua gendut yang tiba-tiba saja menghadang langkah kami di jalan raya setelah kejadian tadi.

“Anda?” mama agak kebingungan sendiri.

“Saya tadi tidak sengaja melihat ibu keluar dari sekolah, jadi begitulah…” tawa bapak tersebut.

“Bapak Hiram gimana kabarnya?” wajah mama tersenyum mengalihkan pembicaraan.

Ternyata bapak gendut di depan kami adalah kepala sekolah tempat ka’Lavi bersekolah dulu. Saya bisa membaca jelas di wajah bapak gendut kalau masalah penolakan seluruh sekolah sampai ke telinganya. Kenapa mama tidak mencoba mendaftarkan Ken di sana saja? Apa yang sedang kupikirkan? Masa depanku sejak dulu sudah hancur. Ken, segera bangun dari mimpi!

“Maaf, bukan karena saya mau lancang hanya saja berita anak ibu ditolak berulang kali sudah menyebar dimana-mana” bapak gendut.

“Saya siap menampung anak ibu sekalipun seluruh sekolah menolak dirinya berulang kali” dia kembali berkata-kata. Apa jalan hidup Kenaz masih memiliki harapan seperti anak lain? Saya hampir tidak percaya terhadap perjuangan mama selama ini. Objek terparah lagi yaitu seluruh sekolah menolakku mentah-mentah, tetapi bapak gendut mau membuka tangannya buatku.

“Kenapa tidak terlintas mendaftarkan adik Lavi di sekolah Harapan Abadi?” bapak gendut maksudku bapak Hirar melemparkan pertanyaan…

“Saya tidak ingin Kenaz mengalami nasib serupa sama seperti kakaknya” saya baru menyadari penderitaan ka’Lavi.

Kupikir kakakku manusia paling sempurna tanpa masalah, ternyata hanya terlihat dari luar saja. Ka’Lavi sempat berbohong terhadap seluruh penghuni sekolah tentang identitas berpura-pura kaya sampai-sampai beasiswa berpindah tangan karena ketahuan. Mama hanya tidak ingin penghuni sekolah semakin membuly keadaanku terlebih sayapun memiliki masa lalu jauh lebih buruk. Mereka semua protes keras permasalahan peringkat utama kembali diambil alih oleh penipu ulung. Ka’Lavi memang manusia super jenius walaupun dikatakan dirinya sempat membuat sebuah kebohongan besar.

“Lebih memilih mana Kenaz tidak memiliki masa depan atau tidak sama?” bapak Hirar.

Kenapa saya terus diam ketika mereka berdua bercerita? Harusnya kan saya menolak mati-matian kembali ke sekolah. Mulutku benar-benar terkunci rapat hingga mama mau menerima tawaran bapak kepala sekolah Harapan Abadi. Kembali memulai sekolah dari kelas satu lanjutan atas terdengar aneh. Seluruh teman-temanku sudah masuk bangku kuliah tahun ini, tetapi saya harus mengulang…

Singkat cerita, Kenaz Yagil kembali ke sekolah dan mencoba menata kembali retakan-retakan kehidupan untuk membuatnya menjadi satu jalan terbaik. Siswa paling tua di kelas cuman saya seorang membuatku sangat malu. Tidak ada seorangpun yang mau mengajakku duduk bersama selain seorang gadis dekil, super jorok, tukang tidur di kelas.

“Kenalkan nama saya Izumi, panggil saja Izu” gadis jorok memperkenalkan diri.

Izu satu-satunya manusia yang mau berteman denganku di sekolah. Memainkan kotoran hidung sendiri apa lagi kalau lagi flu lengkap sudah semua. Seluruh kotoran hidung menumpuk di sekitar meja maupun kursi. Air iler mengalir ke segala tempat pas lagi tidur. “Kakak Ken,  mau coba minuman soda merk terbaru? Lagi trending loh” Izu menarik tanganku menuju sebuah mini market memakai tangan joroknya.

Rambut pendek Izu menandakan kalau dirinya itu hidup sebagai gadis tomboy. Ada banyak siswa menjauh dariku karena takut menularkan hal-hal kurang menyenangkan. Izu selalu ada memberi senyum bahkan terkadang menciptakan lelucon aneh. “Jangan sok suci kalian semua pada hal asli juga pada hancur” dia selalu menjadi pahlawan kesiangan buatku.

“Dasar tukang makan” menggeleng-geleng kepala melihat porsi makan Izu.

Lebih lucu lagi karena saya selalu tertawa melihat tingkah koyol gadis super jorok. Dia terus saja mengekor tiap pergi maupun pulang sekolah. Membantuku berjualan gorengan sampai-sampai semua habis terjual hanya dalam hitungan singkat. “Ka’Kenaz kan manusia jenius juga Cuma belum sadar-sadar” Izu memulai memancing bicara di sela-sela kami berdua beristirahat.

“Gadis jorok lebih baik kalau mulutmu diam” nada kesal melihat tingkahnya.

“Kakak harusnya berterima kasih karena hanya Izu yang mau berteman ma manusia sepertimu” Izu.

Berteman sih berteman, tapi tampang jorok membuatku mual tiap berada di dekat Izu. Kegiatan tergila darinya adalah selalu saja mengekor bagai cacing kepanasan di belakangku. “Kenapa mengikutiku terus?” tidak tahan melihat tingkah Izu.

“Karena suka saja” Izu menjawab dengan nada cuek. Penampilan tomboy dari ujung rambut hingga ujung kepala, lantas sikap manja dalam dirinya berasal dari mana? Jorok, dekil, bau badan, tukang upil, bicara manja, lebih parah lagi masalah tomboy pada dirinya benar-benar kacau.

“Izu mau lari kemana lagi?” seorang wanita sedikit tua berteriak keras.

Mengomel memakai bahasa-bahasa alien di tengah keramaian jalan. “Dasar anak pemalas, durhaka, hancur, tukang keluyuran” ngoceh sambil menjewer telinga gadis jorok di sampingku.

“Ini tempat umum jangan mempermalukan anak sendiri” teriak Izu meringis kesakitan.

“Memang kenapa kalau mama berteriak keras? Salah?” rasa geram wanita itu. Menarik rambut gadis super jorok sambil berjalan menghilang entah kemana. Keadaan tersebut sering terjadi hampir tiap harinya wanita sedikit tua maksudku mama Izu berteriak mengomeli sang anak tepat di depanku.

“Dasar anak perempuan mau jadi apa kalau lulus sekolah?” omelan menggelegar.

“Kakak Kenaz” semangat Izu seolah melupakan amukan sang mama tiap harinya.

“Mamamu ga cari?” pertanyaan buat dia.

“Lupakan nenek lampir sejenak” Izu berbicara penuh semangat.

“Dasar anak durhaka menghina ibu sendiri depan temannya” wanita itu menjambak rambut Izu entah datang dari mana…

“Memang mama pantas disebut nenek lampir” balas Izu.

Hal yang tidak pernah saya tahu dari hidup gadis jorok yaitu perceraian orang tua. Izu memiliki kakak perempuan dan mereka berdua berpisah. Sang kakak lebih memilih tinggal bersama ayahnya, sedang Izu sendiri tetap berada di sisi ibunya. Kenapa saya bisa tahu? Seorang wanita berkelas tiba-tiba saja memaki ketika saya hendak mengembalikan barang Izu. “Biarkan Izu tinggal bersama kami” teriak wanita berpenampilan sosialita depan rumah sederhana milik gadis jorok.

“Sudah cukup anda menghancurkan rumah tangga saya dan sekarang ingin merebut Izu” pertama kali saya melihat air mata wanita itu. Perceraian terjadi karena pihak ketiga bermain-main. Terdengar hancur kalau ternyata mertua menjadi objek ketiga bagi permasalahan rumah tangga. Perbedaan derajat ekonomi menjadi penyebab terjadinya perang dingin antara mereka.

Aneh mendengar izu lebih memilih tinggal bersama sang ibu dibanding ayahnya? Pada hal kalau dipikir-pikir suara makian menggelegar sepanjang jalan tiap berpapasan dengan ibunya sendiri. Ternyata bukan hanya saya dengan latar belakang perpisahan orang tua bahkan ada banyak kisah tragis di luar sana sehingga menghancurkan kehidupan para anak.

Sisi lemah mama membuat hidupku benci terhadap dirinya. Kenapa mama tidak pernah menangis? Saya bisa merasakan betapa kuat rasa perih yang selalu saja mempermainkan mama. Kegilaan mama di tempat lain adalah tetap memajang foto keluarga dalam kamarnya. Saya sendiri begitu muak melihat pria dalam foto tersebut.

“Untuk apa mama menyimpan foto pria gila di sini?” rasa geram menatap wajah pria paling jahat yang tidak pernah memperdulikan kehidupan keluarga sendiri.

“Kenaz benci melihat sikap lemah mama selama ini”…

“Kenapa mama tidak pernah menangis?” pertanyaan histeris seorang anak.

Sikap diam mama menciptakan rasa muak berkepanjangan terhadap banyak hal. “Mama tidak ingin melihat masa depan kalian hancur hanya karena menjadi pembenci,” dekapan hangat mama berusaha menenangkan diriku.

“Kenapa?” tangisku pecah seketika.

“Tuhan tidak pernah mengajarkan seorang ibu untuk menjadi pembenci terlebih terhadap pasangan sendiri. Andaikan kebencian lebih berperan maka masa depan anak-anakku tentunya hancur tanpa meninggalkan jejak” jawaban mama. Saya benci mendengar pernyataan mama.

“Mama lebih memilih memberi maaf terhadap papamu dari pada melihat jalan hidup kalian berantakan. Bantu mama untuk tidak pernah membenci sekalipun banyak hal menyakitkan terjadi begitu saja.” Kalimat macam apaan ini? Siapa yang akan menjadi pemenang dalam hidupku sendiri? Kebencian? Ataukah kata memberi maaf akan jauh lebih kuat bermain suatu hari kelak?

Seorang ibu menyatakan kekalahan ketika mengajarkan sang anak tentang kebencian terhadap orang lain terlebih orang tua sendiri, menurut versi defenisi mama bukan menurutku. Mama seolah lupa bagaimana luka demi luka mempermainkan jalan hidupnya. Pertarungan sengit sedang terjadi atas hidupku sendiri antara hidup dalam kebencian dan memaafkan.

Hal tergila dilakukan oleh mama adalah terus mencari informasi seputar perkuliahan di luar negeri hanya untukku seorang. Saya tidak pernah berpikir melanjutkan sekolah di Negara asing sama seperti ka’Lavi. Jauh-jauh hari sibuk merencanakan jalan terbaik untuk menggenggam bintang.

“Kuliah di sini saja sudah cukup buat Kenaz” mencoba berbicara…

“Mama ingin membuktikan kekuatan seorang ibu memang jauh lebih kuat” ujar mama.

“Tapi ma” bantahku.

“Apa Ken tidak pernah ingin menjalani hidup seperti ka’Lavi?” mama.

“Mimpi tiap orang berbeda-beda” balasku.



Bagian 8…

 

Ibu Nayara…


Saya akan buktikan kalau kekuatan seorang ibu bisa mengubah masa lalu suram menjadi sebuah kehidupan berbeda. Kenaz hanya butuh waktu memahami cerita terbaru ketika berada pada satu sudut persimpangan. Tidak berarti kisah kemarin bercerita tentang permainan tinggal kelas ataupun pindah-pindah sekolah, lantas esok hari dia tidak bisa menjadi nomor satu di antara manusia-manusia lainnya.

“Saya bukan sosok ibu paling lemah” menatap wajah pulas Kenaz.

Kalau Tuhan bisa membuatku menarik tangan anakku dari sebuah jurang, berarti sekali lagi saya akan buktikan kekuatan terbesar seorang ibu. Mungkin di luar sana terdapat anak yang dengan begitu mudahnya berjalan menggenggam bintang, jauh berbeda dengan anak-anakku. Seorang anak yang sedang berlari lurus tanpa kerikil tajam untuk mendapat bintang tidak akan pernah bisa menciptkan petualangan ataupun seni tersendiri sekalipun di mata dunia akan selalu menjadi nomor satu dibanding siapapun.

Objek paling berperan bagi sang anak adalah mengejar bintang di antara kerikil tajam, lautan berduri, permainan ombak, pecahan kaca hingga membuat perjalanannya benar-benar kesakitan. Seni terbentuk ketika seorang anak menyadari tentang rasa sakit di tengah permainan-permainan objek tadi. Kata angkuh akan terbuang seiring waktu berjalan tentang apa dan siapa bahkan ribuan pertanyaan setelah tangannya berhasil memegang satu bintang terbaik.

“Ken bermimpi ingin jadi apa kalau lulus sekolah?”

“Entahlah” Kenaz terlihat bingung. Diam-diam putra keduaku sering menggambar sebuah bangunan. Saya bukan ibu jenius yang dengan mudah memahami bakat dalam dirinya. Belajar mencari sesuatu melalui internet tentang objek-objek berhubungan terhadap gambar ataupun pengolahan bangunan.

“Arsitektur?” membaca sebuah kata dari internet. Saya jadi begitu mudah menemukan sesuatu hal sejak tanganku belajar membuka dunia paman google. Jauh-jauh hari, sengaja memberikan beberapa buku berbau bangunan untuk memancing bakat dalam dirinya. Modal utama seorang ibu sepertiku hanya bercerita tentang iman tanpa harus melihat hal tersebut sudah diraih dan masih berstatus jauh dari harapan.

“Menurut Ken, jenis bangunan di film ini gimana?” pertanyaan disela-sela ketika kami bertiga sedang menonton.

“Kenapa bertanya? Kenaz.

“Penasaran saja sih macam gimana yah”…

“Terlihat biasa, tapi misterius. Pasti bangunan ini memiliki sejarah” Kenaz.

Saya bukan ibu jenius yang akan mengerti banyak hal tentang dunia arsitektur, namun apa pun akan kulakukan demi meraih satu bintang. “Bisa bantu mama melihat warna-warna ruang dari gambar di majalah ini?” menyodorkan sebuah majalah usang ke tangannya. Majalah-majalah tersebut berasal dari bak sampah tidak jauh dari tempat tinggal kami. Tanpa menaruh rasa curiga berlebihan menjelaskan beberapa warna tertentu dalam pemilihan sebuah ruang dari gambar di majalah usang itu.

“Warna tekstur lembut, arrogant, kasar, buram, cerah harus berada pada porsi masing-masing karena berperan sebagai penentu untuk sebuah ruangan” Kenaz.

Mencari ribuan alasan agar dia mau menulis beberapa kata-kata maupun pernyataan dari majalah, buku, film, Koran, ataupun gambar-gambar ketika kami sedang berada di luar rumah. Bagaimana bisa ibu bodoh sepertiku belajar dunia arsitektur? Hal tergila yang pernah kulakukan…  

“Mama seperti penasaran dengan kata di halaman ini” memulai pembicaraan.

“Maksud mama?” Kenaz.

“Sederhana tapi misterius? Kenapa terkadang harus sebuah bangunan menyelipkan ungkapan semacam ini?”

“Untuk satu desain dan tidak hanya berpatokan terhadap jenis gedung saja memang terkadang mencari hal-hal terbaru. Porsi konsep desain apa pun harus memainkan makna tertentu demi mendapat sebuah karya dengan kesan unik, tidak pasaran, bahkan belum pernah ada” Kenaz.

“Gitu yah?”

“Apa maksud mama melakukan semua ini?” Kenaz.

“Mama kurang paham ucapanmu?” pertanyaan balik.

“Mama sengaja menyuruh Kenaz menulis kata demi kata, menggambar, membuat rangkuman buku-buku usang yang seharusnya sudah dibakar, memberi banyak pertanyaan kalau lagi nonton, dan masih banyak lagi…” Kenaz.

Dia butuh jawaban atas tindakanku. “Anak mama memiliki bakat di dunia gambar-menggambar bukan maksudku arsitektur” mencoba bersikat tenang.

“Lantas?” Kenaz.

“Mama ingin Ken berani bermimpi besar sekalipun orang banyak akan tertawa terlebih karena masa lalu kurang menyenangkan” pernyataan tegas seorang ibu.

“Ken bukan ka’Lavi dengan segala tingkat kejeniusan dan banyak hal menarik” Kenaz.

“Kalau ka’Lavi bisa berarti Kenaz juga bisa, ngerti?”

“Mama tidak mengerti” Kenaz.

“Bantu mama mewujudkan sebuah mimpi besar dalam hidupmu” menatap dalam ke arah Kenaz.

“Ta…ta…pi?” Kenaz.

 “Setidaknya mencoba dari pada tidak pernah sama sekali” kalimat seorang ibu terhadap anaknya. Penyesalan terbesar akan muncul suatu hari kelak andaikan dua kaki tidak pernah belajar melangkah dan hanya diam di tempat. Nilai Kenaz cukup bagus untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri. Sebagai ibu tuntutan berada di sampingnya harus terus berlanjut untuk membuat sebuah pertarungan antara berlari ataukah hanya tetap berada pada satu sisi saja.

Tidak terasa Kenaz sudah memasuki tingkat akhir sekolahnya. Mengumpulkan banyak contoh soal-soal ujian menjadi kewajibanku. Saya tidak mengerti sama sekali jawaban pertanyaan demi pertanyaan, tetapi akal pikiranku berjalan untuk memancing kemampuan otaknya. Menyuruh Kenaz mencari sendiri universitas di Negara asing melalui jaringan internet. Tangannya asal mencari dan mengetik saja beberapa kampus yang dia sendiri tidak tahu-menahu tentang beberapa informasi di sana.

Kemampuan bahasa inggrisnya cukup bagus sejak memulai kembali sekolahnya dari awal. Saya memang bodoh untuk bahasa-bahasa internasional, tetapi otakku harus menciptakan satu jalan cerita agar dapat memancing wawasan Kenaz dalam penguasaan kosa kata maupun tata etika berkata-kata. Meminta bantuan ibu Fia juga google translate seperti biasa dalam hal masalah terjemahan kata-kata.

Berusaha mencari banyak informasi-informasi masalah beasiswa. Kegilaan seorang ibu selanjutnya adalah berani berjalan ke beberapa gedung kedutaan asing demi masa depan sang anak dikarenakan seolah segala jalan benar-benar tertutup lebar tentang pendaftaran beasiswa. Dua kakiku tidak pernah mengenal lelah berjalan masuk dari satu gedung ke gedung lain dengan alamat berbeda.

Jalan yang sedang kulalui belum menunjukkan hasil sama sekali. Apakah saya harus menyerah begitu saja memperjuangkan masa depan jagoanku? Berhenti ataukah tetap berjalan? Rasa-rasanya saya ingin tertawa lebar membayangkan kegagalan mencari bantuan. Masing-masing Negara memiliki data-data tersendiri untuk program study beserta beberapa persyaratan. Hal semacam inilah menjadi titik lemah sehingga tangan seorang ibu mengalami kegagalan.

“Beri sebuah alasan mengapa saya harus memperjuangkan masa depan anak ibu?” salah seorang pria tua melemparkan pertanyaan setelah berhasil memasuki kedutaan asing lainnya untuk kesekian kalinya. Ternyata pria tua itu memahami bahasa di Negara ini…

“Menjadi tiang, pondasi, dan benteng bagi hidup anaknya merupakan mimpi terbesar bagi seorang ibu” menjawab pertanyaan pria tua tersebut.

“Saya ingin membuktikan bahwa pintu terbaik bagi seorang anak berada pada kekuatan dan perjuangan tanpa henti dari ibunya sendiri.” Pernyataan yang mungkin terdengar biasa, namun memiliki makna tersendiri buatku. Kekuatan iman seorang ibu sepertiku harus berjalan sekalipun dua tanganku sama sekali tak bermodal dari sisi ekonomi.

“Berapa persen keyakinan anda sebagai ibu melihat letak keberhasilan sang anak dalam hal meraih sebuah mimpi yang rasa-rasanya terlalu sulit untuk dicapai atau bahkan menjadi bahan tertawaan orang banyak di luar sana?” pertanyaan pria tua.

“Saya percaya 100% kalau anakku memiliki cara tersendiri untuk mengejar mimpinya.” Selama Tuhan mendengar isak tangis sang ibu, tentu saja jagoanku bisa berjalan walaupun dikatakan pandangan sebelah mata orang banyak terus saja mempermainkan hidupnya.

“Bisa jelaskan defenisi anak di mata anda?” pertanyaan pria tua untuk kesekian kalinya.

“Harta terbaik dari Tuhan yang tidak bisa disandingkan dengan apapun bahkan jauh melebihi emas, permata, maupun segala benda-benda berharga” jawaban sederhana seorang ibu.

Pria tua itu memberi kesempatan untuk membawa Kenaz untuk mengikuti tes beasiswa agar bisa melanjutkan sekolahnya. Kekuatan ibu harus benar-benar berperan demi masa depan sang anak. “Tuhan, beri kesempatan anakku meraih mimpinya, tetapi kehendakMu saja yang terjadi bukan karena mauku sebagai ibunya,” mendekap Kenaz sebelum di akhir cerita membiarkan dia berada dalam sebuah ruangan seorang diri di hari berikutnya. Kenaz diberi pilihan beberapa kampus sebelum menjawab seluruh soal dari pihak kedutaan.

Iman ibu dapat menghancurkan banyak benteng kemustahilan menjadi ya dan semua bisa di capai. “Bagaimana kalau Ken gagal ujian?” Kenaz berbalik ke arahku setelahnya menghentikan langkahnya. Ujian tadi membuat dia terlihat gugup…

“Kalau gagal berarti Tuhan ingin mengajar mama dan Ken untuk berjuang sekali lagi” hanya kalimat seperti ini saja yang bisa kuberikan. Selama beberapa hari Kenaz masih harus mengikuti tahapan ujian kembali sesuai permintaan dari kedutaan. Menunggu merupakan hal paling membosankan buat kami sekeluarga.

Kenaz berada di urutan 5 dalam perolehan peringkat prestasi di sekolahnya dari seluruh kelas. Jadi, posisi tersebut membuat dia gagal untuk beasiswa sekolah keluar negeri. Saya harus berani mencari langkah lain di akhir cerita hingga berujung nekat mencari informasi beasiswa di banyak kedutaan asing. “Apa sudah ada balasan email?” rasa gugup terbaca jelas di sekitar wajahku. Siapa pernah menduga balasan pernyataan lulus ataupun tidak ternyata belum juga terkirim setelah sebulan Kenaz lulus dari sekolahnya.

Andaikan gagal berarti Tuhan punya maksud. Teman-teman Kenaz sudah pada mendaftar di beberapa kampus, sedang dirinya sendiri masih sibuk menunggu sesuatu yang belum pasti. “Mama, email balasan” si’bungsu Hershel ternyata terus berjaga di depan computer usang milik Lavi.

Permasalahan biaya sehingga saya hanya mampu membeli computer bekas bahkan tidak layak pakai, tapi masih bisa difungsikan untuk mereka. “Coba buka!” nada memerintah terhadap Hershel.

“Mama jangan marah kalau Kenaz belum bisa memberikan yang terbaik” tangan Kenaz menghentikan Hershel membuka isi email selama beberapa saat.

“Mama tidak akan marah karena Ken sudah berjuang sebaik mungkin, hanya belum kehendak Tuhan andaikan dinyatakan tidak lulus” jawaban bijak seorang ibu berusaha menenangkan anaknya.

“Sudah siap? Ayo kita lihat hasilnya” Hershel.

“Anak mama…” teriak Kenaz.

“Kakak Ken ternyata hebat juga yah” Hershel.

“Kakak Lulus” Kenaz memeluk memeluk Hershel.

Perjuangan luar biasa hingga membuahkan hasil. Hal tergila lagi adalah jagoanku asal menembak tanpa pernah tahu posisi peringkat kampus tersebut berada dimana. Dia sama sekali tidak menyadari kalau universitas tempat dirinya dinyatakan lulus merupakan urutan salah satu kampus terbaik di dunia. Pikiran Lavi dan Kenaz sebelas dua belas, mencari tempat perkuliahan biasa saja, tetapi Tuhan memberi jauh lebih baik dari bayangan semua orang.

Siapa sih tidak mengenal Massachusetts Institute of Technology jurusan aristektur pula. Kehidupan hari esok tidak bisa ditebak, tetapi satu hal bahwa kekuatan seorang ibu bisa menjadi pintu gerbang bagi jalan anaknya sendiri ke depan. Penolakan demi penolakan selalu saja terjadi bagi jagoanku hingga di akhir cerita satu objek berkata lain.

“Coba mama cubit pipi Ken?” jagoanku masih belum percaya.

“Biar Hershel saja” si’bungsu segera menjambak keras rambut kakaknya.

“Keterlaluan” Kenaz.

“Kalau hanya cubitan ga bakalan sadar, jadi jambak-menjambak rambut baru benar-benar sadar” Hershel. Pihak kedutaan pun mempersiapkan seluruh biaya transportasi sekaligus keperluan kuliah sehingga kami tidak perlu khawatir memikirkan tentang masalah tersebut.

                                                             


Bagian 9…        

 

8 tahun kemudian…


“Mama, ada paket kiriman dari ka’Lavi” kini anak bungsu ibu Nayara sudah beranjak remaja. Hershel Yagil hidup hanya berdua bersama ibunya setelah Lavi dan Kenaz mengejar mimpi di negeri asing. Kurcaci kecil memiliki wajah sangat tampan dibanding dua kakaknya.

“Coba buka!” perintah ibu Nayara.

“Ada surat” Hershel tidak sabar melihat isi surat di tangannya.

“Kurcaci kecil jangan lupa giat berlatih” tulisan Lavi sangat singkat.

“Kakak memang begitu” wajah cemberut Hershel.

“Permisi, paket kiriman tiba” suara pengirim paket terdengar jelas.

Rumah keluarga Yagil masih tetap sama, hanya sedikit melakukan renovasi. Ibu Nayara masih tetap ingin mempertahankan bagian kenangan masa kecil anak-anaknya. Paket kiriman dua anaknya memang tidak pernah absen sejak mendapat pekerjaan di luar negeri. “Buat mama dan kurcaci jelek di rumah” isi pesan singkat Kenaz pada secarik kertas. Mengirim makanan, pakaian, bola, jam tangan, buku, bahkan barang-barang kurang masuk akal pun ada memenuhi ruangan rumah keluarga Yagil.

“Kurcaci jelek, baju sekaligus tanda tangan pemain bola kesukaanmu ada dalam kotak ini” Kenaz tak henti mengejek adik kecilnya.

“Kenaz mengirim makanan juga baju emak-emak yang lagi ngetren buat mama” pesan lain. Ibu Nayara menggeleng-gelengkan kepala melihat setumpuk makanan ringan di depannya. Pakaian emak-emak bergaya sporty pun tak luput menjadi pemandangan paling aneh.

“Kiriman apaan lagi ini?” Hershel.

“Jangan lupa berikan pada gadis super jorok” tulisan Kenaz terpajang rapi…

Beberapa pakaian yang lagi trend pun dikirim buat sahabat sekolahnya Izumi. Teman sekolahnya tidak sempat mengucapkan salam perpisahan hanya karena ketinggalan mobil.  Izu dan ibunya sibuk berkelahi di jalan hingga berujung pesawat sudah pergi sejam setelah mereka berdua berada di bandara. “Hadiah Ken mana?” gadis cantik berparas mungil masuk begitu saja ke dalam rumah tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Gadis jorok mengalami perubahan 360° setelah memasuki dunia kerja. Tuntutan cantik, bersih, berpenampilan menarik menjadi modal utama demi sesuap nasi. “Biasakan ketuk pintu dulu” cetus Hershel.

“Tidak usah banyak bicara, cepat berikan kirimanku!” balasan jutek Izu.

“Sejak kapan tante mau berpakaian begini?” teriakan Izu berlebihan. Pakaian emak-emak sporty jenis fashion terbaru.

“Sejak tadi” ibu Nayara menjawab sedikit kecut.

“Sepatu kets, celana jeans mode terbaru, baju olahraga ma lipatan lengannya” mata Izu terbelalak.

“Artispun kalah” godaan Hershel.

“Berhenti menertawakan mama” tegur ibu Nayara.

Suasana rumah menjadi ramai sejak kehadiran Izumi. Teman sekolah Kenaz dengan sejuta cerita selalu menghadirkan suasana kocak di antara mereka. Sudah delapan tahun berlalu sejak kepergian Kenaz membuat banyak hal berubah. Badan gendut Hershel menghilang ditelan bumi setelah beranjak remaja. Dia tidak ingin menjadi seperti kakaknya dikarenakan perbedaan mimpi antara mereka bertiga.


Flashback…


“Hershel ingin menjadi pemain bola” si’bungsu Hershel baru saja menginjak usia 17 tahun. Pernyataan anak remaja itu jauh lebih mencekam dibanding suasana hujan deras di luar sana. Pakaiannya basah setelah berlarian di tengah hujan keras sambil memegang bola pemberian Lavi.

“Mama jangan marah atau memaksa Hershel melanjutkan kuliah” ucapannya lagi.

“Hershel” ibu Nayara.

“Hershel tidak bisa menjadi seperti yang mama mau” Hershel menundukkan kepala.

Sang ibu berjuang mencari cara untuk mencari tahu bakat terpendam anak bungsunya setelah kepergian Kenaz keluar negeri. Ibu Nayara berpikir kalau jagoan kecil tentu jauh lebih hebat lagi suatu hari nanti. Membayangkan anak bungsunya mengambil jurusan hukum merupakan salah satu mimpi terbesar seorang ibu. Di luar dugaan, ternyata sejauh ini Hershel hanya ingin menjadi seorang pemain sepak bola.

Ibu Nayara berusaha sebaik mungkin mengalihkan perhatian Hershel, namun selalu gagal. Menyangkal ataupun berpura-pura tidak tahu menahu tentang mimpi putra bungsunya menjadi dirinya terlihat kelelahan. “Hershel hanya ingin menjadi pemain bola bukan pengacara atau arsitek seperti ka’Kenaz” nada geram Hershel ketika sang ibu memberikan beberapa buku.

“Hershel bukan ka’Lavi yang harus mengerti dunia kedokteran” Hershel makin kesal.

“Beri Hershel kesempatan dan mama harus bisa memahami sesuatu dalam dirinya” Nada pesan Lavi melalui saluran telepon.

“Hershel bukan Messi atau Cristiano Ronaldo bisa mendapat popularitas dari bola” pertama kali ibu Nayara tidak ingin menerima kenyataan tentang mimpi putra bungsunya.

“Jangan memaksakan mimpi ke anak sendiri” Kenaz pun angkat bicara. Teknologi sekarang serba canggih bahkan pembicaraan melalui sambungan telepon bisa dilakukan lebih dari 2 orang secara bersamaan.

Merenung dan membayangkan situasi rumit terhadap putra bungsunya. Ibu Nayara hanyalah sebagian besar dari seorang ibu dengan ketakutan luar biasa melihat dunia sang anak memilih jalan berbeda. Hershel lebih menyukai bola dibanding belajar akademis seharian. Nilai sekolahnyapun tidak pernah menonjol, tetapi juga tidak berada di urutan paling bawah.

“Hershel hanya menyukai bola” kalimat Hershel tiap bertatap muka bersama sang ibu.

“Jangan menghentikan langkah anak mama sendiri” Hershel.

“Bola juga bisa memberi masa depan” nada bicara Hershel berkata-kata sebelum berjalan menuju kamar.

“Putaran hidup putra bungsumu hanya ada pada kata bola” nada tegas Hershel.


Flashback…


Ibu Nayara sulit berkata-kata tiap kalimat terbaru si’bungsu menekan hidupnya. Hershel lebih memilih tidak melanjutkan kuliah setelah lulus sekolah. Hati seorang ibu benar-benar hancur seketika. Antara mendukung mimpi sang anak ataukah melawan? Hershel hanya berada pada sebuah klub sepak bola yang didirikan oleh dirinya sendiri. Personil klub pun hanya beranggotakan para tetangga saja.

Rutinitas seharian si’bungsu membantu sang ibu menjalankan usaha laundry. Berjualan gorengan tetap dilakukan, tetapi tidak lagi berkeliling jalan karena sudah memiliki tempat khusus bahkan sangat strategis. Ibu Nayara diam-diam mencoba mendaftarkan nama Hershel pada beberapa klub bola. Kenyataan pahit berujung penolakan. Tekhnik menendang bola si’bungsupun masih hancur berantakan. Bermimpi menjadi pemain bola? Apa bisa dengan skil rendah semacam ini?

“Apa kau benar-benar ingin menjadi pemain bola?” tatapan tegas sang ibu menarik tangan anaknya.

“Tentu saja” Hershel.

“Apa bola memang bagian hidupmu?” ibu Nayara bertanya kembali.

“Hidup Hershel hanya ada pada kata bola” Hershel.

Tiap hari, ibu Nayara hanya melemparkan pertanyaan ketika berhadapan dengan sang anak. Ingin meyakinkan diri sendiri bahwa jalan si’bungsu memang jauh berbeda dari pemikirannya sebagai seorang ibu. “Bola atau hukum?” ibu Nayara…

“Bola atau dokter atau arsitek?”

“Apa kunci masa depanmu memang selalu pada kata bola?”

Ada begitu banyak pertanyaan meluncur keluar begitu saja. “Kenapa mama membenci jalan hidup Hershel?” nada kesal si’bungsu. Ibu Nayara menarik tangan anaknya, kemudian berjalan masuk menuju kamar.

“Tulis besar-besar di selembar kertas ini tentang mimpimu!” ibu Nayara memberi selembar kertas kosong untuknya.

“Lakukan!” perintah ibu Nayara.

“Hershel menjadi salah satu pemain sepak bola terbaik di dunia” tulisan Hershel cukup jelas karena huruf abjad tersebut berukuran besar pula…

“Tempelkan ke dinding kamarmu, sekarang!” ibu Nayara.

Hershel hanya mengikuti perintah sang mama. “Terima kasih Tuhan karena sudah mengabulkan doa dan mimpiku, ucapkan kalimat ini tiap kau melewati tulisanmu sendiri.” Ibu Nayara berusaha bersikap bijak terhadap jalan hidup putra bungsunya.

“Kenapa begitu?” Hershel.

“Mimpimu menjadi pemain bola semacam Cristiano Ronaldo, Messi, Beckam rasanya terlalu mustahil terjadi. Mama hanya ingin menghancurkan kata mustahil dari perkara tadi” jawaban seorang ibu bagi anaknya.

Masa depan dengan peran pemain bola rasanya terlalu mustahil. Semua memiliki masa dan saat-saat tertentu akan redup seketika. Sulit bagi kalangan di Negara ini dapat menyandingkan diri dengan beberapa pemain bola dunia. Tokoh-tokoh semacam mereka mempunyai daya pikat serta talenta jauh berbeda dibanding orang banyak di sekelilingnya. Hershel sendiri hanya seorang manusia kampung bersama mimpi yang rasa-rasanya terlalu sulit untuk digapai.

“Tuhan, hati seorang ibu bisa saja hancur membayangkan sang anak berjalan begitu saja” suasana kalut perasaan sang ibu.

Ibu Nayara membelai rambut anak bungsunya ketika tertidur dalam lelap. “Buktikan pada mama tentang mimpimu” mengecup si’bungsu kemudian meninggalkan kamar kecil milik Hershel.

Si’bungsu melakukan perintah ibunya tiap melewati selembar kertas berisi sebuah kalimat. Tidak pernah bosan berkata-kata tanpa kata ragu sedikitpun. “Terima kasih Tuhan karena membuatku bisa menggapai mimpiku” senyum melekat memenuhi wajahnya.

“Di mataMu semua bisa saja terjadi terlebih isi doa Hershel tentang mengejar bintang” si’bungsu tetap bersemangat dari hari ke hari.

“Pokoknya tulisan di kertas ini Tuhan sudah kabulkan, amin” sama sekali tidak ragu sedikitpun dan tetap memiliki satu keyakinan…

Apa isi tulisan ini Tuhan sudah kabulkan dalam sekejap? Jawabannya adalah butuh waktu panjang dan selalu saja bersifat proses. Mendaftar ke beberapa klub bola dalam kota keseringan mendapat penolakan mentah-mentah, lantas bagaimana bisa? Sang ibu belajar untuk tetap berdiri di samping anaknya. Mencari klub sepak bola memang tidak semudah pemikirannya selama ini.

“Anak ibu menendang bola saja ngawur”…

“Jadi pemain bola di sekitaran kampung saja.”

“Talenta anak ibu di bawah standar, cari sesuai bakat deh”…

“Tidak ada harapan”…

“Menggiring bola kacau gitu”

Ibu Nayara membawa Hershel dari klub satu ke klub lainnya secara terang-terangan tanpa sembunyi-sembunyi lagi dengan sebuah harapan, tetapi kenyataannya tidak pernah menghasilkan. Ucapan mereka memang sesuai fakta, lantas bagaimana perjalanan si’bungsu ke depan? “Hershel tidak akan berhenti meminta sama Tuhan” ungkapan perasaan anak remaja berusia 19 tahun depan tulisannya kembali.

“Terima kasih Tuhan sudah membuat Hershel menjadi pemain bola dunia terbaik” isi doa si’bungsu penuh semangat bahkan tanpa rasa bosan.

Sampai suatu ketika, sang ibu tidak tahan lagi melihat kelakuan anaknya. “Mulai sekarang mama yang akan menjadi pelatihmu” ucapan tersebut keluar begitu saja.

“Maksud mama?” Hershel.

“Semua klub bola menolak, sedangkan Hershel butuh latihan biar bisa mengejar mimpi kan?” ibu Nayara.

“Memang mama bisa?” Hershel.

“Namanya juga mencoba dari pada tidak sama sekali” ibu Nayara.

“Kalau mama sukses berdiri di samping ka’Lavi dan Ka’Kenaz berarti mama juga bisa membuktikan diri di belakang Hershel kan?” ibu Nayara.

“Terserah” cetus Hershel.

“Kekuatan seorang ibu jauh lebih kuat dibanding para pelatih klub bola manapun” ibu Nayara.

Ibu Nayara memulai pelatihan cukup ketat. Berlari sejauh mungkin ketika matahari belum terbit berjam-jam lamanya. “Atur pernapasan waktu lari” ibu Nayara hanya membaca sedikit informasi latihan melalui paman google.

“Perbaiki tekhnik berlarimu dulu” teriak ibu Naraya.

Untuk sementara ibu Nayara hanya menekan pada proses berlari. “Seorang pemain bisa mengakali lawan pada taktik berlari” ibu Nayara makin keras melatih.

“Kalau sifat larimu biasa-biasa saja berarti kau tidak akan bisa mengejar mimpimu” ucapan sang ibu terus berteriak.

Selama berada di samping dua anak laki-lakinya, suara keras ibu Nayara masih berada pada ambang standar bahkan terlalu tenang. Pertama kali baginya berteriak begitu keras hingga gendang pendengaranpun hampir saja pecah seketika. “Temukan satu cara menciptakan taktik berlari untuk mengecoh semua lawan di sekelilingmu,” Ibu Nayara memandang wajah putranya yang sedang kelelahan.

“Hershel capek sejak awal latihan hanya lari dan lari dan lari” protes Hershel.

“Latihan, pondasi, pemanasan seorang pemain bola ada kata lari bukan yang lain terlebih dahulu. Jadi, ikuti saja saran mama” ibu Nayara menatap tajam anaknya.

Kegiatan Hershel hanya bercerita tentang lari selama berjam-jam. “Hershel bukan atlet pelari” teriak Hershel.

“Lakukan saja! Pikirkan strategi mengakali lawan dan cara berlari yang tidak mungkin dimiliki oleh pemain bola lainnya” ibu Nayara. Buku-buku bersama rekaman berhubungan dengan bola menumpuk sekitar kamar wanita paruh bayah itu. Demi masa depan sang anak sampai rela menghabiskan waktu menjadi sosok kutu buku terkacau sepanjang masa.

“Membaca cepat strategi lawan hanya dalam hitungan detik, tetapi lawan sendiri tidak bisa membaca jenis taktik yang digunakan” ibu Nayara menulis beberapa kalimat penting untuk proses pelatihan ke depan. Keringat mengucur terus-menerus ketika latihan berlari dimulai. Ibu Nayara menghabiskan banyak waktu hanya demi sebuah latihan khusus. Usaha laundry maupun gorengan untuk sementara dijalankan oleh ibu Fay.

Persahabatan antara dua wanita tua terjadi sejak anak mereka saling mengenal. Ibu Fay merupakan ibu kandung Izu teman sekolah Kenaz. ibu Nayara memiliki modal dan tempat buat usaha laundry dan gorengan, dari sinilah ibu Fay menjadi orang kepercayaan dengan tugas mengatur semuanya. Izu sendiri biasa membantu ketika hari libur atau pulang dari tempat kerjanya lebih awal.

“Izu cepat kemari banyak kerjaan disini” teriak ibu Fay lewat telepon. Kebiasaan antara ibu dan anak saling berteriak merupakan hal biasa bahkan sering terjadi. Izumi memasang wajah kecut menatap ibunya…

“Ayo layani mereka semua!” teriak sang mama.

“Mama keterlaluan” Izu sangat kesal. Atasan Izu terus saja marah karena omset penjualan kosmetik merosot dari waktu ke waktu. Gadis itu diberi target penjualan, namun sayangnya selama beberapa bulan dia tidak berhasil mencapai sesuai standar perusahaan. Pekerjaan sebagai sales marketing cukup sulit juga bahkan tuntutan cantikpun tidak cukup dalam hal ini.

“Antarkan pesanan gorengan orang! Jangan memasang wajah emosi!” ibu Fay.

“Jangan-jangan Izu bukan anak kandung mama atau anak tertukar di rumah sakit?” Izu.

“Hershel lagi sibuk latihan, jadi kau harus terima kenyataan membantu setelah pulang kerja” Ibu Fay.

“Bisa-bisa saya gila kalau terus berhadapan ma bos gila dan mamaku sendiri” cetus Izu.

“Kalau mau jadi menantu ibu Nayara berarti harus pintar cari perhatian, ngerti?” ibu Fay menyadari perasaan anak gadisnya. Entah sejak kapan gadis super jorok di sekolah berubah menjadi cantik karena menyukai seseorang. Penampilan Izumi mulai berubah setelah lulus sekolah termasuk mulai menyadari perasaannya.

Raut wajah Izumi berubah seketika ketika mendengar pernyataan ibunya sendiri. Tenaganya mulai kembali untuk menjalani rutinitas berjualan gorengan ataupun mengantar pesanan pelanggan. “Hershel semangat latihannya” berteriak memberi dukungan.

“Berhenti bicara!” Hershel menghentikan larinya.

“Tekhnik larimu masih dibawah standar” teriak ibu Nayara.

“Calon mertua maksudku tante semangat amat” tangan Izu cekatan memijit dua kaki ibu Nayara ketika mereka berdua istirahat sejenak, sedang Hershel sendiri terus melanjutkan latihan.

“Seorang pelatih memang harus punya semangat seperti di film-film” ibu Nayara.

“Calon mertua maksudku tante ternyata korban film rupanya” Izu tertawa lebar.

“Maksud Izu memang pelatih itu harus bersemangat” Izu meralat kembali ucapannya barusan.

Latihan masih terus berlanjut dari hari ke hari tanpa mengenal lelah. “Gunakan kaki paling kuat untuk mempermainkan bola” nada kalimat ibu Nayara mulai melakukan proses latihan baru selain berlari.

Cerita sosok ibu menjadi pelatih merupakan sejarah pertama bagi seorang anak. “Kalau kau bisa memainkan dua kakimu bergantian menendang bola sambil membaca situasi lawan berarti proses latihan sekarang mulai ada peningkatan” ibu Nayara.

“Mama baru juga latihan ginian, sejak kemarinkan Cuma lari saja terus” Hershel.

“Maksud mama biar Hershel mulai mikir tekhnik latihan begini tu harus gimana” ibu Nayara.

Para pemain terbaik dunia tidak pernah memiliki waktu luang buat istirahat dan cerita mereka hanya berada pada kata latihan. Nafas seorang pemenang berada pada pernyataan tidak mengenal lelah ketika memulai proses cukup menyakitkan. Ibu Nayara banyak membaca kisah beberapa tokoh pemain terbaik sehinggga tidak memberi kesempatan anaknya istirahat ketika sedang berlatih.

“Terlihat santai dan tetap tenang tapi menghancurkan strategi lawan” ibu Nayara.

“Gimana ceritanya? Hershel.

“Pemain bola itu harus memiliki variasi-variasi permainan, jangan berpatokan terhadap satu jenis saja karena mudah terbaca. Mau bersaing ma Ronaldo atau tidak sama sekali?” ibu Nayara.

“Klub yang mau menerima Hershel saja masih mencari, gimana cerita?” Hershel.

“Karena itu kau harus punya modal dulu. Masalah klub pasti Tuhan kirim dan semua mempunyai waktu tersendiri” ibu Nayara.

Penekanan latihan makin berada pada tingkat kesulitan cukup parah. Seorang ibu sedang berjuang mematahkan pintu kemustahilan untuk membuat dunia melihat satu cerita terbesar. Iringan nada sejarah masih berada dalam perputaran roda permainan. Tidak seorangpun akan mengerti tentang seberapa kuat iman seorang ibu ketika berdiri di belakang anaknya.

“Mengambil kembali bola dari lawan butuh kecepatan tertentu pula, tetapi harus tetap terlihat tenang dan jangan terpancing situasi” ibu Nayara.

“Mata, sikap tenang, kecepatan kaki, variasi tekhnik berlari harus bisa  benar-benar menyatu biar kau bisa memasukkan bola ke gawang” ibu Nayara tanpa lelah berkata-kata sambil memperhatikan perkembangan latihan anaknya.

“Ayo ulangi lagi” ibu Nayara.

“Mama” Hershel.

“Terus tendang bolanya sambil berpikir variasi strategi paling sulit dijangkau lawan”…

Diam-diam ibu Nayara mencoba kembali mencari informasi-informasi klub sepak bola selain di Negara ini. Ketika terjadi pertandingan persahabatan dari beberapa klub terbesar di dunia, maka wanita tua itu berjuang mati-matian biar bisa berdiri di depan para pelatih asing. Apa perjuangannya membuahkan hasil? Kata gagal sudah biasa terjadi bahkan lebih parah dari pemikiran dia sejauh ini. Terjatuh, diusir, di dorong, dan masih banyak hal-hal buruk terjadi hingga semuanya penuh dengan kata sia-sia saja.

“Mamaku tidak akan mungkin merasa lelah demi mimpi anak sendiri” sebuah pesan milik Kenaz melalui salah satu aplikasi memberi penyemangat.

“Mama Lavi memang hebat tidak ada duanya” suara Lavi terdengar jelas di telepon. Mereka berdua belum tahu apa yang sedang dialami sang ibu, namun seolah Tuhan memang sengaja memakai cara tersebut untuk menjadi satu kekuatan…

“Bersabarlah dalam kesesakan” kembali pesan Kenaz buatnya.

“Bertekunlah dalam doa biar putra bungsu mama menggenggam bintang” WA Lavi.



Bagian 10…

 

Lavi Yagil…


“Kapan pulang?” suara mama tiap menelpon. Saya benar-benar merindukan suasana rumah setelah berada di luar negeri sekian tahun lamanya. Mendengar mama sibuk melatih Hershel seolah membuatku penasaran sehingga saya memutuskan balik rumah selain ingin berada di pelukan mama.

“Cepat naik!” seorang gadis judes menarik koper milikku di bandara. Siapa dia? Kenapa bisa berbicara seolah mengenal siapa diriku.

“Jangan bengong dokter bodoh” gadis itu tahu pekerjaanku.

“Maaf saya sepertinya tidak mengenal…” raut waja kebingungan dariku.

“Tapi saya mengenalmu, kenapa bisa? Karena sering saya sering ke rumah dokter” jawaban nyerotos gadis itu.

“Siapa?”

“Sahabat Kenaz atau bisa saja jadi adik ipar dokter nantinya” ucapan nyerotos darinya.

“Kenaz belum pernah bilang kalau ternyata…” ucapanku terpotong.

“Karena saya belum menyatakan perasaan sih, tapi masih dalam masa pergumulan” jawaban nyerotos kembali.

Gadis aneh tiba-tiba saja bercerita banyak hal hingga membuatku tertawa seketika. Wajahnya begitu mirip dengan seseorang yang pernah kukenal. Entahlah. Saya tidak pernah tertawa selebar sekarang karena cerita lucu di sekitar gendang pendengaranku. Calon adik ipar? Jangan-jangan gadis jorok yang dimaksud oleh manusia brengsek itu…

Cara berpakaian kelewat bersih begini dibilang jorok? Benar saja? “Btw, panggil saja Izu” ucapan gadis itu kembali. Menyetir mobil sambil bernyanyi merupakan ciri khas Izu.

Perjalanan melelahkan terbayar juga pada juga setelah melihat wajah mama di rumah. Memberi pelukan hangat menyadarkan hidup Lavi tentang seberapa besar perjuangan mama kemarin. “Lavi bangga memiliki mama terhebat sepanjang masa” makin mendekap kuat tubuh mama.

Rasa malu mengakui mamaku sendiri sudah hilang ditelan bumi. “Lavi akan tinggal bersama mama lagi” hanya kalimat itu yang bisa terlontar keluar.

Bocah ingusan ternyata memiliki perubahan cukup drastic. Hershel bukan lagi anak ingusan, tapi dengkurannya ketika tidur makin sadis saja. Foto para pemain bola kesayangannya terpampang jelas memenuhi seluruh ruangan di rumah ini. Bola-bola pemberianku terpajang manis di tiap sudut bahkan mengambil tempat banyak di garasi sebelah.

“Ka’Lavi harus percaya kalau suatu hari nanti Hershel pasti bisa menjadi pemain bola terbaik seperti David Becham, Cristiano Ronaldo, Neymar, Messi, siapa lagi yah?” Hershel menggaruk-garuk kepala sendiri.

“Terserah” nada dingin seolah bersikap acuh terhadapnya.

Masing-masing anak mempunyai cerita tersendiri untuk tiap perjalanannya ketika berlari. Hidupku hanya mengerti tentang skil memainkan pisau bedah di atas sebuah meja. Begitulah dunia medis ketika berada di sebuah rumah sakit maupun klinik. Seorang dokter harus bisa menciptakan cerita tertentu pada bagian tak terduga dari satu objek. Mempertahankan argument tentang diagnose suatu penyakit memang tidak mudah, tetapi pola pikir pun memainkan kata lain ketika berdiri.

Ketika berada dalam sebuah ruang pertemuan beberapa dokter dari bidang sama maupun berbeda untuk menjelaskan diagnose tersebut, tentunya sikap siap menghadapi dan menjelaskan harus benar-benar akurat bahkan lebih dari kata meyakinkan. Problema di dunia medis adalah tentang cara berpikir kritis dalam gaya, reaksi, sikap tenang masih menjadi kasus terberat termasuk pada diriku sendiri. Hampir sebagian besar dokter pernah melakukan kesalahan di antara kata sadar ataupun tidak sadar sama sekali. Dokter jenius sekalipun berada pada situasi seperti yang telah saya sebutkan dikarenakan permasalahan salah mengambil keputusan, angkuh, perbedaan pendapat, kondisi lain dari pasien, dan beberapa objek lainnya.

Terdapat beberapa jenis sikap dokter di dunia medis. Sikap tenang tanpa banyak bicara, namun memiliki keahlian memainkan skil berbeda dibanding yang lain. Di tempat lain terdapat pula seorang dokter dari sudut pemikiran ataupun kata-kata memang memiliki nilai tersendiri. Terkadang kelompok seperti ini sisi lemahnya ketika langsung berhadapan dengan pasien. Kata kurang ahli ketika memainkan pisau bedah dan penanganan pasien-pasien tertentu berada di bawah standar, hanya saja terkadang sebagian dari mereka tidak terlihat oleh karena factor interaksi menjadi dasar paling kuat.

Penanganan satu diagnose memberi tuntutan pertanggung jawaban. Pada dasarnya pemikiran kritis sangat penting terlebih ketika system yang digunakan memang sesuai dalam sikap tenang dan tidak terpancing sama sekali. Terdapat pula sebagian dokter yang hanya mengetahui bagian umum serta hal-hal rutinitas semata sehingga terkesan hambar tanpa mereka sadari. Kualitas berpikir, permainan skil, etika, menciptakan sesuatu yang tidak biasa perlu penyatuan sempurna pada garis standar kedokteran.

“Selamat datang dokter” sambutan hangat penghuni rumah sakit besar.

“Astaga, tidak perlu repot-repot gini juga” wajahku merona seketika melihat mereka. Lavi Yagil akan memulai karir di sebuah rumah sakit besar setelah mengabdi di tempat asing selama beberapa tahun.

“Penyambutan hebat” suara itu tidak begitu asing di telingaku.

“Ternyata kau sudah berubah banyak” dia tersenyum tipis. Xoan berada di rumah sakit yang sama denganku? Saya tidak pernah tahu jurusan kuliahnya selama ini? Kenapa harus bertemu begini? Lebih baik menghindari masalah dari pada menambah situasi sulit…

“Semoga saja dokter baru kita belajar untuk tidak membohongi orang banyak” sindir Xoan selalu ingin mencari masalah sejak bersekolah di tempat sama. Masa lalu kembali bermuara di depanku terdengar menyebalkan.

“Rein mau kemana?” menegur seseorang.

“Minggir!” sikap judes perempuan itu. Kenapa mengejar perempuan lain? Bukankah manusia ambisius ini mengejar Kirey teman sekolah kami dulu? Bagaimana kabarnya dia sekarang?


Flashblack…


“Saya tidak pernah menyukai gadis pengejar sepertimu” mendorong Kirey setelah pernyataan cintanya di hadapan orang banyak.

“Kalau mau nolak Kirey tidak begini juga caranya” Xoan balik mendorong tubuhku.

“Kalau memang suka ma dia langsung bilang” ucapan sinis membalas Xoan.


Flashback…


Sejak kejadian tersebut makin menciptakan permusuhan di antara kami. Cinta pertama Xoan hanya ada satu yaitu Kirey. Lantas kenapa manusia gila mencari gadis lain? “Minggir!” nada ucapan ganas pun terarah buatku.

Saya belajar tentang ucapan mama ketika berhadapan dengan lawan jenisku sendiri. Berjalan ke samping tanpa membalas ucapan kalimat judes gadis tersebut. “Dokter Rein memang selalu begini ma orang” bisik Kiva.

“Btw, dokter baru kita harus siap memperkenalkan diri” Kiva segera mendorong tubuhku menuju sebuah ruang besar dari rumah sakit disini. Teman sejak masa kuliah di Oxford membuat kami tetap saling kontak satu sama lain selama berpisah.

“Siap-siap menerima banyak pertanyaan gila dari para dokter sebagai lambang perkenalan dari rumah sakit gila juga” bisik Kiva kembali. Memperkenalkan diri terhadap anggota rumah sakit semacam sedang mempresentasekan satu diagnose penyakit bersama beberapa system pertahanan maupun pola pikir tersendiri pada bagian tertentu.

Cukup menegangkan terlebih ketika sorotan mata gadis judes bernama Rein terus terarah terhadapku. “Kami ingin memberi beberapa pertanyaan sebagai tanda perkenalan sesama tenaga medis disini” gadis itu seakan ingin menantang.

“Silahkan, saya akan mencoba menjawab” tersenyum dalam ruang besar…

Pertanyaan sekarang adalah pihak rumah sakit sendiri terus-menerus merengek-rengek biar saya bisa bekerja di sini, lantas kenapa jadi angker begini? “Andaikan satu virus mematikan menyerang beberapa daerah, sebagai dokter apa yang akan dilakukan olehmu?” Rein.

“Saya akan belajar melakukan hal terbaik. Mengandal tangan Tuhan ketika bekerja menghadapi situasi tersebut dan tidak menggunakan kekuatan saya sendiri sekalipun dikatakan otak maupun tanganku memiliki kualitas skil terbaik.” Jawaban tersebut memang sudah pada tempatnya, karena dokter memiliki kelemahan-kelemahan tertentu walaupun dikatakan teknologi medis makin berkembang pesat. 

“Pikiran jenis apa yang akan kau tanamkan terhadap sesama rekan tenaga medis selain bagi pasien itu sendiri?” seorang dokter lain menyerang seperti singa mematikan.

“Persatuan seluruh tenaga medis. Kenapa? Perpecahan akan menghalangi jalan untuk mengatasi situasi pandemic virus. Mengumpulkan ide-ide para tenaga medis dari tiap daerah serta menyatukan dalam satu strategi. Berbicara bukanlah sebuah kata paling menarik sekitar area tenaga medis, melainkan kualitas pemikiran serta system yang digunakan.”

“Sistem seperti apa dan bagaimana yang bisa kau gunakan terhadap kondisi maupun situasi pasien membludak karena virus sekalipun letak keberhasilannya tidak sampai 100%?” pertanyaan iblis dari sisi kiri ruang ini.

 “Seperti ucapanku tadi, bahwa situasi tersebut menuntut pikiran-pikiran berkualitas dari para tenaga medis terlebih dunia kedokteran sendiri tanpa harus banyak bicara. Saya akan mencoba membagi tugas terhadap mereka semua bukan hanya masalah menangani pasien…”

“Maksud ucapanmu?” Rein mengangkat tangannya.

“Bekerja sama, memancing seluruh tenaga medis di tiap daerah menemukan sebuah strategi baru dan tidak bercerita tentang pasaran dalam proses penyelesaian pandemic, terakhir adalah membagi tugas”…

Terkadang persaingan antara para dokter menjadi penyebab terjadinya kegagalan ketika mengatasi situasi tertentu terlebih pada garis kata virus mematikan. Beberapa kelompok tenaga medis hanya diam di tempat, ada yang kebanyakan bicara, cuek, sebagian lagi sibuk bekerja tetapi dunia kerja mereka hanya rutinitas hingga kualitas system hilang ditelan bumi. Menampilkan ide baru memang tidak mudah bahkan kata gagal lebih sering bermain.

Suasana tempat perkenalan tadi cukup menyeramkan juga. Saya cukup betah juga bekerja disini setelah sukses menyesuaikan keadaan. Hal paling sulit dilakukan adalah beradaptasi menurutku. Pikiran masing-masing dokter memiliki tingkat perbedaan tertentu yang terkadang sedikit menciptakan perselisihan tanpa sadar. Penyatuan kerja sama antara tenaga medis tidak semudah pemikiran orang, sekalipun kelihatannya mereka mengiyakan beberapa pernyataan.

“Seorang gadis centil mencarimu di luar? Kiva membuka pintu ruang kerjaku tiba-tiba.

“Gadis centil? Siapa?”

“Lihat saja sendiri” Kiva.

“Ka’Lavi makan siangmu datang” Izumi menyapa bersama senyum centilnya. Saya sedikit tertawa melihat tingkah gadis di depanku. Dia tidak pernah kehabisan akal mengatakan hal-hal konyol hingga mengundang tawa keras. Wajar saja mama begitu dekat dengannya, Izu sangat pandai menarik perhatian semua orang.

“Jangan membuat keributan di rumah sakit!” tegur Rein sangat marah mendengar suara keras di sebelah ruangannya.

“Maaf atas keributan kami” berkata-kata dengan tubuh sedikit membungkuk. Saya harus mengakui kalau Rein memang masuk hitungan salah satu dokter jenius. Masing-masing dokter memiliki pribadi tersendiri termasuk dirinya ketika berada di sekitar lingkungan sesama rekan medis maupun pasien.

“Sepertinya dokter Rein sedikit cemburu” bisik Kiva.

“Bicaramu kelewat ngawur” menepuk kepala Kiva setelah Rein meninggalkan kami.

“Kakak harus membantu Izu sekarang” Izumi menarik tangan kananku kemudian membawahku menuju sebuah pusat perbelanjaan. Ternyata tempat kerja kami berdua sedikit berdekatan, jadi hanya butuh waktu 10 menit kesana memakai dua kaki.

Sengaja mengantar bekal makan siang ke rumah sakit, pada hal ada udang dibalik batu. Izumi menyuruhku menjadi sales marketing produk kosmetik. “Izu harus capai target penjualan bulan ini, jadi ka’Lavi harus menolong” tangan mungilnya menepuk dua pipiku.

“Calon kakak iparku kan cakep artinya bisalah jadi alat” senyum Izu.

Mau tidak mau kemauan gadis kecil di sampingku harus kuikuti. Seluruh pengunjung berlarian berdiri di sekitar kami seketika. “Produk kosmetik dijamin berkualitas karena bisa membuat manusia terjelek maksudku wajah jeleknya tidak tersaingi menjadi sangat cantik” teriakan Izu memakai pengeras suara.

“Wajah mulus mengkilat dan bisa mengalahkan bulan mudah di dapat hanya dengan sekali oles” Izu.

“Beli tiga produk bisa langsung foto selfie ma kakak paling cakep sedunia” masih ngoceh berkoar-koar menawarkan produk kosmetik miliknya.

“Kalau ciuman boleh ga?” seorang pengunjung bertanya.

“Tuhan, dengar yah adik manis selfie boleh tapi ciuman tidak bolehlah masalahnya bukan muhrim. Apa lagi kakak paling cakep sedunia ini sedikit alim, ngerti?” jawaban Izu membuatku ingin tertawa keras.

“Lagian mamanya bisa-bisa jantungan kalau ketahuan” ujar Izu kembali.

Dagangan kosmetik miliknya habis terjual gara-gara ucapan nyeleneh ketika berteriak di tengah keramaian. Dia tidak pernah absen menarik tanganku dari rumah sakit tiap jam istirahat. Apa yang kulakukan? Mengikuti kemauan gadis centil berjualan kosmetik? Membantu ibunya berjualan gorengan menjadi ciri khas Izu.

“Ka’Izu sudah berpindah ke lain hati yah?” Hershel dengan wajah berkeringat menatap ke arah gadis centil.

“Pindah lain hati gimana?” Izu balik bertanya sambil melayani pembeli gorengan.

“Ka’Kenaz sebentar lagi balik pulang” Hershel.

“Memang kenapa kalau Izu pindah lain hati?” entah bergurau atau sedikit ada hal lain…

“Kapan balik?” Izu.

“Jangan-jangan ka’Lavi memang ada perasaan ma dia” Bisik Hershel.

“Hentikan kelakuan bodohmu” menepuk wajah kurcaci di sampingku. Kenaz sebentar lagi balik berarti kami bertiga bisa berkelahi seperti dulu lagi. Hal lebih gila kalau ternyata adikku itu menyukai gadis centil juga. Satu-satunya teman di sekolah kemarin hanya gadis centil bukan yang lain. Izu selalu mengekor kemanapun Kenaz bepergian atau berjualan gorengan.

Saya tidak pernah takut Kirey menyukai cowok lain. Lantas kenapa muncul sedikit rasa takut membayangkan gadis centil yang baru kukenal beberapa bulan lalu kembali berdekatan bersama adikku sendiri? “Maaf sedikit mengganggu acara kalian” suara itu tidak asing di telingaku. Kenaz membuat kejutan terhadap kami semua…



Bagian 11…

 

Kenaz Yagil…


Saya memang sengaja merahasiakan kedatanganku dari luar negeri biar terlihat seru. Bagaimana kabar mama sekarang? Kurcaci jelek pasti masih nyerotos karena mama mengambil alih peran sebagai pelatih. Ka’Lavi pun sudah lebih duluan tiba beberapa bulan lalu dibanding saya karena sesuatu dan lain hal.

Rumah mama tidak banyak berubah bahkan masih tetap seperti dulu. Poster pemain bola bertebaran di tiap sudut dinding rumah. Hobi kurcaci jelek memang belum pernah berubah sama sekali. “Hershel menjadi salah satu pemain sepak bola terbaik di dunia,” membaca satu kalimat…

Saya sudah membayangkan tentang impian kurcaci jelek sejak kecil. Dia tidak pernah berubah hingga detik sekarang. Kamar ini menjadi memory kami bertiga sewaktu masih kecil. Tidur bersama walaupun dikatakan sering berantem satu sama lain. Mama masih tetap mempertahankan bentuk kamar sederhana di rumah ini dengan alasan kenangan masa kecil 3 jagoannya.

Kamar mama pun tidak ada perubahan sama sekali. Foto keluarga juga terpajang besar di sini. “Jangan jadi pembenci” bayangan kata-kata mama terngiang tiba-tiba ketika menatapa wajah seorang pria di sampingku dalam foto keluarga tersebut. Sampai detik sekarang tangan mama terbuka lebar andaikan pria itu berjalan masuk kembali ke rumah.

“Apa Lavi sudah pulang” suara mama belum menyadari kehadiran putra keduanya.

“Perasaan anak mama lagi berjualan kosmetik ma Izu kalau jam istirahat bukannya kembali ke rumah” kata-kata mama lagi. Sejak kapan gadis jorok begitu akrab dengan ka’Lavi?

“Kabar mama gimana?” berbalik ke arah mama.

“Kenaz” teriak mama memberi pelukan dan ciuman berulang kali. Ternyata mama terlihat nyentrik memakai pakaian trend emak-emak hasil kirimanku tiap bulan.

“Mama sangat cantik memakai sepatu kets” menggoda mama.

“Mama kemanapun selalu berpakaian olahraga apa lagi kalau melatih Hershel” mama.

Kekuatan ibu membuatku bisa berjalan. Kenaz tidak akan pernah bisa berdiri tersenyum memegang bintang andaikan mama tetap berdiam dalam ruang sunyi. Memiliki masa lalu buruk bukan alasan untuk berhenti berlari mengejar objek terbaik. Mama berjuang tanpa mengenal lelah agar jagoannya juga bisa menjadi seperti anak lain.

“Maaf sedikit mengganggu acara kalian” memberi kejutan tiba-tiba terhadap kakak dan adikku.

“Ka’Kenaz” wajah Hershel hampir tak percaya…

“Kau kembali juga” ka’Lavi tersenyum kecil pertama kalinya buatku.

“Ka’Lavi tidak pernah tersenyum seperti ini buatku” sindiran buatnya.

“Kakak Kennnnnnnnn” teriak seorang gadis cantik hingga gendang pendengaranku hampir pecah seketika. Sepertinya saya mengenal suaranya tapi mana mungkin…

“Kenaz” ibu Fay segera memelukku.

“Gara-gara terlambat bangun sampai Izu gagal mengantar ke bandara dulu” ibu mengingat kembali moment masa lalu hingga membuatku tertawa.

“Gadis jorok mana?” sampai detik sekarang ledekan tersebut masih tetap berlaku.

“Apa kakak memang sudah lupa wajah ka’Izu” Heershel.

Sebuah pukulan membentur kepalaku hanya dalam hitungan singkat. Bagaimana bisa gadis tomboy, super jorok, berandal, hancur berubah total menjadi cantik? Sejak kapan dia berubah imut? Apa mataku memang lagi rusak atau gimana? Video call bersama manusia jorok memang tak pernah kulakukan, tetapi menyelipkan beberapa barang buatnya diantara kiriman mama memang sering sih.

“Gadis jorok?” kening berkerut hampir tak percaya.

“Menurut ka’Kenaz?” dia segera menepuk jidatku seketika.

“Kakak makin cakep sebelas dua belas ma ka’Lavi” matanya tidak berkedip…

“Calon menantu harus makan gorengan buatan ibu mertua sendiri” ibu Fay berkata-kata jahil kelewat kacau, tapi sedikit membuat gugup.

“Rasanya sangat enak” ka’Lavi segera menarik gorengan dari tanganku lantas memakan dengan begitu lahap depan kami semua.

“Berarti ka’Ken bisa jadi model penjualan kosmetik besok” gadis jorok mengedipkan mata beberapa kali. Dia berubah menjadi sales marketing produk kosmetik? Apa dunia benar-benar sudah kiamat atau belum? Gadis super duper tomboy berjualan produk kecantikan?

“Besok saya ada kerja” membalas ucapannya. Saya tidak berbohong masalah pekerjaan. Pertemuan salah satu ceo karena urusan kerjaan sedang menantiku hari esok. Perubahan besar terjadi terhadap beberapa orang di sekitarku. Ka’Lavi tidak lagi melemparkan wajah sinis ataupun sikap dingin terhadapku.

Kami bertiga akan kembali sekamar lagi. Aksi dorong mendorong di atas ranjang belum berubah. “Minggir” kurcaci jelek menendang kaki kiriku. Dengkuran keras tetap juga berkumandang seperti suara sirene di malam hari. Kenapa mama tidak merubah rumah atau pindah mencari tempat lebih luas?

Berada di atas meja makan menikmati sarapan pagi. Saling menatap melihat hidangan mama masih tetap sama. Tiga jagoan mama berebut makanan jauh berbeda dari sikap kami yang dulu. Ka’Lavi begitu lahap menikmati masakan buatan mama. “Calon menantu” ibu Fay membawah sesuatu di tangannya.

“Rasanya terlihat enak” ka’Lavi segera menarik sebuah mangkuk berisi sup segar.

“Ka’Lavi lagi lapar yah?” melihat sosok kakakku menikmati hidangan sup pemberian ibu Fay.

“Sangat lapar” jawaban menohok ka’Lavi.

“Btw, Kenaz harus bertemu seseorang setengah jam lagi” menyadari sesuatu.

Segera berlari keluar rumah mencari apapun yang bisa membawaku kesana. “Gadis jorok antar saya ke alamat ini memakai motor bututmu sekarang!” siapa pernah menduga Izu sedang mengemudikan motor tahun tempo dulu…

“Tidak jalan! Tidak ada kata protes” menepuk bahu gadis jorok.

Ternyata motor butut miliknya memiliki tenaga super juga sampai bisa ngebut. “Terima kasih gadis jorok” ejekan itu terus saja terlontar keluar.

“Pergilah!” nada memerintah setelah kami berada depan gedung pencakar langit.

“Izu juga sejak tadi sudah mau pergi” suaranya seperti ledakan nuklir.

Gadis sangat kesal akan sikapku barusan. Dia tidak pernah marah bagaimanapun saya berlaku buruk ketika kami bersekolah dulu. Kenapa situasi dulu dan sekarang berubah? Berjalan masuk ke dalam gendung pencakar langit untuk urusan pekerjaan sesuai ucapanku kemarin.

“Perkenalkan saya Kirey pemilik perusahaan” sosok wanita berkelas manyapa ramah…

Dunia arsitek memang berbeda dibanding bidang lain. Pekerjaan Kenaz Yagil ada pada kata arsitektur hingga detik sekarang. “Sebagai Ceo rencana pembuatan satu pusat tempat hiburan buat semua orang sedang kami rancang” wanita itu mulai pembicaraan.

“Saya butuh konsep bersama desain cukup unik dibanding tempat lain” melanjutkan kalimatnya lagi.

“Kenapa memilih saya bukan orang lain?” satu pertanyaan…

“Semua mata tertuju terhadap seorang arsitek ternama menjadi alasan sayapun ikut tertarik bekerja sama” Kirey.

“Maaf ibu”

“Panggil saja Kirey biar lebih akrab” Kirey.

“Maksudku begitulah”…

“Begitulah?” Kirey.

“Lupakan” balasku.

“Sudah menemukan jenis konsep yang kumau?” Kirey.

Baru juga ketemu lantas harus langsung memberi jawaban konsep? “Sekarang lagi trend satu istilah Global Warming, bagaimana kalau saya menaawarkan konsep seperti dari dua kata tadi?” entah kenapa istilah tersebut muncul begitu saja.

“Terserah” Kirey.

“Beri saya waktu membuat rancangan, setelahnya akan kembali berdiskusi langsung untuk mendapat persetujuan dari anda maksudku ya begitulah” sedikit canggung berucap.

“Bagaimana kalau seminggu” Kirey.

“Okey, deal.” Global Warming memang menjadi perhatian seluruh dunia. Ketakutan terbesar sejumlah Negara dikarenakan dampak pemanasan global tersebut bisa saja berakhir tragis. Pemikiran masing-masing Negara akan dampak ke depan terdengar cukup menakutkan.

Biasanya pihak perusahaan menuntut sesuai konsepnya, tetapi Ceo wanita ini seperti kehabisan akal. Aneh juga mendengar ucapan dia tadi. Dunia menganggap bahwa kekacauan serta penyebab terbesar global warming adalah masalah pemakaian teknologi berlebihan, gas industry hingga terjadi pencemaran udara, tissue, produksi limbah penghasil metana dari peternakan, penggundulan hutan, dan lain sebagainya.

Satu sama lain Negara saling menyerang tentang siapa, dimana, pertanggung jawaban, serta tahapan-tahapan sumber pemanasan global itu sendiri. Negara penghasil sampah terbesar silahkan maju berkata-kata setelah bukti kuat berdiri di depan merupakan makna pemberitaan beberapa media. Pemimpin Negara A menyalahkan Negara D dan lain sebagainya situasi dunia sekarang.

“Sibuk amat” ka’Lavi tiba-tiba saja berada di kamar. Kupikir dia lagi di rumah sakit karena shift kerjanya malam ternyata tidak.

“Biasalah” jawabanku.

Kami berdua tidak seperti dulu lagi bertengkar hanya karena situasi kecil. Memory masa dulu terkadang membuat saya ingin tertawa lebar. “Proyek besar yah?” ka’Lavi.

“Biasalah” jawaban sama.

“Pemanasan global?” ka’Lavi.

“Biasalah” kata sama kembali.

“Dengar-dengar salah satu pemimpin dunia langsung menyebut merk sebuah Negara yang akan tenggelam sekian tahun lagi karena dampak pemanasan global” ka’Lavi.

Hal tergila pemimpin dunia saling menyorot ataupun menyudutkan satu sama lain. Apa ucapan pemimpin itu salah? Tentu tidak sama sekali. Masing-masing berhak menyimpulkan atau mengeluarkan pendapat. “Apa pendapatmu kasus pemanasan global?” Ka’Lavi duduk manis sambil bertanya dengan sangat santai.

“Buat saya sih, penyebab terbesar bukan karena teknologi-teknologi besar, listrik berlebihan, gas, atau apalah melainkan kasusnya itu berada pada kata dosa manusia sudah di ambang batas” jawaban terbaik buat semua Negara.

“Betul juga yah” ka’Lavi.

“LGBTQ dianggap kehidupan normal, sex bebas, membunuh, perang agama, permainan politik, mengangggap diri Tuhan, menghalalkan segala cara untuk kepentingan tertentu, aborsi, dan masih banyak lagi.”

“Kalau dilihat dari gambarmu kau ingin menjelaskan sesuatu” ka’Lavi.

“Pemanasan global, dosa, dan manusia penyampaian pesan cukup signifikan”…

Sebuah gedung membentuk bola dunia. Dunia arsitek menyukai objek bersifat seni ketika mengungkapkan satu karya. Komposisi pemyampaian pesan lewat konsep menjadi sesuatu hal yang menyenangkan. Jangan menunjukkan karya bersifat pasaran jika jalanmu ingin tetap bertahan sekitar jalur arsitektur. Abstrak, berseni, klasik. Menyimpan makna mendalam, penyampaian pola pikir harus memiliki kombinasi seimbang lewat sebuah desain.

“Lukisan peta dunia, kegiatan manusia zaman modern, teknologi-teknologi canggih, kutub es mencair, peradaban menyatu pada bagian luar gedung tersebut” Ka’Lavi.

 “Saya memang sengaja menciptakan seni lukis bagian luar gedung berbentuk bola dunia agar menjelaskan beberapa hal” memberi penjelasan.

Bagian dalam gedung itu sendiri akan memainkan outdoor dalam indoor. Terdapat beberapa tempat menggambarkan tentang satu kondisi. Kutub es dan sebagian besar mencair, teknologi-teknologi zaman modern, ruang seni lukis, persaingan pembuatan nuklir, lautan lumpur, beserta tempat-tempat misterius lain berada dalam gedung tersebut. Bagian dalam maupun dinding langit gedung ini akan memainkan warna cokelat sehingga Nampak seperti lumpur beserta lukisan kehidupan manusia bersama permainan dosa. Dari luar menjelaskan situasi terbesar berkata tentang teknologi, limbah, penggundulan hutan di mata manusia merupakan penyebab utama. Ketika mencoba masuk dan menggali lebih dalam, kenyataan sebenarnya adalah penyebab terbesar global warming adalah lumpur dosa seluruh penghuni bumi.

“Menurut informasi Negara yang dikatakan akan tenggelam diam-diam memiliki beberapa tokoh tertentu yang akan meluncurkan teknologi terbaru, tapi masih belum pasti juga, hanya saja kemungkinan besar jauh-jauh hari penyataan-pernyataan berhubungan masalah global warming mulai gencar berteriak” ka’Lavi.

“Aneh juga”…

“Tapi belum pasti juga sih, kalaupun beberapa penemuan tersebut ada, tetap masih dalam kata tanda Tanya. Bisa saja beberapa teknologi tersebut di alihkan ke Negara lain karena tergantung situasi di Negara ini sendiri ke depan bagaimana terlebih masalah penolakan di beberapa hal menjadi alasan juga” ka’Lavi.

“Belum pasti tapi sudah mulai diserang, berarti ketakutan duluan yah” tertawa mendengar pernyataan.

“Tanggapanmu sendiri seandainya teknologi tokoh-tokoh tadi akan dicekal?” ka’Lavi.

“Saya rasa mereka semua tidak punya hak menyerang karena di beberapa tempat juga dari sudut pemakaian teknologi modern jauh lebih hancur terlebih dunia lumpur dosa dimana-mana bahkan terlihat sangat jorok” saya hanya mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Jangan jadikan pemanasan global sebagai alasan menghalangi jenis teknologi-teknologi terbaru yang ingin diluncurkan, lagian inikan bukan nuklir untuk membunuh jutaan orang…

Di lain tempat saya rasa tokoh-tokoh tadi harus menemukan jalan keluar juga untuk berjaga-jaga. Menciptakan sebuah alat yang kemudian akan digunakan di seluruh wilayah kutub es agar tidak mencair. Air ataupun daging bisa dibekukan dalam sebuah freezer, berarti pasti ada satu alat terbaru yang bisa mempertahankan keadaan di kutub sana. Sebuah mesin beku dalam porsi sangat besar untuk sebuah wilayah perairan. Penghijauan saja tidak cukup untuk mengatasi masalah ini.

Di tempat lain harus ada alat penetralisir polusi udara yang akan terpasang pada jalan-jalan terlebih sekitar pabrik. Proses kerjanya yaitu menghirup seluruh gas beracun/ karbon dioksida kemudian membuatnya menjadi oksigen, ion, dan beberapa vitamin untuk disemprotkan ke udara. Tiap pabrik dituntut memiliki pipa saluran pembuangan limbah pada satu tempat yang telah ditentukan. Jadi pipa-pipa ini memiliki bahan khusus yang akan mengantarkan air limbah menuju tempat seharusnya. Limbah tersebut dalam satu bendungan akan mengalami proses kembali agar tidak merusak lingkungan dan bisa digunakan kembali atau dibuang ke laut.

Sekedar berjaga-jaga dari mulut pemimpin-pemimpin yang ingin menyerang masalah pemanasan global karena teknologi terbaru. Kenyataan sebenarnya sih bahwa penyebab terbesar global warming adalah peradaban dosa manusia berada di ambang paling menjijikkan dan mereka semua selalu  menyangkal hal semacam ini. Hidup dalam dosa itu memang sangat nikmat sehingga jalan seakan sulit melihat petualangan bersama Tuhan.

“Mama jangan buat Hershel lari terus” kurcaci jelek mengigau.

“Tukang mendengkur masih sibuk mengigau” ledekan ka’Lavi.

“Apa kakak tidak pernah rindu berkelahi denganku?” wajahku tertunduk...

“Menurutmu?” ka’Lavi.

“Entahlah”…

“Makan, tidur, berada di dekat mama, mandi, ke sekolah selalu saja berkelahi. Keadaan sekarang berkata lain, kalau dulu kita bertiga masih ingusan apa lagi belum bertobat” ka’Lavi.

“Maaf selalu saja mencari masalah sampai ka’Lavi sendiri terpancing juga,” pertama kali meminta maaf seumur hidupku terhadap kakakku sendiri.

“Sikapku yang dulu juga lebih iblis dibanding pribadimu, jadi tetap saja kita berdua sama-sama kacau” ka’Lavi.

“Tetap juga saya harus minta maaf” celoteh seorang adik.

“Btw, maafmu bisa saya terima asalkan menyerahkan gadis centil ke tanganku. Gimana menurutmu?” ka’Lavi.

“What?” bagaimana bisa pria sempurna semacam ka’Lavi menyukai gadis jorok? Dia salah makan atau kebetulan bicara ngelantur? Menurut informasi dari kurcaci jelek, ternyata ka’Lavi pernah menolak mentah-mentah bahkan bersikap sangat kasar terhadap gadis tercantik alias primadona sekolahnya.

“Sudah malam tidur sana” ka’Lavi melempar bantal ke arahku.

Saya masih kebingungan sendiri melihat gaya nyeleneh kakakku. Konsentrasiku buyar pergi entah kemana gara-gara ucapan ka’Lavi semalam. “Calon menantu” ibu Fay alias mama gadis jorok seperti biasa mengantarkan makanan ke rumah pagi ini.

“Makasih lagi tante” segera ka’Lavi berdiri menyambut kehadiran ibu Fay.

“Calon menantu” ujar mama gadis jorok.

“Tante gimana vitamin pemberian Lavi? Apa tidurnya nyenyak?” ka’Lavi.

“Sangat nyenyak” jawaban ibu Fay. Kenapa telingaku sedikit kepanasan yah? Sesuatu tidak beres sedang menggerogoti pikiranku sekarang? ka’Lavi menyukai gadis jorok? Apa kakakku lagi sakit? Lantas siapa dokter Rein? Saya tidak sengaja mengangkat handphone miliknya kemarin.

Saya benar-benar curiga, dokter Rein diam-diam menyukai dokter terdingin” suara pria di telepon tertawa terbahak-bahak kemudian mematikan sendiri handphonenya di sana.

“Astaga, saya terlambat sekarang” segera berlari meninggalkan mereka semua.

Saya sudah janji akan datang tepat waktu hari ini guna membicarakan kembali jenis desain terhadap sang pemilik sebuah perusahaan besar. “Mau kemana?” gadis jorok tiba-tiba saja berhenti di depan rumah memakai motor miliknya.

“Cepat antar saya kembal kesana” segera naik ke motor miliknya.

“Ayo cepat! Saya sudah terlambat sekarang” menepuk bahu gadis jorok. Suka maupun tidak mantan gadis tomboy harus mengikuti kemauanku. Dia pintar juga dalam urusan balap membalap alias melaju dengan kecepatan tinggi. Siapa sangka gadis tomboy menjadi sales marketing produk kosmetik? Lebih gila lagi karena kakakku menyukai dirinya…

“Makasih buat tumpangannya gadis jorok” segera turun dari motor miliknya.

“Kakak pikir kesini itu ga pakai bahan bakar? Ongkos bayarku, cepat” gadis jorok segera merampas dompet milikku kemudian membuka isinya seketika…

“Mampus” segera menarik dompetku.

“Foto siapa tu yang lagi tidur nyenyak mirip orang kesurupan?” celotehnya.

“Bukan siapa-siapa. Pergilah!” nada mengusir. Dia pergi dengan wajah kesal. Hampir saja isi dompetku dibongkar total ma manusia jorok. Kegiatanku hari ini adalah menjelaskan jenis beberapa kerangka tempat hiburan yang akan menjadi pusat perhatian seluruh lapisan masyarakat dan dunia.

Pertemuan antara saya dan pihak ceo merupakan proyek kerja cukup memakan waktu. “Berarti secara detail kau sengaja mengalihkan minat masyarakat terhadap tempat hiburan dengan gaya misterius, namun membawa sebuah pesan?” Kirey.

“Ya begitulah” jawabanku.

“Bagaimanapun juga objek paling trend sekarang berada pada kata global warming” berkata-kata kembali.

“Boleh juga” Kirey.

“Gedung membentuk bola dunia akan memainkan outdoor dikemas dalam paket indoor. Terdapat hutan buatan, kutub es, peradaban manusia, ruang seni lukis, satu tempat untuk menampilkan berbagai jenis senjata termasuk permainan nuklir, jenis-jenis café maupun restoran mengambil konsep desain berhubungan dengan pemanasan global, dan beberapa permainan cukup menegangkan sekaligus menghibur…” penjelasan cukup panjang.

“Lukisan-lukisan yang akan dipamerkan dalam ruang seni berada pada jalur kehidupan manusia zaman modern. Contohnya, lukisan menggambarkan satu ruang paling gelap dan anehnya jutaan manusia lebih menyukai perjalanan di jalur tersebut dalam sebuah bulatan global,” berbicara lagi tentang objek lain dari sebuah seni.

“Ngomong-ngomong sudah makan siang?” Kirey bertanya di sela-sela komunikasi kami tentang pekerjaan.

Kejadian terbodoh yaitu Kirey sang Ceo memaksa saya makan siang bersama di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di sini. Waktu yang dibutuhkan ke tempat tersebut memakan waktu 30 menit memakai mobil mewah miliknya. “Silahkan belanja kosmetik terbaru kami” kenapa suara gadis jorok bergema begitu kencang?

“Lipstik keluaran terbaru” sejak kapan kakakku mau berteriak keras-keras begini…

“Mau kemana?” Kirey bertanya sambil mengekor di belakangku.

“Gadis jorok kenapa bisa kakakku berteriak begini?” pertanyaan itu mengalihkan perhatian semua orang.

“Ken mau ikut bergabung dengan kami?” ka’Lavi.

“Lavi” Tubuh Kirey terdiam seketika. Kakakku dan Ceo wanita bernama Kirey ternyata saling kenal.

“Izu” Kirey juga mengenal gadis jorok. Saya hampir tidak percaya pemandangan gila di hadapanku sekarang. Gadis jorok dan Kirey merupakan dua saudara kandung, tetapi berpisah karena perceraian orang tua mereka. Gadis yang ditolak ka’Lavi habis-habisan ketika masih sekolah dulu adalah Kirey kakak kandung gadis jorok.

“Kabarmu bagaimana?” wajah sedih Kirey terlihat jelas.

Saya bisa mengambil kesimpulan kalau rasa suka buat kakakku masih tersimpan kuat di dasar hati pemilik perusahaan terbesar di kota ini. “Kenapa kalian bisa saling kenal begini?” Kirey bertanya lagi.

“Memang kenapa? Ka’Kirey penasaran?” pertanyaan jutek Izu.

“Apa kau tidak mau melihat papa di rumah?” Kirey melemparkan pertanyaan buat Izu.

“Ka’Ki sendiri gimana? Apa di otak kakak hanya ada uang sampai lupa wajah mama bagaimana?” Izu. Perceraian orang tua menghancurkan tali persaudaraan mereka. Hidupku seperti mereka tidak pernah merasakan kasih sayang sempurna dari salah satu orang tua yang sudah membuatku terlahir…

Terkadang sikap egoisme orang tua memberi luka mendalam pada jalan anak sendiri. Mama mengajar kalau saya jangan jadi pembenci terhadap papa sendiri. Apa saya bisa hidup seperti keinginan mama? Foto keluarga kami berlima harus tetap ada di dompetku terdengar menyedihkan. Gadis jorok dan Kirey memiliki cerita berbeda tentang perpisahan orang tua mereka. Suasana tegang membuat kami merasa kurang nyaman ketika berada pada salah satu restoran dari pusat perbelanjaan disini.

“Makan dulu baru setelah itu kalian lanjutin pertengkaran kembali” ujarku berusaha menghentikan suasana tegang karena pertemuan tidak disengaja.

“Ken betul, ntar ga punya tenaga buat bertengkar kalau lapar” ka’Lavi.



Bagian 12…

 

Kirey tidak pernah menduga pertemuan di antara adik dan cinta pertamanya terjadi. Menghabiskan waktu di luar negeri membuat dia lupa sejenak akan memory-memory di masa lalu. “Saya tidak pernah menyukaimu, pergilah!” ingatan kalimat penolakan Lavi berulang kali gentayangan bagaikan hantu gila sekitar pikiran Kirey.

“Kenapa sampai sekarang bayanganmu masih membekas?” menatap foto pria tampan di tangannya.

“Kenapa kau bisa tersenyum buat adikku, sedang sedikit saja buat tidak pernah bisa?” rasa sakit dalam diri seorang Kirey makin bertambah. Berlari menghirup udara pagi merupakan rutinitas wanita cantik bernama Kirey. Bayangan Lavi memakai seragam tiba-tiba muncul ketika tidak sengaja melintasi sebuah sekolah. Senyum dingin selalu saja terlintas jauh beda dengan diri Lavi yang sekarang.

Entah kenapa mobil Kirey meluncur menuju sebuah rumah sakit di tengah kota setelah aktifitas lari paginya tadi. “Lavi dan Xoan satu tempat kerja” Kirey bergumam melihat tubuh pria tampan sedang bergegas menangani pasien darurat.

“Mereka berdua cukup kompak bekerja sama, pada hal musuh bebuyutan sejak dulu” Kirey sibuk melihat bekas teman sekolahnya berada dalam sebuah ruang IGD.

“Siapa dokter cantik itu? Diam-diam memperhatikan wajah Lavi segitunya,” Kirey memperhatikan pergerakan seorang dokter cantik.

Dia hanya ingin bertemu Xoan sahabat masa sekolah, tetapi tidak pernah menyangka Lavipun bekerja di rumah sakit yang sama. Pesona Lavi Yagil bisa dikatakan akan selalu membuat banyak wanita jatuh seketika. Siapa sih ingin menolak dokter setampan Lavi? Perasaan Kirey tetap sama bagaimananpun usahanya untuk melupakan pria itu. “Dokter Lavi” dokter Rein mencoba memberanikan diri berada di ruang Lavi.

“Ada yang bisa saya bantu? Kok tiba-tiba..?” Lavi.

“Apa kau punya waktu jam istirahat?” Rein.

“Memang kenapa?” Lavi.

“Saya hanya mau mengajak anda makan siang bersama sebagai tanda terima kasih” Rein. Alasan seorang wanita cantik untuk memulai pendekatan. Pasien gawat darurat berhasil ditangani tepat waktu berkat bantuan Lavi. Pihak rumah sakit memang sudah lama mengincar sang dokter karena keahliannya di dunia medis. Lavi baru memberi respon setelah memutuskan kembali ke Negara ini.

“Ka’Lavi dimana dirimu berada?” Izu bersuara nyaring masuk tanpa mengetuk pintu.

“Maaf” Izu menyadari sesuatu.

“Maaf, sepertinya saya tidak bisa” Lavi menjawab pertanyaan Rein.

“Dia siapa?” wajah Rein Nampak kecut.

“Calon a…” Izu ingin segera menjawab.

“Izu gadis centil” Lavi segera membungkam mulut Izu.

“Maaf kami berdua harus pergi sekarang. Dokter Rein makan siang ma dokter Xoan saja kan lebih asyik” ujar Lavi sambil mendorong tubuh Izu keluar dari ruangan. Kirey diam-diam sibuk memperhatikan kejadian tadi dari tempat tersembunyi.

Dua wanita cantik menyukai Lavi, akan tetapi keadaan berkata lain. Lavi sendiri sibuk bersaing menyukai gadis lain. Terdengar gila mendengar cerita percintaan sosok pria tampan semacam Lavi. “Ka’Lavi tugasmu sekarang menjual produk kosmetik sebanyak mungkin biar Izu dapat banyak bonus dari perusahaan” Izu menepuk keras bahu Lavi.

“Gadis jorok” teriak Kenaz tiba-tiba. Entah dari mana muncul menepuk kepala Izu hingga hampir terjatuh. Akan terjadi persaingan antara 2 adik kakak memperebutkan seorang wanita.

“Ka’Ken keterlaluan” suara Izu terdengar marah.

“Berarti kita berdua sepertinya akan balik bertengkar kaya dulu lagi, hanya saja versinya berbeda dari situasi kemarin” bisik Lavi ke telingan Kenaz.

“Kenapa ka’Lavi mengincar Izu, sedangkan dua wanita cantik diam-diam menangis gara-gara mengejar dirimu. Itu namanya serakah” balas Kenaz dengan suara berbisik pula jauh dari pendengaran Izu.

“Saya kan tidak pernah menyuruh mereka mengejarku, lagian siapa yang kau maksud?” bisik Lavi.

“Kirey teman sekolahmu dan dokter Rein” jawaban Kenaz kembali.

“Kalian bicara apa? Penasaran” Izu berusaha mendekat biar percakapan dua pria itu terdengar olehnya, namun gagal…

“Apa kelebihan Izu sampai 2 pria tampan siap bertempur untuk dirinya?” Kirey terus membuntut bagaikan FBI ataupun intel yang sedang menangani satu kasus. Percintaan paling rumit siap bermain bahkan membentuk cerita tersendiri. Sampai detik sekarang hati Kirey masih tetap menyimpan satu nama sejak usia remaja. Sudah ditolak mentah-mentah bahkan berulang kali, namun kenyataan pahit lainnya adalah dia belum bisa melupakan Lavi.

Hanya bisa menatap dari kejauhan terdengar menyedihkan. “Kenapa kau bisa tertawa lebar depan adikku? Kenapa kau tidak pernah bisa tertawa keras depanku?” Kirey berteriak keras sekitar parkiran bawah tanah dari rumah sakit. Lavi kembali bekerja setelah menghabiskan waktu menjual kosmetik bersama Izu dan juga adiknya. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam menyatakan shirt kerja Lavi selesai. Tanpa sadar Kirey mengekor diam-diam di belakangnya.

“Kirey” mata Lavi terkejut melihat penampakan…

“Kau mabuk” Lavi mencium bau alcohol. Wanita itu terus mengumpat bahkan berkata-kata kacau dalam keadaan mabuk. Menggotong Kirey ke dalam mobil kemudian membawanya pulang ke rumah.

Semua penghuni rumah jantungan seketika melihat Lavi membawah pulang seorang wanita cantik. Berusaha menjelaskan persoalan sebenarnya agar anggota keluarga tidak salah paham terhadapnya. Kenaz tertawa habis-habisan melihat tingkah konyol sang kakak. Mereka bertiga harus tidur di luar dan membiarkan Kirey menempati kamar seorang diri. “Menyusahkkan saja” rasa kesal Hershel.

Mereka bertiga tidak ingin tidur sang ibunda terganggu sehingga lebih memilih ruang tamu sebagai tempat tidur sementara. “Ini akibatnya mama ga mau renovasi rumah” gerutu Hershel kembali.

“Tidur di luar ma nyamuk” rasa kesal Kenaz mulai terlihat.

“Kenapa kakak membuat dia mabuk gila begini sampai kita semua jadi korban?” gerutu Hershel.

“Harusnya ka’Lavi terima saja cinta Kirey dari pada menggoda gadis jorok” Kenaz.

“Langsung inti bicara, Kenaz naksir Izumi, selesai masalahnya” sindir Lavi.

“Lantas ka’Lavi maunya apa?” Kenaz.

“Bertengkar denganmu” Lavi.

“Sudah malam ntar mama bangun baru tahu rasa” Hershel segera menjadi pembatas tidur antara dua kakaknya. Posisi 3 jagoan keluarga Yagil membentuk tidur kesebelasan. Tendang menendang dalam tidur seperti biasa dimainkan oleh mereka bertiga.

Sinar matahari menutupi wajah Kirey hingga membuatnya tersadar sesuatu. Dia benar-benar kaget tidur di kamar sederhana. Bukan karena ibu Nayara tidak memiliki uang melakukan renovasi rumah melainkan hanya dirinya lebih menyukai kesederhanaan dan memory kecil bersama tiga jagoan yang ingin tetap diabadikan. “Kau sudah bangun?” Kenaz menyapa Kirey, sedang Lavi sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali karena operasi mendadak di rumah sakit.

“Kami bertiga juga harus menjalani hidup tanpa orang tua sempurna seperti dirimu” Kenaz hanya ingin menjelaskan beberapa hal terhadap wanita cantik itu…

“Papa lebih memilih meninggalkan rumah dibanding mencintai keluarga sendiri. Mungkin karena keadaan inilah menjadikan kakakku pernah bersikap kasar ketika kalian masih satu sekolah” Kenaz.

“Kenapa dia bisa tersenyum lepas depan adikku, sedang denganku tidak pernah?” Kirey.

“Cinta tidak bisa dipaksa dan jangan pernah memaksa seseorang menyukai dirimu. Ka’Lavi memiliki karakter berbeda, jadi, kalau kau masih ingin mencoba mengejar berarti…” Kenaz.

“Berarti?” Kirey.

“Kau harus belajar beradaptasi terhadap pribadinya. Sejauh ini ka’Lavi sulit menyukai seseorang artinya imanmu beserta perjuanganmu akan menentukan hasil. Andaikan kau tetap gagal setelah berjuang dan berdoa dengan iman berarti kakakku bukan jodoh pilihan Tuhan buatmu” Kenaz.

“Menerima kenyataan Lavi menikahi adikku sendiri?” Kirey tertawa sinis.

“Belum tentu juga Izu menikah ma ka’Lavi” Kenaz.

“Pemandangan apaan ini?” tidak disangka Izumi berada di depan pintu kamar.

“Izu cepat panggil calon menantu mama” ibu Fay berteriak mengejutkan mereka.

“Calon menantu mama lagi ke neraka” kalimat judes Izu segera berjala meninggalkan rumah keluarga Yagil. Pertemuan antara ibu dan anak sedang terjadi setelah sekian tahun lamanya terpisah karena masalah perceraian. Kirey menatap seorang ibu tua di depan kamar membuat dia hampir menangis seketika.

“Mama” Kirey. Tubuh ibu Fay gemetar melihat wajah putri pertamanya. Perceraian orang tua selalu saja menghancurkan tiap sisi pada ruang tersembunyi seorang anak. Ekspresi sosok ibu menghadapi sang anak setelah sekian tahun.

“Kabar mama gimana?” Kirey. Mereka berdua saling berpelukan melepas rindu. Factor keadaan pula mengharuskan Kirey lebih memilih tinggal bersama sang ayah. Sampai detik sekarang sang ayah masih tetap bertahan seorang diri tanpa pernikahan kembali.

“Apa mama tidak ingin bertemu papa lagi?” Kirey.

Ayah Kirey lebih memilih menghabiskan hidupnya di Negara asing setelah perceraian, sementara Kirey untuk sementara tetap tinggal bersama kakek neneknya karena status sekolahnya pada saat itu. Kenaz membiarkan mereka berdua berada di kamar…

“Kapan saya bertemu papa? Apa saya bisa memberi pintu maaf andaikan papa berdiri di di hadapanku?” Kenaz merenung membayangkan perpisahan orang tuanya sambil sedikit berbalik melihat pertemuan ibu dan anak.

“Siapa yang akan menang ketika waktu pertemuan itu tiba? Kebencian atau pintu maaf?” suara hati Kenaz berteriak begitu keras di dasar sana.

Kenaz berjalan mencari angin segar memakai sepeda masa kecilnya. Melihat tingkah sosok ibu penuh semangat terus melatih Hershel biar menjadi seorang pemain bola terbaik suatu hari kelak. Ibu Nayara hampir tiap hari memberi latihan-latihan keras terhadap putra bungsunya dan hal tersebut membuatnya pun tidak pernah terlihat di pagi hari untuk menikmati sarapan. Dia tidak lagi sedang memancing bakat Kenaz ataupun mencari beasiswa, melainkan berjuang menjadi sosok pelatih terhebat bagi Hershel. “Seberapa besar keyakinan mama terhadap Hershel?” Kenaz berdiri tiba-tiba di belakang ibu Nayara.

“Ken tidak kerja?” ibu Nayara.

“Mama jangan mengalihkan pertanyaan” Kenaz memberi sebotol air mineral segar.

“Kalau mama bisa berdiri disamping Lavi juga Ken, berarti keyakinan mama terhadap si’bungsu lebih dari kata 100%” ibu Nayara.

“Pola didik mamaku memang beda dibanding para ibu di luar sana. Lebih parah lagi masalah mengajar agar hidup jangan menjadi pembenci terhadap orang tua sendiri. Terkadang mama membuat hidup Ken gila” Kenaz menarik nafas panjang.

“Apa mama masih menunggu pria itu sampai sekarang?” Kenaz.

“Mama melakukan semua itu untuk masa depan kalian bertiga. Andaikan mama terjebak dalam status kebencian atau berselingkuh apa lagi tidur bersama pria lain berarti kalianpun tidak akan menikmati hasil seperti sekarang” ibu Nayara.

“Mamaku memang beda” Kenaz kembali menarik nafas panjang.

“Suatu hari kelak ketika Ken menjadi seorang ayah pasti akan mengerti tentang pola mendekap anak sendiri” ibu Nayara.

“Hershel capek berlari terus sambil nendang bola, boleh istirahat ga?” protes Hershel dari kejauhan.

“Mau main bola denganku?” Kenaz berteriak ke arah Hershel.

“Hershel ingin istirahat bukan main bola, ngerti?” cetus Hershel langsung berbaring. Mereka bertiga duduk di bawah pohon besar sambil bersenda gurau satu sama lain. Ibu Nayara menatap dalam-dalam putra bungsunya dengan harapan besar tentang satu jalur impian diantara seribu mimpi. Ibu terkuat bersama pemikiran berbeda dari jutaan ibu di dunia.

“Lakukan lompatan lagi!” berulang kali menguintruksi Hershel ketika sedang latihan.

Tiap hari kegiatan sang ibu hanya berada pada kata menjadi pelatih. “Tuhan, iman seorang ibu untuk kali ini tentu akan didengar olehMU” kalimat tersebut menghembus bagaikan petir tanpa aba-aba. Dia masih saja berjalan dalam doa bersama imannya mencari titik irama dalam sebuah tarian kemenangan. Mengitari perputaran roda memang tidak mudah bahkan terlalu sulit, tetapi sebagai ibu tuntutan berjalan dan berlari harus tetap berperan sebagai kunci pondasi terbaik.

“Klub Manchester United akan melakukan kembali pertandingan persahabatan…” tidak sengaja ibu Nayara mendengar berita dari televisi. Seminggu lagi personil klub raksasa akan segera tiba. Sebuah kesempatan datang sehingga sang ibu tidak mungkin melewatkan kembali hal semacam ini.

Diam-diam mengbadikan moment latihan Hershel sejak awal latihan menjadi sesuatu hal cukup menyenangkan bagi seorang ibu. Berusaha mengamati serta mempelajari perkembangan latihan juga titik lemah sang anak melalui video tersebut. Dapat dikatakan ibu Nayara hanya mengandalkan beberapa buku, internet, rekaman pertandingan untuk memberi latihan khusus. Dia bukan seorang pelatih jenus atau bahkan berpengalaman, melainkan hanyalah seorang ibu yang sedang berjuang.

Ibu Nayara mendorong tubuh Lavi juga Kenaz masuk ke kamarnya. “Lavi ngantuk parah” celoteh Lavi dengan mata tertutup berjalan mengikuti sang mama. Seharian bekerja di rumah sakit membuat Lavi kelelahan.

“Apaan sih mama? Besok Ken ada pertemuan” cetus Kenaz.

“Jangan ribut” ibu Nayara segera mengunci pintu kamar. Membiarkan Hershel tidur nyenyak seorang diri di kamar sebelah, sedang dua kakaknya harus melakukan beberapa tugas.

“Bantu adikmu mewujudkan mimpinya” ibu Nayara menyerahkan sejumlah video rekaman ke tangan mereka berdua. Tugas dua jagoan Yagil adalah mengedit, mengambil moment-moment penting dari latihan Hershel tiap hari, dan membuatnya jadi satu rekaman. Mencari kelebihan-kelebihan si’bungsu merupakan sesuatu hal paling berharga bagi sang ibu.

Kedatangan klub raksasa masih seminggu lagi, tetapi dua kakak Hershel harus begadang tiap malam beberapa hari belakangan agar menemukan jalan keluar mewujudkan satu mimpi. Lavi memohon bantuan agar temannya mau gentian jadwal shift kerja sehingga bisa pulang ke rumah lebih awal. Kenaz sendiri sibuk mencari informasi tempat-tempat berkunjung personil klub tersebut bersama pelatih mereka. Menyiapkan beberapa strategi agar bisa bertemu langsung pelatih Manchester United merupakan hal tergila terlebih memohon sesuatu benar-benar tidak masuk akal…

“Hershel, coba tendang bolanya dari jarak jauh memakai beberapa tekhnik yang tidak mungkin orang lain miliki dan hanya kau pemiliknya” teriak Lavi, sedang Kenaz sendiri sibuk merekam adegan tersebut.

“Saya akan coba memasukkan seni lukis dalam rekaman biar lebih memancing ekspresi gitulah” Kenaz mengambil sebuah gambar Hershel sedang menendang bola. Melukis juga merupakan salah satu talenta terbaik dari Kenaz di waktu senggang.

Hershel sama sekali tidak tahu menahu rencana yang akan dilakukan oleh ibu bersama dua kakaknya. Hari kedatangan klub raksasa pun tiba sesuai jadwal. Kenaz harus berpura-pura mengambil peran sebagai petugas bandara agar bisa menjalankan aksi, tetapi sayangnya gagal. Belum juga melakukan dialog terhadap sang pelatih, ternyata mereka semua keburu pergi karena diserang para fens. Kaki Kenaz kesakitan akibat terjatuh dan diinjak oleh banyak manusia sekitar bandara.

Lavi terjebak beberapa jam dalam lift salah satu hotel berbintang dengan berpura-pura menyamar sebagai cleaning servis. Ibu Nayara sendiri diusir mentah-mentah oleh petugas karena ingin mendobrak masuk ruang pertemuan antara para pemain. Semua rencana sudah dilakukan, namun akhir dari semua ini hanya bercerita tentang kegagalan. Tiket masuk bertanding pun habis jauh-jauh hari sebelum jadwal pertandingan. Sepertinya segala jalan tertutup untuk mengejar satu bintang.

“Saya akan buktikan kekuatan ibu memang jauh lebih kuat” ibu Nayara berjuang mencari segala jalan meski jutaan pintu tertutup rapat di depan matanya.

Pertandingan persahabatan berakhir dengan kemenangan tetap seperti biasa berada di tangan klub raksasa semacam Manchester United. “Mister, tolong terima anakku di klub milikmu” teriakan sang ibu sangat nyaring setelah melewati berbagai kegagalan. Semua mata tertuju ke arahnya ketika dia berusaha menghentikan sebuah mobil dengan tidak memperdulikan nyawa sendiri.

Seorang pria bule membuka kaca mobil pada akhir cerita, sedang petugas berusaha menghalangi sang ibu melakukan aksi gila. “Anakku ingin menjadi pemain bola sama seperti yang lain” dia masih berjuang mengeluarkan sesuatu dari tas kemudian menyerahkan benda tersebut ke tangan pria bule dalam mobil.

“Dasar wanita gila” teriak salah seorang security.

“Pergi dari sini” mengusir wanita tua memakai perilaku kasar.

“Jangan sakiti mamaku” Lavi segera berjalan menerobos mendorong beberapa security.

“Sekali lagi menyentuh mama, tanganmu hancur seketika” Kenaz pun berusaha melindungi ibunya sendiri dari perlakuan kasar mereka.

“Itukan dokter ma arsitek terkenal yang lagi ramai diberitakan di dunia medsos” seseorang berteriak menunjuk ke arah mereka. Pemberitaan inipun tiba-tiba viral seketika karena kegaduhan wanita tua setelah pertandingan persahabatan dua klub bola. Hal lebih mencengangkan lagi adalah nama dua pria berprestasi masuk dalam pemberitaan tersebut.

Nasi sudah jadi bubur dan wajah mereka ada dimana-mana. Ternyata selama ini Lavi juga adiknya Kenaz belum sadar kalau ternyata diam-diam beberapa akun mengidolakan mereka. Tidak pernah tahu kalau namanya sendiri menjadi sorotan manusia berprestasi sesuai bidang masing-masing. Apa yang akan terjadi setelah kejadian kemarin? “Kenapa kalian segila ini buat Hershel” si’bungsu menangis histeris depan ibu dan dua kakaknya.

“Entahlah, kenapa saya segila itu yah?” Lavi.

“Maaf membuat kalian semua susah” Hershel menangis makin keras.

“Hentikan tangisanmu kurcaci jelek” cetus Kenaz terdengar risih.

Menurut berita, rencana kepulangan personil klub raksasa batal dikarenakan insiden tersebut. Wajah wanita paruh bayah terpampang jelas di tiap pemberitaan media. “Jangan menyebarkan hoaks, ngerti?” Kenaz tidak tahan melihat pemberitaan media beberapa hari belakangan sehingga menarik kerah baju seorang pria di tengah jalan.

“Hentikan kelakuan bodohmu” entah dari mana Izu berjalan sampai ada diantara dua manusia itu. Berusaha melerai agar tidak terjadi perkelahian membuat tubuh Izu terjatuh ke aspal jalan. Pria itu akhirnya berlari pergi karena ketakutan…

“Masih hidup?” Kenaz memberi pertanyaan kacau.

“Maksud ka’Ken apa?” Izu.

“Perasaanku berkata kalau gadis jorok yang kukenal waktu masih sekolah tetap sabar, tidak seperti sekarang kelewat judes” sindir Kenaz.

“Namanya juga perubahan pergaulan” Izu.

“Ternyata kalau gadis tomboy plus jorok beralih menjadi sosok feminim mudah marah yah” sindir Kenaz lagi.

“Ka’Ken memang keterlaluan” Izumi memukul keras kepala pria di depannya.

“Apa kau mau berkeliling kota sepanjang malam denganku buat lepas stress?” Kenaz.

“Terserah” jawaban judes Izu. Kegiatan mereka berdua kali ini adalah mencicipi segala jenis jajanan sekitar pinggir jalan serta melakukan beberapa hal gila sambil tertawa keras tanpa memperdulikan pandangan orang lain. Berada di tengah pusat keramaian menyaksikan atraksi lucu dari sekelompok badut.

“Bisa-bisanya motormu mogok begini?” ledekan Kenaz mendorong motor milik Izu. Hal terkacau adalah seorang arsitek berprestasi tidak memiliki mobil, lebih menyukai menghabiskan waktu memakai bus umum untuk bepergian ataupun ke tempat kerja.

“Sudah numpang ma motor orang, pakai meledek lagi” celoteh Izu.

“Kenapa ga beli mobil pada hal uangnya banyak?” sindir Izu lagi.

“Saya selalu lupa beli mobil, lagian uangku itu ditabung buat melamar seorang gadis” Kenaz.

“Ka’Ken punya pacar? Siapa?” Izu.

“Pacar dalam mimpi, lagian masih rahasia” jawaban Kenaz bersikap cuek.

“Kenapa bisa kalian jalan berdua? Mana gelap lagi” sosok Lavi tiba-tiba saja hadir di tengah mereka. Mendorong motor mogok sepanjang jalan membuat Kenaz menjadi lelah seketika. Saling menatap satu sama lain sedang terjadi di antara mereka bertiga. Membiarkan Izu berjalan masuk ke rumahnya, sedang Kenaz sendiri pulang memakai mobil milik Lavi.

“Kau sudah lihat berita?” Lavi bertanya setelah mobil terparkir di garasi rumah.

“Berita membosankan” bahasa Kenaz tak ingin mendengar.

Kakak beradik langsung tertidur pulas di kamar tanpa melanjutkan dialog pembicaraan tadi. Pemberitaan media semakin meluas setelah video latihan Hershel tersebar di dunia maya. Ibu Nayara berusaha bersikap tenang karena wajahnya menjadi sorotan public. Siapa pernah menyangka karena peristiwa kemarin membuat dia dikenal sebagai sosok ibu paling menginspirasi. Diam-diam beberapa wartawan mencari tahu tentang biografi perjalanan dua tokoh anak muda berprestasi di Negara ini. Insiden tersebut memancing rasa ingin tahu tentang kisah seorang dokter dan arsitek terkenal yang sedang berjuang melindungi sang ibu.

“Permisi” sapa seorang pria tua. Sekumpulan manusia bule sedang bersama pria itu di tempat usaha gorengan ibu Nayara.

“Mister bule pelatih klub bola Manchester United ingin berbicara dengan anda” kembali berbicara sambil mencicipi gorengan tanpa permisi.

“Maksudnya?” ibu Nayara masih kebingungan.

“I like quality of the mother child’s game” ucapan mister bule.

“Artinya?” ibu Nayara.

“Mister bule mau membawa anak ibu keluar negeri buat latihan khusus, udah gitu langsung jadi anggota klub Manchester United gitulah pokoknya” pria itu mencoba menjelaskan.

“Apa saya bermimpi?” Ibu Nayara ingin menangis terharu.

“Jadi pemain bola seperti Cristiano Ronaldo ma Messy?” mata ibu Fay tidak berkedip sama sekali.

“Yes” mister bule menganggukkan kepala. Kisah perjuangan sosok ibu pada akhirnya membuahkan hasil. Dia tidak pernah menyangka pihak internasional meliput berita tentang dirinya dengan peranan sebagai ibu terbaik yang pernah ada. Hershel menangis histeris mendengar kalau mimpi menjadi pemain bola dunia sedang menanti. Si’bungsu memang terkenal sebagai anak paling mudah menangis di antara tiga jagoal keluarga Yagil. Latihan keras sang ibu membentuk satu objek terbaik dari segala jalan di luar sana.



Bagian 13…

 

Ibu Nayara…


Jalan itu bermuara tidak pada tempatnya. Kepingan bangunan berserakan dimana-mana seolah segala sesuatu hanya bercerita pada satu objek terburuk. Debu beterbangan di udara menciptakan rasa sesak ketika tubuh menghirup dalam-dalam. Jalan bermuara tadi menggambarkan kehidupan keluargaku yang tidak sesuai dengan defenisi keluarga harmonis. Variasi cerita tentang kepingan hidup hanya akan berada pada satu hal bersifat luka tiap waktu. Sebagai ibu, dua kaki dituntut untuk benar-benar kuat berlari di antara pecahan beling. Menciptakan seni berbeda dibanding para ibu terhadap kehidupan anak-anaknya. Mempunyai kekuatan luar biasa untuk membuatku berlari memegang pintu terbaik. Saat semua orang berkata kalau saya tidak akan mungkin membawah tiga jagoan menciptakan petualangan, tetapi sang pencipta sama sekali tidak pernah mempermalukan jalan hidupku.

Putra bungsuku pada akhirnya sukses masuk dalam klub bergengsi. Siapa tidak bangga? Proses latihan sepanjang waktu membuahkan hasil di ujung cerita. Saat semua pintu tertutup rapat ketika sang anak ingin mencoba berlari, sedang iman seorang ibu dituntut untuk memainkan cerita petualangan tersendiri. Andaikan situasi hidupmu berada pada lingkaran menyedihkan, saya hanya ingin berkata tetaplah kuat. Dunia seorang anak mempunyai cerita berbeda ketika tangan ibunya jauh lebih dibanding variasi objek manapun.

Mungkin hari ini cerita hidupmu sebagai ibu selalu saja berada dalam area kegagalan, namun terkadang Tuhan sengaja mengizinkan semua itu terjadi agar imanmu menciptakan irama music berseni. Pola pikir sebagai orang tua adalah belajar untuk tetap berdiri kuat bagaimanapun situasi sang anak. Cerita kekuatanmu menentukan jalan hidup serta petualangan ketika deretan objek mencekam mempermainkan alur irama.

“Masakan mamaku memang is the best” Kenaz mengangkat jempolnya.

“Ka’Lavi mana?”

“Ada pasien mendadak di rumah sakit butuh operasi segera” Kenaz. Rumah ini memiliki memory tentang  jalan hidup tiga jagoanku. Suasana terasa sangat sepi tanpa kehadiran si’bungsu ketika kami sedang makan bersama. Pertama kali meninggalkan ibunya demi sebuah cerita berbeda. Pihak klub menyukai bakat dalam diri Hershel sebagai pemain baru. Hadiah terbesar dari sang pencipta adalah memberi berita luar biasa. Sosok bungsu dikenal sebagai pemain paling ditakuti oleh banyak lawan.

“Mama, anakmu mencetak goal” teriak Hershel berulang kali sambil berlari di lapangan setelah berhasil memasukkan bola ke gawang. Siaran langsung pertandingan si’bungsu membuat kami semua harus begadang agar bisa menonton walau hanya lewat televis semata.

“Lavi belum pulang?” tersadar sesuatu.

Seharusnya jadwal kerja putra sulungku berakhir sore tadi, lantas kenapa masih pulang juga? Malam makin larut membuatku sedikit khawatir. “Coba telepon kakakmu!” menyuruh Kenaz menghubungi Lavi. Sepuluh menit kemudian berlalu, wajah Kenaz terlihat kacau di telepon.

“Ka’Lavi ingin bicara” Kenaz menyerahkan handphone miliknya ke tanganku.

“Mana yang akan mama pilih kalau diperhadapkan dua kata?” suara terdengar sedikit serak.

Seorang ibu tentu menyadari sesuatu hal terjadi di rumah sakit. “Kebencian atau pintu maaf?” pertanyaan bodoh darinya membuatku tersadar apa yang sedang dia alami.

“Pertanyaan bodoh” menjawab putra sulungku.

“Lavi benci dua kata itu” putra sulungku seolah ingin meluapkan sisi emosionalnya.

“Buang rasa bencimu, lihat dia sebagai papa terbaik sekalipun kenyataannya memang tidak seperti yang kau bayangkan” jawaban pernyataan tersebut. Naluri seorang ibu menyadari pasien yang sedang ditangani olehnya bukan siapa-siapa, melainkan ayahnya sendiri. Dia tidak menjelaskan apa pun, pertanyaan itu sudah memberi tanda tentang seseorang dari masa kecilnya.

“Seorang dokter memiliki defenisi berjuang untuk menyelamatkan nyawa seseorang, tidak perduli karakter pasien itu seberapa jahat di depannya” ungkapan perasaan sosok ibu sepertiku.

“Kenapa Lavi harus mengingat kata-kata mama?” Lavi menangis…

“Lakukan demi masa depanmu bukan buat mama, jangan menjadi pembenci” berkata-kata kembali.

Saluran telepon tiba-tiba putus seketika. Tubuhku terdiam bagai patung membayangkan kesulitan putra sulungku saat ini. Lavi hanya butuh waktu untuk mengerti akan alur jalan dari berbagai sisi. “Mamaku memang beda, langsung mengenali pasien dokter Lavi” Kenaz tertawa sinis mendengar percakapan tadi.

“Tiga jagoanmu masih hidup dalam suasana perang batin antara kebencian ataukah pintu maaf” Kenaz menarik nafas panjang kemudian berjalan masuk kamarnya.

Pertarungan sengit sedang mempermainkan perjalanan ketiga anakku. Ketika saya hidup berbaur bersama kebencian, maka petualangan merekapun hancur seketika. Ibu bodoh tentu akan mendidik dalam bentuk rasa benci, tetapi ibu bijak tahu menempatkan keadaan untuk menciptakan satu kualitas. Membangunkan Kenaz dengan paksa dalam tidur pulasnya. “Masa depanmu jauh lebih penting artinya anak mama harus memilih ruang terbaik” berkata-kata sambil mendekap tubuh jagoanku.

Kami berdua diam membisu sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Tubuh pria tua terbaring tak berdaya dalam sebuah ICU. Sebuah mobil menabrak tubuhnya hingga terpental jauh dari letak kejadian. “Anakmu terjebak dengan pernyataan bodoh mama” Kenaz melihat Lavi terus terjaga di samping pria tua.

“Mamaku memang beda” Kenaz makin tertawa gila.

Kami bertiga diam membisu di ruang ICU. Hal paling sulit dilakukan bagi seorang anak adalah memberi pintu maaf ketika sisi buruk orang tuanya selalu saja mencekam menciptakan cerita-cerita pahit tanpa ampun sama sekali. Masa depan tiga jagoanku jauh lebih berharga dibanding kehidupanku sendiri. Menjadi pembenci sama saja menghancurkan jalan mereka.

Memilih merawat ayah anak-anakku merupakan sikap bijak seorang ibu. Tetap berada di sampingnya setelah sekian tahun menghilang bahkan menyisahkan serpihan-serpihan gila sekitar persimpangan jalan. Semua orang bisa saja berkata saya wanita tua gila tetap ingin berada di dekat pria iblis. Hidupku memang terlihat bodoh karena dua tanganku masih terbuka lebar untuk seorang mnausia bejat…


Flashblack…


“Dasar perempuan jelek, gila, kampungan”  Caci maki Liron Yagil.

“Masak saja tidak pernah becus” ucapan menyakitkan.

“Wanita kurang ajar” tangan dan kakipun ikut bermain.

Memukul, menampar, melemparkan caci maki, mabuk, berselingkuh menyatu seolah tidak pernah memberi belas kasih terhadap hidupku. Ketiga jagoanku menjadi saksi bagaimana ibunya mendapat perlakuan kasar. Kehidupan Nayara hanya berkata-kata tentang neraka bukan cerita keluarga harmonis. “Tinggalkan rumah ini sekarang juga!” dia mengusir sambil melemparkan semua pakaianku ke lantai.


Flashblack…


“Masa depan tiga jagoanku jauh lebih berharga” berkata-kata di samping pria itu.

“Karena itu saya belajar untuk tidak menjadi pembenci” berbisik di telinga ayah dari tiga jagoanku.

“Tuhan, beri dia kesempatan hidup sehingga saya bisa membuktikan kalau hidupku tidak berada di sekitar jalan pembenci” menggenggam tangannya.

Balas dendam terbaik adalah mendekap dirinya sekalipun robekan luka demi luka selalu saja bermain-main. Menjadi ibu terbaik adalah dengan cara memperlihatkan terhadap dunia seorang anak tentang kekuatan mendekap dalam balutan kasih. Merawat tubuh lumpuh ayah ketiga jagoan terdengar bodoh, tetapi bagaimanapun juga serpihan hidup memang seharusnya seperti itu…

“Tinggal serumah bersama pria yang sudah membuat kita semua menderita” tidak sengaja sepasang telingaku mendengar percakapan Lavi bersama adiknya.

“Kalau disuruh memilih, saya akan membiarkan pria itu terbaring kesakitan” Lavi duduk bersandar dalam ruang kerjanya.

“Kenapa ka’Lavi membiarkan dia bertahan hidup?” Kenaz tertawa sinis.

“Pernyataan mama tiba-tiba saja bergentayangan dan sangat menusuk seperti tombak” Lavi.

“Rasa-rasanya sulit memanggil dia dengan sebutan papa” Kenaz.

“Mungkin kita berdua perlu latihan, apa lagi kita akan tinggal serumah dengan dia, suka maupun tidak” Lavi.

“Rasanya sulit sekali memberi pintu maaf, tetapi menjadi pembencipun sama saja menghidupkan kembali lingkaran-lingkaran iblis sekitar jalan sendiri” Kenaz.

“Jadi?” Lavi.

“Mendengar ucapan mama mungkin jauh lebih baik dari pada tetap berada pada situasi ego ataupun dendam kebencian” Kenaz.

“Berarti kita sudah harus latihan memanggil nama papa” Lavi.

Mereka berdua tertawa lebar pada akhir percakapan. “Ka’Lavi” sosok Izu tiba-tiba saja hadir di tengah ruang kerja Lavi.

“Gadis jorok” Kenaz.

“Tumben ka’Ken main-main ke ruang dokter terjenius di rumah sakit ini” Izu.

“Memang kenapa?” Kenaz. Saya baru menyadari kalau ternyata dua jagoanku menyukai gadis yang sama. Sejak kapan Lavi memberi tatapan suka terhadap seorang gadis? Mereka berdua sudah mengenal kata suka terhadap lawan jenis, terdengar lelucon di telinga sang ibu.

“Izu lapar? Mau makan?” Lavi memberi pertanyaan…

“Gadis jorok maksudku gadis imut apa kau membawa gorengan kemari?” Kenaz.

“Pertanyaan kalian terdengar menyeramkan” Izu.

“Bagaimana kalau mama juga ikut makan bersama kalian” berkata-kata terhadap mereka setelah membuka pintu…

“Dengan senang hati tante” wajah riang Izu merupakan nilai plus sampai dua jagoanku berhasil takluk di tangannya tanpa sadar.

Suasana tegang bercampur aduk ketika makan siang sedang berlangsung. “Izu, apa tante boleh tanya sedikit saja?” pertanyaanku…

“Silahkan tante yang paling baik hati, manis, dan tidak sombong” Izu.

“Izu pilih mana, cowok keren tapi manis atau cowok keren tapi dingin?”

“Pertanyaan mama mencurigakan” Kenaz.

“Sangat mencurigakan” Lavi.

“Calon menantuku makan siang juga rupanya” mama Izu alias ibu Fay berteriak keras. Entah dari mana dia muncul? Perhatian semua orang beralih ke meja kami…

“Tante silahkan duduk” sapa Lavi penuh semangat.

“Sebenarnya calon menantu mama yang mana sih?” Izu jadi bingung.

“Gadis jorok maksudku gadis cantik pertanyaanmu sedikit gila” Kenaz.

“Izu pertanyaanmu sedikit imut” Lavi.

“Izu jawaban dari pertanyaan tante tadi mana?” bertanya ke arah Izu.

“Mama pilih mana, cowok keren tapi manis atau cowok keren tapi dingin?” Izu balik bertanya terhadap ibu Fay.

“Mana mama tahu” raut wajah ibu Fay kacau juga.

“Jawab apa yah?” Izu.

“Izu apa kau…” ucapan Lavi terpotong seketika….

“Gadis jorok apa kau mau menikah denganku?” Kenaz tiba-tiba saja berdiri menarik tangan Izumi.

“Kenaz…” Lavi ikut berdiri.

“Katakan kalau mama lagi mimpi?” ibu Fay terbelalak.

“Perasaan ka’Ken bilang kalau sudah ada pacar gimana sih? Apa ini macam permainan jahil kakak?” Izu.

“Saya serius tidak ada siarang ulan, ngerti?” Kenaz.

“Melamar anak gadis pakai cara baik dong, masa judes begitu?” menegur Kenaz.

“Mama…” Lavi hampir tidak percaya mendengar ucapanku.

“Ka’Lavi, akhirnya Izu sebentar lagi jadi adik iparmu yang paling cantik” Izu memukul keras pungung Lavi sambil tertawa senang.

“Gadis bodoh, apa dia sadar perasaan kakakku gimana?” celoteh pelan Kenaz menggeleng-geleng kepala.

“Ken serius mau nikah?” menatap serius Kenaz.

“Dua rius malah mama,” Kenaz.

“Calon menantu” teriak ibu fay memeluk keras Kenaz.

“Izu sadar tidak?” Lavi sedikit meninggikan nada suaranya.

Kaki kiriku segera menginjak Lavi agar menghentikan ucapannya. “Hershel  mau bicara ma ka’Lavi?” sengaja mengalihkan perhatian mereka semua. Izumi hanya gadis polos, sedang dua jagoanku harus bisa menempatkan diri.

“Btw, lamaran tanpa pernyataan cinta terdengar memalukan” sindir Izu terlihat marah.

“Cincin lamarannya mana?” Izu bertanya lagi…

“Masih di toko, entar kalau lamaranku diterima baru beli. Kalau ditolak kan rugi tenaga dan uang” Kenaz.

Perutku sakit seketika karena tertawa mendengar jawaban Kenaz. Suasana lamaran terkocak dari jagoanku terhadap satu-satunya teman yang selalu ingin berada di sampingnya sejak Kenaz kembali ke sekolah. Moment bagaimana Izumi mengekor kemanapun Kenaz berjalan atau berjualan gorengan menjadi pengalaman tidak terlupakan buatku. Ketika mengirim paket, jagoanku pun selalu menyelipkan beberapa barang untuk seorang gadis teman masa sekolah.


Flashblack…


“Baju apaan ini?” teriak Izu ketika membuka barang kiriman Kenaz. Tidak pernah mau video call bersama Izu, tetapi tetap menyelipkan sesuatu benda buatnya dari luar negeri. Kenaz belum menyadari perubahan gadis yang dianggap jorok setelah sekian tahun berlalu.

“Memangnya saya rocker sejati sampai mengirim lipstic hitam” cetus Izu.

“Tante, kenapa ka’Ken berubah jadi imut mengirim bandana pink?”

“Boneka menyeramkan” teriak Izu sambil berlari ketakutan melihat sesuatu…


Flashblack…


Terkadang saya tertawa mengingat tingkah Izu menerima paket hadiah. Lavi duduk termenung seorang diri tidak jauh dari tempatku berdiri. Suasana pohon bersama angin sepoi-sepoi di belakang rumah sakit menambah alunan malam sepi. “Jangan merebut apa yang menjadi milik adikmu” ungkapan perasaan seorang ibu.

“Lavi tampan, jenius, baik hati, tidak sombong, mapan, seorang dokter pasti banyak gadis mau mengekor seperti perangko” sekedar mengingatkan sosok dirinya…

“Entahlah” Lavi.

“Anak mama bernama Lavi Yagil selalu saja diperebutkan ma banyak wanita, tapi kok bisa yah patah hati begini?” sedikit menghibur sekaligus menyindir.

“Mama meledek, btw, kenapa juga Lavi menyukai gadis semacam Izu pada kan secara ekspektasi nyari cewek anggun plus jenius berkelaslah?” Lavi menertawakan diri sendiri.

“Fighting” segera memeluk hangat putra sulungku.

“Mama sudah mulai bisa bahasa trend sekarang yah?” Lavi.

“Gara-gara Izu” keceplosan menjawab.

“Mama mengingatkan lagi, keterlaluan” Lavi.

“Maaf maaf tidak sengaja” celoteh seorang ibu.

Beginilah kisah hidup antara ibu dan anak-anaknya. Masa-masa kritis sudah berlalu menciptakan akhir satu objek seni. Ayah tiga jagoanku pun merasa bersalah sepanjang hidupnya karena perbuatan di masa lalu. Tetap berjaga di samping sekalipun dia tetap berada di atas kursi roda dan melupakan semua masa lalu. Andaikan sebagai istri, jalanku tetap berada pada jalur dendam tentu dunia anak-anakku tak akan  sehebat seperti sekarang.

“Mama, ini goal buatmu” teriak Hershel ketika berhasil memasukkan bola ke gawang.

“Sosok Kenaz Yagil arsitek muda berprestasi dengan karya seni pemberi inspirasi orang banyak di luar sana” salah satu media besar menjadi jagoan kedua sampul halaman terdepan.

“Majalah luar negeri mencatat sosok dokter paling disegani bahkan kualitas pikirannya mendapat jempol dari berbagai Negara.” Kembali putra sulungku mengukir prestasi sekaligus membuktikan kalau dirinya masuk dalam daftar jajaran dokter-dokter terjenius di dunia.

“Mamaku is the best” pernyataan Hershel di hadapan banyak orang.

“Mamaku memang beda diantara jutaan ibu” Kenaz.

“Mamaku selalu berhasil membuktikan tentang petualangan dengan seni tersendiri buatku hingga detik sekarang” Lavi berbicara di hadapan banyak media maupun para dokter-dokter asing.

Ciptakan seni terbaik dalam dirimu ketika kau berperan sebagai seorang ibu hingga dunia sadar betapa kuatnya dirimu. Selingkuh atau tidur bersama orang lain bukan jalan keluar bagi rumah tangga yang sedang berada di ujung tanduk. Pikirkan masa depan anak-anakmu kelak akan berada dimana dan jangan menjadi ibu egois pada satu titik tak terduga.

“Saya benar-benar iri terhadapmu” seorang dokter bernama Xoan bekas teman sekolah Lavi menyapa di sela-sela perjamuan resepsi pernikahan…

“Maaf atas kelakuanku kemarin, andai saja mami seperti mamamu” Xoan meneguk segelas jus segar di tangannya.

Resepsi pernikahan Kenaz bersama Izu menjadi ajang maaf-memaafkan di antara putra sulungku dan temannya. Berita menggembirakan kedua adalah orang tua menantuku Izumi rujuk kembali setelah perceraian bertahun-tahun lamanya. “Lavi mau minum denganku?” sosok dokter cantik menyapa jagoanku.

“Dokter Rein” Lavi bingung seketika.

“Lavi mau makan denganku” Kirey kakak Izu segera menarik tangan Lavi.

“Dokter Lavi seperti kau ada operasi mendadak” dokter Rein.

“Lavi kan harus isi perut dulu biar punya tenaga” tatapan tajam Kirey.

“Ka’Lavi, ada masalah serius di sana” segera Hershel menarik tangan Lavi meninggalkan dua wanita cantik itu. Akal-akalan adiknya segera memberi pertolongan pada waktu yang tepat. Lavi Yagil butuh waktu melupakan gadis manis yang sudah menjadi adik iparnya sekarang.

“Lavi…” teriak dua wanita cantik bersamaan…

 

#TAMAT#